SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN
|
|
- Hendra Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai sumber utama pembiayaan defisit saat ini masih mempunyai prospek dan daya tarik bagi investor. Tetapi SUN tetap mempunyai titik jenuh atau kelemahan. Oleh karenanya, pengeloaan SUN harus dirumuskan dengan baik. Selain itu, diversifikasi sumber pembiayaan harus terus dilakukan baik melalui penerbitan yang mengarah pada target investor yang berbeda, maupun variasi instrumen yang diterbitkan. ORI dan sukuk merupakan beberapa contoh diversifikasi investor dan variasi instrumen. Pembiayaan Anggaran Definisi pembiayaan anggaran menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: 1
2 Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Defisit APBN ditutup dengan pembiayaan baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Selama tiga tahun terakhir besarnya pembiayaan selalu sama dengan besaran defisit. Besaran defisit dan pembiayaan angagran untuk tahun 2005 Rp 24,943 Triliun, tahun 2006 Rp39,983 Triliun dan tahun 2007 adalah Rp40,512 Triliun seperti tercantum dalam grafik 1 berikut : Grafik 1. Defisit dan Pembiayaan Triliun Rp , , ,0 Grafik Defisit dan Pembiayaan Tahun Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan defisit pembiayaan Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama tiga tahun besarnya pembiayaan selalu sama dengan defisit, artinya tidak ada SIKPA (Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran) maupun SILPA (Sisa lebih Pembiayaan Anggaran). Kompoisi Pembiayaan Komposisi pembiayaan anggaran menunjukkan besaran proporsi dari setiap sumber pembiayaan. Bagaimana komposisi pembiayaan anggaran selama tigatahun terakhir dapat dilihat pada grafik 2. 2
3 Grafik 2. Komposisi Pembiayaan Anggaran Kom posisi Pem biayaan Anggaran , , , , ,00 0, , Tahun Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan 1. Privatisasi 2. Penj. Aset Prog. Rest. Perbankan 3. Surat Utang Negara (SUN) 4. Penyertaan Modal Negara 5. Pinjaman Program 6. Pinjaman Proyek Dari grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa pembiayaan anggaran selama tiga tahun terakhir didominasi oleh penerbitan Surat Utang Negara. Besaran (nilai) kompenen pembiayaan angagran dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Data Komposisi Pembiayaan Anggaran Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan 3
4 PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN Jenis Pembiayaan APBN-P II APBN-P APBN UU % UU % UU No No.9/2004 selisih No.14/2006 selisih 18/2006 A. Pembiayaan Dalam Negeri , , ,3 I. Perbankan Dalam Negeri 4.270, , ,0 II. Non Perbankan Dalam Negeri , , ,3 1. Privatisasi (netto) 3.500,00-71,43% 1.000,0 100,00% 2.000,0 2. Penj. Aset Prog. Rest. Perbankan 5.124,6-49,66% 2.579,5-41,85% 1.500,0 3. Surat Utang Negara (SUN) ,8 61,97% ,7 13,52% ,3 4. Dukungan Infrastruktur ,0 42,25% ,0 0,00% ,0 B. Pembiayaan Luar Negeri (Bersih) , , ,4 I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri , , ,6 1. Pinjaman Program ,0 7,14% ,1 34,78% ,0 2. Pinjaman Proyek ,7 4,96% ,3-5,79% ,6 II. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN , , ,0 Jumlah , , ,9 % SUN terhadap Pembiayaan dalam Negeri 74,15% 64,74% 73,74% % SUN terhadap Total Pembiayaan 88,54% 89,47% 100,23% Pertumbuhan pembiayaan anggaran dari penerbitan surat utang negara dari tahun 2005 ke tahun 2006 adalah sebesar 61,97% (dari Rp22,085 Triliun menjadi Rp35,78 Triliun) sedangkan pertumbuhan dari tahun 2006 ke tahun 2007 adalah 13,52% (dari Rp35,78 Triliun menjadi Rp40,60 Triliun). Trend pembiayaan defisit APBN melalui SUN meningkat. Rasio penerbitan SUN terhadap total pembiayaan dalam negeri dari tahun 2005 hingga 2007 adalah masing masing sebesar 74,15%, 64,74% dan 4
5 73,43%. Sedangkan rasio penerbitan SUN terhadap total pembiayaan dari tahun 2005 hingga 2007 adalah 88,54%, 89,47% dan 100,23%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pembiayaan bersumber pada SUN, sehingga beban pembayaran bunga dan pokok semakin meningkat pula. Bila SUN tidak dikelola dengan baik, risiko fiskal akan meningkat. Tabel 2. Komposisi Kepemilikan Obligasi Negara Domestik (dalam triliun rupiah) Kelompok Investor 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % Bank BUMN Rekap 250,18 62,58% 235,42 59,61% 228,18 57,90% 194,98 49,93% Bank Swasta Rekap 138,73 34,70% 119,62 30,29% 105,19 26,69% 97,19 24,89% Bank Non Rekap 6,95 1,74% 24,77 6,27% 13,83 3,51% 27,29 6,99% BPD 1,23 0,31% 1,23 0,31% 1,21 0,31% 2,07 0,53% BI 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00% 0 0,00% Depkeu 0,87 0,22% 0,87 0,22% 0,87 0,22% 0 0,00% Reksadana 0,02 0,01% 2,03 0,51% 35,72 9,06% 41,38 10,60% Asuransi 1,04 0,26% 3,76 0,95% 6,51 1,65% 16,68 4,27% Asing 0 0,00% 0 0,00% 1,04 0,26% 6,06 1,55% Dana Pensiun 0,01 0,00% 0,16 0,04% 0,36 0,09% 3,83 0,98% Sekuritas 0 0,00% 0,3 0,08% 0,13 0,03% 0,25 0,06% Lain-Lain 0,76 0,19% 6,78 1,72% 1,02 0,26% 0,75 0,19% Jumlah 399,79 100,00% 394,94 100,00% 394,06 100,00% 390,48 100,00% Kelompok Investor 2004 % 2005 % 2006 % 2007 % Bank BUMN Rekap 158,84 39,78% 154,50 38,64% 152,76 36,48% 149,99 33,93% Bank Swasta Rekap 95,14 23,83% 85,38 21,35% 80,79 19,29% 76,77 17,36% Bank Non Rekap 32,40 8,11% 45,79 11,45% 32,78 7,83% 31,91 7,22% BPD 1,18 0,30% 3,96 0,99% 2,78 0,66% 4,18 0,95% BI 0,00 0,00% 10,52 2,63% 7,54 1,80% 12,47 2,82% Depkeu 0,00 0,00% 0,00 0,00% 0 0,00% 0 0,00% Reksadana 53,98 13,52% 9,12 2,28% 21,43 5,12% 22,64 5,12% Asuransi 27,08 6,78% 32,30 8,08% 35,04 8,37% 36,38 8,23% Asing 10,74 2,69% 31,09 7,78% 54,92 13,12% 71,33 16,13% Dana Pensiun 16,42 4,11% 22,02 5,51% 23,08 5,51% 23,62 5,34% Sekuritas 0,43 0,11% 0,46 0,12% 1 0,24% 0,59 0,13% Lain-Lain 3,08 0,77% 4,68 1,17% 6,63 1,58% 12,25 2,77% Jumlah 399,30 100,00% 399,84 100,00% 418,75 100,00% 442,12 100,00% 5
6 Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk kategori perbankan, sebagian besar SUN hingga 2007 dimiliki oleh Bank BUMN rekap. Hal ini berkaitan dengan diterbitkannya obligasi dalam negeri oleh pemerintah untuk memberi tambahan modal dalam rangka program rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap). Untuk kategori non perbankan sebagian besar SUN dimiliki oleh pihak asing. Pada tahun 2002, pihak asing hanya menguasai 0,26% SUN dan sekarang pada tahun 2007 pihak asing telah menguasai 16,13% kepemilikan SUN. Rata rata pertumbuhan kepemilikan asing atas SUN dari tahun 2002 hingga 2006 adalah 3,17%. Hal ini mengingat daya tarik SUN bagi investor asing bukan hanya dari sisi yield tetapi dari perpajakan bersumber dari adanya tax treaty. Kepemilikan asing tersebut di satu sisi dapat membantu meningkatkan likuiditas pasar domestik, tetapi di sisi lain membuat pasar menjadi berisiko manakala arus balik modal asing terjadi. Posisi Outstanding Surat Utang Negara Penggunaan SUN sebagai instrumen pembiayaan telah mengakibatkan membengkaknya stok utang pemerintah. Berikut adalah data posisi outstanding Surat Utang Negara dari tahun 1999 Februari 2007 : Tabel 3. Posisi Outstanding Surat Utang Negara Tahun Fixed Rate SUN (Denominasi Rupiah Triliun Rp) ORI Variable Rate Hedge Bonds Jumlah SUN Denominasi US$ (Miliar USD) ,29 203,90 26,64 281,83 0,4 6
7 ,44 219,48 26,61 425,53 0, ,46 219,48 35,79 430,73 0, ,73 239,60 28,09 422,42 0, ,04 231,44 14,29 404,77 0, ,73 220,57 2,71 402,01 1, ,16 210,68 0,00 399,84 3, ,28 3,28 180,19 0,00 415,47 5, ,24 3,28 174,87 0,00 442,11 7 Sumber : Diolah dari Departemen Keuangan Resiko SUN Risiko Kesinambungan Fiskal, adalah resiko akibat besarnya jumlah utang yang dapat mengurangi daya dukung fiskal; Beban pembayaran bunga yang semakin besar dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan fiskal (fiscal sustainability Risiko Pasar terdiri dari: Risiko Nilai Tukar, jika besarnya pinjaman luar negeri Pemerintah dan sebagian besar SUN dalam mata uang asing; Risiko Perubahan Tingkat Bunga, jika hampir sepertiga dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang (floating rate); Risiko Pembiayaan Kembali (refinancing risk), akibat besarnya volume utang negara yang jatuh tempo dan harus dilunasi pokoknya setiap tahun (periode ); Dana yang dibutuhkan untuk membayar kembali pokok dan bunga utang negara dalam jangka menengah ( ) relatif sangat besar sehingga dapat meningkatkan refinancing risk Risiko Operasional, akibat kegagalan jika operasional pengelolaan utang sehari-hari tidak dikelola dengan baik, baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi kelembagaannya. Keunggulan dan Kelemahan SUN 7
8 Menurut praktisi keuangan, Paulus Nurwandono, keunggulan dan kelemahan Surat Utang Negara antara lain meliputi : Keunggulan : Transparansi pasar: Pricing maupun volume jelas sehingga lebih mudah untuk melakukan public scrutiny. Jumlah investor relatif lebih beragam sehingga tidak menimbulkan ketergantungan terhadap suatu institusi atau negara tertentu Dari kacamata lembaga rating, SUN dapat menambah fleksibilitas pembiayaan anggaran. Dapat menjadi acuan (benchmark) bagi imbal hasil investasi domestik. Menjadi alternatif instrumen investasi bagi masyarakat serta Kelemahan meningkatkan partisipasi dalam pembangunan. Berpotensi terjadi crowding- out effect. Sektor korporasi mengalami kesulitan untuk mencari sumber pembiayaan domestik. Dalam kondisi tertentu, berpotensi dicorner oleh pasar sehingga biaya bunga menjadi mahal. Untuk meminimalkan risiko tersebut perlu dikembangkan fungsi treasury pemerintah yang bertindak aktif untuk melakukan stabilisasi pasar. Keuangan negara menjadi terekspos pada volatilitas pasar global. Strategi Pengelolaan Surat Utang Negara Upaya pengelolaan utang dimaksudkan untuk menciptakan posisi stock utang yang aman dan sehat bagi perekonomian yaitu penurunan stok utang secara bertahap tanpa mengganggu stabilitas APBN. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 8
9 tahun telah diberikan pedoman umum pengelolaan utang pemerintah baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri. Pengeloaan utang luar negeri pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja relatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi juga secara absolut (nominal). Sedangkan pengelolaan utang dalam negeri diupayakan supaya tetap ada ruang gerak fiskal yang cukup bagi sektor swasta melalui penarikan pinjaman neto kurang dari 1% terhadap PDB, dan menurun secara bertahap. Dengan demikian, rasio stok utang terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 40% terhadap PDB pada akhir tahun Dalam rangka melaksanakan pedoman umum pengelolaan utang negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 (RPJMN ), telah disusun Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun Dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005 tersebut antara lain dikemukakan bahwa secara umum, tujuan pengelolaan utang negara dalam jangka panjang adalah meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali. Sedangkan secara rinci, tujuan pengelolaan utang adalah untuk: (i) menjamin terpenuhinya financing gap dan ketahanan fiskal yang berkesinambungan (fiscal sustainability) yang sesuai dengan kondisi ekonomi makro, serta berbiaya rendah; (ii) meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang terutama untuk meminimalkan risiko, baik risiko pasar maupun risiko pembiayaan; dan (iii) mengembangkan upaya-upaya agar pinjaman yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan perkiraan biaya. 1 Nota Keuangan dan APBN Tahun Anggaran
10 Dalam kaitannya dengan utang dalam negeri, kebijakan pokok penurunan stok utang dalam negeri dilakukan antara lain melalui pengelolaan utang secara baik dengan kematangan perhitungan (sound and prudent management policy). Langkah yang harus ditempuh adalah dengan pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo, dan pengaturan pembayaran kembali pokok dan bunga utang. Pengaturan pembayaran kembali difokuskan pada pendistribusian beban pembayaran utang pada suatu tahun ke tahuntahun berikutnya dengan memperhatikan kemampuan membayar. Sementara itu, dalam kaitannya dengan pinjaman luar negeri, upaya intensif yang menjadi prioritas pemerintah adalah memfokuskan pada efektivitas kebijakan stabilitas ekonomi makro dan strategi pendanaan pinjaman luar negeri (borrowing strategy) serta kebijakan pengelolaan utang (debt management strategy). Dalam strategi dimaksud, Pemerintah akan lebih berhati-hati menerapkan uji kelayakan persiapan proyek dari segi administrasi dan pengorganisasiannya (readiness criteria), selalu mengutamakan sumber pinjaman lunak dengan cost of borrowing yang relatif murah dan dalam batas-batas yang tidak terlalu mempersyaratkan keterikatan politis dan ekonomi (tied loan), serta menempuh jalur diplomasi guna membantu penurunan stock utang melalui mekanisme konversi utang (debt swap). Secara umum strategi yang ditempuh oleh pemerintah dalam jangka menengah periode tahun , khususnya berkaitan dengan pengelolaan portofolio dan risiko utang, antara lain meliputi: 1. Pengurangan utang negara 2. Penyederhanaan portofolio utang negara 3. Penerbitan/pengadaan utang negara dalam mata uang rupiah 4. Minimalisasi risiko pembiayaan kembali 5. Peningkatan porsi utang negara dengan bunga tetap 10
11 6. Penurunan porsi kredit ekspor 7. Penerapan prinsip pengelolaan utang negara yang baik. Di samping itu, juga telah, sedang dan akan terus diupayakan pengembangan pasar perdana dan pasar sekunder SUN agar dapat mendukung pengelolaan utang negara secara optimal yang bertujuan untuk menurunkan biaya utang pada tingkat risiko yang minimal dalam jangka panjang. Alternatif Pengembangan Produk SUN 1. SUN Retail SUN retail ialah SUN yang dijual kepada investor individu melalui Agen Penjual, dengan volume minimum yang yang telah ditentukan. Penerbitan SUN retail sangat bermanfaat bagi Pemerintah dalam hal memperluas basis investor SUN. Di lain pihak investor individu dapat memiliki kesempatan untuk berinvestasi secara langsung dan dalam denominasi yang kecil, pada instrument yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh Undang-Undang. SUN retail yang telah diterbitkan oleh pemerintah adalah Obligasi Republik Indonesia (ORI), pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 dan nilainya hingga Februari 2007 mencapai Rp3,28 Triliun SUN Berbasis Syariah Pembahasan mengenai SUN berbasis syariah telah berlangsung cukup lama, dengan melibatkan banyak pihak seperti Dewan Syariah Nasional, dan pihak lainnya. Penerbitan SUN berbasis syariah (sukuk) terbentur masalah peraturan perundang undangan yang belum mendukung. Berbagai hal yang belum diatur atau bertentangan dengan peraturan perundangan di antaranya: pembentukan SPV (Special Purpose Vehicle), dan penjaminan asset Pemerintah. Saat ini tengah dirintis upaya untuk 2 Posisi Outstanding Surat Utang Negara, Departemen Keuangan 11
12 menerbitkan peraturan perundang-undangan baru dan melakukan amandemen terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada untuk dapat mendukung penerbitan sukuk. REFERENSI : 1. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Utang Negara 3. Data Pokok APBN, Departemen Keuangan 4. Outstanding Government Securities as of April 19, Ditjen Pengelolaan SUN, Departemen Keuangan 5. Posisi Outstanding Surat Utang Negara - Departemen Keuangan 6. Posisi Kepemilikan Obligasi Negara Domestik Departemen Keuangan 12
Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)
Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN UTANG INDONESIA
PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat
Lebih terperinciRINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat
Lebih terperinciSAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN
SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran
Lebih terperinciSurat Berharga Syariah Negara
Lampiran 13 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL
BAB IV ANALISIS RESIKO FINANSIAL A. Gambaran Umum Tentang Obligasi Negara 1. Surat Utang Negara di Indonesia a). Jenis Surat Utang Negara (1) Obligasi Negara Berdenominasi Rupiah Obligasi Negara berdenominasi
Lebih terperinciDAFTAR ISI DISCLAIMER
DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciNAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN
NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN Detik.com Hingga akhir Mei 2016, total utang pemerintah i pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN MENTERI KEUANGAN,
KEPUTUSAN NOMOR 447/KMK.06/2005 TENTANG NEGARA TAHUN 2005-2009, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan jangka panjang dari pengelolaan utang negara, yaitu untuk meminimalkan biaya utang pada
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TA 2010 I. PENDAHULUAN Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan Surat Berharga Negara ini disusun untuk memenuhi amanat pasal 16 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya
Lebih terperinciNOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciPerkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 30 November 2008 Ringkasan Eksekutif Rasio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus
Lebih terperinci*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN
Lebih terperinciLAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2005 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... 3 DAFTAR GRAFIK... 4 I. Pendahuluan...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar modal syariah. Masalah asymmetric information yang dihadapi oleh industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. Potensi ini seharusnya bisa menjadi pasar yang besar bagi industri perbankan
Lebih terperinciPerkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), up date 28 Februari 2009
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2009 up date 28 Februari 2009 Gambaran Umum Stok Utang & Bunga Trend Defisit 3-28.1-10.272-1.9-3.1-26.5665-23.8524-19.1004-9.4482
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya yang diterbitkan oleh Pemerintah atau lebih dikenal sebagai Surat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dekade terakhir, pasar obligasi di Indonesia berkembang cukup pesat ditandai dengan semakin beragamnya instrumen utang yang dapat memenuhi kebutuhan investor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau
Lebih terperinciPENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu
Lebih terperinciORI OBLIGASI NEGARA RITEL
ORI OBLIGASI NEGARA RITEL PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK sebagai AGEN PENJUAL Oktober 2011 ORI Outline Sekilas Tentang ORI Cara Pembelian dan Perdagangan ORI Keuntungan dan Risiko Investasi di
Lebih terperinciTANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi dalam ekonomi syariah merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan. Karena dengan berinvestasi, harta yang dimiliki menjadi lebih produktif
Lebih terperinciBIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL
SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. 2.r. vii profil Suku Bunga Surat 25 Utang Negara. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.
DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.3 L.4 1.5 PENDAHULUAN Peran Pemerintah Dalam Perekonomian Perkembangan APBN dan Defisit 1990-2OO9 Perkembangan Surat Utang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan
Lebih terperinciBAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
BAGIAN ANALISA PENDAPATAN NEGARA DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HASIL ANALISA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA JUDUL : PERKEMBANGAN DEFISIT DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi pasar modal. berkaitan dengan efek. (Indonesia Stock Exchange).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak pilihan orang untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan hartanya di pasar modal. Pasar modal pada dasarnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan
Lebih terperinciPELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2
PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 BAGI STAF BPKD PEMPROF DKI JAKARTA DI GEDUNG DIKLAT 23 27 MEI 2011 OBLIGASI PEMERINTAH RILYA ARYANCANA Topik KARAKTERISTIK OBLIGASI PEMERINTAH JENIS OBLIGASI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciPerkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara),
Perkembangan Utang Negara (Pinjaman Luar Negeri & Surat Utang Negara), 2000 2008 up date 31 Juli 2008 Ringkasan Eksekutif Ratio Utang (Pinjaman Luar Negeri + Surat Utang Negara) terhadap PDB terus menurun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan kebijakan pembangunan
Lebih terperinciF A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012
F A Q OBLIGASI NEGARA RITEL SERI ORI-012 1. Apakah yang dimaksud dengan Surat Utang Negara? Yaitu surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang dari pemerintah dalam mata uang Rupiah maupun Valuta
Lebih terperinciAlamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.
September 2014-1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa strategi dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut
Lebih terperincihendrikoeswara@fisip.unand.ac.id Kunci dari pencapaian target defisit 1 persen tahun 2004 adalah reformasi perpajakan dan kepabeanan. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi, mobilisasi penerimaan
Lebih terperinciXXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti
PPA Univ. Trisakti XXI Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10 Tugas Mata Kuliah : Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Dosen Pengajar : Ibu Susi Muchtar Mahasiswa
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 /KMK.08/2013 TENTANG STRATEGI PENGELOLAAN UTANG NEGARA TAHUN 2013-2016 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai
Lebih terperinciMandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN
Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun regional dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami pasang surut, contohnya krisis ekonomi yang terjadi di Eropa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 171
Lebih terperinci2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa
No. 70, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA APBN. KEUANGAN. Pengelolaan. Pendapatan. Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci1. Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap
Lebih terperinciMenuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006
Menuju Pengelolaan SUN yang Lebih Baik LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2006 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN TAHUN 2006 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi. berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan ternyata masih belum menunjukkan tanda-tanda
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2010 KATA PENGANTAR Strategi merupakan aspek
Lebih terperinciS e p t e m b e r
September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebijakan perusahaan agar bisa mendapatkan dana tanpa harus berutang ke perbankan dan menerbitkan saham baru adalah menerbitkan obligasi. Perusahaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute
ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.
Lebih terperinciKETERANGAN PERS. Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS Penguatan Koordinasi Dan Bauran Kebijakan Untuk Menjaga Stabilitas Perekonomian Dan Keberlanjutan Reformasi Jakarta, 28 Mei 2018 Pemerintah, Bank
Lebih terperincimenyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang
TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya
Lebih terperinciCATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016
CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016 Yusuf Wibisono Direktur Eksekutif IDEAS Makalah disampaikan pada Public Expose - Dompet Dhuafa, Jakarta, 10 Februari 2016 Reformasi Anggaran Langkah terpenting
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 17 Tahun 2003, anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983).
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUSAHAAN PENERBIT SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPrediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%
1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan
Lebih terperinciM E T A D A T A INFORMASI DASAR
M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi
Lebih terperinciProf. Dr. Adler Haymans Manurung, SE., ME, M.Com., SH Wilson R. L Tobing, Ph. D
Utang Indonesia: Mau Kemana? Oleh: Prof. Dr. Adler Haymans Manurung, SE., ME, M.Com., SH Wilson R. L Tobing, Ph. D Jakarta, Mei 2009 1 Utang Indonesia: Mau Kemana? Pendahuluan Persoalan Utang Republik
Lebih terperinciTabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)
Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1
Lebih terperinciPENCATATAN DAN PERDAGANGAN OBLIGASI DAERAH
PENCATATAN DAN PERDAGANGAN OBLIGASI DAERAH T. GUNTUR PASARIBU DIREKTUR PERDAGANGAN PT BURSA EFEK SURABAYA SOSIALISASI KEBIJAKAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH Hotel Aryaduta Jakarta, 7 Juni 2007 1 LATAR BELAKANG
Lebih terperinciANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO
ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya pembayaran sejumlah uang tetap pada suatu tanggal jatuh
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga
Lebih terperinciS e p t e m b e r
September 2014 1 Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Telepon
Lebih terperinciINDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER
PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciSumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan
Penjelasan UU No.2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 Menimbang : Mengingat : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III
ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis
Lebih terperinciFrequently Asked Questions (FAQ) Sukuk Negara Ritel SR-010
Frequently Asked Questions (FAQ) Sukuk Negara Ritel SR-010 1. Apakah yang dimaksud dengan SR-010? SR-010 adalah Sukuk Negara Ritel seri ke-10 yang merupakan Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat terus mengembangkan usahanya. Perusahaan untuk mengembangkan usahanya memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam
Lebih terperinci2 Mengingat d. bahwa penerapan prinsip kehati-hatian tersebut sejalan dengan upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik; e. bahwa penera
No.394, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Prinsip. Kehati-Hatian. Utang Luar Negeri. Korporasi. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651)
Lebih terperinciKementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara SUN Ritel Jakarta, 30 November 2017 Pembicara: SANDI ARIFIANTO Kepala Seksi Perencanaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/10/PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/19/PBI/2010 TENTANG GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING
Lebih terperinciSaving Bonds Ritel seri SBR002
Saving Bonds Ritel seri SBR002 Definisi Saving Bonds Ritel : adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui Agen Penjual yang tidak dapat diperdagangkan
Lebih terperinci