BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH"

Transkripsi

1 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1 ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI a. Karakteristik Lokasi dan Wilayah Kabupaten Ponorogo adalah salah satu diantara 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur. Luas wilayah Kabupaten Ponorogo adalah 1.371,78 km², atau menempati sekitar 3,5% (tiga setengah persen) luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Kabupaten Ponorogo terdiri dari 21 kecamatan, yang meliputi 307 desa/kelurahan, dusun/lingkungan, Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Peta Kabupaten Ponorogo tersaji dalam gambar berikut: Gambar 2. 1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Ponorogo Sumber: Bappeda Kabupaten Ponorogo, 2015 Batas wilayah administrasi Kabupaten Ponorogo adalah: 1. Sebelah Utara : Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Nganjuk 18 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

2 2. Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek 3. Sebelah Selatan : Kabupaten Pacitan 4. Sebelah Barat : Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Wonogiri Luasan wilayah kecamatan dan jumlah desa/dusun pada masingmasing kecamatan tersaji dalam tabel berikut: Tabel 2. 1 Luas Wilayah Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan No. Kecamatan Luas (Km²) Jumlah Desa/ Kelurahan Jumlah Dusun RW RT 1 Siman 37, Ponorogo 22, Babadan 43, Jenangan 59, Bungkal 54, Sambit 59, Sawo 124, Mlarak 37, Jetis 22, Sooko 55, Pudak 48, Pulung 127, Ngebel 59, Kauman 36, Jambon 57, Badegan 52, Sampung 80, Sukorejo 59, Ngrayun 148, Slahung 90, Balong 56, Jumlah Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, 2016 Berdasarkan data tersebut Kecamatan Ngrayun merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling luas mencapai 148,76 Km². Kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak adalah Slahung dengan total 22 Desa. Untuk kecamatan yang memiliki jumlah dusun terbanyak adalah Kecamatan Balong dengan total 65 dusun. Sedangkan Kecamatan 19 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

3 dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Ponorogo dengan luas wilayah 22,31. Kecamatan dengan jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Sooko dan Pudak masing-masing memiliki 6 desa. Untuk kecamatan dengan jumlah dusun paling sedikit adalah Kecamatan Pudak. Hidrogeologi wilayah Kabupaten Ponorogo sangat dipengaruhi oleh sebaran litologi, topografi dan struktur geologi. Pembagian wilayah hidrogeologi secara umum tercermin dari kondisi satuan-satuan morfologinya. Kondisi topografi yang khas, dimana daerah Ponorogo secara umum merupakan lembah antar bukit (intermountain basin) yang dapat digunakan sebagai dasar perkiraan, bahwa aliran air bawah tanah akan mengalir dari perbukitan vulkan ke arah utara dan dari perbukitan struktural ke arah selatan. 1. Posisi Geografis Secara geografis, Kabupaten Ponorogo memiliki letak yang sangat strategis, karena berada pada perlintasan jalur arteri primer jalur lintas selatan dan jalan provinsi Madiun-Ponorogo-Pacitan. Ibukota Kabupaten Ponorogo berjarak 198 km dari Surabaya, Ibukota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Ponorogo terletak Terletak pada hingga Bujur Timur dan 7 49 hingga 8 20 Lintang Selatan. 2. Topografi Dilihat dari keadaan geografisnya, Kabupaten Ponorogo dibagi menjadi 2 sub area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, dan Ngebel sisanya merupakan dataran rendah. Berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut dapat dikelompokkan 245 desa/kelurahan berada pada ketinggian dibawah 500 m di atas permukaan laut, 44 desa berada pada m di atas permukaan laut; dan 18 desa berada diketinggian lebih dari 700 m di atas permukaan laut. 3. Iklim Curah hujan dihitung berdasarkan jumlah hari dalam satu bulan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 paling tinggi terjadi pada bulan 20 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

4 Januari. Wilayah yang paling tinggi curah hujannya adalah lokasi penakar hujan Ngebel, Badegan dan Sewatu yang mencapai 24 hari dalam satu bulan. Jumlah hari hujan tiap bulan pada tahun 2015 di Kabupaten Ponorogo tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Jumlah hari Hujan Tiap Bulan Menurut Stasiun Penakar Hujan Tahun 2015 Lokasi Penakar Hujan B U L A N Ponorogo Babadan Kesugihan Pulung Pudak Sooko Sawoo Slahung Balong Sungkur Semorobangun Ngebel Talun Bollu Wilangan Ngilo-ilo Somoroto Badegan Pohijo Ngrayun Kori Sewatu Rata -rata Sumber data: Dinas PU Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

5 Sedangkan curah hujan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 dihitung berdasarkan bulan, paling tinggi terjadi pada bulan Maret yang mencapai 149 mm. Untuk curah hujan yang paling rendah terjadi pada bulan Agustus yang hanya mencapai 11 mm. Data mengenai keadaan curah hujan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 dihitung berdasarkan bulan tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.3 Keadaan Curah Hujan Kabupaten Ponorogo Tiap Bulan Tahun 2015 Rata-rata Rata-rata Curah Curah hari hujan curah hujan Hujan Hujan NO Bulan per bulan per bulan Terkecil Terbesar (mm) 1 Januari Pebruari M a r e t A p r i l M e i J u n i J u l i Agustus September Oktober Nopember Desember Hidrologi Sumber data: Bappeda Kab.Ponorogo,2016. Kabupaten Ponorogo memiliki sungai 17 sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber irigasi. Karena mata pencaharian utama masyarakat adalah petani maka irigasi manjadi hal yang penting dalam meningkatkan produktifitas petani. Adapun sungai yang paling panjang adalah sungai Sungkur yang panjangnya mencapai 58,10 Km, sedangkan yang paling pendek adalah sungai Bedingin yang panjangnya hanya 4 Km. 22 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

6 Sedangkan diantara sungai yang ada di Kabupaten Ponorogo, Sungai Asin mampu mengairi sawah paling tinggi mencapai hektar, sedangkan yang paling rendah adalah Sungai Gonggang yang hanya mampu mengairi sawah sebanyak 25 hektar. Adapun nama sungai, panjang dan manfaat untuk irigasi tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel 2.4 Nama Sungai, Panjang dan Manfaatnya Untuk Irigasi Nama Sungai Asal Sumber Air Panjang Sungai Manfaat Irigasi Origin ( Km) (Ha.) 1. Asin Tempuran 36, Cemer Nglegok 36, Gendol Kedungpring 33, Keyang Cawet 49, Bedingin Cangkring 4, Nambang Dukung 6, Slahung Mati 35, Mayong Ciwung 13, Pelem Pelem 18, Munggu Munggu 7, Domas Klitik 12, Ireng Tambu Umbul 7, Sungkur Kresek 58, Galok Gebang 29, Gonggang Gonggang 36, Pucang Pucang 15, Nglorok Sumber Data : Dinas PU Kabupaten Ponorogo, Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kabupaten Ponorogo meliputi lahan pertanian dan lahan bukan pertanian. Lahan pertanian terklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Total lahan pertanian mencapai 870,95 Km2, yang terbagi dari lahan sawah mencapai 346,38 Km2 dan lahan bukan sawah yang mencapai 524,57 Km2. Sedangkan cakupan lahan bukan pertanian mencapai 500,83 Km2. 23 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

7 Adapun pembagian lahan bukan pertanian adalah pekarangan dan bangunan mencapai 86,18 Km2, hutan negara mencapai 382,59 Km2 dan lainya mencapai 32,06 Km2. Adapun luas wilayah menurut kecamatan berdasarkan penggunaannya tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel 2.5 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Berdasarkan Penggunaannya Tahun 2015 Lahan Pertanian (km2) Lahan Bukan Pertanian (km2) Kecamatan Lahan Sawah Lahan Bukan Sawah Pekarangan & Bangunan Hutan Negara Lainnya Keseluruhan Ngrayun 13,17 77,92 3,22 87,76 2,69 184,76 2. Slahung 21,66 37,62 2,86 25,39 2,81 90,34 3. Bungkal 17,12 20,50 4,45 10,78 1,16 54,01 4. Sambit 11,20 24,21 3,13 20,93 0,36 59,83 5. Sawoo 13,44 60,36 4,67 44,21 2,03 124,71 6. Sooko 10,55 21,26 1,90 21,07 0,55 55,33 7. Pudak 2,13 16,55 0,65 29,21 0,38 48,92 8. Pulung 23,92 70,14 2,87 29,93 0,69 127,55 9. Mlarak 13,61 16,44 3,43 2,46 1,26 37, Siman 15,62 10,64 2,13 8,74 0,82 37, Jetis 14,29 1,26 2,40-4,46 22, Balong 24,02 16,12 5,98 10,14 0,70 56, Kauman 21,05 10,41 3,78-1,37 36, Jambon 14,13 28,25 5,28 8,58 1,24 57, Badegan 8,91 20,43 3,33 17,19 2,49 52, Sampung 19,10 19,70 6,37 34,89 0,55 80, Sukorejo 33,96 13,44 7,06 2,71 2,41 59, Ponorogo 8,10 2,96 10,70-0,55 22, Babadan 30,60 7,52 3,99-1,82 43, Jenangan 27,14 22,25 5,65 2,27 2,13 59, Ngebel 2,66 26,59 2,33 26,33 1,59 59,50 Jumlah 346,38 524,57 86,18 382,59 32, ,78 Sumber data: BPS Kabupaten Ponorogo, 2016 b. Potensi Pengembangan Wilayah Potensi pengembangan wilayah Kabupaten Ponorogo diarahkan pada penguatan 5 (lima) sektor unggulan, yaitu: pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan. Arah kebijakan pengembangan wilayah berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Ponorogo menetapkan kawasan strategis: 24 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

8 1. Demografi Berdasarkan hasil proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, jumlah penduduk Kabupaten Ponorogo sebesar jiwa, yang terdiri dari jiwa penduduk laki-laki dan jiwa penduduk perempuan dengan kepadatan penduduk mencapai 631 jiwa/km2. Komposisi penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Ponorogo hampir seimbang. Tercatat rasio jenis kelamin (Sex Ratio) sebesar 99,91 yang berarti bahwa secara rata-rata pada setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki. Tabel 2. 6 Jumlah Penduduk Kabupaten Ponorogo Menurut Kecamatan Tahun 2015 No Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio 1 Ngrayun ,85 2 Slahung ,47 3 Bungkal ,79 4 Sambit ,29 5 Sawoo ,43 6 Sooko ,12 7 Pudak ,06 8 Pulung ,93 9 Mlarak ,56 10 Siman ,44 11 Jetis ,86 12 Balong ,58 13 Kauman ,02 14 Jambon ,89 15 Badegan ,16 16 Sampung ,82 17 Sukorejo ,71 18 Ponorogo ,18 19 Babadan ,64 20 Jenangan ,01 21 Ngebel ,15 Jumlah ,91 Sumber data: BPS Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

9 Dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Ponorogo merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar jiwa/km2, diikuti oleh Kecamatan Babadan jiwa (1.489 jiwa/km2) dan Kecamatan Ngrayun jiwa (305 jiwa/km2). Sementara kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit sekaligus tingkat kepadatan terendah adalah Kecamatan Pudak jiwa dengan tingkat kepadatan 191 jiwa/km2. 2. Kawasan Strategis Cepat Tumbuh Wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daerah cepat tumbuh terdapat di Kecamatan Pudak yang terdapat pada 6 desa. 26 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

10 Tabel 2.7 Potensi Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo Kecamatan Desa Potensi Pudak Banjarejo Sektor Tanaman Pangan: Jagung dan Ubi Sektor Perkebunan: Cengkeh dan tanaman non kebun Sektor Tanaman Holtikultuta: Sayuran dan buahbuahan (jeruk, manggis, klengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi Pudak Wetan Desa Tambang Desa Bareng Desa Krisik Sektor Tanaman Pangan: jagung dan ubi kayu Sektor Perkebunan: cengkeh Sektor Tanaman Holtikultura: sayuran dan buahbuahan (jeruk,manggis,lengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi Sektor Tanaman Pangan: jagung dan ubi kayu Sektor Perkebunan: cengkeh dan kopi arabika Sektor Tanaman Holtikultura: sayuran dan buahbuahan (jeruk,manggis,lengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi Sektor Tanaman Pangan: jabung dan ubi kayu Sektor Perkebunan: cengkeh, kelapa, kapuk randu Sektor Tanaman Holtikultura: sayuran dan buahbuahan (jeruk,manggis,lengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi Sektor Tanaman Pangan: jagung dan ubi kayu Sektor Perkebunan: cengkeh Sektor Tanaman Holtikultura: sayuran dan buahbuahan (jeruk,manggis,lengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi 27 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

11 Kecamatan Desa Potensi Desa Kulon Pudak Sektor Tanaman Pangan: jagung dan ubi kayu Sektor Perkebunan: cengkeh Sektor Tanaman Holtikultura: sayuran dan buahbuahan (jeruk,manggis,lengkeng, duku) Sektor Peternakan: sapi potong dan sapi perah Sektor Kelembagaan: kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, Kawasan Pengembangan Agropolitan Penentuan wilayah sebagai kawasan agropolitan didasari dengan berbagai pertimbangan diantaranya memiliki ketersediaan sarana prasarana yang memadai, produktivitas tinggi dan memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan bernilai ekonomi tinggi. Adapun kecamatan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan agropolitan adalah sebagai berikut: 1) Kecamatan Pudak Sebagai wilayah yang berada di pegunungan, Kecamatan Pudak cocok untuk budidaya tanaman holtikultura (buah dan sayur). Kondisi tersebut ditunjang dengan ketersediaan air yang melimpah dan kontur tanah yang berbukit-bukit. Selain itu wilayah ini cocok untuk perkebunan seperti cengkeh, kapuk randu, kopi dan melinjo. 2) Kecamatan Ngebel. Wilayah Kecamatan Ngebel berada pada lereng gunung dan terdapat waduk. Untuk itu wilayah ini cocok untuk dijadikan potensi pengembangan perikanan kerambah air tawar. Pengelolaan perikanan air tawar dapat dilakukan dengan sistim kerambah. Selain itu untuk perkebunan seperti cengkeh, kopi dan melinjo dapat dikembangkan. Saat ini produk andalan yang mulai berkembang dan memiliki potensi tinggi adalah buah durian dan manggis. 28 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

12 3) Kecamatan Babadan Kecamatan yang berada di bagian timur kota Ponorogo ini cocok untuk dikembangkan tanaman padi. Adapun desa yang dapat ditanami padi meliputi: Desa Kertosari, Cekok, Patihan Wetan, Kadipaten, Japan, Gupolo, Polorejo, Bareng, Ngunut, Sukosari, Lembah, Pondok, Babadan, Purwosari dan Trisno. c. Wilayah Rawan Bencana Kabupaten Ponorogo merupakan wilayah yang memiliki potensi rawan bencana. Sebagai wilayah yang memiliki topografi dengan perbukitan, potensi terjadinya bencana alam sangat dimungkinkan. Adapun bencana yang sering terjadi di kabupaten Ponorogo adalah banjir dan kebakaran. Adanya banjir disertai tanah longsor menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo. Kerusakan alam menjadi salah satu penyumbang besar dalam bencana banjir dan tanah longsor. Pembalakan hutan secara masif akan mempengaruhi kekuatan tanah sehingga apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi maka besar kemungkinan terjadi longsor. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo, potensi bencana yang terjadi di wilayah Ponorogo adalah: kebakaran, angin puyuh, longsor dan gempa bumi. Untuk wilayah perbukitan potensi terjadi kebakaran hutan sangat tinggi, apabila memasuki musim kemarau. Adapun peta rawan bencana untuk wilayah Kabupaten Ponorogo berdasarkan kecamatan tersaji pada gambar di bawah ini 29 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

13 Gambar 2. 2 Peta Rawan Bencana Kabupaten Ponorogo Sumber: BPBD Kabupaten Ponorogo, 2016 Berdasarkan peta tersebut potensi rawan bencana berdasarkan wilayah Kabupaten Ponorogo, sebagai berikut: Tabel 2.8 Potensi Bencana Berdasarkan Wilayah Kabupaten Ponorogo No Kecamatan Potensi Rawan Bencana 1. Sampung Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan, Kebakaran dan tanah retak 2. Badegan Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan & Kebakaran 3. Balong Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan & Kebakaran 4. Slahung Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan dan Tanah retak 5. Ponorogo Angin, Banjir dan Kebakaran 6. Babadan Angin, Banjir 7. Jenangan Angin, Banjir, Kekeringan dan Kebakaran 30 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

14 No Kecamatan Potensi Rawan Bencana 8. Ngebel Longsor, Angin, Banjir, Kebakaran dan Tanah Retak 9. Pudak Longsor, Angin dan Kebakaran 10 Pulung Longsor, Angin, Kekeringan dan Kebakaran 11 Siman Longsor, Banjir dan Kebakaran 12 Sooko Longsor, Angin, Banjir dan Kebakaran 13 Sawoo Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan dan Kebakaran 14 Ngrayun Longsor, Angin, Banjir, Kekeringan dan Kebakaran 15 Jetis Angin dan Banjir 16 Sambit Longsor, Angin, Banjir dan Kebakaran 17 Mlarak Longsor, Angin dan Banjir 18 Kauman Angin dan Banjir 19 Bungkal Longsor, Banjir, dan Kebakaran 20 Jambon Angin, Kekeringan dan Kebakaran 21 Sukorejo Longsor, Angin Puyuh, Banjir, dan Kebakaran Sumber data : BPBD Kabupaten Ponorogo, ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT a. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi Kesejahteraan dan pemerataan ekonomi merupakan syarat mutlak dalam rangka membangun pemerintahan yang ideal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Untuk itu pemerintah dituntut agar mampu meningkatan pendapatan perkapita, dalam rangka mencapai pendapatan perkapita maka tingkat pertumbuhan ekonomi haruslah lebih besar daripada laju pertumbuhan penduduk. Selain itu menurut beberapa ahli menyatakan bahwa perekonomian daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah dan 31 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

15 penciptaan lapangan kerja. Untuk mengetahui besarnya pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dari nilai PDRB setiap tahunnya. Sedangkan penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan setelah terjadi akumulasi aliran modal. Dengan terjadi peningkatan aliran modal maka berdampak pada pembukaan lapangan kerja. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo pada kurun waktu selalu dalam trend yang positif dan terus naik. Membaiknya kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; dan tumbuhnya lapangan usaha konstruksi; serta Perdagangan besar dan eceran, Reparasi mobil dan sepeda motor; merupakan faktor pendorong percepatan pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo. Untuk mengetahui pertumbuhan PDRB Kabupaten Ponorogo mulai tahun tersaji pada grafik di bawah ini: Tabel 2.9 Perkembangan PDRB Kabupaten PonorogoTahun (Juta Rupiah) 15,000, ,000, ,000, ,960, ,472, ,047, ,038, ,150, ,557, ,441, ,114, ,815, ,654, Series1 ADHB ADHK ADHB ADHK ADHB ADHK ADHB ADHK ADHB ADHK Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun Dasar RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

16 Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kab. Ponorogo dan Jawa Timur Tahun (%) Kab. Ponorogo Prov. Jawa Timur Sumber data: BPS Kabupaten Ponorogo, 2016 Selain faktor pertambahan produk riil yang dihasilkan, faktor kenaikan harga di tingkat produsen atau yang biasa disebut laju implisit PDRB juga sangat berpengaruh dalam kenaikan nilai nominal PDRB atas dasar harga berlaku yang dihasilkan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 tercatat sebesar 5,24%. Bila dilihat menurut penciptaan sumber pertumbuhan ekonominya, dipicu oleh sektor Informasi dan Komunikasi 8,09%, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 8,02%, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 7,63%. Sementara untuk Provinsi Jawa Timur laju pertumbuhan PDRB sebesar 5,44%, dipicu oleh sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 7,91%, diikuti sektor Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 7,19%. Selanjutnya sektor Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,56%. Hal ini menandakan bahwa karakteristik perkembangan ekonomi Jawa Timur dan Kabupaten Ponorogo berbeda. Berbeda dengan kondisi Jawa Timur yang berbasis industri, perekonomian Kabupaten Ponorogo saat ini masih berbasis pertanian. Hampir di seluruh wilayah yang ada di Kabupaten Ponorogo merupakan daerah penghasil produk pertanian, kecuali ibukota Kabupaten yang telah 33 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

17 menjelma menjadi pusat perdagangan dan jasa. Produk dominan pertanian yang menjadi unggulan Kabupaten Ponorogo adalah komoditas tanaman hortikultura. Kondisi geografis wilayah yang subur dan iklim yang sesuai untuk kegiatan pertanian membuat sektor pertanian masih menjadi andalan dalam perekonomian Kabupaten Ponorogo. Walaupun berbasis pertanian, namun dari tahun ke tahun kontribusinya cenderung menurun dan beralih ke Informasi dan komunikasi. Faktor tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun serta perubahan iklim yang kurang mendukung kegiatan pertanian menyebabkan kontribusi pertanian semakin menurun. Meskipun dari sisi produksi tetap meningkat namun pertumbuhan peningkatannya kalah cepat dengan pertumbuhan sektor lainnya. Perkembangan teknologi informasi yang semakin maju dan dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat mampu mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat terhadap barang-barang impor baik yang berasal dari luar daerah maupun luar negeri menjadi semakin besar. Hal ini mendorong meningkatnya kinerja sektor perdagangan. Bahkan usaha perdagangan lewat jalur online saat ini telah lazim dilakukan. Dalam kegiatan ekonomi, perkembangan yang terjadi di suatu sektor ekonomi akan berdampak terhadap perkembangan sektor lainnya. Perkembangan sektor perdagangan juga berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap sektor lainnya. Meningkatnya kinerja perdagangan berdampak pada kegiatan transportasi. Distribusi barangbarang perdagangan sangat membutuhkan sarana transportasi yang memadai. Selain transportasi, penyediaan akomodasi, makan minum dan jasa keuangan juga bergerak seiring dengan perkembangan kinerja perdagangan. Biasanya sejalan dengan munculnya pusat perdagangan baru maka di sekitarnya akan bermunculan usaha penyediaan akomodasi untuk tempat menginap pekerja dan usaha penyediaan makanan minuman untuk memenuhi konsumsi pengunjung pusat perdagangan maupun pekerja. Jasa 34 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

18 keuangan juga turut berkembang karena dengan meningkatnya kinerja produktif akan membutuhkan modal yang dipenuhi oleh sektor jasa keuangan. Tabel 2.11 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 Kategori Uraian Pertumbuhan (%) A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,95 B Pertambangan dan Penggalian 1,02 C Industri Pengolahan 6,00 D Pengadaan Listrik dan Gas 1,27 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 3,14 dan Daur Ulang F Konstruksi 3,10 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil 7,63 dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 7,15 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,02 J Informasi dan Komunikasi 8,09 K Jasa Keuangan dan Asuransi 6,85 L Real Estate 5,93 M,N Jasa Perusahaan 6,00 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 5,31 Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 6,99 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,45 R, S, T, U Jasa Lainnya 4,17 Pertumbuhan Total 5,24 Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

19 Tabel 2.12 Distribusi PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Ponorogo Tahun (%) Kategori Uraian A Pertanian, Kehutanan, dan 32,63 32,35 31,70 31,59 31,65 Perikanan B Pertambangan dan Penggalian 2,73 2,51 2,39 2,39 2,30 C Industri Pengolahan 6,76 6,74 6,73 6,77 6,69 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,09 0,08 0,07 0,07 0,07 E Pengadaan Air, Pengelolaan 0,11 0,10 0,10 0,09 0,09 Sampah, Limbah dan Daur Ulang F Konstruksi 9,12 9,17 9,19 9,45 9,20 G Perdagangan Besar dan Eceran; 15,48 15,63 16,05 15,92 16,18 Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H Transportasi dan Pergudangan 1,45 1,41 1,46 1,54 1,57 I Penyediaan Akomodasi dan 2,55 2,60 2,66 2,81 2,89 Makan Minum J Informasi dan Komunikasi 6,76 6,76 6,89 6,87 6,83 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,71 2,90 3,08 3,18 3,19 L Real Estate 2,42 2,37 2,43 2,34 2,44 M,N Jasa Perusahaan Administrasi 0,43 0,42 0,43 0,43 0,43 O Administrasi Pemerintahan, 6,17 6,10 5,75 5,32 5,22 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib P Jasa Pendidikan 7,68 8,08 8,34 8,47 8,45 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan 0,75 0,77 0,79 0,82 0,86 Sosial R, S, T,U Jasa Lainnya 2,16 2,00 1,93 1,94 1,95 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, 2016 b. Fokus Kesejahteraan Sosial 1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah variabel tak bebas yang bersifat state, yaitu suatu variabel yang perubahannya berlangsung 36 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

20 lambat dan akan meningkat/menurun sedikit demi sedikit sebagai respon terhadap perubahan berbagai kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Agar mudah dipahami, maka variabel-variabel sosial dan ekonomi tersebut disusun menjadi indeks komposit yang digabung menjadi indeks tunggal. Angka IPM sangat penting untuk melihat sampai seberapa jauh pertumbuhan dan pemerataan hasil pembangunan mampu secara nyata Data IPM digunakan sebagai rujukan dalam berbagai kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan penentuan dana perimbangan daerah melalui DAU. IPM juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja pembangunan manusia yang terkait dengan peningkatan kapasitas dasar penduduk yang mencakup aspek kesehatan, pendidikan, serta ekonomi. Untuk itu, pemerintah sangat berkepentingan dengan data IPM sebagai bahan perencanaan, evaluasi, dan monitoring. Berdasarkan skala internasional, capaian IPM dapat dikategorikan menjadi empat kategori yaitu kategori sangat tinggi (IPM 80), kategori tinggi (70 IPM<80), kategori sedang (60 IPM<70), dan kategori rendah (IPM<60). Jika diukur berdasarkan skala internasional, maka selama tahun IPM Kabupaten Ponorogo masuk dalam kategori sedang. Grafik 2. 1 Perkembangan IPM Kabupaten Ponorogo Tahun T IPM Sumber data: Bappeda KabupatenPonorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

21 Dari grafik di atas diketahui bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Ponorogo selama tahun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 IPM Kabupaten Ponorogo sebesar 65,28, tahun 2012 sebesar 66,16, tahun 2013 sebesar 67,03, tahun 2014 sebesar 67,4, tahun 2015 naik hingga mencapai 67,75 atau rata-rata tumbuh 0,49 persen per tahun. Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan angka IPM menandakan pembangunan manusia di Kabupaten Ponorogo mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Meskipun menunjukkan tren yang terus meningkat setiap tahunnya, namun angka IPM Kabupaten Ponorogo masih rendah bila dibandingkan dengan angka IPM Provinsi Jawa Timur. Bila dibandingkan dengan angka IPM se-karesidenan Madiun, angka IPM Kabupaten Ponorogo menempati posisi ke lima setelah Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi. Indikator Pendukung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 1. Angka Harapan Lama Sekolah Angka Harapan Lama Sekolah merupakan salah satu bagian dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yakni pada komponen indeks pendidikan bersama dengan angka rata-rata lama sekolah. IPM adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) adalah angka yang menunjukkan tingkat harapan penduduk untuk melanjutkan proses pendidikan hingga tinggkat akhir. Tingkat Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Hal tersebut dikondisikan dengan program wajib belajar 9 tahun. 38 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

22 Grafik 2. 2 Perkembangan Angka Harapan Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Dinas Pendidikan Kab.Ponorogo, 2016 Angka Harapan Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 angka harapan lama sekolah tercatat 12,33 tahun. Tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 12,56 tahun. Pada tahun 2013 tercatat 12,8, tahun 2014 tercatat 13,04 dan tahun 2015 tercatat 13,3. Hal ini berarti bahwa tahun 2015 penduduk memiliki harapan untuk melanjutkan pendidikanya hingga mencapai tingkat perguruan tinggi. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan angka ideal untuk angka harapan lama sekolah, angka untuk Kabupaten Ponorogo masih di bawah standart internasional atau selisih 4,90 tahun. Standar angka harapan lama sekolah yang ideal adalah 18 tahun (tamat Strata 1 pada perguruan tinggi). 39 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

23 2. Rata-Rata Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah menggambarkan rata-rata jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk berumur 25 tahun ke atas dalam menempuh semua jenis pendidikan formal. Pada usia 25 tahun diasumsikan proses pendidikan sudah berakhir. Grafik 2. 3 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Dinas Pendidikan Kab.Ponorogo, 2016 Dari grafik diatas diketahui bahwa rata-rata lama sekolah di Kabupaten Ponorogo periode mengalami peningkatan walaupun dalam skala yang cukup kecil yaitu 6,45 tahun pada tahun 2011 hingga 6,96 tahun pada tahun Hal ini dapat dikatakan bahwa secara rata-rata tingkat pendidikan penduduk yang berumur 25 tahun keatas di Kabupaten Ponorogo adalah selama 7 tahun atau hampir setara dengan kelas satu sekolah menengah pertama. Kondisi ini masih belum sejalan dengan program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Bahkan angka ini masih sangat jauh di bawah standar rata-rata lama sekolah internasional yaitu 15 tahun. Oleh sebab itu masih diperlukan kerja keras dan komitmen dari semua pihak akan pentingnya meningkatkan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Ponorogo guna pembentukan sumber daya 40 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

24 manusia yang berkualitas yang nantinya akan membangun dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di Kabupaten Ponorogo. 3. Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup pada waktu lahir adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur.angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Dalam usdaha meningkatkan niulai indeks kesehatan ini, pemerintah daerah perlu mengupayakan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses sarana kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan kualitas dan pembangunan sarana kesehatan yang memadai, serta aktif memberikan pembinaan kepada masyarakat untuk selalu menerapkan pola hidup sehat. Capaian komponen angka harapan hidup Kabupaten Ponorogo selama periode mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, meski tidak terlalu signifikan. Perkembangan angka harapan hidup selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 0,20 tahun, dari sebesar 71,70 tahun pada tahun 2011 menjadi 71,90 tahun pada tahun 2015, sehingga rata-rata peningkatan per tahun sebesar 0,04 tahun. Peningkatan tersebut bisa merupakan dampak dari peningkatan kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan angka harapan hidup tahun seperti digambarkan pada grafik sebagai berikut: 41 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

25 Grafik 2. 4 Perkembangan Angka Harapan Hidup Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, Indeks Daya Beli Indeks daya beli disusun berdasarkan komponen pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan. Secara umum banyak indicator yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat daya beli masyarakat adalah pengeluaran riil perkapita. Rata-rata pengeluaran riil merupakan komponen dalam penyusunan Indeks Standar Hidup. Daya beli merupakan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnyauntuk barangdanjasa.kemampuaninisangatdipengaruhiolehhargahargariilantarwilayahkarena nlaitukaryangdigunakandapatmenaikkanatau menurunkannilaidayabeli.dengandemikian,kemampuandayabelimasy arakat satuwilayahakanberbedadenganwilayahlainnya. Perkembangan daya beli masyarakat selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar Rp338,45, dari sebesar Rp7.849,45 pada tahun 2011 menjadi Rp8.187,90 pada tahun 2012 kemudian 42 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

26 meningkat lagi menjadi Rp8.354,33 pada tahun Capaian pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali sebesar Rp28,47 pada tahun 2014, sehingga menjadi Rp8.382,80. Terakhir pada tahun 2015 kembali meningkat sebesar Rp125,2 dari tahun sebelumnya menjadi Rp8.508,00. Peningkatan tersebut bisa merupakan dampak dari peningkatan kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya daya beli masyarakat. Perkembangan daya beli masyarakat tahun seperti digambarkan pada grafik sebagai berikut: Grafik 2. 5 Perkembangan Daya Beli Masyarakat Kabupaten Ponorogo Tahun , , , , , , , , , , , , Sumber data: Bappeda Kabupaten Ponorogo, 2016 c. Fokus Seni Budaya dan Olahraga 1. Seni Budaya Untuk menopang pelestarian seni dan budaya daerah diperlukan adanya upaya untuk menjaga eksistensi kelompok seni dan budaya yang ada di masyarakat. Kelompok seni dan budaya yang berperan sebagai penyelenggara kesenian memberikan dukungan dalam pelestarian seni 43 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

27 dan budaya. Perkembangan jumlah kelompok kesenian pada kurun waktu terakhir ini terus mengalami fluktuatif. Pada tahun 2011 jumlah grup kesenian ada di Kabupaten Ponorogo sebanyak 601 kelompok, pada tahun 2012 terjadi peningkatan sebanyak 91 kelompok sehingga total menjadi 692 kelompok, namun pada tahun 2013terjadi penurunan 20 kelompok sehingga hanya mencapai 672 kelompok dan pada tahun 2015 meningkat kembali menjadi 950 kelompok. Untuk mengetahui kondisi terakhir jumlah organisasi seni yang masih diakui keberadaaanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.13 Jumlah Organisasi Kesenian Menurut Jenisnya Tahun 2015 No Uraian Reog Dadak Reog Mini Reog Pegon Reok Thek Karawitan Gajah-gajahan Jaranan/Kuda Lumping Seni Unto Orkes M/Dangdut Elektone Campur Sari Ketoprak Ludruk Kentrung Thek Tur Coke an Gong Gumbeng Kongkil Musik Odrot Wayang Orang Sanggar Tari Kelling Musik Band Seni Barong Ular Seni Tayub Qosidah Kompang RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

28 No Uraian Musik Terbang Berjanjen Sholawatan Hadroh/Kontemporer Jumlah Sumber data: Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga, Olah Raga Pembangunan di bidang olahraga diarahkan kepada peningkatan prestasi olahraga di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi maupun di lingkungan masyarakat luas. Selain itu pembangunan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik dan mental masyarakat, memajukan olahraga dengan meningkatkan mutu prestasi keolahragaan di Kabupaten Ponorogo, memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih kurangnya fasilitas olahraga yang memenuhi standar sehingga perlu peningkatan. Kekurangan fasilitas olah raga tersebut sangat mempengaruhi prestasi olah raga di Kabupaten Ponorogo, artinya belum semua cabang olahraga terfasilitasi dengan baik, sehingga sangat sulit untuk mengembangkan prestasi. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Ponorogo secara bertahap dan berkesinambungan berupaya untuk memenuhi fasilitas yang dibutuhkan dan penyediaan anggaran bagi cabang olahraga melalui Komite Olah Raga Nasional Indonesi (KONI) Ponorogo. 45 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

29 2.3 ASPEK PELAYANAN UMUM a. Fokus Layanan Urusan Wajib 1. Urusan Pendidikan a. Angka Partisipasi Sekolah Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan adanya perubahan penduduk terutama usia muda. APS adalah jumlah murid kelompok usia pendidikan dasar (7-12 tahun dan tahun) yang masih menempuh pendidikan per jumlah penduduk usia pendidikan dasar. Perkembangan APS di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam dua tabel sebagai berikut: Tabel 2.14 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 APS SD/MI 97,31% 104,01% 106,65% 102,34% 102,57% 2 SMP/MTs 2.1 APS SMP/MTs 99,24% 99,69% 96,18% 102,86% 102,86% 3 SMA/MA/SMK 3.1 APS SMA/MA/SMK 69,82% 69,99% 72,19% 71,65% 71,65% Sumber data: Dinas Pendidikan kabupaten Ponorogo, 2016 Dari tabel di atas dapat dilihat perkembangan angka partisipasi sekolahpendidikan dasar untuk SD/MI cenderung fluktuasi. Memperhatikan perkembangan mulai tahun 2011 yang sebesar 97,31%, tahun 2012 sebesar 104,01% dan menjadi 106,65% tahun 2013, akan tetapi di tahun 2014 ada penurunan signifikan menjadi 102,34% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 102,60%. 46 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

30 Untuk tingkat SMP/MTs juga mengalami perkembangan yang fluktuasi, yakni dari sebesar 99,24% pada tahun 2011, naik sedikit menjadi sebesar 99,69% pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 96,18%, namun kemudian mengalami kenaikan menjadi 102,86% padatahun2014 dan menurun kembali menjadi 101,20% pada tahun Selanjutnya perkembangan angka partisipasi sekolah tingkat SMA/MA/SMK setiap tahun mengalami fluktuatif juga, yakni dari 69,82% pada tahun 2011, naik sedikit menjadi 69,99% dan 72,19% di tahun 2012 dan 2013, kemudian mengalami penurunan menjadu 71,65% di tahun 2014 dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 73,25%. b. Angka Partisipasi Kasar Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan (berapapu usianya) terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Perkembangan angka partisipasi kasar pada lima tahun terakhir menunjukkan: - Tingkat SD/MI dan SMA/MA/SMK mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2015, dari 98,54% menjadi 107,50% untuk SD/MI dan 69,82% menjadi 80,50% untuk SMA/MA/SMK. - Tingkat SMP/MTs mengalami fluktuatuatif yaitu pada tahun 2011 sebesar 97,31%, tahun 2012 turun menjadi 96,80 dan pada tahun 2013 sampai dengan 2015 terus mengalami peningkatan dari 99,80% di tahun 2013 menjadi 103,68% di tahun RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

31 Untuk mengetahui perkembangan angka partisipasi kasar di Kabupaten Ponorogo lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.15 Angka Partisipasi Kasar Kabupaten Ponorogo Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 APK SD/MI 98,54% 100,26% 106,39% 107,02% 105,58% 2 SMP/MTs 2.1 APK SMP/MTs 97,31% 96,80% 99,80% 102,20% 103,68% 3 SMA/MA/SMK 3.1 APK SMA/MA/SMK 69,82% 69,99% 72,19% 80,63% 84,27% Sumber data: Dinas Pendidikan Kab.Ponorogo, 2016 c. Angka Partisipasi Murni Angka Partisipasi Murni (APM) adalah perbandingan penduduk usia antara 7 hingga 18 tahun yang terdaftar sekolah pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun. Perkembangan angka partisipasi murni pada lima tahun terakhir menunjukkan angka fluktuatif: - Tingkat SD/MI pada tahun 2011 sebesar 95,21%, pada tahun 2012 turun menjadi 94,19 dan pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 mengalami peningkatan dari 95,60% di tahun 2013 menjadi 94,44% pada tahun Tingkat SMP/MTs dari tahun 2011 sampai dengan 2013 mengalami penurunan dari 83,97% di tahun 2011 menjadi 81,29% di tahun 2013, sedang pada tahun 2014 dan 2015 meningkat menjadi 83,30% dan 83,35%. - Tingkat SMA//MA/SMK pada tahun 2011 sebesar 54,15%, pada tahun 2012 meningkat menjadi 68,43%, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 56,51%. Sedang 48 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

32 pada tahun selanjutnya mengalami peningkatan kembali menjadi 57,60% di tahun 2014 dan 58,50% di tahun Untuk mengetahui angka partisipasi murni di Kabupaten Ponorogo pada lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini: Tabel 2.16 Angka Partisipasi Murni Kabupaten Ponorogo Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 APM SD/MI 95,21% 94,19% 95,69% 96,33% 94,44% 2 SMP/MTs 2.1 APM SMP/MTs 83,97% 83,41% 81,29% 83,30% 83,35% 3 SMA/MA/SMK 3.1 APM SMA/MA/SMK 54,15% 68,43% 56,51% 57,60% 58,50% Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, 2016 d. Rasio Kecukupan Ruang Kelas/Penduduk Usia Sekolah Rasio kecukupan ruang kelas adalah jumlah ruang kelas tingkat pendidikan SD/Mi, SMP/Mts dan SMA/MA/SMK per jumlah penduduk usia pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA dan SMK. Rasio ini mengindikasikan kemampuan untuk menampung per kelas semua penduduk usia pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Untuk mengetahui rasio kecukupan ruang kelas/penduduk usia sekolah tersaji pada tabel sebagai berikut: 49 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

33 Tabel 2.17 Kecukupan Ruang Kelas dan Penduduk Usia Sekolah Kabupaten Ponorogo Tahun 2015 No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 Rasio 1 : 16,55 2 SMP/MTs 2.1 Rasio 1 : 27,64 3 SMA/MA/SMK 3.1 Rasio 1 : 28,60 Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, 2016 Dari tabel diatas dapat dilihat fasilitas pendidikan khususnyajumlah ruang kelas dibanding penduduk usia sekolah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK pada tahun 2015 menunjukkan bahwa ruang kelas di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 cukup memadai. Kondisi tersebut masih masuk dalam interval standar peserta didik bahwa satu kelas idealnya untuk peserta didik. e. Rasio Guru/Murid Rasio guru terhadap murid adalah jumlah guru tingkat pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK per jumlah murid pendidikan SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Rasio ini mengindikasikan ketersediaan tenaga pengajar, disamping juga untuk mengukur jumlah ideal murid untuk satu guru agar tercapai mutu pengajaran. Perkembangan rasio guru terhadap murid di Kabupaten Ponorogo pada periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 tersaji pada tabel berikut: 50 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

34 Tabel 2.18 Rasio Guru dan Murid Semua Jenjang Pendidikan Tahun No. Jenjang Pendidikan SD/MI 1.1 Rasio 10,01 9,99 9,87 11,62 9,97 2 SMP/MTs 2.1 Rasio 10,68 10,46 10,50 10,32 10,32 3 SMA/MA/SMK 3.1 Rasio 9,81 9,76 9,12 9,31 9,31 Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, 2016 Dari tabel diatas dapat dilihat kecenderungan rasio jumlah guru dan murid menunjukkan tren yang relatif stabil dalam periode 5 tahun terakhir, baik untuk tingkat SD maupun SMP. Hal ini menunjukkan tetap terjaganya perbandingan jumlah ideal antara guru dan murid di Kabupaten Ponorogo, sehingga mutu pengajaran tetap terjaga. Rasio jumlah guru dan murid tidak terpengaruh oleh kondisi wilayah kecamatan di perkotaan ataupun di pinggiran, karena bisa jadi yang di pinggiran lebih rendah rasionya. f. Fasilitas Pendidikan Dalam rangka memberikan pelayanan pendidikan terbaik kepada masyarakat diperlukan sarana dan prasarana sekolah yang memadai. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Ponorogo bersama seluruh stakeholder yang ada berupaya menjamin ketersediaan bangunan sekolah dalam kondisi baik. Dalam kurun waktu Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah berupaya untuk meningkatkan ketersediaan bangunan sekolah. Hal tersebut dapat diketahui dari jumlah bangunan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN), tahun 2011 jumlah SMPN sebanyak 55 unit kemudian meningkat menjadi 56 unit di tahun Akan tetapi kondisi tersebut berbeda dengan Sekolah Menengah Atas Negeri 51 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

35 (SMAN), tahun 2011 total SMAN di Kabupaten Ponorogo mencapai 17 unit sedangkan pada tahun 2015 justru turun menjadi 16 unit. Untuk jumlah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) tidak mengalami perubahan jumlah mulai tahun 2011 hingga 2015 sebanyak 7 unit. Jumlah SMPN di Kabupaten Ponorogo di tahun 2015 tersebar diseluruh kecamatan, sedangkan untuk SMAN masih terdapat beberapa kecamatan yang masih belum memiliki bangunan SMAN yaitu Sawoo, Pudak, Mlarak, Badegan, Sukorejo dan Ngebel. Sedangkan untuk SMKN di Kabupaten Ponorogo pada yahun 2015 hanya ada di 6 kecamatan yaitu, Slahung, Sawoo, Mlarak, Badegan, Ponorogo (2 SMKN), dan Jenangan. Untuk mengetahui jumlah sekolah dan persebarannya di kecamatan Kabupaten ponorogo dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.19 Jumlah Sekolah Menurut Jenis Sekolah di KabupatenPonorogo Tahun No Uraian TK SD Negeri SD Swasta SMP Negeri SMP Swasta SMA Negeri SMA Swasta SMK Negeri SMK Swasta Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

36 g. Pendidik dan Program melek Huruf Jumlah pendidik di Kabupaten Ponorogo yang meniliki sertifikat pendidik dan jumlah penduduk yang berusia di atas lima belas tahun dan sudah melek huruf (tidak buta aksara) datanya dalam lima tahun yang lalu, sebagai berikut: Tabel 2.20 Pendidik Bersertifikat dan Penduduk Melek Huruf Tahun No Uraian Tahun Pendidik yang memiliki ,72 49,68 49,34 sertifikat pendidik (%) 2. Penduduk yang melek huruf (jiwa) Sumber data: Dinas Pendidikan Kab. Ponorogo, 2016 h. Urusan Kesehatan 1. Angka Kematian Bayi (AKB) per Kelahiran Hidup Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Angka kematian bayi (AKB) menggambarkan banyaknya kematian bayi berusia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu. Perkembangan angka kematian bayi di Kabupaten Ponorogo menunjukkan angka yang kurang stabil setiap tahunnya. Dari data yang tersedia pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan sebesar 9,71, dari 27,32 di tahun 2011 menjadi 37,03 pada tahun Peningkatan drastis tersebut memberikan tekanan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Ponorogo pada umumnya dan Dinas Kesehatan pada khususnya. Dengan berbagai langkah strategis pada tahun 2013 angka kematianbayi akhirnya dapat diturunkan kembali pada angka 25, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

37 Pada tahun 2015 terjadi penurunan kembali dari 24,14 tahun 2014 menjadi 14,60 atau terjadi penurunan sebesar 9,54 dari tahun sebelumnya. Upaya menekan angka kematian bayi ditempuh melalui peningkatan pelayanan terhadap kesehatan bayi. Upaya tersebut dilaksanakan dengan pemeriksaan kesehatan dan penimbangan berat badan secara rutin, dan pemberian makanan tambahan di Posyandu. Keberhasilan dalam penurunan angka kematian bayi seharusnya terus dijaga agar angka kematian bayi dapat terus ditekan pada tahuntahun berikutnya. Berikut grafik angka kematian bayi di Kabupaten PonorogoTahun : Grafik 2. 6 Angka Kematian Bayi per Kelahiran Hidup Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, Angka Kematian Ibu (AKI) per Kelahiran Hidup Angka kematian ibu (AKI) di Kabupaten Ponorogo dari tahun cenderung fluktuatif, hal itu bisa dilihat dari angka kematian ibu pada tahun 2011 sebesar 105,20 menurun menjadi 98,82 pada tahun 2012 dan di tahun 2013 justru 54 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

38 mengalami peningkatan menjadi 102,03 dan kembali mengalami peningkatan secara drastis di tahun 2014 menjad 127,00. Namun pada tahun 2015 dapat diturunkan dari 127,00 di tahun 2014 menjadi 91,6 atau terjadi penurunan sebesar 35,4. Upaya yang dapat dilakukan untuk menekan AKI, diantaranya melalui peningkatan monitoring selama kehamilan (ANC) yang lebih optimal dan melakukan konsultasi sedini mungkin setiap kelainan yang ditemukan di luar kasus Obgyn kepada dokter spesialis terkait, serta minimal satu kali konsultasi ke dokter umum selama kehamilan. Lebih lengkapnya berikut data angka kematian ibu Kabupaten Ponorogo. Grafik 2. 7 Angka Kematian Ibu (AKI) per Kelahiran Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

39 3. Fasilitas Kesehatan Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan total rumah sakit yang tersebar di wilayah Kabupaten Ponorogo hingga tahun 2015 mencapai 6 unit yang kesemuanya berlokasi di Kecamatan Ponorogo. Untuk Puskemas tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Ponorogo, dengan total mencapai 31 unit, artinya di beberapa kecamatan terdapat 2 unit Puskesmas. Sedangkan untuk puskesmas pembantu mencapai 57 unit, klinik kesehatan mencapai 34 unit yang sebagian besar tersebar di Kecamatan Ponorogo sebanyak 17 unit. Kepercayaan dan kepuasan publik terhadap pelayanan rumah sakit dan puskesmas menyebabkan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) tidak terlalu diminati lagi oleh masyarakat Ponorogo. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah BKIA yang sempat mencapai 7 unit pada tahun 2011, kemudian meningkat menjadi 9 unit pada tahun 2012, kemudian hanya tinggal 1 unit saja di tahun 2014 dan Untuk mengetahui jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 tersaji pada tabel di bawah ini: Tabel 2.21 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Ponorogo Tahun No Uraian Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Puskesmas Keliling Balai Pengobatan BKIA Klinik KB Sumber data: Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

40 Adapun data yang terkait rasio cakupan puskesmas terhadap penduduk dan puskesmas terakreditasi, sebagai tabel berikut: Tabel 2.22 Rasio Cakupan Puskesmas dan Puskesmas Terakreditasi No Uraian 1. Rasio Cakupan Puskesmas terhadap Penduduk 2 Jumlah Puskesmas Terakreditasi Tahun : : : : : Sumber data: Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo, 2016 Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa cakupan puskesmas terhadap penduduk dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sementara itu tidak ada penambahan pembangunan puskesmas baru. Sedangkan untuk puskesmas terakreditasi di Kabupaten Ponorogo belum ada. Untuk data rasio kecukupan dokter dan prevalensi kekurangan gizi di Kabupaten Ponorogo, sebagai tabel berikut: Tabel 2.23 Rasio Kecukupan Dokter dan Prevalensi Kekurangan Gizi Tahun No Uraian Tahun Rasio Kecukupan 10: ; : : : Dokter 2 Prevalensi Kekurangan Gizi ,9% Sumber data: Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo, 2016 Untuk layanan kesehatan terhadap masyarakat Ponorogo dari RSUD yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang kinerjanya terukur dari: a. Nilai akreditasi yang diperoleh rumah sakit RSUD; 57 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

41 b. Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit RSUD; c. Rasio kecukupan tenaga medis RSUD; d. Presentase penduduk miskin yang terlayani RSUD. Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo kinerja pelayanan RSUD tersebut, sebagai berikut: Tabel 2.24 Kinerja Pelayanan RSUD Kabupaten Ponorogo Tahun No Uraian Tahun Nilai akreditasi paripurna 2 Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit Rasio kecukupan tenaga medis 53,10 51,10 53,90 53,90 59,80 4. Presentase penduduk miskin yang terlayani ,5 Sumber data: Dinas Kesehatan Kab. Ponorogo, 2016 i. Urusan Pekerjaan Umum 1. Jalan Jaringan jalan kabupaten di Kabupaten Ponorogo dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 sepanjang Km. Pada tahun 2015 kondisi jalan yang baik sepanjang Km atau 51,22 %, kondisi jalan sedang sepanjang Km atau 22,75%, sedang sisanya sepanjang km dalam kondisi rusak dan rusak berat. Selanjutnya diperlukan perhatian dan penanganan dari pemerintah Kabupaten Ponorogo agar kondisi jalan yang baik tetap terpelihara sehingga memudahkan akses bagi warga serta memberikan keuntungan dan kemudahan bagi pengangkutan hasil hasil produksi di wilayah Kabupaten Ponorogo menuju 58 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

42 pasar pasar potensial dan memberikan daya tarik bagi investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Ponorogo. Tabel 2.25 Panjang dan Kondisi Jalan Di Kabupaten Ponorogo Tahun (km) No. KONDISI (%) 1 Baik ,22 2 Sedang ,75 3 Rusak ,82 4 Rusak ,20 Berat Jumlah Sumber Data : Dinas PU Kabupaten Ponorogo, Sanitasi Salah satu aspek yang penting dalam menjaga kualitas lingkungan adalah dengan menjaga kondisi sanitasi masyarakat. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Ponorogo rumah tangga dengan akses sanitasi layak, yang ditinjau dari kepemilikan jamban sehat, mengalami peningkatan dari 58,68% rumah tangga pada tahun 2014, menjadi 67,76% rumah tangga pada tahun Terkait dengan penanganan sanitasi lingkungan, khususnya drainase lingkungan untuk wilayah perkotaan Ponorogo, bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan kawasan pemukiman mengakibatkan sering terjadinya genangan di beberapa lokasi dengan luasan mencapai m² pada tahun Air Bersih Untuk memenuhi kebutuhan air minum sehari-hari masyarakat di Kabupaten Ponorogo memperoleh air dari berbagai sumber baik dengan menggunakan sistem perpipaan 59 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

43 maupun sistem non perpipaan. Sarana air bersih perpipaan diperoleh dari PDAM dan non PDAM yang dikelola masyarakat. Sistem air minum non perpipaan menggunakan sumur gali, penangkap air hujan serta dari mobil tangki. Penggunaan penangkap air hujan sebagai sumber air bersih terutama dilakukan oleh masyarakat yang kesulitan mendapatkan sumber air minum, dimana alternatif sumber air lainnya baik sistem perpipaan maupun sistem lain tidak memungkinkan. Di Kabupaten Ponorogo penduduk dengan akses air minum Aman sebesar 92,72% penduduk. Di Kabupaten Ponorogo secara garis besar, terdapat 2 jenis kebutuhan air, yaitu untuk memenuhi kebutuhan domestik (rumah tangga) dan kebutuhan non domestik (memenuhi kebutuhan non rumah tangga), kebutuhan air bersih untuk kebutuhan domestik (rumah tangga) merupakan kebutuhan penduduk untuk masak, mandi, cuci dan kakus. Besarnya pemakaian untuk keperluan ini bervariasi untuk setiap wilayah. Standart yang biasa digunakan sebagai dasar perkiraan adalah Kategori Kota dan Standar kebutuhan Air Bersih Untuk Rumah Tangga yang dikeluarkan oleh Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjan Umum. Selain dari standar tersebut, kebutuhan air bersih juga dapat diambil berdasar pemakaian konsumen yang tercatat dalam rekening bulanan PDAM. Sedangkan kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan non rumah tangga, yaitu untuk kegiatan ekonomi dan perkotaan misalnya untuk industri, perkantoran, pertokoan, hotel, penginapan, rumah makan, rumah sakit, puskesmas, sekolah, rumah ibadah, dan lain-lain. Perhitungan secara pasti untuk mengetahui kebutuhan air jenis ini sangat sulit dilakukan, karena beragamnya jenis fasilitas serta setiap sambungan akan memerlukan air yang berbeda 60 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

44 dengan sambungan lainnya. Untuk memperkirakan kebutuhan non domestik, dilakukan dengan mengambil prosentase dari kebutuhan domestik. Berdasar data pemakaian air di PDAM Kabupaten Ponorogo, jumlah pemakaian air non domestik Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 sebanyak m 3. Jika dibandingkan dengan jumlah pemakaian total, konsumsi air non domestik ini sekitar 9,01% dari total konsumsi air di Kabupaten Ponorogo. Dalam penyusunan rencana induk, direncanakan kebutuhan air non domestik dialokasikan sebesar 15 % dari kebutuhan domestik. Angka 15% ini tetap sampai dengan akhir perencanaan dengan asumsi bahwa perkembangan kebutuhan air non domestik sebanding dengan peningkatan kebutuhan air domestik. Disamping itu untuk pembangunan dan penyediaan air bersih diarahkan pada daerah-daerah yang masuk kategori rawan air bersih, dengan harapan masyarakat dapat memperoleh kebutuhan air bersih yang cukup sesuai baku mutu air dan memenuhi syarat kesehatan, karena dengan semakin banyak masyarakat yang memperoleh air bersih maka akan semakin baik kondisi kesehatannya, memperhatikan hal tersebut ukuran air bersih dikatakan sehat apabila memenuhi kelayakan secara fisik, kimia dan bakteriologis. j. Urusan Penanaman Modal 1. Jumlah Investor Berskala Nasional (PMDN/PMA) Perkembangan jumlah investasi daerah di Kabupaten Ponorogo dalam periode tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan bahwa sebagian besar investasi yang ada di Kabupaten Ponorogo adalah investasi/penanaman modal dalam negeri dan hanya pada tahun 2013 saja yang tercatat 61 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

45 ada investor asing (PMA/Non PMDN) yang masuk di Kabupaten Ponorogo. No. 2. Jumlah Nilai Investasi Berskala Nasional (PMDN/PMA) Berdasarkan data realisasi investasi daerah PMDN Kabupaten Ponorogo tahun 2011 sampai dengan 2015 adalah sebagai berikut: Tabel 2.26 Perkembangan Investasi Di Kabupaten Ponorogo Tahun TAHUN JUMLAH UNIT USAHA JUMLAH INVESTASI (Rp) KETERANGAN , , , , ,00 - Sumber data: KPPT Kabupaten Ponorogo, 2016 Sedangkan untuk data investasi penanaman modal asing hanya pada tahun 2013 senilai Rp ,00. k. Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah 1. Meningkatnya Persentase Koperasi Sehat Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum yang kegiatannya berdasarkan atas asas kekeluargaan guna mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya koperasi merupakan organisasi yang menyisyaratkan kemandirian yaitu koperasi akan berkembang dalam suasana kemandirian. Artinya, berkembang atau tidaknya koperasi sangat tergantung seberapa kuat fundamen internal mendukung ketercapaian tujuan berkoperasi. Adanya kesamaan kepentingan ekonomi dari para anggota- 62 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

46 anggotanya,adanya pengurus yang memiliki motivasi kuat dan sanggup amanah serta tersedianya manajemen yang profesional merupakan kunci keberhasilan pembangunan koperasi. Pengelolaan koperasi sebaiknya berpedoman pada Tiga Sehat, yaitu sehat organisasi, sehat usaha, dan sehat mental. Pembinaan koperasi dengan berpedoman pada Tiga Sehat tersebut diharapkan jumlah koperasi sehat di Kabupaten Ponorogo meningkatkan dan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa dalam limatahun terakhir terjadi fluktuasi baik jumlah koperasi maupun prosentase koperasi aktif di Kabupaten Ponorogo. Hasil pengembangan kinerja koperasi, UKM, dan BPR di Kabupaten Ponorogo tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 sebagaimana tabel berikut : Tabel 2.27 Perkembangan Kelembagaan Koperasi, UKM, dan BPR Tahun No Uraian Prosentase Koperasi Aktif 89,27% 95,27% 92,29% 89,85% 85,64% 2 Jumlah UKM non BPR / LKM UKM Jumlah BPR/LKM Prosentase Usahan Mikro dan Kecil 99,27% 99,26% 99,12% 99,10% 99,09% Sumber data : Dinas Indakop dan UKM Kab.Ponorogo, 2016 Jika dilihat dari tabel dan gambar diatas, menunjukkan bahwa jumlah BPR tetap, sedangkan UKM non BPR/LKMUKM mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 2011 berjumlah unit menjadi unit pada tahun RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

47 Sementara itu untuk perkembangan Usaha Mikro dan Kecil (UKM) relatif tetap. Berbeda dengan kondisi perkembangan Koperasi Aktif di Kabupaten Ponorogo yang masih fluktuatif, tetapi pada dasarnya jumlahnya terus meningkat. Terdapat beberapa hal yang menjadi kendala pokok yang dihadapi koperasi di Kabupaten Ponorogo yaitu : a. Kurang adanya dukungan modal usaha yang kuat; b. Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi; c. Managemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi-koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah; d. Banyaknya koperasi yang ada di Kabupaten Ponorogo menyebabkan persaingan yang ketat dan menuntut koperasi untuk bertahan. Masih rendahnya progres peningkatan prosentase koperasi aktif tersebut menunjukan masih banyak koperasi yang membutuhkan pendampingan baik dari segi manajerial, pengelolaan keuangan, hingga penyusunan laporan pembukuan menuju terlaksanana Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang tepat waktu. 2. Persentase Koperasi Wanita Aktif Dari jumlah koperasi sebanyak 940 unit di Kabupaten Ponorogo tersebut terdapat 305 unit Koperasi Wanita di 307 desa/kelurahan sebagai bentuk revitalisasi lembaga keuangan mikro di tingkat desa/kelurahan dan diharapkan dapat menjadi wadah pengembangan ekonomi lokal berbasis pada usaha rumah tangga yang banyak dikelola oleh kaum wanita. Selain itu, juga sebagai upaya mengurangi ketergantungan masyarakat 64 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

48 perdesaan khususnya pelaku usaha mikro terhadap rentenir dan atau usaha simpan pinjam/koperasi simpan pinjam liar. Berkembangnya koperasi wanita tersebut diharapkan bukan saja memotong jalur kemiskinan di lingkungan wanita saja,namun juga untuk menanamkan jiwa wirausaha dan nilainilai berkoperasi di lingkungan generasi yang akan datang melalui media keluarga. l. Urusan Kependudukan Dan Catatan Sipil 1. Cakupan Penerbitan KK dan KTP Pelayanan kependudukan yang telah dilakukan sepanjang tahun meliputi pelayanan KTP, KK, dan mutasi kependudukan. Capaian ini didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya tertib administrasi kependudukan dan banyaknya kemudahan bagi masyarakat yang mengurus KTP dan KK. Cakupan kepemilikan dokumen KK dan KTP Tahun sebagai berikut: Tabel 2.28 Cakupan kepemilikan dokumen KK dan KTP Tahun Jenis Layanan Kartu Keluarga KTP Tahun Jumlah Kepemilikan Wajib Kepemilikan % % KK KK KTP/jiwa KTP , , , , ,88 Sumber data: Dinas Dukcapil Kab. Ponorogo, Cakupan Penerbitan Akte Pencatatan Sipil Akta Kelahiran adalah Bukti Sah mengenai Status dan Peristiwa Kelahiran Seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas 65 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

49 Kependudukan dan Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk memperoleh pelayanan masyarakat Lainnya. Pelayanan akta pencatatan sipil bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap setiap warga negara khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Ponorogo. Pelayanan dokumen akte kelahiran dan cakupan kepemilikan akte kelahiran usia <18 tahun di Kabupaten Ponorogo selama lima tahun yang lalu, sebagai berikut: Tabel 2.29 Pelayanan Dokumen Akte Kelahiran dan Cakupan Kepemilikan Akte Kelahiran Usia <18 Tahun di Kabupaten Ponorogo Tahun Tahun Jumlah Penduduk Pelayanan Akta Kelahiran % Jumlah Penduduk Usia <18 tahun Cakupan Kemelikan Akte kelahiran <18 tahun , , , , , , , , , ,18 Jumlah Sumber data: Dinas Dukcapil Kab. Ponorogo, 2016 % m. Urusan Ketenagakerjaan Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. 66 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

50 Disamping itu, trend indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Tabel 2.30 Perkembangan Angkatan Kerja Ponorogo Tahun Tahun Angkatan Kerja Penduduk yang Bekerja Pengangguran Terbuka ,52% 71,06 % 3,35% ,41% 72,15% 3,26% ,75% 69,82% 3,28% ,31% 71,44% 3,66% ,94% 72,56% 3,22% Sumber data: Dinsosnakertrans Kab.Ponorogo, 2016 Tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Ponorogo selama tahun mengalami fluktuatif. Pada tahun 2011 sebesar 3,35% mengalami penurunan menjadi 3,26 di tahun Selanjutnya mengalami peningkatan di tahun 2013 dan tahun 2014 masing-masing menjadi 3,28% dan 3,66%. Pada tahun 2015 tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan menjadi 3,22%. Kondisi tersebut menunjukkan upaya yang dilaksanakan pada tahun 2015 dapat menekan tingkat penggangguran terbuka sebesar 0,44% dari tahun sebelumnya. Adapun untuk urusan kinerja tenaga kerja dan transmigrasi dapat diketahui dari data persentase penurunan perkara perselisian hubungan industrial, jumlah perusahaan yang menerapkan jamsostek, jumlah penurunan TKI bermasalah, persentase jumlah TKI bermasalah yang tertangani, jumlah transmigrasi yang diberangkatkan, dan jumlah transmigrasi yang berhasil, sebagaimana tabel berikut: 67 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

51 Tabel Kinerja Urusan Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun No Uraian Tahun Jumlah Perusahaan yang Menerapkan Jamsostek 2 Jumlah TKI Bermasalah Persentase Jumlah TKI 100% 100% 100% 100% 100% Bermasalah yang Tertangani 4 Jumlah Transmigrasi 20 KK 25 KK 25 KK 25 KK 10 KK yang Diberangkatkan Sumber data: Dinsosnakertrans Kab. Ponorogo, 2016 n. Ketahanan Pangan 1. Pencapaian Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun Dalam Undang-Undang Pangan ini ditekankan pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat. Dewasa ini situasi kualitas konsumsi pangan masyarakat masih dirasakan kurang beragam dan bergizi seimbang. Padahal konsumsi pangan dengan gizi cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Volume dan kualitas komsumsi pangan dan gizi di dalam rumah tangga juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan dan budaya masyarakat. Indikator kualitas komsumsi pangan ditunjukan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsumsi antar kelompok makanan. 68 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

52 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) adalah komposisi kelompok pangan utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya dan menggambarkan keragaman ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk. Semakin tinggi skor PPH semakin beragam pangan yang dikonsumsi dan semakin baik zat gizi yang diperoleh. PPH biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan pangan yang ideal di suatu wilayah. Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan mampu berdaya saing dalam percaturan globalisasi. 2. Menurunnya Jumlah Daerah Rawan Pangan Penanganan kerawanan pangan adalah penanganan kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan oleh tingkat pendapatannya, rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein. Diversifikasi pangan saat ini adalah kunci keberhasilan dalam mempertahankan ketahanan pangan. Program Diversifikasi Pangan ini merupakan langkah jitu untuk meredam gejolak pangan dunia dan nasional ditengah ancaman perubahan iklim. Selain itu, diversifikasi pangan menjadi cara mengembangkan kearifan lokal melalui pengoptimalan sumber daya yang ada. Implementasi diversifikasi pangan berbasis 69 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

53 kearifan lokal memerlukan strategi dan komitmen yang kuat dari pemerintah, petani, pengusaha, dan masyarakat. Keberhasilan program ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang dikuat dari berbagai pemangku kepentingan. Dimana pemerintah memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang pro pertanian lokal. Untuk kinerja urusan ketahanan pangan selama lima tahun ini, dapat dilihat dari persentase daerah rawan gizi, persentase kualitas gizi pangan daerah dan index pola pangan harapan sebagai berikut: Tabel 2.32 Kinerja Ketahanan Pangan Kabupaten Ponorogo Tahun No. Uraian Tahun Persentase daerah rawan gizi Persentase kualitas gizi pangan daerah ,44 3. Indeks pola pangan harapan 69,4 71,9 71,2 74,8 78,7 Sumber data: Kantor Ketahanan Pangan, 2016 o. Urusan Lingkungan Hidup Seiring dengan proses pembangunan dan perkembangan jaman maka biasanya akan diikuti dengan munculnya permasalahan lingkungan hidup. Permasalahan-permasalahan lingkungan hidup terjadi diberbagai sektor beserta segala kompleksitas penyebab dan akibatnya masing-masing. Permasalahan tersebut anatara lain permasalahan air, sampah, limbah dan permasalahan ekosistem pantai/laut. Dari kondisi tersebut maka menunjukkan bahwa urusan Lingkungan Hidup juga merupakan urusan yang harus mendapatkan prioritas dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan sekarang maupun yang akan datang. 70 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

54 Kinerja urusan lingkungan hidup di Kabupaten Ponorogo dalam 5 tahun yang lalu dapat dilihat dari data sebagaimana tabel berikut: Tabel Kinerja Urusan Lingkungan Hidup Di Kabupaten Ponorogo Dalam 5 Tahun No Uraian Satuan TAHUN Jumlah Unit industry/perusahaan/badan usaha yang menyusun AMDAL (termasuk dokumen lingkungan yang lain yaitu UKL,UPL,SPPL,DPPLH) 2 Pelayanan pencegahan % , pencemaran air (prosentase jumlah usaha dan atau kegiatan mentaati persyaratan administrasi dan teknis pengendalian pencemaran air) 3 Prosentase usaha dan atau % kegiatan sumber tidak bergerak yang memenuhi persyaratan administrasi dan teknis pengendalian pencemaran udara 4 Prosentase luas lahan yang % ,46 54,45 diinformasikan status kerusakan lahan/tanah untuk produksi biomasa 5 Prosentase jumlah pengaduan yang ditindaklanjuti % lap lap lap lap 6 Angka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) ,28 Sumber data: Kantor Lingkungan Hidup, 2016 o. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Masih banyaknya kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak kekerasan yang terjadi semakin meningkat. Selain itu juga menunjukkan bahwa KPPA yang dibentuk telah menjadi lembaga rujukan yang mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat. Bahkan tren yang terjadi adalah selalu naik setiap tahunnya. Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, selama kurun waktu sebagaimana tabel berikut: 71 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

55 Tabel Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Ponorogo Tahun NO INDIKATOR 1. Jumlah kejadian (kasus) CAPAIAN Sumber data: KPPPA Kab.Ponorogo, 2016 p. Urusan Keluarga Berencana Dan Keluarga Sejahtera Laju pertumbuhan penduduk (LPP) adalah angka yang menunjukan tingkat pertambahan penduduk pertahun dalam jangka waktu tertentu. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Ponorogo sepanjang tahun mengalami penurunan yang sangat signifikan, yaitu dari sebesar 0,47% pada tahun 2011 menjadi 0,29 di tahun Pada tahun 2013 sampai dengan 2015 juga mengalami penurunan masing-masing menjadi 0,25 pada tahun 2013, 0,22 pada tahun 2014 dan sebesar 0,17% pada tahun Perkembangan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ponorogo sebagaimana grafik berikut: Grafik. 2.8 Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Ponorogo Tahun % 0.47% 0.4% 0.3% 0.2% 0.29% 0.25% 0.22% 0.17% 0.1% 2011% 2012% 2013% 2014% 2015% Sumber data: Badan KB Kabupaten Ponorogo, RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

56 Pertumbuhan penduduk adalah perubahan penduduk yang dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk (migrasi). Pertumbuhan penduduk terdiri atas dua macam, yaitu sebagai berikut: 1) Pertumbuhan penduduk alami, yaitu pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian. 2) Pertumbuhan penduduk total, yaitu pertumbuhan penduduk yang dipengaruhi oleh kelahiran, kematian, imigrasi, dan emigrasi. Salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk adalah Kelahiran (natalitas/fertilitas) : Kelahiran adalah kemampuan seorang wanita melahirkan yang tercermin dalam jumlah bayi yang dilahirkan. Angka kelahiran ialah rata-rata banyaknya bayi yang lahir dari tiap orang penduduk dalam satu tahun. Angka kelahiran dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Angka kelahiran kasar : Angka kelahiran kasar adalah jumlah tiap kelahiran orang penduduk pada suatu daerah dalam waktu satu tahun. 2) Angka kelahiran khusus : Angka kelahiran khusus adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran hidup dari wanita usia tertentu dalam waktu satu tahun. Yang dimaksud usia tertentu, misalnya: pada usia tahun, tahun, tahun, dan seterusnya. Untuk mengetahui tingkat angka kelahiran kasar Kabupaten Ponorogo mulai tahun 2011 sampai dengan 2015 dapat diketahui melalui grafik di bawah ini: 73 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

57 Grafik 2. 9 Angka Kelahiran Kasar Kabupaten PonorogoTahun Angka Kelahiran Kasar Sumber data: Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2016 Upaya pemerintah dalam rangka menekan jumlah penduduk adalah dengan melakukan kampanye keluarga berencana (KB). Program tersebut disosialisasikan ke masyarakat mulai dari kecamatan hingga desa bahkan dusun. Keberhasilan pemerintah dalam rangka menekan jumlah penduduk melalui kampanye KB dapat dilihat dari jumlah akseptor KB di Kabupaten Ponorogo yang awalnya pada tahun 2011 hanya mencapai menjadi di tahun Pada tahun 2013 terjadi penurunan sebanyak 541 menjadi , kemudian pada tahun 2014 kembali mengalami penurunan menjadi 139,484. Sedang pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi akseptor. Untuk mengetahui perkembangan pengguna akseptor KB di Kabupaten Ponorogo tersaji pada grafik di bawah ini: 74 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

58 Tabel Jumlah Akseptor Keluarga Berencana Menurut Metode Penggunaannya di Kabupaten Ponorogo Tahun No Uraian ) IUD ,058 2) MO ) Implant ) PIL ) Suntik ) Kondom Jumlah Sumber data : Badan Keluarga Berencana Kabupaten Ponorogo, q. Urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, dan Persandian Tata pemerintahan yang baik merupakan tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik. Prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik adalah partisipasi, penegakan hukum, transparasi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, visi strategis. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Ponorogo, Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2015 mencapai pegawai dengan 75 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

59 komposisi pegawai pria dan pegawai wanita. Jumlah ASN 2015 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah ASN tahun 2014 yang mencapai pegawai. Grafik Aparatur Sipil Negara Menurut Golongan Kepangkatan di Kabupaten Ponorogo Tahun Golongan I Golongan II Golongan III Golonan IV Pria Wanita Sumber: BKD Kabupaten Ponorogo, 2016 Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa jumlah ASN terbanyak adalah golongan IV dengan jumlah sebanyak orang terdiri pegawai pria dan pegawai wanita, sedangkan untuk golongan III mencapai terdiri dari pegawai pria dan pegawai wanita, untuk golongan II mencapai terdiri dari pegawai pria dan pegawai wanita dan yang terakhir adalah golongan I sebanyak 240 pegawai terdiri dari 232 pegawai pria dan 8 pegawai wanita. Pada periode pemerintahan sebelumnya tata pemerintahan Kabupaten Ponorogo beberapa kali berhadapan dengan kasus hukum terkait korupsi. Dengan adanya berbagai kasus tersebut mencerminkan bahwa persoalan tata pemerintahan masih belum 76 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

60 berjalan dengan baik. Untuk itu kedepan persoalan tersebut akan menjadi fokus pemerintahan saat ini dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dari korupsi. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perfu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Kinerja pelayanan Pemerintah Kabupaten Ponorogo kepada masyarakat dinilai menggunakan indikator Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM diukur pada PD penyelenggara pelayanan masyarakat dan urusan pemerintahan yang penilaiannya berdasarkan 14 unsur pelayanan. Semakin tinggi IKM menunjukkan semakin baiknya pencapaian sasaran meningkatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan pemerintah daerah. Namun dalam perjalanan 5 tahun terakhir belum ada data yang menunjukkan angka indeks kepuasan masyarakat, karena belum pernah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo. 77 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

61 r. Urusan Sosial Jumlah PMKS di Kabupaten Ponorogo yang terdiri dari 28 jenis PMKS selama tahun mengalami penurunan sebanyak orang yaitu dari sebanyak orang pada tahun 2011 menjadi sebanyak orang pada tahun Untuk lebih jelasnya berikut gambaran jumlah PMKS di Kabupaten Ponorogo yang tergambar dalam grafik: Grafik 2.11 Jumlah PMKS Kabupaten PonorogoTahun , , , , , , , , , , ,000 50, Sumber data: Dinsosnakertrans Kab.Ponorogo, 2016 s. Urusan Kearsipan Untuk lebih meningkatkan informasi pembangunan yang berkualitas maka salah satu perangkat yang dibutuhkan adalah sistem kearsipan yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Ponorogo melaksanakan pengadaan arana pengolahan dan penyimpanan arsip berupa boks arsip, mesin penghancur kertas, rak arsip, yang dibutuhkan oleh seluruh PD se- Kabupaten Ponorogo serta melakukan pembinaan (perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pertanggungjawaban, pelaporan, 78 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

62 monitoring dan evaluasi) kepada arsiparis (pengelola arsip) terutama di desa. Sampai dengan tahun 2015, seluruh PD telah dapat melaksanakan tertib administrasi kearsipan dengan baik. Capaian ini didorong oleh meningkatnya kapasitas pengelola kearsipan dan meningkatnya pemahaman tentang pentingnya nilai arsip bagi PD tersebut. Pengelolaan Sistem kearsipan yang baik ini ditunjang oleh kelengkapan alat kearsipan yang memadai di seluruh PD serta dukungan Tim Pemilah Arsip yang telah dibentuk. Aspek daya dukung pengelolaan arsip di Kecamatan mempengaruhi kinerja Kecamatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Kabupaten Ponorogo menaruh perhatian khusus atas aspek tersebut. Dari jumlah seluruh Kecamatan yang ada, pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, seluruhnya sebanyak 21 Kecamatan telah memenuhi ketentuan penyimpanan arsip daerah secara baik atau 100%. t. Urusan Perpustakaan Pada zaman global sekarang, pendidikan merupakan sesuatu hal yang penting. Karena pendidikan merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa. Pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap orang agar bisa menjawab tantangan kehidupan. Untuk memperoleh pendidikan, banyak cara yang dapat tercapai, diantaranya melalui perpustakaan. Karena di perpustakaan berbagai sumber informasi bisa diperoleh, selain itu banyak juga manfaat lain yang dapat diperoleh melalui perpustakaan. Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan 79 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

63 dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri. Perpustakaan dapat juga diartikan sebagai kumpulan informasi yang bersifat ilmu pengetahuan, hiburan, rekreasi, dan ibadah yang merupakan kebutuhan hakiki manusia. Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer). Keberadaan Perpustakaan tentunya sangat bermanfaat unutk perkembangan keilmuan di suatu daerah. Dengan semboyan buku adalah jendela dunia tentunya sudah sewajarnya perpustakaan menjadi tempat yang menarik untuk di kunjungi. Pengunjung perpustakaan adalah pemakai perpustakaan yang berkunjung ke perpustakaan untuk mencari bahan pustaka dalam satu (1) tahun. Selama kurun waktu tahun perkembangan jumlah pengunjung perpustakaan milik Pemerintah Kabupaten Ponorogo sangat menggembirakan. Pada tahun 2011 jumlah pengunjung mencapai pengunjung, tahun 2012 mencapai pengunjung, tahun 2013 mencapai pengunjung, tahun 2014 mencapai pengunjung, dan pada tahun 2015 mencapai pengunjung. Perkembangan pengunjung perpustakaan selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan pengunjung sebesar 5,32%. Perkembangan jumlah pengunjung perpustakaan pemda selama 5 tahun terakhir sebagaimana terlihat pada grafik berikut: 80 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

64 Grafik 2.12 Jumlah Pengunjung Perpustakaan Kabupaten Ponorogo Tahun Sumber data: Kantor Perpustakaan Daerah Kab.Ponorogo, 2016 b. Fokus Layanan Urusan Pilihan 1. Urusan Kelautan dan Perikanan Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan ataudisebut sebagai usaha agribisnis. Pada umumnya usaha perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Di Kabupaten Ponorogo yang tidak memiliki wilayah perairan laut hanya mengandalkan hasil perikanan air tawar. Perkembangan capaian kinerja produksi perikanan selama tahun menunjukan trend yang fluktuatif sebagaimana terlihat pada grafik berikut: 81 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

65 Grafik 2.13 Perkembangan Jumlah Produksi Perikanan Tahun Column2 Column Series Sumber data: Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, 2016 Perkembangan produksi perikanan tahun turun ratarata 4.40% per tahun dari sebesar 2.340,39 ton pada tahun 2011 menjadi sebesar 2.237,46 ton pada tahun Namun demikian ada pencapaian target produksi tersebut antara lain ditentukan oleh keberhasilan intensifikasi program perikanan budidaya, adanya program restocking ikan yaitu penebaran benih ikan di perairan umum seperti embung, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani ikan dalam teknis budidaya ikan sehingga kematian ikan dapat ditekan dan akhirnya produksi dapat meningkat. Sedangkan untuk konsumsi ikan per kapita per tahun penduduk Kabupaten Ponorogo, datanya sebagai berikut: 82 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

66 Grafik 2.14 Tingkat Konsumsi Ikan Penduduk Kabupaten Ponorogo Tahun Konsumsi Ikan Sumber data: Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, 2016 Dari data tersebut menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan penduduk Kabupaten Ponorogo masih rendah, yaitu berkisar 12,15 kg/orang/tahun pada tahun 2011 dan meningkat sedikit menjadi 12,50 kg/orang/tahun pada tahun Urusan Pertanian Subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, baik dikala kondisi ekonomi normal maupun saat menghadapi krisis. Tanaman pangan sangat relevan untuk di jadikan pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah yang siap didayagunakan untuk membangun ekonomi adalah sumber daya pertanian tanaman pangan. Begitu juga halnya di Kabupaten Ponorogo,dengan produksi tanaman pangan dijadikan andalan daerah, sehingga peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan harus menjadi prioritas utama. 83 RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Untuk mewujudkan harmonisasi Pembangunan Wilayah di Kabupaten Ponorogo yang dilaksanakan secara sektoral oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

DAFTAR ISI RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................... i DAFTAR TABEL....................................................... iii DAFTAR GAMBAR....................................................

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak, Batas Wilayah, dan Keadaan Alam Provinsi Jawa Timur merupakan satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Provinsi Daerah Khusus

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU 21 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah 211 Aspek Geografi dan Demografi 2111 Aspek Geografi Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas 1.371,78 Km2, penggunaan wilayah Ponorogo sebagaian besar untuk area ke hutanan yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, maksud tujuan dan sasaran, ruang lingkup, serta sistematika pembahasan, yang menjadi penjelasan dasar

Lebih terperinci

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18 ii Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...... ii iii v vi Bab I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang..... 2 1.2 Tujuan Penulisan...... 4 1.3 Manfaat........ 5 Bab II Konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU. 2.1 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU. 2.1 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU 21 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah 211 Aspek Geografi dan Demografi 2111 Aspek Geografi Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18 ii Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...... ii iii v vi Bab I Pendahuluan... 1 1.1 Latar Belakang..... 2 1.2 Tujuan Penulisan...... 4 1.3 Manfaat........ 5 Bab II Konsep dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan

Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN PONOROGO Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN 7 Desember 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN EKONOMI TAHUN 2015 TUMBUH 4,06 PERSEN MELAMBAT SEJAK EMPAT TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kabupaten Bangka Selatan tahun 2015 yang diukur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BOJONEGORO ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT LAPANGAN USAHA (JUTA RUPIAH),

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BOJONEGORO ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT LAPANGAN USAHA (JUTA RUPIAH), KABUPATEN BOJONEGORO ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT LAPANGAN USAHA (JUTA RUPIAH), 2010-2016 A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4 848 847.7 5 422 596.4 6 137 535.9 6 879 709.2 7 610 994.1 8 399 150.1

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 66 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Geografis a. Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu pada posisi

Lebih terperinci

BAB VI ARAHAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN DAN SEBARAN SARANA HYDRANT

BAB VI ARAHAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN DAN SEBARAN SARANA HYDRANT BAB VI ARAHAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN DAN SEBARAN SARANA HYDRANT 6.1 Konsep Sistem Penanggulangan Kebakaran Berdasarkan hasil analisis dalam studi Aplikasi Wilayah Manajamen Kebakaran dan Intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkaan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Topografinya, Kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) zona/klasifikasi

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Jawa Tengah antara lain : 1. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur. 2. Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Jawa Tengah antara lain : 1. Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur. 2. Sebelah Barat : Provinsi Jawa Barat 1 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 5º 4 dan 8º 3 Lintang Selatan dan antara 108º 30 dan 111º 30

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

Hasil Pendaftaran(Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Hasil Pendaftaran(Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus konomi 2016 o.01/06/3502/th.i, 13 Juni 2017 Hasil Pendaftaran(Listing) Usaha/Perusahaan Sensus konomi 2016 Hasil pendaftaran Sensus konomi 2016 (S2016)

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BABULU No Publikasi : 640950.1608 Katalog : 1101002.6409010 Ukuran Buku : 17 cm x 24,5 cm Jumlah Halaman : viii + 12 halaman Naskah : BPS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 01/08/1205/Th. VIII, 16 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN UTARA 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.041 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :

Lebih terperinci

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI

Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI Rencana Kerja P emerintah Daerah Kabupaten Barru Tahun 2015 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen Perencanaan... 5 1.4 Sistematika

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang

Tabel 2.6 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Aceh Tamiang 2.1. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Aceh Tamiang beberapa tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang cukup

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7. Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots) DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Wilayah Sungai Tamiang Langsa II-7 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Jumlah Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 2002-2011 Arah dan Kecepatan Angin Rata-rata (knots)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SINTANG Peningkatan Ekonomi Kerakyatan Melalui Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur Dasar, Sumber Daya Manusia Dan Tata Kelola Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran...

DAFTAR ISI. A. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten Tanggamus B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja C. Realisasi anggaran... DAFTAR ISI HALAMAN BAB 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Sejarah Singkat Kabupaten Tanggamus... 3 D. Gambaran Umum Daerah... 4 E. Sistematika Penyajian... 20 BAB 2 A. Instrumen Pendukung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... Halaman PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016-2021... 1 BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB II PROFIL KEMISKINAN DAERAH

BAB II PROFIL KEMISKINAN DAERAH BAB II PROFIL KEMISKINAN DAERAH A. Kondisi Umum Daerah 1. Pertumbuhan PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menjadi salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun 41 2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.1.2.1.1 Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 55/08/35/Th.XIII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2015 EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II 2015 TUMBUH 5,25 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN II-2014 Perekonomian

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Ponorogo Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Ponorogo Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Ponorogo Tahun 2013 sebanyak 178.908 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Ponorogo Tahun 2013 sebanyak 32 Perusahaan Jumlah perusahaan tidak

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015 BPS KABUPATEN SERDANG BEDAGAI No. 01/10/1218/Th.VII, 10 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015 Pertumbuhan Ekonomi Serdang Bedagai tahun 2015 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu wilayah agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan memerlukan perencanaan yang akurat dari pemerintah. Upaya dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2010 No. 7/10/3171/Th.VII, 1 Oktober 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014 Release PDRB tahun 2014 dan selanjutnya menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

NO KATALOG :

NO KATALOG : NO KATALOG : 1101002.3510210 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WONGSOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510210 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini. Kebutuhan energi listrik suatu daerah semakin tahun terus bertambah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2014 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2014 No. 01/10/Th. XV, Oktober 2015 Perekonomian Kota Jakarta Pusat pada selang waktu 2011-2014 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA 5.1. PEREKONOMIAN MASING-MASING KABUPATEN/KOTA. Nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh aktivitas ekonomi di suatu daerah selama satu tahun sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU

KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN BAPPEDA KOTA BATU KATA PENGANTAR Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Batu tahun 2015 merupakan pemfokusan rencana pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batu pada tahun 2015. Pemfokusan berpedoman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Belitung Timur adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak tanggal 25 Februari

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun VIII-1VIII-1 Komitmen Bupati Mandailing Natal yang akhirnya menjadi visi daerah adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Mandailing Natal yang yang Religius, Mandiri, Sehat dan Sejahtera melalui Peningkatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi

DAFTAR ISI. Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi DAFTAR ISI Hal. Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Gambar... x Daftar Grafik... xi BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan RPJMD dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja atau ukuran kinerja akan digunakan untuk mengukur kinerja atau keberhasilan organisasi. Pengukuran kinerja organisasi akan dapat dilakukan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Sepaku rata-rata 177,2 mm pada tahun 2010 Kecamatan Sepaku memiliki luas 438,50 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2015 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA PUSAT TAHUN 2015 No. 01/10/Th. XVI, Oktober 2016 Perekonomian Kota Jakarta Pusat pada selang waktu 2011-2015 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2015 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. VI, 7 Oktober 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2015 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2015 tumbuh 5,61 persen. Pada tahun 2015, besaran Produk

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TEGOWANU 2016 ISBN : 978-602-6432-10-0 No. Publikasi : 33150.1639 Katalog BPS : 1101002.3315180 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan Tegowanu Penyunting

Lebih terperinci