PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA"

Transkripsi

1 PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Identifikasi Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta Pengendaliannya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Rita Noveriza NIM A

4 RINGKASAN RITA NOVERIZA. Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Identifikasi Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta Pengendaliannya. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, dan UTOMO KARTOSUWONDO. Minyak nilam (patchouli alcohol) yang dihasilkan oleh tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu bahan baku parfum multifungsi yang bernilai tinggi. Namun, didalam proses budidaya dan pengembangan komoditas nilam ini terkendala oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman terutama penyakit. Beberapa penyakit penting nilam yang saat ini sudah tersebar di Indonesia yaitu budok, layu bakteri, penyakit yang ditimbulkan akibat nematoda, penyakit akar putih dan bercak daun dan penyakit mosaikyang disebabkan oleh virus. Penelitian ini bertujuan (1) untuk memetakan keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di daerah sentra produksi nilam Indonesia, (2) untuk mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik, (3) untuk mengidentifikasi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik, (4) untuk mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di lapangan, (5) untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi secara molekuler virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam, (6) untuk menganalisis keragaman genetik virus mosaik isolat nilam, (7) untuk mengetahui kisaran inang virus yang menginduksi gejala mosaik pada tanaman nilam, (8) untuk mengetahui hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik, dan (9) untuk mendapatkan bibit nilam bebas virus dengan metode kultur meristem apikal dan perendaman air panas. Penelitian ini dilakukan melalui survei penyakit di lapangan, percobaan di rumah kaca dan laboratorium, yang terdiri atas: (1) determinasi karakter biologi virus pada tanaman nilam, meliputi: a) pengamatan kejadian penyakit dan keragaman gejala virus pada tanaman nilam di beberapa daerah sentra produksi nilam, b) deteksi virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik secara serologi, c) respon tanaman indikator terhadap infeksi virus, dan d) kajian penularan virus dengan serangga vektor kutudaun; (2) kajian pengaruh infeksi virus terhadap kuantitas dan kualitas beberapa varietas nilam; (3) determinasi karakter molekular Potyvirus, meliputi: penentuan keragaman molekular Potyvirus isolat Indonesia, meliputi: ekstraksi RNA, amplifikasi DNA (RT-PCR), perunutan fragmen gen coat protein (CP) Potyvirus, dan analisis filogenetika; dan (4) pembebasan virus dari tanaman nilam yang terinfeksi melalui kultur meristem apikal dan perendaman setek dalam air panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit mosaik ditemukan terdapat di seluruh sentra produksi nilam di Jawa dan Sumatera. Penurunan produksi terna basah, terna kering, kadar minyak dan patchouli alcohol nilam akibat penyakit ini pada panen pertama berturut-turut mencapai 35%, 40%, 9% dan 5%. Dua spesies kutudaun yaitu Aphis gossypii Glover dan Brachycaudus sp. ditemukan mengkoloni tanaman nilam di seluruh lokasi survei. Berdasarkan uji serologi, Potyvirus ditemukan dominan berasosiasi dengan gejala mosaik tersebut. Kajian kisaran inang dan cara penularan dengan kutudaun menguatkan bahwa virus yang

5 berasosiasi dengan penyakit mosaik tersebut adalah dari kelompok Potyvirus. Identifikasi lebih lanjut dengan melihat sikuen nukleotida bagian 3 terminal dari genom Potyvirus mengungkapkan bahwa spesies Potyvirus tersebut adalah Telosma mosaic virus (TeMV). Virus ini pertama kalinya dilaporkan keberadaannya di Vietnam pada tahun 2008 dan menyebabkan penyakit mosaik pada tanaman Telosma cordata. Saat ini ditemukan menyebabkan penyakit mosaik pada tanaman nilam di Indonesia. Virus ini sangat cepat menyebar ke seluruh pertanaman nilam di Indonesia karena tanaman nilam diperbanyak melalui setek. Teknik kultur meristem apikal berpotensi menghasilkan bibit nilam bebas virus. Eliminasi TeMV pada tiga varietas tanaman nilam (Sidikalang, Lhokseumawe, Tapak Tuan) telah berhasil dilakukan dengan menggunakan teknik kultur meristem apikal. Pada varietas Lhokseumawe, berhasil didapatkan tanaman bebas virus mencapai 90.9% dengan ukuran meristem apikal mm; dan kemudian diikuti oleh varietas Sidikalang dan Tapak Tuan yang berturut-turut sebesar 66.7% dan 33.3%. Namun, perendaman setek batang nilam pada air panas yang bersuhu 50-60⁰C belum mampu mengeliminasi TeMV yang menginduksi gejala mosaik pada tanaman nilam, tetapi dapat memperlambat munculnya gejala. Suhu air panas yang terlalu tinggi mempengaruhi pertumbuhan setek nilam. Daya tumbuh setek ketiga varietas nilam yang direndam pada suhu 50⁰C mencapai kisaran %. Kata Kunci: Nilam, Telosma mosaic virus, Aphis gossypii, kultur meristem apikal, perlakuan air panas.

6 SUMMARY RITA NOVERIZA. Telosma mosaic virus associated with mosaic disease of patchouli plant: Identification and Control Approach. Under direction of GEDE SUASTIKA, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, and UTOMO KARTOSUWONDO. Patchouli oil (patchouli alcohol) produced by patchouli plant (Pogostemon cablin Benth.) is one of the raw materials of high value multifunctional perfume. However, in the process of cultivation and development of this commodities are attacked by plant pest organisms, especially diseases. Some important diseases of patchouli, which is now spread in Indonesia, namely budok, bacterial wilt, diseases caused by nematodes and viruses. This study aimed (1) to map the presence of mosaic disease on patchouli plantation in patchouli production centers of Indonesia, (2) to measure product reduction of patchouli plants due to mosaic disease, (3) to identify viruses associated with mosaic disease, (4) to identify aphid species found colonizing patchouli plants in the field, (5) to molecularly characterize viruses associated with mosaic disease on patchouli, (6) to analyze the genetic diversity among Telosma mosaic virus (TeMV) isolated from patchouli, (7) to determine the host range of TeMV, (8) to determine the relationship of the aphids colonizing patchouli plants with mosaic disease, and (9) to obtain virus-free patchouli seedling by apical meristem culture method and hot water treatment. The results show that the mosaic disease was found in all patchouli production areas of Java and Sumatra and two species of aphids, i.e. Aphis gossypii Glover and Brachycaudus sp. were found colonizing patchouli plants in all survey locations. Due to the mosaic disease, reduction of fresh herbs weight, dry herbs weight, oil content and the patchouli alcohol of patchouli in the first harvest was reached 35%, 40%, 9% and 5%, respectively. Based on the serological test, Potyvirus was found predominantly associated with the mosaic symptoms. Further identification based on nucleotide sequence of coat protein gene revealed that the species of Potyvirus is Telosma mosaic virus (TeMV). Host range and aphid transmission evaluation confirmed the association of Potyvirus with mosaic disease. This paper is the first report of occurence of TeMV in Indonesia. This virus will be easily to spread to any areas because patchouli plants are propagated by stem cuttings. In this study, a technique was also developed to produce virus-free cutting using apical meristem culture and hot water treatment on stem cutting. The patchouli plant has been propagated from apical meristem culture of mm in sizes yielded % virus-free plants. Submersion of patchouli stem cutting in hot water of 50-60⁰C for minutes could not eliminated TeMV. Apical meristem culture technique is potential to produce virus-free cutting of patchouli. Key Words: Patchouli, Telosma mosaic virus, Aphis gossipii, apical meristem culture, hotwater treatment.

7 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8

9 PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA RITA NOVERIZA Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sub Program Studi Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10 Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : Dr. Ir. Supramana, MSi (Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB) : Dr. Ir. Muhamad Djazuli (Staf Peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-Litbang Pertanian, Bogor) Ujian Terbuka : Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi (Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB) : Dr. Ir. Sedyo Hartono (Staf Pengajar Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian UGM)

11

12 PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Identifikasi Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta Pengendaliannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian dan serta segala kesabaran, kritik, saran dan dukungan moral yang sangat besar peranannya dalam terselesaikannya disertasi ini. Terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Badan Litbang Pertanian beserta Jajaran atas penunjukan sebagai petugas belajar dan biaya yang diberikan. Terima kasih disampaikan kepada Pimpinan dan seluruh Staf Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Laboratorium Virologi Tumbuhan dan Laboratorium Taxonomi Serangga atas segala bantuan fasilitas dan penggunaan alat. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Prof. Keiko T. Natsuaki atas segala bantuan fasilitas dan penggunaan alat di laboratorium Tropical Plant Protection, Department of International Agricultural Development di Tokyo University of Agriculture, Jepang. Terima kasih juga kepada temanteman seperjuangan di Forum Wacana Entomologi/Fitopatologi, teman-teman di Forum Komunikasi Petugas Belajar Badan Litbang Pertanian-IPB atas dukungannya kepada penulis. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman di Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB, serta adik-adik mahasiswa S1. Terima kasih disampaikan juga kepada Pimpinan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) berserta jajarannya dan Ketua Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit Balittro atas segala bantuan dan fasilitas serta penggunaan alat. Rasa terima kasih dan penghargaan, penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu serta teman-teman sejawat di Laboratorium Penyakit Balittro atas bantuan, dukungan moral dan semangat kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada suami, Mendrizal Zaini atas doa, pengorbanan, pengertian, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada pernah putus. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi kita semua. Bogor, Januari 2013 Rita Noveriza

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xvi I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 4 Alur Penelitian 5 Daftar Pustaka 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Nilam (Pogostemon cablin Benth.) 8 Sejarah dan Perkembangan Tanaman Nilam 8 Mutu Minyak Nilam 10 Virus pada Tanaman Nilam dan Gejalanya 11 Virus-Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam 11 Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Nilam 12 Karakter Biologi Potyvirus pada Tanaman Nilam 12 Bentuk Partikel dan Genom Potyvirus 12 Kisaran Inang Potyvirus pada Tanaman Nilam 12 Penyebaran dan Penularan Potyvirus pada Tanaman Nilam 12 Deteksi Molekular Potyvirus pada Tanaman Nilam 13 Akibat Infeksi Virus pada Tanaman Nilam 13 Strategi Pengendalian Virus pada Tanaman Nilam 14 Eliminasi Virus dengan Kultur Apikal Meristem 14 Eliminasi Virus dengan Perlakuan Air Panas 14 Varietas Nilam Tahan terhadap Infeksi Virus 15 Daftar Pustaka 16 III. PENYAKIT MOSAIK PADA PERTANAMAN NILAM DAN VIRUS-VIRUS YANG BERASOSIASI Abstrak 20 Abstract 20 Pendahuluan 21 Bahan dan Metode 21 Hasil dan Pembahasan 24 Simpulan 30 Daftar Pustaka 30

14 IV. IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS ASAL NILAM BERDASARKAN RUNUTAN NUKLEOTIDA Abstrak. 32 Abstract 32 Pendahuluan 33 Bahan dan Metode 34 Hasil dan Pembahasan 36 Simpulan 41 Daftar Pustaka 42 V. KISARAN INANG DAN PENULARAN TeMV ASAL NILAM Abstrak 44 Abstract 44 Pendahuluan 45 Bahan dan Metode. 46 Hasil dan Pembahasan 47 Simpulan 51 Daftar Pustaka 51 VI. ELIMINASI TeMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL DAN PERLAKUAN AIR PANAS Abstrak 53 Abstract 53 Pendahuluan 54 Bahan dan Metode 55 Hasil dan Pembahasan 57 Simpulan 62 Daftar Pustaka 62 VII. PEMBAHASAN UMUM 66 VIII. SIMPULAN UMUM DAN SARAN 70 DAFTAR PUSTAKA 71 RIWAYAT HIDUP 87

15 DAFTAR TABEL Halaman 2.1 Produksi terna kering, kadar minyak, produksi minyak, dan kadar 9 patchouli alcohol 2.2 Deskripsi 3 varietas tanaman nilam Karakteristik mutu minyak 3 varietas nilam Frekuensi infeksi virus pada sampel tanaman nilam dengan gejala mosaik dari lokasi yang berbeda berdasarkan metode ELISA Tingkat kejadian infeksi virus di pertanaman di daerah pengambilan sampel di sentra produksi nilam di Indonesia Penurunan bobot terna basah dan berat terna kering dari tiga varietas nilam akibat penyakit mosaik pada pengukuran 6 bulan setelah tanam Penurunan kadar minyak (%) dan kadar patchouli alcohol (%) dari tiga varietas nilam yang terserang penyakit moaik pada pengukuran 6 bulan setelah tanam Kepadatan populasi kutudaun pada beberapa daerah sentra budidaya tanaman nilam di Indonesia Fungsi sepuluh protein yang terdapat dalam struktur genom Potyvirus Daftar virus-virus (Potyvirus) yang digunakan untuk analis sikuen nukleotida Persentase kemiripan sikuen nukleotida (623 bp) sebagian protein selubung (CP) dan 3 UTR Potyvirus yang menginduksi gejala mosaik pada nilam dari Indonesia dan beberapa sikuen Potyvirus ada di GenBank Tingkat kesamaan 11 isolat Potyvirus asal nilam terhadap Telosma mosaic virus (DQ851493) berdasarkan sikuen nukleotida dan asam amino gen CP serta nukleotida daerah 3 UTR Respon berbagai tanaman indikator terhadap infeksi Potyvirus asal tanaman nilam Kondisi pertumbuhan kultur jaringan nilam (varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan) asal meristem apikal dan batang terminal pada media MS yang ditambah BAP 0.5 mg/l Persentase tanaman nilam hasil kultur jaringan meristem apikal yang bebas Potyvirus berdasarkan uji ELISA 58

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1.1 Alur penelitian penyakit mosaik pada tanaman nilam dan identifikasi Potyvirus yang berasosiasi serta pengendaliannya Nilam Jawa (Sumber: Hadipoentyanti) dan Nilam Aceh yaitu Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Sumber: Nuryani, 2005) Kalus dan tunas Nilam (Sumber: Amalia et al. 2008) Karakter morfologi kutudaun tidak bersayap (aptera) yang diamati untuk kunci identifikasi: (A) kepala, (B) kauda dan (C) sifunkulus Variasi gejala mosaik pada daun tanaman nilam yang dikoleksi dari sentra produksi tanaman nilam di Indonesia: (A) dan (B) sampel daun nilam dari Kecamatan Bogor Barat-Bogor, (C) dari Cidolog-Ciamis, (D) Pakenjeng-Garut, (E) Kinali-Pasaman Barat yang terinfeksi Potyvirus, (F) Cicurug-Sukabumi yang terinfeksi Fabavirus (BBWV1), (G) Manoko-Bandung yang terinfeksi Potyvirus, (H) Singkut-Sarolangun,Jambi yang terinfeksi Potyvirus dan Fabavirus, (I) dari Kecamatan Salem-Brebes yang terinfeksi Fabavirus (BBWV2), dan (J) tanaman nilam sehat Bentuk partikel Potyvirus isolat asal Bogor yang diamati dengan mikroskop elektron. Panjang partikel virus berkisar nm (rata-rata dari 40 partikel) dengan rata-rata 914 nm Preparat mikroskopi Aphis gossypii: A. A. gossypii dewasa aptera. B. Kepala (tanda panah). C. Kauda (tanda panah) dan Brachycaudus sp: D. Brachycaudus sp dewasa aptera. E. Kepala (tanda panah). F. Kauda (tanda panah) Genom Potyvirus (~ 10 kb). Tanda panah no. 1 adalah posisi primer CPUP dan tanda panah no. 2 adalah primer CP Visualisasi fragmen DNA dari produk RT-PCR menggunakan primer degenerate spesifik coat protein (CP) dan 3 UTR (CPUP&CP9502) pada elektroforesis gel agarose 1%. M= DNA marker100 bp; (1) kontrol negatif; (2) kontrol positif Potyvirus (ChiVMV); (3) sampel daun dari Pasaman; (4) Ciamis; (5) Garut; (6) Bogor; (7) Manoko; (8) Cicurug; (9) Gunung Bunder; dan (10) Jambi Pohon filogeni Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia [CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, BGR01, BGR02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dan hubungannya dengan anggota kelompok Potyvirus lainnya [Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virusisolat Beijing (WiVMV), Wild potato mosaic virus (WiPMV)]. Analisa didasarkan pada metoda Neighbor Joining dengan nilai ulangan bootstrapnya menggunakan program Mega

17 4.4 Susunan asam amino (134 aa) gen CP Potyvirus asal tanaman nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dengan beberapa gen CP Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virus isolat Beijing (WiVMV),Wild potato mosaic virus (WiPMV), Turnip mosaic virus (TuMV1), Potato virus Y (PVYgp), dan Plum pox virus (PPVgp)] dari GenBank. Area konservasi tinggi pada gen CP Potyvirus (warna merah) Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode puasa pra-akuisisi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI) Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode waktu makan inokulasi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI) Pertumbuhan tunas meristem apikal dan batang terminal nilam (9 minggu setelah transplan) pada media MS yang ditambah BAP 0.5 mg/l: A.varietas Sidikalang, B. varietas Lhokseumawe, C. varietas Tapak Tuan. Sebagai pembanding adalah varietas Sidikalang yang berasal dari eksplan batang terminal (D) Daya tumbuh dan tinggi setek batang nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan setelah perlakuan perendaman air panas pada tiga tingkat suhu (A= 50⁰C, B= 55⁰C, C= 60⁰C) dan tiga tingkat waktu perendaman (1= 10 menit, 2= 20 menit, 3= 30 menit). Sebagai pembanding adalah setek batang nilam tanpa perlakuan air panas (K). Pengukuran dilakukan 2 bulan setelah perlakuan air panas 59

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Susunan nukleotida (683 bp) sebagian gen protein selubung (CP) dan 3 UTR Potyvirus asal tanaman nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01], beberapa Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virus isolat Beijing (WiVMV), dan Wild potato mosaic virus (WiPMV)] dari GenBank Susunan nukleotida (249 bp) daerah 3 UTR Potyvirus asal tanaman nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dengan Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1), DQ851493] 85

19 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari 50% total ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar dipasaran dunia dengan kontribusi 80-90%. Ekspor Indonesia berfluktuasi dengan laju peningkatan ekspor sekitar 12% per tahun atau kisaran antara 700 dan ton minyak nilam per tahun. Sementara itu, kebutuhan dunia berkisar ton dengan pertumbuhan 5% per tahun (PDIP 2010). Sebagian besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida (Dummond 1960, Robin 1982, Mardiningsih et al. 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan aromaterapi, minyak nilam juga menjadi salah satu pilihan bahan aromaterapi, karena diketahui bermanfaat untuk penyembuhan fisik maupun mental. Selain itu, minyak nilam juga digunakan sebagai bahan fiksatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso 2000). Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam (Pogostemon cablin Benth.) yang dibedakan dari karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak serta ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Jenis nilam tersebut adalah nilam Aceh, nilam Kembang dan nilam Jawa atau Sabun. Varietas unggul nilam yang dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang dikembangkan dari jenis nilam Aceh adalah Tapak Tuan (unggul dalam hal produksi dan kadar patchouli alcohol), Lhokseumawe (kadar minyaknya tinggi), dan Sidikalang (agak tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda) (Nuryani, 2005). Pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yang tersebar di 12 propinsi, sekitar 50% berada di Sumatera (Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung) dan 50% lainnya berada di Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur). Akhir-akhir ini tanaman nilam juga dikembangkan di Kalimantan Tengah (Barani 2008). Pada tahun , luas areal pertanaman nilam meningkat pesat dengan rata-rata peningkatan sebesar 12.98%. Bahkan pada tahun 2002 terjadi peningkatan luas areal nilam mencapai % dibandingkan tahun sebelumnya (PDIP 2010). Namun peningkatan luas areal ini tidak sejalan dengan perkembangan produktivitas nilam. Produktivitas dan mutu minyak nilam Indonesia masih sangat rendah dengan kadar minyak 1 2% (Rusli et al. 1993). Pada tahun 2004 produktivitas nilam Indonesia sekitar kg/ha/tahun, tetapi tahun berikutnya turun menjadi kg/ha/tahun dan pada tahun 2006 meningkat hingga kg/ha/tahun. Level produktivitas yang cukup tinggi tidak dapat dipertahankann dan menurun lagi menjadi kg/ha/tahun pada tahun 2007 dan kg/ha/tahun pada tahun Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas dan mutu nilam Indonesia rendah. Selain masalah teknologi, faktor lain adalah budidaya yang tidak intensif, hama dan penyakit, bibit yang buruk, juga cara penanganan bahan baku dan penyulingan minyak nilam yang masih jauh dari sempurna (PDIP 2010).

20 2 Salah satu faktor penyebab penurunan produktivitas tanaman nilam karena adanya infeksi patogen penyebab penyakit. Beberapa penyakit penting nilam yang saat ini sudah tersebar di Indonesia yaitu budok, layu bakteri, penyakit yang ditimbulkan akibat nematoda, akar putih dan bercak daun (Nurawan 2008), dan penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus (Sukamto et al. 2007). Tanaman nilam di Jepang dan Taiwan, dilaporkan terinfeksi oleh Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) genus Fabavirus, Patchouli motle virus (PaMoV) genus Potyvirus (Natsuaki et al. 1994) dan di Brazil diinfeksi oleh Patchouli virus X (PatVX) genus Potexvirus (Meissner Filho et al. 2002) dan Tobacco necrosis virus (TNV) genus Necrovirus (Gama et al. 1982); sedangkan di India diinfeksi oleh Peanut stripe virus (PStV) genus Potyvirus (Singh et al. 2009). Tanaman nilam di Indonesia (daerah Bogor dan Cianjur) dilaporkan terinfeksi oleh virus yang termasuk golongan Potyvirus dan CMV, tetapi tidak terinfeksi Potexvirus (Sukamto et al. 2007). Menurut hasil penelitian Hartono (2008), tanaman nilam di Jawa Tengah juga terinfeksi oleh Bean common mosaic virus (BCMV) strain Peanut stripe virus (PstV). Di India, kejadian penyakit mosaik pada tanaman nilam mencapai 76% (Sastry dan Vasanthakumar 1981). Sedangkan di Indonesia dilaporkan bahwa kejadian penyakit mosaik berkisar antara 53-73%. Penyakit ini tersebar baik pada pertanaman nilam didataran rendah maupun pergunungan (Sumardiyono et al. 1995). Penyakit mosaik juga ditemukan pada pertanaman nilam Kembang (P. heyneanus Benth.) di Jawa Tengah dengan intensitas penyakit sangat tinggi (Sumardiyono 1991). Berdasarkan hasil penelitian Sugimura et al. (1995), PaMMV (Fabavirus) dan PaMoV (Potyvirus) dapat menurunkan produksi tanaman nilam sebesar 35% dan kadar patchouli alcohol sebesar 2%. Fabavirus dan Potyvirus adalah kelompok virus yang secara alami dapat ditularkan dan disebarkan oleh kutudaun (Hampton et al. 2005). Namun demikian, cara penyebaran utama virus tersebut yang terjadi di lapangan adalah melalui bahan tanaman yang terinfeksi. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian penyakit mosaik pada tanaman nilam di daerah-daerah sentra produksi nilam di Indonesia (Sastry dan Vasanthakumar 1981, Hartono dan Subandiyah 2006) sehingga penggunaan bibit yang sehat menjadi sangat penting dalam pengendalian virus pada tanaman nilam. Bila menggunakan bahan tanaman yang bebas dari infeksi virus sebagai sumber bibit, diharapkan tanaman yang dibudidayakan dapat berproduksi sesuai potensi genetiknya. Untuk mendapatkan tanaman bibit yang bebas virus perlu dilakukan usaha eliminasi virus dari tanaman terinfeksi. Pada berbagai jenis tanaman dilaporkan telah berhasil dilakukan eliminasi virus melalui beberapa metode, diantaranya kultur meristem (Singh et al. 2009), perlakuan pemanasan (Damayanti et al. 2010), dan penggunaan antiviral sintetik (Budiarto et al. 2008). Selain itu, belum ada laporan tentang bagaimana kejadian penyakit mosaik pada tanaman nilam di sentra produksi nilam di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi virus, serta kerugian yang diakibatkan penyakit tersebut. Oleh sebab itu, penelitian mengenai pemetaan keberadaan penyakit mosaik di lapangan, identifikasi virus penyebab penyakit melalui pengujian kisaran inang, deteksi dan identifikasi virus penyebab penyakit melalui kajian serologi, kajian karakter molekuler virus dengan RT-PCR dan perunutan nukleotida sangat penting

21 3 dilakukan dalam usaha untuk mengetahui virus dominan yang menginfeksi tanaman nilam dan usaha untuk mendapatkan teknik pengendaliannya. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut: 1. Memetakan keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di daerah sentra produksi nilam di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat, dan Jawa Tengah). 2. Mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik. 3. Mendeteksi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik. 4. Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi secara molekuler virus yang dominan berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam. 5. Menganalisis keragaman genetik TeMV isolat nilam. 6. Mengetahui kisaran inang TeMV isolat nilam. 7. Mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di lapangan. 8. Mengetahui hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik. 9. Mendapatkan bibit nilam bebas virus dengan metode kultur meristem apikal dan perendaman air panas. Hipotesis 1. Penyakit mosaik sudah tersebar di seluruh sentra produksi nilam di Indonesia. 2. Infeksi virus penyebab penyakit mosaik menurunkan produksi dan kadar minyak nilam. 3. Terdapat beberapa jenis virus dan kutudaun yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam. 4. TeMV isolat nilam Indonesia mempunyai karakter yang berbeda dengan isolat virus dari belahan lain dunia. 5. Terdapat beberapa varian dalam populasi genetik TeMV pada pertanaman nilam Indonesia. 6. TeMV isolat nilam Indonesia mempunnyai kisaran inang yang berbeda dengan isolat virus dari negara lain. 7. Ada hubungan antara kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik, 8. Jaringan meristem apikal tanaman nilam sakit masih bebas dari virus yang menginfeksi jaringannya. 9. Virus mosaik dapat diinaktifkan melalui perlakuan air panas pada suhu yang setinggi-tingginya yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan tanaman nilam. Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya virus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam, vektor yang menularkan penyakit dan persentase penurunan biomas serta kadar minyak nilam akibat penyakit mosaik ini dan juga teknik eliminasi virus

22 4 untuk mendapatkan bibit nilam sehat bebas virus, maka diharapkan dapat memberikan informasi kepada para petani nilam dalam usaha untuk mencegah penyebaran penyakit mosaik pada pertanaman nilam serta meningkatkan kesejahteran petani nilam. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui survei lapangan, percobaan di rumah kaca dan laboratorium, yang terdiri atas: 1. Determinasi karakter biologi Potyvirus pada tanaman nilam, meliputi: a) pengamatan kejadian infeksi virus dan keragaman gejala virus pada tanaman nilam di beberapa daerah sentra produksi nilam; b) deteksi virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik secara serologi; c) respon tanaman indikator terhadap infeksi virus; dan d) kajian penularan virus dengan serangga vektor kutudaun. 2. Kajian pengaruh infeksi virus terhadap kuantitas dan kualitas beberapa varietas nilam. 3. Determinasi karakter molekuler TeMV, meliputi: penentuan keragaman molekuler TeMV isolat nilam Indonesia, meliputi: ekstraksi RNA, amplifikasi DNA (RT-PCR), perunutan fragmen nukleotida gen coat protein (CP) TeMV, dan analisis filogenetika. 4. Pembebasan virus dari tanaman nilam yang terinfeksi melalui kultur meristem apikal dan perendaman setek dalam air panas. Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.1

23 Gambar 1.1 Alur penelitian penyakit mosaik pada tanaman nilam dan identifikasi Telosma mosaic virus yang berasosiasi serta pengendaliannya. 5 5

24 6 Daftar Pustaka Barani AM Strategi pengembangan nilam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm Budiarto K, Sulyo Y, Rahardjo IB, Pramanik S Pengaruh durasi pemanasan terhadap keberadaan Chrysanthemum Virus-B pada tiga varietas Krisan terinfeksi. J. Hort. 18(2): Damayanti TA, Putra LK, Giyanto Hot water treatment of cutting cane infected with Sugarcane streak mosaic virus (SCSMV). J. ISSAAS 16(2): Dummond HM Patchouli oil. Journal of Perfumery and Essential Oil Record. : Gama MICS, Kitajima EW, Lin MI Properties of a tobacco necrosis virus isolate from Pogostemon patchouli in Brazil. Phytopatology 72: Hampton RO, Jensen A, Hagel GT Attributes of Bean yellow mosaic potyvirus transmission from clover to snap beans by four species of aphids (Homoptera: Aphididae). J. Econ. Entomol. 98(6): Hartono S, Subandiyah S Pemurnian dan deteksi serologi Patchouli mottle virus pada tanaman nilam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 12(2): Hartono S Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.Tidak dipublikasi. Ibnusantosa G Kemandegan pengembangan minyak atsiri Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar Pengusahaan Minyak Atsiri Hutan Indonesia. Bogor, 23 Mei Fakultas Kehutanan IPB Darmaga. Bogor. Mardiningsih TL, Triantoro SL, Tobing, Rusli S Patchouli oil product as insect repellent. Indust. Crops. Res. Journal 1(3): Meissner Filho PE, Resende R de O, Lima MI, Kitajima EW Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann. Appl. Biol. 141: Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78: Nurawan A Masalah Penyakit Nilam, Pengendalian dan Kerugian yang ditimbulkan. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm Nuryani Y Pelepasan Varietas Unggul Nilam. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 11(1):1-3. [PDIP] Pusat Data Informasi Pertanian Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

25 Robin SRJ Selected market for the essential oils of patchouli and vetiver. Tropical Product Institute Ministry of Overseas Development. Great Britain G. 167:7-20. Rusli S, Hobir, Hamid A, Asman A, Sufiani S, Mansyur M Evaluasi Hasil Penelitian Minyak Atsiri. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sastry KS, Vasanthakumar T Yellow mosaic of patchouli (Pogostemon patchouli) in India. Current Science 50(17): Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, and Zaldi AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli plants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases and Protection 116(1): 2-6. Sugimura Y, Padayhag BF, Ceniza MS, Kamata N, Eguchi S, Natsuaki T, Okuda S Essential oil production increased by using virus free patchouli plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathology 44: Sukamto, Rahardjo IB, Sulyo Y Detection of potyvirus on patchouli plant (Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta 7-9 November ISMECRI. Bogor. hlm Sumardiyono YB Sifat fisik dan biologi virus pada tanaman nilam (Pogostemon sp.). Yogyakarta (ID): Lembaga Penelitian UGM. Sumardiyono YB, Sulandari S, Hartono S Penyakit mosaik kuning pada nilam (Pogostemon cablin). Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta,6-8 September Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta. hlm

26 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Sejarah dan Perkembangan Tanaman Nilam Tanaman nilam yang umum dibudidayakan sebagai penghasil minyak atsiri yaitu nilam Aceh atau dengan nama Latin, Pogostemon cablin Benth. Tanaman ini merupakan anggota Keluarga Labiatae atau Lamiaceae. Tanaman nilam Aceh diduga berasal dari Filipina (DBPP 2004). Budidaya nilam dilaporkan telah mulai dilakukan di Jawa pada tahun 1895 dengan bahan tanaman dari Singapura, meskipun jenisnya tidak diketahui, dan pada tahun 1909 nilam mulai ditanam di Aceh (Ahmed 2002). Sampai saat ini, Aceh Selatan dan Tenggara masih menjadi sentra nilam terluas di Indonesia, meskipun masih didominasi oleh perkebunan rakyat berskala kecil (DBPP 2004). Di Indonesia terdapat 3 jenis nilam yaitu Kembang (P. heyneanus BTH.), Jawa atau Sabun (P. hortensis Back), dan Aceh (P. cablin Benth.) yang dibedakan berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak serta ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Nilam Jawa dan Kembang diduga berasal dari India dan pertama kali ditanam di Banten (Jawa Barat). Nilam Jawa dan Kembang umumnya dipakai secara tradisional, sedangkan nilam Aceh merupakan komoditi ekspor terkenal yang memiliki kualitas minyak tinggi. Nilam Aceh memiliki kadar minyak >2.5% (Sudarmono 2008). Daerah sentra pertanaman nilam tersebar di wilayah Indonesia mencakup Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, dan berkembang di Lampung, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Tengah. Di Jawa Barat, tanaman nilam telah dikembangkan di beberapa daerah seperti Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Bandung, Kuningan dan Majalengka, baik oleh swasta maupun melalui dukungan dinas terkait (misalnya Dinas Koperasi & UKM dan Dinas Perindag) dengan pertumbuhan yang cukup memuaskan (Roni 2003). Berdasarkan rata-rata produksi minyak nilam Indonesia lima tahun terakhir ( ), sentra produksi minyak nilam Indonesia terdapat di 5 provinsi dengan kontribusi kumulatif mencapai 81.87% yaitu Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah dan Jawa Barat (PDIP 2010). Tanaman nilam yang dibudidayakan petani umumnya tidak jelas asal usulnya (disebut jenis lokal) sehingga produksinya masih rendah. Di Kabupaten Ciamis, tanaman nilam jenis lokal lebih unggul dari beberapa varietas yang dilepas, tetapi dibeberapa lokasi lain keunggulannya tidak tampak sehingga jenis lokal Ciamis dapat dianggap unggul lokal (Nuryani 2006). Beberapa varietas unggul sudah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kualitas minyak (Gambar 2.1).

27 9 Lhokseumawe Nilam Jawa Tapak Tuan Tapak Sidikalang Gambar 2.1 Nilam Jawa (Sumber: Hadipoentyanti, tidak dipublikasikan) dan Nilam Aceh yaitu Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Sumber: Nuryani 2005). Balittro telah berhasil mengembangkan varietas unggul nilam dari nilam Aceh yaitu Tapak Tuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang (Nuryani 2006), yang sudah mulai dikembangkan dilapangan adalah Sidikalang. Varietas Tapak Tuan produksi terna kering, produksi minyak dan kadar patchouli alcohol paling tinggi, tetapi kadar minyaknya paling rendah (2.83%). Lhoksemawe memiliki kandungan kadar minyak tinggi (3.21%) tetapi tidak tahan penyakit layu bakteri dan nematoda. Sedangkan Sidikalang memiliki kandungan minyak tidak terlalu tinggi (2.89%), tetapi agak tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda (Tabel 2.1 dan 2.2). Dari ketiga varietas tersebut masingmasing mempunyai keunggulan yang berbeda-beda, sehingga dalam pemilihan varietas disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat (Nuryani 2005). Tabel 2.1 Produksi terna kering, kadar minyak, produksi minyak, dan kadar patchouli alcohol. Varietas Kadar Produksi terna Kadar minyak Produksi patchouli kering (t/ha) (%) minyak (kg/ha) alkohol (%) Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang Sumber : Nuryani 2005

28 10 Tabel 2.2 Deskripsi varietas unggul nilam Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Varietas 1 Varietas 2 Varietas 3 No Seleksi Asal Tapak Tuan (NAD) Lhok Seumawe (NAD) Sidi Kalang (Sumut) Tinggi tanaman (cm) Warna batang muda Ungu Ungu Ungu Warna batang tua Hijau keunguan Ungu kehijauan Ungu kehijauan Bentuk batang Persegi Persegi Persegi Percabangan Lateral Lateral Lateral Jumlah cabang primer Jumlah cabang sekunder Panjang cabang primer (cm) Panjang cabang sekunder (cm) Bentuk daun Delta, bulat telur Delta, bulat telur Delta, bulat telur Pertulangan daun Menyirip Menyirip Menyirip Warna daun Hijau Hijau Hijau keunguan Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Jumlah daun/cabang primer Ujung daun Runcing Rucing Runcing Pangkal daun Rata, membulat Datar, membulat Rata, membulat Bulu daun Bergerigi ganda Bergerigi ganda Bergerigi ganda Banyak, lembut Banyak, lembut Banyak, lembut Produksi terna segar (ton/ha) Produksi minyak (kg/ha) Kadar minyak (%) Kadar patchouli alcohol (%) Ketahanan terhadap patogen: Meloidogyne incognita Sangat rentan Rentan Agak rentan Pratylenchus bracyurus Sangat rentan Agak rentan Agak rentan Radhopolus similis Rentan Rentan Agak rentan Ralstonia solanacearum Rentan Rentan Agak tahan Usul Nama Tapak Tuan 0012 Lhok Seumawe 0007 Sumber : Nuryani 2005 Sidi Kalang 0013 Mutu Minyak Nilam Mutu nilam ditentukan oleh sifat fisika-kimia minyaknya. Faktor yang paling menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli alcohol (PA). PA merupakan komponen terbesar (50-60%) dari minyak atsiri nilam (Walker 1969) dan memberikan bau (odour) yang khas pada minyak nilam, karena antara lain mengandung nor-patchoulene (Trifilief 1980). Pada ketiga varietas nilam unggul, kadar PAnya >30% dan merupakan syarat minimum untuk diekspor. Tapak Tuan mempunyai kadar PA yang tertinggi (33.31%) (Tabel 2.1). Hasil analisis mutu ketiga varietas nilam, semuanya telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) (Tabel 2.3).

29 11 Tabel 2.3 Karakteristik mutu minyak varietas unggul nilam Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang Warna Kuning muda Kuning muda Kuning muda Sumber : Nuryani 2006 Berat Jenis (25ºC) Indek bias (25ºC) Putaran optik Kelarutan dalam alkohol (90%) Bilangan asam (%) Bilangan ester (%) Kadar PA : : : Virus pada Tanaman Nilam dan Gejalanya Virus merupakan submikroorganisme yang sangat sederhana, tersusun dari rangkaian asam nukleat (RNA atau DNA) yang bersifat infeksius dengan diselubungi oleh mantel protein (coat protein). Secara umum virus tanaman hanya dapat hidup di dalam sel-sel tanaman yang hidup, meskipun beberapa virus tertentu seperti Tobacco mosaic virus (TMV) bersifat sangat stabil dan mampu bertahan dalam keadaan inaktif pada daun tembakau sakit yang sudah kering (Agrios 2005). Virus-Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam Di Brazil, pertama kali dilaporkan adanya infeksi Tobacco Necrosis Virus (TNV) pada tanaman nilam, yang merupakan anggota genus Necrovirus (Gama et al. 1982). Dua puluh tahun kemudian, ditemukan adanya infeksi Potato virus X (PatVX) merupakan anggota genus Potexvirus. Virus ini ditemukan menginfeksi pertanaman nilam di Agronomic Institute of Campinas, Brazil (Meissner Filho et al. 2002). Pada pertanaman nilam yang dikembangkan dilahan percobaan di Jepang dan Taiwan, ditemukan adanya gejala penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus. Berdasarkan hasil identifikasi, tanaman nilam tersebut terinfeksi oleh campuran dua jenis virus yaitu Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) merupakan anggota genus Fabavirus dan Patchouli mottle virus (PaMoV) merupakan anggota genus Potyvirus. Persentase intensitas penyakit yang disebabkan oleh kedua virus tersebut sangat tinggi (Natsuaki et al. 1994). Pada tahun 2002, dilaporkan adanya infeksi virus Peanut stripe potyvirus (PStV) merupakan anggota genus Potyvirus di India. Virus ini ditemukan menginfeksi tanaman nilam pada lahan Chandpur di Institute of Bioresource Technology (IHBT) kampus Palampur di India (Singh et al. 2009). Virus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam di Indonesia adalah Cucumber mosaic virus (CMV) dan Potyvirus yang terdeteksi dari sampel tanaman nilam asal Cianjur dan Bogor (Sukamto et al. 2007). Kemudian tanaman nilam di Jawa Tengah dilaporkan terinfeksi oleh Bean common mosaic virus strain PStV (Hartono 2008). Tanaman nilam Kembang (P. heyneanus) di Jawa Tengah dilaporkan juga terinfeksi virus dengan intensitas penyakit yang tinggi

30 12 (Sumardiyono 1991). Infeksi virus-virus tersebut menunjukkan gejala yang berbeda pada daun tanaman nilam. Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Nilam Virus dapat menginfeksi tanaman nilam secara sendiri-sendiri (infeksi tunggal) atau secara bersama-sama dengan virus lain (infeksi ganda). Dua jenis virus (PaMoV dan PaMMV) ditemukan secara bersamaan menginfeksi tanaman nilam di Jepang. Infeksi ganda menyebabkan gejala lebih berat jika dibandingkan infeksi tunggal. PaMMV menginduksi gejala mosaik lemah (mild mosaic), sedangkan PaMoV menginduksi belang lemah (mild mottling) (Natsuaki et al. 1994). Infeksi CMV, BCMV strain PStV dan PStV dapat menginduksi gejala mosaik pada nilam di India dan Indonesia (Singh et al. 2009, Sukamto et al. 2007, Hartono 2008). Karakter Biologi Potyvirus pada Tanaman Nilam Bentuk Partikel dan Genom Potyvirus PaMoV dan PStV tergolong ke dalam genus Potyvirus, famili Potyviridae. Berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop elektron, Potyvirus terdiri dari satu partikel berbentuk batang lentur dengan panjang antara nm dengan diameter 12 nm (Agrios 2005). Menurut Natsuaki et al. (1994), partikel PaMoV berbentuk batang lentur dengan panjang kurang lebih 760 nm. Genom Potyvirus adalah RNA tunggal positif, berukuran kurang lebih 10 kb dan satu subunit coat protein (Agrios 2005). Kisaran Inang Potyvirus Pengujian kisaran inang PaMoV telah dilakukan oleh Sumardiyono et al. (1995). Infeksi PaMoV menyebabkan gejala bercak nekrosis pada C. amaranticolor dan Gomprena globosa, dan menyebabkan gejala mosaik pada Nicotiana tabacum var. Samsun, N. glutinosa, dan Vigna unguiculata. Di lain pihak, infeksi PaMoV tidak menyebabkan gejala pada tanaman N. glauca, Physalis floridana, Tetragonia expansa, Phaseolus radiatus, Vicia faba dan Datura stramonium. Hasil ini mirip dengan hasil pengujian kisaran inang strain PaMoV isolat dari Jepang. Menurut Natsuaki et al. (1994), PaMoV secara mekanis ditularkan dari nilam ke C. quinoa, T. expansa dan Sesamum indicum L., menyebabkan gejala lesion sistemik, dan ke C. amaranticolor dan G. globosa menyebabkan gejala lesion lokal. Delapan belas spesies tanaman lain pada 7 famili termasuk Labiatae, tahan terhadap PaMoV seperti Spinacia oleracea, Phaseolus vulgaris cvs. Top Crops dan Masterpiece; Vigna sesquipedalis; Brassica campestris cv. Komatsuna; Cucumis sativus, Perilla frutescens; Mentha spicata; Salvia splendens; Vinca rosea; Lucopersicon esculentum; Nicotiana glutinosa; N. clevelandii; N. tabacum cvs. Burley 21, Samsun dan Xanthi-nc; Petunia X hybrida; Lactuca sativa; dan Zinnia elegans. Penyebaran dan Penularan Potyvirus pada Tanaman Nilam Infeksi virus pada umumnya bersifat sistemik, bergerak dari sel ke sel melalui plasmodesmata dan secara pasif bersama asimilat melalui jaringan

31 13 pembuluh. Hal ini berarti bahwa virus tersebar ke seluruh jaringan tanaman dan mampu melakukan perbanyakan (multiplikasi). Multiplikasi RNA/DNA dan mantel proteinnya terjadi secara terpisah yang pada akhirnya akan bersatu membentuk partikel virus baru. Multiplikasi virus pada umumnya terjadi dalam jaringan-jaringan muda yang aktif melakukan metabolisme (Agrios 2005). Infeksi, penyebaran dan penularan Potyvirus pada tanaman melalui berbagai cara yaitu pelukaan halus, bibit tanaman terinfeksi, dan serangga vektor. Potyvirus adalah kelompok virus yang secara alami dapat ditularkan dan disebarkan oleh kutudaun (Hampton et al. 2005). Penularan virus melalui serangga vektor pada pertanaman nilam di India adalah 27% (Sastry dan Vasanthakumar 1981). Namun demikian, cara penyebaran utama virus tersebut yang terjadi di lapangan adalah melalui bahan tanaman yang terinfeksi. Perbanyakan tanaman nilam dari tanaman yang terinfeksi tanpa adanya seleksi, merupakan salah satu penyebab utama tingginya kejadian penyakit pada pertanaman nilam di India (Sastry dan Vasanthakumar 1981) dan di Indonesia (Hartono dan Subandiyah 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari setek nilam yang ditanam di lapangan, setek dinyatakan terinfeksi oleh virus. Persentase kejadian penyakit mencapai 89% (Sastry dan Vasanthakumar 1981). Deteksi Molekuler Potyvirus pada Tanaman Nilam Di India, amplifikasi cdna dari sampel tanaman nilam yang terinfeksi PStV secara molekuler berhasil dilakukan melalui teknik reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) dan Immunocapture-RT-PCR (IC-RT- PCR). Teknik RT-PCR ini menggunakan satu pasang primer degenerate CP9502 (5 -GCGGATCCTTTTTTTTTTTTTTTTT-3 ) spesifik untuk bagian 3 UTR genom Potyvirus dan CPUP (5 - TGAGGATCCTGGTGYATHGARAAYGG-3, where Y = C/T, H = A/T/C, R = A/G), spesifik untuk wilayah coat protein (CP) Potyvirus (Singh et al. 2009). Akibat Infeksi Virus pada Tanaman Nilam Dalam budidaya tanaman, virus merupakan salah satu penyebab penyakit tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti baik secara kualitas maupun kuantitas produksi. Infeksi virus PaMMV dapat menurunkan produksi dan kadar minyak nilam berturut-turut mencapai 35% dan 2% (Sugimura et al. 1995). Pada daun tanaman nilam terdapat kelenjer minyak, tempat diproduksinya minyak nilam. Menurut Sandes et al. (2012), minyak atsiri nilam dihasilkan pada kelenjer yang terdapat pada bagian mesofil daun. Minyak nilam terdiri atas 24 jenis senyawa sesquiterpene (Deguerry et al. 2006). Menurut Maeda et al. (1999), penyebab menurunkan kadar minyak pada tanaman yang terinfeksi virus karena siklus sesquiterpene pada kelenjer minyak mesofil terganggu oleh keberadaan virus. Pada jaringan tanaman yang terinfeksi Potyvirus akan ditemukan badan inklusi yang berbentuk silindris dan cakram yang merupakan hasil agregasi protein virus (Agrios 2005). Tipe badan inklusi yang sama juga ditemukan pada sitoplasma sel sekretori dari kelejer mesofil daun nilam (Maeda et al. 1999).

32 14 Badan inklusi silindris dan seperti cakram juga ditemukan pada sel daun tanaman nilam yang terinfeksi PaMoV (Natsuaki et al. 1994). Strategi Pengendalian Virus pada Tanaman Nilam Cara yang efektif dilakukan dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus adalah pemusnahan tanaman yang terinfeksi. Namun demikian, cara ini akan berakibat berkurangnya koleksi plasma nutfah tanaman yang dimiliki, sehingga diperlukan upaya pengendalian melalui eliminasi patogen (Barahima 2003). Pada berbagai jenis tanaman dilaporkan telah berhasil dilakukan eliminasi virus melalui beberapa metode, diantaranya kultur meristem (Singh et al. 2009), perlakuan pemanasan (Damayanti et al. 2010), dan penggunaan antiviral sintetik (Budiarto et al 2008). Menurut Gunaeni dan Karjadi (2008), kosentrasi antiviral yang tinggi dapat mengeliminasi virus pada jaringan tanaman yang terinfeksi, tetapi konsentrasi antiviral (ribavirin) yang tinggi dapat menghambat pembentukan daun pada plantlet. Eliminasi Virus dengan Kultur Meristem Apikal Teknik kultur jaringan sangat membantu dalam usaha mengeliminasi patogen sistemik terutama virus. Perbanyakan tanaman dengan metode menggunakan bagian tanaman atau jaringan yang tidak mengandung patogen yaitu bagian meristem. Kemudian, jaringan tersebut ditumbuhkan pada media kultur untuk mendapatkan tanaman yang lengkap dan sehat. Pada tanaman kentang, teknik ini telah dikembangkan oleh para peneliti sebagai salah satu metode untuk mengeliminasi virus (Quak 1972). Teknik ini juga telah dilakukan pada tanaman nilam yang terinfeksi oleh PaMMV oleh Sugimura et al. (1995). Klon nilam yang bebas virus telah diperbanyak secara kultur meristem apikal dan dikembangkan di lapangan dapat meningkatkan biomas daun dan kadar minyak nilam yang dihasilkan. Penggunaan bibit bebas Potyvirus dapat menekan sumber inokulum sehingga dapat mengurangi laju infeksi pada tanaman nilam di lapangan. Eliminasi dengan Perlakuan Air Panas Dalam beberapa tahun terakhir, perlakuan panas (heat treatment) menjadi metode yang umum digunakan untuk memproduksi propagasi tanaman yang bebas virus, viroid dan fitoplasma (Hadidi et al. 1998). Banyak virus yang dapat dieliminasi dari tanaman inangnya dengan cara heat treatment. Awalnya perlakuan panas diperlakukan pada keseluruhan tanaman pada suhu konstan yang berkisar dari 35-40ºC. Meskipun banyak tanaman yang mati setelah mendapatkan perlakuan ini, beberapa tanaman yang bertahan dapat menjadi tanaman yang bebas virus. Bagian tanaman dorman yang biasa digunakan adalah biji, umbi dan tunas. Secara umum bagian tanaman tersebut lebih tahan terhadap suhu tinggi dari pada jaringan tanaman lainnya. Setelah beberapa tahun, metode heat treatment dimodifikasi, yaitu dikombinasikan dengan kultur meristem apikal untuk memperbesar peluang mendapatkan tanaman bebas virus. Perlakuan panas dapat dilakukan dengan penggunaan air panas (hot water treatment) maupun udara panas (hot air treatment). Perlakuan air panas dengan

33 15 waktu yang lebih singkat lebih sering digunakan daripada perlakuan udara panas. Selain menyebabkan terjadinya dehidrasi tanaman, perlakuan udara panas kurang efektif dibandingkan perlakuan air panas. Perlakuan air panas umumnya diperlakukan pada bagian tanaman dorman seperti biji, maupun tunas. Namun untuk tanaman yang sedang tumbuh lebih sering digunakan perlakuan udara panas pada suhu 35-40ºC selama beberapa hari atau beberapa minggu (Hadidi et al. 1998). Perlakuan panas in vivo menghambat replikasi virus di dalam tanaman, translokasi virus, dan proses-proses dalam tanaman. Perlakuan panas dengan suhu diatas 37ºC mampu menghambat multiplikasi banyak virus, merusak movement protein yang sangat berperan dalam transportasi virus dalam tanaman, serta merusak coat protein virus yang juga berperan dalam translokasi sistemik virus dalam tanaman (Hadidi et al. 1998). Perlakuan panas in vivo tidak hanya berpengaruh terhadap virus di dalam tanaman, tetapi juga menghambat proses fotosintesis, meningkatkan respirasi gelap, dan mereduksi translokasi karbohidrat, mempengaruhi sintesis protein, mempengaruhi pembelahan sel, pertumbuhan sel dan hormon tumbuhan. Perubahan proses dalam tumbuhan juga dapat mempengaruhi virus dalam tumbuhan tersebut (Hadidi et al. 1998). Selain eliminasi patogen dari jaringan tanaman terinfeksi, cara lain adalah menggunakan varietas tahan terhadap virus. Varietas Tahan terhadap Infeksi Virus Sampai saat ini belum ada varietas nilam yang agak tahan atau tahan terhadap infeksi virus. Keterbatasan sumber genetik merupakan faktor pembatas dalam program pemuliaan nilam untuk memilih varietas yang dikehendaki. Sempitnya keragaman genetik nilam ini disebabkan tanaman tidak berbunga/berbiji dan perbanyakannya selalu dilakukan secara vegetatif dengan cara setek (Hadipoentyanti et al. 2008). Gambar 2.2 Kalus dan tunas Nilam (Sumber: Amalia et al. 2008). Untuk meningkatkan keragaman genetik melalui kultur sel, yang diperlukan induksi kalus dari eksplan dan induksi tunas (Gambar 2.2). Banyak faktor yang menentukan keberhasilan kultur sel, antara lain pengaruh zat pengatur tumbuh auksin (2,4 D) dan sitokinin (BAP) dalam medium tumbuh. Kombinasi dan keseimbangan zat pengatur tumbuh yang tepat akan mempengaruhi kecepatan pembentukan kalus dan tunas (Hadipoentyanti et al. 2008).

34 16 Pengendalian Serangga Vektor Aphis gossypii dan Myzus persicae telah dilaporkan dapat menularkan lebih dari 75 jenis virus tanaman secara non-persisten (Blackman dan Eastop 2000). Di India, kedua kutudaun ini juga menularkan Papaya ringspot virus (PRSV) secara non-persisten (Kalleshwaraswamy et al. 2007). Menurut Takada (1995), pengendalian kutudaun sebagai vektor virus dapat dilakukan dengan beberapa cara atau taktik yaitu (1) secara kimia (senyawa penolak, senyawa pencegah makan, feromon dan insektisida), (2) secara fisik (mulsa, kawat serangga), dan (3) secara biologi (parasitoid, predator, cendawan entomopatogen). Pengendalian secara biologi adalah sebagai salah satu komponen dalam pengendalian hama terpadu (PHT), merupakan pengendalian alternatif yang bisa dilakukan jika pengendalian kimia tidak mampu, tidak cukup atau tidak bisa diterima untuk digunakan (van Lenteren 2000). Beberapa cara pengendalian biologi yang biasa dipakai untuk mengendalikan A. gossypii adalah parasitoid, predator dan cendawan entomopatogen. Predator yang ditemukan menyerang A. gossypii pada pertanaman nilam yaitu Syrphidae (Diptera), Coelophora maculata (Coleoptera: Coccinellidae), Cheilomenes maculata (Coleoptera: Coccinelidae), Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae) (Mardiningsih et al. 2010; Mardiningsih et al. 2011). Sedangkan parasitoid yang ditemukan menyerang A. gossypii yaitu Aphelinus sp. (Hymenoptera: Aphelinidae). Dari hasil koleksi A. gossypii di Bogor, baik nimfa maupun imago terserang Aphelinus sp 20-76% (Mardiningsih dan Jakfar 2010). Aplikasi Neoseiulus cucumeris (lebih kurang individu per daun) dapat menurunkan populasi A. gossypii pada tanaman terong (Magdy et al. 2009). Menurut Vasquez et al. (2006), Aphidius colemani efektif, aman dan dapat diandalkan untuk menekan populasi A. gossypii di rumah kaca. Tingkat parasitismenya berkisar antara %. Namun demikian, aplikasi A. colemani membutuhkan biaya 4.7 kali lebih besar dibandingkan insektisida sistemik (imidakloprid). Waktu yang diperlukan oleh cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae untuk membunuh A. gossypii adalah berturut-turut 2.54 hari dan 2.81 hari (Toledo et al. 2010). Daftar Pustaka Agrios N Plant Pathology. Fifth Edition. New York (US): Elsevier Academic Press. Ahmed M Patchouli, an ideal aromatic crop of commercial importance. Guwahati (Indian): North Eastern Development Finance Corporation Ltd. Amalia, Hadipoentyanti E, Nursalam Pengaruh irradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan kalus dan tunas nilam varietas sidikalang secara in vitro. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm

35 Barahima WP Eliminasi Sweet Potato Feathery Mottle Virus (SPFMV) pada empat kultivar Ubijalar unggul local asal Papua melalui teknik kultur meristem. Bul. Agron. 31(3): Blackman RL, Eastop VF Aphids on the World s Crops: An Identification and Information Guide. New York (US): John Wiley. Budiarto K, Sulyo Y, Rahardjo IB, Pramanik S Pengaruh durasi pemanasan terhadap keberadaan Chrysanthemum Virus-B pada tiga varietas Krisan terinfeksi. J. Hort. 18(2): Damayanti TA, Putra LK, Giyanto Hot water treatment of cutting cane infected with Sugarcane streak mosaic virus (SCSMV). J. ISSAAS 16(2): Deguerry F, Pastore L, Wu S, Clark A, Chappell J, Schalk M The diverse sesquiterpene profile of patchouli, Pogostemon cablin, is correlated with a limited number of sesquiterpene synthases. Archives of Biochemistry and Biophysics 454: [DBPP] Ditjen Bina Produksi Perkebunan Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia Jakarta (ID): Kementrian Pertanian. Gama MICS, Kitajima EW, Lin MI Properties of a tobacco necrosis virus isolate from Pogostemon patchouli in Brazil. Phytopatology 72: Guenter E The Essential Oil. New York (US): Van Nostrand Company. Gunaeni N, Karjadi AK Kultur meristem dan antiviral ribavirin pada tanaman kentang. J. Agrivigor 7(2): Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H Plant Virus Diseases Control. St. Paulo (US): American Phytopatology Society. Hadipoentyanti E; Amalia; Nursalam; Hartati SY dan Suhesti S Perakitan varietas untuk ketahanan nilam terhadap penyakit layu bakteri.prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm Hampton RO, Jensen A, Hagel GT Attributes of Bean yellow mosaic potyvirus transmission from clover to snap beans by four species of aphids (Homoptera: Aphididae). J. Econ. Entomol.98(6): Hartono S, Subandiyah S Pemurnian dan deteksi serologi Patchouli mottle virus pada tanaman nilam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 12(2): Hartono S Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Tidak dipublikasi. Kalleshwara swamy CM, Verg hese A, Ranga nath HR, Krishnak umar NK, Dinesh MR, Venugopalan R Role of transient aphid vectors on the temporal spread of Papaya ringspot virus in south India. Acta Hort. 740: Maeda E, Miyake H, Tomaru K Ultrastructure of mesophyll glands secreting the aromatic substances in patchouli leaves. Plant Prod. Sci. 2(3):

36 18 Magdy, El-Kholy Y, El-Sayed, El-Saiedy MAK Biological control of Thrips tabaci (Lind.) and Aphis gossypii (Glover) using different predatory Phytoseiid mites and the biocide vertimec on eggplant at Behaira Governorate. Egypt. Acad. J. Biolog. Sci. 2(2): Mardiningsih TL, Jakfar R Serangan parasitoid pada kutudaun nilam. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman. Bogor, 5-6 Agustus Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. hlm Mardiningsih TL, Sukmana C, Tarigan N, Suriati S Efektivitas insektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dan saponin terhadap mortalitas dan intensitas serangan Aphis gossypii Glover. Bul. Littro 21: Mardiningsih TL, Sartiami D, Suriati S, Sukmana C, Tarigan N Seranggaserangga yang berasosiasi dengan tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.). Prosiding Seminar Peringatan Ulang Tahun Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) ke 40. Yogyakarta, 1-2 Oktober Hlm Meissner Filho PE, Resende R de O, Lima MI, Kitajima EW Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann. Appl. Biol. 141: Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78: Nuryani Y Pelepasan Varietas Unggul Nilam. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 11(1):1-3. Nuryani Y, Emmyzar, Wiratno Budidaya Tanaman Nilam. Sirkuler No. 12. Bogor (ID): Balittro. Nuryani Y Budidaya Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth).Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. [PDIP] Pusat Data Informasi Pertanian Outlook Komoditas Pertanian Perkebunan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Quak F The treatment and substances inhibit virus multiplication in meristem culture to obtain virus free plant. Ad. Hort. Sci.: Roni K Kajian teknis budidaya dan manajemen produksi pengolahan minyak nilam di beberapa sentra Nilam Jawa Barat. Bandung (ID): Dinas Pertanian. Sandes SS, Blank AF, Botanico MP, Blank MFA, Vasconcelos JNC, Mendonca SAD Estruturas secretoras foliares em patchouli [Pogostemon cablin (Blanco) Benth.]. Scientia Plena 8(5):1-6. Sastry KS, Vasanthakumar T Yellow mosaic of patchouli (Pogostemon patchouli) in India.Current Science 50(17): Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaldi AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli plants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases and Protection 116(1): 2-6.

37 Sudarmono Keanekaragaman nilam (Pogostemon spp.; Lamiaceae) perilaku bunga dan budidayanya. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm Sugimura Y, Padayhag BF, Ceniza MS, Kamata N, Eguchi S, Natsuaki T, Okuda S Essential oil production increased by using virus free patchouli plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathology 44: Sukamto, Rahardjo IB, Sulyo Y Detection of potyvirus on patchouli plant (Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta, 7-9 November ISMECRI. Bogor. hlm Sumardiyono YB Sifat fisik dan biologi virus pada tanaman nilam (Pogostemon sp.). Yogyakarta (ID): Lembaga Penelitian UGM. Sumardiyono YB, Sulandari S, Hartono S Penyakit mosaik kuning pada nilam (Pogostemon cablin).risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta, 6-8 September Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.Yogyakarta.hlm Takada H IPM of vector aphids. Japan (JP): Kyoto Prefectural University. Toledo AV, Remes-Lenicov AMM, Lopez-Lastra CC Histopathology caused by the entomopathogenic fungi, Beauveria bassiana and Metarhizium anisopliae, in the adult planthopper, Peregrinus maidis, a maize virus vector. J Insect Sci 10: Trifilief E Isolation of the postulated precursor of nor patchoulenol in patchouli leaves. Phytochemistry 19:2464. Van Lenteren JC A greenhouse without pesticides: fact or fantasy. Crop Prot. 19: Vasquez GM, Orr DB, Baker JR Efficacy assessment of Aphidius colemani (Hymenoptera: Braconidae) for suppression of Aphis gossypii (Homoptera: Aphididae) in greenhouse-grown Chrysanthemum. J. Econ. Entomol. 99(4): Walker TG The structure and synthesis of patchouli alcohol.new York (US): Manufacturing chemist and aerosol news. 19

38 20 III. PENYAKIT MOSAIK PADA PERTANAMAN NILAM DAN VIRUS- VIRUS YANG BERASOSIASI *) (Mosaic Disease on Patchouli Plant and the Asociated Viruses) Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk memetakan keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di daerah sentra produksi nilam di Indonesia, mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik, melakukan deteksi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik dan mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di lapangan. Berdasarkan hasil survei, penyakit mosaik ditemukan terdapat di seluruh sentra produksi nilam di Jawa dan Sumatera (yaitu Bogor, Garut, Ciamis, Sukabumi, Pasaman Barat, Brebes, Pakpak Bharat dan Sarolangun) dengan rata-rata tingkat infeksi virus berkisar dari %. Infeksi virus mosaik tersebut berpotensi menyebabkan penurunan produksi tanaman dan kadar patchouli alcohol (PA) pada beberapa varietas. Kisaran penurunan produksi terna basah, terna kering, kadar minyak dan PA pada tiga varietas nilam (Tapak Tuan, Lhokseumawe, Sidikalang) karena terinfeksi virus berturut-turut adalah %, %, %, dan %. Berdasarkan hasil uji serologi dan analisis morfologi partikel, Potyvirus ditemukan dominan berasosiasi dengan gejala mosaik tersebut. Ditemukan dua spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di seluruh lokasi survei yaitu Aphis gossypii Glover dan Brachycaudus sp. Kata kunci: Nilam, Potyvirus, penyakit mosaik, Aphis gossypii, Brachycaudus sp. Abstract This study was carried out to map the presence of mosaic disease on patchouli production center of Indonesia, to measure the reduction of patchouli production caused by mosaic disease, to detection viruses associated with mosaic disease, and to identify the aphids that colonized patchouli plants in the field. Based on the survey, mosaic disease was found in all patchouli production centers in Java and Sumatra (i.e. Bogor, Garut, Ciamis, Sukabumi, Pasaman Barat, Brebes, Pakpak Bharat and Sarolangun), with virus infection level ranged from 0 to 55.5%. This disease was potential to reduce the plant production and PA level of some varieties. Due to the mosaic disease, reduction of fresh herbs weight, dry herbs weight, oil content and the PA of three varieties of patchouli (Tapak Tuan, Lhokseumawe, Sidikalang) was ranging from 7.87 to 34.65%, 0.62 to 40.42%, 2.37 to 9.09%, and 0.72 to 5.06%, respectively. Based on the serological tests and analysis of particle morphologi, Potyvirus was found predominantly associated with the mosaic symptoms. Two species of aphid were found to colonize of patchouli plants in all of surveyed areas i.e. Aphis gossypii Glover and Brachycaudus sp. Keyword: Patchouli, Potyvirus, mosaic disease, Aphis gossypii, Brachycaudus sp. *) Bagian penelitian ini telah dipublikasi di Journal of ISSAAS Vol 18 Number 1 Juni ISSN: ; di Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 23 Nomor 1, ISSN: ; dan di Jurnal Fitopatologi Indonesia Vol 8 Nomor 3 Juni ISSN:

39 21 Pendahuluan Di luar negeri, penyakit mosaik telah dilaporkan disebabkan oleh berbagai spesies virus seperti Patchouli mosaic virus (PaMV) dan Tobacco necrosis virus (TNV), Patchouli mild mosaic virus (PaMMV), Patchouli mottle virus (PaMoV) (Natsuaki et al. 1994), dan Patchouli Virus X (PatVX) (Meissner Filho et al. 2002), Peanut stripe virus (PStV) (Singh et al. 2009). Di Indonesia, informasi tentang virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam masih sedikit. Menurut Sukamto et al. (2007), nilam di Bogor dan Cianjur terinfeksi oleh Cucumber mosaic virus (CMV), Potyvirus dan bereaksi negatif dengan antiserum Potexvirus. Informasi mengenai kejadian penyakit mosaik dan infeksi virus pada tanaman nilam di daerah sentra produksi nilam belum ada. Tanaman nilam yang terinfeksi Potyvirus, daun-daunnya nampak mengalami klorosis berat [mosaik], berubah bentuk [malformasi], dan berukuran sangat kecil. Pertumbuhan tanaman secara keseluruhan menjadi sangat terhambat dan tanaman sakit tampak sangat kerdil (Hartono dan Subandiyah 2006). Gejala penyakit semacam ini tentu saja membawa implikasi yang sangat merugikan bagi produksi nilam yang mengandalkan hasil biomasa tanaman secara keseluruhan. Belum lagi gejala mosaik akan mengakibatkan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman nilam sakit juga akan menurun. Oleh karena itu, penanggulangan penyakit mosaik pada tanaman nilam ini perlu mendapat perhatian kita semua untuk membantu petani dalam mempertahankan dan bahkan meningkatkan produksi nilam pada tingkat optimal. PaMMV yang menginfeksi tanaman nilam menyebabkan menurunnya biomassa (35%) dan hasil minyak nilam (2%) (Sugimura et al. 1995). Peranan kutudaun dalam penularan penyakit mosaik telah banyak dilaporkan. Menurut Natsuaki et al. (1994), virus mosaik ditularkan oleh kutudaun seperti Myzus persicae. Oleh sebab itu, maka perlu diamati kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di Indonesia, yang mungkin berperan dalam penyebaran penyakit ini. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memetakan keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di daerah sentra produksi nilam, (2) mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik, (3) mendeteksi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik, dan (4) mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dilapangan. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan mulai Maret 2009 sampai Mei 2012 di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor, di Rumah Kaca, Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Bogor dan Laboratorium Tropical Plant Protection, Department of International Agricultural Development, Tokyo University of Agriculture (TUA)-Jepang. Survei dan Koleksi Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam Survei penyakit mosaik dilakukan di daerah sentra produksi nilam di Sumatera Barat [Pasaman Barat], Sumatera Utara [Pakpak Bharat], Jawa Barat [Bogor, Ciamis, Garut, dan Sukabumi], Jawa Tengah [Brebes dan Purbalingga],

40 22 dan Jambi [Sarolangun]. Bagian pucuk tanaman nilam yang menunjukkan gejala khas penyakit mosaik dikoleksi dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisa lebih lanjut. Pengambilan sampel tersebut dilakukan pada pertanaman nilam di ketinggian m di atas permukaan laut (dpl). Pengukuran Penurunan Produksi dan Kadar Minyak Nilam Penyiapan Bahan Tanaman. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berupa setek pucuk dan batang dari tiga varietas nilam (Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan) yang memperlihatkan gejala mosaik dan yang tampak sehat (tidak bergejala). Bahan tanaman nilam tersebut diperoleh dari Kebun Balittro Bogor dan disemai dalam polibeg yang berisi media persemaian. Setelah berumur 1 bulan, tanaman dipindahkan ke media tanam yang terdiri dari tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)].tanaman tersebut di simpan dalam rumah kawat kedap serangga. Setelah berumur 6 bulan, tanaman dipanen dengan cara memotong seluruh bagian atas tanaman yang berjarak 20 cm dari permukaan tanah. Bagian tanaman tersebut dibawa ke laboratorium untuk ditimbang (bobot terna basah dan bobot terna kering); dan kemudian digunakan untuk mendeteksi virus dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan (3 varietas tanaman nilam dan 2 kondisi tanaman) dan masing-masing perlakuan diulang 5 kali. Deteksi Infeksi Virus pada Tanaman Nilam. Deteksi sampel secara serologi dilakukan menggunakan metode Direct-ELISA (Clark dan Adams, 1977) menggunakan antiserum Cucumber mosaic virus (CMV), Tobacco mosaic virus (TMV), Broad bean wilt virus 1 (BBWV1) dan Broad bean wilt virus 2 (BBWV2) dan Indirect-ELISA menggunakan antiserum Potyvirus mengikuti metode DSMZ (Germany). Pengukuran Kadar Minyak dan Kadar Patchouli Alkohol Tanaman Nilam. Pengukuran bobot terna kering tanaman dan penyulingan minyak nilam dilakukan dengan mengikuti beberapa tahap. Pertama-tama bagian tanaman hasil panen dijemur di bawah panas sinar matahari selama lebih kurang 3 jam dan kemudian dibawa ke dalam ruangan untuk dibiarkan sampai kering. Setelah lebih kurang 7 hari, ditimbang bobot tanaman nilam kering (terna kering). Penyulingan minyak nilam mengikuti metode penyulingan minyak nilam dengan dikukus (Mauludi dan Asman 2005). Deteksi Virus melalui Uji Serologi Sampel nilam yang sudah dikoleksi diuji dengan ELISA yang dibedakan berdasarkan prosedur kerjanya yaitu (1) Indirect-ELISA menggunakan antiserum Potyvirus dan (2) Direct-ELISA menggunakan antiserum CMV, TMV, Broad bean wilt virus 1 (BBWV 1 dan BBMV 2 mengikuti metode DSMZ (Germany). Direct-ELISA: Pertama-tama lubang plat mikrotiter diisi 100 µl antiserum BBWV1, BBWV2, TMV, CMV (DSMZ, Germany), dengan pengenceran 1/1 000 dalam bufer coating dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 2 jam. Setelah lubang plat mikrotiter dicuci dengan PBS-T, disiapkan sap tanaman sakit dengan menggerus daun nilam (0.2 g) dalam 1 ml bufer ekstrak. Sebanyak 100 µl sap diisikan pada lubang plat mikrotiter dan diinkubasi semalam pada suhu 4 C. Setelah dicuci dengan PBS-T (bufer fosfat ditambah Tween-20) sebanyak 5 kali,

41 23 lubang plat selanjutnya diisi dengan 100 µl antiserum konjugat, yang diencerkan 1/1 000 dalam bufer konjugat, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37⁰C. Setelah dicuci dengan PBS-T, lubang plat diisi dengan substrat p-nitrophenyl fosfat (PNP) dan diinkubasi selama menit pada suhu ruang. Selanjutnya hasil ELISA diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm. Indirect-ELISA: Pertama-tama disiapkan sap tanaman sakit dengan menggerus daun nilam (0.2 g) dalam 1 ml bufer coating yang mengandung 0.05 M DIECA. Sebanyak 100 µl sap diisikan pada lubang plat mikrotiter dan diinkubasi pada suhu 4 C selama semalam. Setelah dicuci dengan PBS-T (bufer fosfat ditambah Tween-20) sebanyak 5 kali, lubang plat selanjutnya diisi dengan 100 µl larutan 2% skim milk dalam PBS-T dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit. Selanjutnya lubang plat mikrotiter diisi 100 µl antiserum Potyvirus (DSMZ, Germany), dengan pengenceran 1/1 000 dalam bufer konjugat dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 2-4 jam. Setelah dicuci dengan PBS-T, lubang plat diisi dengan 100 µl konjugat RaM-AP, yang diencerkan 1/1 000 dalam bufer konjugat, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37⁰C. Setelah dicuci dengan PBS-T, lubang plat diisi dengan substrat p-nitrophenyl fosfat dan diinkubasi selama menit pada suhu ruang. Selanjutnya hasil ELISA diukur nilai absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Pengamatan Morfologi Virus dengan Mikroskop Elektron Partikel virus diamati dibawah mikroskop elektron transmisi model JEOL 1010 yang dioperasikan pada 80 kv menggunakan siapan virus cairan perasan tanaman terinfeksi Potyvirus. Preparat disiapkan dengan mencampur satu tetes sampel dengan satu tetes 2% PTA (phosphotungstate acid) ph 7,0, kemudian grid berukuran 400 mesh yang telah dilapisi kolodion dan dikarbonisasi ditempelkan pada preparat tersebut selama 1-2 menit. Diharapkan partikel virus yang ada pada preparat sampel akan menempel pada grid. Pengamatan partikel virus dilakukan dengan pembesaran kali. Pengukuran Tingkat Infeksi Virus Pengambilan sampel tanaman nilam yang bergejala mosaik dilakukan secara diagonal 5 titik dan secara acak (minimal 10% dari populasi tanaman). Tingkat infeksi virus ditentukan berdasarkan reaksi sampel yang positif terinfeksi virus dengan jumlah sampel yang bergejala mosaik di lapangan dengan ELISA. Koleksi dan Identifikasi Kutudaun Pengkoloni Nilam Koleksi Kutudaun Pengkoloni Nilam. Kutudaun dikoleksi dari seluruh daerah yang disurvei (ketinggian m dpl) dengan cara mengumpulkan seluruh jenis kutudaun yang ada pada tanaman nilam dan dimasukan dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70%. Selanjutnya koleksi kutudaun dibawa ke laboratorium untuk keperluan identifikasi. Identifikasi Kutudaun. Kutudaun yang digunakan dalam pengujian ini diperoleh dari pertanaman nilam. Sebelum dibiakkan pada tanaman inang nilam, kutudaun diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Blackman dan Eastop (2000), dan Martin (1983). Identifikasi dilakukan berdasarkan morfologi kutudaun

42 24 yang tidak bersayap dengan karakter yang diamati antara lain kepala, kauda dan sifunkulus (Gambar 3.1). Gambar 3.1 Karakter morfologi kutudaun tidak bersayap (aptera) yang penting diamati untuk kunci identifikasi: (A) kepala, (B) kauda dan (C) sifunkulus. Pembuatan Preparat Mikroskop. Pembuatan preparat mikroskopi dilakukan dengan metode Blackman dan Eastop (2000). Kutudaun dimatikan dalam alkohol 95%, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi alkohol 95%, dan dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Alkohol bersama kutudaun dituang ke dalam cawan sirakus, dan kutudaun ditusuk pada bagian torak dengan jarum. Selanjutnya kutudaun dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi KOH 10%, dan dipanaskan kembali sampai kutudaun dalam tabung reaksi terlihat transparan. Tabung reaksi yang berisi kutudaun dikeluarkan dari penangas air dan kutudaun beserta KOH dituang ke cawan sirakus. Kutudaun dicuci dengan air destilat sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya adalah dehidrasi kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan isi tubuhnya dalam alkohol secara berurutan mulai dari kepekatan 50%, 70%, 80%, 95%, dan 100% masing-masing selama 10 menit. Selanjutnya kutudaun direndam dalam minyak cengkeh selama 10 menit. Kutudaun diletakkan di atas gelas objek yang sebelumnya telah ditetesi minyak cengkeh. Kemudian minyak cengkeh diserap sampai bersih menggunakan kertas saring atau tisu. Posisi kutudaun diatur dan ditetesi balsam kanada. Pengerjaan tahap penyerapan minyak cengkeh dilakukan dibawah mikroskop stereo. Selanjutnya preparat ditutup dengan gelas penutup dan diamati di bawah mikroskop compound. Hasil dan Pembahasan Hasil Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Virus-virus yang Berasosiasi Survei yang dilakukan pada sentra produksi nilam di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jambi ditemukan adanya infeksi penyakit mosaik dengan gejala ringan sampai berat. Contoh variasi gejala mosaik pada daun nilam dari seluruh daerah survei dapat dilihat pada Gambar 3.2. Tanaman nilam yang menunjukkan gejala mosaik berat dari Bogor, Garut, Ciamis dan Pasaman Barat, masing-masing bereaksi kuat dengan antiserum Potyvirus, tetapi daun yang bergejala mosaik dari Brebes bereaksi kuat dengan antiserum Fabavirus (BBWV2) dan dari Sukabumi bereaksi kuat dengan antiserum

43 25 Fabavirus (BBWV1). Selain itu, sampel tanaman nilam yang terinfeksi penyakit mosaik dari Sumatera Utara (Pakpak Bharat) tidak bereaksi dengan antiserum yang diuji. Hasil deteksi sampel daun nilam yang terinfeksi virus menggunakan metode ELISA ditunjukkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Frekuensi infeksi virus pada sampel tanaman nilam bergejala mosaik dari lokasi yang berbeda berdasarkan metode ELISA. Antiserum Lokasi Sampel Potyvirus TMV CMV BBWV1 BBWV2 Sumatera Barat Pasaman Barat 20/45* nt nt 1/45 0/45 Sumatera Utara Pakpak Bharat 0/6 0/6 0/6 0/6 0/6 Jawa Barat Bogor 2/5 0/5 0/5 nt nt Garut 3/15 0/15 0/15 nt nt Ciamis 5/9 0/9 0/9 nt nt Sukabumi 0/20 0/20 0/20 7/20 0/20 Jawa Tengah Brebes 0/23 0/23 0/23 0/23 9/23 Jambi Sarolangun 4/23 nt 0/23 nt 6/23 Catatan: *a/b: perbandingan antara sampel yang terinfeksi dengan jumlah sampel yang diuji. nt : tidak diuji Gambar 3.2 Variasi gejala mosaik pada daun tanaman nilam yang dikoleksi dari sentra produksi tanaman nilam di Indonesia: (A) dan (B) sampel daun nilam dari Kecamatan Bogor Barat-Bogor, (C) dari Cidolog- Ciamis, (D) Pakenjeng-Garut, (E) Kinali-Pasaman Barat yang terinfeksi Potyvirus, (F) Cicurug-Sukabumi yang terinfeksi Fabavirus (BBWV1), (G) Manoko-Bandung yang terinfeksi Potyvirus, (H) Singkut-Sarolangun,Jambi yang terinfeksi Potyvirus dan Fabavirus, (I) dari Kecamatan Salem-Brebes yang terinfeksi Fabavirus (BBWV2), dan (J) tanaman nilam sehat. Morfologi dan Ukuran Partikel Virus Hasil pengamatan dengan mikroskop elektron terhadap siapan virus perasan tanaman yang terinfeksi Potyvirus pada sampel isolat asal Bogor,

44 26 menunjukkan adanya partikel virus yang berbentuk batang dan lentur. Partikel virus tersebut berukuran panjang nm (rata-rata dari 40 partikel) dengan rata-rata 914 nm (Gambar 3.3). Gambar 3.3 Bentuk partikel Potyvirus isolat asal Bogor yang diamati dengan mikroskop elektron. Panjang partikel virus berkisar nm (rata-rata dari 40 partikel) dengan rata-rata 914 nm. Tingkat Infeksi Virus pada Pertanaman Nilam Tingkat infeksi virus pada tanaman nilam dari beberapa daerah sentra produksi nilam di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tingkat infeksi virus mencapai 55.5%, pengukuran tingkat infeksi virus ini berdasarkan jumlah sampel yang positif terinfeksi virus dengan jumlah sampel yang bergejala mosaik di lapangan. Tabel 3.2 Tingkat infeksi virus pada sampel tanaman nilam bergejala mosaik yang diambil dari sentra produksi nilam di Indonesia. Lokasi (Kecamatan, Kabupaten) Tanggal pengambilan sampel Gejala penyakit dominan*) Tingkat infeksi virus**) Sumatera Barat Talamau dan Kinali, September 2009 mhk 46.7%(21/45) Pasaman Barat Sumatera Utara Situ Jehe, Pakpak Bharat Juli 2010 mhk 0.0%(0/6) Jawa Barat Bogor Barat, Bogor Oktober 2008 mhk, lm 40.0%(2/5) Pakenjeng, Garut April 2009 mhk, lm 35.0%(3/15) Cidolog, Ciamis April 2009 mhk 55.5%(5/9) Cicurug, Sukabumi Juli 2010 nk 35.0%(7/20) Jawa Tengah Salem, Brebes Mei 2010, April 2011 mhk 39.1%(9/23) Jambi Singkut, Sarolangun Desember 2011 mhk 39.1%(9/23) Keterangan:*) Gejala mhk= mosaik hijau kekuningan; lm= malformation; nkk=nekrosis kuning kerdil; nk=nekrosis kuning. **) Diestimasi persentase tanaman nilam dari sampel yang positif terinfeksi virus melalui ELISA.

45 27 Penurunan Produksi dan Kadar Minyak Nilam Akibat Penyakit Mosaik. Penyakit mosaik menyebabkan tanaman nilam menjadi kerdil, kandungan klorofil daun berkurang sehingga pertumbuhan tanaman menjadi menurun. Hasil deteksi menggunakan metode ELISA tersebut memberikan indikasi bahwa Potyvirus merupakan jenis virus yang dominan ditemukan pada tanaman nilam yang berasal dari Kebun Balittro Bogor. Secara umum dari ketiga varietas yang diuji, penyakit mosaik dapat menurunkan bobot terna basah mencapai 34.65%, bobot terna kering mencapai 40.42%, kandungan minyak mencapai 9.09% dan kadar patchouli alcohol mencapai 5.05% (Tabel 3.3 dan Tabel 3.4). Tabel 3.3 Penurunan bobot terna basah dan terna kering dari tiga varietas nilam akibat penyakit mosaik pada pengukuran 6 bulan setelah tanam. Penurunan Penurunan Bobot terna Bobot terna Kondisi bobot terna bobot terna Varietas nilam basah kering tanaman basah kering (gr/tan)*) (gr/tan)*) (%) (%) Sidikalang Sehat c b Sakit f d Lhokseumawe Sehat b b Sakit d b 0.62 Tapak Tuan Sehat a a Sakit e c *))Angka yang dikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DNMRT 5%. Tabel 3.4 Penurunan kadar minyak (%) dan kadar patchouli alcohol (%) dari tiga varietas nilam akibat penyakit mosaik pada pengukuran 6 bulan setelah tanam. Varietas nilam Kondisi tanaman Kadar minyak (%) Penurunan kadar minyak (%) Kadar patchouli alcohol (%) Penurunan kadar patchouli alcohol (%) Sidikalang Sehat Sakit Lhokseumawe Sehat Sakit Tapak Tuan Sehat Sakit Spesies Kutudaun Pengkoloni Tanaman Nilam Terdapat dua jenis kutudaun yang ada pada tanaman nilam yaitu Aphis gossypii Glover dan Brachycaudus sp (Gambar 3.4). Kutudaun membentuk koloni dipermukaan bawah daun dan tangkai pucuk, menyebabkan pucuk daun menggulung. Kedua spesies tersebut ditemukan pada seluruh daerah yang disurvei dan A. gossypii yang paling banyak jumlahnya (Tabel 3.5). A. gossypii bewarna hijau kekuningan sampai hijau. Berdasarkan hasil identifikasi pada preparat awetan pada mikroskop, A. gossypii memiliki bentuk kepala yang tidak berkembang, kauda agak mengecil pada bagian tengah dan

46 28 sifunkulus berbentuk silindris. Sedangkan Brachycaudus sp. berwarna hijau kekuningan, memiliki bentuk kepala yang tidak berkembang, kauda berbentuk helm dan sifunkulus memiliki bibir pada bagian pinggirnya dan ukurannya lebih pendek dibandingkan sifunkulus A. gossypii (Gambar 3.4). Gambar 3.4 Preparat mikroskopi Aphis gossypii: A. A. gossypii dewasa aptera. B. Kepala (tanda panah). C. Kauda (tanda panah) dan Brachycaudus sp.: D. Brachycaudus sp. dewasa aptera. E. Kepala (tanda panah). F. Kauda (tanda panah). Tabel 3.5 Kepadatan populasi kutudaun pada beberapa daerah sentra budidaya tanaman nilam di Indonesia. Lokasi Jumlah Kutudaun Aphis gossypii Brachycaudus sp. Sumatera Barat Pasaman Barat ++ + Sumatera Utara Pakpak Bharat + ++ Jawa Barat Bogor ++ + Kuningan ++ + Garut ++ + Jawa Tengah Brebes ++ + Purbalingga + ++ Jambi Sarolangun + ++ Catatan: + (terdapat 1-50 ekor kutudaun/lokasi), ++ ( terdapat >50 ekor kutudaun/lokasi) Pembahasan Fabavirus (BBMV1 dan BBWV2) adalah virus yang pertama kali dilaporkan menginfeksi tanaman nilam di Indonesia. Jadi ada dua kelompok virus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia yaitu Potyvirus dan Fabavirus. Menurut Singh et al. (2009), nilam dilaporkan terinfeksi oleh sejumlah virus seperti Patchouli mosaic virus (PaMV) dan Tobacco necrosis virus (TNV) dan melaporkan juga bahwa tanaman nilam di India terinfeksi Peanut stripe virus (PStV). Tanaman nilam di Jepang dan Taiwan, telah dilaporkan terinfeksi oleh

47 Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) genus Fabavirus, Patchouli mottle virus (PaMoV) genus Potyvirus (Natsuaki et al. 1994), dan Patchouli virus X (PatVX) genus Potexvirus (Meissner Filho et al. 2002). Sukamto et al. (2007) dan Hartono (2008) melaporkan bahwa kelompok virus yang menyebabkan penyakit mosaik dan belang (mottle) pada tanaman nilam adalah CMV dan BCMV. Tetapi, pada hasil penelitian ini tidak terdeteksi adanya CMV dan BCMV pada sampel tanaman nilam. Bentuk partikel virus seperti batang dan lentur merupakan ciri morfologi Potyvirus. Menurut Natsuaki et al. (1994), partikel virus PaMoV (termasuk golongan Potyvirus) berbentuk batang, lentur dan ukurannya rata-rata 760 nm. Tingkat infeksi virus tersebut pada pertanaman Nilam yang disurvei cukup tinggi yaitu berkisar antara 0-55,5%. Sumardiyono et al. (1995) menemukan bahwa kejadian penyakit mosaik yang disebabkan oleh infeksi virus pada nilam di Jawa Tengah berkisar antara 54-73%. Di India, kejadian penyakit mosaik di lapangan berkisar antara 43-76% (Sastry dan Vasanthakumar 1981). Tanaman nilam yang terinfeksi virus menunjukkan gejala berwarna kuning atau klorosis setempat-setempat pada daun, daun berubah bentuk (malformasi), lamina daun menyempit, dan pada infeksi yang parah akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Hartono dan Subandiyah 2006, Noveriza et al. 2012). Produksi tanaman nilam tergantung pada jenis/varietas yang ditanam dan faktor lingkungan pendukung pertumbuhan tanaman. Produksi yang baik dapat mencapai ton terna basah atau 3-5 ton terna kering per ha per panen dengan rendemen minyak persen, sehingga produksi minyak mencapai kg/ha/panen (Mauludi dan Asman 2005). Penyakit mosaik tercatat sebagai salah satu faktor pembatas dalam produksi tanaman nilam di Indonesia (Sukamto et al. 2007). Menurut estimasi Sugimura et al. (1995), infeksi virus berkontribusi menurunkan produksi nilam sampai 35% dan kadar patchouli alcohol sebesar 2%. Berdasarkan pengukuran bobot basah dan kering yang dilakukan, penyakit mosaik yang menginfeksi tanaman nilam varietas Tapak Tuan dapat mengurangi produksi biomas (bobot terna basah) hingga 26.52% dan bobot terna kering hingga 40.42% (Tabel 3.3), kandungan minyak atsiri hingga 2.37% dan patchouli alcohol nilam sampai 5.06% (Tabel 3.4). Berbeda halnya pada varietas Lhokseumawe, penyakit mosaik ini dapat mengurangi produksi terna basah hingga 7.87% dan bobot terna kering hingga 0.62% (Tabel 3.3), kandungan minyak atsiri hingga 3.36% dan patchouli alcohol nilam sampai 0.72% (Tabel 3.4). Untuk varietas Lhokseumawe, walaupun penurunan biomas tidak terlalu tinggi jika dibandingkan varietas Tapak Tuan, penurunan kadar minyaknya (3.36%) lebih tinggi dibandingkan varietas Tapak Tuan (2.37%). Pada penelitian ini didapatkan 2 jenis kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam yaitu A. gossypii dan Brachycaudus sp. Myzus persicae, yang pernah dilaporkan mengkoloni tanaman nilam di Indonesia oleh Adria et al. (1990) dan Darwis (2005), tidak ditemukan dalam survei ini. Secara morfologi A. gossypii dan Brachycaudus sp dapat dibedakan dari bentuk sifunkulus dan kaudanya. Menurut Blackman dan Eastop (2000), sifunkulus Brachycaudus sp. meruncing kearah ujung dan memiliki bibir pada bagian ujungnya, sedangkan A. gossypii meruncing dari pangkal sampai bagian tengah dan hampir lurus dari bagian tengah sampai ke ujung. 29

48 30 Brachycaudus sp. merupakan salah satu anggota kutudaun yang baru pertama kali dilaporkan keberadaannya pada tanaman nilam. Informasi tentang siklus hidup kutudaun ini pada tanaman nilam belum ada. Selain itu, identifikasi spesies dari kutudaun sangat penting dilakukan untuk mengetahui cara memperbanyak kutudaun kelompok Brachycaudus. Tetapi hal ini sangat sulit dilakukan, karena sedikitnya kunci identifikasi spesies dari kelompok Brachycaudus. Menurut Blackman dan Eastop (2006), sulit untuk mengidentifikasi anggota spesies yang berbeda dalam genus Brachycaudus karena sedikitnya karakter morfologi yang bisa digunakan dalam kunci identifikasi dan juga kurangnya informasi tentang hubungan mereka dengan tanaman inang. Simpulan Penyakit mosaik ditemukan terdapat di seluruh sentra produksi nilam di Jawa dan Sumatera dengan rata-rata tingkat kejadian infeksi virus di lapangan mencapai 55.5%. Infeksi virus mosaik tersebut berpotensi menyebabkan penurunan produksi dan kadar patchouli alcohol pada beberapa varietas. Kisaran penurunan produksi terna basah, terna kering, kadar minyak dan patchouli alcohol pada varietas nilam Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang karena terinfeksi virus berturut-turut adalah %, %, %, dan %. Berdasarkan uji serologi, Potyvirus ditemukan dominan berasosiasi dengan gejala mosaik tersebut. Partikel virus berukuran panjang lebih kurang 914 nm. Dua spesies kutudaun yaitu Aphis gossypii Glover dan Brachycaudus sp. ditemukan mengkoloni tanaman nilam di seluruh lokasi survei. Brachycaudus sp. baru pertama kali dilaporkan keberadaannya pada tanaman nilam, oleh sebab itu perlu penelitian lebih lanjut mempelajari siklus hidupnya pada tanaman nilam. Daftar Pustaka Adria, Jamalius, Hasan Z, Idris H Beberapa jenis hama perusak daun tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Pemberitaan Littri XVI(2): Blackman RL, Eastop VF Aphids on the World,s Crops. An Identification and Information Guide. Ed ke-2. New York (US): Wiley. Blackman RL, Eastop VF Aphids on the world s herbaceous plants and shrubs. New York (US): Wiley. Clark MF, Adams AN Characteristics of the microplate method of enzymelinked immunosorbent assay for the detection of plant viruses. Journal of General Virology 34: Darwis M Jenis-jenis hama dan serangannya pada tanaman nilam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat XVI(2): Hartono S Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam.Bogor-4 Nopember 2008.Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Tidak dipublikasi.

49 Hartono S, Subandiyah S Pemurnian dan deteksi serologi Patchouli mottle virus pada tanaman nilam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 12 (2): Martin JH The identification of common Aphid pest of Tropical Agriculture. Tropic Pest Manag. 29(4): doi: / Mauludi L, Asman A Profil Investasi Pengusahaan Nilam. Unit Komersialisasi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Meissner Filho PE, Resende R de O, Lima MI, Kitajima EW Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann. Appl. Biol. 141: Natsuaki KT, Tomaru T, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78: Noveriza R, Suastika S; Hidayat SH, Kartosuwondo U Identification of a Potyvirus associated with mosaic disease on patchouli plants in Indonesia. J. ISSAAS.18(1): Sastry KS, Vasanthakumar T Yellow mosaic of patchouli (Pogostemon patchouli) in India. Current Science 50(17): Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaid AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli plants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases and Protection 116(1): 2 6. Sugimura Y, Padayhag BF, Ceniza MS, Kamata N, Eguchi S, Natsuaki T, Okuda S Essential oil production increased by using virus free patchouli plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathology 44: Sukamto, Rahardjo IB, Sulyo Y Detection of potyvirus on patchouli plant (Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. Proceeding International Seminar on Essential Oil. Jakarta 7-9 November ISMECRI. Bogor. hlm Sumardiyono YB, Sulandari S, Hartono S Penyakit mosaik kuning pada nilam (Pogostemon cablin).risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta, 6-8 September Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.Yogyakarta. hlm

50 32 IV. IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus ASAL NILAM BERDASARKAN RUNUTAN NUKLEOTIDA*) (Identification of Telosma mosaic virus from Patchouli Plants Based on Nucleotide Sequence) Abstrak Tanaman nilam dilaporkan dapat terinfeksi oleh beberapa jenis virus. Potyvirus merupakan virus yang dominan menyebabkan gejala mosaik pada tanaman nilam dan sampai saat ini sedikitnya sudah dua spesies (Patchouli mottle virus dan Peanut stripe virus) dilaporkan berasosiasi dengan penyakit ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi Potyvirus yang terkait dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam di Indonesia. Hasil reaksi positif telah diperoleh dengan menggunakan metode reverse transcriptase-polymerase chain (RT-PCR) dari ekstrak asam nukleat tanaman nilam bergejala mosaik, menggunakan sepasang primer spesifik yang dapat mengamplifikasi genom Potyvirus mulai dari gen CP sampai 3 untranslated region (3 UTR). Urutan fragmen DNA berukuran 800 bp yang diperoleh dari RT-PCR menegaskan bahwa Potyvirus berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam di Indonesia. Analisa Blast dari sikuen nukleotida hasil RT-PCR memastikan bahwa spesies Potyvirus tersebut adalah Telosma mosaic virus (TeMV). Berdasarkan analisa sikuen asam amino, TeMV isolat nilam Indonesia tetap masih memperlihatkan daerah konservatif untuk kelompok Potyvirus pada bagian C terminus dari gen CP, yaitu YMPRYG, YAFD/NFYE, QMKAAA, dan ED/NTERH, walaupun variasi antar isolat-isolat tersebut juga ditemukan. Kata kunci: Nilam, Potyvirus, Telosma mosaic virus, RT-PCR, gen CP. Abstract Patchouli plant has been reported could be infected by many viruses. Potyvirus is the dominant viruses causing mosaic symptoms on patchouli and until now at least two species (Patchouli mottle virus and Peanut stripe virus) have been reported associated with mosaic disease. This study was carried out to characterize the virus associated with mosaic disease on patchouli in Indonesia. Positive results were obtained on reverse transcriptase-polymerase chain reaction (RT-PCR) of nucleic acid extracts from symptomatic patchouli plants using a pair of degenerate primers specific for CP gene and 3 UTR region of Potyvirus. The sequence of this RT-PCR fragment consisted of 800 bp, confirmed association of a potyvirus with mosaic disease on patchouli plants in Indonesia. Based on Blast analysis of the nucleotide sequence of the RT-PCR, revealed that the species of the Potyvirus is Telosma mosaic virus (TeMV). Based on amino acid sequence, TeMV isolated from patchouli plants in Indonesia showing conservative regions for the Potyvirus group in the C terminus of coat protein gene such as YMPRYG, YAFD/NFYE, QMKAAA, and ED/NTERH, although the variation between them were also found. Keyword: Patchouli, Potyvirus, Telosma mosaic virus, RT-PCR, CP gene. *) Telah dipublikasikan di Journal of ISSAAS Vol 18 Number 1 Juni ISSN:

51 33 Pendahuluan Berdasarkan uji serologi (pada bab III), ditemukan bahwa virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam di Indonesia didominasi oleh Potyvirus. Spesies Potyvirus yang dominan menginfeksi tanaman nilam belum teridentifikasi sampai saat ini. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi spesies Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam berdasarkan sikuen nukleotida gen CP dan 3 untranslated region (3 UTR) genom Potyvirus tersebut. Potyvirus adalah salah satu genus virus yang terbesar dan sudah diketahui memiliki 111 spesies anggota, 84 diantaranya sudah tercatat di International Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) (Fauquet et al. 2005) dan beberapa spesies Potyvirus baru ditemukan setiap tahunnya. Potyvirus adalah salah satu kelompok virus tumbuhan yang penting secara ekonomi, sebagian besar dari mereka ditularkan oleh kutudaun (Ng dan Falk 2006). Potyvirus paling banyak menimbulkan kerugian hasil pertanian dibandingkan dengan virus-virus dari genus yang lainnya. Potyvirus dilaporkan menginfeksi spesies tanaman dari 369 genus dan 53 famili tanaman (Gnutova dan Tolkach 1998). Hal ini disebabkan oleh jumlah spesies Potyvirus yang banyak, penyebarannya yang mudah melalui kutudaun secara non-persisten sehingga jadi sulit dikendalikan (Tomaru 1994, Padmavathi et al. 2011), infeksinya menyebabkan penyakit yang serius pada tanaman, baik tanaman monokotil ataupun dikotil (Wang et al. 2000). Anggota kelompok Potyvirus mempunyai partikel yang berbentuk batang, lentur dan tanpa selubung (non-enveloped) dengan ukuran panjang berkisar nm dan diameter nm. Materi genetik genom Potyvirus adalah untaian tunggal positif RNA yang panjangnya sekitar 10 kb (tidak termasuk poli-a pada ujung 3 ) yang dikelilingi oleh sekitar 2000 unit coat protein (CP). Pada ujung 5 genom Potyvirus terdapat protein VPg yang terikat secara kovalen pada RNA. Genom RNA tersebut terdiri atas satu kerangka baca (open reading frame) yang mengkode satu untaian poliprotein yang besar ( kDa) yang ditranslasikan kedalam 10 jenis protein fungsional yaitu protein pertama (P1), helper component protease (HC-Pro), protein ketiga (P3), 6K1, cylindrical inclusion protein (CI), 6K2, small nuclear inclusion protein [(NIa; termasuk domain VPg dan protease (NIa-Pro)], large nuclear inclusion protein (NIb; replicase) dan coat protein (CP) (Adams et al. 2005, Urcuqui-Inchima et al. 2001), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Fungsi ke sepuluh protein Potyvirus dapat dilihat pada Tabel 4.1. Taksonomi Potyvirus, sebagai kelompok virus tumbuhan terbesar, sampai saat ini masih sulit dilakukan dengan baik karena besarnya variasi diantara anggota kelompok sehingga sulit membedakan antara strain Potyvirus (Ward dan Shukla 1990). Shukla dan Ward (1988) menggunakan sikuen asam amino CP untuk mempelajari hubungan kekerabatan 17 strain yang berasal dari delapan spesies Potyvirus. Hasil kajian tersebut menunjukkan spesies-spesies yang berbeda mempunyai kesamaan runutan asam amino CP berkisar 38% sampai 71% sedangkan strain-strain dalam spesies virus yang sama memiliki homologi 90% sampai 99%. Frenkel et al. (1989) melaporkan hasil studi homologi runutan nukleotida 3 UTR strain-strain dari Watermelon mosaic virus (WMV) dan Soybean mosaic virus (SMV). Hasil studi tersebut menunjukkan homologi sikuen nukleotida berkisar 39% sampai 53% untuk virus yang berbeda dan berkisar 83% sampai 99% untuk strain dalam jenis virus yang sama.

52 34 Tabel 4.1 Fungsi sepuluh protein yang terdapat dalam struktur genom Potyvirus. Protein Fungsi Protein P1 Proteinase, RNA silencing suppression. HcPro Penularan melalui kutudaun, perpindahan virus dari sel ke sel, perpindahan jarak jauh, gene silencing suppression. P3 Perpindahan, replikasi. 6K1 Perpindahan dari sel ke sel. CI RNA helicase, ATPase, RNA binding, perpindahan. 6K2 Membrane anchor, perpindahan jarak jauh. VPg Replikasi, NTP binding, RNA binding, perpindahan dari sel ke sel, perpindahan jarak jauh, translation inhibition, gene silencing suppression. NIa-Pro Protease, DNase. NIb RNA dependent RNA polymerase (RdRp), replikasi, uridililasi. CP Perpindahan melalui kutudaun, perpindahan dari sel ke sel, perpindahan jarak jauh, encapsidation of viral RNA, regulation of RNA amplification. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi secara molekular spesies Potyvirus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam, (2) menganalisis keragaman genetik Potyvirus penyebab mosaik pada tanaman nilam. Bahan dan Metode Analisis Sikuen Gen CP Sikuen gen CP diperoleh melalui tahapan ekstraksi RNA, amplifikasi DNA, dan sikuen DNA. Sampel virus yang digunakan berasal dari tanaman nilam yang dikumpulkan dari Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jambi. Ekstraksi RNA. Sebanyak 0.1 g sampel daun tanaman nilam yang terserang Potyvirus dimasukkan kedalam mortar dan tambahkan nitrogen cair, kemudian digerus hingga menjadi tepung; selanjutnya ditambahkan 450 µl bufer ekstraksi (bufer RLT). Sampel digerus sampai lunak, dipindahkan kedalam tabung ependorf (2 ml), kemudian diinkubasi pada penangas air suhu 56ºC selama 10 menit. Sampel dimasukkan ke dalam QIAshredder spin colomn ungu, ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml, disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 2 menit. Supernatan dipipet tanpa menyentuh pelet dalam tabung koleksi, dipindahkan dalam tabung mikro (tabung ependorf) 2 ml baru, ditambahkan 0.5 volume etanol 96% (± 225 µl) dan dicampur sampai homogen. Sampel dimasukan (± 650 µl) ke dalam Rneasy mini colomn pink, ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml. Tabung ditutup dengan baik dan disentrifugasi pada rpm selama 15 detik. Cairan pada tabung koleksi dibuang, ditambahkan 700 µl bufer RW1 ke dalam Rneasy mini colomn dan tabungnya ditutup dengan baik. Tabung tersebut disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 15 detik untuk mencuci kolom. Supernatan dipindahkan dari Rneasy colomn ke tabung koleksi baru yang volumenya 2 ml. Ke dalam tabung tersebut dipipet 500 µl bufer RPE dan tabung ditutup dengan baik. Tabung disentrifugasi lagi dengan kecepatan rpm selama 15 detik, selanjutnya cairan pada tabung koleksi dibuang. Tabung koleksi

53 35 digunakan kembali, ditambahkan 500 µl buffer RPE dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm selama 2 menit. Untuk menyakinkan bahwa kolom telah kering, maka kolom dipindahkan pada tabung koleksi baru dan disentrifugasi pada kecepatan rpm selama 1 menit. Selanjutnyake dalam tabung Rneasy colomn ditambahkan 40 µl Rnase free water dan tabung diinkubasi selama 10 menit. Tabung disentrifugasi dalam kecepatan rpm selama 1 menit dan disimpan dalam lemari es suhu -80ºC sampai saatnya digunakan. Amplifikasi DNA. Total RNA hasil ekstraksi RNA dipakai sebagai template untuk amplifikasi bagian 3 terminal genom Potyvirus (Gambar 4.1). Amplifikasi gen penyandi CP Potyvirus dilakukan dengan teknik RT-PCR menggunakan pasangan degenerate primer CP9502 (5 - GCGGATCCTTTTTTTTTTTTTTTTT-3 ) yang spesifik untuk bagian ujung 3 terminal genom Potyvirus dan CPUP (5 - TGAGGATCCTGGTGYATHGARAAYGG-3 yang spesifik untuk CP dari genom Potyvirus (Van der Vlugt et al. 1999). 1 2 Gambar 4.1 Genom Potyvirus (~ 10 kb). Tanda panah no.1 adalah posisi primer CPUP dan tanda panah no.2 adalah primer CP9502. Reaksi RT sebanyak 10 µl terdiri dari 3 µl template RNA; 10 mm dntps; 1 x buffer RT (150 mm NaCl, 50 mm Tris-HCl [ph 7,6], 0.1 mm EDTA, 1 mm dithiothreitol, 0.1% NP-40 dan 50% glycerol); 300 unit enzim reverse transcriptase Moloney Murine Leukemia Virus (MMuLV) (New England BioLabs); 10 pmol Oligo d(t); dan 40 unit Recombinant RNasin Ribonuclease Inhibitor (Promega, Madison, WI, USA). Reaksi RT dilakukan pada kondisi 25ºC selama 5 menit, 42ºC selama 60 menit, diikuti dengan inaktivasi pada 70ºC selama 15 menit. cdna hasil reaksi RT dipakai sebagai template pada reaksi PCR. Reaksi PCR sebanyak 25 µl terdiri dari 1 µl template RNA; 10 µm forward primer dan 10 µm reverse primerpotyvirus; Go Tag Green PCR Mix (Promega). Amplifikasi DNA dilakukan sebanyak 45 siklus yang melalui tahapan yaitu pemanasan awal pada 94ºC selama 5 menit, pemisahan utas DNA pada 94ºC selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 54ºC selama 2 menit, dan sintesis DNA pada 72ºC selama 1menit. Khusus untuk siklus terakhir ditambah tahapan sistesis selama 10 menit pada 72ºC, kemudian siklus berakhir dengan suhu 4ºC. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1% yang dijalankan pada 50 V selama 1 jam. Gel diwarnai dalam 2 µg/ml ethidium bromida dalam bufer elektroforesis (40 mm Tris, 20 mm sodium acetate, dan 1 mm EDTA, ph 7.0) dan divisualisasi pada UV transluminator.

54 36 Analisis Hubungan Kekerabatan Potyvirus. Fragmen DNA hasil amplifikasi digunakan untuk perunutan DNA untuk mengetahui susunan DNA masing-masing isolat Potyvirus yang ditemukan. Perunutan DNA dilakukan di PT Genetika Science Indonesia menggunakan ABI PRISM model 3100 versi 3.7 dengan menggunakan pasangan primer Potyvirus (CPUP dan CP9502). Analisis homologi asam amino gen CP Potyvirus menggunakan Blast (Basic Local Alignment Search Tool) yang terdapat dalam situs National Center for Biotechnology Information (NCBI) ( Runutan nukleotida semua isolat yang terpilih dimodifikasi dengan software Bioedit V7.0.5 sebelum dilakukan analisis filogenetika. Pembentukan pohon filogeni dengan software ClustalW (Bioedit V7.0.5) dan program Mega version 5.05 berdasarkan pendekatan Neighbor Joining (NJ) (Tamura et al. 2011). Hasil dan Pembahasan Hasil Amplifikasi Gen CP Ekstraksi RNA total dari tanaman nilam terinfeksi Potyvirus menggunakan pasangan primer spesifik Potyvirus yaitu CPUP dan CP9502 berhasil mengamplifikasi DNA virus yang berukuran 800 bp seperti pada Gambar 4.2. Dengan primer CP9502 yang terletak diujung 3 genom Potyvirus dan primer CPUP yang terletak di upstream gen CP maka produk PCR yang diperoleh melingkupi sebagian gen CP dan 3 UTR. Keragaman genetik pada genus Potyvirus telah banyak dilakukan berdasarkan gen-gen yang terlibat didalam pembentukan CP dan daerah 3 UTR. Daerah tersebut diketahui merupakan daerah yang bervariasi diantara kelompok Potyvirus. ~800 bp Gambar 4.2 Visualisasi fragmen DNA dari produk RT-PCR menggunakan primer degenerate spesifik coat protein (CP) dan 3 UTR (CPUP&CP9502) pada elektroforesis gel agarose 1%. M= DNA marker100 bp; (1) kontrol negatif (dh 2 O); (2) kontrol positif Potyvirus (ChiVMV); (3) sampel daun dari Pasaman; (4) Ciamis; (5) Garut; (6) Bogor; (7) Manoko; (8) Cicurug; (9) Gunung Bunder; dan (10) Jambi. Analisis Sikuen Gen CP dan 3 UTR Potyvirus. Sebelas fragmen DNA hasil RT-PCR tersebut berhasil disikuen (Tabel 4.2) dengan panjang sikuen yang berkisar antara nukleotida. Penyejajaran dengan sikuen nukleotida anggota Potyvirus lain yang tersedia di

55 37 GenBank membuktikan bahwa sikuen ini merupakan bagian gen CP dan 3 UTR dari Potyvirus (Lampiran 1 dan 2). Tabel 4.2 Daftar virus-virus (Potyvirus) yang digunakan untuk analis sikuen nukleotida. No Isolat Virus Asal Geografis Panjang Tanaman No. Aksesi sikuen Inang GenBank (bp) 1 BGR01 Bogor, Jawa P. cablin - 754*) Barat, Indonesia (nilam) 2 BGR02 Bogor, Jawa P. cablin AB Barat, Indonesia (nilam) 3 CMS01 Ciamis, Jawa P.cablin AB Barat, Indonesia (nilam) 4 CMS02 Ciamis, Jawa P. cablin AB Barat, Indonesia (nilam) 5 GRT01 Garut, Jawa P. cablin AB Barat, Indonesia (nilam) 6 GRT02 Garut, Jawa P. cablin AB Barat, Indonesia 7 PSM01 Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 8 PSM02 Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 9 MNK01 Manoko, Jawa Barat, Indonesia 10 GNB01 Gunung Bunder, Jawa Barat, Indonesia 11 JMB02 Sarolangun, Jambi, Indonesia 12 Telosma mosaic Hanoi, Vietnam virus isolat Hanoi=TeMV1 13 Bean common mosaic virus isolat R=BCMV1 14 Peace lily mosaic virus isolat Haiphong=PeLMV 15 Wisteria vein mosaic virus isolat Beijing=WiVMV 16 Wild potato mosaic virus =WiPMV Zhejiang, China Haiphong, Vietnam Beijing, China Lachay, Peru (nilam) P. cablin (nilam) P. cablin (nilam) P. cablin (nilam) P. cablin (nilam) P. cablin (nilam) Telosma cordata Vigna unguiculata Spathiphyllum patinii Wisteria sinensis Solanum tuberosum Catatan: *) Panjang sikuen nukleotida gen CP+3 UTR Potyvirus. **) Panjang sikuen nukleotiga genom lengkap Potyvirus. AB AB AB DQ **) NC_ DQ NC_ NC_

56 38 Analisis kemiripan menggunakan program Bioedit menunjukkan tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen CP dan 3 UTR isolat asal nilam Indonesia dengan Telosma mosaic virus (TeMV) berturut-turut berkisar %, sedangkan dengan Potyvirus lainnya berkisar antara % (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Persentase kemiripan sikuen nukleotida (623 bp) sebagian gen CP dan 3 UTR Potyvirus yang menginduksi gejala mosaik pada nilam dari Indonesia dan beberapa sikuen Potyvirus yang ada di GenBank. Kode Persentase kemiripan sekuen* isolat** BGR01 2 BGR02 99,5 3 CMS01 90,0 89,5 4 CMS02 89,8 90,1 99,2 5 GRT01 89,8 89,4 98,7 98,3 6 GRT02 89,7 89,2 98,6 98,1 99,2 7 PSM01 88,6 88,6 84,0 84,3 83,8 83,8 8 PSM02 95,7 95,9 90,9 91,3 90,7 90,6 89,5 9 MNK01 95,0 95,3 88,7 89,1 88,8 88,4 86,5 93,8 10 JMB02 93,6 93,9 88,6 89,4 88,8 88,6 87,1 94,8 92,6 11 GNB01 87,1 87,0 82,2 81,9 81,9 81,7 83,5 87,9 85,0 86,2 12 TeMV1 89,5 89,1 90,4 90,3 90,7 90,7 82,6 88,3 88,2 86,8 80,5 13 PeLMV 55,7 55,6 53,5 53,5 53,8 53,5 51,1 54,8 54,1 54,5 50,1 54,7 14 BCMV1 70,4 70,2 70,3 70,4 70,3 70,0 67,7 69,3 70,1 69,2 66,4 71,4 55,6 15 WiVMV 67,6 67,2 67,5 67,3 67,3 67,0 64,6 67,5 66,7 66,5 62,1 68,0 56,1 73,5 16 WiPMV 52,6 52,2 53,5 52,9 53,7 53,7 49,4 53,4 51,8 53,0 48,2 52,9 57,9 50,8 51,0 * Pairwise comparisons dibuat dengan BioEdit version 7.0.0, menggunakan Fast Alignment optiondengan parameter: BLOSUM62 matrix, Gap open=10, Gap extension=0.1 ** Seperti pada Tabel 4.2 Analisis Hubungan Kekerabatan Potyvirus. Pohon filogeni yang dibangun berdasarkan bootstrap dengan menggunakan pendekatan Neighbor Joining dari sikuen nukleotida sebagian gen CP dan 3 UTR lebih jelas lagi memperlihatkan bahwa Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam pada penelitian ini lebih dekat dengan TeMV dan agak jauh dengan spesies Potyvirus lainnya (Gambar 4.3). Keragaman Genetik Potyvirus yang Menginfeksi Tanaman Nilam. Hasil penyejajaran sikuen asam amino bagian 3 terminal gen CP Potyvirus menghasilkan 4 area dengan tingkat konservasi tinggi yaitu YMPRYG, YAFD/NFYE, QMKAAA, dan ED/NTERH (Gambar 4.4). Pada penelitian ini (Gambar 4.4) ada perubahan pada YAFD/NFYE yaitu dengan ada penggantian asam amino aspartate (D) menjadi asparagine (N) didapatkan dari sekuen Potyvirus asal nilam (isolat PSM01). Sebelas isolat Potyvirus asal nilam berada dalam satu kelompok dengan TeMV, walaupun demikian terbagi menjadi 2 sub kelompok besar (Tabel 4.4). Pengelompokan ini sesuai dengan tingkat kesamaan nukleotida dan asam amino gen CPnya. Sub kelompok pertama dengan tingkat kesamaan nuklotidanya diatas 90% [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM02, MNK01, JMB02], dan kelompok kedua 78-88% [PSM01, GNB01].

57 BGR01 BGR02 MNK01 PSM02 JMB02 GNB01 PSM01 TelMV CMS01 CMS02 GRT01 GRT02 BCMV1 WiVMV PeLMV WiPMV Potyvirus asal tanaman Nilam 20 Gambar 4.3 Pohon filogeni Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia [CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, BGR01, BGR02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dan hubungannya dengan anggota kelompok Potyvirus lainnya [Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virusisolat Beijing (WiVMV), Wild potato mosaic virus (WiPMV)]. Analisa didasarkan pada metoda Neighbor Joining dengan nilai ulangan bootstrapnya menggunakan program Mega BGR01CP.AA BGR02CP.AA CMS01CP.AA CMS02CP.AA GRT01CP.AA GRT02CP.AA PSM01CP.AA PSM02CP.AA MNK01CP.AA JMB02CP.AA GNB01CP.AA TeMV1CP.AA BCMV1CP.AA PeLMVCP.AA WiVMVCP.AA WiPMVCP.AA TuMV1CP.AA PVYgpCP.AA PPVgpCP.AA BGR01CP.AA BGR02CP.AA CMS01CP.AA CMS02CP.AA GRT01CP.AA GRT02CP.AA PSM01CP.AA PSM02CP.AA MNK01CP.AA JMB02CP.AA GNB01CP.AA TeMV1CP.AA DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY GRRRQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY GRSRQVEYP- LQPMVENAKP TLKQFMLHFS NAVEAYIEMR ISEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY N---KLEYPS CKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGEEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY GWIRAGVPL- ARPRVSSAMP TFRQVMCHFQ YAGVLNIEMR NSEGLYMPRY DGDEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEGLYMPRY DGDEQVEYP- LKPMVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NSEKPYMPRY DGEEQVTYP- LKPIIENAKP SFRQIMHHFS DAAEAYIEMR NRERPYMPRY DGEQQVEYP- LKPIVENAKP TLRQIMHHFS DAAEAYIEMR NAEGPYMPRY DGEDQVEFP- LKPVVENAKP TFRQIMAHFS DVAEAYIEMR NKSEPYMPRY DGDDQVEFP- IKPLIDHAKP TFRQIMAHFS DVAEAYIEKR NQDRPYMPRY DGNEQVEYP- LKPIVENAKP TLRQIMAHFS DVAEAYIEMR NKKEPYMPRY DGETQVEYP- IKPLLDHAKP TFRQIMAHFS NVAEAYIEKR NYEKAYMPRY GLLRNLRDRS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDRS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VTSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VTSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VTSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VTSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDRI LAQYAFNFYE VNSKTSDKAK EAVPQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDRS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDRS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDRS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNKMFG GLLRNLRDKS LARYAFDFYE VNSKTSDRAK EAVTQMKAAA LVGTTNRMFG

58 40 BCMV1CP.AA PeLMVCP.AA WiVMVCP.AA WiPMVCP.AA TuMV1CP.AA PVYgpCP.AA PPVgpCP.AA BGR01CP.AA BGR02CP.AA CMS01CP.AA CMS02CP.AA GRT01CP.AA GRT02CP.AA PSM01CP.AA PSM02CP.AA MNK01CP.AA JMB02CP.AA GNB01CP.AA TeMV1CP.AA BCMV1CP.AA PeLMVCP.AA WiVMVCP.AA WiPMVCP.AA TuMV1CP.AA PVYgpCP.AA PPVgpCP.AA GLLRNLRDKN LARYAFDFYE VTSKTSDRAR EAVAQMKAAA LSNVSSKLFG GLIRNLRDMS LARYAFDFYE INSRTPVRAR EAIVQMKAAA LTNVSNKMFG GLLRNLRDRD LARYAFDFYE VTSKTPNRAR EAIAQMKAAA LTGVNSKLFG GLVRNLRDMS LARYAFDFYE ITSRTSVRAR EAHIQMKAAA LKTAQTRLFG GLQRNLTDMS LARYAFDFYE MTSRTPIRAR EAHIQMKAAA LRGANNNLFG GLIRNLRDMG LARYAFDFYE VTSRTPVRAR EAHIQMKAAA LKSAQPRLFG GIQRNLTDYS LARYAFDFYE MTSTTPVRAR EAHIQMKAAA LRNVQNRLFG LDGSVSTNGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ LDGSVSTNGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ LDGSVSTTGEDTERHTARDV NKNMHSLLGV SSVQ LDGSVSTTGEDTERHTARDV NKNMHSLLGV SSVQ LDGGVSTTSEDTERHTARDV NQNMHSLLGV SSVQ LDGGVSTTGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV SSVQ LDGSVSTNGENTERHTARDV NQNMLSLLGV GSVQ LDGSVSTNGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ LDGSVSTNSENTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ LDGSVSTNGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ LDGSVSTNGEDTERHTARDV NQNMHSLLGV GSVQ SDGSVSTACEDTERHTARDV NQNMHTLLGV GSVQ LDGNVATTSENTERHTARDV NQNMHTLLGM GSPQ LDGNVTNTTEDTERHTASDV NARMHHLMGV TQG- LDGNISTNVENTERHTARDV NQNMHTLLGM GPPQ LDGGISTQEENTERHTTEDV APNLHTMLGV RNM- LDGNVGTTVENTERHTTEDV NRNMHNLLGV QGL- LDGGISTQEENTERHTTEDV SPSMHTLLGV KNM- LDGNVGTQEEDTERHTAGDV NRNMHNLLGM RGV- Gambar 4.4 Susunan asam amino (134 aa) gen CP Potyvirus asal tanaman nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dengan beberapa gen CP Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virus isolat Beijing (WiVMV),Wild potato mosaic virus (WiPMV), Turnip mosaic virus (TuMV1), Potato virus Y (PVYgp), dan Plum pox virus (PPVgp)] dari GenBank. Area konservasi tinggi pada gen CP Potyvirus (warna merah). Tabel 4.4 Tingkat kesamaan 11 isolat Potyvirus asal nilam terhadap Telosma mosaic virus (DQ851493) berdasarkan sikuen nukleotida dan asam amino gen CP serta nukleotida daerah 3 UTR. No Isolat Virus Protein selubung Tingkat Kesamaan (%) Nukleotida 3 UTR Asam amino Protein selubung 1 BGR BGR CMS CMS GRT GRT PSM PSM MNK JMB GNB Begitu juga halnya dengan daerah 3 UTR dari 11 isolat Potyvirus asal nilam terbagi menjadi 2 sub kelompok besar (Tabel 4.4). Pengelompokan ini sesuai dengan tingkat kesamaan nukleotida daerah 3 UTR, dimana sub kelompok

59 41 pertama dengan tingkat kesamaan nukleotidanya diatas 82% [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM02, MNK01], dan kelompok kedua % [PSM01, JMB02, GNB01]. Pembahasan Menurut Adam et al. (2005), hasil kajian dengan membandingkan runutan nukleotida gen CP dari sikuen Potyvirus bahwa kriteria tingkat kesamaan optimal untuk membedakan spesies adalah 76-77%.Ttingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen CP dan 3 UTR isolat asal nilam Indonesia dengan Telosma mosaic virus (TeMV) berturut-turut berkisar %, sedangkan dengan Potyvirus lainnya berkisar antara %. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Potyvirus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam di Indonesia adalah TeMV, dan ini merupakan laporan pertama keberadaan TeMV pada tanaman nilam di Indonesia. Shukla dan Ward (1988) menggunakan sikuen asam amino gen CP untuk menilai hubungan kekerabatan berbagai virus dalam kelompok Potyvirus. Hasil kajian tersebut menunjukkan virus-virus yang berbeda mempunyai kesamaan runutan nukleotida dan asam amino CP 38% hingga 71%, sedangkan untuk strain dari virus yang sama tingkat kesamaannya mencapai 90% sampai 99%. Demikian pula hasil analisis runutan nukleotida 3 UTR strain-strain Peanut stripe virus (PStV) menunjukkan bahwa strain virus tersebut mempunyai kesamaan antara 97.9% sampai 100% (Akin 2002). Penelitian mengenai keragaman pada tingkat molekuler berdasarkan sikuen nukleotida gen penyandi CP dan 3 UTR dilakukan oleh Tsai et al. (2008) pada ChiVMV, dimana tingkat kesamaan asam amino dan sikuen nukleotida isolat ChiVMV di Asia termasuk Indonesia masing-masing berkisar 94.8% dan 89.5%. Shukla et al. (1994) menyatakan bahwa berdasarkan perbandingan sekuen asam amino atau nukleotida dari CP Potyvirus dibedakan atas 4 tingkat kesamaan: (1) 20-30% adalah tingkat kesamaan yang paling rendah menunjukkan genus yang berbeda, (2) 55-75% menunjukkan spesies yang berbeda, (3) 74-88% menunjukkan sub spesies, dan (4) 90-99% menunjukkan strain dari spesies yang sama. Selain itu, Frenkel et al. (1989) menyatakan bahwa urutan nukleotida 3 UTR dari genom Potyvirus dapat berfungsi sebagai kunci untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi kelompok Potyvirus karena merupakan bagian yang mempunyai tingkat variasi tinggi. Penyejajaran sikuen asam amino bagian 3 terminal gen CP Potyvirus menghasilkan 4 area dengan tingkat konservasi tinggi yaitu YMPRYG, YAFD/NFYE, QMKAAA, dan ED/NTERH. Satu dari empat area tersebut (QMKAAA) sudah diidentifikasi oleh Langerveld et al.(1991) dan Pappu et al. (1993). Sedangkan tiga area lainnya (YMPRYG, YAFDFYE,ED/NTERH) diidentifikasi oleh Zheng et al. (2008). Simpulan Berdasarkan sikuen nukleotida gen CP dan 3 UTR, Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia diidentifikasi sebagai Telosma mosaic virus. Bagian gen CP dengan tingkat konservasi yang tinggi untuk kelompok Potyvirus yaitu YMPRYG, YAFD/NFYE, QMKAAA, dan ED/NTERH, dimiliki

60 42 oleh isolat-isolat Potyvirus asal nilam walaupun variasi antar isolat-isolat tersebut juga ditemukan. Daftar Pustaka Akin MH Variabilitas strain-strain PStV pada tingkat molecular berdasarkan gen protein selubung dan 3 UTR (Untranslated region) genom RNS PStV. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 8: Adams MJ, Antoniw JF, Fauquet CM Molecular criteria for genus and species discrimination within the family Potyviridae. Archives of Virology 150: Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA Virus Taxonomy:VIIIth Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. 8 Ed. San Diego: Elsevier Academic Press. Frenkel MJ, Ward CW, Shukla DD The use of 3 non-coding nucleotide sequences in taxonomy of potyviruses: application to Watermelon mosaic virus2 and Soybean mosaic virus-n. J. Gen Virol 70: Gnutova RV, Tolkach VF Taxonomy of the family potyviridae. Arch Phytopath Plant 31: Hartono S Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Tidak dipublikasi. Langeveld SA, Dore JM, Memelink J, Derks AF, van der Vlugt I Identification of potyviruses using the polymerase chain reaction with degenerate primers. J Gen Virol 72: Meissner Filho PE, Resende R de O, Lima MI, Kitajima EW Patchouli virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann. Appl. Biol. 141: Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78: Ng JCK, Falk BW Virus-vector interactions mediating nonpersistent and semipersistent plant virus transmission. Annual Review of Phytopathology 44: DOI: /annurev.phyto Padmavathi M, Srinivas KP, Subba Reddy CV, Ramesh B, Navodayam K, Krishnaprasadji J, Babu PR, Sreenivasulu P Identification of a new potyvirus associated with chlorotic vein banding disease of Spathiphyllum spp. in Andhra Pradesh India. Plant Pathol J 27(1): Pappu SS, Brand R, Papu HR, Rybicki EP, Gough KH A polymerase chain reaction method adapted for selective amplification and cloning of 3 sequences of potyviral genomes: application to dasheen mosaic virus. J Virol Methods 41:9-20. Shukla DD, Ward CW Amino acid sequence homology of coat proteins as a basis-for identification and classification of the Potyvirus group. Journal Genetics of Virology 69:

61 Shukla DD, Ward CW Identification and classification of potyviruses on basis of coat protein sequence data and serology. Archives of Virology 106: Shukla, DD, Ward CW, Brunt AA The Potyviridae. Wallingford (US): CAB International. Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaidi AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-tree patchouli plants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases and Protection 116(1):2-6. Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony Methods. Molecular Biology and Evolution 28 (10): Tomaru K On new rules for classification and nomenclature of plant viruses.proc.of the seminar on Biotechnology for Agricultural Viruses, Yogyakarta. August, 15-16, Yogyakarta. hlm Tsai WS, Huang YC, Zhang DY, Reddy K, Hidayat SH, Srithongchai W, Green SK, Jan FJ Molecular characterization of the CP gene and 3 UTR of Chilli veinal mottle virus from South and Southeast Asia. Plant Pathology 57: Van Der Vlught RAA, Steffens P, Cuperus C, Barg E, Lesemann DE, Bos I, Vetten HJ Further evidence that Shallot yellow stripe virus (SYSV) is a distinct potyvirus and reidentification of Welsh onion stripe virus as a SYSV strain. Phytopathology 89: Wang X, Ullah Z, Grumet R Interaction between zucchini yellow mosaic potyvirus RNA-dependent RNA polymerase and host poly-(a) binding protein. Virology 275: Ward CW, Shukla DD Taxonomy of potyvirus: current problems and some solutions. Intervirology 32: Zheng L, Wayper PJ, Gibbs AJ, Fourment M, Rodoni BC, Gibbs MJ Accumulating variation at conserved sites in potyvirus genomes is driven by species discovery and affects degenerate primer design. Plos one 3(2):

62 44 V. KISARAN INANG DAN PENULARAN TeMV ASAL NILAM *) (Host Range and Tranmission of TeMV from Patchouli) Abstrak Nilam (Pogostemon cablin) merupakan tanaman penting yang memiliki arti ekonomi karena kemampuannya memproduksi minyak esensial, yaitu minyak nilam. Hama dan penyakit dapat berkontribusi pada rendahnya produksi minyak nilam di Indonesia. Telosma mosaic virus (TeMV) telah diidentifikasi merupakan salah satu penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam. Kutudaun yang umumnya banyak dijumpai pada tanaman nilam bergejala mosaik menunjukkan kemungkinan adanya hubungan dengan TeMV. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kisaran inang TeMV dan mengetahui hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik. Spesies kutudaun yang paling banyak ditemukan pada pertanaman nilam di Indonesia adalah Aphis gossypii Glover. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TeMV dapat ditularkan secara mekanis pada tiga famili tanaman yaitu Chenopodiaceae, Solanaceae dan Amaranthaceae. Studi lebih lanjut pada kemampuan A. gossypii menularkan TeMV mengungkapkan adanya hubungan non-persisten dengan periode puasa pra-akuisisi optimum 25 menit, periode makan akuisisi 15 menit, dan periode makan inokulasi optimum 4 jam. Kata kunci: Aphis gossypii, kisaran inang, nilam, Telosma mosaic virus. Abstract Patchouli (Pogostemon cablin) is an economically important plant due to its capability to produce essential oil, i.e. patchouli oil. Pests and diseases may contribute to low production of patchouli oil in Indonesia. Aphids are commonly found associated with patchouli plants showing mosaic symptoms, indicated possible relationship between aphids and mosaic virus. Early diagnosis showed that mosaic disease on patchouli is caused by Telosma mosaic virus (TeMV) infection. The study was conducted to determine host range the virus and to know the relationship between aphids and mosaic virus in patchouli plants. Aphid species most abundant in patchouli cultivation in Indonesia was Aphis gossypii Glover. TeMV can be mechanically transmitted to three plant families that were Chenopodiaceae, Solanaceae and Amaranthaceae. Further study on the ability of A. gossypii to transmit TeMV revealed non-persistent relationship with 25 min optimum pre-acquisition starvation, 15 min acquisition period and 4 hours optimum inoculation feeding period. Key words: Aphis gossypii, host range, patchouli, Telosma mosaic virus. *) Sebagian penelitian telah dipublikasikan di Jurnal Fitopatologi Indonesia Vol 8 Nomor 3 Juni ISSN:

63 45 Pendahuluan Pada bab III sudah dijelaskan bahwa salah satu masalah yang menyebabkan produksi nilam rendah ialah adanya infeksi virus. Di antara virus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam yaitu Potyvirus yang menyebabkan penyakit mosaik (Noveriza et al. 2012, Singh et al. 2009). Spesies dan strain virus dapat dibedakan berdasarkan kisaran inang, gejalanya pada tanaman indikator dan hubungannya secara serologi (Adam et al. 2005), selain itu juga dapat dibedakan dari anggota genus yang lainnya berdasarkan inang diferensial (Vance et al. 1992). Menurut Sreenivasulu et al. (1994), Potyvirus yang menginfeksi tanaman Sesamum indicum di Amerika Utara dapat ditularkan secara mekanik pada beberapa tanaman famili Amaranthaceae, Chenopodiaceae, Cucurbitaceae, Leguminosae, dan Solanaceae. Menurut Natsuaki et al. (1994), Patchouli motle virus (Potyvirus) dapat ditularkan secara mekanik dari tanaman nilam ke Chenopodium quinoa, Tetragonia expansa dan Sesamum indicum menyebabkan infeksi sistemik, sedangkan pada tanaman C. amaranticolor dan Gomphrena globosa menyebabkan infeksi lokal. Virus tersebut punya kesamaan dengan Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di India, mempunyai kisaran inang yang sempit karena tidak bisa menginfeksi beberapa spesies tanaman seperti Zinnia elegans, Nicotiana glutinosa dan juga tanaman lain dari famili Labiatae. Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Brazil mempunyai kisaran inang yang lebih luas dibandingkan isolat Jepang dan India, karena dapat menginfeksi Z. elegans, N. glutinosa dan lain-lain. Kisaran inang Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di Indonesia masih perlu dipelajari. Potyvirus selain ditularkan dengan cara mekanik, dapat juga ditularkan oleh beberapa genus kutudaun termasuk Aphis gossypii, A. craccivora dan Myzus persicae secara non-persisten (Sreenivasulu et al. 1994, Brunt et al. 1996). Kutudaun dapat menularkan lebih dari 50% jenis virus tanaman (lebih kurang 275 spesies diantara 19 genus virus tanaman) (Nault 1997). Vektor ini dinyatakan sangat baik dalam menularkan virus karena stilet mereka dapat melewati ruang antar sel untuk mencapai jaringan target (seperti floem) dan dapat menembus selsel tanaman tanpa menyebabkan kerusakan (Mitchell 2004). Kutudaun merupakan kelompok serangga Aphididae yang sangat besar di dunia mencapai spesies. Dari jumlah tersebut, sekitar 450 spesies yang baru diketahui mengkolonisasi tanaman pertanian (Blackman dan Eastop 2007). Dari 288 spesies kutudaun yang diuji, hanya 227 spesies yang dapat menularkan virus tanaman. Kutudaun termasuk kedalam subfamili Aphidinae yaitu genus Aphis, Myzus dan Macrosiphum (Eastop 1983). Virus yang ditularkan oleh serangga telah diklasifikasikan berdasarkan pada perbedaan (waktu) lamanya vektor mempertahankan kemampuannya untuk menularkan virus. Klasifikasi ini membedakan antara non-persisten (yaitu kemampuannya menularkan virus akan hilang dalam beberapa menit atau beberapa jam), semi-persisten (kemampuannya menularkan virus akan hilang setelah beberapa jam, dan persisten (kemampuan vektor untuk menularkan virus tahan selama beberapa hari atau sepanjang siklus hidupnya (Watson dan Robers 1939, Sylvester 1956). Selain itu ada juga klasifikasi lain yang mengacu pada situs retensi virus dalam vektor yaitu "stylet-borne" (yang dikenal dengan non-

64 46 persisten) dimana virus dipertahankan pada ujung stilet (Kennedy et al. 1962), sedangkan yang dipertahankan di foregut itu disebut "foregut-borne" (disebut juga semi-persisten) (Nault dan Ammar 1989). Di Indonesia, peranan kutudaun (A. gossypii) sebagai serangga vektor virus penyebab penyakit mosaik nilam belum jelas, sehingga perlu pengujian untuk memastikannya. Selama survei penyakit mosaik pada tanaman nilam di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jambi ditemukan populasi kutudaun yang sangat tinggi pada daun nilam. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan hubungan antara kutudaun dan penyakit virus mosaik yang menyerang tanaman nilam. Penelitian ini dilakukan untuk (1) mengetahui kisaran inang TeMV, dan (2) mengetahui hubungan kutudaun dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam. Bahan dan Metode Uji Kisaran Inang TeMV Penyiapan Tanaman. Bibit tanaman uji berasal dari tanaman sehat, ditanam dalam polibeg berisi tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)]. Tanaman yang disiapkan adalah dari famili Solanaceae yaitu Datura stramonium, Solanum melongena, Nicotiana benthamiana, N. tabacum; Cucurbitaceae yaitu Cucumis sativus; Chenopodiaceae yaitu Chenopodium amaranticolor, C. quinoa; dan Amaranthaceae yaitu Gomphrena globosa. Perbanyakan Sumber Inokulum dan Tanaman Uji. Sumber inokulum berasal dari tanaman nilam yang terinfeksi TeMV yang dikoleksi dari Cimanggu- Bogor (isolat Bogor). Inokulasi TeMV. Isolat TeMV yang digunakan untuk uji kisaran inang adalah isolat asal Bogor (TeMV-BGR01). Pengujian respon tanaman indikator dilakukan dengan inokulasi secara mekanik menggunakan cairan perasan tanaman (sap). Sap dibuat dari daun tanaman yang terinfeksi TeMV (Potyvirus). Daun tersebut digerus sampai halus dengan menggunakan mortar setelah sebelumnya ditambahkan bufer fosfat (0.01M; ph 7.0) dengan perbandingan 1:5 (b:v). Daun tanaman yang akan diinokulasi sebelumnya ditaburi dengan carborundum (600 mesh). Sap kemudian dioleskan pada daun dengan menggunakan kapas steril, dimulai dari bagian pangkal daun ke ujung secara searah dengan tidak mengulangi pada daerah yang sama. Setelah pengolesan sap selesai, daun tanaman uji disiram dengan air mengalir untuk membersihkan sisa-sisa sap yang masih melekat. Masing-masing tanaman uji terdiri atas 10 ulangan. Pengamatan Uji Kisaran Inang. Pengamatan terhadap gejala yang muncul dilakukan setiap hari selama dua bulan. Persentase kejadian penyakit ditentukan berdasarkan hasil deteksi dengan ELISA menggunakan antibodi Potyvirus. Uji Penularan TeMV dengan Kutudaun Kutudaun yang digunakan dalam mengetahui hubungan serangga ini dengan penyakit mosaik adalah Aphis gossypii. Pembebasan Kutudaun dari Virus. Imago A. gossypii dibuat bebas virus dengan memelihara pada daun talas yang sehat. Sebelumnya daun talas dicuci, tangkainya dibalut dengan kapas basah dan diletakkan pada cawan petri.

65 47 Kutudaun dipindahkan dengan kuas gambar yang telah dibasahi dengan sedikit air ke permukaan daun talas bagian bawah yang berada dalam cawan petri. Cawan petri ditutup dan imago dibiarkan menghasilkan nimfa. Kutudaun yang baru lahir dipindahkan ke daun tanaman inang sehat dan dibiarkan berkembang biak. Kutudaun ini kemudian digunakan untuk pengujian selanjutnya, karena kutudaun yang baru lahir selalu bebas virus (non-viruliferous) (Noordam 1973). Perbanyakan Sumber Inokulum dan Tanaman Uji. Sumber inokulum berasal dari tanaman nilam yang terinfeksi TeMV yang dikoleksi dari Cimanggu- Bogor (isolat Bogor). Tanaman uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilam Aceh varietas Sidikalang (Pogostemon cablin) hasil kultur in vitro (somaklon no 6, 21 dan 25), yang benihnya diperoleh dari Balittro Bogor. Setek tanaman nilam ditanam dalam polibeg yang berisi tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)]. Setelah tanaman berumur 1 bulan, tanaman siap diinokulasi. Pengaruh Pra-akuisisi Periode Puasa Kutudaun terhadap Penularan TeMV. Nimfa kutudaun (A.gossypii) yang tidak bersayap dipindahkan ke kotak plastik untuk dipuasakan selama10, 15, 25, 40, 60, 90, dan 120 menit. Setelah melalui periode puasa, sebanyak kutudaun diletakkan pada tanaman nilam yang telah terinfeksi TeMV untuk diberikan periode makan akuisisi selama 15 menit. Kutudaun tersebut kemudian dipindahkan ke tanaman nilam sehat berumur 1 bulan sebanyak 10 ekor setiap tanaman, untuk diberikan periode makan inokulasi selama 24 jam. Pemindahan kutudaun dilakukan dengan hati-hati menggunakan kuas agar stiletnya tidak patah.tiap perlakuan diulang 15 kali. Sebagai kontrol, tanaman nilam diperlakukan sama, kecuali serangga vektor diberi periode makan akuisisi pada tanaman nilam sehat. Tanaman uji dipelihara di dalam kurungan kedap serangga dan kutudaun dimatikan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai 2 bulan setelah penularan terhadap masa inkubasi, gejala dan persentase tanaman yang sakit. Hasil penularan dikonfirmasi dengan uji serologi (ELISA). Pengaruh Periode Inokulasi Kutudaun Terhadap Penularan TeMV. Nimfa kutudaun (A.gossypii) yang tidak bersayap dipindahkan ke kotak plastik untuk dipuasakan selama 40 menit. Selanjutnya kutudaun tersebut diletakkan pada tanaman nilam yang telah terinfeksi TeMV untuk diberikan periode makan akuisisi selama 15 menit. Kutudaun tersebut kemudian dipindahkan ke tanaman nilam sehat berumur 1 bulan sebanyak 10 ekor setiap tanaman, untuk diberikan periode makan inokulasi 5, 10, 15, 30, 60 menit, 2, 4, 6, 12, 24 jam. Tiap perlakuan diulang 10 kali. Sebagai kontrol, tanaman nilam diperlakukan sama, kecuali serangga vektor diberi periode makan akuisisi pada tanaman nilam sehat. Tanaman uji dipelihara di dalam kurungan kedap serangga dan kutudaun dimatikan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai 2 bulan setelah penularan terhadap masa inkubasi, gejala dan persentase tanaman yang sakit. Hasil penularan dikonfirmasi dengan uji serologi (ELISA). Hasil dan Pembahasan Hasil Kisaran Inang TeMV TeMV berhasil ditularkan secara mekanik ke N. benthamiana, N. tabacum, C. amaranticolor, C. quinoa, G. globosa, dan S. melongena. Jadi TeMV dapat

66 48 menginfeksi tanaman yang termasuk famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae. Ada beberapa perbedaan respon infeksi TeMV dan PaMoV (Potyvirus asal nilam di Jepang) pada tanaman C. quinoa, G. globosa dan N tabacum (Tabel 5.1). Tabel 5.1 Respon berbagai tanaman indikator terhadap infeksi Potyvirus asal tanaman nilam. Famili dan spesies tanaman Isolat Bogor (TeMV-BGR01) PaMoV (Natsuaki et al.1994) Lokal Sistemik Lokal Sistemik Chenopodiaceae Chenopodium amaranticolor LKcm Ti LK Ti C. quinoa LK Ti LK LK Solanaceae Nicotiana benthamiana M M Nt Nt N. tabacum M M Ti Ti Solanum melongena (terong) LK Ti Nt Nt Datura metel Ti Ti Nt Nt Amaranthaceae Gomphrena globosa LK LK LK Ti Cucurbitaceae Cucumis sativus (timun) Ti Ti Ti Ti LKcm=Lesio klorotik dengan cincin merah; LK, lesio klorotik; M, mosaik;ti, tidak terinfeksi; Nt, tidak diuji. Penularan TeMV menggunakan Kutudaun Periode Puasa Pra-akuisisi Aphis gossypii Terhadap Penularan TeMV. Periode puasa pra-akuisisi tidak secara signifikan berpengaruh terhadap penularan TeMV oleh A. gossypii, walaupun terdapat variasi persentase infeksi akibat perbedaan waktu puasa. Waktu puasa optimum A. gossypii menularkan TeMV adalah 25 menit, persentase infeksinya mencapai 100%, dibandingkan pada perlakuan tanpa puasa infektifitasnya hanya 66.7% (Gambar 5.1) Infeksi Potyvirus (%) Periode puasa pra-akuisisi (menit) Gambar 5.1 Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode puasa pra-akuisisi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI).

67 49 A. gosyypii yang dipuasakan dan yang tidak dipuasakan ternyata samasama mampu menularkan TeMV pada tanaman nilam, meskipun perlakuan puasa dapat meningkatkan persentase infeksi TeMV. Periode Makan Inokulasi Aphis gossypii Terhadap Penularan TeMV. Periode inokulasi 5 menit sangat penting untuk penularan TeMV oleh A. gossypii. Persentase infeksi meningkat seiring dengan peningkatan periode inokulasi sampai 4 jam dan selanjutnya menurun dengan makin lamanya periode inokulasi. Infeksi TeMV pada nilam hanya 40% ketika periode inokulasi A. gossypii 24 jam (Gambar 5.2). Infeksi Potyvirus (%) Periode waktu makan inokulasi (menit) Gambar 5.2 Persentase infeksi Potyvirus yang ditularkan oleh Aphis gossypii pada beberapa tingkat periode waktu makan inokulasi pada 50 hari setelah inokulasi (HSI). Percobaan yang dilakukan pada pengaruh waktu inokulasi terhadap kemampuan A. gossypii dalam menularkan TeMV menunjukkan bahwa kutudaun tersebut dapat menularkan virus dalam waktu 5 menit. Persentase infeksi meningkat dengan meningkatnya waktu inokulasi sampai waktu 4 jam, selanjutnya mulai menurun seiring dengan perpanjangan waktu inokulasi (Gambar 5.2). Pembahasan TeMV dapat menginfeksi tanaman yang termasuk famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae. Kisaran inang tersebut sesuai dengan kisaran inang virus-virus dari kelompok Potyvirus yang umumnya dapat menginfeksi tanaman-tanaman dari famili Chenopodiaceae, Solanaceae, Amaranthaceae dan Cucurbitaceae (Nascimento et al. 2006, Natsuaki et al. 1994). Namun demikian, terdapat sedikit perbedaan respon inang dengan PaMoV, anggota Potyvirus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam oleh Natsuaki et al. (1994). C.quinoa hanya memperlihatkan lesio klorotik lokal bila terinfeksi oleh TeMV tetapi bila terinfeksi PaMoV memperlihatkan lesio klorotik lokal dan sistemik. Demikian juga G. globosa hanya memperlihatkan lesio klorotik bila terinfeksi PaMoV tetapi bila terinfeksi TeMV memperlihatkan lesio klorotik lokal dan sistemik dan N. tabacum yang bukan inang PaMoV dapat terinfeksi oleh TeMV. Perbedaan respon inang ini menjadi pertanda bahwa PaMoV dan virus yang menjadi objek penelitian ini (TeMV-BGR01) adalah spesies yang berbeda

68 50 walaupun sama-sama merupakan golongan Potyvirus. Ketiga spesies tanaman inang ini (C. quinoa, G. globosa dan N tabacum) dapat digunakan sebagai differential host. Selain secara mekanis, TeMV juga dapat ditularkan dari suatu tanaman ke tanaman lainnya melalui kutudaun. Penularan virus tumbuhan oleh serangga (kutudaun) diawali dengan proses perolehan (akuisisi) virus dari sumber virus yang berupa tanaman sakit atau tumbuhan lain, sehingga serangga mengandung virus (virulifer) dan infektif. Vektor infektif kemudian menularkan virus yang dibawanya ke tanaman lain (inokulasi) diantara waktu tertentu yang disebut masa inkubasi virus dalam tubuh vektor atau masa laten. Setelah menularkan virus ke tumbuhan lain, infektivitas vektor dapat hilang, menurun atau tetap sampai seumur hidup, tergantung dari pada tipe interaksi virus dengan serangga vektor (Nault 1997). TeMV dapat ditularkan oleh A. gossypii yang tidak dipuasakan maupun yang dipuasakan. Namun demikian, periode waktu puasa dapat meningkatkan persentase infeksi TeMV pada tanaman nilam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakuan oleh Wang dan Pirion (1996) dan Singh et al. (2005). Puasa juga dapat menghilangkan komponen tanaman yang mengganggu retensi virion dalam kanal makanan yang ada pada stilet kutudaun (Wang dan Pirion 1996). Pada periode waktu inokulasi 5 menit, A. gossypii dapat menularkan TeMV mencapai 30% pada tanaman nilam. Persentase penularan tertinggi (80%) pada waktu inokulasi 4 jam. Singh et al. (2005) melaporkan bahwa A. craccivora dapat menularkan Sunflower mosaic potyvirus (SFMV, Potyvirus yang menyebabkan penyakit mosaik pada tanaman bunga matahari) dalam waktu 1 menit dan persentase penularan tertinggi (60%) pada waktu inokulasi 1 jam, tetapi perpanjangan waktu inokulasi menurunkan persentase penularan 7-47%. Myzus persicae dapat menularkan Potato virus Y dalam waktu 5 detik, jumlah tanaman yang terinfeksi paling tinggi (mencapai 93,3% pada tanaman Nicotiana tabacum) pada waktu inokulasi 5 menit (Kotzampigikis et al. 2009). Hal ini mungkin terjadi disebabkan karena vektor yang lebih efisien membawa jumlah virus yang lebih banyak untuk ditularkan ke tanaman yang rentan dibandingkan vektor yang kurang efisien. Vektor yang kurang efisien membutuhkan waktu inokulasi yang lebih lama untuk menularkan virus. Berdasarkan uji penularan dengan A. gossypii diketahui bahwa hubungan antara virus mosaik pada nilam yang disebabkan oleh TeMV dengan vektor A. gossypii adalah secara non-persisten. Penularan virus oleh serangga secara nonpersisten terjadi bila virus bertahan dalam tubuh serangga dalam waktu yang singkat, beberapa menit atau jam. Serangga menjadi infektif dengan seketika setelah membawa virus, tidak diperlukan periode laten. Persistensi atau retensi virus dalam vektor sangat singkat (Sylvester 1980). Kutudaun virulifer yang tidak menginokulasi tanaman lain juga kehilangan infektivitasnya setelah beberapa saat (Sumardiyono et al. 1997). Umumnya virus dari kelompok Potyvirus ditularkan oleh kutudaun secara non-persisten. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2005) bahwa SFMV ditularkan secara non-persisten oleh A. craccivora. A. gossypii dan Myzus persicae menularkan Papaya ringspot virus-tipe W dan Zucchini yellow mosaic virus (Potyvirus) secara non-persisten pada tanaman zucchini squash (Pinto et al. 2008), tanaman melon (Martin et al. 2003).

69 51 Seluruh tanaman yang diuji ternyata rentan terhadap TeMV, hal ini ditunjukkan oleh persentase infeksi TeMV mencapai 100% setelah ditularkan oleh A. gossypii. Menurut Kishaba et al. (1992), persentase infeksi Watermelon mosaic virus yang ditularkan oleh A. gossypii pada tanaman yang rentan, toleran dan tahan berturut-turut mencapai 97.9%, 69.4% dan 26.7% Simpulan TeMV isolat asal nilam (BGR01) mempunyai kisaran inang sesuai dengan kisaran inang kelompok Potyvirus. Reaksi C. quinoa, G. globosa dan N. tabacum dapat membedakan TeMV dari anggota Potyvirus lainnya (PaMoV) yang juga dilaporkan menginfeksi tanaman nilam. A. gossypii, kutudaun yang ditemukan mengkoloni tanaman nilam, efisien menularkan TeMV dengan periode puasa optimum 25 menit, periode akuisisi 15 menit dan periode makan inokulasi optimum 4 jam. Hubungan antara serangga vektor dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam secara non-persisten. Daftar Pustaka Blackman RL, Eastop VF Taxonomic issues. In: van Emden. H.F., Harrington, R. (Eds.). Aphids as Crop Pests. New York (US): CABI Publishing, Wallingford. Brunt AA, Crabtree K, Dallwitz MJ,Gibbs AJ, Watson L, Zurcher EJ Plant Viruses Online: Descriptions and Lists from the VIDE Database. Version: 20th August URL Groups/MES/vide/ Eastop VF The biology of the principal aphid virus vectors. In: Plumb, R.T., Thresh, J.M. (Eds.) Plant Virus Epidemiology. London (EN): Blackwell Scientific Publications, Oxford. Kennedy JS, Day MF, Eastop VF A Conspectus of Aphids as Vectors of Plant Viruses. London (EN): Commonwealth Institute of Entomology. Kishaba AN, Castle SJ, Coudriet DL, McCreight JD, Bohn GW Virus transmission by Aphis gossypii Glover to aphid-resistant and susceptible muskmelons. J Amer Soc Hort Sci. 117(2): Kotzampigikis At, Hristova D, Tasheva-Terzieva E Virus-vector relationship between potato virus Y PVY and Myzus persicae Sulzer. Bulg. J. Agric. Sci.15: Martin B, Rahbe Y, Fereres A Blockage of stylet tips as the mechanism of resistance to virus transmission by Aphis gossypii in melon lines bearing the Vat gene. Ann Appl Biol. 142(2): doi: /j tb00247.x. Mitchell PL Heteroptera as vectors of plant pathogens. Neotropical Entomol. 33: Nascimento AVS, Santana EN, Braz ASK, Alfenas PF, Pio-Ribeiro G, Andrade GP, de Carvalho MG, Zerbini FM Cowpea aphid-borne mosaic virus (CABMV) is widespread in passionfruit in Brazil and causes passionfruit woodiness disease. Archive virology 151:

70 52 Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda S, Teranaka M Characteristic of two viruses isolated from patchouli in Japan. Plant Dis. 78(11): Doi: /PD Nault LR Arthropod transmission of Plant Viruses. A New Synthesis.Ann Ent Soc America 90(5): Nault LR, Ammar ED Leafhopper and planthopper transmission of plant viruses.ann. Rev. Entomol. 34: Noordam D Identification of plant viruses, Methods & experiments. Wageningen (AUS): Centre for Agricultural Publishing and Doc. Noveriza R, Suastika S; Hidayat SH, Kartosuwondo U Identification of a Potyvirus associated with mosaic disease on patchouli plants in Indonesia. J. ISSAAS. 18(1): Pinto ZV, Rezende JAM, Yuki VA, Piedade SMS Ability of Aphis gossypii and Myzus persicae to transmit Cucumber mosaic virus in single and mixed infection with two potyviruses to zucchini squash. Summa Phytopathologica 34(2): Singh RK, Singh SJ, Prakash S Relationship of Sunflower mosaic potyvirus (SMPV) with its aphid vector Aphis craccivora Koch. Indi J Agri Res. 39(1):1-9. Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, Zaidi AA Occurrence of Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-tree patchouli plants by meristem tip culture. J Plant Dis Protec. 116(1):2-6. Sreenivasulu P, Demski JW, Purcifull DE, Christie RG, Lovell GR A potyvirus causing mosaic disease of sesame (Sesamum indicum). Plant Dis. 78: Sularno Pengaruh lama waktu makan akuisisi dan lama waktu makan Inokulasi Myzus persicae dan Aphis glycine terhadap kecepatan penularan virus tanaman. Kultura 10(1):1-6. Sumardiyono YB, Supratoyo, Samsuri Penularan penyakit mosaik kacang panjang oleh Aphis craccivora. J Perlin Tan Indones. 3(1): Sylvester ES Beet yellows virus transmission by the Green peach aphid.j. Econ. Entomol. 49: Sylvester ES Circulative and propagative virus transmission by aphids. Ann Rev Ento. 25(1): doi: /annurev.en Vance VB, Jordan R, Edwardson JR, Christie R, Purcifull DE, Turpen T, Falk B Evidence that pepper mottle virus andpotato virus Y are distinct viruses: analyses of the coat protein and 3'untranslated sequence of a California isolate of pepper mottlevirus. Arch. of Virol.5: Wang RY, Pirone TP Potyvirus transmission is not increased by preacquisition fasting of aphids reared on artificial diet. J Gen Virol. 77(12): doi: / Watson MA, Robers FM A comparative study of the transmission ofhyoscyamus virus 3, potato virus Y and cucumber virus 1 by the vectors Myzuspersicae (Sulz), M. circumflexus (Buckton), and Macrosiphum gei (K). Proc. R. Soc. Lond. B 127:

71 53 VI. ELIMINASI TeMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL DAN PERLAKUAN AIR PANAS *) (Elimination of TeMVCausing Mosaic Diseases in Patchouli Plants Using Apical Meristem Culture and Hot Water Treatment) Abstrak Minyak nilam merupakan salah satu bahan baku parfum multifungsi yang bernilai tinggi. Budidaya dan pengembangan tanaman nilam terkendala oleh infeksi Potyvirus (TeMV) yang menyebabkan penyakit mosaik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bibit nilam bebas virus dengan metode kultur meristem apikal dan perlakuan perendaman air panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman nilam yang diperbanyak dari kultur meristem apikal (berukuran mm) menghasilkan % tanaman bebas virus. Namun, perendaman setek batang nilam didalam air panas bersuhu 50 60⁰C selama10 30 menit tidak dapat mengeliminasi TeMV yang menginfeksi tiga varietas nilam yang diuji. Berdasarkan daya tumbuh setek batang, nilam varietas Tapak Tuan dan Lhokseumawe lebih toleran terhadap perlakuan air panas dibandingkan Sidikalang, tetapi toleransinya semakin menurun seiring semakin lama waktu perendaman. Berdasarkan hasil penelitian ini, teknik kultur meristem apikal berpotensi untuk menghasilkan tanaman nilam bebas virus. Kata kunci: Nilam, Potyvirus, kultur meristem apikal, perlakuan air panas. Abstract Patchouli oil is one of high value multifunction perfume s raw materials. One important constraint during patchouli plant cultivation is infection of Potyvirus (TeMV) causing serious mosaic disease. This study was conducted to develop a technique for producing virus-free plants using apical meristem tissue culture and hot water treatment. The results showed that patchouli plants propagated from apical meristem (0.5 to 1.0 mm in size) culture were 33.3 to 90.9% virus-free. However, hot water treatment of stem cutting at 50-60⁰C for minutes were not able to eliminate TeMV from three patchouli varieties tested. Based on plant growth performance, Lhokseumawe and Tapak Tuan varieties were more tolerant to hot water treatment than Sidikalang, but its growing ability was decrease along with the increasing subimmersion time. Based on this research result, apical meristem culture technique had a good potential to produce virusfree patchouli plants. Key words: Patchouli, Potyvirus, apical meristem culture, hot water treatment. *) Telah dipublikasikan di Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 18 Nomor 1, ISSN:

72 54 Pendahuluan Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) telah dilaporkan dapat terinfeksi oleh beberapa jenis virus yaitu Patchouli mosaic virus (PaMV), Tobacco necrosis virus (TNV), Patchouli mild mosaic virus (PaMMV), Patchouli mottle virus (PaMoV), Patchouli virus X (PatVX) dan Peanut stripe virus (PStV) (Natsuaki et al. 1994, Meissner Filho et al. 2002, Hartono 2008, Singh et al. 2009). Di India, kejadian penyakit pada tanaman nilam mencapai 76% (Sastry dan Vasanthakumar 1981). Tiga varietas nilam yaitu Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan dilaporkan juga telah terinfeksi oleh Potyvirus yang menginduksi gejala mosaik yaitu TeMV (Noveriza et al. 2012a). Potyvirus adalah kelompok virus yang secara alami dapat ditularkan dan disebarkan oleh kutudaun (Irwin 1999). Namun demikian, cara penyebaran utama yang terjadi di lapangan adalah melalui bahan tanaman yang terinfeksi. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian penyakit mosaik pada tanaman nilam di daerahdaerah sentra produksi nilam di Indonesia (Hartono dan Subandiyah 2006, Noveriza et al. 2012a). Oleh sebab itu, penggunaan bibit yang sehat menjadi sangat penting dalam pengendalian virus pada tanaman nilam. Bila menggunakan bahan tanaman yang bebas dari infeksi virus sebagai sumber bibit, maka tanaman yang dibudidayakan diharapkan dapat berproduksi sesuai potensi genetiknya. Untuk mendapatkan tanaman bibit bebas virus maka perlu dilakukan usaha eliminasi virus dari tanaman terinfeksi. Pada berbagai jenis tanaman dilaporkan telah berhasil dilakukan eliminasi virus melalui beberapa metode, di antaranya kultur meristem (Golino et al. 1998), terapi pemanasan (Leonhardt et al. 1998), dan penggunaan antiviral sintetik (Budiarto et al. 2008). Pada metode kultur meristem dipilih bagian jaringan yang belum terinvasi patogen, yaitu bagian apikal dan ditumbuhkan menjadi tanaman lengkap yang sehat dalam media buatan. Teknik tersebut sudah berhasil diterapkan pada tanaman kentang untuk mengeliminasi virus (Quak 1972). Selain untuk mengeliminasi virus, metode tersebut juga dipakai dalam perbanyakan tanaman secara cepat (Goodwin et al. 1980). Meristem apikal yang masih bebas patogen umumnya berukuran sangat kecil untuk beberapa jenis tanaman sehingga teknik kultur meristem merupakan teknik yang relatif sulit dilakukan (Brown et al.1988). Upaya mengatasi hal tersebut dilakukan oleh Gunaeni dan Karjadi (2008) dengan menggabungkan teknik kultur meristem apikal dan penambahan bahan antivirus yaitu ribavirin (5 mg/liter) dan berhasil mengeliminasi Potato leaf roll virus (PLRV), Potato virus X (PVX), Potato virus Y (PVY) dan Potato virus S (PVS) dari tanaman kentang terinfeksi. Teknik eliminasi virus lain yang relatif lebih mudah dan murah dilakukan dibandingkan dengan teknik kultur meristem apikal adalah dengan perlakuan pemanasan. Metode pemanasan untuk tujuan eliminasi virus dapat diterapkan berdasarkan fakta bahwa multiplikasi virus sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama suhu yang tinggi. Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa laju multiplikasi virus mengalami penurunan pada kisaran suhu 35⁰-43⁰C (Converse dan Tanne 1984). Namun demikian, toleransi jaringan tanaman terhadap suhu tinggi akan menjadi faktor pembatas dalam aplikasi metode ini. Persentase tanaman hidup pasca terapi umumnya semakin kecil seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan (Lozoya-Saldana dan Merlin-Lara 1984). Namun,

73 55 optimalisasi waktu, suhu atau perendaman, bisa membuat perlakuan air panas berguna untuk menghilangkan virus terutama untuk tanaman tahunan atau tanaman dengan perbanyakan vegetatif seperti tebu dan krisan (Damayanti et al. 2010). Hasil pengujian pendahuluan menggunakan tanaman nilam varietas Sidikalang menunjukkan bahwa setek batang nilam masih dapat tumbuh setelah direndam dalam suhu diatas 50⁰C tetapi tidak untuk setek pucuk (data tidak ditampilkan). Penelitian dilakukan untuk mendapat bibit nilam bebas virus dengan metode kultur meristem apikal dan perendaman air panas. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan mulai Januari sampai Desember 2010 di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Bogor. Penelitian terdiri atas dua kegiatan yaitu : (1) Eliminasi TeMV pada setek nilam dengan kultur meristem apikal, dan (2) Eliminasi TeMV pada setek batang nilam dengan perendaman air panas. Eliminasi TeMV pada Tanaman Nilam dengan Kultur Meristem Apikal Eksplan yang digunakan adalah pucuk tanaman nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan yang terinfeksi TeMV berdasarkan adanya gejala mosaik pada daun nilam. Potongan pucuk meristem apikal nilam berukuran 3-5 mm dibersihkan berturut-turut dengan air mengalir (30 menit), air sabun (10 menit), larutan fungisida (30 menit), dan beberapa kali dengan akuades. Sterilisasi permukaan dilakukan dengan merendam pucuk apikal tersebut berturut-turut dalam larutan 70% etanol selama 3 menit, 0.2% HgCl selama 1 menit, 1% sodium hipoklorida selama 1 menit, dan dibilas dengan akuades steril. Kultur Meristem Apikal Secara In Vitro Meristem apikal dikulturkan berdasarkan metode Sugimura et al. (1995). Isolasi meristem dilakukan secara aseptik di bawah mikroskop untuk memotong eksplan dengan ukuran mm. Regenerasi plantlet dari meristem apikal secara in vitro dilakukan dengan beberapa tahapan. Pertama inisiasi pucuk dengan menginkubasi eksplan pada media MS yang ditambahkan 0.5 mg/l 6- benzylaminopurine (BAP) selama 4 minggu (Hadipoentyanti et al. 2007). Tahapan proliferasi pucuk dilakukan dengan memindahkan kultur pada media MS yang ditambahkan 0.5 mg/l BAP, kemudian diinkubasi pada suhu 28ºC selama 8-10 minggu di bawah cahaya ( lux) secara terus-menerus. Bahan yang digunakan dalam perlakuan adalah 3 varietas nilam (Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan) dan 2 tipe eksplan (meristem apikal dan batang terminal). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 10 kali. Parameter yang diamati adalah persentase pertumbuhan tunas, waktu inisiasi tunas, tinggi tunas, warna tunas dan persentase tanaman yang terinfeksi Potyvirus. Untuk pertumbuhan akar, kultur dipindahkan pada media MS tanpa zat pengatur tumbuh dan diinkubasi selama 3 minggu di bawah cahaya ( lux) terus-menerus. Plantlet yang dihasilkan diaklimatisasi dalam pot yang berisi campuran sekam dan kompos [1:1

74 56 (v/v)] yang sudah disterilkan dan diinkubasi pada ruangan dengan kelembaban tinggi selama 3 minggu, kemudian dipindahkan ke polibeg selama 2 bulan. Tanaman nilam hasil kultur jaringan dikonfirmasi bebas Potyvirus dengan uji serologi enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Verifikasi Infeksi TeMV pada Tanaman Nilam Hasil Kultur Jaringan Deteksi TeMV pada sampel daun dari tanaman nilam hasil kultur jaringan dilakukan dengan Indirect-ELISA menggunakan antiserum Potyvirus mengikuti metode DSMZ (Clark dan Adams 1977). Pertama-tama disiapkan cairan ekstrak tanaman sakit dengan menggerus daun nilam (0.2 g) dalam 1 ml bufer coating yang mengandung 0.05 M DIECA. Sebanyak 100 µl cairan ekstrak diisikan pada lubang plat mikrotiter dan diinkubasi pada suhu 4 C selama semalam. Setelah dicuci dengan PBS-T (bufer fosfat ditambah Tween-20) sebanyak 5 kali, lubang plat selanjutnya diisi dengan 100 µl larutan 2% skim milk dalam PBS-T dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit. Selanjutnya lubang plat mikrotiter diisi 100 µl antiserum Potyvirus (DSMZ), dengan pengenceran 1/1 000 dalam bufer konjugat dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 2-4 jam. Setelah dicuci dengan PBS-T, lubang plat diisi dengan 100 µl konjugat RaM-AP, yang diencerkan 1/1 000 dalam bufer konjugat, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37⁰C. Setelah dicuci dengan PBS-T, lubang plat diisi dengan substrat p- nitrophenyl fosfat dan diinkubasi selama menit pada suhu ruang. Selanjutnya hasil ELISA diukur nilai absorbansinya menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Eliminasi TeMV pada Tanaman Nilam dengan Perlakuan Perendaman Air Panas Bahan tanaman adalah tanaman nilam (varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan) yang terinfeksi TeMV (diverifikasi dengan ELISA) yang diambil dari Kebun Cimanggu-Bogor. Sebagai bahan pengujian digunakan setek batang nilam berukuran ± 10 cm ( 1 buku) dan diameter batang ± 0.4 cm. Perlakuan air panas diuji dengan merendam setek nilam di dalam air panaspada 3 tingkat suhu (50ºC, 55ºC dan 60ºC) dan 3 tingkat waktu perendaman (10, 20, dan 30 menit). Sebagai pembanding adalah setek batang tanaman sakit tanpa perlakuan air panas. Setelah perlakuan, setek ditanam di dalam polibeg yang berisi campuran media tanah dan pupuk kandang [2:1 (v/v)]. Tanaman nilam dipelihara selama 8 minggu, dan pengamatan dilakukan setiap minggu terhadap pertumbuhan tinggi setek dan daun yang bergejala mosaik. Keberadaan TeMV dalam tanaman yang tidak bergejala mosaik dikonfirmasi dengan uji serologi menggunakan teknik Indirect ELISA seperti diuraikan sebelumnya.

75 57 Hasil dan Pembahasan Hasil Eliminasi TeMV pada Tanaman Nilam dengan Kultur Jaringan Meristem Apikal Kultur jaringan meristem apikal tanaman nilam varietas Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan berhasil dilakukan pada media MS yang ditambah BAP 0.5 mg/l. Dengan media ini, dalam waktu 21 hari, dapat terinduksi sekitar 40 tunas berwarna hijau. Keberhasilan pertumbuhan tunas kultur meristem apikal yang tertinggi terjadi pada varietas Tapak Tuan (90%), diikuti berturut-turut oleh varietas Sidikalang (71.43%) dan varietas Lhokseumawe (69.23%). Demikian pula, periode inisiasi tunas tercepat terjadi pada varietas Tapak Tuan (14 hari), diikuti berturut-turut oleh varietas Lhokseumawe (17 hari) dan Sidikalang (21 hari). Berdasarkan pengukuran tinggi tunas, terjadi perbedaan yang nyata antara varietas Tapak Tuan dengan kedua varietas lainnya (Tabel 6.1). Hasil yang berbeda diperoleh bila jenis eksplan yang digunakan berasal dari batang terminal (bukan meristem apikal). Pertumbuhan tunas hanya terjadi pada varietas Sidikalang sedangkan kedua varietas lainnya tidak tumbuh sama sekali (Tabel 6.1). Secara visual terlihat bahwa awalnya jaringan eksplan menjadi berwarna coklat, kemudian lama kelamaan membusuk dan akhirnya mati. Hal ini mengindikasikan bahwa kultur jaringan yang berasal dari batang terminal varietas Sidikalang lebih mudah tumbuh jika dibandingkan dengan kedua varietas lainnya, oleh karena itu perlu pengembangan teknik kultur jaringan menggunakan eksplan batang terminal agar dapat diterapkan untuk berbagai varietas tanaman nilam. Tabel 6.1 Kondisi pertumbuhan kultur jaringan nilam (varietas Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak Tuan) asal meristem apikal dan batang terminal pada media MS yang ditambah BAP 0,5 mg/l. Jenis Eksplan Varietas Periode Persentase Tinggi Inisiasi Warna Pertumbuhan Tunas Tunas Tunas Tunas (cm) (hari) Meristem Sidikalang (10/14)* c** Hijau Apikal Lhokseumawe (9/13) c Hijau Tapak Tuan (18/20) b Hijau Batang Sidikalang (2/13) a Hijau Terminal Lhokseumawe 0.00 (0/10) 0 0 d Tapak Tuan 0.00 (0/10) 0 0 d *) Rasio antara jumlah eksplan bertunas dan jumlah eksplan yang ditumbuhkan. **) Angka yang dikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DNMRT 5%. Secara visual, pertumbuhan tunas dari eksplan meristem apikal pada varietas Tapak Tuan terlihat lebih cepat dan lebih baik dibandingkan kedua varietas lainnya (Gambar 6.1).

76 58 Gambar 6.1 Pertumbuhan tunas meristem apikal dan batang terminal nilam (9 minggu setelah transplan) pada media MS yang ditambah BAP 0.5 mg/l: A. varietas Sidikalang, B. varietas Lhokseumawe, C. varietas Tapak Tuan. Sebagai pembanding adalah varietas Sidikalang yang berasal dari eksplan batang terminal (D). Tanaman nilam hasil kultur jaringan dari eksplan meristem apikal yang berukuran mm, masih terinfeksi TeMV berkisar antara 9.0% sampai 66.7% (Tabel 6.2). Tabel 6.2 Persentase tanaman nilam hasil kultur jaringan meristem apikal yang bebas TeMV berdasarkan uji ELISA. Jenis Eksplan Varietas Persentase tanaman yang bereaksi negatif Meristem Apikal Sidikalang 66.7 (8/12)* Lhokseumawe 90.9 (10/11) Tapak Tuan 33.3 (9/27) Batang Terminal (Kontrol) Sidikalang 0.0 (0/7) *) Rasio antara jumlah sampel yang negatif dan jumlah sampel tanaman yang diuji. Plantlet yang diperoleh dari eksplan batang terminal (bukan meristem apikal) menunjukkan gejala mosaik dan berdasarkan hasil ELISA terbukti bahwa tanaman tersebut 100% terinfeksi TeMV. Hasil tersebut membuktikan bahwa infeksi TeMV pada tanaman nilam bersifat sistemik. Eliminasi TeMV pada Tanaman Nilam dengan Perlakuan Air Panas Pengujian pendahuluan menggunakan setek batang dan pucuk varietas Sidikalang yang diberi perlakuan air panas menunjukkan bahwa setek batang tersebut masih dapat tumbuh setelah direndam pada suhu diatas 50⁰C tetapi setek pucuk tidak dapat tumbuh (data tidak dipublikasikan). Pada penelitian ini digunakan setek batang nilam yang memperlihatkan gejala mosaik yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae

EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae EFISIENSI PENULARAN VIRUS MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin. Benth) MELALUI SERANGGA Myzus persicae NINING TRIANI THAMRIN Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo

Lebih terperinci

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Kampus Dramaga Bogor 16680

Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Kampus Dramaga Bogor 16680 PENGARUH INFEKSI VIRUS MOSAIK TERHADAP PRODUKSI DAN KADAR MINYAK TIGA VARIETAS NILAM Rita Noveriza 1), Gede Suastika 2), Sri Hendrastuti Hidayat 2) dan Utomo Kartosuwondo 2) 1) Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

Karakteristik Empat Aksesi Nilam

Karakteristik Empat Aksesi Nilam Empat Aksesi Nilam Yang Nuryani Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor ABSTRACT Characterization of four accessions of patchouli was conducted to obtain the information of characteristics to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA. Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor I.

KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA. Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor I. KARAKTERISTIK TANAMAN NILAM DI INDONESIA Amalia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa),

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS NILAM DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS NILAM DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS NILAM DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT Mhd. Asaad 1) Surya Dharma 2) Fakultas Pertanian UISU Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Abstrak Dalam rangka meningkatkan produktivitas,

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Cymbidium Mosaik Virus (CyMV) PADA TANAMAN ANGGREK FITRI MENISA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK FITRI MENISA. Deteksi dan Identifikasi

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA

DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA JURNAL AGROTEKNOS Maret 2014 Vol. 4 No. 1. Hal 53-57 ISSN: 2087-7706 DETEKSI POTYVIRUS PADA NILAM (Pogostemon Cablin (BLANCO) BENTH) DENGAN TEKNIK ELISA DI SULAWESI TENGGARA Detection of Potyvirus on Patchouli

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN

PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011 155 PENYAKIT BUDOK DAN PENGENDALIANNYA PADA TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth) Sukamto Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Metode deteksi yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan Potyvirus dan Fabavirus di pertanaman nilam yaitu dengan DAS-ELISA untuk mendeteksi Fabavirus, I-ELISA untuk mendeteksi Potyvirus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM

FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM FENOMENA PENYAKIT BUDOK PADA TANAMAN NILAM I. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) atau dilem wangi (Jawa), merupakan tanaman yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Tanaman nilam banyak

Lebih terperinci

ELIMINASI Potyvirus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL DAN PERLAKUAN AIR PANAS PADA SETEK BATANG

ELIMINASI Potyvirus PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL DAN PERLAKUAN AIR PANAS PADA SETEK BATANG Jurnal Littri 18(3), September 2012 Hlm. 107-114 ISSN 0853-8212 RITA NOVERIZA et al. : Eliminasi Potyvirus penyebab penyakit mosaik pada tanaman nilam dengan kultur meristem apikal ELIMINASI Potyvirus

Lebih terperinci

Sirkuler. Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat DETEKSI PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER

Sirkuler. Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat DETEKSI PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER Sirkuler Informasi Teknologi Tanaman Rempah dan Obat ISBN : 978-979-548-038-9 DETEKSI PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER Komite Akreditasi Nasional Lembaga Sertifikasi Sistem

Lebih terperinci

Kata kunci: Nilam, Potyvirus, kultur meristem apikal, perlakuan air panas. Abstract

Kata kunci: Nilam, Potyvirus, kultur meristem apikal, perlakuan air panas. Abstract 53 VI. ELIMINASI TeMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL DAN PERLAKUAN AIR PANAS *) (Elimination of TeMVCausing Mosaic Diseases in Patchouli Plants Using Apical Meristem

Lebih terperinci

Transmission of Potyvirus that Causes Mosaic Disease in Patchouli Plant through Vector Aphis gossypii

Transmission of Potyvirus that Causes Mosaic Disease in Patchouli Plant through Vector Aphis gossypii ISSN: 0215-7950 Volume 8, Nomor 3, Juni 2012 Halaman 65-72 Penularan Potyvirus Penyebab Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam melalui Vektor Aphis gossypii Transmission of Potyvirus that Causes Mosaic Disease

Lebih terperinci

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT i PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MARTIN BASTIAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak

Lebih terperinci

ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.

ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L. ABSTRAK IDENTIFIKASI VIRUS DAN FAKTOR EPIDEMI PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK VEIN BANDING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis, L.) di Bali Kacang Panjang (Vigna sinensis, L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk menunjang pembangunan pertanian tidak terlepas dari kemampuan petani dalam menerapkan teknologi

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Apabila dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara (Subiyakto,

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) telah dikenal bertahun - tahun sebagai tanaman penghasil minyak atsiri. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebiasaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A

TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh. Lina Setyastuti A TINGKAT KETAHANAN SEMBILAN KULTIVAR KACANG PANJANG TERHADAP INFEKSI BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) Oleh Lina Setyastuti A44102061 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI DETEKSI DAN IDENTIFIKASI PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE) PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.) DI INDONESIA IRWAN LAKANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ii ABSTRAK IRWAN LAKANI.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam Gambar 1. Daun Nilam (Irawan, 2010) Tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang

Lebih terperinci

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam

TINJAUAN PUSTAKA Botani Nilam TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Nilam Indonesia memiliki tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan, yaitu: nilam aceh (Pogostemon cablin), nilam jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis rempah yang paling penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi perannya dalam menyumbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUALITAS MINYAK NILAM (Pogostemon cablin Benth.) BERDASARKAN BAGIAN PADA TANAMAN

PERBEDAAN KUALITAS MINYAK NILAM (Pogostemon cablin Benth.) BERDASARKAN BAGIAN PADA TANAMAN PERBEDAAN KUALITAS MINYAK NILAM (Pogostemon cablin Benth.) BERDASARKAN BAGIAN PADA TANAMAN SKRIPSI Oleh : Ade Yulisa Lubis 121201001/Teknologi Hasil Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Deskripsi Varietas Unggul Tembakau (Nicotiana tabacum)

Deskripsi Varietas Unggul Tembakau (Nicotiana tabacum) Deskripsi Varietas Unggul Tembakau (Nicotiana tabacum) 1. KEMLOKO 2 (Tahun : 2005) Komoditas : Tembakau Temanggung Kode persilangan : A. Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51. Metode pemuliaan : Back

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. 6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BAHAN TANAM NILAM DENGAN CARA SETEK

PERBANYAKAN BAHAN TANAM NILAM DENGAN CARA SETEK PERBANYAKAN BAHAN TANAM NILAM DENGAN CARA SETEK ( Pogostemon cablin Benth) Oleh Agung Mahardhika, SP ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TESIS PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) PADA TANAMAN KACANG PANJANG SECARA MEKANIS DAN MELALUI KUTUDAUN

TESIS PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) PADA TANAMAN KACANG PANJANG SECARA MEKANIS DAN MELALUI KUTUDAUN TESIS PENULARAN BEAN COMMON MOSAIC VIRUS (BCMV) PADA TANAMAN KACANG PANJANG SECARA MEKANIS DAN MELALUI KUTUDAUN KADEK DWI UTAMA NIM 1490861008 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

TAHLIYATIN WARDANAH A

TAHLIYATIN WARDANAH A PEMANFAATAN BAKTERI PERAKARAN PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (PLANT GROWTH- PROMOTING RHIZOBACTERIA) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT MOSAIK TEMBAKAU (TOBACCO MOSAIC VIRUS) PADA TANAMAN CABAI TAHLIYATIN WARDANAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan bahan baku minyak nilam (patchouli oil) yang merupakan komoditi ekspor terbesar (60%) dari ekspor minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,

I. PENDAHULUAN. Jenderal Hortikultura, 2013). Buah tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat ( Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013).

Lebih terperinci

Nasrun, Nurmansyah, Herwita Idris, dan Burhanudin

Nasrun, Nurmansyah, Herwita Idris, dan Burhanudin PENGUJIAN KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) DI LAHAN ENDEMIK Resistance of patchouli somatic hybrid (Pogostemon cablin Benth)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungense, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, menyatakan bahwa tanaman ini adalah Pogostemon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Syarat Tumbuh Nilam

TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Syarat Tumbuh Nilam 4 TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Morfologi Tanaman Nilam Tanaman nilam termasuk famili Labiatae (Santoso 1990). Ada tiga jenis tanaman nilam yaitu Pogostemon cablin Benth atau Nilam Aceh, Pogostemon

Lebih terperinci

Patchouli Viruses: Identification, Biological and Physical Characters, and Control Strategy

Patchouli Viruses: Identification, Biological and Physical Characters, and Control Strategy Virus J. nilam: Litbang Identifikasi, Pert. Vol. karakter 32 No. 2 biologi Juni 2013: dan...-... (Miftakhurohmah dan Rita Noveriza) 1 VIRUS NILAM: IDENTIFIKASI, KARAKTER BIOLOGI DAN FISIK, SERTA UPAYA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A

DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A DETEKSI BENIH DAN PENULARAN VIRUS MOSAIK BENGKUANG OLEH TIGA SPESIES KUTUDAUN SIT1 NURLAELAH A44102060 PROGRAM STUD1 HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) THE INFLUENCE OF AGE HARVEST ON YIELD AND AN ESSENTIAL OIL QUALITY OF PATCHOULI (Pogostemon cablin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN \ Oleh : YULINDA DWI NARULITA 0731010044 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

Ralstonia solanacearum

Ralstonia solanacearum NAMA : Zuah Eko Mursyid Bangun NIM : 6030066 KELAS : AET-2A Ralstonia solanacearum (Bakteri penyebab penyakit layu). Klasifikasi Kingdom : Prokaryotae Divisi : Gracilicutes Subdivisi : Proteobacteria Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

EVALUASI KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

EVALUASI KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) Jurnal Littri 15(3), September 2009. Hlm. 110 115 ISSN 0853-8212 JURNAL LITTRI VOL.15 NO. 3, SEPTEMBER 2009 : 110-115 EVALUASI KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia. Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang baik pada berbagai kondisi lingkungan. Luas lahan pertanaman

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth) Pengaruh Lama dan Komposisi Bahan baku terhadap Rendemen...A.Sulaiman, Dwi Harsono. PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vanilla planifolia Andrews atau panili merupakan salah satu tanaman industri yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting peranannya

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO DETEKSI DAN IDENTIFIKASI Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN NANAS DI INDONESIA RENO TRYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TESIS. DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR

TESIS. DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR TESIS DETEKSI SIMULTAN CMV DAN ChiVMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) DENGAN DUPLEX RT-PCR diawasi dandidukung dengan I GEDE AGUS ADI CHANDRA PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Nilam Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial). Tanaman ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas atau Pineapple bukan tanaman asli Indonesia Penyebaran nanas di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pengisi di lahan pekarangan, lambat laun meluas

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI

PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI PENGARUH APLIKASI STARTER SOLUTION PADA TIGA GENOTIPE CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SERTA KEJADIAN PENYAKIT PENTING CABAI Triyani Dumaria DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan

I. PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein yang relatif murah.kandungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan anggota famili Leguminaceae yang sangat populer dan bernilai ekonomi tinggi.kandungan protein tinggi di dalamnya dapat dijadikan sebagai alternatif

Lebih terperinci

TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl

TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl Growth and Yield Respond of Two Clones of Patchouli Plant to Fertilizer

Lebih terperinci

Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda

Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda Hayati, Juni 2003, hlm. 66-70 ISSN 0854-8587 Vol. 10, No. 2 Deteksi Molekuler dan Uji Penularan Fitoplasma Asal Rumput Bermuda Molecular Detection and Transmission Studies of Phytoplasma Originated from

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH.

IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS (CYMMV) ASAL TANAMAN NILAM (POGOSTEMON CABLIN BENTH. J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 188 J. HPT Tropika Vol. 15, No. 2: 188 199, September 2015 Vol. 15 No. 2, 2015: 188-198 IDENTIFIKASI MOLEKULER BROAD BEAN WILT VIRUS 2 (BBWV2) DAN CYMBIDIUM MOSAIC VIRUS

Lebih terperinci

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L.

PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. PERANAN Pratylenchus spp. DALAM MENGINDUKSI PENYAKIT LAYU MWP (Mealybug Wilt of Pineapple) PADA TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr) Oleh: AFIF FERDIANTO A44103058 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Nilam Menurut Cronquist (1981), tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut Divisio Classis Ordo Familia Genus Species

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

UJI KISARAN INANG POTYVIRUS PENYEBAB MOSAIK NILAM (Pogostemon cablin (Blanco) Benth) ASAL SULAWESI TENGGARA

UJI KISARAN INANG POTYVIRUS PENYEBAB MOSAIK NILAM (Pogostemon cablin (Blanco) Benth) ASAL SULAWESI TENGGARA JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2014 Vol. 4 No. 3. Hal 194-201 ISSN: 2087-7706 UJI KISARAN INANG POTYVIRUS PENYEBAB MOSAIK NILAM (Pogostemon cablin (Blanco) Benth) ASAL SULAWESI TENGGARA Host Range Test of

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) TESIS KERAGAMAN GENETIK NILAM (Pogostemon cablin Benth) YANG DIBUDIDAYAKAN DI BALI BERDASARKAN MARKA RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) I PUTU CANDRA NIM : 08.908.61002 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan

I. PENDAHULUAN. sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting di Indonesia. Kedelai sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, pakan ternak, maupun bahan

Lebih terperinci

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR

METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR METODE MEMPERTAHANKAN KUALITAS DAN KUANTITAS ASAM RIBONUKLEAT (RNA) TANAMAN M. REZEKI MUAMMAR PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh:

PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh: a& PEMANFAATAN RIZOBAKTERI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN (RPPT) UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT KERDIL PISANG (Banana Bunchy Top) Oleh: Reyna Listiani A44102010 DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS

IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS TESIS IDENTIFIKASI SPESIES BEGOMOVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT KUNING PADA TANAMAN KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) BERDASARKAN SEKUEN GEN TRAP DAN REP I GEDE PUTU DARMAWAN PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM...

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR

Lebih terperinci

DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth)

DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT MOSAIK TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth) Jurnal Littri 19(3), September 2013. Hlm. 130 JURNAL - 138 LITTRI VOL. 19 NO. 3, SEPTEMBER 2013 : 130-138 ISSN 0853-8212 DETEKSI SECARA SEROLOGI DAN MOLEKULER BEBERAPA JENIS VIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci