LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SYAHRIL, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker SYAHRIL, S. Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii

3 iii

4 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Syahril, S.Farm. NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 11 Januari 2014 iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. M. Sumarno, Apt. selaku Plant Director PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. yang telah berkenan memberikan kesempatan, fasilitas, dan bimbingan kepada para mahasiswa peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Yuli Hermintowati, S.Si., Apt. selaku Quality Control Section Head PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dan pembimbing I penulis atas saran dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Luthfi Zarkasyi, S. Farm., Apt., MBA selaku Value Stream Manager Counterpain PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. I Made Adhi G., S.Si., Apt. selaku Quality Assurance Manager PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. atas ilmu pengetahuan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Ika Kartikaningrum selaku bagian GMP and Technical Training PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. atas masukan dan pengarahan yang diberikan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 6. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI dan pembimbing II yang telah memberikan arahan selama Praktek Kerja Profesi v

6 Apoteker berlangsung hingga penyusunan laporan akhir. 7. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Pjs. Fakultas Farmasi UI sampai dengan tanggal 20 Desember Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI sekaligus Pembimbing Akademis yang telah memberikan pengarahan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 9. Seluruh manajer dan karyawan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas pengarahan dan ilmu pengetahuan selama pelaksanaan hingga penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah banyak memberikan bekal ilmu, berbagi pengalaman, dan pengetahuan kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi. 11. Keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material yang tidak terhingga kepada penulis. 12. Seluruh teman-teman Apoteker UI angkatan 77 yang telah bekerja sama selama perkuliahan hingga pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 13. Semua pihak yang yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang membantu penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia farmasi. Depok, 2013 Penulis vi

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Syahril, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas Jenis karya : Farmasi : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 11 Januari 2014 Yang menyatakan (Syahril, S.Farm.) vii

8 ABSTRAK Nama : Syahril, S. Farm. NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Periode 9 September 31 Oktober 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Jalan Raya Bogor KM 38, Tapos. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul Spare Part Management Instrumen Gas Chromatography dan High Performance Liquid Chromatography. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui jenis sparepart yang bersifat consumable dan kritis dari instrumen GC dan HPLC. Kata kunci : PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., Spare Part Management, GC, HPLC Tugas umum : xii + 78 halaman; 8 lampiran Tugas khusus : iv + 21 halaman; 1 tabel; 2 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 7 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 ( ) viii

9 ABSTRACT Name : Syahril, S.Farm. NPM : Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Period September 9 th October 31 st 2013 Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. PKPA activity is intended that students can see the direct profession pharmacists activity that takes place in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of the implementation of GMP in PT. Takeda Indonesia and may have a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in the pharmaceutical industry. Special task given called Spare Part Management Instruments Gas Chromatography and High Performance Liquid Chromatography. The specific task is to know the type of consumables and spare parts that are critical of GC and HPLC instruments. Keywords : PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., Sparepart Manaagement,GC, HPLC General Assignment : xii + 78 pages; 8 appendices Specific Assignment : iv + 21 pages; 1 tables; 2 appendices Bibliography of General Assignment: 7 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 3 ( ) ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix x xii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Pengertian Cara Pembuatan Obat yang Baik Aspek-aspek CPOB Kompetensi Apoteker Praktisi Industri BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN PT Taisho Pharmaceutical International PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk Value Stream Departemen Plant Logistic (PL) Quality Operation Department Technical Service Department Maintenance Engineering & EHS Department Lean Continous Improvement (LCI) BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Inspeksi Diri dan Audit Mutu Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat, dan Produk Kembalian Dokumentasi x

11 4.11 Pembuatan dan Analis berdasarkan Kontrak Validasi dan Kualifikasi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk Lampiran 2a. Struktur Organisasi Value Stream Counterpain Lampiran 2b. Struktur Organisasi Value Stream Tempra Lampiran 3a. Struktur Organisasi Value Stream Diamond Lampiran 3b. Struktur Organisasi Plant Logistic Department Lampiran 4. Label Identifikasi Material di Warehouse Lampiran 5. Struktur Organisasi Quality Operation Department Lampiran 6a. Struktur Organisasi Maintenance Engineering dan EHS Department Lampiran 6b. Diagram HVAC Lampiran 7a. Alur Pengolahan Purified Water (PW) Lampiran 7b. Struktur Organisasi Lean Continous Improvement (LCI) Lampiran 8a. Label Kebersihan Lampiran 8b. Label In Process xii

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang berusaha memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang menyeluruh. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan nasional karena kesehatan menunjang semua aspek kehidupan manusia. Derajat kesehatan masyarakat menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa. Faktor penting pendukung dalam bidang kesehatan adalah obat yang bermutu tinggi. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan peran industri farmasi yang merupakan salah satu elemen penting dalam mewujudkan kesehatan nasional di bidang pembuatan obat. Vitalnya aktivitas obat yang mempengaruhi fungsi fisiologi tubuh manusia, menuntut industri farmasi agar memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan. Pada tanggal 02 Februari 1988, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) berusaha menjamin mutu obat yang dihasilkan industri farmasi meliputi serangkaian kegiatan produksi hingga obat jadi yang dihasilkan memenuhi syarat dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Penerapan pedoman CPOB ini diharapkan dapat meningkatkan mutu produk obat secara terus menerus serta memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat. Penerapan pedoman CPOB menjadi langkah progresif bagi perkembangan industri farmasi di Indonesia sehingga mutu obat mendapat pengakuan dan kepercayaan konsumen. Apoteker memiliki peranan penting dalam penerapan CPOB di industri farmasi berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian dan Permenkes 1799 tahun 2010 tentang Industri Farmasi. Apoteker di industri farmasi terlibat dalam berbagai tahapan, mulai dari penelitian dan pengembangan suatu produk baru, uji klinis, produksi sediaan, pengawasan mutu hingga bidang 1

14 2 pemasaran serta memiliki kemampuan dalam bidang manajemen suatu industri farmasi. Oleh karena itu, apoteker harus memiliki kompetensi yang baik dalam menjamin pelaksanaan CPOB berjalan sesuai persyaratan. Berdasarkan hal tersebut, gambaran mengenai industri farmasi sangatlah penting untuk diketahui oleh para calon apoteker. Calon apoteker harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang memadai sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi bekerja sama dengan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, Tbk., menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para calon apoteker guna memberikan pembekalan, pengetahuan, pemahaman, dan gambaran singkat mengenai peran dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi. 1.2 Tujuan a. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek industri farmasi yang berhubungan dengan CPOB serta mengetahui penerapan CPOB di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. b. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab Apoteker dalam industri farmasi khususnya di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. yang diharapkan dapat menjadi bekal untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.

15 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat meliputi seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Setiap industri farmasi wajib memiliki izin usaha Menteri Kesehatan. Wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan harus memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Persyaratan lain untuk memperoleh izin industri farmasi terdiri atas (Menteri Kesehatan, 2010): a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. f. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. g. Pengajuan permohonan persetujuan prinsip untuk pendirian usaha industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan. Permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang- 3

16 4 undangan. Persetujuan prinsip diberikan setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari kepala BPOM. h. Setiap industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans. Bila industri farmasi menemukan obat dan atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/keamanan dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persyaratan pada poin (a) dan (b) tidak diperlukan bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Menteri Kesehatan, 2010). Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Izin industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Menteri Kesehatan, 2010). Setelah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, industri farmasi dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut: a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi. b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri; c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan. d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya. e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala dinas kesehatan provinsi. g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan POM. h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir. i. ASLI surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker

17 5 penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan mutu, dan penanggung jawab pemastian mutu. j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan. k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing- masing apoteker penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan mutu, dan penanggung jawab pemastian mutu. l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian. Persyaratan registrasi obat dalam negeri menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 sebagai berikut: a. Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin industri farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri. b. Industri farmasi yang dimaksud tersebut harus memenuhi persyaratan CPOB. c. Pemenuhan persyaratan CPOB yang dimaksud dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan POM. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan. Industri Farmasi yang menghasilkan obat atau bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Menteri Kesehatan, 2010). Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri kepada Direktorat Jenderal BPOM mengenai kegiatan usahanya setiap 6 bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan setiap 1 tahun untuk laporan lengkapnya (Menteri Kesehatan, 2010). Jika Industri Farmasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

18 6 1799/Menkes/Per/XII/2010, dapat dikenakan sanksi administratif berupa (Menteri Kesehatan, 2010) : a. Peringatan secara tertulis. b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ kemanfaatan, atau mutu. c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu. d. Penghentian sementara kegiatan. e. Pembekuan izin industri farmasi atau pencabutan izin industri farmasi. 2.2 Pengertian Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Pada prinsipnya, CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM RI, 2012). Persyaratan dasar dari CPOB (BPOM RI, 2012) adalah: a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan; b. Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses, dan sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi; c. Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB termasuk: personil yang terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan label yang benar, prosedur dan instruksi yang disetujui, tempat penyimpanan, dan transportasi yang memadai. d. Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana

19 7 yang tersedia; e. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar; f. Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi; g. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif, dan dalam bentuk yang mudah diakses; h. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko terhadap mutu obat; i. Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran; dan j. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan. Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman CPOB dapat dikenai sanksi administratif (BPOM RI, 2012) sebagai berikut: a. Peringatan. b. Peringatan keras. c. Penghentian sementara kegiatan. d. Pembekuan Sertifikat CPOB/CPBBAOB. e. Pencabutan Sertifikat CPOB/CPBBAOB. f. Rekomendasi pencabutan izin industri farmasi. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan berbagai perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Hal ini sesuai dengan filosofi yang akan berubah mengikuti perkembangan atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan penerapan CPOB di Indonesia. CPOB pertama keluar pada tahun 1988 dan pada tahun 1989, Petunjuk Operasional Penerapan CPOB diterbitkan agar pedoman tersebut dapat diterapkan secara efektif diindustri farmasi. Dalam perkembangannya, CPOB 1988 direvisi pada tahun 2001 lalu direvisi

20 8 kembali pada tahun Karena kedinamisan tersebut, CPOB tahun 2006 pun kembali direvisi di tahun Aspek-aspek CPOB Berdasarkan pedoman CPOB tahun 2012, aspek CPOB meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian,dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. Berikut ini adalah 12 aspek CPOB tersebut, yaitu (BPOM RI, 2012) : Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar manajemen mutu (BPOM RI, 2012) adalah: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu. Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan

21 9 ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk. Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah memastikan bahwa (BPOM RI, 2012): a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB; b. Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan; c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan; d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan, dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar; e. Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta dilakukan validasi; f. Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan, dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari spesifikasi produk jadi, dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir; g. Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan produk;

22 10 h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin produk disimpan, didistribusikan, dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat; i. Tersedia prosedur inspeksi diri dan atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu; j. Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan; k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat; l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk; m. Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan n. Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan. Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat (BPOM RI, 2012). Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa (BPOM RI, 2012): a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses, dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien; b. Tingkat usaha, formalitas, dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh

23 11 sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya (BPOM RI, 2012). Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah penerapan aspek CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas (BPOM RI, 2012). Personil kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/ kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM RI, 2012) Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat (BPOM RI, 2012). Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah

24 12 dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi, dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan (BPOM RI, 2012). Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban, dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan (BPOM RI, 2012): a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan; dan b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan, dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut. Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan (BPOM RI, 2012): a. Penerimaan bahan; b. Karantina barang masuk;

25 13 c. Penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas; d. Penimbangan dan penyerahan bahan atau produk; e. Pengolahan; f. Pencucian peralatan; g. Penyimpanan peralatan; h. Penyimpanan produk ruahan; i. Pengemasan; j. Karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir; k. Pengiriman produk; dan l. Laboratorium pengawasan mutu Peralatan Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk mempermudah pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk (BPOM RI, 2012). Desain dan konstruksi peralatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (BPOM RI, 2012): a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan, dan dirawat sesuai dengan tujuannya. b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan. c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas, dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi, dan adaptasi yang tidak tepat.

26 14 e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi sumber pencemaran. g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk. h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar. i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan. k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat. l. Pipa air suling, air deionisasi, dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

27 15 pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu (BPOM RI, 2012). Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior, dan inspektur. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi (BPOM RI, 2012). Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik hygiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan (BPOM RI, 2012). Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut. Merupakan suatu kewajiban bagi industri agar tersedia instruksi yang memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala (BPOM RI, 2012). Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik. Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan. Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan hendaklah memerhatikan

28 16 tingkat higiene perorangan yang tinggi. Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses, dan obat jadi sampai kondisi personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi menimbulkan risiko. Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk. Hendaklah dihindarkan bersentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka, bahan pengemas primer dan juga dengan bagian peralatan yang bersentuhan dengan produk (BPOM RI, 2012). Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai. Merokok, makan, minum, mengunyah, menyimpan makanan, minuman, atau obat pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area produksi, laboratorium, area gudang, dan area lain yang mungkin berdampak terhadap mutu produk (BPOM RI, 2012) Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan.wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan Mutu. Bahan yang diterima dan produk jadi

29 17 hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi (BPOM RI, 2012). Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan awal. Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara teratur untuk memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok. Pemeriksaan hasil nyata dan rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi kecampurbauran ataupun kontaminasi silang (BPOM RI, 2012). Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya.hal ini terutama dilakukan pada penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses produksi (BPOM RI, 2012). Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu untuk menunjukkan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain). Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain telah terhubung dengan benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ada persetujuan tertulis dari kepala bagian Pemastian Mutu dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. Akses ke fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang berwenang. Pada umumnya pembuatan produk non-obat hendaklah

30 18 dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan untuk produk obat (BPOM RI, 2012) Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi (BPOM RI, 2012). Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan (BPOM RI, 2012). Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan (BPOM RI, 2012). Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah (BPOM RI, 2012): a. Membuat, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu. b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk. c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk. d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk. e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.

31 19 Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat di mana perlu. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan (BPOM RI, 2012) Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif (BPOM RI, 2012). Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang mencakup antara lain (BPOM RI, 2012): a. Personalia. b. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil. c. Perawatan bangunan dan peralatan. d. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, dan obat jadi. e. Peralatan. f. Pengolahan dan pengawasan selama-proses. g. Pengawasan Mutu. h. Dokumentasi. i. Sanitasi dan higiene. j. Program validasi dan revalidasi.

32 20 k. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran. l. Prosedur penarikan kembali obat jadi. m. Penanganan keluhan. n. Pengawasan label. o. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan. Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip Pemastian Mutu. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh personil perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri.semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah mencakup (BPOM RI, 2012): a. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan, bila memungkinkan, b. Saran untuk tindakan perbaikan. Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada program penindak-lanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila diperlukan (BPOM RI, 2012) Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif (BPOM RI, 2012). Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani

33 21 keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk. Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat. Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait (BPOM RI, 2012). Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa produk atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran yang dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan. Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat (BPOM RI, 2012). Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup rincian mengenai asal usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut (BPOM RI, 2012).

34 22 Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka dipertimbangkan untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk dilakukan tindak lanjut mencakup tindakan perbaikan bila diperlukan, penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan, dan tindakan lain yang tepat. Catatan keluhan dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran (BPOM RI, 2012) Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan, dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen menjadi sangat penting (BPOM RI, 2012). Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk, dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan, dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Metode dan instruksi ditulis dengan bahasa yang jelas, tidak bermakna ganda, dan dapat diterapkan secara spesifik pada sarana yang tersedia; merupakan kewajiban dari

35 23 suatu industri untuk memiliki instruksi dari setiap tahapan proses yang jelas dan terperinci. Laporan berisi ringkasan hasil yang diperoleh. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir (BPOM RI, 2012). Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen hendaklah tidak bermakna ganda, judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah dicek. Dokumen hasil salinan hendaklah jelas dan terbaca. Salinan dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses penyalinan. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu mutakhir. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja (BPOM RI, 2012). Dokumen hendaklah tidak ditulistangan; namun, bila dokumen memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan ruang yang cukup untuk mencatat data. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan pembacaan informasi semula. Jika perlu, alasan perubahan hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi (BPOM RI, 2012). Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis, cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia dan akurasi catatan hendaklah dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data elektronis, hanya personil yang diberi

36 24 wewenang boleh memasukkan atau memodifikasi data dalam komputer dan hendaklah perubahan dan penghapusannya dicatat; akses hendaklah dibatasi dengan menggunakan kata sandi (password) atau dengan cara lain, dan hasil masukan dari data kritis hendaklah dicek secara independen. Catatan bets yang disimpan secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Merupakan hal sangat penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan (BPOM RI, 2012) Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) (BPOM RI, 2012). Kontrak tertulis hendaklah dibuat meliputi pembuatan dan atau analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak (BPOM RI, 2012) Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi adalah segala kegiatan pembuktian dan pendokumentasian bahwa sebuah sistem dan atau alat sudah terpasang dan berfungsi secara benar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Kualifikasi merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum validasi. Kualifikasi terdiri dari Kualifikasi Desain (KD), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi Operasional (KO), dan

37 25 Kualifikasi Kinerja (KK) (BPOM RI, 2012). CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi(bpom RI, 2012). Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat, dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut (BPOM RI, 2012): a. kebijakan validasi; b. struktur organisasi kegiatan validasi; c. ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; d. format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan, dan jadwal pelaksanaan; e. pengendalian perubahan; dan f. acuan dokumen yang digunakan 2.4. Kompetensi Apoteker Praktisi Industri Peran apoteker dalam industri farmasi yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah Seven Star Pharmacist meliputi (WHO, 1997): Care Giver Apoteker harus menjadi pemberi pelayanan. Bentuk pelayanan yang diberikan dalam industri farmasi berupa informasi obat, efek samping obat, teknologi dalam pembuatan obat, regulasi obat, dan informasi analitis mengenai hal yang berhubungan dengan obat kepada dokter, sejawat, dan profesi kesehatan lain. Dalam memberikan pelayanan, apoteker harus mampu berinteraksi dengan individu dan kelompok dalam lingkungan industri seperti registrasi, formulasi, pengawasan mutu, penjaminan mutu, produksi, maupun di luar industri seperti

38 26 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam registrasi dan pengawasan mutu obat, Kementerian Kesehatan dalam pelayanan kefarmasian (WHO, 1997) Decision Maker Apoteker mendasarkan pekerjaanya pada ketepatan, keefikasian, dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan sumber daya misalnya pengendalian bahan awal dan obat jadi, alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan, operasi mesin-mesin produksi, prosedur yang tepat dalam memproduksi obat, pemanfaatan sumber daya manusia dan strategi yang tepat dalam memasarkan, dan memperkenalkan obat kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan (WHO, 1997) Communicator Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan dengan masyarakat maupun praktisi kesehatan lain. Oleh karena itu, oleh karena itu ia harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi tersebut meliputi komunikasi verbal, nonverbal, mendengar, dan kemampuan menulis dengan menggunakan bahasa sesuai kebutuhan (WHO, 1997) Leader Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan (WHO, 1997) Manager Apoteker harus mampu mengelola seluruh sumber daya yang ada di industri farmasi dan dapat mengakumulasikannya untuk meningkatkan kinerja industri dari waktu ke waktu (WHO, 1997).

39 Life Long Learner Belajar terus-menerus dan melakukan interaksi yang baik dengan rekanrekan sejawat di industri farmasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan (WHO, 1997) Teacher Bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan dunia industri kepada sejawat apoteker dalam praktek kerja lapangan, dalam seminar mengenai aspek-aspek industri farmasi, dan lain-lain (WHO, 1997).

40 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN 3.1. PT. Taisho Pharmaceutical International PT. Taisho Pharmaceutical didirikan pada tanggal 12 Oktober 1912 dan didirikan di Bunkyo Ward di Tokyo, Jepang pada 5 Mei 1928 untuk pembuatan obat over the counter (OTC) dengan formulasi yang berbeda. Taisho berkomitmen untuk berperan dalam kesehatan masyarakat dengan atau tanpa peresepan. Sosok kunci pada perusahaan ini adalah Shoji Uehara yang kemudian ditunjuk sebagai pimpinan perusahaan. Taisho memproduksi obat-obat resep maupun OTC selain produk bermanfaat lainnya. Produk Taisho untuk peresepan yang terkenal adalah antibiotik klaritromisin dengan nama paten Clarith & Tomiron, antibiotik lainnya dan Ancaron untuk pengobatan aritmia. Obat-obat OTC Taisho yang populer diantaranya adalah makanan/minuman kesehatan yang kaya nutrisi (Lipovitan-D, Livita), rangkaian makanan untuk penggunaan kesehatan khusus, Pabron-adalah obat untuk pilek, pengobatan gastrointestinal Kanpro Ichoyaku, Colac-yang efektif untuk sistem pencernaan, dan RiUp-efektif bekerja untuk gangguan kebotakan pada pria. PT. Taisho Pharmaceutical telah menandatangani kerjasama dengan Toyama Chemical untuk menjual produk-produknya. Taisho memahami dengan baik makanan yang ideal dikonsumsi oleh orang-orang di sekitar, oleh sebab itu Taisho membuat berbagai minuman dan makanan kesehatan kaya gizi yang mencakup berbagai merek populer seperti Zena, Lipovitan dan Livita. Perusahaan juga selalu fokus pada kegiatan pengobatan penyakit yang berkaitan dengan sistem syaraf pusat (SSP), diabetes, imunologi, alergi, dan berbagai penyakit menular. Setelah lebih dari sembilan dekade, Taisho berhasil menjaga eksistensinya dalam pasar kesehatan global dan telah dipercaya oleh konsumen seluruh dunia. 28

41 PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Sebelum Taisho Pharmaceutical masuk ke Indonesia, pabrik ini dulunya adalah milik perusahaan Squibb yang berdiri pada 8 juli 1970 sebagai perusahaan modal asing yang diberi nama PT. Squibb Indonesia. Pada tahun 1991 perusahaan Squibb di seluruh dunia bergabung dengan perusahaan Bristol yang sebelumnya telah bergabung bersama perusahaan Mead Johnson dan berubah nama menjadi PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia (BMSI). Seluruh saham PT. BMSI selanjutnya dibeli oleh PT. Taisho Pharmaceutical pada tahun 2009, dan namanya pun berubah menjadi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Struktur organisasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. terdapat pada Lampiran 1. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. berlokasi di Jl. Raya Bogor Km 38, Cilangkap-Tapos, Depok, Jawa Barat 16458, Indonesia untuk area pabrik. Sedangkan kantor pusat terletak di Wisma Tamara Lt. 10, Jl. Jend. Sudirman Kav. 24, Jakarta Area pabrik PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memiliki luas lahan m2 meliputi bangunan kantor, kantin, mushola, dan bangunan pabrik yang terdiri dari area proses (grey area), area pengemasan (black area), laboratorium QC, gudang, area teknik mesin, gudang bahan mudah terbakar, dan sarana pengolahan air dan limbah. Produksi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dibagi menjadi tiga value stream yaitu Value Stream Tempra, Value Stream Counterpain, dan Value Stream Diamond. Value stream adalah suatu sistem yang membagi pekerjaan agar lebih terfokus pada masing-masing pekerjaan di masing-masing value stream. Value stream mengatur perencanaan produksi untuk memenuhi permintaan pasar khusus untuk masing-masing produk, dengan data permintaan dan kebutuhan bahan baku maupun bahan pengemas yang berasal dari Plant Logistic. Plant Logistic merupakan departemen yang mengatur semua perencanaan penjualan, pembelian dan juga penyimpanan untuk semua produk. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memproduksi produk jadi untuk wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Myanmar, dan Hongkong. Seluruh penyalur di provinsi-provinsi di Indonesia menyediakan produk-produk yang dibuat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. menerima toll manufacturing dari PT.

42 30 Janssen-Cilag Indonesia divisi pharma Value Stream Setiap value stream dipimpin oleh seorang manager yang membawahi seorang supervisor dan seorang scheduler. Scheduler bertugas mengatur semua perencanaan produksi. Supervisor bertanggung jawab langsung pada manager untuk mengatur, mengontrol dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, bahan baku setengah jadi/jadi dan mesin-mesin produksi di dalam wilayah tanggung jawabnya guna memaksimalkan efisiensi, meminimalkan biaya dan menghasilkan bahan setengah jadi/jadi yang memenuhi standar kebutuhan pelanggan. Jadi, supervisor bertugas untuk menjamin seluruh proses produksi sesuai dengan standar operasional yang berlaku dan memenuhi persyaratan CPOB serta Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Supervisor membawahi foreman mixing, foreman packaging, bagian IPC (In Process Control), dan teknisi Value Stream Counterpain (VSC) Pada Value Stream Counterpain, foreman mixing membawahi operator dispensing dan operator mixing serta bertugas untuk memastikan bahwa kegiatan dispensing dan mixing berjalan dengan lancar. Foreman packaging membawahi operator filling dan operator cartoning, serta bertugas untuk memastikan bahwa kegiatan packaging (filling dan cartoning) berjalan dengan lancar. Foreman bertanggung jawab langsung kepada supervisor. Struktur organisasi Value Stream Counterpain tersaji dalam Lampiran 2a. Selain itu, terdapat seorang scheduler yang bertugas untuk merencanakan produksi dalam beberapa bulan kedepan. Schedule biasanya dibuat untuk 3 bulan kedepan. Untuk dapat merencanakan produksi, seorang scheduler berarti harus dapat merencanakan produk apa yang akan diproduksi (sesuai pesanan baik lokal maupun ekspor dan forecasting) dan waktu produksi serta material apa saja yang dibutuhkan untuk produksi tersebut. Setelah itu nantinya akan diperoleh monthly production plan dan detail (weekly) production schedule.

43 Value Stream Tempra Pada Value Stream Tempra, foreman mixing membawahi operator dispensing dan operator mixing serta bertugas untuk memastikan bahwa kegiatan dispensing dan mixing berjalan dengan lancar. Foreman packaging membawahi operator CVC line dan operator Kaps All line, serta bertugas untuk memastikan bahwa kegiatan packaging berjalan dengan lancar. Struktur organisasi Value Stream Tempra tersaji dalam Lampiran 2b. Varian produk liquid antara lain acetaminophen syrup grape flavor, strawberry flavor, mango flavor, dan orange flavor Value Stream Diamond Sama seperti dua value stream yang lain, value stream ini dipimpin oleh seorang kepala bagian (manager) yang membawahi langsung production foreman. Production Foreman membawahi foreman manufacturing dan foreman packaging. Foreman manufacturing membawahi langsung operator dispensing dan operator mixing serta bertugas untuk memastikan bahwa kegiatan dispensing dan mixing berjalan dengan lancar. Sedangkan foreman packaging membawahi langsung senior packer dan packer. Struktur organisasi value stream diamond terlampir dalam Lampiran 3a. Produk yang dihasilkan oleh value stream diamond antara lain multivitamin, serta produk-produk toll in dari PT. Janssen- Cilag divisi pharma antara lain krim dan serbuk anti jamur. 3.4 Departemen Plant Logistic (PL) Departemen Plant Logistic bertugas untuk menerima dan menyimpan material inventori, mengatur kestabilan persediaan, dan mengkoordinasi serta merencanakan produk baru. Struktur organisasi Plant Logistic tersaji dalam Lampiran 3b. Departemen Plant Logistic memiliki tiga seksi yaitu: Warehouse (Gudang) Sesuai CPOB 2006, gudang yang dimiliki oleh PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan dan produk dengan rapi dan teratur, bersih, kering dan mendapat penerangan yang

44 32 cukup. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia memiliki 5 sistem gudang yang terhubung langsung dengan area produksi, yaitu gudang RM (Raw Material), gudang PM (Packaging Material), gudang FG (Finish Good), Gudang RJ (Rejected), dan gudang TO (Technical Operation). Setiap material yang disimpan di gudang diberi label identifikasi material seperti yang tersaji dalam Lampiran 4. a. Gudang RM (Raw Material) Gudang RM merupakan tempat penyimpanan dan penerimaan bahan baku dan bahan pengemas primer. Gudang RM terdiri dari beberapa ruang penyimpanan yang dibedakan berdasarkan suhunya, antara lain temperatur ruang (> o C), ruang suhu sejuk (15-25 o C atau AC room) dan ruang dingin (2-8 o C). Penyimpanan barang di gudang menggunakan sistem nomer kode yang terhubung dengan sistem komputer online menggunakan sistem BPCS (Bussiness Planing Control System). Pada ruang temperatur sejuk atau AC room terdapat lemari khusus untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar, seperti: alkohol, eter, isopropil alkohol, dan lain-lain. Didalam gudang raw material, penyimpanan dipisahkan berdasarkan value stream masing-masing (raw material tempra, raw material diamond, dan raw material counterpain). b. Gudang PM (Packaging Material) Gudang PM adalah tempat menyimpan bahan pengemas sekunder, termasuk brosur dan label. Sama seperti bahan baku dan bahan pengemas primer, penerimaan barang bahan pengemas sekunder juga harus dilakukan prosedur pengecekan. Barang yang sudah diperiksa baru boleh masuk ke dalam gudang PM. Pengeluaran bahan pengemas sekunder dari gudang PM dilakukan berdasarkan SO (Shop Order) yang dikeluarkan. Bahan pengemas sekunder seperti master box, dus, brosur, dan label tersebut kemudian akan dikirim ke setiap line produksi berdasarkan SO (Shop order) tersebut. Gudang PM selalu dalam keadaan terkunci untuk mencegah penyalahgunaan packaging material yang belum terpakai. c. Gudang FG (Finished Good) Gudang FG adalah gudang untuk menyimpan produk jadi yang sudah di

45 33 release oleh QA yang ditujukan untuk penjualan. Alur masuk produk ke gudang FG dimulai dengan diterimanya BPP (bukti pengiriman produk) dari departemen produksi. Bagian Gudang FG akan memeriksa kesesuaian antara BPP (Bukti Pengiriman Produk) dengan produk, jika sudah sesuai maka produk akan dipindahkan ke dalam gudang baik secara fisik maupun secara komputerisasi. Selama proses pemindahan itu, produk masih dalam status karantina sambil menunggu hasil pemeriksaan QC. Jika hasil memenuhi persyaratan maka status produk tersebut adalah approve, sedangkan jika tidak memenuhi persyaratan maka statusnya adalah reject. Selanjutnya produk akan dipindahkan ke lokasi sesuai status yang ditetapkan oleh QA. Alur keluar barang dimulai dengan mengecek keberadaan SO (Shop Order) di reservation inquiry. Jika ada, SO dikirim ke departemen supply chain untuk diverifikasi. Reservasi dapat dilakukan secara otomatis ataupun manual jika perlu. Selanjutnya, registrasi reservasi dicetak dan dilakukan penyimpanan produk yang diminta sesuai SO. Produk yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam mobil angkutan sambil diperiksa kesesuaian produk daftar muat barang dan berita acara loading barang. Setelah diperiksa kesesuaiannya, kemudian dapat dibuat surat pengantar barang keluar (SPBK) atau surat pengantar Delivery Product (SPDP) berdasarkan list muat barang. Hasil print out SPDP/SPBK yang telah disahkan tersebut diserahkan kepada sopir ekspedisi, diparaf sehingga produk yang dipesan tersebut siap diantarkan. SPDP/SPBK yang asli diserahkan ke Departemen Finance paling lambat satu hari setelahnya. d. Gudang RJ (Rejected) Gudang RJ adalah tempat barang-barang status reject untuk dikembalikan atau dimusnahkan, baik bahan baku, pengemas, maupun produk jadi. Gudang ini terpisah dengan yang lain dan dikunci Production Planning Inventory Control (PPIC) PPIC dipimpin oleh seorang Supervisor yang bertanggung jawab kepada Plant Logistic Manager, yang memiliki tugas sebagai berikut: a) Menyelenggarakan koordinasi internal dengan departemen yang terkait untuk menjaga kestabilan persediaan barang dan kelancaran proses distribusi.

46 34 b) Membuat inventory forecast untuk setiap jenis barang sesuai dengan target/kebutuhan departemen pemasaran. c) Menyusun organisasi kerja dan menetapkan alokasi tenaga kerja yang dibutuhkan. d) Menyiapkan struktur sistem dan mekanisme kerja serta peralatan pendukung. e) Menyusun anggaran operasional departemen. f) Menyelenggarakan pengelolaan gudang yang meliputi kegiatan receiving staging/ pallet storage dan shipping sesuai dengan sistem dan ketentuan yang berlaku. g) Melakukan pengawasan setiap jenis persediaan barang melalui mekanisme stock. h) Mengikuti dan melaksanakan program pelatihan yang diselenggarakan perusahaan. i) Memberikan pelatihan dan bimbingan kerja kepada bawahannya serta melakukan pengawasan dan teguran kepada setiap karyawan yang melakukan kesalahan kerja. j) Memelihara disiplin kerja setiap karyawan dan menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan kerja serta secara berkala melaksanakan penilaian prestasi kerja bawahannya. k) Membina hubungan kerja yang baik dengan berbagai pihak untuk ikut serta menciptakan suasana kerja yang kondusif dan dinamis. l) Memberikan usulan/ide kepada atasan dalam usaha meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja. m) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan secara lisan maupun tertulis oleh atasan atau direksi. n) Menangani keluhan distributor mengenai pengiriman barang, keadaan barang rusak/expired dan hal-hal terkait dengan masalah distributor. o) Menyiapkan perjanjian kerjasama dengan Perusahaan Ekspedisi. p) Melakukan evaluasi berkala mengenai kinerja ekspedisi yang meliputi kecepatan dan ketepatan waktu, keamanan, dan keutuhan jumlah barang serta tarif yang diberlakukan. q) Melakukan koordinasi untuk produk Toll Manufacturing Out.

47 New Product Planning & Shipment Coordinator Bagian ini memiliki tugas sebagai berikut: a) Melakukan koordinasi pengiriman produk b) Penjadwalan jenis produk baru c) Mengkoordinasi validasi proses produk baru d) Mencari supplier baru sebagai alternatif vendor e) Efisiensi desain kemasan baru 3.5 Quality Operation Department Quality Operational Department terdiri dari dua seksi yaitu seksi Quality Control (QC) dan seksi Quality Assurance (QA). QC dipimpin oleh Section Head sedangkan QA dikepalai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab pada manager Quality Operation. Struktur organisasi Quality Operation tersaji dalam Lampiran Quality Control (QC) Bagian Quality Control memiliki tugas antara lain : a) Melakukan pengujian terhadap bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi serta menyimpan sampel pertinggal; b) Mengajukan data lengkap ke QA untuk menolak atau meluluskan setiap bets bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi; c) Melakukan analisa terhadap sampel pertinggal dari obat yang dikomplain jika diperlukan; d) Mengadakan uji stabilitas; e) Melakukan penanganan reference standard; f) Melakukan pemantauan rutin untuk ruang produksi dan sistem penunjang (air, compresor, dan kualitas udara); g) Melakukan analisa untuk kegiatan validasi proses, pembersihan, dan sistem penunjang. Ruangan dalam QC terdiri dari laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, ruang instrumen, ruang timbang, lemari asam, ruang cuci, dan ruang administrasi. Kegiatan yang dilakukan dalam laboratorium fisika-kimia QC

48 36 adalah melakukan analisa sampel secara kimia (antara lain: pengukuran assay, ph, disolusi, dan disintegrasi) dan pemeriksaan secara fisika (uji secara visual terhadap warna, bau, rasa, dan particle size). Dalam laboratorium mikrobiologi dilakukan uji potensi vitamin, uji kontaminasi mikroba terhadap bahan baku, dan produk jadi (pewarnaan gram, uji biokimia, morfologi kimia), dan pemantauan lingkungan, meliputi pemantauan air dan pemantauan area produksi. Pemeriksaan air dilakukan berdasarkan pembagian jenis air, yaitu: a) Deep well water (air sumur) dilakukan setiap satu bulan sekali. b) City water (air PDAM) dilakukan setiap satu bulan sekali. c) Process water (air yang diberi perlakuan dengan menambahkan chlorine dan akan diproses menjadi cold water atau hot water) dilakukan setiap satu bulan sekali. d) Cold water adalah air dari process water yang hanya digunakan untuk membersihkan peralatan dan mesin di area produksi atau di area QC. e) Hot water (air dari process water yang mengalami proses pemanasan dan digunakan untuk membersihkan peralatan dan mesin di area produksi) dilakukan setiap satu bulan sekali. f) Purified water adalah air yang dihasilkan melalui proses yang sesuai (deionisasi) dilakukan setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan. Pemantauan kondisi pada area produksi dilakukan dengan berbagai metode, antara lain : a) Pemaparan Cawan Petri yang dilakukan pada area kerja (work level) saat operasional dan atau saat tidak ada aktivitas (at rest) minimal 1 kali sebulan. b) Pemantauan Udara yang dilakukan pada grey area minimal 1 kali sebulan. c) Compress Dry Air (Sistem Udara Kering Bertekanan) adalah semua mesin atau peralatan dan instrumen yang digunakan dalam pemampatan dan pembersihan udara tekanan yang telah ditentukan. Pemeriksaan terhadap Compress Dry Air dilakukan setiap bulan. d) Particle Monitoring yang bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dengan cara memantau jumlah partikel pada suatu ruangan.

49 37 e) Swab Test untuk memantau kontaminasi dan mengetahui jumlah mikroorganisme yang terdapat pada permukaan suatu peralatan ataupun ruangan. Alat yang harus diperiksa antara lain alat baru dari pemasok dan kontak langsung dengan produk, alat yang kontak langsung dengan produk dan mengalami reparasi di luar area manufacturing (grey area) dan/atau di luar area pabrik, alat yang sedang dalam proses cleaning validation. Sedangkan ruangan yang harus diperiksa adalah: a) Bagian ruangan kelas E dan kelas F yang tercemar oleh suatu mikroorganisme (dinding, lantai, langit-langit) b) Bila status kebersihan kelas E meragukan. Misalnya: setelah perbaikan ruangan/bagian ruangan, Air Handling Unit (AHU) dimatikan dalam waktu yang cukup lama Hasil analisis semua bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, produk obat, uji stabilitas, air, dan pemantauan mikroba di ruangan produksi yang tidak memenuhi persyaratan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a) Out of Internal/Alert limit (OAL), apabila hasil analisa berada di luar spesifikasi internal atau alert limit yaitu spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. b) Out of Official Specification (OOS), apabila hasil analisa berada diluar spesifikasi yang tercantum dalam farmakope atau yang telah ditetapkan oleh Badan POM Quality Assurance (QA) Seksi Quality Assurance (QA) atau bagian pemastian mutu memegang peranan penting dalam proses pembuatan obat yang baik. QA bertugas membuat kebijakan mutu dan memastian mutu obat yang diproduksi agar senantiasa memenuhi standar mutu sesuai dengan tujuan penggunaannya. Bagian ini bertanggung jawab dalam memastikan bahwa sistem yang berjalan dalam melakukan produksi obat telah sesuai ketentuan, mulai dari bahan awal, kondisi lingkungan produksi, proses produksi, pengemasan, peralatan yang digunakan, dokumentasi, validasi serta inspeksi diri. Disamping itu, QA juga bertugas dalam

50 38 meluluskan atau menolak produk jadi. Produk jadi akan ditolak bila berdasarkan hasil pemeriksaan QC tidak memenuhi persyaratan atau terjadi penyimpangan saat proses produksi. Bagian QA dipimpin oleh seorang QA Manager yang membawahi bagian GMP Compliance, QA inspector, APR, batch record review; document control; validation & qualification; registration. Bagian GMP Compliance bertugas melaksanakan audit (internal dan eksternal) dan melakukan investigasi terkait alert, deviasi, dan keluhan yang terjadi. Bagian ini juga bertugas untuk melakukan pemeriksaan IPO (Inspeksi Pra Operasional) yang meliputi pemeriksaan kondisi ruangan, aliran udara dan memverifikasi hasil produksi. Apabila terjadi keluhan dari pelanggan yang dilaporkan oleh bagian marketing, QA staff akan mendaftarkan keluhan tersebut ke dalam database complaint untuk kemudian diinformasikan kepada departemen terkait. Bagian ini bertanggung jawab dalam memastikan bahwa sistem yang berjalan dalam melakukan produksi obat telah sesuai ketentuan, mulai dari bahan yang digunakan (berasal dari approved vendor dan sudah di-release), kondisi lingkungan produksi (HVAC, AHU, magnehelic, suhu, RH), proses pengolahan, proses pengemasan, peralatan yang digunakan, dan dokumentasi. Tinjauan produk tahunan (APR) merupakan bagian dari tugas QA juga. Kegiatan ini dilakukan untuk memonitor dan menilai seluruh rangakaian kegiatan dalam menghasilkan produk selama setahun. Selain itu bagian ini juga bertugas untuk melakukan kajian catatan bets yaitu melakukan pemeriksaan kesesuian MI (Manufacturing Instruction) dengan yang dilakukan pada proses produksi. Disamping itu terdapat fungsi document control untuk memastikan bahwa dokumen yang digunakan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, merupakan dokumen yang valid. Dokumen yang hendak didistribusikan harus disetujui, ditandatangani, dan diberi tanggal dan nomor dokumen terlebih dahulu oleh personel yang sesuai dan mempunyai wewenang agar dapat dikatakan valid. Di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., validasi perlu dilakukan untuk setiap peralatan dan proses produksi. Prosedur pembersihan juga harus di validasi untuk konfirmasi efektivitas prosedur tersebut. Validasi juga perlu dilakukan jika terdapat perubahan baik perubahan mayor maupun minor, untuk

51 39 memastikan bahwa perubahan tersebut tidak mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan sehingga mutu produk tetap sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan validasi yang dilakukan oleh subdepartemen ini antara lain : a. Validasi proses (Process Validation) Validasi proses adalah validasi yang dilakukan terhadap proses suatu produk, mulai dari penimbangan (dispensing) hingga pencetakan (compressing) untuk sediaan solid atau hingga pengemasan primer (primary packaging) untuk sediaan semisolid dan liquid. Validasi proses lengkap (full validation) dilakukan sebelum produk dipasarkan, dilakukan terhadap 3 batch pertama yang dihasilkan. Validasi ulang (full revalidation) dilakukan jika terdapat perubahan-perubahan pada formula, supplier atau pemasok bahan baku, ukuran bets, proses pembuatan, lokasi pembuatan, dan alat yang digunakan. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Validasi prospektif dilakukan terhadap tiga bets berurutan pada skala produksi. Setelah validasi selesai dan sukses, bets validasi dapat dijual. Dalam keadaan tertentu, jika hal tersebut tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Untuk validasi konkuren juga dilakukan terhadap tiga bets berurutan dan tiap bets dapat dijual sebelum validasi selesai. Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data dari sepuluh sampai tiga puluh bets berurutan untuk menilai konsistensi proses, namun jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012). Perlu atau tidaknya dilakukan validasi serta jumlah bets validasi tergantung pada jenis perubahan dan dampaknya terhadap status validasi dan registrasi obat. Sebagai contoh, menurut Peraturan Kepala BPOM No. HK tahun 2011 jika terjadi perubahan pabrik bahan aktif dipersyaratkan untuk dilakukan tiga bets validasi prospektif. Sedangkan untuk perubahan pabrik bahan baku pembantu dipersyaratkan dilakukan satu bets validasi konkuren.

52 40 b. Validasi pembersihan alat (Cleaning Validation) Validasi pembersihan alat dilakukan untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan alat secara konsisten dan reprodusibel dapat menghilangkan residu bahan aktif, bahan pembersih, dan mikrobiologi (jika perlu). Validasi pembersihan mencakup pemeriksaan visual, pengujian residu bahan aktif, dan bahan pembersih (uji kimia) serta pemeriksaan residu mikroba (uji mikrobiologi) jika diperlukan. Sampling untuk pengujian dan pemeriksaan residu umumnya dilakukan dengan metode swab. Metode bilas dipilih sebagai alternatif jika metode swab tidak dapat digunakan (untuk bagian-bagian yang sulit terjangkau). Validasi pembersihan alat dilakukan pada setiap peralatan non-dedicated dan dedicated yang kontak dengan produk. Alat-alat yang dimaksud di sini mencakup semua peralatan produksi dan pengemasan primer di area produksi, termasuk area dispensing. Peralatan dedicated adalah peralatan yang digunakan untuk memproduksi satu produk dengan satu potensi. Peralatan non-dedicated peralatan yang digunakan untuk memproduksi dua atau lebih produk dengan zat aktif yang berbeda atau satu produk yang memiliki dua atau lebih potensi. Selama proses validasi, alat harus dikarantina dan tidak boleh digunakan sampai diperoleh hasil pemeriksaan yang memenuhi syarat. Jika hasil pengujian dan pemeriksaan dari QC memenuhi syarat, subdepartemen validation akan menginformasikan bahwa alat sudah dapat digunakan dan selanjutnya dibuat laporan validasipembersihan. Laporan validasi pembersihan ini berlaku sebagai informasi resmi dan terdokumentasi tentang status keberhasilan atau kegagalan validasi pembersihan. c. Kualifikasi Kualifikasi merupakan segala kegiatan pembuktian dan pendokumentasian bahwa suatu sistem dan atau alat sudah terpasang dan berfungsi secara benar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kualifikasi dibagi menjadi empat melipuiti Kualifikasi Desain, Instalasi, Operasional, dan Kinerja. Kualifikasi kinerja bertujuan untuk memastikan bahwa peralatan yang digunakan dapat berfungsi sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Kualifikasi kinerja atau PQ baru dapat dilakukan setelah kualifikasi instalasi (Installation Qualification/ IQ) dan kualifikasi operasional (Operational Qualification/ OQ). Di PT. Taisho

53 41 Pharmaceutical Indonesia Tbk., IQ dan OQ dilakukan oleh departemen Maintenance, Engineering & Environment, Health and Safety (ME & EHS). PQ dapat tergabung dalam validasi proses sehingga tidak ada SOP (Standard Operating Procedure) ataupun laporan khusus tentang PQ mesin-mesin produksi. Untuk mesin-mesin pengemas yang tidak termasuk dalam validasi proses, dilakukan kualifikasi pengemasan. 3.6 Technical Service Departement Technical Service (TS) adalah suatu departemen yang ada di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. yang bertanggung jawab terhadap hal-hal teknis yang berkaitan dengan proses produksi. Di bawah departemen ini terdapat 2 sub departemen, yaitu Manufacturing Technology dan Packaging Development. Masing-masing sub departemen tersebut merupakan suatu tim yang terdiri dari satu orang atau lebih spesialis yang bertanggung jawab langsung kepada TS manager Manufacturing Technology Manufacturing Technology adalah suatu bagian yang bertugas melakukan pengembangan produk baru. Bagian ini hampir menyerupai departemen Research and Development dan dipegang oleh satu atau lebih spesialis dengan latar belakang pendidikan apoteker. Akan tetapi di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. merupakan perusahaan afiliasi dimana formula produk baru berasal dari Taisho Pharmaceutical pusat, maka formula yang ada sudah baku dan tidak boleh diubah-ubah. Tugas sub departemen ini adalah melakukan evaluasi terhadap formula dan metode yang ada dapat diterapkan atau tidak, bagaimana ketersediaan bahan bakunya, bagaimana cara memproduksinya, hingga pengemasannya. Hasil yang didapat dengan formula yang sama seringkali tidak sesuai dengan keinginan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perbedaan atau perubahan manufacturer atau vendor bahan baku, perbedaan merk dan jenis peralatan yang digunakan, dan tidak dijelaskannya proses teknis dengan rinci pada formula yang diberikan, seperti kecepatan pengadukan, dan lain-lain.

54 42 Setelah produk tersebut dianalisa, maka akan dilakukan perhitungan Production Cost dan Cost of Good Sold (COGS). Bila COGS tidak diterima maka proses pengembangan dihentikan, sedangkan bila COGS diterima maka proses pengembangan dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu: a) Jika diperlukan mesin baru maka dilakukan kualifikasi mesin b) Menentukan strategi validasi pembersihan c) Permintaan sampel material untuk keperluan trial bila material tidak tersedia dalam inventori. d) Kualifikasi metode analisa sebelum metoda analisa tersebut digunakan untuk merilis produk komersial. e) Pengembangan bahan pengemas bila diperlukan desain bahan kemas baru. Kemudian Manufacturing Technologist akan menyiapkan protokol trial dan melakukan trial produksi pada: a) Skala laboratorium untuk memberi gambaran karakteristik produk. b) Skala pilot dengan menggunakan peralatan yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan yang akan digunakan untuk proses produksi skala komersil pada kondisi sesuai dengan persyaratan GMP. c) Skala komersil bila diperlukan untuk menentukan parameter yang lebih optimal. Hasil dari trial skala pilot (setelah dikemas ke dalam kemasan primer yang akan dipasarkan) digunakan sebagai sampel uji stabilitas produk sebelum dipasarkan. Setelah hasil uji stabilitas dikaji oleh Stability Group untuk ditentukan waktu kadaluarsanya maka bagian registrasi akan mendaftarkan produk jadi ini ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Setelah didapatkan nomor registrasi, dilakukan validasi proses sediaan farmasi dan bets komersil dapat diproduksi setelah mendapat persetujuan Packaging Development Bahan pengemas (kemasan) memegang peranan penting dalam penentuan nilai jual suatu produk terutama untuk produk-produk OTC. Kemasan juga diperlukan dalam registrasi produk baru ke BPOM. Hal-hal yang terkait dengan pengembangan kemasan dilakukan oleh bagian sub departemen Packaging

55 43 Development. Di dalam sub departemen ini terdapat dua bagian, yaitu Artwork Development dan Packaging Technology. Tugas utama dari sub departemen ini adalah mengembangkan kemasan, meliputi penentuan nomor kode, pembuatan kemasan yang baru atau perubahan serta perancangan barcode pada kemasan. Perubahan kemasan antara lain berupa perubahan dimensi atau ukuran kemasan, perubahan jenis material, perubahan desain (teks, tampilan, warna, dan lain-lain). Hal-hal yang dapat menyebabkan perubahan kemasan, antara lain perubahan registrasi BPOM, perubahan desain dari bagian marketing, penyesuaian dengan spesifikasi mesin, dan perubahan atau alternatif material, perubahan mesin dari supplier. Selain bertugas mengembangkan kemasan, sub departemen ini juga bertanggung jawab untuk membuat master dokumen pengemasan, dokumen spesifikasi dan daftar bahan pengemas, membuat surat perintah pemusnahan kemasan dengan nomor kode lama, memasukkan data kemasan dan dokumen terkait ke dalam sistem packaging database, serta menyimpan artwork atau desain kemasan asli. 3.7 Maintenance Engineering dan EHS Department Maintenance Engineering and EHS Department atau biasa disebut Departemen ME & EHS adalah salah satu departemen penting yang menunjang proses di dalam industri farmasi. Departemen ini berfungsi sebagai penunjang fasilitas, peralatan, sarana penunjang, pengembangan sistem atau proses, mengatur atau merencanakan proyek serta lingkungan, kesehatan, dan keselamatan untuk semua departemen yang terdapat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Struktur organisasi ME-EHS dapat dilihat pada Lampiran 6a Maintenance and Engineering Secara umum, kegiatan maintenance mencakup perencanaan dan penyediaan peralatan-peralatan di produksi dan laboratorium QC seperti perencanaan dan penyediaan mesin baru, penanganan mesin baru, administrasi spare part, serta kalibrasi dan kualifikasi. Untuk mesin-mesin yang telah ada dilakukan trouble shooter (perbaikan mesin-mesin yang mengalami masalah kecil

56 44 saat running), repair (perbaikan mesin-mesin yang mengalami masalah saat running yang menyebabkan kerusakan serius), development and improvement (memodifikasi bagian mesin, performance upgrade, improvisasi sistem kerja mesin), spare part (penyediaan suku cadang untuk mesin-mesin produksi), dan preventive maintenance (perawatan berkala untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mesin). Preventive Maintenance (PM) meliputi pengecekan oleh teknisi saat jadwal PM, penambahan bagian-bagian mesin, pengecekan bagian-bagian mesin. Untuk perawatan berkala dibagi menjadi 3 tipe yaitu: Tipe A : Perawatan berkala yang dilakukan setiap empat bulan sekali, Tipe B : Perawatan berkala yang dilakukan setiap delapan bulan sekali, Tipe C : Perawatan berkala yang dilakukan setiap satu tahun sekali. Untuk mesin-mesin baru dilakukan tahap-tahap berikut Commisioning yaitu pemastian mesin sesuai dengan permintaan, Kualifikasi, antara lain: Installation Qualification dan Operational Qualification, Re-kualifikasi, dan Verifikasi Occupancy Occupancy merupakan salah satu bagian di departemen ME & EHS di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. yang berfungsi menyediakan fasilitasfasilitas di industri farmasi. Fasilitas yang tersedia antara lain: bangunan, drainase, konstruksi, sanitary, gardener, dan pest control Utility Utility merupakan bagian yang menyediakan fasilitas penunjang, seperti pengolahan air, electrical, steam, HVAC (Heating Ventilating Air Conditioning), LAN, telephone line, boiler, compressor, generator set, dan lain-lain. HVAC adalah sistem yang mendistribusikan udara yang dirancang sesuai dengan kriteria yang diinginkan parameternya seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, velocity, dan ukuran partikel karena hal ini merupakan sesuatu yang bersifat kritis yang dapat mempengaruhi kondisi pembuatan obat secara baik dan benar. Skema instalasi HVAC tersaji dalam Lampiran 6b. Sistem HVAC terdiri dari beberapa sistem, yaitu : a) AHU (Air Handling Unit) berfungsi untuk mendistribusikan udara untuk

57 45 setiap ruangan. b) Chiller berfungsi untuk mengkondisikan temperatur yang didistribusikan AHU. c) Heating Coil (Hot Water Distribution) berfungsi untuk mengkondisikan RH (Relative Humidity). d) Ducting yang berfungsi sebagai saluran udara. e) Filter yang berfungsi untuk menyaring udara. Kombinasi diatas dapat diatur untuk mendapatkan suhu, kelembapan dan ukuran partikel yang sesuai. Water distribution system di indusri farmasi umumnya terdiri dari : a) Potable Water System yaitu suatu sistem yang menyediakan fasilitas air untuk keperluan toilet, penyiraman tanaman, pembersihan bagian-bagian non produksi. b) Process Water System yaitu suatu sistem yang menyediakan fasilitas air untuk keperluan produksi seperti pencucian mesin, pencucian ruangan. c) Purified Water System yaitu suatu sistem yang menyediakan fasilitas purified water yang digunakan untuk keperluan produksi seperti bahan dasar, pencampuran raw material, pencucian peralatan produksi. Di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, sebelum diolah menjadi potable water, pada raw water dilakukan penyaringan menggunakan sand filter dan catridge filter. Pada tahap ini air sudah dapat digunakan untuk sarana kamar mandi/toilet. Untuk menjadi potable water, air disaring lagi menggunakan sand filter dan melalui tahap reverse osmosis, yaitu teknik pembuatan air murni yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids (TDS) di dalam air. Reverse osmosis terdiri dari lapisan filter yang sangat halus (hingga 0,0001 mikron). Setelah itu, dilakukan penambahan antiscalant sehingga dapat digunakan untuk pencucian peralatan, ruangan, cuci tangan, dan lain-lain. Dalam pengolahan menjadi purified water, air ditambahkan dengan NaOCl, disaring menggunakan zeolite filter, carbon filter, dan softener, kemudian ditambahkan NaOH untuk meningkatkan ph air sesuai spesifikasi. Kemudian air ditampung dan diolah melalui tahap catridge filter serta reverse osmosis, dan disterilisasi menggunakan sinar UV serta dilakukan deionisasi

58 46 (electrodeionization), sehingga menjadi purified water. Purified water system juga dilengkapi dengan looping system sehingga memungkinkan air tersebut disirkulasi selama 24 jam. Alur pengolahan purified water secara garis besar tergambar dalam Lampiran 7a Project Project merupakan bagian yang mengatur, merancang, menyeleksi projectproject baru atau modifikasi. Ruang lingkup dari project meliputi Budgetting (pembiayaan), Schedulling (penjadwalan), Planning (perencanaan), dan Project Execution (pelaksanaan proyek) Environment, Health, and Safety Comittee PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dalam menjalankan bisnis bertekad untuk menjaga lingkungan, kesehatan, dan keselamatan kerja para karyawan, kontraktor, pelanggan serta masyarakat dengan cara yang aman serta ramah lingkungan. Oleh karena itu, dibentuk suatu komite yang bertanggung jawab dalam menangani lingkungan kesehatan dan keselamatan kerja yaitu EHS committee. EHS (Environment, Health, and Safety) adalah sistem pengelolaan kualitas lingkungan, kesehatan, dan keselamatan kerja yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan keselamatan pekerja maupun lingkungan pabrik secara umum. Program yang dijalankan pada EHS committee antara lain: a) Total Recordable Case Risk (TRCR) yaitu tingkat resiko kasus yang terekam. Kasus yang dilaporkan merupakan kasus mayor yaitu kasuskasus yang membuat pekerja harus dirawat oleh dokter. b) Day Away from Work Case Risk (DAWCR) yaitu tingkat kasus yang menyebabkan pekerja meninggalkan pekerjaannya. c) EHS comittee meeting yaitu pertemuan bulanan untuk mendiskusikan kasuskasus dan program-program yang dilakukan oleh EHS committee. d) Self Inspection Program (SIP) yaitu program inspeksi diri yang dilakukan oleh EHS untuk mengidentifikasi proses atau temuan yang berpotensi menimbulkan bahaya. Pada SIP ini akan dibuat daftar pertanyaan yang

59 47 mencakup tentang penanganan dan penyimpanan bahan kimia, pencegahan kebakaran dan persiapan keadaan gawat darurat, alat pelindung diri, kepatuhan terhadap prosedur, keadaan botol gas bertekanan, peralatan listrik dan perawatan, ruangan kerja, incinerator, dan pengolahan limbah. e) Near miss yaitu keadaan hampir celaka. Near miss yang dialami oleh karyawan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. harus dilaporkan kepada EHS committee. Near miss perlu didokumentasikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan dalam tingkat yang lebih parah. f) Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pentingnya menjaga keselamatan dan kesehatan kerja serta pemelihaaraan lingkungan hidup. Kegiatan pelatihan diberikan oleh kordinator tiap departemen dibantu oleh karyawan dari departemen tersebut. g) Komunikasi yaitu pembahasan mengenai kebijakan EHS di tiap departemen melalui kegiatan safety talk yang dilakukan tiap bulan. Bentuk komunikasi lain yang dilakukan EHS yaitu menyediakan informasi tentang kebijakan EHS di tempat yang mudah dibaca oleh semua karyawan misalnya di majalah dinding tiap departemen. h) Kualitas dari hasil keluaran Waste Water Treatment Plant (WWTP) di bawah standar kelas I yaitu EHS menetapkan nilai COD kurang dari 100 ppm dan nilai BOD kurang dari 75 ppm. i) Mengurangi biaya pembuangan limbah dengan cara mengurangi limbah yang dihasilkan sehingga limbah yang ditampung akan berkurang. j) Konservasi air dengan meningkatkan kemungkinan penggunaan air hasil pengolahan WWTP untuk toilet dan pertamanan. EHS committee juga bertanggung jawab dalam pengelolaan limbah yang meliputi penyimpanan sementara, pengambilan, pengolahan, pengemasan, pemberian label, penyimpanan hinggga pembuangan dan atau pemusanahan semua sampah atau limbah yang terdapat di area PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Setiap limbah harus mempunyai penandaan limbah kemudian dilakukan pemisahan berdasarkan bentuknya yaitu bahan kemas atau bahan baku. Tiap bahan baku juga dibedakan lagi berdasarkan bentuknya padat atau cairan serta berdasarkan jenisnya yaitu bahan berbahaya dan beracun (B3) atau non B3.

60 48 Penanganan limbah non B3 yaitu dikembalikan ke supplier (jika status bahan direject oleh QC), dijual atau dihancurkan di incinerator. Limbah B3 dapat dikembalikan ke supplier (jika status bahan direject oleh QC), dijual atau dikirim ke perusahaan pengolah limbah bersertifikat (PPLI). Persyaratan penanganan limbah adalah sebagai berikut: a) Pekerja harus memakai alat pelindung diri yang sesuai b) Semua limbah yang dihasilkan oleh setiap departemen ditampung di tempat penampungan awal yang disediakan dengan benar dan aman, serta diberi label. c) Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang telah dikemas harus diberi label yang sesuai kemudian disimpan di ruang B3 storage room, lama penyimpanan tidak boleh lebih 90 hari. d) Tempat limbah diberi penandaan yang menunjukkan kelompok limbah. Penanganan limbah yang menjadi tanggung jawab EHS committee antara lain: a. Waste Water Treatment Plant (WWTP) WWTP untuk pengolahan limbah cair dari proses pencucian mesin atau peralatan laboratorium, dan limbah cair dari proses USP water. Pengolahan ini dimulai dari pengumpulan limbah dalam tangki pengumpul kemudian limbah dialirkan ke dalam tangki equalisasi untuk mencampur semua limbah yang terkumpul. Pada limbah dilakukan pre-treatment yaitu dengan penambahan koagulan dan basa (NaOH). Lumpur yang mengendap dipisahkan dari cairan dan dikirim ke PPLI. Bagian limbah cair memiliki nilai COD yang masih tinggi, sehingga dilakukan proses pengolahan selanjutnya menggunakan bakteri aerob. Limbah yang sudah memenuhi syarat COD, BOD dan jumlah bakteri kemudian dikumpulkan dalam penjernihan limbah (clarifier unit). Pada proses penjernihan limbah ini dilakukan pendiaman selama 2 hari dan endapan dikumpulkan. Bagian cairan dimasukkan dalam penyaringan dan dialirkan melalui karbon untuk menghilangkan bau. Limbah cair yang sudah bersih dan telah memenuhi syarat COD dan BOD kemudian dialirkan ke sungai. Pemantauan kualitas air limbah dilakukan setiap bulan.

61 49 b. Pengolahan limbah oleh Perusahaan Pengolah Limbah bersertifikat (PPLI) Semua limbah yang diolah PPLI ini merupakan limbah yang tergolong B3 seperti produk kembalian atau produk reject anti kanker, limbah campuran asam, basa, pelarut organik, raw material reject yang tergolong bahan berbahaya atau beracun (B3), produk ruahan dalam jumlah besar, limbah berbahaya lainnya seperti pecahan termometer, material mengandung asbes, pereaksi padat dari laboratorium, solar atau pelumas bekas. c. Pengolahan limbah oleh dinas kebersihan Pengolahan limbah oleh dinas kebersihan untuk limbah domestik, limbah botol-botol bekas yang sudah dibersihkan, abu sisa pembakaran insinerator. d. Penimbunan limbah Penimbunan hanya diperbolehkan untuk rumput dan daun. 3.8 Lean Continuous Improvement and Training (LCT) Lean Continuous Improvement and Training (LCT) merupakan departemen yang langsung berada di bawah Plant Director. Struktur organisasi LCT dapat dilihat pada Lampiran 7b. LCT melakukan perbaikan secara terus-menerus dengan menyusun dan mengatur proses perbaikan operasional yang berkesinambungan dalam pengembangan proses atau sistem. Tujuan LCT adalah peningkatan kualitas produk agar lebih baik (cepat, akurat, mudah, murah, aman, kualitas) sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain dan memberikan keuntungan kepada perusahaan, karyawan, dan pelanggan; memperbaiki kesalahan kerja; menjadi sarana penerapan ide-ide dari technical operation; serta membangun budaya kepemimpinan dan pertanggungjawaban. Pelaksanaan LCT meliputi perencanaan, perbaikan, improvement, dan review kondisi pada saat ini. Lean Continuous Improvement memiliki langkah perbaikan dalam berbagai aspek yang dilaksanakan secara rutin dan dilakukan di seluruh bagian terkecil di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Kegiatan dimulai dari inovasi strategi, penentuan area improvement, membuat tim khusus yang dikenal dengan nama Small Group Activity (SGA). Setiap kelompok SGA akan membuat proposal perbaikan terkait bagiannya masing-masing dan melakukan penelitian serta perbaikan, kemudian mengevaluasi hasil dari perbaikan tersebut. Setelah

62 50 melakukan kegiatan tersebut, hasil perbaikan akan dipersentasikan oleh masingmasing grup. Kemudian dilaksanakan review terhadap perbaikan yang dilakukan Training Bagian ini bertugas untuk menyiapkan modul training untuk karyawan baru berupa Job Function Training (JFT) dan GMP refreshment untuk karyawan lama setiap dua kali dalam satu tahun. Training karyawan baru meliputi training tentang GMP; Halal; Environment, Health, and Safety (EHS); dan Continuous Improvement (CI). Selain karyawan baru, mahasiswa yang melaksanakan PKPA di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, juga mendapatkan pelatihan mengenai GMP dan EHS sebelum mulai melaksanakan kegiatan PKPA. Training diberikan oleh personel yang telah terkualifikasi. Pada setiap akhir training, akan dilakukan evaluasi terhadap personel yang mengikuti training berupa tes tertulis (wajib dilakukan untuk karyawan baru; dapat dilakukan untuk karyawan lama), observasi atau diskusi (untuk karyawan lama). Personel pada level di bawah foreman harus memiliki score hasil evaluasi 80. Sedangkan personel pada level di atas foreman harus memiliki score hasil evaluasi 90. Bila score yang diperoleh berada di bawah score yang telah ditetapkan tersebut, maka karyawan tersebut harus mengikuti training ulang.

63 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. merupakan salah satu industri farmasi di Indonesia yang menerapkan semua aspek yang ada di CPOB untuk dapat memperoleh izin produksi dan dapat memasarkan produknya di Indonesia. Aspek-aspek CPOB yang harus diterapkan di industri farmasi adalah manajemen mutu; personalia; bangunan; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu dan audit dan persetujuan pemasok; penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi. 4.1 Manajemen Mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. PT.Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, telah menerapkan aspek manajemen mutu yang meliputi pengawasan dan pemastian mutu berdasarkan CPOB. Seluruh bahan mulai dari bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; seluruh proses serta peralatan yang digunakan selama proses produksi terjaga kualitasnya dengan penerapan sistem pengawasan dan pemastian mutu yang memadai. 51

64 Personalia Penerapan CPOB pada aspek personalia di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. adalah adanya personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas yang ada disetiap departemen dengan pembagian tanggung jawab yang adil dan sesuai dengan kapasitasnya yang dijabarkan dalam struktur organisasi yang terdapat pada Lampiran 1. sampai Lampiran 7b. Setiap bidang pekerjaan memiliki job description masing-masing yang jelas dan rinci. Setiap karyawan baru di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk harus mengikuti training yang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan seperti GMP training, EHS training, HALAL training, dan Job Function training terlebih dahulu sebelum mulai bekerja. Training serta pelatihan yang diadakan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. ini dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan seperti GMP Training dilakukan secara berkala tiap 3 bulan sekali. Sedangkan untuk karyawan yang membutuhkan keahlian khusus diberikan pelatihan khusus untuk pemahaman teori dan pelaksanaan kualifikasi untuk pemahaman cara prakteknya seperti pelatihan untuk analis di laboratorium QO Department atau operator mesin di Manufacturing Department. 4.3 Bangunan dan Fasilitas Desain, konstruksi, ukuran dan tata letak bangunan serta fasilitas yang terdapat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia didesain sesuai dengan kebutuhan produksi dan bentuk sediaan yang dibuat. Kondisi bangunan dan fasilitasnya pun terawat dengan baik. Ruangan-ruangan dibuat terpisah dan masing- masing dirancang untuk setiap satu proses dan produk, agar kerja lebih efisien dan mencegah kontaminasi silang. Bangunan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dibagi menjadi dua area, yaitu Kelas E (grey area) dan Kelas F (black area) yang dipisahkan oleh ruang penyangga (air lock). Kelas E meliputi area dispensing, mixing, dan filling (packaging primer), sedangkan Kelas F meliputi packaging sekunder, laboratorium dan gudang. Ruang produksi di Kelas E juga terpisah

65 53 antara produk semisolid-liquid dan solid. Ruangan ini dipisahkan oleh ruang penyangga (airlock) karena adanya perbedaan kelembaban untuk produk semisolid-liquid dan solid. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar, seperti pintu bahaya kebakaran, diamankan sedemikian rupa dengan menjaga agar area tersebut tetap bebas (keep clean area). Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barrier terhadap pencemaran silang selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan. Terdapat pula Ruang loker untuk karyawan pria dan wanita untuk menyimpan barang-barang, dan gowning room untuk mengganti pakaian kerja dan membersihkan diri. Ruangan ini berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Desain dari dinding bangunan produksi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. berbentuk lengkungan sehingga mudah untuk pembersihan, sanitasi dan perawatan. Selain itu, perlindungan dari adanya serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain (pest control system) juga diberikan disetiap bangunan dan fasilitas. Pada bangunan dan fasilitas terdapat tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban, dan ventilasi yang telah diatur dengan baik agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan. Sarana pendukung yang terdapat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. antara lain: ruang istirahat, mushola, dan kantin yang terletak terpisah dengan area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. 4.4 Peralatan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memiliki desain dan konstruksi peralatan yang digunakan sesuai dengan fungsinya, ukuran yang memadai, telah terkualifikasi dengan baik, dan mudah dalam pembersihan serta perawatan. Tiap line pada masing-masing value stream di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk memiliki peralatan tersendiri untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Mesin diletakkan sedemikian rupa agar mempermudah pekerjaan dan pergerakan operator. Peralatan yang digunakan diletakan dengan rapi dan diberi

66 54 penandaan sesuai fungsinya. Permukaan peralatan yang bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi terbuat dari stainless steel sehingga tidak menimbulkan reaksi yang dapat mempengaruhi mutu, keamanan dan kemurnian produk diluar batas yang ditentukan. Mesin dan peralatan yang telah digunakan kemudian dibersihkan dan dikeringkan. Setelah itu, mesin dan peralatan tersebut diberi label kebersihan yang menandakan mesin itu sudah bersih dan siap dipakai untuk proses produksi selanjutnya. Pipa-pipa mesin juga tidak langsung menempel ke tembok dan diberi penandaan yang jelas untuk menunjukan isi dan arah aliran. Setiap mesin dan peralatan memiliki log book yang memuat data : siapa yang menggunakan, kapan mesin digunakan, produk apa yang menggunakan mesin tersebut dan berapa nomor bets nya, kapan mesin dibersihkan, siapa yang membersihkan, bagaimana cara pembersihannya. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, dan mengukur diperiksa ketepatannya secara berkala dan dikalibrasi sesuai dengan program dan prosedur yang telah ditetapkan. Pemeriksaan dan kalibrasi serta pendokumentasiannya dilakukan oleh Maintenance Engineering dan EHS Departement. Hasil pemeriksaan dan kalibrasi selalu didokumentasikan dan disimpan dengan baik. 4.5 Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi telah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Penerapan sanitasi dan hygiene pada setiap karyawan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk harus sesuai prosedur personal hygiene seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang produksi, memakai pakaian produksi dengan benar, tidak memakai perhiasan, tidak menggunakan make up berlebihan dan tidak membawa makanan, minuman serta tidak merokok pada ruang produksi, dan lain-lain. Merokok, makan dan minum hanya dapat dilakukan di ruangan-ruangan tertentu, seperti kantin atau pantry untuk makan

67 55 dan minum dan tempat khusus merokok yang disediakan oleh PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. yang berada dekat parkir motor. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala tiap tahun kepada setiap karyawan tetap dari PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Personil yang mengidap penyakit atau luka terbuka dilarang untuk bekerja di area produksi. Operator diwajibkan mengenakan sarung tangan ketika bersentuhan langsung dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan. Penggunaan sarung tangan ketika bekerja di suatu ruangan juga tidak boleh di bawa ke ruangan lain untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Setiap perpindahan area, seperti perpindahan dari grey area ke black area, personil diwajibkan mengganti pakaiannya atau menggunakan pakaian pelindung khusus tambahan, termasuk penutup kepala dan penutup sepatu untuk mencegah kontaminasi dari black area ke grey area yang lebih bersih. Pada setiap ruangan t e l a h dilengkapi dengan sistem ventilasi yang sesuai dan terdapat toilet, tempat cuci serta sarana pembersihan lainnya dalam jumlah yang memadai dan mudah ditemukan di area PT. Taisho Pharmaceutical dan Indonesia Tbk. 4.6 Produksi Produksi di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia selalu dilaksanakan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang berlaku untuk menjamin produksi senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilaksanakan oleh operator dan diawasi oleh personil yang kompeten, mulai dari line leader, foreman, maupun supervisor. CPOB yang diterapkan pada tahapan produksi di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia antara lain dalam hal: a. Pengadaan, penimbangan, penyerahan bahan awal. Pengadaan bahan awal yang terdiri dari bahan baku dan bahan pengemas dibeli dari agen atau supplier yang telah dievaluasi dan disetujui oleh QA agar dipastikan mutunya selalu terjaga. Tata cara penerimaan bahan awal yaitu melakukan pemeriksan dokumen pengiriman, pemeriksaan keutuhan kemasan,

68 56 pembersihan wadah luar, membeli label identitas (identification material), meletakkannya pada area karantina, pemeriksaan sampel bahan awal oleh QC. Bahan awal disimpan di gudang (warehouse) yang luas dan selalu dijaga kebersihannya. Ruang penyimpanan bahan awal diklasifikasikan berdasarkan sifat tiap bahan awal, yaitu ruang khusus bahan yang mudah terbakar, temperatur ruang (> C), ruang suhu sejuk (15-25 C atau AC Room) dan ruang dingin (2-8 C atau cool room). Ruang penyimpanan bahan awal juga dikendalikan cahaya dan kelembabannya. Pengeluaran bahan awal dari gudang menggunakan sistem FEFO (First Expired First Out), artinya bahan awal yang digunakan terlebih dahulu yang datangnya awal dan masa expirednya yang lebih cepat. Pada area penyerahan bahan awal (stage in), hanya bahan-bahan yang telah dikeluarkan Shop Order saja yang ditempatkan di daerah penyerahan berupa airlock yang menghubungkan antara ruang penimbangan dengan area gudang. Bahan-bahan yang akan ditimbang diletakan diatas pallet. Satu pallet berisi hanya bahan-bahan dari satu bets. Hasil penimbangan diletakkan di dalam wadah stainless steel yang kemudian ditutup dengan plastic wrap yang diikat kencang dan diletakkan pada pallet di area penyerahan (stage out) untuk proses pengolahan. Dokumen yang harus dilengkapi setelah proses penimbangan adalah SO (Shop Order), MI (Manufacturing Instruction), summary dispensing report, dan label (label kebersihan, dispensing label tiap cointaner). b. Validasi proses Validasi proses dilakukan sebelum Prosedur pengolahan Induk diterapkan bertujuan untuk membuktikan bahwa Prosedur Pengolahan Induk yang akan digunakan untuk pelaksanaan produksi rutin dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan bertujuan agar menghasilkan produk yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu. Adanya perubahan yang berarti dalam proses, peralatan, atau bahan juga harus dilakukan validasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.

69 57 c. Pencegahan pencemaran silang Pencemaran silang dalam proses produksi harus dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, seperti dengan melakukan pemisahan ruang produksi untuk tiap sediaan atau proses yang berbeda, tersedianya ruang penyangga udara dan penghisap udara yang memisahkan area grey dan black, memakai pakaian pelindung yang sesuai dengan area dimana produk yang berisiko tinggi terhadap pencemaran silang di proses, melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif, pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat. d. Sistem penomoran bets/lot Sistem penomoran bets menjelaskan tahun dan bulan pembuatan serta nomor bets dan lot produk tertentu. Contoh sistem penomoran bets di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia adalah sebagai berikut: 1J : tahun 2011 J : bulan kesembilan (September) 353 : nomor bets 1 : nomor lot e. Pengolahan Setiap satu ruangan di area produksi hanya digunakan untuk pembuatan 1 (satu) bets produk. Pada ruang pengolahan produk, tidak boleh terdapat produk lain, walaupun produk yang sedang diolah adalah produk yang sama tetapi hanya berbeda bets. Terdapat Work in Process (WIP) Room sebagai area penyerahan produk ruahan yang selanjutnya akan dikemas primer. Selain itu, pada line T (Value Stream Liquid) tidak digunakan area penyerahan, dikarenakan terdapat pipa penghubung antara mesin pengolah dengan mesin pengemas primer. Kondisi lingkungan di area pengolahan dipantau dan dikendalikan sehingga selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Kondisi lingkungan yang diperhatikan antara lain Air Handling Unit (AHU) dan tekanan udara ruangan yang dipantau pagi hari dan siang hari.

70 58 Sebelum kegiatan pengolahan dimulai, operator mempersiapkan jalur pengolahan untuk memastikan bahwa area pengolahan dan peralatan bersih serta bebas dari bahan awal, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan dilakukan. Sebelum digunakan, baik ruangan, mesin, dan peralatan dinyatakan bersih secara tertulis pada label kebersihan untuk masing-masing ruangan, mesin, dan peralatan. Pada setiap ruangan yang sedang digunakan untuk pengolahan harus dilengkapi dengan label In Process yang menyatakan nama produk yang sedang diolah, nomer bets, dan kuantitasnya. Contoh label kebersihan dan label In Process masing-masing tersaji tersaji pada Lampiran 8a dan Lampiran 8b. Semua kegiatan pengolahan dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis, yaitu Manufacturing Instruction (MI). Setiap terjadinya penyimpangan dipertanggungjawabkan dan dilaporkan kepada foreman, supervisor, bahkan manajer bila perlu. Semua produk antara dan ruahan diberi label H (Hold) selama proses karantina sampai diluluskan oleh bagian Pengawasan Mutu sedangkan apabila telah dinyatakan lulus maka produk ruahan dan antara tersebut diberi label A (Approved). Semua pengawasan selama proses yang dipersyaratkan dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya. Penyimpanan produk dalam proses harus mengikuti ketentuan batas waktu maupun kondisi yang telah ditetapkan. f. Pengemasan Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas dari produk lain, sisa produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengemasan yang bersangkutan. Semua kegiatan pengemasan dilaksanakan sesuai dengan Packaging Instruction dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Pengemasan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan mutu produk akhir yang dikemas. Setiap rincian pelaksanaan pengemasan dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.

71 59 g. Pengembalian Bahan awal, produk ruahan, produk jadi, bahan pengemas dari sisa proses produksi dikembalikan ke gudang penyimpanan untuk dihitung dan didokumentasikan secara benar. Setiap bahan yang dikembalikan, diberi label return of material yang berisi antara lain: nama produk, nomor bets, proses yang telah berlangsung, jumlah yang dikembalikan serta tanda tangan dan paraf operator. h. Pengawasan selama proses Terdapat prosedur tertulis yang menjelaskan mengenai teknik pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk yang dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Pemastian Mutu (QA Manager) dan hasilnya didokumentasikan. Selama proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal, tengah, dan akhir proses oleh personil yang terkualifikasi. Hasil pengujian/inspeksi selama proses hendaklah dicatat dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari catatan bets. i. Pengiriman dan pengangkutan Bahan obat dan obat diangkut dengan cara sedemikian rupa sehingga keutuhannya dan kondisi penyimpanan terjaga. Catatan pengiriman menyatakan minimal tanggal pengiriman, nama dan alamat pengirim, uraian tentang produk, kondisi pengangkutan dan penyimpanan. Catatan pengiriman harus terdokumentasi dengan rapih. Semua catatan mudah diakses dan tersedia apabila diminta. Bagian pengiriman dan pengangkutan di bawah pengawasan bagian gudang (warehouse). 4.7 Pengawasan Mutu Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Seluruh kegiatan yang dilaksanakan di laboratorium pengawasan mutu harus berpedoman pada Good Laboratory Practice (GLP). Laboratorium kimia dan mikrobiologi dirancang dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk

72 60 menunjang pemeriksaan kemasan, bahan awal, produk ruahan, maupun produk jadi. Dalam laboratorium tersebut, terdapat beberapa ruang untuk masing-masing kegiatan yang berbeda, yaitu ruang untuk laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi, ruangan instrumen, ruangan timbang, lemari asam, ruang cuci, dan ruang administrasi. Ruang lingkup kerja pengawasan mutu yang dilakukan yaitu : a. Kualifikasi, kalibrasi, dan maintenance alat laboratorium Dalam kualifikasi alat laboratorium terdapat alat yang tidak perlu dikualifikasi dan dikalibrasi seperti shaker; alat yang hanya perlu dikalibrasi saja, seperti timer, termometer, penggaris; dan alat yang perlu dikualifikasi dan dikalibrasi, seperti HPLC, GC, dan AAS. Kalibrasi dan maintenance alat laboratorium dilakukan oleh vendor dan departemen ME. Proses kalibrasi dan maintenance alat laboratorium ini dilakukan secara berkala setiap enam bulan sekali b. Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis dilakukan untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut menghasilkan hasil uji yang tepat dan konsisten. Metode analisis yang berasal dari buku standar (compendial) hanya dilakukan verifikasi, sedangkan metode analisis non compendial dilakukan validasi dengan memperhatikan parameter akurasi, presisi, spesifitas, limit deteksi, limit kuantifikasi, linearitas, dan rudgeness. c. Penanganan reference standard Baku pembanding, pereaksi kimia, peralatan harus dikontrol dengan baik untuk menunjang hasil analisis yang akurat. Pengontrolan untuk bahan kimia dimulai dengan pemberian label yang mencantumkan identitas, tanggal dibuat, serta tanggal kadaluwarsanya. Penyimpanan bahan kimia dan pereaksi disesuaikan dengan kondisi penyimpanan masing-masing. Baku pembanding ditangani oleh penanggung jawab reference standard. Sumber reference standard yang digunakan berasal dari Sigma, Aldrich. Pada wadah baku pembanding tertera nama standar, kode, nomor lot, potensi atau kadar, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan kondisi penyimpanannya. Penyimpanan baku pembanding disesuaikan dengan kondisi penyimpanan masing-masing. Pengujian bahan baku, produk ruahan dan produk jadi dilakukan

73 61 berdasarkan testing standard sedangkan pengujian bahan kemas dilakukan berdasarkan purchase specification yang telah ditetapkan oleh perusahaan. d. Pengujian sampel bahan baku dan bahan pengemas. Pengujian sampel dilakukan di sampling room di bawah sampling booth. Jumlah sampel yang diambil dari wadah (container) berdasarkan Masterlist Quantity Sampling Raw Material PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Secara umum, jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus n + 1 untuk bahan baku yang lebih dari 3 wadah. Jika kurang dari 3 wadah, semua wadah harus di sampling. e. Program Uji Stabilitas Pengujian stabilitas produk dilakukan pada produk yang sudah beredar (post market stability) yang bertujuan untuk mengetahui kestabilan produk selama di pasaran dilakukan pada tiap satu bets produk per tahun. Bagian pengawasan mutu juga bertugas menangani pengujian stabilitas retain sampel yang bertujuan untuk pembuktian kestabilan produk jika ada keluhan dari konsumen. Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah accelerated stability dan long term stability. Kondisi uji stabilitas mengikuti ASEAN guideline. f. Monitoring Program Air dan Lingkungan. Kualitas air yang digunakan dikontrol dengan ketat. Pengawasan kualitas air dilakukan terhadap purified water, portable dan hot water, serta process water. Pengawasan purified water dilakukan tiap hari untuk memeriksa kualitas dan kondisi purified water yang didistribusikan, tiap minggu untuk memeriksa kualitas dan kondisi tempat penyimpanan purified water (storage tank), dan tiap bulan untuk memeriksa kualitas dan kondisi purified water ditempat pemakainnya seperti di lab dan area produksi grey. Parameter yang diuji adalah kejernihan, TPC, pseudomonas, TOC, dan kondutivitas. Pengawasan terhadap portable dan hot water dilakukan tiap sebulan sekali untuk memeriksa kualitas dan kondisi di tempat pemakaiannya. Parameter yang diuji adalah TPC, coliform, dan pseudomonas. Pengawasan process water dilakukan untuk memeriksa kualitas dan kondisi sumber air untuk purified water, portable water dan hot water yang berasal dari air sumur dan air PAM.

74 Inspeksi Diri dan Audit Mutu Inspeksi Diri Inspeksi diri bertujuan untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB dan mematuhi regulasi dari pemerintah. Program inspeksi diri merupakan langkah peninjauan kembali sarana, prasarana dan seluruh tata kerja pabrik yang mungkin dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Dengan adanya inspeksi diri maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai kelemahan yang mungkin timbul dan kekurangan yang ada. Inspeksi diri juga bertujuan untuk mengetahui cacat kritis, berdampak kecil, berdampak besar. Dengan demikian langkah-langkah pencegahan dan perbaikan cacat tersebut dapat segera ditentukan dan dilaksanakan. Inspeksi diri adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara reguler, sistematis, dan objektif. Reguler berarti rutin, terdapat jadwal pelaksanaan inspeksi diri dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara kontinyu. Inspeksi juga harus dilakukan secara sistematis, dalam artian terdapat langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa untuk mendapatkan standar inspeksi yang seragam. Objektif artinya inspeksi dilakukan oleh seseorang yang tidak terkait dengan departemen yang sedang diperiksa. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang kompeten serta memahami peraturan atau regulasi yang terkait secara teoritis maupun praktis. Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan. Hasil dari inspeksi diri ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan baru, agar penyimpangan yang terjadi tidak terulang kembali. Inspeksi dilakukan terhadap semua departemen yang terdapat di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. minimal 1 kali per tahun dan dilaporkan oleh QA. Pelaksanaan inspeksi dilakukan oleh suatu tim yang minimal terdiri dari 2 orang yang dipimpin oleh personil dari divisi QA dan anggotanya dari departemen yang diinspeksi, orang tersebut harus kompeten dan bersifat independen. Tindakan perbaikan dan pencegahan akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan jika pada saat inspeksi ditemukan ada hal-hal yang tidak sesuai dengan penerapan CPOB dan regulasi pemerintah.

75 Audit Mutu Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit yang dilakukan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. bersifat internal maupun eksternal (BPOM dan PT. Janssen-Cilag). Selain itu, PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. juga melakukan audit kepada pihak luar (vendor audit), yaitu pemasok dan distributor yang bekerja sama dengan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. agar tetap memenuhi standar yang ada. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. menerapkan sistem rating terhadap para pemasok. Rating ini diberikan berdasarkan pada hasil audit di lapangan. Audit terhadap pemasok dilakukan secara berkala dan frekuensinya berdasarkan pada rating pemasok dan sifat bahan yang dipasok. 4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat dan Produk Kembalian Keluhan terhadap produk obat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang menyangkut efek samping obat dan menyangkut keluhan teknis kualitas obat. Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal dari semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan produksi. Keluhan dari luar perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, rumah sakit atau klinik, pemerintah (BPOM), dan media massa. Semua keluhan yang berasal dari luar perusahaan, pertama-tama akan ditangani oleh bagian marketting yang akan menyaring keluhan tersebut. Laporan kemudian dikirim ke bagian QA beserta dengan contoh obatnya. Setelah diketahui penyebabnya, maka dibuat laporan dan dikirimkan ke bagian marketing agar dapat disampaikan kepada customer. Berdasarkan hasil investigasi dapat dilakukan tindakan perbaikan sebagai tindakan pencegahan sementara jika diperlukan atau tindakan lain yang tepat. Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets tertentu dari peredaran. Penarikan kembali obat jadi dilakukan bila ditemukan ada produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan obat jadi ini dapat

76 64 dilakukan atas keinginan produsen (misal karena kestabilan obat tidak baik) atau keinginan Badan POM. Setiap masalah kualitas harus diberitahukan kepada QA Manager, kemudian akan dilakukan pengkajian ulang apakah masalah tersebut berpotensi menyebabkan penarikan produk. QA Manager kemudian segera melaporkan kepada manajer QO dan direktur Tecnical Operation jika ada potensi penarikan produk. Bila dianggap berpotensi terjadinya penarikan produk, maka harus segera diadakan investigasi untuk mengetahui uraian mengenai produk, bets-bets terkait sumber produk serta rincian masalah yang berpotensi penarikan produk tersebut. QO manager akan melaporkan masalah ini ke headquarter Taisho pharmaceutical International, kemudian akan dibentuk PRC (Product Review Committee). PRC selanjutnya akan mengkaji ulang semua informasi yang ada, apabila dianggap perlu dilakukan penarikan maka PRC akan membentuk PAC (Product Action Committee) untuk melakukan aktivitas penarikan ulang. PAC akan menginformasikan hal ini ke bagian marketing yang kemudian akan memberitahukan penarikan produk kepada BPOM dan distributor sesuai dengan tingkat distribusi produk yang akan ditarik tersebut. Produk yang dikembalikan akan diterima oleh bagian warehouse dan dibuat laporan penerimaan produk yang dikembalikan. Produk kemudian akan dimusnahkan dan dibuatkan berita acara pemusnahan, PAC kemudian akan melaporkan hasil penarikan tersebut kepada PRC. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa atau alasan lain, misalnya karena kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan. Dalam penanganan produk kembalian, QA bertanggung jawab untuk memeriksa kondisi fisik produk kembalian dan dokumen yang menyertainya, menyaksikan dan membuat berita acara proses pemusnahan, membuat label hold untuk produk re-stock atau label reject untuk produk expired, defective dan damage.

77 Dokumentasi Setiap kegiatan yang dilakukan di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. selalu didokumentasikan dengan baik. Setiap dokumen yang ada di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. telah didesain, disiapkan dan dikaji sedemikian rupa serta didistribusikan dengan cermat ke seluruh bagian yang berkepentingan. Dokumen yang hendak didistribusikan harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal terlebih dahulu oleh personil yang sesuai dan mempunyai wewenang agar dapat dikatakan valid. Seluruh dokumen, selain tersedia dalam bentuk hard copy juga terdapat dalam bentuk soft copy dan disimpan oleh personil yang berkepentingan. Dalam dokumentasi kegiatan yang telah dilaksanakan, tidak boleh ada kolom kosong, tetapi harus diberi tanda NA (Not Applicable) dan setiap perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan dokumen (koreksi penulisan) sebaiknya dihindari, tetapi jika terpaksa maka harus diberi paraf dan tanggal. Perubahan tersebut juga harus memungkinkan terbacanya informasi semula (tidak dihilangkan). Pengkajian dokumen juga perlu dilakukan karena setiap dokumen memiliki life cycle. Pengkajian ulang tersebut dilakukan oleh QA Document Controler. Setiap perubahan yang dilakukan harus dicantumkan dalam riwayat yang terdapat dalam dokumen hasil revisi. Dokumen yang ada di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. untuk pedoman dalam melaksanakan kegiatan telah mencakup semua dokumen penting yang disyaratkan CPOB, antara lain : TS (Testing Standard) yang berisi spesifikasi masing-masing bahan dan produk, MI (Manufacturing Instruction) dan PI (Packaging Instruction) yaitu prosedur pengolahan dan pengemasan induk, Batch record yang isinya meliputi catatan pengolahan bets dan pengemasan bets. Setiap batch record produk disertai dengan dokumen lengkap yang terdiri dari SO (Shop Order) hingga Laboratorium Report yang menyatakan bahwa bets tersebut lulus pengujian sehingga dapat dirilis. Selain dokumen tersebut, ada pula SOP (Standard Operating Procedure) untuk prosedur umum selain produksi, misal SOP validasi pembersihan alat-alat, WI (Working Instruction) untuk prosedur praktis, misal WI pembersihan dan pengoprasian mesin mixing; GM (General Methode) yang berisi metode-metode baku untuk pengujian di laboratorium dan lain lain.

78 66 Pendokumentasian lain yang dilakukan adalah pendokumentasian kegiatan artinya setiap kali selesai melakukan kegiatan, hasilnya dilaporkan dalam bentuk antara lain: log book, lab report, raw data hasil analisa (misal print out hasil penimbangan), label kebersihan, sampling form dan lain-lain. Adanya kejadiankejadian yang tidak diinginkan yang terjadi selama proses produksi dilaporkan, diinvestigasi dan didokumentasikan dalam bentuk laporan penyimpangan (terkait produk) atau EHS (terkait kecelakaan kerja) Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memiliki kontrak dengan salah satu perusahaan farmasi yaitu PT. Janssen-Cilag divisi pharma. Dalam kontrak tertulis antara PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dengan PT. Janssen- Cilag Indonesia dengan jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masingmasing pihak, meliputi pembuatan dan analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait yang sesuai dengan izin edar untuk produk tersebut. PT. Janssen-Cilag divisi pharma dalam kontrak diizinkan untuk melakukan audit sarana dari PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Contoh produk PT. Janssen-Cilag yang diproduksi oleh PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. adalah bedak anti jamur Pemberi Kontrak PT. Janssen-Cilag divisi pharma bertanggung jawab untuk menilai kompetensi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. Dalam melaksanakan tugas atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB telah diikuti. PT. Janssen-Cilag Indonesia menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. untuk melaksanakan pekerjaan kontrak sesuai izin edar dan persyaratan legal lain. PT. Janssen-Cilag divisi pharma memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

79 Penerima Kontrak PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. telah mempunyai gedung dan peralatan yang memadai, pengetahuan dan pengalaman, serta personil yang kompeten untuk melakukan tugas yang diberikan oleh PT. Janssen-Cilag divisi pharma dengan baik. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. juga telah memiliki sertifikat CPOB, maka pembuatan obat berdasarkan kontrak dapat dilakukan Kontrak Kontrak dibuat antara PT. Janssen-Cilag divisi pharma dan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dengan menetapkan tanggung jawab masingmasing pihak yang berhubungan dengan produksi dan pengendalian mutu produk. Pada kontrak diuraikan secara jelas penanggung jawab pengadaan, pengujian, pelulusan bahan, produksi dan pengendalian mutu, termasuk pengawasan selama proses dan penanggung jawab pengambilan sampel dan fungsi analisis. Kontrak juga memuat izin PT. Janssen-Cilag divisi pharma untuk menginspeksi sarana PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. merupakan subjek untuk diinspeksi oleh Otoritas Pengawasan Obat (OPO) Kualifikasi dan Validasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. sebagai salah satu industri farmasi telah menerapkan kualifikasi dan validasi dalam kegiatannya. Kualifikasi dilakukan untuk memastikan alat maupun ruangan yang digunakan memenuhi standar spesifikasi. Penilaian dapat dilakukan dengan mengevaluasi dokumen kalibrasi alat dan catatan pemeliharaan sehingga tidak perlu dilakukan rekualifikasi jika alat masih memenuhi spesifikasi dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Installation Qualification (IQ) dan Operational Qualification (OQ) di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. dilakukan oleh Departemen Maintenance and Engineering, sementara Performance Qualification (PQ) dilakukan oleh QA setelah IQ dan OQ selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Setiap sistem dan peralatan yang ada di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. telah terkualifikasi. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.

80 68 memiliki bagian tersendiri yang khusus mengurus validasi, yaitu validation yang dibawahi oleh QA Department. Seluruh kegiatan validasi di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. memiliki perencanaan yang tertuang dalam bentuk Validation Master Plan. Protokol validasi tersedia untuk setiap validasi maupun kualifikasi dan setiap kali selesai melakukan validasi dibuat laporan yang mengacu pada protokol tersebut. Validasi yang dilakukan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., meliputi validasi proses/pengemasan, validasi pembersihan, validasi metode analisis dan validasi sistem komputer. Validasi tersebut dilakukan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk.validasi proses lengkap (Full Validation) dilaksanakan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Setiap perubahan dalam proses yang sedang berjalan akan dievaluasi, baik berupa Confirmation Study ataupun Acceptance Trial (validasi konkuren). Validasi pembersihan (Cleaning Validation) dilakukan untuk setiap prosedur pembersihan alat yang digunakan dalam produksi. Selain validasi pembersihan, ada juga Campaign Study untuk menilai jumlah maksimum campaign yang dapat digunakan pada proses produksi rutin dan Dirty Holding Time Study untuk menilai lama maksimum alat boleh dalam keadaan kotor. Secara berkala fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan dievaluasi untuk konfirmasi bahwa validasi sebelumnya masih berlaku. Evaluasi proses yang telah tervalidasi akan dibuat dalam bentuk laporan Validation Assestment. Jika hasil laporan Validation Assestment menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam proses yang dapat mempengaruhi mutu produk, maka akan dilakukan validasi ulang.

81 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan pelaksanaan selama PKPA di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., dapat ditarik kesimpulan bahwa: a. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. telah menerapkan 1 2 aspek CPOB dengan baik yang meliputi manajemen mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan hygiene; produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali obat dan produk kembalian; dokumentasi; pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; serta kualifikasi dan validasi. b. Peran dan tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi khususnya di PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. adalah di departemen Produksi, departemen Quality Operational yang terdiri dari bagian Pemastian Mutu dan bagian Pengawasan Mutu, dan departemen Technical Service. 5.2 Saran a. Penerapan aspek CPOB di PT. Taisho Pharmaceutical sudah baik dan harus ditingkatkan. b. Sebaiknya mahasiswa peserta PKPA dapat terlibat langsung di semua departemen yang menjadi tanggung jawab utama Apoteker dalam industri farmasi. 69

82 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan. (1988). Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Tenaga Kefarmasian. Jakarta. World Health Organization. (1997). The Role of Pharmacist in The Health Care System. Report of A Third WHO Consultative Group on The Role. Vancouver, Canada. 70

83 LAMPIRAN

84 71 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.

85 72 Lampiran 2a. Struktur Organisasi Value Stream Counterpain Lampiran 2b. Struktur Organisasi Value Stream Tempra

86 73 Lampiran 3a. Struktur Organisasi Value Stream Diamond Lampiran 3b. Struktur Organisasi Plant Logistic Departement

87 74 Lampiran 4. Label Identifikasi Material di Warehouse

88 75 Lampiran 5. Struktur Organisasi Quality Operation Departement

89 76 Lampiran 6a. Struktur Organisasi ME-EHS Lampiran 6b. Diagram HVAC

90 77 Lampiran 7a. Alur Pengolahan Purified Water (PW) Lampiran 7b. Struktur Organisasi Lean Continuous Improvement

91 78 Lampiran 8a. Label Kebersihan Lampiran 8b. Label In Process

92 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 SPAREPART MANAGEMENT INSTRUMEN GAS CHROMATOGRAPHY DAN HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SYAHRIL, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

93 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Lean Jenis-jenis Pemborosan Sparepart Management... 6 BAB 3. METODOLOGI TUGAS KHUSUS Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Metode Pengkajian Tugas Khusus... 7 BAB 4. PEMBAHASAN Identifikasi Sparepart Stock Take Sparepart Penempatan dan Penandaan System In-Out BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

94 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Seven plus One Types of Waste... 4 iii

95 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Database Spare Part GC Lampiran 2. Database Spare Part HPLC iv

96 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri farmasi berada dalam tekanan besar untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan memotong biaya penelitian praklinis dan proses pengembangan klinis (Krishnamurthy & Finken, 2010). Namun, hal tersebut memberikan tantangan yang signifikan dalam hal melaksanakan dan mempertahankan CPOB untuk memenuhi peraturan pemerintah, dan mengoptimalkan proses untuk produksi skala komersial. Terdorong dengan keberhasilan upaya lean manufacturing pada industri otomotif, maka industri farmasi berusaha untuk menerapkan pemikiran tesebut. PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. merupakan perusahaan yang secara berkesinambungan melakukan perbaikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya departemen Continous Improvement. Departemen ini selalu berupaya untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu perubahan positif yang dilakukan departemen Continous Improvement adalah sparepart management. Sparepart management merupakan salah satu aplikasi dari Lean yaitu suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Sparepart management yang dapat dilakukan salah satunya yakni pada instrumen Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Agar proses analisa berjalan dengan baik, seluruh personil yang bekerja pada bagian pengawasan mutu tersebut harus mengetahui setiap sparepart yang bersifat consumables dan critical selama proses analisa. Selain itu, setiap personil juga harus mengetahui standar produk yang baik yang dilakukan pada setiap proses analisa sehingga kualitas, keamanan, dan manfaat dari produk dapat terjaga dengan baik. Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control) merupakan salah satu 1

97 2 departemen yang esensial dalam sebuah industri farmasi. Pengujian yang dilakukan pada departemen ini menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, dilakukan sparepart management pada instrument GC dan HPLC pada departemen QC dengan tetap memenuhi prinsip CPOB agar proses analisa memberikan hasil yang akurat dan dapat dipercaya serta diselesaikan tepat waktu. 1.2 Tujuan Mengidentifikasi jenis sparepart yang bersifat consumables dan critical pada instrumen Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

98 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Dasar Lean Lean adalah suatu upaya terus-menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Tujuan Lean adalah meningkatkan terus-menerus customer value melalui peningkatan terusmenerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value-to-waste ratio). Pada 2006, the value-to-waste ratio perusahaan-perusahaan Jepang sekitar 50%, perusahaan Toyota Motor sekitar 57%, perusahaan-perusahaan terbaik di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) sekitar 30%, sedangkan the value-to-waste ratio perusahaan terbaik di Indonesia baru sekitar 10%. Suatu perusahaan dapat dianggap Lean apabila the value-to-waste ratio telah mencapai minimum 30%. Apabila perusahaan itu belum Lean, perusahaan tersebut dapat disebut sebagai Un-Lean Enterprise dan dikategorikan sebagai perusahaan tradisional (Gaspersz, 2007). 2.2 Jenis-jenis Pemborosan Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan, yaitu : Type One Waste dan Type Two Waste. Type One Waste adalah aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output sepanjang value stream, namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan karena berbagai alasan. Misal aktivitas inspeksi dan penyortiran merupakan aktivitas tidak bernilai tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin dan peralatan yang digunakan telah berusia lama sehingga tingkat kendalanya menjadi berkurang. Demikian pula misalnya terhadap orang merupakan aktivitas tidak bernilai tambah, namun pada saat sekarang kita masih harus melakukan pengawasan terhadap orang, karena orang tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum berpengalaman. Dalam konteks ini, 3

99 4 aktivitas inspeksi, penyortiran, dan pengawasan dikatagorikan sebagai Type One Waste. Dalam jangka panjang, Type One Waste harus dapat dihilangkan atau dikurangi. Type One Waste ini sering disebut sebagai Incidental Activity atau Incidental Work yang termasuk dalam aktivitas tidak bernilai tambah (non-value adding work or activity). Type Two Waste merupakan aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera. Misal, menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan kesalahan-kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan segera. Type Two Waste sering disebut sebagai waste saja, karena benar-benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan dihilangkan dengan segera. Konsep value added activity, incidental (non value added) activity atau type one waste dan type two waste. Secara umum, Seven plus One Types of Waste dapat ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Seven plus One Types of Waste Tipe Pemborosan Akar Penyebab (Root Causes) 1 Overproduction : memproduksi Ketiadaan komunikasi, sistem lebih daripada kebutuhan balas jasa dan penghargaan yang pelanggan internal dan eksternal, atau memproduksi lebih cepat atau lebih awal daripada waktu kebutuhan pelangan internal dan tidak tepat, hanya berfokus pada kesibukan kerja, bukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan internal dan eksternal. eksternal. 2 Delays (waiting time): Inkonsistensi metode kerja, keterlambatan yang tampak waktu penggantian produk yang melalui orang-orang yang sedang panjang (long change over menunggu mesin, peralatan, times), dll. bahan baku, supplies, perawatan/ pemeliharaan (maintenance), dll; atau mesin-mesin yang sedang menunggu perawatan, orangrang, bahan baku, peralatan, dll.

100 5 3 Transportation : memindahkan material atau orang dalam jarak ketiadaan koordinasi dalam proses, yang sangat jauh dari suatu proses ke proses berikutnya yang dapat mengakibatkan waktu penanganan material bertambah. 4 Process: mencangkup prosesproses tambahan atau aktivitas kerja yang tidak perlu atau tidak efisien. 5 Inventories : pada dasarnya inventories menyembunyikan masalah dan menimbulkan aktivitas penangananan tambahan yang seharusnya tidak diperlukan. Inventories juga mengakibatkan extra paperwork, extra space, dan extra cost. 6 Motions: setiap pergerakan dari orang atau mesin yang tidak menambah nilai kepada barang dan jasa yang akan diserahkan Tata letak yang jelek (poor layout), poor housekeeping, organisasi tempat kerja yang jelek (poor workplace organization), lokasi penyimpanan material yang banyak dan saling berjauhan (multiple and long distance storage locations). Ketidaktepatan penggunaan peralatan,pemeliharaan peralatan yang jelek (poor tooling maintenance),gagal mengkombinasi operasi-operasi kerja, proses kerja dibuat serial padahal proses-proses itu tidak saling tergantung satu sama lain, yang seyogjanya dibuat paralel. Peralatan yang tidak andal (unreliable equipment), aliran kerja yang tidak seimbang (unbalanced flow), pemasok yang tidak kapabel (incapable suppliers), peramalan kebutuhan yang tidak akurat (inaccurate forecasting), ukuran bets yang besar (large batch size), long changeover times. Organisasi tempat kerja yang jelek (poor workplace organization), tata letak yang jelek (poor layout), metode kerja

101 6 kepada pelanggan, tetapi hanya menambah biaya dan waktu saja 7 Defective Product: scrap, rework, customer returns, customer dissatisfaction. 7+1 Defective Design: desain yang tidak memenuhi kebutuhan pelanggan, penambahan features yang tidak perlu yang tidak konsisten Incapable processes, insufficient training, ketiadaan prosedurprosedur operasi standar. Lack of custumer input in design, over-design 2.3 Sparepart Management (Manajemen Suku Cadang) Sparepart management mempunyai peran penting dalam mencapai ketersediaan pabrik yang diinginkan dengan biaya yang optimal. Saat ini, industri akan bertuju pada modal yang intensif, berorientasi pada produksi massal dan teknologi canggih. Downtime untuk pabrik dan mesin tersebut mahal. Telah diamati di banyak industri yang tidak memiliki ketersediaan suku cadang, ketika diperlukan untuk perbaikan, memberikan kontribusi sebanyak 50% dari total downtime. Juga, biaya suku cadang lebih dari 50% dari total biaya perawatan di industri. Ini cukup menandakan betapa pentingnya Sparepart management Sparepart management dalam industri apapun.

102 BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada tanggal 16 September hingga 18 Oktober 2013 bertempat di ruang instrument QC PT Taisho Pharmaceutical Indonesia (TPI) Tbk. yang terletak di Jalan Raya Bogor KM Metode Pengkajian Tugas Khusus Tugas khusus dikaji berdasarkan observasi langsung dan data-data pendukung yang ada di ruang instrument Departemen Quality Control (QC). Selain itu, dilakukan diskusi langsung dan komprehensif dengan beberapa pihak yang terkait. 7

103 BAB 4 PEMBAHASAN Sparepart management memainkan peran penting dalam upaya pengurangan biaya. Pada suatu proses pekerjaan/ produksi, seringkali terdapat pemborosan-pemborosan sehingga kemudian sparepart management merupakan pendekatan yang sederhana dan efektif. Pada PT Taisho Pharmaceutical Indonesia, sparepart management merupakan salah satu proyek yang dikerjakan oleh bagian Lean & Continous Improvement (LCI). Continous Improvement merupakan pendekatan perbaikan kecil secara terus-menerus dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dan/atau efisiensi. Perbaikan didasarkan pada banyak orang dan perubahan-perubahan kecil, sehingga lebih kecil kemungkinannya untuk membutuhkan investasi modal yang besar bila dibandingkan dengan perubahan proses utama. Hal ini dapat membantu mendorong pekerja menguasai pekerjaan, membantu memperkuat kerja tim, dan dapat meningkatkan motivasi pekerja (Riley, 2012). Salah satu sparepart management yang dilakukan adalah sparepart management instrumen Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) di ruang instrumen di Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control). Sparepart management merupakan dokumentasi terkait penggunaan sparepart yang bersifat consumable dan critical yang digunakan pada instrumen GC dan HPLC. Tahapan yang dilakukan dalam upaya sparepart management ini meliputi identifikasi sparepart, stock take sparepart, penempatan dan penandaan serta system in-out. 4.1 Identifikasi Sparepart Identifikasi sparepart dimulai dengan mengidentifikasi sparepart di ruang instrumen departemen Quality Control (QC) dengan cara berdiskusi dengan analisis yang berada di ruang instrumen. Tidak semua sparepart teridentifikasi dikarenakan tidak semua bagian instrumen dijadikan sparepart. Hanya bagian 8

104 9 instrumen yang sering diganti (consumable) dan bersifat kritis yang diidentifikasi. Beberapa Critical part adalah part yang jika tidak ada atau rusak akan menyebabkan mesin berhenti lebih dari 1 jam, menyebabkan analisa terganggu dan pengadaannya lebih dari 1 bulan. Sparepart yang telah diidentifikasi berdasarkan keterangan dari analisis selanjutnya disamakan dengan manual book instrumen. Manual book instrumen dijadikan standar penamaan sparepart. Cara ini digunakan agar mudah digunakan dalam pemesanan sparepart dengan pihak vendor. 4.2 Stock Take Sparepart Masing-masing sparepart ditentukan jumlah minimal dan maksimal agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan sparepart di tempat penyimpanan. Perhitungan minimal dan maksimal ini terkait dengan waktu tunggu (lead time) dan masa pakai (life time) sparepart. Kendala dalam menentukan minimal dan maksimal stok ini adalah kurangnya data life time dan lead time masing-masing sparepart karena sebagian sparepart tidak tentu waktunya untuk diganti/diperbaiki. Semua data life time dan lead time hanya berdasarkan historis atau pengalaman. 4.3 Penempatan dan Penandaan Penempatan dan penandaan sparepart instrumen GC dan HPLC sudah dilakukan cukup baik oleh analisis. Sparepart instrumen GC dan HPLC ditempatkan di ruang instrumen dan diletakkan berdekatan dengan masing-masing instrumen tersebut. Masing-masing sparepart diletakkan berdasarkan bagiannya dalam sebuah kotak, lalu kotak-kotak tersebut diletakkan didalam lemari yang digunakan untuk menempatkan instrumen tersebut. Setiap lemari yang digunakan diberi penandaan dibagian luar untuk mengetahui isi lemari tersebut tanpa harus membukanya. Permasalahan pada bagian ini adalah masih adanya sparepart bekas yang diletakkan didalam lemari sehingga sering terjadi keraguan pada analis terhadapa sparepart tersebut.

105 System In-Out System in-out sparepart di ruang instrument departemen quality control PT Taisho Pharmaceutical Indonesia masih menggunakan cara manual, yaitu menggunakan kartu stok untuk mencatat barang yang masuk dan keluar yang dilakukan oleh analis. Permasalahan yang ada pada bagian ini adalah ketidak disiplinnya analis dalam mencatat barang yang keluar di kartu stok, sehingga ketersediaan sparepart tidak bisa dimonitor secara terus-menerus. Sehingga, bila ada kekurangan pada salah satu sparepart tidak dapat diketahui penyebabnya. Hasil yang didapatkan dari tahapan-tahapan tersebut, lalu dibuat dalam bentuk tabel dengan menggunakan Microsoft excel. Tabel sparepart instrumen GC dan HPLC dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

106 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sparepart yang telah diidentifikasi adalah instrumen Gas Chromatography (GC) dan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Terdapat 24 sparepart yang bersifat consumable dan critical pada instrumen GC dan 18 sparepart pada instrumen HPLC. Penamaan sparepart tersebut berdasarkan manual book. Didapat juga data uses quantity, life time, lead time, min/month, max/month masing-masing sparepart tersebut. 5.2 Saran a. Perlu dilakukan identifikasi seluruh sparepart di ruang instrumen dan pemisahan antara sparepart baru, bekas pakai, dan sudah tidak dapat digunakan lagi. b. Perlu dibuat SOP pengelolaan sparepart dimulai dari barang datang sampai diserahkan kepada user. 11

107 DAFTAR ACUAN Gaspersz, Vincent. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries : Strategi Dramatik Reduksi Cacat/ Kesalahan, Biaya, Inventori, dan Lead Time dalam Waktu Kurang dari 6 Bulan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Krishnamurthy, A. & Finken, G. (2010). Quick Response Manufacturing: Taking The Pharmaceutical Industry Beyond Lean Six Sigma. Life Science Leader. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013 dari quick-response-manufacturing-taking-the-pharmaceutical-industry beyond-lean- six-sigma Rilley, J. (2012). Production Kaizen. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2013 dari 12

108 LAMPIRAN

109 Manual Book No. Machine Part Common Name Uses Min/ Max/ Life Lead Part Name Part No. Spesification Qty Month Month Time Time Vendor Photo Fast Moving Type Slow Moving C NC C NC SEPTUM, O-RING, FERRULE & GASKET 1 1 Injection Rubber Plug Silicone Rubber Septa pkt (20 pcs) 1 pkt (20 pcs) 1 bulan 3 bulan Ditek Jaya 1 O-Ring, 4D P5 Fluoride Rubber O-Ring pkt 1 pkt (5 pcs) (5 pcs) 4 bulan 3 bulan Ditek Jaya 2 Ferrule Set 0.5 Graphite Ferrule G pkt (10 pcs) 1 pkt (10 pcs) 3,5 tahun 3 bulan Ditek Jaya 3 Ferrule Set 0.8 Graphite Ferrule G pkt (10 pcs) 1 pkt (10 pcs) 3,5 tahun 3 bulan Ditek Jaya 4 Aluminum Gasket Aluminum Gasket pkt (50 pcs) 1 pkt (50 pcs) 6 bulan 3 bulan Ditek Jaya FLOW CONTROLLER

110 2 5 Gas Filter Molecular Sieve Molecular Sieve Filter ,5 tahun 3 bulan Ditek Jaya 5 Trap Split & Purge Trap Split & Purge bulan 3 bulan Ditek Jaya Advance Flow Controller (AFC) Advance Flow Controller (AFC) tahun 3 bulan Ditek Jaya HYDROGEN FLAME IONITATION DETECTOR 3 Nozzle Assy Capillary Column bulan 3 bulan Ditek Jaya Nozzle Assy Packed Column Jet bulan 3 bulan Ditek Jaya 8 Filament Assy 180 mm Igniter bulan 3 bulan Ditek Jaya AUTOINJECTOR

111 4 Syringe Syringe 10 ul Perfection 10 ul bulan 3 bulan Ditek Jaya 10 Syringe 10 ul Syringe 10 ul HAMILTON # # bulan 3 bulan Ditek Jaya 10 Syringe 5 ul Syringe 5 ul HAMILTON 75RN tahun 3 bulan Ditek Jaya Gas Tight Syringe 500 ul Gas Tight Syringe 500 ul tahun 3 bulan Ditek Jaya Syringe 500 ul Syringe 500 ul tahun 3 bulan Ditek Jaya Turret Gear Turret Gear bulan 3 bulan Ditek Jaya GLASS INSERT

112 5 Glass Insert, SPL Glass Insert (for split) tahun 3 bulan Ditek Jaya Glass Insert, SLESS/WB1 Glass Insert (for splitless) tahun 3 bulan Ditek Jaya Glass Insert Packed tahun 3 bulan Ditek Jaya 13 Glass Insert for TCD tahun 3 bulan Ditek Jaya Silica Wool bulan 3 bulan Ditek Jaya OTHER

113 6 3 Way Split 3 Way Split Tubing M. Type Tubing M. Type bulan 3 bulan Ditek Jaya Piping Assy Piping Assy bulan 3 bulan Ditek Jaya 15

114 No. Machine Part Common Name Manual Book Part Name Part No. Spesification Uses Qty Min/ Month Max/ Month Life Time Lead Time Vendor Photo Fast Moving Type Slow Moving C NC C NC PUMP 1 Plunger Seal Plunger Seal bulan 3 bulan Ditek Jaya Plunger ZR Assy Plunger ZR Assy bulan 3 bulan Ditek Jaya Diaphragm Diaphragm bulan 3 bulan Ditek Jaya 4 Drain Valve O- Ring Drain Valve O- Ring tahun 3 bulan Ditek Jaya Solvent reservoir Suction Filter, filter, SS SS tahun 3 bulan Ditek Jaya 5

115 Assy, Line Filter Flow Line Filter tahun 3 bulan Ditek Jaya Cartridge, Check Dynamic Inlet Valve Out Valve (DIV)Cartridge tahun 3 bulan Ditek Jaya Check Valve Assy, Out Outlet Check Valve Assy bulan 3 bulan Ditek Jaya AUTOSAMPLER 2 Needle Seal/Peek 9 Needle Seal bulan 3 bulan Ditek Jaya Rotor LPV Peek LPV Rotor tahun 3 bulan Ditek Jaya 13 Stator For LPV LPV Stator tahun 3 bulan Ditek Jaya

116 Rotor Peek HV 2010 HPV Rotor tahun 3 bulan Ditek Jaya HPV Stator HPV Stator tahun 3 bulan Ditek Jaya 12 Seal Measuring Pump Plunger Seal tahun 3 bulan Ditek Jaya 14 Needle Assy tahun 3 bulan Ditek Jaya UV-VIS DETECTOR 3 D2 Lamp bulan 3 bulan Ditek Jaya 16 Cell Gasket tahun 3 bulan Ditek Jaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.382, 2014 KEMENHAN. Peralatan Kesehatan. Lembaga Farmasi TNI. Standardisasi. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan

Industri farmasi yang sudah mendapat sertifikat CPOB, nantinya akan dikelompokkan menjadi 5 group : Pathological, dimana pada kelompok ini, pemenuhan QUIZ Apa saja aspek yg perlu diperhatikan pada bagian Bangunan dan Fasilitas dalam CPOB? Sebut dan jelaskan kelas2 berdasarkan tk.kebersihannya! Sebut dan jelaskan klasifikasi industri berdasarkan kepatuhannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. BAYER INDONESIA CIMANGGIS PLANT JL. RAYA BOGOR KM 32 DEPOK JAWA BARAT (31 AGUSTUS 30 OKTOBER 2015) PERIODE XLV DISUSUN OLEH: JEMMY KURNIAWAN, S.Farm. 2448715124

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. No.721, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.442, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PBF PT SAMMARIE TRAMEDIFA JL. CIPINANG MUARA 1 NO.23 C, PONDOK BAMBU, DUREN SAWIT, JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA PERIODE 3 APRIL 17 MEI 2013

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION JL. BUDI UTOMO NO. 1 JAKARTA PUSAT PERIODE 23 SEPTEMBER 01 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI 2014 7 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M. H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG, BEKASI PERIODE 18 JULI 16 SEPTEMBER 2011

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINNY

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK DI UNIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. AVENTIS PHARMA JAKARTA Disusun Oleh : Handi Hendra, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. OTTO PHARMACEUTICAL INDUSTRIES JL. Dr. SETIABUDHI KM 12,1 LEMBANG BANDUNG 1 AGUSTUS 27 SEPTEMBER 2016 PERIODE XLVII DISUSUN OLEH: MARIA FENNI KIOEK, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FERRON PAR PHARMACEUTICALS JALAN JABABEKA VI BLOK J No. 2-3, CIKARANG, JAWA BARAT PERIODE 1 JULI 26 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SARY

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci