HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Peternakan Sri Murni"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Setiap peternakan memiliki karakteristik tersendiri baik dari segi sejarah pendirian dan tujuan dari pendirian peternakan serta topografi dan letak koordinat. Perincian dari keadaan umum masing-masing peternakan disajikan pada uraian berikut ini. Peternakan Sri Murni Penelitian dilakukan pada satu peternakan rakyat yang tersebar di Dusun Bojongsari yang kemudian bergabung menjadi sebuah koperasi Sri Murni. Koperasi Sri Murni terletak di Blok Pasirranji, Dusun Bojong sari, Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen, Kabupaten Banjar Sari dipimpin oleh bapak Yaya. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 22 12,1 BT dan 108 o 36 21,9 LS pada ketinggian 29 m dpl. Suhu udara maksimum 27,90 o C dan minimum 26,13 o C sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 87,63%. Tujuan kelompok tani Sri Murni adalah menyatukan persepsi para anggota dalam peran aktif membangun pertanian melalui: 1. Membangun kerjasama antara anggota kelompok 2. Mempermudah pembinaan para anggota kelompok 3. Tempat penerapan teknologi pertanian/peternakan 4. Wadah musyawarah para anggota kelompok dalam menyelesaikan permasalahan 5. Sarana usaha tani yang lebih terkordinir Sasaran yang ingin dicapai dari pembentukan kelompok adalah: 1. Peningkatan pendapatan anggota kelompok 2. Menambahkan/menciptakan lapangan kerja Koperasi Sri Murni dibentuk pada tanggal 27 Mei 1997, dan dikukuhkan pada tanggal 27 Maret 2006 yang dipimpin oleh Bapak Karjo dengan 31 orang anggota. Koperasi ini bergerak pada usaha pokok agribisnis kambing PE, sapi potong serta ayam Buras. Selain itu, koperasi ini bergerak di usaha lain yaitu jasa traktor, pembesaran ikan gurame dan sarana produksi pertanian. Sampai saat ini, koperasi Sri Murni memiliki aset berupa ternak sebanyak 362 ekor, yang terdiri atas kambing PE sebanyak 195 ekor, sapi potong sebanyak 17 20

2 ekor dan ayam sebanyak 150 ekor. Jika dihitung rata-rata kepemilikan ternak kambing PE, maka setiap anggota kelompok memiliki ternak sebanyak 6 ekor. Peternakan Bapak Yepe Peternakan Bapak Yepe terletak di Kampung Cisumur, Desa Karsa Menak, Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 21 54,5 BT dan 108 o 13 14,0 LS pada ketinggian 367 m dpl. Suhu udara maksimum 25,98 o C dan minimum 23,81 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 84,13%. Peternakan Surya Medal Peternakan Bapak Zam-zam (Surya Medal) terletak di Kampung Cibiru, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi. Letak peternakan ini pada koordinat 07 o 19 11,6 BT dan 108 o 04 19,2 LS pada ketinggian 561 m dpl. Suhu udara maksimum 23,79 o C dan minimum 22,41 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 89,00%. Kecamatan Sariwangi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah lama melaksanakan kegiatan pemeliharaan ternak kambing, khususnya kambing PE. Perkembangan kambing di kecamatan ini dari waktu ke waktu sangat pesat, sehingga banyak peternak yang beralih dari memelihara domba ke memelihara kambing PE. Salah satu sentra peternakan kambing PE berada di Blok Cibiru, Kampung Leuwi Peusing, Desa Sariwangi, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat ini telah berdiri kelompok tani peternak kambing PE, yaitu Surya Medal. Kelompok tani peternak kambing PE Surya Medal, merupakan kelompok peternak yang melakukan kegiatan usaha pengadaan bibit dan sebagai produsen/penghasil susu kambing perah. Kelompok peternak kambing PE Surya Medal didirikan pada tahun 2004 bermula dari lima orang peternak yang pada perjalanannya sampai akhir tahun 2008 memiliki 222 ekor kambing PE dengan kandang berjumlah 22 unit. Populasi jantan dewasa sebanyak 26 ekor, dan betina sebanyak 122 ekor, anak jantan sebanyak 24 ekor dan anak betina sebanyak 60 ekor. Kelompok memiliki lahan seluas 0,5 hektar dan ditanami rumput gajah sebagai penyedia pakan hijauan bagi ternak. Produksi susu rata-rata per hari mencapai 32,4 liter. Pemasaran susu bersifat lokal, dimana 21

3 pembeli datang langsung ke lokasi kelompok. Susu kambing yang tidak terjual dikonsumsi oleh anggota kelompok. Peternakan Bapak Aan Peternakan Bapak Aan terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Letak peternakan ini pada koordinat 07 o 18 17,0 BT dan 108 o 03 13,4 LS dengan ketinggian 673 m dpl. Suhu udara maksimum 22,96 o C dan minimum 20,88 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 82,75%. Peternakan Malaganti Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perbibitan Ternak Kambing PE Malaganti terletak di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Peternakan ini terletak pada koordinat 07 o 17 54,5 BT dan 108 o 03 08,2 LS dengan ketinggian 727 m dpl. Suhu udara maksimum 23,2 o C dan minimum 20,58 o C, sehingga diperoleh kelembaban relatif rata-rata 80,50%. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mempunyai perhatian untuk meningkatkan penyediaan ternak bibit yang berkualitas, sehingga dibentuk UPTD perbibitan ternak yang telah memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) Sapi Potong di Tawang Pancatengah dan UPT Kambing PE di Malaganti, Sariwangi. Kedua UPT tersebut menyediakan bibit sapi potong dan kambing PE berkualitas bagi masyarakat. Pembentukan UPT didasarkan pada peraturan daerah Kabupaten Tasikmalaya nomor 15 tahun 2008 tentang organisasi dinas daerah Kabupaten Tasikmalaya. UPTD Perbibitan kambing PE dibangun pada tahun 2005 dan mulai dioperasionalkan pada tahun 2006 yang berlokasi di Kampung Malaganti, Desa Sukaharja, Kecamatan Sariwangi. Perbibitan kambing PE mempunyai lahan seluas m 2. UPT memiliki fasilitas satu unit gedung kantor, empat unit kandang ternak berkapasitas 50 ekor, satu unit gedung serbaguna, satu hektar kebun rumput pada tanah milik negara, satu unit motor dengan bak terbuka (torbak) pengangkut rumput, dan satu unit mesin pengolahan kompos. Populasi induk kambing tercatat 83 ekor. Kambing PE menghasilkan rata-rata 50 ekor anak dan 10 ton pupuk organik serta 800 liter susu per bulan. Pendirian UPTD ini antara lain bertujuan untuk, 1) menyediakan fasilitas pembibitan ternak sapi potong dan kambing PE, 2) menyediakan fasilitas tempat pelatihan, 3) magang dan percontohan bagi peternak serta untuk peningkatan 22

4 sumberdaya manusia peternak khusunya peternak sapi potong dan kambing PE, 4) meningkatkan mutu ternak sapi potong dan kambing PE melalui sistem perkawinan terarah, 5) meningkatkan pendapatan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya melalui penjualan bakalan sapi dan kambing PE, 6) penyebaran ternak kepada peternak melalui pola kemitraan dan bagi hasil, serta 7) penjualan susu dan pupuk kompos. Tatalaksana Pemeliharaan Tatalaksana pemeliharaan pada umumnya masih dilakukan secara tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para orang tua peternak. Hal tersebut dapat diamati dari kegiatan yang dilakukan oleh para peternak yang mencakup sistem perkandangan, pemberian pakan, perkawinan, pemerahan, serta sanitasi kandang. Kandang Kandang yang digunakan pada kelima peternakan merupakan kandang panggung dengan bahan utama berupa kayu dan bambu. Atap yang digunakan berupa atap genteng yang terbuat dari tanah liat. Tempat pakan pada peternakan 1, 2, 3, dan 4, berhadap-hadapan (head to head), sedangkan pada peternakan 5 saling membelakangi (tail to tail). Lantai kandang pada peternakan 1, 2, 3 dan 4 terbuat dari bambu yang diberi celah agar kotorannya jatuh ke kolong kandang. Lantai kandang pada peternakan 5 menggunakan kayu yang diberi celah untuk kotoran. Pada peternakan 2, kondisi lantai kandang yang terbuat dari bambu sudah mulai rusak yang mengakibatkan ternak sering terperosok, sehingga dapat membahayakan keselamatan ternak. Pemberian Pakan Pakan yang diberikan berupa pakan hijauan yang diperoleh dari hasil mengarit (cut and curry). Pada peternakan 1 dan 4, pakan diberikan secara rutin yaitu dua kali dalam sehari, pada pagi dan sore hari. Peternakan 2, 3, dan 5 memberikan pakan satu kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari. Waktu pemberian pakan pada peternakan 2, 3, dan 5 tidak menentu, yaitu antara pukul WIB sampai pukul WIB. Keterlambatan pemberian pakan disebabkan oleh lokasi dalam mencari rumput yang cukup jauh dan persaingan para peternak dalam mencari rumput yang cukup banyak yang mengakibatkan perolehan rumput berkurang. 23

5 Pemerahan Setiap peternakan umumnya melakukan pemerahan sekali dalam sehari, yang dilakukan pada pagi hari. Pada peternakan 1 dan 4, sebelum pemerahan dilakukan pembersihan ambing dengan menggunakan air hangat, sedangkan pada peternakan 2, 3, dan 5 pembersihan ambing dilakukan dengan air biasa. Pada peternakan 1 dan 4 pemerahan dilakukan pada orang yang sama, sedangkan pada peternakan 2, 3, dan 5 pemerahan dilakukan bergantian. Kepemilikan ternak oleh beberapa orang pada peternakan 2, 3, dan 5 menyebabkan pemerahan dilakukan secara bergantian. Pemerahan yang dilakukan pada kelima peternakan untuk mendapatkan produksi yang maksimal tidak sesuai dengan pendapat Atabany (2002) yang meyatakan jumlah pemerahan setiap hari berpengaruh terhadap produksi susu. Pemerahan dua kali sehari produksi susu meningkat 40 % daripada pemerahan satu kali, pemerahan tiga kali lebih tinggi 5%-20 % daripada dua kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5%-10% daripada pemerahan tiga kali. Perkawinan Perkawinan yang dilakukan merupakan perkawinan secara alami, yaitu mengawinkan kambing jantan dengan kambing betina secara langsung. Setiap peternak melakukan perkawinan dengan cara memasukkan pejantan ke dalam kandang betina yang sedang berahi. Perkawinan dilakukan selama 2-3 hari setelah ternak menunjukkan berahi. Pada peternakan 2, 3, dan 5, banyak ternak yang terlewat dalam melakukan perkawinan disebabkan kurangnya pengontrolan birahi. Pada peternakan 2, keterlambatan perkawinan disebabkan oleh faktor internal kepengurusan. Faktor-faktor tersebut meningkatkan panjang waktu selang beranak pada ternak. Sanitasi Sanitasi kandang meliputi pembersihan tempat pakan, tempat minum, dan kotoran ternak. Pada peternakan 1, 3, dan 4, tempat pakan selalu dibersihkan dari sisa-sisa pakan, sedangkan pada peternakan 2 dan 5 jarang dilakukan pembersihan. Kotoran ternak tidak terdapat di lantai kandang karena kandang yang digunakan merupakan kandang panggung. Umumnya kotoran ternak yang terdapat di kolong kandang dibersihkan 2-3 bulan sekali atau ketika ada petani yang akan membelinya. 24

6 Tatalaksana pemeliharaan pada masing-masing peternakan seperti perkandangan, pemberian pakan, pemerahan, perkawinan, dan sanitasi tidak sama. Peternakan 1 dan 4 lebih baik dibanding dengan peternakan 2, 3, dan 5 dalam tatalaksana pemeliharaan. Ketinggian Tempat Pengukuran ketinggian tempat pada kelima peternakan menggunakan alat GPS dengan tingkat akurasi sekitar 3 m. Hasil pengukuran ketinggian menunjukkan peternakan 1 terletak pada ketinggian 29 m dpl (meter di atas permukaan laut). Peternakan 2 terletak pada ketinggian 367 m dpl. Peternakan 3 terletak pada ketinggian 561 m dpl. Peternakan 4 terletak pada ketinggian 673 m dpl. Peternakan 5 terletak pada ketinggian 727 m dpl. Tabel 3 menunjukkan bahwa kelima peternakan tersebut berada pada daerah dataran rendah dan dataran sedang. Siregar (l982) memberikan batasan bahwa daerah dataran rendah memiliki ketinggian antara m dpl dan daerah dataran sedang berkisar antara m dpl. Data ketinggian tempat, suhu udara, kelembaban udara, konsumsi pakan dan produksi susu pada kelima peternakan yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Ketinggian Tempat, Suhu, Kelembaban, Konsumsi Pakan dan Produksi Susu pada Kelima Peternakan Peternakan Ketinggian Tempat Suhu ( o C) Dry Wet Udara Kelembaban (%) Konsumsi Pakan Segar (kg) Rataan Produksi/ekor/ hari (ml) 1 29 m dpl 27,90 26,13 27,01±2,49 87,63±7,33 8,0±0, ,1±428, m dpl 25,98 23,81 24,90±3,63 84,13±14,68 7,0±0,21 521,3±222, m dpl 23,79 22,41 23,08±2,80 89,00±7,98 7,5±0,38 828,7±148, m dpl 22,96 20,88 21,92±3,26 82,75±6,74 8,0±0, ,3±788, m dpl 23,02 20,58 21,81±2,31 80,50±4,31 7,5±0,23 570,39±170,7 Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Suhu Udara Pengukuran suhu pada lima peternakan dilakukan dengan menggunakan termometer bola basah-bola kering yang ditempatkan di dalam kandang. Tujuan menggunakan termometer bola basah-bola kering adalah untuk mengetahui suhu maksimum dan minimum di dalam kandang. Selama pengambilan data suhu kandang, didapatkan suhu udara yang berbeda-beda pada masing-masing peternakan. 25

7 Peternakan 1 pada ketinggian 29 m dpl, menunjukkan suhu maksimum 27,90 o C dan suhu minimum 26,13 o C dengan suhu udara 27,01 o C. Peternakan 2 pada ketinggian tempat 367 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 25,98 o C dan suhu minimum 23,81 o C dengan suhu udara 24,92 o C. Peternakan 3 dengan ketinggian tempat 561 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 23,79 o C dan suhu minimum 22,41 o C, dengan suhu udara 23,08 o C. Peternakan 4 dengan ketinggian tempat 673 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 22,96 o C dan suhu minimum 20,88 o C dengan suhu udara 21,92 o C. Peternakan 5 dengan ketinggian tempat 727 m dpl, menunjukkan rata-rata suhu maksimum 23,02 o C dan suhu minimum 20,58 o C dengan suhu udara 21,80 o C. Ketinggian tempat yang diamati berkisar antara 0 sampai 800 m dpl. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat terhadap keadaan suhu udara pada tempat yang berbeda. Pengaruh ketinggian tempat terhadap suhu udara dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Suhu Udara Ketinggian Suhu Rataan Lokasi (m dpl) ( o Suhu*( o C) Suhu**( o C) C) Peternakan ,01±2,49 a 27,01 27,01 Peternakan ,90±3,63 ab 24,81 25,13 Peternakan ,08±2,80 ab 23,66 23,84 Peternakan ,92±3,26 ab 22,35 22,46 Peternakan ,81±2,31 b 21,57 21,62 Sumber : * Handoko (1995), ** Payne (1970) Ketinggian tempat di lima peternakan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap suhu di dalam kandang. Suhu udara dipengaruhi faktor ketinggian, letak garis lintang dari suatu daerah, jarak daerah dengan lautan dan populasi vegetasi yang terdapat di daerah tersebut. Menurut Kartasapoetra (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi antara lain, 1) jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim 2) pengaruh daratan atau lautan, 3) pengaruh angin secara tidak langsung, 4) pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer, 5) penutup tanah, yaitu tanah yang ditutup vegetasi 26

8 yang mempunyai temperature lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi, dan 6) tipe tanah, tanah gelap memiliki indeks suhu lebih tinggi. Suhu udara peternakan 5 lebih rendah dari peternakan 1 akibat pengaruh ketinggian tempat. Peternakan 1 mempunyai ketinggian tempat paling rendah dan suhu udara paling tinggi. Peternakan 5 pada lokasi yang paling tinggi memiliki suhu udara paling rendah. Suhu udara peternakan 2, 3, dan 4 tidak berbeda dengan peternakan 1 atau peternakan 5. Payne (1970) menyatakan bahwa suhu udara harian rata-rata akan menurun 1,7 o C untuk setiap perubahan ketinggian tempat sebesar 305 m dpl. Handoko (1995) menyatakan berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tingkat penurunan tersebut adalah 0,65 0 C setiap kenaikan ketinggian 100 m. Suhu kelima peternakan, jika dibandingkan dengan suhu menurut Handoko (1995) dan Payne (1970), memiliki selisih yang tidak begitu signifikan. Suhu dalam kandang kelima peternakan dengan suhu menurut Handoko (1995) memiliki selisih antara 0,11 o C sampai 0,58 o C. Selisih antara suhu dalam kandang di kelima peternakan dengan suhu udara menurut Payne (1970) berkisar antara 0,18 o C sampai 0,76 o C. Lokasi peternakan 3, 4 dan 5 berada di kaki gunung Galunggung dan berhutan lebat, peternakan 2 berada di kota Tasikmalaya (pemukiman), sedangkan peternakan 1 berada di Kabupaten Banjar. Vegetasi tanaman, posisi daerah terhadap lautan dan daratan, letak geografis suatu daerah sangat mempengaruhi suhu udara pada lingkungan sekitar. Peternakan 1 dan 5 mempunyai perbedaan suhu sangat jelas akibat letak geografis yang berbeda. Peternakan 1 merupakan dataran rendah yang lokasinya lebih dekat dengan lautan, sedangkan peternakan 5 merupakan dataran tinggi yang lokasinya terletak di kaki gunung Galunggung. Handoko (1995) berpendapat suhu suatu tempat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di permukaan Bumi. Daerah yang masih bervegetasi lebat, memiliki suhu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka. Tabel 4 menunjukkan bahwa ketinggian tempat yang semakin tinggi, memiliki suhu udara semakin rendah. Kandungan unsur-unsur udara akan semakin berkurang dengan semakin tinggi tempat, sehingga menyebabkan semakin rendahnya suhu udara. Udara merupakan penyimpan panas yang buruk, sedangkan permukaan bumi merupakan konduktor yang baik, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh 27

9 permukaan bumi. Oleh karena itu, proses pemindahan panas lebih efektif pada permukaan bumi dibandingkan untuk pemanasan udara. Hal ini sesuai dengan pendapat Handoko (1995) yang menyatakan bahwa semakin tinggi letak suatu tempat, semakin rendah suhu udaranya. Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata tingkat penurunan tersebut adalah 0,65 0 C untuk setiap kenaikan ketinggian 100 m. Payne (1970) menyatakan bahwa suhu udara harian rata-rata akan menurun 1,7 o C untuk setiap perubahan ketinggian tempat sebesar 305 m dpl. Suhu kandang pada kelima peternakan memiliki perbedaan sesuai dengan ketinggian tempatnya. Pada ketinggian antara 0 sampai 800 m dpl, kisaran suhu di lima peternakan kambing PE berkisar antara 21,8-27,1 o C. Salah satu faktor dalam menentukan tingkat kenyamanan ternak ialah suhu udara di sekitar kandang. Suhu udara yang terlalu panas atau terlalu dingin akan mengakibatkan ternak mudah stres, sehingga dapat mempengaruhi keadaan fisiologis ternak. Kisaran suhu udara pada kelima peternakan ternyata tidak sesuai dengan pendapat Mc Dowel et al. (1970) yang menyatakan bahwa zona optimum suhu udara untuk sapi, kerbau, kambing dan domba sekitar C. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Kelembaban Udara Daerah tropika basah seperti Indonesia memiliki kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun dan umumnya kelembaban lebih dari 60%. Kelembaban udara didapat dari hasil konversi suhu bola basah-bola kering dengan menggunakan tabel konversi yang tersedia pada termometer. Selisih dari suhu bola basah dengan bola kering dicocokkan dengan tabel konversi suhu ke kelembaban. Hasil yang didapat menunjukkan nilai kelembaban di dalam kandang pada kelima peternakan. Pengaruh ketinggian tempat terhadap kelembaban udara dapat dilihat pada Tabel 5. 28

10 Tabel 5. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Kelembaban Udara Ketinggian Rataan Kelembaban Lokasi (m dpl) (%) Peternakan ,63±7,33 Peternakan ,13±14,68 Peternakan ,00±7,98 Peternakan ,75±6,74 Peternakan ,50±4,31 Data yang didapat menunjukkan bahwa peternakan 1 memiliki kelembaban udara rata-rata 87,63%; peternakan 2 memiliki kelembaban udara rata-rata 84,13%; peternakan 3 memiliki kelembaban udara rata-rata 89,00%; peternakan 4 memiliki kelembaban udara rata-rata 82,75%; sedangkan peternakan 5 memiliki kelembaban udara rata-rata 80,50%. Selain suhu udara, kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan ternak. Udara yang terlalu kering ataupun terlalu basah dapat mempengaruhi keadaan fisiologis ternak dan ternak membutuhkan kelembaban yang ideal. Menurut Handoko (1995), kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Mc Dowel et al. (1970) menyatakan zona optimum kelembaban untuk sapi, kerbau, kambing dan domba berkisar 60%-70%. Ketinggian tempat di lima peternakan secara keseluruhan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap kelembaban udara di dalam kandang, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Ketinggian tempat tidak mempengaruhi kelembaban udara, karena kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh uap air yang terkandung pada udara. Semakin besar uap air di udara, maka kelembaban udara akan semakin besar pula. Hal tersebut dapat dipengaruhi dari waktu pada saat melakukan pengambilan data lapangan yang dilakukan pada bulan Nopember sampai bulan Desember. Pada bulan tersebut, di daerah yang beriklim tropis sedang mengalami musim penghujan yang menyebabkan kandungan uap air di udara meningkat. Bayong (2004) menyatakan iklim tidak hanya mempengaruhi tanaman, tetapi dipengaruhi juga oleh tanaman. Hutan yang lebat dapat menambah 29

11 kelembaban udara melalui transpirasi. Kelembaban berhubungan dengan suhu, curah hujan dan angin. Kelembaban udara tidak berkaitan dengan ketinggian, akan tetapi berkaitan dengan uap air yang terkandung di udara dan suhu udara. Menurut Siregar (1982), kelembaban udara harian rata-rata antara dua lokasi dengan ketinggian tempat yang berbeda (137 m dpl dan 925 m dpl) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Konsumsi Pakan Kondisi alam Indonesia yang sangat beragam dengan keadaan lingkungan berbeda dari wilayah satu dengan yang lainnya. Perbedaan lingkungan dapat dilihat dari topografinya, mulai dari garis pantai sampai jajaran pegunungan di Indonesia. Keadaan tersebut mempengaruhi jenis dan kondisi ternak yang dipelihara di setiap daerah, serta ketersediaan pakan dan kualitas pakan yang terdapat pada daerah tertentu. Bayong (2004) beranggapan bahwa kecocokan pembiakan ternak terhadap iklim bergantung pada mutu atau kualitas gizi padang rumput dan jumlah pakan yang tersedia secara alami atau yang dapat ditanam dalam kondisi iklim tersebut. Konsumsi pakan dihitung berdasarkan bobot badan ternak. Bobot badan kambing yang diukur dengan timbangan 100 kg dari kelima peternakan ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Bobot Badan Kambing dari Kelima Peternakan Ketinggian Rataan Bobot Badan Lokasi (m dpl) (kg) Peternakan ,7 Peternakan ,1 Peternakan ,7 Peternakan ,6 Peternakan ,6 Hasil penngukuran menunjukkan bahwa bobot badan kambing pada setiap peternakan sangat beragam. Tabel 6 menunjukkan bobot badan kambing berkisar 32,1-60,6 kg pada kelima peternakan. Bobot tertinggi dimiliki peternakan 4 dan diikuti peternakan 3, 1, 5 dan 2. 30

12 Pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap kali peternak akan memberikan pakan dalam satu hari. Konsumsi dihitung dengan mengurangi pakan yang diberikan dengan pakan sisa yang tidak termakan. Konsumsi pakan hijauan pada kelima peternakan berupa rumput lapang karena lahan yang dimiliki setiap peternak sangat terbatas dan tidak memungkinkan ditanami rumput untuk pakan. Jumlah konsumsi pakan berdasarkan bahan kering oleh ternak ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Pakan Berdasarkan Bahan Kering Setiap Peternakan No Lokasi Konsumsi Pakan Segar (kg) Rataan Bobot Badan (kg) BK Rumput Lapang (%)* Konsumsi BK/ekor/h (kg) Konsumsi BK/BB (%) 1 Peternakan 1 8,0±0,33 a 37,7 23,5 1,88 4,99 2 Peternakan 2 7,0±0,21 b 32,1 23,5 1,65 5,13 3 Peternakan 3 7,5±0,38 ab 45,7 23,5 1,76 3,86 4 Peternakan 4 8,0±0,23 a 60,6 23,5 1,88 3,10 5 Peternakan 5 7,5±0,23 ab 36,6 23,5 1,76 4,82 Sumber: * Sofyan et al. (2000) Para peternak memberikan pakan dengan mengandalkan pengalamannya. Hasil penimbangan pakan yang diberikan oleh peternak bervariasi di setiap peternakan. Jumlah pakan yang dikonsumsi berkisar antara 7-8 kg hijauan/ekor/hari, tergantung dari ketersediaan pakan di sekitar peternakan. Sudono dan Abulgani (2002) menyatakan bahwa ransum yang dimakan oleh kambing tergantung dari ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, serta jenis kelaminnya. Hijauan pakan ternak untuk kambing dewasa tanpa diberi konsentrat berkisar antara 5-8 kg per ekor per hari. Menurut Atabany (2002), hijauan segar yang dikonsumsi induk laktasi merupakan 10% dari berat hidup, sedangkan konsentrat 2% dari berat badan. Total pakan segar yang dapat dikonsumsi induk laktasi kambing perah sebanyak 8-10 kg per ekor per hari. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi pakan dari kelima peternakan secara keseluruhan didapatkan hasil yang sangat nyata (P<0,01). Tabel 7 menunjukkan konsumsi pakan pada peternakan 1 tidak berbeda dengan peternakan 3, 4 dan 5. Konsumsi pakan peternakan 2 tidak berbeda dengan peternakan 3 dan 5. Perbedaan konsumsi pakan pada kelima peternakan dapat dipengaruhi dari 31

13 ketersediaan pakan hijauan yang terdapat disekitar lokasi. Peternakan 1 terdapat di Banjar, di sekitar peternakan masih banyak lahan-lahan kosong yang ditumbuhi rumput sehingga ketersediaan pakan dapat tercukupi. Peternakan 2 berada di kota Tasikmalaya sehingga lahan untuk rumput berkurang akibat dari semakin banyaknya pemukiman penduduk. Hal tersebut yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan pakan yang menyebabkan konsumsi pakan sedikit. Peternakan 3, 4 dan 5 terdapat di kaki gunung Galunggung yang lahannya banyak digunakan sebagai lahan pertanian sehingga para peternak banyak memberi hijauan berupa rumput yang dicampur dengan tanaman leguminosa seperti daun petai cina dan daun kaliandra. Konsumsi bahan kering peternakan 1 dan 4 tertinggi yaitu 1,88 kg, diikuti peternakan 3 dan 5 yaitu 1,76 kg. Konsumsi terendah pada peternakan 2 yaitu 1,65 kg. Tabel 7 menunjukkan konsumsi rata-rata bahan kering masing-masing peternakan berkisar antara 3,10%-5,13% dari bobot badan. Persentase konsumsi bahan kering berbeda dengan konsumsi bahan kering dalam satuan kilogram. Hal ini disebabkan perbedaan bobot badan antara peternakan yang cukup besar, yaitu dengan kisaran 32,1 kg sampai 60,6 kg. Selisih bobot badan yang mencapai 28,5 kg, menyebabkan persentase konsumsi bahan kering kambing berbeda dari setiap peternakan. Persentase konsumsi bahan kering pada peternakan 1, 3, 4, dan 5 kurang dari 5%. Hal ini tidak sesuai dengan Blakely dan Bade (1992) yang menyatakan kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya yaitu 5%-7% dari berat badan. Konsumsi bahan kering pada kambing yang hidup di daerah tropis dalam kisaran 3,10%-5,13% masih sesuai dengan kebutuhan pakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Atabany (2002) yang menyatakan bahwa kambing lokal (bangsa kambing pedaging dan kambing perah) di daerah tropis yang diberi makan sekenyangnya mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 1,8%-4,7% dari berat badan. Kambing perah mengkonsumsi bahan kering sebanyak 5%-7% dari berat badan, akan tetapi kambing perah daerah sejuk yang hidup di daerah tropis mempunyai kisaran konsumsi bahan kering 2,8%-4,9% dari berat badan. 32

14 Kons. BK (%) 5,13 4,82 4,99 3, Bobot Badan (Kg) 3,10 Gambar 1. Persentase Konsumsi Bahan Kering Berdasarkan Bobot Badan Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar bobot badan ternak, maka persentase konsumsi bahan kering semakin kecil. Dengan demikian, konsumsi bahan kering dipengaruhi oleh bobot badan ternak. Hal ini sependapat dengan Sudono dan Abulgani (2002) yang menyatakan bahwa ransum yang dimakan oleh kambing tergantung dari ukuran tubuh, bangsa kambing, umur, serta jenis kelaminnya. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Susu Produksi yang diamati adalah produksi susu dari kelima peternakan tersebut. Sampel yang diambil berjumlah 20 ekor kambing perah yang sedang laktasi dari setiap peternakan. Pengambilan sampel produksi tersebut dilakukan selama satu bulan. Produksi yang didapat kemudian dijumlahkan dan ditentukan rataan produksi per ekor, kemudian dipelajari pengaruh antara produksi susu dengan ketinggian tempat, suhu udara, dan kelembaban udara. Pengaruh ketinggian tempat terhadap produksi susu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Susu Ketinggian Produksi/ekor Lokasi (m dpl) (ml) Peternakan ,1±428,1 b Peternakan ,3±222,8 c Peternakan ,7±148,6 bc Peternakan ,3±788,1 a Peternakan ,4±170,7 c 33

15 Data produksi diambil selama satu bulan pemerahan. Rataan produksi susu peternakan 1 sebesar 1071,13±428,1 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 2 sebesar 521,29±222,8 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 3 sebesar 828,71±148,6 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 4 sebesar 1852,34±788,1 ml per ekor per hari. Rataan produksi susu peternakan 5 sebesar 570,39±170,7 ml per ekor per hari. Produksi susu kambing PE pada kelima peternakan berkisar antara 521,29 ml sampai 1852,34 ml per ekor per hari. Sesuai dengan pendapat Sudono dan Abulgani (2002) yang menyatakan bahwa produksi susu kambing PE cukup rendah, yaitu berkisar antara 0,5-0,9 l per ekor per hari. Atabany (2002) menyatakan produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari. Sutama (1994) menyatakan bahwa produksi susu kambing PE berkisar dari 1,5-3,5 l per ekor per hari. Tabel 8 memperlihatkan produksi susu nyata dipengaruhi ketinggian tempat dari kelima peternakan (P<0,01). Peternakan 4 mempunyai produksi susu lebih tinggi diikuti oleh peternakan 1 dan 3 dengan produksi rata-rata 1.852,3±788,1 ml; 1.071,1±428,1 ml; dan 828,7±148,6 ml. Ketinggian tempat peternakan 5 tidak berbeda terhadap produksi susu peternakan 2 dan 3. Produksi susu peternakan 1 tidak berbeda dengan peternakan 3. Produksi susu yang tidak seragam di tempat penelitian dapat dibedakan dari beberapa faktor pendukung, diantaranya lokasi yang berbeda dari letak topografinya yang berdampak pada perbedaan suhu dan kelembaban udaranya. Siregar (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan atau bentuk produktivitas ternak merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungan. Faktor lingkungan dimaksud adalah penggunaan makanan dan ketinggian tempat yang berhubungan erat dengan unsur-unsur iklim. Perbedaan produksi susu terjadi akibat dari perbedan pemeliharaan yang dilakukan oleh kelima peternakan. Produksi susu masing-masing peternakan berbeda akibat tatalaksana pemeliharaan berbeda yang dilakukan masing-masing peternakan. Tatalaksana pemeliharaan pada kelima peternakan disajikan pada Tabel 9. 34

16 Tabel 9. Tatalaksana Pemeliharaan pada Kelima Peternakan Tatalaksana Peternakan Produksi Susu (ml) Perkandangan baik rusak baik baik baik 1.071,1±428,1 Pemberian pakan teratur teratur teratur teratur teratur 521,3±222,8 Pemerahan baik baik baik baik baik 828,7±148,6 Perkawinan sangat baik kurang baik baik sangat baik baik 1.852,3±788,1 Sanitasi teratur jarang teratur teratur jarang 570,4±170,7 Tabel 9 menunjukkan bahwa tatalaksana pemeliharaan yang dilakukan pada peternakan 4 dan 1 lebih baik dibandingkan peternakan 2, 3 dan 5. Tatalaksana pemeliharaan yang baik menghasilkan produksi susu yang tinggi dibandingkan dengan tatalaksana pemeliharaan yang kurang teratur. Semakin baik pemeliharaan menyebabkan semakin nyaman ternak yang dipelihara sehingga peluang ternak mengalami stres semakin kecil. Stres dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh yang berdampak pada menurun atau berhentinya produksi susu. Dengan demikian, tatalaksana pemeliharan merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan produksi susu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Phalepi (2004) bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan pada ternak (perkandangan, pakan, kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan. 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Kelompok Tani Marga Rahayu Sri Murni (KTMRSM) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Penelitian dilakukan di dua kabupaten yang terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan mengambil lokasi pada lima daerah yang berbeda ketinggiannya dari permukaan

Lebih terperinci

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN SKRIPSI RUSMAN

PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN SKRIPSI RUSMAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BERDASARKAN KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN SKRIPSI RUSMAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing TINJAUAN PUSTAKA Kambing Taksonomi ternak kambing domestikasi adalah ordo Ungulata, sub-ordo Artiodactyla, famili Bovidae, sub-famili Caprinae, genus Capra, dan spesies Capra hircus (Williamson dan Payne,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilakukan di lima lokasi peternakan rakyat yang memelihara kambing PE di wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero

KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini, BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan Hasil penelitian mengenai Pengembangan budidaya Kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang maka sebagai bab

Lebih terperinci

HUBUNGAN UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA TERHADAP PRODUKSI SUSU SKRIPSI YUDHI KRISMANTO

HUBUNGAN UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA TERHADAP PRODUKSI SUSU SKRIPSI YUDHI KRISMANTO HUBUNGAN UKURAN-UKURAN TUBUH TERNAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA TERHADAP PRODUKSI SUSU SKRIPSI YUDHI KRISMANTO PROGRAM ALIH JENIS DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah

KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Keuntungan usaha peternakan sapi perah adalah peternakan sapi perah merupakan usaha yang tetap, sapi perah sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik dalam ketersediaan, distribusi dan konsumsi daging sapi dan kerbau belum memenuhi tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan bentuk negara yang berpulau-pulau menjadikan negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah baik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki 15 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi kambing Jawarandu yang tinggi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

Lebih terperinci

ABSTRAK BAB 1. PENDAHULUAN

ABSTRAK BAB 1. PENDAHULUAN Program PPM PROGRAM STUDI Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.000.000,- Tim Pelaksana Yetmaneli dan Hilda Susanti Fakultas Peternakan Lokasi Kota Padang, Sumatera Barat PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada

BAB I PENDAHULUAN. yang strategis karena selain hasil daging dan bantuan tenaganya, ternyata ada 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kerbau merupakan ternak yang dipelihara di pedesaan untuk pengolahan lahan pertanian dan dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging, susu, kulit dan pupuk. Di Sumatera

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kecamatan Leles dan Desa Dano 4.1.1 Keadaan Umum Kabupaten Garut Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat sebelah selatan, di antara 6

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi 24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai produk utamanya. Pemeliharaannya dilakukan dengan cara mengandangkan secara terus-menerus

Lebih terperinci

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan digilib.uns.ac.id 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bakalan Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos Indikus (zebu : berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaikus (Sugeng, 2001). Dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein hewani yang tergolong mudah dipelihara dan sudah dikenal luas oleh masyarakat. Kambing

Lebih terperinci

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

IV. ANALISIS DAN SINTESIS IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk

Lebih terperinci