7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL"

Transkripsi

1 7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7.1 Pendahuluan Air adalah sumberdaya alam yang penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat menimbulkan dampak pada kesehatan, sosial maupun ekonomi. Berdasarkan temuan penelitian Anwar et.al. (2004) permintaan air di wilayah perkotaan lebih besar daripada suplainya dan ketersediaan air telah mengalami decreasing return to scale. Pola ekosistem berubah dengan berubahnya variabel-variabel penyusunnya terhadap waktu atau bersifat dinamis. Perubahan tersebut menghasilkan kinerja sistem atau mekanisme kerja yang dapat diamati perilakunya melalui pemodelan. Dalam mempelajari serta mengevaluasi sumberdaya air di suatu daerah, segi kuantitas dan kualitas merupakan dua hal yang harus diketahui, karena kedua hal tersebut merupakan ukuran yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan sumberdaya air. Pemanfaatan sumberdaya air tersebut harus mempertimbangkan segi kuantitas dan kualitas, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Model adalah penyederhanaan sistem di alam yang dapat digunakan untuk memudahkan pengambilan keputusan (Suratmo, 2002). Menurut Soedijono (1995), model merupakan gambaran suatu obyek yang disusun dengan tujuan mengenali perilaku obyek dengan cara mencari keterkaitan antara unsur-unsurnya, mengadakan pendugaan untuk memperbaiki keadaan obyek serta untuk mengadakan optimisasi obyek. Fungsi suatu model adalah menggambarkan semirip mungkin keadaan obyek yang diamati sesuai dengan tujuan penyusunan model. Melalui model orang dapat mengadakan percobaan terhadap model tanpa mengganggu obyek dan dapat membuat gambaran masa depan. Muhammadi dkk. (2001), mengelompokkan model menjadi model ikonik, model kuantitatif dan model kualitatif. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil, sehingga dapat diadakan percobaan untuk mengetahui gejala atau proses yang ditirukan (Eriyatno, 1998; Winardi, 1999; Muhammadi dkk., 2001). Model kuantitatif adalah model berbentuk rumus-rumus matematika dan statistik, sedangkan model kualitatif atau model analog adalah model berbentuk gambar atau diagram yang pada umumnya meminjam sistem

2 77 lain yang mempunyai sifat sama dengan obyek. Model kualitatif atau analog dapat lebih menampilkan sifat dinamik obyeknya. Kota Tarakan sebagai salah satu wilayah kepulauan hingga saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan diberbagai sektor. Di dalarn proses melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk pengembangan daerah perkotaan, pemerintah Kota Tarakan dalam hal ini sebagai pemrakarsa kegiatan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan dalam pelaksanaan program tersebut. Beberapa kendala atau permasalahan yang hingga kini memerlukan pemecahan baik secara pendekatan persuasif maupun dengan mengadakan kegiatan fisik, antara lain : (1) Tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dalarn kurun waktu yang sangat pendek dengan penyebaran di wilayah kota yang tidak merata (2) Masih terdapat daerah pemukiman penduduk yang dibawah standar (kumuh) dalam jumlah dan luas yang cukup besar, (3) Penyediaan sarana dan prasarana kota yang masih belum seimbang dengan jumlah penduduk, (4) Kurang koordinasi antara pihak-pihak terkait dalam hal ini pemerintah daerah dalam merumuskan suatu kegiatan pembangunan dan pengembangan kota, (5) Sumber daya manusia. Dengan meningkatnya pertumbuhan perekonomian dan bidang lainnya maka memacu pertumbuhan penduduk di Kota Tarakan tersebut. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kota Tarakan sudah tentu kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat semakin meningkat. Kebutuhan akan air bersih adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat Kota Tarakan sehingga pemerintah sudah seharusnya menyediakan kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat Kota Tarakan guna mendukung kesejahteraan masyarakat Kota Tarakan. Untuk menyediakan kebutuhan air bersih penduduk Kota Tarakan, maka dibutuhkan suatu pendekatan melalui sistem dinamik sehingga didapat model penyediaan air bersih Kota Tarakan yang diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam menanganani permasalahan khususnya air bersih di Kota Tarakan. 7.2 Metode Analisis Model Penyediaan Air Bersih Pulau Kecil Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam menyusun model penyediaan air bersih berkelanjutan di Kota Tarakan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari responden dan pakar terpilih. Data primer

3 78 yang diperlukan berupa faktor-faktor penting dalam penyediaan air bersih di Kota Tarakan. Hal ini didapat melalui wawancara dengan responden dan para pakar terpilih. Data primer yang diperlukan berupa data yang berkaitan dengan kendala, kebutuhan dan lembaga yang terlibat dalam penyediaan air bersih Kota Tarakan. Sedangkan data sekunder yang diperlukan adalah jumlah penduduk, jumlah unit hotel dan industri, luas wilayah, curah hujan dan kapasitas layanan PDAM Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penyusunan model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di Kota Tarakan dilakukan melalui diskusi, wawancara dan kuisioner dan survey lapangan. Selain itu juga dilakukan studi kepustakaan dan dokumen dari instansi-instansi terkait penyediaan air bersih Kota Tarakan Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penyediaan air bersih secara berkelanjutan di Kota Tarakan adalah sistem dinamik dengan bantuan software Powersim Constructor v2.5. Tahapan-tahapan dalam sistem dinamik meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, simulasi model dan validasi model. Dalam analisis sistem dinamik ini akan dikaji dua sub model, yaitu sub model kebutuhan air bersih dan sub model penyediaan air bersih. a. Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku yang terlibat dalam penyediaan air bersih. Berdasarkan kajian, stakeholder yang terlibat dalam penyediaan air bersih dan masing-masing kebutuhannya dapat dilihat dalam Tabel 14. Tabel 14 Analisis kebutuhan aktor dalam pegelolaan air bersih Kota Tarakan. No Aktor/Stakeholder Kebutuhan 1 Masyarakat pengguna air 1. Terpenuhinya kebutuhan air bersih 2. Tarif air yang terjangkau 3. Kualitas air bersih yang baik 2 Dinas dan instansi pemerintah 1. Tidak terjadi kelangkaan air pada musim kemarau 2. Dapat memenuhi kebutuhan air masyarakat 3. Terjaganya kualitas DAS

4 79 4. Pendapatan daerah meningkat 5. Kebijakan dalam penyediaan air bersih 3 PDAM Tarakan 1. Biaya operasional yang murah 2. Dapat memenuhi kebutuhan masyarakat air 3. Dapat mencapai keuntungan yang layak bagi perusahaan 4. Terjaminnya air baku secara kuantitas dan kualitas 4 Lembaga swadaya masyarakat 1. Terjaminnya kesetaraan dalam pemenuhan air bersih masyarakat 2. Tidak terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan air bersih 3. Good governance 5 Perguruan tinggi 1. Kemitraan dengan perguruan tinggi dalam penyediaan air bersih 2. Hasil kajian yang aplikatif b. Formulasi Masalah Menurut Eriyatno (2003), formulasi masalah disusun dengan cara mengevaluasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki (limited of resources) dan atau adanya konflik atau perbedaan kepentingan (conflict of interest) diantara pemangku kepentingan. Berdasarkan analisis kebutuhan dan kondisi air bersih Kota Tarakan saat ini, permasalahannya diformulasikan sebagai berikut : 1. Jumlah pertambahan penduduk yang terus meningkat dengan jangka waktu yang pendek dan penyebarannya yang tidak merata. 2. Masih terdapat daerah permukiman kumuh dengan kondisi dibawah standar dengan jumlah yang sangat besar. 3. Prasarana dan sarana air bersih yang belum seimbang dengan pertumbuhan penduduk, dan tingginya kebocoran PDAM. 4. Pencemaran sumber air baku akibat buangan dari domestic/non-domestik, dan intrusi air laut. Sehingga air tanah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan langsung sebagai air bersih. 5. Pemanfaatan air bersih yang tidak memperhatikan kaidah konservasi lingkungan, dimana masih terjadi perubahan fungsi lahan yang cukup signifikan. 6. Belum terbentuk mekanisme kerjasama pemerintah daerah secara terpadu dalam penyediaan air bersih. Sehingga penyediaan yang terjadi masih bersifat parsial dan saling lempar tanggung jawab.

5 80 c. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem merupakan suatu rangkaian hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut. Tujuan identifikasi sistem adalah untuk memberikan gambaran tentang hubungan antara faktorfaktor yang saling mempengaruhi dalam kaitannya dengan pembentukan suatu sistem. Hubungan antar faktor digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), kemudian dilanjutkan dengan interpretasi diagram lingkar ke dalam konsep kotak gelap (black box). Dalam menyusun kotak gelap, jenis informasi dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang mebatasi struktur sistem. Gambaran diagram kotak gelap dapat dilihat pada Gambar 33. Gambar 33 Diagram kotak gelap (black box) sistem penyediaan air bersih di Kota Tarakan d. Validasi Model Terdapat dua pengujian dalam validasi model yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi kinerja

6 81 lebih menekankan pemeriksaan yang taat data empiris. Model yang baik adalah yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical). Uji validasi struktur bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Uji ini dibedakan atas dua jenis yaitu validasi konstruksi dan kestabilan struktur. Validasi konstruksi adalah keyakinan terhadap konstruksi model diterima secara akademis, sedangkan kestabilan struktur adalah keberlakuan atau kekuatan (robustness) struktur dalam dimensi waktu (Muhammadi et al., 2001). Uji validasi kinerja bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah dengan yang taat fakta, yaitu dengan melihat apakah perilaku output model sesuai dengan perilaku data empiris. Penyimpangan terhadap output model dengan data empiris dapat diketahui dengan uji statistik yaitu menguji penyimpangan rata-rata absolutnya (AME : Absolute Means Error) dan penyimpangan variasi absolutnya (AVE : Absolute Variation Error). Batas penyimpangan yang dapat diterima berkisar antara 5 10% (Muhammadi et al., 2001). Adapun rumus untuk menghitung nilai AME dan AVE seperti di bawah ini : dimana : dimana : Rumus AME (Absolute Means Error) = (Si Ai) / Ai x 100%. (1) Si = Si / N dan Ai = Ai / N S = Nilai simulasi A = Nilai aktual N = Interval waktu pengamatan Rumus AVE (Absolute Variation Error) = (Ss Sa) / Sa x 100%..(2) Ss = ((Si - Si) 2 ) / N dan Sa = ((Ai - Ai) 2 ) / N Sa = Deviasi nilai aktual Ss = Deviasi nilai simulasi N = Interval waktu pengamatan e. Uji Kestabilan Model Uji kestabilan model pada dasarnya merupakan bagian dari uji validasi struktur. Uji ini dilakukan untuk melihat kestabilan atau kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu. Model dikatakan stabil apabila struktur model agregat dan disagregat memiliki kemiripan. Caranya adalah dengan menguji struktur model agregat yang diwakili oleh sub-sub model yang ada.

7 82 f. Uji Sensitivitas Model Uji sensitivitas merupakan respon model terhadap suatu stimulus. Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model. 7.3 Model Penyediaan Air Bersih Pulau Tarakan Model yang dibangun dalam penyediaan air bersih di pulau kecil dengan wilayah studi di Kota Tarakan terdiri dari 2 (dua) sub model yaitu sub model kebutuhan air bersih dan sub model ketersediaan air bersih. Perilaku model dinamik penyediaan air bersih di pulau kecil di Kota Tarakan dianalisis dengan menggunakan program powersim constructor version 2.5. Simulasi model dilakukan pada masing-masing kecamatan di Kota Tarakan yaitu Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Utara dan Tarakan Tengah. Analisis dilakukan selama 29 tahun, dimulai pada tahun 2001 dan berakhir pada tahun Waktu 29 tahun ini diharapkan dapat memberikan gambaran perkembangan kebutuhan air bersih untuk masa jangka panjang, dan disesuaikan dengan RTRW Kota Tarakan Sub Model Kebutuhan Air Bersih Sub model kebutuhan air bersih ini mendeskripsikan kebutuhan air bersih dari beberapa sektor kebutuhan yaitu kebutuhan masyarakat (domestik), k ebutuhan industri dan kebutuhan hotel. Kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu jumlah penduduk, laju pertambahan penduduk, kebutuhan standar air bersih penduduk serta kebijakan hemat air (reduce). Kebutuhan air bersih industri dipengaruhi oleh jumlah industri, laju pertumbuhan industri, kebutuhan standar industri dan kebijakan reduce, reuse dan recycle. Kebutuhan air bersih perhotelan dipengaruhi oleh jumlah hotel, laju pertumbuhan hotel, kebutuhan standar hotel dan kebijakan reduce dan reuse. Hubungan antara pertumbuhan penduduk, perhotelan dan industri dapat dilihat pada Gambar 34. Standar kebutuhan air rumah tangga berdasarkan kriteria jumlah penduduk dan jenis kota sehingga diperlukan data jumlah penduduk dan jenis kota. Jumlah penduduk yang akan digunakan dalam standar ini adalah jumlah penduduk yang menetap pada satu wilayah. Adapun standar yang digunakan dalam klasifikasi kebutuhan air rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 15.

8 83 Perhitungan proyeksi jumlah penduduk, hotel dan industri di Kota Tarakan dapat dihitung menggunakan Metode Geometrik dengan persamaan berikut ini : dimana : P n = jumlah populasi pada tahun ke n; P 0 = jumlah populasi pada tahun awal ( 3 ) r = laju pertumbuhan; n = jumlah interval tahun. Tabel 15 Standar kebutuhan air rumah tangga No Jumlah Penduduk Jenis Kota Kebutuhan Air (l/hari) Mutu Air 1 < Metropolitan > Metropolitan Besar Kelas Satu Besar Sedang Kecil Sumber : Departemen permukiman dan prasarana wilayah, Kebutuhan air untuk industri adalah kebutuhan air untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan industri (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2007). Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Adapun klasifikasi industri apat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Klasifikasi industri berdasarkan jumlah tenaga Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Klasifikasi 1 4 Industri kerajinan rumah tangga 5 19 Industri kecil Industri sedang >100 Industri besar Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kebutuhan air pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Kebutuhan air untuk industri dapat diklasifikasikan sesuai pada Tabel 17. Tabel 17 Kebutuhan air untuk proses industri No Jenis Industri Jenis Proses Industri Kebutuhan Air (l/hari) Mutu Air 1 Industri Rumah Tangga Belum ada Rekomendasi. Dapat disesuaikan dengan kebutuhan air rumah tangga. 2 Industri Kecil 3 Industri Sedang Minuman Ringan Industri es Kecap Minuman ringan Industri Pembekuan ikan dan biota perairan lainnya Industri Besar Industri Tekstil Proses Penyediaan Tekstil l/kapita/hari Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kelas Satu

9 84 Struktur model kebutuhan air bersih ini dapat dilihat pada Gambar 35 dan persamaan model dinamis pada Lampiran 5. Beberapa data awal dan asumsiasumsi yang digunakan dalam sub model ini pada kondisi eksisting antara lain : 1. Kebutuhan standar air bersih penduduk sebesar 150 liter/orang/hari, kebutuhan standar hotel liter/unit/hari dan kebutuhan standar industri sebesar liter/unit/hari. Kebutuhan standar penduduk berdasarkan atas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.18 Tahun 2007, sedangkan kebutuhan standar hotel didapat melalui wawancara langsung kepada pengelola hotel dengan asumsi kamar terpenuhi sebesar 80%, dan tidak dibedakan antara hotel berbintang dan hotel melati. Kebutuhan standar hotel per hari sebesar liter. Kebutuhan standar industri tidak dibedakan atas industri besar dan kecil dan didapat dari wawancara langsung dengan pengelola industri, sebesar liter per hari, angka ini masih sesuai dengan standar Kepmen PU tahun Jumlah penduduk Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing sebesar jiwa, jiwa, jiwa, dan jiwa pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009). 3. Pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat sebesar 9%, Kecamatan Tarakan Timur 13%, Kecamatan Tarakan Tengah 4% dan Kecamatan Tarakan Utara 14% (BPS Kota Tarakan 2009). 4. Jumlah hotel tercatat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah masing-masing sebesar 10 buah, 4 buah, 7 buah dan tidak ada hotel (0) di Tarakan Utara pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009). 5. Pertumbuhan perhotelan rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat sebesar 2%, Kecamatan Tarakan Timur 2%, Kecamatan Tarakan Tengah 4% dan Kecamatan Tarakan Utara 2%. Didapat melalui trial and error dari simulasi model yang dicocokkan dengan kondisi eksisting dari tahun Walaupun Kecamatan Tarakan Utara belum memiliki hotel, namun dalam penelitian ini diasumsikan pada beberapa tahun kedepan akan dibangun beberapa hotel seiring dengan perkembangan wilayah. 6. Jumlah industri tercatat di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing sebesar 139 unit, 36 unit, 123 unit dan 15 unit pada tahun 2001 (BPS Kota Tarakan 2009). 7. Pertumbuhan sektor industri rata-rata per tahun Kecamatan Tarakan Barat sebesar 1%, Kecamatan Tarakan Timur 1%, Kecamatan Tarakan Tengah 1%

10 85 dan Kecamatan Tarakan Utara 2%. Didapat melalui trial and error dari simulasi model yang dicocokkan dengan kondisi eksisting dari tahun Belum diberlakukannya kebijakan hemat air pada masing-masing sektor kebutuhan. Berdasarkan Gambar 34 dapat dilihat bahwa kebutuhan sektor domestik dipengaruhi oleh variable pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka jemlah penduduk juga akan semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan kebutuhan air bersih untuk domestik menjadi meningkat. Sehingga dengan mengalikan jumlah penduduk dengan standar kebutuhan air bersih didapat kebutuhan air bersih sektor domestic. Dengan cara yang sama dilakukan juga pada sektor perhotelan dan industri. Dalam sub model ini ditambahkan juga kebijakan hemat air dengan variable reduce untuk kebutuhan penduduk, reduce and reuse untuk sektor perhotelan dan reduce, reuse and recycle pada sektor industri, sebagai kebijakan untuk meningkatkan efisiensi air bersih. Gambar 34 Causal loop sub model kebutuhan air bersih

11 86 Gambar 35 Struktur sub model kebutuhan air bersih Sub Model Ketersediaan Air Bersih Sub model ketersediaan ini mendeskripsikan ketersediaan air bersih yang berasal dari sumber alam yaitu air tanah/sumur dan pelayanan PDAM. Ketersediaan air bersih dari alam dipengaruhi oleh besarnya koefisien run off masing-masing tutupan lahan, curah hujan, luas lahan dan luas catchment area. Sedangkan ketersediaan air dari sektor pelayanan PDAM dihitung berdasarkan kapasitas instalasi pengolahan air (IPA) PDAM. Keterkaitan antar variable ketersediaan air dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36 Causal loop sub model ketersediaan air bersih

12 87 Ketersediaan air tanah dapat ditingkatkan dengan menaikan imbuh air tanah dengan melakukan upaya-upaya reboisasi pada lahan hutan, pembuatan terasering pada lahan lading/tegakan, pembuatan sumur resapan pada lahan permukiman dan pembuatan sistem intensifikasi pada lahan tambak. Upaya konservasi ini dilakukan untuk menurunkan koefisien run off masing-masing land use sehingga imbuhan air tanah menjadi meningkat. Jadi, semakin tinggi upaya konservasi maka koefisien run off akan semakin kecil dan imbuhan air tanah akan meningkat. Nilai koefisien run off pada masing-masing land use dapat dilihat pada Tabel 18. Imbuhan air tanah yang dipakai sebagai air bersih diasumsikan sebanyak 40%, dan sisanya berupa cadangan air tanah. Namun upaya konservasi ini juga harus memperhitungkan biaya konservasi pada masing-masing land use. Dalam hal ini biaya konservasi pada masing-masing land use berupa data asumsi berupa nilai masukan (input). Koefisien run off pada masing-masing lahan dikumulatifkan sehingga menjadi koefisien run off kumulatif menggunakan persamaan (4). Persamaanpersamaan lain yang digunakan dalam perhitungan ketersediaan air bersih pada sub model ketersediaan air bersih ini adalah : (4) (5).. (6) (7) dimana : C = koefisien run off kumulatif C i = koefisien run off lahan i A i = luas lahan i (ha) RO = Run Off (m 3 /thn) I = curah hujan tahunan (mm/thn) A = luas daerah tangkapan (ha) G = imbuhan air tanah (m 3 /thn) P = volume hujan (m 3 /thn) E = evaporasi (m 3 /thn) IKA = indeks ketersediaan air bersih Ketersediaan air dari pelayanan PDAM dapat ditingkatkan dengan cara melakukan uprating instalasi pengolahan air (IPA) PDAM eksisting atau membuat instalasi pengolahan air bersih mikro (IPAB Mikro) pada masing-masing wilayah yang kekurangan pelayanan air bersih. Pada sub model ini dibandingkan antara penambahan ketersediaan air dengan cara uprating IPA dan pembuatan IPAB Mikro. Rincian biaya uprating dan IPAB Mikro dapat dilihat pada Lampiran 6 s/d 7. Berdasarkan biaya uprating dan biaya pemasangan IPAB Mikro tersebut

13 88 didapat biaya dan jumlah unit IPAB Mikro yang dibutuhkan oleh Kota Tarakan untuk menambah kekurangan air pada tiap tahun. Biaya ini akan bervariasi pada masing-masing kecamatan, tergantung jumlah kekurangan air yang akan disediakan. Dengan diketahuinya biaya penambahan air bersih tersebut, maka dapat dijadikan usulan kebijakan sebagai alternatif dalam pemilihan sistem penyediaan air bersih di Kota Tarakan. Pelayanan air bersih perpipaan ini sesuai MDG s tahun 2015 harus dapat melayani 80% kebutuhan air bersih masyarakat. Sehingga pelayanan air bersih oleh PDAM (perpipaan) ditargetkan terlayani 80%, dan sisanya terlayani oleh air tanah/sumur. Tabel 18 Nilai koefisien run off masing-masing land use Tataguna lahan C Tataguna lahan C Perkantoran Daerah pusat kota Daerah sekitar kota Perumahan Rumah tunggal Rumah susun, terpisah Rumah susun, bersambung Pinggiran kota Daerah Industri Kurang padat industri Padat Industri Taman, kuburan 0,7-0,95 0,5-0,7 0,3-0,5 0,4-0,6 0,6-0,75 0,25-0,4 0,5-0,8 0,6-0,9 0,1-0,25 Tanah Lapang Berpasir, datar, 2% Berpasir, agak rata, 2-7% Berpasir, miring, 7% Tanah berat, datar, 2% Tanah berat, agak rata, 2-7% Tanah berat, miring, 7% Tanah Pertanian, 0-30% Tanah kosong Rata Kasar Ladang Garapan Tanah berat, tanpa vegetasi 0,05-0,10 0,10-0,15 0,15-0,20 0,13-0,17 0,18-0,22 0,25-0,35 0,30-0,60 0,20-0,50 0,30-0,60 Sumber : U.S Forest Service, 1980 dalam Asdak, C (2007) Sub model ketersediaan air bersih ini juga menghitung neraca air bersih dan indeks ketersediaan air bersih (IKA). Neraca air bersih yaitu selisih dari air yang tersedia dengan kebutuhan total air bersih pada setiap tahun. Sedangkan IKA adalah perbandingan ketersediaan air bersih dengan kebutuhan air bersih pada setiap tahun. Diharapkan IKA memiliki nilai 1 pada setiap tahunnya. Dengan demikian, ketersediaan air bersih Kota Tarakan lebih besar dari kebutuhannya, sehingga tidak terjadi krisis air. Diagram alir sub model ketersediaan air bersih dapat dilihat pada Gambar 37 dan persamaan model dinamis ketersediaan air bersih selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Beberapa data awal dan asumsi yang dipergunakan dalam sub model ketersediaan air bersih ini adalah : 1. Luas daerah tangkapan air Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah ha, ha, ha, ha. Dengan total wilayah sebesar ha.

14 89 2. Luas lahan permukiman di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 414 ha, 328 ha, 397 ha, dan 237 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008). 3. Luas lahan hutan di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 448 ha, 2516 ha, 3652 ha, dan 7861 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008). 4. Luas lahan tegakan/lading di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 1396 ha, 2688 ha, 1505 ha dan 2557 ha (Citra Satelit Landsat TM 05 tahun 2008). 5. Luas lahan tambak di Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur, Tarakan Tengah dan Tarakan Utara masing-masing adalah 531 ha, 269 ha, 0 ha dan 281 ha. 6. Koefisien run off eksisting sebagai batas atas pada lahan permukiman, tegalan, hutan dan tambak masing-masing adalah 0,75, 0,35, 0,4 dan 0,7. Sedangkan pada batas bawah adalah 0,3, 0,2, 0,2 dan 0,2. 7. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 3705,65 mm/thn. 8. Evaporasi rata-rata tahunan Kota Tarakan adalah 1700 mm/thn. 9. Biaya sumur resapan sebesar Rp ,00/ha, reboisasi sebesar Rp ,00/ha, terasering Rp ,00/ha dan intensifikasi tambak Rp ,00/ha. 10. Biaya uprating IPA PDAM sebesar Rp.1.159,5/m 3, biaya pemasangan IPAB Mikro Rp643,00/m Asumsi pemakaian air tanah dari imbuhan air tanah adalah 40%, dan sebanyak 30% air tanah tidak bisa dimanfaatkan karena pencemaran dan intrusi air laut. 12. Ketersediaan air bersih terdiri atas ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah (alami) dan pelayanan perpipaan PDAM.

15 90 Gambar 37 Diagram alir sub model ketersediaan air bersih

16 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Barat Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Barat Proyeksi kebutuhan air bersih berdasarkan jumlah penduduk, hotel dan industri pada Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 19. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Barat masing-masing tercatat jiwa, 10 buah hotel dan 139 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu ,5 m 3, m 3 dan m 3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari , sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi jiwa, 18 hotel dan 185 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi ,7 m 3 untuk kebutuhan penduduk, ,66 m 3 untuk kebutuhan hotel dan ,42 m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 19 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta kebutuhan air bersih di Tarakan Barat (m 3 )

17 92 Berdasarkan hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar m 3. Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi m 3. Ketersediaan dan neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 20. Tingginya tingkat kebutuhan air bersih di kecamatan Tarakan Barat menyebabkan terjadinya kekurangan air bersih dimulai pada tahun 2017 dan pada akhir tahun simulasi kekurangan air bersih sebesar m 3. Tabel 20 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Barat (m 3 ) Ketersediaan air bersih Kota Tarakan didapatkan dari imbuhan air tanah sehingga menjadi ketersediaan alami, dan layanan perpipaan PDAM. Imbuhan air tanah yang dimaksud pada penelitian ini adalah imbuhan air tanah yang berasal dari curah hujan saja, dan belum memperhitungkan imbuh air tanah yang berasal dari aliran air tanah dari satuan hidrologi didekatnya. Salah satu cara meningkatkan imbuhan air tanah adalah meningkatkan imbuhan air tanah

18 93 dengan cara mengurangi bagian hujan yag menjadi run off. Imbuhan air tanah yang cenderung terus menurun menunjukkan komposisi luasan lahan hutan, tegakan, pemukiman dan tambak yang kurang baik. Hal ini menyebabkan koefisien run off di Kecamatan Tarakan Barat menjadi lebih tinggi (0,501), sehingga aliran limpasan menjadi tinggi. Tingginya aliran limpasan menyebabkan imbuhan air tanah menurun sehingga cadangan air tanah menjadi menurun. Proyeksi kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 38. Gambar 38 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Barat (m 3 ) Pada Gambar 38 dapat dilihat bahwa Kecamatan Tarakan Barat sangat berpotensi mengalami krisis air bersih. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya ketersediaan air bersih (supply) dan meningkatnya kebutuhan air bersih. Tingginya kekurangan air bersih pada tahun 2030 yaitu sebesar m 3, membutuhkan perhatian yang serius, Untuk itu perlu diterapkan kebijakan penghematan air sesegera mungkin. Penerapan kebijakan konservasi air bersih melalui pembuatan sumur resapan di daerah permukiman, reboisasi di lahan hutan, terasering di lahan lading/tegakan dan pembuatan tambak sistem intensif, merupakan langkah yang perlu diambil oleh stakeholder Kota Tarakan sehingga krisis air di Tarakan Barat dapat dihindari. Produktifitas layanan PDAM di Tarakan Barat juga perlu ditingkatkan. Hal ini sangat berpengaruh, karena rendahnya layanan air bersih perpipaan menyebabkan masyarakat dan industi menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih. Akibat penambangan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah mengakibatkan intrusi air laut. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan muka tanah.

19 Simulasi Skenario Model Penyediaan Air Bersih Tarakan Barat Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Barat dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 21. Tabel 21. Skenario penyediaan air bersih Tarakan Barat Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani 0% 0% 0% 5% 5% 2% 0% Kondisi eksisting 10% 10% 10% 10% 5% 2% 0% 10% 10% 10% 10% 10% 3% 0% 60% 80% Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 39. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar ,5 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi ,7 m 3 pada tahun Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar ,5 m 3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya ,9 m 3 menjadi ,3 m 3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi (2030) kebutuhan air bersih menjadi ,4 m 3. Gambar 39 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Barat (m 3 )

20 95 Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Gambar 40. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar m 3 bertambah menjadi m 3 pada skenario satu, ,1 m 3 pada skenario dua dan ,9 m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat dari kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 5% lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 5% lahan hutan per tahun dan terasering 2% lahan tegakan per tahun. Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10% lahan permukiman per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 10% lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10% lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 3% lahan tegakan per tahun. Gambar 40 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Barat (m 3 ) Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 22. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu, pada awal

21 96 tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,00. Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 22 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Barat (Rp.) Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 23. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030). Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 24. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030).

22 97 Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Barat tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 23 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Barat (Rp.) Tabel 24 Kebutuhan biaya terasering Kecamatan Tarakan Barat (Rp.)

23 98 Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Barat adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80% penduduk terlayani. Pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapasitas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 41. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2020 menjadi ,81 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi m 3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2017 menjadi ,63 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi m 3. Gambar 41 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Barat Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua) alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan.

24 99 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 25 dan Tabel 26. Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2020 sebesar Rp ,95 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,77. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG s) yaitu sebesar Rp ,91 pada tahun 2017 dan Rp ,03 pada tahun Tabel 25 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Barat (Rp.) Pada Tabel 26, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp ,20 pada tahun 2020 sebanyak 2 unit dan Rp ,09 pada tahun 2030 dengan total 57 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp ,39 pada tahun 2017 sebanyak 3 unit dan Rp ,79 pada tahun 2030 dengan total 89 unit terpasang.

25 100 Tabel 26 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Barat (Rp.) Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Barat adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 42 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) pada Tabel 27. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah 1. Gambar 42 Neraca air bersih Tarakan Barat Pada Tabel 27, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada kondisi eksisting dan pada tahun 2017 terjadi krisis air bersih, sehingga pada tahun 2030 terjadi kekurangan air bersih (defisit) sebesar m 3. Begitu

26 101 pula halnya dengan neraca air skenario satu, akan terjadi krisis air bersih pada tahun 2019 dan masih terjadi defisit air bersih pada tahun 2030 sebesar ,7 m 3. Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi peningkatan air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua, menunjukkan peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada tahun 2030 masih terdapat kelebihan air bersih (surplus) sebesar ,8 m 3. Sedangkan pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun 2017 sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar ,5 m 3. Tabel 27 Neraca air bersih Tarakan Barat (m 3 ) Pada Tabel 28, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0,414, 0,849, 1,37 dan 1,66. Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan

27 102 air bersih hanya mampu memenuhi 41,4% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 84,9% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 37% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 66% dari kebutuhan air bersih. Tabel 28 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Tarakan Barat 7.5 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Timur Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 29. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Timur masing-masing tercatat jiwa, 4 buah hotel dan 36 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu ,75 m 3, m 3 dan m 3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari , sehingga

28 103 diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi jiwa, 7 hotel dan 48 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi ,6 m 3 untuk kebutuhan penduduk, 129,636,7 m 3 untuk kebutuhan hotel dan m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 29 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta kebutuhan air bersih (m 3 ) di Tarakan Timur Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur, pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar m 3. Ketersediaan ini terus menurun, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi ,1 m 3. Ketersediaan dan neraca air bersih di Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 30. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat, walaupun terus mengalami penurunan, namun tetap dalam kondisi aman dan krisis air diperkirakan terjadi pada tahun 2030, dengan jumlah kekurangan air bersih sebesar ,2 m 3.

29 104 Tabel 30 Ketersediaan dan neraca air bersih Tarakan Timur (m 3 ) Kecamatan Tarakan Timur mengalami hal serupa dengan Kecamatan Tarakan Barat, namun masih dalam kondisi yang relatif aman. Pada Gambar 43 ditunjukkan kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur. Koefisien run off pada kondisi eksisting di Tarakan Timur sebesar 0,412 lebih kecil bila dibandingkan dengan koefisien run off kecamatan Tarakan Barat. Penurunan imbuhan air tanah juga terjadi akibat masih tingginya aliran run off. Pada tahun 2030 baru terjadi kekurangan air dan dapat menyebabkan krisis air bersih pada tahun-tahun berikutnya. Penurunan ketersediaan air juga diakibatkan oleh layanan PDAM yang kurang memadai. Tercukupinya ketersediaan air bersih pada tahun-tahun sebelum tahun 2030, dikarenakan masyarakat, industri dan hotel masih memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih. Untuk itu, di Kecamatan Tarakan Timur perlu segera diberlakukan kebijakan konservasi air bersih dan peningkatan layanan air bersih perpipaan.

30 105 Gambar 43 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Timur Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 31. Skenario satu dapat diartikan bahwa variablevariabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variabel tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya. Tabel 31. Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani 0% 0% 0% 5% 5% 2% 0% Kondisi eksisting 10% 10% 10% 10% 5% 2% 0% 10% 10% 10% 10% 10% 3% 0% 60% 80%

31 106 Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi (1) kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, (2) kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3) kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan kapasitas pelayanan PDAM. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 44. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar ,75 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi ,4 m 3 pada tahun Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar ,75 m 3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya ,84 m 3 menjadi ,85 m 3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi (2030) kebutuhan air bersih menjadi ,8 m 3. Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 45. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar ,1 m 3 bertambah menjadi ,3 m 3 pada skenario satu, ,7 m 3 pada skenario dua dan m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 5% lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 5% lahan hutan per tahun dan terasering 2% lahan tegakan per tahun. Ketersediaan air bersih skenario dua lebih tinggi dari skenario satu karena pembuatan sumur resapan lebih banyak dari skenario satu yaitu sebesar 10% lahan permukiman per tahun.

32 107 Gambar 44 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Timur Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 10% lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 10% lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 3% lahan tegakan per tahun. Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Barat dapat dilihat pada Tabel 32. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Pembuatan sumur resapan pada skenario dua dan tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 32 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Tarakan Timur (Rp.)

33 108 Gambar 45 Simulasi ketersediaan air bersih di Tarakan Timur Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 33. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Timur tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 33 Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Timur (Rp.)

34 109 Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Tabel 34. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Terasering pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 34 Kebutuhan biaya terasering Tarakan Timur (Rp.) Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80% penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 46. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2012 menjadi ,29 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi m 3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2010

35 110 menjadi ,29 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi ,64 m 3. Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua) alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36. Gambar 46 Peningkatan layanan perpipaan Tarakan Timur Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2012 sebesar Rp ,1 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,33. Tabel 35 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Timur (Rp.)

36 111 Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG s) yaitu sebesar Rp ,88 pada tahun 2010 dan Rp ,77 pada tahun Tabel 36 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Timur (Rp.) Pada Tabel 36, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp ,89 pada tahun 2012 sebanyak 1 unit dan Rp ,39 pada tahun 2030 dengan total 127 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp ,99 pada tahun 2010 sebanyak 2 unit dan Rp ,86 pada tahun 2030 dengan total 175 unit terpasang. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Timur adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 47 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) pada Tabel 37. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah 1. Pada Tabel 37, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada kondisi eksisting dan pada tahun 2030 terjadi krisis air bersih dengan kekurangan air bersih (defisit) sebesar ,2 m 3. Begitu pula halnya

37 112 dengan neraca air skenario satu, ketersediaan air bersih terus menurun tetapi tidak terjadi krisis sampai pada tahun 2030, air bersih surplus sebesar ,9 m 3. Berbeda halnya pada skenario dua dan tiga, terjadi peningkatan air bersih yang cukup baik. Simulasi neraca air skenario dua, menunjukkan peningkatan yang baik dimulai dari tahun 2017 sehingga pada tahun 2030 masih terdapat kelebihan air bersih (surplus) sebesar ,8 m 3. Pada simulasi skenario tiga, peningkatan air bersih juga terjadi sejak tahun 2016 sehingga masih terdapat surplus air bersih sebesar ,9 m 3. Gambar 47 Neraca air bersih Tarakan Timur (m 3 ) Pada Tabel 38, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 0.918, 1.45, 2.18 dan Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih hanya mampu memenuhi 91.8% kebutuhan air bersih (defisit). Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 100% kebutuhan air bersih dan masih surplus sebesar 45% dari kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 218% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 262% dari kebutuhan air bersih.

38 113 Tabel 37 Neraca air bersih Tarakan Timur (m 3 ) Tabel 38 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) Tarakan Timur

39 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Tengah Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Tengah Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan indusrti pada Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 39. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Tengah masing-masing tercatat jiwa, 7 buah hotel dan 123 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu ,5 m 3, m 3 dan m 3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari , sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi jiwa, 22 hotel dan 164 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi ,43 m 3 untuk kebutuhan penduduk, ,72 m 3 untuk kebutuhan hotel dan ,2 m 3 untuk kebutuhan industri. Tabel 39 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta kebutuhan air bersih (m 3 ) di Tarakan Tengah

40 115 Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 40. Pada tahun 2001, ketersediaan air bersih sebesar m 3. Berbeda dengan kecamatan sebelumnya, ketersediaan air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2016, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi ketersediaan air bersih menjadi m 3. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat dan Tarakan Timur. Namun, walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air tetap berkurang akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi, jumlah air yang tersisa sebesar ,7 m 3 dan cenderung terus menurun. Tabel 40 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Tengah (m 3 ) Pada kecamatan ini, ketersediaan air alami terlihat meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2016 seperti tersaji pada Gambar 48. Koefisien run off di Tarakan Tengah sebesar 0,392. Rendahnya koefisien run off pada wilayah kecamatan ini disebabkan oleh luasan hutan yang cukup besar yaitu

41 ha. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas daerah resapan, maka koefisien run off akan semakin kecil, sehingga debit run off menjadi kecil. Selain itu, kebutuhan air bersih di kecamatan ini paling rendah dibandingkan kecamatan yang lain. Hal ini juga mempengaruhi proyeksi ketersediaan air bersih. Namun, dari pelayanan air bersih perpipaan, masih sangat kurang. Hal ini disebabkan kapasitas layanan IPA PDAM Kampung Satu masih minim yaitu 90 liter/detik. Sehingga penyediaan air bersih masih sangat bergantung dari air tanah/sumur. Gambar 48 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih Tarakan Tengah Simulasi Skenario Penyediaan Air Bersih di Tarakan Tengah Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Tarakan Tengah dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 41. Skenario satu dapat diartikan bahwa variablevariabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variable yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variable tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya.

42 117 Tabel 41 Skenario penyediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani 0% 0% 0% 1% 1% 1% 0% Kondisi eksisting 10% 10% 10% 1% 1% 1% 0% 10% 10% 10% 2% 2% 2% 0% 60% 80% Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi (1) kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, (2) kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3) kebijakan untuk menaikan pelayanan air perpipaan melalui peningkatan kapasitas pelayanan PDAM. Variabel pada skenario model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah lebih kecil bila dibandingkan dengan kecamatan sebelumnya. Hal ini karena air bersih alami lebih tinggi dari total kebutuhan air, sehingga variable peubah untuk kebijakan konservasi tidak perlu terlalu tinggi. Namun variable peningkatan pelayanan perpipaan perlu ditingkatkan, sesuai dengan peningkatan pelayanan di kecamatan lain. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Gambar 49. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi ,3 m 3 pada tahun Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar m 3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya ,1 m 3 menjadi ,79 m 3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi (2030) kebutuhan air bersih menjadi ,5 m 3.

43 118 Gambar 49 Proyeksi Kebutuhan air bersih Tarakan Tengah Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Timur dapat dilihat pada Gambar 50. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variable skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (suplai) menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar m 3 bertambah menjadi ,6 m 3 pada skenario satu, ,3 m 3 pada skenario dua dan ,5 m 3 pada skenario tiga. Gambar 50 Proyeksi Ketersediaan air bersih Tarakan Tengah Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat

44 119 adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1% lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 1% lahan hutan per tahun dan terasering 1% lahan tegakan per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2% lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2% lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 2% lahan tegakan per tahun. Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 42. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,-. Pembuatan sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 42 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Tengah (Rp.) Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030).

45 120 Tabel 43. Kebutuhan biaya reboisasi Tarakan Tengah (Rp.) Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan Tarakan Tengah dapat dilihat pada Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,- dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,- pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,- pada akhir tahun simulasi (2030). Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Tengah tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 44. Kebutuhan biaya terasering Tarakan Tengah (Rp.)

46 121 Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80% penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 51. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar m 3 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2008 menjadi ,10 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi ,73 m 3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2001 menjadi ,4 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi ,31 m 3. Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua) alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 45 dan Tabel 46. Gambar 51 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Tengah

47 122 Tabel 45 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM di Tarakan Tengah (Rp.) Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2008 sebesar Rp ,45 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,12. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG s) yaitu sebesar Rp ,8 pada tahun 2001 dan Rp ,82 pada tahun Pada Tabel 46, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp ,03 pada tahun 2009 sebanyak 1 unit dan Rp ,49 pada tahun 2030 dengan total 15 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp ,69 pada tahun 2002 sebanyak 1 unit dan Rp ,32 pada tahun 2030 dengan total 24 unit terpasang.

48 123 Tabel 46 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro di Tarakan Tengah (Rp.) Pada Tabel 47, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah m 3, ,3 m 3, ,8 m 3 dan m 3. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Tengah adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 52 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) pada Tabel 35. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah 1.

49 124 Tabel 47 Neraca air bersih di Tarakan Tengah (m 3 ) Gambar 52 Neraca air bersih Tarakan Tengah

50 125 Tabel 48 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) di Tarakan Tengah Pada Tabel 48, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 2.99, 3.44, 4.01 dan Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih hanya mampu memenuhi 299% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 344% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 401% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 462% dari kebutuhan air bersih. 7.7 Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara Kondisi Eksisting Kecamatan Tarakan Utara Proyeksi jumlah penduduk, hotel dan industri pada Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 49. Pada awal tahun 2001, jumlah penduduk, hotel dan jumlah industri di Kecamatan Tarakan Utara masing-masing tercatat jiwa, 1 buah hotel dan 15 unit industri. Jumlah kebutuhan air bersih per tahun masing-masing sektor tersebut yaitu ,75 m 3, m 3 dan

51 m 3. Analisis dilakukan selama 30 tahun dari , sehingga diproyeksikan jumlah penduduk, hotel dan industri masing-masing menjadi jiwa, 2 hotel dan 27 unit industri. Dengan demikian, jumlah kebutuhan air bersih pada tahun 2030 menjadi ,7 m 3 untuk kebutuhan penduduk, ,17 m 3 untuk kebutuhan hotel dan ,97 m 3 untuk kebutuhan industri. Hasil analisis sub model ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 50. Pada tahun 2001, suplai air bersih sebesar m 3. Menyerupai proyeksi ketersediaan air pada kecamatan Tarakan Tengah, ketersediaan air bersih terus meningkat dan cenderung konstan pada tahun 2021, sehingga pada akhir simulasi, tahun 2030, proyeksi suplai air bersih menjadi ,9 m 3. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara cenderung lebih baik dari Kecamatan Tarakan Barat, Tarakan Timur dan Tarakan Tengah. Namun, walaupun ketersediaan air terus meningkat tetapi neraca air tetap berkurang akibat tingginya kebutuhan air bersih. Pada akhir simulasi, jumlah air yang tersisa sebesar ,1 m 3 dan cenderung terus menurun. Tabel 49 Proyeksi jumlah penduduk (jiwa), hotel dan industri (unit) serta kebutuhan air bersih (m 3 ) di Tarakan Utara

52 127 Pada Gambar 53, terlihat jumlah ketersediaan air yang sangat besar dibandingkan dengan kebutuhan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara. Hal ini disebabkan karena luasan hutan di Tarakan Utara paling luas dibandingkan kecamatan yang lain yaitu sebesar 7861 ha. Berdasarkan hasil simulasi, didapatkan nilai koefisien run off Tarakan Utara sebesar 0,379. Hal ini menunjukkan bahwa hutan mempunyai peranan yang sangat tinggi dalam konservasi air bersih. Semakin luas hutan, maka koefisien runoff menjadi semakin kecil, sehingga imbuhan air tanah menjadi besar. Kondisi ini harus terus dipertahankan sehingga krisis air bersih dapat dihindari. Tabel 50 Ketersediaan dan neraca air bersih di Tarakan Utara (m 3 )

53 128 Gambar 53 Kebutuhan dan ketersediaan air bersih di Tarakan Utara Simulasi Model Penyediaan Air Bersih Kecamatan Tarakan Utara Upaya peningkatan ketersediaan air bersih di Kota Tarakan dilakukan dengan menggunakan beberapa skenario yaitu skenario satu, dua dan tiga, seperti tersaji pada Tabel 51. Tabel 51 Skenario penyediaan air bersih Kota Tarakan Variabel Peubah Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Kebijakan Perilaku Hemat Air a. Penduduk b. Hotel c. Industri Kebijakan untuk Konservasi Air Bersih a. Sumur resapan b. Reboisasi c. Terasering d. Tambak intensif Kebijakan Peningkatan Layanan Perpipaan a. Jumlah penduduk terlayani 0% 0% 0% 1% 1% 1% 0% Kondisi eksisting 10% 10% 10% 1% 1% 1% 0% 10% 10% 10% 2% 2% 2% 0% 60% 80% Skenario satu dapat diartikan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem mengalami kemunduran atau terjadi sedikit perubahan dari keadaan eksisting yang mengarah pada tercapainya kinerja sistem atau perkembangan. Skenario dua diartikan sebagai perubahan beberapa variabel yang berpengaruh pada kinerja sistem dimana perubahan variable tersebut dapat menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario satu. Sedangkan skenario tiga diartikan bahwa perubahan yang terjadi akan

54 129 menyebabkan perubahan yang lebih baik daripada skenario sebelumnya. Variabel-variabel yang berpengaruh dalam kinerja sistem tersebut meliputi (1) kebijakan perilaku hemat air, yaitu kebijakan reduse, reuse dan recycle, (2) kebijakan untuk meningkatkan air tanah melalui konservasi, yaitu pembuatan sumur resapan di permukiman, reboisasi pada lahan hutan, terasering pada lahan lading/tegakan, dan pembuatan tambak sistem intensif, (3) kebijakan untuk meningkatkan pelayanan air bersih perpipaan PDAM. Variabel-variabel tersebut dimasukkan sebagai input dalam pemodelan sistem dan dilakukan di masingmasing kecamatan Kota Tarakan. Pada kondisi eksisting, seperti halnya kondisi di Kecamatan Tarakan Tengah, terlihat ketersediaan air di Tarakan Utara cukup baik, sehingga variable peubah yang disimulasikan relatif kecil. Proyeksi kebutuhan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Gambar 54. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kebutuhan air bersih skenario satu sama dengan kondisi eksisting yaitu sebesar ,75 m 3 pada tahun 2001 dan terus meningkat menjadi ,8 m 3 pada tahun Pada skenario dua dan tiga, kebutuhan air bersih tahun 2001 sebesar ,75 m 3, terus meningkat tiap tahunnya. Seiiring diberlakukannya kebijakan hemat air pada tahun 2013, dimana kebutuhan air bersih penduduk, hotel dan industri dikurangi masing-masing 10%, maka terjadi pengurangan kebutuhan air bersih pada tahun 2013 yang tadinya ,33 m 3 menjadi ,66 m 3. Sehingga pada skenario dua dan tiga, pada akhir simulasi (2030) kebutuhan air bersih menjadi ,8 m 3. Gambar 54 Proyeksi Kebutuhan air bersih di Tarakan Utara

55 130 Proyeksi ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Gambar 55. Hasil simulasi menunjukkan apabila diterapkan variabel skenario satu, dua dan tiga dimulai pada tahun 2013, maka terlihat peningkatan ketersediaan air bersih dari kondisi eksisting (supply) menjadi kondisi suplai_1, suplai_2 dan suplai_3. Sehingga pada tahun 2030 ketersediaan air bersih sebesar ,9 m 3 bertambah menjadi ,9 m 3 pada skenario satu, m 3 pada skenario dua dan m 3 pada skenario tiga. Peningkatan ketersediaan air bersih ini akibat kebijakan konservasi untuk meningkatkan imbuhan air tanah dan kebijakan peningkatan kapasitas layanan PDAM. Pada skenario satu dan dua, ketersediaan air bersih bertambah akibat adanya pembuatan sumur resapan sebesar 1% lahan permukiman per tahun, reboisasi sebesar 1% lahan hutan per tahun dan terasering 1% lahan tegakan per tahun. Sedangkan skenario tiga menghasilkan ketersediaan air yang lebih tinggi lagi, karena pembuatan sumur resapan sebesar 2% lahan permukiman per tahun, reboisasi ditingkatkan menjadi 2% lahan hutan per tahun dan terasering sebesar 2% lahan tegakan per tahun. Gambar 55 Proyeksi Ketersediaan air bersih di Tarakan Utara Peningkatan ketersediaan air bersih ini membutuhkan biaya konservasi dan biaya peningkatan kapasitas layanan PDAM. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 52. Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,00. Pembuatan sumur resapan pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar

56 131 Rp ,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 52 Kebutuhan biaya pembuatan sumur resapan di Tarakan Utara (Rp.) Kebutuhan biaya reboisasi pada lahan hutan Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 53. Kebutuhan biaya reboisasi pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,00. Reboisasi pada skenario tiga membutuhkan biaya sebesar Rp ,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Tabel 53 Kebutuhan biaya reboisasi di Tarakan Utara (Rp.)

57 132 Kebutuhan biaya terasering pada lahan tegakan/ladang Kecamatan Tarakan Utara dapat dilihat pada Tabel 54. Kebutuhan biaya terasering pada skenario satu dan dua, pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) yaitu sebesar Rp ,00 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,00. Kebutuhan biaya terasering skenario tiga, Rp ,00 pada awal tahun kebijakan konservasi (2013) dan Rp ,00 pada akhir tahun simulasi (2030). Konservasi lahan tambak melalui pembuatan tambak intensif diasumsikan untuk tidak dilakukan (0%). Hal ini karena biaya pembuatan tambak intensif yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga dalam meningkatkan ketersediaan air bersih kecamatan Tarakan Utara tidak melakukan pembuatan tambak intensif. Tabel 54 Kebutuhan biaya terasering di Tarakan Utara Kebijakan lain yang dilakukan dalam meningkatkan ketersediaan air bersih Kecamatan Tarakan Tengah adalah peningkatan kapasitas pelayanan perpipaan. Kebijakan ini khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat (domestic). Peningkatan kapasitas layanan PDAM dilakukan pada skenario dua dan tiga, sebesar masing-masing 60% penduduk terlayani dan 80% penduduk terlayani. Sedangkan pada skenario satu, diasumsikan tidak dilakukan peningkatan kapastas layanan perpipaan. Proyeksi peningkatan kapasitas layanan perpipaan dapat dilihat pada Gambar 56. Ketersedian air bersih melalui layanan perpipaan PDAM pada skenario satu konstan sebesar m 3

58 133 sepanjang tahun simulasi. Sedangkan pada skenario dua, supaya 60% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2010 menjadi ,63 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi ,45 m 3. Pada skenario tiga, supaya 80% penduduk mendapatkan pelayanan perpipaan, maka produksi PDAM harus bertambah dimulai pada tahun 2007 menjadi ,85 m 3 dan pada tahun 2030 menjadi ,27 m 3. Gambar 56 Peningkatan layanan perpipaan di Tarakan Utara Untuk meningkatkan layanan perpipaan PDAM, dilakukan 2 (dua) alternatif kegiatan peningkatan kapasitas layanan. Alternatif pertama yaitu meningkatkan kapasitas IPA PDAM eksisting melalui uprating IPA, sedangkan alternatif kedua yaitu membangun Instalasi Pengolahan Air Bersih Mikro (IPAB Mikro) di lokasi dekat permukiman dan sumber sumber air permukaan. Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan perpipaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 55 dan Tabel 56. Pada skenario satu, tidak dilakukan peningkatan kapasitas IPA PDAM, sehingga tidak ada biaya peningkatan kapasitas. Pada skenario dua, kapasitas layanan PDAM ditingkatkan sehingga mampu melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (domestic), dibutuhkan biaya uprating mulai tahun 2010 sebesar Rp ,74 dan diakhir tahun simulasi (2030) membutuhkan biaya sebesar Rp ,48. Biaya peningkatan kapasitas IPA/uprating PDAM pada skenario tiga sehingga kapasitas layanan mampu melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk (sesuai MDG s) yaitu sebesar Rp ,24 pada tahun 2007 dan Rp ,98 pada tahun 2030.

59 134 Tabel 55 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui uprating IPA PDAM Tarakan Utara (Rp.) Pada Tabel 56, kebutuhan biaya peningkatan kapasitas layanan dengan cara pembangunan IPAB Mikro, didapatkan kebutuhan biaya untuk melayani 60% kebutuhan air bersih penduduk (skenario dua) sebesar Rp ,51 pada tahun 2010 sebanyak 1 unit dan Rp ,13 pada tahun 2030 dengan total 64 unit terpasang. Sedangkan untuk melayani 80% kebutuhan air bersih penduduk menggunakan IPAB Mikro, dibutuhkan biaya sebesar Rp ,36 pada tahun 2007 sebanyak 1 unit dan Rp ,84 pada tahun 2030 dengan total 87 unit terpasang. Tabel 56 Kebutuhan biaya peningkatan kapasitas melalui IPAB Mikro (Rp.) dan jumlah terpasang (unit) di Tarakan Utara

60 135 Pada Tabel 57, terjadi pengurangan air bersih sepanjang tahun pada semua skenario, namun tidak terjadi defisit air bersih. Surplus air bersih pada tahun 2030 pada skenario eksisting, satu, dua dan tiga, masing-masing adalah ,07 m 3, ,1 m 3, ,5 m 3 dan m 3. Hasil akhir dari model penyediaan air bersih di Kecamatan Tarakan Utara adalah neraca air bersih seperti pada Gambar 57 dan Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) pada Tabel 58. Neraca air bersih menunjukkan sisa ketersediaan air bersih dari imbuhan air tanah dan pelayanan perpipaan. Kondisi yang diharapkan adalah terjadinya surplus air bersih sepanjang tahun. IKA menunjukkan perbandingan ketersediaan terhadap kebutuhan air bersih, kondisi yang diharapkan adalah 1. Tabel 57 Neraca air bersih di Tarakan Utara (m 3 )

61 136 Gambar 57 Neraca air bersih Tarakan Utara Pada Tabel 58, nilai IKA kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kebutuhan air bersih. Hasil simulasi IKA pada akhir tahun simulasi (2030) pada kondisi eksisting, skenario satu, dua dan tiga, masing-masing sebesar 4.24, 4.78, 5.85 dan Hasil ini menunjukkan bahwa pada kondisi eksisting di tahun 2030 ketersediaan air bersih mampu memenuhi 424% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario satu hanya mampu melayani 478% kebutuhan air bersih. Ketersediaan air menggunakan simulasi skenario dua mampu melayani 585% dari kebutuhan air bersih, dan ketersediaan air menggunakan simulasi skenario tiga mampu melayani 664% dari kebutuhan air bersih. Tabel 58 Indeks Ketersediaan Air Bersih (IKA) di Tarakan Utara

62 Uji Validasi Model Secara garis besar uji validasi model dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja Uji Validasi Struktur Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pemeriksaan kebenaran logika pemikiran atau dengan kata lain apakah struktur model yang dibangun sudah sesuai dengan teori. Secara logika, terlihat bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat akan diikuti oleh peningkatan kebutuhan air bersih. Pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh persentase pertambahan penduduk. Begitu pula halnya dengan pertumbuhan sektor industri dan perhotelah. Pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan air bersih mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dimana pada suatu waktu tertentu akan menemui titik keseimbangan (stable equibilirium) sesuai dengan konsep limits to growth (Meadows, 1985). Ketersediaan air bersih (suplai) diperoleh dari air bersih alami dan pelayanan air bersih perpipaan. Air bersih alami diperoleh dari imbuhan air tanah. Untuk meningkatkan imbuhan air tanah, maka koefisien run off (aliran limpasan) harus diperkecil. Semakin kecil koefisien run off, maka aliran limpasan akan semakin kecil dan imbuhan air tanah semakain meningkat. Untuk memperkecil koefisen run off, dilakukan kegiatan konservasi seperti pembuatan sumur resapan, terasering pada lahan tegakan/lading, reboisasi pada lahan hutan dan pembuatan tambak intensif. Semakin besar persentase kegiatan konservasi, maka koefisien run off pada masing-masing lahan akan semakin kecil. Namun persentase konservasi ini juga berpengaruh terhadap biaya konservasinya. Semakin tinggi persentase konservasi, maka dibutuhkan biaya konservasi yang tinggi pula. Ketersediaan air bersih lainnya diperoleh dari pelayanan air bersih perpipaan (PDAM). Pelayanan PDAM ditentukan oleh persentase pelayanan air bersih. Dalam rangka menuju Millenium Development Goal s 2015, ditargetkan pelayanan air bersih perpipaan masyarakat sebesar 80% terlayani. Untuk mencapai layanan tersebut, maka diperlukan peningkatan kapasitas layanan perpipaan dengan menggunakan 2 (dua) alternatif penyediaan, yaitu penyediaan melalui sistem perpipaan PDAM dan pembangunan IPAB Mikro. Dari masingmasing alternatif penyediaan ini diperoleh biaya peningkatan kapasitas pelayanan. Sehingga semakin besar kebutuhan air bersih masyarakat,

63 138 membutuhkan biaya pelayanan air bersih yang besar. Dengan melihat hasil simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang telah dibangun yang sesuai konsep teori empiric seperti diuraikan diatas, maka model penyediaan air bersih secara berkelanjutan di pulau kecil Kota Tarakan dapat dikatakan valid secara empirik Uji Validasi Kinerja Uji validasi kinerja merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuan dari validasi ini untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem nyata, sehingga model yang dibuat memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta (Muhammadi et al., 2001). Uji validasi kinerja dilakukan dengan cara memvalidasi kinerja model dengan data empiris. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji statistic seperti uji penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap aktual (Absolute Means Error = AME) dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual (Absolute Variation Error = AVE), dengan batas penyimpangan yang dapat diterima maksimal 10%. Dalam uji validasi kinerja, dapat digunakan satu atau beberapa komponen (variable) baik pada komponen utama (main model) maupun komponen yang terkait (co-model) (Barlas, 1996). Dalam penelitian ini digunakan uji validasi kinerja AME dengan menggunakan data aktual jumlah penduduk yaitu tahun 2001 sampai tahun Berdasarkan hasil perhitungan uji validasi kinerja pada model ini, diperoleh nilai AME dan AVE lebih kecil dari 10% yaitu sebesar 0.098% - 9,3% (AVE) dan 0,049% - 8,31% (AME), sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini memiliki kinerja yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. Adapun hasil perhitungan uji validasi kinerja AME dan AVE dan jumlah penduduk simulasi dan aktual seperti pada Tabel Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan untuk melihat respon model terhadap suatu stimulus (Muhammadi, et al.,2001). Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model.

64 139 Tabel 59 Hasil Perhitungan nilai AVE, AME dan Jumlah Penduduk dalam uji validasi kinerja (a) Kecamatan Tarakan Barat (b) Kecamatan Tarakan Timur (c) Kecamatan Tarakan Tengah (d) Kecamatan Tarakan Utara

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bab pertama studi penelitian ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan persoalan, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang lingkup

Lebih terperinci

KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan)

KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan) KONSERVASI AIR TANAH MENGGUNAKAN METODA SISTEM DINAMIK (Studi Kasus: Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan) Anggun 1), Dr. Eng. Amiruddin, M.Si 2), Dr. H. Samsu Arif, M.Si 2) 1) Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN

5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN 5 STRATEGI PENYEDIAAN AIR BERSIH KOTA TARAKAN Dalam bab ini akan membahas mengenai strategi yang akan digunakan dalam pengembangan penyediaan air bersih di pulau kecil, studi kasus Kota Tarakan. Strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

Simulasi Dan Analisis Kebijakan Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama satu tahun mulai pada bulan Oktober 2010 sampai bulan Oktober 2011 di seluruh wilayah Kecamatan Propinsi

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangkaan air tanah merupakan salah satu masalah kemanusiaan dan lingkungan hidup yang mendapat perhatian luas hampir semua negara. Pemompaan air tanah yang berlebihan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan beberapa temuan studi dari analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu dampak perubahan penggunaan lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air minum merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Untuk itu, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM DINAMIK NERACA AIR DI PULAU TIDORE

ANALISIS SISTEM DINAMIK NERACA AIR DI PULAU TIDORE Halima Malaka, M.Yanuar J. Purwanto, Alinda Zein : Analisis Sistem Dinamik Neraca Air di Pulau.. JAI Vol. 8 No.. 05 ANALISIS SISTEM DINAMIK NERACA AIR DI PULAU TIDORE Oleh : Halima Malaka, Dr. Ir. M.Yanuar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Ulfa Fitriati, M.Eng, Novitasari, M.Eng dan M. Robiyan Noor M Program Studi Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat

Lebih terperinci

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR Oleh: DODY KURNIAWAN L2D 001 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA

BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA BAB 4 ANALISIS KESEIMBANGAN TATA AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA Adanya pertumbuhan yang menyebabkan peningkatan produktifitas, kualitas sumberdaya manusia, pendapatan perkapita membuat pentingnya arti keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar penelitian agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam analisis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Setiap manusia akan menimbulkan buangan baik cairan, padatan maupun dalam bentuk gas. Buangan cair yang berasal dari masyarakat yang di kenal sebagai air buangan atau air limbah

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN SISTEM DRAINASE PERKOTAAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN Bambang Sudarmanto Dosen Tetap Jurusan Teknik Sipil Universitas Semarang (USM) Jl. Soekarno-Hatta Semarang Abstrak Sistem Drainase Perkotaan yang Berwawasan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n J U R U S A N G E O G R A F I FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN 119 6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Skenario pengembangan kawasan pesisir berbasis budidaya perikanan berwawasan lingkungan, dibangun melalui simulasi model

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan (Research and Development/R&D) melalui pendekatan sistem dinamis (dynamics system). Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ali Masduqi Penyediaan Air Minum Aspek Teknis Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Unit Pengelolaan Aspek Keuangan Aspek Sosial Tanggap Kebutuhan

Lebih terperinci

4.1. PENGUMPULAN DATA

4.1. PENGUMPULAN DATA Metodologi adalah acuan untuk menentukan langkah-langkah kegiatan yang perlu diambil dalam suatu analisa permasalahan. Penerapan secara sistematis perlu digunakan untuk menentukan akurat atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA SUBANG JAWA BARAT KOTA SUBANG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Subang merupakan ibukota Kecamatan Subang yang terletak di kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN) Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja, Tommy Jansen Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 160 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian sebelumnya telah dibahas berbagai temuan yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian akhir ini selanjutnya akan dibahas mengenai kesimpulan yang didapat

Lebih terperinci

There are three objectives of this research. First, to build the model of groundwater usage and conservation

There are three objectives of this research. First, to build the model of groundwater usage and conservation MODEL KONSERVASI AIRTANAH DI DATARAN PANTAI KOTA SEMARANG Groundwater Conservation Model in Coastal Plain of Semarang City Oleh : Setyawan Purnama, Andri Kurniawan, Sudaryatno Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana pengembangan suatu kota pada dasarnya sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. Rencana pengembangan suatu kota pada dasarnya sangat erat kaitannya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana pengembangan suatu kota pada dasarnya sangat erat kaitannya dengan ketersediaan air bersih di wilayah tersebut, karena air bersih merupakan kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam. memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita,

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam. memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup. Dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi manusia, lingkungan di sekitar kita, pembangunan baik sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas

BAB I PENDAHULUAN. Muka bumi yang luasnya ± juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muka bumi yang luasnya ± 510.073 juta Km 2 ditutupi oleh daratan seluas 148.94 juta Km 2 (29.2%) dan lautan 361.132 juta Km 2 (70.8%), sehingga dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tradisi yang melekat dalam dinamika masyarakat. Air merupakan sumber daya yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia. Selain sebagai kebutuhan dasar, air diperlukan sebagai pendukung dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan

Tabel 1.1: Persentase Rumah Tangga dengan Sumber Air Minum Bukan Leding menurut Provinsi untuk Wilayah Pedesaan. Perdesaan BAB 1 PENDAHULUAN Air merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup. Pelestarian sumberdaya air secara kualitatif dan kuantitatif kurang mendapat perhatian. Secara kualitatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan yang selalu dihadapi masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang paling utama dalam kehidupan manusia. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa hidup tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang

b. bahwa Ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun 2003 tentang SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENGKAJIAN TEKNIS UNTUK MENETAPKAN KELAS AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1Gambaran Umum Objek Penelitian Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015) PDAM atau disebut juga Perusahaan Daerah Air

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk semakin hari semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula kebutuhan air bersih. Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kawasan perumahan pada hakekatnya tidak akan pernah dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Terlebih pada kenyataannya lingkungan yang baik akan dapat memberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan paling mendasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan baik di darat, laut, maupun udara. Untuk hidup semua makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

Bab V Pengembangan Model

Bab V Pengembangan Model Bab V Pengembangan Model V.1 Batasan Model Dari pemaparan permasalahan yang telah disajikan dalam bab sebelumnya, dapat disarikan bahwa menurunnya kondisi ketersediaan airtanah di wilayah Cekungan Airtanah

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Atribut Kritis Pengelolaan Air Baku DAS Babon Penilaian atribut kritis pengelolaan air baku DAS Babon ditetapkan pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: Dimensi Ekologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Air adalah kehidupan. Tanpa air, mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik tidak akan pernah ada, demikian pula tidak akan pernah ada daur ulang materi dan

Lebih terperinci

SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN

SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN SISTEM JEBAKAN AIR BERANTAI SEBAGAI PENDEKATAN TERPADU MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN Susilawati 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Widya Mandira, Jl. A. Yani 50-52, Kupang 85225 Email: srsusipi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian disajikan dalam diagram langkah-langkah metodologi penelitian yang merupakan skema sistematis mengenai keseluruhan proses studi yang

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN

TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN 1. PENDAHULUAN TATA CARA PEMBUATAN RENCANA INDUK DRAINASE PERKOTAAN Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang SUMBER DAYA AIR S alah satu isu strategis nasional pembangunan infrastruktur SDA sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian PU 2010 2014 adalah mengenai koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA

Lebih terperinci

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologis di Sub Daerah Aliran Ci Karo, maka penulis dapat menarik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah komplek kampus merupakan kebutuhan dasar bagi para mahasiswa, para dosen, dan pegawainya. Menyadari akan pentingnya suatu kampus maka sudah sewajarnya kampus

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengelolaan sampah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi setiap wilayah di dunia tidak terkecuali Indonesia. Hampir di seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 6

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci