APOTEK MEDIKO TA SELATAN LAPORAN DEPOK JANUARI. Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APOTEK MEDIKO TA SELATAN LAPORAN DEPOK JANUARI. Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESI IA LAPORAN PRAKTEKK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMAA JALAN PINANGG RAYA NO. 10 PONDOK LABU, JAKART TA SELATAN PERIODEE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBERR 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISAAA NUR JANNAH, S.Farm ANGKATANN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

2 ii UNIVERSITAS INDONESI IA LAPORAN PRAKTEKK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMAA JALAN PINANGG RAYA NO. 10 PONDOK LABU, JAKART TA SELATAN PERIODEE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBERR 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANNISAAA NUR JANNAH, S.Farm ANGKATANN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Mediko Farma. Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt sebagai Dekan Fakultas Farmasi. 2. Prof. Dr.Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Penanggung Jawab Sementara Dekan Fakultas Farmasi sampai dengan 20 Desember Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi. 4. Dra. Farida Indyastuti, S.E., MM., Apt. Selaku pembimbing dari Apotek Mediko Farma yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang bermanfaat selama melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan ini. 5. Ibu Dr. Dra. Nelly D. Leswara, M.Sc, Apt. selaku pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung. 6. Seluruh pegawai Apotek Mediko Farma yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan PKPA. 7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker. 8. Keluarga tercinta atas dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin. 9. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Penulis 2014 v

6 vi

7 ABSTRAK Nama : Annisaa Nur Jannah, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mediko Farma Jalan Pinang Raya No.10 Pondok Labu, Jakarta Selatan Periode 16 September 25 Oktober 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mediko Farma bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi apoteker pengelola apotek (APA) di apotek dan memahami kegiatan di apotek baik secara teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian. Tugas khusus yang diberikan mengenai profil penggunaan obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional dan obat yang diresepkan) di apotek Mediko Farma pada bulan Juli September Tujuan dari tugas ini adalah mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pengendalian persediaan terutama perencanaan pengadaan obat. Selain itu menentukan penggunaan terbanyak terhadap konsumsi obat dan memberikan rekomendasi perencanaan pengadaan yang baik untuk dilakukan di apotek. Kata kunci : Apotek Mediko Farma, obat terbanyak, perencanaan Tugas umum : viii + 55 halaman; 10 lampiran Tugas khusus : vi + 31 halaman; 6 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 10 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 11 ( ) vii

8 ABSTRACT Name : Annisaa Nur Jannah, S.Farm NPM : Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at Apotek Mediko Farma Jalan Pinang Raya No.10 Pondok Labu, Jakarta Selatan Periode September 16 October Pharmacist Internship Program at Apotek Mediko Farma aims to understand the duties and functions of pharmacists pharmacy manager (APA) in pharmacies and understand the activities in pharmacies pharmacy both technically and nontechnically pharmacy. Special task given the highest profile drug use (drug-free, drug-free limited, traditional medicine and drugs prescribed) in pharmacy Medico Pharma in July-September The purpose of this task is to identify issues related to inventory control especially drug procurement planning. In addition to determining the use of the highest drug consumption and give a good recommendation for procurement planning is done at the pharmacy. Keywords: Apotek Mediko Farma, most medications, planning General Assignment: viii + 55 pages; 10 attachments Specific Assignment: vi + 31 pages; 6 attachments Bibliography of General Assignment: 10 ( ) Bibliography of Specific Assignment: 11 ( ) viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTARISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Persyaratan Apotek Tenaga Kerja Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Kefarmasian di Apotek Penggolongan Obat TINJAUAN KHUSUS APOTEK MEDIKO FARMA Sejarah Apotek Mediko Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Lokasi dan Fasilitas Apotek Mediko Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Apotek Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropik Kegiatan Non Teknis Kefarmasian PEMBAHASAN Analisis Lokasi dan Desain Manajemen Sumber Daya Manusia Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Kefarmasian di Apotek ix

10 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket Obat Bebas Gambar 2.2 Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket Obat Bebas Terbatas.. 22 Gambar 2.3 Tanda Peringatan pada Kemasan dan Etiket Obat Bebas Terbatas Gambar 2.4 Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket Obat Keras dan Psikotropika Gambar 2.5 Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket Obat Narkotika Gambar 3.1 Bangunan Apotek Mediko Farma Gambar 3.2 Ruang Tunggu dan Etalase di Apotek Mediko Farma Gambar 3.3 Ruang Peracikan di Apotek Mediko Farma Gambar 3.4 Alat-Alat Peracikan Puyer di Apotek Mediko Farma xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Pembagian Shift Asisten Apoteker xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Mediko Farma Pondok Labu Lampiran 2. Denah Bangunan Apotek Mediko Farma Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Apotek Mediko Farma Lampiran 4. Format Surat Pesanan Apotek Mediko Farma Lampiran 5. Tanda Terima Faktur Lampiran 6. Alur Penerimaan Resep Lampiran 7. Salinan Resep Lampiran 8. Kwitansi Pembelian Obat Resep Lampiran 9. Kwitansi Pembelian Obat Bebas Lampiran 10. Format Surat Pesanan Obat Golongan Narkotika Lampiran 11. Format Surat Pesanan Obat Golongan Psikotropika xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia serta salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sumber daya di bidang kesehatan meliputi dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan derajat kesejahteraan kesehatan masyarakat yang optimal. Apotek sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan merupakan sumber daya di bidang kesehatan yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan kesehatan masyarakat yang optimal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Selain sebagai sarana pelayanan kefarmasian, apotek juga melakukan praktek kefarmasian meliputi pelayanan informasi obat dan penyaluran perbekalan farmasi, pembuatan, pengolahan, peracikan dan pencampuran obat, pengendalian mutu dan pengamanan sediaan farmasi, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Berdasarkan fungsi tersebut apotek diharapkan mampu menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terlebih lagi saat ini tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan telah meningkat. Masyarakat tidak hanya memerlukan obat dan perbekalan kefarmasian lain yang bermutu baik, tetapi juga pelayanan kefarmasian yang memuaskan. Apotek sebagai satu diantara sarana penunjang kesehatan, berperan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi 1

15 2 masyarakat. Hal ini menjadi tanggung jawab dan tantangan bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pelayanan kefarmasian kini tidak hanya berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditi namun juga berorientasi pada pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, maka perlu dilakukan penerapan ilmu kefarmasian yang baik di apotek yang telah diatur dalam Permenkes 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Oleh karena itu, pendirian apotek harus didasarkan pada dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Fungsi sosial dari apotek adalah ikut serta dalam usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat, terutama masyarakat sekitar apotek tersebut dengan menyediakan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Sedangkan fungsi ekonomi dari apotek adalah sebagai badan usaha yang harus dapat meningkatkan keuntungan. Hal ini berguna untuk mengembangkan apotek dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Agar fungsi sosial dan fungsi ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan sesuai dengan tujuan pendirian apotek, kita membutuhkan seorang apoteker yang tidak hanya memiliki kemampuan teknis kefarmasian, tetapi juga dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyarakat. Di zaman perdagangan bebas ini, persaingan antara apotek semakin ketat, karena semakin banyak pendirian apotek dengan lokasi yang berdekatan, membuat suatu apotek harus bisa mempertahankan pelanggan lama, bahkan dapat menambah pelanggan baru. Oleh karena itu, setiap Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengelola apotek sedemikian rupa, sehingga dapat melayani kebutuhan perbekalan farmasi kepada masyarakat dengan baik serta dapat memperoleh keuntungan. Apoteker diharapkan mampu memberikan keputusan yang tepat untuk setiap masalah di apotek serta dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat, misalnya dalam hal memberikan pelayanan informasi obat yang tepat, aman, dan rasional.

16 3 Menyadari pentingnya hal tersebut, dalam mempersiapkan calon apoteker yang memiliki dedikasi tinggi yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan dapat mengelola apotek dengan baik, calon apoteker perlu dibekali dengan pengalaman praktek kerja secara langsung di apotek selain dari sisi penguasaan teori ilmu kefarmasian dan perapotekan. Berdasarkan hal tersebut Program Profesi Apoteker telah mengadakan kerjasama dengan Apotek Mediko dalam menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi para calon apoteker agar calon apoteker dapat mengembangkan teori yang pernah didapat selama perkuliahan dan juga dapat memahami secara langsung mengenai peran apoteker di apotek, kegiatan rutin organisasi, manajemen dan pelayanan kesehatan di apotek. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan oleh Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, adalah: a. Menambah dan memperluas pengetahuan secara langsung mengenai peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek. b. Memberi pemahaman kepada calon apoteker mengenai peran, tugas dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek di apotek c. Mempelajari cara mengelola apotek yang baik dengan mengikuti kegiatan rutin apotek, manajemen, organisasi dan pelayanan kesehatan.

17 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika Landasan Hukum apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian e. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2010 tentang Prekursor f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/ MENKES/PER/2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker. 4

18 5 g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. h. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. j. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. k. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. l. Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009 adalah: a. Sarana yang digunakan untuk melakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. b. Sarana pembuatan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional Tata Cara Perizinan Apotek Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Izin apotek diberikan oleh Menteri, yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas

19 6 Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan Formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan butir (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan Formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c), atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan Formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/kota atau Kepala Balai POM dimaksud butir (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi

20 7 selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannnya dengan menggunakan Formulir APT-7. Berdasarkan Permenkes RI No. 889/MENKES/Per/V/2011 tentang regristrasi, izin praktik dan izin kerja tenaga kefarmasian, dalam Bab dua bagian kedua pasal 7, maka apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek harus memenuhi persyaratan tambahan sebagai berikut: a. Memiliki surat tanda regristrasi apoteker (STRA) sebagai pengganti surat izin kerja apoteker (SIK) yang persyaratan memperoleh STRA yaitu: 1) Memiliki ijazah apoteker 2) Memiliki sertifikat kompetensi profesi 3) Memiliki surat pernyataan mengucapkan sumpah/janji apoteker 4) Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki izin praktek 5) Membuat surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi, yang dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Secara umum berkas lampiran yang harus dipenuhi dalam permohonan SIA adalah (Umar, 2012): a. Surat permohonan yang diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai Rp b. Salinan STRA atau SIPA c. Salinan KTP dan KK Apoteker d. Fotokopi denah bangunan apotek yang dibuat sendiri e. Sertifikat status bangunan f. Daftar rincian perlengkapan apotek (terperinci) g. Daftar tenaga AA

21 8 h. Surat pernyataan APA bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi APA meupun APING di Apotek lain (asli bermaterai 6000) i. Surat izin atasan (bagi pemohon PNS, anggota TNI, dan karyawan instasi pemerintah lain) j. Akte perjanjian kerjasama APA dengan PSA k. Surat pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang obat Dalam teknis pelaksanaannya di lapangan, terdapat beberapa berkas lampiran lagi yang harus dipenuhi oleh APA yaitu (Umar, 2012): a. Salinan Ijazah Apoteker / Sumpah yang dilegalisir b. Surat keterangan kesehatan fisik dan mental c. Daftar kepustakaan wajib apotek yang dimiliki d. Fotokopi NPWP apotek e. Fotokopi akte sewa/kontrak rumah f. Fotokopi KTP PSA (bila bekerjasama dengan PSA) g. Surat keterangan domisili apotek h. Surat izin UU gangguan dari kepala dinas trantib dan limas i. Surat pernyataan kesanggupan menjadi APA/AA j. Peta lokasi apotek SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan non fisik. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi,dan/atau terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek.

22 Pencabutan Surat Izin Apotek SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA). b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus-menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan, dan ketentuan perundang-undangan yang lain. e. Surat izin kerja APA dicabut. f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan izin Apotek harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 26, pelaksanaan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Pembekuan izin Apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-13. Pembekuan Surat Izin Apotek (SIA) dapat dicairkan kembali apabila Apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dengan menggunakan Formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotik ini dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No tahun 2007 Pasal 27, keputusan pencabutan Surat Izin Apotik oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dengan tembusan kepada Menteri

23 10 dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Ketika terjadi pencabutan izin Apotek, APA atau Apoteker Pengganti, wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002): a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotik; b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci; c. Apoteker Pengelola Apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang telah dilakukan di atas Persyaratan Apotek Persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 adalah sebagai berikut: a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, adalah: a. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk

24 11 menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat dan serangga. g. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Persyaratan banguan dan kelengkapan apotek yang harus dipenuhi antara lain (Umar, 2012): a. Bangunan apotek 1) Alamat apotek 2) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 3) Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. 4) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 5) Ruang racikan dan penyerahan obat 6) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien. 7) Ruang administrasi dan ruang kerja apoteker 8) Toilet (WC) b. Kelengkapan bangunan apotek 1) Terdapat Sumber air 2) Terdapat sumber penerangan 3) Terdapat alat pemadam 4) Adanya ventilasi 5) Terdapat papan nama APA 6) Terdapat Billboard nama apotek Perlengkapan Apotek yang harus dimiliki antara lain : a. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu, dan lain-lain. b. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika.

25 12 c. Wadah pengemas dan pembungkus seperti pot/botol, kertas perkamen, klip dan kantong plastik, dan etiket (putih dan biru). d. Alat administrasi seperti blanko surat pesanan, salinan resep, blanko faktur penjualan, blanko laporan narkotika dan psikotropika, buku keuangan, buku catatan narkotika dan psikotropika, kartu stok obat. e. Buku standar yang diwajibkan (Farmakope edisi IV 1995, UUdan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek) serta buku lainnya seperti ISO, dan Farmakologi dan terapi Tenaga Kerja Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yaitu sarjana farmasi, ahli madya farmasi rumah sakit dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker yang sudah disumpah. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker pendamping ini hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011) Apoteker Pengelola Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002, Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

26 13 a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja/ Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola Apotek, diantaranya: a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping. b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena halhal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti. Apoteker Pendamping yaitu Apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain.

27 14 c. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT.9. d. Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. e. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, Surat Izin Apoteker atas nama Apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Menurut Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 megenai registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian, istilah Apoteker Pengelola Apotek tidak ada, akan tetapi ada istilah Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan Asisten Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002, asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker dibawah pengawasan Apoteker Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, kegiatan dalam pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi yang meliputi pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter, tenaga kesehatan lainnya, maupun kepada masyarakat. Pengelolaan non teknis kefarmasian tersebut meliputi kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek.

28 15 Secara garis besar pengelolaan apotek dapat dijabarkan sebagai berikut: Pengelolaan Persediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang serta meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi yang beragam memerlukan suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan pengadaan perbekalan farmasi yaitu: pola penyakit, daya beli masyarakat dan budaya masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2004) Pengadaan Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), mupun penganggaran. Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International Cooperation Agency, 2008). Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan (Departemen Kesehatan RI, 2008). Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan farmasi

29 16 yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian mendistribusikan. (Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan & Japan International Cooperation Agency, 2008). Pada proses pengadaan ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan: a. Harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya. b. Harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. c. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penyimpanan Tata cara penyimpanan perbekalan farmasi dan penataannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan sifat obat serta bentuk perbekalannya. Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-zat yang bersifar higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan berdasarkan alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu (Departemen Kesehatan RI, 2004) Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993, yang meliputi : a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.

30 17 b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. Apoteker Pengelola Apotek, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. l. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping, Apoteker Pengganti didalam pengelolaan apotek.

31 Administrasi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dalam menjalankan pelayanan kefarmasia di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : a. Administrasi Umum Pada bagian ini dilakukan pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Administrasi Pelayanan Pada bagian ini dilakukan pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2004) Pelayanan Resep Skrining Resep Apoteker melakukan kegiatan skrining resep yang meliputi: a. Memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi: nama dokter, nomor SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya. b. Memeriksa kesesuaian farmasetik seperti bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, stabilitas, cara dan lama pemakaian c. Melakukan pertimbangan klinis seperti adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya Penyiapan Obat Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Suatu prosedur tetap harus dibuat untuk melaksanakan peracikan obat, dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

32 19 Obat dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya, dan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan. Informasi obat pada pasien sekurangkurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi Informasi obat Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini, informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan, cara penyimpanan obat, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi Konseling Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan Pelayanan Swamedikasi Pengobatan sendiri (swamedikasi) adalah tindakan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas) yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Meskipun oleh dan diperuntukan untuk diri sendiri pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Hal ini berarti tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib apotek. Obat wajib apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di

33 20 apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang diserahkan tanpa resep dokter, harus memiliki kriteria sebagai berikut: a. Tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko akan kelanjutan penyakit c. Penggunaan tidak memerlukan cara khusus dan alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri Penggunaan OWA perlu dicatat tetapi tidak perlu dilaporkan. Beberapa kewajiban apoteker dalam penyerahan obat wajib apotek yaitu: a. Memenuhi ketentuan dan batasan yang tercangkup dalam tiap-tiap jenis obat wajib apoteker b. Membuat catatan pasien dan obat yang telah diserahkan c. Memberikan informasi tentang obat, meliputi dosis, aturan pakai, efek samping, dan informasi lainnya yang dianggap perlu Promosi dan Edukasi Apoteker harus memberikan edukasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Apoteker dapat berperan dalam penyebaran leaflet atau brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya dalam kegiatan ini Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk geriatric dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan dalam kegiatan ini.

34 Penggolongan Obat Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan n patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuha an, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat-obat yang beredar di Indonesia, digolongkan menjadi 5 (lima) kategori berdasarkan n keamanannya, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Setiap golongan obat diberi tanda/logo pada kemasan yang terlihat. Beberapa peraturan yang mengatur tentang penggolongp gan obat tersebut adalah: a. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika b. Kepmenkes RI No. 2380/A/ /SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. c. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tantang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. d. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. e. Permenkes RI No. 688/Menkes/Per/VII/ /1997 tentang Peredaran Psikotropika Obat Bebas Obat bebas adalah obatt yang dijual bebas di d pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Departemenn Kesehatan RI, 2006). Gambar Tanda Khusus pada Kemasan dann Etiket Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dann disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas

35 22 adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarnaa hitam. Tanda peringatan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) ) dan diberii tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan RI, 2006). Gambar 2.2. Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket Obat Bebas Terbatas Tanda-tanda peringatan ini sesuai dengan golongan obatnya, yaitu: a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan pakai. Contoh: Decolgen b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine gargle c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Tingtur Iodii d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.. Contoh: Sigaret Asma e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril f. P No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria. Gambar 2.3. Tandaa Peringatann pada Kemasan dan Etiket E Obat Bebas Terbatas

36 Obat Keras dan Psikotropika Obat yang hanya dapatt dibeli di apotek dengan resepp dokter disebut dengan obat keras. Kemasan obat keras ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K yangg menyentuh tepi lingkaran yangg berwarna hitam dengan latar warna merah. Obat-obat yang masuk kee dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi,, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat tukak lambung dan semua obat injeksi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Gambar 2.4. Tanda Khusus Psikotropika pada Kemasan dann Etiket Obat Kerass dan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupunun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruhh selektif pada susunann saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktiviats mental dan perilaku. Penggolongan dari psikotropika adalah (Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, 1997): a. Psikotropika golongan I, yang hanyaa dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalamm terapi, serta mempunyai potensi amat kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya brolamfetamina, lisergida (LSD), meskalin dan psilosibin. b. Psikotropika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya amfetamin, metamfetamin dan metilfenidat. c. Psikotropika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang dalam mengakibatkan ketergantun ngan, misalnya amobarbital, siklobarbital, dan pentazosina. d. Psikotropika golongan IV,, yang berkhasiat pengobatan dan sangatt luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

37 24 mempunyai potensi ringan dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya derivat diazepam, alprazolam, dan fenobarbital. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan (Presiden RI, 1997): a. Pemesanan psikotropika Obat-obat golongan psikotropika dipesan apotek dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), dengan menggunakan surat pesanan (SP) psikotropika 3 (tiga) rangkap dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek yang dilengkapi nomor SIK dari apoteker dan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk beberapa jenis psikotropika. b. Penyimpanan psikotropika Obat-obat golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan psikotropika Penyerahan obat-obat golongan psikotropik oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. d. Pelaporan psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Direkorat Jenderal Binfar Alkes Kementerian Kesehatan secara online melalui website : Pelaporan dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM. e. Pemusnahan Psikotropika Pada pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 UU No.5 tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa,

38 25 serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan an. Pemusnahan psikotropika a yang berkaitan dengan tindak pindana dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili m Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisian Negara N Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang y berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempatt terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukumm tetap. Untuk psikotopika khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling p lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan. Pemusnahan psikotropika yang disebabkan karena kadaluarsaa serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan d pada pelayanan kesehatan dan/atau pengemban ngan ilmu pengetahua n dilakukanan oleh apoteker yang bertanggung jawab atas peredaran psikotropika dengan disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung jawab di bidangg kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapatkan n kepastian Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasall dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesiss maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampaii menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (Undang-un( ndang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika). Kemasan golongan narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah (Departemen Kesehatan RI, 2006). Gambar 2.5. Tanda Khusus pada Kemasan dan Etiket E Obatt Narkotika 2009): Narkotika dibedakan kee dalam 3 golongan, yaitu (Republik Indonesia,

39 26 a. Narkotika golongan I, yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya opium, kokain, dan ganja. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya morfin dan petidin. c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, misalnya kodein Pengelolaan Narkotika UU No. 35 tahun 2009 telah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan dan penggunaan narkotika, untuk mencegah dan menanggulangi bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika, serta untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Secara garis besar pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan. a. Pemesanan Narkotika Kegiatan ini dilakukan ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan narkotika empat rangkap yang ditandatangani oleh APA (tiga rangkap untuk PBF Kimia Farma dan satu rangkap untuk arsip apotek), dilengkapi nomor SIK dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya digunakan untuk memesan satu jenis narkotika. b. Penyimpanan Narkotika Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 14 dijelaskan bahwa narkotika yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu

40 27 pengetahuan wajib disimpan secara khusus. Di dalam Permenkes No. 28/Menkes/Per/1978 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat; harus mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan sehari-hari; lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang 40 x 80 x 100 cm dan harus dibaut pada tembok atau lantai; lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan; anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa; lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum. c. Pelayanan Resep yang mengandung Narkotika Menurut UU No. 35 tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. Selain kepada pasien, penyerahan obat golongan narkotika dapat dilakukan apotek kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lain, balai pengobatan, dan dokter. d. Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 14 ayat 2, menyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farnasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,

41 28 menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada Direkorat Jenderal Binfar Alkes Kementerian Kesehatan secara online pada website setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika biasa disebut dengan SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit, dan Apotek). e. Pemusnahan Narkotika Sesuai dengan Permenkes RI No.28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, Apoteker Pengelola Apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun), nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika, nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan, cara pemusnahan, tanda tangan, dan identitas lengkap penanggung jawab apotek, serta saksi-saksi pemusnahan. Pemusnahan narkotika harus disaksikan oleh petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan untuk importir, pabrik farmasi dan unit pergudangan pusat; petugas Kantor Wilayah Departemen Kesehatan untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan propinsi, petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada kepala kantor Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Badan/Balai Besar POM, dan sebagai arsip.

42 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1. Sejarah Apotek Mediko Apotek Mediko Farma didirikan pada tanggal 14 September 1976 berdasarkan akta notaris Mintarsih Natamihardja, SH. Pemilik sarana Apotek Mediko Farma adalah Dr. Sri Soesilastoeti sedangkan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Mediko Farma saat ini adalah Dra. Farida Indyastuti, S.E., Apt., MM dengan SIA: 153/kanwil/SIA-78/ Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Struktur organisasi sangat diperlukan dalam pengelolaan suatu apotek agar apotak dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan sebuah apotek yang baik akan membawa apotek tersebut pada tujuan yang telah ditetapkan. Adapun struktur organisasi Apotek Mediko dapat dilihat pada lampiran 3. Apotek Mediko Farma memiliki 12 tenaga kerja, terdiri atas tenaga kefarmaasian dan tenaga non-kefarmasian, dengan rincian sebagai berikut: Tenaga kefarmasian: a. APA : 1 orang b. Aping : 1 orang (merangkap sebagai manager keuangan) c. Asisten Apoteker : 3 orang Tenaga non kefarmasian: a. Tenaga administrasi : 2 orang (satu orang bagian pembelian, satu orang bagian faktur) b. Tenaga kasir : 2 orang c. Tenaga keamanan : 2 orang d. Tenaga kebersihan : 1 orang Apotek Mediko Farma beroperasi setiap hari Senin sampai Sabtu mulai pukul WIB, hari Minggu mulai pukul WIB, sedangkan hari libur nasional tutup. 29

43 Lokasi dan Fasilitas Apotek Mediko Lokasi Apotek Mediko Farma terletak di Jalan Pinang Raya No. 10, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Apotek Mediko Farma berlokasi di perempatan jalan dengan badan jalan satu arah yang tidak terlalu lebar dan berada disamping pusat perbelanjaan di dekat kawasan pemukiman penduduk yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Mediko Farma dilengkapi pula dengan laboratorium klinik yang bersebelahan dengan apotek dan praktek dokter yang berada di lantai atas apotek. Praktek dokter terdiri dari dokter anak, dokter kulit dan kelamin dan dokter gigi, sehingga dapat meningkatkan penerimaan resep di apotek. Papan nama apotek disertai nama laboratorium klinik dan praktek dokter nampak jelas di perempatan jalan dan di tempat parkir apotek sehingga memudahkan pelanggan baru untuk mencari lokasi Apotek Mediko Farma Fasilitas Bangunan fasilitas apotek terdiri dari tempat parkir pada halaman depan apotek, ruang bagian depan, dan ruang bagian belakang. Selain itu, apotek juga dilengkapi kamar mandi dan mushola untuk karyawan yang berada di bagian belakang apotek. Gambar bangunan apotek Mediko Farma dapat dilihat pada Gambar 3.1. Ruang bagian depan terdiri dari ruang tunggu dilengkapi kursi-kursi yang ditata rapi dan nyaman serta mesin dispenser untuk para pengunjung, tempat penerimaan resep dan pemberian harga obat bebas, tempat pembayaran obat resep maupun obat bebas (kasir), serta tempat pemajangan dapat obat bebas (OTC) dan obat obat fast moving. Penataan produk OTC dikelompokkan berdasarkan indikasi atau tujuan penggunaannya (batuk; flu; demam; sakit kepala; sakit perut; vitamin; sakit cacingan) dan bentuk sediaannya (solid, semisolid dan cair). Sediaan-sediaan yang banyak diminati pembeli diletakkan di bagian tengah etalase dan sejajar pandangan mata agar eye catching sehingga langsung dilihat oleh pengunjung yang masuk ke apotek. Selain itu, pada bagian paling atas lemari etalase terdapat beberapa box kosong berukuran besar dan mencolok yang dititipkan oleh

44 31 perusahaan untuk dipajang di Apotek Mediko Farma sebagai bagian dari promosi pada setiap pelanggan yang datang ke apotek. Selain produk OTC, apotek juga menjual perlengkapan bayi, produk-produk susu, produk-produk herbal, produkproduk kosmetik yang digunakan sehari-hari, serta alat-alat kesehatan lainnya seperti masker, sarung tangan, dan alat tes kehamilan yang ditata dietalase bagian depan. Gambar ruang tunggu apotek, dapat dilihat pada Gambar 3.2. Ruang bagian belakang terdiri dari ruang peracikan, tempat administratif serta tempat pencucian. Ruang peracikan digunakan untuk kegiatan verifikasi resep, penyiapan obat, peracikan, pemberian etiket, penulisan kopi resep dan kuitansi pembayaran obat. Ruang ini terdiri dari sebuah meja besar yang diletakkan di tengah ruangan dan dikelilingi dengan lemari obat keras yang berderet membentuk huruf L di sekeliling ruangan. Penataan ruang peracikan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan ruang gerak bagi para pekerja. Penataan obat keras dikelompokkan berdasarkan obat generik dan obat nama dagang, berdasarkan bentuk sediaannya, dan obat yang biasa diresepkan oleh dokter yang berpraktek di lantai atas apotek. Gambar ruang peracikan apotek dapat dilihat pada Gambar 3.3. Dalam ruang peracikan terdapat lemari narkotika, lemari pendingin untuk menyimpan obat-obat termolabil seperti supositoria, meja untuk menimbang disertai peralatan menimbang, lemari untuk menyimpan buku-buku literatur (Farmakope Indonesia, ISO, dan MIMS) serta wastafel. Selain itu, dirungan ini juga terdapat tempat untuk kegiatan administrasi seperti pemesanan obat kepada distributor dan pendataan perbekalan farmasi yang harus dipesan. Oleh sebab itu, ruang peracikan juga dilengkapi dengan dua buah computer, printer, telepon dan mesin fax. Denah tata ruang Apotek Mediko Farma terdapat pada Lampiran Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan Perbekalan Farmasi Apotek Mediko Farma melakukan perencanaan setiap hari Senin dan Kamis berdasarkan stok minimum dan penjualan di minggu sebelumnya. Perbekalan farmasi yang sudah hampir habis di buat daftar rencana pembelian pada buku defecta atau buku pemesanan kemudian di serahkan ke bagian

45 32 pembelian untuk dibuatkan surat pesanan. Pemesanan dilakukan menggunakan surat pesanan langsung kepada petugas PBF yang bersangkutan atau melalui telepon langsung ke PBF yang dimaksud. Contoh surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemesanan dan pembelian dilakukan setiap hari Senin dan Kamis oleh bagian pembelian yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Surat pesanan perbekalan farmasi untuk obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas ditandatangani oleh Asisten Apoteker, sedangkan untuk obat psikoropik dan narkotik ditandatangani oleh APA. Pengadaaan perbekalan farmasi pada apotek Mediko Farma dilakukan dengan cara : a. Cash Order Delivery (COD) COD merupakan pembelian yang pembayarannya dilakukan langsung pada saat perbekalan farmasi yang dipesan datang. Metode ini dilakukan pengadaan perbekalan farmasi yang baru dan/atau sangat dibutuhkan oleh apotek pada keadaan tertentu. b. Kredit Kredit merupakan pembelian yang pembayarannya dapat dilakukan hingga batas waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan oleh PBF pemasok yang telah disepakati bersama dengan pihak apotek. c. Konsinyasi Konsinyasi merupakan titipan perbekalan farmasi dari pemilik kepada apotek dimana apotek bertindak sebagai Agen Komisioner yang menerima komisi bila perbekalan farmasi tersebut terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau batas waktu yang disepakati, dan bila perbekalan farmasi tersebut tidak laku maka perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat yang masih baru dan belum dijual di apotek dan sedang dalam masa promosi, pembayaran dilakukan hanya terhadap perbekalan farmasi yang telah terjual Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari Senin dan Kamis pada jam operasional apotek oleh Asisten Apoteker. Pada saat penerimaan dilakukan pemeriksaan dokumen berupa kesesuaian antara surat pesanan dengan

46 33 faktur, serta pemeriksaan fisik perbekalan farmasi yang diterima (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik perbekalan farmasi, kode produksi/batch, dan lain lain). Apabila perbekalan farmasi yang diterima sesuai dengan surat pesanan, maka bagian pembelian atau asisten apoteker menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek. Setiap hari Selasa dan Jum at PBF melakukan tukar faktur yaitu PBF memberikan faktur asli disertai faktur pajak kepada apotek untuk kemudian dibayarkan oleh apotek berdasarkan tanggal jatuh tempo faktur tersebut dan untuk contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran Penyimpanan Perbekalan Farmasi Data mengenai perbekalan farmasi yang diterima kemudian dimasukkan ke dalam sistem komputer pada formulir penerimaan pesanan yang berisi antara lain tanggal pembelian, nama PBF, perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, potongan harga, dan harga. Setelah itu, perbekalan farmasi di tempatkan di etalase atau rak penyimpanan sediaan sesuai dengan kategori penyimpanannya. Apotek Mediko Farma melakukan penyimpanan perbekalan farmasi berdasarkan jenis perbekalan farmasi, penggolongan obat bebas dan obat resep (ethical), serta bentuk sediaan obat kemudian disusun menurut abjad. Penyimpanan obat bebas dikelompokkan pula berdasarkan indikasi/ farmakologi obat dan disusun sedemikian rupa dalam lemari kaca atau rak dengan perpaduan warna yang sesuai sehingga menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Obat resep (ethical) dikelompokkan pula berdasarkan generik, nama dagang dan obat yang sering diresepkan oleh dokter yang berpraktek di lantai atas apotek sehingga memudahkan pengambilan obat saat peracikan. Penyusunan perbekalan farmasi tersebut juga menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penempatan obat sistem First In First Out (FIFO) yaitu perbekalan farmasi yang masuk lebih dulu diletakkan pada bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar memudahkan dalam pengambilan sehingga yang terlebih dahulu masuk akan keluar terlebih dahulu. Pada penyusunan obat berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) yaitu perbekalan farmasi yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu

47 34 diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, sehingga yang batas kadaluarsa lebih dulu akan keluar terlebih dahulu Pengeluaran Perbekalan Farmasi Apotek Mediko Farma melakukan pengeluaran perbekalan farmasi dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu perbekalan farmasi yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah perbekalan farmasi yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal Pembuatan Sediaan Standar Apotek Mediko Farma juga melakukan pembuatan sediaan standar dan pengemasan kembali sediaan standar ke dalam wadah yang lebih kecil. Sediaan standar adalah obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep- resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Sediaan standar ini dibuat untuk menyediakan sediaan yang jarang atau tidak terdapat di pasaran. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Mediko Farma adalah obat batuk hitam, salep 24, AAV (Asam salisilat, Asam benzoat, dan Vaselin album), boorschudmixtuur (BSM), ichtyol zalf, rivanol, alkohol 70% dan bedak salisilat. Adapula sediaan standar yang dibeli dalam skala besar lalu dikemas kembali dalam skala kecil seperti minyak cengkeh, minyak sereh, garam inggris, dan vitamin. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad Pelayanan Apotek Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan resep dan pelayanan obat bebas dan komoditi lain di luar sediaan farmasi (perlengkapan bayi, produkproduk susu, produk-produk herbal, produk-produk kosmetik, serta alat-alat kesehatan). Pembayaran dapat dilakukan secara tunai, debit, ataupun kredit. Pembayaran secara tunai sama dengan pembayaran secara kredit, tetapi untuk pembayaran secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan Apotek untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya.

48 Pelayanan Obat dengan Resep Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan resep yaiu Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian diperiksa ketersediaan obat dan dilakukan verifikasi resep (skrining resep) baik kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetika dan kesesuaian farmakologi. Pelayanan resep dilakukan sesuai dengan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Resep yang diterima diberikan harga berdasarkan harga yang terdapat pada sistem komputer, dimana untuk resep yang berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Resep yang telah diberi harga diberikan kepada kasir untuk dibayar oleh pasien serta diberikan nomor urut resep. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk disiapkan atau diracik oleh asisten apoteker. Resep yang telah selesai dikerjakan, dikemas, diberi etiket, dan dilakukan pemeriksaan akhir oleh apoteker atau asisten apoteker. Kemudian obat yang telah siap diserahkan kepada pasien oleh apoteker atas asisten apoteker disertai dengan penyampaian informasi yang berkaitan dengan obat tersebut. Pada saat penyerahan obat apoteker atau asisten apoteker meminta nomor telepon dan alamat pasien untuk data tambahan. Bagan alur penerimaan resep dapat dilihat pada Lampiran 6. Resep yang obatnya hanya diambil sebagian akan diberi salinan resep yang ditandatangani oleh apoteker/asisten apoteker dan diberi stempel apotek. Contoh salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 7. Jika pasien menginginkan kuitansi pembayaran obat resep, apotek akan memberikannya. Contoh kuitansi pembelian obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8. Resep yang telah selesai diracik dikumpulkan dan disusun berdasarkan nomor urut resep per hari lalu disimpan selama 3 tahun Pelayanan Obat Tanpa Resep Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan penjualan obat tanpa resep dokter yang meliputi, obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Obat bebas ditandai dengan logo lingkaran berwarna hijau, obat bebas terbatas ditandai dengan logo lingkaran berwarna biru, sedangkan obat

49 36 DOWA merupakan obat dengan logo lingkaran berwarna merah dengan huruf K ditengah yang tercantum didalam Daftar Obat Wajib Apotek. Penyerahan DOWA yang dapat diserahkan oleh apoteker atau asisten apoteker harus disertai dengan pemberian informasi tentang penggunaan, manfaat serta efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Jika pasien menginginkan kuitansi pembelian obat bebas apotek dapat memberikannya. Contoh kuitansi dapat dilihat pada Lampiran Pelayanana Informasi Obat dan Konseling Pelayanan informasi obat di Apotek Mediko sudah mulai dilakukan secara aktif maupun secara aktif meskipun belum sepenuhnya berjalan dengan baik karena masih terbatas pada pemberian informasi saat penyerahan obat. Pemberian informasi obat secara aktif yaitu pemberian informasi pada saat penyerahan obat mengenai nama obat/ zat aktif yang terkandung didalamnya, kekuatan obat (mg/g), bentuk sediaan, indikasi obat, efek samping, interaksi obat, jadwal dan cara pemakaian, cara penyimpanan serta dosis obat. Sedangkan secara pasif yaitu pasien menanyakan tentang obat dan asisten apoteker/apoteker menjawab. Kegiatan konseling saat ini di Apotek Mediko belum dapat dilakukan sepenuhnya dikarenakan ruangan untuk melakukan konseling terbatas Swamedikasi Kegiatan swamedikasi saat ini telah dilakukan di Apotek Mediko Farma. Obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi meliputi Obat Wajib Apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Obat Wajib Apotek merupakan obat dengan lingkaran merah dengan huruf K pada bagian tengah yang masuk dalam daftar obat wajib apotek. Penyerahan obat DOWA dilakukan oleh apoteker dan harus disertai dengan pemberian informasi tentang penggunaan, manfaat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat, namun yang sering bertindak dalam swamedikasi adalah asisten apoteker Pelayanan Lainnya Pelayanan lainnya di Mediko Farma untuk meningkatkan pendapatan apotek adalah menjualan produk-produk herbal dan kosmetik, menjualan alat-alat

50 37 kesehatan, menjualan makanan ringan, adanya praktek dokter umum, dokter spesialis anak, dokter THT, dan dokter spesialis kulit dan kelamin serta pelayanan laboratorium. 3.6 Pengelolaan Narkotika Pemesanan Pemesanan Narkotika dilakukan dengan Surat Pemesanan khusus narkotika yang ditujukan kepada PBF Kimia Farma sebagai distributor tunggal obat-obatan narkotika. Pembelian menggunakan Surat Pesanan Narkotika rangkap 4 yang telah ditandatangi oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, nama apotek serta stempel apotek. Dalam satu Surat Pesanan hanya berlaku untuk satu jenis narkotika. Surat pemesanan narkotika dapat dilihat pada lampiran Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan narkotika yang dipesan, diterima oleh Apoteker/Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama jelas, SIK, tanda tangan, stempel apotek dan disertai tanggal dan waktu penerimaan narkotika. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Obat-obat golongan narkotika disimpan dalam lemari kayu khusus yang terkunci berukuran panjang 19,5 cm, lebar 15,5 cm dan tinggi 39 cm. Penyimpanan obat golongan narkotika dipisahkan untuk penggunaan sehari-hari dan untuk persediaan, namun lemari penyimpanan obat golongan narkotika pada Apotek Mediko Farma masih diletakan pada area yang sering dilalui di dalam area apotek. Contoh sediaan narkotika yang terdapat di apotek adalah Codein tablet 10 dan 20 mg, Codipront dan Codipront cum expectorant kapsul serta Codipront dan Codipront cum expectorant sirup Pelaporan Penggunaan Narkotika Laporan pemakaian obat-obat golongan narkotika dibuat setiap bulan dan dilaporkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan dilakukan langsung ke Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar

51 38 Alkes) secara online melalui situs sipnap.binfar.depkes.go.id. Sistem pelaporan ini merupakan sistem baru dimana apotek terlebih dahulu membuat account pada situs tersebut dan mengunduh form pelaporan narkotika yang dibuat Ditjen Binfar Alkes. Setelah laporan dikirim akan ada surat balasan dari Ditjen Binfar Alkes yang menyatakan telah menerima laporan. Pelaporan narkotika yang dilakukan di Mediko Farma hanya berupa laporan narkotika untuk sediaan jadi Pelayanan Obat Narkotika Apotek Mediko farma hanya melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Mediko Farma sendiri untuk mengambil sisa obat dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya serta harus disertai stempel dokter yang jelas. Pada saat penyerahan obat kepada pasien harus dicantumkan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan alamat pasien yang jelas Pengelolaan Psikotropik Pemesanan Pemesanan psikotropika dilakukan dengan Surat Pemesanan Psikotropika rangkap 3 yang telah ditandatangi oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, nama apotek serta stempel apotek. Dalam satu Surat Pesanan boleh lebih dari satu jenis obat. Secara lengkap Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan dan Penyimpanan Penerimaan psikotropika dapat dilakukan oleh apoteker/asisten apoteker yang mempunyai SIK dan bukti penerimaan psikotropika ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek/ Asisten Apoteker. Penyimpanan psikotropika ini dilakukan terpisah dengan obat ethical lainnya, disimpan di dalam lemari khusus dan terjamin keamanannya, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan. Contoh sediaan psikotropika yang terdapat di apotek Mediko Farma adalah Analsik tablet, Bellaphen tablet, Braxidin tablet, Cetalgin, Danalgin.

52 Pelaporan dan penggunaan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Mediko Farma sama seperti laporan narkotika dimana di laporkan paling lambat tanggal 10 di bulan berikutnya. Pelaporan dilakukan langsung ke Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan secara online melaui situs Sistem pelaporan ini merupakan sistem baru dimana apotek terlebih dahulu membuat account pada situs tersebut dan menngunduh form pelaporan narkotika yang dibuat Ditjen Binfar Alkes. Setelah laporan dikirim akan ada surat balasan dari Ditjen Binfar Alkes yang menyatakan telah menerima laporan Pelayanan Obat Psikotropika Obat psikotropika dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter atau salinan salinan resep dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya serta harus disertai stempel dokter yang jelas. Pada saat penyerahan obat kepada pasien harus dicantumkan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan alamat pasien yang jelas Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Apotek tidak hanya menjalankan fungsi kefarmasian, tetapi juga menjalankan fungsi bisnis, yaitu melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Pengelolaannya dilakukan oleh bagian administrasi dan dibantu oleh bagian pembelian, kasir serta Asisten Apoteker yang kemudian diperiksa oleh manajer. Kegiatan non teknis farmasi yang dilakukan di apotek meliputi: Kegiatan Administrasi a. Administrasi Personalia Apotek Mediko Farma melakukan kegiatan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan karyawan.

53 40 b. Administrasi Penjualan Apotek Mediko Farma melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan melakukan pencatatan baik menggunakan sistem komputer maupun pencatatan manual terhadap semua penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas (OTC) maupun obat keras (ethical) serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) secara tunai atau debit. Selain itu, dilakukan juga pengaturan terhadap penentuan harga jual yang dimasukkan kedalam sistem komputer. Daftar harga jual inilah yang dijadikan sebagai acuan dalam pemberian harga jual pada pasien dan apabila terdapat perubahan harga pembelian dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) maka harga yang terdapat pada daftar harga jual juga akan diubah. c. Administrasi Pembelian Kredit atau Hutang Dagang Apotek Mediko Farma melakukan pembelian produk dari PBF dengan cara tunai, kredit dan konsinyasi. Setiap PBF memberikan kebijaksanaan mengenai harga obat maupun diskon yang berbeda-beda kepada apotek. Pencatatan terhadap pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke apotek dan di buat dalam sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan pengawasan Sistem Administrasi Apotek Mediko Farma memiliki sistem administrasi untuk pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, pelayanan dan pelaporan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh bagian pembelian, administrasi dan asisten Apoteker. Kelengkapan administrasi di Apotek Mediko Farma meliputi : a. Buku Defekta Daftar nama obat atau sediaan yang habis atau hampir habis dicatat dalam buku defekta untuk segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Keuntungan buku ini adalah dapat digunakan untuk mengecek perbekalan farmasi yang sudah atau hampir habis dan mempercepat proses pemesanan sehingga ketersediaan perbekalan farmasi di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik.

54 41 b. Surat Pesanan (SP) Surat yang digunakan untuk memesan perbekalan farmasi yang diperlukan oleh apotek disebut Surat Pesanan yang terdiri dari 2 rangkap, dimana yang asli diserahkan pada pihak distributor sedangkan salinannya merupakan SP pertinggal di apotek untuk menyesuaikan perbekalan farmasi yang dating dengan perbekalan farmasi yang dipesan. Surat Pesanan ditandatangani asisten apoteker apabila akan melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Dalam surat pesanan, terdapat tanggal pemesanan serta nama PBF yang ditunjuk. c. Daftar harga sediaan farmasi di apotek Daftar harga jual apotek berasal dari harga yang diberikan PBF ditambah dengan pajak dan margin. Harga ini dapat diketahui dari daftar harga pada sistem komputer dan sistem manual/ hardcopy. Pada sistem ini tercantum nama obat (merk dagang atau generik) yang disusun secara alfabetis serta spesifikasi produk sperti kekuatan dan volume sediaannya. d. Sistem administrasi pembelian dan faktur Penerimaan perbekalan farmasi diinput dalam sistem komputer dengan mencantumkan tanggal, nama perbekalan farmasi, jumlah perbekalan farmasi, nama PBF, nomor faktur, tanggal jatuh tempo faktur, nomor batch, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon yang diperoleh, total harga dan total pembayaran. Pencatatan ini dilakukan saat perbekalan farmasi datang berdasarkan faktur pengiriman perbekalan farmasi dari PBF. Nomor faktur dari pembelian pada PBF berisikan nomor faktur, tanggal pembelian, nama PBF, tanggal jatuh tempo, dan jumlah pembelian. Ketika dilakukan pembayaran faktur, maka ditulis tanggal dan waktu pembayaran pada faktur yang sudah dibayar. e. Buku catatan penggunaan narkotika dan psikotropika Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika, yang berisikan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan dan sisa serta keterangan lain jika ada. Catatan harian narkotika dan psikotropika meliputi nomor resep, nama pasien, alamat pasien, nama dokter, alamat dokter, jumlah obat yang diresepkan dan sisa obat (dalam satuan tablet).

55 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek adalah tempat praktek bagi apoteker dengan obat serta alat kesehatan sebagai komoditi prakteknya. Selain sebagai tempat praktek apoteker, apotek merupakan suatu jenis bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang diperdagangkan) terdiri dari sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika) dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan). Apoteker dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya dituntut untuk pandai sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian saja. Apoteker juga dituntut dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyakat. Oleh karena itu pemerintah menetapkan bahwa hanya apoteker yang memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan apotek dan memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) Analisis Lokasi dan Desain Lokasi Apotek Mediko Farma berlokasi di Jalan Pinang Raya nomor 10, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Apotek Mediko Farma telah beroperasi melayani masyarakat sejak tahun Apotek Mediko Farma dilengkapi dengan laboratorium klinik dan beberapa praktek dokter, seperti dokter anak, spesialis kulit dan kelamin, spesialis THT, dan dokter gigi. Lokasi Apotek Mediko Farma dinilai cukup strategis, karena terletak dipertigaan jalan raya yang ramai dan berada disamping pusat perbelanjaan yang difasilitasi oleh ATM. Akses untuk menuju Apotek mediko Farma sangat mudah karena apotek ini berada ditepi jalan dan sering dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai pembeli. Lokasi yang strategis juga didukung dengan keberadaan sarana kesehatan lain di sekitar apotek, seperti Rumah Sakit Fatmawati, Rumah Sakit Bersalin Bina Sehat, Rumah Sakit Umum Prikasih, pemukiman penduduk yang cukup padat, serta keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. 42

56 Desain Ekterior dan Interior Desain eksterior Apotek Mediko Farma sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari papan nama petunjuk keberadaan apotek yang cukup jelas dan besar yang diukir pada dinding atas Apotek. Meskipun bangunan apotek sudah lama, namun bangunan apotek tetap terlihat bersih dan terawat. Selain itu, apotek ini memiliki halaman yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas dua buah mobil dan beberapa sepeda motor. Adanya beberapa tanaman di halaman membuat apotek terasa sejuk, asri, dan hijau, kontras dengan cat apotek yang berwarna hijau dan biru yang menambah kesan asri. Bagian depan apotek terdiri dari jendela yang terbuat dari kaca yang bening namun jika dilihat dari luar kondisi didalam apotek tidak terlihat karena kaca jendela dilapisi stiker dan adanya beberapa banner produk sehingga alangkah baiknya jika kaca jendela tidak dilapisi stiker agar pembeli dapat melihat desain interior apotek dan produkproduk yang ada di dalam apotek, sehingga dapat menarik para pembeli. Dari segi desain interior, Apotek Mediko Farma dapat dinilai memiliki desain yang baik. Bangunan apotek terbagi menjadi dua ruangan, yaitu ruang bagian depan dan ruang bagian belakang. Ruangan Apotek Mediko Farma diberi cat warna putih sehingga memberi kesan bersih dan tenang. Penerangan yang ada pun sudah cukup baik dan tidak menyebabkan panas. Ruang bagian depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, penerimaan pembelian dari PBF, dan ruang tunggu yang dilengkapi kursi tunggu. Jumlah kursi ini sudah cukup untuk menampung pasien yang menunggu karena jumlah pelayanan resep per hari yang cukup banyak terutama saat sore hari ketika praktek dokter sudah dimulai. Ruang tunggu juga terjaga bersih, sudah dilengkapi pendingin ruangan atau air conditioner (AC), jam dinding, televisi (TV), dan tersedia pula brosur dan majalah kesehatan serta air minum gratis untuk meningkatkan kenyamanan pelanggan selama menunggu obat. Penempatan obat bebas dan obat bebas terbatas pada etalase di ruang depan apotek sudah baik. Produk yang eye catching diletakkan dibagian yang dapat terlihat jelas oleh konsumen. Sedangkan, untuk obat bebas dan obat terbatas

57 44 lain disusun berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaan sehingga memberikan kenyaman dan kemudahan bagi karyawan maupun pembeli. Untuk obat fast moving ssoerti metformin, glibenklamid, captopril, parasetamol, simvastatin dan beberapa obat KB diletakkan dilemari khusus fast moving yang terletak di ruang depan agar mudah pengambilannya pada saat pembeli memintanya. Ruang bagian belakang digunakan untuk lemari penyimpanan obat keras (generik maupun paten), ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Ruang bagian belakang juga dilengkapi AC yang menjaga suhu ruangan untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan kenyamanan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Desain ruang racik Apotek Mediko Farma menempatkan meja racik pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel yang dapat digunakan sebagai tempat pencucian alat dan kulkas yang berada disamping meja kerja untuk menyimpan obat-obat yang stabil pada suhu dingin sedangkan toilet untuk karyawan berada dibelakang ruang racik Manajemen Sumber Daya Manusia Salah satu aset terpenting dalam pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta pelayanan kefarmasian yang baik adalah Sumber Daya Manusia, untuk itu perlu dikelola dengan baik. Setiap tenaga kerja wajib bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Apotek Mediko Farma memiliki 12 tenaga kerja, terdiri atas tenaga teknis farmasi dan tenaga non-teknis farmasi. Tenaga teknis farmasi terdiri dari satu orang Apoteker Pengelola Apotek sebagai pimpinan, satu orang apoteker pendamping yang merangkap manager keuangan dan tiga orang asisten apoteker. Tenaga non-teknis farmasi terdiri dari dua orang bagian administrasi (satu orang bagian pembelian dan satu orang bagian faktur), dua orang tenaga kasir, satu orang petugas kebersihan dan dua orang petugas keamanan. Bagan struktur organisasi apotek Mediko Farma dapat dilihat pada Lampiran 3. Tenaga kerja

58 45 Apotek Mediko Farma bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama pukul WIB dan shift kedua pukul WIB. Sedangkan untuk hari minggu hanya ada satu shift selama 12 jam dan tenaga kerja dianggap lembur. Tabel 4.1. Pembagian Shift Asisten Apoteker Pagi ( ) Siang ( ) Lembur ( ) Senin Sabtu 1 orang 2 orang - Minggu orang Berdasarkan pembagian shift tersebut, terdapat perbedaan jumlah sumber daya manusia yaitu pada jumlah asisten apoteker yang bertugas, pembagian jumlah asisten apoteker pada masing-masing shift dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pembagian shift ini sudah cukup efektif mengingat jam ramai apotek berkisar pada waktu sore hingga malam karena adanya praktek dokter sehingga sumber daya manusia pada shift kedua lebih banyak dibandingkan shift pertama Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu kegiatan teknis yang sangat penting dalam mempertahankan keberlangsungan suatu apotek. Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang kegiatannya saling terkait satu sama lain. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan, menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien. Proses pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma dilakukan melalui pembelian secara kredit, tunai ataupun konsinyasi, dengan memperhatikan arus barang (slow moving atau fast moving) dan arus uang. Setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap jenis persediaan obat yang mulai menipis dan mencegah

59 46 stok kosong (stock out). Pembuatan defekta dilakukan setiap hari Minggu dan Kamis dan dibuat berdasarkan stok minimum serta penjualan pada minggu sebelumnya. Perbekalan farmasi yang akan atau sudah habis tersebut kemudian dicatat kedalam buku defekta/buku pemesanan lalu disusun berdasarkan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut dengan tujuan untuk mempermudah pemesanan dan melakukan pemilihan PBF. Jika suatu obat tersedia pada lebih dari satu PBF, maka dasar pemilihan PBF yang diterapkan adalah faktor harga (potongan harga) dan kecepatan pengiriman. Buku defekta/buku pemesanan kemudian di serahkan ke bagian pembelian untuk dibuatkan Surat Pesanan. Pemesanan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari Senin dan Kamis tetapi untuk obat-obat keperluan mendesak (cito) dan fast moving dapat dilakukan kapan saja saat persediaan menipis karena perputaran barang lebih cepat dan untuk mencegah stok kosong maupun adanya death stock (stok mati) atau obat yang kadaluarsa (akibat terlalu lama disimpan) sehingga kerugian apotek dapat ditekan. Pemesanan obat ke distributor dilakukan melalui telepon maupun melalui sales yang datang ke apotek. Pemesanan seminggu dua kali memberikan keuntungan bagi apotek dalam hal mengurangi penumpukan yang dapat mengganggu aliran kas. Umumnya lama pengiriman barang dari distributor ke apotek kurang dari satu hari sehingga tidak ada waktu tenggang (lead time) yang panjang. Apotek Mediko Farma tidak menyediakan stok pengaman (buffer stock). Berdasarkan hasil pengamatan, pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma sudah berjalan cukup baik dan efektif. Namun, belum adanya perencanaan dalam penyediaan stok pengaman (buffer stock) dan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan terkadang menyebabkan adanya kekosongan perbekalan farmasi. Dalam mengatasi hal tersebut, apotek menawarkan obat pengganti namun atau menawarkan kepada pelanggan untuk memesan terlebih dahulu kemudian mengambilnya keesokan hari penawaran ini tidak selalu diterima oleh seluruh pelanggan. Hal ini dapat merugikan apotek karena apotek kehilangan penjualan dan membuat pelanggan kecewa. Selain itu, tidak adanya stok pengaman menyebabkan peningkatkan beban kerja apotek dan biaya administrasi karena pembelian barang dalam jumlah sedikit sehingga tidak

60 47 mendapatkan diskon dari distributor. Oleh sebab itu, sebaiknya dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan. Penyimpanan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma telah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu persediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik dan semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilannya. Hal ini dilakukan agar mudah dilakukan identifikasi dan penarikan obat jika ada informasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap obat yang tidak sesuai dengan persyaratan; mengetahui waktu kadaluarsa dan obat dapat dikembalikan kepada distributor dengan wadah asli pabrik sesuai perjanjian. Sistem penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out). Gudang untuk penyimpanan stok obat hanya ada untuk obat generik. Gudang ini berada di lemari yang sama dengan penyimpanan obat generik tersebut, hanya saja lokasinya berada di bagian bawah. Untuk narkotika dan psikotropika, harus memiliki lemari penyimpanan khusus. Akan tetapi, di Apotek Mediko Farma, penyimpanan narkotika dan psikotropika masih digabung dalam satu lemari meskipun letaknya dipisahkan. Lemari penyimpanan tersebut terbuat dari kayu namun hanya terdapat satu pintu dengan satu kunci. Hal ini masih belum sesuai dengan Permenkes No. 28/Menkes/Per/1978 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang seharusnya lemari tersebut mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Pengontrolan tanggal kadaluarsa secara visual belum diberlakukan di apotek ini. Pengontrolan tanggal untuk obat-obat yang disimpan di ruang peracikan dilakukan dua kali seminggu saat pendataan defekta. Sedangkan, pengontrolan tanggal kadaluarsa untuk produk OTC hanya dilakukan saat penerimaan barang dari distributor. Hal tersebut berisiko menimbulkan kerugian

61 48 akibat tidak terkontrolnya obat yang telah mendekati kadaluarsa dan belum terjual. Persediaan farmasi yang telah kadaluarsa dikumpulkan pada awal tahun untuk dihitung kerugiannya. Selanjutnya, produk kadaluarsa ini dapat diretur ke PBF atau dimusnahkan dengan disaksikan oleh karyawan apotek. Evaluasi dari pengelolaan perbekalalan farmasi salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada pelanggan yang datang, kegiatan ini sudah dilaksanakan di Apotek Mediko Farma. Hasil dari kuisioner kemudian dapat dikumpulkan dan ditindaklanjuti untuk meningkatkan sistem pengelolaan perbekalan farmasi di apotek Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pekerjaan kefarmasian lainnya yang dilakukan di apotek adalah pelayanan atas resep dokter. Pada bagian peracikan sediaan diperlukan ketepatan, ketelitian dan kecepatan dari SDM untuk melayani resep dengan baik. Dalam pelaksanaannya asisten apoteker yang melakukan peracikan, penyerahan obat hingga pelayanan informasi obat ke pasien. Apotek Mediko memiliki alur pelayanan untuk pelayanan atas resep dokter, yaitu : a. Resep dokter yang diterima diberikan kepada AA atau Apoteker. b. AA atau Apoteker memasukkan daftar obat dan jumlah yang dibutuhkan sesuai resep ke dalam sistem komputer untuk memberikan penomoran dan melihat biaya atas resep tersebut. c. Biaya atas resep diinformasikan kepada pasien. d. Jika pasien setuju dengan harganya, maka dilakukan pembayaran oleh pasien ke kasir. Pada tahap ini kasir memberikan nomor antrian, satu lembar diberikan ke pasien, satu lembar ditempel di resep. Jika pasien tidak setuju, resep dikembalikan ke pasien. e. Resep yang sudah dibayar, diberikan kepada AA. f. AA menyiapkan obat sesuai resep dalam satu wadah. Saat awal penyiapan, terlebih dahulu resep di-cap dengan cap HTKP. g. Penyerahan obat dengan terlebih dahulu mencocokkan antara nomor yang dipegang oleh pasien dan nomor yang tertempel di resep.

62 49 h. Pemberian informasi obat terkait nama obat, kegunaan dan cara penggunaan. i. Pencatatan nomor telepon pasien untuk semua jenis resep dan dilengkapi pencatatan alamat pasien untuk resep yang menuliskan obat psikotropika dan narkotika. j. Resep asli disimpan oleh pihak Apotek, namun untuk reep yang dapat diulang, diberikan kopi resepnya ke pasien. Metode peracikan yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap ketepatan dosis dan efek farmakologis yang akan dihasilkan dari obat yang diberikan pada pasien tersebut. Penggunaan alat penggerus pada peracikan puyer atau kapsul yang tidak teliti, yaitu mortir dan tablet crusher (mesin penghancur tablet), dapat mengurangi jumlah serbuk obat yang diracik. Pada peracikan puyer dan kapsul di apotek ini selalu menggunakan tablet crusher, sedangkan mortar dipakai untuk peracikan sediaan semi solid. Apabila sediaan puyer atau kapsul yang diracik dengan tablet crusher memiliki jumlah yang sedikit dan memiliki kandungan zat aktif yang juga sedikit, adanya kemungkinan ketidaktepatan dosis dari sediaan obat racikan menjadi lebih besar, karena kemungkinan obat tertinggalnya pada alat. Hal tersebut seharusnya dapat diminimalisir dengan pemilihan alat penggerus yang sesuai ketika dilakukan peracikan obat. Pada penggunaan tablet cruser sebaiknya untuk satu tablet cruser digunakan untuk satu jenis racikan sehingga tidak terjadi kontaminasi obat. Pada saat peracikan masih terjadi kesalahan seperti digunakannya sediaan salut, baik salut gula maupun salut enterik untuk kemudian diracik menjadi sediaan kapsul atau puyer. Solusi yang seharusnya dilakukan yaitu menghubungi dokter penulis resep untuk merekomendasikan pergantian bentuk sediaan obat dalam resep menjadi sediaan konvensional. Dalam proses peracikan sediaan juga harus diperhatikan faktor kebersihan dan keamanan bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakukan peracikan sediaan. Dalam pelaksanaannya, tenaga teknis kefarmasian sudah melengkapi diri dengan alat pelindung diri seperti masker. Namun, penggunaan alat pelindung diri lain saat peracikan seperti sarung tangan belum dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian di apotek ini. Pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat di apotek seringkali

63 50 hanya meliputi kegunaan obat, aturan pakai, jangka waktu pengobatan dan cara penggunaan obat. Hal ini dikarenakan banyaknya obat yang harus diberikan kepada pasien dalam waktu yang sama dan pasien biasanya menghendaki penyampaian informasi yang cepat. Namun, alangkah lebih baik lagi jika pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat kepada pasien, sekurangkurangnya meliputi cara penyimpanan obat, efek samping obat agar pasien tidak kaget apabila timbul efek yang tidak diinginkan seperti pasien pengguna captopril akan menderita batuk, dan interaksi obat terhadap aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi sehingga dapat mempercepat kesembuhan pasien dan sesuai dengan standar pelayanan di apotek yang ditetapkan. Apotek Mediko Farma dilengkapi dengan tiga buah komputer dengan sistem yang tersambung pada internet dan sudah disesuaikan untuk keperluan apotek untuk membantu dalam pelayanan. Sistem komputer ini yang menjadi acuan dalam pemberian harga jual obat kepada pasien dan melihat stok obat. Berdasarkan pengamatan, sistem ini sudah efektif dalam membantu pelayanan di apotek. Namun, terkadang sistem ini mengalami masalah yang membuat loading menjadi lama dan hal ini berpengaruh pada pelayanan karena pasien perlu menunggu hingga sistem kembali normal. Hal ini tentunya memerlukan perhatian karena menyebabkan pembeli menunggu cukup lama dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kinerja apotek. Oleh sebab itu, alangkah lebih baik jika sistem komputer sering di-upgrade agar kecepatan pelayanan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan konsumen dan membawa keuntungan bagi apotek. Konseling atau disebut juga dengan konsultasi, dilakukan ketika pasien meminta untuk berkonsultasi. Konseling dilakukan di tempat penyerahan obat biasanya oleh AA. Konseling bertujuan untuk dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek ini terbatas pada pemberian informasi obat dan konseling. Pelayanan berupa monitoring terapi baru dimulai dengan

64 51 menuliskan riwayat pengobatan pasien di suatu formulir yang diisi oleh AA. Namun, untuk pemantauan secara rutin terhadap penggunaan obat oleh pasien tertentu belum dilakukan. Selain dengan resep, apotek juga memberikan pelayanan pembelian obat tanpa resep sebagai pelayanan pengobatan swamedikasi melalui UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SKA/ll/1990 tentang Obat Wajib Apotik, Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Pelayanan pemberian obat untuk swamedikasi dengan DOWA sudah dilakukan dengan baik, bahkan telah memiliki pelanggan yang cukup banyak, hanya pada penggunaannya ada yang kurang dimana pasien masih ada yang bisa membeli antibiotik seperti amoxicillin secara bebas tanpa resep. Seharusnya pelayanan penjualan antibiotik tidak secara bebas dilakukan untuk menghindari resistensi pada pasien, mengingat banyak diantara pasien tersebut yang tidak mengetahui cara penggunaan antibiotik secara tepat, sehingga resiko terjadi resisitensi menjadi besar. Pelayanan yang ramah dan cepat merupakan salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu apotek. Dalam hal kepuasan pasien mengenai waktu pelayanan, setiap karyawan apotek menjaganya dengan selalu memberitahukan kepada pasien tentang pelayanan resep yang agak lama jika terdapat racikan pada resep.

65 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Adanya program PKPA di Apotek Mediko Farma yang dilaksanakan selama 6 (enam) minggu telah banyak memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang bagaimana seorang Apoteker seharusnya menjalankan profesinya di apotek. Tugas dan fungsi seorang apoteker di apotek tidak hanya berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian melainkan juga berperan dalam manajemen pengelolaan Apotek. Berdasarkan program PKPA di Apotek Mediko selama 6 minggu, penulis dapat menyimpulkan: a. PKPA di apotek merupakan kegitatan yang tepat dan efektif untuk mengaplikasikan ilmu kefarmasian. b. Apoteker di apotek berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian sekaligus berperan dalam manajemen pengelolaan Apotek sehingga apotek dapat terus bertahan dan memberikan keuntungan bisnis. c. Kegiatan pengelolaan apotek di Apotek Mediko Farma sudah berjalan baik dalam segi pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep dan nonresep hingga pemberian informasi kepada pasien, maupun sistem manajerial meliputi kegiatan menejemen pengadaan, penyimpanan, penjualan,dan sumber daya manusia. d. Pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di apotek merupakan salah satu kegiatan teknis yang sangat penting dalam mempertahankan keberlangsungan apotek. Pengelolaan obat di apotek merupakan proses yang berkesinambungan dari perencanaan sampai evaluasi Saran Untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan di apotek diperlukan upaya-upaya antara lain: a. Sebaiknya kaca depan apotek Mediko Farma sebaiknya dibiarkan terbuka atau tidak ditempel stiker, sehingga pelanggan dapat melihat desain interior apotek yang kemudian dapat menarik minat dari calon pelanggan tersebut. 52

66 53 b. Sebaiknya penempatan banner dapat ditaruh pada posisi tertentu yang tidak menghalangi pandangan dari calon konsumen sehingga dapat menarik pelanggan baru dan pada akhirnya meningkatkan penjualan apotek. c. Pengadaan perbekalan farmasi yang sudah berjalan dapat berjalan lebih baik dan efektif bila dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan. d. Sebaiknya menambah tabung tablet crusher sebanyak dua buah untuk mengganti tablet crusher yang sudah rusak sehingga untuk satu tabung tablet crusher digunakan untuk satu jenis racikan. Dan tersedianya tissue untuk mengelap mortal dan stumpfer serta tabung tablet crusher yang sudah dipakai. e. Pengadaan lemari khusus tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika agar sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat; harus mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang 40 x 80 x 100 cm dan harus dibaut pada tembok atau lantai; anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa; lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum. Lemari khusus tersebut tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan f. Sistem komputerisasi sudah baik, namun perlu sering diupgrade dan menggunakan sistem internet yang lebih baik sehingga pasien tidak perlu menunggu lama untuk melakukan transaksi pembelian dan pembayaran.

67 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor :347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 924/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 925/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1176/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006a). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006b). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Sistem Pelaporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan Psikotropika Nasional. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta. 54

68 55 Pemerintah Republik Indonesia. (2009c). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Republik Indonesia. (1997). Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Republik Indonesia. (2009b). Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

69 GAMBAR

70 57 Gambar 3.1. Bangunan Apotek Mediko Farma Gambar 3.2. Ruang Tunggu dan Etalase di Apotek Mediko Farma

71 58 Gambar 3.3. Ruang Peracikan di Apotek Mediko Farma Keterangan : (a) Tablet crusher (mesin penghancur tablet) (b) Sealing machine (mesin pengemas) (c) Medicine packet (pembungkus puyer) (d) Plastic spoon (sendok plastik) Gambar 3.4. Alat-Alat Peracikan Puyer di Apotek Mediko Farma

72 LAMPIRAN

73 60 Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Mediko Farma Pondok Labu

74 61 Lampiran 2. Denah Bangunan Apotek Mediko Farma

75 62 Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Apotek Mediko Farma Pemilik Sarana Apotek Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pendamping (Manager Apotek) Asisten Apoteker Administrasi Kasir Petugas Kebersihan Petugas Keamanan Bagian Pembelian Bagian Faktur

76 63 Lampiran 4. Format Surat Pesanan Apotek Mediko Farma Apotek Mediko Farma Yth. Jl. Pinang Raya No. 10 Pondok Labu Cilandak, Jakarta Selatan Telp , Kepada SURAT PESANAN No. Nama Obat Packing Banyaknya Jakarta, 20.. APA

77 64 Lampiran 5. Tanda Terima Faktur

78 65 Lampiran 6. Alur Penerimaan Resep Penerimaan resep (Verifikasi resep dan pengecekan ketersediaan obat) Pemberian harga Pasien menerima nomor resep dan membayar di kasir Peracikan obat - Obat racikan - Obat jadi Pemberian etiket dan salinan resep Pemerikasaan kesesuaian obat Penyerahan obat Obat diterima pasien Resep disimpan oleh petugas

79 66 Lampiran 7. Salinan Resep

80 67 Lampiran 8. Kwitansi Pembelian Obat Resep

81 68 Lampiran 9. Kwitansi Pembelian Obat Beba

82 69 Lampiran 10. Format Surat Pesanan Obat Golongan Narkotika N

83 70 Lampiran 11. Format Surat Pesanan Obat Golongan PsikotropikaP a

84 UNIVERSITAS INDONESI IA PROFIL PENGGUNAAN OBAT TERBANYAK (OBAT BEBAS, OBAT BEBAS TERBATAS, OBAT TRADISIONAL DAN OBAT YANG DIRESEPKAN) DI APOTEK MEDIKO FARMA PERIODE JULI SEPTEMBERR 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISAAA NUR JANNAH, S.Farm ANGKATANN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

85 UNIVERSITAS INDONESI IA PROFIL PENGGUNAAN OBAT TERBANYAK (OBAT BEBAS, OBAT BEBAS TERBATAS, OBAT TRADISIONAL DAN OBAT YANG DIRESEPKAN) DI APOTEK MEDIKO FARMA PERIODE JULI SEPTEMBERR 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satuu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ANNISAAA NUR JANNAH, S.Farm ANGKATANN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014

86 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Persediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Penggolongan Obat Bentuk Sediaan Obat METODE PENGAMATAN Lokasi dan Waktu Jenis dan Sumber Data Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan Obat Tradisional Penggunaan Obat Berdasarkan Resep KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN iii

87 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas Gambar 2.2 Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas Gambar 2.3 Tanda peringatan pada obat bebas terbatas Gambar 2.4 Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat keras dan psikotropika. 11 Gambar 2.5 Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat narkotika Gambar 4.1. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan padat periode Juli September Gambar 4.2. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan semi padat periode Juli September Gambar 4.3. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan cair periode Juli September Gambar 4.4. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan padat periode Juli - September Gambar 4.5. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan semi padat periode Juli - September Gambar 4.6. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan cair periode Juli - September iv

88 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel analisis VEN ABC... 7 Tabel 2.2 Penggolongan obat tradisional Tabel 4.1. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan padat periode Juli September Tabel 4.2. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan semi padat periode Juli September Tabel 4.3. Sepuluh pemakaian obat terbanyak (obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat tradisional) dalam bentuk sediaan cair periode Juli September Tabel 4.4. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan padat periode Juli - September Tabel 4.5. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan semi padat periode Juli - September Tabel 4.6. Sepuluh pemakaian obat resep terbanyak dalam bentuk sediaan cair periode Juli - September v

89 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan padat dari data penjualan obat bebas periode Juli September Lampiran 2. Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan semi padat dari data penjualan obat bebas periode Juli September Lampiran 3. Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan cair dari data penjualan obat bebas periode Juli September Lampiran 4. Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan padat dari resep periode Juli-September Lampiran 5. Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan semi padat dari resep periode Juli-September Lampiran 6 Data penggunaan obat dengan bentuk sediaan cair dari resep periode Juli-September vi

90 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek adalah salah satu sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Berdasarkan fungsi apotek sebagai tempat dilakukannya praktek kefarmasian, maka apotek berfungsi sebagai tempat dilakukannya pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek sebagai sarana pelayanan kefarmasian harus memiliki manajemen apotek yang efektif dan efisien. Salah satu manajemen apotek yang penting untuk diperhatikan adalah manajemen pengelolaan obat. Manajemen pengelolaan obat di suatu apotek sangat penting dalam penyediaan pelayanan kefarmasian secara keseluruhan baik untuk apotek besar maupun kecil, karena sangat berkaitan dengan persediaan obat yang merupakan harta paling besar dari sebuah apotek. Begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan obat, maka pengelolaan obat yang tepat memiliki pengaruh yang kuat langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Sehingga pengelolaan yang efektif berakibat pada perolehan laba yang lebih besar. Pengelolaan obat sangat penting bagi apotek karena apotek harus memiliki stok obat yang benar agar dapat melayani pasiennya dengan baik. Dengan adanya pengelolaan obat yang baik, produk yang dibutuhkan pasien atau konsumen dalam jumlah yang dibutuhkan dapat selalu tersedia di apotek. Bila sebuah apotek tidak menyediakan obat yang dibutuhkan pasiennya pada waktu mereka memerlukan, 1

91 2 apotek akan kehilangan penjualan. Bila hal ini sering terjadi, apotek akan kehilangan konsumen. Pengelolaan obat yang efektif adalah dengan mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecl total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang benar untuk memperkecil investasi. Pengelolaan tersebut meliputi seleksi dan perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan penggunaan. Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. Perencanaan merupakan tahap awal dalam siklus pengelolaan obat. Untuk itu perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di apotek, apabila perencanaan kurang baik maka dapat mengakibatkan adanya kekacauan dalam suatu siklus manajemen apotek secara keseluruhan, mulai dari pemborosan dalam penganggaran, terjadinya pembengkakan biaya pengadaan dan penyimpanan, serta tidak tersalurkannya obat sehingga obat dapat rusak atau kadaluarsa. Berdasarkan hal tersebut dilakukanlah pengamatan terhadap penggunaan obat di apotek Mediko Farma yang dapat menjadi acuan dalam melakukan perencanaan pengadaan obat di apotek Mediko Farma. 1.2 Tujuan Melalui pembuatan tugas khusus di Apotek Mediko Farma ini diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat: a. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pengendalian persediaan terutama perencanaan pengadaan obat. b. Melakukan penentuan penggunaan terbanyak terhadap konsumsi obat di Apotek Mediko Farma. c. Memberikan rekomendasi terhadap perencanaan pengadaan obat yang baik untuk dilakukan di Apotek Mediko Farma.

92 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Persediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang membutuhkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja apotek. Mengingat pentingnya dana dan kedudukan obat bagi apotek, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan apotek. Pengelolaan obat yang tidak efektif dan efisien akan memberikan dampak negatif terhadap apotek, baik secara sosial maupun secara ekonomi. Sehingga perlu dilakukan pengelolaan obat yang baik. Pengelolaan obat yang efektif menurut Quick et al., (1997) harus memenuhi: a. Memastikan bahwa persediaan obat cukup b. Mengidentifikasi sediaan yang fast moving dan slow moving c. Memiliki laporan yang akurat d. Minimalisasi biaya Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan Perencanaan Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan kesehatan. Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat. 3

93 Tahap Perhitungan Kebutuhan Perencanaan suatu kebutuhan obat perlu melakukan perhitungan secara tepat. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat, yaitu: a. Metode Konsumsi Perencanaan obat menggunakan metode konsumsi merupakan metode yang praktis dan mudah dikerjakan jika memiliki data yang sesuai antara lain data konsumsi sebelumnya, daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang atau rusak, obat kadaluarsa, kekosongan obat, pemakaian rata-rata atau pergerakan obat per tahun, waktu tunggu, stok pengaman, dan perkembangan pola kunjungan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Selain mudah untuk dilakukan, metode konsumsi juga merupakan pilihan pertama dalam perencanaan dan pengadaan serta mudah dan cepat dalam perhitungan Kekurangan dari metode ini adalah adanya ketidakrasionalan penggunaan obat seolah ditolerir karena perencanaan hanya berdasarkan tingkat konsumsi tanpa mempertimbangkan standar terapi yang ada, aspek medik pemakaian obat tidak dapat dipantau. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode konsumsi adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008): 1) Pengumpulan dan pengolahan data 2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat 4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. Perhitungan kebutuhan obat dengan metode konsumsi dapat dilakukan dengan rumus : A = (B+C+D) - E Keterangan : A = Rencana pengadaan B = Pemakaian rata-rata 12 bulan C = Stok pengaman 10% - 20% D = Waktu tunggu 3 6 bulan E = Sisa stok

94 5 b. Metode Morbiditas Perencanaan obat dengan metode ini didasarkan pada tingkat kejadian suatu penyakit di daerah pelayanan kesehatan tersebut. Dengan mengetahui penyakit yang memiliki tingkat kejadian yang cukup tinggi, maka dapat dilakukan perencanaan obat berdasarkan standar terapi dan kebutuhan obat untuk setiap penyakit yang terdata. Keuntungan metode ini adalah lebih akurat dan mendekati kebutuhan yang sebenarnya, pengobatan lebih rasional. Namun, kekurangan metode ini lebih kompleks dibandingkan menggunakan metode konsumsi, tidak dapat digunakan untuk semua penyakit, perhitungan lebih rumit. Langkah-langkah dalam melaksanakan perencanaan dengan metode ini adalah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : 1) Menentukan jumlah pasien yang akan dilayani. 2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit. 3) Menyediakan standar / pedoman perbekalan farmasi. 4) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi. 5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia. c. Adjusted consumption (Metode Konsumsi yang Disesuaikan) Merupakan gabungan metode morbiditas dan metode konsumsi. Pada metode ini dilakukan pendataan kejadian penyakit beserta konsumsi obat sebelumnya yang disesuaikan dengan populasi daerah pelayanan kesehatan. d. Service-level projection of budget requirement Menggunakan rata-rata biaya procurement obat per kedatangan pasien pada tipe fasilitas kesehatan yang berbeda dalam suatu sistem standar untuk memproyeksikan biaya-biaya obat pada fasilitas-fasilitas dengan tipe sejenis pada target system. Metode ini tidak mengestimasi kuantitas masing-masing jenis obat. Menentukan metode perencanaan obat yang sesuai pada suatu sarana pelayanan kesehatan sangatlah penting. Dalam memperoleh metode perencanaan obat yang sesuai dengan pelayanan kesehatan setempat, maka diperlukan evaluasi perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Evaluasi perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa analisis, antara lain :

95 6 a. Analisa ABC (Pareto) Analisis ini disusun berdasarkan atas penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling banyak. Analisis ini memerlukan perhitungan matematika sederhana dan penyusunan urutan berdasarkan persentase harga atau biaya yang harus dibayar satu item yang dibeli atau dipakai dengan urutan nilai tersebut dapat diperoleh konstribusi tertentu terhadap total anggaran atau harga perbekalan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) : 1) Kelas A Persediaan yang memiliki nilai volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70 % dari total persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 20 % dari seluruh item. Memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian ini dilakukan secara intensif. 2) Kelas B Persediaan ini memiliki nilai rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20 % dari total persediaan, dan jumlahnya sekitar 30 % dari seluruh item. Persediaan dilakukan secara moderat. 3) Kelas C Persediaan ini memiliki nilai volume yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10 % dari nilai total persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 50 % dari seluruh item. Pemeriksaan ini dilakukan secara sederhana. b. Analisa VEN Analisa VEN Umumnya disusun dengan memperlihatkan kepentingan dan vitalitas persediaan farmasi yang harus tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan atau penyelamatan hidup manusia atau pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). 1) V (Vital ) Kelompok obat yang vital, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : a) Obat penyelamat (life saving drugs)

96 7 b) Obat untuk pelayanan kesehatan pokok c) Obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian. 2) E (Esensial) Perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada dalam suatu daerah N (Nonesensial). Perbekalan pelengkap agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik. Sistem VEN ini memprioritaskan suatu pembelian agar ketika tidak cukup dana untuk semua jenis obat yang dikehendaki. Sistem ini juga menentukan jenis obat yang akan dipertahankan dalam sediaan dan obat yang hanya akan dipesan ketika dibutuhkan. c. Analisis VEN ABC Analisis VEN ABC mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Tabel 2.1. Tabel analisis VEN ABC V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Mekanismenya adalah: 1) Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas utama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya. 2) Pendekatan yang sama dengan pada saat pengurangan obat pada criteria NC, NB, NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB, dan EA.

97 Pengadaan Pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran. Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan sumbangan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi (Departemen Kesehatan RI, 2006a). Langkah proses pengadaan dimulai dengan mereview daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja, memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta menyimpan kemudian mendistribusikan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada proses pengadaan ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan: a. Harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya. b. Harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. c. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penyimpanan Tata cara penyimpanan perbekalan farmasi dan penataannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan sifat obat serta bentuk perbekalannya (Departemen Kesehatan RI, 2006a). Penyimpanan obat sebaiknya digolongkan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat dipisahkan dari sediaan cair atau setengah padat. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari zat-

98 9 zat yang bersifat higroskopis. Serum, vaksin dan obat-obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar disimpan dalam lemari pendingin. Penyusunan obat dapat dilakukan berdasarkan alfabetis untuk mempermudah dan mempercepat pengambilan obat saat diperlukan. Pengeluaran barang di apotek sebaiknya menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out), sehingga obat-obat yang mempunyai waktu kadaluarsa lebih singkat disimpan paling depan dan memungkinkan diambil terlebih dahulu. 2.2 Penggolongan Obat Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Republik Indonesia, 2009). Obat-obat yang beredar di Indonesia, digolongkan menjadi 5 (lima) kategori berdasarkan keamanannya, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Setiap golongan obat diberi tanda/logo pada kemasan yang terlihat. Beberapa peraturan yang mengatur tentang penggolongan obat tersebut adalah: a. UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika b. Kepmenkes RI No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. c. Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86 tantang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. d. Kepmenkes RI No. 347/Menkes/SK/VIII/90 tentang Obat Wajib Apotek. e. Permenkes RI No. 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b).

99 10 Gambar 2.1. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas Obat Bebas Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dann disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) ) dan diberii tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b). Gambar 2.2. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas Tanda-tanda peringatan yang diberikan sesuai dengan d golongan obatnya, yaitu: a. P No 1: Awas! Obat keras. Baca aturan memakainya. Contoh: Decolgen b. P No 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine gargle c. P No 3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. Contoh: Tingtur Iodii d. P No 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.. Contoh: Sigaret Asma e. P No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Sulfanilamid Steril f. P No 6: Awas! Obat keras. Obat wasir jangan ditelan. Contoh: Anusol Suppositoria.

100 11 Gambar 2.3. Tandaa peringatann pada obat bebas terbatas Obat Keras dan Psikotropika Obat keras adalah obat yang hanyaa dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan gariss tepi berwarna hitam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b). Contoh: Asam Mefenamat Gambar 2.4. Tandaa khusus pada kemasan dan etiket obat keras dan psikotropika Obat Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasall dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesiss maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai i menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (Undang-un( ndang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika). Kemasan golongan narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006b).

101 12 Gambar 2.5. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat narkotika Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran c dari bahan-bahan tersebut, yang secaraa tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk b yangg dapat diminum atau ditempelkan pada permukaan kulit. Tetapi tidak tersediaa dalam bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat-obat tradisional ini dapat berbentuk serbuk yang menyerupai bentuk sediaan obat o modern, kapsul, tablet, t larutan, ataupun pil (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Tabel 2.2. Penggolongan Obat Tradisional Perbedaan Jamuu Obat Herball Terstandar Fitofarmaka Logo Pengertian Obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional Obat tradisional yang disajikann dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral Obat tradisional dari bahan alam yang dapatat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telahh terstandar, ditunjang dengann bukti ilmiah sampai dengann uji klinik pada manusia

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JALAN PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU, JAKARTA SELATAN PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI-16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL...

PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK PROPOSAL STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK.. JL... A. PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. Cek Kelengkapan Ada Tidak

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK

CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK CEK LIST PERSYARATAN PERMOHONAN / PERPANJANGAN SURAT IZIN APOTIK Nama Apotik Alamat No. Telp. Nama APA No. STRA No. SIPA :.. :.. :.. :.. :.. :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER

CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER CEK LIST PERMOHONAN PERGANTIAN APOTEKER Apotik :.. lama :.. No. Telp. :.. APA Lama :.. No. SIPA :.. APA Baru :.. No. STRA :.. No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH)

CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH) CEK LIST PERMOHONAN PINDAH ALAMAT APOTIK (SIA BERUBAH) Apotik lama baru No. Telp. APA No. SIPA No. Syarat Permohonan 1 Surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kabupaten Sukoharjo (asli bermaterai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 5 JL. CIKINI RAYA NO. 121 JAKARTA PUSAT PERIODE 3 SEPTEMBER 6 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 4 APRIL - 4 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RIZA MARLYNE,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm.

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER. ERLIMAS LUCKY WIJAYA, S. Farm. UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTAA TIMUR PERIODEE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IMELDA PRIANA, S.Farm. 1206329713

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

APOTEK AL RASYID Apoteker : SP : Jl. Bojong Sayang nomor 39 Kelurahan Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Telp.

APOTEK AL RASYID Apoteker : SP : Jl. Bojong Sayang nomor 39 Kelurahan Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Telp. No Lampiran Perihal : 1/RASYID/08/I : 1 (satu) berkas : Permohonan Izin Apotek Kepada Yth Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung di Tempat Dengan Hormat, Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAMMARIE BASRA JL. BASUKI RACHMAT NO. 31 JAKARTA TIMUR PERIODE 19 JUNI 12 JULI 2013 DAN 29 JULI 19 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JL. BALAI PUSTAKA TIMUR NO. 11 JAKARTA TIMUR PERIODE 16 SEPTEMBER - 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ROSHAMUR CAHYAN FORESTRANIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTIK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 16 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RISKA EKA

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci