LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN"

Transkripsi

1

2 IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode Namun demikian, ulasan evaluasi kebijakan umum kinerja pengelolaan utang tetap diupayakan sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra dapat diperoleh secara mencukupi. Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian indikator kinerja yang tercantum dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi Indikator Kinerja Utama dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Ikhtisar capaian keberhasilan sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang periode dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut: 1. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 2. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 3. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 4. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 5. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru. 6. Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 7. Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Halaman i

3 8. Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 9. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN. 10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel. 13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Berbagai keberhasilan kinerja sasaran strategis yang telah dicapai akan dipertahankan oleh DJPU bahkan ditingkatkan dan untuk beberapa kegiatan yang terkait dengan pencapaian indikator kinerja yang belum terlaksana/terdapat permasalahan (pending matters) diupayakan agar dapat dilaksanakan/diselesaikan masalahnya. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja DJPU pada periode berikutnya. Halaman ii

4 DAFTAR ISI IKHTISAR EKSEKUTIF... DAFTAR ISI... Hal. i iii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tugas dan Fungsi, Organisasi, serta Sumber Daya Manusia... 1 C. Sistematika Penyajian LAKIP... 6 II. RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA... 7 A. Alur Pikir... 7 B. Peran Strategis DJPU... 8 C. Rencana Strategis D. Program Pengelolaan dan Pembiayaa Utang E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) F. Balanced Scorecard (BSC) G. Rencana Kinerja Versi BSC III. PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS A. Pengelolaan Utang B. Pembiayaan Defisit Periode C. Pembiayaan Melalui Utang D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang E. Pengukuran Sasaran F. Pending Matters G. Akuntabilitas Keuangan IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran Halaman iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang... 4 DAFTAR BAGAN Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP. 7 DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Komposisi Pegawai Menurut Golongan. 5 Grafik 2. Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II. 5 Grafik 3. Komposisi Pegawai Menurut Jabatan 6 Grafik 4. Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin. 6 Grafik 5. Pembiayaan Utang dan Nonutang, Grafik 6. Rasio Utang terhadap PDB DAFTAR TABEL Tabel 1 Pembiayaan Utang Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, Tabel 5 Debt Switching dan Buy back SBN 52 Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap 52 Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun DAFTAR LAMPIRAN 1. Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009 Hal Halaman iv

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode Namun demikian, ulasan atas evaluasi berdasarkan kebijakan umum kinerja pengelolaan utang diupayakan tetap sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra dapat diperoleh secara mencukupi. B. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia 1. Tugas dan Fungsi Pada tahun 2008, DJPU mengalami perubahan dalam struktur organisasi, yaitu berupa penajaman dan penambahan tugas dan fungsi berkaitan dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan adanya pengembangan instrumen pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.01/2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Perubahan struktur organisasi yang diakibatkan penajaman dan penambahan tugas dan fungsi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Direktorat Surat Berharga Negara yang semula berfungsi sebagai front office untuk Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) diubah menjadi front office khusus untuk SUN; Halaman 1

7 b. Reposisi Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah dari middle office menjadi front office berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN); c. Penambahan tugas dan fungsi pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri; d. Penambahan tugas dan fungsi pemantauan risiko gagal bayar (default) atas penyediaan anggaran utang kontinjensi melalui dana jaminan pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan kemudian diganti dengan PMK Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. PMK ini mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 31 Desember 2008 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 149/PMK.07/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Berdasarkan PMK Nomor 100/PMK.01/2008, tugas DJPU adalah : Menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen di bidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang pengelolaan utang dan hibah; b. Pelaksanaan kebijakan dibidang pengelolaan utang dan hibah; c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengelolaan utang dan hibah; d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pengelolaan utang dan hibah; e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Halaman 2

8 2. Organisasi DJPU terdiri dari 6 unit Eselon II, dengan susunan sebagai berikut: a. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal; b. Direktorat Pinjaman dan Hibah mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi pengelolaan pinjaman dan hibah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; c. Direktorat Surat Utang Negara mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan pengelolaan portofolio, pengembangan pasar, analisis keuangan dan pasar SUN, serta merumuskan peraturan dan kebijakan operasional SUN berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal; d. Direktorat Pembiayaan Syariah mempunyai tugas merumuskan kebijakan pengelolaan pembiayaan syariah yang meliputi penerbitan, penjualan, pembelian kembali, dan penukaran SBSN, perencanaan dan pengembangan instrumen pembiayaan syariah, pemantauan dan analisis perkembangan pasar keuangan, serta penyiapan peraturan dan dokumen hukum, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; e. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang mempunyai tugas merumuskan, merekomendasikan, dan mengevaluasi strategi pengelolaan utang, menyusun rencana pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui utang dan hibah, mengkaji pengelolaan utang, merekomendasikan struktur portofolio utang yang optimal, mengelola risiko utang, merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan peringkat kredit, mengkoordinasikan pengelolaan strategi utang dengan lembaga terkait, merumuskan strategi pengembangan instrumen utang, memantau risiko dan kewajiban kontinjensi, memantau, merekomendasikan dan mengevaluasi kepatuhan terhadap prosedur standar pengelolaan utang, kode etik, peraturan perundangan, dan perjanjian yang terkait dengan pengelolaan utang; Halaman 3

9 f. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai tugas merumuskan kebijakan monitoring dan evaluasi, verifikasi dan administrasi, penyelesaian pembayaran kewajiban, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan, pengembangan sistem informasi utang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal terkait dengan pinjaman, hibah, dan instrumen pembiayaan syariah. Struktur organisasi DJPU disajikan sebagai berikut: Gambar Struktur Organisasi Halaman 4

10 Jumlah Pegawai LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN Sumber Daya Manusia Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2009, komposisi pegawai DJPU adalah sebagai berikut: Grafik 1 Komposisi Pegawai Menurut Golongan 60 Grafik 2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a Golongan Pegawai No. Golongan Pegawai Jumlah Pegawai No. Unit Eselon II Jumlah Pegawai 1 IV/d 2 1 Sekretariat Direktorat Jenderal 63 2 IV/c 3 2 Dit Pinjaman dan Hibah 58 3 IV/b 6 3 Dit Surat Utang Negara 43 4 IV/a 18 4 Dit Pembiayaan Syariah 35 5 III/d 35 5 Dit Strategi dan Portofolio Utang 35 6 Dit Evaluasi, Akuntansi dan 78 6 III/c 55 Setelmen 7 III/b 43 JUMLAH III/a 57 9 II/d II/c II/b 8 12 II/a 1 JUMLAH 312 Halaman 5

11 Grafik 3 Komposisi Pegawai Menurut Jabatan Grafik 4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin No. Jabatan Pegawai Jumlah Pegawai No. Jenis Kelamin Pegawai Jumlah Pegawai 1 Eselon I 1 1 Laki-laki Eselon II 5 2 Perempuan 62 3 Eselon III 23 JUMLAH Eselon IV 77 5 Pelaksana 206 JUMLAH 312 C. Sistematika Penyajian LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU sampai dengan tahun Sedangkan capaian kinerja (performance results) tahun 2009 akan diperbandingkan dengan rencana kinerja (performance plans) tahun 2009 sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dalam tahun tersebut. Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja ini memungkinkan teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, menyajikan latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur organisasi. Bab II Rencana Strategis dan Rencana Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun dan rencana kinerja tahunan Bab III Pengukuran, Evaluasi, dan Analisis, menyajikan hasil pengukuran sasaran, evaluasi, dan analisis kinerja terhadap pencapaian sasaran. Bab IV Penutup, menyajikan simpulan dan saran. Lampiran-lampiran Halaman 6

12 A. Alur Pikir BAB II RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP LANDASAN UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SPPN; Inpres 7 Tahun 1999 tentang AKIP; Renstra Departemen Keuangan Tahun TUGAS Menyelenggarakan sebagian tugas pokok dibidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. RENSTRA DJPU TAHUN Visi Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program Kegiatan Pokok RKT DAN PK DJPU TAHUN 2009 LAKIP DJPU TAHUN 2009 Umpan Balik Halaman 7

13 B. Peran strategis DJPU Sebagai organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang, DJPU berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya, melalui peran serta setiap pegawai DJPU yang memiliki profesionalisme, integritas dan komitmen yang tinggi atas pencapaian kinerja yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategisnya. Peran strategis DJPU digambarkan sebagai berikut; 1. Memenuhi sebagian pembiayaan defisit APBN yang berasal dari sumber pembiayaan melalui utang Selain pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan defisit APBN. Selain untuk memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang berasal dari potofolio pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), DJPU juga melaksanakan kegiatan yang meliputi penerbitan/pengadaan utang dan pengembangan instrumen pembiayaan utang, serta pengembangan pasar SBN. Pembiayaan melalui utang dilakukan dengan cara mencari sumber pembiayaan yang berbiaya rendah dan menguntungkan negara dengan mempertimbangkan struktur portofolio utang yang optimal, biaya dan risiko yang dapat ditolerir, dan pemilihan instrumen utang yang tepat. 2. Mengelola utang negara; Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan. Kesalahan di dalam pengelolaan utang akan berdampak negatif terhadap perekonomian, antara lain ketidakmampuan dalam membayar kewajiban utang, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terganggunya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan, bahkan gagal bayar (default). Halaman 8

14 Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang sampai dengan 31 Desember 2009 mencapai Rp 1.590,66 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai sifat dapat menimbulkan kewajiban dan dikhawatirkan akan mengurangi pilihan dan keleluasaan pemerintah dikemudian hari untuk melakukan kebijakan pembangunannya sebagai akibat dari penumpukan beban fiskal pembayaran utang. C. Rencana Strategis Renstra DJPU tahun memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU, yang mengacu pada Renstra Departemen Keuangan tahun Renstra tersebut disusun melalui suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan manajerial, dengan memanfaatkan sebanyakbanyaknya pengetahuan antisipatif melalui analisis lingkungan internal dan eksternal, mengorganisasikan usaha-usaha pelaksanaan pencapaian sasaran, melakukan pengelolaan risiko, dan mengukur hasilnya sebagai umpan balik dalam mengevaluasi kinerja di masa akan datang. Dalam Renstra DJPU tahun telah ditetapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU sebagai berikut: 1. Visi dan Misi a. Visi b. Misi Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai Standar Internasional Dalam rangka pencapaian Visi di atas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan Misi sebagai berikut: 1) Mewujudkan pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel; 2) Mewujudkan pengelolaan Surat Berharga Negara yang profesional dan akuntabel; 3) Mewujudkan pengelolaan strategi dan portofolio utang yang mampu meminimalkan biaya pada profil risiko yang dapat diterima; Halaman 9

15 4) Mewujudkan suatu kebijakan pembiayaan syariah yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah; 5) Mewujudkan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pengelolaan utang yang tepat, akurat, profesional dan bertanggung jawab serta menyediakan informasi tentang utang kepada para pengambil keputusan secara akurat dan tepat waktu. c. Tujuan Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, 1 sampai 5 tahun kedepan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan DJPU adalah sebagai berikut: 1) Mengoptimalkan pengelolaan utang, baik yang berasal dari SBN (government securities) maupun pinjaman (official loan) sebagai alternatif pembiayaan defisit APBN, agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan pada tingkat risiko yang dapat ditolerir; 2) Membantu kelancaran tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan; 3) Mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara efisien dan efektif serta terpadu; 4) Meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan. d. Sasaran Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tahunan, semesteran atau bulanan. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, dan menantang namun dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dapat dicapai dalam periode 1 tahun mendatang. Berdasarkan hal tersebut di atas, sasaran DJPU yang telah ditetapkan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: Halaman 10

16 1) Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang; 2) Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri (disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; 3) Terlaksananya pengelolaan Portofolio SBN; 4) Berkembangnya Pasar dan infrastruktur pendukung SBN; 5) Tersedianya strategi pengelolaan utang dengan struktur portofolio yang optimal, tingkat risiko yang terkendali, dan tingkat biaya yang dapat diterima; 6) Terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah sebagai alternatif instrumen pembiayaan APBN; 7) Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang secara efektif dan efisien; 8) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal; 9) Meningkatnya pelayanan kepegawaian; 10) Meningkatnya kualitas perencanaan program dan keuangan, pengelolaan keuangan, dan laporan keuangan direktorat jenderal; 11) Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan pemeliharaan sarana gedung, peralatan, dan kendaraan dinas direktorat jenderal; 12) Meningkatnya kapasitas/kualitas SDM; 13) Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal. e. Strategi Strategi pengelolaan utang ditetapkan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang, melalui: a) Mengupayakan pencapaian target maksimum tambahan bersih utang (pinjaman & penerbitan SBN) +1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB); b) Memprioritaskan penerbitan SBN di pasar domestik untuk kepentingan pembiayan defisit dan pembayaran kembali utang (refinancing). Halaman 11

17 2) Pengembangan Pasar Domestik SBN, melalui: a) Diversifikasi instrumen utang dan perluasan basis investor; b) Mengembangkan infrastruktur pasar dalam rangka mendukung efisiensi pasar. 3) Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri yang efektif, melalui: a) Membiayai proyek yang cost recovery; b) Memperbaiki project readiness criteria; c) Membiayai proyek dalam rangka Millenium Development Goals (MDGs). 4) Pengelolaan Portofolio SBN yang credible, melalui: a) Menerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and 20 years); b) Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif dalam rangka memperpanjang jatuh tempo; c) Melakukan pembelian kembali (buy back) untuk mengurangi outstanding dan mendukung stabilitas pasar. 2. Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. Mempercepat proses penyusunan draft RUU, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN; b. Mempercepat proses penyusunan draft RPP, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN; c. Menyusun dan mereviu peraturan dan dokumen hukum yang berkaitan dengan pengelolaan SBN: d. Melakukan penyusunan ketentuan antara lain tentang pembayaran utang luar negeri, utang dalam negeri, subsidi, dan pembayaran kepada surveyor; e. Melakukan optimalisasi, efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman luar negeri; f. Meningkatkan sistem penatausahaan pinjaman luar negeri secara tertib dan teratur; Halaman 12

18 g. Melakukan pengendalian intern (sisdur dan kelembagaan) administrasi pinjaman luar negeri yang lebih intensif; h. Menyusun peraturan mengenai penyaluran dan pengelolaan pinjaman; i. Mengkaji komposisi penerbitan SBN dalam rupiah dan mata uang asing dengan mempertimbangkan aspek biaya dan risiko bagi pemerintah; j. Melakukan penerbitan SBN secara regular; k. Mengurangi stok utang melalui pembelian kembali obligasi negara sebelum jatuh tempo; l. Meningkatkan durasi portofolio SBN melalui program pertukaran (debt switching); m. Memperbaiki likuiditas obligasi negara di pasar sekunder; n. Membangun kepercayaan pasar dan daya tarik SBN; o. Menerbitkan SBN yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar sekunder; p. Meningkatkan frekuensi komunikasi dengan otoritas moneter dalam bentuk pertukaran informasi dan dialog, serta menyelaraskan SBN program dengan kebijakan moneter; q. Mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengembangan pasar yang aktif dan likuid; r. Mengembangkan komunikasi yang baik dengan para pelaku pasar SBN untuk mendapatkan informasi pasar yang akurat; s. Memantau perdagangan SBN di pasar sekunder untuk mengetahui seri SBN yang diminati pelaku pasar; t. Meningkatkan kerjasama dengan investor institusi dan regulator pasar keuangan untuk memperluas basis investor; u. Mengembangkan kerjasama yang baik dengan Bank Indonesia selaku pelaksana kliring, setelmen, dan registrasi; v. Mengoptimalkan akses pasar informasi melalui penyedia jasa informasi keuangan seperti Bloomberg, PIPU, dll; w. Menerbitkan berita triwulanan; Halaman 13

19 x. Menyelenggarakan kegiatan sosialisasi SBN ke berbagai kalangan; y. Menyeimbangkan profil jatuh tempo obligasi negara; z. Meningkatkan tertib administrasi pembayaran pinjaman luar negeri; aa. bb. cc. dd. ee. Menyempurnakan sistem pengadministrasian pinjaman yang efektif dan efisien; Menyempurnakan pelaksanaan pengadministrasian dan penagihan pinjaman; Melakukan penyelesaian dokumen perjanjian pinjaman secara tepat waktu; Meningkatnya kualitas monitoring dan evaluasi pendanaan proyek yang dibiayai PHLN, serta pelaksanaan replenishment oleh Executing Agency (EA); Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia dan unit terkait intern Departemen Keuangan dalam proses pembayaran bunga dan pokok SBN; ff. Meningkatkan koordinasi dalam rangka penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal; gg. hh. ii. jj. kk. ll. Menerapkan prinsip-prinsip good governance; Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekrutmen pegawai; Melaksanakan penempatan pegawai sesuai kebutuhan unit; Menyelenggarakan kajian pola mutasi kepegawaian; Menyusun standar kompetensi jabatan; Mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai program pelatihan; mm. Mengembangkan aplikasi sistem informasi kepegawaian; nn. oo. pp. qq. rr. Menyelenggarakan pertemuan rutin dengan unit terkait dalam rangka koordinasi pembinaan kepegawaian; Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana kerja anggaran, dan pelaksanaannya; Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan tunjangan; Melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal; Meningkatkan sarana dan prasarana di lingkungan direktorat jenderal. Halaman 14

20 D. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 1. Program Pokok: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: a. Menyusun peraturan di bidang pengelolaan PHLN; b. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN; c. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan pembiayaan syariah; d. Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan stretgi dan portofolio utang; e. Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah; f. Melaksanakan pengelolaan portofolio SUN; g. Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN; h. Mengelola strategi dan portofolio utang; i. Mengelola kebijakan pembiayaan syariah; j. Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang. 2. Program Penunjang Terdapat tiga program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, dengan rincian sebagai berikut: a. Penerapan kepemerintahan yang baik Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, yaitu: 1) Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan; 2) Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; 3) Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan; 4) Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan; 5) Menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan perkantoran. Halaman 15

21 b. Pengelolaan sumber daya manusia aparatur dengan kegiatan menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; dan c. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dengan kegiatan melaksanakan pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana. E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Pada setiap awal tahun, DJPU menyusun dokumen perencanaan kinerja berupa RKT sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban kinerja di akhir periode evaluasi. RKT memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan dengan informasi yang dimuat dalam RKT mencakup berbagai kegiatan, indikator kinerja inputs, outputs, dan outcomes. RKT dibuat berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai sub sistem baru pada waktu itu dalam melaksanakan ketentuan Inpres 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/2009 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama Di Lingkungan Departemen Keuangan, sejak tahun 2008 telah diperkenalkan dan diimplementasikan sistem manajemen kinerja dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard (BSC) di lingkungan Departemen Keuangan. Berdasarkan ketentuan tersebut dan sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010 serta sejalan dengan arahan pejabat dari Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam beberapa rapat kerja bersama di Departemen Keuangan, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian Indikator Kinerja yang tercantum dalam RKT Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi IKU sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Halaman 16

22 F. Balanced Scorecard (BSC) Dengan dimulainya program reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan maka dimulai juga manajemen kinerja Depkeu berbasis Balanced Scorecard (BSC). Pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Departemen Keuangan (Depkeu) secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan. Keputusan tersebut mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan target, serta pelaporan capaian kinerja triwulanan kepada Menteri Keuangan. Konsep BSC dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun Dengan menggunakan metodologi BSC, setiap unit eselon I secara hirarkis (cascade) menyelenggarakan penyusunan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators/ KPI), yang diharapkan dapat mencerminkan keberhasilan organisasi dalam rangka memenuhi harapan pemangku kepentingan (stakeholders), meningkatkan kinerja operasional, mengetahui tingkat keefektifan organisasi/kepemimpinan dalam mengelola sumber daya yang dimilki, dan sekaligus mengetahui hasil-hasil kinerja pengelolaan keuangan. Atas pencapaian realisasi target IKU kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan strategis organisasi. Cascading BSC Depkeu diturunkan (cascaded) ke seluruh unit organisasi yang ada di bawahnya. BSC Depkeu ini disebut Depkeu-Wide sedangkan setelah dicascade ke unit organisasi di bawahnya yaitu ke eselon I disebut Depkeu-One, ke eselon II disebut Depkeu- Two, ke eselon III disebut Depkeu-Three, ke eselon IV disebut Depkeu-Four, dan kelevel pelaksana disebut Depkeu-Five. BSC dalam implementasinya menjadi suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengevaluasi prestasi kerja tidak hanya dilihat dari segi finansial tetapi juga mengkomunikasikan Visi, Strategi, Kinerja Organisasi agar sesuai dengan harapan Stakeholder. Halaman 17

23 Learning and Growth Perspective Internal Perspective Customer Perspective Financial Perspective (Stakeholder Perspective) LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009 G. Rencana Kinerja Versi BSC PETA STRATEGI DJPU TAHUN 2009 V I S I : Menjadi pengelola utang pemerintah yang memiliki sumber daya manusia yang profesional dan tata kelola organisasi yang sesuai standar internasional TUJUAN STRATEGIS: 1. Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN; 2. Mendukung upaya financial market deepening untuk meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar keuangan. Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal (1 IKU) Kreditor, Investor, Donor Transparansi (1 IKU) Akuntabilitas (1 IKU) Kredibilitas (1 IKU) Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif (1 IKU) Mengelola portofolio utang (3 IKU) Melaksanakan pembayaran kewajiban secara tepat (1 IKU) Membina hubungan dengan kreditor dan investor (2 IKU) Menyusun landasan hukum dan peraturan (1 IKU) Melakukan monitoring & evaluasi (1 IKU) SDM Merekrut dan mengembangkan SDM yg berintegritas dan berkompetensi tinggi (2 IKU) Mengembangkan organisasi yg handal dan modern (1 IKU) Organisasi Mewujudkan good governance (2 IKU) Informasi Membangun sistem informasi yang terintegrasi (1 IKU) Peta strategi DJPU menerapkan 4 perspektif, yaitu Stakeholders, Customers, Internal Process, dan Learning and Growth. Dari Peta Strategi tahun 2009 tersebut, terdapat 14 Sasaran Strategis (SS) DJPU yang ingin diwujudkan dengan 19 IKU yang ditetapkan. Target kinerja berdasarkan implementasi BSC di tahun 2009 adalah sebagaimana tabel berikut. Perspektif Strategic Objectives IKU Stakeholders 1. Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal 1 F 1 Pemenuhan target pembiayaan melalui utang (Realisasi Penerbitan SBN Bruto) Baseline (Realisasi 2008) Target % % Rp126,244 triliun Rp triliun Customers 2. Transparansi 2 C 1 Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang Halaman 18

24 Perspektif Strategic Objectives IKU Internal Drivers Learning and Growth 3. Akuntabilitas 3 C.2 Opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang 4. Kredibilitas 4 C 3 Pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran 5. Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif 6. Mengelola portofolio utang 7. Melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan 8. Membina hubungan dengan kreditor dan investor 9. Menyusun landasan hukum dan peraturan 10. Melakukan monitoring & evaluasi 11. Merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi 5 D 1 Efektifitas instrumen pembiayaan baru 6 D 2.1 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang 8 D 2.2 Pencapaian target effective cost 9 D 2.3 Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan 10 D 3 Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan 11 D 4.1 Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang 12 D 4.2 Partisipasi investor dalam penerbitan SBN 13 D 5 Tersedianya Peraturan dan Keputusan yang mendukung pengelolaan utang 14 D 6 % penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif 15 LG LG 1.2 % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik Jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang Baseline (Realisasi 2008) Target % % % % 0.00% % 5.84% 6.59% n.a % n.a % % % ,72% % % 29.29% 60.00% 65.00% 0 0 Halaman 19

25 Perspektif Strategic Objectives IKU 12. Mengembangkan organisasi yg handal dan modern 13. Mewujudkan good governance 14. Membangun sistem informasi yang terintegrasi 17 LG 2 % penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat 18 LG LG 3.2 % rekomendasi audit Itjen dan BPK yang telah ditindaklanjuti Tingkat Kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur 19 LG 4 Sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana Baseline (Realisasi 2008) Target % % % % % % 90.00% 90.00% Dalam melakukan pembahasan pengukuran, evaluasi, dan analisis LAKIP DJPU Tahun 2009, yaitu pada BAB III, untuk pengelolaan utang secara umum mengacu kepada indikator kinerja yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun , sedangkan untuk mengukur kinerja secara khusus dalam periode mengacu kepada SS dan IKU yang telah ditetapkan. Halaman 20

26 BAB III PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS A. Pengelolaan Utang Utang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu Pinjaman dan SBN. 1. Pengelolaan Pinjaman Pinjaman berdasarkan postur APBN terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pinjaman Proyek adalah pinjaman yang dilakukan untuk membiayai kegiatan tertentu (proyek), yang pencairan pinjamannya sangat tergantung pada realisasi pelaksanaan proyek. Sedangkan Pinjaman Program adalah bentuk pinjaman tunai yang pencairannya berdasarkan persyaratan atau pemenuhan kondisi tertentu. Pinjaman Program dimanfaatkan terutama untuk pembiayaan APBN secara umum. Untuk menjaga adanya good governance dalam pengelolaan pembiayaan melalui pinjaman, telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Aturan ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam PP tersebut diatur bahwa pinjaman luar negeri dilakukan dengan mempertimbangkan adanya: (a) kebutuhan pembiayaan, (b) kemampuan penyerapan, (c) kemampuan membayar kembali, dan (d) risiko yang akan ditanggung Pemerintah. Selain instrumen pinjaman luar negeri, dalam periode ini juga dikembangkan instrumen pembiayaan melalui Pinjaman Dalam Negeri. Pinjaman tersebut dapat berasal dari BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tatacara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Instrumen pembiayaan melalui pinjaman dalam negeri merupakan instrumen alternatif dan akan dimanfaatkan apabila menurut analisis biaya dan risiko layak untuk dilakukan, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian yang memungkinkan pemberi pinjaman melakukan transaksi pinjam-meminjam pada Pemerintah tanpa meninggalkan tujuan penempatan dana dari pihak pemberi pinjaman. Akan tetapi sampai dengan akhir tahun 2009, instrumen tersebut belum digunakan, mengingat aturan pelaksanaannya sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan. Halaman 21

27 2. Pengelolaan SBN Instrumen SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Sedangkan SBSN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Penerbitan SBN selain digunakan untuk membiayai defisit APBN, juga digunakan untuk menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam 1 (satu) tahun anggaran dan pengelolaan portofolio utang negara. SBN dapat diterbitkan dalam jangka pendek, sampai dengan satu tahun maupun jangka panjang. SBN yang diterbitkan dalam jangka pendek pada prinsipnya merupakan instrumen pengelolaan kas Pemerintah dalam hal terjadi cash mismatch. Dari sisi nilai tukar yang digunakan, SBN dapat diterbitkan dalam mata uang domestik maupun dalam mata uang asing (valas). Dari sisi sifatnya SBN dapat menjadi instrumen yang tradable (dapat diperdagangkan) maupun non-tradable (tidak dapat diperdagangkan). Sedangkan dari cara penerbitannya dapat dilakukan dalam 2 cara sebagai berikut (1) melalui mekanisme lelang maupun (2) melalui mekanisme non lelang baik melalui mekanisme bookbuilding, penempatan langsung (private placement), dan transaksi langsung. Besaran jumlah penerbitan SBN neto setiap tahunnya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR yang pembahasannya dilakukan secara tidak terpisah dari pembahasan APBN. SBN neto merupakan selisih antara jumlah SBN yang diterbitkan dengan SBN yang jatuh tempo dan/atau dibeli kembali. Konsep neto dibutuhkan oleh pengelola utang untuk mendapatkan fleksibilitas dalam pengelolaan utang, dengan memanfaatkan momentum pasar yang ada, baik untuk kepentingan pemenuhan target pembiayaan maupun dalam rangka pengelolaan portofolio dan risiko utang. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan melalui pengelolaan SBN dilakukan dengan mengacu pada strategi yang ditetapkan. Strategi dimaksud mencakup strategi pengelolaan SBN di pasar perdana maupun pasar sekunder, yang meliputi antara lain penerbitan SBN secara reguler di pasar domestik, pengembangan instrumen, pelaksanaan buyback dalam rangka pengelolaan portofolio dan stabilisasi pasar SBN. Halaman 22

28 B. Pembiayaan Defisit Periode Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain didorong oleh peran belanja pemerintah yang dipenuhi dari penerimaan negara dan sumber-sumber pembiayaan. Peningkatan belanja pemerintah yang tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan negara mendorong peningkatan defisit APBN. Hal ini terlihat pada peningkatan belanja pemerintah yang mencapai hampir dua kali lipat yaitu dari sebesar Rp509,63 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp956,38 triliun pada tahun 2009 yang memberikan konsekuensi terjadinya peningkatan defisit dari Rp14,41 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp87,43 triliun pada tahun Peningkatan defisit yang cukup besar tersebut memerlukan ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai sehingga tujuan kebijakan fiskal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai. Dalam periode , kebijakan keuangan negara lebih diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan dan memenuhi agenda pembangunan. Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja negara yang cukup ekspansif, baik belanja modal, subsidi maupun belanja sosial yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagai konsekuensinya APBN pada periode tersebut memiliki defisit yang relatif tinggi dibanding periode sebelumnya, dan tingginya defisit ini membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi. Pemenuhan pembiayaan atas realisasi defisit periode dilakukan melalui sumber utang dan nonutang. Kedua sumber tersebut dapat bersifat penerimaan, dalam arti terdapat aliran masuk (inflow) ke APBN tahun bersangkutan yang dapat memberikan tambahan kemampuan bagi Pemerintah untuk memenuhi belanja negara maupun untuk membiayai pengeluaran pembiayaan sendiri, dan dapat bersifat pengeluaran, dalam arti adanya aliran keluar (outflow) dari APBN yang digunakan antara lain untuk membayar kewajiban utang, investasi atau penyertaan negara (bukan belanja modal), atau untuk membayar komitmen pemerintah lainnya seperti adanya kebijakan untuk memberikan penjaminan. Kebijakan dalam memanfaatkan setiap sumber pembiayaan tersebut dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan efisiensi biaya, kemampuan penyediaan dana, dan dampaknya pada masa yang akan datang. Halaman 23

29 Untuk memenuhi defisit tersebut, maka kebijakan yang diambil oleh Pemerintah terfokus pada pencarian sumber pembiayaan, dengan memperhitungkan kapasitas sumber pembiayaan dan pemilihan kombinasi yang seimbang diantara pilihan alternatif sumber yang tersedia, dengan tetap memperhatikan sustainability-nya dalam jangka panjang, dan trade-off biaya dan risiko dari pemilihan alternatif dimaksud. Secara keseluruhan pembiayaan utang dan nonutang periode dapat terlihat pada grafik 1 berikut: Grafik 5 Pembiayaan Utang dan Nonutang, (triliun rupiah) SBN - neto Pinjaman Luar Negeri - neto (10.3) (26.6) (23.9) (13.2) (12.7) Lainnya (Nonutang) - neto (1.2) Defisit APBN % Defisit terhadap GDP (RHS) Halaman 24

30 C. Pembiayaan Melalui Utang Pembiayaan melalui utang dianggap merupakan sumber pembiayaan yang dapat berkesinambungan (sustainable) mengingat adanya konsep pembiayaan kembali (refinancing), serta lazim dilakukan oleh hampir seluruh negara. Dalam periode terdapat pola yang konsisten dalam pembiayaan APBN Indonesia, dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp14,55 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp88,40 triliun pada tahun Dari sisi instrumen utang, terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan SBN neto yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan, juga digunakan untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman luar negeri dan investasi pemerintah serta penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto meningkat dari Rp22,57 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp99,47 triliun pada tahun Sementara pinjaman luar negeri menunjukkan penurunan selama periode tersebut dengan rata-rata penurunan sekitar Rp15,83 triliun pertahun. Data pembiayaan utang periode dapat dilihat pada tabel 1 berikut. KETERANGAN Tabel 1 Pembiayaan Utang (Triliun Rupiah) Realisasi (LKPP) Realisasi Sementara A Surat Berharga Negara (neto) B Pinjaman (neto) (8.02) (23.01) (23.85) (13.22) (11.07) I Penarikan Pinjaman Luar Negeri Pembayaran Cicilan Pokok Utang II (37.11) (52.68) (57.92) (63.44) (68.03) Luar Negeri Total Pembiayaan Utang Keterangan: Pinjaman neto tidak memperhitungkan pengeluaran pembiayaan dalam rangka penerusan pinjaman Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akan membawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi tersebut antara lain: Halaman 25

31 1. Adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaran bunga atas utang. 2. APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadap dinamika pasar. 3. Kebutuhan refinancing utang semakin meningkat yang harus diimbangi dengan upaya peningkatan kapasitas pasar SBN, sebagai instrumen utama dalam pembiayaan. 4. Perlunya pengelolaan kas yang makin baik agar setiap utang yang dilakukan tidak menimbulkan biaya yang berlebihan akibat adanya dana tunai yang idle. Oleh karena itu, dalam pengelolaan utang diperlukan penerapan disiplin fiskal secara konsisten agar penggunaan dari setiap utang tersebut dapat dialokasikan pada sektor yang produktif dan dilaksanakan secara efisien untuk mencapai efektivitas yang tinggi dari pembiayaan melalui utang. Disamping itu, dalam pengelolaan utang juga menuntut adanya disiplin pasar yang tinggi agar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara hati-hati, cepat, tepat, dan efisien dengan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governance principles). D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang Untuk lebih mengendalikan beban utang agar dapat memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta untuk menjaga agar penyusunan APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam PP tersebut diatur bahwa besarnya jumlah kumulatif defisit dari APBN dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun bersangkutan dan besarnya jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan daerah dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB tahun bersangkutan. Perbandingan antara besarnya total pinjaman Pemerintah dengan PDB tahun yang bersangkutan disebut Debt to GDP ratio. Selain itu, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun , disebutkan bahwa dalam jangka menengah, pedoman umum pengelolaan utang Negara mengacu pada Peraturan Presiden Halaman 26

32 Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun , dimana dalam Perpres tersebut diatur bahwa peningkatan pengelolaan pinjaman luar negeri Pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. Untuk pinjaman dalam negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta melalui penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Dengan demikian, rasio stok pinjaman terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 40% PDB pada tahun Dari dua ketentuan tersebut, terdapat tiga ukuran yang mencerminkan keberhasilan kinerja pengelolaan utang yaitu: 1. Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari PDB. 2. Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. 3. Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Berkaitan dengan ketentuan dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005, pada grafik 6 terlihat bahwa rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa instrumen Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005 dan menjadi sekitar 30 persen pada akhir tahun Halaman 27

33 Grafik 6 Rasio Utang terhadap PDB Catatan : RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri) Pada grafik 6 di atas terlihat bahwa sejak tahun 2006 rasio utang terhadap PDB telah berada dalam posisi di bawah 40 persen, dan rasio tersebut cenderung menurun selama periode Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh Pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri. Selain itu, pada grafik 6 terlihat pula bahwa perkembangan stok (outstanding) utang luar negeri secara relatif terhadap PDB menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun Sedangkan perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang dalam mata uang US dollar akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan SBN neto dalam periode yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut dilakukan terutama Halaman 28

34 untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik. Perkembangan stok utang luar negeri berdasarkan mata uang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, Mata Uang Asli USD JPY 3, , , , ,713.8 EUR Mata Uang Lain Beragam Mata Uang Equivalent dalam Rupiah USD JPY EUR Mata Uang Lain Total Untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik, Pemerintah membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB. Realisasi tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode masingmasing adalah sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata tambahan bersih utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68 persen dari PDB. Halaman 29

35 E. Pengukuran Sasaran 1. Sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target pembiayaan melalui utang Pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan Pinjaman Program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari Pinjaman Program, tidak termasuk Pinjaman Proyek karena sifat Pinjaman Program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan Pinjaman Program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Pencapaian IKU ini menuju capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. a. Pemenuhan target pembiayaan melalui utang pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp175,12 triliun (100%) dengan capaian realisasi sebesar Rp173,12 triliun (98.86%), yang terdiri dari: 1) Penarikan Pinjaman Program ditargetkan sebesar Rp30,32 triliun (ekuivalen USD2.994 juta) dengan realisasi sebesar Rp28,57 triliun (ekuivalen USD2.944 juta). Jumlah realisasi tersebut merupakan jumlah keseluruhan kegiatan pengelolaan Pinjaman Program di tahun 2009 berasal dari 10 perjanjian. Sumber pinjaman berasal dari Bank Dunia sebesar USD1.544 juta, Asian Development Bank (ADB) sebesar USD500 juta, Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar USD600 juta, dan Pemerintah Perancis sebesar USD300 juta. Pada Pinjaman Program yang bersumber dari Bank Dunia, terjadi perubahan target dari semula sebesar USD1.594 juta menjadi USD1.544 juta. Perubahan target tersebut ditetapkan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi APBN-P 2009 tanggal 16 Oktober Halaman 30

36 2) Pembiayaan melalui SBN ditargetkan secara neto sebesar Rp99,256 triliun atau secara gross sebesar Rp144,548 triliun. Adapun realisasi penerbitan SBN secara neto Rp99,256 triliun atau secara gross sebesar Rp144,558 triliun, yang terdiri dari realisasi penerbitan SUN gross sebesar Rp128,007 triliun dan realisasi penerbitan SBSN gross sebesar Rp16,550 triliun. Realisasi SBN neto melampaui target yang ditetapkan karena pembukuan accrued interest sebesar Rp185,8 miliar diperhitungkan sebagai bagian dari realisasi SBN neto. Jumlah realisasi penerbitan SUN sebesar Rp128,007 triliun merupakan jumlah keseluruhan kegiatan penerbitan SUN di tahun 2009 yang berasal dari: a) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang rupiah sampai dengan 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp88,236 triliun. Jumlah penerbitan tersebut terdiri dari penerbitan Obligasi Negara (ON) sebesar Rp54,5 triliun, penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp24,7 triliun, penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI006 sebesar Rp8,54 triliun dan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp500 miliar. b) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang asing denominasi USD sampai dengan 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp36,075 triliun (ekuivalen USD3 miliar), sedangkan realisasi penerbitan SUN mata uang asing denominasi Yen (Samurai Bond/Shibosai) adalah sebesar Rp3,695 triliun (ekuivalen JPY35,00 miliar atau USD350 juta). Jumlah realisasi penerbitan SBSN tahun 2009 sebesar Rp16,55 triliun, dengan rincian sebagai berikut: a) Penerbitan Sukuk Ritel dengan nilai nominal Rp5,56 triliun; b) Penerbitan SBSN Valas sebesar Rp7,03 triliun (ekuivalen USD650); c) Private placement SDHI dengan nilai nominal Rp2,69 triliun; dan d) Penerbitan SBSN reguler (IFR) dengan cara lelang sebesar Rp 1,28 triliun. Masih rendahnya realisasi penerbitan SBSN tahun 2009, yaitu hanya mencapai Rp16,55 triliun, antara lain disebabkan karena terlambatnya persetujuan DPR atas penggunaan BMN sebagai aset SBSN, sehingga mengakibatkan penundaan program penerbitan yang sudah direncanakan. Selain itu, tingginya Halaman 31

37 ekspektasi imbal-hasil (yield) yang diinginkan oleh investor menyebabkan pelaksanaan penerbitan tidak memberikan hasil yang optimal. Dengan demikian, target pemenuhan pembiayaan APBN melalui utang di tahun 2009 relatif dapat terpenuhi. b. Selama periode , pemenuhan target pembiayaan melalui utang dirinci sebagai berikut: 1) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2008 sebesar Rp156,35 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang rupiah sebesar Rp82,23 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD sebesar Rp39,32 triliun (ekuivalen USD4,2 miliar), penerbitan SBSN gross dalam mata uang rupiah Rp4,70 triliun dan melalui pengadaan Pinjaman Program sebesar Rp30,10 triliun (ekuivalen USD2,77 miliar). 2) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2007 sebesar Rp119,57 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang rupiah sebesar Rp86,38 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD sebesar Rp13,58 triliun (ekuivalen USD1,5 miliar), dan melalui pengadaan Pinjaman Program sebesar Rp19.61 triliun (ekuivalen USD2,11 miliar). c. Beberapa tantangan dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang, antara lain: 1) potensi pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan karena masih terbatasnya perkembangan industri pasar keuangan domestik; 2) penerbitan obligasi valas berpotensi meningkatkan risiko nilai tukar, akan tetapi obligasi valas tetap dibutuhkan karena menjadi alternatif untuk menghindari crowding out effect; 3) target penerbitan SBN yang terlalu besar dan tidak diimbangi dengan pertumbuhan pasar domestik, dapat mendorong naiknya imbal hasil yang diminta investor; 4) ketersediaan pinjaman lunak yang disediakan oleh pemberi pinjaman semakin terbatas. d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: Halaman 32

38 1) bekerjasama dengan lembaga terkait dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN; 2) mengembangkan strategi pengelolaan risiko utang melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management dengan Bank Indonesia (natural hedging); 3) meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga baik domestik dan internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif; 4) target pembiayaan APBN melalui SBN perlu ditetapkan secara realistis dengan mempertimbangkan daya serap pasar dan pengelolaan portofolio dan risiko utang; 5) meningkatkan fleksibilitas pembiayaan utang melalui penerapan konsep utang neto. e. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang selama periode , dapat tercapai dengan baik. 2. Sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang IKU ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi terkait pengelolaan utang kepada publik secara transparan dalam rangka menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan utang yang transparan. Ketersediaan informasi pengelolaan utang adalah jumlah publikasi atau diseminasi data dan informasi utang kepada publik melalui berbagai media (cetak/elektronik) dalam satu tahun. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. a. Indikator transparansi pengelolaan utang di tahun 2009 ditargetkan sebesar 380 set dengan realisasi sebesar 489 set. 1) Terkait dengan pengelolaan SUN, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa pelaksanaan kegiatan press release terkait dengan penerbitan SUN ditargetkan sebesar 32 frekuensi dengan Halaman 33

39 realisasi sebesar 66 frekuensi. Kegiatan yang dilakukan melebihi target yang telah direncanakan, karena terdapat tambahan press release seperti penyediaan informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi melalui metode private placement dan transaksi SUN secara langsung yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam target. Kegiatan press release juga dilakukan dalam rangka menginformasikan perkembangan rating (upgrade ratings) dari rating agency. Dilakukan pula, kegiatan penyediaan bahan publikasi dan informasi pasar SUN yang ditargetkan sebesar 12 frekuensi dengan realisasi sebesar 12 frekuensi. Selain itu terdapat pula kegiatan publikasi dalam pengelolaan SUN. Tahun 2009, publikasi ditargetkan sebanyak 284 frekuensi terdiri dari publikasi melalui website sebanyak 280 frekuensi dan publikasi peraturan 4 frekuensi. Realisasi selama tahun 2009 sebanyak 373 frekuensi terdiri dari publikasi website sebanyak 366 frekuensi dan publikasi peraturan 7 frekuensi. Kegiatan publikasi dan informasi dalam rangka pengelolaan SUN berupa: a) Penyusunan/penyediaan bahan publikasi untuk penyelenggaraan sosialisasi dan pre-marketing Obligasi Negara Ritel (ORI). b) Penyusunan/penyediaan bahan publikasi dalam rangka penyelenggaraan konferensi pers terkait: (1) hasil regular issuance maupun buyback/debtswitch;dan (2) penerbitan ORI. c) Publikasi dalam bentuk slide presentasi mengenai perkembangan SUN dalam Government Debt Securities Management, yang ditampilkan pada Website DJPU secara mingguan. d) Penyusunan bahan Recent Economic Development, Joint Publication External Debt Statistic of Indonesia, dan Buku Saku Perkembangan Utang Negara. e) Publikasi melalui media elektronik misalnya penyelenggaraan talk show di radio dalam rangka pre-marketing ORI; Halaman 34

40 f) Publikasi berupa pencetakan brosur, standing banner, stiker, dan spanduk dalam rangka sosialisasi SUN dan marketing ORI. 2) Terkait dengan pengelolaan SBSN, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa kegiatan press release lelang SBSN, seleksi Agen Penjual Sukuk Ritel, dan Konsultan Hukum yang ditargetkan sebesar 11 frekuensi dengan realisasi sebesar 13 frekuensi. 3) Terkait dengan pengelolaan strategi dan portofolio utang ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa diseminasi strategi pengelolaan utang yang dilakukan sebesar 1 frekuensi. 4) Terkait dengan pengelolaan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa laporan pengelolaan utang yang ditargetkan sebesar 36 laporan dengan realisasi sebesar 36 laporan yang terdiri dari dua jenis laporan bulanan yaitu Laporan Buku Saku dan Stock Transaction Report (24 laporan) dan tiga jenis laporan triwulanan yaitu laporan Central Government Debt Statistical Table (CGDST), Laporan Posisi Pinjaman Luar Negeri dan Laporan Perkembangan Pinjaman Luar Negeri (12 laporan). Selain itu juga dilakukan publikasi terhadap laporan keuangan pengelolaan utang. b. Selama periode , penyediaan informasi kepada publik mengenai pengelolaan utang antara lain berupa kegiatan penerbitan berita triwulan, press release seperti informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi baik melalui lelang, penjualan SUN valas dan ORI, termasuk press release dalam rangka menginformasikan perkembangan rating (upgrade ratings) dari lembaga pemeringkat (rating agency) dan publikasi mengenai data statistik utang. c. Tantangan yang dihadapi dalam penyajian informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang antara lain: 1) Beragamnya kebutuhan informasi yang harus disediakan oleh pemerintah disesuaikan dengan kebutuhan dari stakeholders pengelolaan utang. 2) Validitas data pinjaman sangat tergantung pada hasil rekonsiliasi antara pengelola utang dan pengelola kas, serta konfirmasi dari pemberi pinjaman Halaman 35

41 yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan data yang up to date dan valid belum dapat diperoleh secara tepat waktu. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Penyediaan informasi kepada stakeholders dalam rangka transparansi pengelolaan utang, tetap dilakukan secara berkala, tepat waktu, dan berkesinambungan disertai pula dengan peningkatan kualitas penyajian dan materi informasi; 2) Peningkatan koordinasi dengan pihak terkait, untuk selalu menyajikan data/informasi kepada stakeholders secara up to date; 3) Melakukan rekonsiliasi data utang dengan pihak-pihak terkait secara regular, baik eksternal Departemen Keuangan (Bank Indonesia dan pemberi pinjaman) maupun internal Departemen Keuangan (DJPU, dan Ditjen PBN c.q. Dit PKN dan KPPN) dalam upaya pengintegrasian data utang. e. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 3. Sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang adalah opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) terhadap Laporan Keuangan atas bagian anggaran pengelolaan utang yang dikelola DJPU. Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (WTP/unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (WDP/qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. a. Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2009 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2008, yang dijelaskan sebagai berikut: Halaman 36

42 Target untuk tahun 2009 berupa opini BPK atas LK BA pengelolaan utang tahun 2008, yaitu sebesar 100% (WTP) dengan realisasi sebesar 100% (WTP), dimana LK BA pengelolaan utang Tahun 2008 yang terdiri dari Laporan Keuangan BA 061, (Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) mendapatkan opini WTP dari BPK. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai opini WTP atas LK BA Pengelolaan Utang adalah: 1) Melakukan perbaikan database utang melalui rekonsiliasi data posisi utang dan data pembayaran utang dengan Bank Indonesia dan Ditjen Perbendaharaan c.q. Dit. Pengelolaan Kas Negara; 2) Melakukan penyempurnaan aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) dan Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH) yang diperlukan dalam rangka menyusun laporan keuangan terkait pengelolaan utang dan hibah. 3) Menerapkan SAP dalam transaksi, pengolahan, dan penyusunan laporan keuangan pengelolaan utang; 4) Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 40/PMK.05/2009 tentang SIKUBAH; 5) Melakukan rekonsiliasi data hibah dengan Kementerian/Lembaga dan Kuasa BUN; 6) Melakukan harmonisasi peraturan mengenai penggunaan dokumen sumber pencatatan hibah. b. Selama periode , opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang adalah sebagai berikut: 1) Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2008 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2007 yang terdiri dari Laporan Keuangan : a) Laporan Keuangan BA 061 (Pembayaran Cicilan Bunga Utang) dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) yang mendapat opini WTP. Halaman 37

43 b) Laporan Keuangan BA 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri) yang mendapat opini Disclaimer. 2) Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2007 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2006 dan merupakan laporan keuangan pertama yang disusun berdasarkan implementasi SAP dan Sistem Akuntansi Keuangan, yang terdiri Laporan Keuangan BA 061 (Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri), kesemuanya mendapat opini disclaimer c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang antara lain: Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terkait dengan pengelolaan utang dalam 5 tahun ke depan diharapkan dapat dipertahankan pada level tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sedangkan untuk pengelolaan hibah diupayakan ditingkatkan dalam tahun pertama mendapat opini Wajar Dengan Pengeculian (WDP) dan untuk tahun-tahun selanjutnya akan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Walaupun telah mendapatkan opini WTP dari BPK atas LKPP terkait pengelolaan utang, masih terdapat permasalahan sebagai berikut: 1) Aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) yang belum sempurna; 2) Perbedaan ketentuan pengakuan utang yang berasal dari pinjaman luar negeri; 3) Rekonsiliasi pinjaman luar negeri masih belum didukung oleh sistem aplikasi. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Penyempurnaan Aplikasi Sistem Akuntansi Utang dan Hibah; 2) Harmonisasi ketentuan/kebijakan terkait pengelolaan utang dan hibah; 3) Opini BPK atas LKPP Pengelolaan hibah: Pada tahun 2008, Opini BPK atas LKPP Pengelolaan hibah adalah opini yang pertama kali dilaporkan dan memperoleh opini Disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat). Terkait dengan Halaman 38

44 hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan PMK No.40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah pada tanggal 27 Februari ) Sosialisasi ketentuan terkait pengelolaan hibah kepada kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. e. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 4. Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. IKU ini dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas pengelolaan utang melalui pembayaran kewajiban pokok utang, bunga, dan biaya utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga dapat menghindari kerugian negara. Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian pembayaran pokok, bunga dan biaya atas pinjaman luar negeri dan Surat Berharga Negara (Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara). Pencapaian IKU ini diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. Perkembangan realisasi pembayaran utang antara Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA (dalam triliun rupiah) No. Jenis Pengeluaran TA 2005 TA 2006 TA 2007 TA 2008 TA 2009*) 1 Pokok dan buyback SBN 24,456 25,060 59,686 46,779 49,067 2 Cicilan pokok utang luar negeri 37,112 52,681 57,923 63,469 68,031 3 Bunga utang dalam negeri 42,600 54, ,925 62,699 4 Bunga utang luar negeri 22,600 24,174 20,910 28,09 30,114 J u m l a h 126, , , , ,911 Ket : *) unaudited Halaman 39

45 a. Pada tahun 2009 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, dilaksanakan dengan realisasi sebesar 99, % atau terdapat denda sebesar %. Pada tahun tersebut terdapat denda atas keterlambatan pembayaran biaya pinjaman luar negeri kepada Uni Credit Bank Austria. Hal ini disebabkan karena tagihan pembayaran yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 31 Maret 2009 diterima pada tanggal 13 April 2009 yang kemudian diterbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPM) pada tanggal 15 April Denda sebesar EUR2,8 ekuivalen Rp40.023,00 ( %) dari total pembayaran pokok, bunga dan biaya lainnya sebesar Rp Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan: 1) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar Rp ; 2) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp ; 3) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp ; 4) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp b. Selama periode , indikator pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran dijelaskan sebagai berikut: 1) Pada tahun 2008 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan: a) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar Rp ; b) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp ; c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp ; d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp ) Pada tahun 2007 pembayaran utang telah dilakukan secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan: Halaman 40

46 a) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar Rp b) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp ; c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp ; d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp c. Beberapa tantangan dalam pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, antara lain: 1) Terdapat tagihan (Notice of Payment/NOP) dari pemberi pinjaman yang belum diterima hingga mendekati tanggal tempo pinjaman yang bersangkutan. 2) Terdapat data penarikan (Notice of Disbursement) pinjaman luar negeri dari pemberi pinjaman yang diterima tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap data outstanding pinjaman luar negeri 3) Masalah dokumentasi copy Loan Agreement dan Grant Agreement dan filing system yang masih dalam proses penataan d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: 1) Menerbitkan NOP Pengganti untuk tagihan yang telah mendekati jatuh tempo tetapi masih belum diterima. 2) Mengembangkan sistem informasi alat kendali SPM untuk memonitor proses pelaksanaan pembayaran utang. 3) Penatausahaan pinjaman yang tepat waktu Penatausahaan pinjaman yang dilakukan meliputi pengadministrasian dokumen perjanjian, dokumen penarikan, penerbitan nomor registrasi dan pengarsipan dokumen terkait pinjaman secara tepat waktu. 4) Verifikasi dokumen tagihan secara tepat waktu; Verifikasi dokumen tagihan atau Notice of Payment (NoP) dilakukan terhadap seluruh dokumen tagihan pembayaran kewajiban utang dan dokumen lainnya terkait lainnya untuk menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban utang Halaman 41

47 secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, serta untuk menghindari terjadinya kerugian negara. Keberhasilan verifikasi dokumen tagihan dilakukan dengan mengukur persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu. 5) Melakukan komunikasi dengan pemberi pinjaman terkait tagihan-tagihan yang belum diterima. 6) Melakukan rekonsiliasi data pembayaran utang dengan Ditjen Perbendaharaan dan Bank Indonesia, rekonsiliasi posisi utang dengan pemberi pinjaman dan Bank Indonesia untuk meningkatkan validitas data utang. 7) Melakukan penataan dokumentasi/kearsipan atas copy Loan Agreement dan Grant Agreement telah dilakukan melalui penataan arsip dokumen Loan Agreement dan Grant Agreement yang meliputi copy dokumen, yang terdiri dari : 256 active loan, fully disbursed, fully paid, 46 cancelled loan dan 953 grant agreement. 8) Melakukan modernisasi filing system, yaitu dengan melakukan pengalihmediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan aplikasi e-document yang berbasis web, yang telah dilakukan terhadap loan agreement dan 636 grant agreement, serta telah di-upload ke aplikasi e- document. e. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode , dapat tercapai dengan baik. 5. Sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru IKU ini dimaksudkan untuk meningkatkan fleksibilitas Pemerintah dalam pembiayaan fiskal sehingga dapat meningkatkan kapasitas sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pembiayaan dari instrumen pembiayaan tertentu. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Halaman 42

48 a. Pada tahun 2009 efektifitas instrumen pembiayaan baru ditargetkan sebesar 100% (Rp14,1 triliun) dengan realisasi % (Rp19,295 triliun). Realisasi tersebut terdiri: 1) Instrumen SUN baru yang diterbitkan sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar 100% (Rp4,195 triliun), yang terdiri dari SUN yang diterbitkan dengan cara private placement yaitu SPN dengan seri SPNNT pada bulan Februari 2009 untuk Pemda DKI Jakarta sebesar Rp500 M, serta Samurai Bond yang diterbitkan pada bulan Juli 2009 sebesar 35 M (ekuivalen Rp3,695 T dengan kurs Rp105,58/ ); 2) Instrumen SBSN baru sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar 151% (Rp15,1 triliun), terdiri dari penerbitan SBSN dengan instrumen baru pada triwulan I tahun 2009 sebesar Rp5,5 triliun berupa Sukuk Ritel, serta pada triwulan II tahun 2009 sebesar Rp9,6 triliun berupa SBSN Valas Rp7 triliun, SBSN SDHI-A Rp1,5 triliun, SDHI-B Rp850 miliar, dan SDHI-C Rp336 miliar. b. Selama periode , dilaksanakan pengembangan dan penerbitan instrumen pembiayaan baru, yaitu: 1) Pada tahun 2008, Instrumen SBN baru yang diterbitkan SBSN melalui metode bookbuilding menggunakan struktur ijarah sale and lease back seri IFR0001 dan IFR0002 dengan total nominal penerbitan sebesar Rp4,78 triliun. Selain itu juga telah dikembangkan instrumen utang baru, yaitu: a) Sukuk Ritel, SBSN Valas, dan SBSN SDHI; b) SUN valas di luar mata uang dollar US, seperti Samurai Bond, proses penerbitan Samurai Bond relatif berbeda dengan penerbitan SUN valas yang denominasi dollar yang selama ini telah dilakukan terutama karena Samurai Bond tersebut memiliki garansi dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan diterbitkan melalui private placement. 2) Pada tahun 2007, Instrumen SBN baru yang diterbitkan yaitu: a) SPN sebesar Rp4,168 triliun dari 3 kali penerbitan. b) Zero Coupon Bond sebanyak 3 seri zero coupon bond, dengan total outstanding sebesar Rp10,50 triliun. Halaman 43

49 Selain melaksanakan penerbitan instrumen pembiayaan baru tersebut, pada tahun 2007 Pemerintah juga melakukan kajian mengenai instrumen SUKUK atau ON berbasis syariah c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru antara lain: 1) Pengembangan Instrumen Pembiayaan Surat Negara Pengembangan instrumen baru jenis Surat Utang Negara di periode masih dalam proses pengkajian untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut. 2) Pengembangan Instrumen Pembiayaan Syariah Pengembangan instrumen baru dan metode penerbitan SBSN terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas Pemerintah dalam melakukan penerbitan SBSN. Keberhasilan portofolio SBSN yang optimal dan efektif melalui persentase pemenuhan struktur portofolio SBSN sesuai dengan strategi, persentase pencapaian target effective cost, serta persentase ketersediaan underlying asset sesuai target. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Melanjutkan pengembangan instrumen SUN dengan membuka peluang penerbitan instrumen baru sesuai kebutuhan investor dengan mempertimbangkan faktor risiko dan biaya yang dihadapi Pemerintah dan melakukan kajian, evaluasi dan/atau inovasi atas instrumen SUN yang sudah ada; 2) Sedangkan instrumen baru SBSN untuk pembiayaan proyek (project financing) dengan akad istishna atau musyarakah sampai dengan saat ini masih dalam proses finalisasi desain instrumen, penerbitan fatwa MUI serta penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan APBN Melalui Penerbitan SBSN. e. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode , dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam rangka Halaman 44

50 memperdalam pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru untuk memperluas pasar SBN, dan apabila memungkinkan, instrumen baru tersebut akan diterbitkan. 6. Sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan indikator: a. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang yang semakin rendah dan menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah efisien. Penurunan beban utang dapat dilakukan antara lain melalui pemilihan jenis/instrumen utang baru dan restrukturisasi utang yang telah ada. Pemilihan jenis/instrumen utang baru antara lain dengan meminimalkan penerbitan SBN dengan diskon dan/atau bunga yang tinggi, serta mengutamakan pengadaan pinjaman luar negeri baru yang bersifat lunak. Sedangkan restrukturisasi dilakukan melalui program debtswitch/buyback SBN dan restrukturisasi jenis bunga pinjaman luar negeri. Perkembangan target dan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang periode adalah sebagai berikut: 1) Pada tahun 2009 rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang ditargetkan sebesar 6,59% dengan realisasi sebesar 5,75%. Halaman 45

51 Target beban bunga utang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp110,6 triliun dengan realisasi sebesar Rp92,7 triliun. Perkiraaan rata-rata posisi utang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp1.679,4 triliun dengan realisasi sebesar Rp1.613,4 triliun. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pencapaian realisasi rasio yang lebih rendah dari target di tahun 2009 terutama disebabkan karena adanya penghematan beban bunga akibat: a) kebijakan front loading yang market adaptive dilakukan untuk mengurangi tekanan di pasar domestik, sehingga pada semester kedua pemerintah memiliki keleluasaan dalam memilih instrumen untuk mendapatkan biaya utang yang relatif rendah; b) biaya yang dikeluarkan untuk debt switching lebih rendah dari target; c) restrukturisasi pinjaman luar negeri; dan d) penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan tingkat bunga acuan untuk pinjaman luar negeri dan SBN Variable Rate. 2) Pada periode , perkembangan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama periode dapat dilihat pada tabel 4. Halaman 46

52 Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, triliun rupiah No Uraian Target APBN-P LKPP Target APBN-P LKPP Target APBN-P LKPP Target APBN-P LKPP Target IKU Realisasi 1 Pembayaran Bunga Utang Rata-rata Outstanding Utang 1, , , , , , , , , , Rasio 4.66% 4.99% 6.23% 6.05% 6.31% 5.91% 6.57% 5.78% 6.59% 5.75% Kurs tengah BI akhir tahun (Rp/US$1) 9,830 9,020 9,419 10,950 9,400 Pada periode , penurunan rasio beban utang terhadap rata-rata outstanding utang disebabkan karena peningkatan beban utang yang relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan rata-rata outstanding utang. 3) Beberapa tantangan dalam penurunan Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, antara lain: a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis sehingga mempengaruhi antara lain: (1) Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN baru yang diterbitkan; (2) Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang yen dan US dollar yang sangat volatile. Pergerakan nilai tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang valas maupun outstanding utang valas. (3) Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi outstanding utang. b) Realisasi penarikan Pinjaman Proyek tidak ditentukan oleh Kementerian Keuangan, tetapi ditentukan oleh pelaksana kegiatan yaitu Halaman 47

53 Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan Pinjaman Proyek berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman. 4) Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan nilai tukar dan yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang. b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness criteria dan penyusunan proyeksi penarikan Pinjaman Proyek. 5) Indikator Kinerja Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, selama periode , dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. b. Pencapaian target effective cost Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/menarik utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/menarik utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan 1) Pada tahun 2009, indikator effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 80,80%. Pencapaian effective cost yang lebih rendah dari target di tahun 2009 disebabkan karena beberapa faktor sebagai berikut yaitu, membaiknya kondisi perekonomian, strategi penerbitan yang digunakan, dan pemilihan instrumen utang yang diterbitkan telah memberi dampak menekan biaya utang (cost of fund) utang secara keseluruhan, sehingga berada di bawah target batas maksimum yang ditetapkan. Halaman 48

54 Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) perumusan rencana portofolio utang yang efektif untuk membiayai kebutuhan pembiayaan tahunan; dan b) penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman secara selektif. 2) Pada periode , perkembangan effective cost dijelaskan sebagai berikut: Target Indikator kinerja effective cost pengelolaan utang dapat tercapai, disebabkan oleh turunnya tingkat bunga, yang memberi dampak terhadap menurunnya suku bunga pinjaman luar negeri. 3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator pencapaian target effective cost. Effective cost merupakan cerminan dari biaya utang. Pemerintah berupaya mendapatkan tingkat biaya utang yang wajar dengan tidak melebihi target yang telah ditetapkan serta memperhatikan kondisi pasar keuangan. 4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Penerbitan SBN secara selektif dengan mengoptimalkan potensi sumber pembiayaan domestik melalui penerbitan SBN Rupiah. b) Pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar (favourable) bagi Pemerintah dan tanpa agenda politik dari kreditor; 5) Indikator Kinerja pencapaian target effective cost, selama periode , dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. c. Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan Struktur portofolio utang yang optimal merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. Halaman 49

55 1) Pada tahun 2009, indikator terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 87,40%. Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi yang telah ditetapkan, dimana pencapaian struktur tersebut melalui penerbitan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Hal ini disebabkan: a) Penerbitan Shibosai sebesar JPY35 miliar yang lebih kecil dari rencana sebesar JPY100 miliar. b) Penguatan kurs rupiah terhadap valuta asing. c) Tidak banyaknya permintaan atas floating debt di tengah situasi penurunan suku bunga. d) Rendahnya permintaan akan short term debt pada kondisi tingkat bunga yang rendah Secara keseluruhan risiko portofolio utang lebih rendah dari yang ditargetkan dengan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan. Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan: a) Restrukturisasi utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback), dan; b) Pengurangan Utang melalui Skema debt switching/debt swap; 2) Pada periode , perkembangan struktur portofolio utang dijelaskan sebagai berikut: Dalam rangka pengelolaan portofolio, pemerintah telah melakukan Debt Switching melalui mekanisme pasar untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 2005 yaitu dengan menukar SBN yang mempunyai jatuh tempo jangka pendek dengan SBN dengan jatuh tempo yang lebih panjang. Switching dilakukan dalam rangka mengurangi risiko pembiayaan kembali terutama untuk jangka pendek, sampai dengan tiga tahun ke depan. Dalam melakukan switching, pemerintah akan mempertimbangkan kondisi pasar dan minat Halaman 50

56 pelaku pasar untuk berpartisipasi. Hal ini dimaksudkan agar tujuan switching dapat dicapai dan dilakukan pada biaya yang wajar. Buyback dilakukan oleh pemerintah untuk beberapa tujuan diantaranya mengurangi refinancing risk dengan mengurangi outstanding dari SBN yang jatuh tempo pendek (1-2 tahun) dan menjaga stabilitas pasar ketika pasar surat utang mengalami kelesuan. Sejak tahun 2004, jumlah pembelian kembali yang pernah dilakukan mencapai Rp12,354 triliun. Masih rendahnya pembelian kembali yang dilakukan karena keterbatasan sumber dana tunai pemerintah untuk operasi tersebut. Secara ideal, dalam konsep utang neto, seharusnya pemerintah dapat melakukan buyback terutama untuk stabilitas pasar dengan cara menerbitkan jumlah yang cukup besar ketika pasar cukup tinggi, dan melakukan stabilitas pasar ketika terdapat kecenderungan kelesuan pasar. Baik debt switching maupun buyback bertujuan untuk pengembangan pasar dan peningkatan likuiditas yang dilakukan dengan menerbitkan obligasi yang dapat menjadi benchmark dan aktif ditransaksikan (on the run) dengan obligasi yang tidak aktif (off the run). Halaman 51

57 Tabel 5 Country Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap Germany Debt Swap Title Project Amount Debt Swap I Learning Resources Centres EUR 12.8 EUR 25.6 EUR 25.6 Debt Swap II Junior Education in Eastern Region of Indonesia EUR 11.5 EUR 23.0 EUR Commitment Cancelation Realization 5 6 Debt Swap IIIa Debt Swap IIIb Debt Swap IV Financial Assistance for Environmental Investements of Micro and Small Enterprises Strengthening the Development of National Parks in Fragile Ecosystem School Recontruction & Rehabilitation in Earthquake Area in Yogyakarta and Central Java EUR 6.3 EUR 12.5 EUR 0.0 EUR 12.5 EUR 25.0 EUR 0.0 EUR 10.0 EUR 20.0 EUR 0.0 Debt Swap V Debt2Health EUR 25.0 EUR 50.0 EUR 10.0 Italy Debt Swap I Housing and Setlement EUR 5.7 EUR 5.7 EUR 3.9 USD 24.2 USD 24.2 USD 16.6 USA Debt Development Swap Tropical Forest Conservation Act/TFCA USD 20.0 USD 22.0 USD 0.0 TOTAL EUR EUR 39.5 USD 46.2 USD 16.6 Halaman 52

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang PENGANTAR PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2011 sebagai salah satu Unit Eselon I Kementerian Keuangan. LAKIP DJPU disusun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN R.I. I K H T I S A R E K S E K U T I F D irektorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal.

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : Mewujudkan pengelolaan kas yang efisien dan optimal. RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara - 181-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Pasar Surat Utang Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, analisis kinerja,

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara - 155-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Utang Negara mempunyai tugas melaksanakan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal - 169-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Keuangan dan Fiskal mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan analisis dan kajian yang terkait dengan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016 SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, JANUARI 2017 Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekretariat Inspektorat

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN Pengantar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja DJPU tahun 2010

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

2.1 Rencana Strategis

2.1 Rencana Strategis 2.1 Rencana Strategis Sekretariat Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan () telah menyusun suatu Rencana Strategis (Renstra) dengan berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama

Lebih terperinci

I K H T I S A R E K S E K U T I F

I K H T I S A R E K S E K U T I F I K H T I S A R E K S E K U T I F D irektorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : C. MISI UNIT

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif - 193-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Analisis Pasar Uang dan Derivatif mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan, analisis dan kajian

Lebih terperinci

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bab IV Studi Kasus Sebelum melakukan perancangan, akan dipaparkan profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta visi, misi, tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi, strategi bisnis, strategi TI,

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Pada penyusunan Laporan Akuntabilias Kinerja Tahun 2013 ini, mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara - 223-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Peraturan Surat Utang Negara 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Peraturan Surat Utang Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan peraturan perundang-undangan,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131 /PMK.01/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEUANGAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131 /PMK.01/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 131 /PMK.01/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEUANGAN MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas dan kinerja

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA INSPEKTORAT 2015 SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KINERJA INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET TAHUN 2014 Nomor : LAP-3/IPT/2/2015 Tanggal :

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja - 264-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja Direktorat meliputi perencanaan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. D JPU Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

KEMENTERIAN KEUANGAN. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. D JPU Tahun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah KEMENTERIAN KEUANGAN D JPU Tahun 2011 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah D.JPU Tahun 2011 PENGANTAR (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) merupakan perwujudan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG S etiap instansi Pemerintah mempunyai kewajiban menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) atau Laporan Kinerja pada akhir periode anggaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya peningkatan kinerja dan institusi kelembagaannya, Kementerian Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu peningkat- an efisiensi, efektivitas,

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi - 245-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Evaluasi Pelaksanaan Transaksi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan evaluasi pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah No.1183, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. SAKIP. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTABILITAS INSTANSI

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH. BAB I KETENTUAN UMUM www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015 JAKARTA, FEBRUARI 2016 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 2154-9991-3669-7464 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif - 53-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Infrastruktur Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja - 234-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Perencanaan dan Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai lima tahun secara

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.12-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

*13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 24/2002, SURAT UTANG NEGARA *13423 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 24 TAHUN 2002 (24/2002) TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1229, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Surat Utang Negara. Pasar Internasional. Penjualan. Pembelian Kembali. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.08/2013

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2011 Daftar Isi i Kata Pengantar ii Ringkasan Eksekutif iv Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 v BAB I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Instansi Vertikal. Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.01/2012

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR SP DIPA-015.07-0/2015 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN

LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN LAKIP DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN GRESIK TAHUN 07 BAB I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Dalam perspektif yang luas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah mempunyai fungsi sebagai media / wahana

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA--/AG/214 DS 3739-9477-7155-715 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun 213 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang - 30-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Utang 2. IKHTISAR JABATAN : Melaksanakan penyiapan perumusan, evaluasi, analisis, dan rekomendasi strategi pengelolaan utang jangka

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor - 130-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pengembangan Instrumen dan Basis Investor mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 1.1. Latar Belakang Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) 2016 BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Instansi Pemerintah (LKJiP) Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

FORMULIR 2 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2017 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN KEUANGAN 2. Sasaran Strategis K/L : 1.Terjaganya Kesinambungan Fiskal 3. Program : Program

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M. KATA PENGANTAR Laporan akuntabilitas kinerja merupakan wujud pertanggungjawaban kepada stakeholders dan memenuhi Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 yang mengamanatkan setiap instansi pemerintah/lembaga

Lebih terperinci

PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PRESENTASI KETUA KELOMPOK KERJA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN Jakarta, 31 Agustus 2004 1 PARADIGMA BARU Penegasan fungsi pejabat perbendaharaan negara; Pemisahan kewenangan administratif dan kewenangan

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja - 205-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja 2. IKHTISAR JABATAN : Subdirektorat Peraturan Surat Utang Negara dan Evaluasi Kinerja mempunyai tugas melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas managerial dalam lingkungan organisasi yang bertujuan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pada tiap

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II - 83-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif II mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBIAYAAN DALAM APBN Abstract Saldo Anggaran Lebih yang berasal dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran dari Tahun Anggaran yang lalu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2015 KATA PENGANTAR D engan memanjatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Ben

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Ben - 2-3. 4. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DJPU TAHUN 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG LAPORAN AKUNTABILITAS

Lebih terperinci

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya agar efektif, efisien, dan akuntabel, Direktorat Penanganan Pelanggaran (Dit. PP) berpedoman pada dokumen perencanaan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam No. 2024,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemberian. Jaminan. Percepatan. Jalan Tol Sumatera. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/ PMK.08/2015 TENTANG TATA

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH...

DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... a b DAFTAR ISI 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH... 2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara

NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara - 153-1. NAMA JABATAN : Kepala Subdirektorat Analisis Keuangan dan Pasar Surat Berharga Syariah Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melaksanakan pemantauan dan analisis terhadap perkembangan pasar keuangan, analisis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.491, 2015 KEMENKOMINFO. Akuntabilitas Kinerja. Pemerintah. Sistem. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13

Lebih terperinci

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara

NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara - 287-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Akuntansi Surat Berharga Negara 2. IKHTISAR JABATAN: Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan akuntansi dan rekonsiliasi data terkait dengan pengelolaan Surat Utang Negara

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 66-1. NAMA JABATAN : Kepala Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif I 2. IKHTISAR JABATAN : Seksi Pelaksanaan Transaksi Surat Utang Negara dan Derivatif I mempunyai tugas melakukan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci