UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL - 3 JUNI 2013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Kartika Widyanty, S. Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Farmasi UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Sydna Farma Jalan RC. Veteran Nomor 89 Bintaro, Jakarta Selatan Periode 1 April 3 Juni 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi,. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dra. Nony Shilviani, Apt. (... ) Pembimbing II : Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt. (... ) Penguji I :... (... ) Penguji II :... (... ) Penguji III :... (... ) Ditetapkan di Tanggal : : Depok iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI. 2. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI. 3. Ibu Dra. Nony Shilviani, Apt. selaku Manajer Pabrik PT. Sydna Farma yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan PKPA di PT. Sydna Farma, serta selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, pelatihan, ilmu dan saran kepada penulis selama peyusunan laporan PKPA. 4. Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang begitu bermanfaat kepada penulis selama peyusunan laporan PKPA. 5. Ibu Arzuliana Zulkati, S.Si., Apt. selaku Manajer Mutu PT. Sydna Farma yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, ilmu dan saran kepada penulis selama peyusunan laporan PKPA. 6. Bapak Wisnu Hercahya, S.Si., Apt. selaku Asisten Manajer R & D PT. Sydna Farma yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, ilmu dan saran kepada penulis selama peyusunan laporan PKPA 7. Seluruh Manajer, Supervisor, dan staff PT. Sydna Farma yang telah membantu dalam pelaksanaan praktek kerja profesi dan penyusunan laporan ini. 8. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi UI atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 9. Keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan moril dan materil dan atas kesabarannya, kasih sayang, dukungan, perhatian dan doa untuk iv

5 menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 10. Rekan-rekan PKPA di PT. Sydna Farma yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama pelaksanaan PKPA. 11. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi UI selaku teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Tak ada yang penulis harapkan selain sebuah keinginan agar laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2013 v

6 vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)... 6 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS Profil PT. Sydna Farma Lokasi dan Sarana Produksi Visi dan Misi Nilai Utama PT. Sydna Fama Organisasi dan Tata Kerja Produk PT. Sydna Farma BAB 4. PEMBAHASAN Penerapan CPOB di Industri Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Dokumentasi Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Kualifikasi dan Validasi BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Sistem Tata Udara Gambar 4.2 Proses Pengolahan Air Keran Menjadi Air Demineralisata Gambar 4.3 Proses Pengolahan Aquademineralisata Menjadi WFI Gambar 4.4 Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. Sydna Farma viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Pabrik PT. Sydna Farma Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Departemen Pengadaan PT. Sydna Farma Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Departemen Produksi PT. Sydna Farma Lampiran 4. Bagan Struktur Organisasi Departemen Mutu PT. Sydna Farma Lampiran 5. Bagan Struktur Organisasi Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PT. Sydna Farma ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi merupakan salah satu industri yang dikontrol dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pengontrolan tersebut ditinjau dari segi perizinan, produksi, peredaran, maupun kualitas obat yang diedarkan. Hal tersebut dilakukan agar industri farmasi menghasilkan produk yang memenuhi syarat mutu sehingga terwujud kesehatan nasional. Penerapan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh industri farmasi untuk meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Melalui pedoman CPOB semua aspek yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu obat diperhatikan dan ditentukan sedemikian rupa sehingga tujuannya tercapai. Menurut CPOB, tidaklah cukup bila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut (BPOM,2012). CPOB menyangkut berbagai aspek mulai dari manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higienis, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu dan audit dan persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap obat dan penarikan kembali obat serta obat kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut, apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Namun, pemahaman melalui teori yang didapat dari perkuliahan saja masih kurang mencukupi, maka calon apoteker perlu dibekali dengan 1

11 2 pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori dengan prakteknya secara langsung. Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI bekerja sama dengan PT. Sydna Farma dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para calon apoteker guna memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman dan gambaran singkat peran dan tanggung jawab Apoteker di industri farmasi. Pelaksanaan praktek kerja berlangsung dari tanggal 1 April 31 Mei Dengan adanya praktek kerja ini diharapkan mahasiswa calon Apoteker dapat mengambil manfaat dan ilmu sebanyak mungkin agar nantinya dapat diterapkan secara nyata di dunia kerja. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi PT. Sydna Farma adalah: a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri farmasi yang berhubungan dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). b. Melihat secara langsung proses produksi obat serta penerapan CPOB di PT. Sydna Farma. c. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab seorang Apoteker di dalam industri farmasi yang diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799/Menkes /Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Definisi dari obat jadi menurut Surat Kepmenkes No. 245/MenKes/SK/V/1990 adalah sediaan atau paduan bahanbahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, sedangkan yang dimaksud dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi. Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk semua tahapan dan/atau sebagian tahapan. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Persyaratan usaha industri farmasi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. b. Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi, antara lain: 3

13 4 a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian Izin usaha i ndustri farmasi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang berlaku selama 3 (tiga) tahun. Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh surat persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala BPOM. Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundangundangan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala BPOM. Selain wajib memenuhi ketentuan yang telah disebutkan, industri farmasi juga wajib melakukan pharmacovigilance.

14 5 Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan rekomendasi dari Kepala BPOM. Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri farmasi tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan perundang-undangan. Untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan industri farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri wajib: a. Menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya, yaitu sekali dalam enam bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan serta sekali dalam satu tahun. b. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri farmasi yang dilakukannya. c. Melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya dan keselamatan kerja. d. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan dan kewajiban untuk melakukannya setelah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi Pelanggaran industri farmasi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pelanggaran terhadap ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan secara tertulis (diberikan oleh Kepala BPOM). b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk

15 6 penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM). c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat atau mutu (diberikan oleh Kepala BPOM). d. Penghentian sementara kegiatan (diberikan oleh Kepala BPOM). e. Pembekuan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM). f. Pencabutan izin industri farmasi (diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas rekomendasi Kepala BPOM) Pencabutan izin usaha industri farmasi Izin Usaha Industri Farmasi dapat dicabut dalam hal: a. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahtanganan hak milik Izin Usaha Industri Farmasi dan perluasan tanpa memiliki izin sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan ini. b. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi tidak menyampaikan informasi industri farmasi secara berturut-turut 3 (tiga) kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar. c. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari menteri. d. Perusahaan Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi dengan sengaja memproduksi Obat Jadi atau Bahan Baku Obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, obat palsu. e. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam Izin Usaha Industri Farmasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Ketentuan umum (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Secara Prinsip, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk

16 7 menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Suatu produk tidak hanya lulus dari serangkaian pengujian tapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi, dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya, bila perlu dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap tercapai. CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah: a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan.

17 8 b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi.tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk: personil yang terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan label yang benar, prosedur dan instruksi yang disetujui, tempat penyimpanan dan transpor-tasi yang memadai. c. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia. d. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar. e. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi. f. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses. g. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat. h. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran. i. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan Manajemen mutu (Quality Management) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu,

18 9 yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Unsur dasar manajemen mutu adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Personalia (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenal higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi hendaknya memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi juga harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab

19 10 hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum dalam uraian tugas. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu)/kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektivitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing dan catatan pelatihan hendaklah disimpan Bangunan dan fasilitas (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Adapun syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut: a. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan.

20 11 b. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. c. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan dan pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. d. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan; luasnya area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan. e. Daerah pengolahan produk steril dipisahkan dari daerah produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. f. Obat yang mengandung golongan penisilin dan sefalosporin diproduksi dalam suatu bangunan yang terpisah dilengkapi peralatan pengendali udara. g. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak dan sambungan yang terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif. h. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar dan dilengkapi bak kontrol untuk mencegah alir balik. i. Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang memadai, terutama di

21 12 mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan Peralatan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan, serta tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Peralatan hendaklah dirawat menurut jadwal yang tepat supaya tetap berfungsi dengan baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah identitas, mutu atau kemurnian produk. Peralatan yang rusak harus dikeluarkan dari area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya diberi penandaan yang jelas Sanitasi dan higiene (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006) Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber kontaminasi produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Pembersihan mesin dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap produk. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihan peralatan diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Penggunaan udara bertekanan dan sikat sedapat mungkin dihindari karena dapat menambah resiko pencemaran produk. Pembersihan dan sanitasi peralatan serta wadah

22 13 yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah tercakup dalam suatu prosedur tertulis yang cukup rinci. Penerapan higiene perorangan meliputi pemeriksaan kesehatan, menjaga kebersihan diri, memakai alat pelindung diri dengan baik, menjaga kesehatan dan beberapa peraturan lain di area produksi. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Selain itu, hendaklah dilakukan juga pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala Produksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi obat membutuhkan sarana gedung produksi, pengemasan, penyimpanan; material yang memenuhi persyaratan, peralatan yang terkualifikasi dan terkalibrasi; personalia yang terlatih dan berkualitas; proses produksi yang tervalidasi dan dokumen produksi yang sah yang dapat ditelusuri. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa. terhadap produk akhir melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan, dan higienis sampai dengan pengemasan. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi, serta didokumentasikan. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas Pengawasan mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa produk yang dibuat senantiasa konsisten dan mempunyai

23 14 mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Tiap personil yang bertugas melakukan kegiatan laboratorium hendaklah memiliki pendidikan, mendapat pelatihan dan pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik. Personil hendaklah memakai pakaian pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata pelindung, dan sarung tangan tahan asam atau basa sesuai tugas yang dilaksanakan. Peralatan, instrumen dan perangkat lunak terkait hendaklah dikualifikasi atau divalidasi, dirawat dan dikalibrasi dalam selang waktu yang telah ditetapkan dan dokumentasinya disimpan. Prosedur pengujian hendaklah divalidasi dengan memperhatikan fasilitas dan peralatan yang ada sebelum prosedur tersebut digunakan dalam pengujian rutin. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan yang digunakan dalam produksi dan produk yang disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan. Personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium hendaklah sesuai untuk segala jenis tugas yang ditentukan dan skala kegiatan pembuatan obat Inspeksi diri dan audit utu Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB (Badan

24 15 Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim, yang terdiri dari tiga anggota yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB serta bersifat independen dalam melakukan inspeksi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Anggota tim hendaklah dipilih dari bagian-bagian produksi, pengawasan mutu, pemastian mutu, penelitian dan pengembangan dan teknik (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Dalam memperoleh standar inspeksi diri hendaklah dibuat daftar periksa selengkap mungkin sebagai rujukan untuk tim inspeksi diri dalam melaksanakan tugasnnya. Daftar periksa ini hendaklah diperbaharui secara berkala agar selalu mengikuti dan meliputi perubahan, peraturan pemerintah dan kebijakan perusahaan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Dengan melakukan inspeksi diri dapat diketahui kekurangan atas pemenuhan CPOB, baik yang kritis, yang berdampak besar maupun yang berdampak kecil. Penilaian terhadap kekurangan tersebut dapat dikategorikan berdasarkan tingkat kekritisannya, antara lain (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009): a. Kritis (C) yaitu kekurangan yang mempengaruhi mutu obat dan dapat mengakibatkan reaksi fatal terhadap kesehatan konsumen sampai kematian. b. Berdampak besar (M) yaitu kekurangan yang mempengaruhi mutu obat tetapi tidak berdampak fatal terhadap kesehatan konsumen. c. Berdampak kecil (m) yaitu kekurangan yang kecil pengaruhnya terhadap mutu obat dan tidak berdampak terhadap kesehatan konsumen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

25 16 Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor dan Otoritas Pengawasan Obat (OPO) (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait. Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan. Keputusan ini dapat bersumber dari OPO atau dari industri (Badan Pengawas Obat dan Makanan,

26 ). Penarikan kembali produk dilakukan oleh personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2009). Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi secara kritis. Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah didokumentasikan dan dilaporkan. Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat dikategorikan sebagai berikut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006): a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat dikembalikan ke dalam persediaan. b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang. c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Prosedur pemusnahan bahan atau pemusnahan produk yang ditolak mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang. Pemusnahan produk harus didokumentasikan Dokumentasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap

27 18 personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk atau Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaknya didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat kemudian ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Dokumen yang diperlukan antara lain: a. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk antara dan produk ruahan, serta spesifikasi produk jadi. b. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. c. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. d. Catatan menyajikan catatan pengolahan dan pengemasan bets. e. Prosedur dan catatan meliputi penerimaan, pengambilan sampel dan pengujian. Spesifikasi bahan awal dan bahan pengemas mencakup deskripsi bahan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan, serta batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi sesuai keperluan. Spesifikasi produk jadi mencakup nama produk yang

28 19 ditentukan dan kode produk, formula atau komposisi atau rujukan, deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk ukuran kemasan, petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan, persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan, kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, serta masa edar atau simpan. Dokumen produksi terdiri dari: a. Dokumen Produksi Induk y a n g berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets. b. Prosedur Produksi Induk terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk yang masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat pengesahan untuk digunakan. c. Catatan Produksi Bets terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan, sedangkan catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir. Prosedur dan catatan mencakup penerimaan, pengambilan sampel, pengujian dan lain-lain. Menurut CPOB, hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak. Selain itu, hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap bahan atau segala penurunan mutu. Pengujian bahan dan produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi juga memerlukan prosedur tertulis yang menguraikan metode dan alat yang harus digunakan dalam pengujian.

29 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak (Badan Pengawas Obat dan makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat secara jelas dalam hal tanggung jawab dan kewajiban masingmasing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi Kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. Pemberi Kontrak hendaklah memasti-kan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM. Penerima Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya. Kontrak hendaknya dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan menetapkan masing-masing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat oleh personil yang kompeten dan memiliki pengetahuan di bidang teknologi farmasi, analisis dan CPOB.

30 Kualifikasi dan validasi (Badan Pengawas Obat dan makanan, 2012) CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: kebijakan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Laporan harus dibuat mengacu pada protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Kualifikasi terdiri dari: a. Kualifikasi Desain Kualifikasi desain adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. b. Kualifikasi Instalasi Kualifikasi Instalasi (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi. KI hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut: instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain; pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan peralatan dari pemasok; ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi bahan konstruksi.

31 22 c. Kualifikasi Operasional Kualifikasi operasional hendaklah dilakukan setelah kualifikasi instalasi selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Kualifikasi operasional hendaknya mencakup, tapi tidak terbatas pada hal berikut: pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah, yang dikenal sebagai worst case (kondisi terburuk). d. Kualifikasi Kinerja Pengujian yang menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan peralatan dan uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas operasional atas dan bawah. e. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasang yang telah Operasional. Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis pengoperasian alat kesehatan. Selain itu, kalibrasi, prosedur pengoperasian, pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan operator hendaklah didokumentasikan. Validasi terdiri dari: a. Validasi Proses Pada umumnya kegiatan validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam hal tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (konkuren). Proses yang sudah berjalan, hendaknya juga divalidasi (validasi retrospektif) b. Validasi Pembersihan Validasi pembersihan biasanya dilakukan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan dengan produk. Interval waktu antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian juga antara pembersihan dan penggunaan kembali. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan dengan melaksanakan prosedur tiga kali berurutan dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa metode tersebut telah tervalidasi.

32 23 c. Validasi Ulang Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan revalidasi d. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis dilakukan untuk mengetahui bahwa metode analisis sesuai dengan tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan pada uji identifikasi, uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity), uji batas impuritas dan uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen tertentu dalam obat.

33 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. SYDNA FARMA 3.1 Profil PT. Sydna Farma PT. Sydna Farma merupakan perusahaan industri farmasi yang bergerak dalam produksi obat jadi. PT. Sydna Farma mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2007 setelah beralih kepemilikan dari PT. Organon Indonesia kepada PT. United Dico Citas pada akhir Desember Status kepemilikan perusahaaan berubah dari Penanaman Modal Asing (PMA) atas nama PT. Organon Indonesia menjadi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). PT. Sydna Farma sebagai industri farmasi telah memiliki sertifikat CPOB untuk beberapa produk farmasi, diantaranya SVP (small volume parenteral), tablet non hormon seks dan hormon seks. PT. Sydna Farma menjalankan produksi kontrak (Toll in) untuk beberapa produk obat jadi dari industri farmasi lainnya. PT. Sydna Farma juga memiliki lisensi dari NV Organon (Schering Plough/MSD) untuk tetap memproduksi dan memasok produk-produk Organon tertentu pada saat ini. Saat ini, PT. Sydna Farma telah berhasil mengembangkan produk sendiri yang dikembangkan oleh departemen penelitian dan pengembangan. Produk sendiri tersebut tetap berfokus pada produk obat hormonal, atas dasar pertimbangan pengalaman PT. Sydna Farma yang telah lama menangani proses produksi obat hormonal. Produk sendiri tersebut adalah Sydnaginon dengan komposisi levonogestrel 0,15 mg dan etinilestradiol 0,03 mg. 3.2 Lokasi dan Sarana Produksi PT. Sydna Farma berlokasi di Jl. R.C. Veteran No.89, Bintaro, Jakarta Selatan. Luas seluruh area pabrik yang dimiliki PT. Sydna Farma adalah m 2, dengan rincian panjang 192 m dan lebar 118 m. Bangunan pabrik PT. Sydna Farma menempati area dengan luas tanah m 2, dengan rincian panjang 72 m dan lebar 50 m, sedangkan bangunan kantor menempati area dengan luas tanah 600 m 2. Konstruksi bangunan PT. Sydna Farma dibangun pertama kali pada tahun 1973 dan renovasi keseluruhan diselesaikan pada tahun Beberapa bagian 24

34 25 pabrik, baru dibangun pada tahun Perbaikan area pabrik tahap 1 dilakukan pada area non hormon seks dan selesai pada tahun Perbaikan area pabrik tahap 2 pada area hormon seks dilakukan pada akhir tahun 2008 dan selesai pada semester 1 tahun Perbaikan area parenteral dilaksanakan pada tahun Perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi ketentuan CPOB terkini. Area PT. Sydna Farma memiliki sumber air tersendiri untuk mensuplai seluruh kebutuhan operasional pabrik. Sumber air pabrik tersebut terdiri dari 2 buah sumur dalam yang berada dalam area pabrik. Sumber energi listrik untuk kebutuhan operasional pabrik disuplai oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan didukung generator diesel bila terjadi mati listrik Area gudang Area gudang pabrik terdiri atas area-area penyimpanan yang berbeda sesuai dengan status barang yaitu karantina, lulus, dan ditolak. Penyimpanan untuk barang yang membutuhkan kondisi khusus, tersedia gudang dingin (cold storage), gudang kering (dry storage), solvent storage, dan control room temperature sesuai dengan persyaratan penyimpanan barang tersebut Area QC Area QC meliputi laboratorium utama yang dilengkapi dengan sarana pendukung berupa compressed air, nitrogen dan DMW. Laboratorium mikrobiologi terletak di dalam laboratorium utama yang terpisah, dilengkapi dengan LAF cabinet dan isolator untuk operasional pada kondisi kelas Area produksi Area produksi terbagi atas empat bagian besar yaitu area parenteral, area tablet non-estrogen, area tablet estrogen dan area pengemasan sekunder. Ruangan produksi tersebut terbagi menjadi beberapa kelas ruangan seperti kelas , kelas dan kelas 100 (area parenteral). Masing-masing ruang produksi dilengkapi dengan manometer dan termohigrometer untuk memantau suhu, kelembaban udara dan tekanan ruangan.

35 26 Area produksi sediaan padat (tablet) estrogen dan non-estrogen terpisah dan masing-masing area memiliki sistem pengendalian udara (Air Handling Unit/AHU), ruang ganti pakaian (gowning), ruang antarkelas kebersihan atau material air lock (MAL) yang berbeda. 3.3 Visi dan Misi PT. Sydna Farma Visi Visi PT. Sydna Farma adalah menjadi industri farmasi tingkat dunia yang berbasis pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi dengan sistem operasional yang unggul dalam memastikan kualitas yang tertinggi, keamanan dan efektivitas produk dengan sistem kerja yang efisien (Sydna Farma, 2011) Misi Misi dari PT. Sydna Farma adalah selalu berusaha menyediakan obatobatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. 3.4 Nilai Utama PT. Sydna Farma PT. Sydna Farma` memiliki 5 nilai utama yang menjadi n i l a i dasar perusahaan, yaitu (Sydna Farma, 2011): a. Kualitas dari Pelayanan PT. Sydna Farma selalu berupaya untuk mencari serta mencapai atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas dari Masa Kerja PT. Sydna Farma menyediakan lingkungan kerja yang kondusif secara terus menerus untuk membantu perkembangan pekerja, pengetahuan, dan harmoni pekerja serta kesejahteraan bagi para pemegang sahamnya. c. Kemitraan Semangat dari kerja tim dan kolaborasi yang baik akan selalu menjadi dasar bisnis perusahaan. d. Integritas Selalu mengedepankan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, ketekunan

36 27 berdedikasi dan kesetiaan akan mengarahkan semua kegiatan sehari-hari semua karyawan. 3.5 Organisasi dan Tata Kerja PT. Sydna Farma dikepalai oleh seorang direktur dan pabrik PT. Sydna Farma dikepalai oleh seorang manajer pabrik. Manajer pabrik bertanggung jawab langsung kepada direktur. Manajer pabrik membawahi 4 departemen, yaitu Departemen Pengadaan/PPIC, Departemen Produksi, Departemen Pemastian dan Pengawasan Mutu, Departemen Teknik Servis dan Kesehatan, Keselamatan, Lingkungan. Bagian administrasi serta penelitian dan pengembangan produk langsung dibawahi oleh manajer pabrik Departemen pengadaan/production Planning and Inventory Control (PPIC) Departemen PPIC dikepalai oleh manajer PPIC yang membawahi 3 bagian yaitu perencanaan (planning), gudang (warehouse) dan pembelian barang (purchasing). Penjelasan mengenai bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut: Bagian perencanaan (Planning) Tugas pokok bagian perencanaan adalah: a. Membuat perencanaan kegiatan produksi Perencanaan kegiatan produksi dibuat berdasarkan jadwal kebutuhan produk yang diberikan oleh Organon dan perusahaan yang melakukan toll-in di PT. Sydna Farma, untuk kemudian dikonfirmasikan dan didiskusikan dengan departemen produksi dengan memperhatikan kapasitas mesin dan jumlah serta ketersediaan personel di departemen produksi. Perencanaan produksi dibuat untuk kurun waktu satu tahun ke depan. Berdasarkan perencanaan ini dibuat kegiatan produksi bulanan. Rencana produksi bulanan diberikan kepada departemen produksi untuk dirinci menjadi rencana mingguan. b. Melakukan kontrol persediaan material di gudang Bagian perencanaan bertugas untuk memastikan bahwa bahan untuk keperluan kegiatan produksi dan pengemasan tersedia dalam jumlah yang cukup pada

37 28 waktu yang dibutuhkan dan dengan spesifikasi yang sesuai. Persediaan gudang diusahakan jumlahnya selalu tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Tugas ini didukung oleh sistem komputer yang dimiliki PT. Sydna Farma yaitu Sistem Axapta. Karena sebagian besar perencanaan PT. Sydna Farma berdasarkan permintaan costumer (perusahaan pemberi lisensi dan perusahaan yang melakukan toll-in), maka dalam melakukan pengontrolan persediaan PPIC menerapkan prinsip bergantung pada pesanan customer. Selain itu, PPIC bersikap proaktif dalam mencari informasi-informasi yang dibutuhkan sehingga kebijakan yang diambil adalah berdasarkan data yang akurat dan aktual Gudang (warehouse) Bagian gudang dikepalai oleh supervisor gudang. Gudang juga membawahi bagian penimbangan. Bagian gudang bertugas memberikan pelayanan penerimaan dan pengeluaran barang. Bahan-bahan tersebut adalah bahan baku, bahan pengemas, produk setengah jadi, dan obat jadi. Pelayanan gudang bersifat internal dan eksternal. a. Pelayanan Internal Pelayanan internal terbagi atas pelayanan penerimaan dan pengeluaran barang. Pelayanan penerimaan barang dibuat berdasarkan surat penyerahan barang (Product Delivery Sheet) untuk obat jadi. Bagian gudang juga menerima barang sisa atau rusak dari bagian produksi dan pengemasan berdasarkan Tanda Terima Penyerahan Barang (TTPB) yang kemudian barang-barang tersebut akan dibuang sebagai limbah. Pelayanan pengeluaran barang dari gudang dibuat berdasarkan Surat Pesanan Barang (Material Requisition Sheet) dari bagian-bagian lain yang membutuhkan. Untuk melayani pesanan tersebut, bagian gudang terlebih dahulu melihat kartu stok guna mengetahui persediaan barang. Untuk barang-barang yang perlu ditimbang, bagian gudang (petugas bagian penimbangan) juga bertugas melakukan penimbangan di ruang penimbangan dengan didampingi oleh seorang wakil dari bagian produksi yang membutuhkan barang tersebut.

38 29 b. Pelayanan Eksternal Pelayanan eksternal juga terbagi atas penerimaan dan pengeluaran barang yang meliputi penerimaan bahan baku dan bahan pengemas dari pemasok dan pengeluaran barang berupa obat jadi ke distributor. Dalam proses penerimaan barang, bagian gudang akan mendapatkan Surat Pesanan Pembelian (Purchase Order) dari bagian pembelian barang. Jika ada pemasok datang dengan membawa barang yang dipesan, bagian gudang akan mencocokkan barang dengan Surat Pesanan Pembelian kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan administrasi dari barang dengan melihat daftar periksa penerimaan barang. Jika terdapat cacat fisik pada kemasan barang, bagian gudang akan membuat Berita Acara Pemeriksaan yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh bagian pembelian. Untuk barang yang di-reject, bagian gudang akan memberitahukan bagian pembelian yang nantinya akan mengeluarkan Return Order kepada pihak gudang dan Surat Pengantar Barang ke pemasok yang dilampiri Result of Analysis dari QC. Dalam proses pengeluaran barang, bagian gudang akan menerima perintah pengiriman (delivery order) dari customer yang berisi daftar obat jadi yang dipesan oleh distributor. Selanjutnya, bagian gudang akan mengirimkan obat jadi yang diminta ke distributor dengan disertai bukti pengeluaran berupa Delivery Note. Pengeluaran barang yang selain untuk penjualan dilakukan dengan Warehouse Delivery Voucher. Semua transaksi di bagian gudang didokumentasikan dalam program Axapta Bagian pembelian barang (Purchasing) Bagian pembelian bertugas : a. Mencari supplier/pemasok dan pemasok pembanding untuk barang-barang yang diperlukan di pabrik baik material untuk produksi (bahan baku, bahan aktif) maupun material lain sesuai dengan Purchase Request (PR) yang dibuat oleh masing-masing departemen. Untuk bahan baku dan bahan kemas untuk pembuatan produk, bagian pembelian hanya dapat membelinya dari pemasok yang sudah disetujui (approved supplier).

39 30 b. Melakukan negosiasi harga dengan pemasok. c. Apabila negosiasi harga telah selesai, menyiapkan Purchase Order (PO) untuk pemesanan barang atau material. d. Memantau pengiriman barang ke pabrik Departemen produksi Departemen produksi dikepalai oleh manajer produksi yang membawahi 3 bagian yaitu tabletting supervisor, parenteral supervisor, dan packaging supervisor. Produksi adalah kegiatan yang dilakukan untuk membuat dan menghasilkan suatu produk. Dasar dari pelaksanaan produksi di PT. Sydna Farma adalah adanya surat perintah produksi yang disebut sebagai Manufacturing Order (MO) dan surat perintah pengemasan atau Packaging Order (PO) yang berasal dari PPIC. Setelah MO dan PO diterima, departemen produksi akan membuat Material Requisition Sheet (MRS) yang merupakan permintaan material yang ditujukan ke gudang. Bagian gudang selanjutnya akan menyiapkan barang yang diminta. Material yang sudah disiapkan oleh gudang akan diambil oleh bagian produksi dan selanjutnya diolah sesuai dengan prosedur pengolahan masingmasing produk (Departemen Produksi PTSF, 2010a). Departemen produksi terbagi menjadi 3 bagian yaitu: Bagian tablet Kegiatan produksi tablet di PT. Sydna Farma terbagi menjadi 2 yaitu produksi tablet non estrogen dan tablet estrogen. Ruangan yang digunakan untuk produk estrogen dan non estrogen dilaksanakan di ruangan yang terpisah. Bahan atau material yang telah ditimbang di ruang penimbangan/dispensing sesuai dengan jenis bahannya oleh bagian gudang, selanjutnya akan masuk ke dalam ruangan yang sesuai dengan proses produksi yang akan dilakukan. Tahapan proses produksi dan pergerakan material dilakukan sesuai dengan catatan pengolahan bets atau disebut Batch Manufacturing Record (BMR) masing-masing produk serta dilakukan di masing-masing ruangan sesuai dengan peruntukannya. Ruangan-ruangan yang terdapat di bagian tablet baik estrogen maupun non estrogen sesuai dengan proses yang dilakukan meliputi granulasi, slugging, final

40 31 mixing, pembuatan larutan coating, dan pencetakan tablet dimana masing-masing ruangan terdapat spesifikasi baik suhu, tekanan maupun kelembaban. Terdapat juga ruangan penyimpanan selama proses produksi berlangsung yaitu ruangan work in process (WIP storage) Bagian parenteral Bahan (material) yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan injeksi meliputi bahan kemas primer yaitu ampul dan bahan baku (aktif maupun tambahan). Untuk produksi injeksi, alur pergerakan karyawan dan material baik ampul maupun bahan baku, dibuat jalur yang berbeda. Pembatasan dan pengaturan alur ini bertujuan untuk menghindari pencemaran silang dalam proses pembuatan sediaan parenteral (Departemen Produksi PTSF, 2010a). Ruangan yang terdapat di parenteral terbagi atas 4 kelas kebersihan yaitu (Departemen Produksi PTSF, 2010b): a. Ruang Kelas 100 (kelas A) meliputi ruang dibawah Laminar Air Flow (LAF). b. Ruang kelas 100 (kelas B) meliputi ruang filling dan sterilized container area. c. Ruang kelas (kelas C) meliputi ruang cuci ampul, ruang after washing, ruang pencampuran, material airlock dan koridor persiapan. d. Ruang kelas (kelas D) meliputi ruang visual inspeksi, penyimpanan produk semi finished, kantor supervisor, penyimpanan material, dan parenteral coridor Bagian pengemasan (Packaging) Produk yang sudah selesai dibuat, akan dikemas di bagian packaging melalui dua tahapan pengemasan yaitu pengemasan primer dan pengemasan sekunder. Pengemasan primer meliputi proses bottling (pengisian tablet ke dalam botol) dan proses pemeriksaan hasil sensor counter mesin proses bottling, proses blistering (pengisian tablet dalam blister), dan proses stripping (pengisian tablet dalam strip). Pengemasan sekunder meliputi proses pelipatan brosur (leaflet folding), pencetakan label (label printing), labeling ampul dan botol, pemilihan untuk blister dan strip (sorting-out), pengemasan blister ke dalam sachet (sachetting), dan pemasangan segel sachet dan In-Line printing sachet dengan ink-

41 32 jet printer, proses sleeves blister (pengemasan blister ke dalam sleeves) dan proses cartoning dan In-Line Printing folding box dengan ink-jet printer. Untuk mengontrol pelaksanaan proses pengemasan primer dan sekunder perlu dilaksanakan prosedur IPC selama proses pengemasan berlangsung, agar produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan (Departemen Produksi PTSF, 2013a). Pengemasan merupakan tahap akhir dalam proses produksi obat jadi setelah produk ruahan obat dinyatakan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan oleh bagian QA/QC. Sebelum pelaksanaan kegiatan pengemasan sekunder, bagian pengemasan (packaging) akan mengajukan permintaan ke QC untuk melakukan pemeriksaan dan pengambilan sampel pada proses pengemasan primer. Segala proses yang dilakukan selama pengemasan suatu produk tercatat pada catatan pengemasan bets atau Batch Packaging Record (BPR). Setelah lulus semua pemeriksaan oleh QC dan semua data sudah tercatat dalam BMR dan BPR, maka produk tersebut dapat diluluskan untuk didistribusikan atau dikirimkan kepada costumer. Penyimpanan produk akhir baik produk akhir dalam kemasan primer (semi-finished) maupun produk akhir dalam kemasan sekunder (finished good) dilakukan di bawah pengawasan bagian gudang-ppic. Dalam pengemasan sekunder, prosedur yang hasrus dilakukan adalah pencetakan/printing (Departemen Produksi PTSF, 2013b) Departemen mutu Departemen Mutu di PT. Sydna Farma merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap pengendalian dan penjaminan mutu produk yang dihasilkan. Departemen mutu dikepalai oleh Manajer Mutu yang membawahi dua bagian utama yaitu pemastian mutu (QA) dan pengawasan mutu (QC). Bagian pemastian mutu (QA) terdiri dari bagian validasi, pemenuhan terhadap CPOB (Compliance) dan bagian inspeksi bahan awal/produk (material/product inspection) yang masing-masing dikepalai oleh Validation Pharmacist, Compliance Pharmacist, dan QA Inspector. Sedangkan bagian pengawasan mutu dikepalai oleh QC Supervisor yang membawahi laboratorium analisis kimia dan

42 33 mikrobiologi serta inspeksi bahan awal dan produk (Material & Product Inspector) Pemastian mutu (QA) Bagian QA meliputi bagian compliance, validasi dan inspeksi bahan awal/produk. Bagian compliance berperan dalam penjaminan pemenuhan CPOB di PT. Sydna Farma. Tugas dan fungsi bagian compliance antara lain: a. Pengelolaan SOP (Standard Operating Procedure) SOP adalah dokumen yang menjelaskan tentang tahapan pelaksanaan suatu kegiatan secara rinci agar diperoleh hasil akhir yang konsisten. Penulisan SOP bertujuan untuk memastikan agar setiap proses dilaksanakan sesuai ketentuan CPOB, memastikan agar setiap proses dilaksanakan dengan cara yang sama oleh operator, memudahkan apabila terdapat pengenalan proses baru atau perubahan proses yang telah ada, memastikan bahwa karyawan senantiasa bekerja dengan cara yang telah ditetapkan. b. Inspeksi Diri Inspeksi diri adalah suatu kegiatan rutin yang dilakukan untuk meninjau kembali apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi standar CPOB dan standar HSE (Health, Safety, Enviroment), juga harus ditentukan tindakan yang efektif untuk mencegah dan memperbaiki penyimpangan. Inspeksi diri dilaksanakan dengan melakukan pemantauan langsung ke tempat kerja menggunakan suatu daftar periksa yang telah disusun. Inspeksi diri yang dilakukan PT. Sydna Farma mencakup Routine Self Inspection (RSI) dan General Self Inspection (GSI) (Departemen Mutu PTSF, 2012e). b1. Routine Self Inspection (RSI) RSI adalah peninjauan kembali departemen-departemen secara rinci dan bergilir sesuai jadwal yang akan disiapkan. RSI dilakukan setiap bulan oleh personil QA dan supervisor bagian terkait serta personil dari bagian lain. b2. General Self Inspection (GSI) GSI adalah kegiatan peninjauan kembali secara terpadu dan menyeluruh di semua departemen yang diadakan dua kali tiap tahunnya. GSI dilakukan sesuai

43 34 alur pembuatan produk, dari penerimaan bahan baku/kemas di gudang, proses produksi, pengemasan dan pengawasan mutu. c. Audit Pemasok Kegiatan audit dilakukan minimal satu kali per dua tahun untuk setiap pemasok. Audit pemasok dilakukan untuk menjamin bahan baku dan bahan pengemas yang diterima berkualitas (Departemen Mutu PTSF, 2012c). d. Pelatihan Dilakukan untuk memberikan informasi kepada karyawan tentang cara melakukan pekerjaan secara tepat serta untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja (Departemen Mutu PTSF, 2012b). e. Penanganan Non Conformance Report & Request Keadaan yang menyimpang dari keadaan normal atau tidak sesuai dengan yang tertulis (SOP, CPOB dan referensi lainnya) disebut sebagai deviasi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh: 1) Permasalahan dalam suhu, kelembaban, tekanan udara, serta kualitas udara dalam ruangan produksi. 2) Kerusakan/kegagalan fungsi dan alat-alat produksi 3) Kerusakan/kegagalan alat ukur dan alat kontrol 4) Kualitas sistem pengolahan air 5) Penyimpangan pada proses produksi 6) Permasalahan terkait kondisi penyimpanan bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi Setiap penyimpangan yang terjadi, khususnya pada saat produksi dan memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap kualitas obat, harus diketahui oleh departemen mutu dan diinformasikan dalam bentuk laporan deviasi. Semua penyimpangan tersebut harus segera dilaporkan dan ditangani agar dapat dievaluasi seberapa jauh pengaruhnya terhadap kualitas produk serta mencegah terulangnya kejadian di masa yang akan datang. Jenis formulir yang digunakan untuk penanganan penyimpangan, yaitu Non Conformance Report dan Non Conformance Request. Formulir Non Conformance Report digunakan untuk melaporkan penyimpangan yang sudah terjadi sedangkan formulir Non

44 35 Conformance Request digunakan untuk menangani deviasi minor yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari (Departemen Mutu PTSF, 2013b). f. Pengelolaan Change Request Procedure Pengelolaan change request procedure merupakan sistem pengelolaan terhadap perubahan yang terjadi dalam suatu proses, peralatan, SOP, aspek registrasi produk dengan tujuan mencatat semua perubahan yang terjadi dan penyebabnya sehingga setiap kemungkinan terjadinya perubahan dapat ditelusuri dan dikontrol dampaknya. CRF (Change Request Form) merupakan bagian dari change control procedure. Perubahan dapat berasal dari laporan deviasi, permintaan departemen terkait aspek regulasi pemerintah (Departemen Mutu PTSF, 2011b). g. Penanganan Keluhan Produk (Product Complaint) Keluhan atas produk dapat terjadi baik dari pasien, dokter, institusi kesehatan atau internal perusahaan. Penelitian dilakukan terhadap semua keluhan yang masuk, kemudian dilakukan evaluasi secara seksama dengan mengumpulkan semua informasi tentang keluhan tersebut. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan atau pengujian terhadap contoh yang diterima serta membandingkan terhadap retained sample batch yang bersangkutan, meneliti kembali semua dan dokumentasi yang berkaitan termasuk catatan pengolahan batch (BHF). Secara umum, penangan product complaint di PT. Sydna Farma dengan cara penggantian segera, investigasi penyebab, bila sifatnya kritis maka dilakukan penarikan kembali. h. Review Produk Tahunan (Annual Product Review) Review produk tahunan merupakan kegiatan peninjauan produk-produk yang telah diproduksi selama setahun berdasarkan BHF (Batch History File). Fungsi kegiatan ini adalah untuk mengenal parameter kritis dalam pengolahan suatu produk, memberikan bukti terdokumentasi bahwa prosedur pembuatan dapat menghasilkan produk dengan mutu yang konsisten, dan merupakan salah satu persyaratan yang diterima oleh negara pengekspor. Bagian QA selain compliance adalah QA bagian validasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian bahwa suatu proses produksi dengan menggunakan peralatan tertentu, pembersihan dan metode pemeriksaan akan selalu

45 36 menghasilkan produk yang selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Validasi yang dilakukan di PT. Sydna Farma antara lain: a. Validasi proses (Departemen Mutu PTSF, 2012g). Validasi proses adalah tindakan pembuktian bahwa suatu proses produksi dengan menggunakan peralatan tertentu yang dapat diandalkan akan selalu menghasilkan produk yang selalu memenuhi persyaratan. Validasi proses dapat dilaksanakan dengan cara: a1. Prospektif, yaitu berdasarkan pengembangan proses Validasi prospektif adalah validasi yang dilakukan untuk produk yang baru akan beredar di pasaran, dimana tiga bets validasi ini tidak boleh dipasarkan sebelum seluruh kegiatan validasi selesai dilaksanakan. a2. Konkuren, yaitu validasi bersamaan dengan proses Validasi konkuren adalah validasi dimana suatu bets validasi dapat dipasarkan tanpa menunggu seluruh bets validasi selesai dibuat, dievaluasi dan disimpulkan. Validasi ini hanya berlaku untuk produk yang sudah dibuat dan dipasarkan serta menunjukkan hasil yang konsisten. Validasi ini dilakukan terhadap tiga bets berturut-turut. a3. Retrospektif, yaitu validasi proses yang sudah dilakukan bertahun-tahun Validasi retrospektif dapat digunakan sebagai alternatif jika proses produksi sudah dilakukan cukup lama dan validasi prospektif belum pernah dilaksanakan. Syarat utama validasi ini adalah proses produksi tersebut sudah ada cukup lama dan berjalan secara konsisten tanpa adanya perubahan. b. Validasi pembersihan (cleaning validation) (Departemen Mutu PTSF, 2012h) Validasi pembersihan adalah tindakan yang dilakukan untuk membuktikan bahwa metode pembersihan yang dilakukan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan peralatan cukup efektif dalam menghilangkan sisa bahan aktif dari prosedur sebelumnya, meminimalkan jumlah residu pengotor pada alat hingga kadar yang diperbolehkan. c. Validasi metode analisis Validasi ini dilakukan melalui percobaan laboratorium dan bertujuan untuk membuktikan bahwa karakteristik dari prosedur tersebut dapat memenuhi

46 37 persyaratan tertentu untuk dapat dipakai dalam kegiatan analisis rutin. Validasi ini mencakup akurasi, presisi, spesifitas/selektivitas, batas deteksi (LOD), batas kuantitasi (LOQ), kekuatan/ketangguhan, linearitas dan rentang serta uji kesesuain sistem. d. Validasi mesin dan alat (Departemen Mutu PTSF, 2012a). Kualifikasi merupakan proses pembuktian yang terdokumentasi untuk menunjukkan bahwa suatu mesin/peralatan baru telah terpasang dengan benar, dapat dioperasikan sesuai spesifikasi mesin/alat yang diminta, serta menghasilkan kinerja yang baik sesuai parameter dan kondisi yang telah ditetapkan oleh penggunanya. Kualifikasi terdiri dari 4 tingkatan: d1. Kualifikasi Desain (Design Qualification/DQ) DQ/Kualifikasi Desain adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam CPOB yang berlaku. DQ dilakukan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang (termasuk bangunan untuk industri farmasi) tersebut dibeli/dipasang/dibangun. d2. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification/IQ) IQ/Kualifikasi Instalasi adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jadi IQ dilaksanakan saat pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang. d3. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification/OQ) OQ/Kualifikasi Operasional adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi beroperasi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Jadi OQ dilakukan setelah pemasangan atau instalasi mesin atau peralatan produksi atau sarana penunjang dan digunakan sebagai test mesin/peralatan. d4. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification/PQ) PQ/Kualifikasi Kinerja adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem/peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi

47 38 yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan. e. Validasi Mesin Komputer Dalam membuktikan bahwa pencatatan dokumen yang dilakukan oleh sistem komputer dapat dipercaya, maka perlu dilakukan validasi sistem komputer. Sistem komputer yang digunakan di PT. Sydna Farma yang berkaitan dengan pencatatan dokumen harus sesuai dengan persyaratan seperti keamanan akses, back-up dan recovery, validasi serta dokumentasi. Bagian Inspeksi Bahan Awal/Produk (Material/Product Inspection) bertugas untuk melakukan pengambilan sampel, inspeksi visual, pemeriksaan secara fisik serta pemberian label status terhadap bahan baku, produk antara dan produk jadi. Pekerjaan bagian inspeksi ini dimulai melalui surat permintaan inspeksi yang dikeluarkan oleh departemen gudang atau produksi. Inspeksi dilakukan berdasarkan SOP dan metode uji yang telah ditetapkan. Hasil inspeksi akan didokumentasikan untuk kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh manajer mutu. Setelah pengujian dilakukan dan dinyatakan lolos uji, inspektor akan melaporkan hasil inspeksinya kepada departemen terkait. Selain itu, bagian inspeksi akan memeriksa kebenaran label status dan melakukan pengujian ulang bila status pada label telah melampaui masa berlakunya status Pengawasan mutu/quality Control (QC) Bagian QC di PT. Sydna Farma membawahi bagian pengujian kimia dan bagian pengujian mikrobiologi. a. Bagian Pengujian Kimia Kegiatan bagian pengujian kimia di PT. Sydna Farma antara lain: b1. Pemeriksaan bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi Setiap bahan baku, produk setengah jadi dan produk jadi memiliki spesifikasi masing-masing yang merupakan syarat release bahan tersebut. Pemeriksaan dilakukan terhadap setiap bahan baku yang datang ke PT. Sydna Farma, baik berupa material aktif maupun eksipien. Untuk bahan baku yang berasal dari Organon Oss (Prinsipal) sudah diluluskan oleh Organon Oss, hanya dilakukan pemeriksaan identitas di laboratorium kimia. Sedangkan untuk bahan

48 39 baku dari pemasok lokal dilakukan pemeriksaan lengkap walaupun terdapat Certificate of Analysis (COA) b2. Pemantauan Kualitas Air Air yang dipantau kualitasnya adalah air untuk injeksi, air demineralisasi, air sumur dan air keran. Parameter yang diperiksa antara lain konduktivitas, ph, mineral dan total solid. Selain pemantauan terhadap air, dilakukan juga pemantauan terhadap kualitas air limbah yang telah diolah melalui Waste Water Treatment, untuk menuntukan apakah air limbah tersebut aman untuk dibuang keluar pabrik. b3. Pemantauan Kadar Bahan Aktif di Udara (Active Pharmaceutical Ingredient/API) Kegiatan ini dilakukan untuk memantau secara teratur konsentrasi zat aktif di udara. Pemantauan kadar bahan aktif di udara dimaksudkan untuk menentukan alat pelindung diri dari karyawan, sehingga tidak mempengaruhi kesehatan karyawan yang bekerja. b4. Re-assay bahan baku Re-assay bahan baku yaitu pemeriksaan kualitas bahan baku yang telah mendekati waktu pengujian ulang. Pada saat dilakukan re-assay, semua bahan baku dianalisis secara lengkap baik yang berasal dari Organon Oss atau lokal. b5. Uji Stabilitas (Departemen Mutu PTSF, 2012f). Uji stabilitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu uji stabilitas untuk bahan aktif atau produk baru yang bertujuan untuk mengetahui profil stabilitas dan profil degradasi suatu produk, atau uji stabilitas untuk produk yang telah dipasarkan (Post Marketting Surveillance Studies/PMSS) Uji stabilitas ini bertujuan untuk membuktikan kebenaran masa edar (shelf life) suatu produk pada kondisi penyimpanannya, sebagai dasar untuk penambahan masa edar suatu produk dan penentuan kondisi penyimpanan yang lebih sesuai. Sampel yang diambil harus sudah berada dalam kemasan produk jadinya. Uji stabilitas ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Uji stabilitas dipercepat, yaitu uji stabilitas sampel yang disimpan pada kondisi yang ekstrim, misal dengan suhu tinggi.

49 40 2) Real Time Study yaitu uji stabilitas pada kondisi yang sesuai dengan yang tertera pada kemasan selama berlakukanya masa kaduarsa. Kondisi penyimpanan real time study harus mewakili kondisi penyimpanan Zone IVb (30 C; RH 75%). b6. Penyimpanan Contoh Pertinggal (Retained Sample) Contoh pertinggal adalah contoh dari suatu bets bahan baku dan produk jadi yang disimpan selama 11 tahun untuk bahan baku dan selama satu tahun setelah masa kadaluarsa untuk produk jadi. Tujuan pengambilan contoh pertinggal adalah untuk memudahkan penelusuran dan sebagai pembanding jika terjadi keluhan produk. b7. Out Of Specification (OOS) Investigation Ada kalanya hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kondisi dimana pemeriksaan memberikan hasil yang tidak memenuhi spesifikasi disebut sebagai OOS. Tujuan dari OOS adalah untuk memastikan agar tidak terjadi kesalahan analisis atau kegiatan pembuktian bahwa penyimpangan yang terjadi bukan merupakan kesalahan operator analisis. c. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi PT. Sydna Farma memiliki tiga ruangan yaitu ruang pembuatan media, ruang inkubasi dan ruang tes sterilisasi. Aktivitas dari laboratorium mikrobiologi ini meliputi: c1. Pemeriksaan sterilitas produk steril Sterilitas merupakan persyaratan yang essensial untuk produk parenteral. Uji sterilitas diperlukan untuk mendeteksi adanya kontaminasi dari suatu kegagalan teknis pada proses produksi, kesalahan yang berkaitan dengan manusia, ataupun tercampurnya produk yang sudah disterilkan dan yang belum disterilkan. c2. Pemeriksaan batas kuman Pemeriksaan ini dilakukan pada bahan baku dan produk jadi yang meliputi pemeriksaan jumlah dan jenis kuman. Pemeriksaan secara mikrobiologi dilakukan terutama pada bahan baku alamiah seperti amilum, laktosa, enzim pankreas dan hormon. Untuk produk jadi, pemeriksaan dilakukan untuk semua jenis sediaan yang diproduksi. Khusus untuk sediaan tablet, pemeriksaan jumlah kuman hanya dilakukan pada tablet dengan bahan aktif hormon dan enzim. Kuman yang tidak

50 41 boleh ada antara lain Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Staphylococcus aerus, Salmonella dan Enterobacteriaceae. c3. Pemantauan kualitas mikrobiologi air Pemantauan kualitas mikrobiologi air dilakukan terhadap semua jenis air yang ada di PT. Sydna Farma, yaitu air untuk injeksi (WFI), air demineralisata, air sumur dan air keran. Pemantauan WFI dilakukan pemeriksaan endotoksin bakteri dan jumlah kuman hidup dengan syarat harus negatif terhadap E. coli dan Pseudomonas aeruginosa. Uji terhadap WFI dilakukan setiap sebelum produksi. Untuk air demineralisata, air sumur dan air keran dilakukan pemeriksaan jumlah kuman hidup dengan hasil harus negatif terhadap E. Coli. Uji ini dilakukan satu kali setiap minggu. c4. Bioburden Test Bioburden test berguna untuk mengetahui berapa banyak jumlah kuman yang terdapat pada suatu cairan (produk injeksi) sebelum dilakukan proses sterilisasi secara filtrasi. c5. Pemeriksaan ruangan produksi parenteral Pemeriksaan terhadap ruangan produksi parenteral meliputi pemeriksaan jumlah partikel, pemeriksaan kuman diudara, pemeriksaan kebersihan permukaan alat dan ruangan, pemeriksaan kebersihan personil serta pemantauan RH dan temperatur ruang parenteral. Pemeriksaan jumlah partikel menggunakan alat particle counter yang diletakkan dalam ruangan selama satu menit dan dilakukan satu kali dalam seminggu, tergantung dari jadwal produksi Pemeriksaan kuman diudara, pada ruang parenteral dilakukan dengan menggunakan alat Merck Air Sampler (MAS). MAS akan menyedot udara per m 3 dan udara akan melewati media agar pada alat tersebur, kemudian akan terlihat pertumbuhan kuman pada agar setelah beberapa hari. Untuk pemeriksaan kualitas mikrobiologi udara dibawah LAF digunakan Sedimentation Plate. Pemeriksaan tersebut dapat digunakan sebagai indikator untuk memonitor efektivitas penyaringan udara, tekanan ruangan dan sanitasi ruangan atau personel. Pemeriksaan kebersihan pada permukaan alat dan ruangan dilakukan dengan menggunakan RODAC Plate yang ditempelkan pada permukaan alat atau ruangan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah kuman yang

51 42 terdapat dipermukaan alat atau ruangan. Pemeriksaan kebersihan personil dilakukan dengan touch plate method yaitu menempelkan telapak tangan pada media agar yang kemudian di inkubasi. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat tingkat kebersihan personil yang terlibat dalam proses produksi. c6. Uji Broth Filling Trial Pengujian sterilitas pada sejumlah contoh yang diambil secara acak belum memberikan jaminan bahwa seluruh ampul yang diproduksi steril, terutama pada produk yang dibuat secara aseptis. Untuk itu perlu dilakukan suatu kegiatan untuk membuktikan bahwa seluruh proses pembuatan sediaan steril tersebut termasuk alat, manusia, dan fasilitas produksi memberikan jaminan bahwa produk yang dibuat selalu steril. Uji ini merupakan simulasi proses produksi dari pencampuran sampai pengisian dan sebagai pemeriksaan untuk melihat pengaruh operator maupun kebersihan ruangan dan alat terhadap hasil akhir produk parenteral. Pada uji ini, ampul kosong diisi dengan media TSB cair sebagai pengganti larutan obat yang kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 14 hari. Jumlah ampul yang terkontaminasi dipersyaratkan dibawah standar yang ditentukan dengan tingkat kepercayaan 95% Departement teknik servis (TSD) dan kesehatan keselamatan lingkungan (Health Service Environment) Departemen Teknik Servis (TSD) dan HSE merupakan departemen di PT. Sydna Farma yang bertanggung jawab terhadap perangkat keras pabrik agar kegiatan operasional pabrik dapat berlangsung dengan lancar. Departemen ini mempunyai bangunan yang terpisah dari pabrik Bagian mekanik dan elektrik Tugas dari bagian Mekanis dan elektrik antara lain: a. Melakukan pemeliharaan dan pemeriksaan Pemeliharaan dan pemeriksaan dilakukan secara berkala terhadap peralatan dan perlengkapan di pabrik. Peralatan yang ada di pabrik dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu peralatan produksi dan peralatan umum. Peralatan produksi yang menjadi tanggung jawab Departemen TS dan HSE antara lain

52 43 alat destilasi air, mesin pencuci ampul, autoklaf, alat pensteril, mesin pengayak, mesin penggiling, mesin pembuatan granul, fluid bed dryer, super mixer, dan alat pencetak tablet. Peralatan umum yang dibutuhkan oleh seluruh departemen, contohnya gedung, pipa, kran air, lampu dan sebagainya. Perlengkapan yang menjadi tanggung jawab Departemen TS dan HSE antara lain mesin pendidih air, chiller, Air Handling Unit, mesin vacum, mesin pengumpul debu, pembangkit listrik, pendingin udara dan pengolahan airkeran. b. Melakukan perawatan secara berkala dan perbaikan. Perawatan secara berkala dan perbaikan dilakukan bila terjadi kerusakan pada peralatan produksi dan peralatan umum. Bila terjadi kerusakan dalam skala besar yang tidak bisa ditangani oleh departemen ini, maka perbaikan dilakukan oleh kontraktor dari luar ataupun pemasok perlatan tersebut. Sedangkan bila terjadi kerusakan pada alat-alat analitik di laboratorium QA/QC, maka perbaikan dilakukan oleh pemasok alat tersebut. c. Melakukan tes pendahuluan Tes pendahuluan dilakukan terhadap kelengkapan bagian mesin, kondisi mesin dan operasional awal mesin apabila pabrik membeli mesin baru. Perlengkapan merupakan alat penunjang produksi yang luarannya digunakan untuk keperluan produksi. Alat-alat tersebut antara lain sumber listrik, steam boiler (mesin didih air), air compressor, HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning), mesin pendingin air, Air Handling Unit (AHU), Air Conditioner (AC), Exhaust Fan, mesin pengumpul debu, air keran dan penanganan limbah cair Bagian Kesehatan Keselamatan Lingkungan (Health Service Environment) Fungsi bagian HSE dapat dibagi menjadi dua, yaitu menjaga kesehatan karyawan dan melindungi karyawan dari kemungkinan efek kontaminasi produk maupun kecelakaan kerja (fungsi internal) dan untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan cara mengurangi dampak negatif pencemaran limbah industri ke lingkungan dan melakukan analisis resiko suatu pekerjaan (fungsi eksternal). Tugas koordinator HSE dalam bidang kesehatan antara lain: a. Bersama dengan dokter perusahaan memantau kesehatan karyawan melalui pemeriksaan kesehatan karyawan secara berkala, seperti pemeriksaan

53 44 pendengaran untuk karyawan yang erat bekerja dengan mesin-mesin industri, pemeriksaan mata untuk karyawan di bagian pemeriksaan visual ampul dan pemeriksaan ginekomastia untuk karyawan yang bekerja di area produksi estrogen. b. Pemeriksaan kesehatan karyawan baru c. Pemeriksaan kesehatan terhadap karyawan sekali dalam setahun atau pada jangka waktu tertentu bekerja sama dengan dokter perusahaan. d. Menyediakan alat pelindung diri (APD) berkoordinasi dengan supervisor departemen terkait. Dalam hal keselamatan kerja prinsip yang digunakan adalah tindakan pencegahan sebelum terjadinya bahaya. Beberapa kegiatan pencegahan yang dilakukan adalah : a. Menaati MSDS (Material Safety Data Sheet) yang berisi penanganan bahanbahan berbahaya dan cara pembersihannya, cara mengatasi api yang disebabkan oleh bahan beracun dan berbahaya, maupun cara mengatasi kontaminasi bahan beracun dan berbahaya. MSDS ditinjau dan direvisi setiap dua tahun. Untuk melindungi personil laboratorium disediakan fasilitas perncuci mata, shower dan kotak PPPK. b. Penggunaan alat pengaman pada departemen TS dan HSE seperti safety shoes, safety helmet, masker dan sarung tangan yang harus dikenakan saat merawat atau memperbaiki mesin, bekerja diatas plafon dan pengelasan. c. Penempatan tabung gas dan gudang pelarut yang sangat mudah terbakar diluar pabrik d. Penyediaan kotak PPPK yang mudah dijangkau disetiap ruangan, penandaan jalur khusus untuk troli dan adanya pintu darurat sebagai akses keluar bagi karyawan jika terjadi kebakaran maupun gempa. e. Mengadakan pelatihan PPPK dengan bekerja sama dengan dokter perusahaan f. Melakukan pemeriksaan alarm kebakaran dan alat pemadam kebakaran bersama dengan personel TS dan HSE. Secara eksternal dalam hal lingkungan, koordinator HSE berperan sebagai berikut:

54 45 a. Menangani limbah di PT Sydna Farma. Dalam hal ini bagian HSE bertanggung jawab untuk : a1. Menangani limbah secara umum seperti sisa makanan, kantong plastik yang tidak terkontaminasi bahan aktif, kayu, sisa lempengan besi, baja, bekas prefilter, medium filter, dan HEPA filter yang tidak mengandung bahan aktif, box makanan sekali pakai, gelas putih transparan dan media agar bekas setelah disterilisasi. Penanganan limbah umum melalui dinas kebersihan DKI Jakarta. a2. Menangani pengolahan limbah cair agar dihasilkan limbah pabrik yang ramah lingkungan sebelum dibuang ke lingkungan luar pabrik. a3. Menangani limbah b3, antara lain sisa serbuk, tablet yang mengandung bahan aktif, bekas filter yang terkontaminasi bahan aktif, plastik pembungkus bahan aktif, pelarut organik dan larutannya, blister yang sudah kontak langsung dengan produk, pelarut atau campuran pelarut dengan air, bahan pengemas primer yang terkontaminasi bahan aktif, sarung tangan, masker sekali pakai, bahan aktif yang tidak memenuhi syarat, sisa sampel produk dan bahan aktif, organik dan senyawa organik padat, komponen yang berasal dari produksi implanon. Penanganannya melalui kontraktor pengolahan dan pembuangan limbah b3 ke pusat pengolahan limbah (PPLI). a4. Menangani limbah oli seperti pelumas mesin, sisa oli diesel dan oli mesin lainnya. Penanganannya melalui kontraktor daur ulang limbah oli yang tersertifikasi oleh pemerintah. a5. Menangani limbah daur ulang, seperti kardus bekas, kertas botol-botol reagen bekas setelah dibilas, box leaflet, sachet sisa produksi yang telah disobek minimal menjadi 4 bagian. Box, leaflet, sachet produk jadi kadaluarsa atau ditolak yang telah disobek minimal menjadi 4 bagian, bekas tali kipas, perabotan usang, besi bekas. Penanganannya melalui kontraktor daur ulang limbah. a6. Menangani limbah baterai dan kartrid tinta, melalui kontraktor pihak ketiga yang tersertifikasi oleh pemerintah a7. Menangani limbah kebun seperti daun, ranting pohon, rumput dan lain-lain. Penanganannya dengan cara dikomposkan di area belakang pabrik.

55 46 b. Memantau emisi udara, seperti pengecekkan ambient air sebelum menuju ke pemukiman. c. Memantau kebisingan seperti ditimbulkan oleh mesin-mesin yang mempunyai nilai kebisingan melebihi nilai ambang batas Bagian Keamanan Bagian kemananan juga merupakan bagian dari Departemen TS dan HSE. Bagian keamanan bertugas menjaga dan mengawasi keamanan lingkungan perusahaan baik personel maupun materil secara rutin, termasuk memantau dan melaporkan kepada TSD bila ditemukan tanda penyimpangan pada sistem pengaturan suhu dan tekanan ruang di area produksi. 3.6 Produk PT. Sydna Farma Pembagian produk PT Sydna Farma secara umum dibagi menjadi dua, yakni berdasarkan zat aktifnya dan berdasarkan peruntukkannya. Berdasarkan zat aktif dibedakan kembali menjadi produk hormonal dan non-hormonal. Sedangkan berdasarkan peruntukkannya di bedakan menjadi produk toller dan MSD.

56 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Penerapan CPOB di Industri Pembangunan kesehatan nasional pada hakikatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang baik. Pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan meningkatkan sarana dan prasarana di bidang kesehatan. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan peraturan-peraturan yang bertujuan untuk menjamin masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik di bidang kesehatan. Obat merupakan salah satu unsur yang penting demi terselenggaranya pembangunan kesehatan, oleh karena itu obat yang dikonsumsi oleh masyarakat harus benar-benar terjamin keamanan (safety), kualitas (quality), dan khasiatnya (efficacy). Badan regulasi untuk pengawasan obat dan makanan mengeluarkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sebagai pedoman suatu industri farmasi dalam membuat obat untuk dipasarkan di Indonesia. PT. Sydna Farma sebagai salah satu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDA) yang ada di Indonesia dalam menjalankan proses produksinya telah menerapkan CPOB. Penerapan CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu obat jadi sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), peserta diberi kesempatan untuk melakukan pengamatan ke Departemen Pengadaan, Departemen Pemastian dan Pengawasan Mutu, Departemen Produksi, Departemen Pengembangan Produk, serta Departemen Teknik dan Servis sebagai proses untuk memahami penjaminan mutu suatu produk di PT. Sydna Farma. Selain itu, peserta melakukan berbagai aktivitas di bawah Departemen Pemastian dan Pengawasan Mutu serta Departemen Pengembangan Produk. 4.2 Manajemen Mutu Manajemen mutu yang diterapkan di PT. Sydna Farma difokuskan pada pemenuhan persyaratan yang diberlakukan baik oleh persyaratan internal 47

57 48 perusahaan maupun standar yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini seperti yang tercantum dalam CPOB terkini. Departemen QA/QC menerapkan beberapa program manajemen mutu berupa monitoring, kualifikasi, kalibrasi, validasi, inspeksi diri dan pelatihan GMP untuk karyawan secara regular. 4.3 Personalia Dalam rangka pengembangan profesionalitas kerja karyawan, PT. Sydna Farma menerapkan beberapa langkah dalam programnya seperti pelatihan berkala dan penentuan tingkatan keahlian operator. Pelatihan dilakukan untuk memberikan informasi kepada karyawan tentang cara melakukan pekerjaan secara tepat sekaligus untuk menghindari terjadinya malpraktek atau kecelakaan kerja. Bentuk pelatihan yang dilakukan antara lain (Departemen Mutu, 2009): a. Basic Job Training adalah pelatihan yang harus diberikan pada tiap karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai standar yang ditetapkan dari perusahaan. b. Refreshment Training adalah pelatihan yang diberikan pada karyawan sebagai pelatihan ulang dengan tujuan untuk mengingatkan kembali aturan SOP yang berlaku, mengingatkan standar ketrampilan yang dibutuhkan atau alasan spesifik lainnya. c. Incidental Training adalah pelatihan yang diberikan pada karyawan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pekerjaan mereka tetapi dibutuhkan untuk memperluas pengetahuan mereka yang juga berguna di tempat kerja, misalnya: pelatihan Pertolongan Pertama (PP) dan pelatihan Pemadaman Api. d. Developmental Training, diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan teknis dan tingkah laku yang dapat mendukung pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien. Umumnya pelatihan ini berupa pelatihan di bidang manajemen seperti supervisory management, presentation skill, dan coaching skill. e. Training on the Job, yaitu training yang dilakukan langsung di lapangan sekaligus dengan praktek operasionalnya. Dalam training ini dilakukan

58 49 penilaian untuk mengetahui kemampuan seorang operator/personel apakah telah mampu dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu diciptakan lingkungan dan iklim kerja yang baik agar karyawan dapat bekerja dengan nyaman dan maksimal. 4.4 Bangunan dan Fasilitas Lokasi bangunan PT. Sydna Farma mempunyai bangunan yang terletak di tengah kota dan dekat dengan pemukiman penduduk. Bangunan PT. Sydna Farma memiliki perlindungan yang memadai terhadap cuaca, banjir dengan adanya sistem drainase yang baik, serangga dan binatang pengerat dengan adanya program pengendalian hama (pest control) yang teratur, efektif dan terdokumentasi Ukuran, tata ruang, dan konstruksi Lay-out bangunan PT. Sydna Farma telah mengalami beberapa kali renovasi, dan PT. Sydna Farma telah menyelesaikan tahap renovasi fase 2. Renovasi ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap persyaratan CPOB terkini dan efisiensi proses kerja PT. Sydna Farma melalui perbaikan alur proses. PT. Sydna Farma memiliki ruangan yang terpisah untuk produksi sediaan padat hormon estrogen dan non estrogen. Lalu lintas umum untuk barang dan karyawan untuk masing-masing area produksi terpisah, tanpa harus melewati ruangan produksi lainnya. Tata letak, penempatan, bentuk dan penggunaan material bangunan (termasuk lampu, pipa saluran udara, pipa saluran air) sudah sesuai dengan persyaratan CPOB terkini Ruang produksi sediaan steril Ruangan dalam area parenteral di PT. Sydna Farma dibagi menjadi beberapa kelas yaitu:

59 50 a. Ruangan yang termasuk sterile area atau kelas 100 (area kritis/dibawah LAF/zona A), meliputi ruang pengisian (filling), ruang penyimpanan wadah steril, dan ruang ganti baju steril (sterile gowning room). b. Ruangan yang termasuk white area atau kelas , meliputi ruang pencucian ampul, ruang penempatan wadah atau alat produksi setelah pencucian (after washing area), dan ruang pencampuran bahan obat (mixing). c. Ruangan kelas grey area atau , meliputi ruang penyimpanan produk setengah jadi WIP (Work in Process) sebelum dinyatakan statusnya oleh bagian pengendalian mutu, ruang visual inspeksi, ruang penyiapan bahan awal, serta koridor parenteral utama. Ruang kelas area parenteral dilengkapi penyaring udara HEPA (High Efficiency Particulate Air) dengan efisiensi 99,995%, sedangkan ruang kelas 100 dilengkapi dengan HEPA filter dengan efisiensi 99,997%. Tekanan udara di ruang pengisian lebih tinggi dibanding tekanan di koridor parenteral utama. Air lock ruang antar kelas kebersihan) antara area kelas dan antara memiliki system interlock yaitu sistem otomatis yang mengunci salah satu pintu jika pintu yang lain terbuka Ruang produksi tablet Produksi tablet terbagi atas tablet estrogen dan non estrogen yang dilakukan di dalam grey area (ruang kelas ) dan dilakukan dalam ruangan dan sistem pengolahan udara (Air Handling Unit/AHU) yang terpisah. Ruangan produksi tablet memiliki tekanan udara yang lebih rendah dibanding koridor utama. Ruangan produksi tablet non estrogen terbagi atas ruang granulasi, ruang penyalutan tablet, ruang pencampuran akhir, ruang slugging, ruang pencetakan tablet; sedangkan ruangan produksi tablet estrogen terbagi menjadi ruang granulasi, ruang pencetakan tablet, ruang pencampuran bahan, dan ruang blistering (pengemasan primer dalam blister).

60 Ruang pengemasan primer Ruangan pengemasan primer memiliki tekanan udara yang lebih rendah dibandingkan koridor utama. Lantai, langit-langit ruangan tidak terdapat sambungan yang dapat menyebabkan pelepasan atau penumpukan partikel, serta menjadi tempat perkembangan mikroba. Ruangan pengemasan primer untuk produk non hormon seks dan hormon seks dilakukan dalam ruangan dan AHU yang terpisah Gudang Gudang terdiri dari 5 ruangan dengan kondisi berbeda untuk penyimpanan barang, yang disesuaikan dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk masing-masing barang, yaitu : a. Main storage (gudang utama) memiliki batasan suhu C. b. Controlled room temperature storage (gudang dengan suhu terkontrol) memiliki batasan suhu C. c. Cold storage (gudang dingin) memiliki batasan suhu 2 8 C dan tanpa kontrol kelembapan. d. Dry storage (gudang kering) memiliki batasan suhu C, dan kelembapan relatif kurang dari 45%. e. Solvent storage (gudang bahan mudah menguap dan mudah terbakar), tempat penyimpanan pelarut dengan kondisi suhu ruang serta tanpa kontrol kelembapan. Gudang ini terletak pada bangunan terpisah. Gudang memiliki tempat penyimpanan berupa rak-rak yang dilengkapi dengan kode lokasi. Tata letak rak diatur sedemikian rupa sehingga penempatan untuk barang dipisahkan berdasarkan jenis dan nomor bets. Barang dengan status ditolak, diletakkan di tempat yang terkunci. Penyimpanan label juga dilakukan dalam tempat yang terkunci. Setiap barang yang disimpan di gudang memiliki label kondisi penyimpanan disamping label identitas untuk memudahkan mutasi barang. Arus barang datang dan keluar gudang terkontrol dan terdokumentasi dengan baik. Barang datang dan keluar melalui pintu berbeda, dan setiap proses mutasi barang terdokumentasi. Area gudang hanya dapat dimasuki oleh orang yang terotorisasi.

61 52 Barang yang datang akan ditempatkan di area penerimaan dan diberi label quarantine warna kuning. Selanjutnya bagian gudang akan menginput data kedatangan material pada sistem komputer Axapta untuk menginformasikan kedatangan barang tersebut ke departemen mutu agar dilakukan sampling. Setelah disampling, barang akan dipindahkan ke ruang karantina dengan kondisi yang sesuai. Setelah mendapatkan hasil analisis dari QC dan dinyatakan lulus, maka label kuning tadi diganti dengan label hijau. Jika barang tidak memenuhi persyaratan, label kuning akan diganti dengan label merah dan kemudian akan dikembalikan ke pemasok atau dimusnahkan tergantung dari jenis cacatnya. Bagian gudang juga bertanggung jawab terhadap ruangan penimbangan (dispensing room). Ruangan penimbangan terbagi atas dua macam, yaitu ruangan penimbangan bahan aktif dan ruangan penimbangan bahan non aktif. Ruang penimbangan bahan baku aktif dibagi atas ruang penimbangan bahan baku aktif non-estrogen dan estrogen. Ruang-ruang tersebut terdapat pada area dan dengan sistem pengolahan udara yang terpisah. Ruangan penimbangan memiliki lantai dan langit-lantai yang dilapisi epoksi. Exhaust (penghisap debu) diletakkan di belakang meja penimbangan dengan tujuan agar operator tidak terpapar oleh bahan aktif selama penimbangan berlangsung. Penimbangan untuk bahan baku parenteral dilakukan di bawah LAF Departemen teknik, servis, kesehatan, keselamatan dan lingkungan Departemen ini mempunyai bangunan yang terpisah dari pabrik dan terbagi atas ruangan-ruangan sebagai berikut: a. Bengkel untuk tempat perbaikan alat-alat yang rusak. b. Gudang untuk tempat menyimpan peralatan dan suku cadang. c. Engine house untuk tempat generator, boiler, dan panel-panel Sistem tata udara AHU (Air Handling Unit) adalah unit penukar kalor yang dipakai untuk menjaga kondisi udara di dalam ruangan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan, misalnya dalam mempertahankan tekanan udara, kelembaban dan suhu suatu ruangan. PT. Sydna Farma memiliki 16 AHU yang merupakan satu

62 53 kesatuan dalam sistem tata udara yang menlayani area produksi, pengemasan dan laboratorium. AHU berperan penting untuk menunjang proses produksi yang ada sehingga kinerjanya harus selalu dipellihara, untuk menghindari kerusakan yang dapat mengganggu aktivitas produksi (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b). AHU dilengkapi dengan alat pengontrol kecepatan putaran blower yang disebut inverter. Untuk ruangan yang mempunyai fasilitas penghangat ruangan untuk menurunkan kelembaban udara, penggunaan AHU harus menyesuaikan kondisi berdasarkan laporan dari pihak produksi. Apabila suhu ruang terlalu rendah atau kelembabannya terlalu tinggi, maka penghangat ruangan diaktifkan. Sebaliknya, apabila kondisi ruangan sudah tercapai atau suhu lebih tinggi atau kelembababan terlalu rendah, maka penghangat ruangan tidak perlu diaktifkan. Pemantauan sistem AHU dilakukan di setiap ruangan yang sumber udaranya berasal dari AHU. Parameter pemantauan sistem AHU meliputi tekanan, suhu dan kelembaban udara di ruangan. Pemantauan ketiga parameter ini dilakukan oleh staf masing-masing departemen (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b). Komponen utama yang dimiliki AHU adalah fan/blower, motor, cooling coil, heating coil (jika diperlukan) dan after cooling (jika diperlukan). Komponen pembantu antara lain prefilter, medium filter, HEPA filter dan volume damper. Filter merupakan bagian yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme yang mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Ducting merupakan saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Dumper merupakan bagian yang berfungsi untuk mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruang produksi. Tidak semua AHU memiliki semua komponen seperti pada bagan, tergantung pada kebutuhan kualitas udara pada ruang produksi (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b). Beberapa bagian lain yang termasuk dalam sistem tata udara adalah dust collector dan exhaust fan. Dust collector adalah mesin yang digunakan untuk menghisap debu obat dari ruangan yang dihasilkan oleh proses produksi. Sedangkan exhaust fan merupakan mesin yang digunakan untuk mengeluarkan

63 54 udara dari dalam ruangan ke luar ruangan, berguna untuk keperluan ventilasi udara. Sistem tata udara dapat dilihat pada Gambar 4.1. Perawatan AHU meliputi penggantian prefilter, medium filter dan HEPA filter, pengecekan ducting dan kebocoran pada dinding AHU, pembersihan dan pemeliharaan cooling coil dan after cooling coil, pengecekan V belt, bearing pulley pada blower, pemeriksaan motor pada blower, pemeriksaan sistem kelistrikan, pemeriksaan sistem elektrik heater, dan pemeriksaan sistem kontrol suhu AHU. Pemeriksaan ini dilakukan tanpa mematikan sistem AHU (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b). Penggantian prefilter dilakukan setiap dua minggu sekali dan untuk unit yang beroperasi 24 jam dilakukan setiap minggu. Prefilter yang sudah kotor diganti dengan prefilter yang bersih. Pembersihan prefilter dilakukan dengan mencuci prefilter tersebut dengan air secara berlarwanan arah dengan arah aliran udara saat filter dipakai. Penggantian media prefilter dilakukan setiap enam bulan sekali (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b). AHU yang menjadi sumber udara untuk ruangan kelas 100 dan digunakan medium filter dengan efisiensi % dan HEPA filter dengan efisiensi 99,997% (kelas H13). Untuk AHU yang menjadi sumber udara ruangan kelas digunakan medium filter dengan efisiensi 80-85% dan HEPA filter dengan efisiensi 95% (kelas H10). Penggantian HEPA filter AHU dilakukan berdasarkan monitoring pressure drop yang spesifikasinya telah ditetapkan oleh internal perusahaan (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2012b) Sistem air untuk produksi Sumber air pada PT. Sydna Farma diambil dari 2 buah sumur dengan kedalaman 200 meter. Air dari dalam tanah (deep well water) ditampung di tempat penampungan air kapasitas 90,000 liter, kemudian dialirkan ke sand filter untuk disaring sehingga tanah, lumpur, dan kotoran lain yang terdapat dalam air dapat dihilangkan. Sand filter diperkirakan dapat menyaring partikel sampai dengan ukuran 5μm. Setelah melewati sand filter, air ditampung dalam reservoir

64 55 untuk dialirkan ke area-area pabrik, salah satunya sebagai sumber pembuatan aqua demineralisata. Pada akhir proses ini, air yang diperoleh disebut tap water. Penggunaan mesin DM Water Plant, akan menghasilkan demineralized water dari tap water. Demineralized water diperlukan sebagai bahan baku air untuk pembuatan water for injection di Linden Aquadestiller, pembuatan steam pada sistem generator di linden autoclave dan kebutuhan non produksi lainnya (misalnya pencucian) (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2011). Air dari tap water akan melewati loop 1 yang diawali dengan 2 buah filter (prefilter) yang masing-masing berukuran 25 μm dan 5 μm sebelum melewati sistem penukar ion untuk menghilangkan mineral-mineral yang terkandung dalam air. Sistem penukar ion terdiri dari 3 buah tanki secara berurutan yaitu tanki kation, tanki anion dan tangki mixed bed. Tanki ini berisi resin yang dikontrol dengan nilai konduktiviti DM water. Setelah melewati sistem penukar ion, air dialirkan melewati filter 2,5μm, lampu UV dan filter 1,2 μm sebelum ditampung dalam tangki penyimpanan. Sampai pada proses ini, air yang dihasilkan beruapa aqua demineralisata. Aqua demineralisata didalam tangki penyimpanan didistribusikan ke area pabrik. Proses pengolahan air keran menjadi aqua demineralisata dapat dilihat pada Gambar 4.2. Aqua demineralisata/dm water akan mengalami proses destilasi dengan tiga tabung paralel menjadi water for injection (WFI) di dalam loop 2, dan disimpan di penampungan. Water for injection tersebut digunakan untuk produksi parenteral dan selama penyimpanan disirkulasikan secara kontinu pada suhu 80 C selama 24 jam sehari guna mencegah pertumbuhan bakteri. Air untuk injeksi ini harus bebas dari pirogen, rendah partikel, dan memiliki jumlah kuman hidup yang rendah (low viable count). Proses pengolahan DM water menjadi WFI (water for injection) dapat dilihat pada Gambar 4.3. Sanitasi dilakukan secara berkala pada pipa loop 1 dan loop 2 untuk menjaga kualitas air yang dihasilkan. Sanitasi ini bertujuan untuk menjaga agar jumlah mikroba dalam sistem DM water plant tetap memenuhi spesifikasi. Pada DM water generator, larutan H2O2 dialirkan pada loop 1, sedangkan bagian DM water circulating loop sistem akan melakukan sirkulasi air dengan temperatur 80 ±

65 56 5 C. Pelaksanaan sanitasi dilakukan apabila hasil pemeriksaan mikroba dari departemen QC diatas 50 cfu/ml. Penggantian prefilter 25 μm dilakukan setiap bulan sedangkan penggantian prefilter 5 μm dilakukan setiap 3 bulan. Untuk sanitasi loop 1 dan loop 2 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Lampu UV dibersihkan setiap 6 bulan sekali dan penggantian lampu UV dilakukan jika running hour UV lamp telah mencapai 8000 jam operasi dengan toleransi 24 jam (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keamanan Lingkungan PTSF, 2011) Uap air (steam boiler) PT. Sydna Farma memiliki 2 buah boiler. Uap air (steam) berfungsi sebagai sumber panas yang digunakan untuk operasional mesin produksi seperti drying oven, mesin coating, dan aquadestiller. Selain itu digunakan pula untuk memanaskan air (dengan menggunakan double jacket). Uap air yang digunakan dalam proses sterilisasi autoklaf dan yang bersentuhan langsung dengan produk terutama produk steril, memenuhi persyaratan sebagai uap murni (clean steam) Udara tekan (compressed air) Compressed air dihasilkan oleh mesin compressor. PT. Sydna Farma memiliki 2 buah compressor oil free. Compressed air dapat digunakan untuk menggerakkan/ menjalankan peralatan & mesin-mesin tertentu. Untuk compressed air yang bersentuhan langsung dengan produk, maka sistem udara tekan akan dilengkapi dengan penyaring udara yang sesuai. Disamping digunakan untuk menjalankan mesin-mesin dan peralatan, tekanan angin juga dipakai untuk membantu proses pembersihan ruangan dan mesin. 4.5 Peralatan Peralatan-peralatan yang ada di PT. Sydna Farma memiliki desain konstruksi, dan ukuran sesuai dengan spesifikasinya, serta dikualifikasi dan ditempatkan dengan tepat sehingga memudahkan dalam pemakaian, perawatan dan pembersihan. Setiap peralatan diberi nomor pengenalan/inventaris guna keperluan penelusuran, misalnya untuk keperluan kalibrasi, dan kualifikasi.

66 57 Setiap alat telah dilengkapi dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang meliputi pengoprasian, pembersihan, perawatan dan perbaikan alat. Penetapan SOP tersebut diperlukan sebagai pedoman tiap personel yang terkait supaya dapat melaksanakan prosedur tersebut dengan benar dan konsisten. SOP direvisi setiap 3 tahun sekali untuk melihat kesesuaian SOP dengan kondisi yang ada. SOP juga direvisi bila pada peralatan dilakukan perubahan. Pembersihan, pemeliharaan, dan kalibrasi alat dilakukan secara rutin sesuai jadwal dalam SOP. SOP pemeliharaan dan kalibrasi peralatan tersebut bertujuan agar alat dapat difungsikan dengan baik. Alat yang telah dikalibrasi akan diberi label kalibrasi, demikian pula alat yang telah dibersihkan akan diberi label bersih. Label bersih alat berlaku hingga jadwal pembersihan selanjutnya selama alat belum digunakan (Departemen Mutu PTSF, 2012d) 4.6 Sanitasi dan Higiene Sanitasi Untuk menghindari pencemaran terhadap lingkungan dari limbah dan mempermudah penanganannya, limbah di PT. Sydna Farma dibagi menjadi dua yaitu limbah domestik dan limbah B3. PT. Sydna Farma hanya mempunyai sistem pengolahan limbah domestik saja karena limbah yang termasuk ke dalam golongan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) tidak diolah sendiri tetapi dikirim ke PPLI guna diolah lebih lanjut. Skema pengolahan limbah domestik dapat dilihat pada Gambar 4.4. Sistem pengolahan limbah terdiri dari wadah pemasukan yang menampung semua limbah cair. Dari wadah pemasukan, limbah cair akan masuk ke dalam tangki aliran rata-rata. Cairan yang berada di atas mengalir ke dalam saringan dasar (trickling filter) dan akan terjadi kontak antara limbah cair dan bakteri. Air disalurkan ke saringan dasar melalui sistem mekanik berupa saluran pembagi lalu jatuh melalui lubang-lubang yang ada secara gravitasi. Saringan tersebut terdiri dari batu-batuan yang menyebar pada seluruh permukaan sebagai tempat pertumbuhan bakteri. Bakteri-bakteri yang digunakan untuk pengolahan limbah cair ini adalah bakteri aerob dan anaerob. Dalam lingkungan yang sedikit oksigen, bakteri-bakteri tersebut menurunkan nilai BOD dan COD limbah cair.

67 58 Pada dasar batuan, air ditampung dan dialirkan ke sumur pompa. Dari sumur pompa, limbah cair dipompa ke wadah pengeluaran. Pompa tersebut dilengkapi dengan meteran yang mengukur jumlah limbah cair yang meninggalkan pabrik melalui wadah pengeluaran menuju ke sungai (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2011b). Tingkat sanitasi peralatan di PT. Sydna Farma juga telah dilakukan dengan baik. Setelah selesai suatu proses produksi, peralatan yang digunakan segera dibersihkan dan dicuci. Batas waktu status bersih alat juga ditentukan. Pada area produksi parenteral, sanitasi area bersih sangatlah penting. Area produksi parenteral dibersihkan secara menyeluruh sesuai program yang tertulis. Penggunaan desinfektan untuk pembersihan dipantau dan hasil pengenceran ditempatkan dalam wadah yang telah dicuci bersih dan hanya boleh disimpan dalam jangka waktu yang tertentu, desinfektan yang digunakan tersebut telah disterilkan terlebih dahulu dan setiap bulannya digunakan desinfektan yang berbeda untuk mencegah resistensi. Fumigasi juga dilakukan jika ditemukan jamur Higiene Semua personalia yang memasuki area pabrik harus menjaga higiene perorangan. Higiene perorangan di untuk kelas 100 dan antara lain personel yang sakit (mata, flu, kelainan pada lambung, luka kulit) tidak boleh memasuki area steril, personel wanita yang menstruasi tidak boleh memasuki kelas 100 dan , jumlah personel yang bekerja di area steril harus seminimal mungkin, menghindari gerakan yang tidak perlu dan berbicara keras, tidak menyentuh bagian ampul yang terbuka, tidak menggunakan jumpsuit yang kotor (Departemen Produksi PTSF, 2010b). Semua personel yang hendak memasuki dan meninggalkan area produksi harus mencuci tangan. Untuk area tertentu (area tablet estrogen) diwajibkan untuk mandi bila hendak meninggalkan area tersebut (Departemen Produksi PTSF, 2011b). Setiap personel wajib menggunakan pakaian yang sesuai area kerja tertentu bila hendak memasuki area kerja tersebut. Alat pelindung diri (APD) khusus diperlukan untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Tiap bagian departemen

68 59 produksi memiliki warna pakaian yang spesifik (Departemen Produksi PTSF, 2010b). Bagi personel yang bekerja di area produksi tablet, APD dust mask harus dikenakan saat proses tabletting berlangsung guna menghindari terhirupnya debu zat aktif. Personel yang bekerja dengan paparan tinggi terhadap bahan aktif diwajibkan untuk mengenakan cartridge mask atau full face mask. Penentuan tingginya paparan bahan aktif terhadap personel ditentukan berdasarkan hasil pemantauan API (Active Pharmaceutical Ingredients). Personel yang bekerja di area granulation tablet estrogen, wajib menggunakan compressed air masks saat menangani granulat bahan aktif. Personel yang melakukan proses coating harus menggunakan vapour cartridge mask (Departemen Produksi PTSF, 2011b). Personel yang bekerja di area kelas 100 dan kelas harus menggunakan pakaian overall bebas serat/partikel dan disterilkan. Sebagai tambahan, sarung tangan karet steril dan sepatu boots steril harus digunakan. Pakaian overall hanya dapat digunakan sekali dan diganti setelah shift berakhir atau saat akhir waktu kerja (Departemen Produksi PTSF, 2010b). Dalam usaha memelihara dan meningkatkan kesehatan para karyawan, pihak perusahaan telah melakukan program General Check-Up satu tahun sekali. Selain itu ada pemeriksaan mata untuk karyawan visual inspector tiap 6 bulan, pemeriksaan pendengaran, dan pemeriksaan ginekomastia bagi karyawan yang bekerja di produksi hormon seks setahun sekali. PT. Sydna Farma berusaha menjalankan program higiene perusahaan dan melaksanakan program higiene perorangan serta adanya pembatasan terhadap karyawan yang memasuki daerah produksi (Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2012a). 4.7 Produksi PT. Sydna Farma dalam melaksanakan proses produksi mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam Batch Manufacturing Record (BMR) dan Batch Packaging Record (BPR) untuk menjamin mutu obat agar memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan bahan baku dan bahan kemas, PT. Sydna Farma terlebih dahulu melakukan penilaian terhadap pemasok

69 60 (vendor approval system) yang dilakukan oleh bagian QA, sehingga bahan baku yang dibeli memiliki spesifikasi sesuai dengan yang diinginkan (Departemen Mutu PTSF, 2012c). In Process Control yang dilakukan bertujuan untuk menjaga kualitas produk agar sesuai dengan ketentuan CPOB. Untuk produksi parenteral IPC yang dilakukan adalah pemeriksaan ph pada saat proses mixing, pemeriksaan keseragaman volume pada saat proses filling (Departemen Produksi PTSF, 2012). Untuk produksi tablet IPC yang dilakukan pada proses pembuatan granul adalah pengukuran LOD (lost on drying) atau susut pengeringan, MC (moisture contents) atau kadar kelembaban dan kadar air granulat. Pada proses pencetakan tablet dilakukan IPC meliputi pemeriksaan keseragaman bobot, kekerasan, ketebalan tablet dan pemeriksaan visual tablet. Pada proses penyalutan diperiksa IPC yaitu pemeriksaan penampilan tablet tersalut, berat tablet rata-rata sebelum penyalutan dan berat tablet rata-rata setelah penyalutan (Departemen Produksi PTSF, 2011a). Setelah proses produksi selesai kemudian produk yang dihasilkan merupakan produk ruahan yang kemudian akan diserahterimakan ke bagian packaging untuk dilakukan pengemasan. Dokumen berupa BMR akan diperiksa oleh manajer produksi dan manajer mutu. (Departemen Produksi PTSF, 2011a). Selama produksi dilakukan, semua peralatan dalam keadaan baik, bersih, dan telah dikalibrasi. Kondisi lingkungan produksi senantiasa dijaga agar sesuai dengan spesifikasinya dan selalu dilakukan pengendalian. Kondisi lingkungan yang harus dikendalikan antara lain, kualitas air, jumlah partikel dan mikroba, suhu, tekanan, dan kecepatan sirkulasi udara pada ruangan produksi, tergantung dari sediaan yang dibuat (Departemen Produksi PTSF, 2011a; Departemen Produksi PTSF, 2012). 4.8 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu dilaksanakan dengan sistem yang terencana dan terpadu sehingga menjamin barang yang diproduksi sesuai dengan prosedur yang ada. Pengawasan selama berlangsungnya proses pengolahan bertujuan untuk mencegah produksi obat yang tidak memenuhi spesifikasi. Bagian pengawasan

70 61 mutu memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir atas mutu obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat. Pengawasan mutu di PT. Sydna Farma dilakukan mulai dari barang datang, selama proses hingga produk dihasilkan, yang meliputi pemeriksaan pada raw material, packaging material, bulk material dan finished goods. Selain itu juga dilakukan validasi prosedur, kalibrasi, dan kualifikasi alat. Untuk pemeriksaan mikrobiologi dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang terpisah dengan laboratorium fisika kimia. 4.9 Inspeksi Diri Dan Audit Mutu Inspeksi diri yang dilakukan di PT. Sydna Farma adalah (Departemen Mutu PTSF, 2012e) : a. Routine self inspection (RSI) RSI dilakukan pada 1-2 departemen setiap bulannya berdasarkan jadwal pelaksanaan yang disiapkan. Tim inspeksi terdiri dari 1 orang manajer, compliance pharmacist, HSE dan 1 orang auditor yaitu supervisor bagian terkait dari bagian lain yang dipilih secara acak. Jadwal pelaksanaan inspeksi diri ini didistribusikan ke setiap departemen yang terkait setiap semester (Departemen Mutu PTSF, 2012e). b. General Self Inspection (GSI) GSI merupakan kegiatan inspeksi diri ke seluruh departemen oleh tim inspeksi yang terdiri dari manajer pabrik, manajer QA/QC, manajer produksi, manajer TSD, manajer PPIC dan supervisor QA. Kegiatan ini dilakukan 2 kali dalam setahun. Pada GSI akan ditinjau sejauh mana implementasi CPOB dan HSE secara umum. GSI dilakukan sesuai alur pembuatan produk, dari penerimaan bahan baku/kemas di gudang, proses produksi, pengemasan dan pengawasan mutu serta pemantauan implementasi di TSD, kantor dan keamanan. Bersamaan dengan jadwal RSI, jadwal dan pelaksanaan GSI akan didistribusikan ke tiap departemen terkait setiap semester (Departemen Mutu PTSF, 2012e). Selain itu terdapat juga kegiatan audit pemasok dan distributor yang dilakukan dua tahun sekali untuk semua pemasok Departemen Mutu PTSF. (2012c).

71 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian (Departemen Mutu PTSF, 2011a) Penanganan terhadap keluhan dan dokumentasi dilakukan oleh bagian QA (Compliance pharmacist). Bersama komite keluhan (Compliant committee) akan dilakukan penelusuran terhadap bets yang bersangkutan, mencari penyebab masalah dan mencari solusinya, menetapkan tindakan perbaikan yang akan diambil, membuat laporan keluhan dengan lengkap dan baik. Setelah itu laporan ini akan diteruskan kembali ke pengirim keluhan. Keluhan dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu Product Quality Complaint (PQC) dan adverse event (AE). Product Quality Complaint merupakan keluhan produk cacat, termasuk keluhan yang berkaitan dengan efek samping obat. Sedangkan AE adalah kejadian medis yang tidak diinginkan pada pasien atau pada subjek investigasi kliniks yang menggunakan produk, yang seharusnya tidak terjadi. AE dapat berupa efek yang tidak diinginkan dan tidak dimaksudkan untuk terjadi, gejala atau penyakit yang terjadi sementara berhubungan dengan tujuan penggunaan suatu obat. Semua keluhan dan tanggapan terhadap keluhan yang dilakukan dicatat dan disimpan oleh departemen mutu dan bila perlu semua tindakan pencegahan terulangnya keluhan ditentukan sebagai pencegahan terhadap keluhan serupa di waktu yang akan datang. Secara umum, penanganan keluhan produk di PT. Sydna Farma dan produk toller diawali dengan pencatatan keluhan pada Form Pelaporan Keluhan yang kemudian diteruskan ke Departemen Mutu dan departemen terkait untuk dilakukan tindak lanjut sampai diperoleh jawaban mengenai keluhan tersebut. Selanjutnya ntuk produk PT. Sydna Farma jawaban dari keluhan tersebut disampaikan kepada pelapor. Sedangkan untuk produk toller, setelah ditangani oleh Departemen Mutu dan departemen terkait, maka laporan keluhan disampaikan kepada pemberi toller terkait keluhan. Pada akhirnya pihak toller yang akan memberikan jawaban kepada pelapor Dokumentasi Dokumen digunakan sebagai acuan pelaksanaan suatu kegiatan, untuk memonitor pelaksanaan suatu kegiatan sebagai sumber informasi mengenai riwayat mesin, perizinan dan lainnya serta digunakan sebagai dasar untuk

72 63 pelulusan produk. Setelah produk jadi dipasarkan, dokumen juga digunakan sebagai acuan untuk penelusuran kembali sejarah suatu produk apabila diterima keluhan produk dari konsumen (Departemen Mutu PTSF, 2013a). Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang harus dipersiapkan dalam kegiatan pembuatan obat. Sistem ini mencakup informasi pemerian, spesifikasi catatan yang mungkin ada ataupun tidak ada hubungan dengan batch. Dokumen sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan sehingga akan memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan. Sistem dokumentasi mampu mencatat semua riwayat lengkap setiap batch produk jadi dari awal sampai akhir. Sistem dokumentasi di PT. Sydna Farma sudah baik karena setiap kegiatan yang dilakukan sekecil apapun semua terdokumentasi dengan baik. Adanya pendokumentasian yang baik akan memudahkan penelusuran jika terjadi masalah, sehingga tidak menghambat proses kegiatan yang lain dan tidak menimbulkan kerugian besar bagi perusahaan. Sistem dokumentasi di PT. Sydna Farma juga mencakup pengendalian terhadap perubahan meliputi CRF (Change control Request Form) yang akan direview oleh departemen Mutu untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan sehubungan dengan perubahan yang akan dilakukan. Semua perubahan yang ada, didokumentasikan dan datanya disimpan selama kurun waktu tertentu. Selain pengendalian perubahan, PT. Sydna Farma juga memiliki dokumentasi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses produksi melalui non-conformance request dan non-conformance report (Departemen Mutu PTSF, 2013b) Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak PT. Sydna Farma menerima kontrak pembuatan obat dari perusahaan farmasi lain, tetapi tidak melakukan kontrak keluar perusahaan lain. Sampai saat ini, sebagian besar produk yang dibuat di PT Sydna Farma merupakan obat kontrak dari perusahaan lain atau lisensi dari perusahaan NV. Organon Belanda.

73 64 Beberapa analisis yang tidak dapat dilakukan di laboratorium QC PT. Sydna Farma dikontrakkan ke laboratorium lain nyang telah tersertifikasi Kualifikasi dan Validasi PT. Sydna Farma mempunyai rencana induk validasi (RIV) yang berisikan rencana validasi hingga 5 tahun mendatang dan diperbaharui tiap tahun. Kegiatan validasi yang dilakukan oleh PT. Sydna Farma meliputi validasi proses, validasi proses pembersihan, validasi metode analisis, validasi sistem komputer, kualifikasi fasilitas penunjang dan kualifikasi peralatan yang berupa DQ, IQ, OQ dan PQ. Dalam RIV, pelaksanaan kualifikasi diprioritaskan pada mesin-mesin atau peralatan yang berdampak kritis pada kualitas produk (Departemen Mutu PTSF, 2012g). Jika terjadi perubahan pemasok bahan aktif, PT. Sydna Farma melakukan validasi proses concurrent. Proses validasi ini dilakukan dengan 3 batch berturutturut dengan mengawasi perubahan kritis yang terjadi selama proses serta pengambilan jumlah sampel yang lebih banyak (Departemen Mutu PTSF 2012c). Validasi proses pembersihan dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari satu produk ke produk lain. Pada validasi proses pembersihan dilakukan identifikasi titik kritis pengambilan sampel, menentukan metode pengambilan sampel, menentukan worst case product serta menentukan batas penerimaan yang diambil dari literatur. Kegiatan validasi dan kualifikasi dikoordinasikan oleh Validation pharmacist yang dibantu dengan departemen yang terkait (Departemen Mutu PTSF, 2012h).

74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. PT. Sydna Farma telah menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini dalam tiap aspek dan rangkaian proses produksinya sehingga dapat menjamin kualitas produk dan proses produksi secara keseluruhan sesuai persyaratan CPOB. b. Dalam industri farmasi seorang apoteker berperan dan bertanggung jawab sebagai tenaga profesional yang ikut dalam menentukan kualitas produk yang dihasilkan melalui keahliannya dalam dunia kefarmasian. c. PT. Sydna Farma berusaha untuk selalu menjamin kesehatan, keselamatan kerja karyawan, dan kelestarian lingkungan dengan menggunakan standar HSE (Health, Safety and Environment). 5.2 Saran Perlu tenaga ahli bidang penanganan perangkat lunak dan keras komputer di PT. Sydna Farma yang dapat mengawasi dan menangani seluruh proses terkait sistem teknologi informasi sehari-hari. 65

75 66 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik Jakarta. Departemen Kesehatan. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang registrasi obat. Jakarta. Departemen Mutu PTSF. (2011a). Penanganan terhadap Keluhan Produk (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2011b). Prosedur Change Control (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012a). Kualifikasi Mesin dan Peralatan (SOP 610- val b). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012b). Pelatihan (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012c). Penilaian terhadap Pemasok (Supplier) (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012d). Prosedur Umum Kalibrasi Mesin dan Peralatan (SOP 610-val B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012e). Self Inspection (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012f). Uji Stabilitas Produk (SOP 610-anl B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012g). Validasi Proses (SOP 610-val B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2012h). Validasi Prosedur Pembersihan (SOP 610-val B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2013a). Dokumentasi (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Mutu PTSF. (2013b). Laporan Ketidaksesuaian Proses (Non conformance report/request) (SOP 600-ga-30-08). Jakarta: PTSF.

76 67 Departemen Produksi PTSF. (2010a). Alur Pergerakan Personel, Material dan Alat di Departemen Produksi (SOP 600-pro B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2010b). Higiene Perorangan dan Prosedur Gowning Kelas dan 100 (SOP 611-inj B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2011a). In Process Control di Produksi Tablet (SOP 612-tab B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2011b). Prosedur Memasuki Ruangan Produksi (SOP 600-ga B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2012). In Process Control di Produksi Parenteral (SOP 611-inj B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2013a). Prosedur In Process Control di Packaging (SOP 613-pac B). Jakarta: PTSF. Departemen Produksi PTSF. (2013b). Prosedur Pengemasan di Bagian Packaging Sekunder (SOP 613-pac B). Jakarta: PTSF. Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF. (2011a). Pengoperasian dan Perawatan DM Water Plant (SOP 615-tsd B). Jakarta: PTSF. Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF. (2011b). Pengoperasian dan Perawatan Instalasi Pengolahan Air Limbah di PTSF (SOP 615-tsd-38-03). Jakarta: PTSF. Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF. (2012a). Pemantauan Kesehatan Karyawan (SOP 600-hse B). Jakarta: PTSF. Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF. (2012b). Pengoperasian dan Pemeliharaan AHU di PT. Sydna Farma (SOP 615-tsd B). Jakarta: PTSF. Kementrian Kesehatan. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Sydna Farma. (2011). Site master file. Jakarta: PTSF.

77 68 Air dingin dari Chiller Setelah pendinginan Air keluar Pemanas Ducting/Saluran udara sirkulasi [Sumber: Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2012b, telah diolah kembali]. Keterangan : PF=Prefilter (luar); PF =Prefilter (dalam); MF=Medium Filter (luar); MF =Medium Filter (dalam); MF =Medium Filter (luar); HF=HEPA filter (luar); CC=Cooling coil; CF=Centrifugal Fan; BF=Booster Fan; AF=After cooling; VD=Volume damper (pengatur udara) Gambar 4.1 Sistem tata udara.

78 69 [Sumber: Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2011a, telah diolah kembali]. Gambar 4.2 Proses pengolahan air keran menjadi air demineralisata.

79 70 [Sumber: Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2012b, telah diolah kembali]. Gambar 4.3 Proses pengolahan aquademineralisata menjadi WFI.

80 71 [Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan PTSF, 2011b, telah diolah kembali] Gambar 4.4 Sistem pengolahan limbah cair di PT. Sydna Farma. Keterangan gambar dan proses: 1. Bak kontrol 1: tangki pengontrol aliran air limbah dan air limbah social yang berasal dari kantin dan toilet. 2. Bak equalisasi: tangki tempat bercampurnya over flow cairan limbah social dari septic tank dengan limbah cair dari pabrik yang bersumber dari laboratorium maupun dari pembersihan ruangan dan proses produksi di dalam pabrik. 3. Bak proses anaerobik (tricking filter): tangki berisi batuan berpori tempat berlangsungnya proses penguraian air limbah oleh bakteri. 4. Tangki penampungan: tangki ini secara paralel berhubungan dengan bak proses anaerobic sehingga level air di dalamnya sama. Setelah air limbah mencapai ketinggian tertentu, secara otomatis akan dipompakan ke tangki selanjutnya. 5. Tangki pengeluaran: dalam tangki ini air limbah ditampung beberapa saat hingga mencapai ketinggian maksimal lalu secara otomatis dibuang ke saluran air umum.

81 72 6. Bak kontrol 2: bak penampungan pembuangan limbah cair sebagai bioindikator kualitas limbah cair yang dibuang. A. Gutter pembagi: saluran yang terbuat dari plat galvanis anti karat, berfungsi untuk mendistribusikan air limbah secara merata ke permukaan bebatuan berpori yang terdapat dibawahnya dalam tangki trickling filter. B. Pompa submersible No.1 C. Pompa submersible No.2 : pompa celup yang bekerja otomatis memompakan air limbah dan dikontrol oleh Level switch pada masing-masing tangki D. Blower aerasi : blower yang berfungsi memberikan udara ke air limbah dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas limbah cair. E. Panel kontrol.

82 73 Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Pabrik PT. Sydna Farma Direktur Manajer Pabrik Bagian Umum dan Administrasi Pabrik Manajer Pengadaan Manajer Produksi Manajer Mutu Manajer Teknis Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan Ass. Manajer Bag. Penelitian dan Pengembangan Produksi

83 74 Lampiran 2. Bagan Struktur Organisasi Departemen Pengadaan PT. Sydna Farma Manajer Pengadaan Pengawas Gudang Bagian Perencanaan Bagian Pembelian Petugas penimbangan Staf bagian gudang

84 75 Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Departemen Produksi PT. Sydna Farma Manajer Produksi Pengawas Bagian Tablet Pengawas Bagian Pengemasan Pengawas Bagian Parenteral Ass. Pengawas Bag. Non Esterogen Ass. Pengawas Bag. Esterogen Ass. Pengawas Bag. Pengemasan Primer Ass. Pengawas Bag. Pengemasan Sekunder Ass. Pengawas Bagian Parenteral Operator Granulasi Operator Granulasi Operator Bag.Esterogen Operator Bag. Pencetakkan dan Pelipatan Operator Bagian Pengisian Operator Pembuatan Tablet Operator Pembuatan Tablet Operator Bag. Non-Esterogen Bag. Pengemasan Operator Bagian Pencucian Ampul Operator Pembuatan Tablet Selaput Tipis Operator Bagian Pencampuran Inspektur Pemeriksaan Visual Ampul

85 76 Lampiran 4. Bagan Struktur Organisasi Departemen Mutu PT. Sydna Farma Manajer Mutu Farmasis Pemastian Mutu Farmasis Pengawasan Mutu Petugas Pengontrolan Proses Pengawas Laboratorium Staf Laboratorium Mikrobiologi Farmasis bagian Pemenuhan Sistem mutu Farmasis bagian Validasi Analis Kimia Petugas Penerimaan Barang Mikrobiologis / analis

86 77 Lampiran 5. Bagan Struktur Organisasi Departemen Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan Manajer Teknik Servis dan Kesehatan Keselamatan Lingkungan Pengawas Bag.Perbaikan Peralatan Pengawas Bag. Perlengkapan Umum Koordinator HSE Kepala Bagian Keamanan Teknisi Adm. Operator Bag. Bag. Bag.Perbaikan Bag.Perbaikan Perlengkapan Pemelihara Peralatan Peralatan Umum Kebun Penjaga Keamanan Teknisi

87 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KAJIAN PELAKSANAAN PENGKAJIAN PRODUK TAHUNAN (ANNUAL PRODUCT REVIEW) TABLET EXLUTON PRODUKSI TAHUN 2012 DI PT SYDNA FARMA KARTIKA WIDYANTY, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 09 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG Jl. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 16 JANUARI 9 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOHO INDUSTRI PHARMASI KAWASAN INDUSTRI PULOGADUNG JL. PULOGADUNG NO. 6, JAKARTA PERIODE 5 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. LAPI LABORATORIES KAWASAN INDUSTRI MODERN CIKANDE, SERANG, PERIODE 1 APRIL 29 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel.

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 50 Tahun 2012) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Lampiran KUESIONER PENELITIAN (Berdasarkan PP 5 Tahun ) Nama : Alamat : Jabatan : Lama Bekerja : NO Isi pertanyaan Kel. Yang Pemenuhan Keterangan ditanya 3 Ya Tdk 4. PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN KOMITMEN..

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh:

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung. Disusun Oleh: LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung Disusun Oleh: Debora R. Hutagaol, S.Farm. NIM 133202215 Dinda Ayyu Hanjaya, S.Farm. NIM 133202126

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. MUTIFA MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. MUTIFA MEDAN Disusun Oleh : Miss Naimah Abdunroni, S. Farm. 083202053 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan LAPORAN

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JL. TEKNO RAYA BLOK B1A - B1B, JABABEKA III CIKARANG, BEKASI PERIODE 7 JANUARI 1 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci