Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan"

Transkripsi

1 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Menurut Davis dan Newstrom (2004), partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok dan mendorong mereka untuk memberikan suatu kontribusi demi tujuan kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan. Sedangkan menurut Adisasmita (2006), partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan, perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat. Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli di atas, bisa di tarik kesimpulan bahwa partisipasi merupakan pengambilan bagian atau keterlibatan anggota masyarakat dengan cara memberikan dukungan (tenaga, pikiran maupun materi) dan tanggung jawabnya terhadap setiap keputusan yang telah diambil demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan bersama. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan. Arnstein (1969), lewat typologinya yang dikenal dengan tingkatan partisipasi masyarakat (the ladder of citizen participation), menjabarkan tingkat partisipasi masyarakat yang berdasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Arnstein juga menekankan bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara bentuk peran serta yang bersifat semu (empty ritual) dengan betuk peran serta yang mempunyai kekuatan nyata (real power) yang diperlukan untuk mempengaruhi hasil akhir dari suatu proses.

2 Arnstein menggambarkan partisipasi masyarakat sebagai suatu pola bertingkat (ladder patern) yang terdiri dari 8 tingkat, dimana tingkatan paling bawah merupakan tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat yang paling atas merupakan tingkat dimana partisipasi masyarakat sudah sangat besar dan kuat. Sebutan untuk delapan anak tangganya mengurut dari bawah ke atas adalah Manipulation (memanipulasi), Therapy (memulihkan), Informing (menginformasikan), Consultation (merundingkan), Placation (mendiamkan), Partnership (bekerjasama), Delegated Power (pendelegasian wewenang) dan Citizen Control (publik mengontrol). Arnstein mengelompokkan delapan anak tangga tersebut menjadi tiga bagian. Jika diurutkan dari tangga terbawah, bagian pertama merupakan Nonparticipation (tidak ada partisipasi) berjenjang dari Manipulation dan Therapy. Pada bagian ini, otoritas yang berkuasa sengaja menghapus segala bentuk partisipasi publik. Gambar 2.1 Tangga Partisipasi Masyarakat Citizen Control Delegated Power Citizen Power Partnership Placation Consultation Tokenism Informing Therapy Manipulation Non Participation Sumber : Arnstein, 1969, diolah Di tingkat Manipulation, mereka memilih dan mendidik sejumlah orang sebagai wakil dari publik. Fungsinya, ketika mereka mengajukan berbagai program, maka para wakil Citizen Powe Consultation

3 publik tadi harus selalu menyetujuinya. Sedangkan publik tidak diberitahu tentang hal tersebut. Pada tingkat Therapy, mereka sedikit memberitahu kepada publik tentang beberapa programnya yang sudah disetujui oleh wakil publik. Publik hanya bisa mendengarkan saja. Bagian kedua, Tokenism (delusif) yang memiliki rentang dari Informing, Consultation dan Placation. Dalam Tokenism, otoritas yang berkuasa menciptakan citra, tidak lagi menghalangi partisipasi publik. Namun kenyataannya berbeda, benar partisipasi publik dibiarkan, namun mereka mengabaikannya dan mereka tetap mengeksekusi rencananya semula. Ketika berada di tingkat Informing, mereka menginformasikan macam-macam program yang akan dan sudah dilaksanakan namun hanya dikomunikasikan searah, dan publik belum dapat melakukan komunikasi umpan-balik secara langsung. Untuk tingkat Consultation, mereka berdiskusi dengan banyak elemen publik tentang berbagai agenda. Semua saran dan kritik didengarkan tetapi mereka yang mempunyai kuasa memutuskan, apakah saran dan kritik dari publik dipakai atau tidak. Lalu pada tingkat Placation, mereka berjanji melakukan berbagai saran dan kritik dari publik, namun mereka diam-diam menjalankan rencananya semula. Partnership, Delegated Power dan Citizen Control merupakan jajaran tingkatan di bagian ketiga yaitu Citizen Power (publik berdaya). Saat partisipasi publik telah mencapai Citizen Power, maka otoritas yang berkuasa sedang benar-benar mendahulukan peran serta publik dalam berbagai hal. Saat tiba di tingkat Partnership, mereka memperlakukan publik selayaknya rekan kerja. Mereka bermitra dalam merancang dan mengimplementasi aneka kebijakan publik. Naik ke tingkat Delegated Power, mereka mendelegasikan beberapa kewenangannya kepada publik. Contoh, publik punya hak veto dalam proses pengambilan keputusan. Tingkat tertinggi yaitu Citizen Control. Publik yang lebih mendominasi ketimbang mereka, bahkan sampai dengan mengevaluasi kinerja mereka. Partisipasi publik yang ideal tercipta di tingkat ini.

4 Conyers (1991) memberikan 3 alasan utama sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: a) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal. b) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk proyek dan merasa memiliki proyek tersebut. c) Partisipasi merupakan hak demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan. 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Korten (1983), menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri dan dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan berupa kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, dan faktor eksternal, yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Menurut Plumer dalam (Suryawan, 2004), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah tingkah laku individu yang berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti: 1. Jenis Kelamin Masyarakat beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan, sehingga partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam pembangunan akan berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajat ini akan menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antar pria dan wanita. Di dalam

5 sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria dianggap memiliki hak istimewa dibandingkan golongan wanita, sehingga kelompok pria akan lebih banyak berpartisipasi. 2. Usia Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda yang berbeda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. Usia dianggap berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi. Dalam hal ini golongan tua dianggap lebih berpengalaman dan akan lebih banyak memberikan pendapat dalam menetapkan keputusan. 3. Tingkat Pendidikan Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dalam masyarakat. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta cara partisipasi yang dapat diberikan. Faktor pendidikan dianggap penting, karena dengan pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar dan cepat tanggap terhadap inovasi. 4. Tingkat Penghasilan Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. 5. Mata Pencaharian Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan

6 antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. Tingkat pekerjaan ini berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang. 6. Kepercayaan Terhadap Budaya Tertentu Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada. 2.3 Tahapan Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat menggambarkan bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat sesuai dengan gradasi, derajat wewenang, dan tanggung jawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan. Cohen dan Uphoff (1979), membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1 Tahap perencanaan (pengambilan keputusan), diwujudkan dengan bentuk keikutsertaan dan keaktifan masyarakat dalam rapat. Partisipasi masyarakat pada tahap ini sangat mendasar sekali, terutama karena yang diambil menyangkut nasib mereka secara keseluruhan yang menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi dalam hal pengambilan keputusan ini dilihat dari kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan. 2 Tahap pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakati sebelumnya. Dalam hal ini Uphoff

7 menegaskan bahwa partisipasi dalam pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan masyarakat dalam memberikan konstribusi yang berwujud tenaga, uang, barang, material, maupun informasi. 3 Tahap evaluasi/pengawasan, partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap penting sebab merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi dalam evaluasi berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan yang ditetapkan atau ada penyimpangan. 4 Tahap menikmati hasil, dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat dari tiga segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya, manfaat sosialnya dan manfaat pribadi. 2.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Prasarana Desa Menurut Nurmandi (1999), jenis prasarana yang termasuk prasarana publik meliputi jaringan jalan, transportasi umum, sistem air bersih, sistem air limbah, manajemen persampahan, jaringan drainase dan pencegahan banjir, instalasi listrik dan telepon. Jenis dari infrastruktur dalam bantuan PNPM Mandiri Perdesaan ini diantaranya adalah pembangunan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam bidang kesehatan atau pendidikan. Penyediaan sebuah infrastruktur merupakan salah satu aspek pengembangan wilayah yang pengelolaannya melibatkan berbagai stakeholder. Masyarakat dapat terlibat langsung dalam setiap tahapan pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan) pembangunan sarana prasarana, namun dalam ruang lingkup yang relatif terbatas.

8 Pada tahap perencanaan diharuskan untuk menyertakan anggota-anggota dalam berbagai kelompok sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Selama ini, berlandaskan pada paradigma lama yang bersifat top-down, kegiatan perencanaan pembangunan prasarana ditentukan oleh pihak luar dengan asumsi bahwa warga dianggap tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk merencanakan pembangunan. Persoalan kemudian, apakah memang demikian adanya, bahwa apabila perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh pihak luar, warga akan mampu dan memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya dalam pengelolaan prasarana sehingga mereka akan mampu pula untuk meningkatkan kesejahteraannya. Jawabannya tidak demikian, berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai konflik sosial yang menjurus pada disintegrasi sosial makin membesar dan merusak demikian hebat. Pada tahap pelaksanaan pembangunan berpegang pada penyampaian kebenaran (truth), ketepatan (appropriateness), kejujuran/ketulusan (sincerity), transparansi (transparency), equality (kesesuaian), dan kepercayaan. Ada dua prinsip dalam pelaksanaan pembangunan diantaranya adalah: 1 Prinsip partisipatif. Harus dipahami bahwa pelaksanaan kegiatan ini bukanlah milik segolongan orang atau kepentingan pihak tertentu saja, tetapi merupakan kepentingan bersama dan merupakan hasil keputusan bersama yang hasilnya akan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak yang berkepentingan. 2 Prinsip warga sebagai pelaksana dan orang luar sebagai fasilitator. Dalam pelaksanaan kegiatan orang luar harus menyadari bahwa mereka hanya berperan sebagai fasilitator dan bukannya guru, penyuluh atau instruktur, serta pelaksana kegiatan tersebut (Purba, 2005). Sedangkan menurut Sujamto (1989), tahap pengawasan adalah ukuran atau patokan untuk membandingkan dan menilai apakah kegiatan yang diawasi itu berjalan sesuai yang semestinya atau tidak. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah segi daya guna dan

9 hasil guna penyelenggaraan pekerjaan. Tujuan umum pengawasan adalah untuk mengetahui, menggambarkan dan mengevaluasi proses pelaksanaan. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan secara menyeluruh, mengetahui dan mengukur antara pelaksanaan di lapangan sesuai dengan standar yang diharapkan, mengkaji kesesuaian tindakan aktor yang terlibat sesuai fungsinya di semua tingkatan, mengetahui gambaran indikasi adanya perubahan sosial ekonomi masyarakat baik positif maupun negatif, memperoleh rekomendasi kebijaksanaan, dan membangun sistem monitoring yang dapat diandalkan untuk program pembangunan selanjutnya. 2.5 Penelitian Terdahulu Bryan Repi (2015) dalam penelitiannya berjudul Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Infrastruktur Jalan Melalui PNPM PPIP Di Desa Munte Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembangunan infrastruktur jalan perkebunan yang ada di Desa Munte. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi berada pada kategori sedang. Dalam tahap perencanaan sebagian besar responden kurang aktif dalam berpartisipasi dengan alasan sibuk bekerja. Tahap pelaksanaan responden terbanyak berada pada situasi tidak aktif berpartisipasi dengan alasan panitia program pembangunan infrastruktur perdesaan tidak konsisten dengan hasil rapat atau keputusan yang diambil dalam tahap perencanaan yang berbeda dengan pelaksanaannya. Sedangkan tahap pengawasan hanya satu responden yang tidak aktif dalam tahap ini dengan alasan sibuk bekerja. M. Rafik (2013) dalam penelitiannya berjudul Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Jalan Studi Kasus Program Pembangunan

10 Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan didukung oleh deskriptif kuantitatif serta tabulasi silang. Dari hasil penelitian, tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan sudah cukup tinggi dimana pada tahap perencanaan 74%, tahap pelaksanan 82% dan tahap pengawasan 83%. Hal ini terlihat dari keaktifan menghadiri, mengajukan usulan dan saran, membantu material, pemikiran, uang, tenaga dan keahlian lapangan untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Dari hasil regresi linear berganda didapatkan faktor usia, pendidikan dan pekerjaan sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat berperan aktif dalam program PPIP ini. Ada dua faktor lainnya yaitu jenis kelamin dan penghasilan tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Suhendar (2012), tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Di Desa Karyasari Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Pandeglang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam PNPM Mandiri pada tahun Teori yng digunakan dalam penelitian ini adalah teori partisipasi masyarakat menurut Cohen dan Uphoff. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik analisis data data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat dalam PNPM Mandiri di Desa Karyasari tahun sangat kurang, hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi dan ajakan dari aparatur Desa Karyasari. 2.6 Kerangka Konseptual

11 Maksud dari adanya kerangka konseptual adalah memberikan gambaran untuk dijadikan acuan penelitian yang akan dilakukan. Tahap awal dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang bersumber dari data primer dan data sekunder. Kerangka konseptual ini menggambarkan bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang yang dapat dilihat melalui tiga tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan (Sutami, 2009). Selanjutnya, dilakukan tabulasi silang antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan penghasilan) dengan ketiga tahapan kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauhmana hubungan sosial ekonomi dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan sanitasi air bersih di Kecamatan Rawang, maka secara ringkas kerangka pemikiran teoritis yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.6

12 Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

BAB IITINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi Berasal dari Bahasa Inggris yaitu Participation yang artinya

BAB IITINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi Berasal dari Bahasa Inggris yaitu Participation yang artinya BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Defenisi Partisipasi Partisipasi Berasal dari Bahasa Inggris yaitu Participation yang artinya pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Juliantara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini: Studi Literatur

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1 Pengertian partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam bahasa Indonesia mengambil bagian atauturut serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kegiatan program pembangunan tersebut. dengan sebutan pembangunan partisipatif. Pembangunan partisipatif yaitu

BAB I PENDAHULUAN. setiap kegiatan program pembangunan tersebut. dengan sebutan pembangunan partisipatif. Pembangunan partisipatif yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi (terpusat) ke desentralisasi (otonomi daerah) mempengaruhi pelaksanaan pembangunan di negeri ini. Dimana dahulunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konseppartisipasiataupun partnership dan participationini pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. Konseppartisipasiataupun partnership dan participationini pertama kali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Partisipasi masyarakat dan pembangunan Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berbasiskan partisipasi. Konseppartisipasiataupun partnership dan participationini

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh 11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah kritisnya sejumlah daerah aliran sungai (DAS) yang semakin

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT.

PUSANEV_BPHN. : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT. Nama : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT. 03 Status : Kawin Jabatan : Ketua Komisi Informasi Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan

BAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Partisipasi Masyarakat Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan 6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT 41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Aspirasi, Kebutuhan dan Keinginan Masyarakat Kebutuhan menurut Dwiyanto dkk (2003) adalah sesuatu rasa baik itu dalam bentuk produk, jasa, pelayanan, kesenangan dan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI (Oryza sativa L) JAJAR LEGOWO 4 : 1 (Studi Kasus pada Kelompoktani Gunung Harja di Desa Kalijaya Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih

PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan psikologis

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari analisis data mengenai Dampak Pemberdayaan Masyarakat bagi Perempuan mengenai Pelaksanaan CSR PT. Badak NGL terhadap Anggota Perempuan Kelompok Tani Lestari

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA SUKAMERTA KECAMATAN RAWAMERTA KABUPATEN KARAWANG

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA SUKAMERTA KECAMATAN RAWAMERTA KABUPATEN KARAWANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA SUKAMERTA KECAMATAN RAWAMERTA KABUPATEN KARAWANG Oleh : Lukmanul Hakim, S.Ag, M.Si Abstrak Peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan desa sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Keduang, daerah hulu DAS Bengawan Solo, dengan mengambil lokasi di sembilan Desa di Kabupaten Wonogiri yang menjadi

Lebih terperinci

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages Tata Kelola Desa dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages GARIS BESAR 1 2 3 4 5 6 Latar Belakang Metodologi Waktu pelaksanaan Tujuan Studi Temuan utama Rekomendasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN Rudy Cahyadi 1) dan Bambang Syairudin 2) Manajemen Proyek, Magister

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir Sampai saat ini memang belum ditemukan definisi yang pasti mengenai wilayah pesisir karena batas-batas yang ada bisa berubah sewaktu-waktu, namun ada beberapa

Lebih terperinci

PENATAAN SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERDASARKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI TEPIAN SUNGAI KOTA PANGKALAN BUN ( )

PENATAAN SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERDASARKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI TEPIAN SUNGAI KOTA PANGKALAN BUN ( ) PENATAAN SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERDASARKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI TEPIAN SUNGAI KOTA PANGKALAN BUN ENY RUSMITA (3210201002) Pangkalan Bun adalah ibu kota Kabupaten Kotawaringin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kajian pengetahuan/persepsi masyarakat, berisi mengenai pandangan

Lebih terperinci

Evaluasi Program Pelatihan

Evaluasi Program Pelatihan FORUM Evaluasi Program Pelatihan Oleh : M. Nasrul, M.Si Evaluasi pelatihan adalah usaha pengumpulan informasi dan penjajagan informasi untuk mengetahui dan memutuskan cara yang efektif dalam menggunakan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Toni Mardiantono. L2D 300 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT Latar Belakang POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT 1. Sekitar 60 70 % penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan, maka Pembangunan Perdesaan harus mendapat prioritas yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI

BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI 5.1. Penggolongan dan Non- LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Bogak merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram

BAB I PENDAHULUAN. Desa Bogak merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Bogak merupakan wilayah pesisir yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Sebagai desa yang berada di wilayah pesisir,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 62 III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Indikator Variabel 1. Difinisi Variabel Definisi variabel dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No., (06) ISSN: 7-59 (0-97 Print) C88 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh di Kelurahan Kotalama Kota Malang Irwansyah Muhammad

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN PRODUKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI KANIA DALAM PRODUKSI SUSU KARAMEL (Kasus Desa Tajur Halang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor Jawa Barat) DEBI WIRANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan pedesaan adalah bagian dari usaha peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

SIDANG TESIS MAHASISWA: ARIF WAHYU KRISTIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Ir. SRI AMIRANTI SASTRO HUTOMO, MS

SIDANG TESIS MAHASISWA: ARIF WAHYU KRISTIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Ir. SRI AMIRANTI SASTRO HUTOMO, MS SIDANG TESIS PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN (Studi Kasus Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

PROGRAM, DAN KEGIATAN

PROGRAM, DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN 3.1. Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut

Lebih terperinci

SUKARLAN BIRRO ALLO ( )

SUKARLAN BIRRO ALLO ( ) SUKARLAN BIRRO ALLO (3208 201 821) Latar Belakang: 1. Permasalahan kependudukan dan masalah permukiman kumuh sebagai tempat tinggal masyarakat berpenghasilan rendah. 2. Tidak ada keberlanjutan dalam program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten IV. METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maladministrasi banyak terjadi di berbagai instansi pemerintah di Indonesia. Hal ini membuat masyarakat sebagai pengakses maupun pengguna layanan publik semakin

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso

Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-191 Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso Sekar Ayu Advianty dan Ketut Dewi Martha Erli Handayeni Program

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM AGROPOLITAN Partisipasi masyarakat dalam program agropolitan ditentukan oleh karakteristik responden. Bab ini membahas karakteristik partisipan yang dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

PERAN LURAH DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN MALUHU KECAMATAN TENGGARONG KABUPATEN KUTAIKARTANEGARA 1

PERAN LURAH DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN MALUHU KECAMATAN TENGGARONG KABUPATEN KUTAIKARTANEGARA 1 PERAN LURAH DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI KELURAHAN MALUHU KECAMATAN TENGGARONG KABUPATEN KUTAIKARTANEGARA 1 Heru Arnanda 2 Abstrak Kelurahan adalah pembagian wilayah administrasi yang ada di

Lebih terperinci

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG

PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN PELUANG WANITA BERPERAN GANDA DALAM KELUARGA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG KEMITRASEJAJARAN PRIA DAN WANITA DI KABUPATEN BANDUNG Oleh : Dra. Sofi Sufiarti. A ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB II KERANGKA TEORITIS BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kepemimpinan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan setiap stakeholder pertanian. Petani yang terbelenggu kemiskinan merupakan ciri bahwa penyuluhan pertanian masih perlu

Lebih terperinci

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol. 6 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2018 Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak bukan lagi sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia, karena pajak mempunyai peranan yang sangat besar dalam menjalankan roda pemerintahan. Sebagian

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah berimplikasi pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian, Fungsi, dan Klasifikasi Anggaran Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris participation yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris participation yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Partisipasi Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatkan peranan publik ataupun pembangunan, dapat dikembangkan melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita yang kompleks namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Partisipasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik yang di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata Partisipasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik yang di BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Partisipasi Kata Partisipasi telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik yang di ucapkan para ahli maupun orang awam. Sampai saat ini belum ada pengertian

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA. Oleh : RENALDO DELEON PAULUS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN MINAHASA Oleh : RENALDO DELEON PAULUS Salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom adalah bidang pendidikan. Penyelenggaraan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Setiap melakukan penelitian ilmiah perlu ditetapkan metode. Suatu metode penelitian akan memberikan arah dan cara untuk memecahkan suatu permasalahan penelitian

Lebih terperinci

RINGKASAN MATA KULIAH BAB 2 LANGKAH-LANGKAH AUDIT

RINGKASAN MATA KULIAH BAB 2 LANGKAH-LANGKAH AUDIT Nama : Sugeng Setya C. Jurusan : Akuntansi Angkatan : 2008 RINGKASAN MATA KULIAH BAB 2 LANGKAH-LANGKAH AUDIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam melakukan audit, seorang auditor haruslah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi controlling dalam rangka tercapainya kualitas pelayanan. Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. fungsi controlling dalam rangka tercapainya kualitas pelayanan. Tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Camat berperan dalam mengatur dan mengorganisasikan agar pegawaipegawainya dapat bekerjasama secara maksimal dengan mendayagunakan semua potensi sumber daya

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pada bagian ini disajikan tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberapa konsep yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep partisipasi masyarakat Partisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Keith davis (1995) menjelaskan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA (BANTUAN KEUANGAN PEUMAKMU GAMPONG, BKPG) DI PROVINSI ACEH Latar Belakang dan Dasar Pemikiran Provinsi Aceh telah mencatat kemajuan yang mengesankan menuju pemulihan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Suparlan (dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Suparlan (dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kemiskinan 1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan didefinisikan banyak arti, tetapi secara umum kemiskinan membicarakan suatu standar tingkat hidup yang rendah. Suparlan (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Latar belakang permasalahan menguraikan alasan mengapa suatu penelitian layak untuk dilakukan. Bagian ini menjelaskan tentang permasalahan dari sisi teoritis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 24 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala dan hambatan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kawasan Konservasi Perairan 1. Pengertian Kawasan Konservasi Perairan Definisi Kawasan Konservasi Perairan menurut IUCN (Supriharyono, 2009)adalah suatu kawasan laut atau paparan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci