EVALUASI KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

Transkripsi

1 Jurnal Littri 15(3), September Hlm ISSN JURNAL LITTRI VOL.15 NO. 3, SEPTEMBER 2009 : EVALUASI KETAHANAN HIBRIDA SOMATIK NILAM TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) NASRUN, NURMANSYAH, dan HERWITA IDRIS KP. Laing, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Po Box 1 Solok, Sumatera Barat (Terima tgl. 19/1/ Terbit tgl. 4/6/2009) ABSTRAK Penelitian evaluasi ketahanan hibrida somatik nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) telah dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca KP Laing Solok dari bulan Januari sampai Desember Penelitian bertujuan untuk mendapatkan nomor hibrida somatik nilam yang tahan terhadap penyakit layu bakteri. Kegiatan penelitian meliputi pengambilan sampel tanaman nilam terinfeksi penyakit layu bakteri di lapangan, dan isolasi dan perbanyakan isolat bakteri patogen di laboratorium. Uji patogenisitas isolat bakteri patogen pada bibit nilam dilaksanakan di rumah kaca. Selanjutnya perbanyakan bibit nilam hibrida somatik, inokulasi bibit dengan bakteri somatik, dan inkubasi bibit tersebut dilaksanakan di rumah kaca. Penelitian ini menggunakan beberapa nomor nilam hibrida somatik sebagai perlakuan yang disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati adalah masa inkubasi menunjukkan gejala awal penyakit untuk uji patogenisitas isolat bakteri patogen. Masa inkubasi menunjukkan gejala awal penyakit dan kematian serta intensitas penyakit. Selanjutnya juga diamati pertumbuhan tanaman dan produksi daun basah untuk pengujian ketahanan nomor hibrida somatik nilam terhadap bakteri patogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta varietas Girilaya sampai akhir pengamatan tidak menampakkan gejala penyakit. Sementara itu hibrida somatik ; ; ; ; dan menunjukkan gejala awal penyakit (118,5 133,6 hari setelah inokulasi HSI ) dan kematian bibit (130,5 182,2 HSI) paling lama dengan intensitas penyakit (29,6 48,2%) lebih rendah dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya. Selanjutnya, penyumbatan pembuluh kayu sangat rendah yaitu 5,20 9,50% pada bagian akar, tetapi pada bagian pangkal batang dan pucuk tidak ada penyumbatan. Pertumbuhan dan produksi daun basah lebih tinggi dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya, yakni tinggi tanaman 78,00 104,00 cm; jumlah daun daun, dan produksi daun basah 55,00-99,19 g. Sebaliknya hibrida somatik ; ; 9II/33; 9IV/14; dan memperlihatkan gejala awal penyakit (32,3-105,84 HSI) dan kematian bibit nilam (41,5 125,0 HSI) lebih cepat, dan intensitas penyakit lebih tinggi (75 100%) dibandingkan hibrida somatik lainnya termasuk varietas Sidikalang. Penyumbatan pembuluh kayu oleh bakteri patogen sebesar 12,46 31,25% pada bagian akar, 6,10 22,50% pada bagian batang, dan 4,17 6,25% pada pucuk. Begitu juga dengan pertumbuhan dan produksi daun basah lebih rendah dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya, dengan tinggi tanaman 42,20 61,85 cm, jumlah daun daun, dan produksi daun basah 18,00-41,20 g. Berdasarkan hasil penelitian ini terpilih dua nomor hibrida somatik yaitu (2IV/4 dan 9 II/21) yang tahan terhadap penyakit layu bakteri, dan lima nomor hibrida somatik yaitu (,,,, dan ) yang toleran terhadap penyakit layu bakteri di rumah kaca. Kata kunci : Pogostemon cablin Benth., nilam, penyakit layu bakteri, evaluasi ketahanan, hibrida somatik ABSTRACT Evaluation on the Resistance of Hybrid Somatic Patchouli Plant to Bacterial Wilt Disease (Ralstonia solanacearum) The study on the resistance evaluation of somatic hybrid patchouli plant to bacterial wilt disease (Ralstonia solanacearum) had been conducted in green house KP.Laing Solok from January to December The objective of this study was to find the somatic hybrid numbers of patchouli plants resistant to bacterial wilt disease. The studied activities were collection of patchouli plant that was infected by bacterial wilt disease in the field. Isolation and culture of the pathogen bacterial were conducted in the laboratory and virulence test of pathogen bacterial on patchouli plant was in the green house. In addition, sub culture of the somatic hybrid seeds of patchouli plants, inoculation of these seeds by bacterial pathogen, and incubation of them were done at green house. The study used some numbers of somatic hybrid as treatments that were arranged in completely randomized design (CRD) with three replicates. As parameters were incubation period showing the first disease symptom for pathogenicity test of bacterial pathogen. Incubation period showed the first symptom died plant and diseases intensity. Plant growth and leaf production were also observed for the study of number resistance of somatic hybrid patchouli plant to bacterial pathogen. The results showed that somatic hybrid 2 IV/4 and 9 II/21 and Girilaya varieties did not show any symptoms. However, somatic hybrid,,,, and showed the first symptom ( days after inoculation DAI ) and dead period ( DAI) were the longest and the disease intensity ( %) was lower than other somatic hybrid. Occluded xylem vessel by pathogen bacterial on root was lowest %, but it was not found on base and young stems. They are also higher in the growth and leaf production than another somatic hybrid patchouli plant with cm plant height, leaves/plant, and fresh leaf production of g/pot. However, somatic hybrid 9 IV/4, 9 II/23, 9 II/33, 9 IV/14, and 2 IV/1 showed earlier disease symptom, quicker seed death and higher disease intensity (75-100%) than other somatic hybrid patchouli plants including Sidikalang variety. In addition they had occluded xylem by bacterial pathogen % on the root, % on the stem, and % on young stem. Plant growth and leaf production were lower than other somatic hybrid patchouli plants as of was cm plant height; leaves/plant, and fresh leaf production g/pot. According to these results, experiment selected two numbers of somatic hybrid (2IV/4 and 9II/21) which were resistant to bacterial wilt disease, and five numbers of somatic hybrid (9 IV/6,,,, and ) that were tolerant to bacterial wilt disease in the glass house. Key words: Pogostemon cablin Benth., patchouli, bacterial wilt disease, resistant evaluation, somatic hybrid patchouli plant 110

2 NASRUN et al. : Evaluasi ketahanan hibrida somatik nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) PENDAHULUAN Nilam (Pogestemon cablin Benth.) merupakan komoditas ekspor terpenting di Indonesia, karena merupakan penghasil minyak atsiri (patchouli oil) yang mempunyai prospek baik dalam memenuhi kebutuhan industri parfum dan kosmetik (ASNAWI dan PUTRA, 1990). Minyak nilam dapat juga digunakan sebagai antiseptik, insektisida, dan aromaterapi (MARDININGSIH et al., 1995; MARDI- NINGSIH et al., 1998). Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor minyak nilam terbesar di dunia yang mensuplai hampir 90% dari kebutuhan minyak dunia (ANON., 1994 dalam ASMAN, 1996). Pada umumnya pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yang tersebar di 14 sentra produksi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sebagian di pulau Jawa (DHALIMI et al., 1998). Pada tahun 2007 luas tanaman nilam di Indonesia masih cukup rendah yaitu ha dengan produksi ton dengan rata-rata 155 kg/ha (DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN, 2007). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak nilam diantaranya disebabkan oleh berkembangnya penyakit tanaman, yaitu penyakit layu bakteri yang dapat menurunkan produksi 60-80% (ASMAN et al., 1993). Penyakit layu bakteri nilam dilaporkan sudah lama ditemukan di NAD dan selanjutnya berkembang ke Sumatera Utara dan Sumatera Barat (ASMAN et al., 1998). Akhir-akhir ini, penyakit layu bakteri nilam telah menyebar ke Jawa, terutama pertanaman nilam di Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Tengah (NURYANI, 2005). Penyakit ini disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (RADHAKRISHAN et al., 1997; SUPRIADI et al., 2000; NASRUN, 2005; NASRUN et al., 2007) yang dapat menyerang nilam secara massal, mulai dari bibit sampai tanaman dewasa berproduksi (SUFIANI dan HOBIR, 1998). Sampai saat sekarang patogen ini masih sulit dikendalikan. Hal ini disebabkan begitu kompleknya faktor epidemiologi patogen seperti eksistensi strain R. solanacearum yang berbeda, banyaknya tanaman inang, dan kemampuan patogen untuk bertahan hidup lama di dalam tanah, meskipun tidak ada tanaman inang. Beberapa upaya pengendalian penyakit yang telah dilakukan adalah pemakaian mulsa jerami, ampas nilam, pengendalian dengan antibotik, pemupukan dengan abu sekam. Hal ini masih menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Penggunaan varietas tahan atau toleran terhadap penyakit dapat memperkecil infeksi awal yang selanjutnya mengurangi laju infeksi penyakit tanaman (ZADOKS dan RICHARD, 1979), sehingga penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan penyakit tersebut dalam upaya meningkatkan produktivitas nilam (NASRUN dan NURYANI, 2007). Dari hasil fusi protoplas antara nilam Jawa (Girilaya) yang tahan terhadap penyakit layu bakteri dengan nilam Aceh (TT 75 dan Sidikalang), yang kadar dan mutu minyaknya tinggi, diperoleh hibrida somatik yang berproduksi tinggi (NURYANI dan NASRUN, 2005). Untuk mendapatkan varietas tahan atau toleran terhadap R. solanacearum yang berproduksi tinggi, maka perlu dilakukan evaluasi ketahanan hibrida somatik tersebut terhadap penyakit layu bakteri. BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Kebun Percobaan Laing, Solok, Sumatera Barat pada bulan Januari sampai Desember Bahan yang digunakan terdiri atas 14 nomor hibrida somatik terpilih dari hibrida somatik hasil fusi protoplas antara nilam Jawa (Girilaya) dengan Tapak Tuan dan Sidikalang yang berasal dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor. Bakteri patogen diperoleh dari nilam terinfeksi penyakit di kebun petani yang merupakan daerah endemik penyakit layu bakteri di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Bakteri patogen diisolasi dari pangkal batang dan akar nilam terinfeksi, dan ditumbuhkan di atas medium Yeast Pepton Agar (YPA). Bakteri patogen yang mempunyai virulensi dan patogenisitas tertinggi dipilih untuk diinokulasi pada bibit nilam. Isolat tersebut ditumbuhkan dan disimpan pada medium YPA, diberi minyak parafin steril pada suhu 4 o C, dan dipersiapkan untuk digunakan dalam pengujian. Bibit nilam dari setiap hibrida somatik yang berbeda (14 hibrida somatik) berasal dari Kebun Percobaan Manoko, Jawa Barat. Bibit nilam, dalam kondisi sehat dan bebas dari bakteri patogen (Ralstonia solanacearum Rs 09) dipindahkan ke dalam polybag (10 cm x 15 cm) yang telah berisi media tumbuh (tanah ditambah pupuk kandang dengan perbandingan 3:1) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tanaman tersebut ditempatkan di rumah kaca selama 3 bulan dan dilakukan pemeliharaan untuk dipersiapkan sebagai tanaman nilam yang akan diinokulasi berikutnya. Bibit nilam yang sudah berumur 3 bulan sebelum diinokulasi dengan bakteri patogen, terlebih dahulu bagian pangkal batang dibersihkan dan dibilas dengan alkohol 70% dan setelah itu diberi vaselin. Selanjutnya pada bagian pangkal batang tersebut diberi satu tetes suspensi bakteri patogen (10 8 cfu/ml inokulum) dan diikuti dengan penusukkan jarum pada bagian yang ditetesi suspensi bakteri patogen. Tanaman yang telah diperlakuan dengan bakteri patogen ditempatkan di dalam rumah kaca dan diinkubasikan pada suhu kamar sampai terlihat perkembangan gejala penyakit layu bakteri (3-4 bulan setelah inokulasi). Selama inkubasi di rumah kaca dilakukan pemeliharaan tanaman yang meliputi penyiraman, penyiangan, pemberian insektisida, dan pemupukan. 111

3 JURNAL LITTRI VOL.15 NO. 3, SEPTEMBER 2009 : Perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 3 kali. Parameter yang diamati adalah perkembangan penyakit, pertumbuhan tanaman, dan produksi daun basah seperti jelaskan sebagai berikut: Perkembangan Penyakit Perkembangan penyakit yang diamati meliputi masa inkubasi muncul gejala penyakit awal dan gejala kematian dihitung dari saat inokulasi (hari setelah inokulasi HSI ), dan tingkat serangan penyakit (%) yang mengacu pada bentuk gejala penyakit secara visual dengan menggunakan skor penyakit (0-4), dimana: 0 = tanpa gejala 1 = 1 30% daun layu 2 = > 31 60% daun layu 3 = > % daun layu 4 = semua daun layu Pengamatan mikroskopis untuk melihat penyumbatan pembuluh kayu nilam oleh bakteri dilakukan dengan pembuatan sayatan tipis batang dan akar nilam yang telah mati untuk menentukan jumlah pembuluh kayu tersumbat (%). Pertumbuhan Tanaman Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang diukur dari pangkal batang sampai ujung batang tertinggi. Pengamatan pertumbuhan tanaman dimulai setelah tanaman diinokulasi sampai akhir penelitian. Produksi Daun Basah Produksi daun basah diamati pada diakhir penelitian yakni dengan memanen semua daun yang ada pada bibit nilam untuk semua bibit hibrida somatik nilam. Perkembangan Penyakit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian ketahanan hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas terhadap bakteri patogen (R. solanacearum Rs 09) menunjukkan bahwa masing-masing hibrida somatik nilam tersebut memperlihatkan reaksi yang berbeda terhadap serangan bakteri patogen. Waktu munculnya gejala penyakit layu bakteri untuk masing-masing hibrida somatik nilam menunjukkan masa inkubasi yang berbeda yaitu berkisar antara 0,0 133,6 hari setelah inokulasi (HSI) (Tabel 1). Hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta varietas Girilaya (pembanding) sampai akhir pengamatan tidak menunjukkan gejala penyakit. Oleh sebab itu tidak ada masa inkubasi. Sementara itu hibrida somatik,,,, dan menunjukkan gejala penyakit lebih lama (118,5 133,6 HSI) dibandingkan hibrida somatik nilam lainnya. Sebaliknya untuk hibrida somatik, 9II/33, dan 9IV/14 memperlihatkan gejala penyakit paling cepat dibandingkan hibrida somatik nilam lainnya, yaitu 32,3 76,2 HSI (Tabel 1). Waktu kematian bibit nilam pada masing-masing hibrida somatik nilam memperlihatkan masa inkubasi kematian bibit yang berbeda, seperti halnya dijumpai pada masa inkubasi menunjukkan gejala penyakit. Dari hibrida somatik nilam yang terinfeksi penyakit, terlihat sebagian besar hibrida somatik nilam menunjukkan kematian bibit nilam dengan masa inkubasi cukup panjang yaitu di atas 100 HSI. Khusus hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta varietas Girilaya sampai akhir penelitian tidak terinfeksi penyakit layu bakteri nilam (Tabel 2). Hibrida somatik,,,, dan memperlihatkan masa inkubasi kematian bibit nilam lebih lama (130,5-182,2 HSI) dibandingkan dengan hibrida somatik nilam lainnya. Sebaliknya hibrida somatik menunjukkan kematian bibit nilam paling cepat yaitu 41,5 HSI, diikuti oleh hibrida somatik 9II/33 (52,8 HSI), dan 9IV/14 (99,9 HSI). Begitu juga dengan varietas Sidikalang (pembanding) juga menunjukkan masa kematian lebih cepat yaitu 95,4 HSI (Tabel 2). Tabel 1. Table 1. Masa inkubasi penyakit layu pada bibit hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas di rumah kaca Incubation period of bacterial wilt disease on patchouli plant of fusion protoplast in green house Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant 101,4 c 2IV/4-104,2 d 118,5 c 123,7 d 9II/21-105,8 c 9II/33 41,5 a 119,0 c 115,2 c 128,9 d 32,3 a 133,6 d 9IV/14 76,2 b Girilaya - Sidikalang 52,4 ab Masa inkubasi (hari) Incubation period (days) nyata menurut uji DMRT pada p =0,05 112

4 NASRUN et al. : Evaluasi ketahanan hibrida somatik nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) Tabel 2. Table 2. Umur kematian bibit hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas oleh Ralstonia solanacearum Rs 09 Dying age of somatic hybrid patchouli plant of fusion protoplast inoculated with pathogen bacterial (Ralstonia solanacearum Rs 09) Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant Umur pada saat daun layu 100% (Hari setelah inokulasi HSI ) Dying age (Days after inoculation DAI ) 121,4 b 2IV/4-124,7 b 107,2 b 130,5 b 9II/21-125,0 b 9II/33 52,8 a 133,3 b 128,9 b 145,6 bc 41,5 a 182,2 c 9IV/14 99,9 b Girilaya - Sidikalang 95,4 b nyata menurut uji DMRT pada p = 0,05 Berdasarkan intensitas penyakit layu bakteri terlihat masing-masing hibrida somatik nilam memperlihatkan reaksi dengan intensitas penyakit yang berbeda terhadap serangan bakteri patogen (Tabel 3). Hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta varietas Girilaya sampai akhir penelitian tidak terserang bakteri patogen dan,,,, dan Tabel 3. Table 3. Intensitas penyakit layu bakteri pada bibit hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas pada 182 hari setelah inokulasi (HSI) di rumah kaca Intensity of bacterial wilt disease (%) on somatic hybrid patchouli plant of fusion protoplast on 182 days after inoculation in green house Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant Intensitas penyakit (%) Disease intensity (%) 88,9 b 2IV/4-66,6 b 39,6 b 48,2 b 9II/21-83,3 b 9II/33 100,0 c 35,5 ab 55,3 b 31,0 c 75,0 b 29,6 a 9IV/14 100,0 c Girilaya - Sidikalang 100,0 c nyata menurut uji DMRT pada p = 0,05 memperlihatkan intensitas penyakit cukup rendah. Sebaliknya hibrida somatik 9IV/14 memperlihatkan intensitas penyakit paling tinggi (100%) di antara hibrida somatik. Begitu juga dengan varietas Sidikalang sebagai pembanding juga memperlihatkan tingkat serangan yang tinggi dengan intensitas penyakit 100% (Tabel 3). Pengamatan gejala penyakit secara mikroskopis dengan bentuk penyumbatan pembuluh kayu oleh bakteri patogen pada masing-masing hibrida somatik nilam terinfeksi penyakit layu bakteri, memperlihatkan persentase penyumbatan pembuluh kayu yang berbeda, yaitu berkisar 0 33,33% pada bagian akar, 0 22,50% pada bagian pangkal batang, dan 0 8,33% pada bagian pucuk (Tabel 4). Hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta varietas Girilaya tidak menunjukkan adanya penyumbatan pembuluh kayu, baik pada bagian akar, batang, maupun pucuk. Hal ini membuktikan bibit nilam tersebut tidak terinfeksi oleh bakteri patogen. Selanjutnya hibrida somatik,,,, dan memperlihatkan persentase penyumbatan pembuluh kayu oleh bakteri patogen pada bagian akar lebih rendah (5,20; 6,78; 7,40; 8,33; dan 9,50%) dibandingkan hibrida somatik lainnya. Pembuluh kayu pada bagian batang dan pucuk tidak memperlihatkan adanya penyumbatan pembuluh kayu oleh bakteri patogen. Sebaliknya hibrida somatik, 9II/33,, dan 9IV/14 serta varietas Sidikalang menunjukkan persentase penyumbatan pembuluh kayu lebih tinggi dibandingkan Tabel 4. Persentase penyumbatan pembuluh kayu (%) oleh bakteri patogen (Ralstonia solanacearum Rs 09) pada bibit hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas sampai masa inkubasi 182 HSI di rumah kaca Table 4 Percentage of occluded xylem vessel (%) by Ralstonia solanacearum Rs 09 on somatic hybrid patchouli plant of fusion protoplast in green house Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant Penyumbatan pembuluh kayu (%) Occluded xylem vessel (%) Akar Root Batang Trunk Pucuk Stem 24,68 c 14,49 b 5,00 a 2IV/ ,29 b - - 8,33 b - - 9,50 ab - - 9II/ ,88 c 22,50 c - 9II/33 28,13 c 16,67 b 6,25 a 7,40 a ,50 ab - - 6,78 a ,46 b 6,10 a 4,54 a 5,20 a - - 9IV/14 31,25 c 19,79 bc 4,17 a Girilaya Sidikalang 33,33 c 21,86 c 8,33 a nyata menurut uji DMRT pada p = 0,05 113

5 JURNAL LITTRI VOL.15 NO. 3, SEPTEMBER 2009 : hibrida somatik lainnya, baik pada akar (24,68; 28,13; 30,88; dan 31,25%); batang (14,49; 16,67; 22,50; dan 19,79%) maupun pucuk (5,00; 6,25; 0,0; dan 4,17%) (Tabel 4). Berdasarkan bagian tanaman yang terserang, persentase penyumbatan pada bagian akar lebih besar daripada batang dan pucuk. Berdasarkan tingkat serangan penyakit layu bakteri nilam menunjukkan bahwa hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 tahan terhadap penyakit layu bakteri. Sementara itu, hibrida somatik,,,, dan toleran (agak tahan) terhadap penyakit layu bakteri. Sebaliknya hibrida somatik 9II/33 dan sangat rentan terhadap penyakit layu bakteri. Perbedaan ketahanan tanaman dari hibrida somatik nilam yang diuji dapat disebabkan oleh sifat genetik dari masing-masing tanaman (AGRIOS, 1983) yang dipengaruhi oleh kandungan zat-zat tertentu yang ada pada tanaman tersebut (SMITH, 1973). Ketahanan dari hibrida somatik nilam dapat dihubungkan dari sifat genetik hibrida somatik nilam tersebut yang berasal dari fusiprotoplas nilam Jawa (Girilaya) yang tahan terhadap penyakit layu bakteri dengan nilam Aceh (Tapak Tuan dan Sidikalang) yang mempunyai produksi tinggi (NURYANI, 2000; NURYANI dan NASRUN, 2005). Pertumbuhan Tanaman Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman sampai akhir penelitian (182 HSI) menunjukkan bahwa hibrida somatik nilam yang diinokulasi dengan bakteri patogen menunjukkan kemampuan pertumbuhan yang berbeda (Tabel 5). Hibrida somatik 2IV/4 dan 9II/21 serta verietas Girilaya menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi (104,00; 96,00; dan 95,30 cm) dan jumlah daun yang paling banyak (112, 100, dan 109 daun/tan) dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya. Selanjutnya diikuti oleh hibrida somatik,,,, dan dengan tinggi tanaman 93,50; 86,00; 82,20; 78,00; dan 75,00 cm dan jumlah daun 93, 90, 84, 77, dan 66 daun/tanaman. Sebaliknya hibrida somatik dan menunjukkan tinggi tanaman dan jumlah daun lebih sedikit dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya, dimana tinggi tanaman 50,50 dan 42,20 cm dan jumlah daun 37 dan 24 daun/tanaman (Tabel 5). Produksi Daun Basah Berdasarkan produksi daun basah beberapa hibrida somatik nilam 2IV/4, 9II/21,,, 9 II/34,, dan memperlihatkan nilai lebih tinggi (99,19; 97,75; 94,64; 88,4; 75,77; 65,19; dan 55,00 gr/pot) dibandingkan hibrida somatik lainnya (Tabel 6). Tabel 5. Table 5. Pertumbuhan bibit hibrida somatik nilam setelah diinokulasi dengan bakteri patogen (Ralstonia solanacearum Rs 09) di rumah kaca Plant growth on somatic hybrid patchouli plant of fusion protoplast results that inoculated with pathogen bacterial (Ralstonia solanacearum Rs 09) in green house Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant Tinggi tanaman (cm) Plant height (cm) Jumlah daun (daun/tanaman) Total of leaf numbers (leaves/plant) 61,85 a 25 a 2IV/4 104,00 d 112 d 63,00 a 61 b 78,00 b 77 bc 75,00 ab 66 b 9II/21 96,00 c 100 d 50,50 a 37 ab 9II/ ,20 b 84 c 70,00 b 48 b 86,00 bc 90 c 42,20 a 24 a 93,50 bc 93 c 9IV/ Girilaya 95,30 cd 109 cd Sidikalang - - nyata menurut uji DMRT pada p =0,05 Tabel 6. Table 6. Produksi daun basah bibit hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas yang diinokulasi dengan bakteri patogen (Ralstonia solanacearum Rs 09) pada 182 hari setelah inokulasi (HSI) di rumah kaca Wet leaf production on somatic hybrid patchouli plant of fusion protoplast results that inoculated with pathogen bacterial (Ralstonia solanacearum Rs 09) on 182 days after inoculation in green house Nomor klon nilam fusi protoplas Number of fusion protoplast patchouli plant Produksi daun basah (g/pot) Wet weight leaves (g/pot) 20,00 a 2IV/4 99,19 d 50,00 b 65,19 bc 55,00 b 9II/21 97,75 c 18,00 a 9II/33-75,57 c 27,11 a 88,41 cd 41,20 b 94,64 d 9IV/14 - Girilaya 81,78 c Sidikalang - nyata menurut uji DMRT pada p =0,05 Varietas Girilaya juga menunjukkan produksi daun basah yang tinggi yaitu 81,78g/pot. Sebaliknya, hibrida somatik dan menunjukkan produksi daun basah lebih rendah (27,11 dan 18,00 gr/pot) dibandingkan hibrida somatik lainnya, sedangkan hibrida somatik 9II/33 114

6 NASRUN et al. : Evaluasi ketahanan hibrida somatik nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) dan 9IV/14 serta varietas Sidikalang tidak memproduksi daun basah karena tanaman telah mati. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terpilih 2 nomor hibrida somatik yang tahan terhadap penyakit layu bakteri nilam yaitu 2IV/4 dan 9II/21. Lima nomor hibrida somatik yang toleran terhadap penyakit layu bakteri nilam (yaitu,,,, dan ) menunjukkan masa inkubasi dan gejala awal penyakit paling lama (yaitu 118,5 133,6 hari setelah inokulasi HSI), dan waktu kematian tanaman (yaitu 124,7-182,2 HSI) lebih lama dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya. Intensitas penyakit ke tujuh nomor hibrida somatik tersebut ternyata lebih rendah dibandingkan dengan hibrida somatik lainnya (yaitu 29,6-48,2%) dengan penyumbatan pembuluh kayu oleh bakteri patogen 5,20-9,50% pada bagian akar tanaman dan tidak ada penyumbatan pada bagian batang dan pucuk tanaman. Ketujuh nomor hibrida somatik nilam tersebut di atas juga mempunyai pertumbuhan tanaman dan produksi daun lebih baik daripada nomor somatik lainnya, yaitu tinggi tanaman 75,0 104,0 cm, jumlah daun daun/tanaman, serta berat basah daun 55,01-99,19 gr/pot. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih disampaikan kepada Ibu Ir. Yang Nuryani yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA AGRIOS, G.N Plant Pathology Academic Press, Inc. Orlando. Florida, USA. 723p. ASMAN, A., NASRUN, A. NURAWAN, dan D. SITEPU Penelitian penyakit nilam. Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Yogyakarta. (2): ASMAN, A Penyakit layu dan budok pada tanaman nilam dan cara pengendaliannya. Proceeding Integrated Control of Main Disease of Industrial Crops. RISMC and JICA. Bogor ASMAN, A., M. A. ESTHER, dan D. SITEPU Penyakit layu, budok dan penyakit lainnya serta strategi pengendaliannya. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor. (5): ASNAWI, R. dan M.P. PUTRA Pengaruh bentuk torehan dan zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan stek Nilam (Pogostemon cablin Benth.). Buletin Littro. 5(1): DHALIMI, A., ANGRAENI, dan HOBIR Sejarah perkembangan budidaya nilam di Indonesia. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. (5): 1-9. DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. MARDININGSIH, T. L., S.L. TRIANTORO, TOBING, and S. RUSLI, Patchouli oil products as insect repellent. Indust. Crops Res. J. 1(3): MARDININGSIH, T.L., E.A.WIKARDI, WIRATNO, dan MA MUN Nilam sebagai bahan baku insektisida nabati. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. (5): NASRUN Studi Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) Nilam dengan Pseudomonad Fluoresen. Disertasi Doktor Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Tidak dipublikasikan). NASRUN dan Y. NURYANI Penyakit layu bakteri pada nilam dan strategi pengendaliannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26(1):9-15. NASRUN, C. SUMARDIYONO, T. ARWIYANTO, dan I. MARISKA Karakteristik fisiologis Ralstonia solanaceraum penyebab penyakit layu bakteri nilam. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 13 (2): NURYANI, Y Peningkatan resistensi tanaman nilam (Pogostemon sp.) terhadap Pratylenchus brachyurus melalui fusiprotoplas. Laporan Riset Unggulan Terpadu VI (Tidak dipublikasikan). NURYANI, Y Pelepasan varietas unggul nilam. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 11 (1) :1-3. NURYANI, Y. dan NASRUN Tanggapan beberapa nomor nilam terhadap penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum). Laporan Proyek Penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. (Tidak dipublikasikan). RADHAKRISHAN, S., K. MATHEW, and J. MATHEW Influence of Shade Intensities and Varietal Reactions of Patchouli (Pogostemon patchouli) to bacterial wilt incited by Ralstonia (Pseudomonas) solanacearum E.F. Smith. Bacterial wilt Newsletter. Publication of the Australian Centre for International Agricultural Research. SMITH, K.M Plant Virus. 5 th ed, Chapman and Hall London. 211p. SUFIANI. S. dan HOBIR Teknik produksi bibit. Monograf Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 5 : SUPRIADI., K. MULYA and D. SITEPU Strategy for controlling wilt disease of ginger caused by Pseudomonas solanacearum. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 19 (3): ZADOCKS, C. and D. S. RICHARD Epidemiology and Plant Disease Management. Oxford University, New York. p

7 116 JURNAL LITTRI VOL.15 NO. 3, SEPTEMBER 2009 :