PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET."

Transkripsi

1 PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET Oleh: EKO WAHYUDI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 EKO WAHYUDI. F Pengaruh Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air Terhadap Mutu Kulit Samoa Pada Penyamakan Kulit Dengan Minyak Biji Karet. Dibawah bimbingan Ono Suparno. RINGKASAN Kulit merupakan suatu jaringan protein yang tersusun dari kolagen. Kolagen merupakan protein berbentuk serat dan berserabut putih. Kulit diolah dari kulit segar menjadi kulit siap pakai atau jadi melalui proses penyamakan kulit. Salah jenis penyamakan adalah penyamakan menggunakan minyak untuk menghasilkan kulit yang lembut dan lentur yang dinamakan kulit samoa. Kulit samoa merupakan produk kulit olahan yang populer dalam perdagangan, karena mempunyai penggunaan khusus. Dewasa ini, kulit samak minyak diproduksi dengan menggunakan minyak ikan sebagai bahan penyamak utamanya. Akan tetapi, terkendala bau, warna dan mahalnya minyak ikan, maka untuk mengurangi masalah tersebut perlu dilakukan usaha-usaha untuk mensubstitusi minyak ikan dengan minyak nabati, yang salah satunya adalah minyak biji karet. Masalah lai adalah waktu oksidasinya yang cukup panjang (sekitar 2 minggu). Hal ini membuat proses produksi penyamakan kulit samoa memerlukan waktu yang lama; lebih banyak waktu terbuang dalam proses oksidasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi natrium perkarbonat yang digunakan sebagai bahan pengoksidasi dan jumlah air terhadap mutu kulit samoa yang dihasilkan. Selain itu, penelitian bertujuan untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara menganalisis parameter fisikokimia minyak biji karet. Penelitian utama dilakukan dengan mengoksidasi kulit yang telah disamak berdasarkan perlakuan kombinasi konsentrasi natrium perkarbonat pada taraf 2%, 4%, dan 6 % dan konsentrasi air 70%, 50% dan 30% dengan ulangan sebanyak dua kali. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial acak lengkap. Dari penelitian pendahuluan diperoleh persentasi kulit biji karet sebesar 49% dan persentasi daging biji karet sebesar 51%. Nilai karakteristik minyak biji karet yang diperoleh adalah bobot jenis 0,94 (b/v), viskositas 48,4 centistokes, warna 2713 Unit PtCo, bilangan iod 115 g iod/100 g minyak, bilangan penyabunan 350 mg KOH/g minyak, bilangan peroksida 24 miliekuivalen/1000 g minyak, bilangan asam 15 mg KOH/g minyak, dan asam lemak bebas 5,8%. Dari penelitian utama diperoleh konsentrasi natrium perkarbonat berpengaruh nyata terhadap ketebalan kulit, kadar minyak. Sedangkan untuk jumlah air yang digunakan berpengaruh nyata hanya terhadap kadar minyak kulit samoa. Perlakuan percobaan yang terpilih berdasarkan adalah konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air sebesar 50%. Sifat fisik yang diperoleh adalah suhu pengerutan 71 o C, ketebalan 0,87 mm, kekuatan tarik sebesar 35,95 N/mm 2, elongasi sebesar 129%, kekuatan sobek sebesar 82,01 N/mm, daya serap air 226% (2 jam) dan daya serap air 303% (24 jam). Sifat kimia yang diperoleh adalah ph 7,45, kadar minyak sebesar 8,1% dan kadar abu sebesar 1,3%. Sifat organoleptik adalah kehalusan 6 7, warna 7 8, dan bau 7 8. i

3 EKO WAHYUDI. F The Effects of Amounts of Sodium Percarbonate and Water on The Quality Rubber Seed Oil Tanned Chamois Leather. Under Supervision of Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. Summary Chamois leather is a popular product in trading, because it has specific uses. Nowadays, chamois leather is produced with fish oil as a main oil tanning agent. The problem are odors and colour of the product as well as the expensiveness of the fish oil. To overcome the problem, subtitution of the fish oil with vegetable oil, such as rubber seed oil. May be carried out other problem is oxidation needs a long time, such as about 2 weeks. This causes production process of tanning leathers tanning chamois needs long time. The objectives of this research were to understand the effect of amounts of sodium percarbonate and water in chamois leather tanning using rubber seed oil on the quality of the chamois leather. Besides that, this research also aimed to get the best combination of the factors. The preliminary research was carried out by analyzing the physico-chemical properties of rubber seeds oil. The main research was done by tanning of sort skin pickeld pelt. In its oxidation, combination of 2%, 4%, and 6 % of sodium perkarbonat and 70%, 50% dan 30% of water were used. The experimental design used was completely random factorial design. The results of preliminary research were rubber seed consisted of 49% shell and 51% endosperm. The characteristics of the rubber seed oil were density of 0.94 (g/cm 3 ), viscosity of 48.4 centistokes, colour of 2713 PtCo units, acid value of 15.2 mg KOH/g oil, FFA of 5.82 %, iodine number of 113 g iodine/ 100 g oil, saponification value of mg KOH/g oil, and peroxide number of miliekuivalen/1000 g oil. The main research show that sodium percarbonate amount significantly affected thickness and oil content; amount of water significantly affected oil content of the leather; The interaction between sodium percarbonate and water significantly affected ash content and oil content. The optimum conditions for the oxidation were amount of sodium percarbonate of 4% and water at 50%. The physical properties of the leather were shrinkage temperature of 71 o C, thickness of 0.87 mm, tensile strength of N/mm 2, elongation of 129%, tear strength of N/mm, water absorption of 226% (2 hours) and 303% (24 hours). The chemical properties were ph of 7.45, oil content of 8.1% and ash contain of 1.3%. The organoleptic properties were softness of 6 7, colour of 7-8, and odour of 7 8. ii

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul : Pengaruh Konsentrasi Natrium Perkarbonat Dan Jumlah Air Terhadap Mutu Kulit Samoa Pada Penyamakan Kulit Dengan Minyak Biji Karet Nama : Eko Wahyudi NIM : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ono Suparno, S.TP, MT NIP Mengetahui: Kepala Departemen Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP Tanggal Lulus : 13 Januari 2010 iii

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konsentrasi Natrium Perkarbonat Dan Jumlah Air Terhadap Mutu Kulit Samoa Pada Penyamakan Kulit Dengan Minyak Biji Karet adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 Eko Wahyudi NRP F iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal 24 Februari 1986 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Edwin dan Ibu Mainarti. Pada tahun 1992 penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Murni dan pada tahun yang sama melanjutkan jenjang pendidikan di SD Negeri 06 Maninjau dan lulus pada tahun Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri I Maninjau dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Maninjau dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri I Maninjau dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan seperti Agrifarma ( ) dan pengurus FROMTIN. Penulis juga pernah mengikuti praktek lapang/magang yaitu Praktek Lapangan di PT Tambi, Wonosobo. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air Terhadap Mutu Kulit Samoa Pada Penyamakan Kulit Dengan Minyak Biji Karet. untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian di bawah bimbingan Dr. Ono Suparno S.TP. MT. v

7 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan kuasa-nya hingga skripsi yang berjudul Pengaruh Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air Terhadap Mutu Kulit Samoa Pada Penyamakan Kulit Dengan Minyak Biji Karet dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam Penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang selalu memberikan suri teladan kepada umat manusia. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tak luput dari bantuan berbagai pihak. Dengan penuh ketakziman Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT beserta Rasul-Nya atas segala nikmat, rahmat, dan petunjuk- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu tercinta atas segala harapan, kasih sayang, semangat dan dukungan baik moral maupun materi, serta doa yang tulus kepada penulis. 3. Adik tercinta (Dini Dwi Dharma) serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan do a, semangat, dan kasih sayang. 4. Astrid Endah Kurnia dan keluarga yang selalu memberikan semangat, doa, perhatian, dan kasih sayang. 5. Bapak Dr. Ono Suparno, STP, M.T, atas bimbingan, arahan, nasehat, dan dukungannya. 6. Bapak Muslich Dan Ibu Mulyorini sebagai dosen penguji 7. Zaini Fahrozi dan Fherdes Setiawan, teman satu tim atas segala bantuan dan kerjasamanya. 8. Ibu Ega dan Bapak Gunawan dari Laboratorium Dasar Ilmu Terapan I dan II Fakultas Teknologi Pertanian IPB, serta Bapak Ali dari Laboratorium Pengolahan Kimia Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Bogor, atas bimbingan, arahan, dan bantuannya dalam penyediaan alat dan bahan kimia untuk penelitian. vi

8 9. Teman-teman TIN 41, atas segala semangat, dukungan, kekompakan, kerja sama, dan kebersamaannya. 10. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran yang membangun senantiasa Penulis harapkan untuk perbaikan diri di masa yang akan datang. Permohonan maaf Penulis sampaikan setulustulusnya kepada semua pihak karena tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua, mampu memberikan arti dan menambah wawasan bagi yang membaca. Amien. Bogor, Januari 2010 Penulis vii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. Kulit...3 B. Penyamakan Kulit... 5 C. Penyamakan Minyak... 7 D. Kulit Samak Minyak (chamois leather) E. Minyak Biji Karet F. Natrium Perkarbonat III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat B. Waktu dan Tempat C. Tatalaksana Penelitian D. Metode E. Rancangan Percobaan F. Analisis Sifat-Sifat Kulit Samoa G. Pengolahan Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Persentase Bagian Bagian Biji Karet Karakterisasi Minyak Biji Karet B. Penelitian Utama Proses Penyamakan Sifat Fisik Kulit a. Ketebalan b. Kekuatan Tarik c. Kemuluran (Elongasi) viii

10 d. Kekuatan Sobek e. Daya Serap Air Sifat Kimia Kulit a. ph b. Kadar Minyak c. Kadar Abu Sifat Organoleptik Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan Mutu Kulit V. KESIMPULAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Tabel 1. Persyaratan mutu kulit chamois menurut SNI Tabel 2. Persyaratan mutu kulit chamois untuk kulit sarung tangan Tabel 3. Persyaratan mutu kulit chamois untuk orthopaedic leather Tabel 4. Komposisi kimia daging biji karet Tabel 5. Proses Penyamakan Kulit Tabel 6. Persentase kulit dan daging biji karet Tabel 7. Karakteristik minyak biji karet x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis... 3 Gambar 2. Penampang kulit... 4 Gambar 3. Penampakan kulit samak secara vertikal... 5 Gambar 4. Polimerisasi Glutaraldehida... 9 Gambar 5. Reaksi Antara Protein dan Glutaraldehida... 9 Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan Gambar 7. Reaksi hidrolisis trigliserida Gambar 8. Suhu Pengerutan Kulit Pikel dan Kulit Samak Aldehid Gambar 9. Histogram Suhu Pengerutan Setelah Penyamakan Minyak Gambar 10. Arah jaringan serat kolagen pada kulit Gambar 11. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Ketebalan Kulit Gambar 12. Interaksi antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Ketebalan Gambar 13. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Tarik Perpendicular Gambar 14. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Kekuatan Tarik Paralel Gambar 15. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan kekuatan tarik rata-rata Gambar 16. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Elongasi Sampel Paralel Gambar 17. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Elongasi Sampel Perpendicular Gambar 19. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan elongasi sampel rata-rata Gambar 20. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Sobek Paralel Gambar 21. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Sobek Perpendicular xi

13 Gambar 22. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan kekuatan sobek rata-rata Gambar 23. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Daya Serap Air 2 Jam Gambar 24. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Daya Serap Air 24 Jam Gambar 25. Histogram hubungan antara konsentrasi sodium perkarbonat, konsentrasi air dan ph Gambar 26. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Konsentrasi Air Dan Kadar Minyak Gambar 27. Interaksi antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Kadar Minyak Gambar 28. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, konsentrasi air dan kadar abu Gambar 30. Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik kehalusan Gambar 31. Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik warna Gambar 32. Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik bau xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis dan uji Lampiran 2. Hasil analisis uji suhu pengerutan setelah penyamakan minyak Lampiran 3. Hasil analisis uji ketebalan Lampiran 4. Hasil analisis uji kekuatan tarik perpendicular kulit samak minyak63 Lampiran 5. Hasil analisis kekuatan tarik paralel kulit samak minyak Lampiran 6. Hasil analisis kekuatan tarik rata rata (pararel dan perpendicular) kulit samak minyak Lampiran 7. Hasil analisis elongasi sampel perpendicular kulit samak minyak. 67 Lampiran 8. Hasil analisis elongasi sampel paralel kulit samak minyak Lampiran 9. Hasil analisis elongasi rata-rata sampel kulit samak minyak Lampiran 10. Hasil analisis kekuatan sobek perpendicular kulit samak minyak.. 70 Lampiran 11. Hasil analisis kekuatan sobek paralel kulit samak minyak Lampiran 12. Hasil analisis kekuatan sobek rata-rata kulit samak minyak Lampiran 13. Hasil analisis daya serap air 2 jam kulit samak minyak Lampiran 14. Hasil analisis daya serap 24 jam kulit samak minyak Lampiran 15. Hasil analisis ph kulit samak minyak Lampiran 16. Hasil analisis kadar minyak kulit samak minyak Lampiran 17. Hasil analisis kadar abu kulit samak minyak Lampiran 18. Hasil penilaian uji organoleptik xiii

15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan komoditas kulit. Kulit merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia. Kulit digunakan dalam pembuatan sepatu, tas, travelling goods, baju, dan lain-lain. Bahan baku kulit berasal dari kerbau, sapi, domba dan kambing. Kulit merupakan suatu jaringan protein yang tersusun dari kolagen. Kolagen merupakan protein berbentuk serat dan berserabut putih. Kulit diolah dari kulit segar menjadi kulit jadi melalui proses penyamakan kulit. Ada berbagai jenis proses penyamakan, salah satunya adalah penyamakan minyak untuk menghasilkan kulit samak yang lembut dan berdaya serap air tinggi. Produk tersebut dikenal dengan nama kulit samoa (chamois leather). Kulit samoa merupakan produk kulit olahan yang populer dalam perdagangan, karena mempunyai penggunaan khusus, misalnya dalam penyaringan gasolin kualitas tinggi dan pembersihan alat-alat optik (kacamata, kaca jendela, dan kendaraan bermotor). Dewasa ini, kulit samak minyak diproduksi dengan menggunakan minyak ikan sebagai bahan penyamak utamanya. Penyamakan dengan menggunakan minyak ikan tersebut menghadapi masalah bau yang ditimbulkan oleh sisa minyak ikan yang teroksidasi yang menempel pada produk kulit samoa. Kulit samoa yang dibuat secara konvensional berasosiasi dengan kelemahan, seperti ketidakseragaman akibat keragaman dalam distribusi dan bau yang berhubungan dengan minyak ikan (Krishnan et al., 2005). Bau minyak ikan dalam kulit samoa menyebabkan masalah estetika. Selain itu, penyamakan menggunakan minyak ikan menghadapi kendala untuk kelestarian ikan-ikan laut penghasil minyak ikan, seperti cod, sardine, herring, dan hiu (Krishnan et al., 2005). Bau tersebut sampai saat ini belum dapat dihilangkan dengan sempurna. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah tersebut perlu dilakukan usaha-usaha untuk mensubstitusi minyak ikan dengan minyak nabati, misalnya minyak biji karet dalam penyamakan kulit samoa. Minyak biji karet adalah salah satu bahan penyamak kulit yang diduga dapat menggantikan minyak ikan. 1

16 Proses oksidasi setelah penambahan minyak bisa memerlukan waktu yang realtif lama, yakni 9 hari (Suparno, 2009). Hal ini membuat proses produksi kulit samoa memerlukan waktu yang lama. Waktu oksidasi yang relatif lama tersebut dapat diperpendek dengan menggunakan bahan pengoksidasi tertentu, misalnya natrium perkarbonat. Natrium perkarbonat merupakan bahan kimia yang mengandung natrium karbonat dan zat pengoksidasi yang sangat kuat, yakni hidrogen perosida (H 2 O 2 ). Berdasarkan latar belakang di atas, maka pada penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat dan air terhadap mutu kulit samoa pada penyamakan kulit samoa menggunakan minyak biji karet. B. Tujuan Penelitian Penelitian penyamakan kulit dengan menggunakan natrium perkarbonat dan air bertujuan : 1. menentukan pengaruh natrium perkarbaonat dan air terhadap proses penyamakan kulit samoa. 2. menentukan kombinasi konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang terbaik untuk penyamakan kulit. 3. menganalisis mutu kulit samoa yang dihasilkan. 2

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu tumbuh. Kulit berfungsi melindungi badan atau tubuh dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu (Suardana et al., 2008) Menurut Judoamidjojo (1974), struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis (histology). Secara makroskopis, kulit hewan dibagi atas beberapa daerah yaitu daerah krupon (croupon), kepala dan leher, serta daerah kaki, ekor dan perut. Secara mikroskopis, kulit hewan terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Keterangan : A,B Bagian kepala dan leher ; C,D Krupon ; EF Ekor, perut, dan kaki Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) Pembagian kulit secara makroskopis adalah pembagian yang mengacu kepada bagian-bagian kulit yang pada umumnya disamak dan menunjukkan kualitas kulit. Daerah krupon adalah bagian terpenting dari kulit hewan karena bagian ini meliputi 55% dari seluruh kulit. Pada bagian ini, terdapat jaringan yang rapat dan kuat. Daerah kepala dan leher meliputi sekitar 23% dari seluruh kulit. Ketebalan kulit pada daerah kepala dan leher relatif lebih tebal dari daerah lainnya, tetapi mempunyai jaringan yang lebih longgar dari 3

18 daerah krupon. Daerah kaki, perut dan ekor, meliputi 22% dari seluruh kulit. Pada daerah perut, ketebalan kulit relatif tipis dan jaringannya longgar, sedangkan daerah kaki kulit lebih tebal dan jaringan lebih padat (Judoamidjojo, 1974). Kulit hewan secara mikroskoskopis (histologis) dibagi berdasarkan struktur lapisan yang menyusun kulit. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Lapisan epidermis juga disebut lapisan tanduk, yang berfungsi sebagai pelindung pada hewan hidup. Korium merupakan tenunan kolagen kulit yang merupakan bahan utama dalam proses-proses penyamakan. Korium sebagian besar dibangun oleh serat kolagen yang merupakan benang-benang halus yang berkelok kelok dalam berkas-berkas yang terbungkus lembaran anyaman atau tenunan retikular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain dari tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin. Keterangan :1. Rambut, 2. Lubang rambut, 3. Kelenjar lemak, 4. Kantong rambut, 5. Kelenjar keringat, 6. Sel lemak, 7.Pembuluh darah, 8. Syaraf, 9. Serat Collagen, 10. Tenunan lemak, Gambar 2. Penampang kulit (Suardana et al., 2008). Komposisi kimia kulit terdiri dari dua golongan yaitu golongan protein dan golongan non protein. Protein berbentuk terdiri dari kolagen, elastin, dan keratin. Kolagen merupakan bagian terpenting dalam teknologi kulit, karena kolagen menjadi dasar susunan kulit samak dan dapat tahan terhadap enzim proteolitik. Protein tak berbentuk (globular protein) merupakan media bagi protein berbentuk, dapat larut dalam air dan mudah terdenaturasi karena pemanasan. Protein tak berbentuk terdiri dari albumin globulin. Golongan 4

19 non protein terdiri dari air, lipid, dan bahan mineral. Persentase kandungan kimia dalam kulit adalah air 65%, lemak 1,8%, bahan mineral 0,2% dan protein 33% (Judoamidjojo, 1974) Air di dalam kulit ada dua macam yaitu air yang terikat dengan protein (polar) dan air yang bebas (kapiler). Air yang terikat kira-kira 1/3 bagian, sedangkan air yang bebas 2/3 bagian. Bagian kulit secara makroskopis yang mengandung air paling banyak adalah bagian perut, sedangkan bagian yang paling sedikit adalah bagian krupon. Bagian kulit secara mikroskopis yang memiliki kandungan air paling banyak adalah korium. Lipid paling banyak terdapat pada bagian subkutis kulit. Hewan yang memiliki bulu tebal pada umumnya memiliki kandungan lemak yang lebih banyak. Bahan mineral dalam kulit terdiri dari K, Ca, Fe, P, dan umumnya sebagian garam klorida, sulfat, karbonat, dan fosfat ; sedikit SiO 2, Zn, Ni, As, Fe, dan S (Purnomo, 1985). Gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Penampakan kulit samak secara vertikal (Dempsey, 1974) B. Penyamakan Kulit Penyamakan adalah proses merubah sifat kulit yang tidak stabil (kulit mentah) menjadi stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia dan pelakuan fisik (Anonim, 1985). Menurut Judoamidjojo (1974), penyamakan adalah suatu rangkaian pengerjaan terhadap kulit mentah dengan zat penyamak, sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia dan biologis menjadi stabil pada tingkat tertentu. Tujuan pokok dari 5

20 penyamakan kulit adalah untuk mengahasilkan kulit samak yang sesuai dengan mutu kulit yang dikehendaki. Dengan kata lain, penyamakan adalah proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit, dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al., 2005). Kulit samak yang telah digunakan orang untuk berbagai keperluan sejak ribuan tahun lalu, mempunyai sifat istimewa yang tidak dimiliki oleh bahan alami maupun bahan buatan manusia yang lain. Kulit samak dapat mengeras tetapi dapat pula sangat lembut dan lugas seperti tekstil. Kulit samak tidak hanya kuat, tahan lama serta lugas tetapi juga mempunyai struktur berpori yang unik sehingga dapat bernapas (Judoamidjojo, 1981). Penyamakan bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, kimia atau fisis menjadi kulit tersamak yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Mekanisme penyamakan kulit pada prinsipnya adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit, sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit (Purnomo, 1991). Penyamakan dapat dilakukan dengan banyak cara tergantung bahan yang digunakan. Secara praktis penyamakan dapat digolongkan menjadi 5 sebagai berikut: a. Penyamakan nabati, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari tumbuhan, contohnya kulit akasia, segawe, tengguli, mahoni, kayu quebracho (Anonim, 1996). b. Penyamakan mineral, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak mineral, contohnya kromium, besi, cobalt dan zirconium (Judoamidjojo, 1974). c. Penyamakan aldehid, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak aldehid, contohnya formaldehida, glutaraldehida dan oksazolidin (Suparno, 2009). d. Penyamakan minyak, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain (Anonim, 1996). 6

21 e. Penyamakan sintetis, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak sintetis. Bahan penyamak sintetis terdiri dari dua bagian, yaitu bahan penyamak sintetis alifatis dan bahan penyamak sintetis aromatis (Judoamidjojo, 1974) Pemilihan metode penyamakan didasarkan pada sifat-sifat yang diperlukan dalam produk akhir kulit, biaya bahan-bahan kimia, pabrik atau peralatan yang tersedia, dan jenis bahan mentah (Sharpouse, 1995). C. Penyamakan Minyak Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse, 1985). Penyamakan minyak, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain (Anonim, 1996). Penyamakan minyak adalah metode penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak (chamois leather). Kulit samak tersebut terkenal dengan sifatnya yang dapat menahan/menyerap air, yang berguna untuk pembersihan dan mengeringkan permukaan, misalnya jendela. Umumnya, penyamakan minyak dilakukan dengan oksidasi in situ minyak tidak jenuh, misalnya minyak hati cod. Penyamakan minyak merupakan salah salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan serangan mikroorganisme, suhu pengerutan (shrinkage temperature/ts)-nya tidak meningkat secara signifikan diatas suhu pengerutan kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi (Suparno, 2009). Metode tradisional pembuatan kulit chamois adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan 7

22 kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse, 1981; Dewhurst, 2004). Dalam finishing, kulit diwarnai dengan bahan pewarna (dye) untuk meningkatkan keindahannya atau untuk keperluan mode (fashion). Umumnya, warna diperoleh dengan cara menggunakan pewarna asam atau premetallised yang menghasilkan warnawarna cerah (Covington et al., 2005). Proses penyamakan dalam pembuatan kulit samoa memiliki dua tahapan. Tahapan pertama, kulit melalui proses penyamakan menggunakan aldehida. Beberapa aldehida memiliki reaktifitas terhadap serat kolagen dan mencegah pembusukan kulit hewan. Diantara aldehida, formaldehida (HCHO) telah diketahui sebagai bahan penyamak. Fiksasi formaldehida oleh protein pada serat-serat kolagen adalah diikuti dengan perubahan-perubahan dalam sifat-sifat fisik kulit, yakni peningkatan kestabilan termal dan resistansi terhadap penguraian oleh enzim triptik. Kestabilan hidrotermal serat kolagen yang disamak dengan formaldehida adalah meningkat dengan peningkatan konsentrasi dan suhu dalam penyamakan. Suhu pengerutan kulit samak formaldehida samapai 80 o C. Penyamakan dengan formaldehida menghasilkan kulit samak putih dan hidrofilik (Suparno, 2009). Senyawa beraldehida bereaksi dengan grup amino bebas lysine: Collagen-NH 2 + HCHO Collagen-NH-CH 2 OH Grup N-hidroksimetil sangat reaktif dan reaksi crooslinking terjadi pada grup amino kedua: Collagen-NH-CH 2 OH + H 2 N-Collagen Collagen-NH-CH 2 -NH-Collagen Glutaraldehida (OCH-(CH 2 ) 3 -CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit yang dapat meng-croos-link protein juga. Karena penggunaan formaldehida dalam penyamakan kulit menurun (berbahaya), penggunaan glutaraldehida sebagai bahan pengganti meningkat. 8

23 Gambar 4 menunjukkan struktur dialdehida alifatik tersebut dalam larutan. Struktur tersebut merupakan sebuah struktur penghubung antara 2 molekul glutaraldehida yang bereaksi (Gambar 5). +H 2 O O O OH HO HO OH -H 2 O OH O O O O n O OH Gambar 6. Polimerisasi Glutaraldehida (Covington, 2009) Collagen-NH 2 + O O Collagen-N O stable Sciff base N O O O N HO N OH HO n OH Collagen Collagen Collagen Gambar 7. Reaksi Antara Protein dan Glutaraldehida (Covington, 2009) Glutaraldehida dapat memberikan softening effect pada kulit samak. Kulit samak yang dihasilkan dengan penyamak aldehida digunakan dalam pembuatan sarung tangan, pelapis (lining), insoles, sepatu dan kulit samoa (chamois leather) (Krishnan et al., 2005). Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida memiliki sifat tahan cuci dan hidrofilik. Suhu pengerutannyapun mirip. Namun, warnanya berbeda, glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah ditawarkan ke industri, yakni Relugan GTW, turunan tambahan bisulfit. Bahan tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT 50, yang merupakan larutan 50% 9

24 dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning agents untuk seluruh jenis kulit samak. Produk tersebut diproduksi BASF (Suparno, 2009). Tahapan kedua, setelah disamak dengan aldehida kemudian kulit melalui proses penyamakan minyak. Proses penyamakan menggunakan aldehida menghasilkan kulit yang tegar dan kaku, agar menjadi lemas dan lentur maka kulit tersebut harus melalui proses penyamakan menggunakan minyak. Proses ini dilakukan dengan mengabsorbsi minyak ke dalam jaringan kulit. Selain itu, proses tersebut menyebabkan kulit memiliki daya serap air yang tinggi (Bayle, 1975). Hal ini disebabkan karena minyak yang telah terabsorsi membuat rongga antara serat-serat yang rapat oleh penyamakan aldehida. Rongga-rongga tersebut menciptakan retensi air yakni efek menjaga struktur serat berjauhan sehingga dapat menahan air berlebih (Covington, 2009). Reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh, yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat. CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 CO 2 OH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Sharpouse (1985) menyimpulkan penyamakan minyak sebagai fiksasi produk-produk oto-oksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Hal ini mungkin dalam bentuk polimer dan tahan terhadap air pencuci basa dan pelarut-pelarut umum. Hal tersebut yang membedakan antara penyamakan aldehida dan penyamak samoa full oil (Suparno, 2009). Hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matrik polimer dalam matrik kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamakan aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan, sebagai sebuah bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket. Model tersebut memberikan sebuah rasional untuk menerangkan tiga ciri-ciri penting kulit samak minyak (Covington, 2009) : 10

25 1. Stabilitas hidrotermal. Suhu pengerutan kulit samak minyak adalah sedikit berubah daripada bahan awalnya. Dengan demikian, pandangan konvensinal mengenai penyamakan tidak berlaku. Pada penyamakan minyak, sedikit interaksi antara bahan penyamak dan serat kolagen. Ini merupakan salah satu contoh bahan penyamak yang memiliki afinitas lebih besar untuk dirinya sendiri daripada substratnya. 2. Retensi air. Efek menjaga struktur serat berjauhan berarti kolagen dapat dihidrasi dan menahan air berlebih dalam matrik minyak polimerisasi hidrofobik. 3. Efek Ewald. Kulit samak minyak adalah salah satu dari sedikit kasus yang kulit samak menunjukkan suatu reversibilitas pengerutan hidrotermal. Jika kulit tersebut segera dimasukkan ke dalam air dingin, kulit tersebut kembali mendapatkan sekitar 90% dari luas awalnya. D. Kulit Samak Minyak (chamois leather) Kulit chamois merupakan artikel kulit yang populer dalam perdagangan (Sharpouse, 1995). Permintaan akan kulit chamois di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al., 2005). Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain. Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse, 1995; John, 1996). Persyaratan-persyaratan penting kulit samoa yang diperlukan, misalnya persyaratan kulit samoa menurut SNI disajikan dalam Tabel 1, persyaratan untuk pembuatan sarung tangan disajikan dalam Tabel 2, dan persyaratan untuk orthopaedic leather disajikan pada Tabel 3. 11

26 Tabel 1. Persyaratan mutu kulit chamois menurut SNI Parameter Satuan Persyaratan Minimal Maksimal Keterangan Sifat Kimia: Kadar minyak (%) Kadar Abu (%) ph Parameter Sifat Fisis: Tebal Kekuatan tarik Kemuluran (%) Kekuatan jahit Kekuatan sobek Penyerapan air (%) - 2 jam - 24 jam Organoleptis: Keadaan kulit Warna Satuan mm N/mm 2 - N/mm 2 N/mm Persyaratan Minimal Maksimal 0,3 1,2 7, halus kuning muda/ mendekati putih - - sesudah disarikan minyaknya Keterangan seperti beledu Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1990) Tabel 2. Persyaratan mutu kulit chamois untuk kulit sarung tangan Parameter Persyaratan Kadar abu Maksimal 6,0 % Bahan-bahan lemak Maksimal 10 % Kekuatan tarik Minimal 10 N/cm 2 Ektensi pada 2 N/cm Minimal 30 Elongation at break Minimal 50 % 12

27 Kemampuan cuci Maksimum suhu pencucian 30 ± 2 o C Nilai ph Aqueous extract (1:20), 8,5 Sumber: John (1996) Parameter Tabel 3. Persyaratan mutu kulit chamois untuk orthopaedic leather Persyaratan Bahan-bahan lemak Maksimal 20 % Kadar abu total Maksimal 6 % Nilai ph (ekstrak) 4,0-8,0 Kekuatan tarik Minimal 1000 N/cm 2 Elongation at break Minimal 50 % Absorpsi air - setelah 2 menit - setelah 1 jam Bahan-bahan berbahaya Sumber: John (1996) Minimal 150 % Minimal 175 % Tidak mengandung bahan-bahan berbahaya E. Minyak Biji Karet Biji karet terdiri atas 45 50% kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50 55% daging biji yang berwarna putih (Nadarajah,1969 dalam Silam,1998). Biji karet segar terdiri atas 34,1% kulit, 41,2 % isi dan 24,4 % air, sedangkan biji karet yang telah dijemur dua hari terdiri atas 41,6% kulit, 8% kadar air, 15,3% minyak dan 35,1 % bahan kering (Nadarajapillat dan Wijewantha, 1967). Tabel 4. Komposisi kimia daging biji karet Komponen Persentase a) Persentase b) Kadar air 14,5 7,6 Protein kasar 22,5 21,7 Serat kasar 3,8 2,8 Lemak kasar 49,5 39,0 Kadar abu 3,5 3,1 Sumber : a) Bahasuan (1984) di dalam Aritonang (1986) b) Stosic dan Kaykay (1981) di dalam Aritonang (1986) 13

28 Kandungan minyak dalam daging biji karet atau inti biji karet persen dengan komposisi persen asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar persen yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linoleat (Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yakni minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren, 1986). F. Natrium Perkarbonat Nama "natrium perkarbonat" tidak mencerminkan struktur agen oksidasi, yang pada kenyataannya merupakan karbonat perhidrat: 2Na 2 CO 3 3H 2 O 2. Walaupun natrium perkarbonat sangat stabil disimpan jika kering, bahan padat tersebut mempunyai sedikit tekanan uap hidrogen peroksida untuk bertukar dengan air atau bereaksi dengan hebat untuk mengoksidasi substrat, bahkan dalam keadaan padat. Natrium perkarbonat merupakan bahan yang mempunyai sumber hidrogen peroksida berkonsentrasi tinggi pada sistem non-berair, bahkan jika bahan tersebut tidak sepenuhnya larut. Penambahan sejumlah kecil air atau sonication dapat meningkatkan laju oksidasi. Sebagai contoh, natrium perkarbonat memungkinkan persiapan yang nyaman peroxyacids dari asam klorida, dan bahkan dari asam sendiri. (Anonim, 2009). Natrium perkarbonat adalah bahan dapat larut dalam air berbentuk kristal putih yang mengandung bahan kimia sodium karbonat dan hidrogen peroksida. Bahan ini merupakan oksidasi agen. Meskipun begitu, ini merupakan karbonat perhidrat yang terurai dalam air melepaskan H 2 O 2 dan abu soda (natrium karbonat): 2Na 2 CO 3 3H 2 O 2 2 Na 2 CO H 2 O 2 Natrium perkarbonat merupakan bahan serbuk yang aktif dalam berbagai hal eco-friendly bleach (Anonim, 2009). 14

29 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kambing pikel yang dibeli dari pabrik kulit di daerah Ciluwar dan biji karet dari kebun kampus IPB yang akan diolah menjadi minyak. Bahan kimia yang digunakan natrium perkarbonat, natrium karbonat, Relugan GT, asam formiat, Eusapon S dan garam (NaCl). Eusapon S merupakan produk BASF bersenyawa alkalin berupa deterjen yang digunakan dalam pencucian kulit terhadap minyak yang masih menempel. 2. Alat Alat yang digunakan selama penelitian ini oven, hammer mill, timbangan, pengepres hidrolik, molen, mesin shaving, toggle drying, mesin buffing, gelas ukur, termometer, tabung reaksi, gelas piala, labu ukur dan penyaring. B. Waktu dan Tempat Penelitian akan dilakukan mulai bulan April sampai dengan November di Laboratorium Penyamakan Kulit Dept. TIN IPB; BPHH (Balai Penelitian Hasil Hutan); Laboratorium Pengawasan Mutu; Laboratorium Teknik Kimia dan Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan Departemen Teknologi Industri Pertanian. C. Tatalaksana Penelitian Penelitian ini dimulai dengan penelitian pendahuluan untuk memperoleh minyak biji karet. Biji karet mengalami beberapa perlakuan penting untuk menghasilkan minyak biji karet yang baik. Setelah itu, minyak biji karet dinalisis sifat fisik dan kimianya. Setelah itu, minyak biji karet digunakan dalam penyamakan kulit samoa pada penelitian utama. Penelitian utama dimulai dengan proses pretanning, shaving, oil tanning, oksidasi, pencucian dan buffing. Pada penelitian ini dicoba mempercepat oksidasi penyamakan menggunakan 15

30 natrium perkarbonat dan air sebagai bahan pengoksidasi. Kulit samoa yang dihasilkan dianalisis baik sifat fisik maupun kimia. Hasil analisis dibandingkan dengan SNI kulit samoa. D. Metode 1. Penelitian Pendahuluan Biji karet diberi perlakuan penjemuran dengan matahari selama 3 hari penuh yakni 5 jam. Hari setelah itu dilakukan proses pengeringan menggunakan oven untuk menurunkan kadar airnya. Suhu yang digunakan yakni 70 o C dengan waktu selama 1 jam. Biji karet kemudian digiling menggunakan alat hammer mills supaya mudah dilakukan ekstraksi. Ektraksi dilakukan menggunakan alat pengepres hidrolik pada suhu 60 o C untuk menghasilkan minyak. Minyak biji karet tersebut dianalisis sifat fisik dan kimianya. Setelah itu, dilakukan proses penyamakan kulit. Biji Karet Penjemuran 3 Hari Pengovenan Biji Karet Selama 1 Jam (suhu 70 0 C) Penggilingan Pengepresan Hidroulik MinyakBiji Karet Analisis Fisiko Kimia Penyamakan Kulit Gambar 8. Diagram Alir Penelitian Pendahuluan 16

31 2. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan perbandingan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang digunakan dalam penyamakan. Proses penyamakan kulit dimulai dari kulit pikel yang dipre-tanning dan setelah itu dilakukan shaving. Kemudian, kulit shaving dicuci lalu dioleskan minyak. Setelah itu, diberi perlakuan untuk penetrasi minyak ke kulit dan diberi perlakuan oksidasi dengan perlakuan sebagai berikut: Penambahan natrium perkarbonat sebesar 2%, 4% dan 6% dari bobot minyak yang dioleskan pada kulit. Penggunaan air untuk melarutkan natrium perkarbonat sebesar 40%, 50% dan 60% dari bobot minyak yang dioleskan pada kulit. Setelah proses oksidasi, kulit dicuci untuk menghilangkan minyak yang tidak menempel pada kulit. Proses penelitian utama ini dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Proses Penyamakan Kulit Proses Bahan kimia Jumlah Waktu Catatan Persentase jumlah bahan kimia berdasarkan % bobot kulit pikel Pencucian ke - 1 NaCl menit Ukur min. 8 Air 200 Baumé ( 0 Bé), jika kurang dari 8 tambahkan NaCl Pencucian ke - 2 NaCl menit Ukur min. 8 Air 100 % Baumé, jika kurang dari 8 tambahkan garam Cek ph min. 3, jika kurang tambahkan asam formiat Pre - tanning Relugan GT 3,0 % 3x menit Air 9 % Melarutkan Relugan GT 50 Natrium 1 % 4x formiat menit Air 10 % Melarutkan Natrium Formiat Natrium 2 % 3x15 menit Karbonat Air 10 % Melarutkan 17

32 Natrium Karbonat Air 10 1 jam Cek ph, min 8 Shaving Ketebalan kulit 0,7 0,8 mm Persentase jumlah bahan kimia berdasarkan % bobot kulit shaving Pencucian Air 200 3x10 menit Natrium Karbonat 0,5 10 menit Air menit Cek ph, bagus = 8-9 Setting out ± 12 jam Penyamakan minyak Penetrasi Minyak Oksidasi Molen dalam Minyak biji 30% karet Natrium 0,5% karbonat Air 1,5 Melarutkan Natrium Karbonat Semalam Disimpan dan didiamkan 8 jam Putar dalam molen Natrium 2%,4%,6% dari bobot Perkarbonat Minyak biji karet Air 30%,50%,70% dari bobot Minyak biji karet 6 jam Putar di molen Oksidasi di toggle 2 hari Bentang di toggle Pencucian I Air 300% 60 menit Natrium 4% karbonat Eusapon S 2% Air 1000% 15 menit Setting out Pencucian II Air 1000% 60 menit Natrium 2% karbonat Eusapon S 1% Air 1000% 15 menit Setting out Pengeringan 2 x 24 jam Setting out Buffing Ketebalan 0,3 1,2 mm (SNI ) E. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial acak lengkap dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor yang terlibat diantaranya adalah faktor A sebagai faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan faktor B merupakan faktor jumlah air yang digunakan. Model perhitungan 18

33 rancangan percobaan faktorial acak lengkap sebagai berikut (Mattjik, 2006) : Y ijk = µ + A i + B j + AB ij + ε k(ij) Y ijk = peubah yang diukur µ = rata-rata yang sebenarnya A i B j = pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat = pengaruh jumlah air AB ij = pengaruh keterkaitan antara dua faktor A dan faktor B Ε k(ij) = kesalahan karena anggota ke-k dari jenis pelarut ke-i dan konsentrasi pelarut ke-j F. Analisis Sifat-Sifat Kulit Samoa 1. Sifat fisik yang dianalisis adalah suhu pengerutan (T s ) dengan prosedur SLP 18 (Lampiran 1-2f), ketebalan dengan prosedur SLP 4 (Lampiran 1-2a), kekuatan tarik dan elongasi dengan prosedur SLP 6 (Lampiran 1-2b dan Lampiran 1-2c), kekuatan sobek dengan prosedur SLP 7 (Lampiran 1-2d) dan daya serap air dengan prosedur SLP 19 (Lampiran 1-2e). 2. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar minyak dengan prosedur AOAC 1984 (Lampiran 1-3a), kadar abu dengan prosedur AOAC 1984 (Lampiran 1-3b) dan ph sesuai prosedur SLC 13 (lampiran 1-3c). 3. Sifat Organoleptik yang dianalisis yakni kehalusan, warna dan bau. Sifat ini dianalisis oleh dua orang yang ahli dalam pengetahuan kulit samoa. G. Pengolahan Data Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SAS (Statistic Analysis System). Jika hasilnya berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Uji wilayah tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan. 19

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan 1. Persentase Bagian Bagian Biji Karet Biji karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet yang diperoleh dari sekitar kebun karet kampus IPB. Biji karet dalam keadaan belum dikupas (masih memiliki tempurung). Biji karet kemudian ditentukan persentase bagian-bagiannya. Penentuan persentase bagianbagian biji karet dilakukan dengan cara mengambil biji karet sebanyak 15 buah secara acak dengan 3 kali ulangan. Biji karet dipecahkan, dipisahkan antara daging biji dan kulit biji (tempurungnya) kemudian dilakukan penimbangan. Hasil yang didapatkan tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase kulit dan daging biji karet Bobot 15 Daging Kulit Biji Daging Kulit Biji Biji No. Biji (tempurung) Biji (tempurung) Karet (gram) (gram) (%) (%) (gram) 1 34,26 17,48 16,78 51,02 48, ,82 18,31 17,51 51,12 48, ,62 17,68 16,94 51,07 48,93 Rata -rata 34,90 17,82 17,08 51,07 48,93 Berdasarkan Tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa biji karet yang digunakan dalam penelitian memiliki persentase daging biji yang sedikit lebih besar daripada persentase kulit bijinya. Hal ini hampir sama dengan penelitian Andayani (2008) yang menyatakan bahwa persentase daging biji karet terdiri dari sekitar 51 persen daging biji dan sekitar 49 persen kulit biji. Namun hasil penelitian agak berbeda dengan hasil penelitian Silam (1999) yang menyatakan bahwa biji karet memiliki persentase daging biji yang lebih rendah dibandingkan dengan persentase kulit bijinya, yaitu secara umum dalam setiap biji karet terdiri dari persen daging biji dan persen kulit biji. Hal ini bisa saja terjadi karena persentase daging dan kulit biji karet ini dapat berbeda-beda tergantung dari jenis 20

35 klon, lama penyimpanan biji karet, dan kadar air biji karet (Nadarajapillat & Wijewantha, 1967). 2. Karakterisasi Minyak Biji Karet Minyak yang diperoleh kemudian di uji sifat fisiko dan kimianya. Beberapa sifat fisiko - kimia tersebut adalah bobot jenis, viskositas, warna, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan bilangan peroksida. Sifat fisiko - kimia minyak merupakan parameter yang menujukkan kualitas minyak. Data hasil penelitian sifat kimia minyak dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik minyak biji karet No Parameter Nilai Bobot jenis (g/cm 3 ) Viskositas (centistokes) Warna (unit PtCo) Bilangan iod (g iod/100 g minyak) Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) Bilangan peroksida (meq/1000 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) 0,94 48, ,06 24,13 15,23 Bilangan iod adalah parameter penting yang menentukan apakah minyak bisa digunakan untuk proses penyamakan atau tidak. Dari hasil penelitian pada tabel di atas, diperoleh bilangan iod yaitu sebesar 113 g iod dalam 100 g minyak. Minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yakni lebih dari 130. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit. Nilai bilangan iod yang lebih rendah ini dimungkinkan karena minyak biji karet yang telah mengalami kerusakan, baik pada saat sebelum ekstraksi saat ekstraksi maupun setelah ekstraksi. Reaksi yang sering terjadi dan menurunkan kualitas minyak adalah reaksi oksidasi dan polimerisasi. Proses oksidasi dapat terjadi pada proses ekstraksi minyak. Adanya kontak dengan udara luar, pemanasan, oksigen akan berikatan dengan ikatan rangkaap asam lemak tidak jenuh. Proses tersebut mengakibatkan ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan 21

36 rangkap pada asam lemak menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan iodnya berkurang. Semakin tinggi pemanasan yang diberikan maka semakin banyak minyak yang teroksidasi. Proses oksidasi merupakan proses utama yang berperan dalam menurunkan ketidakjenuhan minyak. Proses ini dapat dipercepat oleh suhu yang tinggi, adanya senyawa peroksida, enzim lipoksidase, katalis logam, dan katalis Fe-organik (Lea, 1962). Berdasarkan Tabel 7, nilai bilangan penyabunan adalah sebesar 350,06 mg KOH/g minyak. Nilai tersebut sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Andayani (2008), besarnya bilangan penyabunan minyak biji karet adalah sebesar 184,6 mg KOH/g minyak. Namun tidak jauh berbeda dengan penelitian Setiawan (2009) yaitu sebesar 357,2 mg KOH/g minyak. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada minyak yang mempunyai berat molekul tinggi (Ketaren, 1986). Bilangan peroksida yang diperoleh pada penelitian ini adalah 24,13 tidak berbeda jauh dengan penelitian Setiawan (2009) yaitu sebesar 22,93 meq/1000 g minyak (Tabel 7). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi pada minyak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang diperoleh. Peroksida yang terbentuk pada minyak disebabkan beberapa faktor sebagaimana faktor yang mempengaruhi nilai bilangan iod. Jika pada pengukuran bilangan iod, kerusakan minyak dilihat dari penurunan jumlah ikatan rangkap pada minyak, sedangkan pada pengujian bilangan peroksida dilihat dari banyaknya oksigen yang terikat pada asam lemak tidak jenuh akibat proses oksidasi. Berdasarkan Tabel 7, bilangan asam yang diproleh dari minyak biji karet adalah sebesar 15,23 mg KOH/g minyak. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Setiawan (2009) yaitu 11,70 mg KOH/g minyak, namun sangat jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani (2008) yang berkisar antara 1,61 2,08 mg KOH/g minyak. Nilai standar bilangan asam minyak yang 22

37 digunakan sebagai bahan penyamak adalah 0,09 mg KOH/g minyak. Hal ini mengacu kepada standar minyak ikan yang digunakan dalam penyamakan minyak. Bilangan asam ini menunjukkan seberapa banyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak. Semakin tinggi nilai bilangan asam suatu minyak, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakannya karena jumlah molekul trigliserida yang terhidrolisisnya pun lebih banyak. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena proses pengolahan (penyiapan bahan) yakni proses pemanasan biji karet dalam pengolahan menjadi minyak. Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat berlangsung pada waktu minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selama pengolahan, dan penyimpanan. Ketaren juga menyatakan bahwa lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak. O // α CH 2 O C R 1 CH 2 O O // β CH 2 O C R 2 H + OH - CH(OH) + R 1 COOH + R 2 COOH + R 3 COOH O // γ CH 2 O C R 3 CH 2 OH Trigliserida Gliserol R1,R2,R3 = Asam lemak Gambar 9. Reaksi hidrolisis trigliserida (Ketaren, 1986). Tingginya nilai bilangan asam ini semakin memperkuat dugaan bahwa minyak telah mengalami kerusakan. B. Penelitian Utama 1. Proses Penyamakan Penyamakan kulit dalam proses pembuatan kulit samoa melalui dua tahap proses penyamakan. Tahapan pertama adalah penyamakan menggunakan aldehida yang disebut dengan pre-tanning. Aldehida yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50 (Glutaraldehid) yang berwarna kekuningan. Kulit pikel yang awalnya berwarna putih, 23

38 setelah melalui penyamakan aldehida ini berubah warna menjadi agak kekuningan. Hal ini disebabkan kulit menyerap warna glutaraldehida. Perubahan warna ini bukti bahwa kulit telah berfiksasi dengan bahan penyamak tersebut. Selain itu, bukti yang lain dapat dilihat melalui perubahan T s yaitu suhu pengerutan (shrinkage temperature). Suhu pengerutan merupakan suhu dimana kulit mengalami pengerutan yang paling besar pada saat dipanaskan dalam air. Pengujian suhu pengerutan dilakukan pada kulit pikel, kulit setelah dilakukan pre-tanning dan kulit setelah penyamakan minyak. Pengujian pada kulit pikel sebelum diberikan zat penyamak atau sebelum dilakukan pre-tanning diperoleh T s 43 o C, sedangkan T s kulit yang telah mengalami proses pre-tanning adalah 73 o C (Gambar 10). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah mengalami proses pre-tanning dengan Relugan GT 50, kulit mengalami perubahan struktur menjadi lebih tahan terhadap perubahan suhu. Hal ini disebabkan Relugan GT 50 mengandung senyawa aldehida yaitu glutaraldehida yang membuat terjadi proses crooslinking terhadap gugus amina pada kulit sehingga yang awalnya terpisah-pisah bergabung menjadi struktur yang lebih kuat. Kulit yang tersamak sempurna hanya mengalami sedikit pengerutan dan lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit yang kurang tersamak (Kanagy, 1977). Kulit yang telah disamak akan mempunyai jumlah ikatan silang yang lebih banyak yang dapat menstabilkan protein kolagen pada kulit sehingga lebih tahan terhadap pengaruh perlakuan dari luar (Purnomo, 1985). Semakin tinggi suhu pengerutan, menunjukkan bahwa semakin baik mutu kulit samak yang dihasilkan. Suhu pengerutan kolagen berkaitan erat dengan kestabilannya. Ketika kestabilan berkurang karena kehilangan ikatan hidrogen, adanya zat yang dapat memecah ikatan hidrogen atau kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia maka akan lebih sedikit energi yang diperlukan untuk memecahkan ikatan hidrogen tersebut dan suhu pengerutan juga akan menurun. Sebaliknya adanya bahan yang dapat memicu terjadinya ikatan antar kolagen, seperti misalnya pada proses 24

39 penyamakan akan meningkatkan ketahanan enzimatis dan suhu pemanasan Suhu Pengerutan ( 0 C) Kulit Pikel Kulit Samak Aldehida Gambar 11. Suhu Pengerutan Kulit Pikel dan Kulit Samak Aldehid Tahap kedua pada proses penyamakan kulit samoa adalah penyamakan kulit menggunakan minyak. Penyamakan ini menggunakan minyak biji karet. Penyamakan minyak ini bertujuan untuk kulit supaya mempunyai sifat kelenturan, kelembutan dan daya serap air. Penyamakan dilakukan dengan mengoleskan minyak pada kulit secara merata. Setelah itu, proses oksidasi dilakukan menggunakan natrium perkarbonat dan air. Kulit pada waktu pengolesan berwarna agak berwarna kuning kecoklatan, akan tetapi setelah mengalami penambahan natrium perkarbonat yang telah dicampur dengan air terjadi perubahan warna pada kulit menjadi putih. Kemudian kulit dioksidasi diudara terbuka selama dua hari pada togel dan terjadi perubahan warna kulit dari putih menjadi kecoklatan. Hal ini membuktikan bahwa minyak telah teroksidasi pada kulit. Pada pengukuran suhu pengerutan setelah penyamakan minyak dari berbagai kombinasi oksidasi dalam penggunaan natrium perkarbonat dan air berkisar dari 69 o C sampai dengan 72 o C. Hasil ini menunjukkan bahwa setelah mengalami penyamakan dengan minyak, T s mengalami sedikit penurunan suhu pengerutannya, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar

40 Suhu Pengerutan ( 0 C) 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Kontrol Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (%) Gambar 13. Histogram Suhu Pengerutan Setelah Penyamakan Minyak Pada gambar itu terlihat bahwa nilai suhu pengerutan tertinggi dihasilkan oleh kombinasi natrium perkarbonat 4% dan air 50% sebesar 72 o C, sedangkan suhu pengerutan yang terendah dihasilkan dari kombinasi sodium perkarbonat 2% dan air 50% sebesar 69 o C. Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan suhu pengerutan menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat berpengaruh terhadap suhu pengerutan yang dihasilkan. Untuk konsentrasi 4% dan 6% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata untuk konsentrasi 2%. Semakin berkurangnya natrium perkarbonat (4%=6%, 2%) yang digunakan menyebabkan suhu pengerutan menurun. Hal ini disebabkan banyaknya hidrogen peroksida terhidrolisis pada saat konsentrasinya natrium perkarbonat rendah dan natrium karbonat sebagai pengemulsi serta pelaku kestabilan kurang cukup untuk mengemulsikan dan menstabilkannya. Sedangkan jumlah air tidak berpengaruh terhadap suhu pengerutan yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi antar kedua faktor tersebut (Lampiran 2). 2. Sifat Fisik Kulit Pengujian ini untuk menentukan sifat fisik kulit pada produk yang dihasilkan. Pengujian sifat-sifat fisik mengambil sampel pada bagian tertentu seperti terlihat pada Gambar berikut

41 Lokasi pengambilan sampel Gambar 14. Arah jaringan serat kolagen pada kulit (Haines, 1975) a. Ketebalan Ketebalan kulit domba pada umumnya berkisar antara 1 2 mm dengan jalinan serat kolagen pada lapisan korium yang relatif lebih halus serta lapisan grain yang hampir setengah dari ketebalan kulit total (Haines, 1975). Ketebalan kulit dapat diatur dengan mudah sesuai dengan keinginan pada waktu pembuatan kulit samoa. Proses yang pertama adalah shaving yang bertujuan untuk mengurangi ketebalan kulit sesuai dengan standar yang diinginkan dan menghilangkan bagian rajah (grain) kulit serta daging (flash). Dalam penelitian ini proses shaving mengatur ketebalan kulit menjadi 0,7 0,8 mm sehingga merata untuk melakukan proses selanjutnya. Proses pengaturan ketebalan yang kedua adalah buffing yang bertujuan untuk menghaluskan bagian permukaan kulit. Proses tersebut merupakan proses akhir pada penelitian ini setelah dilakukan proses penyamakan, oksidasi, pencucian dan pengeringan. Ketebalan kulit awal dapat berbeda - beda menurut umur, jenis kelamin, dan tebal tipisnya bulu hewan. Semakin tua hewannya, makin tebal bulunya dan makin tipis, lapisan papilarisnya (Purnomo, 1985). Pengukuran ketebalan kulit menggunakan alat khusus yang mempunyai gaya tekan khusus ke kulitnya. Dari pengukuran ketebalan kulit samoa didapatkan ketebalan kulit adalah berkisar antara 0,61-0,87 mm 27

42 dengan ketebalan rata rata adalah 0,74 mm. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Ketebalan (mm 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0, Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 15. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Ketebalan Kulit Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan ketebalan menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap ketebalan yang dihasilkan. Sedangkan faktor air tidak berpengaruh terhadap ketebalan. Hasil analisis lanjut Duncan mengenai perlakuan konsentrasi natrium perkarbonat (Lampiran 3), menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium perkarbonatnya (dari 2%, 4% sampai 6%) maka ketebalan kulit semakin bertambah. Hal ini membuktikan bahwa minyak yang berpenetrasi ke kulit lebih banyak ketika konsentrasi natrium perkarbonat bertambah. Interaksi antara natrium karbonat dan air berbeda nyata untuk sampel A 2 BB2, A 2 B 1B =A A 1 BB1, A 1 B 3 B dilihat dari Gambar BB3, A 3 B 2B, A 3 BB1, A 3 B 3B, dan A 1 BB2. Interaksi kedua faktor berpengaruh nyata dapat Gambar 17 menunjukkan dengan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang berbeda saling berpotongan ataupun merujuk akan saling berpotongan. Hal ini menunjukkan ada interaksi antara faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan air. Hasil ini menunjukkan bahwa ketebalan kulit samoa pada penelitian ini memenuhi standar sesuai dengan SNI (BSN, 1990), yaitu 0,3 1,2 mm. Hasil ketebalan 28

43 sebenarnya bisa diatur dalam proses bufing dan dalam kasus ini dianggap proses perlakuannya sama. 1,0 Ketebalan (mm) 0,8 0,6 0,4 0,2 Natrium perkarbonat 2% Natrium perkarbonat 4% Natrium perkarbonat 6% 0,0 70% 50% 30% Jumlah Air Gambar 18. Interaksi antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Ketebalan b. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik kulit merupakan suatu uji untuk mengetahui besarnya gaya yang diperlukan sampai kulit yang diuji sampai putus. Kekuatan tarik adalah salah satu sifat fisik yang berkaitan dengan daya tahan bahan. Besar kecilnya kekuatan tarik dipengaruhi oleh berbagai faktor, menurut Haines (1975) sudut yang kecil antara arah jalinan serat-serat kolagen terhadap permukaan grain kulit memungkinkan gaya tarik dapat didistribusikan lebih menyebar ke seluruh sumbu jalinan serat, sehingga kekuatan tarik kulit menjadi lebih besar. Tingginya nilai kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat di dalam kulit (Kanagy, 1977). Sudut yang kecil juga memungkinkan adanya lebih banyak jalinan serat-serat kolagen jika dibandingkan dengan sudut yang lebih besar pada kulit samak dengan ketebalan yang sama. Oleh karena itulah nilai kekuatan tarik menjadi semakin besar. Sebaliknya, menurut O Flaherty dan Lollar (1960) bahwa kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar, sehingga mempunyai daya regang dan kekuatan tarik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal. Pada industri nilai kekuatan tarik yang ini bisa diantisipasi dengan mengatur 29

44 ketebalan kulit, jika diinginkan kekuatan tarik yang lebih besar maka bisa dengan memotong kulit yang lebih tebal, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan data hasil penelitian ini, nilai kekuatan tarik sampel tegak lurus terhadap tulang belakang (perpendicular) berkisar antara 21,00 sampai dengan 35,95 N/mm 2. Nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada kombinasi oksidasi dengan natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air sebesar 50%, sedangkan nilai kekuatan tarik terendah terdapat pada perlakuan kombinasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar sebesar 2% dan jumlah air sebesar 70 %. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19. Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 20. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Tarik Perpendicular Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan kekuatan tarik perpendicular menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan dengan faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan air berpengaruh terhadap kekuatan tarik perpendicular yang dihasilkan, sedangkan dengan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik perpendicular (Lampiran 4). Semakin rendah konsentrasi natrium karbonat (6% dan 4% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan 2%) dan semakin tinggi jumlah air (50% da 30% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan 70%) yang diberikan membuat kekuatan tarik perpendicular menurun. Hal ini disebabkan minyak yang teroksidasi didalam kulit sedikit dikarenakan zat pengoksidasi sedikit 30

45 dan air yang menghidrolisis natrium perkarbonat banyak tersisa (tidak terpakai dalam menghidrolisis). Pada sampel paralel, nilai kekuatan tarik berada pada kisaran 12,96 sampai dengan 22,71 N/mm 2. Nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air sebesar 50%, sedangkan nilai kekuatan terendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2,0% dan konsentrasi air sebesar 70%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar ,0 Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) 20,0 15,0 10,0 5,0 Air 70% Air 50% Air 30% 0, Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 22.Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Kekuatan Tarik Paralel Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan kekuatan tarik sampel paralel menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan dengan faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan jumlah air tidak berpengaruh terhadap kekuatan tarik paralel yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya. Jika dirata ratakan nilai kekuatan tarik pada sampel perpendicular dan paralel berkisar antara 16,98 sampai dengan 29,33 N/mm 2. Nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi minyak sebesar 50 %, sedangkan nilai kekuatan tarik terendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi minyak 31

46 sebesar 70 %. Secara keseluruhan nilai kekuatan tarik tersebut sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yakni minimal 7,5 N/mm. Hasil analisis ragam pada pengujian kekuatan tarik rata-rata perpendicular dan paralel seluruh perlakuan menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan jumlah air sebagai pelarut tidak berpengaruh terhadap kekuatan tarik kulit samak minyak yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 24. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan kekuatan tarik rata-rata Jika dilihat pada grafik, secara garis besar nilai kekuatan tarik pada sampel perpendicular memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan pada arah paralel. Menurut Haines (1975), kekuatan tarik sangat dipengaruhi oleh arah jalinan serat. Kekuatan tarik yang lebih besar diberikan oleh jalinan serat yang sejajar dengan arah tarikan dan begitu pula sebaliknya. Arah jalinan serat kolagen tidak hanya dipengaruhi oleh ketebalan kulit, tetapi juga dipengaruhi oleh lokasinya pada kulit tersebut. c. Kemuluran (Elongasi) Tingkat kemuluran merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu kulit samak. Tingkat kemuluran menunjukkan nilai elastisitas pada kulit samak minyak. Kulit samak yang mempunyai 32

47 tingkat kemuluran tinggi memungkinkan kulit tersebut untuk tidak mudah sobek pada saat digunakan, dibersihkan dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan nilai elongasi kulit samak minyak untuk sampel kulit paralel berada pada kisaran %. Nilai kemuluran tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air 50%, sedangkan nilai kemuluran yang paling rendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 70%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 25. Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan elongasi sampel paralel menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan konsentrasi air tidak berpengaruh terhadap kekuatan tarik paralel yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya Elongasi (%) Air 70% Air 50% Air 30% 0 2% 4% 6% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 26.Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air dan Elongasi Sampel Paralel Pada sampel arah perpendikular, nilai kemuluran berkisar antara %. Kemuluran sampel perpendicular, nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air 50%, sedangkan nilai kemuluran yang paling rendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 70%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

48 Elongasi (%) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 28.Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Elongasi Sampel Perpendicular. Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan elongasi perpendicular menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan jumlah air berpengaruh terhadap elongasi perpendicular yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya (Lampiran 7). Hasil analisis Duncan menunjukkan bahwa pengaruh natrium perkarbonat berbeda nyata untuk konsentrasi 4%, 6% dan 2%, sedangkan pengaruh air untuk konsentrasi 50% dan 70% tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan 30%. Hal ini menyebabkan minyak yang menempel memberikan rongga dan menyebabkan elongasinya bertambah. Interaksi antara natrium karbonat dan air berbedanyata untuk sampel A 2 BB2, A 3 B 1B, A 1 BB1. A 2 BB1, A 3 B 3B, A 2 BB3=A 3 B 2B, A 1 BB3=A 1 B 2B dan Elongasi (%) Natrium perkarbonat 2% Natrium perkarbonat 4% % 50% 30% Natrium perkarbonat 6% Jumlah Air Gambar 29. Interaksi antara Faktor Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Elongasi Perpendicular 34

49 Secara keseluruhan nilai kemuluran pada sampel perpendicular dan paralel bila dirata rata berada pada kisaran 148,5 187,5 %. Nilai kekuatan tarik tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air 50%, sedangkan nilai kemuluran terendah terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 70%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi sodium perkarbonat dan konsentrasi air tidak berpengaruh terhadap elongasi rata-rata sampel perpendicular dan paralel, begitu juga dengan interaksi keduanya. Elongasi (%) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 30.Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan elongasi sampel rata-rata Besar kecilnya kemuluran kulit samak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kulit yang tersamak dengan baik akan memiliki nilai elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit yang kurang tersamak. Proses penyamakan minyak terjadi ketika minyak berpenetrasi ke dalam kulit dan mengalami proses oksidasi yang mengakibatkan terjadinya ikatan antara minyak dan protein kolagen pada kulit. Kemuluran kulit samak sangat dipengaruhi oleh serat kolagen seperti faktor faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik dan sobek, yakni ketebalan kulit dan arah serat. 35

50 d. Kekuatan Sobek Kekuatan sobek merupakan suatu uji untuk menentukan gaya yang diperlukan untuk merobek kulit. Kekuatan sobek juga menentukan daya tahan kulit. Sama seperti pada kekuatan tarik, uji sobek juga sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain. Begitu juga dengan faktor lainnya yang mempengaruhi nilai kekuatan tarik juga sangat mempengaruhi nilai kekuatan sobek. Menurut Haines (1975), kekuatan yang lebih besar diberikan oleh jalinan serat yang sejajar dengan arah tarikan dan begitu pula sebaliknya. Demikian juga dengan sudut yang kecil antara arah jalinan serat-serat kolagen terhadap permukaan grain kulit maka gaya tarik dapat didistribusikan lebih menyebar ke seluruh sumbu jalinan serat, sehingga kekuatan sobek kulit menjadi lebih besar. Sudut yang kecil juga memungkinkan adanya lebih banyak jalinan serat-serat kolagen jika dibandingkan dengan sudut yang lebih besar pada kulit samak dengan ketebalan yang sama. Pada sampel dengan arah paralel, kisaran nilai kekuatan sobek berkisar antara 64,60 sampai dengan 82,87 N/mm. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan perlakuan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air 50%, sedangkan nilai yang paling rendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 2% dan jumlah air 70%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 31. Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan kekuatan sobek paralel menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan jumlah air tidak berpengaruh terhadap kekuatan sobek paralel yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya. Pada pengujian sampel perpendicular, kisaran nilai kekuatan sobek adalah 49,69 sampai dengan 59,37 N/mm. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air 50%, sedangkan nilai yang paling rendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan 36

51 konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 70% sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 32. Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan kekuatan sobek perpendicular menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi sodium perkarbonat dan konsentrasi air tidak berpengaruh terhadap kekuatan sobek perpendicular yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya. Kekuatan Sobek (N/mm) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 33. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Sobek Paralel 60,0 Kekuatan Sobek (N/mm) 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 Air 70% Air 50% Air 30% 0, Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 34. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Kekuatan Sobek Perpendicular. 37

52 Jika dirata-rata nilai kekuatan sobek sampel paralel dan perpendicular berada pada kisaran 57,14 sampai dengan 71,12 N/mm dengan nilai kekuatan sobek tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air 50%, sedangkan nilai kekuatan sobek yang paling rendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 70%. Secara keseluruhan, nilai kekuatan sobek berada diatas nilai SNI (BSN, 1990) yaitu diatas 15 N/mm, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 35. Hasil analisis ragam pada pengujian kekuatan sobek seluruh perlakuan menunjukkan bahwa faktor bahan pengoksidasi natrium perkarbonat dan pelarut air tidak berpengaruh terhadap kekuatan sobek rata-rata perpendicular dan paralel kulit samak, demikian juga dengan interaksi keduanya. Sama seperti pada kekuatan tarik, uji sobek juga sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain. Begitu juga dengan faktor lainnya yang mempengaruhi nilai kekuatan tarik juga sangat mempengaruhi nilai kekuatan sobek Kekuatan Sobek (N/mm) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 36. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan kekuatan sobek rata-rata 38

53 e. Daya Serap Air Daya serap air adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan mutu kulit samoa. Sifat ini menentukan baik atau tidaknya kulit samoa dapat menyerap air. Pengukuran daya serap air dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada saat 2 jam dan 24 jam, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Data hasil penelitian menunjukan bahwa daya serap air pada waktu 2 jam pertama memiliki kisaran nilai antara %. Pada pengukuran daya serap waktu 24 jam, kisaran nilai antara %. Secara keseluruhan nilai daya serap air untuk waktu 2 jam dan 24 jam berada di atas nilai standar, yakni minimal 100% untuk waktu 2 jam dan 200% untuk waktu 24 jam. Nilai tertinggi dan terendah pada pengukuran dua waktu tersebut terdapat pada perlakuan yang sama, yaitu pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air 50%, sedangkan nilai terendah pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 6% dan jumlah air 70%, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 37 dan Gambar Daya Serap Air (%) Air 70% Air 50% Air 30% 0 2% 4% 6% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 39. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Daya Serap Air 2 Jam 39

54 Daya Serap Air (%) Air 70% Air 50% Air 30% 0 2% 4% 6% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 40. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Jumlah Air Dan Daya Serap Air 24 Jam Hasil analisis ragam terhadap faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan konsentrasi air tidak berpengaruh terhadap daya serap air pada waktu 2 jam maupun 24 jam dari kulit samak yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi keduanya baik pada waktu 2 jam maupun 24 jam. Secara garis besar daya serap air pada waktu 24 jam lebih tinggi jika dibandingkan dengan daya serap air pada waktu 2 jam, karena semakin lama waktu penyerapan maka akan semakin banyak air yang terserap oleh kulit dan pada suatu saat daya serap air akan tetap ketika tercapai titik jenuhnya. 3. Sifat Kimia Kulit a. ph Nilai ph yang diperoleh dalam penelitian ini untuk semua sampel berkisar antara 6,75 7,45. Nilai ph tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air sebesar 50%, sedangkan untuk nilai ph terendah terdapat pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 2% dan jumlah air sebesar 70%, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar

55 ph 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 2% 4% 6% Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 42.Histogram hubungan antara konsentrasi sodium perkarbonat, konsentrasi air dan ph Hasil analisis ragam terhadap faktor konsentrasi sodium perkarbonat yang digunakan tidak berpengaruh terhadap ph dari kulit samak yang dihasilkan. Sedangkan terhadap faktor jumlah air yang digunakan sebagai pelarut juga tidak berpengaruh terhadap ph dari kulit samak yang dihasilkan, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. b. Kadar Minyak Kadar minyak merupakan suatu uji menentukan kadar persentase minyak yang terdapat dalam kulit. Pada kulit samak, kadar minyak yang rendah yakni sesuai dengan standar maksimal SNI menunjukkan kualitas yang lebih bagus karena hal ini dapat mengurang efek bau, efek berminyak serta menunjukkan bahwa kegiatan penyamakan berlangsung secara lebih sempurna. Berdasarkan data hasil penelitian ini, nilai kadar minyak untuk semua sampel kulit berada pada kisaran antara 6,1 10,5%. Bila dilihat secara keseluruhan, nilai kadar minyak masih masuk dalam standar (SNI, 1990) yaitu dibawah 10% kecuali untuk sampel tertinggi. Kadar minyak tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air 30% sebesar 10,5%, 41

56 sedangkan nilai yang terendah terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 6% dan konsentrasi air 70% sebesar 6,1%. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 43. Kadar Minyak(%) Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 44. Histogram Hubungan Antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat, Konsentrasi Air Dan Kadar Minyak Berdasarkan hasil analisis ragam faktor kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat dan konsentrasi air, berpengaruh nyata terhadap kadar minyak kulit samak, begitu juga dengan interaksi keduanya. Hasil analisis lanjut Duncan mengenai interaksi antara perlakuan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air (lampiran 15), menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium perkarbonatnya (dari 2% sampai 6%) maka kadar minyaknya semakin rendah. Sedangkan jumlah air yang digunakan dimulai dari 30% - 70% - 50% menunjukkan kadar minyak semakin tinggi. Hal ini menunjukkan karena semakin banyaknya minyak yang berpenetrasi ke kulit sehingga minyak yang tidak tercuci semakin menurun. Interaksi untuk keduanya berbeda nyata dari A 1 BB3, A 2 B 1B, A 3 BB2, A 2 B 3B dan A 1 BB2, A 1 B 1, B A 3 BB3, A 2 B 2, B A 3 BB1. Interaksi berpengaruhnya kedua faktor dapat dilihat pada Gambar 45 yang menunjukkan dengan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang berbeda saling berpotongan ataupun merujuk akan saling berpotongan. Hal tersebut menunjukkan ada 42

57 pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan air. 12,0 Kadar Minyak (%) 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 70% 50% 30% Natrium perkarbonat 2% Natrium perkarbonat 4% Natrium perkarbonat 6% Jumlah Air Gambar 46. Interaksi antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Kadar Minyak Gambar 47 menunjukkan bahwa dengan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang berbeda saling berpotongan ataupun merujuk akan saling berpotongan. Hal ini menunjukkan ada pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan air. Kadar minyak dalam kulit samak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Minyak yang berlebih pada proses penyamakan minyak dapat dihilangkan pada proses pencucian dengan menggunakan air alkalin hangat. Dengan demikian, kandungan minyak yang masih tertinggal dalam kulit hasil penyamakan minyak sangat tergantung kepada proses pencucian yang dilakukan. Selain itu, kadar minyak pada kulit juga dipengaruhi oleh proses prapenyamakan, misalnya tahap pengapuran kulit. Proses pengapuran bertujuan untuk melarutkan epidermis dan menghidrolisis lemak serta zat zat yang tidak diperlukan pada proses penyamakan, sehingga sewaktu proses pengapuran sebagian lemak pada kulit akan terbuang. c. Kadar Abu Kadar abu merupakan suatu uji menentukan bahan sisa yang tidak dapat habis terbakar. Nilai kadar abu dalam penelitian ini berkisar antara 1,0 1,6 %. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan dengan 43

58 konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air 30%, sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air 70% (Gambar 48). Kadar Abu (%) 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 49. Histogram hubungan antara konsentrasi natrium perkarbonat, konsentrasi air dan kadar abu Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang digunakan tidak berpengaruh terhadap kadar abu kulit samoa, akan tetapi berpengaruh dengan interaksi keduanya (Lampiran 16). Hasil analisis Duncan untuk interaksi antara natrium perkarbonat dan air terhadap kadar abu menunjukkan bahwa berbeda nyata antara sampel A 2 BB3, A 3 B 2B =A 3 BB1, A 1 B 1B, A 1 BB2=A 2 B 2B, A 1 BB3, A 3 B 3B dan A 2 BB1. Interaksi antara kedua faktor tersebut dibuktikan pada Gambar 50. Kadar Abu (%) 1,8 1,5 1,2 0,9 0,6 0,3 0,0 70% 50% 30% Jumlah Air Natrium perkarbonat 2% Natrium perkarbonat 4% Natrium perkarbonat 6% Gambar 51. Interaksi antara Konsentrasi Natrium Perkarbonat dan Jumlah Air terhadap Kadar Abu 44

59 Gambar 52 menunjukkan bahwa dengan konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air yang berbeda saling berpotongan ataupun merujuk akan saling berpotongan. Hal ini menunjukkan ada pengaruh interaksi antara faktor konsentrasi natrium perkarbonat dan air. Hal ini dikarenakan bahwa air melarutkan natrium perkarbonat dan setelah larut menjadi natrium karbonat dan hidrogen peroksida, sedangkan natrium karbonat mengandung bahan mineral. Secara umum, kadar abu mempunyai nilai yang sama akan tetapi dalam kasus ini interaksi tersebut menambah kadar abunya. Kadar abu pada kulit dipengaruhi oleh bahan mineral tersebut antara lain Na, K, Ca, Fe, P dan umumnya sebagai garam khlorida, sulfat, karbonat, dan phosfat; sedikit SiO 2, Zn, Ni, As, Fe dan S. Bila dilihat secara keseluruhan, nilai kadar abu masih masuk dalam standar (SNI, 1990), yakni dibawah 5 %. 4. Sifat Organoleptik Sifat organoleptik adalah parameter utama dalam menentukan kualitas kulit samak. Sifat organoleptik untuk kulit samoa adalah kehalusan, warna, dan bau. Ada tiga perlakuan yang menghasilkan nilai kehalusan tertinggi, yakni pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 2% dan jumlah air sebesar 50%, perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 4% dan jumlah air sebesar 70%, serta pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat 6% dan jumlah air 70%. Nilai kehalusan terendah terdapat pada 2 perlakuan kombinasi oksidasi yaitu pada konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dengan konsentrasi air sebesar 70% dan pada konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dengan konsentrasi air sebesar 50%. Nilai organoleptik yang didapat berada pada nilai baik (7-8) sampai sangat baik (9-10). Hal tersebut menunjukkan bahwa mutu kulit samoa yang dihasilkan adalah baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

60 Nilai Organoleptik Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (%) Gambar 54.Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik kehalusan. Keterangan : nilai organoleptik: 1-2 = sangat kurang, 3-4 = kurang, 5-6 = cukup, 7-8 = baik, 9-10= sangat baik Nilai organoleptik pada warna berada pada nilai baik (7) sampai baik (8), ini membuktikan kulit samoa yang dihasilkan bagus digunakan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 55. Ada dua perlakuan yang menghasilkan nilai warna terendah yaitu pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 2% dan jumlah air sebesar 50% serta pada perlakuan kombinasi oksidasi dengan konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 2% dan konsentrasi air sebesar 30%, sedangkan pada perlakuan kombinasi oksidasi lain memiliki nilai warna yang sama dan nilai tertinggi. Nilai Organoleptik Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 56.Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik warna. Keterangan : nilai organoleptik: 1-2 = sangat kurang, 3-4 = kurang, 5-6 = cukup, 7-8 = baik, 9-10= sangat baik 46

61 Nilai organoleptik bau yang didapat berada pada nilai baik (8). Hal tersebut ini membuktikan kulit samoa yang dihasilkan berkualitas. Semua perlakuan kombinasi oksidasi memiliki nilai bau yang sama dan menjadi nilai tertinggi karena menggunakan kadar minyak yang sama. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 57. Nilai Organoleptik Air 70% Air 50% Air 30% Konsentrasi Natrium Perkarbonat (% ) Gambar 58.Histogram hubungan konsentrasi natrium perkarbonat, jumlah air dan nilai organoleptik bau. Keterangan : nilai organoleptik: 1-2 = sangat kurang, 3-4 = kurang, 5-6 = cukup, 7-8 = baik, 9-10= sangat baik 5. Penentuan Perlakuan Terpilih Berdasarkan Mutu Kulit Parameter utama yang menjadi penentu mutu kulit samoa adalah organoleptik dan daya serap air. Hal tersebut sesuai dengan banyak fungsinya yang berhubungan dengan kehalusan dan daya serap air pada saat digunakan. Semakin tinggi nilai organoleptiknya akan meningkatkan kenyamanan dan keamanan kulit pada saat digunakan, sedangkan daya serap air menunjukan kemampuan penyerapan kulit terhadap air. Penyamakan kulit yang mempersingkat waktu oksidasi memperoleh hasil terbaik pada perlakuan kombinasi natrium perkarbonat 4% dengan jumlah air sebesar 50%, sedangkan untuk perlakuan kombinasi dengan konsentrasi natrium perkarbonat sebesar 2% dengan jumlah air sebesar 70% merupakan kombinasi perlakuan yang terendah walaupun sudah memenuhi SNI. Hal ini dapat dilihat 47

62 dari hasil pengujian organoleptik, fisik dan kimia yang diperoleh. Kulit samoa yang dihasilkan memiliki kehalusan yang baik, warna dan bau yang sangat baik pula serta daya serap air yang baik, begitu juga dengan parameter lainnya. 48

63 V. KESIMPULAN A. Kesimpulan Sifat fisik dan kimia yang hanya dipengaruhi oleh perlakuan konsentrasi natrium perkarbonat adalah ketebalan dan kadar minyak, sedangkan faktor jumlah air juga berpengaruh terhadap kadar minyak kulit samak yang dihasilkan. Interaksi kedua perlakuan memberikan pengaruh kepada kadar minyak dan kadar abu. Proses oksidasi menggunakan kombinasi oksidasi natrium perkarbonat dengan air bisa mempersingkat waktu oksidasi kulit samoa dari biasanya sampai ±12 hari menjadi 2 hari. Natrium perkarbonat merupakan bahan kimia mengandung natrium karbonat dan hidrogen peroxide (H 2 O 2 ). Perlakuan percobaan yang terpilih berdasarkan kombinasi oksidasi adalah dengan taraf konsentrasi sodium perkarbonat sebesar 4% dan konsentrasi air sebesar 50%. Penyamakan ditunjukkan dengan peningkatan suhu pengerutan (Ts) sebesar 71 o C. Nilai sifat fisik yang diperoleh adalah ketebalan 0,87 mm, kekuatan tarik sebesar 35,95 N/mm 2, elongasi sebesar 129%, kekuatan sobek sebesar 82,01 N/mm, daya serap air 226% (2 jam) dan daya serap air 303% (24 jam). Nilai sifat kimia yang diperoleh adalah kadar minyak 8,1%, kadar abu 1,3% dan ph 7,45. Nilai sifat organoleptik adalah kehalusan 6 7, warna 7 8, dan bau 7 8. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bahan pengoksidasi lainnya dan metode yang sederhana serta penentuan waktu oksidasi yang tepat.. 49

64 DAFTAR PUSTAKA Andayani, G.N Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Anonim Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit, Departemen Perindustrian, Yogyakarta. Anonim Standar Nasional Kulit Samoa (Chamois) SNI Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. Anonim Teknologi Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit. Bapedal, Jakarta. Anonim Sodium Percarbonate [online]. Diperoleh dari www. organic-chemistry.org/ chemicals/ oxidations/ sodium-percarbonate. shtm. Diakses pada 30 November Aritonang Kemungkinan Pemanfaatan Biji Karet dalam Ramuan Makanan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian. 5(3): 73. Bahasuan, A.M Pengaruh Biji Karet (Hevea brasiliensis) dalam Ransum Ayam Pedaging terhadap Bobot Karkas, Bobot Lemak Rongga Tubuh, Bobot hati dan Bobot Ginjal. Di dalam Aritonang Kemungkinan Pemanfaatan Biji Karet Dalam Ramuan Makanan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian. 5(3) : 75. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. Kulit Samoa (chamois). SNI Jakarta: BSN. Covington A.D., Evans C.S., Lilley T.H., and Suparno O., Collagen and polyphenols: new relationships and new outcomes. Part 2. Phenolic reactions for simultaneous tanning and coloring. Journal of the American Leather Chemists Association 100 (9): Covington, A.D., Tanning Chemistry, The Science of Leather. The Royal Society of Chemistry, Cambridge. Dempsey, M Scanning electron microscope studies of the grain surface of leather. New Zealand Leather and Shoe Research Association, Palmerston North, New Zealand. Journal of Material Science 9 (1974) Fahidin Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Departemen Pertanian, Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian, Sekolah Pertanian Pembengunan (SNAKMA), Bogor. 50

65 Haines, B. M, J.R Barlow, The Anatomy of Leather. British Leather Manufacturers' Research Association, Milton Park, Egham, Surrey, UK. Journal of Material Science 10 (1975) Hardjosuwito, B. dan A. Hoesnan Minyak Biji Karet, Analisis dan Kemungkinan Penggunaannya. Menara Perkebunan, 44 (55) : 225. Iskandar, S.H Pengantar Budidaya Karet. Progam Diploma I. Jurusan PLPT Perkebunan-IPB, Bogor. John G Possible deffects in leather production. Hemsbach: Druck Partner Rubelmann GmbH. Judoamidjojo, R.M Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Mekanisasi Pertanian. IPB, Bogor. Kanagy, R.J Phisycal and Performance Properties of Leather. Robert E. Krieger Publishing So. Hunting, New York. Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kirk, R.E. dan Othmer Encyclopedia of Chemical technology Vol. 4, 2 2nd ed. The Intersciece Encyclopedia Inc, new York. Krishnan, S.H., V.J. Sundar, T. Rangasamy, C. Muralidharan and S. Sadullla Studies on Chamois Leather Tanning Using Plant Oil. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemist, 89 : Lea, C.H The Oxidative Deterioration of Food Lipids. Di dalam: Symposium on Foods. Lipid and Their Oxidation. Connecticut: The AVI Publ. Co. Inc. Westport. Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, I Made Perancangan Percobaan. IPB Press. Bogor Nadarajapillat, N. dan Wijewantha, R.T Productivity Potensial of Rubber Seed. RRIC Bulletin, 2: O Flaherty, F., Roddy, W.T. and Lollar R.M The Chemistry and Technology of Leather. Reinhold Publishing Co., New York. Purnomo, E Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit, Departemen Perindustrian, Yogyakarta 51

66 Setiawan, F Pengaruh Konsentrasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dan Waktu Oksidasi Dalam Penyamakan Minyak Terhadap Mutu Kulit Samoa. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suardana, I.W., I. M. Sudiadnyana P., dan Rubiyanto Kriya Kulit Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Suparno, O., A.D. Covington, and C.S. Evans Kraft lignin degradation products for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and Biotechnology 80 (1): Suparno, O Potensi Pemanfaatan Biji Karet di Indonesia [karya ilmiah]. Tidak dipublikasikan. Suparno, O Penyamakan Kulit Samoa (Chamois Leather) [karya ilmiah]. Tidak dipublikasikan. Stosic, D.D. dan J.M. Kaykay Rubber Seed as Animal Feed in Liberia. Di dalam Aritonang Kemungkinan Pemanfaatan Biji Karet dalam Ramua Makanan Ternak. Jurnal Litbang Pertanian. 5(3): 73. Wachsmann, H.M Chamois Leather Traditional and Today. World Leather, October

67 LAMPIRAN 53

68 Lampiran 1. Prosedur analisis dan uji 1. Minyak Biji Karet a. Bilangan Asam (AOAC, 1995) Contoh minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak gram, kemudian ke dalam contoh tersebut ditambahkan 50 ml alkohol 95 persen, lalu dipanaskan pada penangas air sambil diaduk sampai semua minyak larut (sekitar 10 menit). Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan indikator phenolpthalein (pp) (sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 10 detik. Bilangan asam dapat dihitung dengan persamaan berikut: Bilangan asam = ml KOH x N KOH x 56,1 Bobot contoh (g) b. Kadar Asam Lemak Bebas /persen FFA Bilangan asam sering juga dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas persen FFA). Hubungan kadar asam lemak bebas dengan bilangan asam menurut Sudarmadji et al., (1989) dapat dtituliskan sebagai berikut: Persen FFA = Bilangan asam Faktor konversi Dimana : Faktor konversi untuk oleat = 1,99 Faktor konversi untuk palmitat = 2,19 Faktor konversi untuk laurat = 2,80 Faktor konversi untuk linoleat = 2,01 c. Bilangan Iod Cara Wijs (AOCS, 1951) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak gram dalam labu Erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu elenmeyer kemudian disimpan pada tempat gelap selama 30 menit, dan akhirnya ditambahkan 20 ml KI 15 persen dan 100 ml aquades. Kemudian erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan indikator pati, sampai warna biru berubah menjadi putih jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula titrasi blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus berikut: 54

69 Bilangan iod = (B-A) x N Na-tio x 12,69 Bobot contoh (g) A = ml Na-tio untuk titrasi contoh B = ml Na-tio untuk titasi blanko 12,69 = sepersepuluh dari BM atom iodium d. Bilangan Peroksida (AOAC, 1995) Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran dari 60 persen asam asetat glasial dan 40 persen kloroform, lalu ditambahkan 0.5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. Larutan kemudian dititrasi dengan indikator pati. Dengan cara yang sama dibuat pula titrasi blanko tanpa minyak. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida setiap 100 gram contoh. Bilangan peroksida = mml Na 2S 2 O 3 x N tio x 1000 Bobot contoh (g) e. Bilangan penyabunan (AOAC, 1995) Contoh minyak sebanyak 2-5 gram ditimbang dalam labu Erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol 0,5 N. Selanjutnya larutan didihkan selama setengah sampai satu jam dengan menggunakan pendingin tegak dan dikocok sampai beberapa kali sampai semua minyak tersabunkan. Setelah dingin, bagian atas pendingin dibilas dengan sedikit aquades. Larutan KOH sisa ditetapkan dengan titrasi oleh HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator pp sampai warna merah muda hilang. Dibuat juga titrasi blanko dengan cara yang sama. Bilangan penyabunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Bilangan penyabunan = ml HCl (blanko-contoh) x 28,05 Bobot contoh (g) f. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat DR (Direct Read) Sebelum dilakukan pengukuran, contoh minyak yang akan digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n-heksan. Perbandingan antara minyak dan pelarut adalah 1 : 9. Kemudian panjang gelombang cahaya yang akan 55

70 digunakan adalah 455 nm. Setelah siap, cuvet yang berisi aquades dimasukan kedalam alat, kemudian skala dinolkan. Kuvet yang berisi aquades diganti dengan kuvet yang berisi contoh minyak dan nilai warna dapat dibaca setelah menekan tanda read pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan minimal sebanyak tiga kali untuk setiap contoh minyak. Rataan dari nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran ditetapkan sebagai warna dari contoh. 2. Sifat fisik kulit a. Pengkondisian sampel (IUP3/SLP 3) Sebelum diuji fisik dan mekanis sampel harus dikondisikan terlebih dahulu. Ini dapat dipakai untuk semua jenis kulit kering. Standar atmosfer Standar atmosfer dan toleransinya diberikan pada tabelberikut : Penandaan Suhu Kelembaban relati (RH) 20/65 20±2 65±5 Kondisi di bawah adalah alternative, namun tidak ekuivalen, kondisi ini mungkin bisa digunakan. 23/50 23±2 50±5 Pengkondisian Kondisikan sampel sesuai dengan standar atmosfer seperti tabel di atas. Usahakan udara bebas dapat mengenai kedua sisi permukaan sampel. Pengkondisian sampel dilakukan minimal selama 48 jam sebelum pengujian. b. Ketebalan (SLP 4) Ketebalan kulit diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan kulit dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. pengukuran ketebalan denfan menggunakan alat thickness gauge. Letakkan alat di atas bidang horizontal dengan permukaan yang rata. Letakkan sampel di antara tatakan dan penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisis grain-nya tidak dapat diidentifikasi letakkan sampel dengan salah satu sisi ke atas. Lepaskan penekan, tunggu sekitar 5 detik ±1 detik, catat angka yang terbaca pada meteran. 1. Letakkan alat di atas bidang yang rata. 2. Letakkan sampel dengan permukaan grain di atas, jika hal ini dapat diidentifikasi. Jika hal ini tidak dapat diidentifikasi, letakkan dengan salah satu permukaan berada di atas. 56

71 3. Letakkan penekan, biarkan selama 5 detik ± 1, catat ketebalan kulit yang terbaca pada alat 4. Hasil yang terbaca ditunjukkan dirata-ratakan. c. Kekuatan tarik (SLP 6) Pengujian kekutan tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength tester. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua ujung sampel pada alat penjepit. Jarak antar jepitan adalah 5 cm. Setelah sampel terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut Kekuatan tarik (kgf/mm 2 F ) = t x l F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) l = lebar kulit yang diuji (mm) t = ketebalan kulit (mm) d. Kemuluran /elongasi (SLP 6) Pengujian kemuluran (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan kulit yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya kulit pada saat pengujian kekuatan tarik. Kemuluran dihitung dengan membandingkan perpanjangan kulit ketika terputus pada saat pengujian kekuatan tarik dengan panjang kulit diawal pengukuran. Penghitungan kemuluran (elongasi) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Elongasi (%) = L 1 L 0 x 100 L 1 = Panjang pada waktu putus (mm) L 0 L 0 = Panjang mula mula (mm) 57

72 e. Kekuatan sobek (SLP 7) Pengujian kekuatan sobek menggunakan alat yang sama dengan uji kekuatan tarik, yang berbeda hanya pada bentuk sampel dan penggunaan alat tambahan pada alat tensile strength tester. Alat tambahan yang digunakan yaitu pengait yang berfungsi untuk menarik sampel uji kekuatan sobek. Sampel dipasang dengan cara mengaitkan bagian tengah sampel pada alat pengait. Alat pengait akan menarik sampel dengan arah yang berlawanan sehingga sampel akan tersobek. Nilai kekuatan sobek yang terbaca pada alat dilihat ketika sampel mulai tersobek dan jarum penunjuk nilai kekuatan sobek pada alat pengujian berhenti. Nilai kekuatan sobek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kekuatan sobek (kgf/mm) = F t F = Nilai yang terbaca pada alat ( kgf) t = Ketebalan kulit (mm) Keterangan : A. Penampang alat uji kekuatan sobek. A. Bentuk dan ukuran sampel. B. posisi sampel untuk pengujian kekuatan sobek. f. Daya serap air (SLP 19) Pengujian daya serap air dilakukan dengan cara merendam sampel kulit pada alat uji daya serap air selama 2 jam pertama dan 24 jam berikutnya. Sampel kulit yang diuji memiliki bentuk lingkaran dengan diameter 6 cm. 58

73 Keterangan : A. Penampang alat uji kekuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel. g. Suhu pengerutan (SLP 18) Prosedur pengujian : 1. Kaitkan sampel kepada pengait D dan J 2. Letakkan ke dalam gelas A yang telah berisi 350 ± 50 ml air destilasi. Kecuali sampel diduga mempunyai suhu pengerutan di bawah 60 oc, letakkan di dalam air dengan suhu 50 ± 5 oc. Panaskan air dengan menjaga kenaikan suhu sebisa mungkin sebesar 2 oc per menit. 3. Setiap interval setengah menit, catat suhu pada termometer M di hubungkan dengan pembacaan pointer G. Teruskan kegiatan ini sampai sampel mengalami pegerutan. Kegiatan ini dapat diakhiri setelah sampel tidak lagi mengalami pengerutan seiring dengan kenaikan suhunya. Dengan membaca hubungan antara suhu dan besarnya derajat pergerakan pointer atau dengan menggunakan grafik hubungan antara pembacaan pointer dengan suhu maka dapat ditentukan derajat pengerutan dari sampel tersebut. Suhu pengerutan adalah suhu dimana terjadi pengerutan sampel dengan derajat paling besar. 59

74 Keterangan : A. Penampang alat uji kekuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel. 3. Sifat kimia dan organoleptik kulit samoa Sampel di ambil pada bagian berikut ini : a. Kadar minyak (AOAC, 1984) Sampel yang telah dikeringkan dalam oven, ditimbang sebanyak 2-3 gram. Sampel kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dibentuk silinder sesuai dengan jumlah dan ukuran sampel. Selanjutnya, sampel dimasukkan kedalam 60

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Jurnal Teknologi Industri Pertanian (1):1-9 (1) Ono Suparno dan Eko Wahyudi PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA THE EFFECTS OF

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia, kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT*

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* Ono Suparno*, Irfina Febianti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Oleh: ZAINI FAHROJI F34104097 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Judul

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI

PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F34070131 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI SHIVA AMWALIYA F34070084 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT 1 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT GITA NOVELIA ANDAYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)*

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* Ono Suparno Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Kampus

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING (Study of broiler fat and coconut oil as material fatliquoring the quality of goat tanning leather)

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI TERBAIK PENGEMPAAN DALAM PRODUKSI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT

PENENTUAN KONDISI TERBAIK PENGEMPAAN DALAM PRODUKSI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT PENENTUAN KONDISI TERBAIK PENGEMPAAN DALAM PRODUKSI MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT STUDIES ON THE MECHANICAL PRESSING CONDITIONS IN RUBBER SEED OIL (Hevea brasiliensis) PRODUCTION

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya

LAPORAN AKHIR. Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya LAPORAN AKHIR PENGARUH KONSENTRASI ASAM PHOSPAT DAN WAKTU DEMINERALISASI TERHADAP KUALITAS LEM BERBAHAN BAKU TULANG IKAN TENGGIRI (SCOMBEROMORUS COMMERSONII) Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

Ekstraksi Biji Karet

Ekstraksi Biji Karet Ekstraksi Biji Karet Firdaus Susanto 13096501 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2001 TK-480 PENELITIAN 1 dari 9 BAB I PENDAHULUAN Biji karet berpotensi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH

SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH SIFAT KIMIA KREKER YANG DIBERI PERLAKUAN SUBSTITUSI TEPUNG DAGING SAPI DAN PERUBAHAN BILANGAN TBA KREKER SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI WIEKE FAUZIAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PERBEDAAN KONSENTRASI MIMOSA PADA PROSES PENYAMAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAN KIMIA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) The Difference Concentration of Mimosa in Tanning Process on Physical and Chemical

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat, lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/lds), lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci, 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerupuk adalah bahan cemilan bertekstur kering, memiliki rasa yang enak dan renyah sehingga dapat membangkitkan selera makan serta disukai oleh semua lapisan masyarakat.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK PENGARUH LAMA PERENDAMAN DENGAN ENZIM PAPAIN PADA PROSES BATING TERHADAP KUALITAS KULIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) SAMAK The Effect of Long Soaking with Papain Enzyme on Bating Process to Quality

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Hesti Meilina 1, Asmawati 2, Ryan Moulana 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI Oleh : FRANSISWA GINTING 070305035/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI

PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI PENGARUH PROPORSI DAGING BUAH PALA DENGAN AIR DAN KONSENTRASI PUTIH TELUR TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SARI DAGING BUAH PALA SKRIPSI OLEH: MEGAWATI GUNAWAN 6103010022 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat

PENDAHULUAN. LatarBelakang. Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat PENDAHULUAN LatarBelakang Menurut data Ditjennak (2012) pada tahun 2012 pemotongan tercatat sebanyak 2.298.864 sapi potong, 175.741 kerbau, 2.790.472 kambing dan 1.299.455 domba. Dari angka itu diperkirakan

Lebih terperinci

OPTIMISASI PENGERINGAN BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA EKSTRAKSI MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT

OPTIMISASI PENGERINGAN BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA EKSTRAKSI MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT Optimisasi Pengeringan Biji Karet (Hevea brasiliensis)... OPTIMISASI PENGERINGAN BIJI KARET (Hevea brasiliensis) PADA EKSTRAKSI MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT OPTIMIZATION OF RUBBER SEED (Hevea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LILIN dan LAMA PEMBERIAN TEKANAN TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH

PENGARUH KONSENTRASI LILIN dan LAMA PEMBERIAN TEKANAN TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH PENGARUH KONSENTRASI LILIN dan LAMA PEMBERIAN TEKANAN TERHADAP SIFAT FISIK EMULSI LILIN SARANG LEBAH SKRIPSI OLEH: M. ABDUL ROZAQ 050305034 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR, KECEPATAN PUTAR ULIR DAN WAKTU PEMANASAN AWAL TERHADAP PEROLEHAN MINYAK KEMIRI DARI BIJI KEMIRI DENGAN METODE PENEKANAN MEKANIS (SCREW PRESS) (Effects of Temperature,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK SKRIPSI Oleh: CHERIA LESTARI 090305017/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8

KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8 KARAKTERISTIK PENYAMAKAN KULIT MENGGUNAKAN GAMBIR PADA ph 4 DAN 8 (Characteristics of Tanning Leather Using Gambir on ph 4 and 8) Ardinal 1, Anwar Kasim 2 dan Sri Mutiar 3 1 Baristand Industri Padang,

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI

PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI Oleh : Keny Damayanti NPM.0533010023 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci