UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. PRADJA PHARIN DESA KARANG ASEM BARAT CITEUREUP BOGOR JAWA BARAT PERIODE 1 APRIL 31MEI 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. PRADJA PHARIN DESA KARANG ASEM BARAT CITEUREUP BOGOR JAWA BARAT PERIODE 1 APRIL 31MEI 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PRADJA PHARIN DESA KARANG ASEM BARAT CITEUREUP BOGOR JAWA BARAT PERIODE 1 APRIL 31MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PRADJA PHARIN DESA KARANG ASEM BARAT CITEUREUP BOGOR JAWA BARAT PERIODE 1 APRIL 31MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RAHMI RAMDANIS, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Rahmi Ramdanis, S.Farm NPM : Tanda Tangan : Tanggal : Juli 2013 iii

4 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh : Nama : Rahmi Ramdanis, S. Farm NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Farmasi Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pradja Pharin Desa Karang Asem Barat Citeureup Bogor Jawa Barat Periode 1 April 31 Mei 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dewi Sulistyowati S.Farm, Apt Pembimbing II : Dr. Herman Suryadi, M.S. Apt Penguji I Penguji II Penguji III : Dr. Harmita, Apt. : Nadia Farhanah Syafhan, M.Si, Apt : Sutriyo, M.Si, Apt. Ditetapkan di : Depok Tanggal : 6 Juli 2013 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pradja Pharin (Prafa) pada periode 1 April 31 Mei Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Apoteker di Fakultas Farmasi,, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan. Penulis menyadari sangat sulit menyelesaikan Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Antonius Sutaryo, Apt. selaku Plant Manager PT. Pradja Pharin yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan kegiatan PKPA di PT. Pradja Pharin; 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi ; 3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi ; 4. Dewi Sulistyowati S.Farm, Apt. selaku Pembimbing I, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, pengarahan serta nasehat kepada penulis selama kegiatan PKPA di PT. Pradja Pharin; 5. Dr. Herman Suryadi MS. Apt. selaku Pembimbing II dari Fakultas Farmasi, yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini; 6. Seluruh staf dan karyawan PT. Pradja Pharin atas segala keramahan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA; 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis; v

6 8. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga atas segala kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian, semangat, dorongan dan do a yang diberikan; 9. Kak Uke dan teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas kebersamaan, semangat, dukungan dan kerja sama selama ini; 10. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama kegiatan PKPA ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca di masa mendatang. Penulis, 2013 vi

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rahmi Ramdanis NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Departemen : Farmasi Fakultas : Farmasi Jenis karya : Karya Ilmiah: Laporan Kerja Praktek demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Pradja Pharin Desa Karang Asem Barat Citeureup Bogor Jawa Barat Periode 1 April 31 Mei beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juli 2013 Yang menyatakan ( Rahmi Ramdanis ) vi

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTRA LAMPIRAN... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik... 6 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. PRADJA PHARIN Sejarah dan Perkembangan PT. Pradja Pharin Visi dan Misi PT. Pradja Pharin Struktur Organisasi PT. Pradja Pharin Lokasi dan Sarana PT. Pradja Pharin Kegiatan Industri PT. Pradja Pharin BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Logo PT. Pradja Pharin (Prafa) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Pradja Pharin Lampiran 2. Denah PT. Pradja Pharin Lampiran 3. Sistem Pengolahan Air PT. Pradja Pharin Lampiran 4. Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Pradja Pharin viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Dalam rangka pemenuhan kriteria tersebut, pemerintah mengeluarkan ketentuan dan persyaratan yang harus diterapkan dan dilaksanakan oleh setiap industri farmasi, yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan kegiatan pembuatan obat tersebut dikontrol dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah pedoman cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Salah satu personil yang terlibat industri farmasi tersebut adalah apoteker. Apoteker yang berada di industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang terdapat dalam CPOB, antara lain sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Oleh karena itu, apoteker diharapkan memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenai tugas dan fungsinya di industri farmasi. Untuk mencapai hal tersebut, maka Program Profesi Apoteker bekerja sama dengan PT. Pradja Pharin menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para calon Apoteker. Pelaksanaan 1

11 2 PKPA berlangsung dari tanggal 1 April 31 Mei Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bagi para calon apoteker bertujuan untuk: Mengetahui dan memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di industri farmasi, khususnya di PT. Pradja Pharin Memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam industri farmasi

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Industri Farmasi Pengertian Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat Izin Industri Farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Industri farmasi yang melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan harus berdasarkan penelitian dan pengembangan yang menyangkut produk sebagai hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Produk hasil penelitian dan pengembangan dapat dilakukan proses pembuatan sebagian tahapan oleh industri farmasi di Indonesia. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. 3

13 4 d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Setiap pendirian industry farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan rekomendasi dari kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat izin usaha industri wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya: a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan sekali dalam 1 (satu) tahun. b. Laporan industri faramsi disampaikan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan tembusan kepada Kepala Badan. c. Laporan dapat dilaporkan secara elektronik.

14 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pedoman mengenai pembinaan ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh Kepala Badan. Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan pemeriksaan dan: a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat untuk memeriksa, meneliti dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat. b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat. c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan obat dan bahan obat. d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau perdagangan obat dan bahan obat. Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala Badan POM). b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala Badan POM). c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala Badan POM). d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala Badan POM).

15 6 e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan POM). f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala Badan POM). Izin usaha industri farmasi dapat dicabut dalam hal: a. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan. b. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. c. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri. d. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam surat keputusan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Dalam CPOB terdapat 12 aspek yang telah diatur yaitu sistem manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit dan persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan

16 7 kembali produk, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya, dan tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Konsep dasar pemastian mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pengawasan mutu dan manajemen risiko mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan

17 8 proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien dan tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dan berpengalaman dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai higienis yang berkaitan dengan pekerjaan. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu)/kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

18 9 dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan; b. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lainnya. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. c. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. d. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. e. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan. f. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan dan pencegahan area produksi dimanfaatkan

19 10 sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. g. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. h. Kegiatan penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan, pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir, pengiriman produk dan laboratorium pengawasan mutu hendaklah dilakukan di area yang ditentukan Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai

20 11 kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Bangunan hendaklah dilengkapi dengan sarana toilet dengan ventilasi yang baik, tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan serta sarana yang memadai untuk penyimpanan pakaian personil dan milik pribadinya di tempat yang tepat. Peralatan yang telah digunakan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara benar. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif Produksi Produksi obat hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi obat membutuhkan sarana gedung produksi-pengemasanpenyimpanan, material yang memenuhi persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi, personalia yang terlatih dan berkualitas, proses

21 12 produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dianalisis selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang berwenang. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.

22 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan disamping itu pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri meliputi seluruh aspek yang tercantum dalam CPOB, yaitu antara lain personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Sebelum pemasok disetujui dilakukan evaluasi terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok

23 14 atau spesifikasi. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur. Evaluasi pemasok dilakukan dengan mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), maka personil tersebut hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk. Dalam penanganan keluhan, hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan oleh pemalsuan. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup tindakan

24 15 perbaikan bila diperlukan, penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan, dan tindakan lain yang tepat. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Keputusan penarikan kembali produk dapat diprakarsai oleh industri farmasi atau atas perintah Otoritas Pengawasan Obat, serta secara intern datang dari kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) dan manajemen perusahaan Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

25 16 Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajeman mutu atau pemastian mutu. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM. Kontrak hendaklah dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah pihak. Kontrak hendaklah memuat izin pemberi kontrak untuk menginspeksi sarana penerima kontrak Kualifikasi dan Validasi CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses

26 17 yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Kualifikasi terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja dan kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah operasional.

27 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. PRADJA PHARIN 3.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Pradja Pharin PT. Pradja Pharin (Prafa) didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto Pusposuharto dengan karyawan berjumlah 20 orang di areal berukuran 350 m 2. Pada tahun 1968, PT. Prafa ditunjuk sebagai importir dan penyalur tunggal Meiji Seika, Jepang di Indonesia. PT. Prafa menjadi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun Sejak saat itu, pembangunan pabrik di mulai di areal seluas 2300 m 2 di jalan Bandengan Selatan 58 A, Jakarta Utara. Sejak tahun 1988, PT. Prafa tumbuh menjadi suatu industri farmasi dengan memproduksi 200 jenis sediaan obat. Pada tahun yang sama dibangun pabrik yang terletak di daerah Citeureup, kabupaten Bogor. Pabrik baru selesai dibangun pada tahun 1990 dan PT. Prafa resmi pindah ke lokasi tersebut sampai sekarang. PT. Prafa melakukan akuisisi dengan Darya Varia Group dan dibeli oleh First Pacific Investment, Hongkong, pada tahun Darya Varia Group terdiri dari tiga perusahaan yaitu PT. Darya Varia Laboratoria Tbk., PT. Kenrose Indonesia, dan PT. Obat Dupa dengan distributor PT. Wigo Distributor Farmasi. Pada tahun 1998 PT. Obat Dupa dan PT. Kenrose ditutup. Sejak tanggal 21 Desember 2001 hingga sekarang Darya Varia Group diambil alih oleh United Laboratories, Inc. (Unilab), Filipina. Unilab juga memiliki perusahaan farmasi lain di Indonesia yakni PT. Medifarma Laboratories Inc. PT. Prafa menerima kontrak kerja sama dalam proses produksi dari perusahaan lain atau contract manufacture atau toll manufacturing. Prinsipal yang melakukan kerjasama toll manufacturing dengan PT. Prafa antara lain PT. Actavis Indonesia, PT. Novell Pharmaceutical Laboratories, PT. Procter & Gamble (P&G) Indonesia, PT. Sandoz Indonesia, PT. Servier Indonesia, PT. Guardian Pharmatama, PT. Kalbe Farma, PT. Lapi Laboratories, PT. Nufarindo Pharmaceutical Laboratories, PT. Pharos Indonesia, dan PT. Pyridam Pharma Tbk. Pada tahun 2009, Unilab Indonesia melakukan spesialisasi produksi yaitu PT. Medifarma Laboratories Inc. dikhususkan dalam produksi high volume solid 18

28 19 order dan obat-obat bebas (Over The Counter/OTC), PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. untuk produksi kapsul gelatin lunak, sediaan cair, dan semisolid serta PT. Prafa diarahkan pada produksi low volume solid order, produk etikal (solid dan injeksi), antibiotik betalaktam dan sefalosporin (solid dan injeksi), serta produk toll manufacturing. PT. Prafa lalu dikhususkan sebagai Centre of Excellent Toll Manufacturing. Gambar 3.1. Logo PT. Pradja Pharin (Prafa) Logo PT. Prafa berbentuk segitiga dengan sisi yang sama panjang dan tajam seperti (lihat Gambar 1). Segitiga pada gambar tersebut melambangkan huruf awal nama perusahaan. Sementara, bentuk segitiga itu sendiri melambangkan kemajuan dan budaya perusahaan yang modern. Pertemuan antar segitiga pada logo tersebut melambangkan kerja sama, kebersamaan, dan komitmen. Sisi sama panjang mencerminkan bahwa Prafa terdiri dari elemen yang memiliki kepentingan bersama serta saling menunjang dan mendukung sehingga tidak ada yang dapat berdiri sendiri tanpa dukungan kekuatan elemen yang lain. Warna biru pada logo Prafa melambangkan semangat, rasa aman, bersih, dan kepercayaan melalui produk-produk yang dihasilkannya sehingga akan memberikan kesan yang berlangsung lama di hati para konsumennya. 3.2 Visi dan Misi PT. Pradja Pharin Visi Visi PT. Prafa adalah menjadi salah satu dari lima perusahaan farmasi terbesar di Indonesia.

29 Misi Misi PT. Prafa adalah membangun Indonesia yang sehat secara bertahap setiap orang di setiap waktu, dengan menyediakan produk dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, serta mendorong promosi kesehatan, bekerja sama dalam sebuah keluarga BERSATU Nilai-Nilai Perusahaan Nilai-nilai inti PT. Prafa adalah BERSATU yang merupakan singkatan dari: Bayanihan Kami bekerja sama dengan semangat gotong royong demi kemajuan perusahaan Etos keterbukaan Kami mengutamakan komunikasi yang transparan, jujur, dan saling menghormati serta meningkatkan kolaborasi yang tulus di dalam perusahaan Rasa Peduli Kami menghargai sesama dan membina hubungan baik antar rekan kerja dan dengan masyarakat sekitar kami Semangat Untuk Maju Kami selalu mengupayakan yang terbaik untuk memberikan hasil yang melampaui harapan para pemangku kepentingan Ahli di bidangnya Kami menguasai bidang pekerjaan kami dan memegang teguh panduan profesional yang berlaku Tanggung jawab Kami bertanggung jawab terhadap apa yang kami katakan dan perbuat Utamakan pelanggan Kami memberikan kepuasan lebih kepada pelanggan melalui cara unik dan relevan yang memberikan nilai tambah pada kehidupan mereka.

30 Struktur Organisasi PT. Pradja Pharin PT. Prafa dipimpin oleh seorang Plant Manager yang membawahi 7 departemen dan masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor. Struktur organisasi PT.Prafa dapat dilihat pada Lampiran Lokasi dan Sarana PT. Pradja Pharin Kantor pusat PT. Prafa berada di Talavera Office Park, 8th-10th Floor, Jl. Letjen Simatupang No , Jakarta. Pabrik PT. Prafa berada di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Lampiran 2). Pabrik ini menempati areal seluas ±12 hektar dengan bangunan produksi seluas m 2 yang relatif terpisah dari lokasi pemukiman penduduk. Sarana produksi yang dimiliki PT. Prafa antara lain: a. Bangunan utama terdiri dari tiga gedung besar, yaitu: - Gedung pertama digunakan untuk ruang kantor, General Pharmacy Solid, Sterile Liquid Injection, ruang produksi dan kemas P&G, ruang Product Development Department (PDD), ruang Central Packaging (pengemasan sentral), dan mesjid. - Gedung kedua digunakan untuk ruang Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC) Department, gudang bahan baku, gudang bahan baku dan bahan kemas P&G. - Gedung ketiga digunakan untuk ruang produksi betalaktam dan sefalosporin, gudang non inventory dan gudang bahan kemas. b. Bangunan penunjang lain meliputi gedung Technical Service (TS), area parkir, pos satpam, kantin, unit laundry, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah padat. c. Bangunan gudang api dan gudang obat jadi.

31 Kegiatan Industri PT. Pradja Pharin Departemen Logistik Departemen logistik terdiri dari 4 bagian yaitu gudang bahan baku dan bahan kemas, gudang obat jadi, material and production planning, dan P&G material and production planning. Gudang bahan baku dan bahan kemas membawahi bagian dispensary atau penimbangan dan gudang non inventory. Departemen ini menggunakan program komputer EXACT sebagai sistem pencatatan stok. Adapun tugas dan tanggung jawab departemen ini adalah: - Menerima, menyimpan dan mengeluarkan barang serta mengelola semua inventaris yang meliputi bahan baku, bahan kemas dan obat jadi. - Menjaga kualitas dan kuantitas bahan baku, bahan kemas dan obat jadi di dalam gudang sesuai dengan syarat dan ketentuan CPOB yang berlaku. - Memonitor persediaan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi Secara umum, kegiatan departemen logistik meliputi kegiatan penerimaan, penyimpanan, pengeluaran dan penimbangan barang baik itu bahan baku, bahan kemas maupun obat jadi. a. Penerimaan barang. Kegiatan penerimaan barang yang berupa bahan baku ataupun bahan kemas dari pemasok diawali dengan pemesanan barang oleh bagian material and production planning dengan menggunakan Purchase Order Request (POR) dan mengirimkan Purchase Order (PO) ke pemasok yang dituju. Pemasok kemudian datang membawa barang pesanan beserta surat jalan dan Certificate of Analysis (CoA) dari barang tersebut sesuai dengan PO. Pada saat penerimaan barang, petugas gudang harus memeriksa kesesuaian barang dengan PO, supir dan truk yang datang dengan mengisi Form List Truck serta kondisi fisik barang dengan mengisi Incoming Material Check List. Supir diwajibkan untuk berpakaian sopan, bersepatu dan memiliki SIM sedangkan truk diperiksa kondisi fisiknya seperti kebersihan, ada atau tidaknya kerusakan pada bagian langit-langit truk, kondisi lantai box/container truk dan bila truk bak terbuka, harus ditutupi dengan dua

32 23 lapis terpal yang tidak tembus air. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kontaminasi terhadap barang yang diangkut sehingga kualitasnya tetap terjamin. Kondisi fisik barang diperiksa dengan mengamati kondisi kemasan (bersih dan kering, tersegel rapat, tidak rusak dan tidak robek atau bocor), jumlah barang dan lain-lain. Bila sudah sesuai dengan persyaratan, barang akan diterima dan surat jalan akan diparaf dan distempel oleh petugas. Setelah itu, barang disusun di atas pallet yang bersih. Petugas gudang kemudian memasukkan data barang yang datang ke sistem komputer. Setelah itu dilakukan pemberian nomor QC dan pencetakan label quarantine (warna kuning) dan General Receive Number (GRN). Petugas gudang kemudian menempelkan label quarantine pada tiap pallet dan label GRN pada tiap wadah serta mencatatnya ke dalam bincard. Selanjutnya petugas gudang membuat Purchase Receipt Local (PRL) atau Purchase Receipt Import (PRI) untuk barang impor sebagai bukti penerimaan bahan baku atau bahan kemas yang kemudian akan diperiksa oleh pihak departemen QA. Setelah itu, petugas QC akan datang ke gudang untuk melakukan sampling terhadap barang yang masuk. Jika sesuai dengan spesifikasi, maka barang tersebut akan diluluskan dan ditempelkan label QA released berwarna hijau. Di samping itu, bincard dari barang tersebut juga akan distempel QA released dan diubah statusnya menjadi released pada sistem EXACT. Namun, jika tidak sesuai spesifikasi, maka barang tersebut tidak diluluskan dan ditempelkan label rejected berwarna merah. Barang bersangkutan akan ditolak dan dikembalikan ke pemasok atau dimusnahkan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Proses penerimaan obat jadi dimulai ketika divisi pengemasan sentral menyerahkan obat jadi beserta tanda terima dan dokumen Pengiriman Hasil Produksi (PHP) yang mencantumkan tanggal dokumen, nomor dokumen, nomor dan nama item produk, nomor bets, tanggal kadaluarsa, satuan unit hitung dan jumlah unit yang diserahkan. Kemudian petugas di gudang obat jadi akan menandatangani bukti serah terima. Obat jadi tersebut belum dapat diedarkan ke distributor hingga mendapat status QA released.

33 24 Pihak gudang menerima barang retur dari distributor berupa obat jadi yang sudah mendekati masa kadaluarsa atau yang kemasannya rusak yang disertai dengan dokumen retur. Dokumen ini sama seperti dokumen PHP sehingga dapat ditelusuri nomor bets produk yang diretur. Proses penerimaan ini disertai pemeriksaan fisik oleh petugas gudang dan petugas QC. Departemen QA berwenang membuat disposisi untuk produk retur terkait masa kadaluarsa. Produk dapat diretur minimal 3 bulan sebelum tanggal kadaluarsa. Produk yang kemasannya rusak ditangani dengan pengemasan ulang. Jika kerusakan disebabkan kelalaian distributor misalnya kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dengan persyaratan, maka biaya pengemasan ulang ditanggung oleh pihak distributor. b. Penyimpanan barang. Penyimpanan bahan baku dan bahan kemas diwajibkan mematuhi persyaratan kondisi penyimpanan yang baik sesuai dengan rekomendasi pemasok terkait. Hal ini terkait dengan suhu penyimpanan yang dapat mempengaruhi kualitas barang. Oleh karena itu, gudang memiliki beberapa area penyimpanan seperti area AC, area non AC dan cool storage area (2-8 o C). Setiap stok barang memiliki kartu rak/bincard tersendiri dengan tujuan untuk mencatat kegiatan keluar-masuk barang, jumlah dan tanggal transaksi serta untuk memudahkan pengambilan barang dari rak gudang. c. Pengeluaran barang. Bahan baku dan bahan kemas yang keluar dari gudang didasarkan pada Production Order (PO) dan Picking List (PL). Barang dikeluarkan dari gudang dengan memperhatikan sistem First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) untuk bahan baku dan sistem First In First Out (FIFO) untuk bahan kemas, sementara itu pengurangan stok barang dilakukan di sistem EXACT. Sebagai tanda bukti pengeluaran barang, pihak gudang akan mengeluarkan dokumen yang bernama Production Issue (PI). PI akan dikeluarkan setelah penimbangan yang mengacu pada Batch Production Record (BPR) untuk bahan baku atau setelah dikirim atau diterima oleh divisi pengemasan sentral untuk bahan kemas.

34 25 d. Penimbangan barang (Dispensary) Kegiatan penimbangan yang dilakukan sudah terjadwal dan disesuaikan dengan jadwal kegiatan produksi. Dokumen penimbangan yang terkait antara lain Production Order (PO), Picking List (PL), Batch Production Record Dispensary (BPRD), dan label penimbangan. Sebelum penimbangan dilakukan, setiap alat timbang harus sudah mendapat label bersih yang berisi nama alat, nomor alat, dibersihkan oleh siapa, tanggal dan jam mulai dan selesai pembersihan, nama dan nomor bets produk terakhir yang ditimbang, tanggal dan paraf kepala bagian/supervisor serta nama dan nomor bets produk yang akan ditimbang. Selanjutnya dilakukan penyiapan jalur (line clearance) serta diperiksa kondisi lingkungan dengan menggunakan form checklist yang meliputi pemeriksaan suhu, kelembaban, perbedaan tekanan antar ruang saat penimbangan dan ruang timbang, alat, drum, pallet bersih, dan ruang timbang harus bebas dari penimbangan sebelumnya. Alat timbang harus selalu diverifikasi dengan batu timbang yang terkalibrasi dengan syarat penyimpangan tidak boleh lebih dari 0,1 % dari berat konvensional anak timbangan. Semua bahan baku yang akan ditimbang harus mendapat status QA released dan kegiatan penimbangan bahan aktif dilakukan terakhir setelah semua bahan tambahan selesai ditimbang. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari bahan aktif ke bahan yang lainnya. Penimbangan bahan untuk produk steril dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF). Bahan baku beserta bincard-nya yang sudah disiapkan sesuai dengan PL dibawa ke ruang antara untuk dibersihkan dan dibuka kemasan terluarnya lalu dimasukkan ke dalam ruang dispensary untuk ditimbang. Bincard digunakan untuk mencatat hasil penimbangan dan disesuaikan dengan pencatatan stok di EXACT. Setelah penimbangan selesai, bagian gudang akan mengeluarkan Production Issue (PI) dimana waktu pemotongan stoknya di sistem EXACT paling lama 16 jam setelah ditimbang. Hasil penimbangan selanjutnya akan diberi label penimbangan dan diserahkan ke bagian produksi beserta dokumen terkait.

35 Material and Production Planning Material and production planning berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi, pemasaran, pengadaan, akuntansi dan penyimpanan yang masing masing berfungsi dalam penyediaan obat. Tugas dan tanggung jawab departemen ini antara lain: 1. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. 2. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi P&G Material and Production Planning Fungsi, tugas dan tanggung jawab departemen ini sama dengan material and production planning tetapi dikhususkan untuk menangani produk P&G Gudang Bahan Baku dan Bahan Kemas Gudang bahan baku ditujukan sebagai tempat penyimpanan semua bahan baku, baik untuk kegiatan produksi Prafa maupun toll manufacturing dimana area penyimpanan bahan P&G dan bahan toll manufacturing ditempatkan di lokasi tersendiri, sementara bahan baku berupa zat aktif untuk kegiatan produksi betalaktam dan sefalosporin disimpan di area gudang yang terpisah secara fisik dari gudang lain. Gudang ini sendiri terdiri dari beberapa area penyimpanan yaitu: a. Area AC, merupakan area gudang dengan suhu 25 C dan Rh 75% untuk menyimpan bahan baku yang tidak stabil pada suhu > 25 C. b. Area non AC, merupakan gudang dengan suhu 32 C dan Rh 75% untuk menyimpan bahan yang stabil pada suhu tersebut c. Cool Storage Area, merupakan gudang dengan suhu 2-8 C untuk menyimpan bahan yang tidak stabil pada suhu kamar. d. Area prekursor, merupakan area gudang untuk penyimpanan prekursor seperti fenilpropanolamin dan pseudoefedrin. Area ini memiliki kunci ganda, masingmasing disimpan oleh petugas gudang dan QA.

36 27 Gudang bahan kemas ditujukan sebagai tempat penyimpanan semua bahan yang diperlukan pada proses pengemasan untuk menghasilkan obat jadi. Gudang ini memiliki dua ruang penyimpanan yaitu : a. area AC merupakan area gudang untuk penyimpanan label dan alu-foil. b. area non AC merupakan area gudang untuk penyimpanan box, botol, ampul, vial dan rubber stopper dan leaflet Gudang Obat Jadi Gudang obat jadi digunakan untuk menyimpan hasil produksi berupa obat jadi yang siap dikirimkan ke distributor. Gudang ini memiliki beberapa fasilitas ruangan yakni: a. Area AC, untuk menyimpan obat jadi yang memerlukan penyimpanan pada suhu 25 C dan Rh 75%. b. Area non AC, untuk menyimpan obat jadi yang tidak memerlukan persyaratan khusus dalam penyimpanannya. c. Cool Storage Area, dengan suhu 2-8 C. d. Area Barang Kembalian, untuk menyimpan obat kembalian dari distributor yang sedang menunggu disposisi QA. Selain keempat gudang yang telah disebutkan, terdapat juga fasilitas gudang api untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar Departemen Technical Service (TS) Departemen TS bertanggung jawab atas kelancaran kegiatan pabrik terutama pemeliharaan mesin atau peralatan produksi dan sarana penunjang produksi. Adapun tugas dan tanggung jawab departemen TS adalah sebagai berikut: a. Memelihara semua mesin produksi dan sarana penunjang sesuai dengan jadwal yang ditentukan. b. Memodifikasi mesin produksi sehingga bekerja lebih optimal.

37 28 c. Menangani proyek pembangunan. Rencana pembangunan fasilitas produksi terlebih dahulu diajukan kepada departemen TS, kemudian ditentukan material dan bahan kontruksi yang diperlukan serta anggaran belanja. Perawatan rutin dan modifikasi yang dilakukan oleh departemen TS bertujuan agar mesin produksi tidak rusak pada saat dipakai sehingga jadwal produksi yang telah disusun material and production planning tidak mengalami downtime. Ada dua jenis downtime yang dapat terjadi yaitu: a. Unschedule downtime, merupakan downtime yang terjadi karena berhentinya mesin secara tiba-tiba selama proses produksi sedang berlangsung. Hal ini menyebabkan mesin harus diperbaiki sehingga memperpanjang waktu produksi. b. Schedule downtime, merupakan downtime yang terjadi karena mesin berhenti beroperasi akibat suatu kegiatan yang tidak dapat ditolak, misalnya gulungan aluminium foil habis pada saat proses stripping sehingga membutuhkan waktu untuk memasang gulungan aluminium foil yang baru pada mesin stripping, saat sanitasi ruangan atau pelaksanaan preventive maintenance. Sedangkan sarana penunjang produksi di PT. Prafa yang dikelola departemen TS antara lain: Electricity Electrical berperan dalam pemantauan dan perawatan perangkat kelistrikan dan berhubungan langsung dengan PLN sebagai penyedia tenaga listrik. Rangkaian listrik untuk pabrik dimulai dari gardu PLN kemudian menuju gardu listrik kecil kemudian menuju ke panel besar yang berada di setiap gedung dan terakhir menuju setiap panel kecil yang berada di ruangan Clean Compressed Air Terdapat dua buah kompressor yang digunakan untuk menghasilkan clean compressed air atau udara bersih bertekanan di pabrik. Clean compressed air ini digunakan baik untuk yang contact product seperti proses spraying pada Fluid Bed Dryer (FBD) maupun yang non-contact product seperti deduster pada mesin pencetak tablet.

38 Sistem Pengolahan Air Ada tiga jenis kualitas air yang digunakan untuk keperluan pabrik yakni tap water, hot purified water (HPW) dan water for injection (WFI). Sumber air ini berasal dari 3 sumur artesis dengan kedalaman ±150 m. Awalnya air dipompa ke permukaan dan ditampung ke dalam dua tangki penampungan (storage tank). Proses klorinasi dilakukan terhadap air di dalam storage tank dengan penambahan natrium hipoklorit (NaOCl) 0,7-1,0 ppm untuk membunuh bakteri. Air hasil olahan lalu dialirkan ke fasilitas pengolahan hot purified water (HPW) serta ke fasilitas pabrik lainnya seperti ruang ketel uap, produksi dan toilet sebagai air ledeng. Proses produksi hot purified water yaitu air yang mengandung klorin dilewatkan ke multimedia filter berisi ferolite dan antrasite. Ferolite berfungsi untuk menurunkan kadar zat besi sedangkan antrasite berfungsi untuk memisahkan partikel kasar dari air. Setelah itu, air dialirkan ke carbon filter untuk menetralkan klorin dan menghilangkan bau lalu dilakukan penyaringan dengan menggunakan cartridge filter 5 µm. Selanjutnya air dilewatkan melalui cation bed untuk memisahkan kation dengan mengunakan resin penukar kation dan anion bed untuk memisahkan anion dengan menggunaan resin penukar anion. Kemudian air dilewatkan ke mix bed (gabungan resin penukar anion dan kation) untuk mencegah adanya anion dan kation yang terlewat melalui resin penukar ion sebelumnya. Air yang keluar dari mix bed kemudian disaring dengan menggunakan cartridge filter berturut-turut 1 µm dan 0,5 µm lalu disinari UV untuk merusak DNA bakteri. Hasilnya kemudian disaring lagi dengan cartridge filter 0,2 µm lalu dipanaskan dengan menggunakan plate heat exchanger (PHE) sebelum dimasukkan ke dalam storage tank. Suhu HPW di storage tank dipertahankan dalam kisaran o C. Air dalam storage tank lalu disirkulasi ke gedung produksi dan ke ruang produksi air water for injection (WFI). Proses pembuatan WFI dimulai ketika HPW dialirkan menuju ruang produksi WFI. HPW ini kemudian ditampung dalam tangki double jacket dan dialirkan menuju destilator. Air dipanaskan sampai menjadi uap kemudian

39 30 dikondensasi secara bertahap dan ditampung ke dalam storage tank untuk dialirkan ke user point sebagai WFI HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning) Heating, Ventilating, Air Conditioning (HVAC) merupakan sistem sirkulasi udara yang mengatur temperatur, kelembaban relatif, dan jumlah partikel. Air Handling Unit (AHU) merupakan suatu perangkat pengolahan udara yang menggunakan prinsip HVAC. Tiga fungsi Utama HVAC, yaitu heating, ventilating, dan air conditioning saling berhubungan untuk menghasilkan udara dalam gedung yang berkualitas, mengurangi infiltrasi udara, ventilasi, dan menjaga hubungan tekanan antar ruangan. Prinsip kerja HVAC adalah sebagai berikut, udara luar dan udara hasil resirkulasi di dalam ruangan masuk ke dalam washable filter untuk disaring yang bertujuan untuk mencegah masuknya kotoran. Udara kemudian dialirkan menuju fan cooling unit (FCU) untuk didinginkan. Udara hasil pendinginan melewati booster fan untuk didorong menuju premedium filter housing yang merupakan filter dengan efisiensi 90-95%. Udara hasil penyaringan tersebut akan mengalami penyaringan akhir oleh HEPA filter H11 (95%) dan keluar menuju electricity heater untuk menurunkan Rh dan selanjutnya didistribusikan melalui pipa. Ada empat parameter yang perlu diperhatikan dan dikendalikan dalam sistem AHU, yaitu yang pertama temperatur ruangan yang harus diatur sedemikian rupa agar persyaratan temperatur ruangan untuk kegiatan produksi dapat terpenuhi. Kedua adalah kelembaban relatif ruangan, kelembaban udara adalah parameter kritis bagi produk yang bersifat higroskopis. Ketiga yaitu jumlah partikel. Jumlah partikel dalam setiap ruangan berbeda-beda tergantung klasifikasi ruangan. Jumlah partikel dikendalikan oleh beberapa filter yang terdapat pada AHU. Kemudian yang keempat adalah jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan. Jumlah sirkulasi udara dan perbedaan tekanan akan menentukan tingkat kebersihan ruangan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang.

40 Steam Boiler Berdasarkan kualitas uap yang dihasilkannya, terdapat dua buah steam boiler yang digunakan di PT. Prafa, yaitu: a. Plant steam boiler. Boiler ini digunakan untuk menghasilkan uap panas bertekanan tinggi yang dipakai sebagai sumber energi panas untuk memanaskan double jacket tank dan pengolahan air. b. Clean steam boiler. Boiler ini digunakan sebagai sumber uap panas untuk peralatan dan/atau mesin di fasilitas steril pabrik, seperti misalnya autoklaf. Sumber air yang digunakan boiler ini adalah water for injection (WFI) Departemen Human Resources and General Services (HRGS) Departemen HRGS dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi tiga divisi yaitu personnel affairs, general affairs dan building maintenance. Manajer HRGS bertugas untuk memimpin, mengarahkan, mengevaluasi dan mengembangkan suatu tim yang terdiri dari staf-staf untuk memastikan bahwa manajemen dokumentasi ketenagakerjaan, proses dan kegiatan administrasi lainnya berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan. Tugas divisi personnel affairs adalah menangani segala hal yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di PT. Prafa antara lain: a. Menyusun daftar gaji dan tunjangan jabatan serta menghitung pembayarannya setiap akhir bulan. b. Membuat laporan jumlah karyawan. c. Melakukan perekrutan karyawan atas permintaan departemen lain yang membutuhkan. d. Membuat dan memeriksa absensi/kehadiran karyawan serta memasukkan data absensi karyawan. Divisi building maintenance bertanggung jawab dalam pemeliharaan bangunan pabrik PT. Prafa. Divisi general affairs bertugas menangani seluruh hal yang berkaitan dengan kesejahteraan dan fasilitas umum karyawan yaitu: a. Menangani masalah kebersihan dan keamanan. b. Membuat laporan Jamsostek

41 32 c. Makan siang karyawan, supir, dan laundry. d. Pengolahan limbah General affairs juga menangani hubungan antara pabrik dengan pihak luar yaitu masyarakat, instansi pemerintah ataupun instansi non pemerintah serta menangani keluhan dari masyarakat terkait gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh pabrik ataupun limbahnya. Administrasi kesekretariatan dan keuangan pabrik juga ditangani oleh departemen HRGS yang meliputi surat masuk dan surat keluar, membuat laporan-laporan dan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pengeluaran-pengeluaran pabrik. Salah satu tugas general affairs adalah menangani pengolahan limbah. Limbah padat dapat berasal dari debu hasil proses produksi, sampah sisa proses pengemasan, sampah dari lingkungan pabrik, produk rejected dan obat yang telah kadaluarsa. Limbah padat yang masih dapat dimanfaatkan serta memiliki nilai jual seperti sisa kemasan (kaleng, drum, alumunium foil, plastik, botol, kardus) dikumpulkan di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) kemudian dijual kembali. Limbah padat berupa debu hasil proses produksi akan disedot oleh dust collector yang kemudian dikumpulkan oleh petugas technical service sebulan sekali dan disimpan di TPS. Limbah padat yang berasal dari proses produksi betalaktam dan sefalosporin terlebih dahulu dimasukkan dalam kantung plastik transparan yang dibasahi bagian luar dan dalamnya dengan larutan NaOH ph 12 kemudian disimpan di TPS. Selanjutnya, limbah padat tersebut dikirim ke PT. Wastec International untuk dimusnahkan. Limbah cair berasal dari proses produksi, pencucian peralatan produksi, limbah laboratorium dan buangan lainnya. Semua limbah cair ini kemudian diolah di Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Limbah cair yang berasal dari proses produksi betalaktam dan sefalosporin dilakukan pretreatment dahulu sebelum dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Dalam proses pengolahan limbah cair, IPAL di Prafa terdiri dari 11 buah bak yang masing-masing kegunaannya dijelaskan secara ringkas sebagai berikut: a. Antibiotic denaturation Tank 1. Bak ini merupakan bak penampungan limbah cair utama yang berasal produksi betalaktam dan sefalosporin. Di dalam bak ini

42 33 dilakukan penambahan NaOH sehingga ph cairan menjadi 12 dan terjadi hidrolisis cincin laktam. b. Antibiotic denaturation Tank 2. Di dalam bak ini berlangsung proses netralisasi limbah cair sehingga diperoleh limbah dengan ph ± 7 yaitu dengan penambahan HCl. Hal ini diperlukan karena bakteri aerobik yang akan digunakan dalam tahap pengolahan limbah selanjutnya, tumbuh dan bekerja pada ph netral. Proses penambahan HCl dan NaOH dilakukan secara otomatis menggunakan dosing pump. c. Oil separation. Bak ini merupakan bak penampungan limbah cair utama yang berasal dari produksi non betalaktam dan sefalosporin. Di dalam bak ini berlangsung proses netralisasi limbah cair sehingga diperoleh limbah dengan ph ± 7 yaitu dengan penambahan HCl. d. Oil Collection. Bak ini berfungsi untuk memisahkan cairan dengan minyak secara manual. e. Contact Tank. Bak ini merupakan bak penampungan limbah produksi baik beta laktam dan sefalosporin atau non betalaktam (NBL) yang telah mengalami penetralan. Bak ini memiliki kanal berkisi (fish bone weir) untuk mengurangi gas yang terkandung di dalam air limbah. f. Primary Clarifier. Bak ini berbentuk kerucut atau luas bagian bawah lebih sempit dibandingkan dengan bagian atas. g. Sludge stabilization. Bak ini berfungsi untuk menampung lumpur yang berlebih untuk selanjutnya dialirkan ke filter press. h. Aeration Tank. Bak ini memiliki diffuser untuk mensuplai oksigen bagi bakteri. Diffuser ini memiliki dua blower yang bekerja 24 jam secara bergantian. i. Secondary Clarifier. Bak ini berfungsi untuk memisahkan air dan lumpur dengan cara menyedot lumpur untuk dialirkan ke bak sludge stabilization. j. Break Tank. Bak ini merupakan bak untuk menampung air limbah yang sudah tidak mengandung lumpur. Setelah itu limbah dialirkan berturut-turut menuju sand filter dan carbon filter. Filtrasi ini bertujuan untuk menyaring air limbah dan mengurangi bau. k. Final Tank. Bak ini menampung air limbah olahan dan berisi ikan sebagai

43 34 indikator limbah yang ramah lingkungan. Bahan atau reagensia kimia tidak boleh dialirkan ke dalam IPAL seperti limbah cair lainnya. Bahan tersebut akan dikumpulkan dan dikirim ke PT.Wastec sebagai B3 (bahan beracun berbahaya) untuk kemudian dimusnahkan Departemen Produksi Departemen produksi terdiri dari lima divisi yaitu General Pharmacy Solid (GPS), Sterile Liquid Injection (SLI), betalaktam dan sefalosporin, P&G serta Central Packaging (CP). Masing-masing divisi dipimpin oleh seorang supervisor yang dibantu oleh beberapa kepala bagian atau section head. Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan dokumen perintah produksi (Production Order/PO) yang dilengkapi dengan dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang (Picking List/PL), bukti pengeluaran bahan baku dan bahan kemas dari gudang (Production Issue/PI), catatan pengolahan bets (Batch Production Record Making/BPRM), dokumen pengemasan primer (Packaging Direction Record Primary/PDRP) dan dokumen pengemasan sekunder (Packaging Direction Record Secondary/PDRS). Dokumen-dokumen tersebut dikeluarkan oleh Material and Production Planning. Proses produksi dimulai dengan penyiapan jalur produksi (line clearance) untuk memastikan kesesuaian jenis dan jumlah bahan baku, kesiapan peralatan dan kondisi ruangan. Selama proses produksi berlangsung, dilakukan In Process Control (IPC) oleh bagian produksi dan QC. Setelah proses produksi selesai, dilakukan pembersihan/sanitasi terhadap semua mesin dan ruangan yang dipakai, kemudian diberi label bersih lengkap dengan nama operator dan tanggal pembersihan. Produk ruahan yang dihasilkan lalu dikirim ke divisi pengemasan sentral. Obat jadi dikirim ke gudang obat jadi dilengkapi dengan dokumen Pengiriman Hasil Produksi (PHP) untuk kemudian disalurkan ke distributor.

44 Produksi General Pharmacy Solid (GPS) Bagian produksi GPS menangani produksi sediaan solid non betalaktam berupa tablet, kapsul, tablet salut gula dan salut film, tablet hisap, tablet effervescent serta pengemasan primer seperti blistering dan stripping. a. Proses pencampuran Pada proses ini dilakukan pencampuran bahan aktif dan bahan pengisi sampai homogen dan memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu kempa langsung atau granulasi. Proses kempa langsung merupakan proses yang paling sederhana dan paling cepat karena hanya satu tahap saja, yaitu pencampuran kering. Bahan-bahan untuk kempa langsung dicampur di dalam mixer sampai homogen kemudian ditampung dalam wadah dan diberi label. Proses granulasi ada dua macam yaitu granulasi basah dan granulasi kering. Proses granulasi kering adalah proses pembentukan granul kering dengan bantuan tekanan tinggi. Proses granulasi kering dilakukan untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas dan mudah rusak karena hidrolisis air, tetapi tahan terhadap tekanan tinggi. Pada proses pencampuran bahan untuk granulasi kering, zat aktif dan fase dalam dicampur lalu dilakukan proses slugging. Kemudian dilakukan pengayakan dengan ukuran mesh tertentu. Proses granulasi basah adalah proses pembentukan granul basah yang menggunakan bantuan larutan pengikat untuk membentuk granul. Larutan pengikat yang dapat digunakan adalah alkohol, isopropanol dan kombinasi keduanya. Proses granulasi basah dilakukan untuk bahan-bahan yang tahan panas dan tidak rusak karena hidrolisis air. Proses pencampuran bahan untuk granulasi basah dimulai dengan pencampuran zat aktif dengan fase dalam, yaitu bahan pengisi, pengikat dan penghancur. Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan Fluid Bed Dryer (FBD). Granul yang dikeringkan dicek kadar airnya. Granul yang sudah memenuhi persyaratan kadar air selanjutnya diproses dengan granulator. Granul kering hasil granulator selanjutnya dicampur dengan fase luar (bahan pelicin, lubrikan, dan disintegran) dalam mixer.

45 36 Hasil dari proses granulasi basah, granulasi kering atau kempa langsung selanjutnya dibungkus dalam wadah, diberi label dan diletakkan di ruang work in process (WIP) sebelum diproses ke tahap berikutnya. b. Pencetakan Tablet Hasil mixing yang telah diizinkan untuk proses selanjutnya dibawa ke ruang pencetakan. In process control dilakukan pada awal, tengah, dan akhir proses pencetakan. Pengujian yang dilakukan adalah ketebalan tablet, keragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur. Tablet yang memenuhi syarat disimpan di ruang WIP tablet. Tablet yang tidak memenuhi syarat dikarantina terlebih dahulu, kemudian dilaporkan ke bagian QA untuk tindakan selanjutnya (reprocessing atau reject). c. Penyalutan Tablet Proses penyalutan bertujuan untuk menutupi rasa, bau, atau warna obat, memberi perlindungan fisik dan kimia pada obat, mengendalikan pelepasan obat dan meningkatkan penampilan tablet. Proses penyalutan dilakukan setelah tablet hasil cetak sudah memenuhi persyaratan dan dilabel untuk proses selanjutnya. Tahapan proses penyalutan adalah penyiapan larutan penyalut, proses sealing, proses subcoating, proses smoothing-coloring, dan proses polishing. Jenis tablet salut yang diproduksi adalah tablet salut film (salut selaput) dan salut gula. Tahap penyiapan larutan merupakan tahap kritis, jika larutan tidak homogen maka tablet tidak tersalut sempurna atau warna tidak merata. Tahap sealing bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut dari penetrasi air dan untuk memperkeras permukaan. Tahap subcoating bertujuan untuk menutupi permukaan bahan yang disalut sehingga menjadi bundar sesuai dengan bentuk dan ketebalan yang dikehendaki. Tahap smoothing-coloring bertujuan untuk menutupi dan mengatasi cacat pada permukaan tablet yang disebabkan oleh tahap subcoating, dan untuk memberi warna dasar pada tablet. Tahap polishing bertujuan untuk mengkilapkan permukaan tablet salut. In process control dilakukan setelah selesai penyalutan. Tablet salut yang tidak memenuhi persyaratan harus segera dikonfirmasi ke QA untuk memastikan tindakan selanjutnya.

46 37 d. Proses produksi kapsul Produksi kapsul dilakukan dengan menggunakan mesin pengisi kapsul. Prinsip kerja mesin pengisi kapsul adalah cangkang kapsul yang telah dimasukkan ke dalam hopper akan masuk ke dalam jalur kapsul. Dengan menggunakan vakum, cap dan body kapsul dipisahkan. Bagian body diisi granul atau serbuk. Body yang sudah terisi dan cap ditempatkan pada shaft dan siap untuk ditutup. Kemudian cap dan body ditutup lalu dikunci. Kapsul yang telah terkunci dikeluarkan. Selanjutnya dilakukan polishing untuk membersihkan debu partikel yang menempel pada permukaan cangkang kapsul. e. Pengemasan Primer Pengemasan primer untuk tablet, tablet salut, dan kapsul dibuat dalam dua bentuk, yaitu strip dan blister. Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan blister adalah plastik/polivinil klorida (PVC) dan alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan pengemas yang sudah dinyatakan released oleh QC. Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang dikemas dan permintaan pasar Produksi Sterile Liquid Injection (SLI) Bagian produksi SLI menangani produksi sediaan cair steril non betalaktam dalam kemasan ampul, vial, botol infus, tetes mata serta tetes telinga. Kegiatan produksi ini terdiri dari dua jenis yaitu produksi sediaan secara aseptis dan sterilisasi akhir. Tahapan proses produksi sediaan steril non betalaktam adalah: a. Pencucian Pencucian wadah (ampul/vial/botol infus) dilakukan sehari sebelum produksi berjalan dengan menggunakan mesin pencuci ampul/vial/botol infus. Proses pencucian ini dilakukan di bawah LAF (Laminar Air Flow). Setelah dicuci, wadah gelas berupa ampul/vial/botol infus disterilisasi dengan menggunakan oven sedangkan alat-alat non gelas disterilisasi menggunakan autoklaf.

47 38 b. Penimbangan Proses penimbangan dilakukan di ruang timbang khusus di area produksi steril. Ruangan timbang khusus ini dilengkapi dengan LAF. c. Pencampuran Proses pencampuran dilakukan di zona kelas A di bawah LAF dengan menggunakan mixing tank yang dilengkapi dengan mixer dan kompresor. Proses pencampuran terdiri dari proses pencampuran bahan awal yang telah ditimbang dan pelarutan. d. Penyaringan (Filtration) Proses penyaringan larutan obat dilakukan dengan menggunakan cartridge filter 0,2 µm. Kemudian dilakukan sampling IPC oleh QC untuk pemeriksaan pemerian, ph dan kadar zat aktif. Setelah memperoleh status QA released, proses baru dilanjutkan ke tahap pengisian. e. Pengisian secara aseptis Proses ini berupa pengisian larutan obat ke dalam wadah kemasan primer steril dilakukan di zona kelas A dengan latar belakang zona kelas B. Sampling IPC dilakukan oleh petugas dari produksi dan QC untuk pemeriksaan keseragaman volume. Setelah memperoleh status QA released, proses baru dilanjutkan ke tahap flame sealing (untuk sediaan ampul) dan sealing cap (untuk sediaan vial dan botol infus). Selanjutnya, QC melakukan pemeriksaan berupa uji kebocoran. f. Sterilisasi akhir Sterilisasi akhir hanya dilakukan untuk produk yang tahan pemanasan dengan menggunakan autoklaf. Setelah tahapan ini, QC akan melakukan sampling untuk uji sterilisasi. g. Inspeksi Inspeksi dilakukan secara visual dengan melihat ada tidaknya partikelpartikel pengotor.

48 Produksi Sediaan Betalaktam dan Sefalosporin Produksi sediaan betalaktam dan sefalosporin dilakukan pada bangunan yang terpisah dari bangunan produksi lainnya. Masing-masing unit produksi ini memiliki gudang, ruang timbang, laundry, kantin, dan toilet yang hanya dikhususkan untuk karyawan yang bekerja pada masing-masing unit produksi baik itu betalaktam maupun sefalosporin. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Pencegahan kontaminasi ini juga dapat dilihat dari kebijakan manajemen yaitu setiap karyawan yang akan meninggalkan bangunan tersebut diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum keluar. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi betalaktam dan sefalosporin juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya. Sediaan-sediaan yang diproduksi bagian betalaktam dan sefalosporin antara lain tablet, kapsul, sirup kering dan serbuk untuk injeksi. Proses produksi solid betalaktam menggunakan metode granulasi kering dan kempa langsung. Hal ini disebabkan sifat bahan aktif golongan betalaktam yang mudah terhidrolisis. Proses produksi diawali dengan penimbangan zat aktif di unit dispensary betalaktam ataupun sefalosporin sedangkan bahan pembantu sudah ditimbang sebelumnya di bagian dispensary dari departemen logistik. Proses produksi sirup kering diawali dengan penimbangan bahan aktif kemudian dilanjutkan dengan proses pencampuran. Hasilnya berupa bulk yang selanjutnya diisikan ke dalam botol-botol kering di ruangan dengan Rh < 40% dan suhu < 25 C. Setelah selesai, proses langsung dilanjutkan ke tahap sealing. Proses produksi serbuk untuk injeksi menggunakan teknik aseptis. Pengisian serbuk injeksi kering di bagian betalaktam dilakukan secara manual menggunakan mesin vakum sedangkan di bagian sefalosporin menggunakan sistem automatic line jadi semua proses dilakukan secara kontinu mulai dari pencucian, sterilisasi dan pendinginan vial, pengisian bulk, penutupan dengan rubber stopper dan flip off serta sealing.

49 Produksi P&G Proses produksi P&G dilakukan secara terpisah dari produksi PT. Prafa karena kegiatan produksinya berskala besar. Ada 3 jenis produk yang diproduksi yaitu: a. Vicks Formula 44, yaitu F44 adult, F44 anak-anak dan F44 DT (Day Time). Masing-masing diproduksi dalam kemasan botol berukuran 27 ml, 54 ml dan 100 ml serta dalam kemasan sachet berukuran 7 ml khusus untuk F44 DT. b. Vicks Vaporub, dalam kemasan ukuran 10 g, 25 g dan 50 g. c. Vicks Inhaler. Kegiatan di jalur ini menggunakan sistem produksi secara in line atau automatic line. Proses produksi dilakukan secara kontinu mulai dari pencampuran bahan awal, pengisian, pengemasan primer hingga ke pengemasan sekunder Pengemasan Sentral (Central Packaging/CP) Pengemasan primer dilakukan oleh masing-masing bagian produksi. Setelah pengemasan primer, produk dikirim ke bagian pengemasan sentral untuk dilakukan pengemasan sekunder. Hal ini dilakukan untuk semua bagian produksi kecuali produksi P&G yang memiliki sarana dan fasilitas pengemasan tersendiri. Bagaian pengemasan sentral dipimpin oleh seorang supervisor yang membawahi section head, group leader dan line leader. Secara garis besar, bagian pengemasan sentral melakukan dua kegiatan utama yakni coding dan secondary packaging. Proses pengemasan sekunder dimulai ketika departemen material and production planning mengeluarkan PO, PL dan Packaging Direction Record Secondary (PDRS) beserta jadwal kegiatan pengemasan sekunder. PL terkait juga akan diberikan ke bagian gudang bahan kemas paling lambat tiga hari sebelum jadwal pengemasan yang telah ditentukan (H-3). Pada H-2, gudang akan mengirimkan bahan kemas sekunder beserta PI terkait ke bagian pengemasan sentral. Setelah itu, pada H-1 dilakukan coding yang meliputi penomoran bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi/het pada kemasan sekunder (box, label, master box) dengan menggunakan mesin coding.

50 41 Proses awal yang dilakukan adalah coding satu buah kemasan kemudian diverifikasi dan ditandatangani oleh group leader, petugas QA dan operatornya. Bila tahapan ini sudah selesai dan tidak terjadi masalah, proses coding baru dapat dilanjutkan untuk semua kemasan. Setelah selesai, hasil coding ini dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan terkunci. Pengemasan sekunder dimulai dan dilakukan berdasarkan PDRS. Penyiapan jalur disiapkan terlebih dahulu sebelum pengemasan sekunder dilakukan. Selanjutnya dilakukan pemisahan produk yang tidak memenuhi syarat untuk dikemas. Produk tersebut dicatat dan dilaporkan kepada supervisor pengemasan sentral, yang akan mengembalikan produk tersebut ke bagian pengemasan primer bersangkutan untuk dilakukan pengemasan ulang. Selama pengemasan sekunder berlangsung, dilakukan IPC internal setiap jamnya dan inspeksi akhir oleh petugas QC yang dilakukan setelah proses pengemasan sekunder selesai (sebelum masuk master box). Setelah itu dilakukan penimbangan menggunakan alat timbang yang diverifikasi setiap hari seperti yang terdapat dalam Standard Operating Procedure (SOP). Operator membuat standar bobot/box untuk setiap bets produk dengan cara mengambil 10 box berikut isinya dan ditimbang, kemudian isinya dikeluarkan dan menimbang kembali box kosong tersebut untuk mengetahui variasi berat box yang digunakan. Penyimpangan penimbangan master box ini tidak boleh lebih dari berat ½ unit primary box. Setelah tahapan ini selesai, divisi pengemasan sentral akan membuat dokumen Pengiriman Hasil Produksi (PHP) untuk kemudian diserahkan ke gudang obat jadi dan dimasukkan datanya ke dalam stok gudang di sistem informasi EXACT. Produk jadi tersebut belum dinyatakan released atau dalam status karantina dengan penempelan label karantina pada setiap pallet oleh pihak QA sampai semua dokumen lengkap yang terkait dengan produk ini telah terkumpul dan tidak ada laporan penyimpangan yang signifikan Departemen Quality Assurance (QA) Departemen ini bertanggung jawab atas kualitas produk yang dihasilkan oleh PT. Prafa dan dipimpin oleh manajer QA. Fungsi QA adalah menciptakan

51 42 sistem panduan mutu, pengembangan manajemen kualitas, kontrol dokumen, pelatihan CPOB, audit pemasok, audit internal dan eksternal, penanganan terhadap keluhan pelanggan, penanganan penyimpangan bets, pengendalian perubahan, penanganan penarikan kembali obat jadi, pelulusan obat jadi, mengkoordinasi peninjauan produk tahunan, menangani program kalibrasi, mengkoordinasi program kualifikasi dan validasi. Departemen QA terdiri dari tiga divisi yaitu QA compliance, product integrity, dan validasi - kalibrasi QA compliance QA compliance bertanggung jawab dalam bidang registrasi, document control center, audit internal, audit suplier, dan audit eksternal. a. Registrasi QA compliance bertanggung jawab dalam membantu pemenuhan dokumen pra registrasi dan registrasi. b. Document Control Centre (DCC) DCC bertanggung jawab untuk mengelola dokumen Standard Operating Procedure (SOP), master batch record, spesifikasi dan prosedur analisis, dokumen registrasi, Quality Deviation Report (QDR), change control dan keluhan produk. DCC juga bertanggung jawab membuat indeks SOP yang berlaku di PT. Prafa agar dapat diinventarisir dan diperbaiki bila perlu serta menyimpan salinannya dalam bentuk CD. Dokumen lain yang disimpan di DCC antara lain daftar pemasok yang disetujui, laporan obat jadi, protokol dan laporan validasi. Salah satu dokumen asli yang disimpan oleh DCC adalah SOP. Kontrol peredaran SOP dilakukan dengan memberikan stempel pada setiap SOP yaitu SOP yang asli akan diberi stempel original dan duplikatnya diberi stempel control copy. Pada stempel control copy dituliskan kode angka yang mengindikasikan nomor urut duplikat yang beredar serta bagian dan personil yang memiliki duplikat SOP tersebut. SOP ditinjau kembali setiap 2 tahun dan dinyatakan berlaku bila personil terkait telah diberi pelatihan mengenai SOP tersebut.

52 43 c. Inspeksi diri, audit mutu, dan audit dan persetujuan pemasok Inspeksi diri dan audit yang dilakukan di PT. Prafa antara lain: 1. Self quality audit (audit internal), merupakan audit yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri. Ada 3 macam audit internal, yaitu: a) General plant quality audit, dilakukan oleh satu tim gabungan dari internal PT. Prafa setiap satu tahun sekali untuk semua area. b) Area quality audit, dilakukan oleh tim dari departemen QA ke seluruh area tiap enam bulan sekali untuk masing-masing area. c) Area self inspection, dilakukan oleh koordinator Good Manufacturing Process (GMP) terhadap area sendiri dengan frekuensi sesering mungkin minimal tiap sebulan sekali. 2. Cross audit, merupakan audit yang dilakukan oleh bagian QA dari PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. atau PT. Medifarma Laboratories Inc. untuk mengaudit PT. Prafa atau sebaliknya. 3. Third party audit, merupakan audit yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti P&G, prinsipal atau perusahaan pemberi toll manufacturing atau BPOM. 4. Vendor audit Manajer QA melakukan penilaian kepada vendor atau suplier bahan baku dan bahan kemas. Penilaian dilakukan dengan mengirimkan kuesioner yang akan diisi suplier tersebut atau melakukan kunjungan langsung ke lokasi suplier Product Integrity Product integrity bertanggung jawab untuk releasing, penanganan keluhan dan laporan penyimpangan mutu, change control, dan annual product review (APR). a. Releasing Supervisor QA memiliki kewenangan menyatakan status release pada produk jadi. Obat jadi akan diberi status QA released apabila dokumen produksi, pengemasan dan QC telah terkumpul tiap betsnya. Dokumen tersebut meliputi PO, PL, PI, label penimbangan bahan baku, label penerimaan bahan kemas, label

53 44 penyiapan jalur, BPR/PDR, data IPC dan hasil pengujian QC. Setelah semua dokumen terkumpul, kemudian dievaluasi dan jika memenuhi syarat, obat jadi yang ada di gudang obat jadi ditempel label release dan secara resmi dapat diedarkan. Dokumen disimpan hingga tanggal kadaluarsa obat jadi ditambah satu tahun. Hal ini ditujukan untuk keperluan investigasi jika muncul keluhan terhadap obat jadi dengan nomor bets tertentu. b. Penanganan keluhan 1. Penanganan keluhan produk (product complaint) Keluhan yang diterima akan ditindaklanjuti oleh QA sesuai dengan prosedur yaitu dengan mengisi formulir keluhan. Formulir keluhan meliputi catatan produk yang berisi nama produk dan nomor bets, catatan konsumen berisi asal produk, nama konsumen, umur, nomor telepon dan keadaan kesehatan, jenis keluhan. Setelah pengisian formulir, keluhan akan ditindaklanjuti oleh departemen QA dengan membuat investigation notification dan permintaan investigasi. Langkah-langkah investigasi yang dilakukan adalah meminta sampel produk yang dikeluhkan kemudian dibandingkan dengan sampel pertinggal untuk mencari penyebabnya. Jika kondisinya sama berarti penyebabnya adalah kesalahan pabrik dan sebaliknya jika kondisinya berbeda, kemungkinan terjadi kesalahan selama proses penyimpanan atau distribusi produk. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap batch production record untuk melihat apakah selama proses produksi pernah terjadi masalah. Jika diduga terjadi masalah yang sama pada bets lain maka dilakukan juga pemeriksaan terhadap sampel pertinggal bets lain. Dokumen yang diperlukan untuk kegiatan evaluasi dalam rangka investigasi antara lain catatan keluhan sebelumnya untuk memastikan apakah terdapat keluhan atas masalah yang sama, Quality Deviation Report (QDR) dan Annual Product Review (APR) terkait bets tersebut. Setelah melalui proses investigasi secara keseluruhan, dibuat kesimpulan mengenai penyebab keluhan dan Corrective Action and Preventive Action (CAPA) yang direkomendasikan. Laporan hasil investigasi ini kemudian dikirim kepada pihak terkait termasuk pelapor.

54 45 2. Penarikan kembali produk (product recall) Recall dapat dilakukan atas inisiatif industri farmasi jika produk memiliki cacat mutu dan beresiko membahayakan konsumen atau atas permintaan BPOM. PT. Prafa memiliki dua SOP yang berhubungan dengan product recall yaitu SOP recall dan SOP simulasi jika terjadi recall atau mock recall. SOP simulasi yang dimaksudkan di sini berisi prosedur recall yang bersifat administrasi bukan recall produk sebenarnya. Mock recall dilakukan satu tahun sekali dan dikoordinasikan oleh manajer QA. Manajer akan membuat protokol produk dan bets yang akan ditarik kembali dari distributor. Setelah proses ini selesai kemudian dibuat laporan kepada plant manager. Tujuan dilakukannya mock recall adalah menelusuri catatan distribusi serta sarana pelatihan rutin untuk penanganan product recall. Sistem distribusi dinilai baik jika 98% dari produk yang ditarik kembali terlacak. c. Penanganan laporan penyimpangan mutu/quality Deviation Report (QDR) QDR merupakan suatu laporan yang mendeskripsikan penyimpangan yang terjadi selama proses produksi atau yang berhubungan dengan produksi yang mempengaruhi mutu produk, termasuk hal-hal terkait Out Of Specification (OOS) dan deviasi lingkungan produksi. QDR yang masuk selanjutnya akan diminta persetujuan dari manajer QA untuk menentukan tindak lanjut yang perlu dilakukan. Penyimpangan mutu yang dilaporkan dapat meliputi penyimpangan atas bahan kemas, bahan baku dan obat jadi. d. Change control Jika terjadi perubahan yang berdampak pada kualitas produk maka pihak bersangkutan harus mengisi formulir pengontrolan pengubahan. Contoh perubahan yang diajukan adalah perubahan rancangan ruang, HVAC atau perubahan spesifikasi proses produksi. Formulir ini berisi nama dan departemen terkait, alasan pengubahan, data-data seperti kualifikasi alat, gambar, SOP perawatan, pelatihan SOP serta tanggal selesai pelaksanaan perubahan. Formulir ini akan dilaporkan ke departemen QA serta departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan, laporan pengendalian pengubahan akan diserahkan ke QA untuk diduplikasi dan diberikan ke departemen terkait serta pihak yang melaksanakan tindakan pengubahan.

55 46 Proses akan dinyatakan selesai bila telah diverifikasi dan diperiksa kembali oleh pemohon apakah tindakan perubahan yang dilakukan sudah tepat, kapan pelaksanaannya, apa tindak lanjutnya (Corrective Action and Preventive Action/CAPA) dan apakah dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap. e. Annual Product Review (APR) Peninjauan produk tahunan merupakan rangkaian peninjauan terhadap tiap produk yang diproduksi selama satu tahun yang berisi antara lain jumlah bets yang diproduksi selama satu tahun dan status produk (apakah QA rejected atau QA released), bahan baku dan bahan kemas yang digunakan, status kalibrasi dan validasi, QDR yang ada, pengontrolan pengubahan yang dilakukan, CAPA yang sudah dan yang belum diselesaikan, product recall yang muncul, jumlah retur produk dari distributor, keluhan dari publik atau distributor, data pemasok serta hasil analisis sifat fisik dan kimia produk tersebut. Tujuan APR adalah untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, obat jadi, untuk melihat kecenderungan yang timbul dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan baik untuk produk maupun proses produksinya. Jika dalam satu tahun tersebut terdapat banyak perubahan maka diperlukan revalidasi Validasi-Kalibrasi Divisi validasi-kalibrasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan kualifikasi, validasi dan kalibrasi. a. Kualifikasi Kualifikasi bertujuan untuk menjamin mesin atau peralatan, sistem, sarana penunjang, bangunan yang digunakan dalam proses produksi sesuai dengan spesifikasi dan tujuan penggunaan yang telah ditentukan sebelumnya. Kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi desain (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi operasional (Operational Qualification), dan kualifikasi kinerja (Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin baru tetapi dapat juga terhadap alat

56 47 atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi luaran atau produk yang dihasilkan atau disebut dengan kualifikasi ulang. b. Validasi metode analisis Validasi dilakukan terhadap metode analisis fisika, kimia dan juga mikrobiologi. Hal ini bertujuan untuk menjamin ketelitian, ketepatan dan keterulangan hasil analisis. Parameter metode analisis yang divalidasi meliputi kesesuaian sistem, spesifisitas, linearitas, rentang, akurasi, presisi, ketangguhan, limit deteksi dan limit kuantitasi. c. Validasi proses Validasi proses yang dilakukan meliputi validasi proses pengolahan dan pengemasan. Validasi proses bertujuan untuk memastikan dan menyediakan bukti terdokumentasi bahwa proses yang dilakukan mampu dan dapat diandalkan untuk menghasilkan obat jadi dengan kualitas yang diinginkan. d. Validasi pembersihan dan proses sanitasi Validasi pembersihan dan sanitasi dilakukan terhadap peralatan pengolahan dan pengemasan. Validasi ini harus menjamin bahwa sisa-sisa produk telah dibersihkan dengan sempurna dan proses sanitasi mampu mencegah kontaminasi mikroba. Parameter kritis validasi pembersihan dan proses sanitasi berupa batas residu baik bahan baku, bahan tambahan, bahan pembersih maupun mikroba. Penentuan batas residu dapat dilakukan dengan uji kimia atau uji mikrobiologi. e. Validasi media fill Validasi media fill merupakan validasi simulasi proses produksi sediaan larutan injeksi dan serbuk injeksi kering yang dilakukan secara aseptis. Validasi media fill dilakukan dengan menggunakan media Trypticase Soy Broth (TSB) 3% untuk sediaan larutan injeksi dan media berupa campuran TSB:laktosa (3:7) yang telah disterilkan dengan sinar gamma 25 kilogray untuk serbuk injeksi kering. Selain itu, uji Growth Promotion Test (GPT) dilakukan pada media yang digunakan baik sebelum dan sesudah proses filling. Kriteria pemilihan proses produksi yang akan divalidasi media fill yaitu produk injeksi dengan jalur proses produksi yang rumit dan diproduksi dalam

57 48 jumlah bets yang paling besar. Validasi media fill dilakukan pada 3 bets berturutturut. Proses validasi media fill diawali dengan mengisi larutan media ke dalam wadah sesuai dengan jalur proses produksi aseptis yang biasa dilakukan. Selanjutnya dilakukan uji GPT dan diinkubasi pada suhu 22,5±2,5 C selama 7 hari dan pada 32,5±2,5 C selama 7 hari, selanjutnya diperiksa pertumbuhan mikrobanya. Kriteria penerimaan untuk keberhasilan validasi media fill adalah sebagai berikut: i. Jika pengisian kurang dari 5000 unit maka tidak boleh ada kontaminasi. ii. Jika pengisian antara unit, maka: a. 1 unit terkontaminasi harus dilakukan investigasi, dapat dilakukan pengulangan validasi media fill jika perlu b. 2 unit terkontaminasi harus dilakukan investigasi dan revalidasi. iii. Jika pengisian lebih dari unit, maka: a. 1 unit terkontaminasi harus dilakukan investigasi. b. 2 unit terkontaminasi dipertimbangkan revalidasi setelah dilakukan investigasi f. Kalibrasi Kalibrasi dilakukan terhadap alat ukur seperti neraca timbang, ph meter, gelas ukur dan lain-lain. Kalibrasi dilakukan sesuai dengan jadwal program yang telah dibuat dengan menggunakan prosedur kalibrasi yang spesifik untuk setiap alat. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan kalibrator tertelusur yang setiap tahun dikalibrasi oleh badan atau lembaga lain yang telah terakreditasi. Setiap alat ukur yang telah dikalibrasi akan diberi label calibrated dilengkapi data waktu dilakukan kalibrasi dan waktu jatuh tempo untuk dilakukan kalibrasi ulang. Data hasil kalibrasi kemudian dicatat dalam Laporan Hasil Kalibrasi. Validation officer atau validation coordinator bertanggung jawab penuh atas validasi seluruh sistem, kualifikasi seluruh peralatan dan kalibrasi seluruh alat ukur yang digunakan di pabrik.

58 Departemen Quality Control (QC) Fungsi QC adalah pemeriksaan bahan awal, bahan kemas, pengelolaan sampel pertinggal, pembuatan spesifikasi dan metode pemeriksaan, pengelolaan standar pembanding, pemeriksaan produk antara, ruahan dan obat jadi, pemeriksaan stabilitas, kalibrasi alat, pengelolaan pengambilan sampel, pemantauan lingkungan, pemeriksaan In Process Control (IPC). Departemen QC terdiri dari tiga divisi yaitu pemeriksaan kimia, pemeriksaan mikrobiologi, dan IPC Pemeriksaan Kimia Bagian ini melakukan pemeriksaan sifat fisika dan kimia di laboratorium kimia, mulai dari bahan awal sampai dihasilkan produk jadi. Pemeriksaan kimia terhadap bahan awal dilakukan untuk memastikan bahwa bahan awal yang dikirim pemasok sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan pada saat pemesanan. Departemen QC akan memeriksa bahan baku yang ada di gudang setelah menerima Surat Permintaan Pemeriksaan Bahan Baku (SPPBB). Sampling dilakukan pada setiap kontainer kecuali untuk bahan yang sudah dikualifikasi dapat dilakukan reduced sampling menjadi n+1. Parameter uji yang dilakukan terhadap bahan baku berpedoman pada SOP pemeriksaan bahan baku dan juga dicantumkan dalam Raw Material Analitycal Report (RMAR). Selain pemeriksaan, sampling juga dilakukan untuk menyimpan contoh bahan baku sebagai sampel pertinggal. Bila hasil pemeriksaan bahan awal sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan maka akan diberikan label QA released. Jika tidak memenuhi spesifikasi, bahan awal tersebut di-reject dengan membuat laporan penyimpangan mutu (QDR) dan dikembalikan ke pemasok. Bahan awal yang tidak memenuhi spesifikasi tersebut diberi label rejected dan disimpan di area khusus yang terkunci untuk selanjutnya dikembalikan kepada pemasok. Pemeriksaan kimia terhadap produk ruahan dan obat jadi dilakukan untuk mengetahui kadar zat aktif dalam sediaan. Sampling dilakukan dengan metode PTA (Pertama, Tengah, Akhir) waktu produksi. Metode analisa diadopsi dari buku-buku standard resmi yang dituliskan ke dalam SOP untuk masing-masing

59 50 item obat yang tervalidasi. Divisi ini juga bertanggung jawab atas pemeriksaan sampel uji stabilitas untuk kontrol stabilitas produk yang beredar di pasaran. Uji stabilitas dapat dilakukan pada dua kondisi, yaitu long term (30 ± 2 C, Rh 75 ± 5%) dan accelerated (40 ± 2 C, Rh 75 ± 5%). Untuk proses ini, sampel disimpan di inkubator dengan lama pengujian stabilitas adalah n + 1 tahun (n = expired date). Penambahan satu tahun dilakukan dengan maksud untuk dapat memperpanjang masa kadaluarsa produk. Divisi ini memeriksa air yang digunakan untuk kegiatan produksi seperti water for injection (WFI) dan purified water (PW) setiap hari. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain meliputi pemeriksaan konduktivitas, ph serta kandungan klor dalam air. Sampling dilakukan pada setiap titik pengambilan sampel yang terdapat di masing-masing proses pengelolaan air kemudian dari sampel tersebut diperiksa berdasarkan parameter yang ada. Jika ada masalah maka bagian QC akan mengirimkan laporan penyimpangan mutu kepada pihak produksi, QA dan Technical Service (TS). Selanjutnya dilakukan investigasi dan ditentukan CAPA yang akan dilakukan Pemeriksaan Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan terhadap bahan awal dan produk jadi antibiotik, sirup serta produk steril. Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji potensi antibiotik, angka kuman (Total Plate Count/TPC), sterilitas, bioburden dan uji endotoksin. Selain itu juga dilakukan pemantauan mikroba di lingkungan produksi yaitu di ruang produksi kelas A hingga D, proses sanitasi ruang produksi, kualifikasi bangunan, kualifikasi oven dan autoklaf, purified water, water for injection dan fasilitas LAF. Divisi ini juga terlibat dalam validasi media fill untuk produksi secara aseptis larutan injeksi maupun serbuk injeksi kering. Ruang yang terdapat di laboratorium mikrobiologi terdiri dari delapan ruangan yaitu: a. Ruang potensi, digunakan untuk pemeriksaan yang menggunakan kuman seperti uji potensi antibiotik dan uji kelayakan media.

60 51 b. Ruang Total Plate Count (TPC), digunakan untuk pemeriksaan yang tidak menggunakan kuman seperti TPC, uji sterilitas dan uji bioburden. c. Ruang steril, merupakan ruang yang dikondisikan sama seperti ruang produksi steril dan digunakan untuk uji sterilisasi. d. Ruang preparasi media, merupakan ruang pembuatan media pertumbuhan mikroba yang akan digunakan untuk menginkubasi mikroba pada uji potensi antibiotik. e. Ruang uji Limulus Amebocyte Lysate (LAL), merupakan ruang untuk pengujian endotoksin atau pirogen. f. Ruang inkubasi. g. Ruang penyimpanan media, dilengkapi dengan lemari pendingin. h. Ruang pencucian. Pemeriksaan mikrobiologi di ruang produksi kelas E dilakukan 1 bulan sekali sedangkan untuk ruang kelas A sampai C dilakukan setiap kali kegiatan produksi berlangsung dan pemeriksaan secara keseluruhan di area produksi steril dilakukan 1 minggu sekali. Uji potensi antibiotik dilakukan dengan 2 cara yakni silinder plate dan turbidimetri. Silinder plate dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat sedangkan metode turbidimetri dilakukan dengan mengamati tingkat kekeruhan media. Kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dengan standarnya dan setiap uji potensi harus terdapat uji kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif dilakukan dengan cara menginokulasi mikroba pada media yang digunakan, jika tumbuh mikroba berarti media tersebut telah dapat digunakan dalam uji mikrobiologi. Sedangkan kontrol negatif dengan cara menginkubasi media saja. Jika tidak tumbuh mikroba di media tersebut, berarti media yang digunakan sudah dalam keadaan steril. Selain itu, setiap media dikontrol dengan uji kelayakan media dengan tujuan untuk memastikan bahwa media yang digunakan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroba. Pemeriksaan lingkungan di ruang produksi dilakukan menggunakan 4 metode yaitu metode settling plate, air sampler, contact plate dan gloves. Pemeriksaan udara terbuka dilakukan dengan pemaparan media menggunakan

61 52 cawan papar/settling plate di udara terbuka selama 4 jam. Sedangkan metode air sampler dilakukan dengan menggunakan suatu alat dispossible yang cara kerjanya adalah menghisap udara sebanyak 1000 L menuju suatu media, kemudian mediamedia tersebut diinkubasi dan diperiksa jumlah mikrobanya. Metode contact plate digunakan untuk pemeriksaan permukaan dari dinding ruangan. Metode gloves dilakukan dengan memeriksa sarung tangan yang digunakan operator di ruang steril. Pemeriksaan sanitasi ruang produksi dilakukan dengan metode apus/swab, caranya adalah menggunakan suatu batang kecil seperti cotton bud yang diapuskan seluas 5 x 5 cm pada permukaan dinding ruangan secara horizontal dan vertikal. Setelah itu, hasil apusan diinokulasi ke dalam media pertumbuhan mikroba lalu diinkubasi. Sebelum digunakan, batang swab tersebut dinetralisir dengan lesitin dan tween untuk menetralkan desinfektan yang mungkin masih menempel pada dinding sel mikroba. Selain pemeriksaan kimia, PW dan WFI juga diperiksa secara mikrobiologi. Untuk PW dilakukan pemeriksaan TPC yakni ada tidaknya mikroba E.coli dan Pseudomonas. Untuk WFI, selain pemeriksaan TPC, juga dilakukan uji endotoksin. Uji endotoksin yang serupa juga dilakukan terhadap sediaan injeksi dengan menggunakan LAL IPC Divisi ini bertanggung jawab melakukan in process control (IPC) produksi dan obat jadi serta mengambil sampel bahan awal berupa bahan baku dan bahan kemas untuk pemeriksaan di laboratorium kimia. IPC bertujuan untuk memastikan bahwa tiap tahap proses produksi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pemeriksaan IPC dilakukan dengan cara sampling pada waktu proses produksi di ruang produksi kemudian dilakukan pengujian di ruang IPC produksi. IPC yang dilakukan oleh operator produksi merupakan cara untuk menjamin bahwa mesin dan peralatan produksi menghasilkan produk sesuai dengan yang diharapkan, sedangkan IPC yang dilakukan oleh QC adalah usaha untuk memastikan bahwa

62 53 produk tersebut telah memenuhi spesifikasi sekaligus sebagai pengecekan ulang terhadap IPC yang dilakukan oleh pihak produksi. Pemeriksaan IPC produksi meliputi pemeriksaan kesiapan jalur produksi dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua peralatan, jenis dan jumlah bahan baku obat telah siap dan kondisi ruang produksi telah sesuai dengan yang seharusnya, pemeriksaan keseragaman bobot, ketebalan, diameter sediaan solid, waktu hancur, kekerasan, keregasan dan uji kebocoran. Untuk sediaan cair dilakukan pemeriksaan keseragaman volume, kebocoran, viskositas, dan lainnya. IPC juga melakukan pemeriksaan obat jadi yang meliputi coding, jumlah isi, keadaan kemasan, warna kemasan, ukuran kemasan, dan lainnya. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut didokumentasikan. Pemeriksaan terhadap bahan kemas juga menjadi tanggung jawab dari divisi ini. Metode sampling yang digunakan untuk mengambil sampel dari bahan pengemas seperti vial dan ampul adalah metode sampling millitary standard, tetapi untuk aluminium foil digunakan metode sampling n + 1. Jika ada masalah seperti salah cetak, perbedaan warna, perbedaan nomor bets pada kemasan serta perbedaan lainnya, maka divisi ini bertanggung jawab penuh dan mempunyai hak untuk menolak seluruh bahan pengemas dari pemasok yang bermasalah Product Development Department (PDD) Product Development Department (PDD) merupakan departemen yang berperan dalam pengembangan produk Darya Varia Group yaitu PT. Darya Varia Laboratories, PT. Pradja Pharin dan PT. Medifarma Laboratories yang berlokasi di pabrik Prafa. Departemen ini dibagi menjadi tiga divisi yakni herbal atau natural product, personal care atau cosmeceutical product dan chemical product development. Secara garis besar, tanggung jawab PDD meliputi: a. Pengembangan formulasi produk baru: - Produk Darya Varia - Produk lisensi (transfer teknologi) b. Pengembangan produk yang sudah ada - Pengembangan produk, yaitu menyempurnakan formulasi yang sudah ada

63 54 - Pengembangan proses - Evaluasi bahan baku alternatif Di dalam proses pengembangan suatu formula baru, aktivitas PDD dimulai dari departemen Bussiness and Development mengeluarkan surat perintah pembuatan produk (Bussiness Opportunity Sheet/BOS). BOS ini berisi spesifikasi produk yang akan dikembangkan seperti kandungan aktifnya, bentuk sediaan yang dikehendaki, pengemasan primernya dan waktu perilisan produk yang diinginkan. Setelah BOS diterima, pihak PDD melakukan praformulasi berupa studi literatur antara lain dari buku, produk inovator, kompetitor dan internet. Tujuan dilakukannya studi literatur adalah untuk mencari berbagai kemungkinan formula yang sesuai dengan bentuk sediaan yang akan diproduksi. Selanjutnya PDD melakukan laboratory trial yang merupakan aplikasi dari praformulasi untuk mendapatkan minimal dua formula yang optimal, di mana besarnya jumlah bets disesuaikan dengan kapasitas peralatan yang ada di laboratorium PDD. Pada tahap laboratory trial, dilakukan initial stability test. Setelah laboratory trial dan formula disetujui, PDD kemudian melakukan pilot batch trial dan Registration Officer (RO) melakukan praregistrasi ke BPOM. Pilot batch trial merupakan proses produksi dengan menggunakan peralatan/mesin produksi sebanyak tablet/kapsul atau minimal 10% dari bets produksi yang direncanakan. Produk yang dihasilkan selanjutnya dikirim ke departemen QC untuk dilakukan uji stabilitas dan departemen bussiness development untuk persetujuan yang dilanjutkan dengan proses registrasi. Setelah nomor registrasi keluar maka dilakukan produksi obat dengan skala besar, sesuai dengan batch size yang direncanakan dalam production batch.

64 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu anak perusahaan dari United Laboratories (Unilab) disamping PT. Darya Varia Laboratories dan PT. Medifarma Laboratories. PT. Pradja Pharin telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat yang dilakukannya. Aspek-aspek tersebut meliputi : 4.1 Manajemen Mutu Mutu suatu produk obat tidak ditentukan pada hasil akhirnya saja, tetapi juga harus dilakukan pemantauan di setiap tahapan proses sehingga sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar, dan tidak menimbulkan risiko pada penggunaan dari segi mutu, keamanan, dan khasiat. Penerapan manajemen mutu di PT. Pradja Pharin terbukti dengan diperolehnya sertifikat CPOB. Berdasarkan data resertifikasi per Desember 2012, PT. Prafa memiliki 18 sertifikat CPOB antara lain sertifikat CPOB untuk sediaan tablet salut non antibiotik, tablet salut antibiotik, tablet effervescent non antibiotik, kapsul keras non antibiotik, kapsul keras antibiotik, cairan oral non antibiotik, suspensi kering oral antibiotik, cairan tetes telinga non antibiotik, cairan tetes telinga antibiotik, inhaler antibiotik, tablet biasa antibiotik sefalosporin dan turunannya, kapsul keras antibiotik sefalosporin dan turunannya, tablet salut antibiotik penisilin dan turunannya, kapsul keras antibiotik penisilin dan turunannya, dan injeksi volume kecil non beta laktam. Untuk mengevaluasi kualitas produk, pada sistem manajemen mutu juga dilakukan pengkajian mutu produk (Product Quality Review/PQR) yaitu berupa Annual Product Review (APR) yang dilakukan departemen QA. APR dilakukan secara berkala untuk membuktikan konsistensi kualitas selama proses, untuk melihat tren, serta sebagai acuan untuk memperbaiki kualitas produk jika diperlukan. 55

65 Personalia PT. Prafa telah melakukan perencanaan personil sesuai dengan CPOB. Hal ini dapat dilihat dari posisi Kepala Bagian Pengawasan Mutu, Kepala Bagian Pemastian Mutu, dan Kepala Bagian Produksi yang masing-masing diduduki oleh apoteker. PT. Prafa juga melakukan pelatihan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan SDM. Terdapat 2 jenis pelatihan, yaitu pelatihan yang bersifat umum dan khusus. Pelatihan umum seperti pelatihan CPOB dan keselamatan kerja yang biasanya diberikan kepada karyawan baru, sedangkan pelatihan khusus dilakukan pada personil sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing seperti pelatihan pengoperasian HPLC untuk analis. Selain itu, pelatihan juga diberikan setiap penerbitan SOP baru maupun revisi kepada karyawan terkait. Jadwal dan kegiatan pelatihan ini diletakkan sebagai tanggung jawab bagian QA Compliance serta didokumentasikan dengan baik oleh bagian DCC. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA telah melakukan dengan baik setiap proses yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Setiap industri farmasi dalam menjalankan kegiatannya harus memiliki struktur organisasi dan deskripsi tugas yang jelas. Struktur organisasi PT. Pradja Pharin dapat dilihat pada Lampiran Bangunan dan Fasilitas Bangunan di PT. Prafa dikelompokkan berdasarkan kegiatan yang dilakukan sehingga arus kerja dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dilihat dari pembagian ruangan untuk produksi GPS, SLI, P&G, dan produk sefalosporin dan betalaktam. Tata letak ruangan produksi diatur sesuai alur material, orang, dan proses produksi sehingga memudahkan proses produksi dan meminimalkan resiko kontaminasi silang. Ruang pengemasan primer dan sekunder dibuat terpisah. Pengemasan primer dilakukan di area produksi, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area pengemasan sentral. Dinding, lantai, dan atap ruangan produksi di PT. Prafa dilapisi oleh

66 57 epoksi sehingga memudahkan pembersihan dan mencegah perembesan air. Selain itu, setiap sudut ruangan dibuat melengkung sehingga mudah dibersihkan. Gedung dilengkapi dengan sistem AHU (Air Handling Unit) yang berfungsi untuk mengatur kondisi udara, suhu, tekanan, kelembaban dan sirkulasi udara agar sesuai untuk proses produksi. Antara ruangan yang berbeda kelas kebersihannya terdapat ruang antara berupa air lock atau passbox. Area gudang penyimpanan bahan baku maupun produk jadi telah sesuai dengan persyaratan. Gudang bahan baku untuk produk sefalosporin dan betalaktam dipisahkan dengan gudang bahan baku untuk produksi non betalaktam. Gudang bahan baku dan bahan pengemas berada pada area yang terpisah. Letak gudang untuk penyimpanan bahan baku berdekatan dengan ruang produksi yang dihubungkan dengan airlock, hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan kerusakan bahan baku selama proses distribusi dari gudang ke ruang timbang yang berada di bagian produksi. Sistem pemakaian bahan baku yang digunakan untuk produksi adalah FEFO (First Expired First Out). Bahan baku maupun produk jadi ditempatkan pada rak-rak yang terorganisir. Produk jadi atau bahan baku tersebut disimpan di dalam gudang dengan dialasi pallet untuk mencegah kontak langsung antara bahan baku atau produk jadi dengan lantai dan untuk mempermudah pemindahan bahan baku atau obat jadi. Suhu dan kelembaban diatur sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan. Selain itu, di gudang dilakukan pembersihan secara berkala dan dilakukan kontrol terhadap gangguan tikus, rayap dan serangga untuk menjaga kebersihan gudang. PT. Prafa bekerja sama dengan pihak ketiga untuk kontrol terhadap hama tersebut. Laboratorium pengawasan mutu juga telah memenuhi persyaratan CPOB. Laboratorium pengawasan mutu terpisah dari area produksi dan dibuat area tersendiri untuk laboratorium mikrobiologi. Laboratorium tersebut memiliki lemari atau ruangan untuk sampel, standar, pelarut, dan reagen, lemari asam, ruang cuci peralatan laboratorium, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Ruang untuk instrumen telah dibuat terpisah agar terlindung dari pengaruh getaran.

67 58 Fasilitas pengolahan air di PT. Prafa menggunakan alat osmotron. Pengolahan purified water dan AHU di PT. Prafa telah memenuhi CPOB, dimana pipa atau saluran yang ada diberi label arah sesuai proses pengolahannya. Sistem pengolahan PW dan AHU berada di bawah tanggung jawab Technical Service. Sistem AHU terdapat di ruang mezanine di setiap lantai gedung. Limbah dibagi berdasarkan bentuk fisiknya menjadi limbah padat dan cair dan berdasarkan keamanannya menjadi limbah B3 dan non betalaktam. Pengolahan limbah di PT. Prafa merupakan tanggung jawab dari bagian departemen HGRS. Secara umum Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak, buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia di PT. Prafa. Limbah-limbah ini selanjutnya akan diangkut oleh pihak ketiga. Sebelum diangkut, limbah-limbah ini disimpan di tempat penyimpanan sementara (TPS). PT. Prafa bekerja sama dengan PT. Wastec International dalam pemusnahan limbah padat B3 dan obat kembalian dari distributor. Limbah padat non B3 seperti plastik, box, drum, dan barang yang bernilai lainnya dikumpulkan dan dijual kepada pihak ketiga. Pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak PT. Prafa secara mandiri. Metode pengolahannya limbah cair yang dilakukan oleh PT. Prafa menggunakan proses kimiawi dan menggunakan sistem lumpur aktif. Penatalaksanaan limbah betalaktam dilakukan bertahap melalui deaktivasi cincin betalaktam terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2% ph 10, kemudian dinetralkan dengan HCl hingga ph 7 dan dilakukan pembuangan, seperti pelaksanaan pengolahan limbah cair. 4.4 Peralatan Peralatan yang digunakan untuk pembuatan produk di PT. Prafa telah memenuhi ketentuan CPOB, yaitu peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara atau produk jadi bersifat inert sehingga mutu atau kemurnian produk yang diproduksi tetap terjamin. Mesin dan peralatan yang terletak di area

68 59 produksi diatur untuk menjamin keleluasaan kerja operator dan mencegah terjadinya kekeliruan atau kontaminasi silang antar bahan selama produksi. Mesin dan peralatan juga dilengkapi dengan penandaan atau etiket mengenai status mesin. Mesin yang telah dibersihkan ditandai dengan etiket yang berwarna hijau dan bertuliskan BERSIH. Pemeliharaan peralatan merupakan tanggung jawab bersama antara bagian produksi dan Technical Service. Produksi bertanggung jawab pada pembersihan dan perbaikan masalah yang ringan saat proses produksi berlangsung, sedangkan Technical Service bertanggung jawab untuk menjaga kinerja dan perawatan mesin. Kalibrasi dan validasi mesin dilakukan secara berkala serta dalam pengatasan masalah yang cukup serius. Pemeliharaan dan perawatan mesin dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku. 4.5 Sanitasi dan Higiene Pelaksanaan sanitasi dan higiene dilaksanakan untuk menunjang semua kegiatan yang dilakukan. Personil yang berhubungan dengan proses produksi diwajibkan mengenakan pakaian kerja khusus dan bersih, sepatu, masker, sarung tangan yang telah disediakan oleh perusahaan. Selain itu, karyawan atau tamu tidak boleh beraktivitas jika menderita luka terbuka ataupun menderita penyakit kulit dan influenza. Seluruh karyawan diwajibkan untuk selalu menjaga kebersihan tangan yaitu dengan mencuci tangan, terutama karyawan yang langsung berhubungan dengan produk. Khusus untuk area produksi sediaan steril, hanya personil terkualifikasi yaitu personil yang telah lulus gowning qualification yang diijinkan masuk dan setiap personil diwajibkan mengenakan pakaian pelindung khusus berupa pakaian antistatis poliester yang telah disterilisasi. Sementara itu di lokasi produksi betalaktam dan sefalosporin, setiap personil yang akan meninggalkan lokasi, diwajibkan mandi terlebih dahulu untuk menghilangkan partikel bahan aktif yang menempel di badan. PT. Prafa telah menyediakan sarana untuk mencuci tangan untuk setiap bagian. Menyisir rambut hanya boleh dilakukan di ruang tertentu seperti toilet

69 60 dan loker. Makan dan minum hanya boleh dilakukan di area tertentu yaitu kantin dan pantry di setiap departemen. Karyawan juga dilarang merokok selain di area yang ditentukan. Karyawan di departemen produksi dilarang mengunakan aksesoris seperi jam, cincin dan kalung. Hal itu bertujuan untuk meminimalkan kontaminasi produk dengan aksesoris tersebut. Bangunan yang digunakan untuk produksi obat di PT. Prafa telah dirancang dan dikonstruksi dengan tepat sehingga mudah untuk disanitasi. Setiap ruang produksi akan disanitasi sebelum dan sesudah kegiatan produksi serta harus diperiksa dan diberikan label bersih oleh pihak departemen QA. Peralatan yang telah digunakan juga dibersihkan sesuai dengan SOP yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi dari produk sebelumnya terhadap produk berikut. PT. Prafa memiliki prosedur sanitasi tertulis mengenai personil yang bertanggung jawab, jadwal, metode, peralatan dan bahan yang digunakan untuk sanitasi. Sebagai tambahan, prosedur sanitasi ini divalidasi secara berkala. 4.6 Produksi Setiap memasuki area produksi, terdapat SOP tata cara berpakaian yang harus dilakukan oleh karyawan dan tamu termasuk cara memakai APD (alat pelindung diri). Saat memasuki ruang ganti, setiap orang diwajibkan mengganti sepatu atau menggunakan penutup sepatu (shoes cover) dan mengganti baju dengan baju kerja. Selanjutnya, personil diwajibkan untuk mencuci tangan dan menggunakan desinfektan. Prosedur ini dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi dari luar terhadap ruang produksi dan produk yang dihasilkan. Pada proses produksi, jika terdapat produk yang berbeda tetapi diproduksi dengan menggunakan mesin yang sama maka setelah satu produk selesai, harus dilakukan prosedur line clearence yaitu prosedur pembersihan mesin dan ruangan. Produksi selanjutnya dapat dilakukan jika prosedur tersebut telah selesai dan disetujui oleh 2 orang pihak produksi dan 1 orang QA. Selain itu, ruangan produksi memiliki air lock sebagai ruang antara yang membatasi ruang produksi dan lingkungan luar.

70 61 Di setiap tahap produksi, operator akan selalu melakukan optimasi terlebih dahulu untuk mencapai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam SOP dan produk ini akan dikategorikan sebagai produk reject. Setelah diperoleh produk dengan spesifikasi yang diinginkan, proses produksi dapat berjalan dan selanjutnya dilakukan IPC (in process control) pada tahap awal, tengah, dan akhir proses produksi. Untuk tablet, IPC yang dilakukan meliputi pemerian, kode penandaan, bobot, kekerasan, diameter, ketebalan, keregasan, dan waktu hancur. Untuk kapsul, IPC yang dilakukan meliputi pemerian, kode penandaan kapsul, kadar air, bobot kapsul terisi, bobot granul per kapsul, panjang kapsul, dan waktu hancur. Untuk sediaan cair, IPC yang dilakukan meliputi pemerian, berat jenis, dan ph. Selain IPC oleh operator produksi, pihak QC juga melakukan sampling untuk uji IPC. 4.7 Pengawasan Mutu Departemen pengawasan mutu (Quality Control/QC) bertanggung jawab dalam memastikan setiap bahan baku yang akan dipergunakan dan produk jadi yang akan dipasarkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QC dan dibantu oleh supervisor yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pemeriksaan kimia, pemeriksaan mikrobiologi dan IPC. Laboratorium yang terdapat di departemen QC terdiri dari laboratorium kimia, laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium kimia biasanya digunakan untuk pemeriksaan bahan baku yang baru datang atau reanalisa bahan baku untuk memeriksa apakah bahan baku tersebut masih dapat digunakan atau tidak untuk produksi. Pemeriksaan yang dilakukan, meliputi identifikasi dan parameter lain yang tercantum dalam spesifikasi serta untuk memeriksa kualitas air untuk produksi dan air limbah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh QC dengan syarat bahwa produk tersebut disertakan dengan Lembar Penerimaan Barang (LPB) dan Certificate of Analysis (CoA) dari suplier. Laboratorium instrumen terdapat alat- alat yang dibutuhkan untuk analisa kuantitatif. Laboratorium ini juga dilakukan pengujian terhadap metode validasi

71 62 metode analisa. Instrumen yang ada di laboratorium QC selalu dikalibrasi secara rutin dan berkala, seperti kalibrasi satu tahunan, kalibrasi enam bulanan, kalibrasi tiga bulanan, kalibrasi bulanan, dan verifikasi harian. Laboratorium mikrobiologi digunakan untuk memeriksa adanya kontaminasi mikroorganisme terhadap bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. Selain itu, dilakukan uji potensi antibiotika untuk produk sefalosporin dan betalaktam serta uji sterilitas dan uji endotoksin untuk sediaan steril. Selain dilakukan pemeriksaan pada produk, juga dilakukan pemeriksaan mikroba pada ruangan dan operator di bagian produksi. Pengujian di QC dilakukan oleh analis, diperiksa oleh supervisor, dan diputuskan hasilnya memenuhi persyaratan atau tidak oleh manajer QC. Hasil pengujian tersebut dilaporkan dalam bentuk laporan analisa. Jika dari pengujian diperoleh hasil yang menyimpang dari persyaratan, maka dibuat laporan penyimpangan mutu (QDR). Pada penanganan QDR, terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC. Jika tidak terdapat kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA untuk mengetahui penyebab sebenarnya. 4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok PT. Prafa telah melaksanakan program inspeksi diri melalui departemen QA yaitu QA compliance yang bertanggung jawab terhadap audit internal, eksternal dan suplier. Audit internal dilaksanakan untuk meninjau implementasi CPOB agar mutu obat tetap terkontrol. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan CPOB, maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain melakukan inspeksi diri, departemen QA juga melaksanakan vendor audit yang bertujuan untuk memastikan bahwa pemasok bahan baku dan bahan kemas mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Selain itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik dari prinsipal atau perusahaan yang membuat produknya di PT. Prafa dan audit reguler dari pihak BPOM.

72 Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk Penanganan keluhan, penarikan produk, dan produk kembalian merupakan tanggung jawab departemen QA yaitu bagian product integrity. Keluhan dapat berupa kerusakan fisik atau kimiawi, reaksi obat yang merugikan maupun rendahnya efek terapeutik obat. Jika ditemukan produk yang tidak memenuhi spesifikasi mutu berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium maka pihak QA/QC akan menginformasikannya ke bagian marketing yang kemudian diteruskan ke distributor untuk segera melakukan penarikan produk dari pasaran. Produk yang ditarik kembali akan diberi label identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Produk kemudian dikarantina dan diperiksa kembali. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkannya dengan produk pertinggal. Jika ternyata mutunya tidak sesuai dengan persyaratan maka akan dilakukan penggantian. Penarikan kembali obat tidak pernah terjadi di PT. Prafa hal ini disebabkan mutu dan keamanan obat produksi PT. Prafa telah terjamin. Pada dasarnya penarikan obat dapat dilakukan oleh perusahaan maupun oleh lembaga pemerintah yang terkait. Jika terdapat obat recall atau ditarik dari pemasaran maka dilakukan investigasi untuk dapat memastikan kebenaran alasan obat ditarik. Hasil investigasi tersebut dijadikan dasar penyanggahan maupun persetujuan penarikan obat. Alur penarikan obat kembalian, yaitu departemen QA memberitahukan kepada pihak marketing, kemudian marketing memberitahukan kepada distributor. Selanjutnya, distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang PT. Prafa, kemudian QA akan membuat recall report (laporan obat kembalian). Obat recall tersebut kemudian dimusnahkan. Pemusnahan obat recall di saksikan saksi dari perusahaan maupun dari lembaga pemerintah terkait. Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena obat tersebut sudah mendekati tanggal kadaluarsa. PT. Prafa telah menetapkan bahwa produk yang akan kadaluarsa minimal 3 bulan

73 64 mendatang harus dikembalikan oleh distributor ke PT. Prafa. PT. Prafa melakukan dokumentasi dan pencatatan mutu obat kembalian. Obat kembalian tersebut kemudian dikarantina Dokumentasi PT. Prafa memiliki bagian yang mengelola dan menyimpan dokumen yaitu bagian Document Control Center (DCC) yang merupakan tanggung jawab QA Compliance. DCC merupakan pusat segala dokumen, diantaranya master batch record, SOP, change control, QDR, daftar pemasok yang disetujui, protokol, laporan validasi, semua nomor surat yang keluar di PT. Prafa, dan lainlain. Master batch record disimpan selama tanggal kadaluarsa obat jadi bersangkutan ditambah lagi satu tahun. Pencatatan data dalam dokumen dilakukan dengan tulisan tangan secara jelas dan mudah dibaca dan diwajibkan menggunakan pulpen biru. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi antara dokumen asli dan dokumen duplikat. Selain itu, pengesahan setiap dokumen senantiasa dilengkapi dengan tanda tangan atau paraf berikut tanggal dan inisial personil bersangkutan dengan tujuan untuk memudahkan identifikasi personil yang melakukan dokumentasi tersebut Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan yang menerima pembuatan produk dari pabrik farmasi lain atau toll manufacturing. PT. Prafa dan pihak toller atau prinsipal memiliki suatu perjanjian kontrak satu sama lain, kontrak ini ditangani oleh pihak kantor pusat. Dalam rangka pemberian toll manufacturing, semua prinsipal diijinkan untuk melakukan audit dan inspeksi terhadap bangunan, fasilitas, sarana penunjang, personalia, validasi dan kualifikasi, dokumentasi serta aspek-aspek CPOB yang lain. Kontrak menguraikan secara rinci mengenai pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan baku serta bahan kemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi serta proses pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama

74 65 proses, pengambilan sampel dan analisisnya. Hal-hal yang diatur dalam kontrak ini bersifat fleksibel, artinya semua hal yang dilakukan terkait toll manufacturing tergantung pada persetujuan antara PT. Prafa dan masing-masing prinsipal Kualifikasi dan Validasi Kebijakan validasi yang berlaku di PT. Prafa tertuang dalam Validation Master Plan (VMP) masing-masing fasilitas. Aktivitas yang dilakukan, yaitu Analisa Resiko, Kualifikasi yang terdiri dari Design Qualification (DQ), Installation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ), Performance Qualification (PQ), Validasi Proses, Validasi Media Fill, Validasi Pembersihan, dan Validasi Sistem Komputer. Secara keseluruhan, proses produksi perusahaan PT. Prafa telah memenuhi standar CPOB. Oleh karena itu, dengan semakin meningkatnya persaingan dibidang industri farmasi, maka PT. Prafa harus selalu mengadakan evaluasi dan pembenahan sehingga perusahaan dapat berkembang dan terjaga kelangsungannya dan tetap dapat menghasilkan produk-produk yang berkhasiat, aman, dan bermutu baik.

75 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat disimpulkan bahwa : Proses produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan yang terkait di PT. Prafa telah diterapkan sesuai dengan pedoman CPOB. Aspek CPOB tersebut telah diimplementasikan dan didokumentasikan dengan baik Apoteker dalam industri farmasi memiliki peranan penting, yaitu menjadi personil kunci sebagai kepala produksi, kepala pengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. 5.2 Saran Tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas dalam memproduksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dengan cara mengadakan audit dan pelatihan karyawan secara berkala Meningkatkan komunikasi dan kerjasama yang baik antar divisi PT. Prafa sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik lagi, serta selalu memperbarui informasi dan teknologi di bidang farmasi. 66

76 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799 Tentang Industri Farmasi. Jakarta. 67

77 Lampiran 1. Struktrur Organisasi PT. Pradja dja Ph Pharin 68

78 Lampiran 2. Lokasi Pabrik PT. Pradja dja Pharin Keterangan : A= PT. Pradja Pharin; 1 = Gedung 1; 2 = Gedung 2; 3 = Gedung 3 69

79 Lampiran 3. Sistem Pengolahan Air PT. Pradja Pharin Well Water Storage Tank (terdapat proses klorinasi) Dialirkan ke user point sebagai Tap Water Multimedia Filter Carbon Filter Catridge filter 5 µm UV Light Catridge filter 0,5 µm Catridge filter 1 µm Mix Bed Anion Bed Cation Bed Catridge filter 0,2 µm Plate Heat Exchanger Hot Purified Water Storage Tank (88 o -92 o C) Dialirkan ke user point sebagai Hot Purified Water Double Jacket Tank Destilator Dialirkan ke user point sebagai Water for Injection Water for Injection Storage Tank 70

80 Lampiran 4. Instalasi Pengolahan Air ir Limbah P PT. Pradja Pharin 71

81 UNIVERSITAS INDONESIA PROTOKOL VALIDASI PEMBERSIHAN DAN SANITASI RUANG STERILE LIQUID INJECTION PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

82 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Area Produksi Steril Pengertian Validasi dan Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi... 7 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian BAB 4 PEMBAHASAN Validasi Pembersihan dan Sanitasi Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

83 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan... 3 Tabel 2.2 Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba... 4 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pola Swab DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi Ruang Sterile Liquid Injection (SLI) iii

84 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki fasilitas produksi steril yaitu Sterile Liquid Injection (SLI). Ruang produksi steril merupakan ruang dengan kelas kebersihan yang memiliki persyaratan khusus. Persyaratan khusus tersebut diantaranya adalah batasan jumlah partikel dan mikroba. Pembersihan dan sanitasi area tersebut sangat penting untuk mendapatkan kondisi yang sesuai dengan persyaratan produksi steril (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mengharuskan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Penilaian kondisi yang paling kritis dari validasi pembersihan dan sanitasi merupakan langkah yang penting untuk mengetahui batas kontaminasi dan efikasi prosedur pembersihan dan sanitasi (Nassani, M., 2005). Kebersihan ruang SLI termasuk aspek kritis produksi steril. Ruang SLI terkadang tidak digunakan dalam jangka waktu lebih dari dua hari sehingga area tersebut tidak terjaga kondisi kebersihannya. Oleh karena itu, harus terdapat bukti terdokumentasi untuk mengetahui keefektifan kegiatan pembersihan dan sanitasi area tersebut sehingga dapat diketahui jangka waktu dari kegiatan tersebut hingga proses produksi steril dapat dilaksanakan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan melakukan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI pada kondisi kritis. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Setiap validasi yang akan dilakukan harus dibuat dalam protokol tertulis. Protokol tersebut berisi langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan disetujui oleh kepala bagian pemastian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). 1

85 2 Berdasarkan hal tersebut, kami membuat protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI pada kondisi kritis Tujuan Pembuatan tugas khusus ini bertujuan untuk memahami pembuatan protokol validasi dan fungsinya di dalam suatu industri farmasi.

86 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Area Produksi Steril (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan (lihat Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.) Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani. Tabel 2.1 Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan Kelas Ukuran partikel Non operasional Operasional Jumlah maksimum partikel/m 3 yang diperbolehkan 0,5 µm 5 µm 0,5 µm 5 µm A B C D [sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012] Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Keadaan non operasional adalah kondisi di mana fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada personil. Kondisi operasional adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan berjalan sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu personil yang sedang bekerja. 3

87 4 Tabel 2.2 Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba Kelas Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba* Cawan Sarung Cawan papar tangan 5 kontak (d = (d=90 mm) jari 55 mm) cfu/4 jam cfu/sarung cfu/plate ** tangan Sampel udara cfu/m 3 A < 1 < 1 < 1 < 1 B C D Keterangan: * Nilai rata-rata ** Cawan papar dapat dipaparkan kurang dari 4 jam [sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012] Area bersih dapat dimasuki melalui ruang penyangga udara untuk personil dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar kebersihan yang ditetapkan dan dipasok dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai. Di area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba dan untuk memungkinkan penggunaan berulang bahan pembersih dan bahan disinfektan. Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian hendaklah dilakukan di ruang terpisah di dalam area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir dan disebut juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses secara aseptis pada sebagian atau semua tahap. Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril. Kelas A adalah zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Kelas B adalah zona untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona

88 5 Kelas A. Kelas C dan D adalah area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang mengandung risiko lebih rendah. 2.2 Pengertian Validasi dan Protokol Validasi Validasi (World Health Organization, 2006) Validasi adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Validasi merupakan elemen program pemastian mutu yang berhubungan dengan proses atau produk. Prinsip dasar dari pemastian mutu adalah menghasilkan produk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Setiap tahapan yang kritis dari setiap proses harus divalidasi. Tahapan lainnya dalam proses tersebut harus dikontrol untuk memaksimalkan produk dihasilkan secara konsisten dan memenuhi spesifikasi kualitas dan desain. Dokumentasi yang berhubungan dengan validasi antara lain: a. Standard Operating Procedures (SOP) b. Spesifikasi c. Rencana Induk Validasi (RIV) d. Protokol dan laporan kualifikasi e. Protokol dan laporan validasi Implementasi kegiatan validasi memerlukan penilaian sumber daya yaitu: a. Waktu: secara umum kegiatan validasi dilakukan sesuai jadwal b. Keuangan: validasi memerlukan teknologi yang mahal dan personil yang ahli c. Manusia: validasi memerlukan kolaborasi ahli dari berbagai bidang (misalnya tim multidisipliner yang terdiri dari petugas Quality Assurance (QA), teknik, produksi dan lainnya tergantung produk atau proses yang akan divalidasi). Terdapat dua jenis validasi yaitu validasi yang berdasarkan bukti yang diperoleh melalui pengujian (validasi prospektif dan konkuren) dan validasi yang berdasarkan analisis kumpulan data yang sudah ada (validasi retrospektif). Jika mungkin, validasi prospektif lebih direkomendasikan untuk dilakukan. Validasi retrospektif tidak direkomendasikan pada pembuatan produk steril. Validasi harus dilakukan untuk alat, fasilitas, sistem, proses dan prosedur baru, pada interval periode tertentu dan jika terdapat perubahan yang mempengaruhi produk. Validasi dilakukan pada periode waktu tertentu, misalnya

89 6 tiga kali berturut-turut untuk menunjukkan konsistensi. Situasi yang paling kritis harus dipertimbangkan. Berikut adalah revalidasi yang perlu dilakukan (Pharmaceutical Inspection Convention, 2011): a. Kinerja regular dari uji simulasi proses b. Pemantauan lingkungan, prosedur disinfeksi, pembersihan dan sterilisasi alat (termasuk wadah dan penutup) c. Perawatan rutin dan rekualifikasi alat seperti autoklaf, oven, sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioning), sistem pengolahan air, dan lainlain. d. Uji integritas untuk filter produk, wadah, penutup, dan filter udara e. Revalidasi setelah adanya perubahan Industri sebaiknya mempunyai Rencana Induk Validasi (RIV). RIV merupakan dokumen yang berisi kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen (format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan), pengendalian perubahan dan acuan dokumen yang digunakan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Protokol Validasi Protokol validasi merupakan dokumen yang menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada proses validasi termasuk kriteria penerimaan untuk persyaratan proses produksi atau untuk penggunaan rutin. Validasi harus dilakukan sesuai dengan protokol validasi tertulis dan laporan hasil validasi juga harus dibuat (World Health Organization, 2006). Protokol validasi diperlukan untuk menetapkan hal yang spesifik dan aktivitas yang akan dilakukan pada kegiatan validasi. Protokol validasi merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol dikaji dan disetujui kepala bagian pemastian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Segala perubahan atau perbedaan dari protokol validasi harus didokumentasikan dengan justifikasi yang tepat (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013)..

90 7 2.3 Pembersihan dan Sanitasi Pembersihan adalah penghilangan partikel padat atau residu produk dari permukaan dengan menggunakan bahan kimia dan dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Sanitasi adalah destruksi organisme pada tahap vegetatif (Sadeghipour, F., 2008). Sanitasi area bersih sangatlah penting. Area tersebut hendaklah dibersihkan secara menyeluruh sesuai program tertulis. Bila menggunakan disinfektan hendaklah memakai lebih dari satu jenis. Pemantauan hendaklah dilakukan secara berkala untuk mendeteksi kontaminasi atau adanya mikroba yang merupakan indikasi bahwa prosedur pembersihan tidak efektif. Dengan mempertimbangkan efektivitasnya yang terbatas, lampu ultraviolet hendaklah tidak digunakan untuk menggantikan disinfektan kimiawi. Disinfektan dan deterjen yang digunakan untuk area Kelas A dan B hendaklah disterilkan sebelum digunakan. Fumigasi dalam area bersih dapat bermanfaat untuk mengurangi kontaminasi mikrobiologis pada tempat yang tidak terjangkau (World Health Organization, 2011) Validasi Pembersihan dan Sanitasi Prosedur pembersihan dan prosedur sanitasi hendaklah divalidasi dan dinilai secara berkala untuk memastikan bahwa efektifitas kegiatan memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Validasi pembersihan dan sanitasi merupakan bukti terdokumentasi bahwa proses atau prosedur pembersihan dan sanitasi secara konsisten dapat menghilangkan kontaminan yang potensial hingga memenuhi batas kebersihan yang disyaratkan. Prosedur pembersihan dan sanitasi harus divalidasi. Secara umum validasi pembersihan dan sanitasi harus dilakukan pada keadaan atau tahapan proses yang memiliki resiko terbesar untuk menimbulkan kontaminasi. Prosedur pembersihan dan sanitasi harus dipantau secara berkala setelah pelaksanaan validasi untuk memastikan prosedur tersebut efektif jika dilkukan selama kegiatan produksi rutin (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013).

91 Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi Protokol validasi pembersihan harus dibuat, disetujui dan dilaksanakan sesuai dengan SOP pada tempat dan waktu yang ditentukan. Protokol tersebut harus memuat tujuan, metodologi uji dan cara pengambilan sampel dan kriteria penerimaan (Nassani, M., 2005). a. Tujuan Bagian ini menjelaskan tujuan dan cakupan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi. b. Metodologi uji dan cara pengambilan sampel Bagian ini menjelaskan tahapan demi tahapan teknik pengambilan sampel dan prosedur uji yang dilakukan. Selain itu harus dijelaskan juga laboratorium yang melaksanakan uji tersebut dan hal-hal yang harus diperhatikan selama kegiatan validasi. c. Kriteria penerimaan Kriteria penerimaan untuk kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi adalah batasan dari jumlah mikroba dan partikel berdasarkan hasil perhitungan. Kriteria penerimaan didasarkan pada penilaian jenis kontaminan, fasilitas, dan resiko kepada operator, produk dan pasien. Protokol validasi pembersihan harus menjelaskan lokasi yang akan dibersihkan, prosedur, bahan, kriteria penerimaan, parameter yang dipantau dan dikontrol dan metode uji. Protokol juga harus berisi jenis sampel yang diperoleh dan bagaimana sampel tersebut diperoleh dan diberi label (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013) Metode Uji Inspeksi Visual Inspeksi visual dapat mendeteksi adanya bagian yang kotor pada area yang kecil yang tidak dapat diperoleh atau dideteksi dengan sampling dan/atau analisis (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013). Inspeksi visual dapat dengan segera mengidentifikasi adanya prosedur pembersihan yang kurang baik.

92 9 Kelemahan inspeksi visual diantaranya adalah (Lingenfelter, E.A., dan T.C. Lehman, 2007): a. Terlalu banyak variabel yang dapat mempengaruhi hasil b. Harus dilihat dalam kondisi yang sama c. Pencahayaan harus sama d. Sudut penglihatan/angle harus sama e. Jarak antara personil dengan permukaan harus sama f. Hasil tidak kuantitatif Metode Pemantauan Mikrobiologi Penetapan lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan (Pradja Pharin, 2013): a. Akar luas ruangan. b. Lokasi dimana produk terekspos oleh lingkungan sekitar (di area filling). c. Tempat lalu lalang personil (high traffic). d. Di bawah difuser karena turbulensi tertinggi terjadi dibawah difuser. e. Metode paling baik untuk pengambilan sampel di daerah dengan turbulensi tinggi (contoh: LAF) adalah air sampler. Metode yang dapat digunakan untuk memantau mikrobiologi lingkungan antara lain: surface monitoring, active air monitoring, dan passive air monitoring (Food and Drug Administration, 2004) Surface Monitoring Pemantauan lingkungan dengan metode ini berupa pengambilan sampel dari berbagai permukaan untuk memantau kualitas mikrobiologi. Permukaan yang kontak dengan produk, lantai, dinding dan alat harus diuji secara rutin. Touch plates, swabs, dan contact plates dapat digunakan untuk pengambilan sampel (Food and Drug Administration, 2004). Metode swab merupakan metoda yang sering digunakan dan merupakan metode pengambilan sampel secara langsung. Setelah dibersihkan, permukaan diswab untuk mengetahui tingkat kebersihan permukaan tersebut. Pemilihan metode swab harus memperhatikan reprodusibilitas, efisiensi ekstraksi dan

93 10 dokumen mengenai engenai lok lokasi-lokasi area yang akan diswab. wab. Adapun Adapu kelemahan metode inii adalah ketidakmampuan ke untuk mengakses ses semua area, asumsi keseragaman n dari permukaan permu yang terkontaminasi dan harus arus mengekstrapolasikan mengek area sampell untuk seluruh seluru permukaan (Sadeghipour, F., 2008). Swabb yang digu digunakan harus terbuat dari bahan yang memiliki memi serat dan partikel kecil, cil, memiliki daya absorbsi yang tinggi dan n interferensi interferens yang kecil (Kalelkar, S., 2010).. Cara swab yang umum digunakann adalah den dengan gerakan sejajar satu arah atau bolak-balik. bo Dalam melakukan swab wab dengan cara tersebut penting untukk mengubah menguba kepala swab ke sisi lainnya dan melakukan melaku kembali swab dengan an arah yang berlawanan (lihat Gambar 2.1A). A). Metode lainnya yaitu dengan gerakan akan zigzag dan kepala swab selalu menempel pel pada permukaan per area yang akan diuji iuji (lihat Ga Gambar 2.1B) [Sum [Sumber: Lingenfelter, E.A., dan T.C. Lehman, 2007] Gambar 2.1 Pola swab Active Air ir Monitoring Monit (Food and Drug Administration,, 2004) Metode ode ini dilakukan dilak dengan menggunakan air sampler sampler. Alat tersebut dapat digunakan nakan untuk mengetahui jumlah organismee setiap volume vo sampel udara. Sebaiknya aiknya alat tersebut dapat digunakan selama ma shift produksi pro untuk mengevaluasi si area proses pros aseptik pada lokasi yang dipilih. Operator Ope harus mengetahui kemampuan kemampua air sampler dan alat tersebut harus diuji kesesuaiannya k untuk penggunaan gunaan di lingkungan aseptik berdasarkan an efisiensi pengambilan sampel, kebersihan, ebersihan, dan d kemampuan untuk dapat disterilisasi disterilisas dan tidak mempengaruhi uhi laju udara uda pada area tersebut. Alat tersebut ut sangat sang bervariasi, Univers Universitas Indonesia

94 11 operator harus menguji semua kesesuaian alat tersebut sebelum digunakan untuk pengambilan sampel. Air sampler harus dikalibrasi dan digunakan sesuai prosedur yang sesuai Passive Air Monitoring (Food and Drug Administration, 2004) Metode ini menggunakan settling plate yaitu cawan petri berisi medium pertumbuhan yang dipaparkan ke lingkungan. Settling plate dapat digunakan sebagai pemantau udara kualitatif atau semikuantitatif karena hanya mikroorganisme yang jatuh ke dalam agar yang dapat terdeteksi. Penempatan settle plate merupakan parameter kritis sehingga cawan petri tersebut harus ditempatkan di lokasi dengan resiko kontaminasi produk yang paling besar. Sebagai bagian dari metode validasi, laboratorium pengawasan mutu harus mengevaluasi kondisi media yang dapat mengoptimalkan recovery dari isolat lingkungan pada level yang rendah. Data hasil pemantauan dengan metode ini dapat digunakan sebagai pembanding dari hasil active air monitoring menggunakan air sampler.

95 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal Mei 2013 yang bertempat Departemen Quality Control dan Ruang Produksi Sterile Liquid Injection PT. Pradja Pharin (Prafa). 3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan adalah pengkajian Standard Operating Procedure (SOP) terkait dan penelusuran literatur (studi pustaka). Selanjutnya dilakukan analisis permasalahan serta solusi yang dapat dilakukan. 12

96 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Validasi Pembersihan dan Sanitasi Produk steril dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Pembuatan produk steril dilakukan di ruangan dengan kelas kebersihan tertentu yaitu kelas A, B, C dan D (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Ruangan dan alat yang digunakan untuk produksi harus dipastikan status kebersihannya sebelum kegiatan produksi dilakukan. Oleh karena itu, pembersihan dan sanitasi merupakan bagian yang penting dan merupakan aspek kritis dalam kegiatan produksi. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengharuskan setiap industri farmasi mempunyai standar prosedur operasional tertulis mengenai proses pembersihan secara jelas dan dapat dengan mudah dipahami. Buku log hendaklah dibuat untuk pencatatan pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Untuk pemenuhan persyaratan di atas, setiap ruangan di area produksi Sterile Liquid Injection (SLI) telah memiliki standar prosedur operasional pembersihan dan sanitasi ruangan serta buku record pencatatan kegiatan tersebut. Buku tersebut dapat digunakan untuk mengetahui status kebersihan ruangan dan pemenuhan persyaratan kebersihan ruangan agar kegiatan produksi dapat dilaksanakan. Ruangan SLI selalu dibersihkan dan disanitasi pada saat sebelum dan sesudah digunakan untuk produksi yaitu hanya pada hari kerja. Jika terdapat libur panjang maka ruangan tidak digunakan untuk produksi sehingga pada hari tersebut ruangan tidak dibersihkan dan disanitasi sehingga kebersihan ruangan tersebut tidak terkontrol. Ruangan akan kembali dibersihkan dan disanitasi pada hari kerja selanjutnya yaitu pada saat akan dilaksanakan produksi. Proses pembersihan dan sanitasi harus divalidasi untuk mengetahui keefektifan dan membuktikan bahwa proses tersebut dapat memberikan hasil yang konsisten (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Selain tujuan validasi di 13

97 14 atas, pembersihan dan sanitasi ruangan Sterile Liquid Injection (SLI) divalidasi untuk mengetahui jangka waktu dari kegiatan sanitasi setelah libur panjang atau ruangan tidak digunakan hingga ruangan tersebut dapat digunakan kembali untuk kegiatan produksi. Kriteria libur panjang atau ruangan tidak digunakan yang dimaksud di atas adalah ruangan tidak digunakan lebih dari dua hari. Validasi pembersihan dan sanitasi ruangan tersebut diharapkan menjamin proses produksi tetap memenuhi persyaratan kebersihan meskipun sebelumnya lingkungan produksi tidak terkontrol. Oleh karena itu, validasi tersebut dapat membuat kegiatan produksi di ruang SLI menjadi lebih efektif dan efisien. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut telah tervalidasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Oleh karena itu, pada validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI, dilakukan pengujian selama tiga periode dengan tiga kali pengambilan sampel dalam tiga hari berurutan. Setiap periode pengujian dilaksanakan setelah ruang produksi tidak digunakan lebih dari dua hari. Pengambilan sampel dilakukan setelah ruangan tersebut dibersihkan dan disanitasi. 4.2 Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi Protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI dibuat dan disetujui oleh manajer pemastian mutu dan manajer pabrik. Protokol validasi ini menjelaskan mengenai tujuan, prosedur, kriteria penerimaan, prosedur kualifikasi, lembar persetujuan, prosedur pengontrol perubahan, lampiran dan tim yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan validasi. Protokol ini digunakan untuk melaksanakan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI untuk pemenuhan persyaratan CPOB dan standar PT. Pradja Pharin (Prafa). Protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI memuat sembilan lampiran. Lampiran tersebut menjelaskan teknis pelaksanaan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI. Selain itu, lampiran juga memuat kriteria penerimaan, tabel hasil pengujian dan formulir lain yang harus dilengkapi saat kegiatan validasi berlangsung. Lampiran tersebut antara lain rencana pengujian dan justifikasi, penilaian kebersihan ruangan dan prosedur pembersihan dan

98 15 sanitasi, daftar agen sanitasi dan pembersih yang digunakan, daftar alat-alat yang digunakan, daftar metode atau prosedur pengujian, inspeksi visual, metode sampling mikrobiologi, hasil dan rekomendasi, dan laporan penyimpangan. Prosedur pembersihan dan sanitasi akan divalidasi dengan menggunakan inspeksi visual, level mikroba dan evaluasi dokumen terkait dan konfirmasi bahwa hasil validasi tersebut sesuai dengan spesifikasi kebersihan. Metode pemantauan yang digunakan adalah surface monitoring dengan metode swab, passive air monitoring dengan menggunakan settle plate, dan active air monitoring dengan menggunakan air sampler. Protokol memuat denah lokasi pengambilan sampel untuk ketiga metode tersebut. Hal ini untuk memperjelas titik pengambilan sampel. Jika dalam pengujian ada hal yang menyimpang atau tidak sesuai, hal tersebut dituliskan dalam laporan penyimpangan. Setelah validasi dilaksanakan, dibuat laporan hasil validasi yang mengacu pada protokol validasi. Laporan ini memuat hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan.

99 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Protokol validasi diperlukan untuk menetapkan hal yang spesifik dan aktivitas yang akan dilakukan pada kegiatan validasi. Protokol validasi merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol dikaji dan disetujui kepala bagian pemastian mutu Protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI bertujuan untuk melakukan validasi prosedur pembersihan dan sanitasi ruang SLI untuk pemenuhan persyaratan CPOB dan standar PT. Pradja Pharin (Prafa) Prosedur pembersihan dan sanitasi akan divalidasi dengan menggunakan inspeksi visual, level mikroba dan evaluasi dokumen terkait dan konfirmasi bahwa hasil validasi tersebut sesuai dengan spesifikasi tingkat kebersihan 5.2 Saran Validasi harus dilaksanakan secara berkala dan berkelanjutan untuk menjamin kegiatan produksi memenuhi persyaratan terkait. Protokol validasi harus dibuat dan menjelaskan kegiatan validasi secara jelas dan mudah dipahami. 16

100 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Food and Drug Administration. (2004). Guidance for Industry Sterile Drug Products Produced by Aseptic Processing. Rockfille. Kalelkar, S. (2010). Why The Swab Matters in Cleaning Validation. Controlled Environments Magazine. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Lingenfelter, E.A., dan T.C. Lehman. (2007). A CRO S Perspective on Cleaning Validation. Lancaster: Eurofins Lancaster Laboratories. Nassani, M. (2005). Cleaning Validation in the Pharmaceutical Industry. Journal of Validation Technology, 11 (4). Pharmaceutical Inspection Convention. (2011). Recommendation on The Validation of Aseptic Process. Geneva: Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme. Pharmaceutical Inspection Convention. (2013). Guide to Good Manufacturing Practice for Medicinal Products Part II. Geneva: Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme. PT. Pradja Pharin. (2013). Standard Operating Procedure (SOP) Viable Monitoring di Ruangan Kelas A, B, C, D dan E. Bogor: PT. Pradja Pharin. Sadeghipour, F. (2008). Cleaning Validation of Cleanrooms and Preparation Equipment. Poland: EAHP Foundation Seminar. World Health Organization. (2006). Supplementary Guidelines on Good Manufacturing Practices: Validation. Geneva: World Health Organization Technical Report Series:

101 18 World Health Organization. (2011). Good Manufacturing Practices for Sterile Pharmaceutical Products. Geneva: World Health Organization Technical Report Series: 961.

102 LAMPIRAN

103 19 Document No. Revision : 009/SLI/CV/05/013 : New Issued Date : The information contain herein is the property of PT Pradja Pharin (PRAFA). It is SECRET and / or CONFIDENTIAL and should be kept safely and prevention of unauthorized appropriation, use or disclosure. PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Name : Sterile Liquid Injection Room Location : Sterile Liquid Injection Area PT Pradja Pharin Factory : Desa Karang Asem Barat, Citeureup, Kabupaten Bogor Phone : +62 (021) , , Fax : +62 (021) Head Office : Talavera Office Park, 8 th -10 th floor, Jl.Letjen T.B. Simatupang No Jakarta 12430, Indonesia Phone : +62 (021) Fax : +62 (021)

104 20 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 2 of 30 Contents Page 1 Introduction Purpose Objectives 4 2 Building Description & General Cleaning Procedure 4 3 Acceptance Criteria 4 4 Qualification Procedures 4 5 Attachments 5 6 Validation Team 5 7 Change Control Procedures 5 8 Final Approval 6 9 Document History 7 Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

105 21 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 3 of 30 Attachment List Page 1 Study Plan & Justification 9 2 Room Cleanability Assessment and Detail Cleaning and Sanitizing Procedure 17 3 List of Cleaning and Sanitizing Agent 21 4 Key Equipment List 22 5 Key Analytical Method or Testing Procedure List 23 6 Visual Inspection 24 7 Microbiological Sample Method 26 8 Summary and Recommendations 29 9 Deviations and Discrepancy Report 30 Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

106 22 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 4 of Introduction 1.1 Purpose This cleaning and sanitizing validation protocol is used to validate cleaning and sanitizing procedure of Sterile Liquid Injection Room SOP No E in order to comply with c-gmp and PT PRAFA Standard. 1.2 Objectives The objective is to demonstrate through testing and documented evidence that the manual cleaning and sanitizing procedure SOP No E can clean and sanitize Sterile Liquid Injection Room to levels within acceptable limits including in worst condition such as after long break (more than 2 days). 2. Building Description & General Cleaning Procedure Building description as described in qualification protocol document No. 035/BQ/SLI/04/12. The cleaning and sanitizing procedure is described in SOP No E. 3. Acceptance Criteria The criteria specified in Acceptance Limit Calculation below must be met for at least three consecutive major cleaning and sanitizing to determine a successful validation study. 4. Qualification Procedures The cleaning and sanitizing procedure will be validated by visual inspection, microbial level and evaluation of the related document and confirmation that cleaning and sanitizing validation result conforms to cleanliness of requirement and all associated specifications. A test technician s signature and/or initials and date within the designated areas indicate that the particular items have been checked and found acceptable. An individual from the validation team will review each attachment section and sign and date the bottom of the page to indicate Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

107 23 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 5 of 30 that all validation requirements have been met and all documentation have been properly completed. If the inspection or verification test is not satisfactory, Deviation and Discrepancy Form is available to address this issue. Upon successful completion of the cleaning and sanitizing validation the Final Approval Section will be completed. 5. Attachments Data collection forms are provided as Attachments to this protocol. These documents will cover the necessary information required to successfully cleaning and sanitizing validation of Sterile Liquid Injection Room, SOP No E. Additional forms may be used to include all necessary essential information. 6. Validation Team The following personnel comprise the validation team responsible for the execution of the cleaning and sanitizing validation Name Title Signature Initial Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

108 24 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 6 of Change Control Procedures Any change to the validated procedure should be processed through a change control procedures and should be documented. Re-validation may be necessary to check its validation status. 8. Final Approval After Reviewing this validation protocol and its attachments, we the undersigns approved that this protocol can be used to validate the cleaning and sanitizing process of Sterile Liquid Injection Room, SOP No E. Title Name Signature Date Reviewed by : Microbiology Supervisor Lisa Aryadi Production Manager Budi Handoyo Quality Control Manager Dewi Sulistyowati Approved by : Quality Assurance Manager Antonius Raino D Plant Manager Antonius Sutaryo Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

109 25 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 7 of Document History Revision Number Date of Issued Change Control No. Change 00 N/A New Document Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

110 26 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 8 of 30 Attachment Section Cleaning & Sanitizing Validation Data Collection Forms Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

111 27 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 9 of 30 Attachment 1 Test No. 1 Study Plan & Justification 1. Study Plan 1.1 Cleaning and Sanitizing Validation Strategy The cleaning and sanitizing validation sampling will be performed after all pieces of room designated as part of the process room is cleaned and sanitized by following approved cleaning and sanitizing procedures or approved draft cleaning and sanitizing procedures. The cleaning and sanitizing methods will be considered validated when the samples collected meet the acceptance criteria for three consecutive cleaning and sanitizing trials. 1.2 Cleaning Frequency Production department will clean all Sterile Liquid Injection Room every workdays. 1.3 Clean and Dirty Room Holding Times SLI Room can t be held in a dirty condition for a certain time, so the room must being cleaned every workdays. Due sanitizing become a standard procedure before using the room for production, that made the room doesn t have clean holding times. Recovery Time after cleaning and sanitizing SLI Room is minutes according to SOP E. 1.4 Test Method All Laboratory Test Methods used in this protocol are summarized in Attachment Sampling / Testing Plan Qualified validation personnel will conduct sampling listed below. At least one blank sample is required for each sampling session. All samples will be submitted to QC for analysis. An overview of the sample plan is provided in Table # Visual Inspection At the end of the final cleaning, sanitizing and prior to sampling, a thorough visual inspection will be performed with special attention given to hard to clean areas. Room must be completely dry prior to the visual inspection. All Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

112 28 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 10 of 30 observations will be recorded on the Cleaning and Sanitizing Monitoring sheets, Attachment 7. If any visible residue is found then no samples will be taken and room must be re-cleaned Microbiological Sample Method Swab samples will be collected and tested according to Viable Monitoring in Class A, B, C, D and E, SOP No I. Trained Validation personnel will collect these samples. Microbiology will provide all necessary materials to perform the sampling (sterile saline solution in tubes, sterile swabs, sterile gloves and alcohol wipes). All sampling materials are disposable Sampling Areas Sampling areas is determined by: a. Square root area of the room. b. Location where product is exposed to the environment (ex: filling room). c. Areas of higher operator activity d. Under diffuser (normal office type), because highest turbulence occur under diffuser Sampling Time Sampling conducted for three period when there are long break more than two days. Each periods consists of three consecutive day test. Samples are taken once a day during three consecutive days Sampling Method a. Settling Plate Microbiology prepare petri dishes contained Trypticase Soy Agar / TSATL that has been named with room name. Write batch number of media used, then checks negative and positive control of the media. Petri dish are placed in stainless steel tripod or put in high place ( cm) and located in area near product exposed environment, higher operator activity or under diffuser. Open the lid of petri dish and let petri dish expose for 4 hours (maximum). Petri dish that has been exposed taken to the microbiology laboratorium and incubated for hours at ºC. Then incubated at ºC. Total incubation period is 5 7 days. Colonies of microbes are counted. Write the result on Microbiological Sampling Method Log Sheet. b. Swab test Microbiology prepare test tube contained 5 ml sterile Letheen Broth / TSBTL (for white area) or 10 ml sterile TSB (for grey area) that has been named with room name Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

113 29 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 11 of 30 Write batch number of media used, then checks negative and positive control of the media. Insert swab aseptically to sterile media or NaCl 0.85 %, squeezed the swab by press it to tube wall, then swab the surface of tested area (5 x 5) cm 2 or 25 cm 2. Then swabs are dipped again to test tube contained media. Spray the tested area with Alcohol 70% and wipe it with fiber free material until dry. Take swab sample to the microbiology laboratorium. These test tube are vortex and pipette 1 ml TSB/ pour the entire Letheen Broth to sterile petri dish and add Trypticase Soy Agar ± 40 ºC aseptically. Petri dish then incubated for hours at ºC and followed by incubated at ºC. Total incubation period is 5-7 days. Colonies of microbes are counted. Write the result on Microbiological Sampling Method Log Sheet. TSB Test result are multiple by 10 TSB used for room that not use disinfectant and Letheen Broth / TSBTL used for room that use disinfectant for cleaning and sanitation. c. Air Sampler with SAS Super 180 PBI Air Sampler Sampler head is sterilized by autoclave for 30 or 60 minutes at 121 ºC. Prepare Trypticase Soy Agar media in sterile disposable petri dish Ø 90 mm. Make sure media used is sterile, not expired and not dried. Air sampler is located in tested area, adjust the test air volume to 1000 liter (SOP No : A or new revision). Open the lid of petri dish and insert petri dish to sampler head. Press start button. Then, close the petri dish with the lid. Petri dish then incubated for hours at ºC and followed by incubated at ºC. Total incubation period is 5-7 days. Colonies of microbes are counted. Write the result on Microbiological Sampling Method Log Sheet d. Personnel Inspection Inspection conducted on: forehead, mouth, armpit (left and right), buttocks and gloves (left and right) of operator. Inspection conducted with swab method or contact plate. Inspection for non aseptic process conducted only for gloves once a week at least one operator. Gown and Gloves inspection for aseptic process conducted at least 2 filling operators per shift process. Sampling operator finger or gloves are done in case of emergency condition in Class A and the result must be attached in batch record. Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

114 30 PT Pradja Pharin (PRAFA) Cleaning & Sanitizing Validation Protocol Sterile Liquid Injection Room Doc.No. : 009/SLI/CV/05/13 Revision : New Page 12 of 30 Figure 1. Sketch of Sterile Liquid Injection Sampling Point Cleaning & Sanitizing Validation Protocol: Sterile Liquid Injection Room

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. Sejak didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. Sejak didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA) CITEUREUP, BOGOR PERIODE 8 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA) CITEUREUP, BOGOR PERIODE 8 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA) CITEUREUP, BOGOR PERIODE 8 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAMIK YUNIARSIH, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM

PERIODE XLV. Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA, S. Farm. NPM LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (07 SEPTEMBER 2015 13 OKTOBER 2015) PERIODE XLV Disusun Oleh: CLAUDIA ALVINA,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 9 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan QUIZ Apa saja aspek yg perlu diperhatikan pada bagian Bangunan dan Fasilitas dalam CPOB? Sebut dan jelaskan kelas2 berdasarkan tk.kebersihannya! Sebut dan jelaskan klasifikasi industri berdasarkan kepatuhannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA)

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. PRAFA didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto Pusposuharto, yang berawal dari sebuah industri rumah tangga dengan

Lebih terperinci

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI

UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. APRILYA TRI SUSATI, S.Farm AGKATA LXXVI UIVERSITAS IDOESIA LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZEITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARAG JAWA TEGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APRILYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 09 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MEPROFARM JL. SOEKARNO-HATTA 789 BANDUNG 4 APRIL 27 MEI 2016 PERIODE XLVI OLEH: WILI MAWARTI NPM: 2448715248 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAKEDA INDONESIA JALAN P. DIPONEGORO KM 38 TAMBUN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WISNU AJENG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT PRADJA PHARIN (PRAFA), DESA KARANG ASEM BARAT, CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR PERIODE 8 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm

PERIODE XLVIII. DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA, Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN PANDAAN-PASURUAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: DIA AMBARSARI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 5 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL MEI 2017) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. MERCK SHARP DOHME PHARMA Tbk. JL. RAYA PANDAAN KM. 48 PANDAAN (10 APRIL 2017 12 MEI 2017) PERIODE XLVIII DISUSUN OLEH: REYNANDA VIOLINA AGUS DAMAYANTI., S.Farm.

Lebih terperinci