BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok non-steroid yang poten. Ketoprofen secara luas digunakan untuk pengobatan akut dan jangka panjang rheumatoid arthritis dan osteoarthritis (Shohin dkk., 2012). Ketoprofen merupakan salah satu obat yang digolongkan kategori kelas II dalam Biopharmaceutical Classification System (BCS), yaitu golongan obat yang memiliki permeabilitas yang baik, akan tetapi kelarutannya sangat rendah dalam air (Keshavarao dkk., 2011). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan ketoprofen adalah dengan memformulasikannya dalam bentuk SNEDDS. Menurut Patel dkk. (2011), SNEDDS adalah metode penghantaran obat melalui pembuatan campuran isotropik minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan obat yang secara cepat membentuk nanoemulsi saat bercampur dengan air. SNEDDS mempunyai keuntungan berupa kemampuan membawa bahan obat yang kelarutannya rendah dalam air, yang teremulsi dengan air dalam tetesan berukuran nanometer. Proses pembentukan nanoemulsi melalui metode SNEDDS terjadi secara spontan di dalam saluran cerna. SNEDDS disusun oleh beberapa komponen utama diantaranya, minyak sintetis/non-sintesis sebagai pembawa obat, surfaktan, dan kosurfaktan yang digunakan untuk melarutkan bahan-bahan yang sukar larut di dalam fase air. Virgin Coconut Oil (VCO) digunakan sebagai fase minyak penyusun SNEDDS pada penelitian ini. VCO merupakan sumber triasil gliserol rantai sedang 1

2 2 (Medium Chain Triglycerides, MCTs) yang dapat membentuk nanoemulsi yang stabil (Norulaini dkk., 2009). Tween 80 digunakan sebagai surfaktan. Tween 80 merupakan surfaktan non ionik yang paling sering digunakan sebagai surfaktan karena memiliki nilai toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan lainnya (Rowe dkk., 2009). Tween 80 memiliki gugus hidroksil dan oksigen bebas yang memungkinkan pembentukan ikatan hidrogen dengan ketoprofen lebih banyak. Semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk maka proses disolusi akan semakin cepat (Murtiningrum dkk., 2013). Selain meningkatkan disolusi, Tween 80 juga dilaporkan dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus tikus untuk sulfadiazina (Susanti, 2003). PEG 400 sebagai kosurfaktan, merupakan pelarut semipolar yang dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan lipofilisitas obat (Sudjaswadi, 1995). Menurunnya lipofilisitas obat menyebabkan obat akan semakin sulit untuk berdifusi melewati membran usus (Shargel dkk., 2005). Membran usus merupakan barrier utama bagi obat dengan rute penggunaan oral. Air, molekul dengan ukuran kecil, dan molekul lipofil dapat dengan mudah melewati membran usus (Shargel dkk., 2005). Tween 80 dan PEG 400 yang menyusun SNEDDS, berinteraksi secara sinergis untuk melarutkan obat dalam minyak dan mendispersikan minyak menjadi tetesan (droplet) yang berukuran nanometer, sehingga dengan ukuran droplet yang kecil akan meningkatkan uptake droplet oleh epitel saluran cerna (Florence, 2005).

3 3 Pada penelitian ini dilakukan optimasi dan uji disolusi terhadap formula SNEDDS ketoprofen. Optimasi dilakukan berdasarkan profil difusi melalui membran usus untuk melihat pengaruh komposisi campuran Tween 80 dan PEG 400 dalam SNEDDS ketoprofen terhadap permeabilitas, sehingga diperoleh formula optimum yang dapat meningkatkan disolusi tanpa menurunkan permeabilitas ketoprofen. Uji disolusi dilakukan untuk melihat efektivitas formulasi SNEDDS dalam meningkatkan disolusi ketoprofen dalam cairan lambung. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaruh komposisi Tween 80 dan PEG 400 dalam SNEDDS ketoprofen terhadap jumlah ketoprofen terdifusi dan kecepatan difusi melalui membran usus secara in vitro? 2. Apakah formula SNEDDS optimum dapat meningkatkan disolusi ketoprofen dalam cairan lambung buatan secara in vitro? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pengaruh komposisi Tween 80 dan PEG 400 dalam SNEDDS ketoprofen terhadap jumlah ketoprofen terdifusi dan kecepatan difusi melalui membran usus secara in vitro. 2. Melihat profil disolusi ketoprofen dalam cairan lambung buatan secara in vitro yang dihasilkan oleh formula SNEDDS optimum.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penggunaan komposisi Tween 80 dan PEG 400 yang optimal dalam SNEDDS ketoprofen yang efektif meningkatkan disolusi dan permeabilitas ketoprofen sehingga dapat menjadi alternatif baru untuk penggunaan ketoprofen secara oral. E. Tinjauan Pustaka 1. Ketoprofen O CH 3 COOH Gambar 1. Struktur kimia ketoprofen Ketoprofen merupakan turunan ibuprofen, tergolong dalam nonsteroidal antiinflammatory drug (NSAID) yang menghambat cyclooxygenase secara non selektif. Ketoprofen digunakan pada terapi osteoarthritis, rheumatoid arthritis, disminore, nyeri pasca operasi, dan menurunkan demam (Shohin dkk., 2012). Penggunaan oral ketoprofen menghasilkan kadar plasma tertinggi setelah 1-2 jam penggunaan. Ketoprofen tergolong obat yang memiliki permeabilitas tinggi dengan nilai bioavailabilitas absolut 90% (Shohin dkk., 2011), akan tetapi ketoprofen memiliki kelarutan yang rendah dalam air. Kelarutan ketoprofen dalam air murni pada suhu C sebesar 0,010 mg/ml dan kelarutan intrinsiknya dalam air pada suhu 37 C sebesar 0,253 mg/ml (Shohin dkk., 2012). Ketoprofen merupakan senyawa asam lemah dengan nilai pka sekitar 4,45 pada 25 C dan terionisasi dalam rentang ph gastrointestinal, dengan demikian

5 5 kelarutan ketoprofen akan meningkat seiring dengan meningkatnya ph media (Shohin dkk., 2011). Berikut data kelarutan ketoprofen yang dipengaruhi oleh ph disajikan dalam tabel I. Tabel I. Data kelarutan ketoprofen (Shohin dkk., 2012) ph Media Kelarutan ketoprofen pada suhu 37 C (mg/ml) 1,2 0,13 4,6 0,49 6,8 40,76 ± 0,01 Analisis ketoprofen dalam penentuan kadar dapat dilakukan menggunakan metode spektrofotometri. Nilai dalam larutan alkali dengan panjang gelombang 262 nm adalah 647 (Gandjar dan Rohman, 2007). Nilai dapat digunakan untuk menghitung nilai ekstingsi molar. Suatu senyawa dapat dianalisis menggunakan metode spektrofotometri jika nilai ekstingsi molarnya lebih besar dari atau sama dengan 1000 M -1.cm -1 (Moffat dkk., 2011). 2. Membran usus Meskipun telah banyak dikembangkan teknologi sistem penghantaran obat, rute pemberian oral tetap menjadi rute yang paling disukai, karena alasan kenyamanan pasien dan kepatuhan terapi (Deferme dkk., 2008). Proses absorpsi (in vivo) merupakan hasil dari serangkaian peristiwa yang kompleks dan tergantung pada banyak parameter yang berkaitan dengan karakteristik obat serta aspek fisiologis saluran gastrointestinal (Buckley dkk., 2012). Usus halus merupakan tempat absorpsi yang paling penting dalam sistem pencernaan. Dinding usus halus adalah bentuk penghalang utama yang mengontrol masuknya nutrisi dan xenobiotic (misalnya obat) ke dalam darah

6 6 (Deferme dkk., 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dan tingkat absorpsi usus diperlihatkan pada tabel II. Tabel II. Faktor utama yang mempengaruhi absorpsi (Deferme dkk., 2008). Faktor Fisika Faktor Faktor Kimia Obat Fisologis Formulasi Faktor Biokimia Kelarutan ph usus Bentuk sediaan Metabolisme Ukuran molekul Motilitas usus Pelepasan obat Efflux transporter pka Aliran darah Enhancers Uptake transporter Agregasi/ Kompleksasi Permeabilitas membran Potensial hidrogen Kandungan luminal Luas permukaan Penyakit Hidrofobisitas Permukaan usus halus merupakan satu lapisan yang terdiri dari sel epitel kolumnar dan juga mengandung sel-sel yang memproduksi mukus, limfosit dan sel microfold. Karena keberadaan tight junctions, ruang interseluler berkurang menjadi 0,8 nm (pada jejunum) dan 0,3 nm (pada kolon). Adapun jalur-jalur yang mungkin dilalui obat untuk dapat melewati membran usus dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Jalur transpor melewati membran usus (Buckley dkk., 2012). (A)Difusi pasif paraseluler, (B)difusi pasif transeluler, (C-F)transpor terfasilitasi protein membran (influx/efflux), (G)transitosis, dan (H)endositosis.

7 7 Molekul kecil, hidrofilik, dan polar bisa melewati epitel monolayer usus melalui ruang paraseluler. Jalur paraseluler umumnya menghasilkan penyerapan yang rendah karena ruang yang diberikan terbatas, sedangkan untuk obat yang lebih lipofilik akan didistribusikan ke dalam membran usus (epitel monolayer) melalui jalur transeluler secara pasif (Deferme dkk., 2008). 3. SNEDDS SNEDDS merupakan metode penghantaran obat yang mengkombinasikan minyak, surfaktan, dan kosurfaktan menjadi campuran isotropik yang secara cepat dan mudah membentuk nanoemulsi pada pencampuran dengan air (Patel dkk., 2011). SNEDDS akan membentuk nanoemulsi saat kontak dengan cairan dalam saluran cerna, dan agitasi untuk proses self-emulsifying dalam saluran GI dibantu oleh gerakan pada lambung dan usus (Makadia dkk., 2013). Daya tarik utama dari formulasi nanoemulsi minyak dalam air adalah kemampuan membawa obat yang hidrofobik dalam minyak, sehingga dapat teremulsi di dalam air dan pada akhirnya meningkatkan kelarutan obat tersebut ketika berada di badan (Shafiq-un- Nabi dkk., 2007). Adapun komponen utama penyusun SNEDDS adalah sebagai berikut. a. Minyak. Fase minyak memiliki peran penting dalam formulasi SNEDDS, yang menentukan spontanitas emulsifikasi, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Biasanya minyak yang digunakan untuk SNEDDS merupakan minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal (Anton dkk., 2008). Selain mampu melarutkan obat, minyak harus mampu menghasilkan ukuran tetesan yang kecil agar dapat terbentuk nanoemulsi.

8 8 Minyak dengan banyak komponen rantai hidrokarbon atau trigliserida rantai panjang susah teremulsi dibandingkan trigliserida rantai menengah, monogliserida rantai menengah atau ester asam lemak. Trigliserida, digiserida ataupun monogliserida rantai medium juga memiliki kemampuan solubilisasi obat hidrofobik yang lebih baik (Anton dan Vandamme, 2009). Contoh minyak yang umum digunakan adalah VCO. VCO mengandung asam lemak, trigliserida, dan senyawa fenolik. VCO merupakan sumber triasilgliserol rantai sedang (MCTs), mencapai 60% dari total kandungan minyak (Norulaini dkk., 2009). MCTs dalam VCO disusun oleh gliserol dengan tiga asam lemak jenuh yang mempunyai panjang rantai karbon 6-12 dikelompokkan sebagai asam lemak rantai sedang (MCFA). Asam lemak utama dalam VCO adalah asam laurat sebanyak 43-53%. Asam laurat (C12H24O2) merupakan suatu asam lemak jenuh dengan dua belas rantai karbon yang memiliki efek antimikroba. Kandungan fenolik dalam VCO berupa asam protokatekuat, asam vanilat, asam kafeat, asam siringat, asam ferulat, dan asam p-kumarat. Asam-asam tersebut merupakan komponen yang bermanfaat sebagai antioksidan (Marina dkk., 2009). O Gambar 3. Struktur kimia asam laurat b. Surfaktan. Konsentrasi surfaktan berperan dalam pembentukan tetesan berukuran nanoemeter (Dixit dan Nagarsenker, 2008). Peningkatan konsentrasi surfaktan menghasilkan tetesan partikel yang lebih kecil, tetapi emulsification time menjadi lebih lama. Ukuran partikel menjadi lebih kecil disebabkan jumlah OH

9 9 surfaktan yang tersedia telah optimal untuk membentuk lapisan di antarmuka minyak dan air (Zhao dkk., 2010). Surfaktan nonionik lebih sering digunakan dari pada surfaktan ionik, mengingat sifatnya yang kurang terpengaruh oleh ph, aman, dan biokompatibel untuk penggunaan melalui rute oral (Patel dkk., 2011). Secara umum, surfaktan untuk SNEDDS harus sangat hidrofilik dengan HLB berkisar antara Struktur rantai alkil surfaktan memiliki efek dalam penetrasi minyak ke lapisan surfaktan yang memungkinkan pembentukan nanoemulsi seperti yang dimiliki oleh Tween 80 (Rao dan Shao, 2008). HO O y O z O R HO O x O O O HO w w + x + y + z = 20; R = C 17 H 33 Gambar 4. Struktur kimia Tween 80 Tween 80 atau polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate (C64H124O26) memiliki HLB 15 dan dikategorikan sebagai generally regarded as nontoxic and nonirritant (Rowe dkk., 2009). Selain dapat meningkatkan kelarutan, Tween 80 juga dapat meningkatkan permeabilitas obat pada tikus in vivo, sel Caco-2 in vitro, dan membran usus tikus ex vivo (Prabhakar dkk., 2013). Tween 80 dapat meningkatkan permeabilitas dengan cara melonggarkan tight junction dan menghambat P-glikoprotein pada membran sel epitel usus (Kumar dan Rajeshwarrao, 2011).

10 10 c. Kosurfaktan. Kosurfaktan ditambahkan dengan tujuan meningkatkan drug loading, mempercepat emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan nanoemulsi. Kosurfaktan yang dipilih umumnya berupa alkohol rantai pendek, karena mampu mengurangi tegangan antarmuka dan meningkatkan fluiditas antarmuka. Alkohol juga mampu meningkatkan pencampuran air dan minyak, karena kemampuan partisinya di antara dua fase tersebut (Azeem dkk.,2009). Salah satu contoh kosurfaktan yang sering digunakan dalam formulasi SNEDDS adalah PEG 400. HO O 8,7 OH Gambar 5. Struktur kimia PEG 400 PEG 400 tergolong dalam daftar generally regarded as nontoxic and nonirritant (Rowe dkk., 2009). PEG 400 merupakan pelarut semipolar, dapat meningkatkan kelarutan (kosolven) dengan cara menurunkan lipofilisitas obat, akan tetapi PEG juga dapat membentuk kompleks dengan obat, sehingga dapat mengurangi jumlah obat yang siap terabsorpsi (Sudjaswadi, 1995). Bobot molekul PEG 400 yakni Uji difusi side by side (Ussing chamber) Uji difusi dilakukan untuk mengetahui profil difusi dari formula SNEDDS ketoprofen. Usus tikus yang terisolasi digunakan sebagai sel difusi pada Ussing chamber tipe horizontal yang terbagi dalam dua kompartemen yaitu kompartemen mukosal (donor) dan kompartemen serosal (aseptor). Penggunaan tikus dengan ras dan jenis kelamin yang sama, serta usia yang kurang lebih sama pada uji difusi bertujuan untuk mengendalikan variasi absorpsi melalui membran usus.

11 11 Uji difusi ini dapat digunakan untuk memperoleh parameter kinetik transpor obat melalui membran usus, serta mempelajari pengaruh bahan terhadap profil transpor obat (Deferme dkk., 2008). Keunggulan dan keterbatasan uji difusi dengan menggunakan metode side by side (Ussing chamber) disampaikan pada tabel III. Tabel III. Keunggulan dan keterbatasan metode side by side diffusion (Deferme dkk., 2008) Keunggulan Model skrining yang baik Korelasi yang baik dengan data permeabilitas in vivo Memungkinkan untuk mengevaluasi semua saluran GI Mengevaluasi mekanisme transpor Mengevaluasi enhancer Menggambarkan daerah serap dengan baik Proses oksigenasi yang baik Keterbatasan Viabilitas jaringan Ketersediaan jaringan (manusia) Terdapat lapisan otot melingkar Kesulitan pada proses pengadukan Pengujian terhadap daya absorpsi obat dengan isolasi usus tikus dilakukan sebagai studi pendahuluan obat yang tertranspor di usus dan untuk mengestimasi level first pass metabolism melewati kompartemen pada sel epitel usus. Mekanisme transpor obat menggunakan Ussing chamber tipe horizontal terlihat pada gambar 6. Gambar 6. Mekanisme kerja Ussing chamber tipe horizontal (Sari, 2012)

12 12 5. Kuantifikasi hasil difusi Difusi pasif digunakan untuk melukiskan lewatnya molekul-molekul obat melalui suatu membran yang bersifat inert dan tidak berpartisipasi aktif dalam proses tersebut. Difusi pasif dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi yang ada di seberang membran dengan perjalanan obat terjadi dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Proses difusi ini dapat digambarkan dengan persamaan yang diturunkan dari hukum Fick I. J = (1) J atau fluks menggambarkan jumlah obat tiap satu satuan luas, tiap satu satuan waktu (Sinco, 2006). Besarnya fluks berbanding lurus dengan gradien kadar dc/dx dan koefisien difusi obat dalam membran, D. J = - (2) Tanda negatif tersebut menggambarkan bahwa proses difusi berlangsung dari kompartemen dengan kadar obat tinggi ke rendah. Dua persamaan di atas dapat digabung menjadi sebuah persamaan baru, yaitu: = (3) Jika dc = C2 C1 dan dx = h (Sinco, 2006), maka: J = = - (4) Besarnya C1 dan C2 tidak dapat dihitung secara langsung, karena merupakan kadar obat yang ada di dalam membran. Namun demikian, besarnya C1 dan C2

13 13 dapat diperhitungkan dari besarnya Cd (kadar obat dalam donor) dan Ca (kadar obat dalam aseptor). C1 = Cd x K (5) C2 = Ca x K (6) Jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan (4), dengan K adalah koefisien partisi, maka diperoleh persamaan: J = = - (7) Proses difusi dalam tubuh ke saluran sistemik selalu dalam kondisi sink, dimana kadar obat dalam aseptor (pembuluh darah) selalu jauh lebih kecil dibanding kadar obat dalam donor (Ca < 0,1 Cd), sehingga Ca dapat diabaikan (Ca = 0). Jika permeabilitas, P = DK/h, maka: (8) Jika diinginkan sebuah persamaan linier, maka dapat dilakukan integrasi dari M 0 ke M t untuk dm dan dari t lag ke t untuk dt dengan M 0 = 0. ( ) - (9) Diperoleh sebuah persamaan linear antara waktu perlakuan (t) dan jumlah obat yang tertranspor (M t ) dengan slope (P.Cd.S) dan intersep (t lag.p.cd.s). Persamaan ini mengasumsikan bahwa kadar di dalam kompartemen donor (Cd) konstan dan tanpa memperhitungkan volume kompartemen donor (Vd). Jika asumsi Cd konstan ditolak, dapat menggunakan persamaan jumlah obat sama dengan kadar dikalikan volume, maka: (10)

14 14 Jika diinginkan sebuah persamaan linier, maka dapat dilakukan integrasi dari t 0 sampai t baik untuk dcd maupun dt dengan t 0 = 0. ( ) - (11) Didapatkan persamaan linier antara waktu perlakuan (t) dan logaritma natural kadar obat di dalam kompartemen donor (ln Cd (t) ) dengan slope (P.S/Vd) dan intersep ln Cd (0). 6. Kinetika disolusi Disolusi in vitro merupakan salah satu unsur penting dalam studi pengembangan obat. Beberapa model teori/kinetika digunakan untuk menggambarkan disolusi obat dari bentuk sediaan pelepasan segera dan dimodifikasi. Ada beberapa model untuk mewakili profil disolusi obat, di mana f t adalah fungsi dari waktu (t) terkait dengan jumlah obat yang terlarut dari sistem sediaan farmasi. Interpretasi nilai kuantitatif yang diperoleh dalam uji disolusi difasilitasi oleh penggunaan dasar persamaan matematis yang menerjemahkan kurva disolusi fungsi dari beberapa parameter terkait dengan bentuk sediaan farmasi (Costa dan Lobo, 2001). Kinetika orde nol menjelaskan disolusi obat dari sediaan terjadi secara perlahan. Model ini memperlihatkan grafik fraksi disolusi obat terbentuk linier terhadap waktu jika kondisi yang ditetapkan telah terpenuhi. Kinetika orde nol digunakan untuk menggambarkan disolusi obat pada beberapa jenis sediaan seperti sistem transdermal, tablet matriks dengan obat kelarutan rendah, bentuk salut, sistem osmosis, dan lain-lain. Sediaan tersebut melepaskan obat dengan jumlah yang sama tiap unit waktu dan metode ini ideal untuk menggambarkan

15 15 efek terapi prolonged (Costa dan Lobo, 2001). Kinetika orde nol dapat digambarkan dengan persamaan berikut. (12) Q t merupakan jumlah obat terdisolusi pada waktu t, Q 0 adalah jumlah obat awal, dan K 0 adalah konstanta disolusi orde nol. Selain untuk menggambarkan proses disolusi, kinetika orde satu digunakan untuk menggambarkan proses absorpsi dan eliminasi beberapa obat, meskipun sulit untuk membuat konsep mekanisme ini secara teoritis. Model ini menampilkan grafik logaritma desimal dari jumlah obat terdisolusi terhadap waktu yang linier. Kinetika orde satu menggambarkan disolusi obat sebanding dengan jumlah obat yang tersisa pada sediaan atau dengan kalimat lain, jumlah obat yang terdisolusi per satuan waktu semakin berkurang (Costa dan Lobo, 2001). Kinetika orde satu dapat digambarkan dengan persamaan berikut. (13) Q t merupakan jumlah obat terdisolusi pada waktu t, Q 0 adalah jumlah obat awal, dan K 1 adalah konstanta disolusi orde satu. 7. WinSAAM Metode pendekatan berbasis kompartemen memandang transpor obat melalui membran usus sebagai serangkaian proses perpindahan obat dari fase donor (kondisi in vitro) menuju membran usus, selanjutnya obat dari membran berpindah menuju fase aseptor (kondisi in vitro) atau ke dalam darah (kondisi in vivo). Untuk memudahkan penggambaran proses transpor obat dalam sistem kompartemen, dapat digunakan piranti lunak WinSAAM.

16 16 WinSAAM merupakan permodelan sistem biologi yang berbasis Windows dengan menggunakan model matematis. Keunggulan WinSAAM antara lain: mudah dioperasikan, untuk sistem linier dan nonlinier dikerjakan dengan perintah umum, otomatis fitting data tanpa perlu menerjemahkan model konstruksi, secara otomatis menentukan parameter linier atau nonlinier sesuai model konstruksi, fleksibel untuk berbagai model, fasilitas spreadsheet memungkinkan output hasil pengolahan data dapat diekspor secara langsung ke excel atau sistem spreadsheet lainnya (Linares dan Boston, 2010). Analisis data dengan WinSAAM dimulai dengan listing, meliputi estimasi nilai awal, batas minimum, dan maksimum, serta penulisan parameter-parameter model yang disusun secara sistematis sesuai dengan konvensi yang ada. Proses decking merupakan proses penerjemahan listing program ke dalam bahasa WinSAAM, yang dilakukan dengan mengetikkan kode deck pada jendela utama (terminal window). Pemecahan model dan persamaan diferensial terkait, dilakukan dengan mengetikkan solve pada jendela utama. Proses pencarian parameter model terbaik dilakukan dengan proses pencarian berulang (iteration), yang dapat diinisiasi dengan mengetikkan iter pada jendela utama. 8. SLD Pada berbagai penelitian, perubahan satu atau lebih variabel proses dalam pengamatan efek dapat merubah variabel respon. Desain penelitian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi prosedur dalam rencana penelitian yang berisi data yang dapat dianalisis, sehingga diperoleh hasil yang valid dan kesimpulan yang objektif. Desain penelitian yang dipilih dengan baik akan dapat memberikan

17 17 informasi yang cukup, sehingga dapat menjelaskan hasil penelitian dengan baik dalam mempelajari efek pada faktor yang berbeda, kondisi, dan respon interaksi pengamatan dalam penelitian (Patel dkk., 2010). Beberapa keuntungan ketika mengggunakan desain penelitian antara lain: penafsiran faktor dan interaksi lebih efektif, dapat memprediksi efek yang diinginkan ketika tidak terjadi interaksi sehingga memberikan efisiensi yang maksimal, namun jika ada interaksi maka perlu mengungkapkan dan mengidentifikasi interaksi tersebut (Patel dkk., 2010). Suatu formula merupakan campuran yang terdiri dari beberapa komponen atau bahan. Permasalahan umum dalam studi formulasi terjadi bila komponenkomponen formula diubah-ubah dalam upaya untuk mengoptimalkan hasil. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen dalam campuran akan merubah sedikitnya satu variabel atau bahkan lebih fraksi komponen lain. Metode SLD dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahanbahan yang digunakan dalam suatu formula, sehingga diharapkan akan dapat dihasilkan suatu formula yang paling baik (dari campuran tersebut) sesuai kriteria yang ditentukan. Jika Xi adalah fraksi komponen I dalam campuran fraksi, maka: Xi, I,,,q (14) Campuran akan mengandung sedikitnya i komponen dan jumlah fraksi dari semua komponen adalah tetap (= 1), ini berarti: X +X + +Xq (15)

18 18 Pengukuran respon dapat dihubungkan dengan model matematika yang cocok untuk masing-masing desain. Ada beberapa model yaitu model linier, kuadratik dan spesial kubik (Bolton, 1997). a. Linier y β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 (16) b. Kuadratik y β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 12 X 1 X 2 + β 13 X 1 X 3 + β 23 X 2 X 3 (17) c. Spesial kubik y β 1 X 1 +β 2 X 2 +β 3 X 3 +β 12 X 1 X 2 +β 13 X 1 X 3 +β 23 X 2 X 3 +β 123 X 1 X 2 X 3 (18) Y X 1, X 2, X 3 = respon = fraksi dari tiap komponen b 1, b 2, b 3 = koefisien interaksi dari X 1, X 2, X 3 b 12, b 13, b 23 b 123 = koefisien interaksi dari X 1 -X 2, X 1 -X 3, X 2 -X 3 = koefisien interaksi dari X 1 -X 2 -X 3 Desain dan interpretasi multi faktor eksperimen kombinasi proporsi dengan metode SLD dapat menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert versi Piranti lunak ini menawarkan berbagai macam desain diantaranya faktorial, faktorial fraksional, dan desain gabungan. Piranti lunak ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: dapat digunakan untuk kedua variabel proses dan variabel campuran, menghasilkan desain optimal untuk desain standar yang tidak applicable, dan dapat meningkatkan desain yang sudah ada (Buxton, 2007). F. Landasan Teori Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi golongan non-steroidal yang biasa digunakan untuk pengobatan rheumatoid arthritis dan osteoarthritis. Kelarutan ketoprofen yang rendah dalam air menyebabkan waktu untuk mencapai konsentrasi ketoprofen maksimal dalam plasma (t maks) semakin lama, sehingga

19 19 untuk mengatasinya ketoprofen diformulasikan menjadi bentuk SNEDDS. Sistem SNEDDS ini nantinya akan membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bercampur dengan cairan lambung. Sistem ini memungkinkan dispersi ketoprofen yang hidrofob ke dalam air. Ketoprofen akan terlarut dalam fase minyak yang dilingkupi oleh surfaktan dan kosurfaktan, sehingga dapat berada pada fase air dalam tetesan berukuran nanometer dan membantu meningkatkan disolusi ketoprofen dalam lambung, maka onset atau waktu tinggal obat di lambung menurun dan mempercepat obat sampai di usus untuk diabsorpsi. Nanoemulsi yang berukuran nanometer memungkinkan ketoprofen lebih mudah terdifusi melalui mekanisme paraseluler (celah antar sel). SNEDDS dibuat dari minyak, surfaktan, dan kosurfaktan dengan komposisi yang sesuai, sehingga tercipta campuran isotropik yang stabil. Minyak merupakan komponen yang bertugas membawa obat. Minyak yang sering digunakan adalah VCO sebab aman untuk penggunaan secara oral. VCO tergolong MCTs yang efektif untuk solubilisasi obat hidrofobik. Surfaktan sebagai pembentuk lapisan antarmuka antara air dan minyak, sehingga minyak yang membawa obat mampu terdispersi di dalam air. Surfaktan nonionik yang relatif tidak toksik misalnya Tween 80. Kosurfaktan berupa PEG 400 ditambahkan untuk meningkatkan kerja surfaktan. Tween 80 dan PEG 400 bekerja secara sinergis untuk mendispersikan minyak menjadi tetesan nanoemulsi. Peningkatan konsentrasi surfaktan menghasilkan tetesan partikel yang lebih kecil tetapi emulsification time menjadi lebih lama. Penambahan Tween 80 juga dapat meningkatkan permeabilitas membran dengan melonggarkan tight junction.

20 20 PEG 400 dapat meningkatkan kelarutan, akan tetapi PEG juga dapat membentuk kompleks dengan obat sehingga dapat mengurangi jumlah obat yang siap terabsorpsi. Penggunaan kombinasi Tween 80 dan PEG 400 dalam SNEDDS ketoprofen yang optimal diharapkan dapat meningkatkan difusi dan disolusi ketoprofen secara oral. G. Hipotesis 1. Kombinasi Tween 80 dan PEG 400 dalam SNEDDS ketoprofen dapat meningkatkan jumlah ketoprofen terdifusi dan kecepatan difusi melalui membran usus secara in vitro. 2. Formula SNEDDS optimum dapat meningkatkan disolusi ketoprofen dalam cairan lambung buatan secara in vitro.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rute oral telah menjadi rute utama penghantaran obat untuk pengobatan berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami hambatan karena lipofilisitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uji disolusi dan difusi in vitro memiliki peran penting dalam pengembangan formulasi obat dan kontrol kualitas. Hal ini tidak hanya dapat digunakan sebagai alat utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam

D. Tinjauan Pustaka. Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam JURNAL KELARUTAN D. Tinjauan Pustaka 1. Kelarutan Menurut Farmakope Indonesia (Anonim, 1995) pernyataan kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1 bagian

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan

BAB I PENDAHULUAN. derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme. ibuprofen adalah menghambat isoenzim siklooksigenase-1 dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibuprofen merupakan golongan obat anti inflamasi non steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas analgetik. Mekanisme ibuprofen adalah menghambat isoenzim

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dapat diberikan melalui kulit untuk mendapatkan efek pada tempat pemakaian, jaringan di dekat tempat pemakaian, ataupun efek sistemik. Meskipun terdapat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemberian obat dengan cara per oral adalah rute yang paling umum dan nyaman digunakan oleh pasien. Namun demikian, ketersediaan hayati obat secara per oral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu

BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA. meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang ilmu BAB I PENGANTAR FARMAKOKINETIKA DESKRIPSI MATA KULIAH Bab ini menguraikan secara singkat tentang ilmu farmakokinetik dasar yang meliputi ruang lingkup ilmu farmakokinetik dan dasar-dasar yang menunjang

Lebih terperinci

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam BAB 1 PENDAHULUAN Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H 1 Reseptor yang dapat menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, serta bekerja dengan mengobati

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini di masyarakat kita, banyak ditemukan penyakit kelainan muskuloskeletal

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen [(3-benzophenyl)-propionic acid] adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik (Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK 10/ 3/2012 Faktor sifat fisiko-kimia zat aktif.

Lebih terperinci

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang farmasi dan obat-obatan, menyebabkan perlunya pengembangan obat baru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Salah satu upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki gaya hidup beragam dan cenderung kurang memperhatikan pola makan dan aktivitas yang sehat. Akibatnya,

Lebih terperinci

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam peningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar masyarakat Indonesia telah lama menggunakan obat herbal yang berasal dari bahan alam. Tanaman merupakan salah satu sumber obat-obatan herbal,

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

TUGAS FARMAKOKINETIKA

TUGAS FARMAKOKINETIKA TUGAS FARMAKOKINETIKA Model Kompartemen, Orde Reaksi & Parameter Farmakokinetik OLEH : NURIA ACIS (F1F1 1O O26) EKY PUTRI PRAMESHWARI (F1F1 10 046) YUNITA DWI PRATIWI (F1F1 10 090) SITI NURNITA SALEH (F1F1

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh : ALFA DWI WARSITI K. 100.040.055 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian saat ini telah cukup maju atau dapat dikatakan mengalami modernisasi. Hal ini berkenaan dengan derajat kualitas obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Asma adalah suatu penyakit obstruksi saluran pernafasan yang bersifat kronis dengan

Lebih terperinci

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai BAB I PENDAHULUAN Pada saat ini, penggunaan obat melalui rute transdermal banyak digunakan dan menjadi salah satu cara yang paling nyaman dan inovatif dalam sistem penghantaran obat ke dalam tubuh. Penghantaran

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1 Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Studi terhadap kitosan telah banyak dilakukan baik dalam bentuk serpih, butiran, membran, maupun gel. Kemampuan kitosan yang diterapkan dalam berbagai bidang industri modern,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN SIFAT PERMUKAAN Terdapat pada sistem pangan yang merupakan sistem 2 fase (campuran dari cairan yang tidak saling melarutkan immiscible) Antara 2

Lebih terperinci

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini, rasa sakit karena nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya baik dengan upaya farmakoterapi,

Lebih terperinci

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL Cl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90S : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI Oleh: INDA LUTFATUL AMALIYA K 100040058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUAMMADIYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. BAB 1 PENDAHULUAN Di era globalisasi saat ini, rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab salah satu gangguan aktivitas sehari-hari seseorang. Hal ini mengundang penderita untuk segera mengatasinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3)

3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) Riswanto, S. Pd, M. Si SMA Negeri 3 Rantau Utara 3 Gerakan zat melintasi membran sel 3.1 Membran Sel (Book 1A, p. 3-3) A Bagaimana struktur dari membran sel? (Book 1A, p. 3-3) Struktur membran sel dapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, seiring dengan semakin bertumbuhnya jumlah penduduk mengakibatkan sering terjadinya permasalahan dalam lingkungan hidup, seperti salah satunya mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache,

Lebih terperinci

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah yang dalam keadaan istirahat melebihi nilai normal, nilai normal tiap orang berbeda beda disini terdapat variasi yang amat besar umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Munculnya kerutan halus pada wajah, timbul spot-spot hitam, merupakan ciri-ciri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses normal seiring dengan pertambahan usia, kulit akan mulai mengendur dan berkerut. Hal ini disebabkan fungsi fisiologis dari organ terutama kulit mulai

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penghambat kanal Ca 2+ adalah segolongan obat yang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci