BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan. Ketoprofen adalah sebuah NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) yang biasa digunakan dalam terapi rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan kram perut yang terkait dengan nyeri saat menstruasi (Rençber dkk., 2009). Ketoprofen susah larut pada air sehingga digolongkan pada BCS (Biopharmaceutical Classification System) kelas II, memiliki permeabilitas yang baik pada membran biologis, tetapi kelarutan rendah. Kelarutan merupakan faktor yang berperan penting dalam proses penyerapan obat. Kelarutan yang rendah akan menjadi rate limiting step dalam proses absorpsi ketoprofen gastrointestinal, sehingga membuat waktu untuk timbulnya efek menjadi lebih lambat (Nagabandi dkk., 2011). SNEDDS adalah penghantaran obat yang merupakan campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan dan obat secara spontan membentuk nanoemulsi sesaat setelah bercampur dengan air (Patel dkk., 2011), diharapkan akan terbentuk nanoemulsi secara spontan melalui metode SNEDDS. Suatu obat lipofil jika diformulasikan menjadi SNEDDS akan berada dalam fase minyak dan dengan bantuan surfaktan maka obat akan terdispersi secara merata dalam media air dalam bentuk globul berukuran nanometer. Oleh sebab itu perlu dilakukan formulasi ke dalam bentuk SNEDDS pada ketoprofen yang mampu mengatasi masalah kelarutan sehingga dapat meningkatkan absorpsi. Bentuk nanoemulsi akan meningkatkan kemampuan absorbsi dan pencapaian obat menuju sel target (Rawat dkk., 2006). Formula SNEDDS

2 2 Ketoprofen yang digunakan adalah asam oleat sebagai fase minyak, Tween 20 sebagai surfaktan, dan propilen gllikol sebagai ko-surfaktan. Penelitian ini dilakukan evaluasi pada komposisi Tween 20 dan propilen glikol dalam formula SNEDDS terhadap kecepatan difusi dan jumlah ketoprofen terdifusi melalui membran usus secara in-vitro. Evaluasi dilakukan terlebih dahulu pada kemampuan difusi SNEDDS ketoprofen secara in-vitro, untuk mengetahui apabila formulasi dapat mempengaruhi permeabilitas ketoprofen. Tween 20 digunakan sebagai surfaktan non-ionik yang memiliki HLB tinggi (16,7) membantu dalam pembentukan nanoemulsi o/w dengan cepat dalam media berair (Bharathi dkk., 2013), propilen glikol sebagai ko-surfaktan yang mampu membantu meningkatkan disolusi dan absorpsi obat pada formula yang dibuat dengan penambahan surfaktan (Han dkk., 2011). Menurut Kibbe (2000) penggunaan asam oleat dalam sediaan obat peroral dapat membantu meningkatkan bioavailibilitas obat yang sukar larut dalam air karena bertindak sebagai enhancer. Formula SNEDDS ketoprofen dengan komposisi Tween 20 dan propilen glikol yang memiliki kecepatan absorpsi dan jumlah obat terdifusi optimum dilakukan uji disolusi untuk mengetahui mengetahui profil dan kinetika orde dari pelepasan obat yang selanjutnya dapat mengetahui karakteristik dari formula optimum SNEDDS. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh komposisi Tween 20 dan propilen glikol dalam SNEDDS ketoprofen terhadap kecepatan dan jumlah ketoprofen terdifusi melalui membran usus terisolasi secara in-vitro? 2. Bagaimana profil dan kinetika orde disolusi ketoprofen pada formula optimum SNEDDS? C. Tujuan Penelitian

3 3 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pengaruh komposisi Tween 20 dan propilen glikol dalam SNEDDS ketoprofen terhadap kecepatan difusi dan jumlah ketoprofen terdifusi melalui membran usus secara invitro. 2. Mengetahui profil disolusi dan kinetika orde disolusi ketoprofen pada formula optimum SNEDDS. D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini adalah bentuk usaha untuk mendapatkan formula SNEDDS Ketoprofen dengan komposisi Tween 20 dan propilen glikol yang optimum setelah dilakukan uji in-vitro terhadap kecepatan difusi obat serta mengetahui profil pelepasan ketoprofen pada formula SNEDDS optimum. E. Tinjauan Pustaka Ketoprofen Ketoprofen adalah asam 2-(3-benzoilfenil) propionat dengan bentuk fisik berupa serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 16 H 14 O 3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Costa dkk. (2012) menyebutkan ketoprofen memiliki permeabilitas yang tinggi, dapat terionisasi, dan memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Ketoprofen memiliki pka sebesar 4,45 pada suhu 25 C, kelarutan 0,253 mg/ml di air dengan suhu 37 o C, dan log P 3,31 (Shohin dkk., 2012). Kelarutan ketoprofen diketahui larut dalam pelarut organik seperti etanol, kloroform, eter, dan dimetil

4 4 formamida, serta memiliki titik lebur antara 92,0 97,0 o C (USP Convention, 2007). Nilai ketoprofen dalam larutan alkali adalah 647a (λ 262nm) sedangkan pada larutan asam adalah sebesar 665a (λ 260 nm) (Moffat dkk., 2011). Gambar 1. Struktur kimia ketoprofen Secara kimia, ketoprofen merupakan senyawa asam lemah. Keberadaan atom karbon kiral pada sisi rantai asam propionat memberikan efek penghambatan terhadap produksi prostaglandin dan munculnya inflamasi. Halter dkk. (2001) juga menjelaskan bahwa ketoprofen dan obat-obat anti-inflamasi non-steroid lainnya yang merupakan asam lemah, akan tetap berada pada bentuk tak terionkan yang lipofilik saat berada pada suasana asam di lambung. Pada kondisi tersebut, ketoprofen akan berpindah melewati membran lipid dari sel epithelial, yang akan menyebabkan terjadinya luka sel saat obat dalam bentuk tak terionkan tersebut terjebak dalam sel. Berdasarkan hasil uji farmakokinetika, diketahui bahwa ketoprofen memiliki waktu paruh eliminasi 2-4 jam, sehingga sangat cepat dieliminasi dari dalam tubuh. Oleh karenanya, diperlukan pemberian ketoprofen yang lebih sering untuk dapat menjaga konsentrasi terapetiknya dalam darah (Vergote dkk., 2002). SNEDDS SNEDDS merupakan hasil pengembangan formulasi yang terfokus pada sistem nanoemulsi berbasis lipid yang berguna untuk meningkatkan bioavailibilitas oral obat-obat yang

5 5 sukar larut air (Balakrishnan dkk., 2009 ; Cui dkk., 2009; Woo dkk., 2008). SNEDDS berguna dalam pembentukan nanoemulsi o/w secara spontan saat kontak dengan cairan usus dan proses agitasi yang ringan dengan bantuan gerakan pada lambung dan usus. (Nazzal dkk., 2002). Nanoemulsi yang dihasilkan oleh SNEDDS memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm yang terdispersi secara merata dalam saluran cerna sehingga dapat mempercepat dan meningkatkan proses absorpsi obat pada saluran cerna (Han dkk., 2011). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan. Minyak sebagai fase pembawa obat, surfaktan sebagai pengemulsi minyak ke dalam air, dan ko-surfaktan untuk membantu tugas surfaktan sebagai pengemulsi. Pengaruh surfaktan di dalam uji disolusi adalah sebagai zat pembasah, membantu dalam pembentukan solubilisasi. Peran dalam meningkatkan kelarutan zat aktifnya bergantung pada konsentrasi surfaktan yang digunakan (Fudholi, 2013). Proses nanoemulsifikasi, ukuran tetesan, dan kelarutan obat pada SNEDDS tergantung pada sifat fisikokimua minyak. Sebagai fase minyak digunakan asam oleat, yang mampu melarutkan obat secara maksimal sebagai pembawa dan dapat membentuk nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang diharapkan (Makadia dkk., 2013). Dalam hal ini kelarutan obat di fase minyak merupakan kriteria penting untuk penentuan minyak yang akan digunakan sebagai pembawa (Azeem dkk., 2009). Semakin banyak obat yang dapat dibawa oleh minyak berarti semakin efisien SNEDDS yang dibuat. Asam oleat (nama IUPAC : cis-9-octadecenoic acid, singkatan lipid 18:1 cis-9) adalah asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid) yang dapat diperoleh dari sumber nabati atau hewani, memiliki bobot molekul 282,47 g/mol dan berwarna kuning pucat atau kuningkecoklatan (NIST, 2014). Asam oleat memiliki titik leleh 13 C dan titik didih 300 C

6 6 (Sciencelab, 2014). Asam oleat mampu meningkatkan bioavailabilitas obat yang sukar larut dalam air dengan cara bertindak sebagai agen pengemulsi (Kibbe, 2000). Pemilihan asam oleat berdasarkan pada kapasitas drug loading yang besar serta kemampuan self-emulsifying yang tinggi pada formula SNEDDS atorvastatin dengan emulsification time detik dan ukuran tetesan nm (Kurakula dan Miryala, 2013). Gambar 2. Struktur kimia asam oleat Penentuan surfaktan berkaitan dengan kemampuan emulsifikasi pada SNEDDS yang akan terdispersi secara cepat dalam kondisi pengadukan ringan (Patel dkk., 2011). Adanya penambahan surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan pada antar muka sehingga akan terbentuk tetesan nanoemulsi yang stabil (Costa dkk., 2012). Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan HLB berkisar antara Penggunaan surfaktan nonionik dengan nilai HLB tinggi akan membantu dalam pembentukan nanoemulsi o/w dengan cepat dalam media berair (Bharati dkk., 2013). Surfaktan nonionik lebih sering digunakan mengingat sifatnya yang kurang terpengaruh oleh ph, aman, dan biokompatibel sehingga penggunaan surfaktan nonionik lebih sering daripada ionik dan umumnya surfaktan nonionik diizinkan untuk penggunaan melalui rute oral (Azeem dkk., 2009; Patel dkk., 2011). Surfaktan non-ionik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tween 20 yang memiliki HLB 16,7 dan bobot molekul sekitar 1225 g/mol (Sigma, 2014). Hasil formulasi SNEDDS clotrimazole dengan komposisi 10% asam oleat sebagai fase minyak, 60% Tween 20 sebagai surfaktan, serta 15% PEG 200 dan 15% n-butanol sebagai ko-

7 7 surfaktan menghasilkan ukuran tetesan sebesar 81 nm (Kassem dkk., 2010). Struktur rantai alkil surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti yang dimiliki oleh Tween, suatu turunan polioksi sorbitol dan asam oleat (Rao & Shao, 2008). Hasil penelitian Wang dkk.(2008) disebutkan bahwa Tween 20 yang berperan dalam emulsifikasi dapat meningkatkan efek antiinflamasi dan absorbsi curcumin dalam bentuk nanoemulsi di saluran usus. O O w O O O x OH HO O z O y OH w+x+y+z=20 Gambar 3. Struktur kimia Tween 20 Ko-surfaktan berupa senyawa ampifilik yang memiliki afinitas terhadap fase air dan minyak. Oleh sebab itu penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung surfaktan akan meningkatkan disolusi dan absorpsi obat pada formula yang dibuat (Han dkk., 2011). Kosurfaktan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah propilen glikol, merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan umum digunakan sebagai ko-solven (Rowe dkk., 2009). Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol

8 8 Propilen glikol memiliki HLB 3,4 dan diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan, obat-obatan, dan juga kosmetik (FDA, 2014; Ansel, 2011). LD 50 akut propilen glikol pada mencit adalah mg/kg dan mg/kg pada tikus (Sciencelab, 2014). Formula SNEDDS tamoksifen yang dibuat oleh Elnaggar dkk. (2009) menggunalan propilen glikol sebesar 16,4% dan menghasilkan ukuran tetesan sebesar 150 nm. Uji Difusi Side by Side (horizontal permeation) secara In-Vitro Uji difusi dilakukan untuk mengetahui studi absorbsi dari formula SNEDDS Ketoprofen. Pada uji difusi digunakan usus tikus yang terisolasi pada Ussing Chamber Apparatus. Uji difusi ini dapat digunakan untuk memperoleh parameter kinetik transport obat di dalam usus serta mempelajari pengaruh enhancer dalam absorbsi obat. Gambar 5. Skema alat uji difusi side by side (horizontal permeation) (Sari, 2012) Pengujian terhadap daya absorbsi obat dengan isolasi usus tikus adalah sebagai studi pendahuluan obat yang tertransport di usus dan untuk mengestimasi level first pass metabolism melewati kompartemen pada sel epithelial usus. Pada penelitian ini untuk memperoleh jumlah

9 9 kumulatif dari obat yang tertransport dari tiap-tiap formula dengan berbagai kadar surfaktan dan ko-surfaktan yang dapat berguna sebagai enhancer. Uji Disolusi Salah satu faktor penentu peningkatan bioavailibilitas adalah kemampuan disolusi suatu zat aktif. Apabila zat aktif memiliki kelarutan yang rendah dalam medium gastrik dan intestinal akan berdampak pada kemampuan absorpsi. Pengatasan masalah pada kelarutan yang rendah adalah dengan penambahan eksipien seperti contohnya penambahan surfaktan (Fudholi, 2013). Akan tetapi, komposisi surfaktan yang digunakan perlu dilakukan evaluasi sehingga pengaruhnya berbanding lurus pada peningkatan kelarutan. Salah satu alat yang digunakan untuk evaluasi adalah USP XXIII aparatus II (dayung). Hasil data uji disolusi diungkapkan dengan pemakaian Dissolution Efficiency (DE) berupa pengamatan kecepatan disolusi obat dalam suatu mediam. DE merupakan perbandingan luas di bawah kurva disolusi dengan luas segiempat seratus persen zat aktif terlarut dalam medium pada waktu tertentu, digambarkan ke dalam persamaan: ( )... (1) : Disolusi Efisiensi pada waktu t : Luas di bawah kurva zat aktif terlarut pada waktu t : Luas segi empat 100% zat aktif larut dalam medium pada waktu t Proses disolusi merupakan proses kinetik diamati dari pengamatan terhadap jumlah zat aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu, digambarkan ke dalam persamaan matematis Noyes dan Whitney : dw/dt = D.S/h (Cs-C)... (2) atau

10 10 dc/dt = D.S / V.h (Cs-C)... (3) dw/dt = kecepatan disolusi zat aktif (gram/waktu) D = koefisien difusi zat yang terlarut dalam medium h = tebal lapisan tipis (film-difusi) Cs = konsentrasi dalam keadaan saturasi C = konsentrasi zat aktif pada waktu t S = luat kontak muka zat aktif medium Menurut Mouzam dkk.(2011) kinetika pelepasan obat dapat ditentukan dengan menemukan fitting terbaik dari data pelepasan obat ke dalam plot persamaan orde nol atau orde satu. a. Kinetika Orde Nol Disolusi obat dari bentuk sediaan lepas lambat idealnya mengikuti kinetika orde nol yaitu pelepasan obatnya konstan dari awal sampai akhir (Dash dkk, 2010). Kinetika pelepasan orde nol terjadi pada sediaan yang tidak mengalami disintegrasi seperti sistem penghantaran transdermal, implan, serta sistem penghantaran lepas terkontrol secara oral. Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde nol terjadi melalui mekanisme erosi. Hal tersebut dipresentasikan melalui persamaan : Qt = Q 0 + K 0.t...(4) Keterangan : Qt = jumlah obat terlarut dalam waktu t (menit) Q 0 = jumlah obat mula-mula dalam larutan, biasanya Q=0 (mg) K 0 = konstanta pelepasan orde nol (mg/menit) Persamaan orde nol diperoleh dari plot persen obat terdisolusi sebgai fungsi waktu. Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya menjadi (Arora dkk, 2005) : Log F = K 0 x t...(5) Keterangan : F = fraksi obat terdisolusi (mg) t = waktu (menit) K 0 = konstanta pelepasan obat orde nol (mg/menit)

11 11 b. Kinetika Orde Satu Profil kinetika orde satu ini misalnya dapat dijumpai pada bentuk sediaan farmasetik yang berisi obat larut air dalam matriks berpori (Mulye dan Turco, 1995), dimana obat yang terlepas sebanding dengan jumlah obat mula-mula dalam sediaan (Mouzam dkk, 2011). Pelepasan obat yang mengikuti kinetika orde satu terjadi secara difusi. Kinetika orde satu dapat direpresentasikan melalui persamaan:...(6) Keterangan: Qt = jumlah obat yang terlepas dalam waktu t (mg) Qo = jumlah obat mula-mula dalam larutan (mg) k 1 = konstanta pelepasan orde 1 (menit -I ) Persamaan orde satu diperoleh dari plot log persen obat terdisolusi sebagai fungsi waktu. Bila digunakan fraksi pelepasan obat, persamaannya adalah (Arora dkk, 2005):...(7) Keterangan: F = fraksi obat yang terlarut (mg) t = waktu (menit) k, = konstanta pelepasan orde satu (menit -1 ) WinSAAM WinSAAM merupakan permodelan sistem biologi yang berbasis Windows dengan menggunakan model matematis. Keunggulan WinSAAM antara lain: mudah dioperasikan, untuk sistem linier dan nonlinier dikerjakan dengan perintah umum, otomatis fitting data tanpa perlu menerjemahkan model konstruksi, secara otomatis menentukan parameter linier dan nonlinier sesuai model konstruksi, fleksibel untuk berbagai model, fasilitas spreadsheet memungkinkan output hasil pengolahan data dapat diekspor secara langsung ke excel atau sistem spreadsheet lainnya (Linares dan Boston dkk., 2010).

12 12 Simplex Lattice Design menggunakan piranti lunak Design Expert versi Simplex Lattice Design merupakan suatu cara untuk menentukan optimasi pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalama beberapa bagian. Salah satu penggunaan Simplex Lattice Design adalah untuk pengoptimasian kadar komponen suatu formula sediaan padat (Bolton, 1997) metode ini dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan yang menghasilkan formulasi dengan variabel atau hasil yang ditentukan adalah yang paling baik. Respon surface dan daerah optimum dapat diperoleh dengan penerapan Simplex Lattice Design. Implementasi dari Simplex Lattice Design dengan menyiapkan berbagai macam formula yang mengandung kosentrasi berbeda dari beberapa bahan. Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam ruang simplex (simplex space). Walaupun konsentrasi kompenen-komponen penyusun berbeda, namun jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula Hasil ekperimen digunakan untuk membuat persamaan polinomial (simplex) dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton, 1997). Persamaan Simplex Lattice Design : Y = a(a) + b(b) + ab(a)(b)... (8) Keterangan : Y : respon atau efek yang dihasilkan a, b, ab : koefisien yang dapat dihitung dari percobaan (A) dan (B) : kadar komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus satu bagian Hasil persamaan dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris yang sekiranya dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex (Bolton, 1997) Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Design Expert v Pertama, dimasukkan variabel-variabel yang digunakan, lalu data yang diperoleh langsung dimasukkan ke dalam program. Masing-masing parameter uji yang dilakukan terhadap sifat fisik tablet diberi

13 13 pembobotan sesuai prioritas kemudian data diolah. Selanjutnya akan diperoleh hasil formula yang memberikan sifat fisik paling optimum. Setelah diperoleh formula paling optimum kemudian dilakukan verifikasi untuk formula optimum dan formula pembanding. Hasil verifikasi kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan yang diperoleh (prediksi). Hasil perbandingan akan diperoleh perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil verifikasi apakah berbeda secara bermakna atau tidak, sehingga akan dapat disimpulkan apakah hasil valid (dapat dipercaya) atau tidak valid (tidak dapat dipercaya). F. Landasan Teori SNEDDS merupakan formula yang terdiri dari minyak sebagai pembawa, surfaktan sebagai emulgator, dan ko-surfaktan yang membantu proses emulsifikasi. SNEDDS meningkatkan absorbsi pada penggunaan peroral yang bertujuan meningkatkan bioavailibilitas ketoprofen. SNEDDS berguna dalam pembentukan nanoemulsi o/w secara spontan saat kontak dengan cairan usus dan proses agitasi yang ringan dengan bantuan gerakan pada lambung dan usus Ketoprofen merupakan obat golongan NSAIDs yang berguna untuk menghambat terbentuknya mediator-mediator nyeri seperti prostaglandin, sehingga obat ini sebagai analgesik nyeri rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan kram perut. Kelemahan ketoprofen pada kelarutan yang rendah sedangkan pada permeabilitas ketoprofen baik sehingga digolongkan pada BCS kelas II. Efek dari kelarutan yang buruk akan berdampak pada rendahnya bioavailibilitas ketoprofen di dalam tubuh pada penggunaan peroral. SNEDDS ketoprofen dibuat dengan menggunakan surfaktan Tween 20, yang diketahui mampu meningkatkan absorbsi dengan cara membentuk nanoemulsi pada saluran usus. Penambahan ko-surfaktan propilen glikol pada formula yang mengandung surfaktan akan

14 14 meningkatkan disolusi dan absorpsi obat pada formula yang dibuat. Pembentukan nanoemulsi tidak terlepas dari peran surfaktan dan ko-surfaktan dalam formula SNEDDS yang akan meningkatkan kelarutan obat tersebut ketika berada di dalam badan. Penggunaan Tween 20 dan propilen glikol pada SNEDDS ketoprofen diperkirakan tidak menghambat permeabilias dari ketoprofen sehingga perlu dilakukan uji difusi memastikan serta memperoleh parameter yang dapat digunakan sebagai penentuan formula optimum. Uji disolusi pada formula optimum SNEDDS ketoprofen dilakukan untuk mengetahui profil disolusi serta kinetika orde disolusi pada ketoprofen pada komposisi SNEDDS optimum. G. Hipotesis 1. Komposisi Tween 20 dan propilen glikol dalam SNEDDS ketoprofen dapat meningkatkan kecepatan difusi dan jumlah ketoprofen terdifusi melalui membran usus secara in-vitro. 2. Formula SNEDDS optimum memberikan pengaruh pada pelepasan obat ketoprofen ditunjukkan pada profil pelepasan dan kinetika orde disolusi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten. Ketoprofen secara luas digunakan untuk pengobatan akut dan jangka panjang rheumatoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rute oral telah menjadi rute utama penghantaran obat untuk pengobatan berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami hambatan karena lipofilisitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki berbagai jenis tumbuhan, di antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk mengobati berbagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok nonstreoid yang banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis (Główka dkk., 2011). Penggunaan

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi kelainan musculoskeletal, seperti artritis rheumatoid, yang umumnya hanya meringankan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Obat anti-inflamasi non steroid (AINS) banyak dimanfaatkan pada pengobatan kelainan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, teknologi di bidang farmasi saat ini

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan populasi sebesar 256 juta jiwa. Indonesia menjadi negara terbesar kedua se-asia-pasifik yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam pengembangan formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini tidak hanya dapat digunakan sebagai alat utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi memiliki berbagai macam bentuk dengan cara pemberiannya yang berbeda-beda. Salah satu sediaan yang paling umum digunakan oleh masyarakat yaitu tablet,

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh : ALFA DWI WARSITI K. 100.040.055 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Dari jenis sedian obat yang ada, tablet (komprimat) dan jenis-jenis modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular (Voight, 1995). Tablet adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI Michrun Nisa 1), Abdul Halim Umar 1), Aisyah Fatmawati 2) 1) Akademi Farmasi Kebangsaan Makassar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA PENGEMBANGAN SEDIAAN TRANSDERMAL PATCH MELOKSIKAM TIPE MATRIKS DALAM BEBERAPA KOMBINASI POLIMER Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun PENGUSUL Lidya Ameliana, S.Si.,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 ASIL PERBAA DA PEMBAASA Faktor yang berpengaruh terhadap karakteristik mikrokapsul yang diteliti adalah kecepatan pengadukan, perbandingan konsentrasi ibuprofen dan gelatin, serta waktu pengerasan

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci