VIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU"

Transkripsi

1 161 VIII MODEL DINAMIK PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 8.1. Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan wisata Puncak-Cianjur, mempunyai daya tarik bagi masyarakat sekitar Bogor dan luar Bogor untuk mendirikan rumah peristirahatan (villa, bungalow), hotel, restoran dan tempat rekreasi. Saat ini perkembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu pesat dan cenderung kurang terkendali. Perkembangan permukiman merambah ke kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman, sehingga menjadi penyebab terjadinya degradasi lingkungan DAS Ciliwung hulu. Permasalahan permukiman di DAS Ciliwung hulu merupakan suatu rangkaian persoalan yang kompleks. Persoalan timbul karena koordinasi antar instansi dan penegakan hukum yang lemah (Karyana 2005) serta tingkat persepsi masyarakat terhadap fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu yang rendah sampai sedang (Sabri 2004). Ketiga faktor tersebut menyebabkan perkembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu tidak terkendali dan menyimpang dari rencana tata ruang. Sistem dinamik adalah suatu cara berpikir menyeluruh dan terpadu, mampu menyederhanakan persoalan yang rumit tanpa kehilangan hal penting yang menjadi perhatian (Muhammadi et al. 2001). Sistem dinamik dapat menganalisis struktur dan pola perilaku sistem yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian (Muhammadi et al. 2001), demikian pula perubahan struktural yang terjadi pada salah satu bagian dari sistem yang akan berdampak pada perilaku sistem secara keseluruhan dapat dianalisis dengan cepat (Martin 1997). Proses analisis kebijakan menggunakan sistem dinamik dilakukan melalui simulasi model, sehingga lebih cepat, menyeluruh dan dapat dipertanggungjawabkan (Forester 1976; Muhammadi et al. 2001; Meadows et al. 2004). Dalam rangka menyelesaikan persoalan kebutuhan permukiman yang terus meningkat, koordinasi yang kurang lancar, dan fungsi ekologi DAS yang terus

2 162 menurun, digunakan model dinamik melalui berbagai skenario untuk melakukan perubahan yang sistemik kearah yang diinginkan melalui berbagai percobaan menggunakan simulasi model. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian adalah : a. Merancang model dinamik b. Menyusun alternatif kebijakan pengelolaan permukiman menggunakan simulasi model. 8.2 Data Sistem Dinamis Jenis dan Sumber Data Data yang dipakai dalam penelitian adalah data primer dan sekunder Sumber data primer adalah pejabat Pemda Kabupaten Bogor dan lokasi studi. Sumber data sekunder adalah: Bapeda Kabupaten Bogor, Kantor statistik Kabupaten Bogor, Dinas Kependudukan dan KB kabupaten Bogor, Dinas Cipta Karya Bagian Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor, UPT BP Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, BP DAS Citarum-Ciliwung, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Perpustakaan, dan media elektronik Teknik Pengumpulan Data Bogor, Data primer diperoleh melalui diskusi dengan pejabat dari Bapeda kabupaten Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, Bagian Tata Bangunan dan Permukiman. Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen, literatur, mengunduh dari media elektronik dan hasil analisis bab V dan VII (Tabel 45). Tabel 45 Data Model Dinamik, Sumber dan Kegunaan Data Model Dinamik Sumber Kegunaan Kantor Statistik Kab. Bogor Jumlah Penduduk Perkiraan jumlah dan perkembangan penduduk Curah hujan. IMB Cisarua, Ciawi, Megamendung. UPT B P Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. Dinas Cipta Karya Kab. Bogor perkiraan air limpasan analisis kelembagaan KDB Rumah, sarana- Peraturan Bupati Kab. Bogor No perkiraan kebutuhan lahan

3 163 Data Model Dinamik Sumber Kegunaan prasarana. 2/2006 permukiman Kebutuhan Ruang Saranaprasarana, rumah, jalan Kep Men PU No 20/KPTS/1986 perkiraan kebutuhan lahan permukiman Koefisien Run off (permukiman, lahan basah, ladang, hutan perkebunan) Sampah Dokumen hasil penelitian Kadar Tahun 2003 perkiraan volume air limpasan Kep Men PU No 20/KPTS/1986; Bapeda kab Bogor perkiraan timbulan sampah kawasan permukiman Kepadatan penduduk Dokumen dari media elektronik. jmlh penduduk yg dpt didukung kws permukiman Koordinasi Dokumen hasil penelitian Karyana analisis kelembagaan Tahun 2005; analisis sub 7.3 Indeks Pembangunan Media elektronik Portal Kabupaten analisis kelembagaan Manusia (IPM) Bogor[ Konsistensi Hasil analisis sub 5.3; 7.3 analisis kelembagaan Tutupan Lahan Hasil analisis sub 5.3. alokasi permukiman 8.3. Metode Analisis Parameter dan Indikator Kinerja Model Model dinamik pengelolaan kawasan permukiman menggunakan 4 submodel, yaitu: sub-model penduduk, sub-model kebutuhan lahan permukiman, submodel pengendalian dan kelembagaan, serta sub-model fisik lingkungan. Masingmasing sub-model mempunyai parameter dan indikator. Parameter dapat diwakili oleh flow atau auxiliary sedangkan indikator kinerja diwakili oleh level (Tabel 46). Tabel 46 Sub-model, Parameter dan Indikator Kinerja Model Sub-model Parameter Indikator Kinerja Model 1. Penduduk Laju kelahiran & migrasi masuk; laju Jumlah Penduduk kematian & migrasi keluar. 2. Kebutuhan Ru ang permukiman 3.Pengendalian dan kelembagaan 4. Fisik lingkungan Pertambahan luas rumah; pertambahan luas sarpras; daya tarik permukiman Tambahan permukiman ke permukiman; tambahan permukiman ke Budidaya non permukiman; tambahan permukiman ke lindung; partisipasi masyarakat; koordinasi; konsistensi. Laju limpasan dari zona budidaya non permukiman ; laju limpasan zona Kebutuhan Ruang Permukiman Luas permukiman di kws sesuai permukiman; luas permukiman di kws tidak sesuai permukiman ( zona budidaya non permukim an dan zona lindung); pengatur an tata ruang Volume air limpasan kws permu kiman; volume air limpasan kws

4 164 Sub-model Parameter Indikator Kinerja Model lindung; laju limpasan permukiman; permukiman, laju sampah, kualitas lingkungan. non permukiman (zona budidaya non permukiman dan zona lindung); volume sampah Metode dan Tahap Analisis Metode analisis yang digunakan adalah analisis sistem menggunakan model dinamik (Forester 1976; Muhammadi et al. 2001). Tahap permodelan sistem dinamik (Eriyatno 1999; Muhammadi et al. 2001) adalah: (1) Analisis Kebutuhan Secara umum stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu terdiri atas berbagai instansi pemerintah pusat maupun daerah (Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bogor), pengusaha (pengembang perumahan, perkebunan, perdagangan, hotel, restoran) serta masyarakat (pendatang dan penduduk lokal). Berdasarkan hasil pengumpulan data primer maupun sekunder, kebutuhan yang berkaitan dengan pengelolaan permukiman adalah : kualitas lingkungan meningkat, koordinasi antar instansi yang terkait pengelolaan permukiman; konsistensi dalam penerapan peraturan; rencana tata ruang yang operasional; sistem informasi berkaitan dengan permukiman; pedoman teknis pembangunan permukiman; peraturan insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan pembangunan permukiman; informasi mekanisme dan prosedur perizinan pembangunan perumahan/permukiman; lokasi kawasan yang diperbolehkan untuk pembangunan perumahan/permukiman; Koefisien dasar bangunan (KDB) yang diizinkan; dan ketentuan teknis pembangunan perumahan/permukiman di DAS Ciliwung hulu. (2) Perumusan Permasalahan Untuk meningkatkan fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu, pengendalian perkembangan permukiman membutuhkan konsistensi dalam menerapkan peraturan dan koordinasi antar instansi sehingga permukiman hanya berlokasi di kawasan yang sesuai/diperbolehkan untuk permukiman. Pengendalian perkembang an permukiman membutuhkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat akan

5 165 meningkat apabila masyarakat mengetahui prosedur dan mekanisme perizinan pembangunan permukiman, lokasi kawasan yang diperbolehkan untuk membangun permukiman, KDB yang diizinkan serta ketentuan teknis pembangunan permukiman. Selain masalah koordinasi, konsistensi dan partisipasi masyarakat, pengendalian permukiman juga memerlukan pengendalian jumlah penduduk, karena laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat akan semakin meningkatkan kebutuhan lahan permukiman. Oleh karena luas kawasan yang sesuai untuk digunakan permukiman terbatas, maka kebutuhan lahan permukiman yang besar dan meningkat pesat tidak tertampung. Akibatnya kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman (kawasan lindung dan budidaya non permukiman) dirambah oleh kawasan permukiman. Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalahnya adalah seberapa besar dampak dari pengendalian penduduk terhadap kinerja DAS Ciliwung hulu; seberapa besar dampak dari pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan partisipasi dapat meningkatkan kinerja DAS Ciliwung hulu; seberapa besar dampak dari penguatan kelembagaan pemerintah melalui peningkatan koordinasi dan konsistensi terhadap kinerja DAS Ciliwung hulu; dan seberapa besar dampak dari pengendalian penduduk, pemberdayaan masyarakat dan penguatan kelembagaan pemerintah apabila dilakukan secara bersama-sama, terhadap kinerja DAS Ciliwung hulu. (3) Diagram Input-Output Sistem pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan di DAS Ciliwung hulu tersebut, digambarkan dalam diagram input-output, yang terdiri dari input terkontrol, input tidak terkontrol, output dikehendaki dan output tidak dikehendaki. Melalui mekanisme pengelolaan kawasan permukiman output yang tidak dikehendaki dirubah menjadi input terkontrol yang masuk ke dalam Sistem Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan (Gambar 43).

6 166 INPUT LINGKUNGAN Letak geografis, iklim Gambar 43 Diagram Input-Output Pengelolaan Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu (4) Identifikasi Sistem Pertambahan jumlah penduduk terjadi karena kelahiran dan migrasi masuk serta kematian dan migrasi keluar. Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan permukiman meningkat. Komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat yang lemah menyebabkan perkembangan kawasan permukiman tidak terkendali sehingga merambah kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman (kawasan lindung dan pertanian). Hasil analisis menunjukkan permukiman eksisting yang berada di kawasan yang tidak sesuai permukiman seluas 1.737,33 ha, tersebar di zona budidaya non permukiman 41,21% dan zona lindung 16,70%. Peningkatan kebutuhan lahan permukiman menambah luas lahan yang tidak kedap air (Weng 2002; Mustafa et al. 2005), sehingga air limpasan dari kawasan permukiman semakin besar. Disisi lain semakin besar jumlah penduduk, maka

7 167 kepadatan penduduk, kepadatan permukiman dan jumlah sampah semakin besar pula. Akibat dari kepadatan penduduk dan kebutuhan ruang permukiman yang semakin besar, serta volume air limpasan dan sampah yang semakin besar, terjadi penurunan kualitas lingkungan DAS, yang berdampak pada laju kelahiran dan kematian penduduk. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan komitmen pemerintah dalam bentuk koordinasi antar-lembaga dan konsistensi dalam melaksanakan undangundang, serta partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat diharapkan berpengaruh terhadap perubahan lahan dari kawasan lindung dan kawasan budidaya menjadi kawasan pemukiman, demikian pula permukiman yang berlokasi di kawasan yang tidak sesuai dapat dikurangi, diatur dan dibatasi perkembangannya. Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan di DAS Ciliwung hulu diharapkan dapat mengendalikan jumlah penduduk dan kebutuhan lahan untuk permukiman, menurunkan luas permukiman di kawasan yang tidak sesuai, menurunkan volume air limpasan dan sampah permukiman. Hubungan keterkaitan antar elemen dalam sistem diperlihatkan Gambar 44. Gambar 44 Diagram Sebab Akibat Pengelolaan Permukiman DAS Ciliwung Hulu

8 168 (5) Penyusunan Model: Model dinamik dibuat dengan menggunakan perangkat lunak powersim 2.5d constructor. Penyusunan model dinamik pengelolaan kawasan permukiman menggunakan asumsi yaitu : (a) Kawasan permukiman dibatasi sesuai alokasinya (2.958,93ha). (b) Kawasan kawasan budidaya non permukiman dibatasi sesuai alokasinya (3.369,82 ha). (c) Kawasan lindung dibatasi sesuai alokasinya (8.547,62ha). (d) Nilai lahan di lokasi tidak sesuai permukiman dan dilokasi sesuai dan agak sesuai permukiman dianggap sama, sehingga relokasi permukiman dari kawasan tidak sesuai permukiman ke kawasan sesuai dan agak sesuai permukiman dapat dilakukan. (e) Pertambahan penduduk dihitung berdasarkan lahir dan migrasi masuk per tahun dan serta kematian dan migrasi keluar per tahun. (f) Laju pengurangan penduduk karena kematian dan migrasi keluar diperkirakan sebesar 0,7% per tahun. Laju migrasi masuk diperkirakan 60% dari laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk DAS Ciliwung hulu selama sebesar 3,14%/tahun, maka laju migrasi masuk diperkirakan 1,88%/tahun. Dengan menggunakan rumus pertambahan penduduk (r) = Kelahiran Kematian + Migrasi masuk Migrasi keluar, maka laju kelahiran diperkirakan sebesar 1.96%/tahun. Dengan demikian laju Kelahiran ditambah migrasi masuk adalah 3.84%/tahun. (g) Pertumbuhan permukiman disebabkan oleh pertambahan penduduk dan daya tarik kawasan DAS Ciliwung hulu( Kawasan Puncak) sebagai kawasan peristirahatan dan wisata. (h) Komitmen pemerintah diperhitungkan berdasarkan konsistensi terhadap penerapan peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang (RTRW) dan koordinasi antara instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS Ciliwung. (i) Partisipasi masyarakat diwakili oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor.

9 169 (j) Asumsi lain berkaitan dengan penyusunan model dinamik dapat diperiksa pada Lampiran 11. (6) Validasi Model Uji validitas model dilakukan dengan cara membandingkan output model dengan data empiris, menggunakan teknik statistik (Muhammadi et al. 2001) : (a) Absolute Means Error (AME): menjelaskan seberapa besar penyimpangan nilai rata-rata simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat ditolerir adalah 10 % (0,1). (b) Absolute Variation Error (AVE): menjelaskan seberapa besar penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat ditolerir adalah 10% (0,1) (c) Kalman Filter (KF): menjelaskan kesesuaian (fitting) antara simulasi dengan aktual. Batas kesesuaian antara 47,5-52% (0,475-0,525) (d) Durbin Watson (DW): menjelaskan pola fluktuasi (tajam atau landai) antara hasil simulasi dengan aktual. Batas fluktuasi yang dapat diterima adalah 2 (Tabel 47). Tabel 47 Rumus Perhitungan Uji Statistik Validitas Kinerja. Uji Statistik Rumus Keterangan Absolute AME = (S i A i )/ A i A = nilai aktual; Means Error N = interval waktu pengamatan S (AME) i = S i N ; A i = A i N S = nilai simulasi Batas penyimpangan 5-10% Absolute Variation Error(AVE) AVE = (Ss Sa)/ Sa Ss = deviasi nilai simulasi Sa = deviasi nilai aktual Batas penyimpangan 5-10% Kalman Filter KF= Vs/(Vs-Va) Va= variansi nilai aktual Vs= variansi nilai simulasi Tingkat kecocokan (fitting) 4,75-52,50 % Durbin Watson DW= {A i - S i } t {A i -S i } t-1 } 2 /{{A i S i } t } 2 t= waktu sekarang t-1= waktu lampau Pola fluktuasi hasil simulasi terhadap aktual yg dapat diterima adalah 0<DW<2 Bila DW>2 tajam sekali, DW<2 kurang tajam.

10 170 (7) Verifikasi Struktur Model Struktur model diverifikasi melalui uji validitas konstruksi menggunakan teori Limit to growth (Meadows et al. 2004). Selanjutnya untuk menguji kestabilan struktur model dilakukan simulasi dengan menggunakan skenario untuk jangka jangka waktu 20 tahun sesuai dengan ketentuan jangka waktu perencanaan dalam UU PR No 26/2007. (8) Uji Sensitivitas Model Uji sensitivitas model dilakukan dengan memberi perlakuan (stimulus) pada beberapa parameter model yaitu laju kelahiran dan migrasi masuk, koordinasi, konsistensi dan partisipasi masyarakat (Tabel 48). Parameter-parameter model tersebut diintervensi dengan pertimbangan: (a) Parameter partisipasi masyarakat, koordinasi dan konsistensi diintervensi karena berdasarkan hasil analisis kelembagaan, merupakan elemen kunci yang menjadi penggerak perubahan Ciliwung hulu. dalam pengelolaan permukiman di DAS (b) Parameter laju kelahiran dan migrasi masuk diintervensi karena pertambahan lahan permukiman dipengaruhi oleh kelahiran dan migrasi masuk. Tabel 48 Nilai Intervensi pada Uji Sensitivitas Model No Parameter Tanpa intervensi (%) Setelah Intervensi(%) 1 Laju kelahiran dan migrasi masuk 3, Koordinasi 86, Konsistensi 46, Partisipasi masyarakat 67,90 80 Efek pemberian perlakuan diamati melalui perubahan nilai rujukan, (reference mode). Nilai rujukan diwakili oleh level (Muhammadi et al. 2001). Dalam penelitian ini perlakuan berupa intervensi yang diberikan terhadap parameter model, bersifat fungsional. Menggunakan fungsi step yang terdapat dalam perangkat lunak Powersim 2.5 d. Penggunaan fungsi step didasarkan pada antisipasi perubahan parameter yang mungkin terjadi dalam kondisi nyata.

11 171 (9) Simulasi Model Simulasi model digunakan untuk membuat skenario pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Simulasi dilakukan untuk jangka waktu 20 tahun ke depan yaitu dari tahun 2010 sampai tahun Simulasi dilakukan melalui model tetap, dan nilai parameter yang telah diuji sensitivitasnya diintervensi. Selanjutnya hasil simulasi terhadap kombinasi parameter ditafsirkan dalam kebijakan nyata Hasil dan Pembahasan Hasil Model dinamik Pengelolaan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi 4 submodel yaitu : Submodel Penduduk, Submodel Kebutuhan Ruang Permukiman, Submodel Pengendalian dan Kelembagaan, serta Submodel Fisik Lingkungan Model Dinamik Pengelolaan Kawasan Permukiman 1) Submodel Penduduk Jumlah Penduduk dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, migrasi keluar dan migrasi masuk, sehingga pertambahan penduduk merupakan selisih antara kelahiran ditambah migrasi masuk dengan kematian ditambah migrasi keluar. Hubungan antara laju pertambahan penduduk dengan jumlah penduduk membentuk loop positif (reinforcing) saling menguatkan karena semakin tinggi laju pertambahan penduduk maka jumlah penduduk akan semakin bertambah. Sebaliknya hubungan antara laju pengurangan penduduk dengan jumlah penduduk membentuk loop negatif (balancing), karena semakin tinggi laju pengurangan penduduk maka jumlah penduduk akan menurun. Kualitas lingkungan akan berpengaruh terhadap tingkat fertilitas penduduk dan dan tingkat mortalitas sehingga kualitas lingkungan yang meningkat akan meningkatkan laju kelahiran dan menurunkan laju kematian (Gambar 45, dan 46 ).

12 172 Gambar 45 Diagram Sebab Akibat Sub-model Penduduk Gambar 46 Model Dinamik Penduduk 2) Sub-model Kebutuhan Ruang Permukiman: Bertambahnya jumlah penduduk akan meningkatkan perumahan, fasilitas sosial-ekonomi dan sarana prasarana permukiman. Hubungan antara pertambahan jumlah penduduk dengan pertambahan perumahan berikut fasilitas dan sarana prasarana adalah positif artinya semakin besar pertambahan penduduk maka pertambahan perumahan berikut fasilitas sosial-ekonomi dan sarana prasarana akan meningkat pula. Sebagai kawasan tempat peristirahatan dan pariwisata, meningkatnya rumah berikut fasilitas sosial-ekonomi dan sarana prasarana akan semakin meningkatkan daya tarik kawasan tersebut. Daya tarik kawasan dan pertambahan perumahan beserta fasilitas sosial ekonomi dan sarana prasarana akan meningkatkan kebutuhan ruang permukiman. Di lain pihak meningkatnya komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengendalikan pertambahan permukiman di kawasan yang tidak sesuai permukiman akan mengurangi daya tarik kawasan. Berdasarkan hal itu untuk mengendalikan pertumbuhan ruang permukiman, maka komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat harus semakin ditingkatkan agar masyarakat tidak tertarik untuk membangun permukiman di kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman (Gambar 47 dan 48).

13 173 Gambar 47 Diagram Sebab Akibat Sub-model Kebutuhan Ruang Permukiman Gambar 48 Model Dinamik Kebutuhan Ruang Permukiman 3) Sub-model Kelembagaan dan Pengendalian Permukiman: Komitmen pemerintah dalam mempertahankan daya dukung lingkungan diharapkan akan mengendalikan pembangunan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Komitmen pemerintah dicerminkan oleh koordinasi antar instansi terkait dan konsistensi dalam hal pelaksanaan Hubungan tersebut mempunyai makna bahwa komitmen pemerintah yang tinggi akan meningkatkan koordinasi antar instansi dan koordinasi yang tinggi akan meningkatkan konsistensi pemerintah terhadap peraturan, sebaliknya semakin tinggi konsistensi pemerintah terhadap peraturan yang dibuatnya akan makin menunjukkan komitmen pemerintah yang

14 174 tinggi pula, hal ini akan makin memperkokoh koordinasi antar instansi. Hubungan antara ketiga variabel tersebut membentuk loop positif yang berarti hubungan antar variabel adalah saling memperkuat (reinforcing). Komitmen pemerintah harus disertai partisipasi masyarakat, agar pengelolaan permukiman berhasil. Komitmen pemerintah dan partisipasi masyarakat yang meningkat, diharapkan akan mengurangi pertumbuhan luas lahan permukiman, dengan cara permukiman yang berada di kawasan yang tidak sesuai dibatasi dan diatur, sedangkan yang berada dikawasan lindung direlokasi dan dilarang (Gambar 49 dan 50). Gambar 49 Diagram Sebab Akibat Sub-model Kelembagaan dan Pengendalian Permukiman Gambar 50 Model Dinamik Kelembagaan dan Pengendalian Permukiman

15 175 4) Sub-model Fisik Lingkungan Jumlah penduduk yang terus bertambah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan ruang permukiman, peningkatan kepadatan penduduk di kawasan permukiman dan peningkatan volume sampah. Kepadatan penduduk yang terus meningkat akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan hidup. Volume sampah yang semakin besar disertai terbatasnya kemampuan Pemda dalam mengelola sampah dan partisipasi masyarakat yang rendah akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Kebutuhan ruang permukiman yang meningkat disertai komitmen pemerintah yang tidak konsisten dalam menerapkan peraturan berdampak pada pembangunan permukiman yang kurang terkendali sehingga tidak hanya dibangun di kawasan yang sesuai permukiman tetapi juga dikawasan yang tidak sesuai untuk permukiman. Semakin luas kawasan permukiman yang dibangun, akan meningkatkan volume air limpasan, karena pembangunan permukiman menyebabkan kawasan kedap air semakin luas. Kebutuhan ruang permukiman yang meningkat tidak sebanding dengan luas lahan yang sesuai untuk permukiman, sehingga kepadatan permukiman meningkat dan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan hidup. Selanjutnya dampak dari kualitas lingkungan hidup yang menurun berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk, karena kualitas lingkungan yang buruk akan menurunkan fertilitas penduduk dan meningkatkan mortalitas (Gambar 51 dan 52 ). Gambar 51 Diagram Sebab Akibat Sub-model Fisik Lingkungan

16 176 Gambar 52 Model Dinamik Fisik Lingkungan Validasi Model Uji validitas kinerja menggunakan metoda statistik AME, AVE, KF dan Durbin Watson dilakukan terhadap elemen jumlah penduduk. Hasil pengujian terhadap validitas kinerja untuk elemen jumlah penduduk menunjukkan bahwa antara model dengan data empirik terdapat kesesuaian dalam ambang batas yang diperbolehkan. Nilai rata-rata (AME) dan nilai variasi (AVE) adalah 0,0051(sesuai) artinya model dapat diterima demikian pula untuk nilai KF yaitu 0,501 (sesuai) dan nilai DW= 1,51(pola fluktuasi kurang tajam)(gambar 53).

17 177 Gambar 53 Uji Validitas Elemen Jumlah Penduduk dengan Metoda AME,AVE, Kalman Filter dan Durbin Watson Verifikasi Model Struktur model diverifikasi melalui uji validitas konstruksi menggunakan Konsep Limit to growth (Meadows et al. 2004). Verifikasi model pengelolaan permukiman DAS Ciliwung Hulu, dilakukan melalui model disagregat yaitu: submodel penduduk. Hal tersebut dilakukan karena model agregat maupun disagregat apabila disimulasikan pola perilakunya pasti serupa (Muhammadi et al. 2001). Hasil simulasi menunjukkan elemen jumlah penduduk mempunyai bentuk kurva asimtotik pada tahap akhir. Elemen jumlah penduduk pada awalnya menunjukkan pertumbuhan akibat proses reinforcing oleh struktur loop positif, akan tetapi dengan semakin bertambahnya waktu, terjadi proses balancing oleh struktur loop negatif sehingga diperoleh keseimbangan. Pola perkembangan jumlah penduduk tersebut mengikuti konsep Limit to Growth (Meadows et al. 2004) dengan faktor pembatas daya tampung permukiman yang semakin terbatas. Hasil verifikasi terhadap sub-model penduduk, menunjukkan bahwa perlakuan dengan cara menurunkan laju kelahiran dan migrasi masuk, tidak mengubah pola perilaku model yang tetap membentuk kurva S dengan asimtot di tahap akhir (Gambar 54). Berdasarkan bentuk dan strukturnya, model dinamik

18 178 pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu menunjukkan pola dasar (archetype) batas kesuksesan (Limit to Success) seperti yang dikemukakan oleh Kim dan Anderson (1998) dan Tasrif (2006). Pola perilaku limit to success ini pun terjadi pula pada sub-model Kebutuhan ruang permukiman, Kelembagaan dan pengendalian serta Fisik lingkungan (Gambar 55,56 dan 57). Gambar 54 Jumlah Penduduk pada Submodel Penduduk Gambar 55 Kebutuhan Ruang Permukiman pada Submodel Kebutuhan Ruang Permukiman Gambar 56 Luas Permukiman di Kawasan Permukiman pada Submodel Kelembagaan dan Pengendalian Gambar 57 Volume sampah pada Submodel Fisik Lingkungan Sensitivitas Model Hasil simulasi dengan cara mengintervensi beberapa parameter model menunjukkan respon sebagai berikut : (a) Parameter laju kelahiran dan migrasi masuk diturunkan dari kondisi awal 3,8%/tahun menjadi 2%/tahun, maka pada tahun 2030 terjadi penurunan kebutuhan ruang permukiman sebesar 18,53%, penurunan kawasan permukiman di kawasan tidak sesuai permukiman sebesar 18,54% dan

19 179 penurunan volume air limpasan dari permukiman 5,19 % dari kondisi tanpa intervensi (Tabel 49). (b) Parameter partisipasi masyarakat ditingkatkan dari 67,90% menjadi 80%, maka pada tahun 2030 terjadi penurunan kebutuhan ruang permukiman 6,62 %, penurunan luas permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman 7,63 %, dan penurunan volume air limpasan dari permukiman 34,11% dari kondisi tanpa intervensi (Tabel 49). (c) Parameter konsistensi ditingkatkan dari 46,86% menjadi 100% maka pada tahun 2030 terjadi penurunan kebutuhan ruang permukiman 17,67%, penurunan luas permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman sebesar 36,83%, dan penurunan volume air limpasan dari permukiman 32,23% dari kondisi tanpa intervensi (Tabel 49). (d) Parameter koordinasi ditingkatkan dari 86,197% menjadi 100% maka pada tahun 2030 terjadi penurunan kebutuhan ruang permukiman 17,67%, penurunan permukiman di kawasan tidak sesuai permukiman 36,83% dan penurunan volume air limpasan dari permukiman 32,21% dari kondisi tanpa intervensi (Tabel 49). Berdasarkan uji sensitivitas, dapat disimpulkan bahwa parameter koordinasi, dan konsistensi, merupakan parameter dengan sensitivitas tinggi terhadap elemen luas permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman, elemen volume air limpasan dari permukiman dan elemen kebutuhan ruang permukiman. Parameter laju kelahiran dan migrasi masuk mempunyai sensitivitas tinggi terhadap elemen jumlah penduduk dan elemen kebutuhan ruang permukiman, sedangkan parameter partisipasi masyarakat mempunyai sensitivitas tinggi terhadap elemen volume air limpasan dari permukiman (Tabel 49). Dengan demikian, maka pada pengelolaan kawasan permukiman, keempat parameter tersebut perlu disinergikan untuk meningkatkan kinerja DAS Ciliwung hulu.

20 180 Tabel 49 Uji Sensitivitas Parameter Model Pengelolaan Permukiman Di DAS Ciliwung Hulu Parameter Sensitivity (%) A B C D a. Laju Kelahiran dan migrasi masuk(2%) 16,64 18,53 18,54 5,19 b. Partisipasi Masyarakat (80 %) 5,43 6,62 7,63 34,11 c. Konsistensi (100%) 5,81 17,67 36,83 32,23 d. Koordinasi (100%) 5,81 17,67 36,83 32,21 Sumber: Hasil analisis sensitivitas. Keterangan : A = Elemen jumlah penduduk; B = elemen kebutuhan ruang permukiman; C= Elemen permukiman di kawasan tidak sesuai permukiman; D = elemen volume air limpasan Simulasi Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Pengembangan alternatif kebijakan dilakukan secara fungsional yaitu model tetap, parameter dari fungsi-fungsi dalam model dirubah, dengan asumsi lingkungan sistem relatif tetap. Menggunakan hasil uji sensitivitas secara garis besar dibuat 2 macam skenario model, yaitu: skenario tanpa intervensi (TI) dan skenario menggunakan intervensi. Skenario dengan intervensi terdiri atas :a) Skenario pengendalian Penduduk (PP); Skenario pemberdayaan masyarakat (PM); Skenario penguatan kelembagaan pemerintah (PK); dan e) Skenario kolaborasi pemerintah dan masyarakat (KPM). Pengembangan skenario PP, PK, dan PM sejalan dengan hasil analisis status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, yang menunjukkan indeks status keberlanjutan untuk dimensi sosial dan kelembagaan saat ini termasuk kategori kurang berkelanjutan. 1) Skenario Tanpa Intervensi (TI) Pada skenario tanpa intervensi, perkembangan permukiman dibiarkan seperti kondisi saat ini (tahun 2006). Hasil simulasi sampai tahun 2030 menunjukkan hal berikut: (a) Perkiraan jumlah penduduk tahun 2030 sebesar orang, terjadi peningkatan 110,02% dari kondisi tahun Kebutuhan lahan permukiman tahun 2030 sebesar 7.198,72 ha atau 243,29% dari alokasi lahan untuk permukiman (Tabel 50; Gambar 58 dan 59). (b) Alokasi kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu akan habis terisi permukiman pada tahun 2024 dan terjadi peningkatan permukiman di

21 181 kawasan tidak sesuai permukiman sebesar 133,59% pada tahun 2030 (Tabel 50; Gambar 60 dan 61 ). (c) Kinerja DAS Ciliwung hulu tahun 2030 diperlihatkan oleh volume air limpasan permukiman meningkat sebesar 66,64%, dan volume sampah permukiman meningkat 124,66 % dari tahun 2006 (Tabel 50; Gambar 62 dan 63). Menggunakan skenario TI, pada tahun 2030 kualitas lingkungan hidup DAS Ciliwung hulu diperkirakan semakin menurun. Hal tersebut tentu tidak diharapkan karena tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan kawasan permukiman yaitu menyesuaikan pembangunan permukiman dengan daya dukung kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. 2) Skenario Pengendalian Penduduk (PP) Pada skenario PP dilakukan intervensi terhadap parameter laju kelahiran dan migrasi masuk, hasil simulasi sampai tahun 2030 menunjukkan hal berikut: (a) Jumlah penduduk tahun 2030 diperkirakan orang, terjadi peningkatan sebesar 75,07% dari kondisi tahun Kebutuhan ruang permukiman sebesar tahun 2030 sebesar 198,21 % dari alokasi lahan untuk permukiman. (Tabel 50; Gambar 58 dan 59). (b) Walaupun pengurangan jumlah penduduk karena diintervensi menyebabkan kebutuhan lahan permukiman berkurang, akan tetapi pada tahun 2030 diperkirakan terjadi peningkatan permukiman di zona tidak sesuai permukim an sebesar 94,96% dari kondisi tahun 2006 (Tabel 50; Gambar 61). (c) Kinerja DAS Ciliwung hulu mengalami perbaikan, diperlihatkan oleh peningkatan volume air limpasan permukiman dan volume sampah permukiman yang relatif lebih kecil dibandingkan skenario tanpa intervensi (Gambar 62 dan 63). 3) Sekenario Pemberdayaan Masyarakat (PM) Pada skenario PM dilakukan intervensi terhadap parameter partisipasi masyarakat, hasil simulasi menunjukkan hal sebagai berikut :

22 182 (a) Perkiraan jumlah penduduk tahun 2030 adalah orang, terjadi peningkatan 98,61% dari kondisi tahun Kebutuhan ruang permukiman sebesar 227,17% dari alokasi lahan untuk permukiman (Tabel 50; Gambar 58 dan 59). (b) Pada tahun 2030, walaupun kawasan sesuai untuk permukiman belum terisi penuh, akan tetapi diperkirakan perkembangan permukiman di kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman masih tetap terjadi (Gambar 60 dan 61) (c) Partisipasi masyarakat diharapkan dapat memperbaiki kinerja DAS Ciliwung hulu. Perbaikan kinerja diperlihatkan oleh peningkatan volume air limpasan dari permukiman dan sampah yang dihasilkan permukiman, yang relatif lebih kecil dibandingkan skenario PP (Gambar 62 dan 63). 4) Skenario Penguatan Kelembagaan Pemerintah (PK) Pada skenario PK dilakukan intervensi terhadap parameter koordinasi dan konsistensi, simulasi dilakukan sampai tahun Hasil simulasi menunjukkan hal sebagai berikut : (a) Perkiraan jumlah penduduk tahun 2030 adalah orang, terjadi peningkatan sebesar 97,82% dari kondisi tahun Kebutuhan ruang permukiman sebesar 200,29% dari alokasi lahan untuk permukiman (Tabel 50; Gambar 58 dan 59). (b) Koordinasi dan konsistensi terhadap peraturan diharapkan dapat memperlambat pertumbuhan permukiman di zona tidak sesuai permukiman pada tahun Kenaikan luas permukiman di kawasan tidak sesuai permukiman relatif lebih kecil dibandingkan pada skenario PP dan PM (Gambar 61) (c) Kinerja DAS Ciliwung hulu mengalami perbaikan seperti diperlihatkan oleh peningkatan volume air limpasan dari permukiman dan sampah yang dihasilkan permukiman, yang relatif lebih kecil dibandingkan skenario PP (Gambar 62, dan 63).

23 183 5) Skenario Kolaborasi Pemerintah-Masyarakat (KPM) Pada skenario KPM dilakukan intervensi terhadap parameter laju pertambahan penduduk, koordinasi, konsistensi dan partisipasi masyarakat. Skenario KPM merupakan gabungan dari skenario PP, PM dan PK. Hasil simulasi sampai tahun 2030 menunjukkan hal berikut: (a) Perkiraan jumlah penduduk tahun 2030 adalah orang terjadi peningkatan 55,47% dari kondisi tahun Kebutuhan lahan permukiman sebesar 156,59% dari alokasi lahan untuk permukiman (Tabel 50 ; Gambar 58 dan 59). (b) Pada tahun 2030, walaupun kawasan sesuai permukiman belum terisi penuh, akan tetapi masih ada permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman yaitu di zona lindung dan dan zona budaya non permukiman sebesar 11,09%. (Tabel 50; Gambar 60 dan 61). (c) Kinerja DAS Ciliwung hulu mengalami perbaikan yang lebih besar seperti N o diperlihatkan oleh peningkatan volume air limpasan dan volume sampah dari permukiman yang relatif lebih kecil dibandingkan skenario PM dan PK (Gambar 62 dan 63). Tabel 50 Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu Tahun 2030 Indikator Pengelolaan Permukiman Tahun 2006 Skenario Tahun 2030 TI PP PM PK KPM 1 Jml penduduk (org) Keb Ruang Pmk (ha) 2.999, , , , , ,28 3 Pmk di Kws tdk sesuai Pmk (ha) 1.737, , , , , ,02 4 Pmk di Pmk (ha) , , , , , ,26 5 Vol. air limpasan Pmk (m3/dt) 286,06 476,70 451,94 314,11 323,08 304,80 6 Vol. sampah Pmk (m3/thn) , , , , ,29 Sumber: Hasil analisis model dinamik Keterangan : Pmk= permukiman. Alokasi kawasan untuk permukiman 2.958,93 ha; I = tanpa intervensi; PP = pengendalian penduduk; PM = partisipasi masyarakat; PK = Penguatan kelembagaan pemerintah; KPM = Kolaborasi pemerintah-masyarakat.

24 184 Gambar 58 Perkembangan Jumlah Penduduk Gambar 59 Perkembangan Luas Kebutuhan Ruang Permukiman Gambar 60 Perkembangan Permukiman di kawasan Sesuai untuk Permukiman Gambar 61 Perkembangan Permukiman di Kawasan Tidak Sesuai Permukiman Gambar 62 Perkembangan Volume Sampah Permukiman Gambar 63 Perkembangan Volume Air Limpasan Kawasan Permukiman Pembahasan Faktor pembatas pengembangan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah luas lahan yang dapat digunakan untuk permukiman. Faktor pembatas tersebut

25 185 membentuk pola perilaku dasar limit to succes ( Kim dan Anderson 1998; Tasrif 2006). Pada awalnya pertumbuhan permukiman di DAS Ciliwung hulu meningkat pesat, akan tetapi karena luas lahan yang dapat dikembangkan sebagai permukiman terbatas, maka pada suatu saat pertumbuhan mengalami perlambatan Parameter koordinasi mempunyai sensitivitas yang tinggi, sehingga parameter tersebut merupakan faktor pengungkit (leverage factor) yang paling berperan terhadap kinerja model. Simulasi dengan mengintervensi parameter tersebut, menghasilkan perbaikan kinerja DAS Ciliwung hulu. Hal tersebut memperkuat hasil analisis kelembagaan (Bab VII) yang menyimpulkan bahwa koordinasi merupakan elemen kunci yang menjadi penggerak keberhasilan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Demikian pula halnya hasil penelitian Karyana (2005) yang pernah di lakukan di DAS Ciliwung hulu, menyimpulkan masalah kelembagaan di DAS Ciliwung adalah koordinasi. Selain parameter koordinasi, parameter konsistensi dan partisipasi masyarakat juga merupakan dua parameter dengan tingkat sensitivitas yang tinggi, dan berpengaruh terhadap perbaikan kinerja DAS Ciliwung hulu. Koordinasi, konsistensi dan partisipasi masyarakat merupakan faktor kelembagaan yang berkaitan dengan penataan ruang, simulasi dengan menginervensi ke tiga parameter tersebut, besar pengaruhnya terhadap perbaikan fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu yang ditunjukkan oleh terjadinya pengurangan air limpasan permukiman dan volume sampah dari permukiman. Penguatan faktor kelembagaan yang berkaitan dengan penataan ruang, akan menjadikan penataan ruang sebagai alat koordinasi (Wirojanagud et al. 2005) dan alat untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan (Brackhahn dan Kärkkäinen. 2001). Hasil analisis terhadap empat skenario model pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu pengendalian penduduk (PP); pemberdayaan masyarakat (PM); penguatan kelembagaan pemerintah (PK); dan kolaborasi pemerintah masyarakat (KPM), menunjukkan dampak pengelolaan kawasan permukiman terhadap indikator pengelolaan kawasan permukiman di

26 186 DAS Ciliwung hulu yang paling besar adalah berkurangnya luas lahan permukiman di kawasan yang tidak sesuai yaitu antara 7,63-53,59% (Tabel 51). Tabel 51 Dampak Pengelolaan Kawasan Permukiman Berdasarkan Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman No Indikator Pengelolaan Kawasan Permukiman Skenario Model Pengelolaan Kawasan Permukiman (PP)(%) (PM) (%) (PK) ( %) (KPM (%) 1 Jumlah Pddk 16,64 5,43 5,81 25,97 2 Keb. Ruang Permukiman 18,53 6,62 17,67 35,64 3 Permukiman di Kws Tidak sesuai 18,54 7,63 36,83 53,59 4 Vol Air limpasan permukiman 5,19 34,11 32,23 36,06 5 Vol sampah permukiman 17,62 39,54 16,97 46,97 6 Urutan skenario dampak terbesar Sumber: Hasil analisis model dinamik Keterangan :KPM = Kolaborasi pemerintah-masyarakat; PK= penguatan kelembagaan pemerintah; PM= pemberdayaan masyarakat; PP= pengendalian penduduk Skenario Pengendalian Penduduk (PP) Pertambahan jumlah penduduk DAS Ciliwung hulu disebabkan oleh dua hal yaitu pertambahan alamiah (kelahiran), dan migrasi masuk. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bogor menyebutkan pertumbuhan penduduk kabupaten Bogor tahun cukup besar antara 2-4% per tahun. Di DAS Ciliwung hulu, laju pertumbuhan penduduk tahun adalah 3,14%/tahun. Permasalahan pertumbuhan penduduk karena kelahiran yang terjadi di Kabupaten Bogor adalah : a) Rata-rata usia menikah wanita pada tahun 2007 adalah 17,8 tahun b) Pasangan usia subur yang menikah dibawah usia 20 tahun mencapai 5,8% dari kelompok usia tersebut; c) Angka total fertility rate (TFR) adalah 2,51 artinya rata-rata wanita punya anak 2,51. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor selain disebabkan oleh kelahiran, juga oleh migrasi masuk. Laju migrasi masuk ke kabupaten Bogor diperkirakan 60% dari laju pertumbuhan penduduk. Sebagai bagian dari kawasan pariwisata Puncak dengan aksesibilitas tinggi menuju kota besar seperti Jakarta dan Bandung, migrasi masuk ke DAS Ciliwung hulu diperkirakan sebesar + 60 % pula. Hal tersebut, secara tidak langsung, terlihat dari data pemohon IMB selama

27 187 kurun waktu yang berasal dari luar DAS Ciliwung hulu meningkat dari 23,53% menjadi 51,43%. atau meningkat 2 kali lipat. Berdasarkan hal tersebut untuk mengurangi migrasi masuk ke DAS Ciliwung hulu, diperlukan alternatif pengembangan kawasan wisata lain untuk mengimbangi kegiatan wisata di DAS Ciliwung hulu tersebut. Skenario PP tidak hanya ditujukan untuk mengurangi jumlah penduduk, akan tetapi juga untuk mengurangi luas lahan permukiman, dan dampak yang ditimbulkan oleh peningkatan luas lahan permukiman yaitu masalah volume air limpasan dan volume sampah dari permukiman yang semakin besar. Dari segi model, skenario PP dapat dilakukan dengan cara mengintervensi parameter laju kelahiran dan migrasi masuk melalui fungsi step. Hasil simulasi dengan cara menurunkan parameter laju kelahiran dan migrasi masuk menjadi 2 % berdampak terhadap jumlah penduduk, kebutuhan lahan permukiman, volume air limpasan permukiman dan volume sampah dari permukiman. Dalam implementasinya skenario PP dapat dilakukan melalui kebijakan sebagai berikut: 1) Kebijakan Keluarga Berencana (KB) : Kebijakan KB merupakan satu solusi untuk mengendalikan pertumbuhan alamiah penduduk setempat. Kebijakan KB mengacu pada UU No 10/1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera diperbaharui UU No 52/2009 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Sasaran makro program KB di Kabupaten Bogor adalah mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) dan Penduduk Tanpa Pertumbuhan (PTP). Berdasarkan hal tersebut, kebijakan KB diharapkan dapat mengurangi pertambahan alamiah penduduk (kelahiran), sehingga laju pertumbuhan jumlah penduduk mengecil dan pertambahan kebutuhan ruang permukiman juga mengecil (Tabel 52). Kebijakan KB dapat dilakukan melalui beberapa program yaitu: a) Kegiatan advokasi KB dengan pendekatan sosio-kultural dan keagamaan; b) Kegiatan peningkatan peran Pos KB yang sudah ada di masyarakat; c) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB; d) pendewasaan usia perkawinan (PUP) dengan sasaran meningkatkan rata-rata usia perkawinan wanita dari 17,97

28 188 tahun (2007) menjadi 20 tahun (2030). Kebijakan KB tersebut layak untuk dilakukan mengingat perbandingan antara target dengan realisasi untuk peserta KB aktif tahun 2008 lebih dari 100% yaitu Kecamatan Ciawi 115,95%; Kecamatan Cisarua 119,96% dan Kecamatan Megamendung 103,24%, artinya sasaran program KB dapat tercapai. Pencapaian tersebut diperlihatkan pula oleh nilai total fertility rate (TFR) Kabupaten Bogor terus menurun selama kurun waktu yaitu dari 6,74 (1970) menjadi 2,51 (2007). Pada tahun 2008 pendewasaan usia perkawinan (PUP) Kabupaten Bogor adalah 18,05 atau meningkat 0,08 dari tahun 2007, dengan asumsi pertumbuhan PUP konstan, maka pada tahun 2030 pendewasaan usia menikah menjadi 20 tahun akan dapat tercapai. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan KB selain diinginkan juga layak untuk dilakukan. 2) Kebijakan pengembangan kawasan wisata alam di luar kawasan Puncak. DAS Ciliwung hulu merupakan bagian dari kawasan wisata alam Puncak yang menarik migrasi masuk cukup besar. Perkiraan migrasi masuk ke Kabupaten Bogor dalam Rencana Strategi (Renstra) Kabupaten Bogor tahun adalah 60 % dari laju pertumbuhan penduduknya. Kabupaten Bogor mempunyai beragam kawasan wisata alam potensial yang tersebar di beberapa kecamatan, demikian pula halnya dengan wilayah sekitar Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang- Bekasi (Jabodetabek) yang mempunyai beragam kawasan wisata alam. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor , terdapat beberapa kawasan wisata alam di luar kawasan Puncak yang dapat dikembangkan yaitu di Kecamatan Taman Sari (air terjun, bumi perkemahan dan panorama alam); Kecamatan Pamijahan( air terjun, situ, kawah, air panas, panorama alam, dan bumi perkemahan); Kecamatan Jasinga(air panas, situ, air terjun, dan panorama alam), dan Kecamatan Leuwiliang (arung jeram dan panorama alam). Pengembangan kawasan wisata di luar kawasan Puncak diharapkan dapat mengurangi migrasi masuk ke DAS Ciliwung hulu, sehingga memperkecil pertambahan kebutuhan ruang permukiman, volume air limpasan dan sampah permukiman (Tabel 52).

29 189 Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan wisata lain di luar kawasan Puncak adalah sebagai berikut : a) Kawasan wisata puncak akan tetap dikembangkan karena dalam PP No 26/2008 tentang RTRWN, kawasan Puncak merupakan salah satu kawasan andalan di Provinsi Jawa Barat dengan sektor pengembangan pariwisata, demikian pula indikasi program pembangunan dalam RTRW Kabupaten Bogor , pengembangan kawasan wisata Puncak direncanakan pada tahun b) Kebijakan ini membutuhkan waktu cukup lama karena memerlukan studi tentang potensi dan kelayakan kawasan wisata dalam lingkup Jabodetabek yang dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan kawasan wisata di luar kawasan Puncak. c) Kebijakan ini membutuhkan waktu cukup lama karena memerlukan kerjasama dengan wilayah (kabupaten/kota) lain, dan penyediaan infrastruktur, serta perizinan. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan pengembangan kawasan wisata di luar kawasan Puncak merupakan kebijakan yang diinginkan, akan tetapi waktu yang diperlukan diperkirakan lebih dari 20 tahun. Tabel 52 Simulasi Skenario Pengendalian Penduduk (PP) Indikator Pengelolaan Kawasan Permukiman DAS Ciliwung hulu Tanpa intervensi Skenario PP Pengaruh Skenario PP (%) Jumlah penduduk (orang) ,64 Kebutuhan ruang permukiman (ha) 7.198, ,03 18,53 Vol.air limpasan permukiman (m 3 /dtk) 476,70 451,94 5,19 Vol. sampah permukiman (m 3 /thn) , ,56 17,62 Sumber: Hasil analisis model dinamik Skenario Pemberdayaan Masyarakat (PM) Pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu memerlukan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelibatan publik merupakan salah satu instrumen kebijakan pengelolaan sumberdaya alam (Sterner 2003), yang dapat dipakai untuk mengendalikan pembangunan

30 190 permukiman di DAS Ciliwung hulu. Hasil analisis ISM menunjukkan partisipasi masyarakat merupakan salah satu dari tiga elemen kunci perubahan yang diharapkan dari pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. selain koordinasi dan konsistensi. Berdasarkan hal tersebut, maka kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pelibatan publik harus merupakan kebijakan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan permukiman. Dari segi model, intervensi yang dapat dilakukan pada skenario PM adalah meningkatkan parameter partisipasi masyarakat melalui fungsi step. Hasil simulasi dengan cara meningkatkan parameter partisipasi masyarakat dari 67,9 % menjadi 80%, berdampak terhadap luas permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman, volume air limpasan dan volume sampah permukiman. Dari segi praktis, penerapan skenario PM dapat dilakukan dengan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perbaikan fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu. Degradasi DAS Ciliwung hulu diperlihatkan oleh i) indikator kondisi hidrologis yaitu nisbah debit sungai maksimum terhadap debit sungai minimum, air limpasan (direct run off), laju erosi dan sedimentasi; ii) kualitas air permukaan; iii) tanah longsor; iv) lahan kritis; dan volume sampah. Berdasarkan hal itu ada 3 kebijakan yang dapat dilakukan yaitu: (1) Kebijakan peningkatan kualitas masyarakat : Kebijakan ini ditujukan agar masyarakat mampu memahami fungsi dan manfaat DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan resapan air, serta daya dukung dan daya tampung DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan permukiman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Etzioni(1961), bahwa peningkatan kualitas masyarakat akan meningkatkan partisipasi masyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan manfaat DAS Ciliwung hulu tersebut tergantung pada kondisi sosialekonomi masyarakat. Sebagai gambaran tahun 2006, rata-rata jumlah penduduk miskin 24,76%. Tahun 2007 tingkat pendidikan penduduk didominasi oleh tamatan SD (57, 21 %), dan mata pencaharian penduduk didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa.

31 191 Berdasarkan hal tersebut maka kebijakan peningkatan kualitas masyarakat harus dilakukan melalui beberapa program yaitu: a) peningkatan pendidikan masyarakat baik secara formal melalui jenjang pendidikan (SD sampai perguruan tinggi) maupun non formal di lingkungan tempat tinggal warga (RT/RW, Posyandu, Pos KB, masjid/pengajian) dan organisasi kemasyarakatan; b) peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas sosial yang menjadi kebutuhan dasar seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, dan agama; c) peningkatan ekonomi masyarakat melalui upaya penumbuhan dan pengembangan minat serta peningkatan keterampilan di bidang usaha; promosi dan pemasaran hasil usaha masyarakat; serta kemitraan dan permodalan. Kebijakan peningkatan kualitas masyarakat ini layak untuk dilakukan mengingat Pemda Kabupaten Bogor telah melakukan berbagai program di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Selain itu secara khusus telah dilakukan pula program peningkatan kualitas lingkungan hidup. Pada tahun 2007 program peningkatan kualitas lingkungan hidup dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas masyarakat antara lain: a) Program peningkatan peran serta masyarakat dalam pengendalian lingkungan hidup; b) Program peningkatan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan konservasi SDA; c) Program peningkatan edukasi dan komunikasi masyarakat di bidang lingkungan; d) Program pembinaan penerapan Amdal dan UKL/UPL. Keberhasilan kebijakan peningkatan kualitas masyarakat akan mencegah pembangunan permukiman di kawasan tidak sesuai untuk permukiman di zona lindung (Tabel 53). (2) Kebijakan pelibatan masyarakat pada kegiatan rehabilitasi dan revitalisasi fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu. Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH) No 32/2009 telah menjadikan partisipasi masyarakat sebagai salah satu azasnya. Partisipasi masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat pada kegiatan perbaikan lingkungan akan efektif apabila mempertimbangkan motivasi moral dan keuntungan ekonomi (Etzioni 1961; Parsons 2005). Oleh karena itu pelibatan masyarakat pada rehabilitasi dan revitalisasi fungsi ekologi DAS harus

32 192 memberikan keuntungan bagi masyarakat secara ekonomi. Berdasarkan hal tersebut, maka pelibatan masyarakat dilakukan dengan cara: a. Mendorong dan memfasilitasi berbagai kegiatan penghijauan pada sempadan sungai/lahan rusak dan perbaikan tebing-tebing yang berpotensi longsor disekitar permukiman. Untuk memberdayakan masyarakat, pemerintah dapat menyediakan bibit pohon berkualitas yang bernilai konservasi dan ekonomi tinggi dan penyuluhan tentang tata cara menanam pohon di lereng curam serta pemeliharaan pohon yang ditanam agar tetap hidup dan dapat bermanfaat secara ekologi dan ekonomi bagi masyarakat. Kegiatan ini layak untuk dilakukan karena pada tahun 2007 telah difasilitasi oleh KLH kebun bibit desa berbasis masyarakat di Kecamatan Cisarua seluas 0,5 ha. b. Memfasilitasi kegiatan masyarakat dalam hal usaha penyerapan air hujan melalui pembuatan sumur resapan, lubang biopori, dan dam parit dalam rangka meresapkan sebanyak mungkin air hujan yang jatuh di DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan yang dapat dilakukan pemerintah adalah: menyelenggarakan pelatihan teknis pembuatan sumur resapan atau biopori agar air yang masuk ke dalam tanah terjaga kuantitas dan kualitasnya; kredit usaha jasa pembuatan sumur resapan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, serta membantu penyediaan bahan dan peralatan sumur resapan atau biopori yang berkualitas. Kegiatan ini layak untuk dilakukan oleh masyarakat mengingat di DAS Ciliwung hulu dibutuhkan buah sumur resapan yang tersebar di Kecamatan Ciawi 378 sumur, Kecamatan Cisarua sumur dan Kecamatan Megamendung sumur (BP DAS, 2008). Selain itu data indeks konservasi alami menunjukkan DAS Ciliwung hulu sebagian besar mempunyai kemampuan meresapkan air tinggi dan sangat tinggi. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi volume air limpasan dari permukiman (Tabel 53). c. Memfasilitasi pengendalian dan pemanfaatan sampah oleh masyarakat melalui reduce, reuse, recycle dan recovery (4R). Pemberdayaan masyarakat dilakukan pemerintah melalui fasilitasi pelatihan pembuatan kompos dari sampah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

X REKOMENDASI KEBIJAKAN

X REKOMENDASI KEBIJAKAN 215 X REKOMENDASI KEBIJAKAN Jumlah penduduk yang dapat didukung oleh kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu secara berkelanjutan terbatas yaitu 147.947 orang, oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 55 III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Wilayah DAS Citarum yang terletak di Propinsi Jawa Barat meliputi luas 6.541 Km 2. Secara administratif DAS Citarum

Lebih terperinci

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 137 VII KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KAWASAN PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 7.1 Pendahuluan Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sumberdaya alam milik bersama atau Common pool resources (CPRs). Sebagai CPRs,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang studi, rumusan masalah, tujuan dan sasaran yang akan dicapai, metoda penelitian (meliputi ruang lingkup, pendekatan, sumber dan cara mendapatkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Juli 2007 sampai Maret 2008. Lokasi penelitian adalah DAS Ciliwung hulu yang terletak pada koordinat 106 0 50 50

Lebih terperinci

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7.1 Pendahuluan Air adalah sumberdaya alam yang penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat menimbulkan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU

V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 91 V KESESUAIAN KAWASAN UNTUK PERMUKIMAN DI DAS CILIWUNG HULU 5.1. Pendahuluan Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada kemampuan daya dukung lingkungan (Rees 1996; Khanna et al. 1999; Richard 2002). Lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun 1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di Jakarta yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN BANDUNG UTARA DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG DAN KABUPATEN BANDUNG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR : 38 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG GUNUNG CIREMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa Gunung Ciremai sebagai kawasan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Puncak merupakan bagian dari kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor. Kawasan ini memiliki beragam fungsi strategis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub DAS Cikapundung berada di bagian hulu Sungai Citarum dan merupakan salah satu daerah yang memberikan suplai air ke Sungai Citarum, yang meliputi Kab. Bandung Barat,

Lebih terperinci

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS

MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS MENUJU KETERSEDIAAN AIR YANG BERKELANJUTAN DI DAS CIKAPUNDUNG HULU : SUATU PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB. SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : 08.00 12.00 WIB. Oleh : HARRY SANTOSO Kementerian Kehutanan -DAS adalah : Suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Tahun 2009 Peta penutupan lahan dihasilkan melalui metode Maximum Likelihood dari klasifikasi terbimbing yang dilakukan dengan arahan (supervised) (Gambar 14).

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hampir pada setiap musim penghujan di berbagai provinsi di Indonesia terjadi banjir yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Salah satu wilayah yang selalu mengalami banjir

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan pertumbuhan properti di Yogyakarta semakin pesat dari tahun ke tahun, mengingat kota Yogyakarta dikenal dengan kota pelajar. Hal ini menyebabkan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) berupa : lahan kritis, lahan gundul, erosi pada lereng-lereng

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi komoditas pertanian pangan di kawasan budiddaya di Kecamatan Pasirjambu, analisis evaluasi RTRW Kabupaten Bandung terhadap sebaran jenis pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan terkait antara hubungan faktor abiotik, biotik dan sosial budaya pada lokasi tertentu, hal ini berkaitan dengan kawasan bentanglahan yang mencakup

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai konservasi

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor

Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor LEMBAR FAKTA FOREST WATCH INDONESIA Hilangnya Fungsi Kawasan Lindung di Puncak Bogor Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat vital bagi banyak daerah yang berada di bawahnya. Seluruh

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 1 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN

VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN VI. DISKUSI UMUM DAN PEMBAHASAN 6.1. Pemodelan dan Aplikasi Model SWAT Analisis sensitivitas dan ketidakpastian (uncertainty) dalam proses kalibrasi model SWAT adalah tahapan yang paling penting. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir dan genangan air dapat mengganggu aktifitas suatu kawasan, sehingga mengurangi tingkat kenyamaan penghuninya. Dalam kondisi yang lebih parah, banjir dan genangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN 119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH KEADAAN UMUM WILAYAH Letak dan Tipe Penggunaan Lahan Keadaan Biofisik Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane (156.043 ha), terletak di 106 44 106 56 LS

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN URUSAN WAJIB LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Visi dan Misi 4.1.1. Visi Bertitik tolak dari dasar filosofi pembangunan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta,

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab pertama studi penelitian ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim menyebabkan musim hujan yang makin pendek dengan intensitas hujan tinggi, sementara musim kemarau makin memanjang. Kondisi ini diperparah oleh perubahan penggunaan

Lebih terperinci

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya

REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM. Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya REHABILITASI DAN KONSERVASI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM Oleh: Wahyu Sukiman Komar Kosasih Achmad Pranusetya Latar Belakang Degradasi hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai angka seluas 100,7 juta hektar,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK

DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK 216 IX. DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK No. 9.1 Sintesis Analisis Pariwisata Kawasan Puncak Pada bab ini dilakukan sintesis dari keseluruhan alat analisis yang sudah diuraikan

Lebih terperinci

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal

Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal BUKU 2 Manual Penyusunan RP4D Kabupaten Pemahaman atas pentingnya Manual Penyusunan RP4D Kabupaten menjadi pengantar dari Buku II - Manual Penyusunan RP4D, untuk memberikan pemahaman awal bagi penyusun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Citra Landsat Tahun 1990, 2001 dan 2010 Interpretasi citra landsat dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style

Click to edit Master title style KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ Click to edit Master title style BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Kebijakan Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bogor,

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 1999 TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR-PUNCAK-CIANJUR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa fungsi utama Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di dalam proses

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci