BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA"

Transkripsi

1 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang didapat selama melakukan penelitian di PT. Dankos Farma adalah sebagai berikut : 1. Data hasil produksi injeksi kering PT. Dankos Farma periode Januari sampai dengan September Data riwayat mesin produksi injeksi kering, dalam hal ini mesin Automatic Washing Unit (AWU), Drying Sterilization Tunnel (DST) dan mesin filling FFP selama tiga tahun ke belakang. 3. Data pengamatan proses produksi injeksi kering. Hasil pengumpulan data-data ini nantinya akan digunakan sebagai data sumber untuk melakukan pengolahan data serta analisis data untuk mengetahui nilai OEE (Overall Equipment Effectiveness) dari masing- masing proses yang merupakan point utama di dalam pembahasan skripsi ini. Data awal yang dikumpulkan adalah data real produksi injeksi kering di PT. Dankos Farma dari bulan Januari sampai dengan bulan September 2007 sebagai berikut :

2 50 No Perusahaan Kapasitas Produksi yang dihasilkan (vial) Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 1 PT.Dankos Farma PT.Kalbe Farma PT.Hexpharm Jaya PT.Lapi Labs PT.Pertiwi Agung PT.Pharos PT.SOHO PT.Nufarindo PT.OTTO PT.Novell Jumlah Tabel 4.1.Data real produksi Injeksi Kering bulan Januari September 2007 Grafik Produksi Injeksi Kering Jumlah vial Januari - September 2007 PT.Dankos Farma PT.Kalbe Farma PT.Hexpharm Jaya PT.Lapi Labs PT.Pertiwi Agung PT.Pharos PT.SOHO PT.Nufarindo PT.OTTO PT.Novell Gb 4.1. Grafik Produksi Injeksi Kering berdasarkan Demand Perusahaan

3 51 Grafik Total Produksi per Bulan Jumlah vial Jan- 07 Feb- 07 Mar- 07 Apr- 07 May- 07 Jun- 07 Jul-07 Aug- 07 Sep- 07 Gb 4.2. Grafik Total Produksi Injeksi Kering per Bulan Banyak jenis produk obat yang telah dihasilkan oleh department ini sehingga analisis dilakukan untuk mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan menaikan produktivitas di dalam produksi perusahaan. Terdapat tiga proses utama yang dijadikan acuan di dalam penelitaian ini dikarenakan pada ketiga proses tersebut menyangkut keutuhan sistem produksi yang ada, antara lain: 1. Proses pencucian vial, menggunakan mesin cuci vial dengan nama Automatic Washing Unit atau disingkat AWU. Ini merupakan proses awal di dalam produksi injeksi kering yang merupakan barometer akan proses produksi selanjutnya. Media yang digunakan dalam pencucian vial yaitu air RO (Reverse Osmosis) water dengan beberapa kali siklus

4 52 penyemprotan baik ke bagian dalam vial maupun pada sisi luar vial. Terdapat lima langkah dalam proses pencucian vial: a. Penyemprotan dengan media RO water yang belum di saring. b. Penyemprotan dengan media RO water dan kompressor udara yang belum disaring. c. Penyemprotan dengan media RO water yang telah difilter dengan filter 0,22 µm. d. Penyemprotan dengan media RO water dan kompressor udara yang telah difilter dengan filter 0,22 µm. e. Penyemprotan dengan kompressor udara yang difilter 0,22 µm. Gb.4.3 Mesin AWU Gb.4.4 Mesin DST 2. Proses Sterilisasi Vial, menggunakan mesin sterilisasi kering dengan sebutan Drying Sterilization Tunnel (DST). Salah satu titik kritis dalam proses produksi, karena pada sistem ini sering sekali terjadi

5 53 masalah yang menyebabkan berhentinya proses produksi secara keseluruhan. Prinsip dasar proses ini adalah panas kering, dengan menggunakan suhu yang mencapai 360 C selama 15 menit vial yang telah dicuci tersebut dilewatkan menggunakan konveyor menuju ujung tunnel ke arah mesin filling FFP. 3. Proses Pengisian Vial, menggunakan mesin filling dengan nama Filling FFP. Pada proses ini sudah mencakup tahapan yang kompleks artinya tidak hanya produk saja yang dibutuhkan dalam keadaan steril namun ruangan, mesin dan manusia (pakaian kerja) yang bekerja pada proses ini juga diharuskan dalam keadaan steril. Untuk dapat mencapai hal tersebut di atas diperlukan sebuah sistem yang benar- benar efektif dan efisien sehingga output dari proses filling dapat maksimal. Gb.4.5 Mesin Filling FFP

6 54 Berikut daftar riwayat ketiga mesin selama tiga tahun ke belakang : RIWAYAT MESIN Nama Mesin Lokasi No. Investasi : Automatic Washing Unit (AWU) : Produksi 3 - Cephalosporin : AS3-001-WSH-004 TANGGAL KETERANGAN CATATAN/ KEBUTUHAN SPARE PART 23-Jun-03 Rantai Putus Ganti rantai konveyor diameter 40 Penambahan oil motor reducing 20-Oct-03 Recomisioning Penggantian induction limit switch 2 pcs 21-Oct Oct Oct Oct-03 Recomisioning Recomisioning Recomisioning Recomisioning 4-Aug-04 Servis Check dan cleaning 17-Nov-04 Servis Check dan cleaning Penggantian inductive limit switch PN (1 pcs) 12-Mar-05 Servis Check dan cleaning 4-Jul-05 Servis Check dan cleaning 31-Oct-05 Servis Check dan cleaning Pelumasan oil gear 12-Mar-06 Servis Check, cleaning dan pelumasan Pompa sirkulasi bocor 24-Jul-06 Servis Check dan cleaning Pengecekan rangkaian elektrik, relay, kontaktor motor utama, pnumatic dan connect ulang terminal kabel Cleaning body 28-Oct-06 Servis Check dan cleaning

7 55 Pengecekan: motor utama, gear, rantai cam dan bearing Cleaning body 21-Mar-07 Servis Check dan cleaning Pengecekan: pompa sirkulasi, konveyor, rantai, gear, bearing kontaktor, relay, emergency, PLC, Pnumatic, sensor Penggantian oil gear box 1.5 liter Cleaning body 22-Mar-07 Seal bocor Penggantian Seal karet 23-Jun-07 Servis Check dan cleaning Pengecekan: pompa sirkulasi, konveyor, rantai, gear, bearing Cleaning body Tabel 4.2. Data Riwayat Mesin AWU selama 3 Tahun ke Belakang Apabila dilihat dari riwayat mesin AWU selama 3 tahun ke belakang dapat disimpulkan bahwa tidak ada kerusakan yang cukup parah pada sistem kerja mesin selama rutinitas servis dan pengecekan berkala dilakukan secara periodik yaitu setiap 3 bulan. Untuk riwayat mesin DST dapat dilihat pada tabel berikut: Nama Mesin Lokasi No. Investasi : Drying Sterilizing Unit (DST) : Produksi 3 - Cephalosporin : AS3-002-STZ-004 TANGGAL KETERANGAN CATATAN/ KEBUTUHAN SPARE PART 26-Jan-03 Suara blower kasar Penggantian bearing 6204 Balancing dan ganti bearing tahan panas 28-Jan-03 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 1-Mar-03 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 10-Mar-03 MCB selalu turun Speed RH di reset ulang 25-Mar-03 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt

8 56 Batery UPS low Penggantian batery 12 volt, 7AH 21-Apr-03 HEPA filter rusak Penggantian HEPA filter dan pre filter ukuran 12x24x2" 22-Apr-03 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 20-Oct-03 Recomisioning Penggantian analog output card Oct Oct Oct Oct Mar-04 7-Apr-04 Recomisioning Recomisioning Recomisioning Recomisioning Mesin DST tidak dapat hidup Pressure switch cooling zone tidak berfungsi Penggnatian pressure switch pada pre heating Penggantian pressure switch pada cooling zone 19-May-04 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 4-Aug-04 Servis Check dan cleaning 17-Nov-04 Servis Check dan cleaning Penggantian heater 800 watt, 220 volt 20-Dec-04 Thermo control error Penggantian thermo control Shimaden SR Dec-04 Suara blower kasar Penggantian bearing 6204 Balancing dan ganti bearing tahan panas 12-Mar-05 Servis Check dan cleaning Penggantian heater 800 watt, 220 volt 4-Jul-05 Servis Check dan cleaning Penggantian heater 800 watt, 220 volt 18-Aug-05 Injector dumper rusak Penggantian injector dumper 29-Aug-05 Filter medium rusak Penggantian filter medium 25x20x2" dengan eff.30-40%

9 57 30-Aug-05 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 29-Sep-05 Filter medium rusak Penggantian filter medium 24x12x2" dengan eff.30-40% 31-Oct-05 Servis Check dan cleaning Penggantian heater 800 watt, 220 volt 15-Dec-05 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 12-Mar-06 Servis Check dan cleaning Penggantian heater 800 watt, 220 volt 20-Apr-06 Pembuatan jalur vial Dibuatkan 2 buah dari plat Stst Apr-06 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 30-May-06 Suara blower kasar Penggantian bearing 6204 Balancing dan ganti bearing tahan panas 24-Jul-06 Servis Check dan cleaning Pengecekan rangkaian electric heater, saklar on-off dan motor penggerak Repair motor blower untuk heating Cleaning body 27-Sep-06 Suara blower kasar Penggantian blower baru Rumah bearing sudah aus 11-Oct-06 MCB heater sering turun Penggnatian solid state relay Celdul 24 Vdc 28-Oct-06 Servis Check dan cleaning pengecekan dumper udara, gear, rantai, bearing Penggantian heater 800 watt, 220 volt 11-Nov-06 Power heater bermasalah Terdapat kabel line DC yang short Penggantian thermo control Shimaden SR Dec-06 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 21-Mar-07 Servis Check dan cleaning Pengecekan dumper udara, gear, rantai, bearing Cleaning body Penggantian heater 800 watt, 220 volt Pengecekan konveyor, HEPA filter, pre filter dan sensor

10 58 18-Apr-07 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt 23-Jun-06 Servis Check dan cleaning Pengecekan dumper udara, gear, rantai, bearing Cleaning body Penggantian heater 800 watt, 220 volt Pengecekan konveyor, HEPA filter, pre filter dan sensor 24-Sep-07 Suhu tidak mencapai 360 C Penggantian heater 800 watt, 220 volt Tabel 4.3. Data Riwayat Mesin DST selama 3 Tahun ke Belakang Berdasarkan tabel 3 di atas dapat terlihat bahwa riwayat mesin DST bisa dikategorikan cukup bermasalah karena walaupun sudah dilakukan pengecekan berkala dan servis tiap 3 bulan sekali masih ada saja part- part mesin yang mengalami kerusakan, oleh karena itu melalui laporan ini diusahakan agar akar permasalahannya dapat diatasi dan dicarikan solusi yang terbaik bagi kelancaran proses produksi. Berikut grafik kecenderungan masalah yang sering terjadi pada mesin DST selama 3 tahun ke belakang: Riwayat Mesin DST selama 3 tahun terakhir. 24% Penggantian Heater Penggantian bearing 9% 9% 58% Penggantian HEPA Lain- lain Gb 4.6. Riwayat Mesin DST selama 3 Tahun ke Belakang

11 59 Sedangkan untuk mesin filling FFP sebagai berikut : Nama Mesin : Mesin Filling FFP 2000 Lokasi : Produksi 3 - Cephalosporin No. Investasi : AS3-004-FIL-026 TANGGAL KETERANGAN CATATAN/ KEBUTUHAN SPARE PART 31-Jan-03 Sensor pada hopper rusak Penggantian sensor hopper type SKF 10.72/16/3-b-k 16-Apr-03 Auger filling kendur Penggantian bearing Rod stock dosing dan stel dosing auger 20-Oct-03 Recomisioning Penggantian part: monitor, Reflector 21-Oct-03 Recomisioning Black box 22-Oct-03 Recomisioning Module seri Oct-03 Recomisioning Converter RS.232/ RS Oct-03 Recomisioning Firm ware Jan-04 Rubber stopper rusak Perbaikan rubber stopper 3-Feb-04 Motor servo macet Perbaikan motor servo dengan type GR 42x25. 24Vdc 3-Mar Mar-04 Sensor granul tidak berfungsi Rubber vacuum nabrak stopper Penggantian sensor granul Penggantian sensor transmiter Setting rubber vacuum 4-Aug-04 Servis Check dan cleaning 5-Aug-04 Servis Check dan cleaning 17-Nov-04 Servis Check dan cleaning Penggantian sensor glass dosing 17-Jan-05 Error In feed gate fault Penggantian indutive proximity switch Perbaikan kopling magnet 12-Mar-05 Servis Check dan cleaning Setting sensor in feed gate

12 60 22-Jun-05 Selenoid valve kotor Cleaning salenoid valve 4-Jul-05 Servis Check dan cleaning Setting rubber station arm 30-Aug-05 HEPA filter rusak Penggantian HEPA filter dimensi 610x121x66 type MXLGS 457*610-01/20 15-Dec-05 Sensor glass dosing kurang peka Penggantian sensor adhesif 17-May-06 FFP drive agitator rusak Penggantian drive agitator Penggantian drive jetter auger 24-Jul-06 Servis Check dan cleaning Pengecekan motor penggerak utama, motor fan, gear, rantai Cleaning body dan penggantian HEPA filter 11-Aug-06 Thermocontrol rusak Penggantian thermo control Shimaden 28-Oct-06 Servis Check dan cleaning Pengecekan motor konveyor, gear, rantai, bearing Cleaning body Penggantian HEPA type 3CPM untuk FFP dan RPE 2-Feb-07 Switch mesin FFP rusak Penggantian switch FFP diambil dari mesin Capping KS 8-Mar-07 Sensor rubber vial rusak Penggantian sensor PN.E Mar-07 Servis Check, cleaning dan pelumasan Pengecekan: vacuum pump, blower fan, conveyor, agitator Penggantian medium filter 12x24x12 cm 23-Jun-07 Servis Check, cleaning dan pelumasan Pengecekan: vacuum pump, blower fan, conveyor, agitator Cleaning body 25-Sep-07 Auger gesek dengan body Bearing aus Penggantian bearing type 3809 dan Tabel 4.4. Data Riwayat Mesin Filling FFP selama 3 Tahun ke Belakang

13 Data Pengamatan Pengamatan dilakukan selama delapan hari berturut- turut mulai dari tanggal 15 Juni 2007 sampai dengan tanggal 26 Juni 2007 pada jam kerja shift I ( WIB). Sistem yang digunakan pada bagian produksi injeksi kering obat golongan Cephalosporin di PT. Dankos Farma ini, yaitu in line, dengan urutan proses bermula dari pencucian vial kosong pada mesin AWU, sterilisasi kering vial bersih (temperatur 360 o C, selama 15 menit) pada mesin DST, filling zat aktif ke dalam vial, dan cramping. Proses sortir dilakukan di luar sistem inline tersebut (secara manual). Pada sistem inline ini, jika salah satu mesin terhenti, maka mesin lainnya akan terhenti juga karena antar mesin saling terhubung dan memberikan pengaruh, contohnya, jika temperatur mesin DST turun, maka mesin DST akan mati secara otomatis sehingga terjadi penumpukan vial di conveyor menuju mesin DST dan mesin AWU akan berhenti secara otomatis, vial di RPE akan habis sehingga suplai vial ke mesin filling habis dan mesin filling akan berhenti, serta mesin cramping berhenti pula. Parameter yang diperlukan untuk mengukur TPM, yaitu running time, official downtime, timeloses, kecepatan mesin, jumlah vial teoritis, jumlah vial sebenarnya, dan jumlah vial di-reject/ dibuang; sehingga didapatkan persentase availability mesin (availability), efisiensi kinerja mesin (performance efficiencies), rata-rata kualitas produk (rate of quality product),

14 62 dan efektivitas mesin secara keseluruhan (overall equipment effectiveness- OEE). OEE merupakan hasil perkalian nilai availability, performance efficiencies, dan rate of quality product. Nilai-nilai tersebut harus ditingkatkan agar persentase OEE dapat meningkat. Untuk mencapai OEE sebesar 85%, maka setidaknya availability mesin harus lebih dari 90%, performance efficiencies lebih dari 95%, dan rate of quality product lebih dari 99%. Dari data yang diperoleh, hanya nilai rate of quality product yang telah memenuhi syarat agar OEE sebesar 85% dapat tercapai. Dengan demikian, maka nilai availability dan performance efficiencies dari mesin yang harus diperbaiki Proses Pencucian Vial dan Sterilisasi Vial Running time merupakan waktu selama mesin mulai dinyalakan sampai proses selesai. Mesin AWU dan DST mulai dinyalakan sebelum jam 7.00 pagi (sekitar satu jam sebelum jam 7.00), bergantung oleh siapa operator yang bertugas menyalakan mesin AWU. Mesin DST dinyalakan lebih awal karena mesin DST memerlukan waktu yang cukup lama untuk memanaskan oven sampai 360 o C dan temperatur stabil. Awal mesin-mesin ini mulai dinyalakan akan mempengaruhi running time, karena semakin besar running time, maka operating time akan semakin besar (yang akan mempengaruhi availability). Oleh karena itu, running time mesin AWU tidak sama setiap hari. Sebaiknya, operator mempunyai jadwal kapan (jam) dan siapa yang bertugas untuk

15 63 menyalakan mesin AWU agar running time setiap hari selalu konstan (terjaga) dan besar waktunya. Data awal mesin AWU dan DST terlihat pada tabel 5 dan tabel 6 di bawah ini. 15-Jun- 18-Jun- 19-Jun- 20-Jun- 21-Jun- 22-Jun- 25-Jun- 26-Jun- keterangan nama hari Jum at Senin Selasa Rabu Kamis Jum at Senin Selasa jam mesin dinyalakan jam mesin mulai beroperasi jam shift-1 selesai kecepatan mesin (vial/menit) jumlah batch shift-1 (batch) ,44 2 3,25 3,54 3,61 2,47 2,77 3,31 waktu antar batch waktu solat jum'at (jam) 1. 3, , , , , , , , , , , , , , , , , ,25 1, , Tabel 4.5. Data harian awal mesin AWU Official downtime merupakan waktu ketika mesin belum berjalan untuk melakukan proses produksi. Official downtime mesin AWU terdiri dari waktu yang diperlukan untuk setting mesin AWU dan solat jum at. Waktu yang diperlukan untuk setting mesin AWU dipengaruhi oleh kesiapan kran suplai udara dan tekanannya, kran suplai Reverse Osmosis Water dan tekanannya,

16 64 pompa Reverse Osmosis Water (RO water) ke bak, dan jarum-jarum penyembur RO water. Pada tanggal 25 Juni 2007, terdapat masalah pada suplai RO water, yang mengakibatkan keterlambatan dalam menyalakan mesin AWU, yaitu dinyalakan lebih siang dibandingkan empat hari sebelumnya (dengan operator yang sama) dan waktu setting alat lebih lama, sehingga memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap operating time. Akibat dari adanya masalah pada kran suplai RO water mesin AWU, maka mesin DST pun telat dinyalakan oleh operator, yang mempengaruhi operating time mesin DST. Sebaiknya, ketika ada masalah dengan kran suplai air mesin AWU, mesin DST tetap dinyalakan agar tidak wasting time untuk setting alat. Sedangkan, waktu yang digunakan untuk solat jum at relatif besar. Menurut operator, tidak ada jadwal kapan (jam berapa) operator keluar ruangan untuk solat jum at dan kembali lagi ke ruangan setelah solat jum at. Hal ini akan mempengaruhi loading time, operating time, dan availability. Sebaiknya, dibuat jadwal kapan operator dapat keluar ruangan untuk makan dan solat jum at, serta kapan harus kembali ke ruangan. keterangan 15-Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun nama hari Jum at Senin Selasa Rabu Kamis Jum at Senin Selasa jam mesin dinyalakan jam mesin mulai beroperasi jam shift-1 selesai

17 65 kecepatan DST (vial/menit) jumlah batch shift-1 (batch) waktu antar batch (jam) waktu solat ju'mat (jam) ,44 2,00 3,25 3,54 3,61 2,47 2,78 3, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,25 1, , suhu DST (derajat C) Tabel 4.6. Data harian awal mesin DST Timelosses yang terjadi pada Mesin AWU Timeloses merupakan waktu yang terbuang ketika mesin berhenti karena adanya suatu sebab/masalah. Selama delapan hari pengamatan, timeloses yang terjadi pada mesin AWU dapat disebabkan oleh : Temperatur mesin DST turun Temperatur yang sering turun merupakan penyebab terbesar dari time losses yang timbul pada mesin AWU, temperatur yang digunakan untuk mensterilkan vial adalah 360 C apabila mesin mendeteksi bahwa temperatur yang terjadi pada saat proses produksi tidak mencapai 330 C (toleransi ±30 C) maka mesin DST dan AWU akan secara otomatis akan berhenti bekerja. Penumpukan vial di mesin DST Terjadi apabila output dari mesin AWU lebih besar dari pada output mesin DST sehingga terjadi penumpukan vial di mesin DST.

18 66 Setting mesin filling Karena sistem yang digunakan adalah in-line maka apabila dari mesin filling terjadi time losses maka akan berdampak pada berhentinya jalur injeksi secara keseluruhan. Uji kejernihan Sebelum bulk injeksi dituang ke hopper mesin filling FFP terlebih dahulu bulk tersebut di check kejernihannya untuk memastikan baik tidaknya bulk diisikan ke dalam vial, sembari menunggu hasil uji kejernihan yang dilakukan oleh inspector Quality Control (QC) mesin dalam keadaan berhenti. Uji bobot zat aktif Sama halnya dengan uji kejernihan bulk injeksi, uji bobot zat aktif juga menyebabkan time losses di mesin AWU dan DST. Mesin filling terhenti Apabila mesin filling FFP berhenti otomatis akan memberhentikan mesin steril DST dan mesin pencucian vial AWU berhenti juga. Pergantian produk/ batch Lamanya waktu yang dibutuhkan pada saat pergantian produk/ batch tergantung dari sifat zat aktif dan asal bahan baku. Jika zat aktifnya memiliki sifat alir yang kurang baik, biasanya bobot yang diinginkan sulit tercapai sehingga dibutuhkan waktu lebih untuk pengaturan

19 67 bobotnya. Untuk produksi produk yang zat aktifnya sama tapi asal bahan bakunya berbeda, juga perlu dilakukan adjustment bobot lagi. Vial salah posisi (dan pecah) Vial yang salah posisi atau pecah di mesin AWU terjadi karena vial terjatuh di piringan ketika diletakkan ke atas piringan mesin AWU. Sebaiknya, operator lebih fokus/cermat dalam memonitor posisi vial yang masuk ke dalam mesin AWU. Sensor mesin filling mati, dan Mati lampu. Untuk memudahkan di dalam mengkategorikan masalah ke sub- sub yang lebih detail lagi maka dibuatkan diagram fishbone time losses pada mesin AWU sebagai berikut:

20 68 Mesin filling berhenti Penumpukan vial di mesin DST Pergantian Pengisian bulk zat aktif batch Output DST > Pengisian rubber output RPE Konveyor capping berhenti Speed mesin tidak seimbang Speed mesin tidak seimbang Output AWU > output DST Output DST > output RPE Speed mesin tidak seimbang Time Losses mesin AWU Pemasangan hopper Pemasangan dosing station Setting mesin filling FFP Damper telalu terbuka Damper otomatis lemah Sensor damper lemah Temperatur mesin DST turun Damper telalu tertutup Gerbang RPE terlalu lebar Kabel heater putus Umur pakai heater pendek Gb 4.7. Diagram Fishbone untuk Time Losses pada mesin AWU Diagram fishbone adalah alat yang paling efektif untuk mencari faktorfaktor penyebab masalah yang mempengaruhi kualitas hasil dari suatu proses, untuk memperoleh informasi dari penyebab masalah tersebut maka dilakukan diskusi maupun brainstorming dengan pihak perusahaan dengan berfokus pada faktor man (manusia/operator) dan machine (mesin).

21 69 Tabel 4.7. Urutan timeloses pada mesin AWU berdasarkan waktu/lamanya terjadi Urutan Timeloses Rata-rata waktu (menit) 1 Temperatur DST turun 41,43 2 Setting mesin filling, uji kejernihan, dan uji bobot 31,51 3 Penumpukan vial di DST 25,54 4 Mesin filling berhenti 18,08 5 Sensor mesin filling mati 16,00 6 Pergantian produk (Zat Aktif sama) 1,72 7 Vial salah letak 0,53 8 Mati lampu 0,04 waktu (menit) URUTAN TIMELOSES MESIN AWU temperatur DST turun setting penumpukan mesin f illing, vial di DST uji kejernihan, dan uji bobot mesin filling berhenti timeloses sens or mesin f illing mati pergantian produk (ZA sama) vial salah letak mati lampu Gb 4.8. Urutan timeloses mesin AWU berdasarkan lamanya terjadi

22 70 Dari 8 kendala yang menyebabkan time losses, maka 6 kendala yang memberikan kontribusi terbesar dalam time losses dan paling sering terjadi (six big losses) berdasarkan data yang tertera pada Tabel 4.7 adalah: i. Temperatur DST turun ii. Setting mesin filling, uji kejernihan dan uji bobot iii. Penumpukan vial di DST iv. Mesin filling berhenti v. Sensor mesin filling mati vi. Pergantian produk/ batch Enam kendala itulah yang harus diperbaiki dengan segera sehingga time losses dapat direduksi secara signifikan untuk memperoleh OEE yang baik Analisis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk mesin AWU Berdasarkan urutan timelosses pada mesin AWU (tabel 4.7) dapat diketahui bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja mesin washing adalah temperatur mesin DST yang sering turun maka pembuatan FMEA akan dilakukan untuk faktor tersebut.

23 71 Tabel 4.8. FMEA untuk Mesin AWU Modus Efek Nilai Sebab CTQ Kegagalan Potensial RPN Potensial Pengendalian Potensial Modus O S D Modus Kegagalan Kegagalan Kabel Umur Heater Menggunakan Heater Pakai yang digunakan heater asli mesin. Putus heater lokal Lakukan rutinitas pendek berkala pengecekan heater setiap 3 bulan sekali. Gerbang Suhu DST Kelalaian operator Dibuatkan standart RPE terlalu sangat sulit dalam mensetting pembukaan gerbang lebar terbuka tercapai mesin RPE RPE sehingga Temperatur operator tidak lalai DST turun Gerbang Suhu DST Kelalaian operator Dibuatkan standart RPE terlalu sangat sulit dalam mensetting pembukaan gerbang tertutup tercapai mesin RPE RPE sehingga operator tidak lalai Damper Suhu DST Sensor damper Penggantian sensor otomatis DST akan terlalu otomatis sudah damper otomatis lemah/ tidak fluktuatif lemah. dengan yang baru. sentris dengan perubahannya Cara pemasangan Melakukan training porosnya. damper yang ke teknisi dalam salah pemasangan damper yang benar. Jika dilihat dari FMEA diatas, dapat diketahui bahwa prioritas terbesar terhadap resiko terjadinya mode kegagalan yaitu adanya kegagalan di dalam pemasangan damper otomatis atau sensor damper otomatis yang sudah mulai lemah. Hal ini dapat dilihat pada bobot RPN dari masing- masing mode kegagalan dimana bobot RPN terbesar yaitu 392 terdapat pada mode kegagalan tersebut. Setelah diketahui bahwa akar penyebab yang

24 72 menyebabkan suhu DST tidak stabil adalah sensor damper otomatis yang mulai lemah dan juga pemasangan damper yang tidak sentris, kedua hal tersebut dapat menyebabkan sirkulasi udara yang berada di dalam tunnel sterilizing ber-turbulance yang pada akhirnya menyebabkan suhu tidak stabil. Hal ini disebabkan dari kurangnya pengalaman dari teknisi maupun operator dalam pemasangan damper sehingga poros damper tidak sentris dengan hole dari tunnel bisa juga dari sensor yang sedah lemah,, apabila dilihat dari trend penggantian sensor damper yaitu setiap 6 bulan sekali maka sebaiknya dibuat standart rutinitas penggantian sensor damper otomatis tiap 6 bulan Timelosses yang terjadi pada Mesin DST Sedangkan untuk urutan timeloses pada mesin DST tidak berbeda secara signikan dengan mesin AWU, perbedaannya adalah pada jumlah waktu/lama timeloses terjadi dan tidak adanya vial yang salah letak yang memberikan pengaruh terhadap timeloses mesin DST. Timeloses yang terjadi pada mesin DST disebabkan oleh : Temperatur mesin DST turun Temperatur yang sering turun merupakan penyebab terbesar dari time losses yang timbul pada mesin AWU, temperatur yang digunakan untuk mensterilkan vial adalah 360 C apabila mesin mendeteksi bahwa temperature yang terjadi pada saat proses produksi tidak mencapai

25 C (toleransi ±30 C) maka mesin DST dan AWU akan secara otomatis akan berhenti bekerja. Penumpukan vial di RPE Terjadi apabila output dari mesin DST lebih besar dari pada output mesin RPE sehingga terjadi penumpukan vial di mesin RPE. Setting mesin filling Pergantian produk/ batch Sensor mesin filling rusak Mesin filling berhenti, dan mati lampu. Berikut diagram fishbone untuk timelosses mesin DST : Mesin filling berhenti Penumpukan vial di mesin RPE Pergantian Pengisian bulk zat aktif batch Pengisian rubber Output DST > output RPE Konveyor capping berhenti Speed mesin tidak seimbang Speed mesin tidak seimbang Output DST > output RPE Output RPE > output Filling FFP Speed mesin tidak seimbang Time Losses mesin DST Pemasangan hopper Pemasangan dosing station Setting mesin filling FFP Damper telalu terbuka Damper otomatis lemah Sensor damper lemah Temperatur mesin DST turun Damper telalu tertutup Gerbang RPE terlalu lebar Kabel heater putus Umur pakai heater pendek Gb 4.9. Diagram Fishbone untuk Time Losses pada mesin DST

26 74 Urutan penyebab timeloses berdasarkan tingkat keseringan terjadinya, yaitu penumpukan vial di mesin DST (2-11 kali dalam sehari), temperatur mesin DST turun (4-8 kali sehari), mesin filling terhenti (1-4 kali sehari), dan setting mesin filling (termasuk uji kejernihan, dan uji bobot). Sedangkan, urutan penyebab timeloses pada mesin AWU berdasarkan waktu/lamanya terjadi, yaitu temperatur mesin DST turun (41,43 menit), setting mesin filling (termasuk uji kejernihan dan bobot) (31,51 menit), penumpukan vial di DST(25,54 menit), mesin filling terhenti (18,08 menit), sensor mesin filling mati (16,00 menit), pergantian produk (1,72 menit), vial salah posisi (0,53 menit), dan mati lampu (0,04 menit). Urutan tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini. Tabel 4.9. Urutan Timeloses pada mesin DST berdasarkan lamanya terjadi No Timeloses Rata-rata waktu (menit) 1 temperatur DST turun 41,35 2 setting mesin filling, uji kejernihan dan bobot 31,51 3 penumpukan vial di RPE 23,30 4 mesin filling berhenti 18,07 5 sensor mesin filling rusak 16,00 6 pergantian produk (dengan zat aktif sama) 1,72 7 mati lampu 0,04

27 75 URUTAN TIMELOSES MESIN DST waktu (menit) temperatur DST turun setting mesin filling, uji kejernihan dan bobot penumpukan vial di RPE mesin filling berhenti keterangan sensor mesin filling rusak pergantian produk (dengan zat aktif sama) mati lampu rata2 DST Gb Urutan timeloses pada mesin DST berdasarkan lamanya terjadi Penurunan temperatur DST (penurunan sampai o C) sebagian besar terjadi pada pagi hari karena pada pagi hari suhu oven belum stabil. Pada siang hari, setelah temperatur stabil ( o C), temperatur mesin DST tidak turun sehingga mesin DST tidak terhenti dan proses washing akan berjalan lebih lancar. Terdapat beberapa sebab yang dapat membuat temperatur mesin DST dapat turun antara lain : Salah satu kabel heater putus Katup pembukaan exhaust/damper terbuka lebar sehingga udara terhisap ke luar dari oven, Katup damper terlalu tertutup sehingga mesin DST mudah panas kemudian mati, atau pintu gerbang menuju RPE terbuka lebih lebar dari ukuran vial.

28 76 Sebaiknya, penyebab-penyebab tersebut segera dieliminasi, diantaranya dengan cara memperbaiki kabel heater yang putus, dan memperlebar atau mempersempit ukuran katup bumper (disesuaikan dengan suhu DST). Pada tanggal 23 Juni 2007 telah diadakan perbaikan heater mesin DST. Menurut pengamatan, mesin DST tetap mengalami penurunan temperatur berkali-kali setelah dilakukan service, walaupun penurunan temperatur tersebut tidak sampai dibawah dari 300 o C. Service yang dilakukan telah menunjukan peningkatan terhadap kinerja mesin DST (berupa temperatur turun tidak kurang dari 300 o C), tetapi kurang memberikan pengaruh yang signifikan karena penurunan temperatur mesin DST masih terjadi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai o C tetap lama. Sebaiknya, pengecekan dan pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab utama turunnya temperatur mesin DST. Penumpukan vial di mesin DST dapat terjadi karena temperatur mesin DST turun, vial menumpuk di RPE, mesin filling terhenti, vial menumpuk di confeyor menuju mesin cramping, atau mesin cramping terhenti. Sedangkan, penumpukan vial di RPE dapat terjadi karena kecepatan mesin DST lebih besar dari kecepatan mesin filling, mesin filling terhenti, vial di confeyor menuju mesin cramping terhenti, atau mesin cramping terhenti. Penumpukan vial di RPE/DST terjadi sepanjang hari (pagi dan siang hari ketika produksi berjalan) sehingga timeloses sering terjadi. Jika penumpukan vial terjadi karena vial di mesin RPE menumpuk, maka

29 77 sebaiknya kecepatan mesin AWU dan DST disesuaikan dengan kecepatan mesin filling. Mesin filling terhenti karena menunggu hasil uji kejernihan dan uji bobot, adanya masalah dalam setting mesin filling, pengisian bulk zat aktif, pengisian rubber, pembersihan mesin, atau conveyor menuju mesin cramping mati. Ketika mesin filling berhenti, vial di RPE akan penuh dan menumpuk mengakibatkan mesin DST terhenti, vial di confeyor menuju DST terhenti dan mesin AWU terhenti juga. Sebaiknya, proses filling terus berjalan ketika uji kejernihan dan bobot dilakukan; dan perlu diadakannya prediction maintenance dalam hal setting mesin filling. Vial yang salah posisi atau pecah di mesin AWU terjadi karena vial terjatuh di piringan ketika diletakkan ke atas piringan mesin AWU. Sebaiknya, operator lebih fokus/cermat dalam memonitor posisi vial yang masuk ke dalam mesin AWU. Selain itu, perlu adanya pembagian tugas bahwa salah satu operator perlu standby di mesin AWU untuk menghindari adanya vial yang terjatuh atau terjadinya kekosongan di mesin AWU (karena vial di piringan habis). Dalam hal ini, menurut pengamatan, operator telah melakukan pembagian tugas dengan baik dalam meminimalkan jumlah vial yang pecah atau menghindari terjadinya kekosongan washing. Salah satu sensor mesin filling rusak merupakan salah satu penyebab timeloses yang memerlukan waktu yang lama untuk memperbaikinya, menurut pengamatan, sensor mesin filling tersebut telah aus sehingga tidak

30 78 dapat digunakan kembali. Oleh karena itu, proses filling dilakukan tanpa satu sensor. Sebaiknya, sensor tersebut segera diperbaiki/diperbarui dan maintenance dilakukan secara rutin (predictive maintenance), seperti membuat perkiraan suatu alat aus sehingga dapat ditanggulangi jika masalah tersebut terjadi karena sistem pada produksi ini bersifat in line dimana satu mesin tidak berjalan, maka mesin lainnya akan terhenti secara otomatis Analisis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk mesin DST Pembuatan FMEA ( Failure Mode Analyze Effect And Mode) untuk mesin DST, sama halnya pada mesin AWU untuk mesin DST mempunyai timelosses terbesar pada faktor penurunan suhu DST (tabel 9) maka pembuatan FMEA akan dilakukan untuk faktor tersebut :

31 79 Tabel FMEA untuk Mesin DST Modus Efek Nilai Sebab CTQ Kegagalan Potensial RPN Potensial Pengendalian Potensial Modus O S D Modus Kegagalan Kegagalan Kabel Umur Heater Menggunakan Heater Pakai yang digunakan heater asli mesin. Putus heater lokal Lakukan rutinitas pendek berkala pengecekan heater setiap 3 bulan sekali. Gerbang Suhu DST Kelalaian operator Dibuatkan standart RPE terlalu sangat sulit dalam mensetting pembukaan gerbang lebar terbuka tercapai mesin RPE RPE sehingga Temperatur operator tidak lalai DST turun Gerbang Suhu DST Kelalaian operator Dibuatkan standart RPE terlalu sangat sulit dalam mensetting pembukaan gerbang tertutup tercapai mesin RPE RPE sehingga operator tidak lalai Damper Suhu DST Sensor damper Penggantian sensor otomatis DST akan terlalu otomatis sudah damper otomatis lemah/ tidak fluktuatif lemah. dengan yang baru. sentris dengan perubahannya Cara pemasangan Melakukan training porosnya. damper yang ke teknisi dalam salah pemasangan damper yang benar. Jika dilihat dari FMEA diatas, dapat diketahui bahwa prioritas terbesar terhadap resiko terjadinya mode kegagalan yaitu adanya kegagalan di dalam pemasangan damper otomatis atau sensor damper otomatis yang sudah mulai lemah. Hal ini dapat dilihat pada bobot RPN dari masing- masing mode kegagalan dimana bobot RPN terbesar yaitu 392 terdapat pada mode

32 80 kegagalan tersebut. Setelah diketahui bahwa akar penyebab yang menyebabkan suhu DST tidak stabil adalah sensor damper otomatis yang mulai lemah dan juga pemasangan damper yang tidak sentris, kedua hal tersebut dapat menyebabkan sirkulasi udara yang berada di dalam tunnel sterilizing berturbulance yang pada akhirnya menyebabkan suhu tidak stebil. Hal ini disebabkan dari kurangnya pengalaman dari teknisi maupun operator dalam pemasangan damper sehingga poros damper tidak sentris dengan hole dari tunnel bisa juga dari sensor yang sedah lemah,, apabila dilihat dari trend penggantian sensor damper yaitu setiap 6 bulan sekali maka sebaiknya dibuat standart rutinitas penggantian sensor damper otomatis tiap 6 bulan.

33 81 Tabel Data TPM mesin AWU no Keterangan 15-Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun-07 1 Running time (menit) Official downtime (solat jumat, setting) (menit) Loading time (menit) Timeloses (menit): 1. temperatur DST turun 19,4 14,35 71,14 68,04 38,03 63,44 14,69 42,34 2. penumpukan vial di DST 0,4 12,38 11,19 21,4 28,1 9,28 108,5 13,1 3. setting mesin filling, uji kejernihan, dan uji bobot 29, ,5 16,02 10,35 67,43 54,83 4. mesin filling berhenti ,49 68,02 14,45 19, pergantian produk (ZA sama) 13, vial salah letak 1 0 1,7 0 1, sensor mesin filling mati mati lampu , TOTAL 64,55 236,73 91,52 184,31 98,18 102,74 190,62 110,27 5 Operating time (menit) 315,45 263,27 443,48 350,69 446,82 333,26 334,38 429,73

34 82 6 Speed machine (menit) Standard cycle time (menit/vial) 0,0133 0,0125 0, , , , , , Theoretica yield (vial) , , , , , , Actual yield (vial) Vial di-reject/buang (vial) Availability 83,01% 52,65% 82,89% 65,55% 81,99% 76,44% 63,69% 79,58% 12 Performance efficiencies 92,19% 84,78% 87,24% 120,30% 96,19% 88,30% 98,89% 91,57% 13 Rate of quality product 99,94% 100,00% 99,97% 99,93% 99,98% 99,87% 99,98% 99,90% 14 Overall equipment effectiveness 76,49% 44,64% 72,29% 78,81% 78,85% 67,41% 62,97% 72,80%

35 83 Selama delapan hari pengamatan, availability mesin AWU menunjukan hasil yang berbeda-beda, yaitu : 83,01% pada tanggal 15 Juni 2007; 52,65% pada tanggal 18 Juni 2007; 82,89% pada tanggal 19 Juni 2007; 65,55% pada tanggal 20 Juni 2007; 81,99% pada tanggal 21 Juni 2007; 76,44% pada tanggal 22 Juni 2007; 63,69% pada tanggal 25 Juni 2007; dan 79,58% pada tanggal 26 Juni Availability merupakan hasil perbandingan antara operating time terhadap loading time. Operating time dipengaruhi oleh jumlah dan waktu timeloses yang terjadi, sedangkan loading time dipengaruhi oleh waktu running time dan official downtime. Semakin banyak jumlah dan lama waktu timeloses yang terjadi, maka operating time akan semakin kecil sehingga availability akan semakin kecil. Availability yang baik terjadi ketika timeloses rendah, yang menggambarkan bahwa mesin tidak terhenti dalam waktu yang lama dan produktivitas akan tercapai. Idealnya, besarnya persentase availability yang baik, yaitu lebih besar dari 90%. Selama pengamatan ini, tidak ada availability mesin AWU yang mencapai nilai 90%. Hasil availability mesin AWU yang dicapai bervariasi antara 52%-83%, hal tersebut terjadi karena adanya timeloses yang bervariasi waktunya; semakin lama waktu timeloses

36 84 yang terjadi, maka operating time akan semakin rendah dan availability akan rendah pula. Sebaiknya, timeloses diminimalkan agar availability dapat meningkat dan mencapai kondisi ideal, salah satu caranya dengan memperbaiki kabel heater pada DST, jam setting mesin filling lebih awal, melakukan maintenance secara rutin pada mesin AWU, DST, filling, dan cramping. 140,00% 120,00% 100,00% nilai 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 15/06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/2007 tanggal avalability performance efficiency rate of quality product OEE Gb Grafik TPM harian mesin AWU Availability pada mesin DST selama delapan hari pengamatan menunjukan hasil yang bervariasi dengan rentang antara 56% sampai 86%. Hasil yang bervariasi ini disebabkan oleh timeloses yang terjadi setiap hari berbeda dalam hal jenis dan waktu/lamanya. Nilai persentase availability mesin DST tidak mencapai persentase keadaan ideal (yaitu lebih dari 90%), walaupun

37 85 dapat mencapai lebih dari 80% pada beberapa hari, yang menunjukan bahwa sebenarnya mesin DST mampu untuk mencapai availability lebih dari 80% setiap hari jika timeloses dapat diminimalkan.

38 86 Tabel Data TPM mesin DST no Keterangan 15-Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Jun Running time (menit) Official downtime (solat jumat, setting mesin DST) (menit) Loading time (menit) Timeloses (menit): 1. temperatur DST turun 19,4 14,35 74,14 64,77 38,03 63,44 14,35 42,34 2. penumpukan vial di RPE 0,48 12,383 11,19 21,02 28,09 9,28 90,85 13,1 3. setting mesin filling, uji kejernihan dan bobot 29, ,5 16,02 10,35 67,43 54,83 4. pergantian produk (dengan zat aktif sama) 13, sensor mesin filling rusak mesin filling berhenti ,49 67,94 14,45 19, mati lampu , TOTAL 63,63 236,733 92,82 180,58 96,59 102,7 172,6 110,27 5 Operating time (menit) 371,37 309, ,18 354,42 448,41 333,3 352,4 429,73 6 Speed machine (vial/menit) Standard cycle time (menit/vial) 0, , , , ,0139 0,014 0,014 0, Theoretical yield (vial) Actual yield (vial)

39 87 10 Vial di-reject/dibuang (vial) Availability 85,37% 56,64% 82,65% 66,25% 82,28% 76,44% 67,12% 79,58% 12 Performance efficiencies 81,57% 80,19% 91,14% 124,00% 99,84% 91,98% 97,75% 95,38% 13 Rate of quality product 99,94% 100,00% 99,97% 99,93% 99,98% 99,87% 99,98% 99,90% 14 Overall equipment effectiveness 69,60% 45,42% 75,30% 82,09% 82,13% 70,22% 65,59% 75,83%

40 88 140,00% 120,00% 100,00% nilai 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% 15/06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/ /06/2007 waktu 23/06/ /06/ /06/ /06/2007 availability performance efficiency rate of quality product OEE Gb Grafik TPM harian mesin DST Performance efficiencies menunjukan efisiensi kinerja mesin yang dipengaruhi oleh operating time, speed machine, dan jumlah vial yang digunakan. Semakin banyak jumlah vial yang digunakan daripada kecepatan mesin dan operating time, maka performance efficiencies akan semakin besar. Pada pengamatan ini, performance efficiencies mesin AWU dan DST antara 80% sampai 125%, sedangkan performance efficiencies yang ideal, yaitu lebih besar dari 95%. Hal ini menunjukan bahwa performance efficiencies mesin AWU dan DST dapat dikatakan baik karena mendekati bahkan lebih dari 95%. Sebaiknya, keadaan seperti ini dapat dipertahankan agar produktivitas terus meningkat. Rate of quality product dapat diartikan sebagai rata-rata kualitas produk yang dihasilkan. Besarnya nilai persentase rate of quality product ini

41 89 dipengaruhi oleh jumlah vial yang terpakai dan jumlah vial yang dibuang/di-reject. Semakin besar nilai persentase rate of quality product menunjukan bahwa jumlah vial yang di-reject semakin sedikit atau vial yang terpakai semakin banyak sehingga efisiensi tercapai. Pada keadaan ideal, persentase rate of quality product, yaitu lebih besar dari 99%. Hasil pengamatan menunjukan bahwa rate of quality product lebih besar dari 99%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah vial yang di-reject telah diminimalkan sehingga produktivitas dapat meningkat. Overall equipment effectiveness berarti efektivitas mesin secara keseluruhan. Overall equipment effectiveness dipengaruhi oleh availability, performance efficiencies, dan rate of quality poduct. Semakin besar nilai persentase overall equipment effectiveness menunjukan bahwa mesin dalam keadaan yang semakin baik dan siap untuk produksi. Idealnya, nilai persentase overall equipment effectiveness, yaitu lebih dari 85%, sedangkan nilai yang dicapai dari pengamatan mesin AWU dan DST tidak lebih dari 85%, tetapi beberapa data overall equipment effectiveness mesin DST mencapai nilai 45% dan 82%. Hal tersebut menunjukan bahwa efektivitas setiap hari berbeda secara signifikan yang disebaban adanya timeloses yang bervariasi waktunya dan sebabnya, salah satunya sensor mesin filling yang rusak mengakibatkan overall equipment effectiveness menjadi 45% pada mesin DST dan 44,6% pada AWU. Sebaiknya, efektivitas setiap hari diusahakan stabil agar efektivitas dan produktivitas meningkat. Hal ini

42 90 menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi overall equipment effectiveness perlu diperhatikan dan di-maintenance Prediksi Perbaikan Proses Produksi pada Mesin AWU dan DST 1. Semua proses berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala yang berarti. 2. Running Time Operator mulai menyalakan mesin AWU pukul bersamaan dengan mesin DST dan baru keluar pada pukul 15.30, sehingga running time menjadi 570 menit. 3. Official Down Time Tahap persiapan dan setting awal mesin sudah cukup bagus hanya pada hari jumat official down time melonjak tajam dikarenakan operator yang muslim harus melaksanakan shalat jum at, kalau bisa dilatih beberapa operator perempuan dalam mengoperasikan mesin sehingga mesin dapat tetap berproduksi. Jika semuanya dapat berjalan sesuai dengan rencana maka official down time hanya menghabiskan waktu sebanyak 20 menit. 4. Loading Time Dengan demikian loading time-nya menjadi 550 menit. 5. Time Losses Pada dasarnya time losses antara mesin AWU dan DST hampir sama, jika time losses tersebut dapat direduksi secara maksimal dengan melakukan solusi-solusi perbaikan, maka total time losses menjadi:

43 91 Jenis Time Losses Durasi (menit) Temperatur DST turun 12 Setting mesin filling, uji kejernihan dan bobot 22 Penumpukan vial di DST/ RPE 3 Mesin filling berhenti 1 Sensor mesin filling rusak 10 Pergantian produk/ batch 3 TOTAL 51 Tabel Prediksi Timelosses setelah adanya perbaikan Jenis time losses lainnya yang tidak termasuk ke dalam 6 kendala yang memberikan kontribusi terbesar dalam time losses adalah kendala-kendala yang tidak rutin terjadi setiap kali produksi, sehingga jika dilakukan preventive maintenance yang baik dan dilakukan secara berkala diharapkan kendala tersebut tidak akan terjadi pada proses produksi. 6. Speed Machine Kecepatan mesin adalah 72 vial/menit dan kestabilannya terjaga dengan baik sehingga hanya selisih ± 2% dengan theoretical yield yang diperoleh dari perhitungan. 7. Vial yang di reject Vial yang di reject maksimal 20 vial dalam satu batch. 8. Dalam satu shift produksi ditargetkan dapat menyelesaikan minimal 3 batch.

44 92 Dengan demikian prediksi OEE setelah dilakukan perbaikan pada sistem p roduksi untuk mesin AWU dan DST menjadi: No. Objective Nilai 1 Running time (menit) Official down time (menit) 20 3 Loading time (menit) Time loses (menit) Temperatur DST turun 12 Setting mesin filling, uji kejernihan dan bobot 22 Penumpukan vial di DST/ RPE 3 Mesin filling berhenti karena mesin capping 1 Sensor mesin filling rusak 10 Pergantian produk/ batch 3 Total time loses (menit) 51 5 Operating time (menit) Speed Machine (vial/menit) 72 7 Standard cycle time (menit/vial) Theoretical yield (vial) Actual yield (vial) 98%x Theoretical yield Vial yang di reject (vial) max 20 vial x 3 batch Availability 90.72% 12 Performance efficiencies 97.37% 13 Rate of quality product 99.83% 14 Overall equipment effectiveness 88.18% Tabel Prediksi OEE pada system Produksi Mesin AWU dan DST

45 Proses Filling Injeksi Kering pada Mesin FFP Setelah data TPM untuk mesin AWU dan DST di dapat langkah selanjutnya yaitu menghitung Total Productive Maintanance (TPM) untuk mesin filling injeksi kering FFP. Setelah melakukan pengamatan dan pengambilan data pada proses filling selama 8 hari kerja, maka diperoleh data yang tercantum pada Tabel 14. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Overall Equipment Effectiveness (OEE) dari mesin FFP masih dibawah 80%, sedangkan idealnya OEE yang baik dari sebuah mesin untuk mencapai efektivitas dan efisiensi yang optimal adalah lebih dari 85%. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, tentunya perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan sehingga OEE mesin FFP bisa berada pada kondisi ideal atau setidaknya mendekati kondisi ideal yang diharapkan. OEE merupakan hasil perkalian nilai availability, performance efficiencies, dan rate of quality product dari mesin FFP. Nilai-nilai tersebut harus ditingkatkan agar persentase OEE dapat meningkat. Untuk mencapai OEE sebesar 85%, maka setidaknya availability mesin harus lebih dari 90%, performance efficiencies lebih dari 95%, dan rate of quality product lebih dari 99%. Dari data yang diperoleh, hanya nilai rate of quality product yang telah memenuhi syarat agar OEE sebesar 85% dapat tercapai. Dengan demikian, maka nilai availability dan performance efficiencies dari mesin yang harus diperbaiki.

46 Tabel Total Productive Maintenance Mesin Filling FFP 94 Hari ke- No. Objective Total Rata-Rata 1 Running time (menit) Official down time (menit) Loading time (menit) Time loses (menit) Pengisian ulang rubber Pengisian ulang bulk zat aktif Pergantian batch Breakdown Jalur vial terhambat Masalah penutupan vial dengan rubber Mesin stop karena mesin cramping Mesin stop karena sistem sensor terganggu Perbaikan conveyor vial yang menuju mesin filling Pengembalian isi vial yang di reject ke hopper Pembersihan (serbuk, rubber, dan vial yang jatuh) Mesin stop karena suhu DST turun Perbaikan putaran hopper Setting ulang karena mati lampu Conveyor mati Sensor hopper rusak Flushing Pembersihan bagian dalam hopper karena ganti produk Perbaikan alat dozing Setting ulang bobot Total time loses (menit) Operating time (menit) Speed Machine (vial/menit) Standard cycle time (menit/vial) Theoretical yield (vial) Actual yield (vial)

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Flow diagram yang dilakukan untuk melakukan pemecahan permasalahan yang terjadi dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : Mulai Studi Pendahuluan Studi Kepustakaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA ANALISIS EFISIENSI TERHADAP PROSES PRODUKSI INJEKSI KERING DENGAN METODE TPM DI PT. DANKOS FARMA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA ANALISIS EFISIENSI TERHADAP PROSES PRODUKSI INJEKSI KERING DENGAN METODE TPM DI PT. DANKOS FARMA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Ganjil tahun 2007/2008 ANALISIS EFISIENSI TERHADAP PROSES PRODUKSI INJEKSI KERING DENGAN METODE TPM DI PT. DANKOS FARMA Yudi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit)

BAB V ANALISIS. Total Waktu (menit) BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Availability Rate Availability Rate mencerminkan seberapa besar waktu loading time yang tersedia yang digunakan disamping yang terserap oleh down time losses. Berikut adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Metode penelitian ini merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapantahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun bagian yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam)

BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN. Equipment Loss (Jam) BAB V ANALISA HASIL PERHITUNGAN 5.1 Analisa Nilai Availability Table 5.1 Nilai Availability Mesin Steam Ejector Planned Equipment Loss Time Availability Januari 42 6 36 85.71 Februari 44 7 37 84.09 Maret

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ

ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ ANALISIS PRODUKTIVITAS MENGGUNAKAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) STUDI KASUS PADA PT XYZ *Ni Made Sudri, Amalia Mareti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi Indonesia *msud_iti@yahoo.com

Lebih terperinci

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. September PRESENTASI SIDANG SKRIPSI 1 ANALISIS KINERJA DAN KAPABILITAS MESIN DENGAN PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT. X Disusun oleh Nama : Teguh Windarto NPM : 30408826 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive Maintenance Total Productive Maintenance (TPM) adalah teknik silang fungsional yang melibatkan beberapa bagian fungsional perusahaan bukan hanya pada Bagian

Lebih terperinci

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR

EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DALAM MENGUKUR Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.04 Vol. 03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2015 PENERAPAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DAN FAILURE MODE

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Mesin atau peralatan yang menjadi objek penelitian adalah pada bagian pengeringan di PT. XYZ yaitu pada mesin Dryer Twind. Karena mesin ini bersifat

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN)

ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN) ANALISIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE PADA MESIN CARDING COTTON DENGAN METODE OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (Studi Kasus: PT. EASTERNTEX - PANDAAN) ANALYSIS OF TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE IN CARDING

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance (TPM) adalah gabungan dari penerapan pemeliharaan di Amerika Serikat dengan pengendalian kualitas di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan mempermudah proses

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis

Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis Petunjuk Sitasi: Himawan, R., Choiri, M., & Saputra, B. (2017). Analisis Efektivitas Mesin Stripping Menggunakan Metode Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis. Prosiding SNTI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada PT. Kakao Mas Gemilang dan pengambilan data dilakukan pada department teknik dan produksi. 3.2. Pelaksanaan Penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4% BAB V ANALISA 5.1 Analisa Current State Value Stream Mapping (CVSM) Value stream mapping merupakan sebuah tools untuk memetakan jalur produksi dari sebuah produk yang didalamnya termasuk material dan informasi

Lebih terperinci

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009

ANALISIS DATA. Universitas Indonesia. Peningkatan kualitas..., Wilson Kosasih, FT UI, 2009 ANALISIS DATA 4.1 FASE ANALISA Fase ini merupakan fase mencari dan menentukan akar sebab dari suatu masalah. Kemudian, dilakukan brainstroming dengan pihak perusahaan untuk mengidentifikasi akar permasalahan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

BAB V ANALISA HASIL Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) 48 BAB V ANALISA HASIL 5.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisis perhitungan overall equipment effectiveness di PT. Inkoasku dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif menunjukkan penelitian melalui penelitian lapangan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu paradigma untuk memecahkan masalah yang terjadi agar penelitian ini lebih sistematis dan terarah. Bab ini berisi langkahlangkah pembahasan

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA

PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA MESIN MESPACK DI PT. UNILEVER INDONESIA DEA DERIANA 39410112 LATAR BELAKANG Peningkatan Produktivitas Overall Equipment Effectiveness

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%)

BAB V ANALISA HASIL. mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil. Availability Ratio (%) BAB V ANALISA HASIL 5.1 Pembahasan Analisa perhitungan Overal Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin AU L302,dari data hasil perhitungan availability

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 TAHAP ANALISIS (ANALYSE) Setelah di lakukan pengukuran maka dilakukan analisis permasalahan. Aktivitas utama tahap analisis adalah menentukan faktor penyebab cacat dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LADASA TEORI Dalam penulisan tugas akhir ini diperlukan teori-teori yang mendukung, diperoleh dari mata kuliah yang pernah didapat dan dari referensi-referensi sebagai bahan pendukung. Untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kondisi mesin/peralatan tersebut agar tidak mengalami kerusakan maka

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kondisi mesin/peralatan tersebut agar tidak mengalami kerusakan maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada lantai pabrik, kondisi dari mesin/peralatan yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk sangatlah menentukan. Oleh karena itu, untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Gambar 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi penelitian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar di dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah lebih terarah dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian ini. 3.1 Studi Literatur Studi literatur merupakan tahapan penyusunan landasan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil BAB V ANALISA HASIL Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan di bab sebelumnya menggunakan metode OEE maka dapat disimpulkan bahwa hasil pencapain OEE setiap bulannya adalah tidak

Lebih terperinci

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN:

Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun ISBN: Prosiding SNATIF Ke-1 Tahun 201 4 ISBN: 978-602-1180-04-4 ANALISIS PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) MENGGUNAKAN OVERALL EQUIPMENT EFECTIVENESS (OEE) DAN SIX BIG LOSSES PADA MESIN CAVITEC DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan persaingan bisnis di dunia mengakibatkan banyak sekali perusahaan perusahaan berlomba untuk mendapatkan pangsa pasar yang lebih besar, hal ini membuat perusahaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE).

BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisis Perhitungan Overall Equipmenteffectiveness (OEE). Analisis perhitungan overall equipment effectiveness pada PT. Selamat Sempurna Tbk. dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI KONTINYU DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI KONTINYU DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) PENINGKATAN EFEKTIVITAS LINI PRODUKSI PADA SISTEM PRODUKSI KONTINYU DENGAN PENDEKATAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) (Studi Kasus pada PT. Petrokimia Gresik) IMPROVING THE PRODUCTION LINE EFFECTIVENESS

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 48 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian perlu dibuat urut-urutan proses pengerjaan yang dilakukan. Urut-urutan proses pengerjaan tersebut disebut Metodologi Penelitian. Hal ini

Lebih terperinci

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY 55184 1,2)Email: teknik.industri@uii.ac.id ABSTRAK

Jl. Kaliurang Km 14.4 Sleman, DIY 55184 1,2)Email: teknik.industri@uii.ac.id ABSTRAK Penerapan Metode Total Productive Maintenance (TPM) untuk Mengatasi Masalah Six-Big Losess dalam Mencapai Efisiensi Proses Produksi (Studi Kasus pada PT. Itokoh Ceperindo) Aldila Samudro Mukti 1, Hudaya

Lebih terperinci

BAB V ANALISA. pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan.

BAB V ANALISA. pengambilan keputusan untuk menyelesaikan permasalahan. BAB V ANALISA Dari hasil pengumpulan dan pengolahan data pada bab sebelumnya maka selanjutnya dilakukan analisa. Analisa yang dilakukan harus lebih terarah sehingga hasilnya menjadi baik dan benar. Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini pertumbuhan industri telah memberikan dampak yang sangat besar bagi seluruh Negara yang memiliki lahan industri, dimana tidak ada lagi penghalang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan overall equipment effectiveness di PT. Sulfindo Adi Usaha dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Effektivitas dari pada mesin mesin m/c.cr.shaft yaitu mesin : Grinding,Fine Boring,dan Gun drilling. Sebagai langkah di dalam

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness di PT. Gramedia Printing Group dilakukan untuk melihat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. ABSTRACT... vii. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. ABSTRACT... vii. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii NASKAH SOAL TUGAS AKHIR... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v INTISARI... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bagian ketiga dari laporan skripsi ini menggambarkan langkah-langkah yang akan dijalankan dalam penelitian ini. Metodologi penelitian dibuat agar proses pengerjaan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan komparatif yang didukung oleh sumber daya alam dalam pembangunan sektor pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Spesifikasi FSM based PLC Spesifikasi dari FSM based PLC adalah sebagai berikut : 1. memiliki 7 buah masukan. 2. memiliki 8 buah keluaran. 3. menggunakan catu daya 5

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA 4.1. Menentukan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan RPN 4.1.1 Oli dan Filter Hidrolik Kotor Kerusakan pada oli dan filter hidrolik dapat menyebabkan kenaikan temperature

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI MESIN RING FRAME DENGAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT INDORAMA SYNTHETICS Tbk Disusun Oleh : Nama : Gabriella Aningtyas Varianggi NPM : 33412072 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

Kesimpulan dan Saran BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dengan penerapan total productive maintenance (TPM) menggunakan pengukuran efektivitas dengan melakukan pengukuran dengan cara overall equipment effectiveness

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL 5.1.Analisis Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) Analisa perhitungan OEE di PT. XYZ dilakukan untuk melihat tingkat efektivitas penggunaan mesin di mesi reaktor R-102

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berperan penting dalam perusahaan selain manajemen sumber daya manusia, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Konsep Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif baik skala kecil maupun BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Semua jenis industri khususnya industri manufaktur membutuhkan suatu kelancaran proses produksi dalam memenuhi tuntutan yang harus dipenuhi untuk menjaga kinerja

Lebih terperinci

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 1 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 1 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA ANALISA OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS UNTUK MEMPERBAIKI SISTEM PERAWATAN MESIN DOP BERBASIS TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (Studi Kasus: PT XYZ Malang) THE ANALYSIS OF OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS TO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Overall Equipment Effectiveness ( OEE ) Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah tingkat keefektifan fasilitas secara menyeluruh yang diperoleh dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1. Lapangan Produksi Penelitian ini dilakukan di lapangan produksi minyak dan gas yang terletak di lepas pantai yang berada di perairan Kepulauan Natuna, dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat yang merupakan kota besar

BAB 1 PENDAHULUAN. Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat yang merupakan kota besar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat yang merupakan kota besar di Indonesia. Dengan berbagai julukan seperti kota kembang, Paris van Java, kota belanja,

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Performansi Pengukuran performansi sering disalah artikan oleh kebanyakan perusahaan saat ini. Indikator performansi hanya dianggap sebagai indikator yang menunjukkan

Lebih terperinci

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT

Nama : Teguh Windarto NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr.Ir Rakhma Oktavina, MT PENULISAN ILMIAH MEMPELAJARI PROSES PERAWATAN MESIN POTONG VELEG RODA DUA DENGAN METODE TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) DI PT. ENKEI INDONESIA Nama : Teguh Windarto NPM : 30408826 Jurusan : Teknik Industri

Lebih terperinci

Analisis Availability Mesin Kompressor Dengan Penerapan TPM Dalam Produksi Blowing Agent Di PT. Dong Jin

Analisis Availability Mesin Kompressor Dengan Penerapan TPM Dalam Produksi Blowing Agent Di PT. Dong Jin Analisis Availability Mesin Kompressor Dengan Penerapan TPM Dalam Produksi Blowing Agent Di PT. Dong Jin http://www.gunadarma.ac.id/ Randy Kusmandanu 30405591 Pendahuluan Latar Belakang Agar Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa sekarang mengalami kemajuan yang sangat pesat, sehingga persaingan antar perusahaan pun semakin ketat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa Peningkatan..., Achmad, Fakultas Teknik 2016

BAB I PENDAHULUAN. Analisa Peningkatan..., Achmad, Fakultas Teknik 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada setiap industri manufaktur hampir semua proses produksinya menggunakan mesin atau peralatan sebagai fasilitas produksi yang utama. persaingan dalam penjualan produk

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM)

STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Seminar Nasional Teknik IV STUDI KASUS PENINGKATAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS () MELALUI IMPLEMENTASI TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE (TPM) Didik Wahjudi, Soejono Tjitro, Rhismawati Soeyono Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Kerusakan Mesin dan Keputusan Modifikasi Filter Oli Dari data data yang ada di BAB sebelumnya, sudah bisa diketahui bahwa kerusakan mesin khususnya komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi 3.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Untuk tetap bertahan di persaingan usaha, sebuah industri harus selalu melakukan perbaikan. Perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan keutungan bagi

Lebih terperinci

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Pengantar Manajemen Pemeliharaan. P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Pengantar Manajemen Pemeliharaan P2M Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia Topik Bahasan Perkembangan manajemen pemeliharaan Sistem pemeliharaan Preventive maintenance (PM) Total

Lebih terperinci

ANALISIS OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM MEMINIMALISI SIX BIG LOSSES PADA MESIN PRODUKSI DUAL FILTERS

ANALISIS OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM MEMINIMALISI SIX BIG LOSSES PADA MESIN PRODUKSI DUAL FILTERS ANALISIS OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) DALAM MEMINIMALISI SIX BIG LOSSES PADA MESIN PRODUKSI DUAL FILTERS DD07 (Studi kasus : PT. Filtrona Indonesia, Surabaya, Jawa Timur) ANALYSIS OF OVERALL EQUIPMENT

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Borris, Steven. 2006. Total Productive Maintenance. Michigan : McGraw- Hill Corder,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, adalah sebagai berikut : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodelogi penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapatahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan

Lebih terperinci

LAPORAN PRODUKSI BULAN JANUARI - APRIL 2008

LAPORAN PRODUKSI BULAN JANUARI - APRIL 2008 LAPORAN PRODUKSI BULAN JANUARI - APRIL 2008 PROSES No JENIS DEFECT JAN FEB MAR APR 1 Tidak Sempurna 5,614 5,582 5,839 6,397 2 Coating NG 1,903 2,141 1,943 2,538 3 Pinhole 892 901 289 3,548 4 Misrun (Bolong)

Lebih terperinci

OPERASIONAL DAN PERAWATAN MESIN CARTONING C2404 DI PT. KALBE FARMA Tbk

OPERASIONAL DAN PERAWATAN MESIN CARTONING C2404 DI PT. KALBE FARMA Tbk OPERASIONAL DAN PERAWATAN MESIN CARTONING C2404 DI PT. KALBE FARMA Tbk Nama : Rifqi Anggriawan NPM : 26412349 Jurusan : Teknik Mesin Pembimbing : Doddi Yuniardi, ST., MT LATAR BELAKANG MASALAH Mesin Cartoning

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. PEMAKAIAN LISTRIK GEDUNG PGC Konsumsi energi listrik harian di gedung Pusat Grosir Cililitan dicatat oleh PT. PLN (Persero) dalam 2 jenis waktu pemakaian yaitu Luar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tahapan atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian secara sistematik, sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Hasil yang

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pengumpulan data dilakukan pada sebuah perusahaan pertambangan yang ada di Bogor, Jawa Barat. Adapun data yang diambil adalah data produksi bahan tambang yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. FREKUENSI KERUSAKAN PER BULAN (Times)

BAB I PENDAHULUAN. FREKUENSI KERUSAKAN PER BULAN (Times) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan industri sekarang ini, banyak perusahaan yang mencari alternatif untuk meningkatkan usaha perbaikan untuk menunjang produktivitas dalam produksinya.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Pengumpulan Data 4.1.1 Penentuan Lini Produksi Kritis Pada pengolahan data tahap ini dilakukan perbandingan total kerusakan yang terjadi pada ketiga lini produksi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analisa Kerusakan Mesin dan Keputusan Pelaksanaan Retrofit Jika merujuk pada tabel 5.4 data pencapaian target tahun 2010 tertulis bahwa target kerusakan mesin yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR...

BAB II KAJIAN LITERATUR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i PERNYATAAN KEASLIAN... ii LEMBAR PENGESAHAN PERUSAHAAN....iii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING...iv LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN...vi HALAMAN

Lebih terperinci

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION

SESSION 12 POWER PLANT OPERATION SESSION 12 POWER PLANT OPERATION OUTLINE 1. Perencanaan Operasi Pembangkit 2. Manajemen Operasi Pembangkit 3. Tanggung Jawab Operator 4. Proses Operasi Pembangkit 1. PERENCANAAN OPERASI PEMBANGKIT Perkiraan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang

BAB V ANALISA DATA Tahap Analyze. Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang BAB V ANALISA DATA 5.1. Tahap Analyze Pada tahap ini penyusun akan menganalisis hambatan dan kendala yang terjadi pada perusahaan yang telah menurunkan keuntungan dan merugikan perusahaan. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lean dan Six sigma merupakan dua metodologi perbaikan yang berbeda satu sama lain dalam hal target, fokus maupun metode yang digunakan. Dalam perkembangan dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap industri manufaktur berusaha untuk efektif, dan dapat berproduksi dengan biaya produksi yang rendah untuk meningkatkan produktivitas. Usaha ini diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyusunan tugas akhir ini terinspirasi berawal dari terjadinya kerusakan pada mesin boiler satu burner dengan dua bahan bakar natural gas dan solar bekapasitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Sinurat dkk (2015) melakukan penelitian di suatu perusahaan manufaktur yang dalam proses produksinya menggunakan mesin bubut. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis/Desain Penelitian Berdasarkan tingkat eksplanasi, penelitian dibedakan menjadi tiga, yaitu deskriptif, komparatif, dan asosiatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. b. Meminimalkan biaya bahan baku dan upah kerja. c. Kecepatan proses produksi dengan basis mess production yang seragam.

BAB 1 PENDAHULUAN. b. Meminimalkan biaya bahan baku dan upah kerja. c. Kecepatan proses produksi dengan basis mess production yang seragam. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia industri semakin meningkat, efisiensi produksi semakin menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindarkan. Jika hal ini tidak diperhitungkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu :

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Stephens (2004:3), yang. yang diharapkan dari kegiatan perawatan, yaitu : BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Definisi maintenance Maintenance (perawatan) menurut Wati (2009) adalah semua tindakan teknik dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap

Lebih terperinci

DI PT. DIRGANTARA INDONESIA

DI PT. DIRGANTARA INDONESIA Seminar SENATIK Nasional Vol. II, 26 Teknologi November Informasi 2016, ISSN: dan 2528-1666 Kedirgantaraan (SENATIK) Vol. II, 26 November 2016, ISSN: 2528-1666 RPT- 25 ANALISA MESIN CINCINNATI DI PT. DIRGANTARA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijelaskan dalam Bab V, bisa disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kinerja mesin high pressure die casting

Lebih terperinci

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan)

Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Evaluasi Efektivitas Mesin Creeper Hammer Mill dengan Pendekatan Total Productive Maintenance (Studi Kasus: Perusahaan Karet Remah di Lampung Selatan) Melani Anggraini *1), Rawan Utara *2), dan Heri Wibowo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah performance mesin yang digunakan (Wahjudi et al., 2009). Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses operasional kapal laut yang berlangsung dalam suatu industri pelayaran semuanya menggunakan mesin dan peralatan. Menurut Siringoringo dan Sudiyantoro (2004)

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN.

BAB V PEMBAHASAN. BAB V PEMBAHASAN Untuk mempunyai daya saing perusahaan yang tinggi di pasar maka salah satu strategi perusahaan adalah dengan meningkatkan produktivitas, oleh karena itu perusahaan manufaktur ini melakukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM Pada bab ini akan di jelaskan tentang tujuan pengujian alat, metode dan hasil pengujian. Selain itu akan dijelaskan juga jenis-jenis komponen elektrik yang terhubung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pendahuluan Total Productive Maintenance (TPM) merupakan salah satu konsep inovasi dari Jepang, dan Nippondenso adalah perusahaan pertama yang menerapkan dan mengembangkan konsep

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI)

PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI) PENGUKURAN PRODUKTIFITAS MESIN UNTUK MENGOPTIMALKAN PENJADWALAN PERAWATAN (STUDI KASUS DI PG LESTARI) Fitri Agustina Jurusan Teknik Industri, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang Po Box 2 Kamal,

Lebih terperinci

PENGUKURAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN CARDING (Studi kasus: PT. XYZ)

PENGUKURAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN CARDING (Studi kasus: PT. XYZ) PENGUKURAN OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN CARDING (Studi kasus: PT. XYZ) MEASUREMENT OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) TO INCREASE VALUE OF

Lebih terperinci

Pengukuran Efektivitas Mesin Menggunakan Overall Equipment Effectiveness Untuk Dasar Usulan Perbaikan

Pengukuran Efektivitas Mesin Menggunakan Overall Equipment Effectiveness Untuk Dasar Usulan Perbaikan Pengukuran Efektivitas Mesin Menggunakan Overall Equipment Effectiveness Untuk Dasar Usulan Perbaikan Bernandus Yoseph Bilianto 1, Yurida Ekawati 2 Abstract. CV. Gracia has offset printing machines that

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

2.2.2 Keuntungan TPM Total Effectiveness (Keefektifan Total) Overall Equipment Effectiveness

2.2.2 Keuntungan TPM Total Effectiveness (Keefektifan Total) Overall Equipment Effectiveness DAFTAR ISI Halaman Judul...i Lembar Persoalan...ii Lembar Pengesahan...iii Lembar Pernyataan...iv Lembar Persembahan...v Kata Pengantar...vi Abstract...viii Intisari...ix Daftar Isi...x Daftar Tabel...xiii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi merupakan komponen penting bagi berkembangnya perusahaan. Semakin berkembangnya industri semakin banyak pula teknologi yang dikembangkan. Salah satu

Lebih terperinci

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT X

TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE DI PT X Daniel Limantoro., et al./ otal Productive Di P. X / Jurnal itra Vol. 1 No. 1, Janurari 2013, pp. 13-20 OAL PRODUCIVE MAINENANCE DI P X Daniel Limantoro 1, Felecia, S.., M. Sc. 2 Abstrak: P X merupakan

Lebih terperinci