KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DJPU TAHUN 2012

2 KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG TAHUN 2012

3 PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2012 sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Keuangan. LAKIP DJPU disusun dalam rangka memenuhi ketentuan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Penyusunan LAKIP diharapkan dapat menjadi wujud akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tugas, pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi serta sebagai alat penilaian dan pengendalian dalam rangka memacu peningkatan kinerja organisasi. Sejalan dengan proses reformasi birokrasi, indikator keberhasilan yang digunakan dalam LAKIP DJPU diukur berdasarkan peta strategi (strategy map) DJPU yang disusun dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard (BSC). Peta strategi tersebut memetakan setiap Sasaran Strategis (SS) yang akan dicapai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sesuai visi dan misi yang diemban. Setiap SS memiliki ukuran yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan target kinerja yang telah ditentukan. Pada tahun 2012, DJPU memiliki peta strategi dengan 12 SS dan 26 IKU yang telah ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan. Pengukuran LAKIP dengan menggunakan IKU diharapkan sekaligus menjadi bentuk transparansi dan pertanggungjawaban pencapaian target kinerja dalam setahun. Selain itu ditetapkan pula Inisiatif Strategis Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk Tahun 2012, yang terdiri dari 19 Inisiatif Strategis. Secara best practice, agenda reformasi birokrasi telah memberikan tekanan sekaligus tantangan yang cukup besar bagi DJPU untuk mampu mengombinasikan fungsinya sebagai organisasi birokrasi sekaligus sebagai unit yang terkait dengan pasar keuangan, baik domestik maupun internasional. Pasar keuangan yang berkembang dengan sangat dinamis dan disertai dengan meningkatnya kompleksitas pekerjaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah i

4 K E M E NTERIAN KEUANGAN RE P II BLI K I N DON ESIA D irc ktorot t e nd e ral Pe ngelalo d n tjtd ng menuntut DIPU untuk menerapkan prinsip-prinsip good gouernance secatakonsisten serta meningkatkan kualitas organisasi untuk dapat menjaga kepercayaan pasar. Dalam menjalankan tugasnya, DIPU telah menetapkan visi, yaitu ""Menjadi unit yang profesional dalam mendukung pembiayaan APBN secata efisien dengan risiko yang terukur untuk mempertahankan kesinambungan fiskal", Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam 4 misi, yakni sebagai berikut: a. Mewujudkan pengelolaan portofolio utang pemerintah yang efektif, transparary dan akuntabel; b. Mengendalikan pengadaanf penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang mendukung stabilitas fiskal; c. Mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional melalui upaya mengedepankan sumber-sumber dalam negeri dan pengembangan pasar keuangan domestik yang efisien dan stabil; dan d. Mewujudkan kerjasama intemasional dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan regional. Dengan mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan untuk periode tahun , DJPU diharapkan dapat mencapai target kinerja secara lebih terarah, transparary dan akuntabel, serta mampu menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan fugas. Direktur Jenderal Kuasa Khusus, 1- re RobertPakpahan eiioinu'nii'r6' iiiot l oolw [RKIP DrPU2012

5 IKHTISAR EKSEKUTIF LAKIP DJPU Tahun 2012 disusun sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kinerja DJPU selama tahun Pada tahun 2012 DJPU telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk kontrak kinerja antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan yang terdiri dari 12 SS dan 26 IKU. Capaian SS dan IKU DJPU tahun 2012 adalah: SS dan 22 IKU berstatus hijau atau memenuhi dan/atau di atas target; 2. 2 SS dan 3 IKU berstatus kuning atau kurang memenuhi target; dan 3. 1 IKU berstatus abu-abu dikarenakan tidak terdapat obyek kinerja dan tidak tersedianya data. Secara garis besar, uraian atas pencapaian Sasaran Strategis beserta IKU DJPU selama tahun 2012 adalah sebagai berikut: 1. Pencapaian SS Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal dengan indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, persentase pencapaian target effective cost, dan persentase pemenuhan target risiko portofolio utang, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup ditargetkan sebesar 100% (Rp286,83 triliun) dengan realisasi sebesar 98,87% (Rp283,58 triliun); b. Persentase pencapaian target effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 80,58%. Keberhasilan penurunan biaya utang (target effective cost) disebabkan antara lain, pemilihan instrumen pembiayaan melalui SBN yang tepat, strategi komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik, tingkat likuiditas pasar domestik dan internasional masih cukup tinggi, serta transaksi pengelolaan portofolio SUN melalui cash buyback dan debt switch dilaksanakan secara efektif; c. Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 98,13%. Realisasi tersebut disebabkan karena secara umum pengelolaan portofolio utang telah sesuai dengan strategi pengelolaan utang; 2. Pencapaian SS akuntabilitas pengelolaan utang dengan indikator opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah, pada tahun 2012 relatif dapat tercapai dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah iii

6 baik. Pada tahun 2012, Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Bagian Anggaran (LK BA) Pengelolaan Utang dan Hibah Tahun Anggaran 2011 ditargetkan 100% (Wajar Tanpa Pengecualian/WTP), dengan realisasi 87,50 %, yaitu: a. LK BA Pengelolaan Utang memperoleh opini WTP (100%); dan b. LK BA Hibah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) (75%). LK BA Hibah Tahun Anggaran 2011 memperoleh opini WDP karena masih terdapat donor atau Kementerian/Lembaga (K/L) yang belum sepenuhnya menaati peraturan, yaitu terkait pengesahan realisasi pendapatan dan belanja yang bersumber dari hibah, sehingga pendapatan hibah sebesar Rp0,29 triliun yang diterima K/L tidak disahkan di Kementerian Keuangan. 3. Pencapaian SS kredibilitas dan transparansi pengelolaan utang dengan indikator indeks kepuasan pengguna layanan dan persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Indeks kepuasan pengguna layanan ditargetkan sebesar 3,9 dengan realisasi sebesar 3,79. Survey ini dilaksanakan oleh tim Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dalam laporan hasil survey, terdapat dua unsur layanan DJPU yang masih perlu diperbaiki, yaitu keterbukaan/kemudahan akses informasi dan waktu penyelesaian layanan; b. Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran ditargetkan 100% dengan realisasi 100%, yaitu telah dilaksanakan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran (tidak ada denda keterlambatan). Realisasi pembayaran kewajiban utang pada tahun 2012 sebesar Rp274,36 triliun melalui SPM. 4. Pencapaian SS perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas dengan indikator persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang, persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang, dan persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang selama tahun 2012 direncanakan sebesar 100% {8 set (tiap set memilki bobot 12,5%)}, dengan realisasi sebesar 92,50%. Dari 8 set Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah iv

7 peraturan yang menjadi target di tahun 2012, terdapat 2 set peraturan yang belum dapat diselesaikan pada tahun 2012, yaitu: RPMK tentang Transaksi Lindung Nilai dan RPMK tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah. Saat ini, RPMK tentang Transaksi Lindung Nilai telah disahkan oleh Menteri Keuangan melalui PMK Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai pada tanggal 4 Januari 2013, sedangkan untuk RPMK tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah sampai akhir tahun 2012 konsep nota dinas bersama ke Menteri Keuangan masih berada di Direktorat Jenderal Perbendaharaan; b. Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Dokumen strategi pengelolaan utang tahun 2013 telah ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pengelolaan Utang Nomor: KEP-47/PU/2012 tanggal 19 Desember 2012; dan c. Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah (SUP) dalam rangka ALM selama tahun 2012 direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 100%. Target yang diharapkan yaitu menyelesaikan model restrukturisasi dan asumsi, penyelesaian naskah Revisi SKB mengenai penyelesaian BLBI, serta penyelesaian kajian pelaksanaan konversi SUP dari nontradable menjadi tradable. 5. Pencapaian SS pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, dengan indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi dan Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 75% (efektif), dengan realisasi sebesar 75,83% (efektif). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada peserta sosialisasi SUN, sosialisasi SBSN, serta sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah; dan b. Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 15 bps, dengan realisasi sebesar 4,29 bps. Rendahnya spread antara highest yield yang dimenangkan dalam setiap lelang SBN di pasar perdana dengan WAY yang dimenangkan menunjukkan lelang SBN yang efektif Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah v

8 mengingat terdapat konvergensi persepsi investor terhadap yield yang wajar dari seri yang dilelang. 6. Pencapaian SS pengelolaan portofolio utang yang optimal dengan indikator rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang serta akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 5,72%, dengan realisasi sebesar 5,29%; dan b. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 90%, dengan realisasi sebesar 91,65%. Capaian tersebut diperoleh dari rata-rata capaian akurasi antara benchmark yang ditetapkan dengan yield SBN dan biaya pinjaman; 7. Pencapaian SS pengelolaan kewajiban utang yang efektif dengan indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu, selama tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Pada tahun 2012, persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 100%, dimana terdapat dokumen tagihan/nop yang telah diverifikasi secara tepat waktu, yaitu paling lambat 6 hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. 8. Pencapaian SS monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang dengan indikator persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, dan Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 98,39% sehingga memperoleh nilai capaian 116,78%. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Untuk realisasi 90% mendapat nilai capaian 100% dan realisasi 100% mendapat nilai capaian 120%; b. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Monitoring terhadap pelaksanaan SOP Layanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah vi

9 Unggulan dilaksanakan pada Direktorat Pinjaman dan Hibah, Direktorat Surat Utang Negara, Direktorat Pembiayaan Syariah, dan Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen; dan c. Selama tahun 2012 tidak terdapat target yang harus dilaksanakan atau dicapai oleh DJPU, terkait penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan Korupsi. 9. Pencapaian SS Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi dengan indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya dan persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya selama tahun 2012, terealisasi sebesar 96,58% dari target sebesar 82,50%; dan b. Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (Hard Competency) pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100% (20 jenis diklat), dengan realisasi sebesar 115% (23 jenis diklat sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (Hard Competency). 10. Pencapaian SS penataan organisasi yang adaptif dengan indikator persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan, indeks reformasi birokrasi, indeks kepuasan pegawai, dan persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Tahun 2012, persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 70%, dengan realisasi sebesar 100%; b. Berdasarkan penilaian Itjen, per 28 Desember 2012, Indeks Reformasi Birokrasi DJPU mendapatkan skor sebesar 96,72% dari target dengan skor sebesar 92%; c. Indeks kepuasan pegawai pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 3, dengan realisasi 3,19. Dari 322 orang pegawai di lingkungan DJPU, 305 orang (94,72%) telah mengisi survey dimaksud. Dari 6 variabel penilaian tersebut, terdapat 2 variabel dengan selisih terbesar antara tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan yaitu variabel Mutasi/Rotasi Pegawai dan variabel Imbalan, yang dapat diartikan bahwa proses mutasi/rotasi dan faktor imbalan belum dianggap memuaskan bagi sebagian besar pegawai DJPU; dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah vii

10 d. Policy recommendation berdasarkan hasil pengawasan yang telah ditindaklanjuti pada tahun 2012 ditargetkan 85%, dengan realisasi sebesar 100% (4 dari 4 policy recommendation yang ditargetkan Tahun 2012). 11. Pencapaian SS Perwujudan TIK yang terintegrasi dengan indikator persentase pengembangan database utang yang terintegrasi dan persentase akurasi data SIMPEG, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Capaian IKU untuk SS tersebut pada tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi, dilaksanakan pada tahun 2011 dan Pada tahun 2011 telah selesai sebesar 45%, sehingga sisa pekerjaan sebesar 55% ditargetkan selesai pada tahun Pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%; dan b. Persentase akurasi data SIMPEG diukur secara semesteran. Berdasarkan hasil pengujian dari 320 pegawai pada Semester II, realisasi persentase akurasi data sebesar 100% dari target sebesar 100%. 12. Pencapaian SS Pelaksanaan anggaran yang optimal dengan indikator Persentase penyerapan DIPA pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Persentase penyerapan DIPA (Belanja Barang dan Belanja Modal) pada tahun 2012 ditargetkan 95,00% (Rp51,41 miliar), dengan realisasi sebesar 96,50% (Rp52,22 miliar). Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar target kinerja DJPU pada tahun 2012 telah berhasil dicapai. Keberhasilan pencapaian tersebut diupayakan untuk semakin ditingkatkan, sedangkan untuk beberapa kegiatan yang belum terlaksana/terdapat permasalahan (pending matters) akan diupayakan untuk dapat diselesaikan. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja DJPU pada periode berikutnya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah viii

11 DAFTAR ISI PENGANTAR... IKHTISAR EKSEKUTIF... DAFTAR ISI... Hal. i iii ix I. PENDAHULUAN... 1 A. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia... 1 B. Mandat yang Diberikan kepada Instansi C. Peran Strategis Instansi D. Sistematika Penyajian II. RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis B. Penetapan Kinerja III. AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN A. Capaian IKU B. Evaluasi dan Analisis Kinerja Tahun C. Kinerja Lainnya D. Progress Destination Statement DJPU Tahun E. Perkembangan Pending Matters Renstra F. Akuntabilitas Keuangan IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ix

12 Hal. DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Proses Bisnis DJPU... 4 Bagan 2.1 Nilai-nilai Kementerian Keuangan 19 Bagan 2.2 Peta Strategi DJPU Tahun Bagan 3.1 Perguruan Tinggi yang telah bekerjasama dengan DJPU terkait pengelolaan SUN sampai tahun Bagan 3.2 Transformasi IKU terkait mitigasi risiko DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Komposisi Pegawai Menurut Golongan Grafik 1.2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II Grafik 1.3 Komposisi Pegawai Menurut Jabatan Grafik 1.4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin. 9 Grafik 1.5 Komposisi Pegawai Menurut Pendidikan Grafik 3.1 Ikhtisar Capaian Kinerja DJPU Grafik 3.2 Realisasi pembayaran utang Tahun Anggaran Grafik 3.3 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi Grafik 3.4 Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang pada tahun Grafik 3.5 Penyerapan DIPA DJPU tahun DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Posisi Utang Pemerintah ( ) Tabel 2.1 Destination Statement Kementerian Keuangan Tahun Tabel 2.2 Destination Statement DJPU Tahun Tabel 2.3 Target Indikator Kinerja Utama Kemenkeu-One Tahun Tabel 2.4 Matriks Hubungan Sasaran Strategis dan IKU Tabel 3.1 Capaian IKU Kemenkeu-One Tahun Tabel 3.2 Perbandingan Capaian IKU Kemenkeu-One Tahun 2010 s.d Tabel 3.3 Realisasi Pinjaman Tahun Tabel 3.4 Target dan Realisasi SBN Tahun Tabel 3.5 Hasil Penerbitan SUN Tahun Tabel 3.6 Hasil Penerbitan SUN Melalui Lelang Tahun Tabel 3.7 Hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional Tabel 3.8 Kinerja Pengelolaan SUN tahun Tabel 3.9 Realisasi Penerbitan SBSN Tahun Tabel 3.10 Perkembangan Penerbitan SBSN Tahun Tabel 3.11 Kinerja lelang SBSN tahun Tabel 3.12 Indeks kepuasan pengguna berdasarkan unsur/dimensi layanan Tabel 3.13 Realisasi Pembayaran Utang Tahun Anggaran Tabel 3.14 Realisasi peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang Tabel 3.15 Penyelenggaraan sosialisasi SUN tahun Tabel 3.16 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi sosialisasi SBSN Tabel 3.17 Target dan realisasi pembayaran bunga dan rata-rata outstanding Tabel 3.18 Capaian akurasi antara benchmark dengan yield SBN dan biaya pinjaman Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah x

13 Tabel 3.19 Hasil pengukuran tingkat kepatuhan tahun Tabel 3.20 Hasil pengukuran rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan tahun Tabel 3.21 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Tabel 3.22 Diklat yang dilaksanakan berdasarkan gap kompetensi pegawai (hard competency) Tabel 3.23 Target dan realisasi mitigasi risiko Tabel 3.24 Rincian nilai pelaksanaan Quality Assurance DJPU Tabel 3.25 Realisasi pengembangan Database Utang yang terintegrasi Tahun Tabel 3.26 Progress pemenuhan akurasi data SIMPEG Tabel 3.27 Penyerapan DIPA (non belanja pegawai) DJPU Tahun Tabel 3.28 Rincian penyelenggaraan dealers meeting pada tahun Tabel 3.29 Penyelenggaraan Analysts Meeting Tahun Tabel 3.30 Partisipasi dalam forum regional dan internasional tahun Tabel 3.31 Tanggapan DJPU atas pemberitaan negatif terkait pengelolaan utang Tabel 3.32 Realisasi publikasi pengelolaan SBN tahun Tabel 3.33 Penyelenggaraan konferensi pers Tahun Tabel 3.34 Tahapan rapat koordinasi terkait penerapan IT-ALM Tabel 3.35 Eksposur penjaminan pemerintah pada Proyek FTP I Tabel 3.36 Eksposur penjaminan pemerintah terhadap Proyek Percepatan Penyediaan Air Minum Tabel 3.37 Eksposur penjaminan pemerintah pada Proyek FTP II Tabel 3.38 Progress Destination Statement DJPU Tabel 3.39 Perkembangan Pending Matters Renstra Tabel 3.40 Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2012 (per belanja) Tabel 3.41 Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2012 (per program-kegiatanoutput) DAFTAR LAMPIRAN 1. Dokumen Kontrak Kinerja Kemenkeu-One Tahun 2012 yang berlaku sebagai Dokumen Penetapan Kinerja (PK) DJPU Tahun Dokumen Pengukuran Kinerja Tahun 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah xi

14 BAB I PENDAHULUAN A. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia 1. Perkembangan Unit Pengelola Utang Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan mutu pelayanan kepada masyarakat, perlu diwujudkan suatu tata kelola yang baik di lingkungan. Unit pengelola utang telah mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan utang sebagai akibat semakin besar dan semakin beragamnya jumlah dan jenis utang Pemerintah. Perkembangan unit pengelola utang secara ringkas dapat disampaikan sebagai berikut: a. Sebelum tahun 1998, sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk pinjaman luar negeri dikelola oleh Direktorat Dana Luar Negeri (DDLN) pada Direktorat Jenderal Anggaran; b. Tahun 1999, dibentuk Tim Debt Management Unit (DMU) di bawah Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai tugas mengelola obligasi negara yang diterbitkan untuk menyehatkan perbankan akibat krisis tahun 1998; c. Tahun 2001, Tim DMU diubah menjadi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) di bawah Sekretariat Jenderal yang secara khusus mengelola Surat Utang Negara (SUN). d. Tahun 2004, unit pengelolaan utang disatukan dalam Direktorat Jenderal Perbendaharaan. PMON menjadi Direktorat Pengelolaan SUN sedangkan DDLN menjadi Direktorat Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri; e. Tahun 2006, dengan berkembangnya ruang lingkup pengelolaan utang dan dalam rangka memusatkan pengelolaanya dalam unit tersendiri, dibentuk ; dan f. Tahun 2007 s.d 2011, telah 2 kali melaksanakan penataan organisasi (reorganisasi) yang ditetapkan melalui: 1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 1

15 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. g. Tahun 2012, kembali mengusulkan penataan organisasi sebagai dampak likuidasi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang sebagian bergabung kedalam Otoritas Jasa Keuangan. Sebagai respon, dilakukan reposisi Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal untuk menjadi bagian dari yang sebelumnya merupakan unit Eselon II pada Badan Kebijakan Fiskal. Hal tersebut juga ditujukan untuk melakukan integrasi pengelolaan risiko keuangan baik fiskal maupun utang. Oleh karena itu, nomenklatur diusulkan untuk diubah menjadi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang sampai akhir tahun 2012 masih menunggu pengesahan dalam bentuk Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri Keuangan. Penataan organisasi tersebut dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan, merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan untuk merespon dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan publik, baik sebagai regulator maupun sebagai pemberi layanan kepada masyarakat. Penataan organisasi merupakan upaya untuk menyempurnakan tugas, fungsi dan struktur organisasi demi terwujudnya pencapaian visi dan misi organisasi secara efektif dan efisien. 2. Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2

16 Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan utang; b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan utang; c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan utang; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan utang; dan e. Pelaksanaan administrasi direktorat jenderal Pengelolaan Utang. 3. Organisasi Dalam rangka penerapan international best practice organisasi pengelola utang, Direktorat Jenderal Pegelolaan Utang mengkategorikan dan membagi struktur organisasinya berdasarkan: a. fungsi front office dilaksanakan oleh: 1) Direktorat Pinjaman dan Hibah (Dit PH); 2) Direktorat Surat Utang Negara (Dit SUN); dan 3) Direktorat Pembiayaan Syariah (Dit PS). b. fungsi middle office dilaksanakan oleh Direktorat Strategi dan Portofolio Utang (Dit SPU); c. fungsi back office dilaksanakan oleh Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen (Dit EAS); serta d. fungsi supporting and coordinating unit (sebagai pendukung dan koordinator kegiatan teknis) dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal. Proses bisnis dari keempat fungsi tersebut tergambar dalam bagan berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 3

17 Bagan 1.1 Proses Bisnis DJPU 4. Stakeholders Pengelolaan Utang Dalam pelaksanaan tugas selaku pengelola utang negara, peran DJPU terkait secara langsung dengan berbagai institusi baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan, yang dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut: a. Internal Kementerian Keuangan antara lain dengan: 1) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam penyusunan komponen pembiayaan APBN dan penyusunan dokumen anggaran, serta penyiapan Daftar Kegiatan (Proyek) yang telah mendapatkan alokasi dana dari APBN, untuk digunakan sebagai underlying penerbitan Project Base Sukuk; 2) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam pelaksanaan kebijakan fiskal; 3) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) dalam: a) koordinasi pengelolaan kas khususnya untuk mengharmonisasikan pelaksanaan/eksekusi penerbitan/pengadaan utang tunai dengan ketersediaan kas untuk pembiayaan. b) koordinasi pengelolaan penerusan pinjaman. 4) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam penyusunan underlying asset yang akan digunakan dalam penerbitan sukuk; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 4

18 5) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) sebagai regulator pasar modal dan secara bersama-sama berperan dalam pengembangan pasar surat berharga dan infrastruktur pasar sekunder; 6) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait aspek perpajakan dalam pengelolaan utang; 7) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan: a) Biro Perencanaan dan Keuangan terkait penyusunan rencana jangka menengah, jangka pendek, strategis, dan rencana kerja tahunan, serta penyusunan anggaran dan Laporan Keuangan Kementerian; b) Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan terkait pelaksanaan penataan organisasi, tata laksana, dan jabatan fungsional; c) Biro Hukum terkait pelaksanaan perumusan peraturan perundangundangan dan memberikan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan tugas; d) Biro Bantuan Hukum terkait koordinasi dan pelaksanaan penelaahan kasus hukum, memberikan bantuan hukum, pendapat hukum, dan perimbangan hukum yang berkaitan dengan tugas Kementerian Keuangan; e) Biro Sumber Daya Manusia terkait pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan DJPU sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f) Biro Komunikasi dan Layanan Informasi terkait pelaksanaan tugas aktivitas komunikasi, layanan informasi kebijakan pengelolaan utang, penyusunan strategi komunikasi kehumasan, penyusunan program komunikasi publik, dan monitoring opini publik; g) Biro Perlengkapan terkait pengelolaan perlengkapan DJPU berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h) Biro Umum terkait pelaksanaan koordinasi urusan tata usaha dan rumah tangga; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 5

19 i) Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) terkait aspek pengembangan sistem teknologi, informasi, dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan; j) Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan terkait pelaksanaan analisis, harmonisasi dan sinergi kebijakan atas pelaksanaan program dan kegiatan Menteri Keuangan, pengelolaan program dan kegiatan Menteri Keuangan, dan pengelolaan indikator kinerja utama di lingkungan Kementerian Keuangan; dan k) Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik terkait pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan secara elektronik, pengelolaan sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik serta memberikan pelayanan pengadaan secara elektronik Kementerian Keuangan. 8) Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan terkait pelaksanaan pengawasan intern; dan 9) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) khususnya Pusdiklat Keuangan Umum dan Pusdiklat Pengembangan SDM terkait pelaksanaan Capacity Building DJPU. b. Eksternal Kementerian Keuangan, antara lain dengan: 1) Dewan Perwakilan Rakyat antara lain terkait alokasi pembiayaan melalui utang dalam APBN, persetujuan penggunaan BMN sebagai underlying asset penerbitan SBSN, dan persetujuan penggunaan dana SAL untuk pembelian SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN; 2) Bank Indonesia (BI) yang dalam kaitannya dengan pengelolaan utang memiliki dua peran yaitu: a) sebagai pengelola kebijakan moneter dan neraca pembayaran dalam kerangka Asset and Liability Management (ALM); dan b) sebagai mitra dalam pengembangan pasar dan sebagai agen lelang, agen penatausahaan utang dan setelmen utang. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 6

20 3) Pelaku pasar/investor termasuk dealer utama/primary dealers dan peserta lelang dalam mengembangkan kapasitas daya serap pasar dan memperoleh input atas kondisi pasar keuangan pada umumnya (market update), preferensi instrumen, dan rencana alokasi investasi; 4) Lembaga Pemeringkat/Rating agencies dalam rangka assessment tahunan dan assessment transaksi penerbitan SBN valas; 5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dalam rangka: a) koordinasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM); b) perencanaan usulan kegiatan yang dapat dibiayai dengan pinjaman atau sebagai underlying asset sukuk project; dan c) pelaksanaan dan monitoring/evaluasi kegiatan yang dibiayai dari pinjaman. 6) Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan penyiapan policy matrix pinjaman program/program loan; 7) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pemenuhan dokumen pengefektifan pinjaman; 8) DSN MUI dalam rangka penerbitan Fatwa dan Pernyataan Kesesuaian Syariah (Opini Syariah) penerbitan SBSN; 9) Pemberi Pinjaman/Lender dalam rangka memperoleh informasi mengenai fokus pembiayaan dan indikasi besaran/alokasi pinjaman; dan 10) Lembaga atau negara pemberi donor. 5. Sumber Daya Manusia a. Gambaran umum pegawai Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2012, jumlah pegawai DJPU adalah sebanyak 328 orang, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) 321 orang berstatus Pegawai Negeri Sipil; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 7

21 2) 7 orang sedang diusulkan untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (5 lulusan Program Diploma III Keuangan STAN tahun 2011 dan 2 orang penerimaan S1 tahun 2012). Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2012, komposisi pegawai DJPU adalah sebagai berikut: Grafik 1.11 Komposisi Pegawai Menurut Golongan II/a II/b 444 II/c II/d III/a III/b 40 III/c III/d IV/a IV/b 2 3 IV/c IV/d Grafik 1.2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II 1 Dit. SPU 11,6% Dit. PS 12,5% Dit. EAS 18,9% Dit. SUN 12,2% Setditjen 26,2% Dit. PH 18,6% No. Golongan Pegawai Jumlah Pegawai No. Unit Eselon II Jumlah Pegawai 1 IV/d 3 1 Setditjen 86 2 IV/c 2 2 Dit PH 61 3 IV/b 14 3 Dit SUN 40 4 IV/a 15 4 Dit PS 41 5 III/d Dit SPU 38 6 III/c 40 6 Dit EAS 62 7 III/b 29 JUMLAH III/a 92 9 II/d II/c II/b 0 12 II/a 1 JUMLAH 328

22 Grafik 1.3 Komposisii Pegawai Menurut Jabatan Grafik 1.4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin Eselon II, 5 Eselon III, 23 Pelaksana, 211 Eselon IV, 89 No. Jabatan Pegawai Jumlah Pegawai No. Jenis Kelamin Pegawai Jumlah Pegawai 1 Eselon I 0 1 Laki-lak Eselon II 5 2 Perempuan 74 3 Eselon III 23 JUMLAH Eselon IV 89 5 Pelaksana 211 JUMLAH Grafik 1.5 Komposisi Pegawai Menurut Pendidikan 170 No. Tingkat Pendidikann 1 S3 2 S2 3 S D < D3 2 JUMLAH < D3 D3 S1 S2 S3 Jumlah Pegawai Dalam hal pendidikan, DJPU membuka kesempatan sebesar-besarnyjenjang yang lebih tinggi, baik melalui program beasiswa maupun dengan biaya sendiri, sehingga bagi para pegawai untuk melanjutkan pendidikannya ke

23 kompetensi para pegawai DJPU dapat menjadi lebih baik dan dapat menopang bidang tugas di mana pegawai itu berada. Pada tahun 2012, DJPU telah memiliki peraturan terkait pola mutasi dan pola karir sehingga penempatan para pegawai baik di unit-unit Eselon II maupun pada jabatan-jabatan tertentu di lingkungan DJPU, diharapkan telah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai dan memang dibutuhkan oleh unit atau jabatan tempat kerja pegawai bersangkutan. Selain itu, dengan adanya pengarusutamaan gender, walaupun jumlah pegawai perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pegawai laki-laki (dapat dilihat pada grafik 1.4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin), perlakuan dan penilaian kinerja tetap dilakukan secara fair. Hal tersebut terbukti dengan diisinya beberapa jabatan strategis di DJPU oleh para pegawai perempuan, contohnya: dari 5 Pejabat Eselon II di DJPU, 2 diantaranya adalah perempuan. b. Program pengembangan Pegawai Unit organisasi yang handal tentu harus didukung penuh dengan sumber daya manusia yang handal baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selama tahun , DJPU telah melakukan beberapa kebijakan dan kegiatan sebagai bagian program peningkatan kompetensi dan kinerja pegawai. Adapun kebijakan dan kegiatan tersebut antara lain: 1) Penyusunan dan penetapan Hard Competency Pegawai DJPU; 2) Penyusunan dan penetapan Soft Competency Pegawai DJPU; 3) Penyusunan dokumen Gap Hard Competency Pegawai DJPU; 4) Pelaksanaan Assesment Center (AC); 5) Pelaksanaan diklat teknis sesuai Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) Hard Competency; 6) Menugaskan pegawai untuk mengikuti Diklat Berbasis Kompetensi pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan; 7) Menugaskan pegawai untuk mengikuti diklat sertifikasi keahlian (CFA,CHRP,etc); 8) Peningkatan kemampuan Bahasa Inggris pegawai melalui TOEFL Training; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 10

24 9) Membuka kesempatan pegawai mengikuti short course (IMF, DMFAS,etc) sesuai bidang tugasnya; 10) Membuka kesempatan pegawai untuk mencari program beasiswa dengan inisiatif sendiri di Dalam maupun Luar Negeri; dan 11) Mengirim pegawai mengikuti program beasiswa reguler baik dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, maupun Negara Lain (Australia, Jepang, dll). Dengan komposisi pegawai DJPU seperti dijelaskan di atas dan dengan program pengembangan pegawai yang terus dilakukan, DJPU terbukti dapat melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Hal ini juga membuktikan bahwa program pengembangan pegawai DJPU berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu dalam rangka membentuk sumber daya manusia DJPU yang handal. B. Mandat yang Diberikan kepada Instansi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU berdasarkan mandat yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, antara lain: 1. Pedoman umum meliputi: a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD, yang mengatur bahwa: 1) Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun bersangkutan; dan 2) Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemda dibatasi tidak melebihi 60% dari PDB tahun yang bersangkutan. b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengatur antara lain: 1) Pembebanan biaya pengadaan utang/hibah Pemerintah pada APBN; dan 2) Tata cara pengadaan utang negara dan penerusan utang/hibah luar negeri kepada Pemda dan BUMN/BUMD. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 11

25 c. Undang-Undang tentang APBN yang ditetapkan setiap tahun antara lain menyebutkan bahwa Pemerintah dapat melakukan perubahan instrumen utang dalam hal terdapat sumber utang yang lebih menguntungkan. 2. Pedoman khusus meliputi: a. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN, yang antara lain mengatur tentang tujuan penerbitan SUN; b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN yang antara lain mengatur tentang tujuan penerbitan SBSN; c. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah, yang antara lain mengatur tentang penggunaan pinjaman dalam negeri; d. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun ; e. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian; f. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, yang antara lain mengatur tentang perencanaan, penggunaan, penatausahaan, pemantaun, evaluasi, dan pelaporan serta pengawasan pinjaman luar negeri dan hibah; g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat; h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.05/2008 tentang Sistem Akuntansi Utang Pemerintah; i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.08/2010 tentang Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi, dan Dokumentasi Pinjaman dan/atau Hibah Pemerintah; j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.08/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Calon Pemberi Pinjaman Dalam Negeri; k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 12

26 l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah; m. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.08/2012 tentang Tata Cara Pengadaan Pembiayaan yang Bersumber dari Kreditor Swasta Asing; n. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 514/KMK.08/2010 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun ; dan o. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.08/2011 tentang Tata Cara Perundingan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri. C. Peran Strategis Instansi DJPU adalah organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang. Peran strategis DJPU digambarkan sebagai berikut: 1. Memenuhi pembiayaan APBN yang bersumber dari utang Selain penerimaan pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan APBN. Untuk memenuhi pembiayaan APBN tersebut maka pembiayaan melalui utang harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali. Utang digunakan untuk membiayai defisit dan sebagian pengeluaran pembiayaan antara lain pelunasan pokok utang jatuh tempo, buyback, dan penerusan pinjaman. Sumber pembiayaan dari utang, meliputi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), serta pengadaan Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan Pinjaman Dalam Negeri. 2. Mewujudkan kesinambungan fiskal melalui pengelolaan portofolio dan risiko utang Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 13

27 dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan. Pengelolaan utang yang tidak profesional akan berdampak negatif terhadap kondisi fiskal Pemerintah yang tercermin antara lain dalam ketidakmampuan Pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, dan terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan. Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik, serta ekonomi biaya tinggi. Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang pada tanggal 31 Desember 2012 mencapai Rp1.975,42 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai dimensi risiko yang berpotensi menimbulkan masalah terhadap kesinambungan fiskal, antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing. Tabel 1.1 Posisi Utang Pemerintah ( ) Catatan: * Termasuk semi commercial ** Beberapa termasuk semi concessional *** Seluruhnya termasuk commercial Sumber: Perkembangan Utang Negara Edisi Januari 2013 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 14

28 Oleh karena itu, pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko dimaksud melalui upaya antara lain dengan melakukan: debt securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging. 3. Pengembangan pasar yang dalam, aktif, dan likuid Saat ini, peningkatan target pembiayaan melalui SBN belum sebanding dengan pertumbuhan daya serap pasar SBN domestik yang masih terbatas. Peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SBN domestik diperlukan agar target pembiayaan SBN dapat dipenuhi dengan biaya yang efisien tanpa menyebabkan peningkatan risiko utang yang berlebihan. Basis investor baik domestik maupun luar negeri yang besar dan terdiversifikasi, diperlukan untuk memperkuat dan menjaga kestabilan permintaan terhadap instrumen utang negara. Penerbitan utang dalam bentuk SBN berperan strategis dalam pengembangan pasar keuangan khususnya pasar domestik antara lain: a. Mendukung pengembangan institusi/lembaga keuangan domestik dengan memberikan alternatif instrumen investasi; b. Mendukung kebutuhan industri keuangan dalam pengelolaan ALM; c. Yield SBN berperan sebagai benchmark bagi penerbitan instrumen keuangan lainnya; d. Pasar SBN yang berkembang akan mendukung terbentuknya pasar repo, derivatif yang akan semakin mengefisienkan pasar keuangan secara keseluruhan; dan e. Memperluas basis investor domestik. D. Sistematika Penyajian LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU pada tahun 2012, yaitu dengan melakukan analisis atas capaian kinerja (performance results) tahun 2012 terhadap rencana kinerja (performance plans) tahun Analisis tersebut memungkinkan teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP adalah sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 15

29 Bab I Pendahuluan, menyajikan latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur organisasi. Bab II Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun 2012 dan penetapan kinerja tahunan Bab III Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan, menyajikan analisis terhadap capaian kinerja dan keuangan pada tahun Bab IV Penutup, menyajikan simpulan terhadap pencapaian kinerja di tahun Lampiran-lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 16

30 BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Nomor KEP- 16/PU/2010 tentang Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Tahun , telah ditetapkan arahan dalam pelaksanaan tugas DJPU dalam periode 5 tahun ke depan yang dituangkan dalam Renstra. Penyusunan Renstra tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mewajibkan setiap kementerian/lembaga menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. 2. Salah satu prioritas bidang ekonomi dalam RPJMN tahun , yaitu Prioritas Pengelolaan APBN yang Berkelanjutan dengan Fokus Prioritas Perumusan Kebijakan Fiskal, Pengelolaan Pembiayaan Anggaran, dan Pengendalian Risiko. Fokus prioritas tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan pengelolaan utang pemerintah, baik yang berasal dari SBN maupun pinjaman dengan biaya dan tingkat risiko yang terkelola dengan baik untuk mendukung kesinambungan fiskal. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun , yang mengamanatkan penyusunan Renstra kepada unit-unit organisasi (Eselon I, Eselon II, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis/UPT) di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam Renstra tersebut ditetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai DJPU dalam periode Tahun , yaitu: 1. Visi Visi DJPU untuk periode tahun sebagaimana dalam dokumen Rencana Strategis adalah Menjadi Pengelola Utang yang mampu menyediakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 17

31 sumber pembiayaan APBN yang paling efisien dan aman melalui kegiatan pengelolaan yang mengedepankan standar tata kelola internasional, dengan mengutamakan pemanfaatan potensi pendanaan dari pasar keuangan domestik namun dalam perkembangannya telah dilakukan penyempurnaan dan dicantumkan dalam Peta Strategi Tahun 2012 yaitu Menjadi unit yang profesional dalam mendukung pembiayaan APBN secara efisien dengan risiko yang terukur untuk mempertahankan kesinambungan fiskal. Visi tersebut di atas lebih menekankan pada pengelolaan utang secara profesional, yaitu mampu memenuhi standar tata kelola internasional dan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governance principles). Penyediaan sumber pembiayaan APBN dilakukan dengan tujuan agar dalam jangka panjang dapat dicapai biaya utang yang minimal dengan tingkat risiko yang terkendali. Di masa yang akan datang, DJPU sebagai unit pengelola utang diharapkan mampu mengendalikan utang agar dapat mendukung peningkatan kemampuan kemandirian keuangan negara. 2. Misi Misi DJPU untuk periode tahun sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Strategis adalah sebagai berikut: a. Mewujudkan pengelolaan portofolio utang pemerintah yang efektif, transparan, dan akuntabel dengan strategi yang mengedepankan peningkatan daya dukung terhadap ketahanan dan kesinambungan fiskal; b. Mengendalikan pengadaan/penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang mendukung stabilitas fiskal; c. Mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional melalui upaya mengedepankan sumber-sumber dalam negeri dan pengembangan pasar keuangan domestik yang efisien dan stabil; dan d. Mewujudkan kerjasama internasional dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan regional. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 18

32 namun dalam perkembangannya telah dilakukan penyempurnaan dan dicantumkan dalam Konsep Road Map DJPU Tahun dan Laporan Review Rencana Strategis Tahun serta Rencana Kerja DJPU Tahun 2012, yaitu: a. Mewujudkan pengelolaan portofolio utang pemerintah yang efektif, transparan, dan akuntabel; b. Mengendalikan pengadaan/penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang mendukung stabilitas fiskal; c. Mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional melalui upaya mengedepankan sumber-sumber dalam negeri dan pengembangan pasar keuangan domestik yang efisien dan stabil; dan d. Mewujudkan kerjasama internasional dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan regional. 3. Nilai-Nilai Menteri Keuangan telah melakukan Launching Nilai-Nilai Kementerian Keuangan pada tanggal 29 Juli Nilai-nilai ini menjadi penting karena dengan dasar itulah organisasi bergerak mencapai visi dan misinya. Sosialisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan di lingkungan telah dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober Adapun Corporate value dimaksud terdiri dari 5 nilai dan 10 perilaku utama yaitu: a. Integritas 1) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya; 2) Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal tercela; Bagan 2.1 Nilai-nilai Kementerian Keuangan b. Profesionalisme 3) Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas; 4) Bekerja dengan hati; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 19

33 c. Sinergi 5) Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati; 6) Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik; d. Pelayanan 7) Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan; 8) Bersikap proaktif dan cepan tanggap; e. Kesempurnaan 9) Melakukan perbaikan terus menerus; 10) Mengembangkan inovasi dan kreativitas. 4. Destination Statement Destination Statement merupakan pernyataan konkret dan nyata berisi gambaran atau potret mengenai hal-hal yang diharapkan terwujud pada masa depan untuk mencapai visi organisasi. Latar belakang diperlukannya Destination Statement bagi unit organisasi antara lain: a. Setiap organisasi pasti memiliki kendala/hambatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian visi; b. Kondisi ideal yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah tersebut dirumuskan dalam Destination Statement; c. Destination Statement berfungsi sebagai milestone dan alat evaluasi pencapaian visi; dan d. Sebagai terobosan dalam pencapaian Destination Statement, perlu dirumuskan inisiatif strategis. Kementerian Keuangan dengan visi Menjadi pengelola keuangan dan kekayaan negara yang dipercaya, akuntabel, dan terbaik di regional untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan telah menetapkan Destination Statement tahun 2014 sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 20

34 Tabel 2.1 Destination Statement Kementerian Keuangan Tahun 2014 Tujuan Destination Statement Target Pengelola a. Rasio penerimaan pajak terhadap PDB 18% keuangan dan b. Penyerapan Belanja Negara dalam 98% kekayaan DIPA K/L negara c. Rasio utang terhadap PDB 22% d. Jumlah BMN yang telah bersertipikat 20% e. Defisit APBN 0 Dipercaya f. Tingkat kepuasan pengguna layanan 4,2 (skala 5) g. Indeks integritas sektor publik 8,5 (skala 10) mencapai Akuntabel h. Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK WTP BUN, dan LK BA 999 Terbaik di regional - (dengan beberapa indikator) Sesuai dengan Destination Statement sebagaimana tersebut di atas, diamanatkan pula kepada seluruh Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menyusun Destination Statement Eselon I tahun Atas arahan tersebut berdasarkan hasil pembahasan dan penetapan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, ditetapkan 6 (enam) Destination Statement DJPU tahun 2014, sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Destination Statement DJPU Tahun 2014 Tujuan Destination Statement Target Unit pengelola utang yang profesional Pembiayaan APBN secara efisien Risiko yang terukur Kesinambungan fiskal a. Opini BPK terhadap LK BA dan LK BA b. Rasio pembayaran bunga/imbalan terhadap outstanding utang yang semakin efisien. c. Rasio utang valas terhadap outstanding utang yang semakin menurun. d. Risiko pembiayaan kembali (porsi utang jatuh tempo <3 tahun) yang semakin terkendali. e. Rasio tingkat bunga utang tetap (fixed rate) terhadap outstanding utang yang semakin meningkat. f. Rasio utang terhadap PDB yang semakin rendah. WTP 5,8% 43% 25% 80% 22% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 21

35 5. Tujuan Berdasarkan visi dan misi DJPU tahun , maka ditetapkan tujuan pengelolaan utang pada tahun yaitu: a. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara; dan b. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar SBN yang dalam, aktif dan likuid. Adapun tujuan jangka pendek pengelolaan utang tahun 2012, sebagaimana tercantum dalam Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang Tahun 2012 adalah memenuhi target pembiayaan APBN tahun 2012 melalui utang dan membiayai kembali utang yang jatuh tempo dengan biaya yang efisien dan risiko yang terkendali. 6. Sasaran Strategis Sasaran strategis pengelolaan utang untuk tahun 2012 sebagaimana tercantum dalam Peta Strategi Kemenkeu-One, adalah sebagai berikut: a. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal; b. Akuntabilitas pengelolaan utang dan hibah; c. Kredibilitas dan transparansi pengelolaan utang; d. Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas; e. Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid; f. Pengelolaan portofolio utang yang optimal; g. Pengelolaan kewajiban utang yang efektif; h. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif; i. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi; j. Penataan organisasi yang adaptif; k. Perwujudan TIK yang Terintegrasi; dan l. Pelaksanaan anggaran yang optimal. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 22

36 7. Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2012, sebagaimana tercantum dalam Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang Tahun 2012, adalah sebagai berikut: a. Mengoptimalkan potensi pembiayaan utang dari pasar domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri; b. Terus melakukan diversifikasi instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal; c. Pengadaan pinjaman/kredit luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms and conditions yang menguntungkan Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor; d. Tetap mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman/kredit luar negeri secara bertahap; e. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama dalam rangka mendorong upaya financial deepening; dan f. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan sovereign credit rating. 8. Strategi Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi-strategi yang efektif dan tepat sasaran, dimana di sisi lain dapat sekaligus mengatasi permasalahan yang ada. Strategi-strategi yang disusun harus dapat mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki, baik internal maupun eksternal. Adapun strategi DJPU untuk periode tahun adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan pengelolaan utang secara prudent dengan tujuan untuk meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali; b. Meningkatkan koordinasi dengan unit terkait dalam rangka pengelolaan kas dan kebijakan fiskal serta penyediaan underlying asset penerbitan SBSN; c. Menyelesaikan penyusunan kerangka hukum dalam pengelolaan pinjaman, hibah, kewajiban kontinjensi, dan hedging; d. Menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pelaksanaan transaksi dalam rangka pengelolaan portofolio utang; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 23

37 e. Melakukan pengembangan instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal; f. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), organisasi, teknologi informasi dan komunikasi (termasuk sistem informasi manajemen utang), dan pengelolaan anggaran; g. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dalam pelaksanaan Asset- Liability Management (ALM); h. Mengoptimalkan potensi pendanaan APBN melalui utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri agar dapat mengurangi ketergantungan dari pembiayaan luar negeri; i. Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka menengah, pengadaan dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar (favourable) bagi Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor; j. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter, otoritas pasar modal, dan pelaku pasar dalam rangka mengembangkan pasar SBN domestik yang solid dan efisien melalui perluasan basis investor domestik dan mengoptimalkan infrastruktur pasar yang mendukung pasar SBN yang likuid; k. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan pinjaman dan sovereign credit rating; l. Meningkatkan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan utang; dan m. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. 9. Program dan Kegiatan Sejalan dengan penganggaran dengan dasar performanced based budgeting, dalam pelaksanaan kegiatan operasional pada tahun 2012, DJPU memiliki program pokok dan program penunjang. Program pokok adalah Pengelolaan dan Pembiayaan Utang, yang dilaksanakan melalui Kegiatan sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 24

38 a. Pengelolaan Pinjaman; b. Pengelolaan Surat Utang Negara; c. Pengelolaan Pembiayaan Syariah; d. Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang; dan e. Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang. Sedangkan program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, yaitu: kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJPU. B. Penetapan Kinerja Pada tahun 2012, DJPU telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk kontrak kinerja antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan. Pada Kontrak kinerja tersebut terdapat peta strategi (strategy map) dengan 12 sasaran strategis (SS) yang ingin dicapai. Untuk setiap SS yang disusun dan ditetapkan memiliki ukuran yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU). Keseluruhan IKU DJPU pada tahun 2012 untuk semua SS berjumlah 26 IKU. Selain itu ditetapkan pula Inisiatif Strategis Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk Tahun 2012, yang terdiri dari 19 Inisiatif Strategis. Peta strategi merupakan suatu dashboard (panel instrument) yang memetakan SS ke dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi DJPU. Peta strategi memudahkan DJPU untuk mengkomunikasikan keseluruhan strateginya kepada seluruh pejabat/pegawai dalam rangka pemahaman demi suksesnya pencapaian visi, misi, dan tujuan DJPU. Peta strategi DJPU tahun 2012 yang disepakati antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan pada tanggal 9 Februari 2012 ditunjukkan dalam bagan berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 25

39 Bagan 2.2 Peta Strategi DJPU Tahun 2012 Peta strategi DJPU memetakan setiap SS yang disusun dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sesuai visi dan misi yang diemban. Dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, setiap SS dikelompokan kedalam empat perspektif, yaitu stakeholders perspective, customers perpective, internal process perspective, dan learning and growth perspective. Dari stakeholders perspective, terdapat SS yang disusun untuk mewujudkan pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal. Dari customers perpective terhadap kreditor, investor, dan donor, terdapat SS yang disusun untuk mewujudkan nilai transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas dalam pengelolaan utang. Dari internal process perspective DJPU, untuk mendukung pencapaian SS pada dua layer stakeholders perspective dan customers perpective tersebut diperlukan adanya tiga faktor penting berupa perumusan, pengelolaan, dan pengembangan serta pengawasan terhadap core business DJPU. Dalam hal ini, proses internal yang dimaksud terkait dengan proses perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 26

40 pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, pengelolaan portofolio utang yang optimal, pengelolaan kewajiban utang yang efektif, dan monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif. Sedangkan dari learning and growth perspective, terdapat empat faktor penting yang harus dikelola dengan baik guna menciptakan modal utama untuk mencapai tujuan organisasi yaitu faktor pengembangan sumber daya manusia, faktor organisasi, faktor teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan faktor pengelolaan anggaran. Sebagai alat ukur pencapaian SS, target 26 IKU DJPU yang ditetapkan pada awal tahun 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Target Indikator Kinerja Utama Kemenkeu-One Tahun 2012 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif 1. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal PU-1.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup PU-1.2 Persentase pencapaian target effective cost PU-1.3 Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 99,17% (Rp218,13 triliun) 100% (Rp286,57 triliun) 83,50% 100% 96,80% 100% Stakeholders Perspective 2. Akuntabilitas pengelolaan utang dan hibah 3. Kredibilitas dan transparansi pengelolaan utang PU-2.1 Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah PU-3.1 Indeks kepuasan pengguna layanan PU-3.2 Persentase Pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 87,5% (1 WTP & 1 WDP) 100% (2 WTP) 4,02 3,90 100% 100% Customer Perspective 4. Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas PU-4.1 Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan 143,75% 100% Internal process Perspective Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 27

41 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif 5. Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid 6. Pengelolaan portofolio utang yang optimal 7. Pengelolaan kewajiban utang yang efektif 8. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif portofolio utang PU-4.2 Persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang PU-4.3 Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM PU-5.1 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi PU-5.2 Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) PU-6.1 Rasio beban bunga terhadap ratarata outstanding utang PU-6.2 Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark PU-7.1 Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu PU-8.1 Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang PU-8.2 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan PU-8.3 Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden 100% 100% N/A 100% 76,32 75 (efektif) N/A 15 bps 5,30% 5,72% 95,56% 90% 100% 100% 99,62% 100% 100% 100% N/A 80% (tepat waktu) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 28

42 No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Realisasi 2011 Target 2012 Perspektif 9. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi PU-9.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 87,83% 82,5% 10. Penataan organisasi yang adaptif PU-9.2 Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) PU-10.1 Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan PU-10.2 Indeks reformasi birokrasi PU-10.3 Indeks kepuasan pegawai PU-10.4 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti N/A 100% N/A 70% N/A 92% N/A 3 N/A 85% Learning & Growth Perspective 11. Perwujudan TIK yang terintegrasi PU-11.1 Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi 45% 100% PU-11.2 Persentase akurasi data SIMPEG N/A 100% 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal PU-12.1 Persentase penyerapan DIPA 95,57% 95% Peta strategi DJPU tahun 2012 yang memetakan 12 SS dengan alat ukur pencapaian berupa 26 IKU, telah disusun berdasarkan Renstra DJPU tahun Berikut matriks yang menunjukkan kesesuaian antara hal-hal tersebut. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 29

43 Tabel 2.4 Matriks Hubungan Sasaran Strategis dan IKU Sasaran Strategis Rencana Strategis DJPU Tahun Strategi Pengelolaan Pinjaman Sasaran Strategis 1 yaitu Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui pengadaan pinjaman. Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Sasaran Strategis 1 yaitu Terpenuhinya pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui pengelolaan SUN. Strategi Pengelolaan Pembiayaan Syariah Sasaran Strategis 1 yaitu Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal melalui SBSN. Strategi Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Sasaran Strategis 3 yaitu akuntabilitas. Strategi Pengelolaan Pinjaman Sasaran Strategis 3 yaitu Transparansi. Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Sasaran Strategis 2 yaitu Transparansi dalam pengelolaan SUN. Strategi Pengelolaan Pembiayaan Syariah Sasaran Strategis 2 yaitu Transparansi pengelolaan SBSN Strategi Pengelolaan Strategi Dan Portofolio Utang Sasaran Strategis 4 yaitu Kredibilitas Peta Strategi DJPU Tahun 2012 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal Akuntabilitas pengelolaan utang dan hibah Kredibilitas dan Transparansi pengelolaan utang Indikator Kinerja Utama Kemenkeu- One tahun 2012 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup Persentase pencapaian target effective cost Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah Pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran Indeks kepuasan pengguna layanan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 30

44 Sasaran Strategis Rencana Strategis DJPU Tahun Sasaran Strategis 3 yaitu Transparansi Strategi Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Sasaran strategis 4 yaitu Kredibilitas. Sasaran strategis 2 yaitu Transparansi Strategi Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang Sasaran Strategis 1 yaitu Strategi pengelolaan utang yang berkualitas. Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Sasaran Strategis 3 yaitu Stabilitas Pasar SUN. Strategi Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang Sasaran Strategis 2 yaitu Pemenuhan target penerbitan rekomendasi jaminan pemerintah yang optimal. Peta Strategi DJPU Tahun 2012 Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid Pengelolaan portofolio utang yang optimal Indikator Kinerja Utama Kemenkeu- One tahun 2012 Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang Persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 31

45 Sasaran Strategis Rencana Strategis DJPU Tahun Strategi Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Sasaran Strategis 1 yaitu pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pengelolaan utang yang transparan, akuntabel dan kredibel. Peta Strategi DJPU Tahun 2012 Pengelolaan kewajiban utang yang efektif Indikator Kinerja Utama Kemenkeu- One tahun 2012 Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif Strategi Reformasi Birokrasi (Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya di Lingkungan DJPU) Sasaran Strategis 2 yaitu pembentukan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Strategi Reformasi Birokrasi (Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya di Lingkungan DJPU) Sasaran Strategis 3 yaitu pengembangan organisasi yang handal dan modern. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi Penataan organisasi yang adaptif Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan Indeks reformasi birokrasi Indeks Kepuasan pegawai Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 32

46 Sasaran Strategis Rencana Strategis DJPU Tahun Strategi Reformasi Birokrasi (Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya di Lingkungan DJPU) Sasaran Strategis 4 yaitu pembangunan sistem TIK yang terintegrasi. Strategi Reformasi Birokrasi (Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya di Lingkungan DJPU) Sasaran Strategis 5 yaitu pengelolaan anggaran yang optimal. Peta Strategi DJPU Tahun 2012 Perwujudan TIK yang terintegrasi Pelaksanaan anggaran yang optimal Indikator Kinerja Utama Kemenkeu- One tahun 2012 Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi Persentase akurasi data SIMPEG Persentase penyerapan DIPA Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 33

47 A. Capaian IKU BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN 1. Capaian IKU Tahun 2012 Capaian IKU DJPU tahun 2012 pada stakeholders perspective, customer perspective, internal process perspective, dan learning and growth perspectiv dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3.1 Capaian IKU Kemenkeu-One Tahun 2012 Persentase No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Pencapaian Polarisasi Target 1. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal 2. Akuntabilitas pengelolaan utang dan hibah 3. Kredibilitas pengelolaan utang 4. Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang 1.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 1.2 Persentase pencapaian target effective cost 1.3 Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 2.1 Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah 3.1 Indeks kepuasan pengguna layanan 3.2 Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 4.1 Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan Persen 100,00% 98,87% 117,74% Stabilize Persen 100,00% 80,58% 119,42% Minimize Persen 100,00% 98,13% 116,26% Stabilize Persen 100,00% 87,50% 87,50% Maximize Indeks 3,90 3,79 97,18% Maximize Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 100,00% 92,50% 92,50% Maximize Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 34

48 Persentase No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Pencapaian Polarisasi Target berkualitas 5. Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid 6. Pengelolaan portofolio utang yang optimal 7. Pengelolaan kewajiban utang yang efektif 8. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif pengelolaan portofolio utang 4.2 Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang 4.3 Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM 5.1 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi 5.2 Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) 6.1 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang 6.2 Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark 7.1 Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu 8.1 Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang 8.2 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan 8.3 Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 75,00% 75,83% 101,11% Maximize Bps 15,00 4,29 120,00% Minimize Persen 5,72% 5,29% 107,52% Minimize Persen 90,00% 91,65% 101,83% Maximize Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 100,00% 98,39% 116,78% Stabilize Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 80% - - Maximize Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 35

49 Persentase No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Satuan Target Realisasi Pencapaian Polarisasi Target 9. Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi 10. Penataan organisasi yang adaptif 9.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 9.2 Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) 10.1 Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan 10.2 Indeks reformasi birokrasi 10.3 Indeks kepuasan pegawai 10.4 Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti Persen 82,50% 96,58% 117,07% Maximize Persen 100,00% 115,00% 115,00% Maximize Persen 70,00% 100,00% 120,00% Maximize Indeks 92,00% 96,72% 105,13% Maximize Indeks 3,00 3,19 106,33% Maximize Persen 85,00% 100,00% 117,65% Maximize 11. Perwujudan TIK yang terintegrasi 12. Pelaksanaan anggaran yang optimal 11.1 Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi 11.2 Persentase akurasi data SIMPEG 12.1 Persentase penyerapan DIPA Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 100,00% 100,00% 100,00% Maximize Persen 95,00% 96,50% 101,58% Maximize *Keterangan: polarisasi adalah ekspektasi arah nilai aktual dari IKU dibandingkan relatif terhadap nilai target Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 36

50 2. Perbandingan Capaian IKU tahun 2010 s.d Perbandingan capaian IKU DJPU tahun 2010 s.d pada stakeholders perspective, customer perspective, internal process perspective, dan learning and growth perspective dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3.2 Perbandingan Capaian IKU Kemenkeu-One Tahun 2010 s.d No Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 1. Pemenuhan target pembiayaan melalui utang 2. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman 3. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup 4. Pencapaian target effective cost 5. Persentase pencapaian target effective cost 6. Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi 7. Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang 100,00% 99,47% Penyempurnaan IKU N/A N/A 100,00% 99,17% Penyempurnaan IKU N/A N/A N/A N/A 100,00% 98,87% 100,00% 80,02% Penyempurnaan IKU N/A N/A 100,00% 83,50% 100,00% 80,58% 100,00% 96,04% 100,00% 96,80% Penyempurnaan IKU N/A N/A N/A N/A 100,00% 98,13% 8. Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang 518 set 610 set Penyempurnaan IKU Dihapus 9. Persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang 10. Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah N/A N/A 100,00% 104,87% Dihapus 100,00% 87,50% 100,00% 87,50% 100,00% 87,50% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 37

51 No Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 11. Indeks kepuasan pengguna layanan 12. Pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 13. Jumlah peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang 14. Persentase penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang 15. Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang 16. Tersedianya dokumen strategi pengelolaan utang 17. Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang 18. Persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang 19. Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM 20. Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap pengelolaan SBN 21. Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi N/A N/A 3,87 4,02 3,90 3,79 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 36 set 40 set Penyempurnaan IKU N/A N/A 100,00% 143,75% Penyempurnaan IKU N/A N/A N/A N/A 100,00% 92,50% 2 dok 2 dok Penyempurnaan IKU N/A N/A 100,00% 100,00% Penyempurnaan IKU N/A N/A N/A N/A 100,00% 100,00% N/A N/A N/A N/A 100,00% 100,00% 67,50% 76,74 % Penyempurnaan IKU N/A N/A 70,00% 76,33% 75,00% 75,83% 22. Partisipasi investor dalam 145,00% 265,06% Penyempurnaan Dihapus Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 38

52 No Indikator Kinerja Utama penerbitan SBN Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi IKU 23. Persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif N/A N/A 151,50% 338,71% Dihapus 24. Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) 25. Efektifitas instrumen pembiayaan baru N/A N/A N/A N/A 15,00 bps 100,00% 0% Dihapus 4,29 bps 26. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang 27. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark 28. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri 29. Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu 30. Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku 31. Persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku 32. Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang 6,94% 5,33% 6,11% 5,30% 5,72% 5,29% N/A N/A 100,00% 95,56% 90,00% 91,65% N/A N/A 100,00% 99,88% Dihapus 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 94,73% Penyempurnaan IKU N/A N/A 100,00% 99,62% Penyempurnaan IKU N/A N/A N/A N/A 100,00% 98,39% 33. Rata-rata persentase N/A N/A 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 39

53 No Indikator Kinerja Utama realisasi janji layanan unggulan 34. Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden 35. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya (soft competency) 36. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 37. Persentase jam pelatihan pegawai DJPU terhadap jam kerja 38. Rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja 39. Persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency) 40. Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) 41. Jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat 42. Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi 43. Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko 44. Persentase penyelesaian SOP 45. Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi N/A N/A N/A N/A 80,00% N/A 80,00% 90,00% Penyempurnaan IKU N/A N/A 80,00% 87,83% 82,50% 96,58% 5,70% 5,90% Penyempurnaan IKU Dihapus N/A N/A 2,18% 2,33% Dihapus N/A N/A 100,00% 100,00% Dihapus N/A N/A N/A N/A 100,00% 115,00% 1 orang 0 orang Dihapus 6 dok 6 dok 4 dok 4 dok Dihapus N/A N/A 60,00% 100,00% Dihapus 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% Dihapus N/A N/A N/A N/A 70,00% 100,00% 46. Indeks reformasi birokrasi N/A N/A N/A N/A 92,00 96,72 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 40

54 No Indikator Kinerja Utama Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi 47. Indeks kepuasan pegawai N/A N/A N/A N/A 3,00 3, Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti 49. Persentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi 50. Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi 51. Persentase akurasi data SIMPEG 52. Sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana 53. Persentase penyerapan DIPA 54. Persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output N/A N/A N/A N/A 85,00% 100,00% 100,00% 100,00% Dihapus N/A N/A 45,00% 45,00% 100,00% 100,00% N/A N/A N/A N/A 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% Dihapus 85,00% 84,42% 80,00% 95,57% 95,00% 96,50% 100,00% 114,95% 100,00% 101,54% Dihapus B. Evaluasi dan Analisis Kinerja Tahun 2012 Capaian SS dan IKU DJPU tahun 2012 dari 12 SS dan 26 IKU adalah: SS dan 22 IKU berstatus hijau atau memenuhi dan/atau di atas target; 2. 2 SS dan 3 IKU berstatus kuning atau kurang memenuhi target; dan 3. 1 IKU berstatus abu-abu dikarenakan tidak terdapat obyek kinerja dan tidak tersedianya data. Dengan nilai kinerja sebesar 108,82%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 41

55 Grafik 3.1 Ikhtisar Capaian Kinerja DJPU Secara detail capaian SS dan IKU tersebut adalah sebagai berikut: 1. SS Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal dengan indikator: a. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/Lembaga sebagai Executing Agency. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 42

56 1) Pada tahun 2012, persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup ditargetkan sebesar 100% (Rp286,83 triliun) dengan realisasi sebesar 98,87% (Rp283,58 triliun), sehingga terdapat kekurangan sebesar 1,13% (Rp3,25 triliun), dengan perincian: a) Kekurangan realisasi penerbitan SUN bruto terutama disebabkan oleh adanya rencana buyback dan rencana penerbitan SPN 3 bulan yang tidak terlaksana seluruhnya. Rencana buyback tidak terlaksana seluruhnya karena buyback yang semula disiapkan untuk berjaga-jaga pada saat kondisi pasar SUN tertekan ternyata tidak perlu dilakukan mengingat kondisi pasar SUN tahun 2012 yang cukup kondusif, ditandai dengan masuknya dana asing, menyebabkan harga SUN menjadi lebih mahal. Adapun realisasi penerbitan SPN 3 bulan yang tidak sesuai dengan rencana penerbitan semula disebabkan oleh permintaan atas SPN 3 bulan yang tidak signifikan, di atas benchmark serta sangat volatile; dan b) Kekurangan penarikan pinjaman karena terdapat pinjaman DPL8 dari JICA yang tidak dapat ditarik sebesar USD200 juta, disebabkan keterlambatan penyelesaian Exchange of Note oleh Kementerian Luar Negeri. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp286,83 triliun) dengan realisasi sebesar 98,87% (Rp283,58 triliun), yang terdiri dari: a) Pinjaman Program Pembiayaan atas defisit APBN diusahakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan, dan dengan biaya yang efisien serta tingkat risiko yang terkendali. Sumber pembiayaan defisit APBN antara lain melalui pengadaan pinjaman luar negeri (Pinjaman Tunai dan Pinjaman Kegiatan) dan pinjaman dalam negeri yang bersumber dari kreditor multilateral, bilateral, dan kreditor komersial swasta asing. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 43

57 Pengadaan pinjaman harus didukung oleh verifikasi atas readiness criteria proyek yang ketat dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi pinjaman proyek yang efektif. Selain itu, berbagai risiko yang terkait dengan pinjaman (Exchange Risk, Interest Risk, Market Risk,dan Refinancing Risk) harus dikelola dengan baik antara lain dengan pengelolaan portofolio utang Pemerintah melalui securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, debt restructuring, dan transaksi hedging. Pemenuhan target pembiayaan melalui Pinjaman Program adalah persentase realisasi pembiayaan melalui Pinjaman Program terhadap target pembiayaan dalam UU APBN atau perubahannya. Perubahan target pembiayaan dapat dilakukan apabila terdapat perubahan target APBN atau kebijakan Pimpinan (Menteri) dengan memperhatikan proyeksi kebutuhan riil pembiayaan (realisasi defisit APBN). Untuk pengadaan pinjaman program, data target menggunakan kurs APBN dan realisasi berdasarkan kurs pada saat disbursement date. Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN, pada tahun 2012 dilakukan perjanjian Pinjaman Program dengan pemberi pinjaman multilateral dan bilateral yaitu World Bank, Asian Development Bank (ADB) dan Islamic Development Bank (IDB). Selama tahun 2012, telah ditandatangani tujuh perjanjian Pinjaman Program (dengan target penarikan sebesar USD1.750 juta (APBN-P 2012)). Penarikan pinjaman program sampai dengan Triwulan IV tahun 2012 ditargetkan 100% (Rp15,6 triliun/usd1.750 juta) dengan realisasi sebesar 96,15% (Rp15,003 triliun/usd1.566 juta). Rincian realisasi tersebut terdiri atas: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 44

58 Tabel 3.3 Realisasi Pinjaman Program tahun 2012 No Lender Target Realisasi Keterangan 1. World Bank 903,8 907 a. Institutional, Tax Administration, Social And fully disbursed Investment Development Policy Loan (INSTANSI-DPL) b. BOS-KITA Refinancing 2 113,3 113,5 fully disbursed c. PNPM Refinancing Rural 4, Urban 3 248,9 251,9 fully disbursed d. Local Gov. Dev't Program - DAK Reimburs't 41,6 41,6 fully disbursed e. Connectivity Development Policy Loan fully disbursed f. Financial Sector and Investment Climate Reform and Modernization Development Policy Loan (FIRM DPL) fully disbursed 2. Asian Development Bank a. Capital Market Development Program (Financial Market Dev and Integration Program) b. Enhancing Inclusive Growth Through Connectivity (EIGTC) fully disbursed fully disbursed 3. JICA, Japan DPL8 - Cofinancing with WB Loan belum di tandatangani dan menunggu Exchange of Note (Kemlu Duta Besar Jepang) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 45

59 No Lender Target Realisasi Keterangan 4 Islamic Development Bank 59,2 59,2 Integrated Community Driven Development (ICDD) 59,2 59,2 fully disbursed TOTAL (USD JUTA) Terdapat satu pinjaman program yang tidak bisa ditarik pada tahun 2012, yaitu pinjaman program DPL8 dari JICA, Jepang sebesar USD200 juta disebabkan keterlambatan penyelesaian Exchange of Note oleh Kementerian Luar Negeri. Untuk tahun 2013, DJPU akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga, Menko Perekonomian, dan Bappenas terkait dengan penyiapan policy matrix, sedangkan penarikan pinjaman program sesuai dengan kebutuhan riil pembiayaan juga memerlukan koordinasi dengan Ditjen Perbendaharaan terkait dengan manajemen kas Pemerintah. b) Surat Berharga Negara Realisasi penerbitan SBN Neto pada tahun 2012 adalah sebesar Rp159,8 Triliun dengan jumlah penerbitan SBN Gross sebesar Rp268,5 Triliun, SBN jatuh tempo sebesar Rp107,6 Triliun, dan buyback sebesar Rp1,1 Triliun. Perhitungan SBN Neto tersebut telah memperhitungkan net utang bunga. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 46

60 (dalam jutaan rupiah) Tabel 3.4 Target dan Realisasi SBN Tahun 2012 Realisasi penerbitan SBN yang dominan dilakukan melalui lelang SBN di pasar perdana domestik yaitu sebanyak 22 kali lelang SUN dan 19 kali lelang SBSN, menggambarkan masih tingginya minat investor terhadap pasar SBN, dimana penawaran yang masuk pada setiap kali lelang sangat tinggi dengan tingkat WAY yang relatif rendah. Untuk hasil penerbitan SBN Valas pada tahun 2012 terdiri dari SUN Valas (USD) sebesar USD4,25 miliar, Samurai Bond 2012 sebesar JPY60 miliar, serta SUKUK Valas (USD) sebesar USD1 miliar. Sedangkan untuk hasil penerbitan SBN ritel tahun 2012 sebesar Rp26,28 triliun yang terdiri dari Obligasi Negara Ritel (ORI009) sebesar Rp12,68 triliun dan Sukuk Ritel (SR004) sebesar Rp13,6 triliun. Selain itu, terdapat juga realisasi dari penerbitan SDHI melalui Private Placement sebesar Rp15,34 triliun. (1) Surat Utang Negara (a) Realisasi Capaian Target Penerbitan SUN tahun 2012 Sampai dengan berakhirnya kegiatan penerbitan SUN pada tahun 2012, realisasi penebitan Surat Utang Negara adalah sebesar Rp211,459 triliun atau sebesar 98,71% dari target tahunan penerbitan gross sebesar Rp214,23 triliun. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 47

61 Sampai akhir tahun 2012, dari sisi pemenuhan pembiayaan melalui SUN dapat tercapai sesuai target penerbitan. Secara komposisi, penerbitan SUN melalui lelang dalam mata uang rupiah sebesar Rp152,76 triliun, sedangkan dalam mata uang asing sebesar Rp46 triliun dengan rincian Rp39 triliun dalam denominasi USD dan Rp7 triliun dalam denominasi JPY. Pada tahun 2012, SUN ritel diterbitkan satu kali yaitu seri ORI009 sebesar Rp12,67 triliun. Jenis Tabel 3.5 Hasil Penerbitan SUN Tahun 2012 Total Penawaran Total Penawaran Memenuhi Benchmark Total Penawaran Diterima FR 298,268, ,290, ,245,000 VR ORI 12,765,145 12,676,745 12,676,745 SPN 132,318,900 65,942,300 30,520,000 ON Valas 105,577,000 39,005,000 39,005,000 Samurai Bond 12,107,918 7,012,308 7,012,308 Grand Total 561,037, ,926, ,459,053 (b) Penerbitan SUN melalui lelang Penerbitan SUN melalui lelang diawali dengan pelaksanaan rapat rencana lelang yang dilakukan beberapa hari sebelum pelaksanaan lelang dan dihadiri oleh unit-unit terkait, antara lain Bank Indonesia selaku agen lelang dan otoritas moneter serta Ditjen Perbendaharaan. Pada penerbitan tahun 2012, seri-seri SUN yang ditawarkan pada saat lelang selain yang tercantum dalam Calendar of Issuance, juga terdapat satu seri tambahan yang ditentukan berdasarkan hasil survey sebelum pelaksanaan rapat rencana lelang kepada peserta lelang dalam hal ini Primary Dealers (PDs) yang terdiri dari 14 bank dan 4 perusahaan sekuritas. Survey tersebut bertujuan untuk mengetahui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 48

62 minat pasar terhadap SUN yang akan ditawarkan Pemerintah. Lelang SUN dilakukan secara elektronik dengan menggunakan sistem lelang BI-SSSS (Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System) dengan peserta PDs, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. Penawaran berupa seri, yield/price, dan volume, hanya dapat dimasukkan pada waktu lelang. Selanjutnya, Pemerintah menetapkan penawaran yang dimenangkan, mulai dari yield/price yang terbaik untuk Pemerintah. Berikut hasil penerbitan SUN melalui lelang tahun 2012: Tabel 3.6 Hasil Penerbitan SUN Melalui Lelang Tahun 2012 Jenis Instrumen Frekuensi Lelang Nominal (triliun rupiah) Obligasi Negara (ON) ,245 Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 22 30,520 Total 152,765 (c) Penerbitan Surat Utang Negara Berdenominasi valuta asing Sejak dilakukannya penerbitan, SBN (termasuk SUN) menjadi sumber utama pemenuhan target pembiayaan dalam APBN. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk menggali potensi sumber pembiayaan dalam negeri. Namun, dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain keterbatasan daya serap pasar SUN dalam negeri, pembentukan benchmark SUN dalam denominasi USD di pasar internasional maupun JPY di pasar Jepang, kebutuhan untuk meningkatkan cadangan devisa, pembayaran kewajiban dalam valuta asing, dan antisipasi terhadap kondisi pasar keuangan yang penuh ketidakpastian, maka sejak tahun 2004 Pemerintah menerbitkan SUN dalam valuta asing. Pada tahun 2012 Pemerintah menerbitkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 49

63 SUN dalam valuta asing berdenominasi USD dan JPY, dengan rincian sebagai berikut: i) Penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional Pada tahun 2012, Pemerintah menerbitkan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional sebanyak 2 kali dengan total penerbitan sebesar USD4,25 miliar dengan rincian: USD1,75 miliar pada tanggal 17 Januari 2012 dan sebesar USD2,50 miliar pada tanggal 25 April Ringkasan hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional adalah sebagai berikut: Tabel 3.7 Hasil penerbitan SUN berdenominasi USD di pasar perdana internasional Keterangan (d) K i n (new issuance) (new issuance) (reopening) e Jumlah nominal USD USD USD yang r 1,750,000,000 2,000,000, ,000,000 dimenangkan j Tingkat Kupon a 5,25% 3,75% 5,25% Tingkat yield yang 5,375% 3,85% 4,95% P dimenangkan Jatuh Tempo e 17 Januari April Januari 2042 n Tanggal Setelmen g 17 Januari April 2012 Listing e Singapore Stock Exchange Trustee, Registrar, l Transfer Agent, o Paying Agent Penerbitan I RI0142 Seri Surat Utang Negara RI0422 Penerbitan II Bank of New York Mellon RI0142 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 50

64 ii) Penerbitan SUN berdenominasi JPY di pasar perdana Jepang Pada tanggal 22 November 2012 Pemerintah menerbitkan SUN dalam denominasi Yen (Samurai Bonds), seri RIJPY1122 yang jatuh tempo pada tanggal 22 November 2022 dengan nominal JPY60 miliar dengan menggunakan program Guarantee and Acquisition toward Tokyo market Enhancement (GATE). (d) Penerbitan Obligasi Negara Ritel ORI009 Dalam rangka perluasan basis investor serta untuk mendorong terciptanya investment-oriented society, sejak tahun 2006, Pemerintah menerbitkan ORI. ORI adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. Pada tahun 2012, Pemerintah kembali menerbitkan ORI dengan seri ORI009. Hal yang baru pada penerbitan ORI009 ini adalah pemberlakuan Minimum Holding Periode (MHP). Berdasarkan ketentuan ini, pemilik ORI tidak dapat memindahbukukan kepemilikan ORI-nya selama 1 periode kupon pertama. Tujuan penerapan MHP ini adalah: i) Mengurangi laju perpindahan kepemilikan ORI dari investor individu ke investor institusi/lainnya; ii) Memperluas basis investor ritel; dan iii) Memperluas kesempatan investor ritel untuk memperoleh penjatahan ORI di pasar perdana. Dengan fitur ini, diharapkan tujuan utama penerbitan ORI dapat lebih tepat sasaran. Selanjutnya, Untuk ORI009, MHP diberlakukan 1 (satu) periode kupon pertama yang berlaku dari tanggal 10 Oktober s.d. 15 November ORI009 diterbitkan dengan tenor 3 tahun dan tingkat kupon tetap yang dibayarkan secara bulanan sebesar 6,25% Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 51

65 per tahun. Berdasarkan hasil penjatahan ORI009 ditetapkan penjualan ORI009 sebesar Rp12,67 triliun. (e) Kinerja Pengelolaan SUN tahun Tabel 3.8 Kinerja pengelolaan SUN tahun Instrumen Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) Frek. Rp (miliar) ON SPN Global Bond Samurai Bond ORI , , , , , , , , , , , , , , , , ,- (2) Surat Berharga Syariah Negara (a) Realisasi Capaian Target Penerbitan SBSN tahun 2012 Sampai dengan berakhirnya kegiatan penerbitan SBSN pada tahun 2012, realisasi penebitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara telah mencapai sebesar Rp57,09 triliun atau 100% dari total target tahun 2012 yaitu Rp57 triliun. Adapun rincian realisasi sebagaimana tabel berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 52

66 Tabel 3.9 Realisasi Penerbitan SBSN Tahun 2012 Instrumen Metode Penerbitan Jumlah (Rp miliar) Porsi (%) IFR Lelang 400,00 1 PBS Lelang ,00 29 SPN-S Lelang (termasuk Lelang GSO) 1.380,00 2 SR Bookbuilding ,81 24 SDHI Private Placement ,00 27 SNI* I-GMTN Program (int l) 9.639,00 17 Total , Penerbitan Sukuk Negara valuta asing di pasar perdana internasional sebesar USD1 miliar dengan kurs setelah closing date Rp9.639,- Total realisasi penerbitan SBSN pada tahun 2012 tersebut mengalami peningkatan dari jumlah nominal, yaitu sebesar 1,71 kali lipat atau 171% dibandingkan total realisasi penerbitan SBSN tahun 2011 sebesar Rp33,3 triliun. Selain itu juga adanya peningkatan dari komposisi instrumen yang diterbitkan. Faktor-faktor yang turut berkontribusi dalam pencapaian tersebut, antara lain: i. Ketersediaan underlying asset, baik berupa BMN maupun proyek K/L, yang memenuhi kebutuhan dalam jumlah dan waktu yang tepat; ii. Lelang SBSN yang dilaksanakan secara berkesinambungan serta tepat waktu sesuai dengan calendar of issuance yang dipublikasikan; iii. Minat yang tinggi terhadap Sukuk Ritel seri SR-004, baik peningkatan dari jumlah institusi yang berminat menjadi Agen Penjual maupun jumlah investor dan nominal penerbitan. Dimana hasil penjualan SR-004 meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan SR-003 pada tahun 2011, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 53

67 serta total investor yang mencapai yang merupakan jumlah investor terbanyak dalam penerbitan Sukuk Ritel selama ini; dan iv. Total penerbitan instrumen non tradable SDHI secara nominal mengalami peningkatan serta merupakan yang paling tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi komposisinya justru menurun menjadi 27%, tidak sebesar tahun sebelumnya yang mencapai 33% dari total penerbitan. (b) Penerbitan SBSN dalam mata uang rupiah Penerbitan SBSN dalam mata uang rupiah sebesar Rp47,44 triliun atau 83% dari total penerbitan SBSN, yang terdiri dari: i. Penerbitan SBSN melalui metode lelang di pasar perdana dalam negeri. Realisasi penerbitan SBSN seri IFR, PBS, dan SPN-S dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler selama tahun 2012 sebanyak 19 kali lelang dengan realisasi jumlah penerbitan sebesar Rp18,49 triliun atau 32% dari total penerbitan SBSN. Jumlah penawaran (bid) pembelian yang disampaikan oleh investor melalui lelang SBSN tahun 2012 cukup besar, yaitu mencapai Rp56,084 triliun atau rata-rata mencapai Rp2,957 triliun. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SBSN yang cukup baik dalam setiap penerbitan SBSN, namun Pemerintah selalu memperhatikan cost and risk of borrowing, sehingga tidak selalu memenangkan seluruh bid yang masuk. ii. Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement. Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement selama tahun 2012 dilakukan dengan seri Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang merupakan bentuk kerjasama antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 54

68 Kementerian Agama Republik Indonesia. Penerbitan SBSN seri SDHI selama tahun 2012 dilakukan sebanyak 4 kali dengan realisasi jumlah penerbitan sebesar Rp15,34 triliun atau 27% dari total penerbitan SBSN. iii. Penerbitan SBSN/Sukuk Negara Ritel melalui metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Sukuk Negara Ritel ini adalah salah satu jenis Sukuk Negara yang didesain khusus untuk investor individu Warga Negara Indonesia di pasar perdana. Sejak penerbitan Sukuk Negara Ritel yang pertama kali, yaitu seri SR-001 pada tahun 2009, Pemerintah melakukan penerbitan Sukuk Negara Ritel secara berkelanjutan satu kali penerbitan setiap tahun. Sampai dengan tahun 2012, Pemerintah telah melakukan 4 kali penerbitan Sukuk Negara Ritel. Realisasi jumlah penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-004 pada tahun 2012 sebesar Rp13,61 triliun atau 24% dari total penerbitan SBSN. (c) Penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar internasional Pada tahun 2012 dilakukan penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar internasional melalui metode bookbuilding, dengan pertimbangan sebagai berikut: i. Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah internasional; ii. Perluasan basis investor, khususnya Islamic investors dari pasar internasional; iii. Menjaga kontinuitas eksistensi dan kehadiran Indonesia di pasar keuangan syariah internasional; iv. Menghindari terjadinya crowding out di pasar dalam negeri; dan v. Mengurangi tekanan terhadap kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 55

69 Realisasi jumlah penerbitan Global Sukuk pada tahun 2012 sebesar USD1 miliar (ekuivalen Rp9,6 triliun) atau 17% dari total penerbitan SBSN, yang merupakan: i. Tenor 10 tahun terpanjang selama penerbitan sukuk valas (sebelumnya 5 dan 7 tahun); ii. Tingkat imbalan 3,3% yang terendah selama penerbitan SBN valas (termasuk Global Bond); Penerbitan Global Sukuk pada tahun 2012 tersebut memperoleh penghargaan internasional, berupa: i. Best Sukuk Deal dari Euromoney Islamic Finance Awards; ii. Indonesia Deal of the Year dari Islamic Finance News; iii. Highly Commended Islamic Deal Indonesia dari The Asset; iv. Highly Commended Sovereign Sukuk dari The Asset. (d) Kinerja Pengelolaan SBSN tahun i. Perkembangan penerbitan SBSN selama tiga tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tabel 3.10 Perkembangan Penerbitan SBSN Tahun T Penerbitan Frek. Rp % Frek Rp % Frek Rp % Instrumen Metode e IFR r Lelang k 13 (miliar) 6.150,00 8 (miliar) 4.610, (miliar) 400,00 0,7 PBS Lelang a ,00 29, 3 i SPN-S Lelang , ,00 2 t SR Bookbuilding , , ,81 24 SNI SDHI Bookbuilding , ,00 17 (int l) d Private e , , ,00 27 Placement Total n , , , g Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 56

70 Perkembangan penerbitan SBSN tersebut dapat dijelaskan dengan hal-hal sebagai berikut: (i) Pelaksanaan lelang SBSN pada tahun 2011 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2012 karena pada tahun 2011 pelaksanaan lelang SBSN terkendala oleh keterbatasan ketersediaan underlying asset untuk memenuhi kebutuhan penerbitan SBSN; (ii) Pada tahun 2011 lelang SBSN menawarkan seri-seri IFR, serta SPNS baru ditawarkan pada Kuartal III tahun Sedangkan pada tahun 2012 lelang SBSN menawarkan seri-seri PBS dan SPN-S; (iii) Pada tahun 2012 terdapat beberapa fitur yang berbeda dalam penerbitan Sukuk Ritel, yaitu penggunaan akad ijarah asset to be leased dengan underlying asset berupa proyek, adanya batasan jumlah maksimal pembelian Rp5 miliar per investor, serta tenor 3,5 tahun; (iv) Penerbitan Sukuk Global sebesar USD1 miliar pada tahun 2012 menggunakan format Islamic GMTN Program. ii. Ringkasan kinerja lelang SBSN tahun Tabel 3.11 Kinerja lelang SBSN tahun No. Deskripsi Frekuensi lelang 13 kali 8 kali 19 kali 2. Jumlah penawaran yang masuk 3. Jumlah penawaran yang memenuhi benchmark 4. Jumlah penawaran yang dimenangkan 5. Rata-rata penawaran yang masuk 6. Rata-rata penawaran yang memenuhi benchmark Rp21,558 T Rp33,705 T Rp56,084 T Rp6,950 T Rp14,456 T Rp26,358 T Rp6,150 T Rp5,930 T Rp18,494 T Rp1,661 T Rp4,213 T Rp2,952 T Rp0,535 T Rp1,807 T Rp1,387 T Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 57

71 No. Deskripsi Rata-rata penawaran yang dimenangkan Rp0,473 T Rp0,741 T Rp0,973 T 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, antara lain: a) Pembiayaan melalui utang khususnya SBN perlu memperhatikan keseimbangan antara realisasi penyerapan/belanja pada APBN dan kondisi saldo kas pemerintah dengan keteraturan penerbitan SBN di pasar keuangan; b) Proyeksi realisasi defisit APBN tidak dapat diketahui secara akurat lebih awal sehingga berdampak pada operasi penerbitan dan buyback SBN; c) Potensi daya serap pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan antara lain tingginya tingkat imbal hasil/return yang diharapkan oleh institusi keuangan domestik, termasuk masih rendahnya partisipasi investor terhadap instrumen yang berbasis syariah; d) Risiko nilai tukar cukup tinggi mengingat penerbitan SBN valas masih diperlukan akibat pasar SBN domestik yang masih terbatas, serta untuk menghindari crowding out effect; e) Tingginya kepemilikan asing pada portofolio SBN mengakibatkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar SBN domestik sehingga menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dengan tingkat biaya yang wajar serta terdapat potensi risiko pembalikan arus modal asing (sudden reversal); f) Terbatasnya sumber pembiayaan dalam bentuk pinjaman lunak seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh meningkatnya GDP per Kapita; g) Krisis keuangan yang masih berlanjut di beberapa kawasan di dunia terutama di zona eropa turut memberikan ketidakpastian antar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 58

72 pelaku pasar. Situasi yang serba sulit akibat beban utang yang tinggi di negara-negara zona eropa tersebut berpotensi mempengaruhi arus dana masuk dan keluar dari dan ke Indonesia yang berdampak pada pasar keuangan di Indonesia; h) Keterbatasan jumlah dan jenis underlying assets yang siap digunakan untuk penerbitan SBSN; i) Tingginya dominasi oleh sektor perbankan pada basis investor SBN domestik, sehingga menuntut Pemerintah secara aktif mendorong investor domestik seperti Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Reksa dana, Perusahaan Sekuritas, dan investor individu atau ritel untuk mampu berperan lebih besar sebagai penyeimbang dominasi perbankan dalam berinvestasi pada SBN serta diharapkan dapat mengurangi derasnya arus dana asing yang masuk ke Indonesia; j) Belum lengkapnya infrastruktur pasar SBN yang dapat mendukung pengembangan pasar repo dan pasar derivatif; k) Saat ini investor ritel masih belum banyak yang berinvestasi di SBN dibandingkan dengan besarnya dana pihak ketiga yang berada perbankan; l) Pasar sekunder SBSN yang belum likuid; dan m) Kapasitas daya serap dan partisipasi investor dan/atau institusi syariah, baik di pasar perdana maupun sekunder, yang masih belum besar. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Meningkatkan koordinasi dengan Otoritas Moneter, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, dan BKF; b) Meningkatkan akurasi proyeksi kas pemerintah oleh tim Cash Planning Information Network (CPIN); c) Bekerjasama dengan lembaga terkait (antara lain SRO, Bank Indonesia, Bapepam-LK) dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik antara lain melalui deregulasi aturan terkait Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 59

73 investasi oleh lembaga keuangan domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN; d) Mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep Asset Liability Management dengan Ditjen Perbendaharaan dan Bank Indonesia (natural hedging); e) Meningkatkan koordinasi dengan lembaga keuangan baik domestik maupun internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif; f) Mengimplementasikan CMP (Crisis Management Protocol) dan Bond Stabilization Framework (BSF) dalam rangka pemeliharaan stabilitas pasar SBN dari potensi sudden reversal dan mengefektifkan pelaksanaan transaksi langsung SBN dengan tujuan stabilisasi pasar SBN; g) Mengoptimalkan penggunaan pinjaman secara efektif yang didukung pemanfaatan pemberi pinjaman sesuai dengan expertise dan spesialisasinya. Dengan fokus kegiatan yang sesuai dengan spesialisasinya, pemberi pinjaman menurunkan kebutuhan untuk tambahan biaya pendampingan dan supervisi kegiatan yang pada akhirnya akan ditransmisikan ke biaya pinjaman. Selain itu, pemberi pinjaman juga dapat dipastikan telah memiliki pengalaman untuk mengerjakan sebuah kegiatan tertentu sehingga kemampuan menganalisa pada saat perencanaan lebih terjamin kualitasnya dan kemungkinan gagal dalam pelaksanaan relatif kecil. Dua hal ini akan mengurangi beban biaya baik bagi pemberi pinjaman (overhead cost) maupun bagi Pemerintah (cost of capital); h) Mengingat pasar SBSN domestik baru mulai terbentuk dan masih dalam tahap pengembangan, maka secara konsisten akan terus melakukan berbagai aktivitas meliputi, penyempurnaan mekanisme penerbitan SBSN, penguatan infrastruktur dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBSN, dan transparansi harga SBSN; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 60

74 i) Menjamin ketersediaan underlying asset sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi Aset SBSN dan mengembangkan instrumen SBSN baru menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyekproyek pada APBN; j) Kajian program Primary Dealers (PD s) dan Benchmark Series SBSN; k) Penyiapan transaksi buyback dan switching SBSN; l) Implementasi Green Shoe Option (GSO) dalam lelang SBSN; m) Meningkatkan size penerbitan SBSN yang tradable; n) Meningkatkan efektifitas edukasi/sosialisasi/diseminasi SBSN kepada masyarakat, investor, dan pelaku pasar; dan o) Melakukan riset/survey untuk mengetahui preferensi investor SBSN (termasuk terhadap jenis instrumen baru), serta mengukur potensi demand SBSN. b. Persentase pencapaian target effective cost Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/mengadakan utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/mengadakan utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Persentase pencapaian target effective cost adalah pengukuran tingkat biaya utang dalam berbagai mata uang dan jenis instrumen utang yang diterbitkan dalam satu tahun terhadap target. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi atas IKU ini adalah: 1) Pada tahun 2012, pencapaian target effective cost selama 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 80,58%. Adapun rincian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 61

75 pencapaian effective cost berdasarkan mata uang sampai dengan kuartal lv tahun 2012 adalah sebagai berikut: a) Realisasi effective cost IDR sebesar 5,84% dari target sebesar 6,91% (84,57%); b) Realisasi effective cost USD sebesar 4,51% dari target sebesar 5,35% (84,32%); dan c) Realisasi effective cost JPY sebesar 1,76% dari target sebesar 2,42% (72,86%). Keberhasilan penurunan biaya utang (target effective cost) antara lain disebabkan oleh: a) Strategi penerbitan SBN yang tepat, melalui: (1) Penetapan target indikatif penerbitan yang disesuaikan dengan kondisi pasar keuangan; dan (2) Pemilihan instrumen pembiayaan melalui SBN yang tepat dengan kombinasi penerbitan SPN/SPNS yang memiliki biaya yang rendah serta pengelolaan risiko yang optimal melalui penerbitan SBN jangka panjang sehingga biaya yang ditanggung pemerintah dalam setiap penerbitan SUN menjadi lebih efisien. b) Strategi komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar saat lelang SBN dan kreditor dalam negosiasi pinjaman, sehingga didapatkan biaya pinjaman yang lebih rendah; c) Kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik, yang ditunjukkan dengan: (1) Tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2012 mencapai 6,23%; (2) Tingkat inflasi pada Desember tahun 2012 tercatat sebesar 4,30% yoy; dan (3) Pencapaian level Investment Grade dari Fitch dan Moody s mendorong masuknya modal asing dalam jumlah yang cukup signifikan dalam pasar keuangan domestik sehingga berperan dalam menurunkan yield SUN. d) Tingkat likuiditas pasar domestik dan internasional masih cukup tinggi sehingga memberikan demand yang cukup besar bagi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 62

76 penerbitan SBN dan menjaga bunga pinjaman luar negeri dan dalam negeri pada level yang cukup rendah; dan e) transaksi pengelolaan portofolio SUN melalui cash buyback dan debt switch dilaksanakan secara efektif dalam mendukung terwujudnya likuiditas SUN seri benchmark. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target effective cost adalah: a) Kondisi pasar keuangan yang fluktuatif berpotensi dapat meningkatkan yield SBN, sehingga biaya utang yang ditanggung pemerintah meningkat; b) Tingginya biaya utang melalui pinjaman komersial yang disebabkan adanya tambahan biaya-biaya terkait penarikan utang. 3) Upaya yang dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Memperhatikan kondisi pasar keuangan untuk menentukan waktu penerbitan SBN yang optimal sehingga dapat menurunkan yield penerbitan SBN; b) Meningkatkan usaha negosiasi terms and conditions pinjaman untuk menekan/mengurangi biaya-biaya terkait penarikan pinjaman komersial; c) Mengefektifkan strategi komunikasi dengan dealer utama dan pelaku pasar lainnya baik saat transaksi secara reguler maupun yang sifatnya ad hoc; d) Mengoptimalkan pelaksanaan transaksi Debt Switch maupun Cash Buyback. c. Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang Persentase pemenuhan target risiko portofolio utang merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 63

77 adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, persentase pemenuhan target risiko portofolio utang direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 98,13%. Realisasi tersebut disebabkan karena secara umum pengelolaan portofolio utang telah sesuai dengan strategi pengelolaan utang, dengan perincian: a) Realisasi utang valas sebesar 44,41% dari target sebesar 44,78%; b) Realisasi utang Variable Rate (VR) sebesar 16,24% dari target sebesar 16,62%; dan c) Realisasi Short Term Debt (STD) sebesar 6,48% dari target sebesar 6,66%. Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi, dimana pencapaian struktur tersebut dilakukan melalui penerbitan/pengadaan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback dan debt switch. Secara keseluruhan risiko utang yang dicapai lebih rendah dari yang ditargetkan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan. Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan: a) Penerbitan/pengadaan utang baru sesuai strategi yang ditetapkan; b) Pengurangan utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback); dan c) Restrukturisasi utang melalui skema debt switching. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi antara lain: a) Besarnya jumlah utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek, terutama disebabkan penerbitan SPN 3 bulan untuk acuan bunga obligasi variable rate sehingga menyebabkan risiko refinancing; dan b) Melemahnya rupiah terhadap USD pada akhir tahun yang disebabkan krisis keuangan di Eropa. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 64

78 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Melakukan debt switching dengan menukar utang yang jatuh tempo dalam 5 tahun dengan utang yang memilikii jangka waktu pelunasan lebih panjang; dan b) Menjaga penerbitan SBN valas dalam jumlah yang terkendali. Secara keseluruhan, risiko utang yang dicapaii lebih rendah dari yang ditargetkan tanpa meningkatkan biaya utang secaraa signifikan menunjukkan kenerja pengelolaan risiko yang efektif. d. Pencapaian SS Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal dengan indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, persentase pencapaian target effective cost, dan persentase pemenuhan target risiko portofolioo utang, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Penandatanganan indemnity agreement antaraa Pemerintah RI yang diwakili oleh Dirjen Pengelolaann Utang dengann JBIC dalam rangka penerbitan samurai bond 2012

79 Dirjen Pengelolaan Utang dan para Direktur selepas peluncuran balon launching ORI009: Hijauku Negeriku. ORI009 telah berhasil menghimpun dana publik sebesar Rp12,67 triliun. Islamic Financial Inclusive System, Solo.

80 Kick-off Meeting penerbitan Sukuk Valas tahun SS Akuntabilitas pengelolaan utang dan hibah dengan indikator Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Bagian Anggaran (LK BA) Pengelolaan Utang dan Hibah adalah opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangann (BPK) terhadap Laporan Keuangan atas bagian anggaran pengelolaan utang dan hibah yang dikelola DJPU. LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Bagian Anggaran terkait fungsi Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atas pengelolaan utang yang dikelola DJPU. Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (WTP/unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (WDP/qualified opinion),, (iii) opinii tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut:

81 a. Pada tahun 2012, Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah tahun 2011 ditargetkan 100% (WTP), dengan realisasi 87,50%, yaitu: 1) LK BA Pengelolaan Utang memperoleh opini WTP (100%); dan 2) LK BA Pengelolaan Hibah memperoleh opini WDP (75%). b. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah antara lain: 1) Terdapatnya pendapatan hibah sebesar Rp0,29 triliun yang diterima K/L tetapi tidak disahkan di Kementerian Keuangan; dan 2) Masih terdapat donor atau K/L yang belum menaati peraturan terkait pengesahan realisasi pendapatan dan belanja yang bersumber dari hibah sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah maupun PMK Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah. c. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Menerbitkan Surat Menteri Keuangan kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional untuk mendorong pelaporan atas hibah langsung dan kepada Kreditur/Donor agar menaati aturan dan sistem lokal seperti PMK 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah; 2) Melakukan rekonsiliasi dengan K/L atau donor; 3) Memfasilitasi rekonsiliasi donor dengan K/L; 4) Mendorong K/L untuk mengesahkan hibah langsung (kas, barang, jasa, dan SBN); 5) Melakukan sosialisasi kepada K/L untuk memberikan informasi terkait pengelolaan registrasi, pengesahan, dan penyampaian laporan penerimaan hibah yang diterima oleh K/L; dan 6) Melakukan koordinasi dengan DJA dan DJPB terkait upaya pengesahan pendapatan hibah langsung. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 68

82 d. Pencapaian SS akuntabilitas pengelolaan utang dengan indikator opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah, pada tahun 2012 relatif dapat tercapai dengan baik. 3. SS Kredibilitas dan transparansi pengelolaan utang dengan indikator: a. Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks kepuasan pengguna layanan merupakan nilai kepuasan pengguna layanan DJPU. Nilai ini ditinjau dari pelayanan unggulan (quick win) yang dimiliki oleh DJPU yang melayani investor, kreditor, donatur, dan Kementerian/Lembaga. Indikator ini mencerminkan kepuasan atas layanan Kementerian Keuangan dan akan menjadi target bagi semua unit eselon I yang memiliki SOP layanan unggulan, kecuali BKF karena berfungsi sebagai formulator kebijakan. SOP layanan unggulan adalah SOP yang disusun dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal untuk kepentingan masyarakat atau para pemangku kepentingan lainnya atas jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh DJPU. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, Indeks kepuasan pengguna layanan ditargetkan sebesar 3,9 dengan realisasi sebesar 3,79. Berdasarkan laporan hasil survey dari tim IPB terdapat dua unsur layanan DJPU yang perlu diperbaiki, yaitu: a) keterbukaan/kemudahan akses informasi: (1) perbaikan sistem agar tidak sering error dan menganggu transaksi; (2) penyampaian informasi lebih baik lagi di website; (3) website harus sering dilakukan update; dan (4) website harus dibuat lebih menarik. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 69

83 b) waktu penyelesaian layanan: memperjelas atau jika diperlukan adanya peraturan kepastian waktu pengumuman pemenang lelang. Terhadap masukan dari hasil survei di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Sejak 2012, seluruh infrastruktur jaringan sistem TI dan data storage pada DJPU sudah diintegrasikan dengan Pusintek. Pasca integrasi, DJPU hanya mengelola infrastruktur jaringan di dalam kantor DJPU dan link jaringan ke Pusintek, sedangkan dari Kemenkeu ke pihak eksternal, termasuk ke BI dan para peserta lelang, sepenuhnya dikelola oleh Pusintek. Dalam proses migrasi infrastruktur TI sepanjang tahun 2012 memang belum sepenuhnya sempurna sehingga masih beberapa kali terjadi error; b) Rencana lelang penerbitan SBN telah diumumkan untuk 1 tahun kalender pada setiap awal tahun, melalui dokumen kalender penerbitan yang dipublikasikan melalui website, yang berisi informasi mengenai tanggal, tenor, dan jumlah. Adapun rencana lelang secara rinci yang meliputi seri yang akan dilelang dan target indikatif setiap seri, diumumkan paling lambat 3 hari sebelum pelaksanaan lelang. Untuk pengumuman rencana lelang buyback/switching, dilakukan paling lambat 2 jam sebelum pelaksanaan lelang. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari praktik penggiringan harga (market cornering) yang berpotensi merugikan Pemerintah. c) Window lelang dibuka pukul WIB, rapat penetapan lelang dan pengumuman pemenang dilakukan 1 sampai 2 jam kemudian, sementara perdagangan di bursa tutup pukul Dengan demikian, jeda waktu yang tersedia bagi peserta lelang untuk menindaklanjuti hasil lelang memang terbatas (kurang lebih 1 jam); d) Pasca pemindahan kantor DJPU dari Gedung AA Maramis II ke Gedung Frans Seda, jaringan telepon pada DJPU menjadi terbatas, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 70

84 karena penarikan/pemindahan nomor oleh PT Telkom dari Gedung AA Maramis II ke Gedung Frans Seda belum optimal. 2) Pengukuran Indikator ini dilakukan dengan metode penyebaran kuesioner layanan DJPU kepada stakeholders oleh pihak independen (IPB) yang dikoordinasikan oleh Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Adapun hasil pengukuran kepuasan pengguna layanan dimaksud, berdasarkan unsur/dimensi Layanan terdapat pada Tabel 3.12: Tabel 3.12 Indeks kepuasan pengguna berdasarkan unsur/dimensi layanan No Berdasarkan Unsur/Dimensi Layanan Skor 1 Informasi Persyaratan 3,84 2 Keterbukaan 3,87 3 Kesesuaian Prosedur 3,91 4 Waktu Penyelesaian 3,91 5 Kemampuan 3,85 6 Kesesuaian Pembayaran 3,74 7 Sikap Petugas/Pegawai 3,61 8 Pengenaan Sanksi 3,77 9 Akses Terhadap Kantor Layanan 3,72 10 Lingkungan Pendukung 3,55 Dengan demikian, target pencapaian indikator Indeks kepuasan pengguna layanan, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan relatif baik. b. Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran IKU ini dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas pengelolaan utang melalui pembayaran kewajiban pokok utang, bunga, dan biaya utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga dapat menghindari kerugian negara. Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian pembayaran pokok, bunga, dan biaya atas pinjaman dan SBN (SUN dan SBSN). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 71

85 Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran ditargetkan 100% dengan realisasi 100%, yaitu telah dilaksanakan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran (tidak ada denda keterlambatan). Realisasi pembayaran kewajiban utang pada tahun 2012 sebesar Rp274,36 triliun melalui SPM, terdiri atas: a) Pembayaran pokok sebesar Rp174,42 triliun; b) Pembayaran bunga sebesar Rp95,50 trilliun; dan c) Pembayaran biaya sebesar Rp4,44 triliun. Perkembangan realisasi pembayaran utang selama Tahun Anggaran 2012 dan Tahun Anggaran 2007 sampai 2012 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 3.13 Realisasi Pembayaran Utang Tahun Anggaran 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 72

86 Grafik 3.2 Realisasi pembayaran utang Tahun Anggaran Pagu Anggaran 2) Beberapa tantangan yang dihadapi dalam rangka pelaksnaaan pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran antara lain: a) Terdapat tagihan (Notice of Payment/NOP) dari pemberi pinjaman yang belum diterima hingga mendekati tanggal jatuh tempo pinjamann yang bersangkutan; b) Terdapat data penarikan (Notice of Disbursement) pinjaman luar negeri dari pemberi pinjaman yang diterima tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap data outstanding pinjaman luar negeri; c) Masih ditemukannya jadwal pembayaran utang dengan status tentative di database pengelolaan utang; dan d) Terdapat beberapa tagihan fee yang belum dapat dijadwalkan pembayarannya. 3) Langkah-lan ngkah yang diambil dalam rangkaa menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengann pihak-pihak terkait, seperti Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bank Indonesia, maupun lender/donor dalam rangka meningkatan akurasi data pengelolaan utang;

87 b) Menerbitkan Notice Of Payment (NOP) Pengganti untuk tagihan yang telah mendekati jatuh tempo tetapi belum diterima; c) Melakukan optimalisasi sistem informasi alat kendali NOP dan SPM untuk monitoring proses pelaksanaan pembayaran utang; dan d) Melakukan updating database utang sesuai hasil rekonsiliasi data posisi utang dan data pembayaran utang. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Pencapaian SS kredibilitas dan transparansi pengelolaan utang dengan indikator indeks kepuasan pengguna layanan dan persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 4. SS Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas dengan indikator: a. Persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang Peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang bertujuan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengelolaan utang. Indikator ini diukur berdasarkan tersusunnya rancangan Peraturan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan atau yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam rangka mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang selama tahun 2012 direncanakan sebesar 100% {8 set (tiap set memilki bobot 12,5%)}, dengan realisasi sebesar 92,50%. Rincian peraturan dan keputusan yang telah diselesaikan dapat dilihat dalam tabel 3.14 sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 74

88 Tabel 3.14 Realisasi peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang No. Jumlah Peraturan Pendukung Pengelolaan Utang 1. 1 set 2. 1 set 3. 1 set 4. 1 set 5. 1 set 6. 1 set PP Nomor 58 tahun 2012 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia IV PP Nomor 73 tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit SBSN PMK Nomor 05/PMK.08/2012 tentang Penerbitan dan Penjualan SBSN di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara Lelang PMK Nomor 14/PMK.08/2012 tentang Tata Cara Pengadaan Pembiayaan yang bersumber dari Kreditor Swasta Asing PMK Nomor 128/PMK.08/2012 tentang Penjualan SUN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Bookbuilding PMK Nomor 236/PMK.08/2012 tentang Pembelian Kembali SUN Dalam Valuta Asing di Pasar Internasional Dari 8 set Peraturan yang menjadi target di tahun 2012, terdapat 2 set peraturan yang belum dapat diselesaikan pada tahun 2012, yaitu: a) PMK Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai. Draft telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan pada tanggal 29 Juni 2012 untuk dilakukan review oleh Biro Hukum. Hasil review tersebut sudah disampaikan kepada Menkeu pada tanggal 3 Januari 2013, dan ditetapkan Menkeu pada tanggal 4 Januari 2013 sehingga dinilai terlambat dan mendapatkan bobot 10%; b) RPMK tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah. Revisi modul sebagaimana kesepakatan hasil rapat dengan Direkotrat Jenderal Perbendaharaan pada tanggal 17 Desember 2012 telah ditindaklanjuti dan disampaikan melalui surat elektronik kepada Direkotrat Jenderal Perbendaharaan pada tanggal 19 Desember Namun, sampai dengan akhir tahun 2012 konsep nota dinas bersama ke Menteri Keuangan masih berada di Direkotrat Jenderal Perbendaharaan sehingga hanya mendapatkan bobot 7,5%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 75

89 2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang antara lain: a) Penyelesaian target melibatkan banyak unit di Kementerian Keuangan, sehingga prosedur penetapannya membutuhkan persetujuan terlebih dahulu dari unit-unit terkait baik atas draft peraturan maupun keputusan; b) Persetujuan atas draft peraturan dan keputusan oleh unit terkait di Kementerian Keuangan memakan waktu lama dan hal tersebut berada di luar kendali DJPU; dan c) Kondisi pasar keuangan yang dinamis membuat penyusunan peraturan terkait pengelolaan utang perlu dilakukan berbagai penyesuaian; 3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Meningkatkan koordinasi dengan unit-unit terkait untuk segera menyampaikan persetujuan/tanggapan atas draft peraturan dan keputusan; b) Melakukan koordinasi secara intensif terkait penyempurnaan mekanisme penyampaian peraturan dan keputusan sampai proses penetapannya sehingga kendala keterlambatan dalam proses penetapan dapat diminimalkan; dan c) Melakukan publikasi dan informasi secara rutin kepada stakeholders terkait adanya peraturan baru atau adanya perubahan peraturan. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan relatif baik. b. Persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang Dokumen strategi pengelolaan pembiayaan tahunan melalui utang memberikan pedoman umum kepada setiap unit/lembaga/otoritas yang terkait dengan pengelolaan utang agar proses pengambilan keputusan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 76

90 merefleksikan keselarasan antar kebijakan pengelolaan utang, fiskal, moneter, dan pengembangan pasar keuangan serta memberikan keyakinan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan keuangan negara bahwa utang Pemerintah akan dikelola secara baik dan bertanggung jawab melalui suatu proses pengelolaan utang yang transparan dan akuntabel. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun diskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Dokumen strategi pengelolaan utang tahun 2013 telah ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pengelolaan Utang Nomor: KEP-47/PU/2012 tanggal 19 Desember Selain penyusunan dokumen strategi pengelolaan utang tahun 2013 yang menjadi target IKU, pada tahun 2012 juga ditetapkan: a) Dokumen Revisi Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor:37/KMK.08/2013 tanggal 21 Januari 2013 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara ; dan b) Dokumen Revisi Strategi Pembiayaan Tahunan melalui Utang Tahun 2012 yang ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pengelolaan Utang Nomor: KEP-36/PU/2012 tanggal 18 Juli ) Tantangan yang dihadapi dalam rangka penyediaan dokumen strategi pengelolaan utang antara lain: a) Proyeksi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari utang (disbursement plan) kurang akurat karena tidak semua K/L pelaksana kegiatan dapat menyusun dan menyediakan proyeksi yang diperlukan secara akurat dan tepat waktu; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 77

91 b) Ketersediaan data yang diperlukan untuk menyusun proyeksi nilai tukar, tingkat bunga, dan variabel makro ekonomi lainnya dalam berbagai jenis untuk periode jangka menengah tidak mencukupi; dan c) Pergerakan kondisi pasar keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap penerapan strategi pengelolaan utang. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar unit perencanaan, penganggaran, dan pembiayaan dalam hal penyediaaan data dan perbaikan proses bisnis; b) Menetapkan metode proyeksi nilai tukar, tingkat bunga, dan asumsi makro lainnya berdasarkan data yang tersedia dengan menggunakan metodologi yang memberikan hasil paling lengkap dan konservatif; dan c) Melakukan monitoring pergerakan kondisi pasar keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap penerapan strategi pengelolaan utang dan melakukan revisi apabila diperlukan. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka Asset Liability Management (ALM) Surat Utang Pemerintah (SUP) yang saat ini dimiliki oleh BI merupakan surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah kepada BI dalam rangka membiayai pengalihan KLBI/BLBI pada Bank Exim, program penjaminan perbankan, dan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada perbankan nasional pada saat terjadinya krisis moneter dan ekonomi tahun Pada awal penerbitannya, SUP terdiri atas empat seri yaitu SU-001, SU-002, SU-003, dan SU-004 dengan jumlah nominal sebesar Rp218,3 triliun. Hingga Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 78

92 saat ini, SUP telah mengalami beberapa kali restrukturisasi yang dilakukan dalam rangka meringankan beban APBN dengan tetap menjaga sustainability keuangan BI. Setelah beberapa kali melakukan program restrukturisasi, Pemerintah dan BI akan kembali melakukan restrukturisasi berikutnya. Dalam rencana restrukturisasi tersebut dikaitkan dengan kepentingan pengelolaan Asset Liability Management (ALM) yang melihat Pemerintah dan BI sebagai satu entitas. Dari sisi Pemerintah, penilaian atas rencana restrukturisasi berkaitan dengan kesinambungan fiskal (APBN). Kajian yang disusun dimaksudkan untuk melihat dampak dari skema rencana restrukturisasi yang akan dijalankan terhadap pengelolaan risiko portofolio utang pemerintah dan kesinambungan pembiayaan atas APBN. Tahapan dalam melakukan penyusunan kajian antara lain proses pengumpulan informasi, melakukan analisa, dan menyusun rekomendasi restrukturisasi SUP dalam prespektif pengelolaan portofolio dan risiko utang serta pembiayaan APBN melalui utang. Pada tahun 2012 telah disusun kajian dampak restrukturisasi Surat Utang Pemerintah terhadap risiko portofolio utang dan pembiayaan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui Nota Dinas Dirjen Pengelolaan Utang nomor ND-236/PU/2012 tanggal 27 Desember Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah (SUP) dalam rangka ALM selama tahun 2012 direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 100%. Target yang diharapkan yaitu menyelesaikan model restrukturisasi dan asumsi, penyelesaian naskah Revisi SKB mengenai penyelesaian BLBI, serta penyelesaian kajian pelaksanaan konversi SUP dari non-tradable menjadi tradable. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 79

93 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka Asset Liability Management (ALM) antara lain: a) Peristiwa yang mendasari penerbitan Surat Utang Pemerintah adalah krisis yang terjadi pada tahun sehingga terdapat kesulitan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan; b) Skema rencana restrukturisasi yang dijalankan masih merupakan perkiraan, belum bersifat final. Jika skema restrukturisasi berubah, kesimpulan pada analisis kemungkinan tidak lagi sesuai; c) Tools yang digunakan merujuk pada indikator pengelolaan utang yang selama ini digunakan. Dampak restrukturisasi diluar ruang lingkup kajian tidak disampaikan, mengingat kajian masih berupa gambaran awal dampak yang dihasilkan jika skema restrukturisasi dilaksanakan; dan d) Penyelesaian permasalahan BLBI hanya didasarkan atas kesepakatan Pemerintah dan BI dengan persetujuan DPR. Sementara mengenai eligibility pengalihan tagihan BLBI kepada Pemerintah hingga saat ini belum terverifikasi dengan pasti, untuk itu perlu dilakukan penyusunan buku putih yang memuat informasi mengenai kebijakan Rekapitalisasi Perbankan dan BLBI sesuai dengan arahan Menteri Keuangan. 3) Upaya yang dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Melakukan komunikasi dengan Bapepam-LK dan pihak terkait lainnya untuk memperoleh bahan dan informasi yang dimiliki, mengingat Bapepam-LK sangat berperan saat SUP tersebut diterbitkan; b) Menentukan dan membatasi ruang lingkup kajian dan skema yang paling potensial akan dijalankan dalam program restrukturisasi; c) Terus melakukan pengkajian mengenai kemungkinan pelaksanaan konversi SU menjadi SBN tradable dari berbagai aspek dengan mempertimbangkan potensi risiko yang dapat timbul; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 80

94 d) Berkoordinasi dengan BI dan Menko Perekonomian terkait addendum ketentuan pasal II Perubahan SKB tahun 2003 yang tenggat waktunya habis tanggal 31 Oktober 2012; e) Terus berkoordinasi dengan pihak BI terutama yang terkait dengan updating proyeksi modal BI terkini apabila penyelesaian restrukturisasi mendekati tahap akhir; dan f) Segera membentuk tim/task force yang melibatkan pelaku-pelaku yang terkait dengan kebijakan dalam rangka penanganan krisis keuangan untuk penyusunan Buku Putih atas Kebijakan Pemerintah dalam rangka Penanganan Krisis Keuangan Tahun 1997/1998, dengan melibatkan lembaga independen (lembaga riset). Dengan demikian, target pencapaian indikator Persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka Asset Liability Management (ALM), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. d. Pencapaian SS perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas dengan indikator persentase penyediaan peraturan yang mendukung pengembangan pasar dan pengelolaan portofolio utang, persentase penyusunan dokumen strategi pembiayaan tahunan melalui utang, dan persentase pelaksanaan kajian restrukturisasi Surat Utang Pemerintah dalam rangka ALM, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 5. SS Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, dengan indikator: a. Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi Dalam rangka memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi SBN dan mekanisme pengelolaan pinjaman dan hibah, perlu dilakukan edukasi dan komunikasi kepada para stakeholders. Efektivitas edukasi dan komunikasi merupakan bentuk pengukuran tingkat keberhasilan peserta (stakeholders) dalam hal pemahaman substansi/materi pengelolaan SBN dan mekanisme pengelolaan pinjaman dan hibah yang disampaikan melalui sosialisasi yang dilaksanakan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 81

95 IKU ini hanya mengukur edukasi dan komunikasi yang disampaikan ke pihak eksternal. Variabel yang diukur dalam kuisioner adalah tingkat pemahaman peserta (bobot 65%), bahan presentasi (bobot 10% %), pembicara (bobot 20%), dan fasilitas tempat pelaksanaan (bobot 5%). Perhitungan IKU ini mempertimbangkan frekuensi maupun tingkat pemahaman masyarakat, sehingga sejak awal tahun sudah harus ditargetkan berapa frekuensi kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap pengelolaan SBN dan Sistem Akuntansi Hibah. Target peserta yang hadir minimal 50 peserta dan yang mengembalikann kuesioner minimal 50% dari peserta yang hadir, dan disesuaikan dengan daftar hadir. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 75% (efektif), dengan realisasi sebesar 75,83% (efektif). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada peserta sosialisasi SUN, sosialisasi SBSN, serta sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pinjamann dan Hibah, dengan rincian sebagai berikut: Grafik 3.3 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi Q1 Q2 Q3 Q4 75% 74% 72%72% 81%81% 78% 77% 83% 82%81%81% 83% 84%85 % 81% Pemahaman Materi Pembicara Fasilitas

96 a) Sosialisasi SUN Program sosialisasi SUN merupakan salah satu program tahunan DJPU. Pada kegiatan sosialisasi SUN tahun 2012, DJPU melibatkan peserta dari kalangan akademisi dengan bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi dengan rincian pelaksanaan sebagai berikut : Tabel 3.15 Penyelenggaraan sosialisasi SUN tahun 2012 No Perguruan Tinggi Lokasi Sosialisasi Tanggal Sosialisasi 1. FE Universitas Bandung 2 Februari 2012 Parahyangan 2. FE Universitas Sultan Banten 8 Maret 2012 Ageng Tirtayasa 3. FE Universitas Riau Pekanbaru 15 Maret FE Universitas Islam Medan 25 Mei 2012 Sumatera Utara 5. FE Universitas Bangka Bangka 1 Juni 2012 Belitung 6. FE Universitas Surabaya Surabaya 7 Juni FE Universitas Muhammadiyah Malang Malang 23 November 2012 Dengan tambahan 7 perguruan tinggi pada tahun 2012, maka total pelaksanaan sosialisasi SUN yang dilaksanakan untuk kalangan akademisi sebanyak 34 perguruan tinggi terdapat pada Bagan 3.1: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 83

97 UNISYIAH Bagan 3.1 Perguruan Tinggi yang telah bekerjasama dengan DJPU terkait pengelolaan SUN sampai tahun 2012 USU UISU UNRI UPR Unmul UNSRAT UNTAN UNJA UBB UNSRI UNAND UNIB UNILA UI UNNES UNAIR IPB UNDIP UBAYA UNLAM UNRAM UNIJOYO UNTIRTA UNPAD UNSOED UNPAR UGM UII UNIBRA UMM UNEJ UNUD Untuk mengetahui tingkat efektifitas penyampaian informasi melalui kegiatan sosialisasi SUN dimaksud, maka dilakukan pengukuran terhadap pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi yang menjadi peserta sosialisasi tentang pengelolaan SUN. Berdasarkan hasil kuesioner yang disampaikan kepada peserta, persentase pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap pengelolaan SUN pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 75% dengan realisasi sebesar 76,44%. b) Sosialisasi SBSN Dalam rangka menyebarluaskan informasi dan pemahaman mengenai SBSN, DJPU secara rutin melaksanakan program sosialisasi SBSN ke berbagai daerah di Indonesia. Di samping itu, terdapat pula kegiatan sosialisasi secara khusus kepada kalangan akademis yang dinamakan Sukuk Negara Goes to Campus. Kegiatan sosialisasi SBSN tahun 2012 seluruhnya menggunakan konsep seminar dengan menghadirkan pembicara dari DJPU dan moderator yang memandu acara. (1) Sosialisasi Daerah Sosialisasi daerah adalah sosialisasi yang dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia dengan target perserta adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 84

98 masyarakat umum yang terdiri antara lain dari perwakilan kantor vertikal Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, bank, lembaga keuangan daerah non-bank, pondok pesantren, dan media massa lokal. Pemilihan lokasi pelaksanaan sosialisasi daerah didasarkan pada data bahwa di daerah tersebut belum pernah dilaksanakan sosialisasi SBSN sebelumnya. Dalam penyelenggaraan sosialisasi daerah, DJPU bekerjasama dengan dengan pihak-pihak terkait seperti Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Materi yang disampaikan pada acara sosialisasi daerah mencakup tema: (i) Aspek Hukum & Instrumen Pembiayaan APBN, (ii) Perkembangan Pasar SBSN, (iii) Sukuk Negara Ritel, yang seluruhnya disampaikan oleh pembicara dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pada tahun 2012, sosialiasi daerah dilaksanakan di 4 kota yaitu Cirebon, Purwokerto, Kupang, dan Kediri. (2) Sosialisasi Kampus (Sukuk Negara Goes to Campus) Sosialisasi kampus adalah pelaksanaan sosialisasi yang bekerjasama dengan perguruan tinggi di beberapa daerah di Indonesia dengan target peserta lebih spesifik, yaitu kalangan akademisi yang terdiri dari dosen dan mahasiswa. Target utama peserta sosialisasi kampus adalah dosen dan mahasiswa fakultas hukum, ekonomi, dan pasca sarjana. Kampus yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan adalah kampus yang dianggap memiliki perhatian khusus terhadap perkembangan pasar sukuk di Indonesia. Materi yang disampaikan pada sosialisasi kampus hampir sama dengan materi sosialisasi daerah, namun lebih menekankan pada sisi akademis. Adapun pembicara yang menyampaikan materi adalah dari DJPU untuk tema: (i) Sukuk Negara Sebagai Sumber Pembiayaan APBN dan Instrumen Investasi, serta Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 85

99 pembicara dari kampus untuk tema materi (ii) Keuangan Syariah: Perkembangan, Prospek dan Tantangan. Khusus untuk sosialisasi kampus yang diadakan di Universitas Airlangga Surabaya, hadir pula perwakilan dari Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) sebagai salah satu pembicara. Untuk menyukseskan penyelenggaraan acara sosialisasi kampus, DJPU bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti Dekan Fakultas tempat penyelenggaraan acara serta Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Adapun sosialisasi kampus pada tahun 2012 dilaksanakan di kampus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung. Rincian Pelaksanaan Sosialisasi SBSN dan tingkat pemahanan peserta pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 3.16 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi sosialisasi SBSN No Tanggal Lokasi Peserta Hasil Mei 2012 Cirebon 73 80,10% 25 Mei 2012 Purwokerto 74 78,45% 31 Mei 2012 Kupang 71 76,09% 7 Juni 2012 Universitas Airlangga ,56% 5. 13Juni 2012 Universitas Padjajdjaran 84 73,07% Juli 2012 Kediri ,21% RATA-RATA 76,24% c) Sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah: Selama tahun 2012, DJPU telah melakukan 2 jenis sosialisasi dalam rangka memberikan pemahaman kepada stakeholder tentang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 86

100 mekanisme monitoring pinjaman dan hibah serta mekanisme pengelolaan hibah. (1) Sosialisasi tata cara pemantauan dan evaluasi atas pinjaman dan hibah kepada pemerintah Sosialisasi dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012, guna menjelaskan kepada kementerian/lembaga mengenai mekanisme pemantauan dan evaluasi atas pinjaman dan hibah kepada pemerintah sesuai dengan PMK nomor 224/PMK.08/2011 (2) Sosialisasi mekanisme pengelolaan dan akuntansi hibah Sosialisasi dilaksanakan sebanyak 4 kali di Makassar, Balikpapan, Semarang, dan Jakarta. Sosialisasi ini merupakan tindak lanjut temuan BPK pada Laporan Keuangan Bagian Anggaran (LK BA) Pengelolaan Hibah tahun 2011 dan guna memberikan pemahaman yang lebih atas Peraturan Menteri Keuangan 191 PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah. Selama sosialisasi tersebut, tingkat pemahaman stakeholders terhadap materi yang disampaikan oleh DJPU sudah cukup baik. 2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi antara lain: a) Banyaknya jumlah satker yang menerima hibah dan tersebar luas; b) Kurangnya pemahaman satker dalam pelaporan hibah; dan c) Anggaran sosialisasi yang kurang terkait pembatasan anggaran pejalanan dinas PNS. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Menyediakan informasi dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan utang dalam situs resmi DJPU dengan alamat dan b) Menyediakan anggaran sosialisasi yang cukup dalam DIPA DJPU tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 87

101 Dengan demikian, targett pencapaiann indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Talkshow Sukukk Negara Ritel Radio Trijaya FM, Manado Sukuk Negaraa Goes to Campus: Universitas Padjadjaran

102 Suasana sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Pinjaman dan Hibah di Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 b. Spread WAY yang dimenangkan dengann highest yield awardedd (tail) Pengembang gan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid yaitu mengembangkann Pasar SBN yang memiliki karakteristik struktur pendukung pasar yang kompetitif, infrastruktur pasar yang efektif dan aman, heterogenitas yang tinggi di antara pelaku pasar dengann jumlah dana yang cukup untuk menyerap SBN yang ditransaksikan, transaksi yang aktif padaa tingkat harga yang wajar/ kompetitf dengan biaya transaksi yang rendah, serta variasi instrumen dan jumlah nominal SBN yang cukup. Untuk mengukur pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid yang tercermin dari rendahnya spread antara highest yield yang dimenangkan dalam setiap lelang SBN di pasar perdana dengan WAY yang dimenangkan. Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) adalah highest yield yang dimenangkan dalam setiap lelang SBN di pasar perdana (termasuk SPN dan SPNS) dikurangi dengan Weighted Averagee Yield (WAY) yang dimenangkan. Tail yang diukur dari selisih antaraa yield tertinggi dengan rata-rata yield yang dimenangkan dalam suatu lelang SBN menggambarkan tingkat konsensus investor/pelaku pasar terhadap nilai wajar instrumen SBN yang ditawarkan dalam lelang tersebut. Salah satu indikator kesuksesan lelang adalah tail yang rendah yang menunjukkan kesamaan pendapat sebagian

103 besar pelaku pasar terhadap nilai wajar SBN serta upaya menghindari pemberian yield yang terlalu besar untuk sebagian kecil investor, di atas ratarata yield yang dimenangkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 15 bps, dengan realisasi sebesar 4,29 bps. Rendahnya spread antara highest yield yang dimenangkan dalam setiap lelang SBN di pasar perdana dengan WAY yang dimenangkan menunjukkan lelang SBN yang efektif mengingat terdapat konvergensi persepsi investor terhadap yield yang wajar dari seri yang dilelang. Hal ini secara implisit menunjukkan jika mekanisme price discovery di pasar SBN sudah semakin efektif yang menunjukkan pasar SBN yang semakin dalam, aktif, dan likuid. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail) antara lain: a) Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen keuangan yang dibutuhkan dalam pengembangan pasar uang dan pasar modal sebagai benchmark; b) Masih rendahnya kapasitas daya serap pasar SBN domestik; dan c) Tingginya dominasi oleh sektor perbankan pada basis investor SBN domestik. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Memaksimalkan penerbitan di pasar domestik, terutama penerbitan seri benchmark; b) Meningkatkan transparansi dan prediktabilitas jadwal dan target lelang penerbitan; c) Penyempurnaan infrastruktur pendukung kegiatan perdagangan SBN; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 90

104 d) Komunikasi dua arah yang intensif dan berkelanjutan dengan pelaku pasar dan pemangku kepentingan lainnya; e) Mengoptimalkan fungsi dealer utama (primary dealers); f) Pengembangan pasar SBN domestik tetap menjadi program prioritas Pemerintah. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong investor domestik seperti Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Reksa Dana, Perusahaan Sekuritas, dan investor individu atau ritel untuk mampu berperan lebih besar sebagai penyeimbang dominasi perbankan dalam berinvestasi; dan g) Meningkatkan likuiditas pasar sekunder SBN domestik melalui program buyback dan debt switch untuk seri yang tidak bersifat likuid. Dengan demikian, target pencapaian Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Pencapaian SS pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, dengan indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi dan Spread WAY yang dimenangkan dengan highest yield awarded (tail), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 6. SS Pengelolaan portofolio utang yang optimal dengan indikator: a. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban bunga Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 91

105 terhadap rata-rata outstanding utang yang semakin rendah dan menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah efisien. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 5,72%, dengan realisasi sebesar 5,29% dengan nilai capaian 107,52%, dengan rincian: Tabel 3.17 Target dan realisasi pembayaran bunga dan rata-rata outstanding Uraian Target 2012 Realisasi Pembayaran bunga Rp107,79 triliun Rp99,90 triliun Rata-rata outstanding Rp1.885,89 triliun Rp1.889,25 triliun Rasio 5,72% 5,29% Realisasi rasio beban bunga yang lebih rendah dari target, terutama disebabkan karena: a) realisasi yield yang lebih rendah dibanding asumsi awal akibat kondisi pasar keuangan yang lebih baik dari asumsi yang diperkirakan semula; b) pengelolaan portofolio utang yang optimal sehingga menurunkan tingkat risiko dan biaya utang; c) realisasi discount yang lebih rendah dari perkiraan, karena penerbitan SPN lebih rendah dari target dan sebagian besar penerbitan ON berada pada harga premium; dan d) tingkat bunga SPN 3 bulan yang lebih rendah dari asumsi APBN menyebabkan pembayaran kupon SBN VR lebih rendah dari perkiraan. Pada periode , perkembangan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama periode dapat dilihat pada Grafik 3.4. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 92

106 Grafik 3.4 Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang pada tahun ) Beberapa tantangan dalam penurunan rasio beban bunga terhadap ratarata outstanding utang, antara lain: a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis, yang antara lain mempengaruhi: (1) Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN baru yang diterbitkan; (2) Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang JPY dan USD yang sangat volatile. Pergerakan nilai tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang valas maupun outstanding utang valas; dan (3) Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi outstanding utang. b) Realisasi penarikan pinjaman proyek tidak ditentukan oleh Kementerian Keuangan, tetapi ditentukan oleh pelaksana kegiatan, yaitu Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan pinjaman proyek berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 93

107 3) Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan atas nilai tukar dan yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang; dan b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness criteria dan penyusunan proyeksi penarikan pinjaman proyek. Dengan demikian, target pencapaian indikator rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. b. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark Indikator ini berguna untuk mengukur tingkat ketepatan penentuan benchmark yang menjadi acuan dalam operasional penerbitan utang, sehingga dapat diperoleh suatu benchmark yang wajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi pengelolaan utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 90%, dengan realisasi sebesar 91,65%, sehingga memperoleh nilai capaian 101,83%. Capaian tersebut diperoleh dari rata-rata capaian akurasi antara benchmark yang ditetapkan dengan yield SBN dan biaya pinjaman, dengan perincian: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 94

108 Tabel 3.18 Capaian akurasi antara benchmark dengan yield SBN dan biaya pinjaman 2012 Instrumen Frekuensi Rata-rata Target Realisasi akurasi Pinjaman komersial bps 73 bps 83,90% Lelang penerbitan SUN bps 4,66 bps 96,90% Lelang penerbitan SBSN bps 6,88 bps 95,42% Akurasi penetapan yield/imbalan SBN terhadap benchmark adalah tingkat ketepatan penetapan benchmark yang digunakan dalam operasional lelang penerbitan SBN, diukur melalui selisih benchmark dimaksud dengan realisasi yield SBN saat lelang penerbitan. Sedangkan akurasi penetapan biaya pinjaman terhadap benchmark diperoleh dari rata-rata capaian akurasi antara benchmark yang ditetapkan dengan biaya pinjaman. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark bertujuan untuk mengukur tingkat kehandalan penentuan benchmark yang menjadi acuan, sehingga dapat diperoleh suatu benchmark yang wajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi pengelolaan SBN dan pinjaman. Hal tersebut menjadi sangat penting karena akan mencerminkan kemampuan Pemerintah untuk menanggung biaya pada setiap penerbitan instrumen SBN dan pelaksanaan pinjaman. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, penyusunan harga acuan memerlukan metodologi perhitungan yang komprehensif agar angka yang dihasilkan dapat benar-benar mencerminkan kondisi pasar dan kemampuan Pemerintah untuk mengakomodasi demand pasar terhadap SBN dan meminimalisir cost. Capaian indikator ini dapat melebihi target antara lain disebabkan: a) Penetapan benchmark telah mempertimbangkan kondisi pasar SBN menjelang berakhirnya lelang dan proyeksi demand pada saat lelang; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 95

109 b) Minat investor yang tinggi terhadap SBN mendorong kompetisi dan kualitas harga/yield yang semakin baik dalam pelaksanaan lelang SBN; dan c) Khusus pinjaman komersial, terdapat beberapa biaya pinjaman yang jauh lebih rendah dari benchmark karena keberhasilan negosiasi yang membuat capaian effective cost jauh lebih rendah daripada benchmark yang ditetapkan sebelum negosiasi. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark yang antara lain: a) Harga/yield acuan (benchmark price/yield) menjadi sangat penting karena akan mencerminkan kemampuan Pemerintah untuk menanggung biaya pada setiap penerbitan instrumen SBN; b) Metodologi penetapan benchmark price/yield perlu terus disempurnakan agar benchmark price/yield yang dihasilkan dapat benar-benar mencerminkan kondisi pasar dan kemampuan Pemerintah untuk mengakomodasi demand pasar terhadap SBN dan meminimalisir cost; c) Kondisi pasar keuangan yang belum stabil menyulitkan apabila ketepatan penetapan benchmark price/yield yang digunakan dalam operasional lelang penerbitan SBN sebagai alat ukur cost yang efisien; d) Indikator ini kurang sesuai jika diterapkan terhadap pengelolaan pinjaman karena dengan membandingkan nilai benchmark dan effective cost pinjaman, dimana hasil pada tahun 2012 nilai effective cost pinjaman yang jauh lebih rendah dibanding nilai benchmark nya, hal tersebut sebenarnya mencerminkan keberhasilan DJPU dalam melakukan negosiasi dengan lender. Sementara target indikator ini adalah untuk mengukur akurasi nilai benchmark agar setidaknya sama dengan besarnya effective cost, yang justru akan membuat realisasi pengelolaan pinjaman menjadi tidak bagus, padahal sebetulnya dengan nilai effective cost yang lebih rendah dari benchmark justru hal tersebut menguntungkan bagi Pemerintah dalam hal menekan cost biaya pinjaman. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 96

110 3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Penetapan benchmark price/yield diupayakan senantiasa mempertimbangkan kondisi pasar SBN dengan dilakukan menjelang berakhirnya lelang dan diharapkan dapat memperhitungkan proyeksi demand pada saat lelang; b) Terus dilakukan penyempurnaan terhadap metodologi penetapan benchmark price/yield; c) Tim harga dalam menyusun benchmark price/yield menggunakan berbagai sumber data yang kompeten antara lain dari Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), PLTE, Bloomberg, dan data setelmen BI; d) Penyediaan market update, pemutakhiran arus kas, dan analisis Crisis Management Protocol (CMP) secara rutin; e) Terus melakukan pemantauan dan analisis terhadap kinerja dan potensi pasar SBN termasuk pasar uang dan derivatif; dan f) Mempertimbangkan kembali kesesuaian penetapan indikator ini terhadap pengelolaan pinjaman agar ke depan indikator terkait pengelolaan pinjaman dapat menjadi semakin baik. Dengan demikian, target pencapaian indikator akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Pencapaian SS pengelolaan portofolio utang yang optimal dengan indikator rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang serta akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 7. SS Pengelolaan kewajiban utang yang efektif dengan indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu Indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu diselesaikan paling lambat 6 hari kerja sebelum jatuh tempo. Hal ini untuk menghindari terjadinya keterlambatan pembayaran atas tagihan utang, dimana jumlah hari tersebut terbagi masing-masing sebagai berikut: a) 2 hari kerja untuk proses penerbitan SPM di DJPU; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 97

111 b) 2 hari kerja untuk proses penerbitan SP2D di DJPB; dan c) 2 hari kerja untuk proses pembayaran/transfer kepada lender di Bank Indonesia. Indikator ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban tepat waktu, menjamin mekanisme kontrol internal terhadap pelaksanaan pembayaran agar sesuai jadwal, dan menghindari kerugian negara. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: a. Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 100%, dimana terdapat dokumen tagihan/nop yang telah diverifikasi secara tepat waktu, yaitu paling lambat 6 hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. b. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu antara lain: 1) Masih terdapat kreditor yang belum menyampaikan dokumen tagihan (Notice of Payment) maupun dokumen penarikan pinjaman (Notice of Disbursement) kepada Kementerian Keuangan; 2) Terdapatnya perbedaan penentuan tingkat interest rate/fees yang digunakan dalam perhitungan pembayaran utang; dan 3) Terdapatnya tagihan dari kreditor yang nilainya kurang sesuai sebagaimana perhitungan yang seharusnya. c. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Menerbitkan Notice of Payment Pengganti apabila sampai dengan 6 hari kerja sebelum jatuh tempo belum diterima tagihan dari kreditor; 2) Melakukan rekonsiliasi data dengan Ditjen Perbendaharaan, Bank Indonesia, maupun kreditor; dan 3) Dilakukan konfirmasi dengan instansi terkait, Kementerian/Lembaga maupun dengan kreditor sehingga ditetapkannya jumlah pembayaran utang yang harus dilaksanakan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 98

112 d. Pencapaian SS pengelolaan kewajiban utang yang efektif dengan indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu, selama tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 8. SS Monitoring dan evaluasi kepatuhan pengelolaan utang yang efektif dengan indikator: a. Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang Tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang merupakan upaya untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan terhadap perundangan dan prosedur dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan utang. Ketentuan dan prosedur yang dievaluasi adalah semua item/butir tahapan yang terdapat dalam SOP yang dilaksanakan pada tahun yang dievaluasi. Evaluasi dilakukan oleh unit yang bertanggung jawab terhadap kepatuhan internal. Tujuan indikator ini adalah meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pengelolaan utang. Pemantauan pengendalian intern pada tahun 2011 dilaksanakan pada 1 kegiatan sebagai pilot project, yaitu kegiatan Lelang SUN di Pasar Perdana. Sedangkan pada tahun 2012, pemantauan pengendalian intern di lingkungan DJPU dilaksanakan pada 6 kegiatan yang terdiri dari pemantauan lanjutan terhadap kegiatan tahun 2011 dan 5 kegiatan lain yang dipilih pada tahun Pemilihan 5 kegiatan baru tersebut mempertimbangkan kegiatan utama (core business) dari setiap unit Eselon II serta faktor risiko dan dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi DJPU. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Adapun diskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase tingkat kepatuhan dalam pengelolaan utang selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 98,39%, sehingga memperoleh nilai capaian 116,78%, dengan rincian: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 99

113 Tabel 3.19 Hasil pengukuran tingkat kepatuhan tahun 2012 No. Unit Nama Kegiatan % Tingkat Kepatuhan 1. Setditjen Penerbitan SPP dan SPM LS (sampai 99,70% dengan pencairan dana) 2. Dit. PH Pengadaan Pinjaman Proyek 97,92% (Multilateral) 3. Dit. SUN Lelang SUN di Pasar Perdana 99,98% 4. Dit. PS Lelang SBSN di Pasar Perdana 96,85% 5. Dit. SPU Penyusunan dokumen strategi 100,00% pengelolaan utang tahun Dit. EAS Pelaksanaan Pembayaran Pokok, Bunga, Biaya Pinjaman/Biaya Hibah (mulai dari pengiriman reminder, pelaksanaan verifikasi NoP, sampai dengan penerbitan SPM) 95,90% Kegiatan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP tidak semata-mata dilakukan untuk mencari kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, melainkan untuk mengembangkan fungsi konsultasi dan memberikan assurance bahwa pelaksanaan tugas telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di lingkungan DJPU. Selanjutnya, melalui penyampaian rekomendasi dan mekanisme pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi tersebut, diharapkan dapat dikembangkan langkahlangkah perbaikan dalam rangka merespon risiko dan kelemahan yang telah diidentifikasi, serta dimonitor perkembangan (progress) dalam menyelesaikan langkah perbaikan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bernilai (valuable contribution) bagi DJPU melalui evaluasi dan pengembangan (improvement) sebagai hasil rekomendasi. Lebih lanjut, pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP diharapkan dapat menjadi bagian dari sistem pengendalian intern di lingkungan DJPU untuk mendukung peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 100

114 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku adalah: a) Keterbatasan jumlah petugas pelaksana pemantauan pada Unit Kepatuhan Internal DJPU; b) Awareness yang belum memadai terkait pentingnya SOP sebagai prosedur dan panduan formil bagi pelaksanaan tugas; dan c) Pendokumentasian kegiatan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Untuk pelaksanaan tugas pemantauan diupayakan untuk mengoptimalkan petugas dan/atau melakukan penambahan SDM Unit Kepatuhan Internal DJPU; b) Melaksanakan capacity building dengan mengikuti pelatihan (training) atau workshop, baik yang berkaitan dengan hard competency maupun yang bersifat teknis secara umum; c) Menyampaikan rekomendasi kepada unit yang menjadi obyek pemantauan terkait pelaksanaan tugas yang belum memadai dan perlunya penyempurnaan SOP; d) Melakukan pemantauan terhadap penyelesaian tindak lanjut rekomendasi yang disampaikan kepada unit yang menjadi obyek pemantauan; dan e) Meningkatkan koordinasi dengan seluruh unit di lingkungan internal DJPU terkait pendokumentasian pelaksanaan pemantauan. b. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan merupakan ukuran untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan di bidang pengelolaan utang kepada para pengguna jasa sudah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP) berdasarkan KMK nomor 187/KMK.01/2010 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan. Tujuan IKU ini adalah untuk mengukur ketepatan waktu janji layanan untuk setiap tahapan dalam SOP serta Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 101

115 mengetahui apakah pelayanan yang diberikan kepada para stakeholders sudah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2012, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Monitoring terhadap pelaksanaan SOP Layanan Unggulan dilaksanakan pada Direktorat Pinjaman dan Hibah, Direktorat Surat Utang Negara, Direktorat Pembiayaan Syariah, serta Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen. Dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.20 Hasil pengukuran rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan tahun 2012 No SOP Standar waktu Frek SOP tepat waktu % 1 Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri 2 Lelang SUN di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya 3 Lelang SBSN di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya 78 hari kerja 10 hari kerja 10 hari kerja % % % Rata-rata 100% 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan antara lain: a) Terdapat kesulitan dalam perhitungan rentang waktu efektif pelaksanaan layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, karena banyak proses yang tergantung pada pihak lain yang dianggap sebagai masa tunggu; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 102

116 b) Ditunda atau dibatalkannya rencana pelaksanaan transaksi lelang SBN yang telah dijadwalkan sesuai dengan Calendar of Issuance yang telah dipublikasikan, antara lain karena: (1) Kondisi pasar keuangan global yang tidak kondusif; dan (2) Perubahan strategi dan kebijakan pengelolaan utang dan/atau pengelolaan kas yang terkait dengan penurunan/pengurangan jumlah target atau penundaan pelaksanaan penerbitan SBN. c) Adanya gangguan pada infrastruktur pendukung pelaksanaan lelang SBN. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Menentukan mekanisme yang lebih efektif dalam menilai realisasi janji layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, yaitu dengan mengikuti proses penyelesaian tiap output kegiatan di dalamnya; b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan komunikasi secara efektif dengan pimpinan terkait dengan antisipasi terhadap penundaan/pembatalan jadwal lelang SBN, baik karena adanya perubahan strategi/kebijakan maupun kondisi pasar; c) Melakukan penyiapan dan uji coba sistem pendukung/infrastruktur transaksi secara berkala, terutama menjelang pelaksanaan lelang SBN. Dengan demikian, target pencapaian indikator rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Selama tahun 2012 tidak terdapat target yang harus dilaksanakan atau dicapai oleh DJPU, terkait penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan Korupsi. d. Pencapaian SS monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang dengan indikator persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, dan indeks ketepatan waktu penyelesaian tindak lanjut Instruksi Presiden, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 103

117 9. SS Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi dengan indikator: a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya bertujuan untuk menyediakan pejabat yang mempunyai kompetensi sesuai jabatannya dalam rangka meningkatkan dan mengamankan keuangan dan kekayaan negara. Variabel kompetensi jabatan adalah Standar Kompetensi Jabatan (SKJ/Jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan) dan Job Person Match (JPM). Indeks kesesuaian antara kompetensi pejabat dengan SKJ (JPM minimal sebesar 72%). Data indikator ini diukur dari hasil Assessment Center tingkat Pusat (Eselon II s.d. Eselon IV) dan data penempatan pegawai yang menduduki jabatan sesuai SKJ. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya selama tahun 2012, terealisasi sebesar 96,58% dari target sebesar 82,50%, sehingga memperoleh nilai capaian 117,07%, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.21 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Tahun 2012 No Eselon Jumlah Pejabat yg Telah Pejabat dengan % Pejabat Mengikuti Assessment JPM 72% 1 II ,33 2 III ,91 3 IV ,88 Jumlah ,58 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, adalah dengan melakukan pelaksanaan diklat kompetensi dan pelaksanaan assesment center. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 104

118 2) Kendala/hambatan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target persentase pejabat yang memenuhi standar kompetensi jabatannya, antara lain: a) Masih kurangnya kesadaran pegawai tentang pentingnya Assessment Center; dan b) Hanya beberapa pegawai saja yang belum memenuhi standar kompetensi jabatannya. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Peningkatan kegiatan coaching dan counceling dari atasan yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kemampuan soft competency; dan b) Peningkatan kesadaran self learning kepada pegawai yang bersangkutan mengingat hanya beberapa pegawai saja yang belum memenuhi target standar kompetensi jabatannya; Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. b. Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) Pelatihan pegawai yang dimaksud adalah diklat teknis seperti tersebut dalam Standar Kompetensi Jabatan hard competency DJPU, yaitu Kepdirjen PU Nomor Kep-47/PU/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Hard Competency Eselon III dan IV di lingkungan DJPU, yang diselenggarakan dalam rangka pemenuhan gap kompetensi pegawai. Gap kompetensi diperoleh dengan membandingkan antara dokumen hard competency dengan pelatihan dan jenis pelatihan yang telah diikuti oleh pegawai DJPU. Indikator ini bertujuan untuk mengukur pengembangan SDM DJPU dalam rangka menghasilkan SDM yang kompetitif dalam pengelolaan utang. Bagi Pejabat Eselon II dan pelaksana, jenis pelatihan adalah sesuai dengan bidang tugasnya dengan tetap mengacu pada Standar Kompetensi Jabatan hard competency DJPU. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 105

119 IKU Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) merupakan transformasi dari IKU sebelumnya yaitu rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja. Berdasarkan hasil evaluasi pada IKU rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja, para pegawai mengikuti pelatihan baik yang sesuai dengan kompetensinya maupun tidak, hal tersebut hanya untuk memenuhi rasio jam pelatihan yang telah ditentukan. Melalui pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) diharapkan pegawai di lingkungan DJPU dapat mengikuti diklat yang benar-benar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan dapat menunjang pada pekerjaan tugas sehari-hari pegawai yang bersangkutan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (Hard Competency) pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 100% (20 jenis diklat), dengan realisasi sebesar 115% (23 jenis diklat sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan (Hard Competency). Adapun diklat-diklat yang telah diselenggarakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.22 Diklat yang dilaksanakan berdasarkan gap kompetensi pegawai (hard competency) NO PROGRAM PELATIHAN JUMLAH PESERTA TEMPAT JADWAL PELAKSANAAN 1. Pelatihan Bloomberg 56 orang Jakarta 3 Februari Februari Maret Pelatihan Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi atas Pinjaman dan Hibah Kepada Pemerintah 3. Fundamental of Risk Management Practices 4. Pelatihan Tools dan Teknik Audit, Audit Sampling dan Fraud Auditing 20 orang Yogyakarta 28 Februari s.d. 1 Maret orang Jakarta Maret orang Jakarta Maret Pelatihan TOEFL untuk 49 orang Jakarta 23 April-25 Juli Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 106

120 NO PROGRAM PELATIHAN JUMLAH PESERTA TEMPAT JADWAL PELAKSANAAN para pejabat eselon IV Talent Management 2 orang Jakarta Mei Sertifikasi Ahli Pengadaan 5 orang Jakarta 2 s.d. 5 Juli Barang/Jasa Pemerintah November November Management for Professional Secretary 5 orang Jakarta 10 s.d. 12 Juli Pelatihan How to Design Your Training Program 2 orang Jakarta 4-6 September Pelatihan Workplace Productivity Improvement 1 orang Jakarta 4-6 September Pelatihan Mengaudit Proses Manajemen Risiko 3 orang Jakarta September Pelatihan Penyusunan Pola Karir dan 14 orang Bogor September 2012 Transformasi Organisasi pada DJPU 13. Assessment Center Assessor 1 orang Jakarta 8-12 Oktober 2012 Certification 14. Report Writing 10 orang Jakarta 9-11 Oktober Pelatihan TOEFL Preparation 56 orang Jakarta 11 Oktober 7 Desember Pelatihan Fraud Auditing 1 3 orang Jakarta Oktober Financial Risk Management 9 orang Jakarta Oktober Modern Financial Modeling 6 orang Jakarta Oktober Pelatihan Business Process Management (BPM) 13 orang Bandung Oktober Pelatihan Teknik Penyusunan Kontrak dan 12 orang Jakarta 31 Okt - 1 Nov 2012 Penyegaran Pengadaan Barang dan Jasa 21. Pelatihan Master of Ceremony 17 orang Jakarta 5-8 November Business Analyst Body of Knowledge 9 orang Jakarta 3-7 Desember Project Risk Management 13 orang Jakarta 5-6 Desember 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 107

121 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency) antara lain: a) Tingginya work load unit-unit di DJPU dan jumlah SDM yang terbatas menyebabkan pengiriman peserta pelatihan seringkali tidak dapat maksimal; dan b) Terbatasnya pengiriman peserta pada suatu diklat akibat jumlah SDM yang terbatas. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Permintaan usulan peserta diklat diupayakan jauh sebelum pelaksanaan diklat sehingga pengiriman peserta dapat disesuaikan volume perkerjaan unit-unit di DJPU; b) Menyelenggarakan diklat secara bertahap. Dengan demikian, persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Pencapaian SS Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi dengan indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya dan persentase pemenuhan pelatihan pegawai sesuai dengan gap kompetensi pegawai (hard competency), pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 10. SS Penataan organisasi yang adaptif, dengan indikator: a. Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Sedangkan, manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/ metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman terjadinya hambatan dalam pencapaian tujuan bahkan kerugian. Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan adalah perbandingan antara jumlah persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan pada seluruh Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 108

122 unit Eselon I dibandingkan dengan jumlah rencana mitigasi risiko unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2012, IKU Persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan diukur dari dua kegiatan. Pada Semester I, IKU tersebut diukur dengan presentase mitigasi risiko yang dijalankan oleh seluruh unit Eselon II di lingkungan DJPU selaku UPR. Pada Semester II, IKU dimaksud diukur dengan presentase mitigasi risiko yang dijalankan oleh DJPU selaku UPR. Pengukuran IKU pada semester I tahun 2012 didasarkan pada penerapan manajemen risiko sesuai dengan PMK Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan yang dilaksanakan oleh seluruh unit Eselon II di lingkungan DJPU selaku UPR. Penerapan manajemen risiko ini telah dimulai sejak Semester I Tahun 2010 yang selanjutnya disebut sebagai penerapan manajemen risiko tahap 1 st assessment. Sampai dengan Semester II Tahun 2012, penerapan manajemen risiko di lingkungan DJPU telah memasuki tahap 6 th assessment. Profil risiko masing-masing UPR didasarkan pada peta strategi Kemenkeu-Two masingmasing UPR. Bagan 3.2 Transformasi IKU terkait mitigasi risiko Penerapan manajemen risiko di Lingkungan DJPU telah dilaksanakan sejak tahun 2010, sampai dengan semester II tahun 2012 telah sampai pada tahap 6 th assessment dengan time horizone setiap tahap 6 bulan. Pada tahun 2010 dan tahun 2011 pengukuran penerapan manajemen risiko di ukur dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 109

123 penerapan manajemen risiko yang dijalankan oleh Unit Pemilik Risiko (UPR) di lingkungan DJPU, ditargetkan 60% dan dapat tercapai 100% karena seluruh UPR di lingkungan DJPU telah melaksanakannya. Sedangkan pada tahun 2012 penerapan risiko di ukur dari mitigasi risiko yang dijalankan oleh masing-masing UPR dengan target 70% tercapai 100%, sehingga memperoleh nilai capaian sebesar 120%, karena mitigasi yang telah direncanakan dapat dilaksanakan. Pengukuran IKU pada semester II tahun 2012 didasarkan pada penerapan manajemen risiko level Eselon I yang dilaksanakan berdasarkan arahan dari Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan (Pushaka) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) agar seluruh unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan menyusun profil risiko tingkat Eselon I. Pengelolaan risiko pada tingkat Eselon I didasarkan pada peta strategi Kemenkeu One DJPU, dengan menggunakan sasaran strategis yang terdapat pada layer Stake Holders Perspektive dan Customer Perspektive sebagai tujuan yang akan dicapai. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Tahun 2012, persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan selama tahun 2012 ditargetkan sebesar 70%, dengan realisasi sebesar 100%, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.23 Target dan realisasi mitigasi risiko Semester Risiko Mitigasi Risiko yang direncanakan I (obyek adalah UPR eselon II) II (obyek adalah profil risiko eselon I) Mitigasi Risiko yang selesai dijalankan ) Tantangan yang dihadapi dalam rangka persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan antara lain: a) Belum adanya kejelasan peraturan dan framework terkait penerapan manajemen risiko level Eselon I, dan framework yang mengatur % Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 110

124 hubungan pelaksanaan manajemen risiko pada level Eselon I dan yang dilaksanakan oleh masing-masing unit Eselon II selaku UPR; b) Belum tersedianya aplikasi dalam rangka penerapan manajemen risiko, antara lain dalam hal pengolahan data dan pengisian form sesuai dengan lampiran PMK Nomor 191/PMK.09/2008. Sampai dengan saat ini, penerapan manajemen risiko masih menggunakan worksheet manual dengan aplikasi microsoft excel; c) Ketidak jelasan arahan dan informasi dikarenakan "dualisme komando" dalam penerapan manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan yang berasal dari Inspektorat Jenderal sebagai Compliance Office for Risk Management dan Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan (Pushaka); d) Tidak adanya review atau feedback dari Pushaka dan atau Inspektorat Jenderal terhadap profil risiko dan laporan penerapan manajemen risiko yang telah disampaikan. Review atau feedback tersebut akan digunakan untuk perbaikan penerapan manajemen risiko selanjutnya; dan e) Kurangnya awareness dari pegawai dan pejabat yang terlibat dalam proses manajemen risiko. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Mengusulkan adanya keseragaman arahan dari unit yang ditunjuk selaku koordinator pelaksanaan manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebaiknya unit yang ditunjuk hanya satu unit, sehingga tidak terjadi dualisme arahan dan penunjukan unit dimaksud dilakukan dengan penetapan; b) Mengusulkan agar dilakukan revisi terhadap peraturan pelaksanaan manajemen risiko dan petunjuk teknisnya, terutama terkait framework penerapan manajemen risiko level Eselon I serta hubungan pelaksanaan manajemen risiko pada level Eselon I dengan yang dilaksanakan oleh masing-masing unit Eselon II selaku UPR; c) Mengusulkan agar penerapan manajemen risiko dilaksanakan dengan bantuan sistem aplikasi, sehingga lebih memudahkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 111

125 proses identifikasi risiko dan pengadministrasiannya, serta terdokumentasikannya risiko-risiko pada semester sebelumnya; dan d) Meningkatkan koordinasi dengan UPR-UPR di lingkungan DJPU dalam rangka penerapan manajemen risiko. Dengan demikian, target persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. b. Indeks reformasi birokrasi Indeks reformasi birokrasi adalah skor yang dihasilkan dari penilaian atas pelaksanaan program-program reformasi birokrasi di lingkungan DJPU. Indeks Reformasi Birokrasi diukur dengan menggunakan alat yang ditetapkan oleh MenPAN-RB dan dilaksanakan oleh BPKP/Itjen untuk menilai kualitas reformasi birokrasi. Ukuran tersebut meliputi: Pola Pikir dan Budaya Kerja, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Berdasarkan penilaian Itjen, per 28 Desember 2012, Indeks Reformasi Birokrasi DJPU mendapatkan skor sebesar 96,72% dari target dengan skor sebesar 92%, sehingga memperoleh nilai capaian sebesar 105,13%, dengan rician sebagai berikut: Tabel 3.24 Rincian nilai pelaksanaan Quality Assurance DJPU No Area Perubahan Bobot (%) Nilai 1. Pola Pikir dan Budaya Kerja 10 8,79 2. Penataan Peraturan Perundang-undangan 10 10,00 3. Penataan dan Penguatan Organisasi 10 10,00 4. Penataan Tatalaksana 10 10,00 5. Penataan Sistem SDM Aparatur 20 20,00 6. Penguatan Pengawasan 10 9,84 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 112

126 No Area Perubahan Bobot (%) Nilai 7. Penguatan Akuntabilitas Kinerja 10 8,49 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 20 19,60 Jumlah ,72 Predikat Sangat Baik 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator Indeks reformasi birokrasi: a) Masih terdapatnya perbedaan persepsi dalam hal parameter dan dokumen yang dibutuhkan antara pihak Tim Itjen dengan perwakilan DJPU; b) Pada beberapa area masih terdapat ketidakselarasan informasi antara Indikator, Parameter, Proksi Parameter, Variabel Pengukuran Dibandingkan dengan Dokumen yang Dinilai, serta Dokumen yang Diberikan; c) Awareness terkait pentingnya pelaksanaan Quality Assurance (QA) sebagai bentuk tindakan nyata pelaksanaan reformasi birokrasi cenderung masih rendah sehingga mempengaruhi pemenuhan dokumen-dokumen yang diperlukan; d) Penilaian QA merupakan kegiatan yang baru dan cakupannya meliputi area yang cukup luas sehingga menyulitkan koordinasi dan menimbulkan ketidakjelasan unit in charge beberapa kegiatan/ dokumen; dan e) Terdapat parameter-parameter pada beberapa Area yang dalam penilaiannya, tidak dimungkinkan memperoleh nilai maksimal, mengingat penilaiannya bagi satu Kementerian Keuangan dan DJPU tidak memiliki kontrol untuk itu. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Melakukan koordinasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait terutama Itjen agar diperoleh kesepahaman; b) Melakukan monitoring atas progres tindak lanjut pemenuhan dokumen setiap area; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 113

127 c) Menyusun time line (jadwal) untuk meyakini proses pencapaian dapat terpenuhi dan menyiapkan langkah-langkah antispatif jika pelaksanaan di lapangan tidak sesuai dengan jadwal yang telah disusun; dan d) Melakukan sosialisasi kepada unit-unit terkait di lingkungan internal DJPU melalui PIC masing-masing tentang pentingnya reformasi birokrasi beserta agenda dan tahapan penilaiannya. Dengan demikian, target indeks reformasi birokrasi, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. c. Indeks kepuasan pegawai Indeks Kepuasan pegawai adalah rata-rata tingkat kepuasan pegawai DJPU terhadap organisasi dan kepegawaian yang diukur melalui survey. Tujuan dari survey ini adalah: 1) Mengetahui sejauh mana kepuasan yang dirasakan oleh pegawai DJPU terhadap kondisi tata kelola SDM dan organisasi serta ekspektasi pegawai atas kondisi tata kelola SDM dan organisasi DJPU saat ini; 2) Mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kepuasan pegawai pada semua unsur/faktor yang mempengaruhi kepuasan; 3) Mengidentifikasi dan menganalisis unsur/faktor kepuasan pegawai yang sudah baik sehingga perlu dipertahankan dan faktor layanan apa yang perlu ditingkatkan; dan 4) Merumuskan rekomendasi kebijakan tata kelola SDM dan organisasi DJPU. Pengumpulan data kepada responden dilakukan secara online melalui situs dan juga melalui wawancara langsung kepada responden terpilih (in depth interview). Adapun variabel yang diukur adalah pandangan terhadap penugasan/pekerjaan saat ini, pekerjaan, imbalan, pengembangan kompetensi/skill pegawai, mutasi/rotasi pegawai, supervisi, dan rekan kerja. Skala pengukuran menggunakan skala angka dari 1 s.d. 5 (sangat tidak puas s.d. sangat puas). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 114

128 Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih tinggi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Indeks kepuasan pegawai pada tahun 2012 ditargetkan sebesar 3, dengan realisasi 3,19 sehingga memperoleh nilai capaia 106,33%. Dari 322 orang pegawai di lingkungan DJPU, 305 orang (94,72%) telah mengisi survey dimaksud. Dari 6 variabel penilaian tersebut, terdapat 2 variabel dengan selisih terbesar antara tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan yaitu variabel Mutasi/Rotasi Pegawai dan variabel Imbalan, yang dapat diartikan bahwa proses mutasi/rotasi dan faktor imbalan belum dianggap memuaskan bagi sebagian besar pegawai DJPU. 2) Tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan level kepuasan terhadap kondisi tata kelola SDM dan organisasi serta ekspektasi pegawai yaitu: a) Masih terdapatnya perbedaan imbalan antar unit Eselon II tertentu pada DJPU; dan b) Belum berjalannya pola mutasi/rotasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu Perdirjen Pengelolaan Utang No. Per- 02/PU/2010 tentang Pola Mutasi Jabatan Karir di lingkungan DJPU dan Kepdirjen PU No. Kep -41/PU/2011 tentang Pola Mutasi Pelaksana di lingkungan DJPU. 3) Upaya yang dilakukan terhadap tantangan tersebut: a) Melakukan review terhadap uraian jabatan sehingga diperoleh kesesuaian besaran grading (TKPKN) dengan kompetensi, proses, dan hasil kerja/output; dan b) Melakukan pola mutasi/rotasi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut di atas. Dengan demikian, target indeks kepuasan pegawai, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. d. Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti Policy recommendation adalah langkah tindak yang diusulkan oleh Itjen kepada unit Eselon I untuk melakukan perubahan, penambahan dan/atau Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 115

129 penyempurnaan peraturan, kebijakan, maupun sistem dan prosedur administrasi/operasi. Output policy recommendation dapat berupa: 1) Usulan strategis (berupa butir-butir penting dari suatu ketentuan) yang disampaikan secara tertulis kepada pimpinan unit Eselon I dalam rangka merubah, menambah, dan/atau menyempurnakan kebijakan; atau 2) Rancangan/konsep keputusan, instruksi peraturan, surat edaran, atau surat pada level Pemerintah, Presiden, Kemenkeu, maupun pada level unit eselon I. Yang dimaksud ditindaklanjuti adalah telah dilakukannya seluruh langkah tindak oleh unit Eselon I sesuai usulan strategis dalam policy recommendation. Keberhasilan pencapaian policy recommendation diukur dari pencapaian terhadap output yang ditetapkan pada tahun berjalan dan mendapat persetujuan tertulis dari Itjen (pejabat setingkat eselon 2) atas capaian tersebut. Setiap policy recommendation yang diusulkan oleh Itjen harus dimuat dalam suatu matriks yang berisi tentang output serta batas waktu penyelesaiannya secara definitif. 1) Policy recommendation berdasarkan hasil pengawasan yang telah ditindaklanjuti pada tahun 2012 ditargetkan 85%, dengan realisasi sebesar 100% (4 dari 4 policy recommendation yang ditargetkan Tahun 2012), sehingga memperoleh nilai capaian 117,65%, dengan rincian sebagai berikut: a) PMK Nomor: 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah sebagai pengganti PMK-40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah; b) PMK Nomor: 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah; c) Revisi KMK Nomor 339/KMK.01/2011 tentang SOP Yang Bertautan (SOP Link) Kementerian Keuangan dengan target 2012 adalah pengajuan kepada Biro Organta Setjen; dan d) Penyusunan/revisi SOP pembayaran utang pada DJPU sesuai hasil penelaahan Itjen. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 116

130 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka mencapai target indikator persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti, antara lain dalam hal upaya mencapai taget IKU tersebut, diperlukan koordinasi yang baik antar unit terkait, baik di internal DJPU maupun dengan unit-unit lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Hal ini mengingat policy recommendation yang diusulkan oleh Itjen untuk diselesaikan oleh DJPU pada tahun 2012 antara lain terkait dengan bidang tugas unit eselon I lain, yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 3) Upaya yang dilakukan terhadap tantangan tersebut adalah dengan melakukan koordinasi secara intensif dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, terutama pada proses penyelesaian kedua PMK terkait hibah yang direkomendasikan oleh Itjen. Di samping itu, untuk mendukung penyelesaian revisi SOP-Link dan SOP pembayaran utang, telah dilakukan koordinasi di lingkungan internal DJPU dan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Dengan demikian, target Persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. e. Pencapaian SS penataan organisasi yang adaptif dengan indikator persentase mitigasi risiko yang selesai dijalankan, indeks reformasi birokrasi, indeks kepuasan pegawai, dan persentase policy recommendation hasil pengawasan yang ditindaklanjuti, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 11. SS Perwujudan Sistem TIK yang Terintegrasi, dengan indikator: a. Persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi Pengintegrasian TIK dalam hal ini penyatuan database Pinjaman dan Hibah (PH) dan database Surat Berharga Negara (SBN) ke dalam Data Warehouse terdiri dari tiga tahap, sebagai berikut : 1) Tahap I merupakan kegiatan pengintegrasian database PH dengan bobot 45% (2011); 2) Tahap II merupakan kegiatan pengintegrasian database SBN dengan bobot 35% (2012); Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 117

131 3) Tahap III merupakan kegiatan pengintegrasian dengan database TIK Kementerian Keuangan dengan bobot 20% (2012). IKU Persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi adalah IKU yang disusun dan diimplementasikan semenjak tahun Adapun progress yang telah dicapai sampai dengan akhir tahun 2011 adalah sampai pada tahap pendefinisian desain serta penyusunan dan implementasi untuk database utang terutama untuk instrumen pinjaman dan hibah. Adapun progress yang telah dicapai sampai dengan akhir tahun 2012 adalah penambahan elemen data untuk instrumen Surat Berharga Negara dan penambahan elemen data terkait pelaksanaan Pertukaran Data Elektronik di lingkungan Kementerian Keuangan. Tujuan IKU ini adalah untuk menyediakan data outstanding dan cash flow utang pemerintah yang utuh, tepat waktu, akurat, dan dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan bagi pimpinan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi, dilaksanakan pada tahun 2011 dan Pada tahun 2011 telah selesai sebesar 45%, sehingga sisa pekerjaan sebesar 55% ditargetkan selesai pada tahun Realisasi pada 2012 sebesar 100%, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.25 Realisasi pengembangan Database Utang yang terintegrasi Tahun 2012 Proses/Kegiatan Keterangan Bobot Realisasi Waktu Pengembangan Datawarehouse Pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) Penyelesaian pembuatan desain Database SBN; Penyelesaian pembuatan Tabel Dimension SBN dan penambahan elemen data BA dan BA untuk keperluan elektronik audit BPK; Penyelesaian pembuatan Tabel Fact SBN; Penyelesaian pembuatan script pemutakhiran data Fact table Status 5% Q1 5% Q1 5% Q2 10% Q2 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 118

132 Proses/Kegiatan Keterangan Bobot Realisasi Status Waktu dan Dimension table SBN; Otomatisasi pemutakhiran data dimension dan fact SBN 5% Q3 Restore dan update database 5% Q3 untuk keperluan pengembangan IT-ALM dan penyesuaian Linkserver dari database Pertukaran Data Elektronik ke database untuk pengembangan IT-ALM, serta testing dan penyempurnaan tabel dimension dan fact SBN sampai dengan persetujuan Sekretaris Direktorat Jenderal Implementasi Datawarehouse 5% Q3 SBN: a. Cleansing dan finalisasi Datawarehouse b. Penyusunan dokumentasi dan dokumen-dokumen administratif Pemenuhan kebutuhan data interchange Kemenkeu Analisis dan penyelesaian desain database untuk keperluan Data Interchange Kemenkeu; dan Penyelesaian pembuatan script dan testing script untuk keperluan Data Interchange Kemenkeu. Implementasi pemutakhiran Data Interchange Kemenkeu sampai persetujuan Sekretaris Direktorat Jenderal. 5% Q4 5% Q4 5% Q4 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pengembangan database utang yang terintegrasi antara lain: a) Kurangnya akurasi data pada data sumber yang disebabkan karena ketidaksesuaian data pada proses entry data dan tidak terdapatnya prosedur validasi yang memadai; dan b) Kebutuhan data yang masih dan akan terus berkembang. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 119

133 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah a) Perbaikan atas kondisi data dan pelaksanaan prosedur validasi secara rutin dan memadai termasuk penyediaan alat monitoring akurasi data; dan b) Segala kebutuhan data yang timbul di masa yang akan datang akan dianalisa dan akan di definisikan untuk melakukan penyesuaian terhadap database utang terintegrasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan tersebut. b. Persentase akurasi data SIMPEG Pengelolaan data kepegawaian memerlukan manajemen yang sistematik dan terpadu sehingga dapat menyajikan informasi kepegawaian yang yang cepat serta akurat sebagai pertimbangan pimpinan dalam pengambilan keputusan kepegawaian yang tepat. Untuk mengembangkan dan menyajikan informasi data kepegawaian secara akurat pada implementasi Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG), perlu pemutakhiran data kepegawaian secara elektonik, periodik, dan teratur. Mengingat bahwa pengelolaan SIMPEG merupakan kewenangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dalam hal ini Biro Sumber Daya Manusia, sedangkan unit Eselon I pengguna hanya diberi hak akses data serta pemutakhiran data sesuai kewenangan yang diberikan maka diperlukan koordinasi serta rekonsiliasi data kepegawaian baik secara internal di lingkungan DJPU maupun Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Kendala yang dihadapi adalah masih terdapatnya ketidaksesuaian fitur yang tersedia pada aplikasi sehingga masih diperlukan penyediaan data secara manual. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih tinggi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Persentase akurasi data SIMPEG diukur secara semesteran. Berdasarkan hasil pengujian dari 320 pegawai pada semester II, realisasi persentase akurasi data sebesar 100% dari target sebesar 100%. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 120

134 No Periode Validasi Objek Validasi Tabel 3.26 Progress pemenuhan akurasi data SIMPEG Data yang Akurat Persentase (%) 1 Semester I ,56 2 Triwulan IV ) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator Persentase akurasi data SIMPEG antara lain: a. Ketidakjelasan mekanisme pengukuran validitas data SIMPEG Terdapat perbedaan mekanisme pengukuran validitas data SIMPEG antar unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, pengukuran yang dilakukan di DJPU adalah dengan mengonfirmasikan akurasi print out Daftar Riwayat Hidup (DRH) kepada pegawai yang menjadi sampel, sedangkan di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan pengukuran akurasi data SIMPEG dilakukan secara online, dimana seluruh pegawai dapat mengakses dan mengisi form kelengkapan data melalui portal Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. b. Aplikasi SIMPEG yang dikelola oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan belum dapat mengakomodir kebutuhan pengelolaan data kepegawaian di DJPU, antara lain disebabkan oleh: 1) Kurangnya referensi dalam beberapa field. Sebagai contoh dalam nama/jenis pendidikan, nama jabatan selain jabatan struktural dan fungsional, serta unit kerja; 2) Hasil print out DRH tidak sesuai dengan data yang telah tersimpan dalam database. Sebagai contoh, dalam database telah diinput data anak, tetapi dalam DRH belum tercantum. c. Kurangnya kepedulian pegawai terhadap data masing-masing Terdapat pegawai yang tidak menyampaikan perubahan data kepegawaian secara teratur kepada user SIMPEG, sehingga tidak dapat dilakukan up dating ke dalam aplikasi. Hal tersebut berakibat pada ketidakakuratan data dalam SIMPEG. Sebagai contoh, masih terdapatnya pegawai yang mengikuti training/workshop/seminar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 121

135 selain yang diselenggarakan DJPU namun tidak melaporkan keikutsertaannya. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a. Melakukan revisi Standard Operating Procedure terkait pengadministrasian data pegawai; b. Membuat standar mekanisme pengukuran, yaitu Manual Perekaman SIMPEG; c. Melakukan koordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan terkait permasalahan pada aplikasi SIMPEG. c. Pencapaian SS Perwujudan TIK yang terintegrasi dengan indikator persentase pengembangan database utang yang terintegrasi dan persentase akurasi data SIMPEG, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. 12. SS Pelaksanaan anggaran yang optimal dengan indikator Persentase penyerapan DIPA Indikator persentase penyerapan DIPA bertujuan untuk mengukur sejauh mana perencanaan anggaran dilaksanakan sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam proses perencanaan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: a. Persentase penyerapan DIPA (Belanja Barang dan Belanja Modal) pada tahun 2012 ditargetkan 95,00% (Rp51,41 miliar), dengan realisasi sebesar 96,50% (Rp52,22 miliar), sehingga memperoleh nilai capaian 101,58%, dengan rincian: Tabel 3.27 Penyerapan DIPA (non belanja pegawai) DJPU Tahun 2012 No Belanja Pagu DIPA Realisasi % Sisa 1 Barang Rp 43,60 miliar Rp42,11 miliar 96,58% 1,49 milyar 2 Modal Rp10,51 miliar Rp10,11 miliar 96,20% 0,40 milyar Jumlah Rp54,11 miliar Rp52,22 miliar 96,50% 1,89 Milyar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 122

136 Rincian sisa anggaran sebesar 3,50% (Rp1,89 miliar) sebagai berikut: 1) Belanja barang sebesar Rp1,49 miliar merupakan hasil efisiensi dari pelaksanan kegiatan, dengan rincian sebagai berikut: a) Belanja Barang operasional Rp0,25 milyar; b) Belanja Barang Non Operasional sebesar Rp0,88 milyar; c) Belanja Jasa Rp0,05 milyar d) Belanja Pemeliharaan Rp0,16 milyar; dan e) Belanja Perjalanan dinas Rp0,15 milyar. 2) Belanja modal sebesar Rp0,40 miliar, merupakan hasil efisiensi dari pelaksanaan pengadaan barang dan jasa TA b. Tantangan yang dihadapi dalam melakukan pencapaian target indikator kinerja persentase penyerapan DIPA adalah: 1) Penundaan/perubahan jadwal kegiatan yang telah direncanakan baik yang disebabkan kendala internal maupun eksternal; 2) Adanya kebijakan pembatasan palaksanaan kegiatan rapat internsif (konsinyering) dan adanya kebijakan penghematan anggaran; dan 3) Disiplin pada rencana penarikan anggaran yang telah ditetapkan. c. Upaya yang dilakukan antara lain: 1) Melakukan mitigasi dan mengambil langkah-langkah antisipasi lebih cepat atas penundaan dan perubahan jadwal kegiatan; 2) Penyesuaian jadwal pelaksanaan kegiatan dilakukan tanpa mempangaruhi target capaian kinerja yang telah ditetapkan; 3) Alokasi anggaran yang terkena dampak kebijakan pembatasan dan penghematan direalokasi untuk kegiatan lain yang lebih mendesak; 4) Berupaya melaksanakan kegiatan sesuai jadwal yang telah ditetapkan; 5) Memonitor dan mempercepat proses tagihan pelaksanaan kegiatan seperti tagihan hotel, honor kegiatan, honor tim, biaya diklat, dan pembayaran atas pengadaan barang modal dan tagihan lainnya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 123

137 Berikut ini adalah grafik penyerapan DIPA DJPU tahun pada tahun 2010 sampai Grafik 3.5 Penyerapann DIPA DJPU tahun Realisasi Pagu Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyerapan DIPA, pada tahun 2012 dapat tercapai dengan baik. C. Kinerja lainnya Disamping SS yang tersebut di atas, terdapat beberapa kinerja yang terkait dengan SS tersebut dan lebih bersifat outcomes, namun tidak menjadi IKU DJPU, yaitu: 1. Pelaksanaan Pinjaman Dalam Negeri Tahun 2012 Pinjaman Dalam Negeri merupakan diversifikasi sumber pembiayaan (new portofolio) untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah sebagai alternatif sumber pembiayaan terhadap Defisit APBN. Pinjaman Dalam Negeri pertama kali dilaksanakan pada tahun 2010 melalui Seleksi Calon Pemberi Pinjaman Dalam Negeri yang dapat diikuti oleh BUMN, Perusahaan Daerah dan Pemerintah Daerah sesuai klasifikasi dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaann dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri (PDN) oleh Pemerintah. Untuk Tahun Anggaran 2012, telah dialokasikan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

138 Anggaran 2012, Pembiayaan melalui PDN untuk memenuhi kebutuhan belanja Alut Polri dan Alutsista TNI/Kementerian Pertahanan. Pelaksanaan PDN Tahun Anggaran 2012 untuk komitmen sebesar Rp1 Triliun telah selesai dilaksanakan, dengan pemenang adalah PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. Kontrak PDN telah ditandatangani pada tanggal 11 Juni Implementasi Perjanjian PDN menggunakan mekanisme Credit Line, dimana perjanjian dibuat dalam bentuk General Agreement (Perjanjian Induk) yang mengatur Pinjaman secara umum dan Individual Contract Loan Agreement (Perjanjian Realisasi) yang syarat dan ketentuannya disesuaikan dengan masingmasing Kontrak Jual Beli (KJB) untuk Alut Polri dan Alutsista TNI berkenaan. Naskah Perjanjian Induk PDN dengan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. senilai Rp1 Triliun telah ditandatangani pada tanggal 29 Juni Pelaksanaan Pinjaman Kreditor Swasta Asing (KSA) Tahun 2012 Pelaksanaan seleksi calon Kreditor Swasta Asing (KSA) merupakan implikasi dari ketentuan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah yang mengatur bahwa untuk pinjaman yang ditetapkan bersumber dari KSA, maka pengadaan pembiayaannya dilaksanakan secara terpisah dengan pengadaan barang/jasa berkenaan. Hal ini merupakan hal yang baru dan berbeda dengan ketentuan dalam PP pendahulunya (PP No.2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri) di mana pengadaan pembiayaan baik yang bersumber dari KSA (sebelumnya disebut komersial) maupun yang bersumber dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPKE) satu paket dengan pengadaan barang/jasa berkenaan. Berkenaan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengadaan Pembiayaan dari KSA (PMK PKSA) telah ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 30 Januari 2012 dengan Nomor 14/PMK.08/2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 125

139 Proses seleksi calon KSA melalui tahapan sebagaimana tertuang dalam PMK PKSA dimulai sejak Executing Agency menyampaikan Surat Konfirmasi Pengadaan Barang dan Jasa (SKPBJ) kepada Kemenkeu yang telah dapat dilakukan sejak pemenang kontrak mendapat penetapan. Selanjutnya dilakukan proses persiapan seleksi oleh unit struktural DJPU, termasuk: a. Proses shortlisting KSA; b. Penyampaian Request For Interest/RFI kepada shortlisted KSA; c. Penerimaan Letter of Interest/Surat Pernyataan Kesediaan Pembiayaan (SPKP) dari calon KSA (selama 14 hari kerja); dan d. Perhitungan benchmark (dilakukan menjelang evaluasi). Berdasarkan hasil penerimaan SPKP oleh unit struktural, pelaksanaan seleksi kemudian dilakukan oleh Panitia Seleksi dibantu Tim Sekretariat, meliputi: a. Penyampaian Request for Proposal/RFP; b. Penerimaan Loan Proposal/Surat Tawaran Pembiayaan (STP), selama 21 hari kerja; c. Pelaksanaan evaluasi atas STP; d. Penyampaian rekomendasi pemenang kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang; e. Penyampaian pemenang seleksi; dan f. Penerimaan Letter of Commitment dari pemenang seleksi. Dalam hal ini, penetapan pemenang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setelah proses seleksi selesai, pemenang seleksi akan menyampaikan Letter of Commitment kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk diteruskan kepada unit struktural yang menangani pinjaman dari cabang negara yang diwakili oleh pemenang seleksi untuk ditindaklanjuti dengan pelaksanaan negosiasi Loan Agreement (selain financial terms and conditions) sampai dengan penandatanganannya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 126

140 3. Penyelesaian Revisi SKB Tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI (Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Gubernur BI) Revisi SKB Tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI (Menko Perekonomian, Menkeu dan Gubernur BI) telah ditandatangani pada tanggal 31 Juli Adapun pokok-pokok SKB tersebut antara lain: a. Restrukturisasi SRBI-01, sebesar Rp126,7 triliun; b. Menyesuaikan kewajiban Pemerintah untuk menutup kekurangan modal BI sesuai dengan UU BI yaitu apabila kurang dari Rp2 triliun; dan c. Pemerintah dapat melakukan pelunasan SRBI-01/MK/2003 lebih cepat dengan cara konversi SRBI-01 menjadi SBN tradable dengan persyaratan dan ketentuan yang disepakati bersama antara Pemerintah dan BI. 4. Penyiapan Pelaksanaan Konversi SUP menjadi SBN Tradable Yang telah dilakukan DJPU dalam rangka persiapan pelaksanaan konversi antara lain: a. Sesuai dengan pertemuan tanggal 28 Agustus 2012, Menkeu pada prinsipnya setuju dengan draft final SKB restrukturisasi dan/atau konversi SUP dimaksud, namun demikian DJPU diminta untuk membuat bahan presentasi yang lebih detil, antara lain mencakup hasil audit BPK terhadap bank rekap, sejarah bank rekap, sejarah BLBI, dan data-data dari BPPN. Wamen II diminta menjadi koordinator penyiapan bahan-bahan dimaksud termasuk dari sumber yang kredibel, yaitu pejabat yang terlibat dalam proses rekap dan BLBI; b. Draft paper terkait obligasi rekap dan bahan presentasi yang lebih detil serta diagram skematik terkait sejarah SU1, SU2, SU3, dan SU4 telah disampaikan kepada Sekretariat Jenderal c.q. Pushaka pada tanggal 2 Oktober 2012; c. Telah dilaksanakan rapat dengan Biro Hukum Kementerian Keuangan dan Internal DJPU pada tanggal 30 Oktober 2012 dengan agenda rapat Pembahasan tanggapan surat Gubernur Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan mengenai tindak lanjut penyelesaian draft SKB Restrukturisasi dan/atau Konversi Surat Utang Pemerintah menjadi SBN tradable (SKB Konversi); d. Telah dilaksanakan rapat lanjutan dengan Bank Indonesia, Biro Hukum Kementerian Keuangan dan Internal DJPU pada tanggal 7 November 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 127

141 dengan agenda rapat Pembahasan surat Gubernur Bank Indonesia kepada Menteri Keuangan mengenai tindak lanjut penyelesaian draft SKB Restrukturisasi dan/atau Konversi Surat Utang Pemerintah menjadi SBN tradable (SKB Konversi), dengan kesimpulan rapat: 1) Berhubung batas waktu tanggal 31 Oktober 2012 sudah terlampaui maka pihak Kementerian Keuangan mengajukan usulan untuk melakukan addendum ketentuan pasal II Perubahan SKB tahun 2003 yang telah ditandatangani tanggal 31 Juli 2012; 2) Untuk sementara pihak Bank Indonesia belum dapat mengambil keputusan terkait usulan addendum dari pihak tim teknis Kementerian Keuangan. Namun demikian, tim teknis Bank Indonesia mengusulkan agar kiranya pihak Kementerian Keuangan untuk tetap menyampaikan jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia sebagai dasar untuk koordinasi internal lebih lanjut di Bank Indonesia; 3) Updating proyeksi modal BI terkini akan disampaikan apabila penyelesaian restrukturisasi mendekati tahap akhir; dan 4) Masing-masing pihak akan melaporkan hasil pertemuan ini kepada Pimpinan dan tetap berkoordinasi atas perkembangan SKB konversi. e. Surat Menteri Keuangan telah disampaikan kepada Gubernur Bank Indonesia melalui surat nomor: S-860/MK.08/2012 tanggal 3 Desember 2012 mengenai Penyampaian Tanggapan terkait Tindak Lanjut Penyelesaian Draft SKB Restrukturisasi dan/atau Konversi SUP menjadi SBN Tradable (SKB Konversi). 5. Implementasi Crisis Management Protocol pasar SBN sebagai salah satu subprotocol dalam CMP-Nation Wide; CMP Pasar SBN telah terintegrasi dengan CMP Nation Wide atau CMP Nasional. CMP Nasional merupakan pedoman dan tata cara dalam melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan secara nasional. CMP Nasional merupakan integrasi dari CMP Nilai Tukar, Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (asuransi, dana pensiun, dan perusahaan pembiayaan), Pasar Modal, Pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Fiskal. CMP Nasional diintegrasikan melalui peran koordinator di masing-masing lembaga yang berfungsi sebagai penghubung dalam pertukaran data dan informasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 128

142 surveillance terhadap indikator CMP di masing-masing lembaga. Hasil surveillance tersebut mengindikasikan kondisi normal atau kondisi tidak normal (waspada, siaga, atau mengarah krisis). Indikasi kondisi dimaksud kemudian menjadi dasar pelaksanaan koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, serta menjadi dasar bagi proses pengambilan keputusan yang dilakukan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Dalam kondisi normal, FKSSK wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan, melakukan rapat koordinasi, memberikan rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan, dan melakukan pertukaran informasi. Dalam kondisi tidak normal, tiap anggota FKSSK yang mengindikasikan adanya krisis pada sistem keuangan, dapat mengajukan ke FKSSK untuk mengadakan rapat koordinasi untuk memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. DJPU juga telah mempunyai Crisis Binder Pasar SBN yang merupakan panduan rinci dalam melakukan langkah pencegahan dan penanganan krisis pasar SBN. Crisis Binder Pasar SBN telah terintegrasi dengan Crisis Binder Sekretariat FKSSK yang merupakan gabungan crisis binder Kementerian Keuangan (Pasar SBN dan Fiskal), Bank Indonesia (Nilai Tukar dan Perbankan), OJK (Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bukan Bank), dan LPS (Perbankan). DJPU telah terlibat secara aktif dalam memberikan kontribusi assessment pasar SBN, market update harian CMP Pasar SBN, menghadiri pertemuan-pertemuan Tim Teknis Sekretariat FKSSK, Deputies Meeting, maupun pertemuan FKSSK antara Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK dan Ketua Dewan Komisioner LPS, menghadiri capacity building/seminar/workshop dalam stabilitas sistem keuangan, serta aktif dalam simulasi CMP nasional (fire drill). 6. Investor Gathering Investor Gathering adalah agenda tahunan DJPU yang diselenggarakan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi mengenai pencapaian, arah kebijakan dan strategi pengelolaan utang serta untuk mengetahui tanggapan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) DJPU atas kebijakan tersebut. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 129

143 Pelaksanaan investor gathering DJPU tahun 2012 diselenggarakan pada tanggal 29 November 2012 bertempat di Ruang Mezzanine, Gedung Djuanda I lantai M, Jakarta Pusat. 7. Penyelenggaraan Dealer Meeting DJPU secara rutin menyelenggarakan pertemuan dengan dealer utama (dealers meeting) dengan tujuan untuk memberikan update informasi serta memperoleh masukan mengenai penerapan kebijakan baru, baik yang masih dalam tataran proses pengambilan keputusan maupun yang telah ditetapkan terkait dengan pengelolaan SBN. Selain itu, pertemuan tersebut juga dimaksudkan untuk menyampaikan evaluasi kinerja dealer utama selama periode tertentu dan memperoleh kondisi pasar terkini yang diharapkan dapat menunjang pengambilan kebijakan pengelolaan SBN. Adapun rincian penyelenggaraan dealers meeting pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 3.28 Rincian penyelenggaraan dealers meeting pada tahun 2012 No Tanggal Agenda 1 28 Februari 2012 Diskusi mengenai perkembangan kondisi pasar terkini 2 31 Mei 2012 a. Pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penjualan Surat Utang Negara Dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik Dengan Cara Bookbuilding; dan b. Pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah dan Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik Agustus 2012 a. Evaluasi kinerja Dealer Utarna Semester I tahun 2012; dan b. Diskusi mengenai perkernbangan kondisi pasar terkini Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 130

144 No Tanggal Agenda 4 8 November 2012 Evaluasi kinerja dealer utama dan rencana transaksi SUN pada tahun Penyelenggaraan Analysts Meeting Dalam rangka memperoleh update informasi mengenai perkembangan pasar terkini serta outlook perekonomian global dan domestik, DJPU secara rutin mengadakan pertemuan dengan analis (analyst meeting). Pada tahun 2012, analyst meeting yang dilakukan oleh DJPU adalah sebagai berikut: Tabel 3.29 Penyelenggaraan Analysts Meeting Tahun 2012 No. Tanggal Topik 1 13 Januari 2012 Perkembangan pasar terkini serta outlook perekonomian global dan domestik 2 22 Februari 2012 Perkembangan pasar terkini serta outlook perekonomian global dan domestik 3 5 April 2012 Diskusi mengenai kebijakan pengelolaan Surat Utang Negara 4 27 April 2012 Perkembangan pasar terkini serta outlook perekonomian global dan domestik 5 28 Mei 2012 Pertemuan Menteri Keuangan dengan para Analis dan Pengamat Ekonomi 9. Koordinasi dan Kerjasama dengan Instansi maupun Pelaku Pasar baik Domestik maupun Internasional DJPU juga melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan hubungan kelembagaan dengan lembaga-lembaga terkait dengan pengelolaan SBN seperti lembaga rating, komunikasi dengan publik meliputi berbagai kalangan masyarakat mencakup akademisi, kalangan profesional, dan pelaku pasar terutama investor, serta pengembangan basis investor agar dapat menjaga debt sustainability. Selain Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 131

145 itu, hal ini juga diharapkan agar DJPU dapat selalu mengetahui informasi yang berkembang baik dari internal Pemerintah maupun pihak eksternal. Adapun rincian forum kerja sama domestik dan internasional pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 3.30 Partisipasi dalam forum regional dan internasional tahun 2012 No. Tanggal Tempat Agenda Februari 2012 Hongkong ASEAN + 3 Bond Market Forum (ABMF) 2 9 April 2012 Indonesia AMRO Visit April 2012 Filipina ASEAN + 3 Bond Market Forum (ABMF) 4 16 April 12 Indoneisa ADB Bond Monitor Launch Juni 2012 Turki Gemloc Investor-Country Conference and Advisory Services Workshop November 2012 Thailand 10th Meeting of ASEAN+3 Bond Market Forum (ABMF) Selain beberapa forum kerja sama regional dan internasional di atas, DJPU juga mengikuti beberapa forum domestik diantaranya Investor Summit yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia pada tanggal 28 November 2012 di Jakarta dan 5 Desember 2012 di Surabaya. 10. Sharing knowledge dengan negara lain Selain sosialisasi yang dilaksanakan di berbagai perguruan tinggi, DJPU juga aktif dalam proses sharing knowledge dengan negara lain yang mengirimkan delegasinya. Pada tahun 2012, sharing knowledge yang dilakukan oleh DJPU untuk negara lain adalah sebagai berikut: a. Sharing knowledge dalam rangka Kerja Sama Selatan-selatan dan Triangular (KSST) pada tanggal 17 September 2012 bertempat di Ruang Rapat Bhinneka Tunggal Ika, Gedung Frans Seda (DJPU), Jakarta; b. Delegasi dari Kerajaan Bhutan pada tanggal 5 s.d. 7 November 2012; Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 132

146 c. Capacity building untuk negara Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam (BCLMV) pada tanggal 7 November 2012 bertempat di Ruang Rapat Bhinneka Tunggal Ika, DJPU, Jakarta; dan d. BCLMV Knowledge Support - Kick off Seminar pada tanggal 6 s.d. 7 Desember 2012 bertempat di Shanghai, China. Suasana Capacity building untuk negara Brunei, Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam (BCLMV) pada tanggal 7 November 2012 Kegiatan sharing knowledge bersama delegasi dari Kerajaan Bhutan pada tanggal 5 November 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 133

147 11. Monitoring opini publik Menjaga kredibilitas pengelolaan utang yang baik sangat penting untuk menunjang pengembangan pasar utang karena dapat menigkatkan kepercayaan investor dalam berinvestasi di utang. Salah satu cara untuk menjaga kredibilitas pengelolaan utang tersebut adalah dengan melakukan monitoring opini publik agar pemberitaan yang beredar di media masa sesuai dengan fakta pengelolaan utang. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menunjang proses monitoring opini publik, pada tahun 2012 DJPU melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Analisis pemberitaan media DJPU melakukan inventarisasi pemberitaan media masa terkait dengan pengelolaan utang secara harian untuk kemudian dianalisis secara berkala. Pada awalnya analisis pemberitaan media dilakukan secara berkala tiap kuartal, namun dengan mempertimbangkan tingkat akurasi dan update analisis pemberitaan media tersebut maka analisis dilakukan secara bulanan. b. Tanggapan atas pemberitaan negatif Selain melakukan pemantauan dan analisis pemberitaan media, DJPU juga secara aktif melakukan tanggapan atas pemberitaan negatif yang berkembang di media masa baik langsung maupun melalui Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Beberapa tanggapan yang dilakukan oleh DJPU melalui Biro Komunikasi dan Layanan Informasi adalah sebagai berikut: Tabel 3.31 Tanggapan DJPU atas pemberitaan negatif terkait pengelolaan utang No Tanggal Keterangan Mei 2012 Tanggapan pemberitaan negatif mengenai pengelolaan utang Pemerintah di beberapa media cetak pada tanggal 28 Mei September 2012 Tanggapan atas pemberitaan di Koran Jakarta pada tanggal 7 September 2012 dengan judul artikel "Pembayaran Obligasi Rekap Miskinkan Generasi Mendatang" Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 134

148 12. Publikasi / informasi dalam rangka transparansi pengelolaan SBN Untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan SBN yang transparan dan akuntabel, DJPU secara aktif melakukan publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan SBN melalui siaran pers, press conference, update informasi di website, dan memberikan tanggapan atas pertanyaan dan permintaan data yang dilaksanakan langsung oleh DJPU dan/atau bekerja sama dengan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Tabel 3.32 Realisasi publikasi pengelolaan SUN tahun 2012 No. Uraian Keterangan Renc 2012 Rea % 2012 Ket 1 Siaran Pers Terkait Transaksi SUN Sesuai Kalender Penerbitan % 2 Data perkembangan SUN (bahan penyusunan buku saku) Sebulan sekali % 3 Presentasi investor meeting Sebulan 2 kali + tiap ada kunjungan investor % 4 Bahan update di web % - Posisi outstanding sebulan min. 3 kali (awal, akhir, & apabila ada perubahan outstanding utang) Perdagangan ON domestik seri benchmark 1 minggu sekali (2 bahasa) Perdagangan rata-rata harian ON domestik berdasarkan sektor 1 bulan sekali (2 bahasa) Perdagangan rata-rata harian ON domestik 1 bulan sekali (2 bahasa) Kepemilikan SBN-dlm 2 bahasa Setiap hari (2 bahasa) Daftar kuotasi harga seri benchmark 1 minggu sekali (2 bahasa) Berita terkait pengelolaan SUN dan jadwal lelang Sesuai event % Max 120% Rata - rata 112% Penyampaian informasi kepada publik juga dilaksanakan melalui konferensi pers yang dilaksanakan bekerja sama dengan Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Adapun rincian konferensi pers yang dilaksanakan selama tahun 2012 adalah sebagai berikut: Tabel 3.33 Penyelenggaraan konferensi pers Tahun 2012 No. Tanggal Tema Januari 2012 Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tahun April 2012 Penerbitan Second Drawdown GMTN 2012 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 135

149 No. Tanggal Tema Juni 2012 Presentasi obligasi rekap Juli 2012 Presentasi pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) September 2012 Launching ORI Oktober 2012 Penjatahan ORI Penyelesaian kajian instrumen terkait pengelolaan SBN Secara berkelanjutan, DJPU terus berupaya melakukan pengembangan instrumen SUN melalui berbagai macam kajian pengembangan instrumen SUN untuk meningkatkan fleksibilitas Pemerintah dalam pembiayaan fiskal yang bersumber dari dalam negeri (SUN rupiah) dan dari luar negeri (SUN valas) sehingga dapat meningkatkan kapasitas sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pembiayaan dari instrumen pembiayaan tertentu. Selama tahun 2012, DJPU berhasil menyusun empat kajian pengembangan instrumen SUN yaitu : a) Kajian Samurai Bond tanpa Jaminan JBIC yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan melalui nota dinas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang nomor ND- 32/PU/2012 tanggal 12 Februari 2012; b) Kajian mengenai mekanisme distribusi ORI di pasar perdana yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan melalui nota dinas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang nomor ND-214/PU/2012 tanggal 26 November 2012; c) Kajian liabilities management melalui buyback/debswitch ON Valas yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan melalui nota dinas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang nomor ND-213/PU/2012 tanggal 26 November 2012; dan d) Kajian mengenai Penerbitan SUN Valas di Pasar Internasional dengan menggunakan Format SEC Registered yang dilaporkan kepada Menteri Keuangan melalui nota dinas Direktur Jenderal Pengelolaan Utang nomor ND- 238/PU/2012 tanggal 28 Desember Penyiapan infrastruktur dalam rangka penerbitan SUN Valas Dalam Negeri Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam rangka penerbitan SUN Valas dalam negeri antara lain: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 136

150 a. Penyusunan kajian terkait penerbitan SUN Valas dalam negeri yang telah selesai dilaksanakan; b. Penerbitan PMK No.128/PMK.08/2012 tentang Penjualan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Bookbuilding; c. Penyusunan RPMK tentang Penjualan SUN dalam Valas di Pasar Perdana Domestik dengan Lelang yang saat ini sedang dalam proses. d. Terkait dengan kesiapan sistem lelang dan penatausahaan setelmen serta agen pembayaran untuk transaksi SUN Valas di pasar domestik, Pemerintah telah menyampaikan surat kepada BI terkait matriks terms and conditions Obligasi Negara berdenominasi USD di pasar domestik serta tindak lanjut persiapan rencana penerbitan SUN valas di pasar domestik melalui metode bookbuilding atau lelang dengan menggunakan BI SSSS. Saat ini BI sedang menyiapkan sistem BI SSSS Generasi II untuk dapat mengakomodasi transaksi SUN Valas (multi currencies) di pasar perdana domestik. Telah dilakukan pertemuan dengan Tim BI SSSS, dimana BI menyatakan kesanggupan untuk menyiapkan infrastruktur, dan ditargetkan dilakukan simulasi pada semester I tahun Penerbitan PBS (Project Base Sukuk) Penerbitan instrumen SBSN baru berupa PBS (Project Base Sukuk), dengan menggunakan akad Ijarah asset to be leased dan underlying asset berupa proyekproyek Pemerintah yang telah masuk dalam APBN tahun 2012, sebesar Rp30,3 triliun atau 53,12% dari total penerbitan SBSN tahun 2012, terdiri dari: a. Lelang SBSN seri PBS Rp16,7 triliun; b. Sukuk Ritel SR-004 Rp13,6 triliun. 16. Pengendalian Utang Pemerintah a. Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri (BMPLN) merupakan indikasi batas tertinggi penarikan PLN yang dapat dialokasikan dalam APBN. Tujuan dari penyusunan BMPLN adalah untuk mengendalikan pinjaman luar negeri dari segi jumlahnya dalam periode jangka menengah. Penyusunan BMPLN disesuaikan dengan strategi utang jangka menengah dan menjadi salah satu Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 137

151 pertimbangan dalam menyusun Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN). BMPLN ditinjau kembali (review) setiap tahun untuk disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan pembiayaan tahunan. Review tersebut untuk mengetahui jumlah komitmen yang telah dilakukan, dan untuk menyesuaikan kembali dengan arahan kebijakan pengelolaan utang. Hasil review tahun 2012 menunjukkan bahwa implementasi BMPLN tahun 2013 telah sesuai bila dilihat dari sisi penerapan kebijakan net negative transfer, namun perlu ditingkatkan kembali dengan cara mempertajam fungsi BMPLN sebagai alat pengendalian pinjaman luar negeri. Di samping itu, terdapat perubahan-perubahan yang perlu diakomodasi dalam peningkatan kualitas pengelolaan pinjaman luar negeri baik dari sisi kuantitatif maupun kualitatif. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, perlu dipertimbangkan untuk menyusun revisi BMPLN yang dapat mengakomodasi perubahan-perubahan dimaksud, yaitu: 1) Percepatan penarikan atas stock undisbursed; 2) BMPLN perlu menetapkan batasan komitmen pinjaman luar negeri baru secara absolut; 3) Perlunya pembagian batasan untuk pinjaman luar negeri bagi pemerintah pusat dan penerusan pinjaman; 4) Perlu penyesuaian BMPLN dengan Strategi Pengelolaan Utang Negara antara lain dengan mempertimbangkan; a) Pembiayaan melalui pinjaman luar negeri untuk periode hanya untuk kegiatan dalam rangka infrastruktur, energi, dan pembangunan Minimum Essential Force (MEF); dan b) Menghentikan komitmen baru pinjaman tunai/program mulai tahun Pinjaman tunai/program yang dapat dilaksanakan merupakan implementasi dari pinjaman-pinjaman untuk program yang masih berjalan (on-going); dan c) Kegiatan-kegiatan yang diperkirakan tidak dapat terselesaikan pada akhir periode jangka menengah diusulkan untuk tidak dilanjutkan. b. Pengendalian Pinjaman Dalam Negeri Pelaksanaan Pinjaman Dalam Negeri (PDN) masih dalam tahap awal yang memerlukan familiarity dan berbagai penyempurnaan di setiap tahapan. Untuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 138

152 itu, besaran alokasi PDN untuk kurun waktu ditetapkan dengan jumlah yang relatif kecil dengan alokasi setiap tahun sebesar Rp1 triliun. Pada kuartal 4 tahun 2012, telah dilaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan PDN untuk periode Hasil evaluasi menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan PDN masih mengalami berbagai hambatan yang mengakibatkan realisasi penyerapan yang tidak optimal. Permasalahan pelaksanaan PDN tersebut diantaranya adalah kurang akuratnya perencanaan kegiatan dan terlambatnya pelaksanaan kegiatan atau penyediaan barangnya oleh pihak ketiga. Hingga 31 Oktober 2012, total outstanding PDN adalah sebesar Rp1,38 triliun. Jumlah tersebut telah memperhitungkan realisasi pembayaran pokok sebesar Rp70,63 miliar dimana sesuai persyaratan dan ketentuan dalam masing-masing perjanjian pinjaman, pembayaran pokok dilakukan mulai Semester II Tahun c. Batas Maksimal Penerbitan SBSN untuk Pembiayaan Proyek Dalam rangka efisiensi pengelolaan utang, diperlukan pengembangan instrumen yang dapat digunakan untuk pembiayaan. Salah satu yang dilakukan adalah penerbitan SBSN dengan skema project financing. Salah satu peran DJPU agar instrumen ini dapat digunakan adalah penetapan indikasi proyek yang akan dibiayai dari penerbitan SBSN yang meliputi besaran dan jenis/kriteria proyek yang siap dilaksanakan. Penetapan indikasi tersebut dilakukan dengan Batas Maksimal Penerbitan SBSN untuk membiayai proyek (BMP-SBSN Proyek) yang bersifat tahunan dan digunakan sebagai dasar penyusunan resource envelope dan penetapan pagu anggaran. Pemenuhan dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah merupakan salah satu kriteria proyek yang akan dibiayai dengan SBSN. Selain itu, proyek yang dibiayai harus memenuhi readiness criteria sesuai ketentuan yang berlaku dengan tetap memperhatikan kualitas penyiapannya. Keberhasilan penerbitan SBSN dengan skema project financing mensyaratkan koordinasi intensif dalam penyediaan pembiayaan, serta disiplin dalam pelaksanaan proyek secara tepat waktu. BMP-SBSN sebagai pedoman bagi Bappenas dalam melakukan perencanaan kegiatan yang akan dibiayai dengan penerbitan SBSN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 139

153 17. Penerapan Asset Liability Management Visi Kementerian Keuangan adalah Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan". Dalam mewujudkan visi tersebut dilakukan reformasi pengelolaan keuangan negara dimana salah satu area yang menjadi sasaran adalah pengelolaan risiko keuangan negara yang berkaitan dengan Neraca Keuangan (balance sheet) Pemerintah. Dalam kerangka kerja pengelolaan risiko keuangan negara tersebut mulai diperkenalkan sistem pengelolaan risiko keuangan negara dengan menggunakan pendekatan Asset Liability Management (ALM). ALM dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pengelolaan risiko keuangan negara yang berkaitan dengan Neraca Keuangan Pemerintah dengan mengkoordinasikan pengelolaan aset dan pengelolaan kewajiban untuk mengendalikan risiko keuangan negara dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Risiko keuangan negara yang dicakup dalam ALM antara lain risiko likuiditas dan risiko pasar (risiko tingkat bunga dan risiko nilai tukar). Untuk mengelola keuangan Pemerintah dengan menggunakan ALM dibutuhkan suatu sistem Teknologi Informasi yang terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran posisi keuangan pemerintah utamanya eksposur risiko dan dampak yang terjadi terhadap eksposur risiko dimaksud apabila terjadi perubahan faktor ekonomi makro dan pasar keuangan. Adanya sistem informasi ALM dapat membantu pengambil keputusan dalam memahami kondisi risiko keuangan negara pada suatu waktu secara komprehensif sehingga menunjang pelaksanaan pengelolaan risiko keuangan yang dihadapi Pemerintah secara optimal. Pembangunan IT ALM System dimulai pada tahun 2011 berupa pengadaan hardware, software, dan aplikasi dasar ALM yang utamanya terkait dengan proyeksi cash flow Pemerintah. Pada tahun 2012, IT ALM System yang telah dibangun pada tahap I tersebut di atas, dilanjutkan dengan pembangunan aplikasi pengelolaan risiko keuangan Pemerintah berdasarkan ALM framework yang dilengkapi dengan simulasi yang dinamis dan stress test terhadap pengelolaan risiko tersebut. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 140

154 Dalam rangka penerapan ALM secara komprehensif, telah dilakukan serangkaian koordinasi yang melibatkan unit-unit terkait di lingkungan Kementerian Keuangan (DJPU, DJPb, DJA, BKF, dan Setjen) dibantu dengan Tim Asistensi Penyempurnaan Sistem Treasury yang terdiri dari para praktisi pasar keuangan khususnya perbankan, yang menguasai best practice penerapan ALM perbankan untuk kiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan penerapan ALM Kementerian Keuangan. Berikut rangkaian rapat koordinasi yang telah dilaksanakan selama tahun 2012: Tabel 3.34 Tahapan rapat koordinasi terkait penerapan IT-ALM Tanggal Pokok Pembahasan 9 Maret 2012 ALM Framework 6 Juli 2012 Pembentukan Komite ALM dan Perkembangan IT ALM System 8 Agustus 2012 Kick Off Meeting IT ALM System 14 Agustus 2012 Presentasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) 14 September 2012 Penyampaian Hasil Kajian atas ALM Australia, Business Requirement Document IT ALM Tahap II dan Organisasi ALM 25 Oktober 2012 Presentasi Konsultan terkait Progress Pembangunan IT ALM System 6 November November Desember 2012 Koordinasi Kebutuhan dan Suplai Data IT ALM System Formula Proyeksi berdasarkan Driver IT ALM Kementerian Keuangan Presentasi Konsultan terkait Progress Pembangunan IT ALM System 18. Penerapan Fleksibilitas Pembiayaan Utang Fleksibilitas pembiayaan utang merupakan suatu mekanisme yang untuk mengganti instrumen utang yang digunakan untuk membiayai kegiatan prioritas dengan instrumen utang yang lain yang lebih menguntungkan dan tersedia di pasar keuangan. Tujuannya adalah untuk menjamin terlaksananya kegiatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 141

155 prioritas dan untuk memperoleh instrumen utang yang lebih menguntungkan bagi pemerintah. Mekanisme dapat dijalankan dalam hal terdapat instrumen pembiayaan utang yang lebih menguntungkan dan/atau ketidaktersediaan salah satu instrumen pembiayaan utang. Pertimbangan tersebut menjadi relevan ketika kondisi pasar keuangan internasional tidak kondusif sehingga menyebabkan ketidaktersediaan instrumen pinjaman luar negeri atau pinjaman tersebut tersedia namun dengan cost of borrowing yang tinggi. Dalam penerapannya, diperlukan upaya agar fleksibilitas pembiayaan melalui utang dapat dilaksanakan, antara lain: a. Perlu kepastian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran berkenaan; b. Persyaratan efektif kontrak tidak dikaitkan dengan pembiayaan, namun dipersyaratkan agar kegiatan telah disetujui oleh DPR melalui UU APBN; c. Dengan adanya jaminan atas pembiayaan kegiatan, pemblokiran (tanda bintang) anggaran tidak diperlukan; dan d. Kementerian/Lembaga pelaksana kegiatan memastikan agar kegiatan dapat dilaksanakan pada awal tahun anggaran berkenaan. Selama tahun 2012, DJPU telah melakukan beberapa upaya agar kebijakan fleksibilitas pembiayaan utang dapat dilaksanakan. Salah satu upaya yang telah dilakukan yaitu dengan mengusulkan klausul mengenai fleksibilitas pembiayaan utang dalam APBN-P tahun 2012 dan APBN tahun Klausul dimaksud diperlukan mengingat dalam APBN yang berlaku, anggaran untuk masing-masing instrumen pembiayaan melalui utang bersifat mengikat. Anggaran SBN dan Pinjaman merupakan anggaran nilai bersih maksimal yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah. Selanjutnya, pelaksanaan fleksibilitas pembiayaan utang perlu didukung oleh mekanisme operasional yang dituangkan dalam peratuan pelaksanaan. Oleh karena itu, DJPU mengupayakan penyusunan Peraturan Menteri Keuangan yang memuat operasionalisasi fleksibilitas pembiayaan utang. Peraturan dimaksud diharapkan dapat ditetapkan pada tahun 2013 sehingga fleksibilitas pembiayaan utang dapat segera terealisasi untuk mewujudkan jaminan ketersediaan pembiayaan yang efektif dan efisien. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 142

156 19. Penggunaan instrument derivatif dalam pengelolaan utang Sebagai salah satu bentuk pengelolaan portofolio dan risiko utang, pemerintah akan menggunakan transaksi lindung nilai (hedging) dengan menggunakan instrumen derivatif di pasar keuangan. Dalam merealisasikan tujuan tersebut, diperlukan infrastruktur yang memadai diantaranya adalah peraturan, teknologi informasi, dan bisnis proses untuk mendukung kelancaran dan transparansi pelaksanaannya. Pada tahun 2012 telah disusun Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penggunaan transaksi lindung nilai. Dalam peraturan tersebut diatur tentang hal-hal sebagai berikut: a. Pengaturan umum yang meliputi ketentuan umum, ruang lingkup, dan tujuan transaksi lindung nilai; b. Organisasi pelaksana yang meliputi pembagian tugas dan kewenangan transaksi antara Meneri Keuangan, Dirjen PU, Komite dan unit-unit pelaksana di internal DJPU; c. Pelaksanaan transaksi lindung nilai yang mencakup perencanaan kebijakan lindung nilai, identifikasi kebutuhan transaksi lindung nilai, pemilihan counterparty lindung nilai, dan proses pelaksanaan transaksi; d. Pelaksanaan pentausahaan transaksi lindung nilai yang mencakup dokumentasi transaksi, penganggaran transaksi, setelmen transaksi dan akuntansi dan pelaporan transaksi; dan e. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi transaksi lindung nilai yang mencakup kondisi dan kinerja counterparty serta efektivitas transaksi lindung nilai. Namun demikian, pelaksanaan transaksi lindung nilai masih memerlukan infrastruktur penunjang transaksi, diantaranya kebijakan sebagai pedoman pelaksanaan lindung nilai, dan standar operasional prosedur (SOP) transaksi. Hal lainnya yang akan dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan transaksi lindung nilai yakni: a. Penyesuaian perjanjian induk sesuai international best practice (ISDA Master Agreement) yang disesuaikan dengan hukum bisnis di Indonesia; b. Capacity building untuk meningkatkan pemahaman atas legal clauses dalam dokumen ISDA agar tidak terjadi konflik hukum pada saat pelaksanaan transaksi lindung nilai; dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 143

157 c. Peningkatan pemahaman konsep lindung nilai terhadap seluruh stakeholder untuk memperlancar pelaksanaannya. 20. Perkembangan pengelolaan kewajiban kontinjensi Dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur diperlukan campur tangan pemerintah mengingat besarnya kebutuhan dana investasi yang dibutuhkan. Bentuk campur tangan pemerintah tersebut diantaranya dengan menyediakan fasilitas pemberian jaminan kepada pelaksanaan proyek infrastruktur. Dukungan penjaminan pemerintah diterjemahkan dalam mekanisme pembiayaan dengan penjaminan pemerintah dan kerjasama pemerintah dengan swasta, dengan tujuan untuk memberikan kepastian investasi sehingga dapat menarik minat investor/kreditur untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur. Namun di sisi lain, program ini memberikan konsekuensi timbulnya kewajiban kontinjensi dan risiko fiskal, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk itu, diperlukan pengelolaan kewajiban kontinjensi yang prudent dimulai dari proses evaluasi, mitigasi risiko transaksi, penerbitan jaminan Pemerintah, sampai monitoring potensi gagal bayar. Program yang mendapatkan penjaminan Pemerintah sampai dengan akhir tahun 2012 adalah sebagai berikut: a. Pemberian jaminan penuh terhadap pembayaran kewajiban PT PLN (Persero) kepada kreditur yang menyediakan pendanaan Kredit Perbankan untuk FTP I. Jumlah penjaminan program ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.35 Eksposur penjaminan pemerintah pada Proyek FTP I Proyek Nilai juta USD miliar Rupiah Total, ekuivalen dlm. miliar Rupiah Outstanding juta USD miliar Rupiah Total, ekuivalen dlm. miliar Rupiah Pembangkit 3, , , , , ,965.6 Transmisi 5, , , ,673.9 Eksposure Penjaminan 3, , , , , ,639.5 asumsi kurs: Rp.9.670/USD Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 144

158 b. Pemberian jaminan sebesar 70% pembayaran kembali pokok kredit investasi PDAM kepada perbankan dalam program percepatan penyediaan air minum yang dilaksanakan oleh PDAM. Nilai penjaminannya adalah sebagai berikut: Tabel 3.36 Eksposur penjaminan pemerintah terhadap Proyek Percepatan Penyediaan Air Minum (miliar rupiah) Pihak Terjamin Nilai Outstanding PDAM Kab. Ciamis PDAM Kab. Bogor PDAM Kab. Lombok Timur PDAM Kota Malang Eksposure Penjaminan c. Pemberian jaminan kepada pengembang listrik swasta atas kelayakan usaha PT PLN (Persero) untuk membeli tenaga listrik berdasarkan Perjanjian Jual Beli Listrik pada program pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan energi terbarukan, batubara, dan gas (FTP II). Tabel 3.37 Eksposur penjaminan pemerintah pada Proyek FTP II (miliar USD) Proyek Penerima Jaminan Nilai PLTP Rajabasa PT. Supreme Energy Rajabasa PLTP Muaralaboh PT. Supreme Energy Muaralaboh PLTA Wampu PT. Wampu Electric Power PLTP Rantau Dedap PT. Supreme Energy Rantau Dedap Eksposure Penjaminan 2,104.2 d. Program jaminan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Nilai penjaminan yang telah dilakukan sebesar Rp28,5 triliun untuk pembangunan PLTU Jawa tengah yang dilaksanakan oleh PT Bhimasena Power Indonesia. 21. Penyelesaian pembayaran biaya transfer pembayaran utang Pembayaran utang pemerintah terhadap beberapa kreditor di luar negeri menimbulkan beban biaya transfer antar rekening yang harus ditanggung. Setelah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 145

159 dilakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan unit Eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan, maka mulai tahun 2012, beban biaya transfer pembayaran utang pemerintah ke luar negeri yang semula menjadi beban Bank Indonesia telah dialihkan menjadi kewajiban Kementerian Keuangan yang ditindaklanjuti dengan dilakukannya auto debet ke rekening biaya transfer yang telah ditetapkan. 22. Penyusunan Laporan Evaluasi Kinerja dan Permasalahan Pinjaman Dalam rangka mendukung amanat peraturan tata cara pemantauan dan evaluasi atas pinjaman dan hibah kepada pemerintah dipandang perlu untuk disusun Laporan evaluasi kinerja dan permasalahan pinjaman. Dengan penyunan laporan ini maka dapat dilakukan identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh Kementerian/ Lembaga dalam pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman luar negeri yang meliputi kendala dalam penarikan dana pinjaman, kemajuan fisik, proses pengadaan barang/jasa, maupun kendala-kendala lain yang diketemukan dalam pelaksanaan pinjaman luar negeri. 23. Optimalisasi Sistem Aplikasi Debt Management Financial Analysis System (DMFAS) untuk pemanfaatan pengelolaan pinjaman dan Surat Berharga Negara Sejak tahun 1999 telah terdapat 2 (dua) aplikasi yang digunakan dalam rangka pengelolaan utang pemerintah, yaitu Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS) untuk pengelolaan pinjaman dan Aplikasi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) untuk pengelolaan Surat Berharga Negara. Dalam rangka meningkatkan integrasi data utang, pada tahun 2012 telah dilakukan kerjasama antara Kementerian Keuangan dengan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) untuk melakukan ujicoba penyatuan sistem aplikasi dan Database pengelolaan pinjaman dengan Surat Berharga Negara yang diakomodir dengan pengembangan Aplikasi DMFAS versi 6.0. D. Progress Destination Statement DJPU Tahun 2014 Selama tahun 2012, DJPU senantiasa berusaha untuk mencapai Destination Statement yang telah ditetapkan. Adapun progress capaian Destination Statement hingga akhir tahun 2012 adalah sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 146

160 Tabel 3.38 Progress Destination Statement DJPU keterangan: perubahan target 2014 mengacu pada dokumen revisi strategi pengelolaan utang jangka menengah tahun yang dihitung berdasarkan MTDS World Bank a. Opini BPK terhadap LK BA dan LK BA Pada tahun 2014, ditargetkan bahwa Opini BPK atas LK BA Pengelolaan Utang dan LK BA Pengelolaan Hibah mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hal ini karena sejak tahun 2009 s.d. 2011, DJPU baru mendapatkan Opini WTP untuk LK BA Pengelolaan Utang, adapun untuk LK BA Pengelolaan Hibah masih mendapatkan Opini WDP. b. Rasio pembayaran bunga/imbalan terhadap outstanding utang yang semakin efisien. Pada tahun 2014, ditargetkan rasio pembayaran bunga/imbalan terhadap outstanding utang menjadi maksimum 5,5%. Penetapan target maksimum yang sama dengan tahun 2013 dan lebih besar dari tahun 2012 bertujuan untuk mengakomodasi peningkatan pembayaran bunga utang dengan asumsi tingkat bunga yang diproyeksikan terjadi peningkatan rata-rata sebesar 8% (misalnya yield SBN tenor 5 10 tahun dari kisaran 6,2% menjadi 6,7%), asumsi nilai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 147

161 tukar rupiah terhadap valuta asing yang diproyeksikan melemah sebesar 4,5%, dan alokasi biaya untuk pengelolaan utang (loss on bonds redemptions) yang lebih besar dari realisasi tahun Asumsi nilai tukar dan tingkat bunga merupakan faktor eksternal yang berada diluar kontrol pengelola utang (DJPU) sehingga untuk mengantisipasi ketidakpastian kondisi pasar keuangan, digunakan asumsi terjadi pemburukan tingkat bunga dan nilai tukar. Selain itu, peningkatan rasio juga dipengaruhi oleh faktor pembagi yaitu outstanding utang tahun 2014 yang meningkat hanya sebesar 7,5%, lebih rendah dibandingkan peningkatan tahun 2013 sebesar 8,2%. Namun, apabila kondisi makro ekonomi tahun 2014 sama dengan tahun 2013 dimana tidak terjadi pelemahan rupiah, serta peningkatan outstanding utang tahun 2014 sama dengan tahun 2013, maka rasio pembayaran bunga terhadap outstanding utang pada tahun 2014 akan lebih rendah dari tahun Dengan demikian, peningkatan rasio bunga utang terhadap outstanding utang tetap menunjukkan trend yang semakin efisien karena peningkatan rasio tersebut telah mengakomodasi pemburukan kondisi pasar keuangan. c. Rasio utang valas terhadap outstanding utang yang semakin menurun. Pada tahun 2014, ditargetkan rasio utang valas terhadap outstanding utang menjadi maksimum 43%, lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Rasio porsi valas dalam outstanding utang yang semakin rendah menunjukkan komitmen Pemerintah untuk memprioritaskan sumber pembiayaan dalam negeri utamanya dalam mata uang rupiah, sekaligus mencerminkan semakin rendahnya risiko nilai tukar (currency risk) dalam pengelolaan utang. d. Risiko pembiayaan kembali (porsi utang jatuh tempo <3 tahun) yang semakin terkendali. Pada tahun 2014, ditargetkan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk) yang tercermin pada porsi utang jatuh tempo kurang dari 3 tahun tercapai maksimum sebesar 25%, lebih tinggi dari tahun Peningkatan target ini terutama akibat penerbitan SBN jangka pendek yang meningkat cukup signifikan untuk membiayai tambahan gross utang baru yang meningkat tajam akibat adanya SBN valas jatuh tempo pada tahun 2014 sebesar USD2,95 miliar ekuivalen Rp29,2 triliun. Penerbitan SBN jangka pendek melalui SBN ritel Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 148

162 dengan tenor 3 tahun dan SPN diperlukan untuk meningkatkan peran investor domestik terutama ritel dalam rangka mengakomodasi kebutuhan investor potensial dan meminimalkan biaya utang (cost risk trade off) apabila kondisi pasar keuangan benar-benar memburuk. Namun, apabila kondisi pasar keuangan relatif stabil atau lebih baik dari kondisi saat ini sehingga upaya pengelolaan portofolio melalui buyback dan debt switch SBN dapat dilakukan secara optimal, maka porsi utang jatuh tempo kurang dari 3 tahun akan lebih rendah dari porsi tahun Dengan demikian, peningkatan porsi utang jatuh tempo yang kurang dari 3 tahun sebesar maksimum 25% tetap dapat mencerminkan risiko yang terkendali karena telah mengakomodasi asumsi kondisi pasar keuangan yang memburuk dan menyebabkan upaya pengelolaan portofolio tidak dapat dilakukan secara optimal. Disamping itu, indikator ATM dari total utang pada tahun 2014 ditetapkan minimal 9,4 tahun, dimana hal ini menunjukkan bahwa risiko refinancing sebenarnya masih sangat terkendali. e. Rasio tingkat bunga utang tetap (fixed rate) terhadap outstanding utang yang semakin meningkat. Pada tahun 2014, ditargetkan porsi utang dalam tingkat bunga tetap (fixed rate) mencapai minimum 85%, lebih tinggi dari periode sebelumnya. Rasio tingkat bunga tetap yang semakin meningkat menunjukkan semakin rendahnya risiko volatilitas suku bunga (interest rate) sekaligus memberikan kepastian yang lebih baik bagi Pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan utang. f. Rasio utang terhadap PDB yang semakin rendah. Pada tahun 2014, ditargetkan jika rasio utang terhadap PDB mencapai maksimum 22%. Rasio utang terhadap PDB yang semakin rendah menunjukkan kesinambungan fiskal yang semakin baik, meskipun secara nominal utang mengalami peningkatan. E. Perkembangan Pending Matters Renstra Dalam hal pembiayaan APBN, tujuan dan sasaran tahun sebagian besar telah dapat dicapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa target yang belum dapat terealisasikan (pending matters) antara lain penyediaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 149

163 landasan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan pembiayaan APBN, yang sampai dengan saat ini masih dalam proses penyelesaian. Sampai dengan akhir tahun 2012 masih terdapat 1 pending matters yaitu terkait penyusunan Undang- Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah. Rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode Sampai dengan akhir tahun 2010, Panitia Antar-Departemen (PAD) penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mengumpulkan bahan, masukan, dan menyelesaikan legal drafting RUU. Namun demikian sampai dengan tahun 2010, pengajuan dan pembahasan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat belum dapat dilaksanakan. Dinamika pembahasan RUU tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah antara lain menyangkut perubahan ketentuan/pasal dalam RUU yaitu perubahan lingkup dan judul RUU, yakni semula RUU Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (RUU PHLN) menjadi RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (RUU PLNP). Pertimbangannya adalah pengaturan mengenai penerimaan hibah cukup dimuat dalam peraturan setingkat Peraturan Pemerintah. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan RUU PLNP antara lain melaksanakan rapat pembahasan, melaksanakan roundtable discussion penyusunan RUU PLNP, melaksanakan bilateral meeting dengan stakeholders utama terkait pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah serta penyempurnaan Naskah Akademis sebagai pengantar penyampaian RUU PLNP. Pada awal tahun 2011, Panitia Antar-Departemen Penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah menyelesaikan draf RUU dan telah dijadwalkan untuk menyampaikan presentasi perkembangan penyusunan RUU PLNP kepada Menteri Keuangan. Pada kesempatan presentasi tersebut disampaikan bahwa rencana penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah tidak lagi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode yang selanjutnya Menteri Keuangan memberikan arahan agar kegiatan pembahasan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dihentikan karena tidak adanya RUU tersebut dalam Prolegnas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 150

164 periode serta pertimbangan bahwa pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan arahan tersebut maka sejak tahun 2011 kegiatan pembahasan RUU PLNP tidak ada lagi dalam rencana kegiatan DJPU, sehingga sampai dengan tahun 2012 pengelolaan pinjaman luar negeri diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. Tabel 3.39 Perkembangan Pending Matters Renstra No Tahun 2011 Tahun 2012 Status 1 Penyusunan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Penyusunan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Pembahasan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dihentikan, pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah. 2 Pengelolaan portofolio dan risiko utang pemerintah dengan menggunakan instrumen derivatif ---- Pada tahun 2012 telah disusun Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penggunaan transaksi lindung nilai dan telah disahkan melalui PMK Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai pada tanggal 4 Januari 2013 F. Akuntabilitas Keuangan Alokasi pagu awal tahun 2012 yang disediakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada DJPU adalah sebesar Rp87,56miliar. Namun, selama tahun 2012, DJPU mengalami lima kali revisi DIPA sehingga pagu terkahir adalah Rp70,75miliar. Capaian Realisasi Anggaran DJPU Tahun 2012 sebesar 96,33%. Berikut ini akan disampaikan pagu dan realisasi anggaran Tahun 2012, sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 151

165 Tabel 3.40 Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2012 (per belanja) (dalam miliar rupiah) No Belanja Pagu revisi Realisasi Realisasi (%) 1 Belanja Pegawai 16,636 15,932 95,77 2 Belanja Barang 43,604 42,111 96,58 3 Belanja Modal 10,509 10,110 96,20 J u m l a h 70,750 68,153 96,33 Tabel 3.41 Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2012 (per program-kegiatan-output) (dalam miliar rupiah) No Uraian Pagu revisi Realisasi Realisasi (%) 1. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang a. Pelaksanaan Eevaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Utang 1) Laporan Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi, Setelmen Utang dan Hibah 2) SPM Pembayaran Kewajiban Utang 70,75 67,953 96,05 3,785 3,629 95,88 2,787 2,673 95,86 0,997 0,956 95,92 b. Pengelolaan Pembayaran Syariah 4,633 4,501 97,16 1) Transaksi Pengelolaan Portofolio SBSN 2) Layanan Pengembangan Pasar SBSN 3) Laporan Analisis Dan Keuangan Pasar SBSN 4) Dokumen Peraturan, Dokumen Hukum Dan Kebijakan Operasional Pengelolaan SBSN 1,265 1,238 97,85 1,535 1,504 97,98 0,604 0,583 96,51 1,228 1,175 95,75 c. Pengelolaan Pinjaman 4,49 4,467 99,49 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 152

166 No Uraian Pagu revisi 1) Dokumen Perjanjian Pinjaman Dan Hibah Realisasi Realisasi (%) 4,49 4,467 99,49 d. Pengelolaan Strategi Dan Portofolio Utang 1) Dokumen Strategi Pengelolaan Utang 2) Rekomendasi Pengelolaan Kewajiban Kontinjensi 2,432 2,325 95,58 0,921 0,888 96,52 0,896 0,861 96,09 3) Laporan Kepatuhan Dan Manajemen Risiko Pengelolaan Utang 0,615 0,574 93,44 e. Pengelolaan Surat Utang Negara 6,058 5,792 95,60 1) Transaksi Pengelolaan Portofolio SUN 2) Layanan Pengembangan Pasar SUN 3) Laporan Analisis dan Pemutakhiran Informasi Pasar Keuangan dan SUN 4) Dokumen Peraturan, Kebijakan Operasional dan Monitoring Pelaksanaan Transaksi SUN f. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Djpu 1,615 1,502 93,02 1,839 1,766 96,04 1,866 1,800 96,47 0,737 0,723 97,95 49,35 47, ) Layanan Perkantoran 29,912 28,645 95,76 2) Dokumen Perencanaan 4,685 4,375 93,38 3) Laporan Keuangan dan Kegiatan 2,918 2,674 91,66 4) Layanan Kepegawaian 2,022 1,943 96,11 6) Perangkat Pengolahan Data 0,779 0,767 98,32 7) Peralatan Fasilitas Perkantoran 5,579 5,379 96,41 8) Gedung Dan Bangunan 3,454 3, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 153

167 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang memiliki tugas untuk melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sebagai organisasi pengelola utang, DJPU memiliki 3 peran strategis, yakni: 1. Memenuhi pembiayaan APBN yang bersumber dari utang; 2. Mewujudkan kesinambungan fiskal melalui pengelolaan portofolio dan risiko utang; dan 3. Pengembangan pasar yang dalam, aktif, dan likuid. Dalam rangka melaksanakan peran strategis tersebut di atas, pada tahun 2012 DJPU telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk Kontrak Kinerja antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan. Pada Kontrak Kinerja tersebut terdapat peta strategi dengan 12 sasaran strategis (SS) yang ingin dicapai. Untuk setiap SS yang disusun dan ditetapkan memiliki ukuran yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU). Keseluruhan IKU DJPU pada tahun 2012 berjumlah 26 IKU. Capaian SS dan IKU DJPU tahun 2012 dari 12 SS dan 26 IKU adalah: SS dan 22 IKU berstatus hijau atau memenuhi dan/atau di atas target; 2. 2 SS dan 3 IKU berstatus kuning atau kurang memenuhi target; dan 3. 1 IKU berstatus abu-abu dikarenakan tidak terdapat obyek kinerja dan tidak tersedianya data. Dengan nilai kinerja sebesar 108,82%(diatas target). Disamping SS yang tersebut di atas, terdapat beberapa kinerja yang terkait dengan SS tersebut dan lebih bersifat outcomes, namun tidak menjadi IKU DJPU, yaitu: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 154

168 1. Dari sisi instrumen utang terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan SBN; 2. Berkaitan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003, rasio utang terhadap PDB menurun dari 35,1% pada akhir tahun 2007 dan menjadi 23,9% pada akhir tahun Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri; 3. Perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal berdasarkan mata uang menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Dalam original currency, stok utang dalam mata uang USD menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, sedangkan stok utang dalam mata uang JPY dan EUR mengalami penurunan. 4. Seiring dengan membaiknya kondisi fundamental perekonomian Indonesia serta pengelolaan fiskal dan utang yang semakin baik ditunjukkan melalui beberapa indikator, antara lain: a. Perbaikan sovereign credit rating Indonesia. Sebuah lembaga rating terkemuka Fitch Rating Agency menaikkan tingkat rating utang pemerintah Republik Indonesia satu level dari BB+ menjadi BBB- serta Moody s yang memberikan rating Baa3. Ini artinya sovereign credit rating Indonesia telah mencapai level investment grade. Dengan demikian, Indonesia menjadi tempat tujuan investasi yang lebih menarik bagi investor di seluruh dunia; b. Penurunan yield curve (downward shift) selama periode pengamatan ; c. Kinerja Surat Berharga Negara di pasar sekunder terus meningkat; dan d. Pengelolaan utang yang efisien telah berhasil menurunkan Refinancing Risk. 5. Dalam rangka pelaksanaan Asset Liability Management (ALM), pada tahun 2012 IT ALM System yang telah dibangun pada tahun 2011 (Tahap I), dilanjutkan dengan pembangunan aplikasi pengelolaan risiko keuangan Pemerintah berdasarkan ALM framework yang dilengkapi dengan simulasi yang dinamis dan stress test terhadap pengelolaan risiko. Dalam rangka penerapan ALM secara komprehensif, telah dilakukan serangkaian koordinasi yang melibatkan unit-unit terkait di lingkungan internal Kementerian Keuangan (DJPU, DJPb, DJA, BKF, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 155

169 dan Setjen) dibantu dengan Tim Asistensi Penyempurnaan Sistem Treasury yang terdiri dari para praktisi pasar keuangan khususnya perbankan, yang menguasai best practice penerapan ALM perbankan untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan penerapan ALM Kementerian Keuangan. 6. Dalam rangka penanganan dan pemeliharaan stabilitas pasar SBN, DJPU telah melakukan penyempurnaan dan implementasi Crisis Management Protocol (CMP) guna mencegah dan menangani krisis sistem keuangan secara nasional. Selain itu, DJPU juga telah mempunyai Crisis Binder Pasar SBN yang merupakan panduan rinci dalam melakukan langkah pencegahan dan penanganan krisis pasar SBN. Crisis Binder Pasar SBN telah terintegrasi dengan Crisis Binder Sekretariat FKSSK yang merupakan gabungan crisis binder Kementerian Keuangan (Pasar SBN dan Fiskal), Bank Indonesia (Nilai Tukar dan Perbankan), OJK (Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bukan Bank), dan LPS (Perbankan). Perkembangan penyelesaian pending matters Renstra sampai dengan akhir tahun 2012 yaitu rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah tidak menjadi prioritas dalam Prolegnas periode dengan pertimbangan bahwa pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan arahan Menteri Keuangan maka sejak tahun 2011 kegiatan pembahasan RUU PLNP tidak ada lagi dalam rencana kegiatan DJPU sehingga sampai dengan tahun 2012 pengelolaan pinjaman luar negeri diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah. B. Saran Berbagai keberhasilan kinerja yang telah dicapai di atas kiranya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Sementara untuk beberapa program/kegiatan yang capaian kinerjanya belum mencapai target sebagaimana direncanakan akan ditingkatkan kinerjanya pada tahun-tahun mendatang. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan baik kepada Pimpinan maupun seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 156

170 kinerja pada periode berikutnya agar lebih mampu memberikan manfaat kepada masyarakat maupun kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelola utang. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 157

171 Kontrak Kinerja Kemenkeu-One DJPU Tahun 2012 yang berlaku sebagai Penetapan Kinerja (PK) DJPU Tahun 2012

172

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2011 sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Keuangan. LAKIP DJPU disusun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. D JPU Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

KEMENTERIAN KEUANGAN. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. D JPU Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KEMENTERIAN KEUANGAN D JPU Tahun 2011 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah D.JPU Tahun 2011 PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN Pengantar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2010

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara - 181-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, analisis kinerja,

Lebih terperinci

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. e. Tahun 2006, dengan berkembangnya ruang lingkup pengelolaan utang dan

BAB I PENDAHULUAN. e. Tahun 2006, dengan berkembangnya ruang lingkup pengelolaan utang dan BAB I PENDAHULUAN A. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia 1. Perkembangan Unit Pengelola Utang Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan mutu pelayanan kepada masyarakat,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal - 169-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan analisis dan kajian yang terkait dengan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja - 205-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN : Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melaksanakan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara - 155-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara mempunyai tugas melaksanakan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.07-0/2016 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat Jenderal.

1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat Jenderal. LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KM.1/2016 TENTANG URAIAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1. NAMA JABATAN: Sekretaris Direktorat

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif - 193-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, analisis dan kajian

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra)

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.07-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 246-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Setelmen Transaksi Instrumen Pembiayaan Syariah 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan pengumpulan data dan informasi perkiraan pembayaran kewajiban; melakukan rekonsiliasi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2010 KATA PENGANTAR Strategi merupakan aspek

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara - 223-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Peraturan Surat Utang Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan peraturan perundang-undangan,

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang - 30-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang 2. IKHTISAR JABATAN : Melaksanakan penyiapan perumusan, evaluasi, analisis, dan rekomendasi strategi pengelolaan utang jangka

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M. KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/KMK.01/2010 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN KEMENTERIAN KEUANGAN

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/KMK.01/2010 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN KEMENTERIAN KEUANGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/KMK.01/2010 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASI (STANDARD OPERATING PROCEDURE) LAYANAN UNGGULAN KEMENTERIAN KEUANGAN Menimbang : a. MENTERI KEUANGAN, bahwa tujuan utama

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Pengelolaan Transaksi

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Pengelolaan Transaksi - 26-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Pengelolaan Transaksi 2. IKHTISAR JABATAN: Merumuskan dan melaksanakan kegiatan perencanaan, penyiapan infrastruktur, pelaksanaan, dan penatausahaan transaksi;

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja - 234-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 2154-9991-3669-7464 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016

PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENATAAN ARSITEKTUR DAN INFORMASI KINERJA DALAM RKA K/L 2016 Jakarta, 10 Februari 2015 Dalam rangka penguatan penganggaran berbasis kinerja, dilakukan penataan Arsitektur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Setelmen Transaksi Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Setelmen Transaksi Surat Utang Negara - 237-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Setelmen Transaksi Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan pengumpulan data dan informasi perkiraan pembayaran kewajiban; melakukan rekonsiliasi realisasi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 66-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif I 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif I mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Instansi Vertikal. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.01/2012

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1229, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Utang Negara. Pasar Internasional. Penjualan. Pembelian Kembali. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.08/2013

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II - 83-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara - 153-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melaksanakan pemantauan dan analisis terhadap perkembangan pasar keuangan, analisis

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bab IV Studi Kasus Sebelum melakukan perancangan, akan dipaparkan profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, strategi bisnis, strategi TI,

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pemantauan Kewajiban Kontinjensi

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pemantauan Kewajiban Kontinjensi - 252-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pemantauan Kewajiban Kontinjensi 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan pemantauan pelaksanaan kebijakan yang menimbulkan kewajiban kontinjensi, melakukan analisis dan mitigasi

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 116-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Hubungan Kelembagaan 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Hubungan Kelembagaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi dengan instansi atau lembaga

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif - 53-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 Daftar Isi i Kata Pengantar ii Ringkasan Eksekutif iv Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 v BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Jakarta, 31 Agustus 2004 1 PARADIGMA BARU Penegasan fungsi pejabat perbendaharaan negara; Pemisahan kewenangan administratif dan kewenangan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-15.1-/216 DS5272-8985-171-5367 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

1. NAMA JABATAN : Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

1. NAMA JABATAN : Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 1562/KM.1/2011 TENTANG URAIAN JABATAN STRUKTURAL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG MENTERI KEUANGAN 1. NAMA JABATAN : Sekretaris Direktorat

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi - 245-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan evaluasi pelaksanaan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja - 107-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja Direktorat meliputi perencanaan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor - 130-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara - 287-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan akuntansi dan rekonsiliasi data terkait dengan pengelolaan Surat Utang Negara

Lebih terperinci

2 namun acuan yang digunakan adalah indikator indeks; c. bahwa dalam rangka menselaraskan indikator yang digunakan dalam rangka transaksi Surat Utang

2 namun acuan yang digunakan adalah indikator indeks; c. bahwa dalam rangka menselaraskan indikator yang digunakan dalam rangka transaksi Surat Utang No.698, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Surat Utang Negara. Langsung. Transaksi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/PMK.08/2014 TENTANG TRANSAKSI SURAT UTANG

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengawasan Intern pemerintah merupakan unsur manajemen yang penting dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai pelaksana pengawasan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. No.585, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1144/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II.

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2013 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI. Uraian Misi II. FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 23 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI II. MISI No No 02 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 02 03 04 05 06 07 08

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM 1.1.1. Kedudukan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.1/2011 tanggal 22 Maret 2011 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja - 264-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja Direktorat meliputi perencanaan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Harga Surat Berharga Syariah Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Harga Surat Berharga Syariah Negara - 183-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Harga Surat Berharga Syariah Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan pemantauan dan analisis perkembangan harga instrumen keuangan, serta melakukan

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Pembiayaan Syariah

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Pembiayaan Syariah - 238-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Pembiayaan Syariah 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan perumusan peraturan perundang-undangan dan pengkajian peraturan yang berkaitan dengan pembiayaan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF menjadi unit kerja yang mampu mewujudkan pelayanan administrasi dan manajemen yang tertib, cepat, transparan dan akuntabel.

RINGKASAN EKSEKUTIF menjadi unit kerja yang mampu mewujudkan pelayanan administrasi dan manajemen yang tertib, cepat, transparan dan akuntabel. RINGKASAN EKSEKUTIF Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 288-1. NAMA JABATAN : Kepala Subbagian Pengelolaan Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan penyusunan, penelaahan, monitoring, dan evaluasi pencapaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Utama, serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 109-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan perumusan dan pengembangan instrumen pembiayaan syariah; melakukan penyusunan rekomendasi mengenai

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 249-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Dokumen Hukum 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan dokumen hukum dan perjanjian dalam rangka penerbitan, pembelian kembali (buy-back), dan penukaran (switching)

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.07-0/2017 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014

FORMULIR 1 RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014 FORMULIR RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 04 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEUANGAN I. VISI No 0 II. MISI No 0 0 03 04 05 06 III. SASARAN STRATEGIS No 0 Tingkat pendapatan

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. I K H T I S A R E K S E K U T I F D irektorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN 07 BAB I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Dalam perspektif yang luas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah mempunyai fungsi sebagai media / wahana

Lebih terperinci

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas managerial dalam lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pada tiap

Lebih terperinci

BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI NOMOR 184/PMK.01/2010 KEMENTERIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI WAKIL MENTERI INSPEKTORAT JENDERAL SEKRETARIAT JENDERAL 5 STAF AHLI JENDERAL ANGGARAN JENDERAL JENDERAL JENDERAL

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--/AG/214 DS 3739-9477-7155-715 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Hubungan Kelembagaan

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Hubungan Kelembagaan - 138-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Hubungan Kelembagaan 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan koordinasi dengan para pelaku pasar, instansi atau lembaga terkait baik domestik maupun internasional

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2018 NOMOR : SP DIPA /2018

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2018 NOMOR : SP DIPA /2018 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-33.1-/218 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR : SP DIPA-041.01-0/2015 A. DASAR HUKUM : 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

K A T A P E N G A N T A R

K A T A P E N G A N T A R K A T A P E N G A N T A R Puji Syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Bagian Keuangan dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Portofolio dan Risiko Pembiayaan Syariah

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Portofolio dan Risiko Pembiayaan Syariah - 190-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Portofolio dan Risiko Pembiayaan Syariah 2. IKHTISAR JABATAN : Melakukan penyiapan bahan perumusan, evaluasi, dan analisis strategi pembiayaan tahunan melalui Pembiayaan

Lebih terperinci