BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok nonstreoid yang banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis (Główka dkk., 2011). Penggunaan ketoprofen secara peroral dalam jangka waktu panjang dapat berpotensi menimbulkan efek samping pada saluran gastrointestinal. Salah satu cara untuk menghindari munculnya efek samping ketoprofen adalah dengan menghantarkannya secara transdermal. Sistem penghantaran transdermal bersifat selektif dan bekerja cepat pada lokasi pengaplikasian dengan tingkat efek samping yang kecil atau tidak ada sama sekali (Adachi dkk., 2011). Pada penelitian ini ketoprofen diformulasikan ke dalam bentuk sediaan nanoemulgel yang nantinya akan dihantarkan secara transdermal. Nanoemulgel merupakan suatu sistem sediaan nanoemulsi yang dikombinasikan dengan sediaan gel guna meningkatkan viskositas nanoemulsi sehingga dapat diaplikasikan dengan mudah pada kulit (Dhawan dkk., 2014; Arora dkk., 2014). Nanoemulsi merupakan dispersi halus minyak dalam air atau sebaliknya yang distabilkan oleh lapisan film atau molekul surfaktan dan kosurfaktan yang memiliki ukuran droplet kurang dari 200 nm (Shah dkk., 2010; Chen dkk., 2010). Menurut Mou dkk. (2007), nanoemulsi menawarkan beberapa keuntungan seperti mengurangi iritasi pada kulit, memiliki kemampuan permeasi yang baik, dan memiliki drug-loading yang tinggi dibandingkan sistem pembawa lain seperti mikroemulsi, liposom, atau solid lipid nanopartikel. Ukuran droplet 1

2 2 yang kecil dapat mencegah flokulasi sehingga homogenitas dan kestabilan sistem bisa terjaga (Arora dkk., 2014). Azeem dkk. (2009) mengoptimasi jumlah komposisi antara minyak, campuran surfaktan, dan air untuk membuat nanoemulsi yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Arora dkk. (2014) mengoptimasi beberapa surfaktan seperti: Transcutol P, propilen glikol, dan etanol yang ditambahkan Carbomer 940 untuk membuat nanoemulgel ketoprofen. Penelitian lainya dikemukakan oleh Bouchemal dkk. (2004) yang mengoptimasi jumlah air, campuran surfaktan dan ko-surfakatan, serta jumlah fase minyak dalam pembentukan nanoemulsi. Pada penelitian ini, jumlah komposisi Rice Bran il sebagai fase minyak, Tween 80- propilen glikol sebagai campuran surfaktan, dan air dioptimasi untuk membentuk suatu sediaan nanoemulsi yang memenuhi persyaratan ukuran dan stabilitas. Arora dkk. (2014) berhasil memformulasikan ketoprofen menjadi nanoemulgel yang memiliki ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 55,40 ± 0,58 nm dengan menggunakan asam oleat sebagai fase minyak, tween 80 dan Transcutol P sebagai campuran surfaktan, serta Carbomer 940 sebagai thickening agent. Bernardi dkk., (2011) menggunakan Rice Bran il dalam pembuatan nanoemulsi yang dikombinasikan dengan campuran sorbitan oleat-peg 30-minyak jarak sebagai surfaktan, dan menghasilkan ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 69 ± 17 nm. Jufri & Natalia (2014) menggunakan propilen glikol-tween 80 sebagai campuran surfaktan yang dikombinasikan dengan minyak jintan hitam dalam formulasi nanoemulsi yang memiliki ukuran tetesan sebesar 71,67 nm.

3 3 Singla dkk. (2012) memaparkan bahwa CMC-Na merupakan thickening agent yang cocok untuk digunakan sebagai penambah viskositas nanoemulsi. Mohammed (2001) mengemukakan bahwa 3% CMC-Na berpengaruh besar terhadap viskositas dan kemampuan permeabilitas natrium diklofenak pada kulit dibandingkan dengan sediaan yang beredar di pasaran. ptimasi formula nanoemulsi ketoprofen menggunakan Rice bran oil, Tween 80-propilen glikol, dan air dilakukan pada penelitian ini. Konsentrasi ketoprofen yang digunakan sebesar 2,5% berdasarkan penelitian Arora dkk. (2014). Rice Bran il sebagai fase minyak yang mengandung 38,4% asam oleat mampu melarutkan ketoprofen dengan baik. Tween 80 sebagai surfaktan hidrofil non-ionik banyak digunakan sebagai agen pengemulsi pada preparasi emulsi /W yang stabil karena memiliki HLB 15,0, sedangkan propilen glikol sebagai kosurfaktan memiliki HLB 3,4. Nanoemulsi bertipe /W yang stabil memiliki nilai HLB campuran lebih besar daripada 10,0 (Sevcikova dkk., 2011). Nanoemulsi optimum yang terbentuk kemudian ditambahkan CMC-Na sebagai thickening agent, kemudian diuji organoleptis, homogenitas, ph, viskositas, daya sebar, daya lekat, keseragaman kandungan, dan ukuran tetesan nanoemulsi dari sediaan nanoemulgel tersebut. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kombinasi Rice Bran il, Tween 80-propilen glikol, dan air dapat menghasilkan sediaan nanoemulsi ketoprofen yang homogen dan stabil dengan ukuran tetesan kurang dari 200 nm?

4 4 2. Bagaimanakah pengaruh penambahan CMC-Na sebagai thickening agent terhadap ukuran droplet nanoemulsi yang dibuat? 3. Apakah penambahan CMC-Na sebagai thickening agent dapat menghasilkan nanoemulgel dengan ph mendekati ph kulit, viskositas, daya sebar, dan daya lekat yang sesuai untuk penghantaran transdermal, serta kandungan ketoprofen yang seragam? C. Tujuan 1. Membuat nanoemulsi ketoprofen dengan campuran Rice Bran il, Tween 80, propilen glikol, dan air yang homogen dan stabil dengan ukuran tetesan kurang dari 200 nm. 2. Mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na sebagai thickening agent terhadap ukuran droplet nanoemulsi. 3. Mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na sebagai thickening agent dalam pembuatan nanoemulgel yang memiliki ph mendekati ph kulit, viskositas, daya sebar, dan daya lekat yang sesuai untuk penghantaran transdermal, serta kandungan ketoprofen yang seragam. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi ketoprofen dalam bentuk nanoemulgel sehingga dapat menjadi alternatif lain dalam memformulasikan ketoprofen terutama untuk penggunaan secara transdermal.

5 5 E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen CH 2 CH 3 H Gambar 1. Struktur Ketoprofen (Asyarie dkk., 2007) Nama kimia ketoprofen adalah asam 2-(3-benzoilfenil) propionat yang merupakan bagian dari kelompok derivat 2-arylpropionic acid (2-APA). Ketoprofen berbentuk serbuk hablur, putih, tidak berbau, dan praktis tidak larut dalam air, namun sangat mudah larut dalam alkohol, kloroform, dan eter (Depkes RI, 1995). Dosis pemakaian ketoprofen adalah 75 mg tiga kali sehari atau 50 mg empat kali sehari. Dosis tertinggi ketoprofen yang direkomendasikan untuk penggunaan oral adalah 300 mg (FDA, 2010). Ketoprofen merupakan senyawa asam lemah dengan nilai pka sekitar 4,6 (Sheng dkk., 2006). Ketoprofen memiliki kelarutan dalam air yang rendah (0,13 mg ml -1 pada 25 C), sehingga menjadi masalah pada formulasi dan membatasi aplikasi terapeutiknya (Kantor, 1986). Ketoprofen merupakan salah satu obat anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang paling umum digunakan. bat anti-inflamasi non-steroid (AINS) merupakan kategori penting dari obat yang banyak digunakan dalam mengobati gangguan otot-tulang, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis, serta beberapa gejala akibat lesi traumatik. Pemberian ketoprofen secara oral dapat menimbulkan beberapa efek samping, salah satunya iritasi gastrointestinal. Efek samping tersebut dapat memperburuk ginjal dan kardiovaskular yang pada akhirnya

6 6 menyebabkan kematian jika digunakan secara terus-menerus (Arora dkk., 2014). Ketoprofen memiliki logaritma hampir optimal untuk koefisien distribusi (noktanol/air) sebesar 2,94 sehingga ketoprofen menyebar melalui kulit jauh lebih cepat dan intens. Ketoprofen juga memiliki berat molekul yang rendah (260 dalton), sehingga ketoprofen cocok digunakan sebagai obat transdermal (Yano dkk., 1986). Arora dkk. (2014) telah melakukan penelitian bahwa 2,5% ketoprofen yang diformulasi menjadi nanoemulgel menggunakan 6% asam oleat, 35% Tween 80-Transcutol P, dan 0,6% Carbomer 940 dapat membentuk nanoemulgel yang memiliki ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 55,40 ± 0,58 nm dan memiliki kosistensi sesuai untuk sediaan transdermal. 2. Nanoemulsi Nanoemulsi merupakan dispersi halus minyak dalam air atau sebaliknya yang distabilkan oleh lapisan film atau molekul surfaktan dan ko-surfaktan yang memiliki ukuran droplet kurang dari 100 nm dan biasanya memiliki rata-rata ukuran droplet kurang dari 200 nm (Shah dkk., 2010; Shakeel dkk., 2007). Menurut Mou dkk. (2007), nanoemulsi menawarkan beberapa keuntungan seperti mengurangi iritasi pada kulit, memiliki kemampuan permeasi yang baik, dan memiliki drug-loading yang tinggi dibandingkan sistem pembawa lain seperti mikroemulsi, liposom, atau solid lipid nanopartikel. Ukuran droplet yang sangat kecil bisa menurunkan gravity force dan gerak Brown yang dipengaruhi oleh gravitasi. Ukuran droplet yang kecil juga dapat mencegah flokulasi sehingga homogenitas sistem bisa terjaga. Nanoemulsi merupakan sistem penghantaran obat yang efektif utuk sediaan transdermal karena memberikan penetrasi obat

7 7 yang cepat (Lovelyn & Attama, 2011). Rendahnya viskositas nanoemulsi menjadi masalah apabila digunakan untuk sediaan topikal sehingga perlu ditambahkan thickening agent untuk meningkatkan viskositas nanoemulsi (Arora dkk., 2014). Nanoemulsi dibuat dengan mencampurkan air, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Minyak berfungsi sebagai pembawa obat yang akan digunakan. Surfaktan berfungsi sebagai penurun tegangan muka dan penstabil lapisan film antar muka. Ko-surfaktan digunakan untuk meningkatkan fungsi surfaktan sebagai penurun tegangan muka. bat yang bersifat hidrofob dapat dilarutkan ke dalam fase minyak kemudian dicampurkan ke dalam fase air dengan bantuan surfaktan dan ko-surfaktan hingga membentuk suatu emulsi dengan tipe /W (Kute & Saudagar, 2013). Pada penelitian ini digunakan nanoemulsi sebagai pembawa ketoprofen untuk meningkatkan permeabilitas ketoprofen karena nanoemulsi mampu memberikan keuntungan seperti: ukuran partikel yang kecil; stabilitas yang baik; dan memberikan sediaan yang homogen. Komponen utama nanoemulsi: a. Minyak Fase minyak memiliki peranan yang penting dalam formulasi nanoemulsi karena sifat fisikokimia minyak, seperti volume molekul, polaritas dan viskositas, secara signifikan meningkatkan spontanitas proses nanoemulsifikasi, ukuran tetesan dari nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang digunakan pada formulasi nanoemulsi adalah minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal dan juga mampu menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang

8 8 diharapkan (Makadia dkk., 2013). Pada penelitian ini fase minyak yang digunakan adalah Rice Bran il. Minyak sayur adalah produk alami yang tersusun atas lemak yang bisa dibagi menjadi dua kelas, yaitu saponifiable dan non-saponifiable. Lemak yang bersifat saponifiable merupakan kelompok gugus fungsi ester yang dapat dihidrolisis seperti trigliserida, asam lemak bebas, dan wax. Sedangkan lemak yang bersifat non-saponifiable adalah kelompok fat-soluble, vitamin (A dan E), dan kolesterol 90% hingga 96%. Rice Bran il terdiri dari lemak saponifiable, termasuk 38,4% asam oleat, 34,4% asam linoleat, 2,2% asam lemak linoleat tidak jenuh, 21,5% asam lemak palmitat jenuh, dan 2,9% asam lemak stearat jenuh. Fraksi non-saponifiable dari Rice Bran il berjumlah sekitar 2% hingga 4%. Komposisi ini membuat Rice Bran il memiliki nutrisi yang tinggi dibanding dengan minyak sayur lain, seperti minyak bunga matahari (1,4%), groundnut (0,2%), and safflower (1,3%) (Pestana dkk., 2008). Fraksi non-saponifiable ini terdiri dari tokoferol, tokotrienol, dan γ-orizanol (Rigo dkk., 2014). Rice Bran il banyak digunakan di industri karena karakternya yang unik, nilai pengobatan yang tinggi, dan aplikasi therapeutic yang baik. Industri kosmetik menggunakan Rice Bran il pada formulasi tabir surya, pada produk topikal pencegahaan penuaan, dan pengobatan untuk penyakit kulit (Bernardi dkk., 2011; Cicero & Gaddi, 2001). Alasan Rice Bran il digunakan pada penelitian ini dikarenakan Rice Bran il memiliki kandungan asam oleat yang cukup tinggi sedangkan ketoprofen memiliki kelarutan yang baik di dalam asam oleat (Ree dkk., 2001). Asam oleat termasuk enhancer yang baik karena

9 9 meningkatkan fluiditas lipid stratum corneum dengan meningkatkan formasi kanal air (Singh dkk., 2009). Bernardi dkk. (2011) menggunakan Rice Bran il (10%), campuran sorbitan oleat-peg-30-minyak jarak (10%) serta air (80%) yang menghasilkan ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 69 ± 17 nm. b. Surfaktan Surfaktan memiliki dua bagian yang mampu berinteraksi dengan dua fase yang berbeda. Bagian hidrofil terdiri dari gugus karboksilat yang dapat berinteraksi dengan air. Bagian hidrofob terdiri atas rantai hidrokarbon yang bersifat non-polar sehingga memudahkan untuk berinteraksi dengan dengan pelarut non-polar seperti minyak (McMurry, 2008). Konsentrasi surfaktan dalam formulasi nanoemulsi merupakan faktor penting di dalam formulasi nanoemulsi. Karakteristik surfaktan seperti: HLB (dalam minyak); viskositas; dan afinitas; berpengaruh besar pada proses nanoemulsifikasi dan pembentukan ukuran tetesan nanoemulsi (Makadia dkk., 2013). Penambahan surfaktan pada formulasi nanoemulsi dapat mengurangi tegangan antar muka sehingga dapat menghasilkan tetesan nanoemulsi yang stabil (Costa dkk., 2012). Surfaktan yang biasa digunakan untuk formulasi nanoemulsi adalah surfaktan non-ionik dengan nilai HLB tinggi yang dapat membantu pembentukan tetesan emulsi /W dengan cepat (Bharathi dkk., 2013). Pada penelitian ini surfaktan yang dipakai adalah Tween 80. Sinonim dari Tween 80 adalah Polysorbate 80, Armotan PM 20, Cremophor PS 80, dan Crillet 4. Sedangkan nama kimia dari Tween 80 adalah

10 10 polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate dan memiliki rumus molekul C64H12426 dengan berat molekul sebesar 1310 (Rowe dkk., 2009). Tween 80 banyak digunakan pada kosmetik, produk makanan, oral, parental, dan topikal dalam Pharmaceutical Formulation dikarenakan Tween 80 merupakan surfaktan non-ionik, tidak beracun, dan tidak mengiritasi serta dapat larut didalam etanol dan air. Tween 80 sering dimanfaatkan sebagai sebagai agen emulsifier, agen solubilisasi, wetting agent, dan suspending agent karena Tween 80 memiliki nilai HLB 15,0 yang sesuai dengan karakter surfaktan yang diperlukan dalam nanoemulsi serta memiliki nilai tegangan permukaan 42,5 nm/m dan viskositas 425 mpa.s (Rowe dkk., 2009). H(CH 2 CH 2 ) w (CH 2 CH 2 ) x H (CH 2 CH 2 ) y H (CH 2 CH 2 ) z C 17 H 33 (Sum of w,x,y, and z is 20) Gambar 2. Struktur Tween 80 (Rowe dkk., 2009) Shakeel dkk. (2008) mengemukakan bahwa penambahan 50% campuran Tween 80 dan Transcutol P sebagai surfaktan dapat meningkatkan stabilitas nanoemulsi 2% celecoxib hingga 2,73 tahun penyimpanan pada suhu ruang. Baboota dkk. (2007) menggunakan 10% sefsol 218-triacetin sebagai fase minyak dan 50% Tween 80-Transcutol P sebagai surfaktan yang menghasilkan tetesan nanoemulsi 2% celecoxib sebesar 34,64 ± 3,74. c. Ko-surfaktan Tujuan penambahan ko-surfaktan pada formula nanoemulsi adalah untuk untuk meningkatkan drug loading dan mengatur ukuran tetesan pada nanoemulsi (Makadia dkk., 2013). Penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung

11 11 surfaktan dapat meningkatkan disolusi dan absorpsi obat pada formula yang dibuat (Han dkk., 2011). Pada penelitian ini ko-surfaktan yang digunakan adalah propilen glikol. Propilen glikol atau biasa disebut metil etil glikol merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan yang umum digunakan sebagai ko-solven. Propilen glikol memiliki rumus kimia C3H82 dengan berat molekul sebesar 76,09 (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 dan diklasifikasikan sebagai Generally Recognized as Safe (GRAS) oleh FDA Amerika Serikat sehingga dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan, obat-obatan, dan juga kosmetik (Ansel dkk., 2011). LD 50 akut propilen glikol pada mencit adalah mg/kg dan mg/kg pada tikus (Sciencelab, 2015). Menurut WH, asupan propilen glikol yang aman adalah sebesar 25 mg/kg BB (U.S HHS, 1997). Propilen glikol telah digunakan secara luas sebagai pelarut, pengekstrak, dan pengawet pada sediaan parental dan non parental. Propilen glikol merupakan pelarut yang lebih baik dibandingkan dengan gliserin dan melarutkan berbagai macam material, seperti kortikosteroid, fenol, sulfa drugs, vitamin (A dan D), alkaloid, dan anestesi lokal. Propilen glikol juga digunakan pada kosmetik dan industri makanan sebagai karier untuk emulsifier (Rowe dkk., 2009). H H H 3 C Gambar 3. Struktur Propilen Glikol (Rowe dkk., 2009) Jufri & Natalia (2014) menggunakan 5% propilen glikol dalam formula nanoemulgel 5% Black Cumin il dengan 40% Tween 80, 15% alkohol (96%),

12 12 10% air, dan 25% Carbomer 940 yang memiliki ukuran globul nanoemulsi sebesar 71,67 nm. 3. Nanoemulgel Menurut Dhawan dkk. (2014), nanoemulgel merupakan suatu sistem sediaan nanoemulsi yang dikombinasikan dengan matriks gel sehingga membentuk suatu sistem sediaan baru yang disebut nanoemulgel. Menggabungkan nanoemulsi dengan hydrogel untuk membentuk nanoemulgel telah meningkatkan formulasi topikal pada nanoemulsi. Stabilitas nanoemulsi dapat ditingkatkan dengan mengurangi tegangan permukaan dan tegangan antar muka serta meningkatkan viskositas fase cair menggunakan sistem pembentuk gel untuk penggunaan topikal yang lebih baik (Lovelyn & Attama, 2011; Shah, 2013). Nanoemulgel yang menggunakan sistem penghantaran transdermal memiliki beberapa keuntungan seperti: memberikan rute penghantaran obat yang noninvasif; memberikan penghantaran farmakokinetik yang tetap dan terkadang memiliki penghantaran farmakokinetik yang berkelanjutan; mengeliminasi firstpass metabolism pada hati; dan mengurangi efek samping yang ditimbulkan apabila digunakan metode konvensional lainnya (Benson & Watkinson, 2012). bat yang memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan etanol dapat dikombinasikan dengan sediaan nanoemulgel untuk meningkatkan kemampuan penghantaran obat (Desai, 2004). Nanoemulgel yang memiliki sistem penghantaran transdermal bersifat selektif dan bekerja cepat pada lokasi pengaplikasian dengan tingkat efek samping yang kecil atau tidak ada sama sekali (Adachi dkk., 2011). Sistem penghantaran obat yang menggunakan nanoemulgel

13 13 memiliki adhesi yang lebih baik pada permukaan kulit dan kapasitas kelarutan yang tinggi yang mengarah ke gradien konsentrasi yang lebih besar terhadap kulit, maka menghasilkan penetrasi kulit yang lebih baik (Gannu dkk., 2010). Hydrogel memiliki keterbatasan untuk dapat membawa obat yang bersifat lipofilik. leh karena itu, obat yang bersifat lipofilik dilarutkan ke dalam fase minyak pada emulsi yang kemudian ditambahkan ke dalam matriks gel untuk meningkatkan stabilitas dan pelepasan obat yang lebih baik (Asija, 2013; Panwar dkk., 2011). Selain itu, nanoemulgel menunjukkan peningkatan sifat dari thixotropic, mempermudah pengolesan, mudah dihilangkan, dan larut dalam air (Baibhav dkk., 2011). Srivastrava dkk. (2014) meningkatkan viskositas nanoemulsi ketoprofen dengan 13% eugenol sebagai fase minyak dan 37,5% Cremophore EL-Transcutol HP sebagai campuran surfaktan dan campuran P407 dan CP 934 P sebagai thickening agent menghasilkan nanoemulgel dengan viskositas yang baik dan memiliki ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 37,230±0,210 nm. Penambahan thickening agent bertujuan untuk meningkatkan viskositas pada nanoemulgel. Thickening agent dapat terdispersi dalam air, kemudian butirbutirnya yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan menyebabkan terjadinya proses swelling. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema dkk., 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi. Beberapa thickening agents

14 14 yang biasa digunakan yaitu karbopol 934, karbopol 940, HPMC 2910 (Kute & Saudagar, 2013). Pada penelitian ini thickening agent yang digunakan adalah Carboxymethylcellulose Sodium. Carboxymethylcellulose Sodium atau biasa disebut CMC-Na merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa. CMC-Na banyak digunakan pada sediaan oral dan topikal, utamanya untuk meningkatkan viskositas dan penstabil emulsi (Adeyeye dkk., 2002). Dengan konsentrasi yang tinggi, biasanya 3 6%, CMC-Na digunakan untuk menghasilkan gel yang dapat digunakan sebagai dasar untuk aplikasi dan pasta. CMC-Na juga digunakan pada self-adhesive ostomy, perawatan luka, dan dermatological patches sebagai muco-adhesive. CMC-Na juga digunakan pada kosmetik, toiletries, operasi prostetik, personal hygiene, dan produk makanan (Rowe dkk., 2009). Na H Na H H H H H n/2 Gambar 4. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium (Rowe dkk., 2009) Singla dkk. (2012) menyarankan penggunaan 1% CMC-Na untuk meningkatkan viskositas nanoemulsi agar cocok digunakan sebagai sediaan transdermal. Mohammed (2001) mengemukakan bahwa 3% CMC-Na berpengaruh besar terhadap viskositas dan kemampuan permeabilitas natrium diklofenak pada kulit dibandingkan dengan sediaan yang beredar di pasaran.

15 15 4. Simplex lattice design ptimasi menggunakan simplex lattice design merupakan metode dalam desain eksperimental berbasis pada pengolahan data menggunakan persamaan matematis. Kombinasi bahan dalam formulasi dibuat sedemikian rupa sehingga data eksperimen dapat digunakan untuk memprediksi respon dengan cara yang sederhana dan efisien (Bolton & Bon, 2010). Proporsi semua komponen dalam campuran bernilai satu yang menyebabkan proporsi tidak sepenuhnya independen. Setiap perubahan proporsi salah satu komponen dalam campuran akan merubah proporsi sedikitnya satu atau lebih komponen lainnya. Apabila q adalah komponen dari zat aktif dan eksipien dengan desain proporsi X1, X2,...,Xq, maka : 0 Xi 1 (Xi merupakan angka 1 sampai q) (1) Jumlah campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu sama, dapat dinyatakan sebagai persamaan 2. X1 + X Xq = 1 (2) Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi komponenkomponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas suatu gambar dengan q tiap sudut dan q1. Jika ada tiga komponen (q=3) maka area dinyatakan dalam dua dimensi yang merupakan gambar segitiga sama sisi seperti yang terlihat pada gambar 5.

16 16 Gambar 5. Simplex Lattice Design Model Tiga Komponen (Armstrong, 2006) Tiga komponen di desain sebagai X1, X2, dan X3. Setiap sudut dalam segitiga sama sisi tersebut menunjukkan komponen murni. Titik B menunjukkan komponen murni X2. Begitu juga untuk titik A dan C. Batas-batas dari segitiga berupa garis lurus mewakili sistem dua komponen. Titik D merupakan campuran komponen X1 dan X3. Skala masing-masing komponen meningkat searah dengan arah jarum jam. Bagian dalam dari segitiga seperti titik E merupakan campuran komponen X1, X2, dan X3. Penentuan batas bawah dan batas atas dalam setiap komponen menyebabkan area dari segitiga sama sisi menjadi lebih kecil (Armstrong, 2006). F. Landasan Teori Nanoemulsi merupakan campuran antara minyak dan air yang distabilkan oleh surfaktan serta memiliki ukuran tetesan pada rentang ukuran nanopartikel. Untuk membentuk suatu sistem nanoemulsi yang memiliki ukuran partikel pada rentang nanopartikel, zat aktif yang digunakan harus terlarut dengan baik dalam minyak pada pembentukan nanoemulsi bertipe /W (Makadia dkk., 2013). Rice

17 17 Bran il digunakan sebagai fase minyak memiliki kandungan asam oleat dan asam linoleat yang tinggi dan dapat melarutkan ketoprofen dengan baik sebagai zat aktif. Pada penelitian sebelumnya, Arora dkk., (2014) berhasil memformulasikan nanoemulsi ketoprofen dengan menggunakan asam oleat sebagai fase minyak menjadi sediaan nanoemulgel dengan ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 55,40 ± 0,58 nm. Bernardi dkk. (2011) pernah menggunakan Rice Bran il yang dikombinasikan dengan campuran sorbitan oleat-peg 30- minyak jarak sebagai surfaktan dalam pembuatan nanoemulsi yang menghasilkan ukuran tetesan nanoemulsi sebesar 69 ± 17 nm. Komponen pembentuk nanoemulsi lainnya adalah campuran surfaktan dan ko-surfaktan yang berfungsi sebagai penurun tegangan muka antara minyak dan air. Campuran surfaktan dan ko-surfaktan akan menurunkan tegangan muka antara air dan minyak secara maksimal karena interaksi antara keduanya akan mempercepat proses emulsifikasi dan akan membuat nanoemulsi menjadi lebih stabil. Tween 80 dan propilen glikol digunakan sebagai campuran surfaktan pada penelitian ini. Tween 80 memiliki nilai HLB 15,0 yang sesuai dengan karakter surfaktan yang diperlukan dalam nanoemulsi. Tween 80 dapat larut didalam etanol dan air. Selain itu juga, Tween 80 memiliki nilai tegangan permukaan 42.5 nm/m dan viskositas 425 mpa.s (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 diharapkan mampu membantu menurunkan tegangan muka antara air dan minyak dengan mengatur ukuran tetesan nanoemulsi (Makadia dkk., 2013). Kombinasi komposisi antara Tween 80 dan propilen glikol akan menghasilkan nilai HLB yang sesuai untuk membuat suatu sediaan nanoemulsi. Jufri & Natalia

18 18 (2014) menggunakan propilen glikol-tween 80 sebagai campuran surfaktan yang dikombinasikan dengan minyak jintan hitam yang berhasil menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan sebesar 71,67 nm. Viskositas nanoemulsi perlu ditingkatkan untuk sediaan yang diberikan secara transdermal karena peningkatan tersebut berbanding lurus dengan daya lekat dan berbanding terbalik dengan daya sebar nanoemulsi. Pada penelitian ini digunakan CMC-Na yang merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa sebagai thickening agent yang akan meningkatkan viskositas dan stabilitas dari nanoemulsi. Pada penelitian sebelumnya, Singla dkk. (2012) memaparkan bahwa CMC-Na merupakan thickening agent yang cocok untuk digunakan sebagai penambah viskositas dari nanoemulsi. Mohammed (2001) mengemukakan bahwa 3% CMC-Na berpengaruh besar terhadap viskositas dan kemampuan permeabilitas natrium diklofenak pada kulit dibandingkan dengan sediaan yang beredar di pasaran. Karri dkk. (2014), menyatakan bahwa penambahan thickening agent dapat meningkatkan ukuran tetesan dari nanoemulsi. Menurut Eid dkk. (2014), penambahan thickening agent seperti karbopol 934 dapat memperbesar ukuran tetesan nanoemulsi namun masih pada rentang ukuran nanopartkel. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu, penggunaan Rice Bran il yang mengandung asam oleat, Tween 80 dan propilen glikol diharapkan dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen dengan karakteristik yang baik sehingga dapat menghasilkan sediaan nanoemulgel yang sesuai dengan karakteristik yang dikehendaki setelah ditambahkan CMC-Na.

19 19 G. Hipotesis 1. Campuran ketoprofen, Rice Bran il, Tween 80, propilen glikol, dan air dapat membentuk sistem nanoemulsi yang homogen dan stabil dengan ukuran tetesan kurang dari 200 nm. 2. Penambahan CMC-Na dalam pembuatan nanoemulgel ketoprofen dapat mempengaruhi ukuran tetesan nanoemulsi. 3. Penambahan CMC-Na dalam pembuatan nanoemulgel ketoprofen memiliki ph mendekati ph kulit, viskositas, daya sebar, dan daya lekat yang baik, serta kandungan ketoprofen yang seragam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiperadangan kelompok nonsteroidal atau nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen bekerja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem penghantaran secara transdermal merupakan bentuk penghantaran dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik. Macam-macam formulasi

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji tumbuhan canola, yaitu tumbuhan asli Kanada Barat dengan bunga berwarna kuning. Popularitas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk merupakan vektor dari beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, demam berdarah dengue (DBD), dan chikungunya (Mutsanir et al, 2011). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radiasi sinar UV yang terlalu lama pada kulit dapat menyebabkan timbulnya penyakit kulit seperti kanker kulit dan reaksi alergi pada cahaya/fotoalergi (Ebrahimzadeh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi menjadi tiga lapis jaringan yaitu epidermis, dermis dan lapis lemak di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vitamin C telah digunakan dalam kosmesetika berupa produk dermatologis karena telah terbukti memiliki efek yang menguntungkan pada kulit, antara lain sebagai pemutih

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak masyarakat yang menggunakan berbagai produk kosmetik. Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam bidang kosmetik adalah jambu biji (Psidium guajaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetika merupakan suatu sediaan yang telah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat. Salah satu kegunaan sediaan kosmetika adalah untuk melindungi tubuh dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface).

Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). 2 3 4 Bilamana beberapa fase berada bersama-sama, maka batas di antara fase-fase ini dinamakan antarmuka (interface). Antar muka dapat berada dalam beberapa jenis, yang dapat berwujud padat, cair atau

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008 OPTIMASI FORMULASI SEDIAAN TABLET TEOFILIN DENGAN STARCH 1500 SEBAGAI BAHAN PENGIKAT DAN NATRIUM ALGINAT SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR DENGAN MODEL SIMPLEX LATTICE DESIGN SKRIPSI Oleh : YENNYFARIDHA K100040034

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penampilan kulit adalah indikator utama dari usia. Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia.

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki gaya hidup beragam dan cenderung kurang memperhatikan pola makan dan aktivitas yang sehat. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. penelitian ini dipilih karena tidak menyebabkan iritasi dan toksisitas (Rowe, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sediaan krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung fase minyak, fase air dan surfaktan (emulgator). Emulgator diperlukan untuk penyatuan dan penstabilan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, semakin banyak bentuk sediaan obat yang beredar di pasaran, salah satunya adalah sediaan tablet. Tablet merupakan sediaan yang paling umum digunakan oleh

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. pelindung, maupun pembalut penyumbat (Lachman, dkk., 1994). Salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan berkhasiat juga bahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak kulit, pembalut pelindung, maupun pembalut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Definisi

PEMBAHASAN. I. Definisi PEMBAHASAN I. Definisi Gel menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), merupakan sistem semi padat, terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC HV IN VITRO Boesro Soebagio, Dolih Gozali, Nadiyah Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di bidang kosmetika saat ini sangatlah pesat. Kosmetika berdasarkan penggunaannya dapat digunakan sebagai tata rias dan juga sebagai perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

Fransiska Victoria P ( ) Steffy Marcella F ( )

Fransiska Victoria P ( ) Steffy Marcella F ( ) Fransiska Victoria P (0911010030) Steffy Marcella F (0911010080) Pengertian & Fungsi Emulsifier atau zat pengemulsi adalah zat untuk membantu menjaga kestabilan emulsi minyak dan air. Pengemulsi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL

KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL KELOMPOK 4 : SEDIAAN GEL Nevirka Miararani ( M0614039 ) Nia Novita Sari( M0614040 ) Nugraha Mas ud ( M0614041 ) Nur Diniyah ( M0614042 ) Pratiwi Noor ( M0614043 ) Raissa Kurnia ( M0614044 ) Raka Sukmabayu

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

39 HASIL DAN PEMBAHASAN

39 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Emulsi Yang Dihasilkan Ukuran Partikel Sistem Emulsi Dari tiga formula sistem emulsi yang dianalisa ukuran partikelnya menggunakan fotomikroskop menunjukkan bahwa formula

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan berdasarkan variasi konsentrasi bahan peningkat viskositas memberikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Salep, krim, gel dan pasta merupakan sediaan semipadat yang pada umumnya digunakan pada kulit.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012).

I. PENDAHULUAN. pertahanan tubuh terhadap infeksi dan efek radikal bebas. Radikal bebas dapat. bebas dapat dicegah oleh antioksidan (Nova, 2012). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit kering merupakan salah satu masalah kulit yang umum dijumpai pada masyarakat khususnya bagi yang tinggal di iklim tropis seperti Indonesia, namun banyak dari masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah Lampiran 2. Gambar tumbuhan jahe merah Lampiran 3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah Rimpang jahe merah Rimpang jahe merah yang diiris

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK Faridha Yenny Nonci, Nurshalati Tahar, Qoriatul Aini 1 1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini

kurang menyenangkan, meskipun begitu masyarakat percaya bahwa tanaman tersebut sangat berkhasiat dalam menyembuhkan penyakit; selain itu tanaman ini BAB I PENDAHULUAN Dalam dua dasawarsa terakhir penggunaan obat bahan alam mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik di negara berkembang maupun di negara-negara maju. Hal ini dapat dilihat dari semakin

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi antara lain: Hal-hal yang berdampak pada kelarutan Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi Hal-hal yang

Lebih terperinci

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam peningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama di bidang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini, penggunaan obat melalui rute transdermal banyak digunakan dan menjadi salah satu cara yang paling nyaman dan inovatif dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh. Penghantaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci