PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Suhendra Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia diperkirakan berasal dari Daratan Asia Tenggara dan bermigrasi melebihi satu juta tahun yang lalu (awal Pleistocene) saat Daratan Asia dan Lempeng Sunda menyatu (Eudey 1980; Wheatley 1980; Fooden 1995). Fosilnya yang ditemukan di Desa Trinil, Jawa Tengah berumur lebih tua jika dibandingkan dengan yang ditemukan di Pulau Timor dan Pulau Flores (Fooden 1995). Hal ini meyakinkan para ahli bahwa penyebarannya di kepulauan selatan Indonesia berjalan dari barat ke timur dengan populasi Jawa sebagai pusat penyebaran. Penyebarannya dari Jawa ke Bali diperkirakan melalui migrasi langsung karena kedua pulau beberapa kali menyatu saat proses glasiasi (pembentukan lempengan es) (Fooden 1995). Namun, cara penyebarannya ke pulau yang berada di sebelah timur garis Wallace belum jelas. Garis Wallace yang memisahkan fauna Indonesia menjadi Zoogeografi Oriental dan Zoogeografi Australia (Lincoln et al. 1988), memiliki peranan penting dalam penyebaran genus Macaca di Indonesia. Tidak ditemukannya monyet ekor pajang di Pulau Sulawesi (Eudey 1980; Supriatna dan Wahyono 2000) membuktikan bahwa garis Wallace yang berupa laut yang dalam efektif menghalangi penyebaran hewan ini. M. nemestrina yang melimpah di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan tidak ditemukan di Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Nusa Tenggara. Ketiadaannya mungkin berkaitan dengan pemisahan geografi oleh laut yang menghalangi penyebarannya dan kepunahan lokal (Eudey 1980; Groves 1980; Froehlich et al. 1996). Tujuh spesies monyet Sulawesi (Fooden 1969) mempunyai kesamaan nenek moyang dengan M. nemestrina (Fooden 1969; Hoelzer dan Melnick 1996). Pulau Sulawesi tidak pernah bersatu dengan Lempeng Sunda semenjak 50 juta tahun yang lalu (Hall 2001), sehingga nenek moyang monyet Sulawesi harus menyeberangi laut untuk sampai ke sana. Di kepulauan selatan Indonesia, garis Wallace memisahkan Pulau Bali dengan Pulau Lombok (Michaux 1991; Cox dan Moore 2000), bahkan pada saat glasiasi
2 2 maksimum yang terakhir ( 18 ribu tahun yang lalu) (Fooden 1995). Hal ini meniscayakan migrasi monyet ekor panjang juga menyeberangi laut sebagai cara penyebarannya ke kepulauan sebelah timur garis Wallace. Penelitian sebelumnya mengenai variasi genetik monyet ekor panjang di Indonesia dengan penanda protein darah menemukan adanya ketidakselarasan antara keragaman genetik bersanding dengan letak geografi kelompok monyet ekor panjang Jawa, Bali, dan Lombok (Kawamoto et al. 1984). Keragaman genetik populasi atau kelompok sosial monyet ekor panjang di Pulau Bali seyogyanya lebih tinggi daripada yang ditemukan di Pulau Lombok sebagai akibat dari efek founder, tetapi hasil penelitian (Kawamoto et al. 1984) menunjukkan hal sebaliknya. Dinyatakan pula bahwa ada bantuan manusia bagi migrasi dari Pulau Jawa langsung ke Pulau Lombok. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan ketegasan mengenai pola migrasi monyet ekor panjang ke kepulauan sebelah timur garis Wallace. Struktur genetik suatu spesies mencerminkan biodiversitas pada tingkat yang paling dasar. Struktur genetik ini tidak hanya memberikan informasi tentang biodiversitas pada saat ini, tetapi juga menunjukkan sejarah kehidupan yang telah dilaluinya dan kondisi mendatang yang akan dialaminya. Kemampuan retrospektif dan prospektif ini diperoleh dengan mengetahui parameter-parameter yang menentukan struktur genetik populasi (Nozawa et al. 1996; Hartl dan Clark 1997; Frankham et al. 2004). Oleh karena itu, data struktur genetik suatu spesies atau populasi bukan saja dapat menerangkan sejarahnya, tetapi juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan strategi konservasinya. Ungkapan struktur genetik pada peringkat fenotipe terlihat pada morfologi hewan. Monyet ekor panjang yang terisolasi di berbagai pulau di Indonesia telah diidentifikasi sebagai subspesies-subspesies yang berbeda berdasarkan pada morfologinya. Namun, penentuan subspesiesnya terutama yang menempati daerah Wallacea belum mendapatkan ketegasan oleh para ahli primatotogi. Sody (1949) menempatkan monyet ekor panjang di Pulau Jawa sebagai M. f. mordax, di Pulau Bali sebagai M. f. submordax, dan di Pulau Lombok sebagai M. f. sublimiatus. Sementara, Supriatna dan Wahyono (2000)
3 3 mengelompokkan monyet ekor panjang di Pulau Jawa, Pulau Bali, dan Pulau Lombok ke dalam M. f. fascicularis. Berkaitan dengan hal ini, variasi genetik antar populasi juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penegasan suatu klasifikasi. Terlepas dari kisah penyebarannya, kini, sebagian besar populasi monyet ekor panjang di suatu pulau berada dalam populasi-populasi lokal yang terpisah satu dengan yang lain. Meskipun keberadaan menjadi beberapa populasi lokal cukup menguntungkan seperti tidak musnah seluruhnya jika terjadi bencana alam atau wabah penyakit di satu lokasi dan memberi insentif ekonomi tinggi pada masyarakat sekitarnya, populasi demikian cukup rentan terhadap kehanyutan genetik dan tekanan silang dalam (Avise 1994; Nozawa et al. 1996; Hartl dan Clark 1997). Kehilangan keragaman genetik populasi yang berkelanjutan akan mengancam keberadaan jangka panjang populasi lokal tersebut. Langkah-langkah konservasi in situ sangat diperlukan untuk menghindarkan kesirnaan dari habitat alaminya. Demografi populasi berperan penting dalam mempertahankan keberadaan variabilitas genetik populasi. Nasib suatu varian genetik dalam populasi sangat ditentukan oleh peluang varian tersebut diteruskan ke generasi selanjutnya. Peluang ini sangat berkaitan dengan ukuran populasi efektif yang besarnya ditentukan oleh jumlah jantan dan betina dewasa serta rasionya dalam populasi (Nozawa et al. 1996; Hartl dan Clark 1997; Li 1997). Dampak random genetic drift akan semakin besar pada populasi dengan ukuran populasi efektif yang semakin rendah (Hartl dan Clark 1997; Li 1997; Frankham et al. 2004). Demografi populasi juga dapat merefleksikan kondisi struktur genetik populasi. Kawin keluarga yang tinggi dan pemunculan alel letal dalam populasi dapat menurunkan fitness atau daya hidup individu yang baru dilahirkan (Frankham et al. 2004; Klug dan Cummings 2005). Efek ini selanjutnya akan menyebabkan jumlah hewan muda lebih rendah dari jumlah yang dewasa. Oleh karena itu, data demografi populasi dapat digunakan sebagai indikator untuk keberlangsungan hidup populasi ke depan.
4 4 Berdasarkan pada informasi di atas, sangat menarik untuk meneliti cara penyebaran monyet ekor panjang melewati garis Wallace, isolasi geografi dan fragmentasi populasi, serta kondisi ekosistem kontemporer. Penelitian kali ini dilakukan pada populasi lokal monyet ekor panjang yang menempati Kawasan Jawa Timur (sebagai populasi asal) serta Pulau Bali dan Pulau Lombok yang mengapit garis Wallace. Penelitian menyangkut demografi populasi dan keragaman genetik populasi yang didekati melalui morfologi eksternal (fenotipe kualitatif) dan penanda mikrosatelit (DNA). Identifikasi Masalah 1 Belum adanya informasi struktur populasi monyet ekor panjang di Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok. 2 Kurangnya informasi keragaman genetik populasi lokal monyet ekor panjang di Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok yang didekati dengan morfologi eksternal (fenotipe kualitatif) dan mikrosatelit (DNA inti). Tujuan Penelitian 1 Mendapatkan kejelasan proses migrasi monyet ekor panjang di kepulauan selatan Indonesia. 2 Mengkaji struktur populasi lokal monyet ekor panjang di Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok. 3 Mengkaji keragaman morfologi eksternal (fenotipe kualitatif) dan keragaman genetika molekuler dengan penanda mikrosatelit populasi lokal monyet ekor panjang di Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok. Pemecahan Masalah Untuk mendapatkan penyelesaian terhadap masalah dan tujuan di atas, dilakukan penelitian yang mencakup dua pendekatan yaitu pendekatan populasi dan genetik. Pendekatan populasi meliputi data struktur populasi (demografi) di masing-masing populasi lokal. Data lainnya seperti sikap masyarakat setempat terhadap keberadaan monyet ekor panjang juga dikoleksi sebagai pelengkap. Data struktur populasi lokal monyet ekor panjang dikaji mengenai dukungannya
5 5 terhadap keberlangsungan hidup masing-masing populasi lokal di Jawa Timur, Bali, dan Lombok. Keragaman genetik populasi lokal dianalisis menggunakan dua pendekatan yaitu morfologi eksternal (fenotipe kualitatif) dan mikrosatelit (DNA inti). Pendekatan fenotipe kualitatif digunakan karena keragamannya lebih dipengaruhi oleh keragaman materi genetiknya. Meskipun fenotipe kualitatif sangat susah diketahui pola pewarisan ke generasi berikutnya karena bersifat multifaktorial, fenotipe kualitatif cukup baik untuk identifikasi keunikan suatu populasi dan identifikasi subspesies. Pendekatan genetik menggunakan mikrosatelit (DNA inti) sebagai penanda molekul. Pendekatan ini lebih mencerminkan struktur genetik populasi karena mikrosatelit merupakan materi genetik itu sendiri. Mikrosatelit telah digunakan secara luas sebagai penanda molekul di berbagai studi genetika populasi karena beberapa keunggulan yang dimilikinya seperti kelimpahannya tinggi dalam genom eukariot, polimorfismenya tinggi akibat mutasi dan rekombinasi, dan amplifikasinya mudah secara in vitro melalui polymerase chain reaction (PCR). Kejelasan proses migrasi monyet ekor panjang di kepulauan selatan Indonesia didapatkan melalui pengkajian kecenderungan penurunan keragaman genetik populasi dan kecenderungan peningkatan jarak genetik populasi dari barat ke timur dengan populasi di Jawa Timur sebagai pusat penyebaran. Secara keseluruhan, kerangka pemikiran penelitian dituangkan ke dalam diagram alur seperti ditampilkan pada Gambar 1. Hipotesis 1. Struktur populasi menentukan kestabilan populasi lokal monyet ekor panjang di setiap lokasi. 2. Karakteristik fenotipe kualitatif populasi lokal monyet ekor panjang antar pulau berbeda. 3. Migrasi monyet ekor panjang di kepulauan selatan Indonesia dari barat ke timur sejalan dengan kecenderungan penurunan keragaman genetik dan peningkatan jarak genetik antar populasi pulau.
6 6 Manfaat Penelitian 1. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai model untuk proses migrasi dan sejarah penyebaran mamalia. 2. Struktur dan keragaman genetik populasi dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi konservasi (pengawetan, pengembangan, dan pemanfaatan) populasi lokal monyet ekor panjang di Jawa Timur, Pulau Bali, dan Pulau Lombok. Monyet ekor panjang Populasi lokal Di Jatim, Bali, Lombok Melintasi garis Wallace Isolasi geografi dan fragmentasi Ekosistem kontemporer Karakteristik demografi Keragaman genetik populasi lokal Pendekatan fenotipe kualitatif Pendekatan mikrosatelit Struktur populasi Karakter kualitatif Sebaran alel Peubah genetika populasi Analisis Interpretasi: modus migrasi Rekomendasi Strategi Konservasi Gambar 1 Diagram alur kerangka pikir penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas
Lebih terperinciSTRUKTUR DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI LOKAL MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI JAWA TIMUR, BALI, DAN LOMBOK I NENGAH WANDIA
STRUKTUR DAN KERAGAMAN GENETIK POPULASI LOKAL MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI JAWA TIMUR, BALI, DAN LOMBOK I NENGAH WANDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya
Lebih terperinciABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau
ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Monyet ekor panjang termasuk kelompok monyet dunia lama ( Old World
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang termasuk kelompok monyet dunia lama ( Old World Monkey) dan diklasifikasikan sebagai berikut (Napier dan Napier, 1985; Swindler, 1998): Kelas
Lebih terperinciKarakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Indonesia Medicus Veterinus 2014 3(3) : 244-251 ISSN : 2301-7848 Karakteristik Lokus Mikrosatelit D10s1432 pada Populasi Monyet Ekor Panjang Di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi CHARACTERISTICS OF D10S1432
Lebih terperinci1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi
PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi Taksonomi atau sistematik adalah hal yang penting dalam klasifikasi organisme dan meliputi beberapa prosedur seperti identifikasi dan penamaan. Sekarang dikenal
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Burung beo (Gracula religiosa Linnaeus 1758) merupakan salah satu satwa yang banyak digemari masyarakat, karena kepandaiannya dalam menirukan ucapan-ucapan manusia ataupun suara
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau
PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spesies ikan malalugis atau juga disebut layang biru (Decapterus macarellus) merupakan salah satu jenis ikan pelagis kecil yang tersebar luas di perairan Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3.Tujuan
Lebih terperinciGambar 1.1. Variasi pada jengger ayam
Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan tanaman, hewan dan mikroorganisme, termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keragaman Haplotipe Ikan Malalugis Panjang sekuens mtdna ikan malalugis (D. macarellus) yang diperoleh dari hasil amplifikasi (PCR) dengan menggunakan pasangan primer HN20
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan
Lebih terperinciSelama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.
PENGANTAR PENULIS Indonesia menempati urutan ke dua di dunia, dalam hal memiliki keragaman flora dan fauna dari 17 negara paling kaya keragaman hayatinya. Brasil adalah negara terkaya dengan hutan Amazonnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil produk perikanan budidaya kategori ikan, crustacea dan moluska ketiga terbesar di dunia setelah China dan India. Pada tahun 2014,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar
Lebih terperinciDAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1
DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.
4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,
Lebih terperinciKONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI
KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 2. INDONESIA MASA PRA AKSARALatihan Soal 2.2 1. Berdasarkan teori geologi modern, Indonesia terbentuk dari pertemuan beberapa lempeng benua yaitu... Lempeng Eurasia,
Lebih terperinciIkan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan
1. Latar Belakang Ikan Kakap merah (Red Snapper), Lutjanus malabaricus, adalah salah satu ikan demersal berukuran besar yang mempunyai nilai ekonomis penting karena permintaan pasar yang tinggi. Jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman organisme laut yang sangat tinggi sehingga menjadikan Indonesia salah satu negara yang masuk ke dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinciStruktur Genetika Populasi Monyet Ekor Panjang Di Alas Kedaton Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536
Indonesia Medicus Veterinus 013 (1) : 3 4 Struktur Genetika Populasi Monyet Ekor Panjang Di Alas Kedaton Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536 Alda dasril lumban gaol 1, I ketut suatha, I nengah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme
TINJAUAN PUSTAKA Evolusi Geografi dan Keragaman Organisme Geografi bumi akhir periode Paleozoic dan awal mesozoic adalah dua benua yang sangat besar, yaitu Gondwana di bumi selatan dan Laurasia di bumi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya
Lebih terperinci4. Sruktural 5. Fisiolois 6. Inang 7. Partenogenesis: perkembangan individu dari gamet yang tidak dibuahi, terutama banyak terjadi pada invertebrata.
Spesiasi merupakan proses pembentukan spesies baru dan berbeda dari spesies sebelumnya melalui proses perkembangbiakan secara natural dalam kerangka evolusi. Spesiasi sangat terkait dengan evolusi, keduanya
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan
I.PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)
KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pimpinella pruatjan Molkenb. (Apiaceae) atau yang dikenal dengan nama purwoceng. P. pruatjan sebagai tanaman herba komersial berkhasiat obat yaitu sebagai afrodisiak, diuretik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis
Lebih terperinciGambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen
Lebih terperinciBuletin Veteriner Udayana Vol.1 No.2. :47-53 ISSN : Agustus 2009
DINAMIKA POPULASI MONYET EKOR PANJANG (MACACA FASCICULARIS) DI HUTAN WISATA ALAS KEDATON TABANAN (The Population Dynamic of Long Tail Monkey (Macaca fascicularis) in Alas Kedaton, Tabanan) I Gede Soma
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang sangat penting. Lahan tanaman jagung di Indonesia mencapai lebih dari 3,8 juta hektar, sementara produksi jagung tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan
Lebih terperinciFLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Indentitas Flora dan Fauna Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal sebagai kelompok ikan bakutut atau belosoh. Secara morfologis, anggota Famili ini mirip dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, baik secara lokal maupun global. Lobster merupakan bahan makanan populer yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. polifiletik (Pethiyagoda, Meegaskumbura dan Maduwage, 2012). Spesies Puntius
I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Genus Puntius (famili Cyprinidae) di Asia terdiri dari 220 spesies (namun hanya 120 spesies yang mempunyai nama yang valid. Secara filogenetik genus ini bersifat polifiletik
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Padi (Oryza sativa L.) Padi merupakan tanaman pangan penting yang menyediakan bahan pangan pokok, dan 35-60% kalorinya dikonsumsi lebih dari 2,7 milyar penduduk dunia.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN M
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya
Lebih terperinciBab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta
Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta ASAL USUL KEHIDUPAN Teori Abiogenesis Teori Biogenesis Teori Kosmozoa Percobaan Redi Percobaan Spallanzani Percobaan Pasteur Evolusi Kimia Evolusi Biologi Percobaan
Lebih terperinciA. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup
A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menginventarisasi karakter morfologi individu-individu penyusun populasi 2. Melakukan observasi ataupun pengukuran terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. flora yang dapat ditemukan adalah anggrek. Berdasarkan eksplorasi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan Gunung Merapi menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi dan merupakan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Salah satu jenis flora yang dapat ditemukan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. runcing mendukung burung ini untuk terbang lebih cepat. Burung walet sarang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung walet sarang putih Burung walet sarang putih merupakan burung pemangsa serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Sayapnya yang berbentuk sabit, sempit, dan runcing
Lebih terperinciMenurut Campbell (2003) mengemukakan ada beberapa konsep spesies antara lain:
SPESIASI KELOMPOK 4 Ifandi Septa Adi 201310070311103 Rizqah Maftuhah 201310070311109 Ema Dwi Andriyani 201310070311110 Faidatu Ummi 201310070311121 Herly Dwi lestari 201310070311129 Spesies Spesies dalam
Lebih terperinciMATA KULIAH PENGANTAR ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA. Dr. Hj. RITA RAHMAWATI, M.Si
MATA KULIAH PENGANTAR ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA Dr. Hj. RITA RAHMAWATI, M.Si Teori Sejarah Kehidupan : Teori Penciptaan Terpisah: Spesies tidak berubah dan ada banyak asal mula spesies sebanyak spesiesnya.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi
Lebih terperinciKERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI
KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI EKO HANDIWIRAWAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16151 ABSTRAK Variasi di dalam populasi terjadi sebagai akibat
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat
Lebih terperinciSKRIPSI. KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER. Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen
SKRIPSI KEANEKARAGAMAN GENETIK DAN IDENTIFIKASI JENIS KELAMIN Lonchura fuscans SECARA MOLEKULER Disusun oleh: Carolina Yulent Carlen 110801189 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3 1. Daerah di Indonesia yang memiliki risiko terhadap bencana gempa bumi adalah... Palangkaraya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim
Lebih terperinci