DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK"

Transkripsi

1 216 IX. DISAIN MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK No. 9.1 Sintesis Analisis Pariwisata Kawasan Puncak Pada bab ini dilakukan sintesis dari keseluruhan alat analisis yang sudah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kompilasi alat analisis beserta hasil dan penjelasan lainnya dicantumkan pada tabel 80 berikut ini. Tabel 80. Keterkaitan tujuan, alat analisis dan hasil analisis dengan rumusan black box TUJUAN 1 Mengukur daya saing kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak 2 Menghasilkan analisis daya dukung obyek wisata Kawasan Puncak. di 3 Menghasilkan kajian kondisi kelembagaan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. ALAT ANALISIS travel cost methode (TCM) indeks daya saing Pariwisata analisis daya dukung (PCC, RCC, ECC) HASIL ANALISIS Wisatawan bersedia mengeluarkan biaya yang lebih tinggi terhadap lokasilokasi obyek wisata yang terpelihara dan mampu memberikan pelayanan wisata yang baik. Pariwisata di Kawasan Puncak memiliki daya saing yang cukup tetapi bila dibandingkan dengan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang memiliki karakteristik alam yang hampir sama, posisi tingkat daya saing Kawasan Puncak masih berada dibawah Lembang. Berdasarkan perhitungan daya dukung sebenarnya (real carrying capacity) kondisi ke-7 obyek tujuan wisata (OTW) yang diamati masih memadai untuk menampung jumlah kunjungan wisatawan saat ini. Namun setelah mempertimbangkan aspek manajemen yang dilakukan pihak pengelola OTW, maka kemampuan daya dukung OTW menjadi lebih rendah. Dari tujuh OTW yang diamati, obyek agrowisata Gn Mas dan Curug Cilember kondisi daya dukung efektifnya (ECC) sudah terlampaui. ISM Tujuan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak adalah terwujudnya pengelolaan pariwisata puncak yang terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Lembaga yang berperan sebagai faktor kunci dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata RUMUSAN BLACK BOX INPUT : Laju pertumbuhan ekonomi Aktivitas penertiban Tarif wisata Jml penduduk Kapasitas jalan OUTPUT : Meningkatnya daya saing Puncak Meningkatnya Pendapatan masyarakat Peningkatan PAD Peningkatan kamtibmas Meningkatnya kualitas lingkungan Lalu lintas lancar INPUT : Kualitas SDM Kapasitas infrastruktur Jml wisatawan Luas areal obyek wisata Anggaran pemeliharaan lingkungan OUTPUT : Meningkatnya daya dukung pariwisata INPUT : Peran Lembaga Anggaran Regulasi Kualitas SDM Sarana dan prasarana

2 217 No. TUJUAN 4 Menghasilkan analisis tingkat keberlanjutan kegiatan pariwisata di Kawasan Puncak. 5 Menghasilkan analisis kebijakan pemanfaatan ruang dan perizinan pariwisata di Kawasan Puncak. ALAT ANALISIS Analisis RAPtourism (MDS) content analysis (Analisis Isi) (Disbudpar). HASIL ANALISIS Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan Puncak adalah tidak adanya manajemen yang terintegrasi serta belum adanya Standar Operasional Prosedur dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Untuk mengatasi kendala serta mencapai tujuan yang diharapkan, maka program prioritasnya adalah membentuk institusi/forum khusus, evaluasi kebijakan/peraturan dan integrasi regulasi. Secara umum kondisi Pariwisata di Kawasan Puncak memiliki status tidak berkelanjutan, terutama pada dimensi hukum kelembagaan, ekologi, sosial budaya dan sarana prasarana. Atributatribut sensitif yang muncul dalam analisis ini dijadikan masukan/input dalam sistem. - Kawasan Puncak dalam PP dan Perpres dinyatakan sebagai kawasan strategis nasional, dalam Perda Provinsi dinyatakan sebagai Kawasan Strategis Provinsi begitu pula dalam Perda Kab.Bogor dinyatakan sbg KS kabupaten, namun arahannya masih bersifat makro dan tidak ditindaklanjuti dengan rencana detail yang lebih operasional. - Amanat mengenai kelembagaan dan koordinasi jabodetabekpunjur tidak diatur kembali dalam RTRW Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten. RUMUSAN BLACK BOX Peran serta masyarakat Kerjasama lintas sektoral OUTPUT: Pengelolaan pariwisata puncak yang terintegrasi INPUT: Jumlah penduduk Kelembagaan Kebijakan/regulasi Jumlah akomodasi wisata Kapasitas jalan Timbulan sampah Pelayanan bersih OUTPUT: air Perluasan lapangan kerja Lalu lintas lancar Pariwisata berkelanjutan INPUT: yang Kebijakan/regulasi Kerjasama lintas sektoral Kelembagaan OUTPUT : Tersusunnya RDTR Kawasan Puncak Meningkatnya kualitas lingkungan Hasil analisis pada tabel diatas merupakan data dan informasi yang sangat berguna sebagai variabel input dan output yang diperhitungkan dalam black box sebagai suatu sistem. Dijelaskan bahwa untuk memperbaiki output nilai indeks daya saing pariwisata Kawasan Puncak, maka 8 (delapan) indikator pembentuk daya saing menjadi input yang dikendalikan dalam sistem

3 218 pengelolaan pariwisata Puncak. Input tersebut antara lain belanja wisatawan yang dinyatakan dengan tarif wisata, jumlah penduduk, jumlah wisatawan, kapasitas jalan dan Kualitas SDM. Berdasarkan hasil analisis daya dukung wisata didapatkan fakta bahwa walaupun secara umum kapasitas daya dukung di tempat-tempat obyek wisata masih memadai, namun dalam jangka waktu kedepan, kapasitas ini sudah tidak memadai lagi, bahkan saat ini untuk obyek wisata Gunung Mas dan Curug Cilember sudah melampaui daya dukung efektifnya. Harapan untuk meningkatkan daya dukung wisata di tempat-tempat obyek wisata harus dilakukan dengan mengendalikan variabel input antara lain jumlah wisatawan, luas areal obyek wisata, kualitas SDM, anggaran pemeliharaan lingkungan dan kapasitas infrastruktur. Kondisi iklim berupa curah hujan menjadi faktor pembatas daya dukung wisata, namun dalam sistem ini variabel curah hujan dikategorikan sebagai input lingkungan diluar sistem. Kelembagaan selalu menjadi isu penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kejadian kerusakan alam dan degradasi lingkungan seringkali terjadi karena konflik kepentingan antar lembaga, tumpang tindih kewenangan, koordinasi yang tidak berjalan dan komitmen yang lemah. Melalui alat analisis ISM (Interpretive Structural Modelling) dihasilkan strukturisasi kelembagaan, kendala, tujuan dan aktivitas/program yang diperlukan dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Elemen tujuan yang menjadi faktor kunci yaitu terwujudnya pengelolaan pariwisata Puncak yang terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan; terlaksananya pengelolaan pariwisata di kawasan puncak yang efisien dan efektif dan terlaksananya penegakan hukum secara tegas dan jelas. Output yang dikehendaki dalam black box merupakan manifestasi dari elemen tujuan yang diinginkan sekaligus penyelesaian atau solusi atas kendala yang dihadapi. Berdasarkan faktor kunci elemen tujuan serta elemen kendala maka variabel outputnya adalah terwujudnya pengelolaan pariwisata yang terintegrasi. Variabel input yang dimasukan dalam sistem diperoleh dari elemen program dan elemen lembaga antara lain; peningkatan peran lembaga, ketersediaan anggaran, penyusunan regulasi, peningkatan kualitas SDM, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan peran serta masyarakat serta kerjasama lintas sektoral.

4 219 Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa hingga kita dapat memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, estetika dan ekologi. Output yang diharapkan dari aktivitas pariwisata pada dasarnya adalah pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan artinya tidak terjadinya degradasi sumberdaya alam dan lingkungan, ditandai dengan empat kondisi yaitu: (1) anggota masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pembangunan pariwisata; (2) pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri dan wisatawan; (3) kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi dan iklim mikro harus dimengerti dan didukung; (4) investasi pada bentuk bentuk transportasi alternatif (Yaman dan Mohd 2004). Status keberlanjutan pariwisata di Kawasan Puncak berdasarkan analisis Rap-tourism Multi Dimensional Scaling (MDS) menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 34,74 yang berarti status Kawasan Puncak untuk pengembangan pariwisata adalah tidak berkelanjutan. Status tidak berkelanjutan tersebut dicerminkan oleh nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi yaitu untuk dimensi hukum dan kelembagaan sebesar 31,86 dengan status tidak berkelanjutan, dimensi ekologi sebesar 31,38 dengan status tidak berkelanjutan, dimensi ekonomi sebesar 67,87 dengan status berkelanjutan, dimensi sosial budaya sebesar 32,43 dengan status tidak berkelanjutan dan dimensi sarana prasarana sebesar 27,73 dengan status tidak berkelanjutan. Untuk mencapai status berkelanjutan, maka kinerja pariwisata di Kawasan Puncak harus dibenahi dari berbagai dimensi dengan cara menentukan atribut-atribut yang paling sensitif untuk dijadikan variabel input dalam sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Variabel input diantaranya adalah kelembagaan, pertumbuhan penduduk, kesempatan kerja, kebijakan/regulasi, kapasitas jalan, cakupan pelayanan air bersih dan timbulan sampah. 9.2 Penyusunan Black Box (Kotak Gelap) Secara garis besar ada enam kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja sistem yang digambarkan dalam bentuk diagram input-output (Manetch dan Park,1977). Diagram input-output atau dikenal dengan sebutan diagram I-O tersebut meliputi: (1) variabel output yang dikehendaki, yang ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan; (2) variabel output yang tidak dikehendaki, (3) variabel input yang terkendali; (4) variabel input yang tak terkendali; (5) variabel input lingkungan; dan (6) variabel umpan balik sistem.

5 220 Sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak digambarkan dalam diagram input-output, yang terdiri dari input terkontrol, input tidak terkontrol, output dikehendaki dan output tidak dikehendaki. Melalui mekanisme pengelolaan pariwisata output yang tidak dikehendaki diubah menjadi input terkontrol yang masuk ke dalam sistem pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan. Input merupakan masukan yang diberikan pada sistem pengelolaan pariwisata untuk mempengaruhi kinerja sistem secara langsung maupun tidak langsung dalam mencapai tujuan. INPUT TAK TERKENDALI Perubahan Sosial-budaya Kebijakan Nasional dan Regional Dinamika perubahan ekonomi global INPUT TERKENDALI INPUT LINGKUNGAN Kondisi geografis, Kondisi iklim cuaca, Bencana alam, Peraturan pemerintah MODEL PENGELOLAAN PARIWISATA YANG BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN OUTPUT YANG DIKEHENDAKI Peningkatan Pendapatan masyarakat Peningkatan PAD Perluasan lapangan kerja Lalu lintas lancar Peningkatan kualitas lingkungan Peningkatan kamtibmas Berkurangnya jml bangli dan PKL Penanganan puncak yang terintegrasi Meningkatnya daya saing kawasan Pariwisata berkelanjutan Jumlah penduduk Jumlah kendaraan Jumlah akomodasi wisata Kapasitas jalan Laju pertumbuhan ekonomi Jml wisatawan Aktivitas penertiban Kelembagaan Anggaran Tarif wisata Kualitas SDM Kebijakan pemerintah daerah Kesempatan kerja Timbulan sampah Pelayanan air bersih Kerjasama lintas sektoral Peran serta masyarakat PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PARIWISATA DI KAWASAN PUNCAK OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Peningkatan jumlah sampah Penurunan jumlah investasi Penurunan kesehatan masyarakat Meningkatnya kriminalitas Kerusakan tata nilai budaya Meningkatnya tutupan lahan menurunnya daya dukung lingkungan Gambar 43. Diagram input-output (black box) pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak.

6 221 Input tidak terkendali pada sistem ini merupakan input yang sulit dikendalikan langsung sehingga tidak dimasukan atau diikutsertakan dalam sistem, perannya dianggap tidak terlalu mempengaruhi kinerja sistem, seperti halnya, perubahan sosial-budaya, dinamika perubahan informasi dan ekonomi global. Sedangkan input terkendali seperti halnya jumlah penduduk, wisatawan, kendaraan, akomodasi, jalan dan sebagainya merupakan input yang penting diatur dan dikendalikan karena sangat besar pengaruhnya pada kinerja sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem akan tetapi sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya, seperti halnya kondisi cuaca dan iklim serta kebijakan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur dan Peraturan Pemerintah 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam perancangan model diagram black box perlu ditentukan suatu parameter rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003), parameter rancangan sistem digunakan untuk menetapkan struktur sistem yang merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan. Peubah ini dapat dirubah selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan yang berubah-ubah. Parameter rancangan sistem dapat berupa lokasi fisik, ukuran fisik dari sistem dan komponen sistem. Sebagai contoh, dalam suatu sistem pabrik teh, yang dimaksud parameter perancangan sistem adalah sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dibuat oleh pihak manajemen sebagai acuan bagi pekerja dalam rangka mewujudkan tujuan dari sistem produksi (Tindao 2009). Namun untuk pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak karena belum dikelola dalam manajemen terpadu sehingga melibatkan banyak sektor dan lembaga dengan berbagai kewenangan, maka parameter rancangan sistem dimaksud berasal dari beberapa kebijakan yang terkait langsung dan sangat intensif mengatur pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak dari mulai kebijakan umum, tujuan sampai kepada program-program dan target kinerja. Pengukuran produktifitas atau pencapaian target dan sasaran merupakan cara terbaik dalam menilai kemampuan atau kinerja pengelolaan pariwisata di

7 222 Kawasan Puncak. Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output yang dikehendaki adalah peningkatan pendapatan PAD dan masyarakat, perluasan lapangan kerja, lalu lintas lancar, peningkatan kualitas lingkungan dan kamtibmas, berkurangnya PKL dan bangunan liar, penanganan Kawasan Puncak yang terintegrasi, peningkatan daya saing Kawasan Puncak serta mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Output yang tidak dikehendaki dari sistem ini merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan output yang dikehendaki dan sering merupakan kebalikan dari output yang dikehendaki. Output yang tidak dikehendaki dalam sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak adalah peningkatan jumlah sampah, tutupan lahan dan kriminalitas, menurunnya daya dukung lingkungan, kesehatan masyarakat dan jumlah investasi serta kerusakan tata nilai budaya. Manajemen pengawasan dan pengendalian merupakan umpan balik dalam jalannya sistem. Proses transformasi dari input menjadi output sering terdapat perbedaan harapan yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, diperlukan umpan balik agar hal-hal yang menimbulkan perbedaan harapan yang tidak sesuai dapat ditangani dan disesuaikan dengan harapan dan tujuan semula (Tindao,2009). Berdasarkan hasil identifikasi sistem dan sintesis analisis terhadap beberapa dimensi yang berpengaruh terhadap pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak, maka dapat digambarkan dalam diagram lingkar sebab-akibat dan kotak gelap. Diagram lingkar sebab-akibat dapat dilihat pada gambar 44. Pembangunan Daerah Kualitas Lingkungan - Pendapatan Daerah Tutupan Lahan Pendapatan Masyarakat Pengembangan Pariwisata Sarana Akomodasi Kenyaman Stabililtas Keamanan - - Kemacetan Lalin Kerawanan Sosbud Jumlah Kendaraan Perubahan Sosbud Jumlah Wisatawan Gambar 44. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) pengembangan pariwisata di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor.

8 223 Pengembangan pariwisata akan meningkatkan jumlah kunjungan wisata, yang kemudian diikuti dengan penambahan sarana akomodasi wisata seperti restoran, vila, hotel. Penambahan sarana dan prasarana tersebut akan membutuhkan lahan. Jika tidak dilakukan pengendalian pertumbuhan tutupan lahan yang baik maka akan mengakibatkan terlampauinya daya dukung lingkungan sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan. Selain itu, penambahan wisatawan akan diikuti dengan penambahan jumlah kendaraan dan fasilitas jalan yang pada akhirnya sering menimbulkan kemacetan sebagai akibat terlampuinya kapasitas jalan yang ada. Kondisi ini akan menurunkan kenyamanan wisatawan dalam berwisata yang pada akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap pengembangan pariwisata di kawasan puncak. Demikian pula dengan perubahan kondisi sosial budaya akan dipengaruhi oleh kehadiran wisatawan dengan segala budaya yang dimilikinya. Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik maka dihawatirkan terjadi konflik sosial atau kerawanan sosial budaya yang akan mengganggu stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Kondisi ini akan menurunkan kenyamanan dan pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap pengembangan pariwisata. Disisi lain pengembangan pariwisata berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada akhirnya akan berkontribusi positif terhadap peningkatan pendapatan daerah dan pembangunan daerah, termasuk pendanaan untuk memperbaiki kualitas lingkungan. 9.3 Model Dinamik Pengelolaan Pariwisata Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model didefinisikan sebagai suatu penggambaran dari suatu sistem yang telah dibatasi. Struktur model dinamik yang dikembangkan merupakan gambaran dari interaksi antara elemen-elemen dalam sistem. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model dan dapat memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata, untuk memudahkan proses perancangan model, maka dilakukan pembagian sistem secara keseluruhan menjadi beberapa sub sistem yaitu sub sistem: (1) Submodel Penduduk; (2) Submodel Transportasi dan Akomodasi; (3) Submodel Fisik Lingkungan dan (4). Submodel Hukum dan kelembagaan. Setiap struktur dari masing-masing sub sistem menunjukkan ketergantungan sebab akibat dari perilaku masing-masing sub sistem.

9 224 Penyusunan model dinamik pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak menggunakan asumsi : (1) Pertambahan penduduk dihitung berdasarkan kelahiran dan migrasi masuk serta kematian dan migrasi keluar per tahun (2) Jumlah wisatawan yang menginap/bermalam di Kawasan Puncak adalah sebesar 20% dari seluruh jumlah wisatawan. (3) Komitmen pemerintah diperhitungkan berdasarkan frekuensi penertiban bangunan tidak berizin, jumlah aparatur pelaksana penertiban dan frekuensi sosialisasi. (4) Kebijakan perangkutan dan aksesibilitas tidak mengalami perubahan. (5) Laju pertumbuhan ekonomi Kawasan Puncak menggunakan angka laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. (6) Laju pertumbuhan penduduk Kawasan Puncak menggunakan laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua. (7) Perkembangan ekonomi diwakili oleh kondisi retribusi dan pajak serta Laju Pertumbuhan Ekonomi. (8) Perkembangan lingkungan diwakili oleh kondisi timbulan sampah, pertambahan kendaraan, pertambahan CO 2, tutupan lahan dan daya dukung lingkungan di obyek wisata. (9) Perkembangan sosial budaya diwakili oleh kondisi penyediaan lapangan pekerjaan, pengangguran, penertiban bangunan, komitmen pemerintah, laju pertumbuhan penduduk. (10) Pengelolaan pariwisata di masa yang akan datang masih tetap seperti pengelolaan saat ini. (11) Tidak terjadi upaya secara besar-besaran dalam penertiban bangunan PKL dan bangunan tanpa izin lainnya. (12) Asumsi lain berkaitan dengan penyusunan model dinamik dicantumkan dalam lampiran Submodel Penduduk Penduduk merupakan salah satu aset pembangunan yang paling dominan yang dimiliki banyak negara berkembang pada umumnya. Berdasarkan hasil Registrasi dari Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, pada Tahun 2009 tercatat bahwa penduduk Kabupaten Bogor yaitu jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki berjumlah jiwa

10 225 dan perempuan jiwa dengan ratio jenis kelamin 106. Pertimbangan untuk memasukkan variabel penduduk disebabkan karena fenomena kecenderungan pertumbuhan penduduk yang selalu bertambah akan mempengaruhi terhadap pertambahan tutupan lahan karena pertambahan pemukiman, infrastruktur dan fasilitas perkotaan lainnya. Pertambahan penduduk yang berdasarkan deret ukur tersebut, menjadi dasar pertimbangan diberlakukannya berbagai macam kebijakan untuk mengendalikan atau mengurangi jumlah penduduk. Pertambahan penduduk dipengaruhi oleh kelahiran (natalitas) dan migrasi masuk sedangkan yang mengurangi jumlah penduduk adalah karena adanya kematian (mortalitas) dan migrasi keluar (emigrasi). Pertambahan penduduk merupakan selisih antara kelahiran ditambah migrasi masuk dikurangi kematian ditambah migrasi keluar. Hubungan antara laju pertumbuhan penduduk dengan jumlah penduduk membentuk loop positif (reinforcing) saling menguatkan artinya dengan semakin tingginya laju pertambahan penduduk maka akan meningkatkan jumlah penduduk. Sebaliknya, pengurangan jumlah penduduk membentuk loop negatif (balancing), artinya semakin tinggi laju pengurangan penduduk maka jumlah penduduk akan semakin menurun. Besarnya jumlah penduduk akan membawa implikasi tertentu, terutama terhadap persebaran dan densitas (kepadatan). Pada tahun 2009 kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk di atas jiwa/km 2 sebanyak 20 kecamatan, termasuk didalamnya adalah kecamatan Ciawi dan Megamendung di Kawasan Puncak. Kabupaten Bogor mempunyai struktur penduduk umur muda, hal ini akan membawa akibat semakin besarnya jumlah angkatan kerja. Perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk berumur 15 tahun lebih disebut dengan partisipasi angkatan kerja. Tahun 2008 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor secara total adalah 55,24%. Peningkatan TPAK tidak terlepas karena adanya peningkatan kinerja perekonomian daerah yang diperlihatkan dari peningkatan laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

11 226 - Migrasi Keluar - Kelahiran Penduduk Kematian Migrasi Masuk Gambar 45. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sub model penduduk. Komponen penduduk dalam model ini dianggap sebagai suatu level (akumulasi) yang bisa bertambah dan berkurang karena dinamika angka kelahiran dan kematian. Dinamika aliran yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya suatu level disebut flow atau rate. Pada model ini faktor kelahiran dan migrasi masuk (inmigration) adalah unsur rate penambah. Rate pengurang jumlah penduduk disebabkan oleh faktor kematian dan migrasi keluar (outmigration). Konstruksi sub model penduduk disajikan pada gambar 46. Gambar 46. Struktur Model Dinamik sub model penduduk Faktor penambah jumlah penduduk pada tiga kecamatan di Kawasan Puncak berasal dari laju migrasi masuk (inmigration) yaitu rata-rata sebesar 1,5% per tahun sementara itu, kelahiran alamiah (natalitas) menyumbang sekitar

12 227 2,5% per tahun. Faktor pengurang pertambahan penduduk berasal dari migrasi penduduk keluar sebesar 0,4% per tahun dan mortalitas sebesar 0,3% per tahun. Simulasi model dinamik pada sub model penduduk seperti gambar 38. berawal dari jumlah penduduk di wilayah studi sebesar jiwa pada tahun 2009 dengan tingkat natalitas sebesar 2,5% dan tingkat mortalitas sebesar 0,3% maka diperkirakan jumlah penduduk di tiga kecamatan pada tahun 2029 akan mencapai jiwa. Jumlah penduduk pada awalnya menunjukkan pertumbuhan akibat proses reinforcing oleh karena adanya positif feedback atau loop positive akan tetapi dengan semakin bertambahnya waktu, terjadi proses balancing oleh loop negative sehingga diperoleh keseimbangan. Faktor pembatas yang menahan pertambahan penduduk adalah karena keterbatasan lahan. Pertambahan jumlah penduduk mempunyai hubungan timbal balik negatif (negative feedback) dengan ketersediaan lahan artinya semakin tinggi jumlah penduduk maka kecenderungannya akan mengurangi ketersediaan lahan yang kosong atau memiliki hubungan positif (positive feedback) dengan peningkatan tutupan lahan terbangun. Namun demikian, karena keterbatasan ketersediaan lahan, sedangkan penduduk pertambahannya cukup cepat, maka pada suatu saat akan terjadi pertumbuhan yang melambat sampai pada suatu titik keseimbangan tertentu (stable equilibrium) dan selanjutnya mengalami penurunan. Fenomena model ini mengikuti pola dasar (archetype) limit to growth dalam sistem dinamik. Pada tahun 2009 terdapat jumlah penduduk sebanyak jiwa, dari jumlah penduduk tersebut, didapatkan penduduk yang tidak bekerja sebanyak jiwa. Berdasarkan asumsi jumlah penduduk tidak bekerja adalah 14% dari jumlah penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2029 penduduk yang tidak bekerja bertambah menjadi jiwa. Pola penambahan jumlah penduduk tidak bekerja mengikuti pola pertambahan penduduk dengan loop positif yang saling memperkuat. Namun perubahan angka pengangguran sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi daerah yang diindikasikan dengan perubahan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) berdasarkan kinerja sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB). Asumsinya dengan peningkatan LPE akan memicu peningkatan penyediaan lapangan pekerjaan yang dapat disediakan

13 228 untuk penduduk angkatan kerja. LPE disini berperan sebagai faktor koreksi untuk mengendalikan pertambahan jumlah pengangguran. Jika terjadi perkembangan ekonomi yang baik disertai pengendalian penduduk terutama dari kelahiran yang ketat, maka jumlah penduduk yang tidak bekerja akan berkurang atau sebagian besar penduduk mendapatkan pekerjaan sehingga kinerja pembangunan daerah akan semakin baik dan masyarakat semakin sejahtera. Perkembangan sektor pariwisata memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja atau penyediaan kesempatan kerja. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata diperoleh dari kegiatan akomodasi baik hotel/wisma/vila/resort, juga kegiatan hiburan dan restoran. Pada tahun 2009 kesempatan kerja pada sektor pariwisata di Kawasan Puncak dapat menyerap tenaga kerja, diperkirakan pada tahun 2029 akan tersedia kesempatan kerja di sektor pariwisata untuk tenaga kerja. Namun demikian, bila dibandingkan antara jumlah pengangguran dengan kesempatan kerja yang dapat disediakan dari aktivitas pariwisata, masih sangat kecil yaitu baru sekitar 3,6%. Tabel 81. Simulasi sub model penduduk

14 229 Gambar 47. Grafik hasil simulasi jumlah penduduk periode Submodel Transportasi dan Akomodasi Peningkatan jumlah penduduk dan wisatawan akan meningkatkan kebutuhan akan transportasi berupa kendaraan, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, demikian pula dengan peningkatan jumlah kendaraan akan membutuhkan penyediaan fasilitas jalan yang memadai. Pemeliharaan, peningkatan, pembangunan jalan baru maupun manajemen lalu lintas akan meningkatkan kapasitas jalan terhadap pengguna jalan khususnya kendaraan. Peningkatan jumlah kendaraan yang diikuti dengan penambahan ruas jalan baru akan membutuhkan lahan-lahan baru untuk membangun jalan-jalan alternatif. Demikian pula dengan penambahan obyek wisata dan akomodasi, baik berupa hotel, villa maupun wisma akan menambah kebutuhan lahan-lahan baru. Apabila tidak dilakukan pengendalian berdasarkan peruntukan ruang, maka dapat menjadi ancaman bagi penyediaan ruang terbuka hijau atau areal-areal yang harus dikonservasi. Jumlah Wisatawan Kendaraan Objek Wisata Akomodasi Kebutuhan Lahan Jalan Gambar 48. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sub model transportasi dan akomodasi.

15 230 Berdasarkan konstelasi regional, sistem jaringan jalan di Kawasan Puncak, yaitu mulai dari Kota Bogor sampai dengan Kota Cianjur melalui Ciawi, Cisarua dan Cipanas ditetapkan sebagai jaringan jalan kolektor primer. Volume lalu lintas akan meningkat dengan cepat pada waktu akhir minggu (week end), terutama pada hari jum at, sabtu dan minggu. Pergerakan lalu lintas di Kawasan Puncak sangat tinggi, sering terjadi kemacetan dalam bentuk antrian yang sangat panjang. Kondisi ini sangat merugikan bagi masyarakat yang akan melakukan pergerakan menerus tanpa harus melakukan maksud kegiatan pariwisata. Pengaturan lalu-lintas yang dilakukan aparat kepolisian dan DLLAJ adalah dalam bentuk pengaturan sistem pergerakan satu arah pada jam-jam tertentu dan sistem pengalihan arus lalu-lintas, terutama untuk kendaraan besar (seperti bus dan truk) untuk tidak melalui Kawasan Puncak melainkan melalui jalur Sukabumi. Gambar 49. Struktur model dinamik sub model transportasi dan akomodasi. Pada sub-model transportasi dan akomodasi, variabel yang ditentukan sebagai variabel level terdiri dari, jumlah kendaraan, jumlah akomodasi dan jumlah penduduk. Jumlah lalu lintas harian kendaraan di kawasan puncak berdasarkan data dari DLLAJ adalah kendaraan/hari dan jumlah kendaraan yang melintasi Kawasan Puncak yang dihitung dari pos pengamatan Ciawi pada saat week end diperoleh jumlah kendaraan adalah kendaraan. Berdasarkan data lalu lintas harian rata-rata dan hasil survey pada saat week end kemudian dikonversi dalam satu tahun, maka jumlah kendaraan yang melintas kurang lebih adalah kendaraan.

16 231 Berdasarkan hasil studi DLLAJ selama tiga tahun, diperoleh data penambahan jumlah kendaraan yang melintasi Kawasan Puncak yang dipantau dari pos pengamatan yang sama adalah 2,5%. Berdasarkan simulasi model dinamik, maka pada tahun 2029 penambahan kendaraan akan menjadi kendaraan per tahun. Pertambahan jumlah kendaraan ini akan dibatasi oleh pengaturan lalu lintas karena kondisi jalan yang pertambahannya sangat lambat/sedikit, sehingga pada suatu saat akan terjadi penurunan jumlah kendaraan yang melintasi Kawasan Puncak. Demikian pula dengan penambahan jumlah wisatawan akan meningkatkan jumlah akomodasi berupa penginapan dan sarana obyek wisata. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2009 luas total akomodasi yang tersedia saat ini adalah sekitar m 2. Diperkirakan pada saat tahun 2029 kebutuhan lahan untuk akomodasi berupa penginapan dan jalan menjadi m 2 Tabel 82. Simulasi sub model transportasi dan akomodasi

17 232 Gambar 50. Grafik hasil simulasi jumlah kendaraan dan luas akomodasi periode Submodel Fisik Lingkungan Jumlah penduduk yang semakin meningkat ditambah pula dengan kedatangan wisatawan yang berkunjung ke tempat-tempat obyek wisata dan bermalam di tempat-tempat akomodasi wisata seperti hotel, villa dan wisma, akan semakin memperbesar beban lingkungan di Kawasan Puncak. Penambahan jumlah penduduk dan wisatawan akan meningkatkan jumlah angkutan transportasi atau kendaraan. Peningkatan jumlah kendaraan akan menimbulkan kemacetan lalu lintas karena tidak memadainya antara kapasitas jalan dengan jumlah pengguna jalan. Peningkatan jumlah kendaraan akan menurunkan kualitas udara yang disebabkan emisi dari kendaraan bermotor dan kebisingan yang ditimbulkan dari suara kendaraan. Pencemaran udara tersebut selain menyebabkan menurunnya kualitas udara juga mengganggu kenyamanan dan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Dampak negatif akibat menurunnya kualitas udara cukup berat terhadap lingkungan terutama kesehatan manusia yaitu: menurunnya fungsi paru, peningkatan penyakit pernapasan, dampak karsinogen dan beberapa penyakit lainya. Selain itu pencemaran udara dapat menimbulkan bau, kerusakan materi, gangguan penglihatan, dan dapat menimbulkan hujan asam yang merusak lingkungan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, pada tahun 2010 jumlah penderita ISPA di Kecamatan Ciawi sebanyak orang, Kecamatan Cisarua sebanyak orang dan Kecamatan Megamendung sebanyak orang.

18 233 Penambahan jumlah penduduk dan peningkatan kunjungan wisatawan akan meningkatkan volume sampah yang dihasilkan. Keterbatasan sarana prasarana pengelolaan sampah baik dalam bentuk tempat pembuangan sementara (TPS), maupun tempat pembuangan akhir (TPA) serta keterbatasan armada angkutan dan petugas kebersihan (pesapon) akan semakin menurunkan kondisi sanitasi lingkungan yang pada akhirnya akan menurunkan kesehatan masyarakat. Kondisi kesehatan masyarakat setempat dan sanitasi lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan ke suatu destinasi. Informasi terjadinya wabah penyakit di suatu destinasi yang tersampaikan kepada wisatawan merupakan propaganda buruk bagi tempat destinasi tersebut. Penambahan jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi selain menimbulkan peningkatan penggunaan jalan dan kemacetan juga dapat menimbulkan kesesakan atau kepadatan wisatawan di suatu tempat obyek wisata. Peningkatan kunjungan wisatawan yang tidak mempertimbangkan daya dukung fisik, faktor pembatas dan kapasitas manajemen dapat melampaui kapasitas daya dukung efektifnya, sehingga kondisi berwisata di lokasi tersebut menjadi sesak (overcrowded) dan tidak nyaman. Kendaraan - Pengunjung / Wisatawan Kenyamanan Wisata Kemacetan Lalin - Daya Dukung OTW - Kepadatan - Sampah Sanitasi Lingkungan - - Kesehatan Masyarakat Kualitas Udara Gambar 51. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) lingkungan sub model fisik

19 234 Gambar 52. Struktur Model Dinamik sub model fisik dan lingkungan Simulasi model dinamik pada sub model fisik dan lingkungan seperti gambar 52, menjelaskan bahwa penambahan wisatawan ke Kawasan Puncak akan memberikan dampak negatif dan positif bagi daerah. Dampak positifnya adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak dan retribusi yang dibayarkan para pelaku wisata. Pada tahun 2009, jumlah wisatawan di Kawasan Puncak terdapat sebanyak orang yang memberikan kontribusi terhadap PAD sebanyak Rp Perolehan PAD akan meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan, namun peningkatan jumlah wisatawan juga memiliki konsekuensi terhadap penurunan kualitas udara dan penambahan sampah. Pada tahun 2029 diperkirakan sampah di kawasan Puncak yang berasal dari penduduk maupun wisatawan terdapat sebanyak ,21 kg atau sekitar ton/thn. Penambahan jumah sampah ini membutuhkan peningkatan kapasitas layanan dan penanganan persampahan dari pemerintah. Tabel 83. Simulasi sub model fisik lingkungan

20 235 Gambar 53. Grafik hasil simulasi jumlah wisatawan, dan jumlah sampah periode Submodel Hukum dan Kelembagaan Industri pariwisata merupakan industri yang mengutamakan menjual citra lingkungan dan pelayanan. Untuk menciptakan lingkungan dan pelayanan yang baik di suatu destinasi akan sangat tergantung pada kualitas kelembagaan dan penegakan hukum. Aparatur dengan komitmen dan integritas yang tinggi akan ditunjukkan dengan sikap patuh dan taat terhadap regulasi yang telah ditetapkan. Penerapan perizinan yang sesuai aturan hukum disertai dengan pengawasan dan pengendalian yang terus menerus akan meningkatkan kualitas pengendalian tata ruang dan mengurangi jumlah bangunan yang tidak berizin atau bangunan berizin tetapi menyimpang dari ketentuan ruang yang ada. Kondisi ruang di Kawasan Puncak yang terkendali akan berkontribusi terhadap perbaikan kualitas lingkungan yang pada akhirnya akan menjadi faktor utama yang menjadi daya tarik wisata. Integritas dan komitmen aparatur akan tergantung dari kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang merupakan faktor penting untuk mengatasi beberapa permasalahan dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak, seperti halnya persoalan koordinasi antar lembaga atau antar stakeholder. Apabila koordinasi stakeholder berjalan dengan baik, maka akan mengatasi persoalan tumpang tindih kewenangan, karena dari awal penentuan tugas pokok dan fungsi kelembagaan sudah dibicarakan secara bersama. Peningkatan SDM baik aparatur pemerintah maupun pelaku pengelola wisata berkontribusi terhadap perbaikan pelayanan di bidang pariwisata. Perbaikan pelayanan kepariwisataan akan memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan daya tarik wisata di Kawasan Puncak.

21 236 Penerapan Sanksi Pengendalian Tata Ruang - Penerapan Regulasi Bangunan Berizin Kualitas Lingkungan Tumpang Tindih Kewenangan Pemberian Izin Daya Tarik WIsata - Koordinasi Stakeholders Komitmen Aparatur SDM Pelayanan Gambar 54. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) sub model hukum dan kelembagaan Gambar.55 Struktur model dinamik sub model hukum dan kelembagaan. Dinamika perubahan jumlah wisatawan ke Kawasan Puncak akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Pertambahan jumlah wisatawan akan menarik masyarakat baik masyarakat lokal atau pendatang untuk berdagang menyediakan berbagai komoditi untuk dijual kepada para wisatawan. Selain itu perkembangan jumlah wisatawan dapat memicu terjadinya bangunan tanpa izin, walaupun peningkatannya tidak terlalu drastis. Pada awal tahun simulasi jumlah bangunan tidak berizin terdapat sebanyak bangunan diperkirakan akan meningkat menjadi 1.912

22 237 bangunan pada tahun Peningkatan ini selain disebabkan karena perilaku menyimpang masyarakat juga karena kurangnya jumlah aparatur pengawas lapangan yang bertugas menegur dan menertibkan bangunan tidak berizin tersebut. Tabel 84. Simulasi sub model hukum dan kelembagaan Gambar 56. Grafik hasil simulasi bangunan tidak berijin periode Pada gambar 57, ditampilkan suatu tiruan perilaku sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak secara keseluruhan yang merupakan hubungan antara sub model kependudukan, sub model fisik lingkungan, sub model transportasi dan akomodasi serta sub model hukum dan kelembagaan.

23 238 Gambar 57. Model pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. 9.4 Validasi Model Validasi merupakan tahap terakhir dalam pengembangan model untuk memeriksa model yang dirancang apakah keluaran model sesuai dengan sistem nyata. Rancangan model harus memenuhi syarat kecukupan struktur model. Karena itu, perlu dilakukan uji validasi terhadap perilaku yang dihasilkan oleh struktur model tersebut. Validasi perilaku dilakukan dengan membandingkan antara perilaku yang dihasilkan oleh model dengan perilaku sistem nyata. Validasi model dapat dilakukan melalui dua pengujian, yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran. Uji ini dilakukan untuk mengetahui struktur model dengan konsep teori empirik. Uji validasi struktur bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Uji ini dibedakan atas dua jenis yaitu validasi konstruksi dan kestabilan struktur. Validasi konstruksi adalah keyakinan

24 239 terhadap konstruksi model diterima secara akademis, sedangkan kestabilan struktur adalah keberlakuan atau kekuatan (robustness) struktur dalam dimensi waktu (Muhammadi et al. 2001). Uji validasi kinerja/output model lebih menekankan pemeriksaan kebenaran yang taat data empiris. Uji ini merupakan aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan, sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya adalah dengan membandingkan kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku kinerja model sesuai dengan data empiris (Muhammadi et al 2001). Model yang baik adalah model yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical). Uji validitas kinerja ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara memvalidasi output model, yaitu dengan membandingkan output model dengan data empirik. Penyimpangan terhadap output model dan dengan data empirik dapat diketahui dengan uji statistik yaitu menguji penyimpangan: (1) Absolute mean error (AME) yaitu penyimpangan (selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai aktual; (2) Absolute variation error (AVE) yaitu penyimpangan nilai variasi (variance) simuasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima atau ditolelir adalah antara 5-10% (Muhammadi et al 2001) Uji Validasi Struktur dan kinerja Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran. Uji ini dilakukan untuk mengetahui struktur model dengan konsep teori empirik dan bertujuan untuk memperoleh keyakinan sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Uji validasi kinerja dalam penelitian ini menggunakan uji AME dengan menggunakan data aktual perkembangan jumlah penduduk periode tahun Adapun jumlah penduduk aktual dan hasil simulasi di Kawasan Puncak seperti pada tabel 81.

25 240 Tabel 85. Data Validasi Model Berdasarkan Perkembangan Jumlah Penduduk TAHUN PENDUDUK AKTUAL PENDUDUK SIMULASI AME PENDUDUK 0,025 AVE PENDUDUK 0,089 Hasil uji validasi berdasarkan jumlah penduduk menunjukkan bahwa, AME menyimpang 2,5% dan AVE 8,9% untuk penduduk simulasi dari data aktual. Batas penyimpangan variabel tersebut pada parameter AME dan AVE adalah <10%, yang menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi secara aktual di lapangan atau dapat disimpulkan bahwa model tersebut memiliki kinerja yang baik dan dapat diterima secara ilmiah. Secara visual kecenderungan model dengan dunia nyata atau fakta di lapangan dapat ditampilkan dalam bentuk grafis seperti tertera pada gambar 58. Gambar 58. Grafik perbandingan penduduk aktual dan penduduk hasil simulasi. Demikian juga perilaku yang dihasilkan oleh model lainnya memiliki pola yang sama dengan perilaku sistem nyata maka model dapat dikatakan telah dapat digunakan. Berikut masing-masing sub model yang menjelaskan grafik

26 241 perbandingan perilaku berdasarkan hasil simulasi dan kondisi aktual pada masing-masing variabel. Tabel 86. Data validasi model berdasarkan perubahan jumlah kendaraan TAHUN JML KENDARAAN AKTUAL JML KENDARAAN SIMULASI AME KENDARAAN 0,001 AVE KENDARAAN 0,064 Hasil uji validasi menunjukkan bahwa, AME menyimpang 0,1% dan AVE 6,4%. Batas penyimpangan variabel tersebut pada parameter AME dan AVE adalah <10%, yang menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi secara aktual di lapangan, seperti tertera secara visual pada gambar 59. Gambar 59. Grafik perbandingan jumlah kendaraan aktual dan jumlah kendaraan hasil simulasi. 9.5 Simulasi Skenario Model Pengelolaan Pariwisata di Kawasan Puncak Analisis kebijakan merupakan pekerjaan intelektual yang memilah dan mengelompokkan upaya atau tindakan untuk memperoleh pengetahuan tentang cara-cara yang strategis dalam mempengaruhi sistem, untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau dengan kata lain adalah sebagai pengetahuan tentang cara

27 242 mempengaruhi sistem. Pengetahuan dengan menggunakan metode sistem dinamis digunakan untuk menangani sistem yang rumit, berubah dan non linier. Analisis kebijakan juga dimaksudkan untuk memahami pola kebijakan ataupun perubahan faktor eksternal yang menjadi masukan sistem. Melalui analisis kebijakan ini akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan-perubahan parameter atau kebijakan terhadap perkembangan variabel-variabel yang dikaji. Salah satu aspek penting dalam proses analisis kebijakan dengan metode sistem dinamis adalah simulasi model. Simulasi model adalah tiruan perilaku sistem nyata. Menirukan perilaku sistem nyata maka, proses analisis akan lebih cepat, bersifat menyeluruh, hemat dan dapat dipertanggungjawabkan (Muhammadi et al. 2001). Melalui analisis kebijakan ini akan dilihat bagaimana pengaruh perubahan-perubahan parameter atau kebijakan terhadap perkembangan variabel-variabel yang dikaji. Selanjutnya dilakukan uji sensitivitas model dengan membuat skenario-skenario model untuk menentukan agenda kebijakan kedepan. Model yang telah dibentuk dan sah setelah divalidasi, kemudian disimulasikan dimana tahun 2009 merupakan titik awal simulasi (t = 0). Simulasi ini memungkinkan kita untuk melihat situasi pada tahun yang diinginkan, untuk memudahkan menentukan bentuk perencanaan yang akan ditetapkan. Hasil simulasi tersebut digunakan dalam membuat peringkat skenario yang mencerminkan urutan skenario yang yang akan dipilih sebagai kebijakan lebih lanjut. Skenario bertujuan untuk memprediksi kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Skenario kebijakan diterapkan mulai tahun 2009 dan dalam penelitian ini simulasi ditetapkan sampai tahun Untuk melihat perilaku model, dibuat beberapa skenario model dicobakan untuk sistem pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Skenario dikembangkan dengan melakukan simulasi intervensi terhadap variabel penduduk, transportasi dan akomodasi, fisik Lingkungan serta hukum dan kelembagaan. Beberapa skenario kebijakan yang dicoba dalam simulasi ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengelola pariwisata di Kawasan Puncak agar memiliki daya saing dan berkelanjutan. Dalam memilih skenario kebijakan didasarkan pada parameter rancangan sistem dalam black box yang digunakan untuk menetapkan struktur sistem yang

28 243 merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan. Output yang diinginkan dari sistem Pengelolaan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan adalah (1). Peningkatan Pendapatan masyarakat, (2). Peningkatan PAD, (3). Perluasan lapangan kerja, (4). Lalu lintas lancar, (5). Peningkatan kualitas lingkungan, (6).Peningkatan kamtibmas, (7). Berkurangnya jumlah bangunan liar dan PKL, (8). Penanganan puncak yang terintegrasi, (9). Meningkatnya daya saing kawasan dan (10). Mewujudkan Pariwisata berkelanjutan. Skenario yang dipilih untuk mencapai output yang dikehendaki tersebut adalah dengan merancang tiga buah skenario: (1) skenario tanpa intervensi (TI), yaitu jika pemerintah tidak melakukan apa-apa; (2) skenario RP (rencana pemerintah), yaitu kebijakan yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah berupa; pengendalian penduduk, peningkatan ekonomi wilayah, membuka akses jalan baru serta pengendalian bangunan tidak berizin; serta (3) skenario Alt (Alternatif), yaitu skenario yang diusulkan berupa kebijakan pengendalian penduduk, pembatasan jumlah kendaraan, peningkatan perekonomian kawasan, pengendalian bangunan tidak berizin, serta pembiayaan lingkungan, (Skenario RP dan Alt disusun untuk memenuhi output seperti yang tertera pada black box). Tabel 87. Hubungan antara Output dalam Black Box dan Pemilihan Skenario NO OUTPUT YANG DIKEHENDAKI SKENARIO RP SKENARIO ALT Peningkatan Pendapatan masyarakat Peningkatan PAD Perluasan lapangan kerja - Meningkatkan ekonomi wilayah (Pajak dan retribusi, LPE) - Meningkatkan ekonomi wilayah (Pajak dan retribusi, LPE) 4. Lalu lintas lancar Membuka akses jalan baru - Membatasi jumlah kendaraan Peningkatan kualitas lingkungan Peningkatan kamtibmas Berkurangnya jml bangli dan PKL - Pengendalian penduduk - penertiban bangunan liar penertiban liar penertiban liar bangunan bangunan - Pengendalian penduduk - penertiban bangunan liar - internalisasi biaya lingkungan penertiban bangunan liar penertiban bangunan liar Meningkatnya daya saing kawasan Mewujudkan Pariwisata berkelanjutan Seluruh kebijakan Seluruh kebijakan Seluruh kebijakan Seluruh kebijakan

29 Skenario Tanpa Intervensi (TI) Pada model ini tidak dilakukan intervensi apapun, perkembangan pengelolaan pariwisata dibiarkan seperti kondisi awal (tahun 2009). Keadaan ini menunjukkan ketidakaktifan pemerintah dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak. Pada kondisi ini diasumsikan tidak ada program pengendalian penduduk, tidak ada pembatasan kendaraan yang masuk/melintasi Kawasan Puncak, pertumbuhan ekonomi berjalan konstan, tidak dilakukan pengendalian pertumbuhan bangunan akomodasi wisata, tidak ada upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan serta tidak ada upaya untuk penertiban bangunan tidak berizin (bangunan liar) Skenario Rencana Pemerintah (RP): Kebijakan Pengendalian penduduk, Meningkatkan perekonomian wilayah, pembangunan jalan alternatif serta meningkatkan frekuensi penertiban bangunan liar. Skenario RP (rencana pemerintah) adalah simulasi kebijakan yang telah maupun akan direncanakan oleh pemerintah. Intervensi yang dilakukan pemerintah adalah dengan (1) Mengendalikan pertambahan penduduk dengan menekan angka kelahiran (natalitas) menjadi 2% per tahun; (2) Pemerintah menyusun kalkulasi pertumbuhan ekonomi ditingkatkan melalui berbagai program sehingga LPE meningkat sebesar 5,13%; (3) Seiring dengan pertumbuhan LPE maka pemerintah memandang perlu menaikan penerimaan pajak dan retribusi dari sektor pariwisata, sehingga berdampak pada peningkatan pengeluaran wisatawan; (4) Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas diusulkan membuka akses jalan baru; (5) penegakan hukum dan penertiban bangunan liar, dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui program nobat (nongol babat) dengan frekuensi penertiban satu kali dalam setahun. Salah satu kebijakan yang diharapkan menjadi solusi dari kondisi kemacetan lalu lintas adalah dengan membuka akses jalan baru. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan yang akan melewati jalur utama jalan raya puncak yang berasal dari jalan Tol Jagorawi dan jalan raya Sukabumi. Potensi jalan alternatif yang diusulkan dibagi dalam 2 wilayah yaitu jalan alternatif utara dan jalur alternatif selatan. Alternatif akses jalan yang diharapkan dapat mengatasi kemacetan lalu lintas pada jalur Puncak antara lain melalui (FPS 2009):

30 Ruas jalan Jalur Utara: a. Jalur Cilember Batulayang Tugu Selatan. Jalur Cilember-Batulayang-Tugu Selatan merupakan jalur yang saat ini sudah dimanfaatkan oleh pengguna jalan untuk menghindari kemacetan di sekitar tanjakan Leuwimalang, Pasar Cisarua dan jalur masuk ke Taman Safari. Kondisi jalan ini umumnya merupakan perkerasan aspal kecuali sekitar persimpangan Ciburial yang memiliki perkerasan batu sepanjang 50 meter dengan lebar 3 meter. Di lokasi Ciburial ini pun hampir sepanjang 500 meter kondisi sekitar jalan (samping kiri dan kanan) merupakan tembok rumah penduduk sehingga kemungkinan lebih sulit untuk memperlebar jalan juga terdapat beberapa tanjakan dalam jalur jalan tersebut. Total panjang ruas jalan ini sampai dengan keluar ke Jalan Raya Puncak di sekitar Restoran Hegar (sebelum Green Garden) yaitu 8 km. b. Jalur Bukit Sentul Cijayanti Megamendung Cilember Batulayang TuguSelatan PTP Gunung Mas. Jalur ini menggunakan ruas tol Jagorawi melalui pintu keluar Sentul Selatan, maka titik-titik rawan kemacetan seperti di Ciawi, Gadog dan Cibogo, Pasar Cisarua sampai dengan Taman Safari tidak dilalui sebagaimana lintasan saat ini. Untuk jalur utara ini jalan yang sudah ada masih memerlukan peningkatan terutama ruas jalan Cijayanti menuju Megamendung, Megamendung Cilember dan Tugu Selatan PTP Gunung Mas. Peningkatan jalan ini dapat dilakukan melalui peningkatan perkerasan dan pelebaran jalan dan pembangunan jembatan. Jalur Sentul ini akan bertemu dengan ruas jalan Cilember tepatnya di sekitar Jalan Pesantren dan mengikuti alternatif jalur pertama. Namun untuk menghubungkan ke jalur Jalan Raya Puncak tidak keluar di Restoran Hegar tetapi di Sekitar Pabrik Teh Ciliwung Desa Tugu Selatan (kurang lebih 500 meter sebelum ex Kantor Diparda) dan masuk mengikuti jalur kebun teh dan keluar di sekitar Mesjid Attaawun. Kondisi jalur Sentul sampai dengan Cijayanti sebagian berupa perkerasan batu sedangkan antara Cijayanti dengan Cipayung (dekat Komplek Pertamina) berupa perkerasan batu dan tanah. Dari Cipayung ke Megamendung (Pusdikintel) berupa perkerasan aspal dengan lebar jalan 3 meter. Dari komplek Pertamina ke Ujung Jalan (Curug) sepanjang 7,2 km terdapat perkerasan jalan batu sepanjang sekitar 150 meter menjelang akhir ruas jalan. Dari Ujung jalan

31 246 tersebut untuk menembus ke jalan Pesantren terdapat jalan batu dengan lebar 2 meter dan melewati sungai. Saat ini jalan tersebut tidak dapat dilalui dengan kendaraan mobil sepanjang 2 km. Kondisi jalur Megamendung Jalan Pesantren ini disamping terjal juga jalanya kecil. Untuk menghubungkan jalur Tugu Selatan (Ciburial) ke lokasi pabrik Teh Ciliwung melalui komplek villa dan sekitar 500 meter dihubungkan dengan jalan setapak dan melalui sungai (belum ada jembatan). Lebar jalan dalam komlpeks ini rata-rata 3 meter dan sekitarnya berupa tanaman tahunan. 2. Ruas jalan Jalur Selatan: Jalur selatan terbagi menjadi 3 jalur utama: a. Jalur Gadog (BPLP) simpang Restoran Ibu Cirebon (Jalan raya puncak) sepanjang 16,5 km b. Jalur Restoran Ibu Cirebon simpang Paragajen (Cibeureum/Taman Safari) sepanjang 3,6 km (Jalan Raya Puncak dan Jalan Raya Taman Safari) c. Jalur Simpang Paragajen PTP Gunung Mas sepanjang 5 km Beberapa gambar alternatif akses jalan adalah sebagai berikut. Salah satu jalan masuk menuju Desa Cipayung yang dapat menghubungkan Wilayah Cijayanti Bukit Sentul atau Desa Gunung Geulis dengan kondisi perkerasan batu dan tanah. Bagian jalan dari arah akhir ruas jalan Megaindah atau Pusdikintel yang dapat menghubungkan/menuju Jalan Pesantren Cilember dengan kondisi sebagian jalan batu dan terdapat jembatan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat. Kondisi jalan menuju Komplek Villa di Tugu Selatan, melalui Jembatan Sungai Citamiang. Gambar 60. Ruas Jalan alternatif wisata di Kawasan Puncak

32 Skenario Alternatif (Alt): Kebijakan Pengendalian penduduk, Membatasi jumlah kendaraan, Meningkatkan perekonomian wilayah, meningkatkan frekuensi penertiban bangunan tidak berizin, serta internalisasi biaya lingkungan. Skenario AIt adalah skenario alternatif berupa modifikasi skenario RP dengan beberapa penambahan kebijakan secara komprehensif/holistik dari berbagai dimensi baik dari dimensi sosial, ekonomi, hukum dan kelembagaan serta lingkungan. Intervensi yang dilakukan adalah: (1) Mengendalikan pertambahan penduduk dengan menekan angka kelahiran (natalitas) menjadi 2% per tahun, angka kematian dianggap tetap dan migrasi keluar dianggap tetap; (2) Pemerintah menyusun kalkulasi pertumbuhan ekonomi ditingkatkan melalui berbagai program sehingga LPE meningkat sebesar 5,13%; (3) Seiring dengan pertumbuhan LPE dan dalam rangka pengendalian pembangunan maka pemerintah memandang perlu menaikan pajak dan retribusi ; (4) Peningkatan pajak dan retribusi tersebut dialokasikan sebesar 3% untuk membiayai perbaikan lingkungan; (5) penertiban PKL dan bangunan liar dengan frekuensi penertiban di Kawasan Puncak sebesar 2 kali/tahun; (6) Konsekuensinya perlu menambah jumlah aparatur dan sarana/prasarana; (7) Sebagai upaya menanggulangi kemacetan maka pemerintah menerapkan regulasi pembatasan jumlah dan jenis kendaraan yang masuk/melintas pada setiap week end dan hari libur ke Kawasan Puncak. 9.6 Perbandingan Antara Ketiga Skenario Ketiga skenario tersebut selanjutnya dibandingkan untuk mengetahui skenario mana yang dapat memberikan kinerja terbaik. Perbandingan antara ketiga skenario pada tahun awal simulasi (tahun 2009) dan tahun akhir simulasi (2029) dapat dilihat selengkapnya pada tabel 88 berikut.

33 248 Tabel 88. Perbandingan berdasarkan skenario TI, RP dan Alt pada tahun 2009 dan 2029 Indikator Tahun 2009 Jumlah penduduk (jiwa) Jumlah wisatawan (jiwa) Jumlah kendaraan (unit) Kebutuhan jalan (km) Volume sampah (lt/th) Kebutuhan akomodasi wisata (m 2 ) Tutupan lahan (m 2 ) Perolehan pajak dan retribusi (Rp) Daya dukung wisata (jiwa) Biaya lingkungan ( Rp) Skenario tahun 2029 TI RP Alt Keterangan : TI = Tanpa Intervensi, RP = Rencana Pemerintah, Alt = Alternatif

34 249 Gambar 61. Perbandingan hasil simulasi pada ketiga skenario untuk Jml Penduduk, Jml wisatawan, Jml kendaraan, Kapasitas ECC, Biaya Lingkungan, Luas Akomodasi, Luas Tutupan Lahan, dan jml sampah. Jumlah penduduk pada saat awal simulasi adalah jiwa, apabila tidak dilakukan intervensi pengendalian penduduk, maka penduduk di kawasan puncak akan mencapai jiwa pada tahun Sejalan dengan pertambahan penduduk maka jumlah penduduk yang tidak bekerja (menganggur) meningkat menjadi jiwa pada tahun 2029 dari jiwa pada tahun Pertambahan penduduk pada skenario RP dan Alt dikendalikan dengan menekan angka kelahiran sampai 2%. Angka pertambahan penduduk pada skenario RP dan Alt lebih rendah dari skenario TI. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2029 sebesar jiwa, terjadi peningkatan 42,87% dari kondisi tahun Peningkatan jumlah penduduk dan wisatawan akan meningkatkan jumlah kendaraan. Jumlah kendaraan eksisting yang melintas di Kawasan Puncak pada tahun 2009 terdapat sebanyak setahun. Jumlah penduduk yang tinggal di Kawasan Puncak lebih sedikit dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke OTW di Kawasan Puncak. Jumlah wisatawan mencapai jiwa sedangkan penduduk Kawasan Puncak hanya mencapai jiwa atau hanya 23,9%. Dengan demikian walaupun telah dilakukan pengendalian jumlah penduduk melalui intervensi pada skenario RP dan Alt namun jumlah kendaraan yang melintas ke Kawasan Puncak, terus mengalami peningkatan. Jumlah lalu lintas harian kendaraan di kawasan puncak berdasarkan data dari DLLAJ adalah kendaraan/hari dan pada hari minggu mencapai kendaraan.

35 250 Jika tidak dilakukan intervensi apapun (TI) untuk mengurangi jumlah kendaraan yang ada, maka pada tahun 2029 jumlah kendaraan yang akan melintasi atau memasuki Kawasan Puncak akan mencapai kendaraan per tahun. Setelah dilakukan intervensi dalam skenario RP maka jumlah kendaraan berkurang menjadi kendaraan. Selanjutnya pada skenario Alt dibuat suatu kebijakan yang prinsipnya tidak terlalu mengurangi jumlah wisatawan sebagai sumber perekonomian daerah tetapi mengurangi atau membatasi kendaraan yang masuk/melintas ke jalur Puncak karena kondisi saat ini mengalami keterbatasan kapasitas jalan. Setelah intervensi program dalam skenario Alt, maka jumlah kendaraan pada tahun 2029 adalah kendaraan atau lebih rendah dari skenario TI dan RP. Konsekuensi penambahan jumlah kendaraan akan berakibat terhadap kebutuhan sarana infrastruktur jalan. Jika tidak dilakukan intervensi program (TI) maka pada akhir tahun simulasi diperkirakan kebutuhan infrastruktur jalan mencapai ,17 m 2 atau jika dikonversikan ke satuan panjang setelah dibagi luas jalan rata-rata sekitar 5 m, maka panjang jalan yang diperlukan adalah sekitar 105,7 km. Demikian pula setelah dilakukan skenario RP dengan membuat jalan alternatif, walaupun mungkin dapat mengurangi kemacetan lalu lintas, namun jumlah kendaraan masih mengalami peningkatan sehingga diperlukan penambahan jalan seluas m 2 atau sepanjang 131,2 km. Selanjutnya jika disimulasikan program pembatasan kendaraan pada skenario Alt, sehingga jumlah kendaraan berkurang, maka panjang jalan yang dibutuhkan adalah sekitar 99,5 km atau seluas ,07 m 2. Ditinjau dari segi efisiensi anggaran dan kelestarian lingkungan terhadap tutupan lahan, maka skenario Alt lebih baik dari skenario RP dan TI. Berdasarkan standar analisa belanja pemerintah Kabupaten Bogor, biaya pembuatan 1 m2 jalan hotmiks adalah Rp Berdasarkan hal tersebut, maka dengan menggunakan skenario Alt anggaran belanja pemerintah dapat dihemat antara 7 milyar sampai dengan 15 milyar rupiah setiap tahunnya. Sejalan dengan dinamika perubahan jumlah kendaraan yang memasuki Kawasan Puncak, maka akan berpengaruh terhadap sumbangan CO 2 ke udara dari kendaraan. Berdasarkan hasil pengujian terhadap kendaraan bermotor jenis niaga (Buchari 2010), sebuah kendaraan mengeluarkan emisi CO 2 sebesar 134 gr/km/kendaraan. Jumlah CO 2 yang dilepaskan ke udara pada tahun 2009 yang

36 251 berasal dari kendaraan yang melintasi puncak adalah gr. Apabila tidak dilakukan upaya-upaya pengurangan emisi, maka pada tahun 2029 penambahan jumlah emisi CO 2 dari kendaraan yang dilepaskan ke udara di Kawasan Puncak akan mencapai gr. Peningkatan wisatawan ke kawasan Puncak akan mendorong para pengusaha untuk menambah pembangunan akomodasi baik berupa hotel, vila, resort, maupun wisma. Selanjutnya berdasarkan hasil survey terhadap responden diperoleh data bahwa tidak semua wisatawan menginap di Kawasan Puncak, kurang lebih sekitar 20% dari jumlah wisatawan yang menginap di Kawasan Puncak. Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, luas obyek wisata yang ada saat ini yaitu seluas m 2, setelah diakumulasikan dengan data luas tutupan jalan, akomodasi dan penduduk, maka total luas tutupan lahan pada tahun 2009 adalah m 2. Tanpa intervensi pembatasan wisatawan dan penduduk, pengaturan ruang dan perizinan maka jumlah tutupan lahan akan terus bertambah, sehingga pada tahun 2029 luas tutupan lahan yang diperlukan mencapai m 2 atau sekitar 7,4% dari luas Kawasan Puncak ( m 2 ). Jumlah tutupan lahan yang dibutuhkan akibat perkembangan akomodasi dan infrastruktur jalan pada skenario RP dan Alt lebih sedikit jika dibandingkan skenario TI yaitu ,8 m 2 dan m 2. Pengurangan tutupan lahan ini salah satunya sebagai dampak kebijakan penertiban bangunan liar yang dilaksanakan secara intensif. Selanjutnya penambahan jumlah wisatawan akan dibatasi oleh daya dukung lokasi obyek wisata. Pada tahun 2009, kondisi obyek wisata yang ada di Kawasan Puncak dapat menampung wisatawan. Seiring dengan pertambahan waktu, kemampuan daya dukung obyek wisata untuk menampung jumlah wisatawan akan semakin berkurang/menurun. Pada tahun 2029 jumlah wisatawan yang dapat ditampung berkurang menjadi wisatawan pada skenario TI dan wisatawan pada skenario RP serta wisatawan pada skenario Alt. Penurunan daya dukung objek tempat wisata dalam menampung kunjungan wisatawan dapat disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang buruk, kondisi obyek wisata yang tidak terpelihara serta kapasitas manajemen atau pelayanan yang menurun. Pertambahan penduduk dan wisatawan akan mengakibatkan peningkatan timbulan sampah. Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan

37 252 Kebersihan (2009), sampah yang dihasilkan per orang di wilayah Kabupaten Bogor adalah sebesar 2,5 ltr. Selain penduduk setempat, sampah pun dihasilkan dari aktivitas wisatawan. Asumsinya jika penduduk menghasilkan sampah sebanyak 2,5 ltr/hari, maka jika wisatawan berada di kawasan wisata dari pukul 9 sampai dengan pukul (10 jam), maka sampah yang dihasilkan wisatawan adalah 10/24 x 2.5 liter atau sekitar 0,9 liter/org/hari. Berdasarkan data jumlah penduduk dan wisatawan di Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung akan diperoleh jumlah sampah sebanyak lt pada tahun Apabila pemerintah tidak melakukan intervensi apapun dalam pengendalian penduduk dan wisatawan maka pada tahun 2029 sampah yang berasal dari penduduk dan wisatawan mencapai lt. Jumlah timbulan sampah akan berkurang pada saat dilakukan pengendalian jumlah penduduk dan wisatawan pada skenario RP dan Alt yaitu masing-masing jumlah sampah pada tahun akhir simulasi menjadi lt dan lt. Pertambahan jumlah wisatawan di Kawasan Puncak dapat memicu pertumbuhan pedagang kaki lima (PKL) dan vila atau bangunan akomodasi lainnya yang tidak berizin. Hal ini kerapkali menimbulkan kemacetan lalu lintas dan suasana kumuh menutupi keindahan pemandangan di Kawasan Puncak. Pertambahan atau pengurangan PKL dan bangunan tidak berizin salah satunya dipengaruhi seberapa intensif aktivitas sosialisasi, penertiban dan intensitas pengawasan bangunan yang dilakukan pemerintah. Pada kondisi skenario tanpa intervensi, bangunan PKL dan bangunan tidak berizin akan meningkat sekitar 3,98% menjadi bangunan pada tahun Pada skenario RP, komitmen aparatur pemerintah dalam rangka penegakan hukum dilaksanakan melalui pengawasan dan penertiban bangunan tidak berizin walaupun pelaksanannya hanya satu kali dalam satu tahun, sehingga penambahan bangunan liar tersebut dapat sedikit dikendalikan walaupun diperkirakan masih terjadi kenaikan dari bangunan pada tahun 2009 menjadi bangunan pada tahun 2029 atau bertambah sekitar 2,5%. Penertiban bangunan tidak berizin, selain memerlukan kesiapan aparatur dari segi kecukupan jumlah petugas, juga kesiapan sarana dan prasarana serta penyediaan anggaran. Kegiatan penertiban bangunan tidak berizin berdasarkan standar anggaran belanja daerah Kabupaten Bogor, adalah Rp per bangunan. Jika pemerintah daerah mengalokasikan dana penertiban bangunan di Kawasan Puncak sebesar Rp 1 milyar per tahun maka melalui skenario alternative,

38 253 bangunan tidak berizin dapat ditertibkan seluruhnya pada tahun Percepatan penertiban bangunan tidak berizin dapat dilakukan dengan menambah frekuensi penertiban dan meningkatkan jumlah alokasi anggaran setiap tahunnya. Penertiban bangunan tidak berizin di Kawasan Puncak akan mengurangi tutupan lahan, namun dengan kebijakan membuka jalan baru diduga akan menambah tutupan lahan dan memicu tumbuhnya bangunan-bangunan lahan baru baik berizin maupun tidak berizin. Sehingga diperkirakan tutupan lahan pada tahun 2029 akan mencapai m 2. Pada skenario alternatif, frekuensi penertiban ditingkatkan sehingga diperkirakan sampai akhir tahun simulasi jumlah bangunan tidak berizin dapat ditekan sampai bangunan atau pertambahannya bisa dikendalikan sampai 1,9%. Dampak positif peningkatan aktivitas wisata adalah meningkatkan penerimaan daerah berasal dari pajak dan retribusi. Peningkatkan penerimaan pendapatan daerah melalui pajak dan retribusi dari sektor pariwisata dapat dilakukan melalui ekstensifikasi dan peningkatan tarif wisata di obyek wisata dan maksimalisasi pajak hotel dan restoran. Penerimaan pajak dan retribusi pada skenario TI diperkirakan akan meningkat dari Rp pada tahun awal simulasi menjadi Rp pada tahun Kebijakan peningkatan penerimaan pajak dan retribusi di Kawasan Puncak seperti yang diterapkan pada skenario RP dan Alt selain untuk meningkatkan penerimaan daerah sekaligus sebagai alat pengendalian pertambahan jumlah wisatawan. Disimulasikan pada skenario RP dan Alt penambahan penerimaan daerah pada tahun 2029 menjadi Rp dan Rp Pada skenario alternatif, penerimaan daerah dari pajak dan retribusi tidak seluruhnya digunakan pemerintah untuk membiayai belanja langsung dan tidak langsung tetapi dialokasikan sebesar 3% untuk membiayai perbaikan lingkungan, sehingga kelestarian Kawasan Puncak dapat terjaga. 9.7 Kebijakan dan Pendekatan Program Berdasarkan ketiga skenario model kebijakan pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak, skenario dengan kinerja terbaik adalah skenario alternatif (Alt). Skenario alternatif dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan dan program seperti tercantum pada tabel 84.

39 254 Tabel 89. Rekomendasi kebijakan dan program pengelolaan pariwisata di Kawasan Puncak No KEBIJAKAN PROGRAM 1. Pengendalian penduduk 1. Optimalisasi Operasi yustisi dan Keluarga Berencana 2. Pembatasan kawasan pemukiman Peningkatan perekonomian kawasan Pembatasan jumlah kendaraan 3. Peningkatan kualitas SDM tenaga kerja yang siap pakai 4. Peningkatan UKM di bidang pertanian dan industri rumah tangga (home industry) 5. Peningkatan penerimaan dari pajak dan retribusi Penggunaan angkutan masal 4. Pengendalian bangunan tidak berizin 5. Peningkatan pembiayaan lingkungan Optimalisasi pelaksanaan operasi wibawa praja Internalisasi/penambahan biaya lingkungan dalam pajak/retribusi Kebijakan Pengendalian Penduduk Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap (BPS, 2009). Besarnya jumlah penduduk akan membawa implikasi tertentu, utamanya terhadap persebaran dan densitasnya (kepadatan). Kepadatan penduduk mencerminkan banyaknya penduduk tiap satuan luas wilayah. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor adalah 18 orang per ha. Kepadatan penduduk yang tinggi cenderung memperlambat pendapatan per kapita melalui tiga cara, yaitu: (1) Memperberat beban penduduk pada lahan; (2) Menaikkan barang konsumsi karena kekurangan faktor pendukung untuk menaikkan penawaran mereka; (3) Menurunkan akumulasi modal, karena dengan tambah anggota keluarga maka akan meningkatkan pengeluaran/biaya (BPS 2010). Secara umum angka distribusi penduduk di Kabupaten Bogor lebih tinggi dari 4%, dengan angka beban tanggungan sebesar 53,75. Berdasarkan data-data kependudukan menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Bogor dengan potensi yang dimilikinya mampu menarik penduduk untuk tinggal atau datang ke wilayah ini. Perkembangan usaha industri, pemukiman dan wisata telah menarik minat untuk bekerja, bertempat tinggal dan berwisata di Kabupaten

40 255 Bogor. Kondisi tersebut mengakibatkan konsekuensi terhadap tingginya kepadatan penduduk Program Keluarga Berencana dan Operasi Yustisi Pertambahan jumlah penduduk disebabkan karena pertambahan alamiah (kelahiran) dan pertambahan karena migrasi masuk. Pengendalian penduduk merupakan kegiatan membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dilakukan dengan mengurangi jumlah kelahiran yang dikenal dengan program keluarga berencana. Berdasarkan data sensus ekonomi daerah (Suseda) tahun 2008, angka kelahiran total (TFR) masih berkisar 2,51 dan rata-rata usia kawin pertama wanita adalah 17,9 tahun. Situasi kependudukan di Kabupaten Bogor tersebut merupakan fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan sungguhsungguh dan berkelanjutan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan kualitas penduduk. Hal ini antara lain dilakukan dengan menggalakan dan meneguhkan kembali Program operasi yustisi dan Keluarga Berencana Nasional di semua tingkatan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang dimaksud Keluarga Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Kegiatan Program Keluarga Berencana di Kabupaten Bogor, diarahkan pada 5 (lima) kegiatan strategis yaitu: (1) program Pemberdayaan Keluarga (PK); (2) Program KB dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR); (3) Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan PUP (Pendewasaan Usia Perkawinan); (4) Program Penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas; dan (5) Program pengembangan sistem informasi data mikro keluarga. Perkembangan pelaksanaan Keluarga Berencana di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 menunjukan hasil yang baik yaitu pencapaian total peserta KB sebanyak peserta atau 96,61% dari Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) sebesar peserta. Jumlah peserta KB Aktif (PA) sebanyak akseptor, jika dibandingkan dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak PUS maka PA/PUS menjadi 72,34%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan mix kontrasepsi maka persentase pencapaian peserta KB baru terhadap PPM per mix kontrasepsi adalah sebagai berikut: akseptor IUD

41 256 (83,78% dari PPM), peserta MOW (182,82% dari PPM), peserta implant (127,49% dari PPM), dan peserta suntikan (96,96% dari PPM). Pelaksanaan KB di Kawasan Puncak pada khususnya dan Kabupaten Bogor pada umumnya sudah dilaksanakan dengan baik. Realisasi peserta KB baru di Kawasan Puncak melebihi target yaitu masing-masing 106,14 % untuk Kecamatan Megamendung dan 113,86% untuk Kecamatan Cisarua, sedangkan Kecamatan Ciawi realisasinya adalah 93,68%. Prioritas kegiatan yang perlu dilanjutkan dan tingkatkan dimasa yang akan datang adalah: a. Rata-rata Usia Kawin di Kabupaten Bogor masih rendah yaitu 17,9 tahun, sedangkan Provinsi Jawa Barat 18,05 tahun dan Nasional sudah mencapai 20 tahun. Perlu upaya dan kerja keras untuk memberikan motivasi/dorongan agar para remaja mampu menunda usia perkawinannya hingga usia yang dapat dikatakan matang baik dari sisi kesehatan fisik, psikis, ekonomi maupun sosialnya. Wahana atau forum yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan remaja untuk dapat menunda perkawinan adalah dengan memberikan pengetahuan dan wawasan tentang kesehatan reproduksi melalui wadah konseling PIK KRR (Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) yang telah dibentuk di masing-masing kecamatan; b. Menambah jumlah petugas lapangan pengelola KB, petugas lapangan merupakan ujung tombak dalam pencapaian keberhasilan program. Saat ini jumlah petugas lapangan KB baru 184 orang untuk melayani 428 desa/kelurahan, sehingga masih kekurangan petugas lapangan KB sebanyak 244 orang; c. Meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat terhadap KB melalui peningkatan peran serta Pos KB dan Sub Pos KB dalam pelaksanaan program KB; d. Meningkatkan frekuensi penyuluhan dan melaksanaan pembinaan untuk menekan angka drop out (DO) peserta KB, karena saat ini angka DO peserta KB untuk tingkat kabupaten termasuk tinggi yaitu 12,05%, bahkan untuk kecamatan di Kawasan Puncak memiliki angka DO yang lebih tinggi yaitu 12,34% (Kecamatan Ciawi), 14,05% (Kecamatan Cisarua) dan 19,32% (Kecamatan Megamendung);

42 257 e. Perlu penanganan yang komprehensif dan khusus serta berkesinambungan terhadap segmen remaja, mengingat kehidupan remaja yang sangat rawan terhadap resiko penyimpangan seksualitas, HIV/AIDS dan Narkoba; f. Meningkatkan pelembagaan dan pembudayaan KB, salah satunya dengan melanjutkan program Kampung KB ; g. Peningkatan cakupan pelayanan KB gratis bagi keluarga miskin; h. Optimalisasi pelaksanaan operasi yustisi secara konsisten Program Pembatasan Kawasan Permukiman Peningkatan jumlah penduduk salah satu penyebabnya adalah terjadinya peningkatan pembangunan kawasan pemukiman. Berdasarkan penelitian Dewi (2010), sebelum tahun 2000 kenaikan tutupan lahan permukiman relatif lambat yaitu dari 3,96% (1992) menjadi 8,49% (2000), atau meningkat sebesar 4,53%, akan tetapi setelah tahun 2000 kenaikan tutupan lahan relative lebih cepat selama kurun waktu , tutupan lahan permukiman meningkat 12%. Demikian pula hasil penelitian Suwarno (2011), selama 9 tahun terakhir ( ) mengalami kenaikan dari 1.261,62 ha menjadi 3.356,73 ha atau rata-rata 18,45% per tahun. Peningkatan luas lahan permukiman 18,45% ini berarti lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk 3,28% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan lahan untuk diubah menjadi lahan terbangun sangat besar (laju permukiman lebih dari 5 kali laju pertumbuhan penduduk). Peningkatan kawasan pemukiman/terbangun akan meningkatkan kepadatan penduduk. Berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2008, kepadatan penduduk untuk kategori sustainable (rendah) adalah < 50 jiwa/ha, kepadatan sedang jiwa/ha, kepadatan tinggi (kritis) adalah jiwa/ha, serta destruktif > 200 jiwa/ha. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk Kecamatan Ciawi adalah 41 jiwa/ha, Kecamatan Cisarua adalah 18 jiwa/ha dan Kecamatan Megamendung adalah 29 jiwa/ha. Berdasarkan model simulasi jumlah penduduk di Kawasan Puncak pada tahun 2029 diperkirakan mencapai jiwa dengan kepadatan sekitar 35 jiwa/ha. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kepadatan penduduk di wilayah Puncak dikategorikan kepadatan sedang. Namun demikian khusus untuk Kawasan Puncak tidak hanya berdasarkan kepadatan penduduk, tetapi harus mempertimbangkan kunjungan wisatawan yang jumlahnya dalam satu tahun melebihi angka jumlah penduduk

43 258 definitif di Kawasan Puncak, yaitu mencapai jiwa atau berdasarkan skenario TI, diproyeksikan pada tahun 2029 wisatawan bertambah menjadi jiwa. Jika dijumlahkan antara penduduk dengan wisatawan maka jumlahnya menjadi jiwa. Berdasarkan jumlah tersebut, maka kepadatan penduduk dan wisatawan menjadi 264 jiwa/ha atau termasuk dalam kepadatan tinggi dan mempunyai kecenderungan destruktif. Walaupun sifatnya tidak menetap, namun pada saat-saat tertentu kondisi ini akan menimbulkan suasana tidak nyaman dan dapat membebani serta merusak lingkungan. Berdasarkan PP no 26 Tahun 2008 tentang RTRWN terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya dapat dikenakan kebijakan disinsentif. Disinsentif kepada pemerintah daerah diberikan, antara lain, dalam bentuk: pembatasan penyediaan infrastruktur; pengenaan kompensasi; dan/atau penalti. Berdasarkan kondisi, permasalahan dan ketentuan yang mengatur Kawasan Puncak, maka implementasi pembatasan kawasan pemukiman terbangun dapat dilaksanakan melalui: 1) Pengenaan pajak bumi dan bangunan yang tinggi secara selektif terutama terhadap bangunan-bangunan baru; 2) Pembatasan penyediaan infrastruktur dan utilitas lain terutama terhadap daerah-daerah dengan peruntukan non pemukiman; 3) Pengenaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang tinggi untuk setiap bangunan di Kawasan Puncak, sebagai upaya menurunkan animo masyarakat mendirikan bangunan di Kawasan Puncak; 4) Perambahan kawasan hutan maupun lahan HGU perkebunan agar ditertibkan agar tidak berubah menjadi permukiman semi-permanen maupun permanen; 5) Pengendalian yang ketat terhadap pemberian izin (IPPT/ILOK/IMB); 6) Distribusi penduduk di dalam kawasan dan distribusi wisatawan didalam kawasan maupun keluar kawasan melalui pengembangan destinasi wisata alternatif selain Kawasan Puncak. Distribusi penduduk dalam kawasan dapat dilakukan dengan membuat rencana zonasi yang membagi penduduk atas aktivitas ruang. Pengaturan penduduk pada masing-masing Zona ditujukan agar dapat dicapai keseimbangan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan. Pengaturan ini

44 259 ditentukan berdasarkan intensitas kegiatan struktur ruang dan fisik lahan yang dapat dikembangkan pada masing-masing Zona. Hal ini didasari pula oleh kecenderungan, dimana semakin dekat dengan pusat kegiatan, maka kecenderungan kepadatan penduduk semakin tinggi. Distribusi wisatawan didalam kawasan dapat dilakukan melalui pengaturan zonasi wisata dan manajemen wisata kawasan berdasarkan kemampuan daya dukung masingmasing Obyek Tujuan Wisata (OTW). Perencanaan zonasi wisata di Kawasan Puncak sudah disusun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun Zona wisata di Kawasan Puncak terbagi atas zona A, B, C, dan D dengan masing-masing fungsi, arahan pengembangan wisata yang diperbolehkan dan komponen penataannya. Kecamatan Ciawi termasuk dalam zona A, merupakan lokasi strategis menjadi pintu gerbang menuju objek wisata di jalur Bopunjur (kawasan wisata Puncak) dan objek wisata di jalur Bogor-Sukabumi. Sebagian besar Kecamatan Cisarua dan Megamendung termasuk pada zona C dengan arahan pengembangan antara lain pengembangan permukiman perkotaan dan kawasan permukiman perdesaan, fungsi pertanian lahan basah dan kawasan perkebunan, meningkatkan aksesibilitas objek wisata dengan pusat akomodasi wisata, membentuk keterkaitan antara aktifitas pariwisata dengan aktifitas masyarakat setempat, mempertahankan fungsi daerah resapan/ruang terbuka hijau pada daerah dengan kelerengan curam, pengembangan prasarana dan sarana pendukung pariwisata, pengaturan pemanfaatan villa/wisma yang disewakan, mengendalikan perkembangan villa pada daerah-daerah yang tidak sesuai peruntukkan dan menciptakan keterkaitan antara pusat akomodasi wisata dengan objek-objek wisata. Implementasi pengaturan wisata melalui zonasi wisata ini belum berjalan maksimal, salah satu kendalanya adalah karena produk perencanaan ini tidak mengikat masyarakat dan pemerintah karena tidak dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Disarankan perlu dilakukan review kembali dan dituangkan dalam bentuk peraturan daerah rencana detail dan zonasi Kawasan Puncak yang memiliki kekuatan hukum, sehingga dapat menjadi pedoman bagi pemerintah yang memiliki otoritas perizinan sekaligus sangsi bila terjadi pelanggaran. Distribusi wisatawan didalam Kawasan Puncak selain melalui pengaturan zonasi, juga dapat dilakukan melalui manajemen pariwisata secara

45 260 menyeluruh di Kawasan Puncak, salah satu alat pengendalinya adalah kapasitas atau daya dukung pada setiap OTW. Distribusi wisatawan keluar Kawasan Puncak perlu dilakukan setelah memperhatikan kondisi infrastruktur yang semakin terbatas serta terjadinya peningkatan tutupan lahan yang dapat mengancam konservasi lingkungan di DAS Ciliwung. Sesuai dengan PP no 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, Kawasan Puncak termasuk kedalam kawasan strategis nasional (KSN). Salah satu kebijakannya adalah pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional. Dengan demikian pengembangan pembangunan di Kawasan Puncak harus dibatasi sehingga untuk mengalihkan sebagian wisatawan terutama wisatawan repeater ke Kawasan Puncak perlu didistribusikan ke wilayah destinasi lainnya. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor yang saat ini sedang mempersiapkan alternatif puncak di wilayah Kabupaten Bogor sebelah Timur (Kawasan Puncak 2/Puncak Raya), merupakan langkah tepat sebagai salah satu upaya memecah arus wisatawan atau distribusi wisatawan keluar Kawasan Puncak, walaupun untuk mewujudkan rencana ini memerlukan pendanaan yang besar dan jangka waktu yang cukup lama Kebijakan Peningkatan Perekonomian Kawasan Kawasan Puncak walaupun termasuk wilayah konservasi alam, namun juga dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata baik skala lokal kabupaten Bogor maupun skala regional Provinsi Jawa Barat. Kebijakan peningkatan ekonomi pendapatan daerah di Kawasan Puncak perlu direncanakan secara cermat dan hati-hati agar tidak bersifat eksploitatif yang dapat mengakibatkan kerusakan atau degradasi lingkungan. Peningkatan ekonomi di Kawasan Puncak yang merupakan kawasan wisata dapat dilaksanakan melalui (1) Peningkatan penerimaan daerah dari pajak dan retribusi; (2) Peningkatan kualitas SDM siap pakai; (3) Kemitraan antara pengusaha wisata dan masyarakat setempat; (4) kerjasama dan keterkaitan dari aktivitas hulu-hilir.

46 Peningkatan kualitas SDM tenaga kerja yang siap pakai Permasalahan ketenagakerjaan di Kabupaten Bogor adalah kelebihan pasokan tenaga kerja yang tidak seimbang dengan serapan tenaga kerja pada lapangan usaha. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) total Kabupaten Bogor tahun 2010 sebesar 59,60 artinya 59,60% dari penduduk usia kerja terlibat dan berusaha dalan kegiatan produktif menghasilkan barang dan jasa. Berdasarkan angka total angkatan kerja yang ada di Kabupaten Bogor pada tahun 2010, sebanyak jiwa (89%) adalah mereka yang aktif bekerja, sedangkan sisanya jiwa (11%) merupakan pengangguran terbuka. Penduduk angkatan kerja yang bekerja di Kawasan Puncak sebagian besar bekerja di sektor jasa (53%) serta perdagangan, hotel dan restoran (20%). Tingginya proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor tersebut sesuai dengan pengembangan Kawasan Puncak sebagai destinasi wisata. Namun demikian berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam PHRI, kualitas tenaga kerja di Kawasan Puncak masih belum memadai dan perlu ditingkatkan kualitasnya. Prioritas kegiatan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja di Kawasan Puncak adalah melalui: 1) Pelatihan keterampilan bagi para calon tenaga kerja di tempat-tempat balai latihan kerja (BLK) yang dilanjutkan dengan kegiatan magang; 2) Pelatihan customer service excelent bagi para pekerja wisata secara berkesinambungan; 3) Mendirikan sekolah pariwisata, untuk mencetak/menghasilkan tenaga-tenaga baru yang siap pakai; 4) Peningkatan jumlah aparatur dan pelaku wisata yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan kepariwisataan, termasuk keterampilan berbahasa asing Peningkatan UKM di bidang pertanian dan industri rumah tangga (home industry) Kawasan Puncak merupakan pusat kegiatan wisata di Kabupaten Bogor, dimana sebagian besar potensi wisata, atraksi wisata dan fasilitas wisata berada pada kawasan ini. Berdasarkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor pada tahun 2008 terdapat 168 akomodasi yang terdiri dari 7 hotel bintang dan 161 hotel melati (termasuk wisma dan villa). Hotel bintang adalah Safari

47 262 Garden Hotel, Parama Hotel, Jayakarta Hotel, Grafika Mas Prioritas Hotel, Permata Alam Hotel, Cipayung Asri hotel dan Citra Cikopo. Pada tahun 2008, berdasarkan data Dispenda terdapat 121 rumah makan yang menawarkan menu tradisional dan lokal. Selain potensi berupa fasilitas wisata, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Puncak pada tahun 2009 adalah sebanyak Potensi wisata Puncak yang demikian besar perlu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan wisata dari mulai kebutuhan konsumsi (pangan), akomodasi, transportasi, industri, kerajinan dan jasa. Permasalahan yang pada umumnya terjadi di daerah wisata adalah terjadinya kebocoran wisata sehingga terjadi capital flight ke daerah lain dan masyarakat setempat tidak menerima keuntungan dan manfaat dari aktivitas wisata. Prioritas kegiatan yang perlu dipersiapkan adalah: 1) Pendataan dan pemetaan UKM untuk mengetahui jumlah, lokasi, jenis usaha, kekuatan permodalan, permasalahan dan sebagainya; 2) Pelatihan keterampilan dan kewirausahaan para UKM di bidang pertanian, industri dan jasa; 3) Membentuk forum UKM di Kawasan Puncak dengan tujuan untuk memudahkan koordinasi, pengorganisasian dan penyampaian informasi; 4) Meningkatkan kemitraan antara UKM dengan para pelaku usaha di Kawasan Puncak; 5) Menerapkan penggunaan teknologi informasi untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antara UKM dan pengusaha wisata Peningkatan Penerimaan Pajak dan Retribusi Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat sekaligus sebagai sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pungutan pajak mempunyai tiga fungsi atau tujuan, yaitu: (1) Fungsi penerimaan (budgetair), pajak dikenakan dengan tujuan untuk mengumpulkan penerimaan Negara dalam rangka membiayai kegiatan pemerintah; (2) Fungsi pengaturan (regulator), berkaitan dengan dikenakannya pajak untuk mengatur transaksi ekonomi yang terkait dengan obyek pajak; dan (3) Fungsi distribusi, pajak dikenakan dalam rangka menciptakan pemerataan pendapatan antar warga negara (Bappeda, 2007).

48 263 Kegiatan pariwisata yang dikenakan pajak adalah hotel, restoran dan hiburan. Pajak hotel adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran oleh pribadi atau badan. Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang diberikan konsumen kepada hotel (omzet). Besarnya tarif pajak hotel adalah 10 persen dengan cara menghitung pajak hotel yaitu: tarif pajak (10%) x dasar pengenaan. Demikian pula pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran oleh orang pribadi atau badan. Cara penghitungannya adalah: tarif pajak (10%) x dasar pengenaan (jumlah pembayaran yang dilakukan konsumen kepada restoran (omzet). Pajak hiburan adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi dikelompokan menjadi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Retribusi di sektor pariwisata seperti retribusi izin usaha sarana pariwisata, retribusi izin usaha obyek wisata dan retribusi izin jasa usaha wisata termasuk dalam kelompok retribusi perizinan tertentu. Ketiga retribusi tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2007 tentang Pengelolaan Usaha Pariwisata. Selain pajak dan retribusi yang berkaitan dengan pariwisata terdapat pajak dan retribusi lainnya seperti PBB, IMB dan sebagainya. Peningkatan penerimaan pajak dan retribusi dilaksanakan melalui prioritas kegiatan:

49 264 1) Pendataan objek pajak dan retribusi kepada seluruh wajib pajak dan retribusi di Kawasan Puncak; 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas pemungut pajak dan retribusi pada lokasi-lokasi pemungutan pajak dan retribusi; 3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana berupa komputer, sarana mobilitas dsb. untuk pemungutan pajak dan retribusi; 4) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap para wajib pajak dan retribusi; 5) Meningkatkan pembinaan dan penyuluhan kepada para wajib pajak dan retribusi agar sadar dan tepat waktu dalam pembayaran pajak dan retribusi; 6) Meningkatkan biaya pajak dan retribusi Kebijakan Pengendalian Bangunan tidak Berizin Bangunan tidak berizin terdiri atas beberapa katagori yaitu:(1) Bangunan yang didirikan pada lahan yang tidak bermasalah dan sesuai dengan pengaturan ruang tetapi belum mengurus perizinan; (2) Bangunan didirikan di atas lahan yang bermasalah dan tidak sesuai dengan pengaturan ruang sehingga tidak dapat mengurus perizinan; (3) Bangunan yang sudah berizin namun melakukan perluasan bangunan yang tidak diurus izinnya; 4) Bangunan tidak permanen PKL (pedagang kaki lima). Jumlah bangunan tidak berizin terus bertambah tidak sebanding dengan ketersediaan aparatur yang bertugas mengawasi dan menertibkan bangunan tidak berizin. Selama pelaksanaan penertiban, ditemukan berbagai kendala sebagai berikut: (1) Masih kurangnya sumber daya manusia (SDM) baik secara kualitas maupun kuantitas apabila dibandingkan dengan cakupan wilayah Kabupaten Bogor. Ditinjau dari luas wilayah dan banyaknya penduduk maka jumlah anggota Polisi Pamong Praja yang ideal berjumlah 500 orang dengan perbandingan 1 orang personil berbanding penduduk; (2) Masih kurangnya sarana dan prasarana yang memadai apabila dibandingkan dengan banyaknya kegiatan serta luasnya Kabupaten Bogor; (3) Besarnya biaya untuk melaksanakan penertiban; (4) Masih lemahnya koordinasi antar intansi terkait serta (5) perlawanan yang sangat kuat dari pihak masyarakat luar. Masyarakat luar ini umumnya mantan pejabat tinggi, pengusaha menengah-besar atau mitra / kolega pejabat pemerintah lokal. Dalam pelaksanaan kegiatan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor melakukan koordinasi lintas sektoral dengan

50 265 aparat keamanan yang terdiri dari Polres Bogor, Kodim 0621, Polisi Militer, Koramil dan Polsek setempat. Dengan melakukan koordinasi lintas sektoral dengan beberapa instansi tersebut maka diharapkan dapat membantu dan mempermudah pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam menjaga ketentraman dan ketertiban umum di wilayah Kabupaten Bogor. Program yang perlu dilakukan adalah optimalisasi operasi wibawa praja melalui kegiatan: 1. Penyuluhan/ sosialisasi kepada masyarakat; 2. Meningkatkan sarana, prasarana dan jumlah personil yang menangani penertiban; 3. Melaksanakan aktivitas pengawasan dan penertiban secara intensif, konsisten dan persisten; 4. Melaksanaan pendataan dan menyusun database bangunan tidak berizin; 5. Memberikan efek jera melalui penayangan pemilik bangunan tidak berizin di media massa sebagai sangsi sosial; 6. Bekerjasama dengan instansi lain untuk membatasi ketersediaan infrastruktur seperti akses jalan, listrik dan telekomunikasi bagi bangunan yang tidak berizin Kebijakan Pembatasan Jumlah Kendaraan Sebagai salah satu lintasan Bogor-Cianjur Bandung, jalur jalan raya Puncak memiliki beban yang cukup berat terutama karena lintasannya dimanfaatkan juga sebagai jalur wisata menuju beberapa obyek wisata di Kabupaten Bogor maupun di Kabupaten Cianjur. Kondisi tersebut mengakibatkan volume kendaraan di jalur jalan raya Puncak sangat padat dengan LHR (laju harian rata-rata) saat ini rata-rata SMP/hari (SMP = satuan mobil penumpang) serta V/C (Volume/Capacity) >1,0, maka dapat dikategorikan sebagai jalur yang perlu diberikan alternatif penurunan volume lalu lintas (Disbudpar, 2003).

51 266 3 Gambar 62. Titik Rawan Macet di Wilayah Puncak Sumber : Kasat Lantas Polres Bogor Kemacetan lalu lintas diakibatkan sebagian besar wisatawan bertujuan untuk mengunjungi daya tarik wisata Taman safari Indonesia, Taman wisata matahari, wana wisata Curug Cilember, dan lainnya yang semua akses jalurnya melewati jalan raya puncak. Hal ini mengakibatkan intensitas kendaraan yang melewati jalan raya Puncak semakin padat dan akhirnya mengakibatkan kemacetan. Selain itu diperparah juga dengan terdapatnya pasar di sisi jalan raya Puncak, Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua, dimana badan jalan dipakai untuk parkir kendaraan dan angkutan umum serta bahu jalan di pakai pedagang kaki lima untuk tempat berdagang. Titik pusat kemacetan di jalan raya Puncak, Kabupaten Bogor berada pada Gadog, Pasar Cisarua, dan pertigaan tugu Taman Safari Indonesia. Solusi saat ini yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengurangi tingkat kemacetan di jalan raya Puncak adalah dengan menerapkan sistem buka tutup. Sistem buka tutup biasanya dilakukan pada akhir pekan dan hari libur dimana pada jam-jam tertentu dilakukan jalan satu arah (one way) secara bergantian dari arah lampu merah keluar pintu tol Ciawi sampai pertigaan tugu Taman Safari Indonesia dan berganti dari arah sebaliknya. Jumlah kendaraan eksisting yang melintas di Kawasan Puncak pada tahun 2009 terdapat sebanyak setahun. Apabila tidak dilakukan pembatasan jumlah kendaraan, maka diperkirakan pada tahun 2029 jumlah kendaraan menuju Kawasan Puncak akan mencapai kendaraan per

52 267 tahun. Kapasitas jalan yang ada saat ini sangat tidak memadai untuk menampung jumlah kendaraan sebanyak itu, sehingga diperlukan penambahan panjang jalan sekitar 55,2 km. Melalui program pembatasan kendaraan menuju Kawasan Puncak dianggap lebih efektif dipandang dari segi keamanan, kenyamanan dan konservasi lingkungan. Pembatasan kendaraan dapat dilakukan melalui penggantian moda angkutan dari kendaraan pribadi menjadi kendaraan masal. Berdasarkan hasil diskusi melalui focus group discussion dan pendapat pakar baik eksekutif maupun legislatif (anggota DPRD), penanganan transportasi di Kawasan Puncak melalui pembatasan kendaraan dengan penggantian moda di masa yang akan datang, dapat dilakukan dengan menyediakan kendaraan bis wisata atau kendaraan monorail/sky train. Simulasi sketsa konsep pengaturan jalur wisata dapat dilihat pada gambar 63 berikut. Gambar 63. Sketsa konsep pengaturan jalur angkutan wisata. Berdasarkan gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa penggantian moda (stop over) diusulkan untuk ditempatkan di sekitar wilayah Kecamatan Ciawi tidak jauh dari mulut pintu tol jagorawi. Jalur wisata dibagi menjadi tiga buah stasiun yaitu stasiun Taman Wisata Matahari, stasiun Taman Safari Indonesia serta Stasiun Gunung Mas. Pengunjung atau wisatawan dapat memilih

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 8 MODEL PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG Abstrak Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster.

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak terlepas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tantangan pembangunan jangka panjang yang harus dihadapi Indonesia terutama di kota-kota besar adalah terjadinya krisis air, selain krisis pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu bidang pembangunan yang semakin hari semakin besar kontribusinya dalam pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan besarnya penyerapan tenaga

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Destinasi Wisata Cibodas 1. Letak dan Luas III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Destinasi Wisata (DW) Cibodas secara administratif termasuk Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

Simulasi Dan Analisis Kebijakan

Simulasi Dan Analisis Kebijakan Bab VI. Simulasi Dan Analisis Kebijakan Dalam bab ini akan dipaparkan skenario-skenario serta analisis terhadap perilaku model dalam skenario-skenario. Model yang disimulasi dengan skenario-skenario terpilih

Lebih terperinci

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN PARIWISATA YANG BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR SYARIFAH SOFIAH DWIKORAWATI

MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN PARIWISATA YANG BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR SYARIFAH SOFIAH DWIKORAWATI MODEL KEBIJAKAN PENGELOLAAN PARIWISATA YANG BERDAYA SAING DAN BERKELANJUTAN DI KAWASAN PUNCAK KABUPATEN BOGOR SYARIFAH SOFIAH DWIKORAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 SURAT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6 ANALISIS PEMODELAN PENGEMBANGAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 6. Analisis Input-Output 6.. Analisis Keterkaitan Keterkaitan aktivitas antar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) BAB V PEMBAHASAN Pembahasan ini berisi penjelasan mengenai hasil analisis yang dilihat posisinya berdasarkan teori dan perencanaan yang ada. Penelitian ini dibahas berdasarkan perkembangan wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata. Dunia pariwisata Indonesia sempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia untuk menunjang kehidupan perekonomian di masyarakat, baik dalam bentuk

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan sebuah kota sangat erat kaitannya dengan jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang banyak dan berkualitas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antrian adalah suatu proses kegiatan manusia yang memerlukan waktu, tempat dan tujuan yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut tidak adanya keseimbangan antara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii x xi BAB I PENDAHULUAN... I - 1 A. Dasar Hukum... I - 1 B. Gambaran Umum Daerah... I - 4 1. Kondisi Geografis Daerah...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak daerah adalah salah satu penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka setiap daerah harus

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam rangka memberikan kontribusi untuk

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL

7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7 MODEL PENYEDIAAN AIR BERSIH PULAU KECIL 7.1 Pendahuluan Air adalah sumberdaya alam yang penting untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Masalah kekurangan jumlah air maupun kualitas air dapat menimbulkan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI BAB V ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI A. ISU STRATEGIS Penentuan Isu Strategis dikaji dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan data dan tekanan lingkungannya serta status nilai, dan juga dikaji dari pendekatan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA DEPOK JAWA BARAT KOTA DEPOK ADMINISTRASI Profil Wilayah Salah satu penyebab Kota ini berkembang pesat seperti sekarang adalah setelah adanya keputusan untuk memindahkan sebagian

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografi Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106 o 48 28 107 o 27 29 Bujur Timur dan 6 o 10 6 6 o 30 6 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI A. Pendekatan Kajian Pelaksanaan studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan dan Hemat Energi diharapkan menghasilkan suatu konsep pengembangan

Lebih terperinci

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA 1.1 LATAR BELAKANG Proses perkembangan suatu kota ataupun wilayah merupakan implikasi dari dinamika kegiatan sosial ekonomi penduduk setempat, serta adanya pengaruh dari luar (eksternal) dari daerah sekitar.

Lebih terperinci

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. YTH

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1490, 2014 KEMENPERA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Daerah. Pembangunan. Pengembangan. Rencana. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 106 Setelah diperoleh strategi terpilih untuk meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat yang kemudian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Lebih terperinci

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA BOGOR

BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA BOGOR BAB I PENDAHULUAN Kota Bogor merupakan Kota yang pesat pembangunan serta terdekat dengan Ibu Kota Negara. Disisi lain merupakan kota dengan tujuan wisata dari berbagai sudut daerah dimana semua daerah

Lebih terperinci

V. ANALISIS SITUASI PARIWISATA KAWASAN PUNCAK

V. ANALISIS SITUASI PARIWISATA KAWASAN PUNCAK 107 V. ANALISIS SITUASI PARIWISATA KAWASAN PUNCAK 5.1 Analisis Situasi Wisatawan dan Obyek Tujuan Wisata (OTW) 5.1.1 Analisis Kunjungan Wisatawan Tingkat kunjungan wisatawan ke Kawasan Puncak meningkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PASAR KOTA MADIUN I. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PASAR KOTA MADIUN Isu-isu strategis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota seringkali diidentikkan dengan berkembangnya kawasan bisnis maupun kawasan niaga. Gejala menjamurnya pembangunan fisik yang berlebihan dipastikan akan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perkembangan pariwisata menurut teori Miossec terjadi di Kabupaten Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah suatu pergerakan orang dan barang. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehariharinya, sehingga transportasi

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 46 BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Profil Dinas Perhubungan 1. Sejarah Dinas Perhubungan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci