Judul merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah penelitian. Judul

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Judul merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah penelitian. Judul"

Transkripsi

1 Judul merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah penelitian. Judul yang baik akan memberikan ketertarikan pembaca terhadap isi dari penelitian itu sendiri. Selain itu, judul juga dijadikan sebuah gambaran terhadap isi dari penelitian. Judul penelitian ini dibuat atas dasar relevansi dengan program studi yang diambil. Adapun judul dari penelitian ini ialah Pemilihan judul tersebut dikarenakan ada ketertarikan peneliti terkait kurang adanya akses ibu rumah tangga terhadap permodalan, sehingga membuat ibu rumah tangga terjebak pada lembaga ekonomi rakyat yang salah seperti rentenir berkedok Koperasi. Hal ini meresahkan, dikarenakan rentenir yang berkedok Koperasi tersebut memberlakukan bunga yang tinggi pada setiap pinjamannya. Sehingga ibu rumah tangga banyak yang terlilit hutang karena hal tersebut. Didirikannya sebuah Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun dalam hal ini, partisipasi ibu rumah tangga terhadap kegiatan usaha pada Koperasilah yang menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan partisipasi ibu rumah tangga yang nantinya akan mempengaruhi kebermanfaatan dari Koperasi Wanita 1

2 Pertiwi Gebangsari. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti partisipasi ibu rumah tangga dalam lembaga Koperasi tersebut. Orisinalitas merupakan aspek terkait keaslian dari sebuah penelitian. Di mana penelitian yang dilakukan bukan merupakan hasil dari tiruan dari penelitian sebelumnya. Penelitian dapat dikatakan orisinil, ketika penelitian yang dilakukan belum pernah diteliti oleh penelitian sebelumnya. Ketika penelitian tersebut pernah diteliti sebelumnya, maka harus ada perbedaannya. Oleh karena itu, orisinalitas sangat penting dalam sebuah penelitian untuk menghindari adanya plagiarism. Selain itu orisinalitas juga dapat dijadikan dasar dalam penulisan. Dalam artian, dengan mengetahui penelitian-penelitian sebelumnya maka dapat memunculkan sebuah ide untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian terdahulu. Sehingga penelitian yang dilakukan merupakan hasil perkembangan dari penelitian yang sudah ada. Adapun penelitian sebelumnya yang dijadikan dasar penulisan dalam penelitian ini ialah penelitian yang dilakukan oleh Maria Erra Setianingrum dengan judul Pengaruh Partisipasi Anggota dan Pelayanan Kredit terhadap Keberhasilan Usaha Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) KOPEKOMA Kota Magelang, yang berbentuk Skripsi dari mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini membahas tentang seberapa besar pengaruh partisipasi anggota dan pelayanan kredit terhadap keberhasilan dari Koperasi Simpan Pinjam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian 2

3 kuantitatif. Adapun hasil dari penelitian ini ialah terlihat bahwa partisipasi anggota dalam koperasi masih rendah, masih adanya kredit macet, jumlah SHU dari tahun ke tahun juga mengalami fluktuasi, dan pelayanan dalam unit usaha simpan pinjam masih lambat. Selanjutnya ialah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rosda Syahroni Pratama dengan judul Upaya Pengurus Koperasi untuk Meningkatkan Partisipasi Anggota di Koperasi Wanita Harum Melati Karang Pilang Surabaya, yang berbentuk jurnal dari Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya. Penelitian ini membahas terkait prosentase partisipasi anggota Koperasi di bidang organisasi, modal, dan usaha Koperasi Wanita Harum Melati Karang Pilang dan upaya pengurus dalam meningkatkan partisipasi anggota Koperasi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor penunjang partisipasi anggota dari lingkup organisasi, modal, dan unit usaha Koperasi, serta mengetahui usaha pengurus Koperasi untuk meningkatkan partisipasi anggota di Koperasi Wanita Harum Melati Karang Pilang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan menggunakan teknik analisis data interaktif. Selanjutnya ialah penelitian yang dilakukan oleh Agnes Sunartiningsih dengan judul Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Desa dalam Koperasi Unit Desa (KUD), yang berbentuk Tesis dari Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Universitas Gadjah Mada. Penelitian ini membahas tentang pentingnya melibatkan partisipasi seluruh masyarakat hingga sampai ke pelosok pedesaan dalam sebuah pembangunan. Salah satunya ialah dengan mendorong 3

4 masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam lembaga ekonomi rakyat seperti KUD. Dalam penelitian ini adapun beberapa faktor yang menentukan peningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam KUD ialah perspektif anggota tentang Kepengurusan dan Manajemen KUD, Kepuasan anggota terhadap penerimaan imbalan, Kepercayaan anggota terhadap KUD sebagai lembaga ekonomi, dan Perssepsi anggota tentang ekonomi KUD. Selanjutnya ialah penelitian yang dilakukan oleh Efi Setianingsih, dengan judul Pemberdayaan Perempuan Melalui Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MD) yang berbentuk Tesis dari Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keterlibatan perempuan dalam program PNPM-MD tersebut dan bagaimana upaya pemberdayannya dalam perbagai bidang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengambilan informan menggunakan Purposive Sampling dan analisis data interaktif. Adapun hasil dari penelitian ini ialah menunjukkan keterlibatan perempuan dalam tahap perencanaan masih kurang, tahap pelaksanaan masih sebagian yang aktif dan sebagian tidak maka dikatakan kurang efektif, dan tahap evaluasi yaitu perilaku kelompok pemanfaatan dana ketergantungan terhadap modal pinjaman ditandai dengan meningkatnya jumlah dana dan pinjaman setiap periodenya. Beberapa penelitian di atas dijadikan acuan atau pedoman dan referensi peneliti dalam melakukan penelitian ini. Melihat penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan di atas, peneliti memutuskan untuk mengangkat 4

5 penelitian serupa dengan titik fokus yang berbeda. Penelitian kali ini difokuskan pada Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari yang berada di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Di mana Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari ini merupakan Koperasi yang dibentuk dari sumber modal hibah yang diberikan oleh pemerintah atas dasar realisasi dari sebuah program pemberdayaan wanita di Provinsi Jawa Timur, dengan tujuan utama untuk dijadikan sebagai wadah ibu rumah tangga dalam melakukan kegiatan ekonomi agar lebih produktif. Dalam penelitian kali ini, peneliti berfokus pada partisipasi ibu rumah tangga dalam lembaga Koperasi. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha mengungkap terkait tinggi rendahnya partisipasi ibu rumah tangga dalam melakukan segala kegiatan yang dilakukan dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari itu sendiri. Koperasi Wanita (Kopwan) masih mendominasi ranah koperasi di Jawa Timur. Perkembangan Koperasi di Jawa Timur pada tahun 2014 mencapai Koperasi. Sejumlah 34% didominasi Koperasi Wanita. Sementara, para anggota Koperasi Wanita terdiri dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menurut data sensus UMKM mampu menyumbang 54,48% PDRB Jawa Timur (bappeda.jatimprov.go.id, 26 Mei 2016). Sedangkan untuk tahun 2015, Gus Ipul mengatakan bahwa (jatim.metrotvnews.com, 17 Desember 2015), unit Koperasi Wanita tersebar di Jatim. Koperasi itu berperan menciptakan ekonomi produktif di Jatim. Hal itu 5

6 dibuktikan pertumbuhan ekonomi Jatim sebesar 5,44% pada triwulan III Tahun Selain itu, Drs. H. Subianto, MM salah satu anggota dari Komisi 8 DPRD Jawa Timur, menyatakan (dprd.jatimprov.go.id, 20 Agustus 2013), Koperasi Wanita dapat memberikan dampak positif bagi anggotanya, masyarakat sekitar, dan perekonomian negara dalam mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Wanita juga memiliki sifat lebih ulet, jujur, dan teliti. Selain itu, Koperasi Wanita juga dapat menjadi wadah meningkatkan kesejahteraan keluarga dan aktualisasi diri kaum wanita. Melihat pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perkembangan Koperasi Wanita sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Melihat jumlah penduduk wanita dari tahun 2011 hingga tahun 2015 di Jawa Timur selalu lebih tinggi dari pada jumlah penduduk laki-laki, seperti data yang tertera di bawah ini: ,655,522 19,185,125 37,840, ,793,042 19,313,548 38,106, ,925,120 19,438,075 38,363, ,051,636 19,558,566 38,610, ,172,610 19,674,951 38,847,561 Sumber : diolah dari jatim.bps.go.id Maka dapat simpulkan bahwa wanita merupakan segmen penting yang harus dilibatkan dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, dengan 6

7 didirikannya Koperasi Wanita dapat dijadikan salah satu alternatif untuk merangsang para wanita khususnya ibu rumah tangga untuk aktif terlibat atau berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam sebuah Koperasi. Nantinya partisipasi dari ibu rumah tangga itulah yang akan menentukan nasib dari Koperasi Wanita itu sendiri untuk kedepannya. Ketika ibu rumah tangga tidak lagi terlibat dalam kegiatan dari praktek rentenir dan sepenuhnya berpartisipasi dalam lembaga Koperasi, maka Koperasi itu sendiri akan memberikan kebermanfaatannya untuk membantu perekonomian rumah tangga. Hal tersebut yang menjadi menarik untuk dibahas guna melihat bagaimana partisipasi ibu rumah tangga dalam lembaga Koperasi. Relevansi penelitian ini dengan keilmuan dari Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yaitu terletak pada konsep pemberdayaan masyarakat. Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang mempelajari tentang permasalahan sosial dan cara mengatasinya dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan. Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan membagi studinya menjadi 3 (tiga) konsentrasi, yaitu: Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan, pemberdayaan masyarakat, dan kebijakan sosial. Penelitian ini termasuk dalam kategori konsentrasi pemberdayaan masyarakat. Di mana Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari dibentuk dengan salah satu tujuan agar ibu rumah tangga di Desa Gebangsari lebih roduktif dengan melakukan kegiatan ekonomi di Koperasi Wanita tersebut. Sehingga ibu rumah 7

8 tangga lebih berdaya dan tidak hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga biasa. Adapun mata kuliah di bidang studi PSDK yang relevan dengan penelitian ini ialah Ekonomi Kerakyatan. Dalam mata kuliah tersebut membahas terkait Koperasi yang menjadi salah satu lembaga ekonomi rakyat. Oleh karena itu, penelitian ini terdapat keterkaitan dengan ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Berbicara terkait ekonomi rumah tangga, maka tidak terlepas dari peranan wanita sebagai ibu rumah tangga. Ketika ibu tidak bisa mengatur kebutuhan ekonomi rumah tangga, maka finansial rumah tangga akan terombang-ambing. Meskipun penghasil pendapatan yang utama dalam sebuah keluarga adalah ayah, namun peran ibu sangat dibutuhkan untuk mengelolah pendapatan tersebut secara efektif dan efisien. Adanya pandangan budaya patriarki yang terdapat dalam kehidupan masyarakat mendukung pendapat tersebut dengan adanya label yang dilekatkan pada kaum laki-laki untuk mencari nafkah dan wanita sebagai ibu rumah tangga mengatur kebutuhan rumah tangga, seperti penyediaan makan, biaya anak sekolah, biaya kesehatan dan lain-lain. Terjadinya krisis ekonomi secara global menyebabkan ibu rumah tangga ikut serta dalam kegiatan penunjang ekonomi keluarga. Namun permasalahannya ialah pendidikan dan ketrampilan ibu rumah tangga yang masih rendah dan adanya pandangan stereotipe yang meletakkan standar nilai yang rendah terhadap perilaku ibu rumah tangga. Maka dibutuhkan suatu upaya pemberdayaan yang dapat menunjang ibu rumah tangga agar lebih produktif. Salah satunya ialah dengan 8

9 meningkatkan akses ibu rumah tangga ke permodalan atau kredit. Dengan mendapat permodalan ibu rumah tangga dapat membuka usaha mandiri untuk membantu perekonomian rumah tangga, seperti usaha jualan di pasar tradisional, home industry, catering, kelompok usaha mandiri, kerajinan, dan sebagainya. Sehingga partisipasi ibu rumah tangga terhadap lembaga keuangan menjadi penting, guna mempermudah ibu rumah tangga dalam mendapatkan modal tersebut. Namun yang menjadi masalah ialah banyak ibu rumah tangga yang terjebak pada lembaga keuangan yang dimonopoli oleh kelompok berkepentingan untuk merauk keuntungan sebesar-besarnya dari ketidakberdayaan ibu rumah tangga tersebut. Hal ini terjadi Di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Di Desa Gebangsari telah banyak ditemukan sebuah praktek rentenir yang berkedok Koperasi. Cukup banyak ibu rumah tangga yang terjebak dalam kegiatan praktek rentenir berkedok Koperasi. Hal ini mengakibatkan ibu rumah tangga sebagai peminjam modal dari golongan keluarga menengah ke bawah banyak yang mengalami terlilit hutang. Hal ini dikarenakan harus membayar bunga pinjaman yang terlampau tinggi. Salah satu contoh ialah Koperasi Sentosa Makmur, dengan pinjaman modal sebesar Rp ,00, dipotong biaya administrasi sebesar Rp ,00 dan tabungan anggota sebesar Rp ,00, ibu rumah tangga hanya menerima pinjaman bersih sebesar Rp ,00, dengan cicilan tiap minggu sebesar Rp ,00 dalam jangka waktu pinjaman dua setengah bulan. Dari perhitungan pinjaman modal tersebut, maka Koperasi Sentosa Makmur mengenakan bunga sebesar 8% per bulan. Selanjutnya ialah Koperasi Bangun Karya. Dengan pinjaman modal Rp ,00, dipotong 9

10 biaya administrasi sebesar Rp ,00 dan tabungan sebesar Rp ,00, ibu rumah tangga hanya menerima pinjaman bersih sebesar Rp ,00, dengan cicilan tiap minggu sebesar Rp dalam jangka waktu pinjaman dua setengah bulan. Melihat perhitungan pinjaman tersebut, maka Koperasi Bangun Karya mengenakan bunga 15% per bulan. 1 Bunga pinjaman tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan bunga pinjaman di Bank Konvensional. Salah satu contoh di Bank BRI. Pada tahun 2016 hanya mengenakan suku bunga 9% efektif per tahun atau setara dengan 0,41% flat per bulan. 2 Jika maraknya praktek rentenir berkedok Koperasi ini dibiarkan, maka akan memperpuruk kehidupan ekonomi rumah tangga. Pengertian Koperasi menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1967, tentang Pokok-Pokok Perkoperasian ialah (Sunindhia dan Widiyanti, 1989:3): Organisasi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. Sedangkan Koperasi menurut Chaniago (dalam Sunindhia dan Widiyanti, 1989:1), ialah suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badanbadan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota; dengan bekerja secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi 1 Wawancara dengan salah satu ibu rumah tangga di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur

11 kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. Definisi tersebut mangandung unsurunsur, bahwa: 1. Perkumpulan Koperasi bukan merupakan perkumpulan modal (bukan akumulasi modal), akan tetapi persekutuan sosial. 2. Sukarela untuk menjadi anggota, netral terhadap aliran dan agama. 3. Tujuannya mempertinggi kesejahteraan jasmaniah anggota-anggota dengan kerja sama secara kekeluargaan. Dari definisi terkait Koperasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Koperasi bukan merupakan perkumpulan yang semata-mata untuk memperoleh laba sebesarbesarnya. Oleh karena itu tidak dibenarkan ketika implementasi dari sebuah Koperasi hanya bertujuan untuk merauk laba sebesar-besarnya, hingga merugikan masyarakat. Sejatinya kebermanfaat dari Koperasi lebih diutamakan dari pada laba. Namun demikian harus diusahakan agar Koperasi tidak mengalami Kerugian hingga mengalami gulung tikar. Didirikannya Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dijadikan salah satu alternatif untuk memperbaiki keadaan tersebut. Di mana ibu rumah tangga diharapkan dapat meninggalkan kebiasaan lama untuk pinjam modal ke rentenir dan beralih menjadi anggota Koperasi. Menurut Riana (2007), mengatakan bahwa Koperasi Wanita lebih konsisten dan memberikan dampak positif untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Keberhasilan dari Koperasi Wanita tersebut tidak hanya menguntungkan sisi Koperasi Wanita itu sendiri, melainkan juga keluarga dari anggota Koperasi Wanita dan komunitas di mana Koperasi Wanita itu 11

12 berdiri. Hal ini dikarenakan secara khusus peranan wanita dalam Koperasi perlu didorong dengan beberapa alasan berkaitan dengan: (1) Peranan wanita dalam peningkatan kesejahteraan diri dan keluarganya. Dengan kata lain peranan yang besar wanita dalam pengentasan kemiskinan. (2) Kebutuhan wanita untuk memberdayakan diri (aktualisasi diri) agar dapat berperan lebih besar di luar posisinya sebagai ibu rumah tangga. Tujuan dibentuknya Koperasi Wanita ini akan tercapai jika adanya partisipasi dari ibu rumah tangga dalam proses pengembangan Koperasi Wanita itu sendiri. Sunartiningsih (1991), menyatakan bahwa ada beberapa alasan sehingga partsipasi dalam Koperasi manjadi sangat penting, alasan tersebut ialah: 1. Partisipasi merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi dan kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program-program pembangunan akan mengalami kesulitan. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai program-program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mempunyai rasa memiliki. 3. Anggapan bahwa merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri, sehingga mereka mempunyai hak untuk memberikan saran dalam menentukan kegiatan yang mereka butuhkan. Tinggi rendahnya partisipasi ibu rumah tangga terhadap kegiatan Koperasi Wanita akan berpengaruh terhadap keberhasilan Koperasi. Menurut Djamhari (1985:39), dalam ajaran sosialisme di kenal For each according to his need artinya pada masing-masing akan memperoleh bagian sesuai dengan kebutuhannya, maka 12

13 pada Koperasi dikenal For each according to his participation, atau kepada masing-masing akan diperoleh sesuai dengan partisipasi atau pekerjaannya. Ketika pendapat tersebut direalisasikan dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari, maka dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya kebermanfaatan Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari untuk membantu ibu rumah tangga dalam memperbaiki perekonomian rumah tangga, didasari atas tinggi rendahnya partisipasi ibu rumah tangga terhadap kegiatan Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari tersebut. Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian terkait Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Lembaga Koperasi (Studi tentang Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur). Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka adapun rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini ialah Bagaimana Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur? Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan partisipasi ibu rumah tangga dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Partispasi itu sendiri dalam penelitian ini dilihat dari partisipasi ibu rumah tangga dalam kegiatan RAT (Rapat Anggota Tahunan), Partisipasi ibu rumah tangga dalam Manajemen Koperasi. 13

14 Partisipasi ibu rumah tangga dalam Permodalan Koperasi, dan Partisipasi ibu rumah tangga dalam Pemanfaatan Usaha koperasi.. Adapun manfaat dari penelitian ini ialah: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian tentang Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Lembaga Koperasi (Studi Tentang Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur) dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial. b. Penelitian dapat memberikan informasi terkait pentingnya partisipasi dalam sebuah Koperasi. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian dapat memberikan pemahaman dan menambah wawasan masyarakat terutama ibu rumah tangga, terkait manfaat berpartisipasi dalam lembaga Koperasi untuk membantu perekonomia rumah tangga. b. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari untuk meningkatkan partisipasi anggotanya. c. Sebagai masukan agar ada kegiatan evaluasi partisipasi anggota terhadap kegiatan usaha Koperasi, agar terwujud Koperasi yang sebenarnya, yang sesuai dengan definisi, prinsip, dan ciri dari Koperasi Indonesia. 14

15 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), partisipasi ialah perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, dan peran serta. Menurut Winardi (1996:63), partisipasi diartikan sebagai turut sertanya seseorang baik secara mental dan emosional untuk memberikan sumbangan terhadap proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan-persoalan, di mana keterlibatan pribadi yang bersangkutan melaksanakan tanggungjawabnya melakukan hal tersebut. Menurut Mikkelsen (dalam Sukisman, 2011), partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan. Selanjutnya menurut Mubyarto (dalam Zarnoji, 1994) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan dilihat dari kesediaannya untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan yang ia miliki, tanpa mengorbankan diri sendiri. Menurut Davis (dalam Sunartiningsih, 1991), mengatakan bahwa partisipasi dapat berupa pemberian sumbangan atas Pemikiran (Phychological Participation), Tenaga (Physical), Keahlian (Skill), Barang (Material), dan Uang (Money). Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan dalam proses perubahan dengan memberikan sumbangsih berupa pemikiran, tenaga, keahlian, barang, dan materi, sesuai dengan kemampuan tanpa mengorbankan dirinya sendiri. Ife dan Tasoriero (dalam Sukisman, 2011) menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) kondisi yang dapat mendorong partisipasi, yaitu: 15

16 1. Orang akan berpartisipasi ketika mereka menganggap isu atau aktivitas tersebut penting untuk kelangsungan hidupnya. Sehingga dengan sendirinya mereka akan terlibat dalam isu atau aktivitas tersebut. 2. Orang harus merasa bahwa aktivitas atau partisipasi mereka dapat menghasilkan perubahan yang baik dalam kehidupan mereka sendiri ataupun masyarakat luas. 3. Setiap bentuk partisipasi harus dihargai. Setiap orang akan beda dalam memberikan kontribusi dalam setiap aktivitas atau kegiatan, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan. sehingga apapun bentuknya harus dihargai. 4. Adanya dukungan dalam partisipasi mereka. Dukungan tersebut dapat berupa sarana dan prasarana, seperti adanya pemberian informasi atau undangan untuk menghadiri pertemuan. 5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan salah satu orang atau kelompok. Tannen Baum (dalam Zarnoji, 1994), mengatakan bahwa terdapat 6 (enam) item yang dapat digunakan untuk mengukur variabel partisipasi dalam kelompok, yaitu: 1. Kehadiran dalam pertemuan rutin 2. Kehadiran dalam pertemuan/rapat khusus 3. Tingkah laku pertemuan tersebut. 4. Jabatan yang dipegangnya. 5. Keanggotaan dalam kepanitiaan. 6. Memberikan suara sewaktu pemilihan pengurus kelompok. 16

17 Tinggi rendahnya partisipasi akan mempengaruhi keberhasilan dari sebuah program. Keseluruhan partisipasi masyarakat dari mulai proses awal perencanaan hingga proses evaluasi dapat meningkatkan kebermanfaatan program tersebut bagi masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat terlibat penuh dalam sebuah proses pembangunan atau perubahan, maka akan memunculkan rasa tanggung jawab dalam diri masyarakat untuk menjadikan program pembangunan dan perubahan mencapai keberhasilan. Menurut Sastropoetro (dalam Sukisman, 2011), terdapat 5 (lima) unsur panting yang menentukan gagal dan berhasilnya partisipasi, yaitu: 1. Komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif atau berhasil. 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. 3. Kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan. 4. Enthousiasme yang menumbuhkan spontanitas, yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain. 5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. Partisipasi anggota Koperasi memegang peranan penting dalam perkembangan Koperasi. Ropke (2000:45), menyatakan bahwa tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja Koperasi, akan lebih besar. Ropke juga menjelaskan, bahwa partisipasi dalam organisasi yang ditandai oleh hubungan identitas, dapat diwujudkan jika pelayanan yang diberikan oleh perusahaan 17

18 Koperasi sesuai dengan kebutuhan dari anggota. Maka dari itu Koperasi senantiasa dituntut untuk terus melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan anggotanya. Dalam hal ini Koperasi dilihat dalam 3 (tiga) aspek, sebagai berikut: 1. Anggota berpartisipasi dalam memberikan kontribusi atau menggerakkan sumberdayanya. 2. Anggota berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (perencanaan, implementasi, dan evaluasi). 3. Anggota berpartisipasi atau berbagi keuntungan Ketiga aspek partisipasi tersebut saling berkaitan. Manfaat Koperasi tidak akan diberikan pada anggota yang tidak memberikan kontribusi dan tidak ikutserta dalam pengambilan keputusan. Dengan partisipasi anggota dapat menyampaikan gagasan terkait kebutuhan dan kepentingannya, dengan partisipasi sumberdaya dapat digerakkan, dan dengan partisipasi keputusan dapat diimplementasi dan dievaluasi. Sehingga partisipasi yang ideal dapat dirumuskan sebagai berikut (Djamhari, 1985:52): keikutsertaan anggota secara menyeluruh dalam pengambilan keputusan penetapan kebijakan, arah dan langkah usaha, dalam permodalan usaha, dalam pemanfaatan pelayanan usaha dan dalam menikmati sisa hasil usaha. Sedangkan cara untuk mengukur pasrtisipasi tersebut secara teoritis,dapat dilihat dari pelaksanaan prinsip Koperasi. Menurut prinsip Koperasi tersebut, partisipasi anggota dalam Koperasi terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, sebagai berikut: 1. Partisipasi Dari anggota. 2. Partisipasi Oleh anggota. 3. Partisipasi Untuk anggota. 18

19 Tinggi rendahnya keterlibatan seseorang terhadap sebuah program atau kegiatan bisa diklasifikasikan dalam tangga partisipasi. Menurut Arnstein, yang tertuang dalam publikasinya yang berjudul A Ladder of Citizen Participation, menggolongkan partisipasi menjadi delapan jenjang partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi mulai dari yang rendah ke yang lebih tinggi, yaitu: Manipulasi (Manipulation), Therapy (Therapy), Informasi (Information), Konsultasi (Consultation), Pendramaan (Placation), Kemitraan (Partnership), Pelimpahan Kekuasaan (Delegated Power), Kontrol Masyarakat (Citizen Control). Tingkatan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Sumber: 19

20 Dari gambar di atas terlihat bahwa, Citizen Control, Delegated Power, dan Partnership, yang merupakan tiga tingkatan paling atas, menunjukkan adanya hubungan emosional yang kuat antara pihak yang memprakarsai program dan masyarakat yang dilibatkan.pihak yang terkait sangat aktif, bahkan keaktivan masyarakat yang mendominasi, sehingga mampu menentukan arah tujuan rencana. Kemudian untuk tiga tingkatan di bawahnya yang masuk dalam kategori Tokenism, partisipasi berjalan semi aktif. Dalam artian dibutuhkan berbagai bentuk rangsangan seperti memberikan bantuan, masukan, opini, terhadap masyarakat yang terlibat sebuah program. Pada tahap Tokenism ini sebuah proses perencanaan, masih dominan para penggagas perencana. Selanjutnya untuk dua tingkatan paling bawah yang masuk dalam kategori Non Participation ialah bentuk partisipasi pasif atau tidak adanya partisipasi. Masyarakat atau anggota yang dilibatkan hanya berfungsi sebagai pelengkap, namun tidak ikut andil didalamnya. Dalam artian lain, masyarakat dilibatkan hanya untuk formalitas semata. Delapan Jejaring Partisipasi di atas, kemudian dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) tingkatan berdasarkan tingkat kehakikatannya, yaitu: 1. Tidak ikut serta (Non Participation), merupakan tingkatan di mana tujuan dari peran serta masyarakat adalah mendidik dan mengobati masyarakat yang berperan serta. 2. Tingkat Penghargaan atau formalitas (Degrees of Tokenism), yaitu tingkat penyampaian informasi, konsultasi dan peredaman. Masyarakat didengarkan dan diperkenalkan berpendapat, tetapi tidak memiliki kemampuan mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan 20

21 No dipertimbangtkan secara sungguh-sungguh oleh penentu kebijakan (Decision Marker). 3. Tingkat kekuatan masyarakat atau Degrees of Citizen Power, (Kemitraan, Pendelegasian Kekuasaan, Pengawasan Masyarakat), masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan dengan menjalankan kemitraan dengan kesertaan kekuatan (Equal Bargaining Power), atau pendelegasian kekuasaan dan pengawasan masyarakat. Penjelasan di atas dapat dikategorikan ke dalam tabel-tabel sebagai berikut: Derajat Partisipasi Manipulasi Terapi 3. Informasi 4. Konsultasi Tolak Ukur Ciri-ciri Tipe 1. Berpartisipasi 2. Sendiri-sendiri Masyarakat sekedar Bukan 1. Janji-janji Diberitahu Partisipasi 2. Ketidakbenaran 1. Sekedar identifikasi Masyarakat pilih/persetujuan diberitahu 2. Keputusan ditangan pemerintah dan sekaligus Derajat mengusulkan, 1. Usul ditampung 2. Usul/saran tidak dilaksanakan/tidak terpakai namun usulannya tidak dihiraukan Penghargaan Saran/Usul ditampung Pendramaan 2. Tidak Selamanya diterima Kerjasama (tenaga dan biaya) Kemitraan 2. Bentukan lembaga untuk konsultasi Bersambung 7. Delegasi 1. Penyerahan sebagian wewenang Kewenangan ditangan Derajat Kekuasaan 2. Pembagian tugas. Masyarakat Kekuasaan 3. Pembagian tanggung jawab. Masyarakat 21

22 8. Kontrol Masyarakat 4. Adanya buku panduan 1. Kewenangan sepenuhnya ditangan Masyarakat Menurut Hendar dan Kusnandi (2009:61), terdapat 4 (empat) bentuk partisipasi dilihat dari segi dimansinya, sebagai berikut: a) Partisipasi Dipaksakan dan Partisipasi Sukarela (Voluntary). Partisipasi dipaksakan terjadi akibat adanya undang-undang atau keputusan yang sifatnya memaksa seseorang atau kelompok untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan. Sedangkan partisipasi sukarela merupakan partisipasi yang terjadi karena adanya kesadaran seseorang atau kelmpok untuk ikut serta berpartisipasi. b) Partisipasi Formal dan Partisipasi Informal. Partisipasi formal biasanya tercipta karena adanya suatu mekanisme formal dalam pengambilan sebuah keputusan. Sedangkan partisipasi informal biasanya hanya terdapat persetujuan secara lisan antara atasan dan bawahan sehubungan dengan partisipasi. c) Partisipasi Langsung dan Partisipasi Tidak Langsung. Partispasi langsung terjadi ketika seseorang dapat mengajukan pandangan, membahas suatu pokok persoalan, dan mengutarakan keberatan terhadap keinginan orang lain. Sedangkan partisipasi tidak langsung terjadi ketika ada seseorang yang menjadi wakil untuk membwa pendapat atau inspirasi orang 22

23 lain yang nantinya akan berbicara atas nama karyawan atau anggota dengan kelompok yang lebih tinggi tingkatnnya. d) Partisipasi Kontributif dan Insentif. Partisipasi kontributif ialah kedudukan anggota sebagai pemilik melakukan perannya untuk mengambil bagian dalam penetapan tujuan Koperasi, pembuatan keputusan dan proses pengawasan terhadap jalannya Koperasi. sedangkan partisipasi insentif ialah kedudukan anggota sebagai pelanggan/pemakai akan memanfaatkan berbagai potensi pelayanan yang disediakan oleh Koperasi guna menunjang kepentingannya. Apapun bentuk partisipasi yang dilakukan oleh anggota patut untuk dihargai. Semua anggota berpartisipasi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Besar kecilnya partisipasi yang dilakukan harus senantiasa didukung, sehingga mereka terus termotivasi untuk memberikan kontribusinya dalam perkembangan Koperasi. Mengingat kunci utama keberhasilan Koperasi ialah partisipasi anggota, maka rangsangan berupa dukungan perlu diberikan kepada setiap anggota Koperasi. Menurut Ropke (2000:47), terdapat 2 (dua) masalah yang mempengaruhi partisipasi anggota dalam sebuah Koperasi, yaitu: a) Konflik Kepentingan Variabel terpenting dalam Koperasi ialah Accountability atau pertanggungjawaban. Telah banyak Koperasi yang berjalan tidak sesuai dengan definisi Koperasi yang sebenarnya. Sering kali terjadi konflik 23

24 kepentingan dalam sebuah Koperasi. Suatu konflik kepentingan antara promotor eksternal di suatu pihak dan kelompok masyarakat Koperasi, seperti manajemen di pihak lain. Konflik mungkin juga terjadi antara direktorat dan eksekutif, terlebih lagi pada Koperasi yang besar. b) Biaya Partisipasi Biaya partisipasi masih menjadi permasalahan yang diperdebatkan dalam sebuah Koperasi. Semakin tinggi partisipasi akan semakin tinggi pula kesejahteraan anggotanya. Namun pendapat tersebut berlaku ketika partisipasi tidak membutuhkan biaya. Biaya partisipasi tergantung pada waktu, energi, dan sumber daya langsung yang digunakan oleh anggota Koperasi. Terdapat tiga faktor penentu dalam biaya untuk partisipasi: 1. Ukuran Koperasi Partisipasi anggota akan berkurang sejalan dengan meningkatnya ukuran keanggotaan Koperasi. Sehingga diharapkan adanya peningkatan dalam pengaruh manajemen. Semakin besar Koperasi, maka semakin besar pengaruh manajemen. 2. Struktur Keanggotaan Semakin heterogen keanggotaan suatu Koperasi, semakin lebar perdebatan dalam tingkat diskonto. Selain itu, semakin heterogen anggota, semakin banyak pula perbedaar pendapat. Anggota yang tidak mampu akan menggunakan tingkat diskonto yang lebih tinggi, sedangkan anggota yang mampu menggunakan tingkat diskonto yang lebih rendah. 24

25 3. Jumlah Fungsi/Kegiatan Semakin beragam fungsi Koperasi, maka semakin besar kekuasaan dan wewenang yang akan melekat dalam manajemen. Semakin kompleks suatu Koperasi akan semakin tinggi biaya partisipasi. Tingginya biaya Koperasi dapat mengancam ekonomi usaha Koperasi. Terdapat tiga alat utama yang digunakan para anggota Koperasi untuk mencapai pengambilan keputusan dalam Koperasi yang merefleksikan permintaan mereka. Ketiga alat partisipasi tersebut ialah (Ropke, 2000:63): 1. Voice, anggota Koperasi dapat mempengaruhi manajemen dengan cara bertanya, mencari, atau memberi informasi maupun dengan mengajukan ketidaksepakatan dan kritik. 2. Vote, anggota dapat mempengaruhi atas siapa yang akan dipilih menjadi manajer atau Anggota Badan Pengawas dan Pengurus lainnya dalam Koperasi. Exit, anggota dapat mempengaruhi manajer dengan meninggalkan Koperasinya atau dengan mengancam keluar dari keanggotaan Koperasi, maupun mengurangi kegiatan mereka. 25

26 Menurut Mutis (dalam Setianingrum, 2013), menyatakan bahwa Koperasi yang berhasil dalam mempertahankan partisipasi anggota dimunculkan oleh beberapa faktor positif yang mempengaruhi keberhasilan tersebut, yaitu: 1. Perasaan kelompok yang kuat. 2. Latihan berkesinambungan antara calon anggota dan anggota. 3. Kunjungan-kunjungan lapangan dari para penggerak Koperasi yang berkesinambungan, adanya dialog dengan anggota setempat. 4. Para anggota dan pengurus Koperasi melakukan rapat dengan baik, membuat kartu anggota dan adanya pembukuan yang benar, menerbitkan laporan keuangan bulanan. 5. Menanamkan dan mempertahankan sikap-sikap mental yang baru, atau kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan aneka simpanan pemberian pinjaman dan beberapa aspek lain dalam Koperasi. 6. Para anggota membuat rencana Koperasi 7. Penerbitan publikasi yang teratur dan disebarluaskan kepada seluruh anggota Koperasi. 8. Latihan bagi para anggota untuk memahami, menganalisis Koperasi, mengadakan perjanjian, persatuan, pada saat permulaan. Selain itu anggota Koperasi juga dipengaruhi oleh adanya faktor negatif. Faktor negatif yang dimaksud ialah: 1. Kurangnya pendidikan anggota, antara lain dalam bentuk latihan anggota dan calon anggota yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi lokal. 26

27 2. Feodalisme dan paternalisme dari pengurus Koperasi dalam hubungan dengan para anggota. 3. Kurangnya tindak lanjut yang konsisten dan pengamatan dari rencanarencana organisasi yang telah disepakati bersama. 4. Manipulasi yang dibuat oleh bermacam-macam individu menyebabkan timbulnya erosi rasa ikut serta memiliki dari para anggota dengan Koperasinya, dan sebaliknya. 5. Kartu anggota yang dibuat tidak baik, menimbulkan ketidakjelasan transaksi antar-anggota dengan Koperasinya atau sebaliknya. 6. Kurangnya manajemen atau rendahnya ketrampilan manajerial dari pengurus Koperasi. 7. Kurangnya rencana pengembangan Koperasi profesional untuk mengimbangi perekmbangan dinamika kebutuhan angota. 8. Kurangnya penyebaran informasi tentang penampilan Koperasi, seperti neraca, biaya, manfaat, dan laporan statistik yang lain. 9. Pengalaman-pengalaman dan praktek-praktek Koperasi yang buruk di masa lampau. Setelah mengetahui faktor positif dan negatif yang mempengaruhi perkembangan Koperasi, maka memuncul indikasi terkait ciri-ciri partisipasi yang baik. Menurut Widiyanti (2002:200), adapun indikasi yang muncul terkait ciri-ciri partisipasi anggota yang baik ialah: 1. Melunasi simpanan pokok dan wajib secara rutin dan teratur. 27

28 2. Membantu permodalan Koperasi diluar membayar simpanan wajib dan simpanan pokok sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. 3. Menjadi langganan setia Koperasi dalam penggunakaan jasa. 4. Secara aktif menghadiri rapat dan pertemuan. 5. Menggunakan haknya untuk mengawasi jalannya usaha Koperasi menurut Anggaran Dasar Rumah Tangga, Peraturan-Peraturan yang berlaku, dan keputusan yang dibuat bersama Partisipasi ibu rumah tangga dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari sangat penting. Partisipasi ibu rumah tangga tersebut akan mempengaruhi perkembangan dari Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari. Sehingga beberapa indikasi yang telah dijelaskan di atas, dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini untuk mengetahui tinggi rendahnya partisipasi ibu rumah tangga dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari di Desa Gebangsari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. 28

Wanita Pertiwi Gebangsari. Berdasarkan analisis data penelitian dan berdasarkan

Wanita Pertiwi Gebangsari. Berdasarkan analisis data penelitian dan berdasarkan Penelitian ini berfokus pada partisipasi ibu rumah tangga dalam Koperasi Wanita Pertiwi Gebangsari. Berdasarkan analisis data penelitian dan berdasarkan keseluruhan temuan di lapangan yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Sejarah Berdirinya Koperasi Tani Sari Ngaglik Desa Bonomerto

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Sejarah Berdirinya Koperasi Tani Sari Ngaglik Desa Bonomerto BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 1.1 Hasil Penelitian 1.1.1 Sejarah Berdirinya Koperasi Tani Sari Ngaglik Desa Bonomerto Koperasi Ttani Sari Ngaglik sebagai pusat pelayanan perekonomian untuk menyalurkan

Lebih terperinci

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU).

Abstrak. Kualitas Pelayanan, Kemampuan Pengurus, Partisipasi Anggota, Sisa Hasil Usaha (SHU). Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kecamatan Denpasar Selatan Nama : I Gede Andika Miarta NIM : 1306105118 Abstrak Koperasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut:

Perbedaan koperasi dengan arisan maupun perusahaan swasta/negara adalah sebagai berikut: Overview Koperasi 1 Pendahuluan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasan pasal 33 ayat

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Lestari (2005:47) meneliti tentang: Pengaruh modal terhadap sisa hasil usaha KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah positif,

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti

BAB II URAIAN TEORITIS. Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Koperasi Koperasi berasal dari perkataan co dan operation, yang mengandung arti kerja sama untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu defenisi koperasi adalah suatu perkumpulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengertian Koperasi Menurut Sri Edi Swasono dalam Sudarsono dan Edilius (2005) secara harfiah kata Koperasi

Lebih terperinci

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK 1 ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH Oleh Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK Tujuan penelitian adalah sebagai bahan kajian dalam perkembangan

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kekokohannya dengan tetap menyerap jutaan lapangan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kekokohannya dengan tetap menyerap jutaan lapangan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor Koperasi dan UKM merupakan salah satu sektor yang mampu menunjukkan kekokohannya dengan tetap menyerap jutaan lapangan pekerjaan ditengah krisis global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan tersebut adalah sektor negara, swasta dan koperasi. Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan. Ketiga sektor kekuatan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Untuk memelihara kesinambungan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang bergerak dibidang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang bergerak dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang bergerak dibidang ekonomi yang beranggotakan orang-orang bergabung secara sukarela dan atas persamaan hak

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN MODAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MASYARAKAT DAN KOPERASI PEDESAAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PERKOPERASIAN. 1. Pendahaluan

KONSEP DASAR PERKOPERASIAN. 1. Pendahaluan KONSEP DASAR PERKOPERASIAN 1. Pendahaluan Selama ini diketahui bahwa perkembangan Koperasi dan peranannya dalam perekonomian nasional belum memenuhi harapan, khususnya dalam memenuhi harapan sebagai sokoguru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung) 1.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung) 1. BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Simpan Pinjam 1. Pengertian Koperasi, Simpanan dan Pinjaman Dalam kamus besar bahasa indonesia Koperasi adalah perserikatan yang bertujuan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Dewasa ini banyak badan usaha yang berdiri di tengah-tengah pertumbuhan ekonomi, misalnya perusahaan negara, perusahaan swasta lainnya.

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN P T Darma Henwa Tbk PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN PT Darma Henwa Tbk DAFTAR ISI Kata Pengantar 3 BAB I PENGANTAR. 4 1. Mengenal Good Corporate Governance (GCG) 4 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak kemerdekaan Negara Indonesia diproklamasikan telah ditetapkan dalam UUD 1945 bahwa perekonomian Indonesia dilaksanakan atas dasar demokrasi ekonomi, yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah Koperasi Unit Desa (KUD) Anugerah yang terletak di Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir yang dibentuk pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi Surabaya Sebagai suatu badan usaha, BMT dalam menjalankan kegiatan usahanya, tentu ingin mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengatasinya. Wadah ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. negara mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengatasinya. Wadah ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Perekonomian adalah sistem yang digunakan suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kepentingan bersama. Hal ini mengandung makna bahwa dinamika

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan kepentingan bersama. Hal ini mengandung makna bahwa dinamika 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melandaskan kegiataannya pada prinsip Koperasi.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI 7 Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 10/Per/M.KUKM/XII/2011 Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA PINJAMAN BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR

BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR BAB VIII ANALISIS KEBERHASILAN KOWAR Dalam pengelolaan sebuah koperasi pegawai seperti KOWAR, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang besar dalam mengelola koperasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Sejarah dan Definisi Koperasi 2.1.1 Sejarah Koperasi Menurut Amidipradja Talman (1985:22) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan koperasi adalah : Badan usaha yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini akan menjelaskan mengenai pengertianpengertian yang mendasar mengenai prosedur pelaksanaan simpan pinjam, tinjauan pustaka ini penulis

Lebih terperinci

sejarah timbulnya Koperasi, yaitu :

sejarah timbulnya Koperasi, yaitu : Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil keputusan (decision maker) dan instansi terkait lainnya dalam menyusun kebijakan untuk meningkatkan kualitas Credit Union (CU). 2. Sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam penjelasannya

BAB I PENDAHULUAN. kekeluargaan. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam penjelasannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan. Pasal 33 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas bersama antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tata perekonomian nasional terdapat tiga sektor kekuatan penggerak ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha, yaitu sektor negara, swasta dan koperasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Koperasi merupakan tonggak utama pembangunan ekonomi Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Koperasi merupakan tonggak utama pembangunan ekonomi Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan tonggak utama pembangunan ekonomi Indonesia. Usaha pemerintah untuk membangun perekonomian masyarakat Indonesia selama ini, termasuk saat menghadapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional mempunyai

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas).

KOPERASI.. Nomor : 12. Pada hari ini, Kamis, tanggal (sepuluh September dua ribu lima belas). KOPERASI.. Nomor : 12 Pada hari ini, Kamis, tanggal 10-09-2015 (sepuluh September dua ribu lima belas). Pukul 16.00 (enam belas titik kosong-kosong) Waktu Indonesia Bagian Barat. ------- - Hadir dihadapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terbentuknya kepribadian yang partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat sudah menjadi suatu keharusan khususnya di kalangan pemuda belakangan ini. Harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Koperasi adalah alat perjuangan ekonomi rakyat yang dibangun untuk menghadapi fenomena sistem perekonomian yang sedang berkembang dan cenderung tidak kondusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Koperasi dan Karakteristiknya Sejarah koperasi lahir pada permulaan abad ke-19 sebagai suatu reaksi terhadap sistem perekonomian kapitalisme di Negara-negara Eropa. Sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE

STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE 77 STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM BERDASARKAN ANALISIS HARVARD DAN PEMBERDAYAAN LONGWE Alat yang digunakan untuk menganalisis permasalahan adalah analisis Pemberdayaan Longwe dengan menggunakan kelima

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Landasan, dan Jenis Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang Koperasi tahun 1967 No. 12 tentang Pokokpokok Perkoperasian bahwa : Koperasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. asas demokrasi ekonomi. Jelas hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia konstitusi negara memberikan landasan bagi penyusunan dan pengelolaan ekonomi nasional dalam rangka memberikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. koperasi agar lebih sejahtera dengan berdasarkan asas kekeluargaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. koperasi agar lebih sejahtera dengan berdasarkan asas kekeluargaan. Hal ini juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan secara sukarela dan atas dasar persamaan hak, berkewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sesuai cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian yang mendasari dalam prosedur laporan pelaksanaan simpan pinjam yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi URAIAN MATERI A. Pengertian Koperasi Kata Koperasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu co dan operation. Co berarti bersama, operation berarti usaha. Kalau kedua kata itu dirangkai, maka koperasi dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata koperasi berasal dari bahasa Latin cooperere yang dalam bahasa Inggris

BAB II LANDASAN TEORI. Kata koperasi berasal dari bahasa Latin cooperere yang dalam bahasa Inggris BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Koperasi Bagi Indonesia koperasi merupakan suatu badan usaha yang menerapkan sifat gotong royong dan cara bekerjanya bersifat kekeluargaan. Kata koperasi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wahana. angka pengangguran, UMKM juga memegang peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wahana. angka pengangguran, UMKM juga memegang peranan penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wahana yang baik untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Di samping mengurangi angka pengangguran, UMKM juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI 5.1. Penggolongan dan Non- LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOJONEGORO, Menimbang Mengingat : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BENGKAYANG, bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkembangkan potensi perekonomian rakyat serta dalam menciptakan kehidupan perekonomian yang bercirikan demokrasi, kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi sebagai badan usaha adalah sebuah perusahaan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi sebagai badan usaha adalah sebuah perusahaan yang harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koperasi sebagai badan usaha adalah sebuah perusahaan yang harus mampu berdiri sendiri menjalankan kegiatan usahanya mendapatkan laba. Sehingga dapat mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Menurut UU No. 25 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 1 tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Istilah koperasi menurut etimologi berasal dari bahasa Inggris, co yang berarti bersama dan operation yang berarti usaha, koperasi berarti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat laporan keuangan yang harus selesai dalam waktu 6 (enam) bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat laporan keuangan yang harus selesai dalam waktu 6 (enam) bulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rentabilitas 2.1.1 Pengertian Rentabilitas Koperasi tiap tahun diharuskan oleh undang-undang hukum dagang membuat laporan keuangan yang harus selesai dalam waktu 6 (enam) bulan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA

Lebih terperinci

ABSTRAK. keberhasilan koperasi, jumlah anggota, modal, kualitas SDM, partisipasi anggota

ABSTRAK. keberhasilan koperasi, jumlah anggota, modal, kualitas SDM, partisipasi anggota Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Koperasi Wanita di Kecamatan Gianyar Nama : A A Istri Agung Ratih Kirana NIM : 1306105139 ABSTRAK Koperasi Wanita didirikan dalam rangka pemberdayaan

Lebih terperinci

KOPERASI.

KOPERASI. KOPERASI TUJUAN Mampu mendefinisikan koperasi Mampu menyebutkan peran koperasi PENGERTIAN Koperasi berasal dari bahasa Latin: Cum (dengan) + operasi (bekerja)bekerja dengan orangorang lain. Istilah Ekonomi:

Lebih terperinci

2017, No Menengah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015

2017, No Menengah Republik Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 15/PER/M.KUKM/IX/2015 No.257, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KUKM. USP oleh Koperasi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 /PER/M.KUKM/ II /2017 TENTANG

Lebih terperinci