PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI SHIVA AMWALIYA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SHIVA AMWALIYA. F Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida. Di bawah bimbingan Ono Suparno RINGKASAN Penyamakan kulit merupakan proses untuk memodifikasi struktur kulit terutama serat kolagen, sehingga mampu mengubah kulit mentah yang mudah membusuk menjadi kulit samak yang awet dan stabil terhadap pengaruh fisik, biologis, serta kimia. Salah satu produk akhir kulit samak adalah kulit samak minyak atau dikenal dengan kulit samoa (chamois leather). Pembuatan kulit samoa menggunakan bahan penyamak berupa minyak biji karet sebagai substitusi minyak ikan yang umumnya digunakan dalam penyamakan minyak metode konvensional. Minyak biji karet memenuhi persyaratan utama sebagai bahan penyamak yaitu memiliki bilangan iod >130 g I/100 g minyak. Hidrogen peroksida digunakan sebagai oksidator karena memiliki sifat oksidator kuat, tidak berwarna, dan larut dengan baik dalam air. Saat ini belum diketahui waktu oksidasi yang terbaik untuk penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet dan oksidator hidrogen peroksida. Waktu oksidasi yang terbaik dalam penyamakan sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi proses dan dapat memperbaiki karakteristik kulit samoa (karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik) sehingga dapat meningkatkan kegunaan dan nilai jual. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan waktu oksidasi di dalam dan di luar drum berputar (molen) terhadap mutu kulit samoa yang dihasilkan dan mencari kombinasi waktu oksidasi yang paling tepat untuk memperoleh kulit samoa terbaik dari proses penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet dan oksidator hidrogen peroksida. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan berupa rancangan petak terpisah (split plot design) dengan menggunakan dua faktor. Faktor pertama (petak utama) adalah waktu oksidasi di dalam molen (faktor A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 4 jam (A 1 ), 6 jam (A 2 ), dan 8 jam (A 3 ). Faktor kedua (anak petak) adalah waktu oksidasi di luar molen (faktor B) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 1 hari (B 1 ), 2 hari (B 2 ), dan 3 hari (B 3 ). Pada tiap kombinasi dilakukan dua kali ulangan sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Penelitian pendahuluan yang dilakukan meliputi karakterisasi minyak biji karet untuk menentukan kelayakan minyak biji karet sebagai bahan penyamak, yaitu dengan mengukur bilangan iod minyak. Analisis lain yang dilakukan untuk mengetahui sifat minyak secara keseluruhan antara lain analisis bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, warna, serta bobot jenis. Penelitian utama yang dilakukan adalah proses penyamakan kulit yang terdiri atas dua tahap, yaitu tahap penyamakan awal dengan glutaraldehida dan tahap penyamakan minyak dengan minyak biji karet dan oksidator hidrogen peroksida. Analisis akhir terhadap kulit dilakukan dengan menguji sifat fisik, kimia, organoleptik, serta uji mikroskopi kulit samoa. Sifat fisik meliputi ketebalan, kekuatan tarik, kekuatan sobek, kemuluran (elongasi), daya serap air, dan suhu kerut. Sifat kimia meliputi kadar minyak, kadar abu, dan ph. Uji organoleptik meliputi kehalusan kulit, warna, dan bau. Uji mikroskopi kulit samoa dilakukan untuk mengamati penampakan serat kulit hasil penyamakan. Penelitian pendahuluan memberikan hasil bahwa minyak biji karet memiliki bilangan iod g I/100 g minyak, bilangan asam mg KOH/g minyak, bilangan peroksida meq/kg, bilangan penyabunan mg KOH/g minyak, warna 3493 PtCo, serta bobot jenis 0.92 g/cm 3. Hal ini menunjukkan bahwa minyak biji karet yang akan digunakan dalam penyamakan memiliki mutu yang cukup baik dan memenuhi persyaratan sebagai bahan penyamak, yaitu memiliki bilangan iod yang cukup tinggi. Salah satu indikator keberhasilan proses penyamakan adalah struktur kulit berubah menjadi lebih stabil terhadap pengaruh lingkungan, terutama suhu. Penyamakan awal dengan aldehida telah meningkatkan suhu kerut kulit yang semula 47 o C menjadi o C. Ikatan collagen-[glutaraldehida]- collagen menyebabkan kulit menjadi lebih tahan terhadap suhu. Setelah disamak dengan minyak, suhu kerut menurun menjadi o C. Hal ini karena adanya pengaruh dari pembentukan matriks polimer minyak di dalam matriks kolagen yang menyebabkan ikatan antar jalinan serat kolagen-aldehida menjadi lebih renggang sehingga kulit lebih mudah mengalami kerut. Analisis akhir kulit samoa menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam molen dan interaksi antar perlakuan yang dikombinasikan pada proses penyamakan minyak memiliki pengaruh

3 terhadap mutu kulit samoa. Faktor waktu oksidasi di dalam molen berpengaruh terhadap daya serap air dan kehalusan kulit, interaksi antar perlakuan berpengaruh terhadap kekuatan sobek, sedangkan waktu oksidasi di luar molen tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mutu kulit samoa. Kombinasi waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen merupakan perlakuan penyamakan terpilih untuk menghasilkan kulit samoa terbaik. Perlakuan dengan kombinasi waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen menghasilkan kulit samoa yang memiliki daya serap air cukup tinggi. Selain itu, kulit samoa dengan perlakuan tersebut memiliki sifat organoleptik dengan nilai rata-rata yang sangat baik. Penyamakan dengan kombinasi perlakuan tersebut menghasilkan kulit samoa dengan sifat-sifat sebagai berikut: suhu kerut o C, daya serap air % (2 jam) dan % (24 jam), kekuatan sobek N/mm, kekuatan tarik N/mm 2, kemuluran putus %, kadar minyak 2.75%, kadar abu 1.92%, ph 6.88, nilai organoleptik antara lain 8 untuk kehalusan dan warna, serta 7.5 untuk bau. Penyamakan minyak dapat memberikan penampakan mikroskopis serat kulit yang berbeda dibandingkan dengan sebelum disamak. Kulit pikel memiliki penampakan serat yang sangat rapat dan tertutup, sedangkan kulit samoa memiliki penampakan serat yang lebih terbuka dan jalinan antar serat terlihat lebih renggang. Hal ini disebabkan oleh adanya hasil oksidasi minyak yang mengisi rongga antar serat.

4 THE EFFECTS OF OXIDATION TIMES ON THE CHAMOIS LEATHER QUALITY IN OIL TANNING PROCESS ACCELERATED BY HYDROGEN PEROXIDE Shiva Amwaliya and Ono Suparno Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB), Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor 16002, West Java, Indonesia. Phone: , ABSTRACT Leather tanning is a process of modifying the structure of collagen fibres, so as to transform animal skin that decay easily, into leather which is durable and stable to the environmental influences. One of the leather products is oil tanned leather, known as chamois leather. It has unique uses for cleaning, drying, and filtration. It can be produced by using rubber seed oil and oxidizing agent of hydrogen peroxide. The best condition for the tanning needs to be applied in order to improve process efficiency and to obtain good quality leather. In this research, optimizations of oxidation times inside and outside the rotary drum in chamois tanning were investigated. The objectives of the research were to determine the best condition of oxidation time inside and outside the rotary drum for tanning process. The experiment was conducted by tanning of goat pickle pelts for 4, 6, and 8 hours of oxidation times inside the rotary drum and 1, 2, and 3 days of oxidation times outside the rotary drum. The chemical, physical, and organoleptic properties of the leather were measured. This study shows that the chemical, physical, and organoleptic properties met the quality requirements for the chamois leather. The best conditions for the tanning were an oxidation time of 8 hours inside the rotary drum and 1 day outside the rotary drum. The chemical properties of the leathers were oil content of 2.75%, ash content of 1.92%, and ph of Their physical properties were thickness of 0.6 mm, shrinkage temperature of o C, water absorption of % (2 hours) and % (24 hours), tear strength of N/mm, tensile strength of N/mm 2, and elongation at break of %. The organoleptic properties of the leathers, i.e. softness, colour, and odour were considered good. Keywords: chamois leather, oxidation time, rubber seed oil, hydrogen peroxide

5 PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh: SHIVA AMWALIYA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

6 Judul Skripsi Nama NIM : Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida : Shiva Amwaliya : F Menyetujui : Pembimbing Skripsi, (Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T.) NIP : Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : Tanggal lulus : 19 September 2011

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan Shiva Amwaliya F

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Program Sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T., selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Dr. Indah Yuliasih, S.TP., M.Si. dan Ir. Muslich, M.Si, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritik yang membangun bagi penyusunan skripsi. 3. Kedua orang tua, nenek, dan bibi yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan dukungan baik moril maupun materil, serta doa yang tidak terhingga. 4. Seluruh staf dan laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan pendidikan di IPB. 5. Syahrun Mubarak dan Syafiq Muzakki, atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian. 6. Lutfi Setiyono, atas semangat, doa, dukungan, serta kesabaran yang selalu diberikan kepada penulis. 7. Sahabat-sahabat tercinta: Irfina Febianti, Septiyanni, Ratih Purnama Sari, Rizky Bachtiar, Novina Eka, Khairunnisa, Nova Afriyanti, Pralingga Saputra, Triyoda Arrahman, Elvita, Nur Rachma, Rini Avryani, Riri Selvia, Sarah Tsaqqofa, dan Rahajeng, atas doa, dukungan, dan persahabatannya selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, September 2011 Penulis v

9 BIODATA PENULIS Shiva Amwaliya. Lahir di Depok pada tanggal 20 Februari Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Mastain dan Nanay Sabariah Prihatini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Negeri Mekarjaya XXI, Depok. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun Pada tahun 2007, penulis menamatkan SMA dari SMA Negeri 3 Depok. Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) IPB sebagai sekretaris Departemen HRD periode Penulis juga pernah menjabat sebagai Asisten Praktikum pada mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri pada tahun dan pada tahun 2011 sampai dengan saat ini, serta sebagai Asisten Praktikum pada mata kuliah Teknologi Serat, Karet, Gum, dan Resin. Pada tahun 2010, penulis melaksanakan praktik lapangan di industri roti, PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk., dengan topik Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi, Pengemasan, dan Penyimpanan Roti Tawar Spesial di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk., Cikarang-Bekasi.

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN RUANG LINGKUP... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA KULIT MINYAK BIJI KARET PENYAMAKAN KULIT PENYAMAKAN AWAL (ALDEHIDA) PENYAMAKAN MINYAK KULIT SAMAK MINYAK (KULIT SAMOA) HIDROGEN PEROKSIDA PROSES OKSIDASI III. METODE PENELITIAN BAHAN DAN ALAT WAKTU DAN TEMPAT METODE PENELITIAN PENELITIAN PENDAHULUAN PENELITIAN UTAMA RANCANGAN PERCOBAAN vi

11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN PENDAHULUAN PENELITIAN UTAMA SIFAT FISIK KULIT SIFAT KIMIA KULIT SIFAT ORGANOLEPTIK KULIT KAJIAN MIKROSKOPIS SERAT KULIT PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK BERDASARKAN MUTU KULIT SAMOA V. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Persyaratan mutu kulit samoa (SNI )... 8 Tabel 2. Proses penyamakan awal kulit Tabel 3. Proses penyamakan minyak Tabel 4. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet viii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis... 3 Gambar 2. Penampakan kulit secara mikroskopis... 4 Gambar 3. Polimerisasi glutaraldehida... 6 Gambar 4. Reaksi antara glutaraldehida dan protein... 6 Gambar 5. Reaksi oksidasi pada minyak/lemak Gambar 6. Reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh Gambar 7. Suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samak minyak Gambar 8. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta suhu kerut Gambar 9. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta daya serap air 2 jam Gambar 10. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta daya serap air 24 jam Gambar 11. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek sejajar tulang belakang Gambar 12. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek tegak lurus tulang belakang Gambar 13. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek rata-rata Gambar 14. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan sobek Gambar 15. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik sejajar tulang belakang Gambar 16. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik tegak lurus tulang belakang Gambar 17. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik rata-rata Gambar 18. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan tarik Gambar 19. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus sejajar tulang belakang Gambar 20. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus tegak lurus tulang belakang Gambar 21. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus rata-rata Gambar 22. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kadar minyak Gambar 23. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kadar abu Gambar 24. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai ph Gambar 25. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kehalusan kulit Gambar 26. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai warna kulit ix

14 Gambar 27. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai bau kulit Gambar 28. Struktur serat pada kulit pikel Gambar 29. Struktur serat pada kulit samoa x

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Foto-foto peralatan yang digunakan Lampiran 2. Prosedur analisis minyak biji karet Lampiran 3. Diagram alir proses penyamakan awal (aldehida) Lampiran 4. Diagram alir proses penyamakan minyak Lampiran 5. Prosedur analisis karakteristik kulit Lampiran 6. Hasil pengukuran ketebalan kulit Lampiran 7. Hasil pengukuran dan analisis suhu pengerutan Lampiran 8. Hasil pengukuran dan analisis daya serap air 2 jam Lampiran 9. Hasil pengukuran dan analisis daya serap air 24 jam Lampiran 10. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek sampel parallel Lampiran 11. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek sampel perpendicular Lampiran 12. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek rata-rata Lampiran 13. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik sampel parallel Lampiran 14. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik sampel perpendicular Lampiran 15. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik rata-rata Lampiran 16. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus sampel parallel Lampiran 17. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus sampel perpendicular Lampiran 18. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus rata-rata Lampiran 19. Hasil pengukuran dan analisis kadar minyak Lampiran 20. Hasil pengukuran dan analisis kadar abu Lampiran 21. Hasil pengukuran dan analisis nilai ph Lampiran 22. Hasil penilaian uji organoleptik Lampiran 23. Hasil analisis organoleptik kehalusan Lampiran 24. Hasil analisis organoleptik warna Lampiran 25. Hasil analisis organoleptik bau Lampiran 26. Foto-foto kulit samoa hasil perlakuan waktu oksidasi xi

16 I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Produk kulit hasil penyamakan merupakan produk yang banyak memiliki kegunaan dan nilai jual yang tinggi. Hal ini karena proses penyamakan telah mengubah kulit mentah yang mudah membusuk menjadi kulit samak yang awet dan stabil terhadap pengaruh fisik, biologis, serta kimia, sehingga kulit samak dapat dijadikan berbagai produk. Salah satu produk akhir kulit samak adalah kulit samak minyak atau dikenal dengan kulit samoa (chamois leather). Dalam metode tradisional, pembuatan kulit samoa adalah dengan mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak (Suparno, 2009). Kulit samoa merupakan produk kulit olahan yang populer dalam perdagangan karena berdaya guna serta memiliki nilai estetika. Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat (Khrisnan et al., 2005). Penggunaan kulit samoa semakin meluas dan beragam. Kulit samak minyak (kulit samoa) mempunyai penggunaan khusus dalam penyaringan bensin bermutu tinggi, pembersihan alat-alat optik, pembuatan sarung tangan, garmen, dan orthopaedic leather. Produk kulit samoa juga digunakan sebagai alat pencuci untuk pembersih jendela, badan kendaraan, kaca mata, dan sebagainya. Penyamakan dengan bahan penyamak minyak memiliki kelemahan, yaitu memerlukan waktu oksidasi yang cukup lama. Proses oksidasi pada tahap penyelesaian membutuhkan waktu rata-rata 1-2 minggu. Hal ini mengakibatkan waktu produksi secara keseluruhan relatif lama, sehingga dapat berpengaruh pada efisiensi proses dan secara langsung ikut mempengaruhi kapasitas produksi di industri kulit. Penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa penambahan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) mampu mempersingkat waktu oksidasi yaitu menjadi 2 hari. Hidrogen peroksida merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Hidrogen peroksida tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Saat ini belum diketahui waktu oksidasi yang terbaik untuk penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet dan oksidator hidrogen peroksida. Waktu oksidasi yang terbaik dalam penyamakan sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi proses. Waktu oksidasi yang terbaik juga dapat memperbaiki karakteristik kulit samoa (karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik) agar mutu kulit samoa yang dihasilkan menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kegunaan dan nilai jual. 1.2 TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh dari perlakuan waktu oksidasi di dalam dan di luar drum berputar (molen) terhadap mutu kulit samoa yang dihasilkan. 2. Mencari kombinasi waktu oksidasi yang paling tepat untuk memperoleh kulit samoa terbaik dari proses penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet dan oksidator hidrogen peroksida. 1

17 1.3 RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini antara lain: 1. Penelitian pendahuluan, yaitu karakterisasi atau analisis sifat fisiko-kimia minyak biji karet. 2. Penelitian utama yang meliputi: a. Proses penyamakan minyak menggunakan kombinasi waktu oksidasi di dalam molen (4 jam, 6 jam, dan 8 jam) dan waktu oksidasi di luar molen (1 hari, 2 hari, dan 3 hari). b. Analisis sifat kulit samoa yang dihasilkan yang meliputi sifat fisik, kimia, dan organoleptik. c. Kajian mikroskopis serat kulit pikel dan kulit samoa hasil perlakuan terbaik. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia, kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu tumbuh. Kulit berfungsi melindungi badan atau tubuh dari pengaruh-pengaruh luar, misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu (Suardana et al., 2008). Kulit hewan (skin dan hide) merupakan bahan mentah kulit samak (leather). Kulit tersebut berupa tenunan serat yang terbentuk dari sel-sel hidup dan hasil-hasilnya. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan yang tertinggal sedemikian rupa sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (Judoamidjojo, 1981). Struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis, kulit hewan dibagi atas beberapa daerah yaitu daerah krupon, kepala, dan leher serta daerah kaki, ekor, dan perut. Secara mikroskopis, kulit hewan terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, korium, dan subkutis (Fahidin dan Muslich, 1999). Pembagian kulit secara makroskopis adalah pembagian yang mengacu kepada bagian-bagian kulit yang pada umumnya disamak dan menunjukkan mutu kulit. Daerah krupon adalah bagian terpenting dari kulit hewan karena bagian ini meliputi 55% dari seluruh kulit. Pada bagian ini terdapat jaringan yang rapat dan kuat. Daerah kepala dan leher meliputi sekitar 23% dari seluruh kulit. Ketebalan kulit pada daerah ini relatif lebih tebal dari daerah lainnya, tetapi mempunyai jaringan yang lebih longgar dari krupon. Daerah kaki, perut, dan ekor meliputi 22% dari seluruh kulit. Pada daerah perut, ketebalan kulit relatif lebih tipis dan jaringannya longgar, sedangkan kulit pada daerah kaki lebih tebal dan jaringannya lebih padat (Fahidin dan Muslich, 1999). Struktur kulit secara makroskopis dapat dilihat pada Gambar 1. Keterangan : A,B : Bagian kepala dan leher C,D : Krupon E,F : Ekor, perut, dan kaki Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) Kulit hewan secara mikroskopis (histologis) dibagi berdasarkan struktur lapisan yang menyusun kulit. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Lapisan epidermis disebut juga sebagai lapisan tanduk, yang berfungsi sebagai pelindung pada hewan hidup. Korium adalah tenunan kolagen kulit yang merupakan bahan utama dalam proses penyamakan. Korium sebagian besar dibangun oleh serat kolagen yang merupakan benang-benang halus yang berkelok-kelok dalam berkas-berkas yang terbungkus lembaran anyaman dan tenunan retikular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian- 3

19 bagian lain dari tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin (Fahidin dan Muslich, 1999). Penampang kulit hewan secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 2. Keterangan : 1. Rambut, 2. Lubang rambut, 3. Kelenjar lemak, 4. Kantong rambut, 5. Kelenjar keringat, 6. Sel lemak, 7. Pembuluh darah, 8. Syaraf, 9. Serat Collagen, 10. Tenunan lemak Gambar 2. Penampakan kulit secara mikroskopis (Suardana et al., 2008) Komposisi kimia kulit terdiri dari dua golongan yaitu golongan protein dan golongan non protein. Protein berbentuk terdiri atas kolagen, elastin, dan keratin. Kolagen merupakan bagian terpenting dalam teknologi kulit karena kolagen menjadi dasar susunan kulit samak dan dapat tahan terhadap enzim proteolitik. Protein tak berbentuk (globular protein) merupakan media bagi protein berbentuk, dapat larut dalam air dan mudah terdenaturasi karena pemanasan. Protein tak berbentuk terdiri dari albumin globulin. Golongan non protein terdiri dari air, lipid, dan bahan mineral. Persentase kandungan kimia dalam kulit yaitu air 65%, lemak 1.8%, bahan mineral 0.2%, dan protein 33% (Fahidin dan Muslich, 1999). Air di dalam kulit ada dua macam yaitu air yang terikat dengan protein (polar) dan air yang bebas (kapiler). Air yang terikat kira-kira 1/3 bagian, sedangkan air yang bebas 2/3 bagian. Bagian kulit secara makroskopis yang mengandung air paling banyak adalah bagian perut, sedangkan bagian yang paling sedikit mengandung air adalah bagian krupon. Bagian kulit secara mikroskopis yang memiliki kandungan air yang paling banyak adalah korium. Lipid paling banyakterdapat pada bagian subkutis kulit. Hewan yang memiliki bulu tebal pada umumnya memiliki kandungan lemak yang lebih banyak. Bahan mineral dalam kulit terdiri dari K, Ca, Fe, P, dan umumnya sebagian garam klorida, sulfat, karbonat, dan fosfat; sedikit SiO2, Zn, Ni, As, Fe, dan S (Purnomo, 1985). 2.2 MINYAK BIJI KARET Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil). Minyak biji karet mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren, 2008). Minyak biji karet umumnya digunakan di dalam industri non pangan, antara lain sebagai bahan pembuat sabun, bahan cat sebagai minyak mengering, bahan pelengkap kosmetik, damar alkid, faktis, dan lain sebagainya (Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). 4

20 Kandungan minyak dalam daging biji karet adalah sekitar 40-60% (Pradeep dan Sharma, 2005) dengan komposisi 17-22% asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82% yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). Minyak biji karet merupakan minyak nabati yang bersifat nonedible dan dapat digunakan sebagai alternatif untuk memproduksi biodiesel (Ramadhas et al., 2005). Selain itu, minyak biji karet juga sangat potensial sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samak minyak (kulit samoa). Hal ini disebabkan oleh tingginya bilangan iod yang dimiliki minyak biji karet yaitu >120 g/100 g minyak. Bilangan iod merupakan parameter utama dari minyak untuk penyamakan kulit. Kelebihan lain minyak biji karet adalah tidak meninggalkan residu warna dan bau dalam jumlah yang berlebih pada kulit (Suparno, 2006). 2.3 PENYAMAKAN KULIT Kulit tersusun dari banyak sekali ikatan jaringan serat yang dapat bergerak dan berikatan satu sama lain ketika hewan masih hidup. Ketika hewan sudah mati, jaringan tersebut cenderung mengerut dan menjadi keras. Pada dasarnya tujuan utama dilakukan proses penyamakan adalah untuk menetapkan jaringan serat kolagen melalui proses kimiawi, melumasi jaringan sehingga dapat bergerak dan berikatan satu sama lain. Oleh karena itu melalui proses penyamakan dapat meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan kulit (Mann dan McMillan, 2000). Penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen (komponen utama kulit) dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tannin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal dan ketahanan kulit terhadap mikroorganisme (Suparno et al., 2005). Stabilitas hidrotermal kulit ditunjukkan dengan suhu kerut (shrinkage temperature, Ts). Penyamakan pada prinsipnya merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mempunyai sifat tidak stabil, yaitu mudah rusak oleh pengaruh biologis, fisik dan kimia, menjadi kulit tersamak yang mempunyai sifat stabil dan tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Mekanisme proses penyamakan kulit dimulai dari usaha memasukkan bahan penyamak ke dalam jaringan serat kulit. Selanjutnya mengusahakan agar terjadi ikatan kimia antara jaringan serat kulit dengan bahan penyamak yang ditambahkan. Tujuan pokok dari penyamakan kulit adalah untuk menghasilkan kulit samak yang sesuai dengan mutu kulit yang dikehendaki (Purnomo, 1992). Menurut Purnomo (1992), proses penyamakan kulit secara garis besar meliputi proses prapenyamakan, proses penyamakan, proses pascapenyamakan, dan proses penyelesaian. Penyamakan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung bahan yang digunakan. Secara praktis penyamakan dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: a. Penyamakan nabati, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari tumbuhan, contohnya kulit akasia, segawe, tengguli, mahoni, dan kayu quebracho (Anonim, 1996). b. Penyamakan mineral, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak mineral, contohnya kromium, ferum, kobalt, dan zirconium (Judoamidjojo, 1981). c. Penyamakan aldehida, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak aldehida, contohnya formaldehida, glutaraldehida, dan oksazolidin (Suparno, 2009). d. Penyamakan minyak, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain (Suparno, 2009). e. Penyamakan sintetis, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak sintetis. Bahan penyamak sintetis terdiri dari dua bagian, yaitu bahan penyamak sintetis alifatis dan bahan sintetis aromatis (Judoamidjojo, 1981). 5

21 2.4 PENYAMAKAN AWAL (ALDEHIDA) Suparno (2009) menyebutkan bahwa bahan penyamak yang digunakan untuk penyamakan awal dalam produksi kulit samoa adalah formaldehida, glutaraldehida atau oksazolidin. Bahan-bahan tersebut dapat berfungsi sebagai penyamak tunggal atau kombinasi. Suhu kerut kulit samak aldehida adalah o C. Glutaraldehida (OCH-(CH 2 ) 3 -CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Karena penggunaan formaldehida dalam penyamakan kulit menurun, penggunaan glutaraldehida sebagai bahan pengganti meningkat. Gambar 3 menunjukkan struktur dialdehida alifatik tersebut dalam larutan. Struktur tersebut merupakan sebuah struktur penghubung antara dua molekul glutaraldehida yang bereaksi. Gambar 4 menunjukkan reaksi yang terjadi antara glutaraldehida dengan protein (Covington, 2009). Glutaraldehida menghasilkan kulit samak dengan karakteristik tahan terhadap peluh, tahan pencucian, lebih sempurna, dan densitas yang lebih baik. Glutaraldehida membentuk polimer di dalam larutan, gugus hidroksil dari polimer akan aktif dan bereaksi dengan gugus amino. Walaupun reaksi crosslink antara kolagen dengan aldehida telah lama dipelajari, namun mekanisme reaksinya belum dapat diketahui dengan pasti. Sebagian besar peneliti sepakat bahwa gugus aldehidik berikatan dengan gugus amino bebas dari lisin dan membentuk ikatan silang (Covington, 2009). Reaksi antara senyawa beraldehida dengan gugus amino bebas lisin adalah sebagai berikut (Suparno, 2009): Collagen-NH 2 + HCHO Collagen-NH-CH 2 OH Grup N-hidroksimetil sangat reaktif dan reaksi crosslinking terjadi pada grup amino kedua. Kekuatan serat kolagen tergantung atas hubungan silang di dalam dan di antara molekul. Reaksinya adalah sebagai berikut: Collagen-NH-CH 2 OH + H 2 N-Collagen Collagen-NH-CH 2 -NH-Collagen Gambar 3. Polimerisasi glutaraldehida (Covington, 2009) Gambar 4. Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington, 2009) 6

22 Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida adalah tahan cuci dan hidrofilik serta suhu kerutnya mirip. Namun warnanya berbeda, glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah ditawarkan ke industri, yakni Relugan GTW, turunan tambahan bisulfit. Bahan tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50% dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning agents untuk seluruh jenis kulit samak. Bahan penyamak ini mempunyai karakteristik penyebaran lemak yang sangat luas, menghasilkan kulit samak yang halus, berwarna kekuningan, permeabilitas udara dan daya tahan yang baik (Suparno, 2009). 2.5 PENYAMAKAN MINYAK Penyamakan minyak adalah penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak (chamois leather). Metode tradisional pembuatan kulit chamois adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse 1981; Dewhurst 2004). Penyamakan minyak merupakan salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan terhadap serangan mikroorganisme, suhu kerut (shrinkage temperature/ts)-nya tidak meningkat secara signifikan di atas suhu kerut kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi (Suparno, 2009). Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan cross-link dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak (Suparno, 2006). Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak gliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan produk reaksi dari oksidasi dan polimerisasi untuk memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse, 1985). Menurut Judoamidjojo (1981), penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus asam amino dari kolagen. Menurut Covington (2009), reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat, CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Reaksi tersebut berbasiskan pada pembentukan senyawa-senyawa aldehida, terutama karena proses tersebut diikuti oleh pelepasan akrolein, CH 2 =CHCHO, yang telah digunakan sebagai salah satu elemen pengendali mutu. Namun akrolein sendiri tidak dapat digunakan dalam pembuatan kulit samoa. Sharpouse (1985) menyimpulkan bahwa penyamakan minyak sebagai fiksasi produk-produk otooksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Selanjutnya 7

23 Suparno (2009) menyebutkan bahwa hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matriks polimer dalam matriks kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamakan aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan, sebagai sebuah bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket (Covington, 2009). 2.6 KULIT SAMAK MINYAK (KULIT SAMOA) Kulit samoa merupakan produk kulit olahan yang popular dalam perdagangan (Sharphouse, 1995). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat. Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain. Kulit samak minyak mempunyai penggunaan khusus dalam penyaringan bensin bermutu tinggi dan pembersihan alat-alat optik. Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, antara lain memiliki bobot jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samoa adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan yaitu kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharphouse, 1995; John, 1996). Persyaratan mutu kulit samoa disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan mutu kulit samoa (SNI )* No. Uraian Satuan 1. Sifat Kimia Persyaratan Min. Maks. Keterangan - Kadar minyak % 10 - Kadar abu % 5 Sesudah disarikan minyaknya - ph Sifat Fisik - Ketebalan mm Kekuatan tarik N/mm Kemuluran % 50 - Kekuatan jahit N/mm Kekuatan sobek N/mm 15 - Penyerapan air 2 jam % 100 8

24 Tabel 1. Persyaratan mutu kulit samoa (SNI )* (Lanjutan) No. Uraian Satuan Persyaratan Min. Maks. 24 jam % Organoleptik Keterangan - Keadaan kulit - Warna *Badan Standarisasi Nasional (1990) - Halus Kuning - muda/mendekati putih Seperti beludru 2.7 HIDROGEN PEROKSIDA Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H 2 O 2 merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H 2 ) dan gas oksigen (O 2 ). H 2 O 2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun (Skuler, 2007). Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya, termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H 2 O) dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut: H 2 O 2 H 2 O + O kcal/mol Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida adalah: 1. Bahan organik tertentu, seperti alkohol dan bensin. 2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn. 3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 kali setiap kenaikan 10 o C (dalam rentang temperatur o C). 4. Permukaan container yang tidak rata (active surface). 5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya. 6. Semakin tinggi ph (makin basa), laju dekomposisi semakin tinggi. 7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek (Skuler, 2007). Hidrogen peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa digunakan pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan minuman, medis serta industri elektronika (pembuatan PCB) (Skuler, 2007). Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidasinya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi (Skuler, 2007). 9

25 2.8 PROSES OKSIDASI Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan, sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecil pun mudah mengalami proses oksidasi. Produk primer dari proses oksidasi adalah persenyawaan hidroperoksida yang terbentuk dari hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen, sedangkan produk sekunder dihasilkan dari proses degradasi produk primer (hidroperoksida). Hasil degradasi hidroperoksida ini terdiri dari alkohol, aldehida dan asam, serta persenyawaan tidak jenuh dengan berat molekul lebih rendah (Ketaren, 2008). Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen terhadap ikatan rangkap (ikatan tidak jenuh), sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri atas asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Asam-asam tidak jenuh ini jika dioksidasi maka masing-masing akan membentuk oleat hidroperoksida, linoleat hidroperoksida, dan linolenat hidroperoksida yang bersifat reaktif. Peroksida yang dihasilkan bersifat tidak stabil dan akan mudah mengalami dekomposisi oleh proses isomerasi atau polimerisasi, dan akhirnya menghasilkan persenyawaan dengan berat molekul lebih rendah (Ketaren, 2008). Menurut Judoamidjojo (1981), penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus asam amino dari kolagen. Selama proses oksidasi, minyak akan mengalami beberapa perubahan kimia dan beberapa hasil dari oksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit (kolagen) sehingga akan memberikan efek penyamakan pada kulit. Sangat penting untuk mengusahakan agar proses oksidasi terjadi secara in situ pada serat kulit. Dalam proses oksidasi, mula-mula akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida, dan reaksinya dengan protein kulit akan memberikan karakteristik penyamakan full oil. Selanjutnya, minyak yang tidak terikat dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida yang menguap atau aldehida tidak menguap, kemudian akan mengalami perubahan kimia seperti polimerisasi, membentuk produk yang lebih kental. Produk ini juga dapat berikatan dengan serat kulit selama pembentukannya (Sharphouse, 1995). Pada penyamakan minyak menggunakan minyak biji karet, bahan aktif dalam reaksi oksidasi dapat dimodelkan dengan asam linoleat, karena sebagian besar asam lemak tidak jenuh penyusun minyak biji karet adalah asam linoleat. Asam linoleat akan mengalami oksidasi membentuk linoleat hidroperoksida. Reaksi pembentukan hidroperoksida dapat dilihat pada Gambar 5. Hidroperoksida yang terbentuk selanjutnya mengalami degradasi sekunder yang akan membentuk senyawa-senyawa hidrokarbon dengan berat molekul lebih rendah melalui reaksi polimerisasi. Asam linoleat, CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH, diketahui dapat berpolimerisasi. Reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh dapat dilihat pada Gambar 6. Ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi kemudian akan membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen yang akan menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan, sehingga dapat memberikan efek penyamakan minyak yaitu berupa kulit samoa yang lembut dan halus, lebih mudah mengerut bila dibandingkan dengan kulit samak aldehida, serta mampu menyerap air. 10

26 Gambar 5. Reaksi oksidasi pada minyak/lemak (Winarno, 1992) Gambar 6. Reaksi polimerisasi asam lemak tidak jenuh (Ketaren, 2008) 11

27 III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan minyak biji karet sebagai bahan penyamak. Bahan pembantu adalah bahan-bahan kimia yang digunakan selama proses penyamakan dan analisis kimia (minyak dan kulit). Bahan pembantu penyamakan adalah degreaser (soaking agent), natrium formiat, natrium karbonat (Na 2 CO 3 ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), NaCl, dan Relugan GT50. Bahan pembantu analisis minyak dan kulit adalah alkohol 95%, KOH 0.1 N dan 0.5 N, indikator PP, KI 15%, indikator pati, natrium tiosulfat, aquades, HCl 0.5 N, heksan, khloroform, dan larutan Wijs. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat penyamak, alat analisis (minyak dan kulit tersamak), dan alat ukur fisik kulit. Alat yang digunakan selama penyamakan adalah molen (drum berputar), alat stacking, mesin buffing, mesin shaving, mesin sammying, toggle dryer, dan kuda-kuda penjemur kulit. Alat untuk analisis kimia adalah grinder, shaker, oven, desikator, tanur, timbangan, ph meter, kertas saring, gelas ukur, labu erlenmeyer, gelas piala, labu ukur, dan buret. Alat ukur fisik kulit adalah thickness gauge, kubelka glass apparatus, tensile strength tester, jangka sorong, mistar, dan gunting. Foto-foto peralatan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai bulan Maret sampai dengan Juli Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium DIT, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Teknik Kimia Departemen Teknologi Industri Pertanian Fateta IPB; Laboratorium UTM Instron Departemen Teknologi Hasil Hutan Fahutan IPB; dan Unit Zoologi LIPI Cibinong Bogor. 3.3 METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah karakterisasi minyak biji karet yang akan digunakan sebagai bahan penyamak. Karakterisasi tersebut meliputi analisis bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, warna, dan bobot jenis. Prosedur analisis minyak biji karet disajikan pada Lampiran Penelitian Utama Penyamakan Awal (Aldehida) Penyamakan awal dilaksanakan dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh Suparno et al. (2009a), seperti yang tersaji pada Tabel 2. Proses penyamakan awal dimulai dengan pencucian kulit 12

28 pikel dengan menggunakan drum berputar (molen). Sebelum dicuci, kulit ditimbang untuk menentukan jumlah bahan pencuci yang akan digunakan sesuai dengan persentase yang sudah ditetapkan. Persentase bahan yang akan digunakan berbasis bobot total bahan (kulit pikel). Kulit pikel dicuci dengan menggunakan NaCl sebanyak 8% dan air sebanyak 200%. Selanjutnya, kulit pikel yang telah bercampur dengan bahan pencuci diputar di dalam molen selama 20 menit. Kecepatan putaran drum pada proses penyamakan awal dan penyamakan minyak adalah sebesar 12 rpm. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan air hasil pencucian dan menggantinya dengan bahan pencuci baru, yaitu 10% NaCl dan 100% air. Molen kemudian diputar kembali selama 10 menit. Setelah pemutaran selesai, pengecekan ph dilakukan dengan standar nilai sebesar 3. Selanjutnya, ditambahkan bahan pretanning yaitu Relugan GT50 sebanyak 3% dari bobot bahan. Relugan yang ditambahkan sebelumnya diencerkan dalam 9% air dan dimasukkan ke dalam molen dengan tiga kali tahap pemasukan setiap 15 menit. Pemutaran drum dilanjutkan selama 30 menit dengan kecepatan putaran yang sama yaitu 12 rpm. Penambahan bahan berikutnya adalah 1% natrium formiat. Natrium formiat diencerkan dalam air dengan perbandingan 1:10 (air 10%). Penambahan tersebut dilakukan dengan empat tahap pemasukan dengan selang waktu 10 menit. Pemutaran drum dilanjutkan selama 20 menit. Selanjutnya, ditambahkan Na 2 CO 3 sebanyak 2% yang telah dilarutkan dalam air sebanyak 10%. Penambahan dilakukan dengan tiga kali tahap pemasukan setiap selang waktu 15 menit. Selain itu, air ditambahkan sebanyak 10% dan selanjutnya dilakukan pemutaran drum kembali selama 60 menit. Setelah pemutaran selesai, dilakukan pengecekan ph dengan nilai standar sebesar 8. Jika ph yang terukur kurang dari 8 maka perlu ditambahkan Na 2 CO 3 kembali. Tahap selanjutnya adalah pemeraman kulit selama 24 jam. Setelah itu, kulit di-shaving menggunakan mesin shaving dengan tujuan untuk mengurangi ketebalan kulit dan menghilangkan lapisan grain pada kulit. Diagram alir proses penyamakan awal disajikan pada Lampiran Penyamakan Minyak Penyamakan minyak dilakukan dengan menggunakan metode yang dimodifikasi dari Suparno et al. (2009a), seperti yang tersaji pada Tabel 3. Modifikasi yang dilakukan adalah waktu oksidasi pada tahap penyamakan lanjutan (4 jam, 6 jam, dan 8 jam) dan tahap oksidasi di toggle (1 hari, 2 hari, dan 3 hari). Setiap kulit yang telah di-shaving kemudian ditimbang untuk diketahui bobotnya. Bobot tersebut yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penentuan persentase bahan-bahan yang akan digunakan dalam penyamakan. Kulit yang telah ditimbang selanjutnya dimasukkan ke dalam molen untuk proses pencucian ulang dengan menggunakan air sebanyak 200%. Penambahan dan penggantian air sebanyak tiga kali dengan selang waktu 10 menit. Setelah selesai, air pencucian dibuang dan diganti dengan air yang baru sebanyak 100% dan Na 2 CO 3 sebanyak 0.5%, kemudian diputar selama 10 menit. Setelah itu, dilakukan pengecekan ph dengan standar nilai ph 8-9. Proses selanjutnya adalah penirisan kulit pada kuda-kuda selama 1 jam dan dilanjutkan dengan setting out, yaitu proses untuk menghilangkan air yang masih tersisa pada kulit. Kulit yang telah di-setting out selanjutnya disamak dengan menggunakan bahan penyamak yang merupakan campuran antara minyak biji karet sebanyak 30%, natrium karbonat sebanyak 0.5%, dan air sebanyak 1.5%. Penyamakan dilakukan dengan mengoleskan bahan penyamak secara merata ke seluruh permukaan kulit, selanjutnya kulit diperam selama 24 jam pada kotak penyimpan kulit. Pada hari kedua setelah 24 jam pemeraman, kulit kemudian diputar di dalam molen selama 8 jam untuk penetrasi minyak ke dalam kulit. Setelah itu, dilakukan penambahan hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) sebanyak 6% yang telah dilarutkan dalam 70% air. Perhitungan masing-masing persentase 13

29 tersebut disesuaikan dengan bobot minyak biji karet yang digunakan. Molen kemudian diputar dengan kecepatan 12 rpm selama 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan kulit dari dalam molen kemudian membentangkan atau menggantungnya pada toggle dryer selama 1 hari, 2 hari, dan 3 hari. Hal ini bertujuan agar minyak yang menempel pada kulit dapat teroksidasi. Setelah penggantungan selama 1 hari, 2 hari, atau 3 hari, kulit kemudian dicuci melalui dua tahap pencucian dalam molen. Pencucian pertama menggunakan air sebanyak 300%, natrium karbonat sebanyak 4%, dan degreaser sebanyak 2%. Pemutaran drum dilakukan selama 60 menit. Selanjutnya, bahan pencuci tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air sebanyak 1000% lalu pemutaran molen dilanjutkan selama 15 menit. Setelah pemutaran selesai, air cucian dibuang dan kulit dikeluarkan dari molen untuk kemudian di-setting out. Pada tahap pencucian kedua, kulit yang telah di-setting out dimasukkan kembali ke dalam molen dan dilakukan penambahan air sebanyak 1000%, natrium karbonat sebanyak 2%, dan degreaser sebanyak 1%. Molen kemudian diputar selama 60 menit. Selanjutnya, bahan pencuci tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air sebanyak 1000% dan pemutaran molen dilanjutkan selama 15 menit. Setelah pemutaran selesai, air cucian dibuang dan kulit dikeluarkan dari molen untuk kemudian di-setting out. Kulit yang telah dicuci kemudian dikeringkan dalam ruangan dengan cara digantung selama 2x24 jam. Setelah kulit tersebut kering, selanjutnya kulit diketun menggunakan alat stacking dengan tujuan agar kulit menjadi lemas dan lentur. Pada tahap terakhir dilakukan proses buffing. Proses ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan kulit terutama lapisan grain pada kulit. Selain itu, buffing juga ditujukan untuk mengurangi ketebalan kulit, sehingga sesuai dengan tujuan pembuatan produk akhirnya. Diagram alir proses penyamakan minyak disajikan pada Lampiran 4. Tabel 2. Proses penyamakan awal kulit (Suparno et al., 2009a) Proses Jumlah Bahan Kimia (% kulit pikel) (b/b) Waktu Keterangan Penimbangan NaCl 8-10 Derajat Baumé diukur min. 8 o Baumé, jika kurang dari 8 maka ditambahkan NaCl Pencucian 1 20 menit Air 200 Diukur min. 8 o Baumé, jika kurang dari 8 maka ditambahkan NaCl NaCl 8-10 Pencucian 2 10 menit ph dicek min. 3, jika kurang maka ditambahkan asam formiat Air

30 Tabel 2. Proses penyamakan awal kulit (Suparno et al., 2009a) (Lanjutan) Proses Pretanning Shaving Bahan Kimia Jumlah (% kulit pikel) (b/b) Waktu Glutaraldehida 3 (Relugan GT50) 3x15 menit Air menit Natrium formiat 1 4x10 menit + 20 menit Air 10 Natrium karbonat 2 Air 10 3x15 menit Air 10 1 jam Keterangan Relugan GT50 diencerkan dengan air, perbandingan 1:3 Natrium formiat diencerkan dengan air, perbandingan 1:10 ph dicek min. 8, jika kurang maka ditambahkan natrium karbonat Ketebalan mm Tabel 3. Proses penyamakan minyak (modifikasi dari Suparno et al., 2009a) Jumlah (% Proses Bahan Kimia kulit shaving) Waktu Keterangan (b/b) Penimbangan Pencucian 1 Air 200 3x10 menit Air cucian dibuang Prapenyamakan Natrium karbonat 0.5 ph dicek, nilai 10 menit ulang Air 100 standar: 8-9 Penirisan 1 jam Setting out Penyamakan minyak Minyak biji karet Natrium karbonat Penyamakan yaitu dengan mengoleskan Air 1.5 bahan penyamak pada kulit 15

31 Tabel 3. Proses penyamakan minyak (modifikasi dari Suparno et al., 2009a) (Lanjutan) Proses Bahan Kimia Jumlah (% kulit shaving) (b/b) Waktu Pemeraman Semalam Penetrasi minyak 8 jam 6% dari H 2 O 2 minyak biji 4 jam, 6 Penyamakan karet jam, dan 8 lanjutan 70% dari jam Air minyak biji karet 1 hari, 2 Oksidasi di toggle hari, atau 3 hari Air 300 Pencucian 2 Natrium karbonat 4 60 menit Degreaser 2 Pencucian 3 Air menit Setting out Air 1000 Pencucian 4 Natrium karbonat 2 60 menit Degreaser 1 Pencucian 5 Air menit Setting out Pengeringan 2x24 jam Stacking Keterangan Disimpan dan didiamkan Diputar di dalam molen Diputar di dalam molen Dibentangkan pada toggle dryer Digunakan air hangat (40 o C) Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40 o C) Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40 o C) Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40 o C) Air sisa cucian dibuang 16

32 Tabel 3. Proses penyamakan minyak (modifikasi dari Suparno et al., 2009a) (Lanjutan) Jumlah (% Proses Bahan Kimia kulit shaving) Waktu Keterangan (b/b) Ketebalan Buffing mm (SNI ) Analisis Karakteristik Kulit Samoa Kulit samoa hasil penyamakan dianalisis karakteristiknya yang meliputi sifat fisik, kimia, dan orgnoleptik. Analisis sifat fisik meliputi ketebalan, suhu kerut, daya serap air, kekuatan sobek, kekuatan tarik dan kemuluran putus (elongation at break). Analisis sifat kimia meliputi kadar minyak, kadar abu, dan ph, sedangkan sifat organoleptik yang diamati meliputi kehalusan, warna dan bau. Metode pengujian karakteristik kulit samoa dapat dilihat pada Lampiran Kajian Mikroskopis Kulit Samoa Pengujian mikroskopi kulit samoa dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JSM Prosedur pengujian mikroskopi kulit samoa disajikan pada Lampiran Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan petak terpisah (split plot design) dengan menggunakan dua faktor, dimana faktor pertama (petak utama) dan faktor kedua (anak petak) masingmasing terdiri dari tiga taraf. Pada setiap perlakuan dilakukan dua kali ulangan. Faktor pertama (petak utama) adalah waktu oksidasi di dalam drum berputar (faktor A) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 4 jam (A 1 ), 6 jam (A 2 ), dan 8 jam (A 3 ). Faktor kedua (anak petak) adalah waktu oksidasi di luar drum berputar (faktor B) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 1 hari (B 1 ), 2 hari (B 2 ), dan 3 hari (B 3 ). Dari 9 kombinasi perlakuan dilakukan dua kali ulangan pada tiap kombinasi sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Terhadap setiap satuan percobaan dilakukan pengujian sifat fisik dan kimia kulit. Model perhitungan rancangan percobaan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006): Y ijk = µ + A i + δ ik + B j + AB ij + ε ijk dengan: Y ijk = Respon percobaan karena faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j pada ulangan ke-k µ = Rata-rata yang sebenarnya A i = Pengaruh faktor A (petak utama) pada taraf ke-i δ ik = Galat petak utama = Pengaruh faktor B (anak petak) pada taraf ke-j B j 17

33 AB ij ε ijk = Pengaruh interaksi dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j = Galat dari faktor A ke-i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k Uji statistik yang digunakan adalah analisis ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka akan dilakukan uji perbandingan berganda Duncan. Uji tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan. 18

34 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah karakterisasi minyak biji karet yang digunakan sebagai bahan penyamak. Tujuan karakterisasi minyak biji karet adalah untuk menganalisis kelayakan minyak sebagai bahan penyamak, yaitu dengan mengukur bilangan iod minyak. Bilangan iod merupakan parameter utama yang menentukan kelayakan minyak biji karet sebagai bahan penyamak. Minyak biji karet yang baik digunakan dalam penyamakan adalah minyak yang memiliki bilangan iod cukup tinggi, yaitu >120 g iod/100 g minyak. Analisis sifat fisiko-kimia yang lain dilakukan untuk mengetahui sifat minyak secara keseluruhan. Hasil karakterisasi minyak biji karet disajikan pada Tabel 4. Nilai tersebut dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparno et al. (2009a). Tabel 4. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet Sifat Fisiko-Kimia Nilai Nilai* Warna (PtCo) Bobot jenis (g/cm 3 ) Bilangan iod (g I/100 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) Bilangan peroksida (meq/kg) Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) *Suparno et al. (2009a) Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa nilai warna minyak adalah sebesar 3493 unit PtCo. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai warna minyak biji karet hasil penelitian Suparno et al. (2009a) yaitu sebesar 4076 unit PtCo. Semakin tinggi nilai warna minyak menunjukkan bahwa minyak semakin berwarna gelap. Minyak biji karet yang digunakan pada penelitian ini cenderung berwarna kuning kecoklatan. Warna minyak dan lemak disebabkan oleh adanya pigmen, karena asam lemak dan gliserida-gliseridanya tidak berwarna (Djatmiko dan Widjaja, 1985). Zat warna yang secara alami terdapat dalam minyak antara lain α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intesitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang (Ketaren, 2008). Pengujian terhadap bobot jenis minyak biji karet memberikan hasil bahwa minyak biji karet memiliki bobot jenis sebesar 0.92 g/cm 3. Hasil yang diperoleh ini sama dengan hasil penelitian Suparno et al. (2009a). Menurut Ketaren (2008), bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25 o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. 19

35 Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawa-senyawa iod. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar (Ketaren, 2008). Bilangan iod menunjukkan ukuran ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang menyusun gliserida dari suatu minyak atau lemak. Jumlah ikatan rangkap yang semakin banyak ditunjukkan oleh bilangan iod yang tinggi (Hamilton dan Rossel, 1987). Bilangan iod dapat digunakan untuk menggolongkan jenis minyak pengering dan minyak bukan pengering. Minyak pengering mempunyai bilangan iod yang lebih dari 130, sedangkan minyak yang memiliki bilangan iod antara bersifat setengah mengering (Djatmiko dan Widjaja, 1985). Menurut Ketaren (2008), minyak biji karet termasuk ke dalam golongan minyak mengering yang memiliki bilangan iod lebih dari 130 g I/100 g minyak. Selanjutnya, Suparno et al. (2008) menyatakan bahwa bilangan iod minyak biji karet cukup tinggi (>120), sehingga memenuhi syarat sebagai minyak untuk penyamakan kulit (oil tanning). Pengujian terhadap bilangan iod memberikan hasil bahwa minyak biji karet yang digunakan memiliki bilangan iod sebesar g I/100 g minyak. Nilai bilangan iod yang cukup tinggi menunjukkan bahwa minyak biji karet ini layak digunakan sebagai bahan penyamak, tetapi nilai yang diperoleh ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Suparno et al. (2009a) yaitu bilangan iod minyak biji karet sebesar 146 g I/100 g minyak. Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Semakin tinggi nilai bilangan asam yang terkandung dalam minyak, semakin tinggi pula tingkat kerusakan minyak tersebut (Ketaren, 2008). Pengujian terhadap bilangan asam memberikan hasil bahwa minyak biji karet yang digunakan memiliki bilangan asam sebesar mg KOH/g minyak. Hasil yang diperoleh ini lebih tinggi bila dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparno et al. (2009a), yaitu bilangan asam minyak biji karet sebesar 2.08 mg KOH/g minyak. Perbedaan nilai ini dapat disebabkan oleh minyak biji yang digunakan telah mengalami penyimpanan yang cukup lama. Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam jangka panjang dan terhindar dari proses oksidasi akan mengandung bilangan asam yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan oleh kombinasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba (Ketaren, 2008). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya, sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 2008). Peroksida tersebut selanjutnya akan mendorong terjadinya proses oksidasi minyak lebih lanjut, sehingga dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti aldehida, keton, dan asam-asam lemak dengan berat molekul lebih rendah. Pada pengukuran bilangan iod, kerusakan minyak dilihat dari penurunan jumlah ikatan rangkap pada minyak, sedangkan pada pengujian bilangan peroksida dilihat dari banyaknya oksigen yang terikat pada asam lemak tidak jenuh akibat proses oksidasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses oksidasi pada minyak mempengaruhi nilai bilangan peroksida yang diperoleh. Pengujian terhadap bilangan peroksida memberikan hasil bahwa minyak biji karet ini memiliki bilangan peroksida sebesar meq/kg, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Suparno et al. (2009a) yaitu sebesar meq/kg. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kerusakan minyak biji karet yang digunakan pada penelitian ini masih cukup rendah. Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan larutan 20

36 KOH berlebihan dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang mempunyai berat molekul rendah akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih tinggi dibandingkan minyak yang mempunyai berat molekul tinggi (Ketaren, 2008). Pengujian terhadap bilangan penyabunan memberikan hasil bahwa minyak biji karet yang digunakan memiliki bilangan penyabunan sebesar mg KOH/g minyak. Hasil yang diperoleh ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suparno et al. (2009a), yaitu bilangan penyabunan minyak biji karet sebesar 185 mg KOH/g minyak. 4.2 PENELITIAN UTAMA Sifat Fisik Kulit Ketebalan Pengukuran terhadap ketebalan kulit samoa memberikan hasil bahwa kulit samoa yang dihasilkan memiliki rata-rata ketebalan kulit sebesar 0.61 mm, dengan rentang ketebalan mm (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan kulit samoa pada penelitian ini telah memenuhi standar sesuai dengan SNI (BSN, 1990), yaitu ketebalan kulit berkisar antara mm. Ketebalan kulit samoa dapat diatur sesuai dengan tujuan penggunaan produk. Pengaturan ketebalan dapat dilakukan melalui proses shaving dan buffing. Proses shaving bertujuan untuk menghilangkan bagian rajah (grain) serta mengatur ketebalan. Pada proses ini, umumnya ketebalan diatur antara mm agar setelah proses buffing, kulit tidak menjadi terlalu tipis. Proses buffing bertujuan untuk menghaluskan permukaan kulit samak, sehingga dapat pula digunakan untuk mengatur ketebalan kulit yang dihasilkan. Proses buffing yang sempurna menjadikan permukaan kulit samak seperti beludru dan tidak dapat lagi dibedakan antara kulit bagian grain dan kulit bagian dalam (flesh) Suhu Kerut Suhu kerut (Ts) adalah suhu ketika kulit mengalami derajat kerut paling tinggi atau saat kulit mengerut 0.3% dari panjang awalnya. Pengukuran suhu kerut dilakukan terhadap kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samak minyak untuk melihat pengaruh proses penyamakan terhadap kulit tersebut. Pengujian terhadap Ts kulit pikel (kulit awal) memberikan hasil bahwa kulit pikel memiliki Ts sebesar 47 o C. Setelah disamak menggunakan aldehida, Ts kulit meningkat menjadi 78.8 o C (Gambar 7). Adanya kenaikan Ts ini menunjukkan bahwa proses penyamakan menggunakan aldehida telah mengubah struktur kulit menjadi lebih tahan terhadap panas. Peningkatan nilai Ts disebabkan oleh reaksi yang kompleks, yaitu glutaraldehida membentuk basa Schiff dengan protein (kolagen kulit) dan kemudian distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per grup amino lisyne. Ikatan collagen- [glutaraldehida]-collagen menyebabkan kulit menjadi lebih tahan terhadap pengaruh luar 21

37 termasuk suhu, struktur kulit yang awalnya terpisah-pisah bergabung menjadi struktur yang lebih kuat dan kompak. Pengujian terhadap Ts kulit samak minyak (kulit samoa) memberikan hasil bahwa rata-rata Ts kulit samoa adalah 70.8 o C (Gambar 7). Ts kulit samoa mengalami sedikit penurunan dibandingkan Ts kulit samak aldehida. Hal ini dapat disebabkan oleh minyak yang melakukan penetrasi ke dalam kulit lalu membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen, sehingga mengakibatkan ikatan antar jalinan serat kolagen-aldehida menjadi lebih renggang yang menjadikan kulit lebih mudah untuk mengerut. Kulit dengan struktur serat yang renggang relatif lebih mudah mengalami kerut dibandingkan struktur serat yang rapat dan kompak. Selain itu, pengaruh penambahan minyak dan bahan-bahan kimia terutama oksidator juga dapat mengganggu kestabilan ikatan hidrogen, sehingga energi yang dibutuhkan untuk memecah ikatan tersebut lebih sedikit dan Ts pun menjadi menurun. Covington (2009) menyatakan bahwa Ts kolagen berkaitan erat dengan kestabilannya. Ketika kestabilan berkurang karena kehilangan ikatan hidrogen, adanya zat yang dapat memecah ikatan hidrogen atau kerusakan yang disebabkan oleh zat kimia, maka akan lebih sedikit energi yang diperlukan untuk memecah ikatan hidrogen tersebut, dan Ts juga akan menurun. Sebaliknya adanya bahan yang dapat memicu terjadinya ikatan antar kolagen, seperti misalnya pada proses penyamakan, akan meningkatkan ketahanan enzimatis dan Ts. Suhu Kerut ( o C) Kulit Pikel Kulit Samak Aldehida Jenis Kulit Kulit Samak Minyak Gambar 7. Suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samak minyak Pengukuran Ts kulit samoa dilakukan pada berbagai kombinasi waktu oksidasi di dalam molen dan waktu oksidasi di luar molen. Pengukuran ini memberikan hasil bahwa Ts kulit samoa berada pada kisaran o C (Gambar 8). 22

38 Suhu Kerut ( o C) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 8. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta suhu kerut Hasil analisis ragam pada pengujian seluruh perlakuan Ts menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam molen dan waktu oksidasi di luar molen tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap Ts, begitu pula dengan interaksi antara kedua faktor (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan percobaan pada semua sampel telah memberikan pengaruh penyamakan terhadap kulit, akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Ts. Reaksi oksidasi minyak yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan waktu oksidasi memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap Ts. Pada penyamakan minyak menggunakan minyak biji karet, bahan aktif dalam reaksi oksidasi dapat dimodelkan dengan asam linoleat, karena sebagian besar asam lemak tidak jenuh penyusun minyak biji karet adalah asam linoleat. Asam linoleat akan mengalami oksidasi membentuk linoleat hidroperoksida. Hidroperoksida yang terbentuk selanjutnya mengalami degradasi sekunder yang akan membentuk senyawa-senyawa hidrokarbon dengan berat molekul yang lebih rendah melalui reaksi polimerisasi. Asam linoleat, CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 COOH, diketahui dapat berpolimerisasi. Ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi kemudian akan membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen yang akan menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan dan menjadi lebih renggang, sehingga dapat memberikan efek penyamakan minyak yaitu berupa kulit samoa yang lembut, halus, serta lebih mudah mengerut bila dibandingkan dengan kulit samak aldehida Daya Serap Air Daya serap air merupakan kemampuan kulit untuk mengabsorpsi air (ml) per satuan bobot kulit (gram) dan hasilnya dinyatakan dalam persen. Daya serap air merupakan parameter terpenting dalam menentukan mutu kulit samoa, karena penggunaan utama kulit samoa adalah sebagai alat pencuci dan pengering yang memiliki kelebihan, yaitu kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi. Semakin tinggi daya serap air kulit samoa, maka akan semakin baik mutunya. Pengukuran daya serap air dilakukan pada waktu 2 jam dan 24 jam pertama, sesuai dengan SNI. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa daya serap air pada waktu 2 jam pertama berada pada kisaran % (Gambar 9). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa daya serap air 2 jam dipengaruhi oleh waktu oksidasi di dalam molen, sedangkan waktu oksidasi di luar 23

39 molen dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air yang dihasilkan (Lampiran 8). Berdasarkan uji lanjut wilayah berganda Duncan, terlihat bahwa perlakuan waktu oksidasi 4 jam di dalam molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan waktu oksidasi 6 jam. Waktu oksidasi 4 jam memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu % (Lampiran 8). Hal ini dapat disebabkan semakin lama waktu oksidasi di dalam molen dapat mengakibatkan reaksi oksidasi lebih banyak terjadi pada permukaan kulit, sehingga pada saat kulit dioksidasi di udara terbuka (luar molen), oksigen dari udara tidak dapat mengoksidasi minyak pada lapisan terdalam kulit karena terhalang oleh hasil oksidasi minyak yang banyak terdapat di permukaan kulit. Daya Serap Air (%) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 9. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta daya serap air 2 jam Pengukuran daya serap air pada waktu 24 jam pertama memberikan hasil bahwa daya serap air berada pada kisaran % (Gambar 10). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa daya serap air 24 jam tidak dipengaruhi oleh waktu oksidasi di dalam molen, waktu oksidasi di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor (Lampiran 9). Hal ini dikarenakan penyerapan air yang cukup lama yaitu selama 24 jam telah mengakibatkan kulit cukup jenuh terhadap air, sehingga kemampuan kulit untuk menyerap air pada masing-masing perlakuan tidak lagi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai daya serap. 24

40 Daya Serap Air (%) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 10. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta daya serap air 24 jam Secara keseluruhan, nilai daya serap air kulit samoa pada penelitian ini telah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu daya serap air minimal 100% untuk waktu 2 jam pertama dan 200% untuk waktu 24 jam pertama. Jika dibandingkan nilai daya serap air antara waktu pengujian 2 jam dan 24 jam maka dapat dilihat bahwa nilai daya serap air dengan waktu uji 24 jam lebih tinggi dibandingkan nilai daya serap air dengan waktu uji 2 jam. Hal ini disebabkan semakin lama waktu penyerapan (semakin lama waktu kontak kulit dengan air), maka akan semakin banyak air yang diserap sampel sampai pada titik tertentu saat kulit tersebut sudah jenuh oleh air dan tidak terjadi penyerapan air lagi Kekuatan Sobek Kekuatan sobek kulit menggambarkan besarnya gaya yang dibutuhkan untuk merobek kulit per satuan mm ketebalan kulit. Semakin besar nilai kekuatan sobek menunjukkan bahwa semakin besar pula nilai ketahanan kulit terhadap sobekan. Pengujian kekuatan sobek dilakukan pada dua jenis sampel, yaitu sampel dengan arah sejajar tulang belakang (parallel) dan tegak lurus tulang belakang (perpendicular). Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa nilai kekuatan sobek pada sampel dengan arah parallel berkisar antara N/mm (Gambar 11). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kekuatan sobek sampel parallel (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan sobek sampel parallel tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu oksidasi. Perbedaan nilai kekuatan sobek yang terjadi pada beberapa perlakuan diduga karena pengaruh faktor luar seperti perbedaan mutu kulit yang menjadi bahan utama dalam proses penyamakan. Mutu kulit hewan dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, umur dan jenis kelamin. Selain itu, perbedaan nilai tersebut juga dapat disebabkan oleh perbedaan posisi pengambilan sampel. 25

41 Kekuatan Sobek (N/mm) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 11. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek sejajar tulang belakang Pada sampel dengan arah perpendicular, nilai kekuatan sobek berkisar antara N/mm (Gambar 12). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kekuatan sobek sampel perpendicular (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan sobek sampel perpendicular tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu oksidasi. Perbedaan nilai kekuatan sobek yang tidak signifikan diduga karena pengaruh faktor luar. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai kekuatan sobek sampel perpendicular sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sobek sampel parallel. Kekuatan Sobek (N/mm) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 12. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek tegak lurus tulang belakang Nilai kekuatan sobek rata-rata sampel parallel dan perpendicular berada pada kisaran N/mm (Gambar 13). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kekuatan sobek rata-rata (Lampiran 12). 26

42 Berdasarkan uji lanjut wilayah berganda Duncan terhadap interaksi antara kedua faktor, dapat terlihat bahwa perlakuan waktu oksidasi 6 jam di dalam molen dan 2 hari di luar molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan 8 jam di dalam molen dan 3 hari di luar molen. Perlakuan 8 jam di dalam molen dan 3 hari di luar molen memberikan nilai rata-rata tertinggi yaitu N/mm (Lampiran 12). Saat oksidasi di luar molen, proses oksidasi dibantu oleh oksigen udara sehingga minyak dapat lebih banyak teroksidasi. Selain itu, saat oksidasi di luar molen, kulit dibentangkan pada toggle dryer, sehingga ada aliran udara kering yang mengenai kedua sisinya yang menyebabkan kulit menjadi lebih kaku, kering, dan semakin kuat sejalan dengan meningkatnya waktu oksidasi di dalam dan di luar molen. Secara keseluruhan, nilai kekuatan sobek sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu kekuatan sobek minimal 15 N/mm. Kekuatan Sobek (N/mm) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 13. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan sobek rata-rata Apabila dibandingkan antara kedua jenis sampel, maka rata-rata nilai kekuatan sobek sampel perpendicular lebih tinggi dibandingkan nilai kekuatan sobek sampel parallel. Hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan jalinan serat menjadi lebih besar. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk merobek atan membuka tenunan serat menjadi lebih kecil. Selain dipengaruhi oleh faktor mutu kulit dan arah serat, kekuatan sobek juga dipengaruhi oleh susunan atau jalinan serat kolagen. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan sobek dapat dilihat pada Gambar 14. Menurut Haines dan Barlow (1975), susunan atau jalinan serat kolagen dipengaruhi oleh ketebalan kulit dan lokasinya pada kulit tersebut. Kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai daya regang dan kekuatan sobek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal. Lokasi pengambilan sampel pada kulit juga menggambarkan susunan atau jalinan serat kolagen. Pada kulit bagian krupon, jalinan serat kolagen lebih kuat dan rapat sehingga kekuatan sobek pada kulit bagian krupon akan lebih baik bila dibandingkan dengan kulit bagian perut yang jalinan serat kolagennya lebih longgar. 27

43 Gambar 14. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan sobek Kekuatan Tarik Kekuatan tarik merupakan besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit sampai terputus. Semakin besar nilai kekuatan tarik menunjukkan semakin besar pula ketahanan kulit terhadap gaya tarikan. Pengujian kekuatan tarik kulit dilakukan pada dua jenis sampel, yaitu sampel dengan arah sejajar tulang belakang (parallel) dan tegak lurus tulang belakang (perpendicular). Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa nilai kekuatan tarik pada sampel dengan arah parallel berkisar antara N/mm 2 (Gambar 15). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kekuatan tarik sampel parallel (Lampiran 13). Nilai kekuatan tarik sampel parallel yang berbeda walaupun tidak signifikan dapat disebabkan oleh perbedaan mutu bahan baku (kulit hewan). Mutu kulit hewan dipengaruhi oleh kesehatan, nutrisi, umur dan jenis kelamin. Selain itu, kulit pada bagian-bagian tertentu pada tubuh hewan memiliki komposisi protein serat yang berbeda, sehingga nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada masing-masing bagian juga akan berbeda. 28

44 50 Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 15. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik sejajar tulang belakang Pada sampel dengan arah perpendicular, nilai kekuatan tarik berkisar antara N/mm 2 (Gambar 16). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kekuatan tarik sampel perpendicular (Lampiran 14). Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan tarik sampel perpendicular tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu oksidasi. Perbedaan nilai kekuatan tarik yang tidak signifikan diduga karena pengaruh faktor luar. Faktorfaktor yang mempengaruhi nilai kekuatan tarik sampel perpendicular sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik sampel parallel. 25 Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 16. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik tegak lurus tulang belakang Nilai kekuatan tarik rata-rata sampel parallel dan perpendicular berada pada kisaran N/mm 2 (Gambar 17). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh 29

45 yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kekuatan tarik rata-rata (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan tarik rata-rata juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan waktu oksidasi. Perbedaan nilai kekuatan tarik yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh pengaruh faktor luar. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan tarik rata-rata sama dengan faktorfaktor yang mempengaruhi kekuatan tarik sampel parallel dan perpendicular. Secara keseluruhan, nilai kekuatan tarik sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu kekuatan tarik minimal 7.5 N/mm Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 17. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kekuatan tarik rata-rata Apabila dibandingkan antara kedua jenis sampel, maka rata-rata nilai kekuatan tarik sampel parallel lebih tinggi dibandingkan nilai kekuatan tarik sampel perpendicular. Hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah ditarik yang mengakibatkan gaya tariknya pun menjadi lebih kecil. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menarik dan memutuskan kulit menjadi lebih besar. Nilai kekuatan tarik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor mutu kulit. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan tarik dapat dilihat pada Gambar 18. Menurut Kanagy (1977), tingginya nilai kekuatan tarik kulit dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat di dalam kulit. Komposisi protein serat terkait dengan lokasi pengambilan sampel. Kulit yang diambil pada bagian krupon akan memiliki kekuatan tarik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut karena kulit pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat, dan kompak. Nilai kekuatan tarik juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit. Kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai daya regang dan kekuatan tarik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal (O Flaherty dan Lollar, 1960). 30

46 Gambar 18. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kekuatan tarik Kemuluran Putus (Elongation at Break) Kemuluran putus menunjukkan nilai elastisitas kulit yang dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai kemuluran putus maka mutu kulit akan semakin baik karena kulit menjadi tidak mudah sobek atau putus saat digunakan. Pengujian kemuluran putus kulit dilakukan pada dua jenis sampel, yaitu sampel dengan arah sejajar tulang belakang (parallel) dan tegak lurus tulang belakang (perpendicular). Berdasarkan pengujian terhadap kemuluran putus kulit, kemuluran putus sampel dengan arah parallel berkisar antara % (Gambar 19). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kemuluran putus sampel parallel (Lampiran 16). 31

47 120 Kemuluran Putus (%) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 19. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus sejajar tulang belakang Pada sampel dengan arah perpendicular, kemuluran putus berkisar antara % (Gambar 20). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kemuluran putus sampel perpendicular (Lampiran 17). 300 Kemuluran Putus (%) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 20. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus tegak lurus tulang belakang Nilai kemuluran putus rata-rata sampel parallel dan perpendicular berada pada kisaran % (Gambar 21). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen, serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kemuluran putus rata-rata (Lampiran 18). Secara keseluruhan, nilai kemuluran putus sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu kemuluran putus minimal 50%. 32

48 Kemuluran Putus (%) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 21. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kemuluran putus rata-rata Perlakuan waktu oksidasi yang memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai kemuluran putus menunjukkan bahwa tinggi atau rendahnya nilai kemuluran putus dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar perlakuan penyamakan. Kulit yang tersamak dengan baik akan memiliki nilai elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit yang kurang tersamak. Proses penyamakan minyak terjadi ketika minyak berpenetrasi ke dalam kulit dan mengalami proses oksidasi yang mengakibatkan terjadinya ikatan antara minyak dan protein kolagen pada kulit melalui pembentukan matriks polimer. Kemuluran kulit samak juga sangat dipengaruhi oleh mutu kulit, susunan serat kolagen dan ketebalan kulit seperti faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik dan kekuatan sobek. Apabila dibandingkan antara kedua jenis sampel, maka rata-rata kemuluran putus sampel perpendicular lebih tinggi dibandingkan kemuluran putus sampel parallel. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai kekuatan tarik, dimana sampel parallel memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan sampel perpendicular. Tingginya kemuluran putus sampel perpendicular dikarenakan pada sampel ini, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah mengalami perpanjangan atau kemuluran dan pada akhirnya kulit akan putus. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga pada saat ditarik, kulit menjadi sulit mengalami kemuluran karena kurang elastis atau lentur. Hal ini yang menyebabkan pada sampel parallel dibutuhkan gaya tarik (kekuatan tarik) yang lebih besar Sifat Kimia Kulit Kadar Minyak Kadar minyak kulit merupakan residu minyak setelah kulit mengalami proses pencucian. Minyak tersebut tidak menempel atau terikat pada serat kolagen (Suparno, 2010). Pengujian kadar minyak dilakukan untuk mengetahui banyaknya minyak yang tidak tercuci dan akhirnya tersisa pada kulit. Mutu kulit samoa yang baik ditunjukkan oleh kadar minyaknya yang rendah 33

49 yaitu kurang dari 10% (BSN, 1990). Kadar minyak yang tinggi pada kulit mengakibatkan timbulnya efek bau yang berlebih, lengket, serta tidak nyaman saat digunakan. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa kadar minyak kulit samoa berada pada kisaran % (Gambar 22). Berdasarkan hasil analisis ragam, diketahui bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar minyak kulit (Lampiran 19). Hal ini dikarenakan kadar minyak umumnya dipengaruhi oleh proses pencucian kulit setelah oksidasi serta proses setting out untuk mengeluarkan air sisa pencucian. Secara keseluruhan, kadar minyak kulit samoa ini sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu kadar minyak maksimal 10%. 5 Kadar Minyak (%) Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 22. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kadar minyak Minyak yang berlebih pada proses penyamakan minyak dapat dihilangkan melalui proses pencucian dengan menggunakan air alkalin hangat. Penggunaan air alkalin hangat ditujukan untuk menyabunkan minyak sehingga dapat terbuang bersama air. Dalam proses pencucian, pengeluaran sisa minyak dalam kulit dibantu dengan perlakuan mekanis yaitu setting out. Dengan demikian, kandungan minyak yang masih tertinggal dalam kulit hasil penyamakan minyak sangat tergantung pada proses pencucian serta proses setting out yang dilakukan. Selain itu, kadar minyak pada kulit juga dipengaruhi oleh proses prapenyamakan (proses rumah basah/beam house), misalnya tahap pengapuran kulit. Proses pengapuran bertujuan untuk melarutkan epidermis dan menghidrolisis lemak serta zat-zat yang tidak diperlukan pada proses penyamakan sehingga sewaktu proses pengapuran sebagian lemak pada kulit akan terbuang (Suparno, 2010) Kadar Abu Kadar abu suatu bahan menunjukkan banyaknya mineral anorganik yang terkandung di dalam bahan tersebut. Pengujian terhadap kadar abu kulit samoa memberikan hasil bahwa kadar abu kulit samoa berada pada kisaran % (Gambar 23). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar abu (Lampiran 20). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan waktu oksidasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan 34

50 terhadap kadar abu, karena umumnya kadar abu pada kulit dipengaruhi oleh bahan mineral yang terkandung dalam kulit. Bahan mineral tersebut antara lain kalium, kalsium, besi, fosfor, dan umumnya terdapat di dalam kulit sebagai garam klorida, sulfat, karbonat, dan fosfat. Selain itu terdapat pula SiO 2, Zn, Ni, As, Fe, dan S dalam jumlah yang sedikit (Suparno, 2010). Secara keseluruhan, kadar abu kulit samoa ini sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu kadar abu maksimal 5%. 3,5 3,0 Kadar Abu (%) 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 23. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta kadar abu ph Hasil pengujian terhadap ph memberikan hasil bahwa ph kulit samoa berada pada kisaran (Gambar 24). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di luar molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai ph, sedangkan faktor waktu oksidasi di dalam molen dan interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Tetapi hasil uji lanjut wilayah berganda Duncan tidak membuktikan bahwa waktu oksidasi di luar molen berpengaruh nyata terhadap nilai ph (Lampiran 21). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan waktu oksidasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai ph kulit, karena umumnya nilai ph pada kulit dipengaruhi oleh proses pencucian kulit setelah oksidasi serta proses setting out untuk mengeluarkan air sisa pencucian yang banyak mengandung basa dari natrium karbonat. Secara keseluruhan, nilai ph kulit samoa ini sudah memenuhi SNI (BSN, 1990), yaitu nilai ph maksimal 8. 35

51 ph Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 24. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai ph Sifat Organoleptik Kulit Sifat organoleptik merupakan salah satu parameter utama yang digunakan untuk menentukan mutu kulit samoa, karena sifat ini berkaitan dengan sifat fisik atau penampilan kulit yang dapat dilihat dan dirasakan secara langsung oleh konsumen atau calon pengguna. Sifat organoleptik ini juga terkait dengan kenyamanan saat menggunakan produk kulit samoa. Sifat organoleptik kulit samoa yang paling penting antara lain kehalusan, warna, dan bau. Kehalusan pada kulit samoa sangat penting untuk mencegah barang atau benda yang dibersihkan tergores atau lecet, karena umumnya kulit samoa digunakan sebagai alat pembersih. Selain itu, kulit yang halus cenderung meningkatkan daya serap air dan kelenturan kulit, sehingga akan memberikan rasa nyaman saat digunakan.warna kulit menunjukkan tingkat kecerahan dan kebersihan kulit. Warna kulit samoa yang baik adalah warna kuning muda mendekati putih. Bau yang terdapat pada kulit samoa umumnya disebabkan oleh residu minyak yang tertinggal pada kulit akibat proses pencucian yang kurang sempurna. Bau yang tidak dikehendaki dapat mengurangi daya tarik konsumen terhadap produk. Hasil penilaian organoleptik secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 22. Berdasarkan Gambar 25, dapat dilihat bahwa nilai kehalusan kulit berada pada kisaran 4-9. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di dalam molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kehalusan kulit, sementara faktor waktu oksidasi di luar molen dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata (Lampiran 23). Hal ini dikarenakan pertama kali ditambahkannya oksidator H 2 O 2 adalah pada saat di dalam molen sehingga kemampuan H 2 O 2 untuk mengoksidasi minyak di dalam molen lebih optimum dibandingkan dengan kemampuan oksidasi H 2 O 2 pada saat kulit dibiarkan di udara terbuka (luar molen). Berdasarkan hasil uji lanjut wilayah berganda Duncan, dapat dilihat bahwa waktu oksidasi 4 jam di dalam molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan waktu oksidasi 8 jam di dalam molen. Waktu oksidasi 8 jam di dalam molen memberikan nilai rata-rata kehalusan tertinggi, yaitu 8.17 (Lampiran 23). 36

52 Kehalusan Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 25. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai kehalusan kulit Uji organoleptik terhadap warna kulit memberikan hasil bahwa nilai warna kulit berada pada kisaran 7-8 (Gambar 26). Kulit samoa menghasilkan warna kuning muda. Warna kuning ini terutama disebabkan oleh proses oksidasi gliserida linoleat, sehingga membentuk senyawa keton tidak jenuh yang berwarna kuning, atau protein dan basa nitrogen yang ikut terekstrak bersamasama dengan minyak atau lemak teroksidasi, sehingga menghasilkan pula warna kuning (Ketaren, 2008). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor waktu oksidasi di luar molen memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai warna kulit, sementara faktor waktu oksidasi di dalam molen dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata. Tetapi hasil uji lanjut wilayah berganda Duncan tidak membuktikan bahwa waktu oksidasi di luar molen berpengaruh nyata terhadap nilai warna kulit (Lampiran 24). Secara umum, warna kulit samoa yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI , yaitu berwarna kuning muda mendekati putih (BSN, 1990) Warna Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Gambar 26. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai warna kulit 37

53 Pada pengujian bau, semua kombinasi perlakuan memberikan nilai bau yang sama (Gambar 27). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi waktu oksidasi pada penyamakan tidak memberikan pengaruh terhadap bau kulit (Lampiran 25). Umumnya bau pada kulit samoa bergantung pada proses pencucian kulit setelah oksidasi. Proses pencucian yang tidak sempurna dapat meninggalkan bau yang tidak dikehendaki. Bau ini dihasilkan oleh minyak yang tidak menyerap ke dalam kulit (tidak membentuk polimer), kemudian menempel pada kulit dan tidak tercuci sempurna. 8 6 Bau Waktu Oksidasi di Luar Molen 1 hari 2 hari 3 hari Waktu Oksidasi di Dalam Molen (Jam) Gambar 27. Hubungan antara waktu oksidasi di dalam dan di luar molen serta nilai bau kulit Kajian Mikroskopis Serat Kulit Pengujian secara mikroskopis terhadap serat kulit dilakukan untuk mengetahui susunan atau jalinan serat kolagen kulit yang terbentuk akibat proses penyamakan minyak. Susunan serat di dalam kulit berpengaruh terhadap kemampuan kulit untuk menyerap air. Pengujian ini menggunakan alat berupa mikroskop elektron atau Scanning Electron Microscope (SEM). SEM digunakan karena memiliki ketelitian yang sangat tinggi dan dapat memperbesar obyek sampai 100,000 kali. Fokusnya tetap tajam meskipun pada pembesaran yang besar. Pengamatan SEM dilakukan terhadap kulit pikel dan kulit samoa yang memiliki nilai daya serap air tertinggi serta nilai organoleptik yang cukup baik, yaitu perlakuan dengan kombinasi waktu oksidasi 4 jam di dalam molen dan 2 hari di luar molen. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perbedaan struktur serat yang terdapat pada kulit sebelum penyamakan awal (kulit pikel) dan kulit setelah penyamakan minyak (kulit samoa). SEM yang digunakan adalah SEM tipe JSM-5000 dengan perbesaran 500 kali. Hasil pengamatan struktur serat pada kulit pikel dan kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar

54 Type: JSM-5000 Accv: 20 kv Width: 264 µm Magnifications: 500 Sample : Goat pickle pelt Gambar 28. Struktur serat pada kulit pikel Type: JSM-5000 Accv: 20 kv Width: 264 µm Magnifications: 500 Sample : Chamois leather Gambar 29. Struktur serat pada kulit samoa Gambar 28 menunjukkan bahwa struktur serat pada kulit pikel sangat rapat dan tertutup. Struktur serat mempengaruhi kemampuan kulit untuk menyerap air. Kulit dengan jalinan serat yang rapat cenderung memiliki daya serap air yang rendah. Pada kulit setelah penyamakan minyak (Gambar 29), terlihat bahwa jalinan seratnya sangat longgar. Diantara jalinan serat terdapat rongga-rongga. Hal ini disebabkan oleh adanya hasil oksidasi minyak yang mengisi rongga antar serat, sehingga serat yang awalnya rapat dan tertutup menjadi berjauhan dan membentuk rongga. Menurut Krishnan et al. (2005), struktur serat yang lebih terbuka berhubungan dengan kemampuan minyak untuk menembus dan melapisi serat lebih efektif. Hasil oksidasi minyak berupa polimer hidrokarbon. Ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi ini kemudian akan membentuk matriks polimer di dalam matriks kolagen yang akan menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan dan menjadi lebih renggang, sehingga dapat memberikan efek penyamakan minyak yaitu berupa kulit samoa yang mampu menyerap air. 39

55 4.2.5 Penentuan Perlakuan Terbaik Berdasarkan Mutu Kulit Samoa Kulit samoa umumnya digunakan sebagai alat pencuci dan pengering untuk pembersih jendela, badan kendaraan, kaca mata, dan sebagainya. Sesuai dengan tujuan penggunaan tersebut maka kulit samoa memiliki karakteristik khusus. Parameter utama yang menjadi penentu mutu kulit samoa adalah daya serap air dan sifat organoleptik (kehalusan, warna, dan bau). Daya serap air menunjukkan kemampuan penyerapan air terhadap kulit. Sifat ini sangat penting mengingat kegunaan kulit samoa sebagai alat pencuci dan pembersih. Sifat organoleptik berkaitan dengan nilai estetika, kenyamanan, dan keamanan kulit saat digunakan. Perlakuan penyamakan dengan waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen merupakan kombinasi perlakuan yang terbaik. Hal ini dapat dilihat dari daya serap air kulit samoa dengan perlakuan tersebut memiliki nilai yang cukup tinggi untuk waktu penyerapan 2 jam (291.36%) dan 24 jam (323.89%). Nilai daya serap air yang dihasilkan oleh perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan nilai daya serap air tertinggi yang dihasilkan oleh perlakuan waktu oksidasi 4 jam di dalam molen. Selain itu, perlakuan 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen memiliki sifat organoleptik dengan nilai rata-rata yang sangat baik, yaitu 8 untuk kehalusan dan warna, serta 7.5 untuk bau. Dilihat dari hasil pengujian sifat fisik lain seperti suhu kerut, kekuatan sobek, kekuatan tarik, dan kemuluran putus, kulit samoa yang dihasilkan dari kombinasi waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen juga memiliki nilai yang cukup baik dan telah memenuhi SNI , sehingga kombinasi perlakuan ini merupakan perlakuan terpilih untuk menghasilkan kulit samoa terbaik. Foto-foto kulit samoa pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran

56 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Minyak biji karet yang digunakan pada penelitian ini masih memenuhi syarat sebagai bahan penyamak. Karakteristik minyak biji karet tersebut antara lain warna 3493 PtCo, bobot jenis 0.92 g/cm 3, bilangan iod g I/100 g minyak, bilangan asam mg KOH/g minyak, bilangan peroksida meq/kg, dan bilangan penyabunan mg KOH/g minyak. Faktor waktu oksidasi di dalam molen dan interaksi antar perlakuan yang dikombinasikan pada proses penyamakan minyak memiliki pengaruh terhadap mutu kulit samoa. Faktor waktu oksidasi di dalam molen berpengaruh terhadap daya serap air dan kehalusan kulit, interaksi antar perlakuan berpengaruh terhadap kekuatan sobek, sedangkan waktu oksidasi di luar molen tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mutu kulit samoa. Kombinasi waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen merupakan perlakuan penyamakan terpilih untuk menghasilkan kulit samoa terbaik. Perlakuan dengan kombinasi waktu oksidasi 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen menghasilkan kulit samoa yang memiliki daya serap air cukup tinggi. Selain itu sifat organoleptik kulit samoa dengan perlakuan tersebut memiliki nilai rata-rata yang sangat baik. Penyamakan dengan kombinasi perlakuan tersebut menghasilkan kulit samoa dengan sifat-sifat sebagai berikut: suhu kerut o C, daya serap air % (2 jam) dan % (24 jam), kekuatan sobek N/mm, kekuatan tarik N/mm 2, kemuluran putus %, kadar minyak 2.75%, kadar abu 1.92%, ph 6.88, nilai organoleptik antara lain 8 untuk kehalusan dan warna, serta 7.5 untuk bau. Penyamakan minyak dapat memberikan penampakan mikroskopis serat kulit yang berbeda dibandingkan dengan serat kulit sebelum disamak. Kulit pikel memiliki penampakan serat yang sangat rapat dan tertutup, sedangkan kulit samoa memiliki penampakan serat yang lebih terbuka dan jalinan antar serat terlihat lebih renggang. 5.2 SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan kondisi terbaik proses penyamakan minyak dengan H 2 O 2 yang melibatkan suhu oksidasi di dalam molen karena laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 kali setiap kenaikan 10 o C, sehingga proses oksidasi minyak akan lebih optimal. Selain itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan katalis karena katalis merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat reaksi dekomposisi H 2 O 2, sehingga kemungkinan proses penyamakan minyak dapat lebih pendek lagi.

57 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official methods of analysis. Washington DC: AOAC. AOAC Official methods of analysis. Washington DC: AOAC. AOCS Official and tentative methods of the american oil chemist society 2 nd ed. Chicago: AOCS. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar nasional Indonesia kulit samoa (chamois). SNI Jakarta: BSN. Covington AD Tanning Chemistry: The Science of Leather. Cambridge: Royal Society of Chemistry. Dewhurst J Oil tan buff leather-man s first leather. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists 88 (6): Djatmiko B dan Widjaja AP Teknologi Minyak dan Lemak. Bogor: Fakulitas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fahidin dan Muslich Ilmu dan Teknologi Kulit. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haines BM dan Barlow JR The anatomy of leather. British Leather Manufacturer s Research Association, Militon Park, Egham, Surrey, UK. Journal of Material Science 10 (1975) Hamilton RJ dan Rossel JB Analysis of Oils and Fats. New York: Eisevier Applied Science Publisher Co. Hardjosuwito B dan Hoesnan A Minyak biji karet, analisis dan kemungkinan penggunaannya. Menara Perkebunan, 44 (55): 225. John G Possible Defects in Leather Production. Hembash: Druck Partner Rubelmann GmbH. Judoamidjojo RM Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung: Penerbit Angkasa. Kanagy RJ Physical and Performance Properties of Leather. New York: Robert E. Krieger Publishing So. Hunting. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press. Krishnan SH, Sundar VJ, Rangasamy T, Muralidharan C dan Sadulla S Studies on chamois leather tanning using plant oil. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 89: [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prosedur uji mikroskopi kulit samoa. Bogor: LIPI. Mann BR dan McMillan MM The Chemistry of The Leather Industry. New Zealand: G.L. Brown & Co. Ltd. Mattjik AA dan Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Press. 42

58 O Flaherty F, Roddy WT, dan Lollar RM The Chemistry and Technology of Leather. New York: Reinhold Publishing Co. Pradeep V dan Sharma RP Evaluation of performance, emission, and combustion parameters of a CI engine fueled with biodiesel from rubber seed oil and its blends. SAE, Paper No. 2005, , USA. Purnomo E Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Yogyakarta: Akademi Teknologi Kulit, Departemen Perindustrian Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Ramadhas AS, Muraleedharan C, dan Jayaraj S Performance and emission evaluation of a diesel engine fueled with methyl esters of rubber seed oil. Renewable Energy 30: Sharpouse JH Chamois leather and oil tannages. In: Briggs (ed). Gloving, Clothing, and Special Leathers. London: Tropical Products Institute Theory and practice of modern chamois leather production. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 69 (2): Leather Technician s Handbook. Northampton: Leather Producer s Association. Skuler Mengenal hidrogen peroksida. [7 Februari 2011]. [SLTC] Society of Leather Technologists and Chemists Official methods of analysis. Northampton: SLTC. Suardana IW, Sudiadnyana P, dan Rubiyanto Kriya Kulit Jilid 1 untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Sudarmadji S, Haryono B, dan Suhardi Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suparno O, Covington AD, dan Evans CS Kraft lignin degradation products for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and Biotechnology 80 (1): Suparno O Potensi pemanfaatan biji karet di Indonesia. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparno O, Kartika IA, dan Muslich Rekayasa proses penyamakan kulit menggunakan minyak biji karet. [Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Suparno O Penyamakan kulit samoa (chamois leather). Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparno O, Kartika IA, dan Muslich. 2009a. Chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 93 (4): Suparno O, Kartika IA, Muslich, Andayani GN, dan Sofyan K. 2009b. Optimasi pengeringan biji karet (Hevea brasiliensis) pada ekstraksi minyak biji karet untuk penyamakan kulit. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 19 (2):

59 Suparno O Optimization of chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of The American Leather Chemists Association 105(6): Wachsmann HM Chamois leather traditional and today. World Leather, October Winarno Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. 44

60 LAMPIRAN 45

61 Lampiran 1. Foto-foto peralatan yang digunakan Drum putar (molen) Mesin shaving Kuda-kuda Toggle dryer Alat stacking Mesin buffing Timbangan 46

62 Thickness gauge Shaker Alat uji suhu kerut Kubelka glass apparatus Tensile strength tester UTM Instron Scanning Electron Microscope (SEM) Tipe JSM

63 Lampiran 2. Prosedur analisis minyak biji karet 1. Bilangan Asam (AOAC, 1995) Contoh minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak gram, kemudian ke dalam contoh tersebut ditambahkan 50 ml alkohol 95%, lalu dipanaskan pada penangas air sambil diaduk sampai semua minyak larut (sekitar 10 menit). Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dan menggunakan indikator PP (phenolphthalein) sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 10 detik. Bilangan asam dapat dihitung dengan persamaan berikut: 2. Kadar Asam Lemak Bebas/Kadar FFA Bilangan asam sering juga dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas (persen FFA). Hubungan kadar asam lemak bebas dengan bilangan asam menurut Sudarmadji et al., (1998) dapat dituliskan sebagai berikut: dengan: Faktor konversi untuk oleat = 1.99 Faktor konversi untuk palmitat = 2.19 Faktor konversi untuk laurat = 2.80 Faktor konversi untuk linoleat = Bilangan Iod Cara Wijs (AOCS, 1951) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak gram dalam labu erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 ml larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu erlenmeyer kemudian disimpan pada tempat gelap selama 30 menit, lalu ditambahkan 20 ml larutan KI 15% dan 100 ml aquades. Kemudian erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N dengan indikator pati, sampai warna biru berubah menjadi putih jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula titrasi blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus berikut: A = ml Na-tio untuk titrasi contoh B = ml Na-tio untuk titrasi blanko = sepersepuluh dari BM atom iodium 4. Bilangan Peroksida (AOAC, 1995) Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran antara 60% asam asetat glasial dan 40% khloroform, lalu ditambahkan 0.5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. larutan kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat dan menggunakan indikator pati. Dengan cara yang sama dibuat pula titrasi blanko tanpa minyak. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida setiap 100 gram contoh. Bilangan peroksida dihitung dengan rumus berikut: 48

64 5. Bilangan Penyabunan (AOAC, 1995) Contoh minyak sebanyak 2-5 gram ditimbang dalam labu erlenmeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 50 ml KOH beralkohol 0.5 N. Selanjutnya larutan dididihkan selama setengah jam sampai satu jam dengan menggunakan pendingin tegak dan dikocok sampai beberapa kali sampai semua minyak tersabunkan. Setelah dingin, bagian atas pendingin dibilas dengan sedikit aquades. Larutan KOH sisa ditetapkan dengan titrasi oleh HCl 0.5 N dengan menggunakan indikator PP sampai warna merah muda hilang. Dibuat juga titrasi blanko dengan cara yang sama. Bilangan penyabunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 6. Warna (Suparno et al., 2009b) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat DR (Direct Read) Sebelum dilakukan pengukuran, contoh minyak yang akan digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n-heksan. Perbandingan antara minyak dan pelarut adalah 1:9. Panjang gelombang cahaya yang akan digunakan adalah 455 nm. Setelah siap, kuvet yang berisi aquades dimasukkan ke dalam alat, kemudian skala dinolkan. Kuvet yang berisi aquades diganti dengan kuvet yang berisi contoh minyak dan nilai warna dapat dibaca setelah menekan tanda read pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan minimal sebanyak tiga kali untuk setiap contoh minyak. Rataan dari nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran ditetapkan sebagai warna dari contoh. 49

65 Lampiran 3. Diagram alir proses penyamakan awal (aldehida) (Suparno et al., 2009a) Kulit Pikel Penimbangan NaCl 10% Air 200% Pencucian 1 (12 rpm, 20 menit) Air Cucian NaCl 10% Air 100% Pencucian 2 (12 rpm, 10 menit) Air Cucian Pengukuran ph Relugan GT50 3% Air 9% Pretanning 1 (12 rpm, 75 menit) Cairan Sisa Natrium Formiat 1% Air 10% Pretanning 2 (12 rpm, 60 menit) Cairan Sisa Na 2 CO 3 2% Air 10% Pretanning 3 (12 rpm, 45 menit) Cairan Sisa Air 10% Pengenceran (12 rpm, 60 menit) Cairan Sisa Shaving Kulit Shaving 50

66 Lampiran 4. Diagram alir proses penyamakan minyak (Suparno et al., 2009a) Kulit shaving Penimbangan Air 200% Pencucian 1 (12 rpm, 30 menit) Air Cucian Air 100% Na 2 CO 3 0,5% Prapenyamakan ulang (12 rpm, 10 menit) Cairan sisa Pengukuran ph Penirisan (1 jam) Setting Out Minyak biji karet 30% Air 1.5% Na 2 CO 3 0.5% Penyamakan minyak Pemeraman (24 jam) Cairan sisa Pemutaran dalam molen (12 rpm, 8 jam) A 51

67 A H 2 O 2 6% Air 70% Penyamakan lanjutan (12 rpm, 4, 6, 8 jam) Cairan sisa Air 300% Na 2 CO 3 4% Degreaser 2% Air 1000% Pengeringan (1, 2, 3 hari) Pencucian 2 (12 rpm, 60 menit) Pencucian 3 (12 rpm, 15 menit) Air cucian Air cucian Setting out Air 1000% Na 2 CO 3 2% Degreaser 1% Air 1000% Pencucian 4 (12 rpm, 60 menit) Pencucian 5 (12 rpm, 15 menit) Air cucian Air cucian Pengeringan (2 x 24 jam) Stacking Buffing Kulit samak Analisis (fisika, kimia, dan organoleptik) 52

68 Lampiran 5. Prosedur analisis karakteristik kulit 1. Sifat Fisik Kulit a. Ketebalan (SLTC, 2006) Ketebalan kulit diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan kulit dan dihitung rata-rata dari hasil pengukura. Ketebalan diukur menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik ±1 detik, kemudian angka yang terbaca pada meteran dicatat.sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca kemudian dirata-ratakan. b. Kekuatan Tarik (SLTC, 2006) Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) Instron. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua ujung sampel pada alat penjepit. Setelah sampel terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) l = lebar kulit yang diuji (mm) t = ketebalan kulit (mm) c. Kemuluran Putus/Elongasi (SLTC, 2006) Pengujian kemuluran (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan kulit yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya kulit pada saat pengujian kekuatan tarik. Kemuluran dihitung dengan membandingkan perpanjangan kulit ketika terputus dengan panjang kulit di awal pengukuran. Perhitungan kemuluran (elongasi) dilakukan dengan menngunakan rumus sebagai berikut: L 1 = panjang pada waktu putus (mm) L 0 = panjang mula-mula (mm) d. Kekuatan Sobek (SLTC, 2006) Pengujian kekuatan sobek menggunakan alat tensile strength tester yang diberi alat tambahan berupa pengait yang berfungsi untuk menarik sampel uji kekuatan sobek. Sampel dipasang dengan cara mengaitkan bagian tengah sampel pada alat pengait. Alat pengait akan menarik sampel dengan arah berlawanan sehingga sampel akan tersobek. Nilai kekuatan sobek yang terbaca pada alat dilihat ketika sampel mulai tersobek dan jarum penunjuk nilai kekuatan sobek pada alat pengujian berhenti. Nilai kekuatan sobek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) t = ketebalan kulit (mm) 53

69 e. Daya Serap Air (SLTC, 2006) Pengujian daya serap air dilakukan dengan cara merendam sampel kulit pada alat uji daya serap air (kubelka glass apparatus) selama 2 jam pertama dan 24 jam berikutnya. Sampel kulit yang diuji memiliki bentuk lingkaran dengan diameter 6 cm. f. Suhu Kerut (SLTC, 2006) Pengujian suhu kerut pada kulit dilakukan dengan menggunakan alat ukur suhu kerut, gelas piala 500 ml, termometer, dan pemanas air. Sampel yang diuji memiliki ukuran persegi panjang dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 0.25 cm. Gelas piala diisi dengan air kemudian dipanaskan dengan pemanas. Pada alat uji suhu kerut, kedua ujung kulit dikaitkan dengan kawat penarik dan kawat penahan. Sampel harus terendam dalam air yang dipanaskan di dalam gelas piala. Kawat penarik dihubungkan dengan jarum penunjuk nilai derajat perubahan sehingga ketika terjadi kerut, jarum akan bergerak. Pengamatan dilakukan setiap 30 detik dengan cara melihat perubahan gerak jarum penunjuk nilai derajat perubahan dan suhu kerut akan terbaca pada termometer. 2. Sifat Kimia dan Organoleptik Kulit a. ph (SLC 13) (SLTC, 2006) Sebanyak 5 gram contoh yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquades. Erlenmeyer yang telah terisi contoh dan aquades tersebut kemudian di-shaker selama 24 jam. Kemudian pada sampel dilakukan pengujian ph menggunakan alat uji ph. b. Kadar Minyak (AOAC, 1984) Sampel yang telah dikeringkan dalam oven, ditimbang sebanyak 2-3 gram. Sampel kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dibentuk silinder sesuai dengan jumlah dan ukuran sampel. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah berisi pelarut (heksan) dan dihubungkan dengan pendingin tegak, labu lemak, dan pemanas. Labu lemak yang akan digunakan sebelumnya harus sudah diketahui bobotnya. Setelah semua alat terpasang, pemanas dinyalakan. Selama pemanasan, pelarut akan mengalir melewati bahan (refluks). Setelah refluks sebanyak 60 kali maka pemanasan dihentikan. Minyak yang telah bercampur dengan pelarut dalam labu lemak kemudian dipisahkan dengan menggunakan alat rotary evaporator sampai semua pelarut terpisah dari minyak. Kadar minyak pada sampel adalah jumlah minyak yang terdapat pada labu lemak. Perhitungan kadar minyak menggunakan persamaan berikut: c. Kadar Abu (AOAC, 1984) Contoh sebanyak 3 gram ditimbang pada cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselen yang berisi sampel kemudian dibakar dengan menggunakan pemanas listrik di ruang destruksi sampai tidak ada lagi asap yang keluar dari sampel. Selanjutnya sampel pada cawan porselen dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 750 o C selama 4 jam. Sampel kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 54

70 B = bobot contoh akhir (g) A = bobot contoh awal (g) d. Uji Organoleptik (Suparno, 2009) Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengidentifikasi beberapa parameter mutu kulit samak minyak (kulit samoa) diantaranya yaitu kehalusan, warna, dan bau. Identifikasi dilakukan oleh panelis ahli yang mengetahui standar mutu kulit samoa. Selang nilai yang diberikan adalah 1-10 dengan skala nilai 1 adalah sangat kurang dan nilai 10 adalah sangat baik. 3. Uji Mikroskopi Kulit Samoa (LIPI, 2010) Sampel kulit dijemur hingga kering selama ± 5 jam. Lalu kulit dibelah tipis (split) pada bagian tengahnya sedemikian rupa sehingga didapatkan ketebalan sekitar 0.1 mm. Kulit juga dibentuk sampel berupa lingkaran dengan diameter ± 0.5 cm. sampel kemudian di-coating selama 1 hari untuk membuat sampel tersebut bersifat konduktif. Sampel yang telah di-coating kemudian diamati menggunakan SEM dengan perbesaran 500x. 55

71 Lampiran 6. Hasil pengukuran ketebalan kulit Kombinasi Ketebalan (mm) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (mm) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B

72 Lampiran 7. Hasil pengukuran dan analisis suhu kerut Kombinasi Suhu kerut ( o C) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 ( o C) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam suhu kerut Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 57

73 Lampiran 8. Hasil pengukuran dan analisis daya serap air 2 jam Kombinasi Daya Serap Air (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam daya serap air 2 jam Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A * 9.55 Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan : * = berbeda nyata Uji lanjut Duncan faktor A (waktu oksidasi di dalam molen) Faktor A Nilai Rata-Rata N Pengelompokkan Duncan A A A AB A B Keterangan : Huruf yang sama pada kolom pengelompokkan Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 58

74 Lampiran 9. Hasil pengukuran dan analisis daya serap air 24 jam Kombinasi Daya Serap Air (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam daya serap air 24 jam Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 59

75 Lampiran 10. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek sampel parallel Kombinasi Kekuatan Sobek (N/mm) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kekuatan sobek sampel parallel Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 60

76 Lampiran 11. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek sampel perpendicular Kombinasi Kekuatan Sobek (N/mm) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kekuatan sobek sampel perpendicular Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 61

77 Lampiran 12. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan sobek rata-rata Kombinasi Kekuatan Sobek (N/mm) Rata-Rata Perlakuan Parallel Perpendicular (N/mm) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kekuatan sobek rata-rata Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B * 4.53 Galat (b) Total Keterangan : * = berbeda nyata Uji lanjut Duncan terhadap interaksi antar perlakuan Perlakuan Nilai Rata-Rata N Pengelompokkan Duncan A2B A A2B AB A1B AB A3B AB A1B ABC A3B ABC A1B BCD 62

78 A2B CD A3B D Keterangan : Huruf yang sama pada kolom pengelompokkan Duncan menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 63

79 Lampiran 13. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik sampel parallel Kombinasi Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm 2 ) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kekuatan tarik sampel parallel Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 64

80 Lampiran 14. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik sampel perpendicular Kombinasi Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm 2 ) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kekuatan tarik sampel perpendicular Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 65

81 Lampiran 15. Hasil pengukuran dan analisis kekuatan tarik rata-rata Kombinasi Kekuatan Tarik (N/mm 2 ) Rata-Rata Perlakuan Parallel Perpendicular (N/mm 2 ) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis kekuatan tarik rata-rata Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 66

82 Lampiran 16. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus sampel parallel Kombinasi Kemuluran Putus (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kemuluran putus sampel parallel Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 67

83 Lampiran 17. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus sampel perpendicular Kombinasi Kemuluran Putus (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kemuluran putus sampel perpendicular Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 68

84 Lampiran 18. Hasil pengukuran dan analisis kemuluran putus rata-rata Kombinasi Kemuluran Putus (%) Rata-Rata Perlakuan Parallel Perpendicular (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kemuluran putus rata-rata Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 69

85 Lampiran 19. Hasil pengukuran dan analisis kadar minyak Kombinasi Kadar Minyak (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kadar minyak Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 70

86 Lampiran 20. Hasil pengukuran dan analisis kadar abu Kombinasi Kadar Abu (%) Rata-Rata Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam kadar abu Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan: Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan 71

87 Lampiran 21. Hasil pengukuran dan analisis nilai ph Kombinasi Nilai ph Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-Rata A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam nilai ph Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B * 5.14 A*B Galat (b) Total Keterangan : * = berbeda nyata Uji lanjut Duncan faktor B (waktu oksidasi di luar molen) Faktor B Nilai Rata-Rata N Pengelompokkan Duncan B A B A B A Keterangan : Huruf yang sama pada kolom pengelompokkan Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 72

88 Lampiran 22. Hasil penilaian uji organoleptik Kombinasi Kehalusan Warna Bau Perlakuan P1 P2 Nilai P1 P2 Nilai P1 P2 Nilai A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Keterangan: Nilai: 1 = sangat kurang 10 = sangat baik 73

89 Lampiran 23. Hasil analisis organoleptik kehalusan Kombinasi Kehalusan Perlakuan Panelis 1 Panelis 2 Rata-Rata A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam nilai organoleptik kehalusan Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A * 9.55 Galat (a) B A*B Galat (b) Total Keterangan : * = berbeda nyata Uji lanjut Duncan faktor A (waktu oksidasi di dalam molen) Faktor A Nilai Rata-Rata N Pengelompokkan Duncan A A A AB A B Keterangan : Huruf yang sama pada kolom pengelompokkan Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 74

90 Lampiran 24. Hasil analisis organoleptik warna Kombinasi Warna Perlakuan Panelis 1 Panelis 2 Rata-Rata A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Hasil analisis ragam nilai organoleptik warna Sumber F Tabel db JK KT F Hitung Keragaman (α = 0.05) A Galat (a) B * 5.14 A*B Galat (b) Total Keterangan : * = berbeda nyata Uji lanjut Duncan faktor B (waktu oksidasi di luar molen) Faktor B Nilai Rata-Rata N Pengelompokkan Duncan B A B A B A Keterangan : Huruf yang sama pada kolom pengelompokkan Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 75

91 Lampiran 25. Hasil analisis organoleptik bau Kombinasi Bau Perlakuan Panelis 1 Panelis 2 Rata-Rata A1B A1B A1B A2B A2B A2B A3B A3B A3B Keterangan: tidak dilakukan analisis ragam karena tidak terdapat keragaman nilai 76

92 Lampiran 26. Foto-foto kulit samoa hasil perlakuan waktu oksidasi 4 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen 4 jam di dalam molen dan 2 hari di luar molen 4 jam di dalam molen dan 3 hari di luar molen 6 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen 6 jam di dalam molen dan 2 hari di luar molen 6 jam di dalam molen dan 3 hari di luar molen 8 jam di dalam molen dan 1 hari di luar molen 8 jam di dalam molen dan 2 hari di luar molen 8 jam di dalam molen dan 3 hari di luar molen 77

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia, kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT*

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* Ono Suparno*, Irfina Febianti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Jurnal Teknologi Industri Pertanian (1):1-9 (1) Ono Suparno dan Eko Wahyudi PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA THE EFFECTS OF

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI

PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F34070131 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET.

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET. PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET Oleh: EKO WAHYUDI F 34104024 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Oleh: ZAINI FAHROJI F34104097 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Judul

Lebih terperinci

B. Struktur Kulit Ikan

B. Struktur Kulit Ikan B. Struktur Kulit Ikan 1. Struktur Kulit Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)*

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* Ono Suparno Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Kampus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV EKA PUTI SARASWATI 10703064 STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING (Study of broiler fat and coconut oil as material fatliquoring the quality of goat tanning leather)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN C8 STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Oleh : Veronika Yuli K. Alumni Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR, KECEPATAN PUTAR ULIR DAN WAKTU PEMANASAN AWAL TERHADAP PEROLEHAN MINYAK KEMIRI DARI BIJI KEMIRI DENGAN METODE PENEKANAN MEKANIS (SCREW PRESS) (Effects of Temperature,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, (C 17 H 35 COO Na+).Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan melalui kekuatan pengemulsian

Lebih terperinci

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67 BAB VI REAKSI KIMIA Pada bab ini akan dipelajari tentang: 1. Ciri-ciri reaksi kimia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. 2. Pengelompokan materi kimia berdasarkan sifat keasamannya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rempah basah (bawang putih, bawang merah, lengkuas, kunyit, dan jahe) serta rempah kering (kemiri, merica,

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan Bahan I () II () III () IV () V () Asam sterarat 7 7 7 7 7 Minyak kelapa 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : bahan baku pembuatan pati termoplastis yang terdiri dari tapioka dan onggok hasil produksi masyarakat

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Disusun Oleh : Nama : Veryna Septiany NPM : E1G014054 Kelompok : 3 Hari, Jam : Kamis, 14.00 15.40 WIB Ko-Ass : Jhon Fernanta Sipayung Lestari Nike Situngkir Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak dan minyak adalah trigliserida yang berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak adalah pada temperatur kamar, lemak akan berbentuk padat dan

Lebih terperinci

Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar

Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar Ubah Plastik Jadi Bahan Bakar Sampah plastik sangat banyak dijumpai di Indonesia. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sudah dijejali plastik, bahkan hingga ditimbun dalam tanah. Sampah plastik juga terbawa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (70 74) Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit (The Effects of Sulfuric Acid (H 2 SO

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK

TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK TUGAS ANALISIS AIR, MAKANAN DAN MINUMAN ANALISIS LEMAK OLEH: KELOMPOK 7 NI NYOMAN MELINDAWATI (P07134013002) NI MADE YUNI LESTARI (P07134013025) DEWA AYU YUNI DEWANTARI (P07134013026) NI KADEK LINA WINATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci