PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT"

Transkripsi

1 1 PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK PENYAMAKAN KULIT GITA NOVELIA ANDAYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN GITA NOVELIA ANDAYANI. E Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Selain menghasilkan lateks, perkebunan karet juga menghasilkan biji karet sebanyak ,25 ton per tahun yang belum termanfaatkan secara optimal. Dengan melihat tingginya kandungan minyak di dalam daging biji karet yaitu sebesar % (Hardjosuwito & Hoesnan 1976), maka dari biji karet yang belum dimanfaatkan akan dapat menghasilkan minyak biji karet sebanyak ,06 ton per tahun. Minyak biji karet ini diduga dapat menggantikan minyak ikan sebagai bahan penyamak kulit samak minyak (chamois leather), karena mempunyai bilangan iod lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit (Suparno 2006). Penyamakan dengan menggunakan minyak ikan masih menghadapi masalah bau yang ditimbulkan oleh sisa minyak ikan yang teroksidasi yang menempel pada produk kulit chamois. Oleh karena itu, penelitian untuk memperoleh bahan pengganti yang dapat mengurangi masalah tersebut perlu dilakukan. Salah satu bahan penggantinya adalah minyak biji karet. Penelitian ini mencoba untuk menentukan kombinasi suhu dan lama pemanasan biji karet yang menghasilkan rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan, mengetahui karakterisasi minyak biji karet yang optimal untuk penyamakan dan membandingkannya dengan minyak ikan, serta untuk mengetahui potensi minyak biji karet sebagai bahan penyamak kulit, dilihat dari bilangan iod dan gugus fungsionalnya. Penelitian pengaruh pengeringan terhadap sifat fisiko-kimia minyak biji karet untuk penyamakan kulit ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap penjemuran biji karet, tahap penelitian pendahuluan yang terdiri dari penentuan persentase bagian-bagian biji karet dan analisis komposisi kimia daging biji karet, serta tahap penelitian utama yang terdiri dari penyortiran biji karet, pengovenan, pengukuran kadar air biji karet setelah pengeringan, penggilingan, pengempaan, dan analisis terhadap minyak kasar dan bungkil yang dihasilkan. Selain itu, dilakukan juga analisis yang sama terhadap minyak ikan sebagai pembanding. Berdasarkan hasil penelitian, biji karet dengan jenis klon GT yang digunakan dalam penelitian ini memiliki persentase daging biji sebesar 50,81 % dan kulit biji (tempurung) sebesar 49,18 %. Biji karet tersebut mengandung kadar air sebesar 8,97 %, kadar minyak 37,94 %, kadar serat kasar 22,30 %, kadar protein (dasar kering) 13,85 %, kadar protein (dasar basah) 12,62 %, dan kadar abu 3,02 %. Kandungan minyak daging biji karet yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong tinggi. Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan biji karet menghasilkan nilai kadar minyak dalam bungkil dan warna minyak biji karet yang cenderung meningkat, sedangkan nilai rendemen, bilangan iod, bilangan asam, dan persen FFA yang dihasilkan serta nilai kadar air biji karet cenderung menurun seiring dengan meningkatnya suhu dan lama pemanasan biji karet yang digunakan. Dilihat dari rendemen dan bilangan iod tertinggi, maka kombinasi perlakuan pemanasan biji karet dengan jenis klon GT yang menghasilkan minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan kulit adalah kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam. Kombinasi perlakuan ini

3 menghasilkan sifat fisiko-kimia minyak biji karet antara lain: rendemen 20,52 %, kadar minyak dalam bungkil 9,84 %, warna 4077 unit PtCo, berat jenis 0,924, viskositas 160 centipoise, bilangan iod 145,74, bilangan asam 2,08, persen FFA 1,04, bilangan penyabunan 184,58, bilangan peroksida 30,46, dan gugus fungsional yang terdiri dari COOH, COOR, CH=CH, OH, dan C H. Sedangkan sifat fisiko-kimia minyak ikan yaitu memiliki nilai warna 6106 unit PtCo, berat jenis 0,922, viskositas 120 centipoise, bilangan iod 147,72, bilangan asam 0,19, persen FFA 0,09, bilangan penyabunan 168,20, bilangan peroksida 13,97, dan gugus fungsional yang terdiri dari COOH, COOR, CH=CH, OH, dan C H. Dengan melihat nilai bilangan iod minyak biji karet yang hampir sama dengan minyak ikan dan gugus fungsional yang dimiliki oleh kedua minyak tersebut adalah sama, maka minyak biji karet yang dihasilkan dalam penelitian ini berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Keywords: pengeringan, minyak, biji karet, penyamakan kulit.

4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2008 Gita Novelia Andayani NRP E

5 i Judul Skripsi : Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit Nama : Gita Novelia Andayani NRP : E Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan NIP Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi robbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, ridho, dan hidayah-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit ini telah berhasil diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Bapak Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. selaku dosen pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Ega dan Bapak Gunawan dari Laboratorium Dasar Ilmu Terapan I dan II Fakultas Teknologi Pertanian IPB, serta Bapak Ali dari Laboratorium Pengolahan Kimia Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Bogor, yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan dalam penyediaan alat dan bahan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Bogor, Januari 2008 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 6 November 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Ir. Atang dan Ibu Enok Nurhayati. Pada tahun 1991 penulis menyelesaikan pendidikan formal di TK Bhakti Pertiwi dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SD Negeri Tonjong dan lulus pada tahun Pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Buahdua dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Cimalaka dan lulus pada tahun Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cimalaka dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Kesekretariatan ASEAN Forestry Students Association (AFSA) Local Committee IPB tahun , ketua Departemen Kesekretariatan ASEAN Forestry Students Association (AFSA) Local Committee IPB tahun , staf Departemen Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) tahun , asisten praktikum M.K. Dendrologi tahun 2005, Panitia KOMPAK Departemen Hasil Hutan tahun 2005, dan panitia Seminar Bangunan Tahan Gempa tahun Selain itu, penulis juga mengikuti beberapa praktek lapang yaitu Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli-Agustus 2006 di Perhutani Unit I Jawa Tengah dan Perhutani Unit II Jawa Timur. Pada bulan Pebruari-April 2007 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kertas Padalarang, Bandung. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Pengeringan terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) untuk Penyamakan Kulit dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT beserta Rasul-Nya atas segala rahmat, nikmat, ridho, petunjuk, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Papap dan mamah tersayang yang telah mendidik, memberikan semangat, dukungan baik moral maupun materi, dan mendo akan penulis dengan tulus ikhlas dan penuh kasih sayang. 3. Adik tercinta (Kiky dan d Andry) serta seluruh keluarga besar yang selalu memberikan do a, semangat, dan kasih sayang. 4. Agus Rahmat dan keluarga yang selalu memberikan do a, semangat, dukungan, bantuan, perhatian, dan kasih sayang. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan dan Bapak Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T., atas bimbingan, arahan, nasehat, dan dukungannya. 6. Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc.F., selaku dosen penguji wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Bapak Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop., selaku dosen penguji wakil dari Departemen Manajemen Hutan. 7. M. Idham Aliem sebagai teman satu tim, atas segala bantuan dan kerjasamanya. 8. Ibu Ega dan Bapak Gunawan dari Laboratorium Dasar Ilmu Terapan I dan II Fakultas Teknologi Pertanian IPB, serta Bapak Ali dari Laboratorium Pengolahan Kimia Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Bogor, atas bimbingan, arahan, dan bantuannya dalam penyediaan alat dan bahan kimia untuk penelitian. 9. Seluruh penghuni Pondok Ginastri (Yeyet, V-ni, Echa, Sinta, Mba Niken, Noorma, Irma, Agus, Nayu, Melisa, Myu, Arie, dll), atas semangat bantuan, persaudaraan, dan kebersamaannya. 10. Teman-teman THH 40, atas semangat, dukungan, kekompakkan, kerja sama, dan kebersamaannya. 11. Teman-teman TIN 40 (Sylvilia, Rian, Mila, Ika, Adam, Lita, Retno, dll), atas bantuan dan kerja samanya. 12. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu, atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

9 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Karet Biji Karet Minyak Biji Karet Ekstraksi Minyak Rendering Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) Ekstraksi dengan Pelarut (Solvent Extraction) Kulit Samak Minyak (chamois leather) Penyamakan Kulit (tanning) Proses Pra Penyamakan Penyamakan Penyelesaian Penyamakan Minyak (oil tanning) Potensi Penggunaan Minyak Nabati dalam Penyamakan Minyak 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Alat Bahan Prosedur Penelitian Penjemuran Biji Karet Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Karakterisasi Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan Rancangan Percobaan Pengolahan Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Persentase Bagian-bagian Biji Karet Komposisi Kimia Daging Biji Karet Penelitian Utama Kadar Air Biji Karet Rendemen Kadar Minyak dalam Bungkil Warna Bilangan Iod... 33

10 ii Bilangan Asam Persen FFA Karakterisasi Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 44

11 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Komposisi kimia daging biji karet Persyaratan mutu kulit chamois menurut SNI Persyaratan mutu kulit chamois untuk kulit sarung tangan Persyaratan mutu kulit chamois untuk orthopaedic leather Persentase kulit dan daging biji karet Hasil analisis komposisi kimia daging biji karet Sifat fisiko-kimia minyak biji karet dan minyak ikan Gugus fungsional minyak biji karet dan minyak ikan... 38

12 iv DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Diagram alir ekstraksi minyak biji karet dengan pengempa hidrolik Reaksi hidrolisis trigliserida (Ketaren 1986) Histogram hubungan suhu pemanasan dengan kadar air biji karet Histogram hubungan suhu pemanasan dengan rendemen Histogram hubungan suhu pemanasan dengan kadar minyak dalam bungkil Histogram hubungan suhu pemanasan dengan warna Histogram hubungan suhu pemanasan dengan bilangan iod Histogram hubungan suhu pemanasan dengan bilangan asam Histogram hubungan suhu pemanasan dengan persen FFA... 37

13 v DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Hasil analisis kadar air biji karet setelah pengeringan Hasil analisis rendemen minyak biji karet Hasil analisis kadar minyak dalam bungkil Hasil analisis warna minyak biji karet Hasil analisis bilangan iod minyak biji karet Hasil analisis bilangan asam minyak biji karet Hasil analisis persen FFA minyak biji karet Foto peralatan penelitian Foto hasil penelitian... 58

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2006), pada tahun 2003 Indonesia mempunyai total areal perkebunan karet sebesar ha dengan proporsi tanaman karet yang menghasilkan adalah ha (61%). Selain menghasilkan lateks, perkebunan karet juga menghasilkan biji karet sebanyak 1500 kg/ha/tahun yang belum termanfaatkan secara optimal. Dari luas areal tanaman menghasilkan tersebut, maka akan diproduksi biji karet sekitar ton per tahun. Apabila diasumsikan 25 persen digunakan untuk benih, maka biji karet yang belum dimanfaatkan secara optimal sekitar ,25 ton per tahun. Dengan melihat tingginya kandungan minyak di dalam daging biji karet yaitu sebesar % (Hardjosuwito & Hoesnan 1976), maka dari biji karet yang belum dimanfaatkan akan dapat menghasilkan minyak biji karet sebanyak ,06 ton setiap tahunnya. Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil) yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren 1986). Jenis minyak ini dapat digunakan untuk bahan pembuat sabun, bahan cat sebagai minyak mengering, dan bahan pelengkap kosmetik (Anonim 1984). Selain itu, minyak biji karet juga diduga dapat digunakan sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samak minyak (chamois leather), karena minyak biji karet memiliki nilai bilangan iod yang tinggi yaitu lebih dari 120. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak yang dapat digunakan untuk penyamak kulit (Suparno 2006). Kulit chamois merupakan produk kulit olahan yang populer dalam perdagangan, karena mempunyai penggunaan khusus, misalnya dalam penyaringan gasolin kualitas tinggi dan pembersihan alat-alat optik (kacamata, kaca jendela, dan kendaraan bermotor). Dewasa ini, kulit samak minyak diproduksi dengan menggunakan minyak ikan sebagai bahan penyamak utamanya. Penyamakan dengan menggunakan minyak ikan tersebut menghadapi masalah bau yang ditimbulkan oleh sisa minyak ikan yang teroksidasi yang menempel pada produk kulit chamois. Bau tersebut sampai saat

15 2 ini belum dapat dihilangkan dengan sempurna. Oleh karena itu, untuk mengurangi masalah tersebut perlu dilakukan usaha-usaha untuk mensubstitusi minyak ikan dengan minyak nabati dalam penyamakan kulit chamois. Minyak biji karet adalah salah satu bahan penyamak kulit yang diduga dapat menggantikan minyak ikan. Hal ini diperkuat dengan adanya alasan bahwa minyak biji karet tidak akan menimbulkan bau dan dapat melakukan cross-link dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak. Minyak biji karet dapat diperoleh dengan cara ekstraksi. Salah satu jenis ekstraksi yang umum digunakan adalah ekstraksi secara mekanis dengan menggunakan pengempa hidrolik (hydraulic pressing). Ekstraksi cara ini sesuai untuk biji karet yang mangandung kadar minyak yang cukup tinggi. Dua tahapan yang perlu dilakukan pada ekstraksi mekanis yaitu tahap perlakuan pendahuluan dan tahap pengempaan. Tahap perlakuan pendahuluan terdiri dari pembersihan bahan, pemisahan kulit, pengecilan ukuran, dan pemasakan. Tujuan dari pemasakan adalah untuk mengkoagulasikan protein dalam bahan dan menurunkan viskositas minyak sehingga minyak mudah keluar. Selain itu, dengan pemasakan dapat menyebabkan afinitas minyak dengan permukaan bahan menjadi berkurang sehingga pada saat pengempaan minyak dapat diperoleh semaksimal mungkin. Berdasarkan latar belakang di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian terhadap minyak biji karet yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pengempa hidrolik. Untuk mendapatkan minyak yang optimal maka sebelum diekstraksi biji karet yang digunakan diberikan perlakuan pemanasan dengan oven. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menentukan kombinasi suhu dan lama pemanasan biji karet yang menghasilkan rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan kulit. 2. Mengetahui karakterisasi minyak biji karet yang optimal untuk penyamakan dan membandingkannya dengan minyak ikan. 3. Mengetahui potensi minyak biji karet sebagai bahan penyamak kulit.

16 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Karet Tanaman karet dikenal orang semenjak abad ke-18, yakni ketika Freasneau mengarang buku tentang karet yang digunakan di Amerika Selatan (Yusuf & Yasri 1983). Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, keluarga Euphorbiaceae, dan genus Hevea (Tim Penebar Swadaya 1992). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuhnya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penebar Swadaya 1992). Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone 15 o LS dan 15 o LU. Bila ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat. Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari mm. Optimal antara mm/tahun, yang terbagi dalam hari hujan (Setyamidjaja 1993). Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya semakin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet. Selain itu, tanaman karet juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis maupun vulkanis tua, aluvial, dan bahkan tanah gambut (Setyamidjaja 1993). 2.2 Biji Karet Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya tiga, kadang-kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Biji yang sering menjadi mainan anak-anak ini sebenarnya berbahaya karena mengandung racun (Tim Penebar Swadaya 1992). Racun yang dimaksud

17 4 adalah racun sianida. Kadar sianida di dalam biji karet yaitu sebesar 330 mg dari setiap gram bahan (Zuhra 2006). Biji karet terdiri dari % kulit biji yang keras berwarna coklat dan % daging biji yang berwarna putih (Nadarajah 1969). Bobot biji karet sekitar 3-5 gram tergantung dari varietas, umur biji, dan kadar air. Biji karet berbentuk bulat telur dan rata pada salah satu sisinya (Nadarajapillat & Wijewantha 1967). Komposisi kimia daging biji karet disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia daging biji karet Kadar air Komponen Komposisi (%) A B C 14,50 7,60 6,10 Kadar lemak 49,50 39,00 50,56 Kadar serat kasar 3,80 2,80 15,30 Kadar protein 22,50 21,70 18,60 Kadar abu 3,50 3,10 3,21 Sumber : A = Bahasuan (1984) diacu dalam Aritonang (1986) B = Stosic dan Kaykay (1981) diacu dalam Aritonang (1986) C = Silam (1998) 2.3 Minyak Biji Karet Kandungan minyak dalam daging biji atau inti biji karet adalah % dengan komposisi % asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, dan arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar % yang tediri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito & Hoesnan 1976). Studi mengenai kemungkinan penggunaan biji karet sebagai minyak goreng menunjukkan bahwa sifat kimianya hampir sama dengan sifat minyak kacang tanah, tetapi minyak biji karet tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Penggunaan minyak biji karet dalam industri non pangan antara lain untuk bahan pembuat sabun, bahan cat sebagai minyak mengering, dan bahan pelengkap kosmetik (Anonim 1984). 2.4 Ekstraksi Minyak Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression, dan solvent extraction (Ketaren 1986).

18 Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut, sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet rendering dan dry rendering. Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama proses tersebut berlangsung, sedangkan dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung (Ketaren 1986) Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 %). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan, dan penggilingan, serta tempering atau pemasakan (Ketaren 1986). Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing). Pada cara pengepresan hidrolik, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch 2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, dan kandungan minyak dalam bahan asal. Cara pengepresan berulir memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri atas proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada 240 o F (115,5 o C) dengan tekanan sekitar ton/inch 2 (Ketaren 1986). Menurut Bailey (1950), tujuan utama pemasakan adalah untuk mengkoagulasikan protein dalam bahan, sehingga butiran minyak terakumulasi dan minyak mudah keluar dari bahan. Selain itu, pemasakan menyebabkan penurunan afinitas minyak dengan permukaan bahan, sehingga minyak diperoleh semaksimal mungkin pada waktu bahan dikempa.

19 Ekstraksi dengan Pelarut (Solvent Extraction) Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak atau lemak. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasolin karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzena, dan n-heksan (Ketaren 1986). Menurut Bailey (1950), cara ini efisien untuk bahan-bahan yang berkadar lemak rendah. 2.5 Kulit Samak Minyak (chamois leather) Kulit chamois merupakan artikel kulit yang populer dalam perdagangan (Sharpouse 1995). Permintaan akan kulit chamois di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al. 2005a). Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain. Kulit chamois memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse 1995; John 1996). Persyaratan-persyaratan penting kulit chamois yang diperlukan, misalnya persyaratan kulit chamois menurut SNI disajikan dalam Tabel 2, persyaratan untuk pembuatan sarung tangan disajikan dalam Tabel 3, dan persyaratan untuk orthopaedic leather disajikan pada Tabel 4. Tabel 2 Persyaratan mutu kulit chamois menurut SNI Parameter Sifat Kimia: Kadar minyak (%) Kadar Abu (%) ph Satuan Persyaratan Minimal Maksimal Keterangan - - sesudah disarikan minyaknya

20 7 Parameter Sifat Fisis: Tebal Kekuatan tarik Kemuluran (%) Kekuatan jahit Kekuatan sobek Penyerapan air (%) - 2 jam - 24 jam Organoleptis: Keadaan kulit Warna Satuan mm N/mm 2 - N/mm 2 N/mm 2 Sumber: Badan Standardisasi Nasional (1990) Persyaratan Minimal 0,3 7, Maksimal 1, halus kuning muda/ mendekati putih Keterangan seperti beledu Tabel 3 Persyaratan mutu kulit chamois untuk kulit sarung tangan Parameter Kadar abu Maksimal 6,0 % Bahan-bahan lemak Maksimal 10 % Kekuatan tarik Minimal 10 N/cm 2 Ektensi pada 2 N/cm Minimal 30 Elongation at break Minimal 50 % Kemampuan cuci Persyaratan Maksimum suhu pencucian 30 ± 2 o C Nilai ph Aqueous extract (1:20), 8,5 Sumber: John (1996) Tabel 4 Persyaratan mutu kulit chamois untuk orthopaedic leather Parameter Bahan-bahan lemak Maksimal 20 % Kadar abu total Maksimal 6 % Nilai ph (ekstrak) 4,0-8,0 Persyaratan Kekuatan tarik Minimal 1000 N/cm 2 Elongation at break Minimal 50 % Absorpsi air - setelah 2 menit - setelah 1 jam Bahan-bahan berbahaya Sumber: John (1996) Minimal 150 % Minimal 175 % Tidak mengandung bahan-bahan berbahaya

21 8 2.6 Penyamakan Kulit (tanning) Penyamakan adalah perubahan kulit mentah yang sifatnya tidak stabil menjadi lebih stabil terhadap perlakuan-perlakuan tertentu seperti aksi bakteri, zat kimia, dan perlakuan fisik (Fahidin 1977 diacu dalam Nugraha 1999). Dengan kata lain, penyamakan adalah proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit, dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al. 2005). Kulit samak yang telah digunakan orang untuk berbagai keperluan sejak ribuan tahun lalu, mempunyai sifat istimewa yang tidak dimiliki oleh bahan alami maupun bahan buatan manusia yang lain. Kulit samak dapat mengeras tetapi dapat pula sangat lembut dan lugas seperti tekstil. Kulit samak tidak hanya kuat, tahan lama serta lugas tetapi juga mempunyai struktur berpori yang unik sehingga dapat bernapas (Judoamidjojo 1981). Menurut Fahidin (1977) diacu dalam Nugraha (1999), proses penyamakan kulit dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu proses pra penyamakan, penyamakan, dan penyelesaian (finishing) Proses Pra Penyamakan Proses awal penyamakan lazim disebut beam house, tetapi ada juga yang menyebut proses rumah basah, karena dalam pelaksanaannya selalu dilakukan dalam keadaan basah (Purnomo 1991). Proses awal penyamakan terdiri atas beberapa tahapan proses, yakni proses perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming), pelumatan (bating), dan pemikelan (pickling). Proses perendaman bertujuan untuk mengembalikan kadar air kulit sampai mendekati kadar air kulit segar serta membersihkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan kimia yang masih menempel dan juga untuk melarutkan protein (Fahidin 1977 diacu dalam Nugraha 1999). Selain itu, perendaman juga bertujuan agar kulit siap menerima perlakuan secara kimia ataupun fisis dalam proses penyamakan, sebab kulit yang direndam akan mudah bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan (Purnomo 1991). Proses selanjutnya adalah pengapuran yang bertujuan untuk menghilangkan sisik (pada kulit reptil), menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan terutama globular protein yang berada di antara serat-serat kolagen,

22 9 menyabunkan lemak-lemak yang terdapat dalam kulit, dan membengkakan kulit agar sisa daging yang melekat pada kulit mudah dihilangkan (Purnomo 1991). Bahan yang digunakan dalam proses pengapuran ini adalah kapur (Ca(OH) 2 ) untuk membuka tenunan serat kulit dan natrium sulfida (Na 2 S) untuk membuang bulu dan menghilangkan epidermis (Fahidin 1977 diacu dalam Nugraha 1999). Proses buang kapur dilakukan untuk membuang kapur bebas maupun yang terikat dalam kulit, karena kulit yang akan disamak dengan penyamak krom tidak boleh mengandung kapur, tetapi dalam penyamakan nabati kapur tersebut masih diperlukan untuk memperkeras hasil samak. Proses buang kapur dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi pembengkakan akibat proses pengapuran (Judoamidjojo 1974 diacu dalam Pitoyo 1997). Menurut Judoamidjojo (1974) diacu dalam Nugraha (1999), pembuangan kapur yang tidak terikat dibuang dengan menambahkan garam ammonium sulfat (NH 4 ) 2 SO 4. Dengan garam ini, kapur dapat mudah terbuang karena tidak terjadi pengendapan serta tidak menyebabkan pembengkakan pada kulit. Reaksinya adalah sebagai berikut: Ca(OH) 2 + (NH 4 ) 2 SO 4 CaSO 4 + 2NH 4 OH Pelempaian (bating) bertujuan untuk membuka tenunan kulit lebih sempurna dengan menggunakan enzim. Fungsi enzim disini terutama untuk melanjutkan hidrolisis dari serat kolagen dan elastin kulit hewan. Bahan pelumat yang banyak digunakan adalah oropon yang berasal dari ekstrak pankreas. Setelah proses bating, dilanjutkan dengan proses pemikelan yang bertujuan untuk mengasamkan kulit sehingga fiksasi bahan penyamak dapat diperlambat. Menurut Fahidin (1977) diacu dalam Nugraha (1999), beberapa bahan yang digunakan pada proses pemikelan, antara lain : a. Asam. Asam digunakan untuk mengasamkan kulit. Asam yang digunakan antara lain asam semut, asam formiat, asam sulfat, dan asam klorida. b. Garam. Garam digunakan untuk menahan pembengkakan pada kulit karena adanya asam. Garam yang biasanya digunakan adalah garam dapur (NaCl) Penyamakan Penyamakan bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mudah rusak oleh aktivitas mikroorganisme, kimia atau fisis menjadi kulit tersamak yang lebih

23 10 tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Mekanisme penyamakan kulit pada prinsipnya adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit, sehingga terjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dengan serat kulit (Purnomo 1991). Kulit hewan dapat disamak dengan beberapa golongan bahan penyamak diantaranya bahan penyamak nabati, bahan penyamak mineral, aldehida, minyak, serta sintetis (Fahidin 1977 diacu dalam Nugraha 1999). Pemilihan metode penyamakan didasarkan pada sifat-sifat yang diperlukan dalam produk akhir kulit, biaya bahan-bahan kimia, pabrik atau peralatan yang tersedia, dan jenis bahan mentah (Sharpouse 1995) Penyelesaian Proses penyelesaian (finishing) terdiri dari beberapa tahapan proses yang tujuan umumnya adalah untuk membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit. Proses finishing ini sangat bervariasi dan dapat dilakukan dengan metode yang berbeda-beda tergantung pada jenis penyamakannya, jenis kulitnya, serta tujuan akhir kulit jadinya (Purnomo 1991). 2.7 Penyamakan Minyak (oil tanning) Penyamakan minyak adalah penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak (chamois leather). Metode tradisional pembuatan kulit chamois adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse 1981; Dewhurst 2004). Dalam finishing, kulit diwarnai dengan bahan pewarna (dye) untuk meningkatkan keindahannya atau untuk keperluan mode (fashion). Umumnya, warna diperoleh dengan cara menggunakan pewarna asam atau premetallised yang menghasilkan warna-warna cerah (Covington et al. 2005). Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak

24 11 jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse 1985). 2.8 Potensi Penggunaan Minyak Nabati dalam Penyamakan Minyak Kulit chamois yang dibuat secara konvensional berasosiasi dengan kelemahan, seperti ketidakseragaman akibat keragaman dalam distribusi dan bau yang berhubungan dengan minyak ikan (Krishnan et al. 2005a). Bau minyak ikan dalam kulit chamois menyebabkan masalah estetika. Selain itu, penyamakan menggunakan minyak ikan menghadapi kendala untuk kelestarian ikan-ikan laut penghasil minyak ikan, seperti cod, sardine, herring, dan hiu (Krishnan et al. 2005b). Oleh karena itu, usaha-usaha untuk menghasilkan kulit chamois dengan menggunakan minyak-minyak yang berasal dari tanaman perlu dilakukan.

25 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2007 yang dilaksanakan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan I dan II, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Teknologi Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian - Institut Pertanian Bogor, BaIai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan - Bogor, dan Pusat Studi Biofarmaka - Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengempa hidrolik (hydraulic pressing), penggiling biji (hammer mill), oven, timbangan elektrik, kain saring, kertas saring, botol, tanur, soxhlet, pendingin balik, labu lemak, batu didih, hot plate, alat destilasi, labu destilasi, DR 2000, otoklaf, buret, pipet, cawan porselin, cawan aluminium, labu Erlenmeyer, labu Kjeldahl, penangas air, pendingin tegak, gelas ukur, piknometer, desikator, viskometer, dan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet dengan jenis klon GT yang diperoleh dari PTPN VIII Kebun Wangunreja, Subang dan minyak ikan yang diperoleh dari Industri Penyamakan Kulit CV. Agrin, Ciheuleut - Bogor. Bahan kimia yang digunakan antara lain: n-heksan, katalis (CuSO 4 :Na 2 SO 4 = 1,2:1), H 2 SO 4 pekat, NaOH 50 %, HCl 0,002 N, indikator mengsel, NaOH 0,02 N, H 2 SO 4 0,325 N, NaOH 1,25 N, aseton, aquades, khloroform, larutan Wijs, KI 15 %, natrium tiosulfat 0,1 N, indikator pati, alkohol 95 %, KOH 0,1 N, KI jenuh, asam asetat glasial, KOH beralkohol 0,5 N, indikator phenolpthalein, dan HCl 0,5 N.

26 Prosedur Penelitian Penjemuran Biji Karet Penjemuran biji karet dilakukan selama 3 hari berturut-turut, yang dalam sehari biji tersebut dijemur selama 5 jam. Tujuan dari penjemuran ini adalah untuk menurunkan kadar air biji serta mengurangi aktivitas enzim dan mikroorganisme, sehingga biji lebih tahan lama jika disimpan Penelitian Pendahuluan Pada penelitian ini dilakukan penentuan persentase bagian-bagian biji karet yaitu persentase kulit biji dan daging biji karet. Selain itu, dilakukan juga analisis komposisi kimia daging biji karet yang meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar abu. Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: a. Kadar Air (AOAC 1995) Sebanyak 2 gram contoh daging biji yang telah digerus ditimbang secara teliti dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Cawan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu o C selama 3 jam. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pengeringan dilanjutkan lagi dan setiap setengah jam didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan berikut: b. Kadar Lemak (AOAC 1984) Contoh bekas analisis kadar air ditimbang 2-3 gram, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet yang dihubungkan dengan pendingin balik, labu lemak yang berisi beberapa butir batu didih dan hot plate. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan dengan volume lebih tinggi dari bungkusan contoh yang ada dalam soxhlet. Ekstraksi dilakukan selama 5-6 jam atau sekitar 60 kali putaran. Bekas contoh yang telah diekstrak minyaknya dikeringkan dalam oven serta ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan.

27 14 Kadar lemak dihitung dengan persamaan berikut: c. Kadar Protein (AOAC 1970) Penentuan kadar protein ditentukan secara semi mikrokjeldahl. Contoh bekas analisis kadar air sebanyak 0,1-0,2 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 1 gram dan 2 gram katalis (CuSO 4 :Na 2 SO 4 = 1,2:1). Setelah itu, ditambahkan 2,5 ml asam sulfat pekat. Contoh di dalam labu Kjeldahl didestruksi dalam ruang asam sampai warna hijau jernih. Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu suling dengan pembilas aquades, kemudian ditambahkan NaOH 50 % sampai warna cairan coklat kehitaman. Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer 300 ml yang berisi 25 ml HCl 0,002 N serta diberi indikator mengsel sebanyak 3 tetes. Destilasi dilakukan selama kurang lebih 10 menit atau sampai volume destilat dua kali volume semula. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai diperoleh warna yang berubah dari merah kebiruan menjadi hijau. Dilakukan juga titrasi blanko. Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut: dimana: A = jumlah titrasi contoh (ml) B = jumlah titrasi blanko (ml) G = bobot contoh (gram) N = normalitas NaOH d. Kadar Serat Kasar (AOAC 1984) Sebanyak + 2 gram contoh bekas analisis kadar lemak dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml dan ditambah 100 ml asam sulfat 0,325 N. Campuran contoh kemudian dimasukkan ke otoklaf selama 15 menit pada suhu 105 o C. Setelah itu, contoh didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Setelah itu, dimasukkan lagi ke dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 105 o C. Campuran tersebut kemudian disaring dengan kertas saring Whatman yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya dalam keadaan panas. Pembilasan hasil saringan dilakukan berturut-turut dengan 25 ml air panas, 25 ml asam sulfat 0,325 N, 25 ml air panas, dan 25 ml aseton. Kertas saring dikeringkan dalam oven selama 1-2 jam, kemudian

28 15 didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi setiap setengah jam, ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. e. Kadar Abu (AOAC 1984) Contoh daging biji sebanyak kurang lebih 3 gram ditimbang secara teliti dalam cawan porselin yang telah diabukan dan diketahui bobotnya. Sebelum pengabuan, contoh dipijarkan sampai berasap. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur pada suhu 600 o C sampai semua contoh terabukan. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan persamaan berikut: Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan pengeringan biji karet dengan menggunakan oven. Sebelum dikeringkan, biji karet (masih memiliki tempurung) disortir terlebih dahulu. Tujuan penyortiran ini adalah untuk memisahkan biji karet yang baik dengan biji karet yang rusak. Namun, dengan penyortiran seperti ini belum tentu daging biji karet yang berada di dalam tempurung tersebut masih baik. Setelah penyortiran, biji karet tersebut ditimbang sebanyak 750 gram untuk setiap unit percobaan. Kemudian biji karet dikeringkan dengan menggunakan oven pada berbagai variasi suhu dan lama pemanasan (Gambar 1). Variasi suhu yang digunakan yaitu 70 o C, 90 o C, dan 110 o C, sedangkan variasi lama pemanasan yang digunakan yaitu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Setelah dikeringkan, biji karet tersebut diukur kadar airnya. Selain biji karet yang diberikan perlakuan pengeringan, digunakan juga biji karet kering jemur (tanpa pemanasan) sebagai kontrol. Tahap selanjutnya yaitu menggiling biji karet dengan menggunakan alat penggiling biji (hammer mill). Setelah itu, biji dibungkus dengan kain saring dan selanjutnya diekstraksi dengan menggunakan alat pengempa hidrolik menggunakan suhu o C selama + 90 menit atau sampai sudah tidak ada lagi minyak yang keluar. Minyak kasar yang terekstrak kemudian dihitung rendemennya dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Minyak kasar dan bungkil yang dihasilkan, selanjutnya dianalisis sifat fisiko-kimianya. Sifat-sifat yang dianalisis adalah kadar minyak dalam bungkil, warna, bilangan iod,

29 16 bilangan asam, dan persen FFA (Gambar 1). Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: a. Rendemen Perhitungan rendemen (R) diperlukan untuk melihat banyaknya minyak yang dapat dihasilkan (M) dari bahan mentah yang tersedia (B). b. Kadar Minyak dalam Bungkil Contoh bekas analisis kadar air ditimbang 2-3 gram, kemudian dibungkus dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan soxhlet yang dihubungkan dengan pendingin balik, labu lemak yang berisi beberapa butir batu didih dan hot plate. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan dengan volume lebih tinggi dari bungkusan contoh yang ada dalam soxhlet. Ekstraksi dilakukan selama 5-6 jam atau sekitar 60 kali putaran. Bekas contoh yang telah diekstrak minyaknya dikeringkan dalam oven serta ditimbang bobotnya sampai diperoleh bobot konstan. Kadar lemak dihitung dengan persamaan berikut: c. Warna Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat DR (Direct Read) Sebelum dilakukan pengukuran, contoh minyak yang akan digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n- heksan. Perbandingan antara minyak dengan pelarut adalah 1:9. Kemudian panjang gelombang cahaya yang akan digunakan dipilih. Dalam penelitian ini, panjang gelombang yang digunakan adalah 455 nm. Setelah siap, cuvet yang berisi aquades dimasukkan ke dalam alat, kemudian skala dinolkan. Cuvet yang berisi aquades diganti dengan cuvet yang berisi contoh minyak dan nilai warna dapat dibaca setelah menekan tanda read pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan minimal sebanyak tiga kali untuk setiap contoh minyak. Rataan dari nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran ditetapkan sebagai warna dari contoh.

30 17 d. Bilangan Iod (Cara Wijs (AOCS 1951)) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram dalam labu Erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu Erlenmeyer kemudian disimpan pada tempat yang gelap selama 30 menit, dan akhirnya ditambahkan 20 ml KI 15 % dan 100 ml aquades. Kemudian Erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dengan indikator pati, sampai warna biru berubah menjadi putih jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula titrasi blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus sebagai berikut: dimana: A = ml Na-tio untuk titrasi contoh B = ml Na-tio untuk titrasi blanko 12,69 = sepersepuluh dari BM atom iodium e. Bilangan Asam (AOAC 1995) Asam-asam lemak bebas merupakan hasil dekomposisi trigliserida karena reaksi hidrolisis minyak. Asam-asam ini akan bereaksi membentuk sabun dengan larutan alkali. Contoh minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Ke dalam contoh tersebut ditambahkan 50 ml alkohol 95 %, lalu dipanaskan pada penangas air sambil diaduk sampai semua minyak larut (sekitar 10 menit). Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N dengan menggunakan indikator ph meter sampai nilai pada ph meter tersebut adalah 7. Bilangan asam dapat dihitung dengan persamaan berikut: dimana: N KOH = Normalitas larutan KOH 56,1 = bobot molekul KOH

31 18 f. Kadar Asam Lemak Bebas (Persen FFA) Bilangan asam sering juga dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas (persen FFA). Hubungan kadar asam lemak bebas dengan bilangan asam menurut Sudarmadji et al. (1989) dapat dituliskan sebagai berikut: dimana: Faktor konversi untuk Oleat = 1,99 Faktor konversi untuk Palmitat = 2,19 Faktor konversi untuk Laurat = 2,80 Faktor konversi untuk Linoleat = 2,01

32 19 Biji karet Penjemuran Penyortiran Penimbangan Pengovenan Pengukuran kadar air Penggilingan Pengempaan pada suhu o C Bungkil Rendemen Minyak kasar Analisis: Kadar minyak dalam bungkil Penyaringan Analisis: Warna Bilangan iod Bilangan asam Persen FFA Gambar 1 Diagram alir ekstraksi minyak biji karet dengan pengempa hidrolik.

33 Karakterisasi Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan Pada tahap ini dilakukan karakterisasi terhadap minyak biji karet yang tidak diberi perlakuan pemanasan dan minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan. Sifat fisiko-kimia yang dianalisis adalah selain yang telah dilakukan sebelumnya, seperti berat jenis, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan gugus fungsionalnya. Selain itu, dilakukan juga analisis sifat fisiko-kimia yang sama terhadap minyak ikan. Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: a. Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume sampel minyak dengan berat air yang volumenya sama pada suhu tertentu (biasanya ditentukan pada suhu 25 o C). Alat yang digunakan adalah piknometer. Piknometer yang akan digunakan untuk pengukuran dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian piknometer diisi dengan aquades bersuhu o C. Pengisian dilakukan sampai air dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu 25 o C dengan toleransi 0,2 o C selama 30 menit. Kemudian botol diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas pengisap. Setelah itu, botol yang berisi aquades tersebut ditimbang. Contoh minyak yang akan ditentukan berat jenisnya disaring terlebih dahulu dengan kertas saring. Hal ini bertujuan untuk membuang benda-benda asing dan kandungan air. Selanjutnya minyak diperlakukan seperti langkah-langkah sebelumnya. b. Viskositas Alat yang digunakan adalah viskometer yang dilengkapi dengan spindle sensor. Contoh dimasukkan ke dalam tabung seperti gelas ukur ml, kemudian ke dalam contoh tersebut dimasukkan spindle viskometer sampai tanda batas pada spindle. Spindle yang digunakan dalam penelitian ini adalah spindle nomor 4. Setelah siap, viskometer yang telah dihubungkan dengan arus listrik dihidupkan, dan setelah spindle berputar satu menit viskometer dimatikan. Nilai viskositas contoh dapat dibaca langsung pada skala sesaat setelah viskometer dimatikan.

34 21 c. Bilangan Peroksida (AOAC 1995) Peroksida adalah hasil reaksi oksidasi antara asam-asam lemak tidak jenuh dengan oksigen bebas yang terjadi pada ikatan rangkap. Peroksida ini merupakan oksidator yang akan mengoksidasi kalium iodida sehingga menghasilkan iodium bebas. Iodium bebas ini ditentukan jumlahnya dengan cara iodometri menggunakan larutan Na-tio dan indikator pati. Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam labu Erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran dari 60 % asam asetat glasial dan 40 % khloroform, lalu ditambahkan 0,5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. Larutan kemudian dititrasi dengan indikator pati. Dengan cara yang sama dibuat pula titrasi blanko tanpa minyak. dimana: S = ml Na-tio untuk titrasi contoh B = ml Na-tio untuk titrasi blanko 8 = ½ berat molekul oksigen d. Bilangan Penyabunan (AOAC 1995) Di dalam minyak masih terdapat asam-asam lemak yang berada dalam keadaan bebas ataupun masih terikat dalam trigliserida. Dalam penentuan bilangan penyabunan seluruh asam lemak disabunkan dengan cara mereaksikan dengan larutan basa disertai dengan pemanasan. Contoh minyak sebanyak 2-5 gram ditimbang dalam labu Erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol 0,5 N. Selanjutnya larutan dididihkan selama setengah sampai satu jam dengan menggunakan pendingin tegak dan dikocok sampai beberapa kali sampai semua minyak tersabunkan. Setelah dingin, bagian atas pendingin dibilas dengan sedikit aquades. Larutan KOH sisa ditetapkan dengan titrasi oleh HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator pp sampai warna merah muda hilang. Dibuat juga titrasi blanko dengan cara yang sama. Bilangan penyabunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: dimana: 28,05 = setengah dari berat molekul KOH

35 22 e. Gugus Fungsional Minyak Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR). Alat ini berfungsi untuk mengukur serapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation), dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas. Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi, molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibration state; Energi yang terserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar). Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat menjalani berbagai osilasi atau getaran (vibrasi). Oleh karena itu, suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi pada lebih daripada satu panjang gelombang (Fessenden & Fessenden 1994). 3.4 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terpisah (Split Plot Design) dengan menggunakan dua faktor, dimana faktor pertama (petak utama) dan faktor kedua (anak petak) masing-masing terdiri dari tiga taraf. Pada setiap perlakuan dilakukan dua kali ulangan. Faktor pertama (petak utama) adalah suhu pemanasan (faktor A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 70 o C (A 1 ), 90 o C (A 2 ), dan 110 o C (A 3 ). Faktor kedua (anak petak) adalah lama pemanasan (faktor B) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 1 jam (B 1 ), 2 jam (B 2 ), dan 3 jam (B 3 ). Dari 9 kombinasi perlakuan dengan dua kali ulangan tiap kombinasi perlakuan diperoleh 18 satuan percobaan. Terhadap setiap satuan percobaan dilakukan pengujian sifat fisiko-kimia minyak dan bungkil biji karet. Model matematika yang digunakan adalah: Yijk = µ + A i + ik + B j + AB ij + ijk dimana: i = 1,2,3 j = 1,2,3 k = 1,2 Y ijk = Respon dari pengaruh faktor A ke-i, faktor B ke-j, dan ulangan ke-k µ = Nilai rata-rata umum A i = Pengaruh faktor A (petak utama) ke-i ik = Galat petak utama

36 23 BBj = Pengaruh faktor B (anak petak) ke-j AB ij = Pengaruh interaksi faktor A ke-i dan faktor B ke-j ijk = Galat dari faktor A ke-i, faktor B ke-j, dan ulangan ke-k 3.5 Pengolahan Data Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam sesuai dengan rancangan percobaan yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SAS (Statistic Analysis System). Jika hasilnya berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Uji wilayah ini bertujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan.

37 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Persentase Bagian-bagian Biji Karet Biji karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet yang belum dikupas (masih memiliki tempurung). Penentuan persentase bagian-bagian biji karet dilakukan sebanyak tiga kali ulangan yaitu dengan cara mengambil biji karet secara acak sebanyak 15 buah untuk setiap ulangan, kemudian dilakukan penimbangan dan didapatkan hasil seperti tercantum pada Tabel 5. Tabel 5 Persentase kulit dan daging biji karet No. Bobot 15 Biji Karet (gram) Daging Biji (gram) Kulit Biji (tempurung) (gram) Daging Biji (%) Kulit Biji (tempurung) (%) 1 34,15 17,32 16,83 50,72 49, ,72 18,09 17,63 50,64 49, ,30 17,52 16,78 51,08 48,92 Ratarata 34,72 17,64 17,08 50,81 49,18 Berdasarkan Tabel 5 di atas, dapat diketahui bahwa biji karet yang digunakan dalam penelitian ini memiliki persentase daging biji yang sedikit lebih besar daripada persentase kulit bijinya. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Silam (1999), yang menyatakan bahwa biji karet memiliki persentase daging biji yang lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase kulit bijinya, yaitu secara umum dalam setiap biji karet terdiri dari persen daging biji dan persen kulit biji. Persentase daging dan kulit biji karet ini dapat berbeda-beda tergantung dari jenis klon, lama penyimpanan biji karet, dan kadar air biji karet (Nadarajapillat & Wijewantha 1967) Komposisi Kimia Daging Biji Karet Komposisi kimia daging biji karet dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap daging biji tersebut. Analisis tersebut meliputi kadar

38 25 air, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar protein, dan kadar abu. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis komposisi kimia daging biji karet Komponen Kandungan Rata-rata (%) Kadar Air a) 8,97 Kadar Lemak b) 37,94 Kadar Serat Kasar b) 22,30 Kadar Protein b) 13,85 Kadar Protein a) 12,62 Kadar Abu a) 3,02 Keterangan: a) = Dasar basah b) = Dasar kering Dari Tabel 6 di atas, dapat diketahui bahwa daging biji karet yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan minyak yaitu sebesar 37,94 %. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hardjosuwito dan Hoesnan (1976) yang menyatakan bahwa daging biji atau inti biji karet memiliki kandungan minyak %. Begitu juga dengan hasil penelitian Silam (1998), yang menyatakan bahwa daging biji karet yang digunakan dalam penelitiannya mempunyai kandungan minyak sebesar 50,56 %. Meskipun demikian, kandungan minyak daging biji karet yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong tinggi. Kadar minyak dalam biji-bijian ini tergantung pada varietas tanaman, keadaan tanah, iklim, kematangan buah waktu dipanen (Burkill 1935), ukuran biji, kelembaban, dan penanganan pasca panen (Ketaren 1986). Selain memiliki kandungan minyak yang tinggi, daging biji karet yang digunakan dalam penelitian ini juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 13,85 % (dasar kering) dan 12,62 % (dasar basah) (Tabel 6). Nilai kadar protein keduanya tidak terlalu berbeda jauh, namun masih adanya air dalam bahan menyebabkan kadar protein yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Tingginya kadar minyak, kadar protein, dan kadar air dalam daging biji karet menyebabkan biji karet termasuk biji yang mudah rusak. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroorganisme yang terdapat dalam biji. Menurut Ketaren (1986), enzim lipase merupakan salah satu jenis enzim yang aktif pada biji-bijian yang telah dipanen. Aksi enzim ini akan mendorong penguraian gliserida menjadi asam lemak dan gliserol. Proses ini

39 26 sering disebut dengan proses hidrolisis. Reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini. O // α CH 2 -O-C-R 1 CH 2 OH O // H + β CH-O-C-R 2 CH(OH) + R 1 COOH + R 2 COOH + R 3 COOH atau OH - O // α' CH 2 -O-C-R 3 CH 2 OH trigliserida gliserol asam lemak Gambar 2 Reaksi hidrolisis trigliserida (Ketaren 1986). Proses hidrolisis dapat berlangsung pada waktu minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selama pengolahan, dan penyimpanan. Untuk mengurangi terjadinya hidrolisis atau kerusakan minyak, maka sebelum diekstraksi biasanya biji-bijian diberi perlakuan pemanasan terlebih dahulu. 4.2 Penelitian Utama Pengeringan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam ekstraksi minyak secara mekanis. Selain dapat mengurangi terjadinya hidrolisis atau kerusakan minyak seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengeringan juga dapat meningkatkan rendemen hasil ekstraksi. Hal ini disebabkan karena afinitas minyak dengan permukaan bahan akan berkurang dan terjadinya penggumpalan protein sehingga minyak akan mudah keluar pada saat pengempaan. Pengeringan bahan baku biji karet dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan oven dengan kombinasi tiga taraf suhu (A) dan tiga taraf lama pemanasan (B). Penentuan suhu pemanasan ini berdasarkan pendapat Kerleskind (1996) yang menyatakan bahwa pada suhu 70 o C protein yang terdapat dalam bahan sudah dapat menggumpal secara sempurna sehingga akan memudahkan minyak keluar dari bahan tersebut, sedangkan penentuan lama pemanasan berdasarkan pendapat Jamieson diacu dalam Lukman (1982)

40 27 yang menyatakan bahwa pemanasan biji-bijian sebelum dikempa dilakukan pada suhu di atas titik didih air (100 o C) selama setengah jam atau lebih. Pengamatan dilakukan terhadap biji karet setelah pengeringan dan minyak kasar serta bungkil biji karet yang dihasilkan setelah proses ekstraksi. Pengamatan terhadap biji karet hanya meliputi kadar air biji karet setelah dikeringkan saja, sedangkan pengamatan terhadap minyak kasar dan bungkil biji karet yang dihasilkan meliputi rendemen, kadar minyak dalam bungkil, warna, bilangan iod, bilangan asam, dan persen FFA Kadar Air Biji Karet Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1b) menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan dan lama pemanasan serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar air biji karet yang dihasilkan. Berdasarkan hasil analisis uji lanjut Duncan mengenai interaksi antara perlakuan suhu pemanasan dengan lama pemanasan (Lampiran 1c), menunjukkan bahwa semua kombinasi perlakuan menghasilkan kadar air biji karet yang berbeda nyata, kecuali pada kombinasi perlakuan A 2 BB2 dan A 3 B 1B yang menghasilkan kadar air biji karet yang tidak berbeda nyata. Selanjutnya, hasil uji lanjut juga menunjukkan bahwa kadar air biji karet yang tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan A 1 BB1 yaitu sebesar 5,86 %, sedangkan yang terendah dihasilkan dari kombinasi perlakuan A 3 B 3 B yaitu sebesar 0,28 %. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini. Gambar 3 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan kadar air biji karet. Pada Gambar 3 di atas, dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan lama pemanasan biji karet, menghasilkan kadar air biji yang semakin menurun. Hal ini

41 28 disebabkan karena semakin tinggi suhu dan lama pemanasan maka air dalam biji karet yang menguap semakin banyak sehingga kadar air biji karet akan semakin menurun Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah minyak yang dihasilkan pada proses ekstraksi. Rendemen tersebut dihitung dengan cara membandingkan jumlah minyak yang dihasilkan dari setiap perlakuan dengan jumlah bahan (daging biji) yang digunakan. Berat daging biji diperoleh dari rata-rata persentase daging biji hasil penelitian (Tabel 5) dikalikan dengan berat biji karet utuh yang digunakan dalam penelitian. Rendemen minyak yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 8,21-20,52 % dengan nilai rataan sebesar 15,66 %. Rendemen terendah dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam, sedangkan rendemen tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam. Nilai rendemen dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam ini lebih tinggi daripada rendemen biji karet yang tidak mengalami pemanasan terlebih dahulu (kontrol) yaitu sebesar 18,07 %. Hal ini disebabkan karena pada biji yang dipanaskan pada suhu 70 o C selama 1 jam telah terjadi penggumpalan protein pada dinding sel dan telah terjadinya kerusakan pada dinding sel sehingga dinding selnya akan mudah dipecahkan. Hal inilah yang menyebabkan dinding sel tersebut mudah ditembus oleh minyak atau lemak sehingga minyak akan mudah keluar. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. 25 Rendemen (%) jam 2 jam 3 jam 0 Kontrol Suhu pemanasan ( C) Gambar 4 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan rendemen.

42 29 Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan dan lama pemanasan serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rendemen minyak biji karet yang dihasilkan. Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dan lama pemanasan biji karet maka rendemen yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini diduga karena kandungan air dalam tempurung semakin berkurang seiring dengan meningkatnya suhu dan lama pemanasan biji karet, sehingga menyebabkan sebagian minyak terperangkap dalam tempurung biji karet tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan meningkatnya kadar minyak sisa di dalam bungkil pada biji yang dipanaskan pada suhu dan lama pemanasan yang semakin tinggi (Gambar 5). Dari hasil analisis uji lanjut Duncan mengenai interaksi antara perlakuan suhu pemanasan dengan lama pemanasan (Lampiran 2c) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A 1 BB1 menghasilkan rendemen yang tidak berbeda nyata dengan A 1 B 2B, A 3 BB1, dan A 2 B 1B, tetapi berbeda nyata dengan A 1 BB3, A 2 B 2B, A 2 BB3, A 3 B 2B, dan A 3 BB3. Selanjutnya, untuk kombinasi perlakuan A 1 B 3B menghasilkan rendemen yang tidak berbeda nyata dengan A 2 BB2, tetapi berbeda nyata dengan A 2 B 3B, A 3 BB2, dan A 3 B 3B. Selain itu, A 2 BB3 tidak berbeda nyata dengan A 3 B 2B, tetapi berbeda nyata dengan A 3 BB Kadar Minyak dalam Bungkil Kadar minyak dalam bungkil merupakan parameter untuk mengetahui kandungan minyak yang masih tersisa dalam bungkil atau ampas hasil ekstraksi. Yang disebut bungkil dalam penelitian ini adalah bungkil yang terdiri dari campuran daging dan tempurung biji karet yang telah hancur (Lampiran 9). Dalam penentuan kadar minyak dalam bungkil diasumsikan campuran tersebut terdistribusi secara merata. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa faktor lama pemanasan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar minyak sisa di dalam bungkil biji karet yang dihasilkan, sedangkan faktor suhu pemanasan dan interaksi antara perlakuan suhu pemanasan dengan lama pemanasan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar minyak sisa di dalam bungkil biji karet yang dihasilkan. Kadar minyak yang masih tersisa di dalam bungkil yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 9,58-18,73 % dengan

43 30 nilai rataan sebesar 13,15 %. Kadar minyak yang tertinggi terdapat dalam bungkil dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam, sedangkan yang terendah terdapat dalam bungkil yang diberi perlakuan pemanasan 90 o C selama 1 jam. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. 20 Kadar minyak dalam bungkil (%) jam 2 jam 3 jam 0 Kontrol Suhu pemanasan ( C) Gambar 5 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan kadar minyak dalam bungkil. Hasil analisis uji lanjut Duncan (Lampiran 3c) menunjukkan bahwa taraf perlakuan B 3 (3 jam) menghasilkan rata-rata nilai kadar minyak sisa di dalam bungkil yang tertinggi dan berbeda nyata dengan taraf perlakuan B 1 (1 jam) dan BB2 (2 jam). Selain itu, taraf perlakuan B 1 (1 jam) juga berbeda nyata dengan taraf perlakuan B 2 (2 jam). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan lama pemanasan selama 1 jam menghasilkan peningkatan kadar minyak sisa di dalam bungkil yang berarti. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin meningkatnya suhu dan lama pemanasan biji karet diduga akan menyebabkan kandungan air dalam tempurung menjadi semakin berkurang sehingga menyebabkan sebagian minyak terperangkap dalam tempurung biji karet tersebut. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kadar minyak sisa di dalam bungkil menjadi semakin tinggi seiring dengan meningkatnya suhu dan lama pemanasan biji karet. Menurut Ketaren (1986), banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil hasil pengempaan menggunakan pengempa hidrolik berkisar antara 4-6 %. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar minyak dalam bungkil yang lebih besar dari nilai tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan lama bungkil tersebut ditekan di bawah tekanan hidrolik, tekanan yang digunakan, serta kandungan

44 31 minyak dari bahan asal yang digunakan. Melihat masih tingginya kadar minyak sisa di dalam bungkil yang dihasilkan dalam penelitian ini memungkinkan untuk dilakukan ekstraksi kembali terhadap bungkil tersebut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan pengempaan mekanis atau bahkan ekstraksi dengan pelarut. Namun, dalam penelitian ini ekstraksi kembali terhadap bungkil tersebut tidak dilakukan. Menurut Aritonang (1986), bungkil biji karet mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, dengan kandungan protein kasarnya relatif lebih tinggi daripada dedak padi yaitu antara %. Bungkil biji karet dapat digunakan sebagai sumber protein yang baik dalam ransum babi (Stosic & Kaykay 1985 diacu dalam Aritonang 1986), dan dapat digunakan sebagai pakan ternak (Nadarajah 1969). Namun demikian, adanya tempurung dalam bungkil biji karet yang dihasilkan dalam penelitian ini memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kegunaan dari bungkil biji karet tersebut Warna Zat warna di dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna yang secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan warna dari hasil dekomposisi zat warna alamiah. Warna ini merupakan kriteria yang akan menentukan mutu minyak yang dihasilkan (Ketaren 1986). Zat warna alami dapat ikut terekstrak bersama minyak pada saat pengempaan. Zat warna alami ini terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosyanin yang masing-masing menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4b) menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan dan lama pemanasan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap warna minyak biji karet yang dihasilkan, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna minyak biji karet yang dihasilkan. Berdasarkan data hasil pengukuran diperoleh nilai warna minyak berkisar antara unit PtCo dengan nilai rataan sebesar 4744 unit PtCo. Nilai terendah dihasilkan dari taraf perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam, sedangkan nilai tertinggi dihasilkan dari perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.

45 32 Warna (Unit PtCo) jam 2 jam 3 jam 0 Kontrol Suhu pemanasan ( C) Gambar 6 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan warna. Rendahnya nilai warna dari perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam lebih diakibatkan oleh suhu dan lama pemanasan yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga proses oksidasi minyak yang terjadi tidak terlalu lama. Sedangkan tingginya warna dari perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam, diduga selain disebabkan oleh proses oksidasi terhadap minyak itu sendiri, disebabkan juga oleh beberapa proses yang terjadi pada saat pemanasan. Menurut Ketaren (1986), proses-proses tersebut adalah proses oksidasi terhadap tokoferol, ikut terekstraknya zat-zat warna yang terdapat dalam minyak, dan degradasi komponen-komponen kimia lainnya yang terdapat dalam minyak. Selain itu, proses lainnya yang mungkin terjadi adalah proses browning, yaitu suatu reaksi antara molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehida serta gugus amino dari molekul protein dan yang disebabkan oleh aktivitas enzim seperti fenol oksidase, polifenol oksidase, dan sebagainya. Proses-proses di ataslah yang dapat menyebabkan warna minyak menjadi lebih gelap. Dari hasil analisis uji lanjut Duncan (Lampiran 4c) mengenai interaksi antara perlakuan suhu pemanasan dengan lama pemanasan, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A 3 BB3 menghasilkan nilai warna tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan A 2 B 3B dan A 2 BB2, tetapi berbeda nyata dengan A 1 B 3B, A 3 BB2, A 2 B 1B, A 3 BB1, A 1 B 2B, dan A 1 BB1. Selanjutnya untuk kombinasi perlakuan A 2 B 2 B menghasilkan nilai warna yang tidak berbeda nyata dengan A 1 BB3, tetapi berbeda nyata dengan A 3 B 2B, A 2 BB1, A 3 B 1B, A 1 BB2, dan A 1 B 1B. Sementara itu, A 1 BB3 tidak berbeda nyata dengan A 3 B 2B, A 2 BB1, A 3 B 1B, tetapi berbeda nyata dengan A 1 BB2 dan A 1 B 1B, sedangkan A 1 BB2 dengan A 1 B 1B berbeda nyata.

46 Bilangan Iod Bilangan iod merupakan karakteristik utama minyak sebagai bahan penyamak kulit. Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diserap atau diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak. Semakin tinggi bilangan iod maka ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak tersebut semakin banyak. Ikatan rangkap ini mempunyai kemampuan untuk mengabsorpsi sejumlah iod terutama jika ditambahkan carier seperti ICl 2 atau IBr 2 yang kemudian membentuk asam lemak jenuh. Bilangan iod yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 139,62-145,74 dengan rataan sebesar 143,40. Nilai terendah dihasilkan dari perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam, sedangkan nilai tertinggi dihasilkan dari perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. Bilangan iod Kontrol jam 2 jam 3 jam Suhu pemanasan ( C) Gambar 7 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan bilangan iod. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5b) menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan dan interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap bilangan iod minyak biji karet yang dihasilkan, sedangkan faktor lama pemanasan tidak memberikan pengaruh terhadap bilangan iod minyak biji karet yang dihasilkan. Hasil analisis uji lanjut Duncan (Lampiran 5c) mengenai interaksi antara perlakuan suhu pemanasan dengan lama pemanasan terhadap bilangan iod minyak biji karet, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A 1 BB1 menghasilkan bilangan iod tertinggi, sedangkan kombinasi perlakuan A 3 B 3B menghasilkan bilangan iod terendah. A 1 BB1 tidak berbeda nyata dengan A 1 B 3B, A 1 BB2, A 3 B 2B, dan

47 34 A 3 BB1, tetapi berbeda nyata dengan A 2 B 3B, kombinasi perlakuan A 1 B 2B menghasilkan dengan A 3 BB2, A 3 B 1B, A 2 BB3, dan A 2 B 2B, A 2 BB2, A 2 B 1B, dan A 3 BB3. Selanjutnya untuk bilangan iod yang tidak berbeda nyata Sementara itu, A 3 BB1 tidak berbeda nyata dengan A 2 B 3B, berbeda nyata dengan A 3 BB3, sedangkan A 2 B 1B dengan tetapi berbeda nyata dengan A 2 BB1 dan A 3 B 3B. A 2 BB2, dan A 2 B 1B, tetapi A 3 BB3 tidak berbeda nyata. Tingginya bilangan iod pada kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam diduga disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi yang dapat menyebabkan putusnya ikatan rangkap pada asam lemak seperti reaksi oksidasi, hidrolisis, maupun polimerisasi tidak terlalu besar. Sedangkan rendahnya bilangan iod pada kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam diduga akibat terjadinya proses oksidasi pada saat pemanasan sehingga menimbulkan terikatnya oksigen pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Proses tersebut mengakibatkan ketidakjenuhan minyak berkurang karena ikatan rangkap pada asam lemak menjadi ikatan tunggal sehingga nilai bilangan iodnya semakin berkurang. Semakin tinggi pemanasan yang diberikan maka semakin banyak minyak yang teroksidasi. Proses oksidasi berlangsung karena terjadinya kontak antara oksigen dengan minyak, baik minyak yang masih terikat dalam jaringan biji maupun yang telah terpisahkan. Proses oksidasi merupakan proses utama yang berperan dalam menurunkan ketidakjenuhan minyak. Proses ini dapat dipercepat oleh suhu yang tinggi, adanya senyawa peroksida (termasuk minyak yang teroksidasi), enzim lipoksidase, katalis logam, dan katalis Fe-organik (Lea 1962). Untuk setiap penambahan suhu 10 o C, kecepatan reaksi oksidasi diperkirakan akan bertambah dua kali (Djatmiko & Widjaja 1985). Pemanasan biji karet akan menyebabkan juga pemanasan komponen minyak yang terdapat dalam biji tersebut. Dengan semakin tingginya suhu dan lamanya pemanasan maka energi panas yang diterima oleh biji maupun oleh komponen minyak dalam biji akan semakin besar. Keadaan ini akan mendorong terjadinya reaksi-reaksi kimia pada komponen minyak sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan pada komponen minyak tersebut. Perkin (1967) diacu dalam Djatmiko dan Enie (1985), mengemukakan bahwa pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam-asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak. Salah satu indikator kerusakan minyak akibat pemanasan adalah terjadinya penurunan bilangan iod.

48 Bilangan Asam Bilangan asam merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas suatu minyak. Pengukuran bilangan asam ini menunjukkan seberapa banyak jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak akibat proses hidrolisis. Semakin tinggi nilai bilangan asam suatu minyak, maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakannya karena jumlah molekul trigliserida yang terhidrolisisnya pun lebih banyak. Dengan demikian, kualitas dari minyak tersebut akan semakin rendah. Proses hidrolisis merupakan kebalikan dari sintesis trigliserida. Pada reaksi hidrolisis, selain dihasilkan asam lemak bebas juga dihasilkan molekul gliserol (Gambar 2). Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena proses pengolahan (penyiapan bahan). Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat berlangsung pada waktu minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selama pengolahan, dan penyimpanan. Ketaren juga menyatakan bahwa lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak. Dari data hasil analisis diperoleh bilangan asam yang berkisar antara 1,61-2,08 dengan rataan sebesar 1,83. Nilai bilangan asam tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam, sedangkan nilai bilangan asam terendah dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini. 3 Bilangan asam jam 2 jam 3 jam 0 Kontrol 70 Suhu pemanasan ( C) Gambar 8 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan bilangan asam.

49 36 Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa faktor suhu pemanasan memberikan pengaruh yang nyata terhadap bilangan asam minyak biji karet yang dihasilkan, sedangkan faktor lama pemanasan dan interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan tidak memberikan pengaruh terhadap bilangan asam minyak biji karet yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 6c) mengenai pengaruh suhu pemanasan terhadap bilangan asam minyak biji karet yang dihasilkan, menunjukkan bahwa taraf perlakuan A 1 (70 o C ) memiliki rata-rata bilangan asam yang tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan taraf perlakuan A 2 (90 o C), tetapi berbeda nyata dengan taraf perlakuan A 3 (110 o C), sedangkan taraf perlakuan A 2 (90 o C) menghasilkan bilangan asam yang tidak berbeda nyata dengan A 3 (110 o C). Lebih tingginya bilangan asam yang dihasilkan dari taraf perlakuan suhu pemanasan 70 o C diduga disebabkan karena kadar air biji yang dipanaskan pada suhu 70 o C lebih besar daripada kadar air biji yang diberi perlakuan pemanasan pada suhu 90 o C dan 100 o C. Menurut Swern (1982), biji yang mempunyai kadar air tinggi akan menghasilkan minyak yang mempunyai kadar air yang tinggi juga dan akan mudah terhidrolisis. Selain itu, diduga disebabkan juga oleh masih tingginya aktivitas enzim dan mikroorganisme yang mengkatalis proses hidrolisis minyak. Semua enzim yang termasuk golongan lipase mampu menghidrolisis lemak, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Meskipun demikian, diduga pemanasan pada suhu 70 o C masih belum dapat meng-inaktifkan enzim tersebut sehingga proses hidrolisisnya berjalan lebih cepat. Sementara itu, rendahnya bilangan asam yang dihasilkan dari taraf perlakuan pemanasan pada suhu 110 o C, diduga disebabkan oleh rendahnya aktivitas enzim lipase dengan adanya pemanasan, sehingga kemampuan enzim tersebut untuk menguraikan trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol menjadi rendah. Selain itu, mungkin juga disebabkan oleh semakin kecilnya air yang tersuspensi dengan minyak sehingga proses hidrolisis berjalan lebih lambat Persen FFA Pengukuran asam lemak bebas (Free Fatty Acid) bertujuan untuk mengetahui tingkat kerusakan hidrolitik di dalam minyak. Biasanya kadar asam lemak bebas ini dinyatakan sebagai bilangan asam, derajat asam, atau kadar asam. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH 0,1 N yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram

50 37 minyak atau lemak, sedangkan derajat asam adalah banyaknya mililiter larutan KOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak. Dalam penelitian ini, kadar asam-asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak dinyatakan dalam persen yang diperoleh dari hasil konversi bilangan asam yang dibagi dengan faktor konversi untuk asam lemak linoleat, yaitu sebesar 2,01 (Sudarmadji et al. 1989). Hal ini disebabkan karena asam lemak bebas yang paling besar terdapat dalam minyak biji karet adalah asam linoleat. Oleh karena FFA merupakan hasil konversi dari bilangan asam, maka hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan yang diperoleh akan memberikan pengaruh yang sama terhadap persen FFA yang dihasilkan seperti halnya hasil analisis sidik ragam dan hasil uji lanjut Duncan untuk bilangan asam. Persen FFA yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 0,80-1,04 % dengan nilai rataan sebesar 0,91 %. Nilai tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam, sedangkan yang terendah dihasilkan dari kombinasi pemanasan pada suhu 110 o C selama 3 jam. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini FFA (%) jam 2 jam 3 jam 0 Kontrol Suhu pemanasan ( C) Gambar 9 Histogram hubungan suhu pemanasan dengan persen FFA. 4.3 Karakterisasi Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan Dilihat dari rendemen dan bilangan iod tertinggi, maka kombinasi perlakuan yang menghasilkan minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan kulit yaitu pemanasan biji karet pada suhu 70 o C selama 1 jam. Minyak biji karet tersebut dikarakterisasi sifat fisiko-kimia dan gugus fungsional yang terkandung di dalamnya. Selain itu, dilakukan juga karakterisasi yang sama terhadap minyak

51 38 ikan sebagai pembanding. Hasil karakterisasinya dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7 Sifat fisiko-kimia minyak biji karet dan minyak ikan Parameter Minyak Biji Karet Kontrol Optimal Minyak Ikan Berat Jenis 0,919 0,924 0,922 Viskositas (centipoise) Warna (Unit PtCo) Bilangan Asam , , ,19 Persen FFA 1,27 1,03 0,09 Bilangan Iod 141,74 145,74 147,72 Bilangan Penyabunan 190,10 184,58 168,20 Bilangan Peroksida 51,80 30,46 13,97 Tabel 8 Gugus fungsional minyak biji karet dan minyak ikan Gugus Fungsional Minyak Biji Karet Minyak Ikan Kontrol Optimal Peaks (cm -1 ) Peaks (cm -1 ) Peaks (cm -1 ) COOH 2904, , ,20 COOR 1161, , ,00 CH=CH 722,75 722,73 720,89 OH 3471, , ,33 C H 2852, , ,27 Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa minyak biji karet kontrol memiliki nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak biji karet yang optimal untuk penyamakan kulit. Hal ini diduga disebabkan oleh sebagian besar asam lemak yang ikut terekstrak bersama minyak biji karet kontrol pada saat ekstraksi adalah asam lemak yang berantai pendek, sedangkan pada minyak biji karet yang optimal untuk penyamakan adalah sebagian besar asam lemak yang berantai panjang. Asam lemak yang berantai panjang ini memiliki bobot molekul yang lebih besar daripada asam lemak yang berantai pendek sehingga akan menghasilkan viskositas yang lebih besar. Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa bilangan iod minyak biji karet yang optimal untuk penyamakan kulit tidak terlalu berbeda jauh dengan bilangan iod

52 39 minyak ikan. Bilangan iod ini merupakan karakteristik utama minyak sebagai bahan penyamak kulit. Dengan demikian, minyak biji karet yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan biji karet pada suhu 70 o C selama 1 jam berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Selain itu, diperkuat juga oleh alasan bahwa di dalam minyak biji karet yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan pemanasan biji karet pada suhu 70 o C selama 1 jam memiliki gugus fungsional yang sama dengan minyak ikan (Tabel 8). Pada Tabel 8 juga menunjukkan bahwa adanya pemanasan biji karet tidak menyebabkan perbedaan gugus fungsional yang terdapat dalam minyak biji karet.

53 40 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan 1. Melihat rendemen dan bilangan iod tertinggi, maka kombinasi perlakuan pemanasan biji karet dengan jenis klon GT yang menghasilkan minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan kulit adalah kombinasi perlakuan pemanasan pada suhu 70 o C selama 1 jam. 2. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet yang paling optimal untuk penyamakan kulit yaitu memiliki rendemen 20,52 %, kadar minyak dalam bungkil 9,84 %, warna 4077 unit PtCo, berat jenis 0,924, viskositas 160 centipoise, bilangan iod 145,74, bilangan asam 2,08, persen FFA 1,04, bilangan penyabunan 184,58, bilangan peroksida 30,46, dan gugus fungsional yang terdiri dari COOH, COOR, CH=CH, OH, dan C H. Sedangkan sifat fisiko-kimia minyak ikan yaitu memiliki nilai warna 6106 unit PtCo, berat jenis 0,922, viskositas 120 centipoise, bilangan iod 147,72, bilangan asam 0,19, persen FFA 0,09, bilangan penyabunan 168,20, bilangan peroksida 13,97, dan gugus fungsional yang terdiri dari COOH, COOR, CH=CH, OH, dan C H. 3. Nilai bilangan iod minyak biji karet hampir sama dengan minyak ikan dan gugus fungsional yang dimiliki oleh kedua minyak tersebut adalah sama. Dengan demikian, minyak biji karet yang dihasilkan dalam penelitian ini berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyamak kulit. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet yang dihasilkan dalam penelitian. 2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan bungkil biji karet yang dihasilkan dalam penelitian ini, mengingat di dalam bungkil tersebut tidak hanya terdiri dari daging biji melainkan terdiri dari daging biji dan tempurung biji karet. Oleh karena itu, adanya tempurung biji karet memungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

54 41 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Minyak biji karet. Warta Perkaretan 6 (5): 12. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists Official Methods of Analysis. Washington DC: AOAC Official Methods of Analysis. Washington DC: AOAC Official Methods of Analysis. Washington DC: AOAC. [AOCS] The American Oil Chemist Society Official and Tentative Methods of The American Oil Chemist Society 2 nd ed. Chicago: AOCS. Aritonang Kemungkinan pemanfaatan biji karet dalam ramuan makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian 5 (3): 73. Bailey AE Industrial Oil and Fat Products. New York: Interscholastic Publishers, Inc. Burkill I.H A Dictionary f The Economic Products of The Malay Peninsula. Volume I (A-H). London: The Crown Agents for the Colonies. [BSN] Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia: Kulit Samoa (chamois). SNI Jakarta: BSN. Covington AD, Evans CS, Lilley TH, Suparno O Collagen and polyphenols: new relationships and new outcomes. Part 2. Phenolic reactions for simultaneous tanning and coloring. Journal of the American Leather Chemists Association 100 (9): Dewhurst J Oil tan buff leather-man s first leather?. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 88 (6): Direktorat Jenderal Perkebunan Luas areal dan produksi perkebunan rakyat di Indonesia Diperoleh dari html [20 Maret 2006]. Fahidin Pengelolaan hasil ternak unit pengolahan ternak. Di dalam: Nugraha G Pemanfaatan tanin dari kulit kayu akasia (Acacia mangium Wild) sebagai bahan penyamak nabati [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Fessenden J, Fessenden S Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Hardjosuwito B, Hoesnan A Minyak biji karet, analisis dan kemungkinan penggunaannya. Menara Perkebunan 44 (55): 255. John G Possible deffects in leather production. Hemsbach: Druck Partner Rubelmann GmbH.

55 42 Judoamidjojo RM Dasar teknologi dan kimia kulit. Di dalam: Pitoyo Pengaruh metoda penyamakan dan lama waktu pengapuran terhadap mutu kulit samak ikan cucut (Carcharhinus limbatus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Dasar teknologi dan kimia kulit. Di dalam: Nugraha G Pemanfaatan tanin dari kulit kayu akasia (Acacia mangium Wild) sebagai bahan penyamak nabati [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung: Penerbit Angkasa. Kerleskind A Oils and Fats Manual. Volume I. Paris: Lavoisier TEC dan DOC. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Ed ke-1. Jakarta: UI-Press. Krishnan SH, Sundar VJ, Rangasamy T, Muralidharan C, Sadulla S. 2005a. Studies on chamois leather-tanning using plant oil. Journal of te Society of Leather Technologists and Chemists 89: Krishnan SH, Sundar VJ, Vedaraman N, Babu VH, Muralidharan C, Sadulla S. 2005b. Studies on chamois tanning-an investigation using modified fish oil. Journal of the American Leather Chemists Association 100 (2): Lea CH The Oxidative Deterioration of Food Lipids. Di dalam: Symposium on Foods. Lipid and Their Oxidation. Connecticut: The AVI Publ. Co. Inc. Westport. Nadarajapillat N, Wijewantha RT Productivity potential of rubber seed. RRIC Bulletin 2: Nadaradjah M The collection and utilisation of rubber seed in ceylon. RRIC Bulletin 4: 33. Perkins GE Formation of non volatile decomposition products in heated fats and oils. Di dalam: Djatmiko B. dan AB Enie Proses Penggorengan dan pengaruhnya terhadap sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fateta-IPB. Purnomo E Penyamakan Kulit Reptil. Yogyakarta: Kanisius. Setyamidjaja D Karet: Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta: Kanisius. Sharphouse JH Chamois leather and oil tannages: gloving, clothing, and special leathers. Tropical Products Institute, Desember Theory and practice of modern chamois leather production. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 69 (2):

56 Leather Technician s Handbook. Northampton: Leather Producer s Association. Silam Ekstraksi minyak biji karet (Hevea brasiliensis) dengan alat pengempa berulir (expeller) dan karakteristik mutu minyaknya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Stosic DD, JM. Kaykay Rubber seeds as animal feed in Liberia. Di dalam: D. Aritonang Kemungkinan pemanfaatan biji karet dalam ramuan makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian 5 (3): 73. Sudarmadji S, B. Haryono, Suhardi Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suparno O, Covington AD, Evans CS Kraft lignin degradation products for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and Biotechnology 80 (1): Suparno O Potensi pemanfaatan biji karet di Indonesia [karya ilmiah]. Tidak dipublikasikan. Swern D Bailey s Industrial Oil and fat Products. Volume 2. New York: John Wiley and Son. Tim Penulis Penebar Swadaya Karet: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan Pengolahan. Cetakan ke-5. Jakarta: Penebar Swadaya. Wachsmann HM Chamois leather-traditional and today. World Leather, Oktober Zuhra CH Karet. Diperoleh dari html [20 Januari 2008]

57 LAMPIRAN 44

58 45 Keterangan: Kontrol : Tanpa pemanasan A 1 : Suhu Pemanasan 70 C A 2 : Suhu Pemanasan 90 C A 3 : Suhu Pemanasan 110 C BB1 BB2 BB3 : Lama Pemanasan 1 jam : Lama Pemanasan 2 jam : Lama Pemanasan 3 jam

59 46 Lampiran 1 Hasil analisis kadar air biji karet setelah pengeringan Lampiran 1a Rekapitulasi data kadar air biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 9,03 9,09 9,06 A 1 BB1 5,92 5,79 5,86 A 1 BB2 4,82 4,58 4,70 A 1 BB3 4,19 3,88 4,04 A 2 BB1 4,36 4,45 4,41 A 2 BB2 3,10 2,95 3,03 A 2 BB3 2,09 1,91 2,00 A 3 BB1 2,81 2,98 2,90 A 3 BB2 0,89 0,97 0,93 A 3 BB3 0,27 0,28 0,28 Lampiran 1b Analisa sidik ragam kadar air biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 36, , ,86 ** 9,55 30,82 Galat (a) 3 0,0979 0,0326 B 2 16,1340 8, ,67 ** 5,14 10,93 AB 4 0,5209 0, ,37 ** 4,53 9,15 Galat (b) 6 0,0366 0,0061 Total 17 53,4726 Keterangan: ** = berbeda sangat nyata

60 47 Lampiran 1c Pengaruh interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan terhadap kadar air biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Kombinasi Perlakuan Kadar Air Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0,05 A 1 BB1 5,855 A A 1 BB2 4,700 B A 2 BB1 4,405 C A 1 BB3 4,035 D A 2 BB2 3,025 E A 3 BB1 2,895 E A 2 BB3 2,000 F A 3 BB2 0,930 G A 3 BB3 0,275 H Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

61 48 Lampiran 2 Hasil analisis rendemen minyak biji karet Lampiran 2a Rekapitulasi data rendemen minyak biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 18,39 17,75 18,07 A 1 BB1 20,11 20,93 20,52 A 1 BB2 19,74 20,48 20,11 A 1 BB3 16,26 16,28 16,27 A 2 BB1 19,16 19,15 19,16 A 2 BB2 15,71 14,90 15,31 A 2 BB3 12,18 10,05 11,12 A 3 BB1 19,40 19,24 19,32 A 3 BB2 9,43 12,38 10,91 A 3 BB3 8,43 7,99 8,21 Lampiran 2b Analisa sidik ragam rendemen minyak biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 115, , ,22 ** 9,55 30,82 Galat (a) 3 2,7869 0,9290 B 2 182, , ,45 ** 5,14 10,93 AB 4 38,0600 9, ,70 ** 4,53 9,15 Galat (b) 6 4,8807 0,8135 Total ,2682 Keterangan: ** = berbeda sangat nyata

62 49 Lampiran 2c Pengaruh interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan terhadap rendemen minyak biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Kombinasi Perlakuan Rendemen Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0,05 A 1 BB1 20,520 A A 1 BB2 20,110 A A 3 BB1 19,320 A A 2 BB1 19,155 A A 1 BB3 16,270 B A 2 BB2 15,305 B A 2 BB3 11,115 C A 3 BB2 10,905 C A 3 BB3 8,210 D Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

63 50 Lampiran 3 Hasil analisis kadar minyak dalam bungkil Lampiran 3a Rekapitulasi data kadar minyak dalam bungkil Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 15,33 11,96 13,65 A 1 BB1 9,45 10,22 9,84 A 1 BB2 9,81 12,30 11,06 A 1 BB3 11,29 12,84 12,07 A 2 BB1 10,06 9,10 9,58 A 2 BB2 15,66 11,06 13,36 A 2 BB3 16,52 13,52 15,02 A 3 BB1 12,61 13,87 13,24 A 3 BB2 16,98 13,89 15,42 A 3 BB3 17,85 19,61 18,73 Lampiran 3b Analisa sidik ragam kadar minyak dalam bungkil biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 71, ,8956 6,70 9,55 30,82 Galat (a) 3 16,0691 5,3564 B 2 57, , ,53 ** 5,14 10,93 AB 4 8,7261 2,1815 1,17 4,53 9,15 Galat (b) 6 11,1861 1,8644 Total ,6692 Keterangan: ** = berbeda sangat nyata Lampiran 3c Pengaruh lama pemanasan terhadap kadar minyak dalam bungkil biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Lama Pemanasan (jam) Kadar Minyak Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0, ,8850 C 2 13,2833 B 3 15,2717 A Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

64 51 Lampiran 4 Hasil analisis warna minyak biji karet Lampiran 4a Rekapitulasi data warna minyak biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol A 1 BB A 1 BB A 1 BB A 2 BB A 2 BB A 2 BB A 3 BB A 3 BB A 3 BB Lampiran 4b Analisa sidik ragam warna minyak biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A , ,2 60,54 ** 9,55 30,82 Galat (a) ,0 6863,7 B , ,5 75,43 ** 5,14 10,93 AB , ,7 8,33 * 4,53 9,15 Galat (b) ,0 4535,5 Total ,0 Keterangan: * = berbeda nyata ** =berbeda sangat nyata

65 52 Lampiran 4c Pengaruh interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan terhadap warna minyak biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Kombinasi Perlakuan Warna Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0,05 A 3 BB3 5094,50 A A 2 BB3 5047,00 A A 2 BB2 4972,50 AB A 1 BB3 4836,00 BC A 3 BB2 4779,00 C A 2 BB1 4751,00 C A 3 BB1 4722,00 C A 1 BB2 4411,50 D A 1 BB1 4076,50 E Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

66 53 Lampiran 5 Hasil analisis bilangan iod minyak biji karet Lampiran 5a Rekapitulasi data bilangan iod minyak biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 141,06 142,41 141,74 A 1 BB1 145,17 146,30 145,74 A 1 BB2 144,66 145,05 144,86 A 1 BB3 144,92 146,19 145,56 A 2 BB1 140,08 142,89 141,49 A 2 BB2 141,94 143,20 142,57 A 2 BB3 142,41 143,02 142,72 A 3 BB1 144,26 142,30 143,28 A 3 BB2 143,90 145,57 144,74 A 3 BB3 138,86 140,38 139,62 Lampiran 5b Analisa sidik ragam bilangan iod minyak biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 35, , ,59 * 9,55 30,82 Galat (a) 3 3,9494 1,3165 B 2 6,1779 3,0890 2,66 5,14 10,93 AB 4 24,2780 6,0695 5,22 * 4,53 9,15 Galat (b) 6 6,9699 1,1616 Total 17 77,1660 Keterangan: * = berbeda nyata

67 54 Lampiran 5c Pengaruh interaksi antara suhu pemanasan dengan lama pemanasan terhadap bilangan iod minyak biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Kombinasi Perlakuan Bilangan Iod Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0,05 A 1 BB1 145,735 A A 1 BB3 145,555 A A 1 BB2 144,855 AB A 3 BB2 144,735 AB A 3 BB1 143,280 ABC A 2 BB3 142,715 BC A 2 BB2 142,570 BC A 2 BB1 141,485 CD A 3 BB3 139,620 D Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

68 55 Lampiran 6 Hasil analisis bilangan asam minyak biji karet Lampiran 6a Rekapitulasi data bilangan asam minyak biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 2,56 2,56 2,56 A 1 BB1 1,92 2,24 2,08 A 1 BB2 2,00 2,06 2,03 A 1 BB3 1,77 1,90 1,84 A 2 BB1 2,17 1,76 1,97 A 2 BB2 1,61 1,64 1,63 A 2 BB3 1,77 2,16 1,97 A 3 BB1 1,69 1,61 1,65 A 3 BB2 1,85 1,61 1,73 A 3 BB3 1,52 1,69 1,61 Lampiran 6b Analisa sidik ragam bilangan asam minyak biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 0, , ,89 * 9,55 30,82 Galat (a) 3 0, , B 2 0, , ,54 5,14 10,93 AB 4 0, , ,34 4,53 9,15 Galat (b) 6 0, , Total 17 0, Keterangan: * = berbeda nyata Lampiran 6c Pengaruh suhu pemanasan terhadap bilangan asam minyak biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Suhu Pemanasan ( C) Bilangan Asam Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0, ,98167 A 90 1,85167 AB 110 1,66167 B Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

69 56 Lampiran 7 Hasil analisis persen FFA minyak biji karet Lampiran 7a Rekapitulasi data persen FFA minyak biji karet Kombinasi Ulangan Rata-rata (%) Perlakuan 1 2 Kontrol 1,27 1,27 1,27 A 1 BB1 0,96 1,11 1,04 A 1 BB2 1,00 1,02 1,01 A 1 BB3 0,88 0,95 0,92 A 2 BB1 1,08 0,88 0,98 A 2 BB2 0,80 0,82 0,81 A 2 BB3 0,88 1,07 0,98 A 3 BB1 0,84 0,80 0,82 A 3 BB2 0,92 0,80 0,86 A 3 BB3 0,76 0,84 0,80 Lampiran 7b Analisa sidik ragam persen FFA minyak biji karet Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman α=0,05 α=0,01 A 2 0, , ,91 * 9,55 30,82 Galat (a) 3 0, , B 2 0, , ,57 5,14 10,93 AB 4 0, , ,34 4,53 9,15 Galat (b) 6 0, , Total 17 0, Keterangan: * = berbeda nyata Lampiran 7c Pengaruh suhu pemanasan terhadap persen FFA minyak biji karet berdasarkan uji wilayah berganda Duncan Suhu Pemanasan ( C) Persen FFA Rata-rata (%) Uji Wilayah Berganda Duncan α=0, ,98667 A 90 0,92167 AB 110 0,82667 B Keterangan: huruf yang sama pada kolom uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata

70 57 Lampiran 8 Foto peralatan penelitian Penggiling biji Pengempa hidrolik Otoklaf DR 2000 Oven Spektrofotometer FTIR

71 58 Lampiran 9 Foto hasil penelitian Biji karet Minyak ikan (kiri) dan minyak biji karet (kanan) Biji hasil penggilingan Bungkil biji karet

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang cukup potensial. Hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: Tahap : Tahap Perlakuan Awal ( Pretreatment ) Pada tahap ini, biji pepaya dibersihkan dan dioven pada suhu dan waktu sesuai variabel.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kemiri Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, 2016 Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang termasuk dalam famili Euphorbiaceae (jarak-jarakan).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : BAB V METODOLOGI Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji nyamplung dari cangkangnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamplung Nyamplung memiliki sebaran yang luas di dunia, dari Afrika, India, Asia Tenggara, Australia Utara, dan lain-lain. Karakteristik pohon nyamplung bertajuk rimbun-menghijau

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Nabati dan Rempah- Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM No. 17 Kampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

Yijk=^ + ai + )3j + (ap)ij + Iijk. Dimana:

Yijk=^ + ai + )3j + (ap)ij + Iijk. Dimana: m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Analisis dan Pengolahan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET

POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET JURNAL TEKNOLOGI & INDUSTRI Vol. 3 No. 1; Juni 2014 ISSN 2087-6920 POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET *FATIMAH 1, SUSI SUSANTI 1, AULIA

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) BAB V METODOLOGI 5.1. Pengujian Kinerja Alat yang digunakan Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step) 1. Menimbang Variabel 1 s.d 5 masing-masing

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka LAMPIRAN A PROSEDUR PEMBUATAN LARUTAN Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas menjadi sabun cuci piring cair yaitu: 1. Pembuatan Larutan KOH 10% BM KOH = 56, -- 56 /

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 28 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa serta Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci