MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN, DPR, DAN MAHKAMAH AGUNG (III) J A K A R T A RABU, 6 MEI 2015

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat [Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/ Ismet PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/ H. F. Abraham Amos 2. Johni Bakar, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung Rabu, 6 Mei 2015, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Arief Hidayat (Ketua) 2) Anwar Usman (Anggota) 3) Suhartoyo (Anggota) 4) Maria Farida Indrati (Anggota) 5) Wahiduddin Adams (Anggota) 6) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 7) Patrialis Akbar (Anggota) 8) Manahan Malontige Pardamean Sitompul (Anggota) Wiwik Budi Wasito Ida Ria Tambunan Panitera Pengganti Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon Perkara Nomor 112/PUU-XII/2014: 1. Ismet B. Pemohon Perkara Nomor 36/PUU-XIII/2015: 1. H. F. Abraham Amos 2. Johni Bakar 3. Rahmat Artha Wicaksana 4. Andreas Wibisono 5. Mohamad John Mirza 6. Mintarno 7. Ricardo Putra C. Pemerintah: 1. Budijono 2. Wicipto Setiadi 3. Nasrudin D. Pihak Terkait: 1. Takdir Rahmadi ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Nomor 36/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya, Pemohon 112 yang hadir siapa? Silakan. 2. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Terima kasih, Yang Mulia. Saya mohon, ada yang mau saya tanyakan. 3. KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak, saya suruh memperkenalkan, silakan kenalkan dulu. 4. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Nama saya Ismet. Saya Pemohon Nomor 112/PUU-XII/ KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pemohon 36, yang hadir? 6. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: ABRAHAM AMOS Terima kasih, Yang Mulia. Saya Abraham Amos, Pemohon I dalam Perkara Permohonan Nomor 036/PUU-XIII/2015. Terima kasih. 7. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pemerintah yang mewakili Presiden? 8. PEMERINTAH: NASRUDIN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir mewakili Presiden. Dari sebelah kiri saya, Bapak Dr. Wicipto Setiadi, Dirjen 1

5 Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM. Saya sendiri Nasrudin. Dan sebelah kanan saya, Bapak Budijono. Terima kasih, Yang Mulia. 9. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pihak Terkait Mahkamah Agung, saya persilakan Prof. 10. PIHAK TERKAIT: TAKDIR RAHMADI Terima kasih, Yang Mulia. Saya Takdir Rahmadi dari Mahkamah Agung, Ketua Pembinaan... Ketua Kamar Pembinaan. 11. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda kita pada siang hari ini adalah mendengarkan keterangan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung. Tapi DPR tidak hadir, maka pada kesempatan ini kita mendengarkan keterangan Presiden, kemudian keterangan Pihak Terkait dari Mahkamah Agung. Saya persilakan dari Presiden. 12. PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera. Izinkan kami membacakan keterangan Presiden atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Pemerintah. Menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, untuk selanjutnya disingkat Undang-Undang Advokat terhadap Ketentuan Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimohonkan oleh: 1. Ismet, S.H., M.H., yang selanjutnya disebut Pemohon. Sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU- XII/2014, tanggal 16 Oktober 2014, dengan perbaikan permohonan tanggal 17 November

6 2. Abraham Amos, S.H., dan kawan-kawan, dan Mohamad John Mirza, S.H., dan kawan-kawan, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon. Sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XIII/2015, tanggal 6 April 2015, dengan perbaikan permohonan tanggal 16 April Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Advokat sebagai berikut. I. Pokok Permohonan Para Pemohon. Kami izin untuk tidak membacakan mengenai pokok permohonan ini. II. Kedudukan Hukum Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum Para Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak dalam pengujian... dalam permohonan pengujian undang-undang a quo. III. Keterangan Pemerintah atas Materi Permohonan yang Dimohonkan untuk Diuji. Bahwa Para Pemohon dalam permohonannya mengajukan Pengujian Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Advokat yang menyatakan Pasal 4 ayat (1), Sebelum menjalankan profesinya, advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya. Ayat (3), Salinan Berita Acara Sumpah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh panitera pengadilan tinggi yang bersangkutan dikirimkan kepada Mahkamah Agung, menteri, dan organisasi advokat. Ketentuan di atas dianggap bertentangan dengan Ketentuan Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun Sebelum Pemerintah menguraikan penjelasan lebih lanjut mengenai materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwa selain tunduk pada Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Pasal 42 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang yang pada intinya secara tegas ditentukan bahwa terhadap materi muatan ayat, pasal, dan atau bagian dalam undang-undang yang telah dimohonkan untuk diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali, kecuali dengan alasan lain atau alasan yang berbeda. Pemerintah 3

7 mempertanyakan, apakah jika tidak dilaksanakannya putusan Mahkamah Konstitusi oleh setiap orang atau lembaga tertentu, ini termasuk kategori isu konstitusionalitas. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. Bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (1) undang-undang a quo pernah diputus dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 101/PUU-VII/2009, tanggal 30 Desember tahun 2009 dengan amar putusan mangabulkan permohonan Para Pemohon untuk sebagian dengan pertimbangan sebagai berikut. 1. Keharusan bagi advokat mengambil sumpah sebelum menjalankan profesinya merupakan kelaziman dalam organisasi dan suatu jabatan atau pekerjaan profesi yang tidak ada kaitannya dengan masalah konstitusionalitas atau norma in casu, norma hukum yang dimohonkan pengujian, sehingga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun Ketentuan bahwa pengambilan sumpah bagi advokat harus di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah hukumnya merupakan pelanjutan dari ketentuan yang berlaku sebelum lahirnya Undang-Undang Advokat yang memang pengangkatannya dilakukan oleh pemerintah in casu, Menteri Kehakiman, atau Menteri Hukum dan HAM. Setelah lahirnya Undang-Undang Advokat yang menentukan bahwa pengangkatan advokat dilakukan oleh organisasi advokat, vide Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Advokat bukan lagi oleh Pemerintah. Memang seolah-olah pengambilan sumpah yang harus dilakukan di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya tidak lagi ada rasionalitasnya. Akan tetapi, mengingat bahwa profesi advokat telah diposisikan secara formal sebagai penegak hukum, vide Pasal 5 Undang-Undang Advokat dan dalam rangka melindungi para klien dari kemungkinan penyalahgunaan profesi advokat, maka ketentuan yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Advokat tersebut juga konstitusional. 3. Meskipun demikian, ketentuan yang mewajibkan para advokat sebelum menjalankan profesinya harus mengambil sumpah, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat, tidak boleh menimbulkan hambatan bagi para advokat untuk bekerja atau menjalankan profesinya yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun Lagipula Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Advokat secara expressis verbis telah menyatakan bahwa advokat yang telah diangkat berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang- 4

8 Undang Advokat dapat menjalankan praktiknya sesuai dengan bidang-bidang yang dipilih. Bahwa dengan demikian, keharusan bagi advokat untuk mengambil sumpah sebelum menjalankan profesinya, tidak ada kaitannya dengan persoalan konstitusionalitas norma. Demikian juga mengenai keharusan bahwa pengambilan sumpah itu harus dilakukan di sidang terbuka pengadilan tinggi di wilayah domisili hukumnya sepanjang ketentuan dimaksud tidak menegasi hak warga negara in casu, para calon advokat untuk bekerja yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun Bahwa terjadinya hambatan yang dialami oleh para Pemohon untuk bekerja dalam profesi advokat pada dasarnya bukan karena adanya norma hukum yang terkandung dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat, melainkan disebabkan oleh penerapan norma dimaksud sebagai akibat adanya surat Mahkamah Agung yang melarang pengadilan tinggi mengambil sumpah para calon advokat sebelum organisasi advokat bersatu. Bahwa penyelenggaraan sidang terbuka pengadilan tinggi untuk mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat merupakan kewajiban atributif yang diperintahkan oleh undang-undang, sehingga tidak ada alasan untuk tidak menyelenggarakannya. Namun demikian, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat juga mengamanatkan adanya organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga para advokat dan organisasi-organisasi advokat yang saat ini secara de facto ada, yaitu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) harus mengupayakan terwujudnya organisasi advokat, sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Advokat adalah konstitusional sepanjang frasa disidang terbuka pengadilan tinggi wilayah domisili hukumnya harus dimaknai sebagai kewajiban yang diperintahkan oleh undang-undang, untuk dilaksanakan oleh pengadilan tinggi tanpa mengaitkannya dengan adanya dua organisasi advokat yang secara de facto ada dan sama-sama mengklaim sebagai organisasi advokat yang sah menurut Undang-Undang Advokat. Bahwa untuk mendorong terbentuknya organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat, maka kewajiban pengadilan tinggi untuk mengambil sumpah terhadap para calon advokat tanpa memperhatikan organisasi advokat yang saat ini secara de facto ada, 5

9 sebagaimana dimaksud dalam paragraf huruf G di atas yang hanya bersifat sementara untuk jangka waktu selama 2 tahun sampai terbentuknya organisasi advokat yang merupakan satusatunya wadah profesi advokat melalui kongres para advokat yang diselenggarakan bersama oleh organisasi advokat yang secara de facto saat ini ada. Bahwa apabila setelah jangka waktu 2 tahun organisasi advokat, sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (1) Undang- Undang Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang organisasi advokat yang sah diselesaikan melalui peradilan umum. Dua. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas, menurut Pemerintah, ketentuan a quo Undang-Undang Advokat sudah lepas dari isu konstitusionalitas, walaupun batu ujinya dalam permohonan ini berbeda, menurut Pemerintah maksud dan tujuan Para Pemohon adalah sama agar Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) undang-undang a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tiga. Oleh karena itu, menurut Pemerintah karena sudah diputus dalam Perkara Nomor 101/PUU-VII/2009 tanggal 30 Desember 2009 dengan amar putusan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, maka permohonan ini sudah kehilangan objectum litis karena sudah diputus. Empat. Jika Putusan Mahkamah Konstitusi tidak dilaksanakan, maka hal tersebut bukan isu konstitusionalitas, namun yang perlu dilakukan bagi setiap orang atau lembaga negara adalah wajib melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Atau bagi pembentuk undang-undang adalah segera melakukan upaya untuk merevisi Undang-Undang Advokat sesuai dengan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, terhadap dalil Para Pemohon atas Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Advokat, menurut Pemerintah sudah jelas dan tepat apabila isu penerapan norma ini diajukan ke peradilan umum, bukan pada Mahkamah Konstitusi. IV. Petitum. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ketentuan a quo Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 6

10 1. Menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima atau NO. 2. Menerima keterangan Presiden secara keseluruhan. 3. Menyatakan Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan Ketentuan Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Demikian, Yang Mulia. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih. Jakarta, Mei 2015, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 13. KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Dr. Wicipto. Berikutnya, keterangan dari Mahkamah Agung, saya persilakan Prof. Takdir. 14. PIHAK TERKAIT: TAKDIR RAHMADI Yang kami muliakan Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Para Anggota Mahkamah Konstitusi. Pertama-tama bahwa saya diperintahkan oleh Ketua Mahkamah Agung untuk mewakili Mahkamah Agung dalam kaitannya dengan surat dari Panitera Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan kehadiran Mahkamah Agung pada sidang yang mulia ini. Saya mohon maaf bahwa tidak menyiapkan keterangan tertulis. Saya hanya menyampaikan hasil rapat pimpinan. Bahwa pada dasarnya, masalah konstitusionalitas tidaknya Pasal 4 tadi, kami serahkan sepenuhnya kepada sidang Yang Mulia Mahkamah Konstitusi. Yang kedua, melihat pada kejadian-kejadian masa lalu, dimana Mahkamah Agung terseret dalam secara tidak langsung terseret dalam pertikaian atau konflik di antara organisasi profesi advokat, maka Mahkamah Agung ke depan, justru menginginkan tidak masalah jika misalnya pengambilan sumpah itu tidak harus dilakukan di hadapan sidang pengadilan tinggi. Jadi, kita bersifat imparsial, diserahkan kepada para profesi itu sendiri. Itulah inti dari sikap Mahkamah Agung. Bahwa Mahkamah Agung tidak dalam posisi sebenarnya apa mengakui atau tidak mengakui kedua organisasi yang bertikai itu. Jadi, intinya diserahkan kepada organisasi profesi advokat itu sendiri. 7

11 Demikianlah intinya dari sikap Mahkamah Agung, Yang Mulia. Terima kasih. 15. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Prof. Takdir. Berikutnya, apakah dari meja Hakim ada hal-hal yang perlu dimintakan pertanyaan, klarifikasi, atau pendalaman dari keterangan yang disampaikan oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung? Saya persilakan dari kanan dulu. Saya persilakan, Yang Mulia. 16. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Saya mau apa namanya minta penjelasan dari Pemerintah, Bapak Dr. Wicipto. Tadi antara lain di dalam keterangannya, menyatakan bahwa seharusnya atau seyogianya, pembentuk undang-undang segera melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Advokat dengan mengakomodasi atau memperhatikan putusan Mahkamah yang sudah disampaikan tadi. Jadi, mungkin kalimatnya tidak persis seperti itu, ya. Jadi, pembentuk undang-undang. Nah, Pemerintah kan pembentuk undang-undang, salah satu. Memang pembentuk undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat, tapi kan pemerintah adalah sebagai lembaga negara yang mempunyai hak kewenangan untuk mengajukan rancangan undang-undang. Saya ingin konfirmasi karena ini datangnya dari Pemerintah, kirakira persiapannya Pemerintah untuk mengajukan perubahan Undang- Undang Advokat dengan memperhatikan putusan MK, itu bagaimana? Itu satu. Saya kira itu saja. Terima kasih. Nanti bisa dijawab, enggak usah tertulis. Singkat, padat itu, Pak. 17. KETUA: ARIEF HIDAYAT Mulia. Dari Pak Pal, ada? Ya, Pak Hartoyo dulu. Saya persilakan, Yang 18. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Menyambung apa yang disampaikan Yang Mulia Pak Patrialis, memperhatikan jawaban dari Pihak Pemerintah memang kemudian menjadi mendua ya, Bapak. Artinya, di satu sisi Bapak mempersalahkan bahwa persoalannya ada pada penerapan norma yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Tapi 8

12 di sisi lain, juga mempersilakan organisasi advokat untuk mengambil sikap di peradilan umum ketika proses putusan MK yang Nomor 101 sampai sekarang, ternyata tidak juga menyelesaikan persoalan. Persoalannya sebenarnya, selama ini kan yang dipersoalkan Pemohon bahwa adanya surat dari Mahkamah Agung, sebenarnya kan justru ini pemahaman Mahkamah Mahkamah Konstitusi dalam hal ini, justru Mahkamah melihat bahwa Mahkamah Agung itu justru ingin konsisten dengan apa yang ada di pasal-pasal atau norma-norma yang ada di undang-undang itu sendiri sebenarnya. Sebagai ilustrasi begini, ada pasal yang mengatakan bahwa memang advokat ini harus dilembagakan sebagai penegak hukum. Kemudian yang kedua, advokat harus mewadah harus melebur ke dalam satu organisasi. Kemudian di sisi lain bahwa sebelum melaksanakan profesinya, harus menjalankan sumpah. Itu ada di pasalpasal, norma-norma itu ada di pasal yang ada di Undang-Undang Advokat (suara tidak terdengar jelas) Tentunya Mahkamah Agung akan dihadapkan pada pilihan yang sulit ketika harus menerima organisasi-organisasi yang lebih dari satu untuk di dilakukan penyumpahan, sementara amanat undang-undang itu adalah harus terwadahi dalam satu wadah organisasi. Kemudian yang kedua. Kalau Mahkamah Agung misalnya menerima lebih dari satu organisasi advokat, bagaimana ketika mereka menjalankan fungsi penegakan penegak hukum, yang tentunya ada fungsi-fungsi di dalam integrated criminal justice system di situ. Siapa nanti yang akan diakui ketika harus duduk bersama dengan lembaga penegak hukum-penegak hukum yang lainnya? Artinya, di situ beberapa norma itu yang sebenarnya meng menghadapkan pada pilihan yang sulit yang dilakukan oleh Mahkamah Agung. Bukan berarti bukan karena saya berasal dari Mahkamah Agung, bukan. Saya fairness dan impartial. Artinya, ini objektif dan apa adanya. Jadi, mestinya apa yang disampaikan Yang Mulia Pak Patrialis tadi, Pemerintah bukan semata-mata hanya berkutat pada argumentasi mempertahankan undang-undang ini, tapi mestinya harus melihat ke depan. Bagaimana undang-undang ini mestinya harus bisa? Paling tidak menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam masyarakat ini, khususnya para calon advokat ini, calon pengacara ini. Belum lama ini, sebenarnya DPR dan Pemerintah kan juga sudah hampir goal kan, melakukan perubahan Undang-Undang Advokat ini. Tapi, tadi Pemerintah tidak menyinggung, apa sih sebenarnya yang wacana yang akan diubah itu? Apakah menjawab kebutuhan ini apa tidak, kan tadi dari Pihak Pemerintah tidak tidak menjawab untuk itu, dan kenapa juga tidak segera perubahan itu dilakukan? Malah sebaliknya, justru mempertahankan undang-undang yang yang ini, yang sebenarnya di dalam implementasinya banyak menimbulkan 9

13 persoalan bukan karena persoalan penerapan norma semata, tapi lebih dari itu. Normanya sendiri yang saling ada ini pertentangan yang ketika itu dilaksanakan satu, akan apa akan berhadapan atau berbenturan dengan norma pasal yang yang lainnya. Jadi, harapan kami tentunya dari Mahkamah, bagaimana ke depan ini segera Pemerintah itu memperhatikan dengan pihak DPR segera. Di samping tadi juga barangkali dari Mahkamah Agung juga memang Mahkamah Agung sebenarnya ingin fair, ingin tidak ikut terlibat, tapi fakta di lapangan fakta fakta undang-undangnya seperti apa. Jadi, nanti ketika Mahkamah Agung menyumpah, asal siapa pun yang dari sembarang organisasi, nanti benturannya di wadah tunggal, Pasal 28 dilanggar. Itu, Pak. Jadi, artinya mohon ada (suara tidak terdengar jelas) ini dari pihak Pemerintah. Satu. Kemudian yang kedua, dari Bapak Prof. Takdir yang dari Mahkamah Agung. Barangkali, apakah benar ini sudah murni bahwa apa yang Prof. sampaikan tadi sudah demikian keputusan Pimpinan Mahkamah Agung? Sehingga akan menjadi guidance bagi Mahkamah untuk mengambil sikap juga. Ketika undang-undang ini belum belum bisa disikapi dengan perubahan, sementara Mahkamah juga barangkali kalau toh nanti bisa dipertimbangkan, kan juga tidak akan membiarkan yang di luar itu akan seperti ini terus. Apakah Mahkamah Agung juga sudah seperti apa yang disampaikan Prof Takdir tadi. Terima kasih, Yang Mulia. 19. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Yang Mulia Dr. Palguna, saya persilakan. 20. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, sebenarnya saya mirip dengan yang disampaikan terakhir oleh Yang Mulia Pak Dr. Suhartoyo. Apakah dengan keterangan dari Bapak dari Mahkamah Agung, dari Pihak Terkait, itu berarti secara implisit, maka Mahkamah Agung telah menarik suratnya yang... surat edaran, apa dulu bentuknya, gitu ya? Yang... maaf, saya lupa dengan itu, yang intinya, pokoknya tidak akan... ada dua hal kan? Tidak mengambil sumpah yang dari bukan peradilan. Kemudian atau yang kedua, tidak akan mengambil sumpah pada advokat sebelum organisasi advokat bersatu. Mungkin itu saja saya penegasannya, apakah dengan keterangan di hadapan sidang terbuka ini, itu bisa diartikan bahwa Mahkamah Agung telah menarik sikapnya dari... sebagaimana yang tertuang dalam surat... yang sampai sekarang itu menjadi hambatan bagi para advokat di dalam beracara di pengadilan. Kira-kira demikian saja pertanyaan saya, terima kasih. 10

14 21. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Saya tambah sedikit, Pak Ketua. 22. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, masih ada? Saya persilakan. 23. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, ini saya lupa tadi. Ya, yang mulia Prof. Takdir Rahmadi yang mewakili Mahkamah Agung. Karena ini kan memang persidangan kita adalah persidangan Mahkamah dan apa yang disampaikan oleh Prof. Takdir Rahmadi, saya kira, ini merupakan salah satu jalan keluar yang cukup apa namanya... cukup surprise, gitu, ya. Karena memang kita tahu bahwa persoalan organisasi advokat ini tidak pernah selesai dan banyak sekali kasusnya ke sini. Ini di samping ini ada lagi, Pak Takdir Rahmadi apa namanya... Pengujian Undang-Undang Advokat, banyak sekali. Termasuk masalah bagaimana cara memilih pimpinan Peradi itu sendiri, yang juga mereka mengatakan mereka sebagai anggota tidak ada kedaulatannya untuk memilih pimpinan, bagaimana? Kan begitu, ini persoalan juga. Jadi memang ini persoalan kita. Saya juga ingin dengan statement dari Prof. Takdir Rahmadi ini, barangkali bisa... terutama tentu Mahkamah Agung. Karena memang persoalan yang disampaikan oleh Para Pemohon ini sesungguhnya memang berkaitan dengan surat edaran Mahkamah Agung itu. Tapi dengan statement ini, kan sudah cukup bagus. Mungkin apa namanya ini... salah satu bentuk yang terbaik. Terima kasih, Prof, saya ingin memberikan komentar itu, simpatilah komentarnya. 24. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan dari Pemerintah terlebih dahulu, terus kemudian Prof. Takdir. 25. PEMERINTAH: WICIPTO SETIADI Terima kasih, Yang Mulia. Kami ingin merespons apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar dan Yang Mulia Dr. Suhartoyo. Yang pertama, memang betul bahwa Pemerintah merupakan salah satu pembentuk undang-undang. Dan pada waktu Prolegnas 2014 yang lalu, memang sebetulnya sudah dibahas RUU tentang Advokat, tapi memang ini ada dua kubu yang saling pengaruh-mempengaruhi dan 11

15 juga sering menjadi apa... hambatan bagi kami, mana yang akan kami jadikan patokan. Tapi sekali lagi, Yang Mulia. Bahwa kami dalam pembentukan undang-undang selalu menjadikan dasar putusan Mahkamah Konstitusi sebagai rohnya undang-undang itu. Tapi mohon maaf, Yang Mulia, kadang tidak mudah menerjemahkan, mengelaborasi, dan mengkonkretkan apa putusan Mahkamah Konstitusi. Kami sering debatnya panjang, apalagi kalau dengan DPR. Kalau di Pemerintah masih agak mudah, tapi kalau dengan DPR agak sulit untuk menerjemahkan isi putusan Mahkamah Konstitusi itu. Yang terjadi juga mengenai Undang-Undang MD3. Sampai sekarang mengenai putusan MK, itu sulit untuk dilaksanakan karena DPR-nya yang memang tidak ada kemauan untuk melaksanakan, padahal di Pemerintah dan DPD sudah satu untuk melaksanakan putusan MK terkait dengan Undang-Undang MD3. Nah, yang terkait dengan apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Dr. Suhartoyo, saya kira, kami sepakat, nanti akan coba elaborasi keterangan Pemerintah itu. Dan kami sebetulnya ke depan dalam pembentukan undang-undang ini, tidak lebih tidak melihat pada apakah itu konstitusional atau tidak, tapi melihat pada Putusan MK. Seperti apa Putusan MK itu? Kami akan jabarkan sepanjang itu kami bisa mengkonkretkan dan mewujudkan yang diamanatkan oleh Putusan MK itu. Demikian, terima kasih, Yang Mulia. 26. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Dirjen. Sekarang Prof. Takdir saya persilakan. 27. PIHAK TERKAIT: TAKDIR RAHMADI Terima kasih, Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, Pak Wakil, Para Anggota Mahkamah Konstitusi. Yang pertama saya respons adalah pertanyaan dari Yang Mulia I Dewa Gede Palguna. Bahwa sebenarnya tidak menarik, tetapi konteksnya pada waktu Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Bapak Harifin A. Tumpa mengeluarkan Surat 052/KMA/5/2009 kepada para ketua pengadilan tinggi, pada saat itu normanya seperti itu dan belum ada pengujian, kan begitu. Belum ada pengujian, belum ada persoalan. Jadi melihat bahwa intinya hanya ada satu organisasi, kemudian untuk menjadi profesi advokat harus dilantik di hadapan sidang terbuka pengadilan tinggi, maka sikap seperti itu. Nah, sekarang ada pengujian. Nah, membahas situasi ini, maka kita menyerahkan soal isu konstitusionalitas atau tidaknya kepada Mahkamah Konstitusi. Tapi, melihat pada persoalan-persoalan masa lalu, maka kita tidak ada 12

16 kepentingan untuk mempertahankan Pasal 4 itu. Bahkan, terhadap pasal mengenai satu-satunya organisasi itu pun kita tidak berkepentingan untuk menyatakan satu atau multibar ataupun hanya satu-satunya, begitu. Jadi kita menyerahkan persoalan itu kepada Pemerintah, begitu. Dan Mahkamah Konstitusi ketika hari ini diuji, kita tidak ada interest, tidak ada kepentingan untuk mempertahankan, harus monobar atau singlebar, atau multibar, dan kaitannya juga dengan penyumpahan harus di hadapan sidang terbuka pengadilan tinggi. Tidak ada kepentingan untuk mempertahankan itu. Jadi serahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi ke depan. Demikian, Yang Mulia. 28. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Prof. Baik, semua sudah anu, tinggal kita menunggu keterangan tertulis dari DPR. Sebelum saya menutup sidang, apakah dari Pihak Pemohon ada yang akan disampaikan? Saya persilakan, Pak. 29. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: ABRAHAM AMOS Ada, Yang Mulia. Terima kasih atas kesempatan ini. Terima kasih buat Wakil Pemerintah. 30. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak menanggapi ke Pemerintah dan ke Mahkamah Agung. 31. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: ABRAHAM AMOS Betul, kami mengucapkan terima kasih atas tanggapan, baik dari Pemerintah maupun Mahkamah Agung. Kami memberikan apresiasi bahwa semua konflik itu memang harus diselesaikan. Pada dasarnya yang menjadi persoalan, hanya SKMA itu, Surat Ketua Mahkamah Agung 052 terakhir dan 89. Nah, kami berpraktik, waktu bertanya dalam sidang pertama. Kami sampaikan apa adanya bahwa sebenarnya hak konstitusional kami itu yang dilanggar. Artinya, setiap persidangan kami dipermalukan. Nah, dengan adanya tanggapan Pemerintah dan Mahkamah Agung, kami apresiasi dan berucap syukur dengan syarat bahwa Pemerintahlah yang harus mendorong, sehingga akses di dalam Prolegnas itu dapat dilaksanakan dengan baik. Kami kira cuma itu. Terima kasih, Yang Mulia. 13

17 32. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Baik, jadi perlu saya sampaikan begini. Sesuai dengan Pasal 54 Undang-Undang MK. Sebetulnya kita tidak perlu meminta keterangan DPR, Pemerintah, dan Mahkamah Agung sudah bisa memutus dalam perkara ini, ya. Tapi kemudian, kita akan lebih memperjelas kembali keterangan ini, makanya kita buka persidangan ini ya. Karena itu, tadi saya potong Saudara Pemohon 112, saya tahu arahnya mau ke mana, saya juga sudah tahu, makanya saya potong. Sebetulnya, ini tuh diadakan sidang ini karena sebetulnya dari sisi yang lebih konfrehensif, kita ingin mendengar. Karena memang permasalahan ini muncul di dalam praktik selama ini dan kita mencoba persidangan ini untuk mencoba mengurai, memberikan jalan keluar yang sebaik-baiknya bagi masalah-masalah ini, gitu lho ya. Baik. Jadi, saya tahu itu Pemohon 112 itu sudah punya prasangka jelek kepada kita, makanya saya potong tidak usah ngomong, gitu lho. Kita itu sudah tahu pasti di lapangan, kita mau mencari jalan keluar sebaik-baiknya, ya. Terus terang saja, Saudara-Saudara dengan begitu tidak bisa cari makan. Kita itu mencoba untuk memberi jalan keluar yang terbaik. Tapi, ada di antara Para Pemohon, saya tahu persis itu Pemohon 112 sudah berprasangka buruk kepada kita. Padahal, kita itu semua bersembilan negarawan. Ada warga negara yang sulit mencari makan, maka kita mencoba untuk mencari jalan keluar. Nah, ini tadi sebetulnya meminta bertanya mau su uzannya itu mau dikeluarkan, makanya sudah saya potong terlebih dahulu. Ya, Saudara Ismet, ya? Jangan ketawa-ketawa! Enggak usah bicara lagi! Sudah saya sudah tahu Anda itu, ya! Baik. Saya kira, apakah perlu masih mengajukan saksi atau ahli dari Pemohon? Atau sudah cukup? Saya persilakan, Perkara 112 dulu. Pak Mos berikutnya, ya. Silakan. 33. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Terima kasih atas waktunya, Yang Mulia. Saya merasa perlu untuk mengajukan saksi. 34. KETUA: ARIEF HIDAYAT Perlu? 35. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Perlu. 14

18 36. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik kalau begitu. 37. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Terima kasih. 38. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saksinya berapa yang mau diajukan? 39. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Saya belum tahu mau berapa. 40. KETUA: ARIEF HIDAYAT Loh, mau diagendakan, kok belum tahu, gimana? 41. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Masalahnya, para saksi yang nanti akan saya ajukan, belum saya hubungi lagi. 42. KETUA: ARIEF HIDAYAT Lah, kalau enggak siap, bagaimana? Terus, kita agendanya gimana? Saksinya berapa? 43. PEMOHON PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014: ISMET Satu saja cukup, Yang Mulia. 44. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya. Kalau gitu, kita catat satu, ya. Jadi, yang pasti, ya. Satu saksi dari Pemohon 112, ya? Baik. Dari Pemohon 36 Tahun 2015? 45. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: RAHMAT ARTHA WICAKSANA Ya. Kami saya Pemohon III mewakili mewakili ( ) 15

19 46. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, saya tahu. Yang 36, ya? 47. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: RAHMAT ARTHA WICAKSANA Ya. 48. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 49. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: RAHMAT ARTHA WICAKSANA Kami menyerahkan kepada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi ( ) 50. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Jadi, sudah tidak perlu, ya? 51. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: RAHMAT ARTHA WICAKSANA Hakim. Karena tadi statement itu harus untuk mencari jalan terbaik ( ) 52. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, makanya itu. 53. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: RAHMAT ARTHA WICAKSANA Dari pelanggaran hak yang kami selama ini rasakan. Jadi, kami menyerahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia Mahkamah Konstitusi ( ) 54. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kita negarawan, enggak mungkin bermain-main, ya. Jadi, saya kira itu yang su uzan yang enggak benar itu harus dibuang jauh, ya? Baik. Kalau begitu, persidangan yang berikutnya hanya satu saksi ya dari Pemohon

20 Sidang berikutnya akan diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 20 Mei tahun ( ) 55. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: JOHNI BAKAR Izin, Yang Mulia. 56. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 57. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: JOHNI BAKAR Saya Johni Bakar, mungkin ada ingin mempertegas saja, kebetulan dari Mahkamah Agung. Artinya, dari hal yang disampaikan oleh Mahkamah Agung tadi, mungkin di sini ada satu bentuk sedikit trauma dari kami, gitu ya. Dalam pasca-putusan 101, yang memang selama ini jelas tidak diindahkan. Makanya, dari jawaban Mahkamah Agung tadi kepada Yang Mulia, itu juga kami ingin bertanya. Bentuk wujud apa daripada jaminan ( ) 58. KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu nanti anu tidak perlu dianukan sekarang, nanti kita yang anukan. Dalam putusan kita nanti bagaimana ( ) 59. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: JOHNI BAKAR Oke. 60. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak perlu dianu langsung, ya? 61. PEMOHON PERKARA NOMOR 36/PUU-XIII/2015: JOHNI BAKAR Oke, siap. Terima kasih, Yang Mulia. 62. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya. Baik. Kalau begitu baik. Jadi, sidang berikutnya Rabu, 20 Mei tahun 2015, pada pukul WIB, dengan agenda untuk mendengarkan keterangan DPR dan satu orang saksi dari Pemohon Nomor 112, ya. 17

21 Baik. Saya ulangi, sidang berikutnya Rabu, 20 Mei 2015, pada pukul WIB, dengan agenda untuk mendengarkan keterangan DPR dan satu orang saksi dari Pemohon 112. Baik. Pemerintah, cukup toh? Enggak, tadi saya dari wajahnya sudah bisa (suara tidak terdengar jelas) kalau sudah cukup. Dari Pihak Terkait juga sudah cukup, makanya sebetulnya sudah cukup, tapi ini peme... saya juga ya, silakan saja 112 untuk mengajukan saksi, ya. Baik. Jadi, saya ulangi kembali, Rabu, 20 Mei 2015, pada pukul WIB, dengan mendengarkan keterangan DPR dan saksi dari Perkara 112. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 6 Mei 2015 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 18