HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Daya Ternak Sapi dan Kerbau Sebanyak empat puluh responden yang diwawancarai berasal dari empat kecamatan di Kabupaten Sumbawa yaitu : Kecamatan Moyo Hilir, Lenangguar, Labuan Badas dan Sumbawa. Berdasarkan kejadian antraks peternakan responden dibedakan menjadi dua kelompok yaitu peternakan dengan kasus antraks dan peternakan tanpa kasus antraks sebagaimana tabel berikut : Tabel 2 Jumlah responden masing-masing kecamatan di Kabupaten Sumbawa No. Kecamatan Jumlah Peternak Dengan antraks Tanpa antraks 1. Moyo Hilir Lenangguar Labuan Badas Sumbawa 2 2 Jumlah Sebagian besar peternak memelihara jenis ternak sapi dan kerbau yaitu 29 responden, sedangkan 11 responden memelihara ternak sapi atau kerbau dengan kepemilikan ternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu : kepemilikan (1-20) ekor sebanyak 25 responden, (21-40) ekor sebanyak 7 responden dan (> 40) ekor sebanyak 8 responden ditunjukkan pada Tabel 3. Pekerjaan utama responden adalah petani sedangkan berternak sebagai usaha sampingan. Tabel 3 Jumlah kepemilikan ternak responden di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sumbawa No. Kecamatan Kepemilikan Ternak (1-20) ekor (21-40) ekor (> 40) ekor 1. Moyo Hilir Lenangguar Labuan Badas Sumbawa Jumlah

2 14 Pulau Sumbawa menurut Pemprov NTB (2009) memiliki potensi sumber pakan ternak yang mencapai luas ha yang terdiri sawah seluas ha dan lahan kering seluas ha. Lahan hutan negara yang ada tercatat seluas ha. Berdasarkan luas lahan tersebut, wilayah Pulau Sumbawa diperkirakan dapat menampung ternak sejumlah Satuan Ternak (ST) atau setara dengan 1,2 juta ekor dengan asumsi daya tampung ternak adalah 1,5 ST/ha. Sementara populasi ternak pemakan hijauan di Pulau Sumbawa pada tahun 2008 baru tercatat ST. Dengan demikian masih dapat menampung ternak sapi sekitar ST atau setara dengan ekor, Satuan ternak adalah ukuran yang mengaitkan dengan makanan yang tersedia atau menunjukkan kesanggupan suatu daerah padang rumput untuk menampung ternak (Gittinger 1986), Peternakan di P. Sumbawa umumnya dilakukan secara ekstensif dengan cara menggembalakan ternak di padang penggembalaan. Kegiatan makan dan minum ternak dilakukan secara alami. Gambar 3 Peternakan sapi dan ladang penggembalaan di P. Sumbawa Populasi ternak sapi dan kerbau tahun 2009 adalah ekor dan ekor dengan komposisi ternak dibedakan menurut pengelompokkan usia dan jenis kelamin ternak. Komposisi ternak sapi yaitu : anak jantan berjumlah ekor, anak betina , jantan muda ekor, betina muda ekor, jantan dewasa ekor dan betina dewasa ekor sedangkan komposisi ternak kerbau adalah : anak jantan ekor, anak betina ekor, jantan muda ekor, betina muda ekor, jantan dewasa

3 ekor dan betina dewasa ekor. Sex Ratio sapi dan kerbau jantan dewasa (pejantan) masing-masing sebesar 13% dan 26% (Lampiran 9) Kerbau Sumbawa merupakan jenis kerbau lumpur/rawa (swamp buffalo), dengan bobot bayi kerbau rata-rata 36,3 kg untuk yang jantan, dan 31,8 kg untuk yang betina. Bobot pada usia setahun mencapai 158,7 kg untuk yang jantan dan 136,1 kg untuk yang betina.bobot umur 4 tahun antara kg (Sunari 1998). Kerbau dimanfaatkan tenaganya pada lahan pertanian. Lama kerja kerbau Sumbawa pada musim hujan 35 hari sedangkan pada musim kemarau 20 hari (Muthalib 2006). Sapi Sumbawa merupakan sapi ras Bali. Bobot sapi jantan berumur minimal 3 tahun memiliki berat 300 kg dan yang berumur umur 2 tahun memiliki berat kg (Disnakkeswan Prov. NTB 2010). Menurut Thalib (2002), sapi berumur 7 bulan, memiliki berat kg dan yang berumur 12 bulan mencapai berat kg. Sapi Bali mempunyai calving rate yang tinggi sekitar 69-83%, kematian prasapih sebesar 5 10% dan kematian dewasa sebesar 3-4%. Harga rata-rata ternak sapi dan kerbau di Pulau Sumbawa pada tahun 2009 adalah ternak sapi dan kerbau potong masing-masing Rp. 6,5 juta, sapi jantan dan betina bibit masing-masing Rp. 5 juta dan Rp. 4,5 juta, kerbau bibit jantan seharga Rp. 6 juta serta kerbau bibit betina Rp. 5,5 juta (Lampiran 10). Kotoran ternak dimanfaatkan petani secara tidak langsung dengan memanfaatkan ladang penggembalaan sebagai lahan pertanian saat musim hujan. Kotoran ternak berbentuk segar atau sudah dikomposkan berupa padat atau cair disebut juga pupuk kandang (Hartatik dan Widowati 2007). Pupuk kandang memiliki kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga sebagai pupuk diperlukan dalam jumlah banyak pada lahan pertanian. Dengan menggunakan perhitungan Suharyanto dan Rinaldi (2001), nilai ekonomis pupuk kandang dapat dihitung dengan membandingkan jumlah kandungan hara N, P dan K pada pupuk kandang dengan pupuk buatan. Nilai unsur hara setara pupuk buatan dapat dihitung dengan mengalikan kontribusi bersih masing-masing unsur. Perhitungan nilai ekonomik pupuk kandang sapi dan kerbau di pulau Sumbawa Tahun 2009 adalah : Populasi ternak x 6,6 ton/ekor/tahun untuk sapi dan populasi ternak x 7,3 ton/ekor/tahun untuk kerbau (Lampiran 11) x 80%

4 16 tertampung (urin+jerami/rumput) dikurangi susut bobot 30% jika kotoran ternak sapi dan kerbau mengandung 0,40% N, 0,20% P 2 O 5, dan 0,10% K 2 O akan diperoleh kontribusi kotor N, P dan K yang kemudian dikurangi 30% untuk N karena penguapan dan untuk pengurasan masing-masing dikalikan 0,1% N, 0,03% P 2 O 5, dan 0,35% K 2 O akan didapatkan kontribusi bersih N, P dan K, Kecuali untuk unsur Nitrogen, unsur ini terlebih dahulu harus dikalikan dengan faktor kerja sebesar 40%. Nilai unsur hara setara pupuk buatan dapat dihitung dengan mengalikan kontribusi bersih masing-masing unsur kandungan hara dalam pupuk buatan yakni pupuk urea mengandung 45% N, pupuk SP-36 mengandung 38% P 2 O 5 dan pupuk KCl mengandung 55% K 2 O. Jika jumlah unsur hara pupuk kandang setara pupuk buatan dikonversikan ke nilai rupiah dengan harga pupuk urea, SP-36 dan KCl adalah masing-masing Rp ,-, Rp ,- dan Rp ,- per kg, maka akan diperoleh hasil nilai ekonomik pupuk kandang dengan populasi ekor sapi dan ekor kerbau adalah sebesar Rp.192 milyar per tahun untuk ternak sapi dan Rp.78 milyar per tahun untuk ternak kerbau atau Rp ,-/induk sapi/tahun dan Rp ,-/induk kerbau/tahun. Nilai tersebut bukan merupakan nilai pupuk kandang jika dijual langsung, melainkan nilai setara pupuk buatan. Efek Program Pengendalian Antraks Program pengendalian akan memberikan efek sebagai berikut : bila TANPA PROGRAM diasumsikan bahwa kematian ternak karena antraks akan meningkat sebesar 0,005% per tahun atau kasus meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Jika tingkat kejadian kasus 0,01 % pada tahun pertama akan meningkat menjadi 0,055 % pada tahun ke-10. Kenaikan kejadian antraks ini akan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan dan biaya variabel secara keseluruhan. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya berhubungan lansung dengan besarnya produksi (Mubyarto 1987; Soekartawi 2006). Dengan menggunakan PROGRAM A, diasumsikan bahwa jumlah kematian ternak akan tetap 0,01% pada tahun pertama dan tidak berubah pada tahun ke-10. Keadaan yang demikian akan menghasilkan pendapatan dan biaya variabel yang tetap setiap tahun. Sedangkan bila dilakukan pengendalian dengan PROGRAM B,

5 17 diasumsikan akan terjadi penurunan kematian ternak karena antraks setiap tahun 0,005%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kematian ternak karena antraks dapat mencapai 0% sejak tahun ke-3, atau pada tahun ke-1 dan ke-2 akan terjadi kenaikan pendapatan dan biaya variabel. Pada tahun ke-3 sampai ke-10 akan diperoleh pendapatan dan biaya variabel seakan seperti peternakan tanpa antraks. Biaya Pengendalian Komponen biaya dalam pengendalian antraks terdiri dari biaya pengadaan vaksin, alat dan bahan pendukung, operasional vaksinasi, operasional surveilans dan pertemuan/sosialisasi. Biaya-biaya ini berasal dari Pemerintah pusat, Provinsi NTB dan Kabupaten/Kota se Pulau Sumbawa. Biaya program pengendalian dan realisasi vaksinasi antraks di P. Sumbawa tahun secara berurutan (dalam jutaan rupiah) adalah: 323,52; 672,81; 1.061,75; 880,31; dan 506,43 seperti ditunjukkan Tabel 4. Sedangkan realisasi vaksinasi (dosis) secara berurutan yaitu : ; ; ; ; dan (Lampiran 12). Tabel 4 Dana program pengendalian antraks di P. Sumbawa tahun NO URAIAN KEGIATAN Jumlah dana berasal dari APBN, Provinsi, Pusat dan Kabupaten/kota (Rp. Juta) Vaksin Alat/Bahan Pendukung Operasional Vaksinasi Operasional Surveilans Pertemuan/ Sosialisasi Bantuan Pusat Dukungan Kabupaten/kota se P. Sumbawa 12,50 30,50 37,11 18,32 15,00 50,00 160,09 90,00 41,00 281,00 12,50 8,25 42,50 197,56 125,00 131,00 255,75 57,76 21,5 150,00 320,65 60,00 15,00 287,75 114,45 18,83 75,00 309,28-29,65 84,05 25,39 8,75 67,50 291,09 Jumlah 323,52 672, ,75 880,31 506,43 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB 2010 Biaya pengendalian tersebut jika dirata-rata pertahun dan dibagi jumlah ternak yang mampu divaksinasi akan didapatkan biaya pengendalian tiap ekor ternak sebesar Rp

6 18 Analisis Biaya Manfaat Langkah yang penting dalam melakukan analisis biaya manfaat pengendalian peyakit yang berkaitan dengan peternakan adalah proyeksi jumlah populasi ternak. Proyeksi ternak dimaksudkan untuk memperkirakan kebutuhan makanan yang akan datang, sarana-sarana pemeliharaan, investasi dan produktifitas ternak (Gittinger 1986). Proyeksi ternak akan diperjelas dengan pemakaian koefisien teknis atas ternak awal. Koefisien teknis berasal dari hasil penelitian lapangan dan data-data lainnya yang meliputi angka kelahiran, angka kematian ternak dewasa, angka kematian anak ternak, tingkat penyisihan ternak (culling rate) dan perbandingan ternak jantan dewasa terhadap induk (Tabel 5). Sebagai dasar proyeksi ternak adalah jumlah ternak betina dewasa. Ternak ditentukan stabil karena tidak adanya pertambahan jumlah induk setiap tahun. Dengan menggunakan data-data sekunder dari berbagai sumber dan dipadukan dengan data-data lapangan serta beberapa asumsi maka ditetapkan besaran koefisien teknis dari input laba kotor peternakan Sapi Bali di P. Sumbawa seperti terlihat pada tabel berikut ini. Tabel 5 Komponen Input laba kotor peternakan Sapi Bali di P. Sumbawa Input Satuan Sapi Bali (penggantian ternak) Jumlah Ternak Induk Angka Kelahiran 68% Angka Kematian : Ternak Dewasa 4% Angka Kematian : Anak Sapi 10% Angka Afkir 10% Persentase Pejantan 26% Kejadian Antraks (ternak betina terinfeksi per tahun (%)) 0,01% Biaya Program Pengendalian tiap induk (Rp.) Angka Kematian Ternak Dewasa karena Antraks 100% Cakupan vaksinasi 33% Kerugian Tenaga Kerja akibat kematian ternak 50 /Hari Diskonto 15% Berat ternak Jantan Betina 0-1 Tahun 83 kg 68 kg 1-2 Tahun 165 kg 128 kg 2-3 Tahun 240 kg 180 kg > 3 Tahun 300 kg 225 kg

7 Harga per Kg Berat Hidup 0-1 Tahun Rp /kg Rp /kg 1-2 Tahun Rp /kg Rp /kg 2-3 Tahun Rp /kg Rp /kg > 3 Tahun Rp /kg Rp /kg Komisi 5% Biaya Tenaga Medis: Rp /ekor Tenaga Kerja: Rp /hari/10 ekor Lain-lain: Rp.5.000/ekor Pupuk Kandang / ekor yang digunakan sendiri 30 kg /betina/tahun Rp /kg Pupuk Kandang / ekor yang dijual 0 kg/betina/tahun Rp.2.000/kg Pakan 2 kg/dewasa /180 hari Rp.2.000/kg Biaya Transport ternak yang dijual Rp /ekor Umur Tahun Pertama Program Kelompok ternak Jumlah Satuan Ternak (ST) Total ST Induk , , Jantan Dewasa , , Ternak Afkir , , Anak Sapi , , Sapi Dara , , Jantan muda 0 1,20 0, Total ,

8 20 Analisis biaya manfaat ini mengasumsikan proyeksi ternak stabil setiap tahun dengan peluang untuk dilahirkannya ternak jantan dan betina adalah sama maka dapat diproyeksi produksi dan penggantian ternak sapi setiap tahunnya (Gambar 4) Induk Anak Jantan Anak Jantan disapih Anak Sapi Jantan dijual Anak Betina Anak Betina disapih Anak sapi betina dijual Anak Sapi yang dipertahankan Sebagai pengganti Gambar 4 Bagan proyeksi produksi dan penggantian ternak sapi di P. Sumbawa Berdasarkan asumsi komponen input laba kotor dan proyeksi ternak dapat dihitung laba kotor peternakan tanpa antraks sebagaimana tabel berikut. Tabel 7 Laba kotor peternakan sapi tanpa kasus antraks Input Satuan Harga Satuan Jumlah Jenis Ternak: Sapi Bali Jumlah Ternak: Induk PENDAPATAN: Penjualan Ternak dan Produknya Penjualan Ternak : Jantan Rp , Sapi Rp Jantan Rp Induk Rp Pupuk Kandang : a. Digunakan 30 kg /induk/tahun Rp ,0 b. Dijual 0 kg/induk/tahun Rp A. Total Pendapatan: ,2 BIAYA VARIABEL : Penggantian Ternak : Rp ,0 0 Rp % ,5 Biaya Tenaga Medis: Rp /ekor ,4 Tenaga Kerja: Rp /10 ekor/hr

9 21 Lain-lain: Rp.5.000/ekor Pakan 2 kg/induk/180hari Rp.2.000/kg ,0 Transport dan Pemasaran Ternak Rp /ekor ,0 B. Total Biaya Variabel: ,9 GROSS MARGIN (A-B) ,2 GROSS MARGIN/INDUK ,3 Adanya penyakit pada peternakan akan mengurangi laba kotor. Laba kotor peternakan sapi dengan antraks akan semakin menurun dengan asumsi terjadi peningkatan kasus antraks jika tidak dilakukan pengendalian. Pada Tabel 8, diperlihatkan laba kotor peternakan sapi dengan kasus antraks pada tahun pertama. Tabel 8 Laba kotor peternakan sapi dengan kasus antraks Input Satuan Harga Satuan Jumlah Sapi Bali (penggantian Jenis Ternak: ternak) Jumlah Ternak: Induk mati per tahun 12,1443 PENDAPATAN: Penjualan Ternak dan Produknya Penjualan Ternak : Jantan Rp , Sapi Rp Jantan Rp Induk Rp Pupuk Kandang : a.digunakan 30 kg /induk/tahun 2000 kg ,0 BIAYA VARIABEL: b. Dijual 0 kg /induk/tahun 2000 kg A. Total Pendapatan: ,9 Penggantian Ternak : , % ,8 Biaya Tenaga Medis: /ekor ,4 Tenaga Kerja: Lain-lain: /hari/10ekor /ekor Tambahan Tenaga Kerja ,0 Pakan 2 /induk/180hari /kg ,0 Transport dan Pemasaran Ternak dijual /ekor ,0 B. Total Biaya Variabel: ,3 GROSS MARGIN (A-B) ,6 GROSS MARGIN/INDUK ,4 Pengaruh antraks pada populasi induk (Rp.) ,6

10 22 Pengaruh antraks pada populasi induk seperti terlihat di atas sebesar Rp ,6 yang didapat dari selisih laba kotor dari peternakan tanpa kasus antraks dikurangi dengan laba kotor peternakan dengan kasus antraks pada tahun pertama dari program. Besaran pengaruh antraks pada populasi induk sangat tergantung pada program pengendalian yang akan dilakukan. Alur kas tanpa pengendalian dan dengan pengendalian pada ternak sapi diasumsikan menggunakan PROGRAM A dan B dengan tingkat diskonto 15% dan 20 % dihitung secara prospektif 10 tahun (Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Dengan menggunakan langkah-langkah perhitungan yang sama seperti ternak sapi juga dilakukan analisa biaya manfaat pengendalian untuk ternak kerbau. Tahapan tersebut seperti diuraikan sebagai berikut : Tabel 9 Komponen input laba kotor peternakan Kerbau di P. Sumbawa Input Satuan Kerbau (penggantian ternak) Jumlah Ternak Induk Angka Kelahiran 68% Angka Kematian : Ternak Dewasa 4% Angka Kematian : Anak Kerbau 10% Angka Afkir 10% Persentase Pejantan 34% Kejadian Antraks (ternak betina terinfeksi per tahun (%)) 0,01% Biaya Program Pengendalian tiap induk (Rp.) Angka Kematian Ternak Dewasa karena Antraks 100% Cakupan vaksinasi 33% Kerugian Tenaga Kerja akibat kematian ternak 50 Hari Diskonto 15% Berat ternak Jantan Betina 0-1 Tahun 221 kg 218 kg 1-2 Tahun 325 kg 300 kg 2-3 Tahun 400 kg 366 kg > 3 Tahun 450 kg 400 kg Harga per Kg Berat Hidup 0-1 Tahun Rp /kg Rp /kg 1-2 Tahun Rp /kg Rp /kg 2-3 Tahun Rp /kg Rp /kg > 3 Tahun Rp /kg Rp /kg Komisi 5% Biaya Tenaga Medis: Rp /ekor Tenaga Kerja: Rp /hari/10 ekor

11 23 Lain-lain: Rp.5.000/ekor Pupuk Kandang / ekor yang digunakan sendiri 33 kg/betina/tahun Rp /kg Pupuk Kandang / ekor yang dijual 0 kg/betina/tahun Rp /kg Pakan 2 kg/dewasa /180 hari Rp /kg Biaya Transport ternak yang dijual Rp /ekor Dengan populasi induk kerbau pada tahun 2009 berjumlah ekor diperoleh struktur ternak kerbau (Tabel 10), sedangkan proyeksi produksi dan penggantian ternak kerbau ditunjukkan pada Gambar 5. Tabel 10 Struktur ternak kerbau betina (a) dan Struktur ternak kerbau (b) pada tahun pertama program di P. Sumbawa (a) (b) Umur Tahun Kelompok Satuan Ternak Pertama Jumlah ternak (ST) Program Total ST Induk , , Jantan Dewasa , , Ternak Afkir , , Anak Kerbau , , Kerbau Dara , , Jantan muda 0 1,20 0, Total , induk Anak Jantan Anak Jantan Disapih Anak Kerbaui Jantan Dijual Anak Betina Anak Betina Disapih Anak Kerbau Betina Dijual Anak Kerbau yang dipertahankan sebagai pengganti Gambar 5 Bagan proyeksi produksi dan penggantian ternak kerbau di P. Sumbawa Berdasarkan asumsi komponen input laba kotor dan proyeksi ternak dapat dihitung laba kotor peternakan sebagaimana Tabel 11 dan 12. tanpa kasus antraks dan dengan kasus antraks

12 24 Tabel 11 Laba kotor peternakan kerbau tanpa antraks di P. Sumbawa Input Satuan Harga Satuan Jumlah Jenis Ternak Kerbau Sumbawa Jumlah Ternak: Induk PENDAPATAN: Penjualan Ternak dan Produknya Penjualan Ternak : Jantan Rp , Kerbau Rp Jantan Rp Induk Rp Pupuk Kandang : a. Digunakan 33 kg/induk/tahun Rp ,0 b. Dijual 0 kg/induk/tahun Rp A. Total Pendapatan: ,5 BIAYA VARIABEL : Penggantian Ternak : Rp ,0 0 Rp % ,1 Biaya Tenaga Medis: Rp /ekor ,3 Tenaga Kerja: Rp /hari/10ekor Lain-lain: Rp.5.000/ekor Pakan 2 kg/induk/180hari Rp.2.000/kg ,0 Transport dan Pemasaran Ternak Rp /ekor ,6 B. Total Biaya Variabel: ,0 GROSS MARGIN (A-B) ,5 GROSS MARGIN/INDUK ,2 Tabel 12 Laba kotor peternakan kerbau dengan antraks di P. Sumbawa Input Satuan Harga Satuan Jumlah Jenis Ternak: Kerbau Sumbawa Jumlah Ternak: Induk Induk mati per tahun 4,5639 PENDAPATAN: Penjualan Ternak dan Produknya Penjualan Ternak : Jantan Rp , kerbau Rp Jantan Rp Induk Rp Pupuk Kandang : a.digunakan 30 kg /induk/tahun 2000 kg ,0 b. Dijual 0 kg /induk/tahun 2000 kg A. Total Pendapatan: ,0 BIAYA VARIABEL: Penggantian Ternak : ,

13 25 5% ,6 Biaya Tenaga Medis: /ekor ,3 Tenaga Kerja: /10ekor/hari Lain-lain: /ekor Tambahan Tenaga Kerja ,0 Pakan 2 /induk/180hari /kg ,0 Transport dan Pemasaran Ternak dijual /ekor ,6 B. Total Biaya Variabel: ,4 GROSS MARGIN (A-B) ,6 GROSS MARGIN/INDUK ,1 Pengaruh antraks pada populasi induk(rp.) ,9 Selanjutnya alur kas tanpa pengendalian dan dengan pengendalian antraks pada ternak kerbau diasumsikan menggunakan PROGRAM A dan B dengan tingkat diskonto 15% dan 20 % dihitung secara prospektif 10 tahun (Lampiran 5, 6, 7 dan 8). Hasil analisis biaya manfaat pengendalian antraks pada ternak sapi dan kerbau dengan menggunakan ketiga ukuran pengendalian yaitu : nilai NPV, B/C ratio dan IRR sebagaimana tabel berikut : Tabel 13 Hasil analisis biaya manfaat pengendalian antraks di P. Sumbawa No. Ternak Program Diskonto NPV (Rp.) B/C ratio IRR (%) 1 Sapi A 15 % % B 15% , % , Kerbau A 15 % % , B 15% , % ,96 77 Dari program pengendalian antraks pada ternak sapi dan kerbau, NPV yang diperoleh PROGRAM B lebih besar dibandingkan dengan PROGRAM A pada tingkat diskonto baik 15% maupun 20%, sedangkan nilai B/C ratio dan IRR lebih besar yang diperoleh dari PROGRAM A pada tingkat diskonto baik 15% maupun 20%. PROGRAM B memiliki NPV yang lebih besar dikarenakan pengendalian

14 26 PROGRAM B memberikan pendapatan yang lebih besar sebagai dampak dari pengendalian yang menurunkan kematian ternak. Kedua program memberikan nilai NPV yang positif dan memiliki IRR yang lebih besar daripada diskonto yang berlaku yaitu 15% maupun 20% namun dari kriteria perbandingan manfaat dan biaya PROGRAM A memiliki perbandingan manfaat dan biaya yang lebih besar dibandingkan PROGRAM B dimana B/C ratio >1 pada tingkat diskonto 15% dan 20%. PROGRAM B nilai B/C ratio > 1 hanya pada ternak kerbau dengan tingkat diskonto 15%. Dengan mempertimbangkan ketiga kriteria analisis biaya manfaat tersebut dapat dinyatakan bahwa PROGRAM A layak dan efisien dilakukan di P. Sumbawa. Kegiatan Pengendalian Antraks di Pulau Sumbawa Vaksinasi antraks dilakukan dua kali setahun yang pelaksaaannya antara bulan Juli, Agustus dan September sedangkan vaksinasi ulang dilakukan bulan April atau Mei. Vaksin antraks yang digunakan memberikan kekebalan selama 6-12 bulan hal ini sesuai dengan penelitian Handayani (2010) titer antibodi akan menurun pada minggu ke 24 pada ternak kambing, sedangkan Turnbull et al. (1998) menyatakan bahwa keberhasilan vaksinasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: respon antibodi berbeda secara individu, perlindungan cenderung kurang dari 100% pada hewan jika mereka hanya menerima satu dosis. Jumlah dosis vaksinasi dibandingkan dengan populasi sapi dan kerbau antara tahun (Disnakkeswan Prov. NTB 2010) berturut-turut dosis, dosis, dosis, dosis dan dosis sedangkan populasi sapi dan kerbau berjumlah ekor, ekor, ekor, ekor dan ekor, dengan demikian vaksinasi hanya mampu mencakup 22%, 39%, 39%, 34% dan 33% dari populasi ternak sapi dan kerbau.. Jumlah kasus antara tahun adalah kasus terbanyak terjadi pada bulan Januari dengan 15 kasus kemudian diikuti dengan bulan Agustus dan Oktober masing-masing 7 kasus, kasus terendah pada bulan April dengan 1 kasus. Bulan Januari dan Agustus masing-masing merupakan bulan puncak musim hujan dan musim kemarau. Menurut Kirk dan Hamlen (2000), bahwa jumlah kasus akan meningkat setelah perubahan iklim seperti hujan deras, banjir, atau kekeringan.

15 27 Perubahan iklim membawa spora ke permukaan tanah dan spora terkumpul di tempat rendah. Pengolahan tanah juga membawa spora ke permukaan tanah yang kemudian spora tertelan ternak. Hasil surveilans pre dan post vaksinasi tahun pada sampel ternak sapi dan kerbau dengan metode uji ELISA didapatkan hasil positif antibodi antraks secara berurutan adalah : 72%, 64%, 45% dan 76%, persentase titer antibodi tersebut belum menjamin bebas dari kejadian antraks (Lampiran 13). Pengawasan lalulintas ternak dilakukan dengan membuat kebijakan tentang persyaratan ternak yang dilalulintaskan dari dan ke P. Sumbawa. Bahan asal hewan maupun hasil bahan asal hewan yang dapat dilalulintaskan hanya pada ternak sehat saja yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter Hewan yang berwenang. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 Bab III Pasal 6 ayat 3 dan 4 yang menyangkut kewenangan Gubernur Kepala Daerah dalam pelaksanaan tindakan-tindakan penolakan, pencegahan, pemberantasan, dan pengobatan penyakit hewan.

ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN STRATEGI PENGENDALIAN ANTRAKS DI PULAU SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ERWIN KUSBIANTO

ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN STRATEGI PENGENDALIAN ANTRAKS DI PULAU SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ERWIN KUSBIANTO ANALISIS BIAYA MANFAAT DAN STRATEGI PENGENDALIAN ANTRAKS DI PULAU SUMBAWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ERWIN KUSBIANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Analisis Biaya Manfaat dan Strategi Pengendalian Penyakit Antraks di Pulau Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat

Analisis Biaya Manfaat dan Strategi Pengendalian Penyakit Antraks di Pulau Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat ISSN : 1411-8327 Analisis Biaya Manfaat dan Strategi Pengendalian Penyakit Antraks di Pulau Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat (COST BENEFIT ANALYSIS AND STRATEGY OF ANTHRAX CONTROLLING AT SUMBAWA ISLAND,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, pengambilan data primer dilakukan di 3 (tiga) kecamatan dari tiap kabupaten sebagai wilayah sampling. Pemilihan kecamatan didasarkan pada kriteria wilayah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu

Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu Lampiran 1. Arus Kas Tanpa Program Pengendalian Brucellosis di Kabupaten Belu tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 Pendapatan Calving rate 57% 56% 55% 54% 53%

Lebih terperinci

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII ANALISIS ASPEK FINANSIAL Aspek finansial merupakan aspek yang dikaji melalui kondisi finansial suatu usaha dimana kelayakan aspek finansial dilihat dari pengeluaran dan pemasukan usaha tersebut selama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro

Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan Usaha Peternakan. Faktor Lingkungan Makro. Faktor Lingkungan Mikro USAHA PETERNAKAN Usaha peternakan merupakan suatu lapangan hidup, tempat seseorang dapat menanamkan modal untuk keperluan hidup keluarganya atau sekelompok masyarakat Faktor-faktor yang Mempengaruhi lingkungan

Lebih terperinci

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur

pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur pengembangan KERBAU KALANG SUHARDI, S.Pt.,MP Plasmanutfah Kalimantan Timur Latar Belakang 1. Kebutuhan konsumsi daging cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga

Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga 58 Lampiran 1. Asumsi, Koefisien teknis dan Koefisien harga No Asumsi Volume Satuan 1 Dara bunting 4 bulan 4 Ekor 2 Bangunan Kandang Sapi 115,4 m2 3 Gudang Pakan 72 m2 4 Lahan 210 m2 5 Lahan kebun rumput

Lebih terperinci

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput

A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang. Pangan Rumput LAMPIRAN 93 Lampiran 1 Analisis daya dukung lahan sumber pakan ternak A. Luas potensi lahan sumber pakan ternak (Ha) Luas Potensi Hijauan (Ha) No Kabupaten/Kota Tanaman Padang Jumlah Luas Rawa Pangan Rumput

Lebih terperinci

Dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram

Dengan Fakultas Peternakan Universitas Mataram LAPORAN AKHIR ANALISIS KOEFISIEN TEKNIS TERNAK SAPI GUNA PENYUSUNAN PARAMETER TEKNIS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DI NUSA TENGGARA BARAT Kerja Sama Antara Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki 15 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kendal, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memiliki populasi kambing Jawarandu yang tinggi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Bab XIII STUDI KELAYAKAN

Bab XIII STUDI KELAYAKAN Bab XIII STUDI KELAYAKAN STUDI KELAYAKAN DIPERLUKAN 1. Pemrakarsa sebagai bahan pertimbangan a. Investasi - Merencanakan investasi - Merevisi investasi - Membatalkan investasi b. Tolak ukur kegiatan/investasi

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

i - - - ii iii iv v vi vii No. Asumsi A B C Aspek Pasar 1. Untuk prediksi ke depan, permintaan produk dianggap tidak mengalami penurunan dalam jangka waktu 10 tahun yang

Lebih terperinci

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09 Usaha agribisnis mempunyai kontribusi besar bagi pembangunan di Indonesia. Sektor pertanian terbukti telah mampu eksis menghadapi krisis ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah telah

Lebih terperinci

1) Pencarian dan sewa lahan yang digunakan untuk tempat penggemukan sapi. BAB V RENCANA AKSI. 5.1 Kegiatan

1) Pencarian dan sewa lahan yang digunakan untuk tempat penggemukan sapi. BAB V RENCANA AKSI. 5.1 Kegiatan BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan Untuk dapat mulai menjalankan bisnis penggemukan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, disusun rencana aksi sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tatap muka ke 13 14 Pokok Bahasan : ANALISIS USAHA PADA PENGGEMUKAN SAPI POTONG Tujuan Instruksional Umum : Agar mahasiswa mengetahui dan mampu membuat analisis usaha penggemukan sapi potong. Tujuan Instruksional

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII

peternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII Faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri. Dia harus tahu bagaimana dan bila menanam modal untuk usaha peternakannya serta dia harus dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KANDANG PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Oleh :Mukhlis Yahya *) dan Eka Afriani **) ABSTRAK

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KANDANG PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Oleh :Mukhlis Yahya *) dan Eka Afriani **) ABSTRAK SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KANDANG PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Oleh :Mukhlis Yahya *) dan Eka Afriani **) ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK 7.1. Pola Usahatani Pola usahatani yang dimasukkan dalam program linier sesuai kebiasaan petani adalah pola tanam padi-bera untuk lahan sawah satu

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI NUSA TENGGARA BARAT A. MUZANI dan MASHUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, PO Box 1017, Mataram ABSTRAK Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

IV METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan kambing perah Prima Fit yang terletak di Desa Cibuntu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAPI Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses,

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAPI Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses, POTENSI DAN PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAM Entang Suganda Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor, 16002 PENDAHULUAN Ketersediaan unsur hara dalam tanah sangat penting artinya bagi usaha

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING HERY SURYANTO DAN SUROSO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Dalam mengusahakan tanaman lada (Piper nigrum L) banyak menghadapi kendala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian organik kini mulai menjadi peluang baru dalam usaha pertanian, hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya mengonsumsi makanan,

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT PROGRAM AKSI PERBIBITAN DAN TRADISI LOKAL DALAM PENGELOLAAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT H. ZULQIFLI Dinas Peternakan, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat PENDAHULUAN Kabupaten

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG POLA GADUHAN TERNAK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemerataan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber :

I. PENDAHULUAN. Sumber : I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk Indonesia merupakan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa Kelayakan Usaha BAB V KELAYAKAN USAHA Proses pengambilan keputusan dalam menentukan layak tidaknya suatu usaha sapi potong dapat dilakukan melalui analisis input-output. Usaha pemeliharaan sapi potong

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA, 2006. Kajian Kelayakan dan Skala Ekonomi Usaha Peternakan Sapi Potong Dalam Rangka Pemberdayaan Peternak (Studi Kasus Di Kawasan Budidaya Pengembangan Sapi Potong Kabupaten

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

II ASPEK PASAR DAN PEMASARAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan jaman dimana masyarakat mulai sadar akan pentingnya kebutuhan pangan yang harus terpenuhi. Salah satu faktor yang paling di lirik oleh masyarakat

Lebih terperinci

PENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN PENDAHULUAN

PENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN PENDAHULUAN PENGKAJIAN SISTEM BUDIDAYA SAPI POTONG PADA EKOREGIONAL PADANG PENGEMBALAAN Oleh : N.Yunizar, H.Basri, Y.Zakaria, Syamsurizal, S.Anwar, Mukhlisuddin, Elviwirda, Darmawan, Lukman, T.M.Yunus, A.Hasan PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Suplemen 5 SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA Latar Belakang Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

PROPOSAL USAHA PENGGEMUKAN DOMBA ANAM Farm

PROPOSAL USAHA PENGGEMUKAN DOMBA ANAM Farm PROPOSAL USAHA PENGGEMUKAN DOMBA ANAM Farm RINGKASAN EKSEKUTIF Usaha peternakan domba merupakan usaha yang berbasis pada potensi lokal Indonesia. Usaha ini cukup menguntungkan karena ditunjang dengan faktor-faktor

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan

VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI. produksi serta rasio biaya transaksi dan penerimaan, rasio biaya transaksi dan VI. STRUKTUR BIAYA TRANSAKSI Berdasarkan tujuan penelitian pertama, dalam bab ini akan dibahas besarnya biaya transaksi berdasarkan usaha ternak sapi jagung di Minahasa dan usaha ternak sapi kelapa di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT

POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT POTENSI SUMBERDAYA TERNAK KERBAU DI NUSA TENGGARA BARAT H. ABDUL MUTHALIB Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat ABSTRAK Pembangunan peternakan di NTB telah mampu berperan dan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI) R. H. MATONDANG dan A. Y. FADWIWATI Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian Gorontalo Jln. Kopi no. 270 Desa Moutong

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

BAB IV Hasil Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian BAB IV Hasil Dan Pembahasan 4.1.1. Peternakan Sapi Pedaging di Dusun Getasan Kecamatan Getasan merupakan salah satu kecamatan dari sembilan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang.

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI DAGING (SUATU STUDI KASUS) RINGKASAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI DAGING (SUATU STUDI KASUS) RINGKASAN ANALISIS FINANSIAL USAHA AGRIBISNIS PETERNAKAN SAPI DAGING (SUATU STUDI KASUS) I. G. P. BAGUS SUASTINA 1 DAN I. G. NGURAH KAYANA 2 1. Jurusan Ekonomi Umum, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram, Lombok,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG JUMLAH TERNAK POTONG SAPI BALI ANTAR PULAU TAHUN 2017

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG JUMLAH TERNAK POTONG SAPI BALI ANTAR PULAU TAHUN 2017 GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG JUMLAH TERNAK POTONG SAPI BALI ANTAR PULAU TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PANGAN DENGAN TERNAK KAMBING PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SUMBAWA

KAJIAN EKONOMIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PANGAN DENGAN TERNAK KAMBING PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SUMBAWA KAJIAN EKONOMIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PANGAN DENGAN TERNAK KAMBING PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN SUMBAWA ECONOMIC ASSESSMENT OF INTEGRATED FARMING LIVESTOCK CROPS WITH GOAT ON DRY LAND IN THE DISTRICT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan Matheus Sariubang, Novia Qomariyah dan A. Nurhayu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional. Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Bahan Batasan Operasional Konsep dasar dan defenisi opresional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis sebagai pusat akses lintas daerah karena posisinya berada di titik tengah wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci