BAB IV METODE PENELITIAN. Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV METODE PENELITIAN. Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan"

Transkripsi

1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Perhitungan ketersediaan beras di tingkat Provinsi Bali menggunakan pendekatan sistem dinamis, untuk waktu analisis tahun 2015 sd Data dan informasi yang terkait dengan ketersediaan beras terutama untuk keperluan analisis adalah data yang dikumpulkan oleh instansi terkait seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, BPS, Bulog/Dolog, Badan Ketahanan Pangan Daerah, di sembilan kabupaten/kota yang mewakili seluruh ekosistem padi di Bali. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Provinsi Bali yang mencakup sembilan kabupaten/kota. Daerah tingkat kabupaten/kota meliputi kabupaten/kota yaitu (1) Badung), (2) Denpasar, (3) Gianyar, (4) Klungkung, (5) Bangli, (6) Karangasem, (7) Buleleng, dan (8) Jembrana, dan (9) Tabanan. Pemilihan Provinsi Bali sebagai lokasi penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain: 1. Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diharapkan sebagai daerah produksi beras nasional di samping sebagai daerah tujuan utama pariwisata dunia. 2. Kelestarian produksi beras di Provinsi Bali akan memberikan nilai positip terhadap penilaian organisasi Subak sebagai salah satu warisan dunia. 40

2 41 3. Ketersediaan beras di Provinsi Bali menjadi salah satu jaminan keamanan perkembangan pariwisata. Penelitian dilaksanakan selama 12 bulan dimulai pada bulan Mei 2012 sampai dengan April Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan bagi penelitian ini dapat dipilah dalam kategori data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder dikumpulkan melalui wawancara dengan responden yang terkait dengan ketersediaan beras, yang terdiri atas petani padi, pedagang perantara, pengusaha penggilingan, koperasi, lembaga keuangan mikro, Bulog/Dolog, Dinas Pertanian, Badan Ketahanan Pangan Daerah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Penyuluh, Peneliti BPTP dan Perguruan Tinggi, serta BPN, seperti terlihat pata Tabel Metode Pengumpulan Data Data primer dan data sekunder dalam penelitian dikumpulkan dari berbagai sumber seperti laporan, dokumen dan hasil penelitian dari berbagai instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Badan Pusat Statistik, BPTP, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perguruan Tinggi, BPN. Pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. 4.5 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dalam rangka menghimpun informasi dan data dari responden ditentukan secara sengaja ( purposive sampling) dengan dasar bahwa responden mempunyai keahlian, reputasi dan pengalaman pada bidang

3 42 Tabel 4.1 Jenis dan Sumber Data yang Diperlukan dalam Penelitian No Jenis data Sumber data A. Data Primer : 1 Identifikasi peubah yang Responden mempengaruhi sistem: 2 Identifikasi kebutuhan Responden 3 Idendifikasi masalah Responden 4 Penetapan faktor dominan pada Responden sistem B. Data Sekunder : 1 Produksi padi BPS (Badan Pusat Statistik) 2 Produktivitas sawah dan lading BPS 3 Luas lahan BPS 4 Ketersediaan beras BPS 5 Konversi gabah ke beras Dinas Pertanian 6 Kebutuhan benih, industri dan pakan Dinas Pertanian, Perdagangan, dan Industri 7 Kehilangan pasca panen (tercecer) Dinas Pertanian 8 Cadangan beras Bulog 9 Beras antar pulau/impor Pedagang antar pulau 10 Pencetakan sawah BPS 11 Alih fungsi lahan BPS 12 Indek Pertanaman (IP) Dinas Pertanian 13 Dampak irigasi terhadap luas panen Dinas Pertanian dan Pekerjaan Umum 14 Dampak iklim terhadap luas panen Dinas Pertanian dan Hasil Penelitian 15 Lahan gagal panen (puso) BPS 16 Harga input BPS 17 Harga beras BPS 18 Jumlah penduduk BPS 19 Pertumbuhan penduduk BPS 20 Konsumsi beras per kapita BPS yang diteliti. Untuk kepentingan mengidentifikasi faktor/atribut dimensi dalam ketersediaan beras dan menentukan faktor kunci dipilih 15 orang responden yang

4 43 umumnya adalah pengajar pada perguruan tinggi, peneliti pada Badan Pengembangan Teknologi Pertanian, Dinas Pertanian dan pejabat pemerintah di berbagai bidang keahlianya yaitu agroklimat, budidaya padi serta pasca panen padi. Untuk kepentingan pengumpulan data identifikasi kebutuhan dan formulasi masalah (untuk analisis sistem dinamis) responden ditentukan secara sengaja ( purposive sampling) di sembilan kabupaten/kota yang mewakili sembilan ekosistem sawah. 4.6 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Analisis prospektif, digunakan untuk mengidentifikasi faktor dominan (faktor kunci) yang mempengaruhi ketersediaan beras di Bali. Analisis ini dilakukan dengan terlebih dahulu menganalisis peubah dominan dan analisis kebutuhan atau peubah penting dari responden di berbagai wilayah kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi/beras. Hasil analisis ini kemudian dipakai dalam analisis berikutnya yaitu analisis sistem dinamis. (2) Analisis sistem dinamis dengan menggunakan software Powersim. Metode pendekatan ini digunakan untuk merancang bangun model ketersediaan beras di Bali dan mengetahui ketersediaan beras di masa yang akan datang (kekurangan atau kelebihan). Adapun tahapan analisis penelitian ini terlihat pada Gambar 4.1.

5 44 Peubah Dominan dari Pakar dan Stakeholder Analisis prospektif Peubah Dominan/Kunci Model Ketersediaan Beras Analisis Sistem Dinamis Rancang Bangun Implementasi Model Penyediaan Beras Validasi Model OK Tidak Implementasi Model Gambar 4.1 Tahapan Analisis Penelitian Pendekatan sistem Pendekatan sistem merupakan metode pengkajian permasalahan yang dimulai dari analisis kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu model operasional dari sistem tersebut. Dalam pendekatan sistem ada beberapa tahapan analisis diantaranya adalah (1) analisis kebutuhan, (2) formulasi masalah,

6 45 (3) identifikasi sistem, (4) pemodelan sistem, (5) validasi dan ve rifikasi model, serta (6) implementasi (Eriyatno, 1987) Analisis kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan langkah awal didalam pengkajian suatu sistem. Pada langkah ini kebutuhan-kebutuhan yang ada dianalisis, dan kemudian dilanjutkan ke tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut, antara lain, mendata para stakeholder yang terkait dalam penelitian ini. Berdasarkan kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian sebelumnya pihak-pihak yang terkait dalam penyediaan dan konsumsi beras dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) pemerintah (pemda dan dinas terkait), (2) konsumen, (3) swasta (pedagang, koperasi, importir, penggilingan), (4) petani dan (5) masyarakat umum. Analisis kebutuhan dilakukan di sembilan kabupaten/kota yang mewakili ekosistem padi. RRA ( rapid rural appraisal) dilakukan untuk melihat kendala dan kebutuhan yang diperlukan di masing-masing wilayah Formulasi masalah Adanya keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda di antara peran stakeholder akan menimbulkan konflik kepentingan. Untuk memetakan berbagai kepentingan stakeholder diperlukan analisis formulasi masalah produksi dan konsumsi beras. Masalah utama yang timbul dalam sistem ketersediaan beras adalah tidak tersedianya beras secara kuntinyu dan fluktuasi harga gabah pada

7 46 tingkat petani sehingga mempengaruhi produksi. Kedua hal tersebut akhirnya dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam persediaan beras. Faktor penting yang berpengaruh dalam pemodelan sistem dinamik ketersediaan beras adalah delay (waktu tunda). Ini terjadi karena beras merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki umur panen cukup lama rata-rata 3 4 bulan dan memiliki sifat mudah rusak tanpa adanya penanganan khusus (penyimpanan). Faktor penyeba b lainnya adalah adanya kelancaran informasi, terutama dalam hal informasi pasar yang dapat mempengaruhi sistem. Semua faktor tersebut perlu dimasukkan dalam model sistem dinamik yang dibuat agar model dapat mewakili keadaan yang sebenarnya Identifikasi sistem ketersediaan beras Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Tahap ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang terlibat atau yang akan dimasukkan ke dalam pemodelan dan menetapkan batas model (model boundaries). Komponenkomponen tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain dengan menggunakan metode diagram sebab akibat. Tanda panah pada diagram diberi tanda () atau ( -) tergantung pada hubungan yang terjadi apakah positif atau negatif. Tanda () digunakan untuk menyatakan hubungan yang terjadi antara dua faktor yang berubah dalam arah yang sama. Sedangkan, tanda (-) digunakan jika hubungan yang terjadi antara dua faktor tersebut berubah dalam arah yang berlawanan.

8 47 Beras merupakan pangan pokok penting bagi seluruh rakyat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari partisipasi konsumsi beras yang hampir mencapai 100%. Konsekuensinya adalah pemantauan terhadap ketersediaan beras perlu dilakukan setiap saat, agar kebutuhan pangan beras tersebut terpenuhi. Pemodelan terhadap ketersediaan beras ditujukan untuk mengetahui perilaku ketersediaan beras di masa akan datang sebagai pemenuhan untuk konsumsi rumah tangga, kebutuhan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan benih, pakan dan ekspor/impor. Dalam penelitian ini model ketersediaan beras dibagi dalam dua subsistem yaitu subsistem produksi/penyediaan dan subsistem konsumsi/kebutuhan. Model ini dibuat berdasarkan identifikasi permasalahan yang dituangkan ke dalam diagram sebab akibat ( causal loop), di mana bahasa gambar yang dipakai dalam diagram sebab akibat ini adalah dengan memakai gambar panah yang saling mengait, dimana hulu panah mengungkapkan sebab dan ujung panah mengungkapkan akibat. Jika terjadi hubungan umpan balik ( feedback) antar variabel dalam diagram sebab akibat maka keterkaitan tersebut disebut sebagai suatu ( feedback loop). Model sistem ini diformulasikan dalam diagram alir (stock and flow) dan diformulasikan dengan menggunakan software Powersim Studio 8 SR 5. Diagram alir sebab akibat dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam sistem yang terlihat pada Gambar 4.2.

9 48 Konsumsi p er kap ita kota/desa Laju kelahiran kota/desa - 3() Kehilangan panen Indek Pert anaman Tingkat konsumsi kota/desa Penduduk Kota/Desa - Luas panen 4(-) - Kebutuhan beras Produktivitas Gabah kering Gabah kering giling panen Bahan baku industri Laju kematian kota/desa Anomali iklim Kehilangan pasca panen Ketersediaan beras Produksi beras Kebutuhan benih Cet ak sawah 1() Luas sawah - - 2(-) Alih fungsi lahan Gambar 4.2 Diagram Alir Sebab Akibat Model Dinamik Ketersediaan Beras di Bali Formulasi model Pada tahap ini dilakukan perumusan makna dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual. Sistem dinamik menggunakan persamaan matematika untuk menggambarkan sebuah sistem ke dalam model. Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan variabel-variabel yang telah ditentukan dalam bentuk kontekstual dengan bahasa simbolis. Formulasi model submodel produksi dan submodel konsumsi dapat dilihat secara rinci sebagai berikut :

10 49 1. Submodel produksi Gambar 4.3 menunjukkan bentuk model sederhana diagram alir sistem dinamik dari sub sistem produksi. Sub sistem produksi beras dipengaruhi oleh antara lain produksi padi, produktivitas padi, alih fungsi lahan, intensitas pertanaman (IP), rendemen gabah ke beras serta impor/antar pulau. Luas lahan padi dalam penelitian ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Semakin tinggi luas lahan padi maka semakin tinggi produksi padi yang dihasilkan, dan semakin banyak padi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Dalam penelitian ini luas lahan padi dibagi kedalam dua areal yaitu padi sawah dan padi lahan kering/ladang. Di pihak lain, semakin tinggi luas areal yang tersedia maka semakin besar peluang terjadinya alih fungsi lahan seperti yang terjadi di Denpasar, Badung, dan daerah lainnya, banyak dikonversi untuk keperluan pariwisata, perumahan dan jalan. Konversi ini akan memberi pengaruh negatif terhadap luas lahan. Hal ini berarti semakin besar konversi lahan maka semakin berkurang luas areal (feedback negatif). Produktivitas padi akan memberikan pengaruh yang positif terhadap produksi padi. Hal ini berarti semakin tinggi produktivitas padi akan mengakibatkan semakin tinggi produksi. Begitu pula intensitas pertanaman (IP) mempunyai pengaruh positif terhadap luas areal, semakin tinggi IP maka luas areal akan semakin besar.

11 50 Lj p embukaan lhn basah Luas lhn basah IP Prodv padi lhn basah Praksi pakan Lj konversi lhn basah Produksi p adi lhn basah Fr pembukaan lhn basah Fr konversi lhn basah Bibit Fraksi bibit Pakan ter Total produksi pad Produksi p adi lahan kering v padi lahan kering Lj p embukaan lhn kering Fr pembukaan lhn kering Luas lhn kering Produksi p adi Fr tercecer Fr antar pulau Tercecer Beras antar pulau Fr rendeme Produksi beras Lj konversi lhn kering KETERSEDIAAN BERAS Fr konversi lhn kering Gambar 4.3 Struktur Sub Model Dinamik Produksi Beras di Bali Dari hubungan sebab akibat antar variabel pada subsistem penyediaan di atas dilakukan penterjemahan diagram sebab akibat ke diagram alir (stock and flow). berikut : Sub model Penyediaan dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai Penyediaan = Penyediaan_beras (1) di mana : Penyediaan_beras = Produksi beras Stok Cadangan Antar pulau (ton)

12 51 Persamaan (1) menyatakan bahwa penyediaan beras di Bali merupakan produksi beras yang dihasilkan oleh Bali ditambah stok cadangan yang ada dikurangi dengan banyaknya beras yang diantar- pulaukan. Produksi_beras = Total_produksi_padi*Rendemen_gabah_beras (2) di mana : Total_produksi_padi = Prooduksi_padi Pakan Bibit Tercecer (ton) Rendemen_gabah_beras = 65% Persamaan (2) menyatakan ba hwa total produksi padi merupakan perkalian produksi padi dalam bentuk gabah kering giling dengan konversi gabah atau rendemen gabah menjadi beras. Rendemen yang dipakai adalah 65% (BPS Bali, 2011). Total_produksi_padi = Produksi_padi_sawah Produksi_padi_ladang (3) di mana : Produksi_padi_sawah = Luas_lahan_basah*Produktivitas_padi_sawah (ton) Produksi_padi_ladang = Luas_lahan_kering*Produktivitas_padi_ladang (ton) Persamaan (3) memperlihatkan bahwa total produksi padi merupakan penjumlahan dari produksi padi sawah dan produksi padi ladang. Sementara produksi padi sawah/ladang diperoleh dari perkalian luas lahan basah/kering dengan produktivitas padi sawah/ladang. Luas_lahan_basah= dt*Lj_pertumbuhan_lahan_basah-dt* Lj_konversi_lahan_bash..(4) di mana : Luas_lahan_basah = luas areal panen padi sawah (Ha) Lj_pertumbuhan_lahan_basah = laju pembukaan lahan sawah (%) Lj_konversi_lahan_bash = laju konversi lahan sawah (%)

13 52 Persamaan (4) menyatakan bahwa luas areal panen mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahah sawah terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya yaitu luas panen pada tahun 2010 (ta hun dasar simulasi) sebesar hektar. Luas areal panen adalah besarnya luas lahan yang dapat menghasilkan padi, sedangkan konversi lahan merupakan konversi lahan sawah ke penggunaan lain misal non pertanian seperti untuk industri pariwisata dan keperluan lainnya. Luas_lahan_kering = dt*lj_pertumbuhan_lahan_kering dt*lj_konversi_lahan_kering (5) di mana : Luas_lahan_kering = luas lahan kering untuk padi ladang (Ha) Lj_pembukaan_lahan_kering = laju pembukaan ladang (%) Lj_konversi_lahan_kering = Laju konversi ladang (%) Luas areal panen padi lahan kering (ladang) menyatakan bahwa luas areal lahan kering mengakumulasi perbedaan antara laju pembukaan lahan dan laju konversi lahan terhadap keadaan luas areal panen sebelumnya, yaitu luas panen pada tahun 2010 sebesar hektar. Pembukaan lahan adalah besarnya lahan yang dapat diusahakan untuk menambah luas areal yang ada, sedangkan konversi lahan merupakan penggunaan areal padi ladang untuk kepentingan lainnya. 2. Sub model konsumsi Sub sistem konsumsi merupakan menjabaran dari sub sistem permintaan (Gambar 4.4). Komponen utama pada sub sistem ini adalah pertumbuhan penduduk termasuk di dalamnya tingkat kelahiran dan tingkat kematian serta

14 53 tingkat konsumsi per kapita yang lebih jauh dipengaruhi oleh adanya diversifikasi pangan. Model ini memisahkan antara penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Unsur lainnya yang berpengaruh pada sub sistem konsumsi adalah kebutuhan beras untuk produksi pangan lain (dihitung dengan persentase dari total kebutuhan beras konsumsi), bibit (dihitung berdasarkan luas tanam), serta cadangan beras daerah yang ditentukan pemerintah. Konsumsi p er kap ita kota Produksi beras Fr bhn baku Penduduk kota Lj p ertumbuhan kota Kebutuhan bhn baku industrikebutuhan beras kota Kebutuhan beras desa KEBUTUHAN BERAS Kebutuhan konsumsi RT Penduduk desa Konsumsi p er kap ita desa Fr pertumbuhan kota Lj p ertumbuhan desa Fr pertumbuhan desa Gambar 4.4 Struktur Sub Model Dinamik Konsumsi Beras di Bali matematis berikut : Sub model kebutuhan konsumsi dirumuskan dalam persamaan Kebthn_beras_ = Kbthn_konsumsi-_beras_RT_ Kebthn_industri_makanan_dan_non_makanan (6) di mana : Kbthn_beras = total kebutuhan beras provisi Bali (ton) Kbthn_konsumsi_beras_RT = total kebutuhan beras rumah tangga (ton/th)

15 54 Kbthn_industri_non_makanan = kebutuhan bahan baku beras industri makanan dan non makanan (ton) Persamaan (6) merupakan persamaan untuk mengetahui kebutuhan beras yang diperlukan untuk konsumsi seluruh wilayah Bali. Besarnya merupakan penjumlahan antara total kebutuhan beras bagi RT (rumah tangga) dengan kebutuhan bahan baku beras industri makanan/non makanan. Kbthn_konsumsi_beras_RT = Kbthn_beras_desa Kbthn_beras_kota (7) di mana : Kbthn_beras_desa = Penduduk_desa*Konsumsi_perkapita_desa Kbthn_beras_kota = Penduduk_kota*Konsumsi_perkapita_kota Persamaan (7) memperlihatkan bahwa total kebutuhan beras bagi rumah tangga (ton/th) merupakan penjumlahan dari kebutuhan beras bagi penduduk desa (ton/th) dengan kebutuhan beras penduduk kota (ton/th) yang diperoleh dari perkalian antara jumlah penduduk desa/kota dengan tingkat konsumsi/kapita desa/kota. berikut : Kebutuhan industri dirumuskan dalam persamaan matematis sebagai Kbthn_industri_non_makanan = dt*laju_ind (8) di mana : Laju_ind = Produksi_beras*frk_keb_ind/100 Persamaan (8) menyatakan bahwa kebutuhan industri non makanan merupakan kebutuhan bahan baku beras pada industri non makanan (ton) yang besarnya diperoleh dari perkalian antara produksi beras (ton) dengan persentase

16 55 kebutuhan industri non makanan terhadap produksi beras (%/th). Sementara produksi beras mengacu pada persamaan (2) dan (3) Verifikasi dan validasi model Verifikasi model dilakukan dengan pengecekan secara dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model. Validasi model merupakan suatu usaha untuk mengevaluasi model yang dibuat, menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang tepat dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1999 ). Umumnya validasi model dilakukan sesuai tujuan pemodelan yaitu dengan membandingkan perilaku dinamis dengan kondisi nyata, kalau telah dianggap valid, maka model dapat dipergunakan sebagai wakil sistem nyata. Menurut Daalen dan Thissen (2001) validasi dalam pemodelan sistem dinamik dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi uji struktur secara langsung ( direct structure tests) tanpa mengoperasikan ( running) model, uji tingkah laku model ( structure-oriented behavior test) dengan mengoperasikan model, dan perbandingan tingkah laku model dengan sistem nyata ( quantitative behavior pattern comparison). Banyak uji statistik yang dapat dipakai untuk mengukur penyimpangan antara output simulasi dengan data aktual diantaranya mean absoluet deviasion (MAD), mean square error (MSE), mean absolute percentage error (MAPE) dimana masing-masing uji statistik di atas mengukur keakuratan output simulasi. Dalam penelitian ini digunakan uji MAPE untuk mengetahui kesesuaian data hasil

17 56 prakiraan (simulasi) dengan data aktual, dengan rumus matematikanya sebagai berikut : di mana : MAPE = 1/n (Xm Xd)/Xd x 100 % Xm = data hasil simulasi Xd = data aktual n = peride/banyaknya data Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi, 1985 dalam Somantri, 2005) adalah : MAPE < 5 % : sangat tepat 5 < MAPE < 10 % : tepat MAPE > 10 % : tidak tepat Analisis prospektif Analisis prospektif digunakan untuk menentukan peubah-peubah dominan yang mempengaruhi sistem yang dikaji. Bourgeois dan Jesus, ( 2004 dalam Nurmalina, 2007) menyatakan bahwa metode analisis partisipatori prospektif (participatory rospective analysis-ppa) merupakan alat yang didesain untuk mengetahui atau menyelidiki dan mengatisipasi perubahan dengan partisipasi para ahli (expert) termasuk stakeholder yang memberikan hasil yang cepat. Metode ini sangat cocok pada situasi dimana banyak stakeholder berintegrasi pada sistem yang kompleks, terutama sangat cocok untuk memberikan alternatif kebijakan pada lokal dan sektoral serta dapat memperkuat kapasitas stakeholder menjadi lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan masa depannya.

18 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji ini terlihat dalam bentuk perubahan perilaku dan atau kinerja model. Perlakuan atau intervensi terhadap model umumnya didasarkan kepada kondisi yang mungkin terjadi di masa datang. Menurut Muhammadi et al, (2001 dalam Nurmalina, 2007), ada dua intervensi yang dapat dilakukan yaitu intervensi fungsional (terhadap parameter dalam model) dan intervensi fungsional (mempengaruhi hubungan antar unsur yang dapat dilakukan dengan mengubah unsur/hubungan yang membentuk struktur model). Penelitian ini menggunakan uji sensitivitas dalam dua tahapan yaitu pertama uji sensitivitas untuk masing-masing parameter. Tujuannya adalah untuk melihat sensitivitas masing-masing parameter yang dipakai dan dampaknya terhadap kinerja model. Kriteria yang dipakai untuk menilai performa sensitivitas dalam penelitian ini menggunakan kriteria Maani dan Cavana, (2000 dalam Nurmalina, 2007), yaitu bila parameter diubah sebesar 10% dan dampaknya terhadap kinerja sistem dapat mencapai 5% sd 14% ( sensitif), 15% sd 34% (sangat sensitif), dan lebih besar dari 35% (sangat sangat sensitif). Parameter yang memiliki sensitivitas tinggi merupakan parameter penting dalam menentukan skenario kebijakan. Uji sensitivitas yang kedua adalah uji kombinasi parameter terpilih, sehingga akhirnya diperoleh bermacam kombinasi parameter untuk mempengaruhi sistem.

19 Analisis simulasi Model yang telah dibentuk dan sah setelah validasi, kemudian disimulasikan di mana tahun 2010 merupakan titik awal simulasi (t = 0). Sementara itu skenario kebijakan diterapkan mulai tahun 2015 dan dalam penelitian ini simulasi ditetapkan sampai tahun Pydich and Rubinfield, (1991 dalam Nurmalina, 2007) menyatakan bahwa tujuan simulasi adalah untuk melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan-kebijakan pada masa lampau, membuat peramalan untuk masa yang akan datang. Simulasi diperlukan untuk mempelajari dampak perubahan peubah-peubah eksogen terhadap peubah-peubah endogen dalam model. Beberapa skenario simulasi alternatif kebijakan beras dilakukan dan difokuskan pada kebijakan yang dianggap mempengaruhi ketersediaan beras di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena tujuan penelitian adalah untuk melihat dampak dari perubahan konsumsi dan produksi beras terhadap ketersediaan beras di provinsi Bali. Beberapa skenario tersebut meliputi : 1. Skenario 0 : Tanpa adanya kebijakan. Pada skenario ini tidak diterapkan kebijakan apapun dalam sistem produksi. 2. Skenario 1 : Kebijakan perbaikan budidaya pertanian (bibit dan obat - obatan).

20 59 Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,045 per tahun (angka multiflier). 3. Skenario 2 : Kebijakan perbaikan mekanisasi dan irigasi sarana dan prasarana). Skenario ini dilakukan dengan meningkatkan laju produktivitas lahan pertanian dari rata-rata 5,9 ton/ha menjadi maksimum 2 kali lipatnya dimana parameter yang digunakan adalah laju pertumbuhan produktivitas, dengan nilai normal 0,045 per tahun. 4. Skenario 3 : Kebijakan diversifikasi pangan untuk mengurangi permintaan akan beras. Skenario ini dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras per kapita menjadi lebih kecil hingga setengahnya. 5. Skenario 4 : Gabungan dan akumulasi skenario 1 4 Skenario ini menggabungkan skenari perluasan lahan ( 1), peningkatan produktivitas (2 dan 3) serta diversifikasi pangan (3).

STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Agus Hasbianto, Aidi Noor, dan Muhammad Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk . Harga_Treser Coverage_area Biaya_Treser Unit_Treser Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1 RAMP_LOSSES surplus Harga_Rhi konsumsi_kedelai_per_kapita Biaya_Rhizoplus jumlah_penduduk pertambahan_penduduk RekomendasiR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem sesuai dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem sesuai dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metoda System Dynamics yaitu sebuah simulasi komputer yang diawali dengan membuat model operasional sistem

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Cakupan Penelitian Penelitian indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras dianalisis secara makro pada tingkat regional dan nasional. Daerah tingkat regional dalam penelitian

Lebih terperinci

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

3.3. PENGEMBANGAN MODEL Selain teknologi pemupukan dan OPT, mekanisasi merupakan teknologi maju yang tidak kalah penting, terutama dalam peningkatan kapasitas kerja dan menurunkan susut hasil. Urbanisasi dan industrialisasi mengakibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik bertani di Indonesia saat ini masih serupa dengan praktik bertani saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik usahatani yang mengutamakan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik

Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Seminar dan Konferensi Nasional IDEC 2017 ISSN: 25796429 Surakarta, 89 Mei 2017 Analisis Kebijakan Persediaan Beras Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik Wiwik Budiawan *1), Ary Arvianto

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang berpengaruh terhadap BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Gardner (1987) menyatakan penanganan masalah perberasan memerlukan kebijakan publik yang merupakan bagian dari kebijakan pembangunan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) No. 74/11/51/Th. IX, 2 November 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ARAM II) DIPERKIRAKAN TURUN 0,81 PERSEN DIBANDINGKAN PRODUKSI TAHUN 2014

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian. Tahun Publikasi BPS Kabupaten Lampung Barat METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah retrospektif. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan yaitu (1) Kabupaten Lampung Barat akan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk Indonesia yang cukup pesat menyebabkan pemenuhan akan kebutuhan juga semakin banyak. Perkembangan tersebut terlihat pada semakin meningkatnya jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang berfungsi sebagai makanan pokok sumber karbohidrat. Beras merupakan komoditi pangan yang memiliki

Lebih terperinci

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Produksi padi di dunia menempati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting dalam peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Agustus 2016

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Agustus 2016 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek, Subjek, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Agustus 2016 bertempat di Power Plant II, Utilities-Production, RU V Balikpapan,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 40/11/34/Th. X, 03 November 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN III 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan III (ARAM

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015) No. 47/07/51/Th. IX, 1 Juli 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ARAM I) DIPERKIRAKAN NAIK 0,39 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali pada tahun

Lebih terperinci

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul 4 PEMBANGUNAN MODEL Deskripsi Model Berdasarkan studi literatur dan observasi lapangan dapat dikenali beberapa pelaku utama yang berperan dalam pendistribusian beras dari tingkat petani sampai ke konsumen.

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI PAKAN DAN

SISTEM PRODUKSI PAKAN DAN ternak. Untuk Sub Sistem konsumsi dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk, tingkat konsumsi dan diversifikasi konsumsi di masyarakat. Dalam membangun keempat subsistem tersebut, tentunya menggunakan

Lebih terperinci

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI 2004 Pribudiarta Nur Posted 22 June 2004 Sekolah Pasca Sarjana IPB Makalah pribadi Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Juni 2004 Dosen: Prof Dr Ir Rudy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS

Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS Gambar 2.5: Hasil uji sensitivitas 2.4. HASIL ANALISIS Model yang dibangun dioperasikan berdasarkan data historis luas lahan sawah pada tahun 2000 2012 dari Biro Pusat Statistik (BPS) dengan beberapa asumsi

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL

MODEL SIMULASI PENYEDIAAN KEBUTUHAN BERAS NASIONAL 2002 Arief RM Akbar Posted 7 November, 2002 Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Oktober 2002 Dosen : Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar, ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi secara sengaja

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 18 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga kecamatan yaitu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 15 1 Implementasi Sistem Dinamik Untuk Analisis Ketersediaan Pangan (UmbiUmbian) Sebagai Pengganti Konsumsi Beras Untuk Mencukupi Kebutuhan Pangan (Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal tebu yang tidak kurang dari 400.000 ha, industri gula nasional pada saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB III METODOLOGI

repository.unisba.ac.id BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Metode dilakukan diantaranya untuk pengetahuan pelaksanaan penelitian, dan menyusun penelitian sesuai dengan metode ilmiah yang ada,dalam klasifikasinya metode terbagi menjadi tiga diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

ANGKA TETAP 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI

ANGKA TETAP 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 36/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 ANGKA TETAP PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI PRODUKSI PADI TAHUN SEBESAR 11.373.144 TON MENURUN 2,33 PERSEN. A. PADI Berdasarkan Angka Atap,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008) BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 24/07/34/Th. X, 01 Juli 2008 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA PROVINSI D.I.YOGYAKARTA (ANGKA RAMALAN II 2008) Berdasarkan ATAP 2007 dan Angka Ramalan II (ARAM II) tahun 2008,

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK KENTANG DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN NASIONAL

SIMULASI MODEL SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK KENTANG DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Jurnal Agribisnis, Vol. 8, No. 1, Juni 2014, [ 1-14 ] ISSN : 1979-0058 SIMULASI MODEL SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK KENTANG DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Muhammad Aminudin*, Akhmad Mahbubi**, Rizki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian meliputi subsektor

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian meliputi subsektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman pangan, subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 No. 54/08/51/Th. III, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 20,35 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 28,44 RIBU TON, DAN BAWANG MERAH SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia karena menjadi salah satu tanaman pangan penting setelah beras dan jagung, sehingga kedelai menjadi sumber

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki luas wilayah yang besar. Negara yang terdiri dari banyaknya pulau ini tentunya juga memiliki jumlah daratan yang banyak. Besarnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK

PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK PENGEMBANGAN MODEL RANTAI PASOK PRODUKSI BERAS UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK Isnaini Muhandhis 1) dan Erma Suryani 2) 1) dan 2) Jurusan Sistem Informasi, Fak. Teknologi

Lebih terperinci

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN 119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. secara finansial maupun didalam menjaga keharmonisan alam. Sektor pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi besar dalam keanekaragaman sumber daya alam yang bisa memberikan keuntungan baik secara finansial maupun didalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi

I. PENDAHULUAN. struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain yang sesuai dengan kebutuhan ternak terutama unggas. industri peternakan (Rachman, 2003). Selama periode kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia, jagung memiliki kontribusi sebagai komponen industri pakan. Lebih dari 50% komponen pakan pabrikan adalah jagung. Hal ini

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2014 dan ANGKA RAMALAN I 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2014 dan ANGKA RAMALAN I 2015) BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 40/07/32/Th. XVII, 1 Juli PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2014 dan ANGKA RAMALAN I ) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA TETAP) TURUN 3,63 PERSEN, SEDANGKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR)

PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK ANALISIS KETERSEDIAAN BERAS (STUDI KASUS : DIVRE JAWA TIMUR) Diajeng Permata Inggar Jati (5209100111) Pembimbing : Erma Suryani, S.T., M.T., Ph.D. Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian model pengelolaan energi berbasis sumberdaya alam di pulau kecil difokuskan kepada energi listrik. Penelitian dilaksanakan di gugus pulau

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangS Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah Indonesia terdiri dari wilayah lautan dan sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian

Lebih terperinci

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN

BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN BUTIR KEGIATAN ANALIS KETAHANAN PANGAN BIDANG AKSES PANGAN oleh: Ir. Hasanuddin Rumra, M.Si. Kepala Bidang Akses Pangan BADAN KETAHANAN PANGAN - KEMENTERIAN PERTANIAN RI A. DASAR HUKUM JABATAN FUNGSIONAL

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PRODUKSI TANAMAN PADI DAN PALAWIJA NTT (ANGKA TETAP 2009 DAN ANGKA RAMALAN II 2010) No. 03/07/53/Th.XIII, 1 Juli 2010 PUSO NTT 2010 MENGHAMBAT PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

Lebih terperinci

Model System Dinamics

Model System Dinamics System Thinking / System Dinamics (Perbedaan SD dan MP, Causal Loop, Konsep Stok dan Flow) Perbedaan system dinamics (SD) dan mathematical programming (MP) Perbedaan MP dan SD berdasarkan : 1. Tujuan :

Lebih terperinci