BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki berbagai jenis tumbuhan, di antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk mengobati berbagai macam penyakit dan peningkat daya tahan tubuh seperti suplemen makanan dan suplemen kesehatan sudah banyak digunakan di Indonesia. Secara empiris, masyarakat lebih senang menggunakan tumbuhan untuk mengobati penyakit dan memelihara kesehatan. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat adalah purwoceng gunung atau Artemisia lactiflora Wall.ex DC., anggota suku Asteraceae. Menurut Taufani (2012), purwoceng gunung masih belum diketahui oleh banyak orang karena tumbuhan purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) lebih dikenal secara umum berkhasiat afrodisiak atau sebagai peningkat vitalitas laki-laki. Vitalitas adalah salah satu aspek kesehatan yang penting untuk dijaga. Vitalitas berarti kondisi tubuh seseorang dalam keadaan serta stamina yang baik. Vitalitas yang tidak terjaga dengan baik dapat menyebabkan kondisi kesehatan menurun, bahkan gangguan fungsi seksual seperti impotensi dan infertilitas yang persentasenya lebih banyak pada laki-laki (Syamsul, 2011). Vitalitas dapat dijaga dengan mengkonsumsi obat, makanan, atau tumbuhan yang mengandung senyawa afrodisiak. Purwoceng gunung memiliki khasiat yang cukup berbeda, seperti diuretik, pelancar haid, dan anti radang (Depkes RI, 1999). Purwoceng gunung merupakan

2 2 tumbuhan liar yang tumbuh di dataran menengah sampai pegunungan pada ketinggian 800 m sampai 2300 m di atas permukaan laut (Depkes RI, 1999). Keberadaannya lebih mudah diperoleh berbeda dengan purwoceng yang kebanyakan dibudidayakan di pegunungan Dieng (Syamsul, 2011). Purwoceng gunung memiliki kandungan kimia berupa saponin, kardenolin, flavonoid, dan minyak atsiri (Depkes, 1999). Pada akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas afrodisiak adalah stigmasterol. Suzery dkk., (2004) telah melakukan isolasi senyawa aktif dari tanaman purwoceng dan ditemukan senyawa stigmasterol. Hal ini didukung oleh Dewick (2009) bahwa senyawa tersebut diperkirakan sebagai salah satu pemicu timbulnya perilaku seksual. Izzatunnafis (2008) dalam penelitiannya menyebutkan kadar rata-rata stigmasterol yang merupakan senyawa afrodisiak pada akar purwoceng sebesar 0,73 ± 1,51 % b/b (Izzatunnafis, 2008). Akar purwoceng gunung memiliki kadar senyawa stigmasterol berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dilakukan di LPPT UGM, yaitu sebesar 0,75 % b/b. Kadar tersebut tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan kadar stigmasterol yang dimiliki oleh akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.). Adanya senyawa stigmasterol yang juga terdapat pada akar purwoceng gunung (Artemisia lactiflora Wall. ex DC.) dapat mendasari penggunaannya sebagai bahan baku herbal peningkat vitalitas pada laki-laki. Senyawa afrodisiak dari akar purwoceng gunung, yakni stigmasterol mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air sehinggga absorbsinya dalam saluran cerna tidak optimal (Jannah, 2013). Kelarutan senyawa stigmasterol dalam air adalah 1,12 x 10-5 mg/l

3 3 (Anonim, 2015). Salah satu pengatasannya adalah memformulasikan ekstrak akar purwoceng gunung, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan terpilih dalam bentuk SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System). Menurut Nazzal dkk., (2002) dalam Dash dkk., (2015), SNEDDS akan membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bercampur dengan fase air atau cairan lambung ketika diminum oleh pasien. SNEDDS adalah campuran isotropik yang terdiri atas obat, minyak, surfaktan, dan kosurfaktan yang akan membentuk nanoemulsi ketika berada dalam air dengan bantuan agitasi yang lembut menghasilkan ukuran partikel nm (Mou dkk., 2008). SNEDDS dapat meningkatkan bioavailibilitas oral dengan cara meningkatkan kelarutan obat, permeasi obat melewati membran intestinal karena ukuran partikelnya yang kecil, dan menurunkan efek dari makanan (Wang dkk., 2010). Sediaan dalam bentuk SNEDDS secara termodinamik lebih stabil dengan kemampuan melarutkan obat lipofilik lebih tinggi dibandingkan sediaan emulsi pada umumnya. Sediaan ini dapat dimasukkan ke dalam kapsul lunak atau kapsul keras untuk penggunaan secara oral yang lebih nyaman (Zhao dkk., 2009). SNEDDS yang secara fisik lebih stabil dibandingkan formulasi lain pada umumnya memberikan keuntungan yakni mudah dalam hal pembuatannya (Balakumar dkk., 2013). Pada penelitian ini, asam oleat digunakan sebagai fase minyak. Asam oleat dipilih karena merupakan asam lemak tak jenuh tunggal. Kurakula dan Miryala (2013) dalam Surya (2014) menyatakan bahwa asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifyingnya

4 4 yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar. Tween 20 dan tween 80 dipilih sebagai bahan awal pada skrining surfaktan karena memiliki HLB yang tinggi, yaitu 16,7 dan 15. Berbeda dengan span 20 dan span 80 yang memiliki HLB rendah, yaitu 4,7 dan 4,3. HLB yang tinggi akan mempermudah turunnya tegangan antar muka minyak dengan air saat formula SNEDDS bertemu dengan cairan lambung. Propilen glikol dan PEG 400 yang biasa digunakan sebagai kosurfaktan dipilih sebagai bahan awal pada skrining kosurfaktan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery Systems) dengan komponen asam oleat, surfaktan dan kosurfaktan terpilih, serta ekstrak akar purwoceng gunung yang homogen dapat dibuat? 2. Apakah formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System) ekstrak akar purwoceng gunung optimum memenuhi karakter seperti ukuran tetesan nanoemulsi kurang dari 200 nm, emulsification time kurang dari 1 menit, stabil selama 4 jam dalam cairan lambung buatan, dan memuat ekstrak sebanyak 50 mg/ml? C. TUJUAN 1. Memperoleh formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery Systems) dengan komponen asam oleat, surfaktan dan kosurfaktan terpilih, serta ekstrak akar purwoceng gunung yang homogen.

5 5 2. Mengetahui karakter formula SNEDDS ekstrak akar purwoceng gunung optimum, seperti ukuran tetesan nanoemulsi kurang dari 200 nm, emulsification time kurang dari 1 menit, stabil selama 4 jam dalam cairan lambung buatan, dan memuat ekstrak sebanyak 50 mg/ml. D. MANFAAT Penelitian ini bermanfaat karena dapat menjadi informasi pengembangan produk herbal ekstrak akar purwoceng gunung dalam bentuk formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System) kaitannya dengan peningkat vitalitas laki-laki. E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Purwoceng Gunung a. Taksonomi purwoceng gunung (Sumber : Depkes RI, 1999) Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Dicotyledoneae : Ranales : Asteraceae : Artemisia : Artemisia lactiflora Wall. b. Nama Daerah Purwoceng gunung (Jawa)

6 6 c. Deskripsi purwoceng Habitus : Terna, menahun, tegak atau agak sedikit melata, tinggi cm. Akar Batang Daun : Serabut berwarna putih kekuningan. : Bulat, beruas-ruas, licin, berwarna hijau keunguan. : Majemuk, berbentuk oval, lonjong, panjang cm, lebar 6-15 cm, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi beringgir, anak daun bentuk oval, tepi bergerigi, pertulangan daun tegas, warna ungu kehijauan, hijau. Bunga : Majemuk, bentuk tandan, terletak di ujung batang, panjang mencapai 30 cm, kelopak hijau, bentuk bintang, berlekuk 5, mahkota halus mengelilingi cawan bunga tempat benang sari dan putik, diameter 2-3 mm, warna putih gading. Biji : Bentuk lanset, kecil, berwarna cokelat Adapun gambar purwoceng gunung terdapat pada Gambar 1. Gambar 1. Purwoceng gunung

7 7 d. Kandungan kimia Saponin, kardenolin, flavonoid, minyak atsiri (Depkes RI, 1999). e. Kegunaan Anti radang, pelancar haid, peluruh air seni. 2. Stigmasterol H H H H HH HO Gambar 2. Struktur molekul stigmasterol (Anonim, 2015) Rumus molekul stigmasterol adalah C 29 H 48 O. Bobot molekul stigmasterol adalah 412,69802 g/ mol. Stigmasterol seperti yang terdapat pada Gambar 2 mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air sehinggga absorbsinya dalam saluran cerna tidak optimal (Jannah, 2013). Kelarutan senyawa stigmasterol dalam air sebesar 1,12 x 10-5 mg/l. Stigmasterol sangat larut dalam benzen, etil eter, dan etanol (Anonim, 2015). Berdasarkan hasil uji pendahuluan di LPPT, ekstrak akar purwoceng gunung memiliki kandungan stigmasterol sebesar 0,75 % b/b. Kadar tersebut tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan kadar

8 8 stigmasterol yang dimiliki oleh akar purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.), yakni 0,73 ± 1,51 % b/b (Izzatunnafis, 2008). Senyawa stigmasterol sebagai afrodisiak dapat berguna untuk meningkatkan vitalitas laki-laki sebab kemampuannya meningkatkan level testosteron di dalam tubuh akan mempengaruhi spermatogenesis yang secara tidak langsung akan meningkatkan vitalitas laki-laki (Sangat dan Larashati, 2002; Taufiqurrachman, 1999). 3. Prinsip pembuatan ekstrak akar purwoceng gunung a. Pembuatan simplisia Tahap pertama adalah pengumpulan bahan baku. Umumnya, panen akar dilakukan saat proses pertumbuhan berhenti atau sudah cukup umur. Tahap kedua adalah sortasi basah atau pemilahan tumbuhan hasil panen saat masih segar dari tanah, rumput-rumputan, bagian tanaman lain, dan bagian yang rusak. Tahap ketiga adalah pencucian dengan mata air, air sumur, atau air ledeng yang bertujuan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan yang berasal dari dalam tanah. Tahap keempat adalah pengubahan bentuk seperti perajangan, pengupasan, pemotongan, atau penyerutan. Tahap kelima adalah pengeringan, salah satunya dapat menggunakan oven pada suhu 50 C. Pengeringan menggunakan oven bertujuan menurunkan kadar air yang lebih baik sehingga bahan tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri dan menghilangkan aktivitas enzim

9 9 yang dapat menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif. Tahap keenam adalah sortasi kering atau pemilahan bahan setelah mengalami proses pengeringan (Gunawan dan Mulyani, 2004). Tahap ketujuh adalah pembuatan serbuk dengan bantuan mesin serbuk. Hasilnya berupa serbuk kasar. Tanpa proses pengayakan, serbuk kasar selanjutnya akan dimaserasi. Semakin halus serbuk yang dihasilkan maka proses ekstraksi semakin efektif tapi proses filtrasi secara teknologi peralatan menjadi lebih sulit. b. Maserasi Maserasi adalah salah satu macam ekstraksi cara dingin. Prinsip maserasi yaitu melarutkan dan menarik senyawa yang diinginkan dengan pelarut yang tepat. Maserasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara 1 bagian serbuk akar purwoceng gunung dilarutkan dalam 10 bagian pelarut (etanol 70 %), kemudian diaduk setiap 2 jam sekali agar homogen serta tidak jenuh, dan didiamkan selama 24 jam. Etanol mampu menyari senyawa non polar hingga polar dan toksisitasnya lebih rendah dibanding pelarut lain (Khairani, 2013). Pelarut yang diperbolehkan hingga saat ini adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya, sedangkan pelarut lain seperti metanol, toluen, kloroform, heksana, dan aseton digunakan untuk separasi dan fraksinasi (Depkes RI, 2000). Ekstrak etanol 70 % dari akar purwoceng dengan dosis 83,25 mg/kg bobot badan mampu menaikkan bobot badan tikus betina bunting (Pribadi, 2012). Proses

10 10 yang terjadi selama maserasi adalah penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan, disolusi pelarut ke dalam sel tumbuhan, dan difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel. Proses tersebut akan berulang hingga terjadi kesetimbangan (Emilan dkk., 2011). c. Penyaringan dan penguapan ekstrak Hasil maserasi disaring dengan kertas saring yang dibantu alat vacuum Buchner. Hasil penyaringan kemudian diuapkan. Penguapan sebaiknya dilakukan dengan rotary evaporator terlebih dahulu hingga volume cukup berkurang dan ekstrak masih dapat dituang, selanjutnya diuapkan menggunakan waterbath pada suhu 78 C hingga diperoleh ekstrak kental. 4. SNEDDS Self Emulsifying Drug Delivery System atau SEDDS merupakan pendekatan teknologi yang akhir-akhir ini diterapkan pada obat-obat yang kelarutannya di dalam air rendah. Tujuannya adalah meningkatkan kelarutan, disolusi, dan absorbsi per oral obat-obat tersebut (Joshi dkk., 2013). SNEDDS atau Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System merupakan salah satu jenis SEDDS berupa campuran minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan substansi obat yang secara spontan akan membentuk nanoemulsi di dalam jalur gastrointestinal setelah pemberian secara oral (Joshi dkk., 2013). SNEDDS yang terbentuk di jalur gastrointestinal memberikan hasil berupa partikel nano yang berukuran 20 nm sampai 200 nm (Balakumar dkk., 2013). Nanopartikel

11 11 dapat dibuat dengan dua cara, yaitu milling of large particles (pengecilan partikel-partikel besar) dan precipitation from solution (penggabungan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar). Milling of large particles membutuhkan energi yang besar yakni menggunakan alat dalam pembuatan nanopartikel, berbeda dengan precipitation from solution yang membutuhkan energi lebih rendah yakni hanya dengan mengembangkan formulasi dalam pembuatan nanopartikel dengan bantuan alat seperti vortex dan stirrer. Metode pembuatan yang kedua dipilih untuk membuat SNEDDS dalam penelitian ini sebab lebih mudah dilakukan dalam skala laboratorium dibandingkan metode pembuatan yang pertama. a. Minyak Minyak adalah salah satu bahan penting dalam pembuatan nanoemulsi karena berfungsi sebagai pembawa obat lipofilik yang mampu melarutkan obat dalam jumlah cukup banyak, membantu proses self emulsification, meningkatkan fraksi obat lipofilik yang ditranspor melalui sistem intestinal limpatik sehingga absorbsi di dalam jalur gastrointestinal dapat ditingkatkan (Gursoy dkk., 2004). Minyak dengan rantai trigliserida panjang dan medium yang memiliki derajat saturasi berbeda umum digunakan dalam formulasi SEDDS (Sapra dkk., 2012). Pemilihan minyak yang tepat dalam formulasi SNEDDS ditentukan oleh kelarutan obat di dalam minyak (Azeem dkk., 2009). Minyak yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam oleat. Asam oleat dipilih karena merupakan asam lemak tak jenuh

12 12 tunggal. Kurakula dan Miryala (2013) dalam Surya (2014) menyatakan bahwa asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifyingnya yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar (Surya, 2014). b. Surfaktan Surfaktan adalah komponen lain yang juga penting dalam formulasi SNEDDS karena berperan mengurangi tegangan antar muka minyak dengan air. Surfaktan dapat dibagi menjadi surfaktan ionik (kationik dan anionik), surfaktan non ionik, dan surfaktan amfolitik (Nigade dkk., 2012). Surfaktan non ionik lebih banyak dipilih dalam formulasi SNEDDS karena lebih tidak toksik dibandingkan surfaktan ionik. Surfaktan non ionik dengan nilai HLB yang relatif tinggi merupakan pilihan tepat dalam formulasi. Keamanan menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan surfaktan. Surfaktan yang berasal dari bahan alam lebih aman dibandingkan surfaktan sintetis walaupun mempunyai keterbatasan dalam proses self emulsification. Konsentrasi surfaktan yang umumnya dipilih untuk membuat formulasi SNEDDS yang stabil adalah 30-60% w/w. Peningkatan konsentrasi tidak direkomendasikan sebab kemungkinan mengiritasi gastrointestinal lebih besar (Gursoy dkk., 2004). Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tween 20 dengan nilai HLB 16,7 dan tween 80 dengan nilai HLB 15.

13 13 c. Kosurfaktan Kosurfaktan membantu pembentukan nanoemulsi secara spontan dan mengurangi penggunaan surfaktan jika keduanya digunakan bersama-sama. Surfaktan dan kosurfaktan akan bekerjasama untuk menurunkan tegangan antar muka. Pemilihan kosurfaktan merupakan tahapan penting karena membantu menentukan partikel formula SNEDDS yang terbentuk dan melarutkan substansi obat dalam formula SNEDDS (Nigade dkk., 2012). Kosurfaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah PEG 400 dengan nilai HLB 14 dan propilen glikol dengan nilai HLB 3,4. 5. Asam Oleat O OH Gambar 3. Struktur Molekul Asam Oleat (Rowe dkk., 2009) Struktur molekul asam oleat seperti terdapat pada Gambar 3 adalah asam lemak tak jenuh tunggal yang memiliki bobot molekul 282,47 g/mol, berwarna kuning hingga kecokelatan. Asam oleat memiliki fungsi sebagai agen pengemulsi yang biasa digunakan dalam sediaan farmasetika. Selain itu, asam oleat mampu meningkatkan bioavailibilitas obat atau senyawa yang sukar larut air dalam formulasi tablet (Rowe dkk., 2009). Kurakula dan Miryala (2013) dalam Surya (2014) menyatakan bahwa asam oleat

14 14 banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery System) karena kemampuan selfemulsifyingnya yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar. 6. Tween 20 HO O y O z O R O O HO O x HO O w Gambar 4. Struktur Molekul Tween 20 (Rowe dkk. 2009) w + x + y + z = 20; R = asam laurat Tween 20 atau polisorbat 20 (C 26 H 50 O 10 ) yang struktur molekulnya terdapat pada Gambar 4 memiliki berat molekul 1128 g/mol (Rowe dkk., 2009). Tween 20 adalah ester laurat dari sorbitol dan anhidridanya berkopolimerisasi dengan sekitar 20 molekul etilen oksida untuk setiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Penampilan fisik tween 20 berupa cairan, berwarna kuning muda hingga coklat muda, dan berbau khas lemah. tween 20 larut di dalam air, etanol, etil asetat, metanol, dioksan, dan tidak larut dalam minyak mineral (Depkes RI, 1995).

15 15 7. Propilen Glikol OH H 3 C OH Gambar 5. Struktur molekul propilen glikol (Rowe dkk., 2009) Propilen glikol dengan struktur molekul seperti terdapat pada Gambar 5 memiliki bobot molekul 76,09 g/mol (Rowe dkk., 2009). Wujud dari propilen glikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, berasa khas, praktis tidak berbau, dan menyerap air pada udara lembap. Propilen glikol dapat bercampur dengan air, aseton, dan kloroform. Selain itu, propilen glikol juga larut dalam eter dan beberapa minyak esensial tetapi tidak dapat larut dengan minyak lemak. Bobot jenis dari propilen glikol berkisar antara 1,035 dan 1,037 (Depkes RI, 1995). F. LANDASAN TEORI Purwoceng gunung adalah salah satu tumbuhan obat Indonesia yang memiliki kegunaan anti radang, pelancar haid, dan peluruh air seni (Depkes RI, 1999). Tumbuhan purwoceng gunung memiliki kandungan kimia berupa saponin, kardenolin, flavonoid, dan minyak atsiri (Depkes RI, 1999). Akar purwoceng gunung memiliki kadar senyawa stigmasterol berdasarkan hasil uji di LPPT UGM, yaitu sebesar 0,75 % b/b. Kadar tersebut tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan kadar stigmasterol yang dimiliki oleh akar purwoceng

16 16 (Pimpinella pruatjan Molk.), yakni 0,73 ± 1,51 % b/b (Izzatunnafis, 2008). Adanya senyawa stigmasterol yang juga terdapat pada akar purwoceng gunung dapat mendasari penggunaannya sebagai bahan baku herbal peningkat vitalitas pada laki-laki. Senyawa stigmasterol sebagai afrodisiak dapat berguna untuk meningkatkan vitalitas laki-laki sebab kemampuannya meningkatkan level testosteron di dalam tubuh akan mempengaruhi spermatogenesis yang secara tidak langsung akan meningkatkan vitalitas laki-laki (Sangat dan Larashati, 2002; Taufiqurrachman, 1999). Stigmasterol memiliki kelarutan yang rendah dalam air (Jannah, 2013). Kelarutan stigmasterol dalam air adalah 1,12 x 10-5 mg/l (Anonim, 2015). Kelarutan dan ketersediaan obat tersebut di dalam tubuh jika dikonsumsi harus ditingkatkan. Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi masalah ini adalah memanfaatkan teknologi nano, yakni SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery Systems). SNEDDS merupakan campuran isotropik minyak, surfaktan, kosurfaktan dan obat yang akan membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu dengan cairan lambung melalui pemberian per oral. Secara in vitro, SNEDDS akan membentuk nanoemulsi secara spontan ketika bertemu dengan air dengan bantuan agitasi yang lembut. Secara visual, nanoemulsi akan tampak jernih. Minyak sebagai pembawa obat dapat berupa minyak mineral maupun minyak nabati. Umumnya minyak nabati lebih banyak digunakan karena aman untuk penggunaan secara oral. Surfaktan memiliki fungsi untuk menurunkan tegangan muka dan membentuk lapisan antarmuka antara air dan minyak sehingga

17 17 minyak yang berisi obat mampu terdispersi di dalam air (Nigade dkk., 2012). Tipe nanoemulsi seperti minyak dalam air (O/W), air dalam minyak (W/O), dan bikontinu sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah surfaktan yang digunakan. Kerja surfaktan dalam pembentukan nanoemulsi sering dibantu dengan penambahan kosurfaktan. Kosurfaktan berperan membantu menurunkan tegangan antar muka air dan minyak (Nigade dkk., 2012). Keberhasilan pembentukan nanoemulsi dapat dilihat dari ukuran diameter tetesan dan distribusi ukurannya. Sebagai pengujian awal, keberhasilan pembentukan nanoemulsi dapat dilihat dari nilai transmittance yang mendekati transmittance akuades. Nanoemulsi memiliki ukuran 20 sampai 200 nm (Balakumar dkk., 2013). Distribusi ukuran partikel yang sempit menunjukkan keseragaman tetesan nanoemulsi yang dihasilkan dan reliabilitas metode pembuatan. Karakterisasi distribusi ukuran partikel ini diketahui dengan bantuan alat PSA (Particle Size Analyser). Kecepatan SNEDDS membentuk nanoemulsi dikarakterisasi melalui uji emulsification time. SNEDDS yang baik akan memiliki emulsification time yang sebentar atau cepat mendispersikan fase minyak di dalam air. Pengamatan stabilitas nanoemulsi diperlukan agar dapat dipastikan nanoemulsi stabil dalam cairan lambung buatan (AGF). G. HIPOTESIS 1. Formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery Systems) dengan komponen asam oleat, surfaktan dan kosurfaktan terpilih, serta ekstrak etanol akar purwoceng gunung yang homogen berhasil didapat.

18 18 2. Formula SNEDDS (Self-Nano Emulsifying Drug Delivery Systems) ekstrak akar purwoceng gunung optimum memenuhi karakter seperti ukuran tetesan nanoemulsi kurang dari 200 nm, emulsification time kurang dari 1 menit, selama 4 jam dalam cairan lambung buatan, dan memuat ekstrak sebanyak 50 mg/ml.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan sediaan losio minyak buah merah a. Perhitungan HLB butuh minyak buah merah HLB butuh minyak buah merah yang digunakan adalah 17,34. Cara perhitungan HLB

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah 69 Lampiran 2. Gambar tumbuhan rimpang lengkuas merah a b Keterangan: a. Gambar tumbuhan lengkuas merah b. Gambar rimpang lengkuas merah 70 Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh 21 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh masyarakat Indonesia karena obat tradisional tersebut mempunyai beberapa kelebihan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir Lampiran 2. Morfologi Tanaman Kecipir Gambar 1. Tanaman Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) Lampiran 2. (Lanjutan) A B Gambar 2. Makroskopik Daun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen). Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen) sebelum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Landasan Teori digilib.uns.ac.id 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Mahkota Dewa a. Klasifikasi Mahkota Dewa Kingdom Devisi Kelas Ordo Family : Tumbuhan : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terkenal akan kekayaan alamnya dengan berbagai macam flora yang dapat ditemui dan tentunya memiliki beberapa manfaat, salah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul 10.00 WITA sampai dengan selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu teknologi proses ekstraksi minyak sereh dapur yang berkualitas dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan yang berkhasiat obat. Penggunaan obat-obat tradisional memiliki banyak keuntungan yaitu

Lebih terperinci

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel Uji dilakukan selama enam hari dalam tempat dengan kelembaban 70% dan suhu 27ºC, setiap hari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman jambu bol (Syzygiun malaccense L. Merr & Perry)

Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman jambu bol (Syzygiun malaccense L. Merr & Perry) Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman jambu bol (Syzygiun malaccense L. Merr & Perry) 64 Lampiran 2. Bagan pembuatan ekstrak daun jambu bol (Syzygium malaccense L.Merr & Perry) secara maserasi 900 g serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paparan sinar matahari dapat memicu berbagai respon biologis seperti sunburn, eritema hingga kanker kulit (Patil et al., 2015). Radiasi UV dari sinar matahari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kosmetika dekoratif digunakan sehari-hari untuk mempercantik diri. Salah satu contoh kosmetika dekoratif yang sering digunakan adalah lipstik. Lipstik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127

UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) Surakarta 57127 UNIVERSITAS SETIA BUDI FAKULTAS FARMASI Program Studi S1 Farmasi Jl. Letjen. Sutoyo. Telp (0271) 852518 Surakarta 57127 UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN AKADEMIK 2007/2008 Mata Kuliah : Formulasi dan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM.

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM. OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID SEBAGAI MINYAK PEMBAWA TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian LAMPIRAN 13 14 Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian Serbuk daun kepel Ekstrak kental metanol Penentuan kadar air dan kadar abu Maserasi dengan metanol Ditambah metanol:air (7:3) Partisi dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA TEGANGAN PERMUKAAN KELOMPOK 1 SHIFT A 1. Dini Mayang Sari (10060310116) 2. Putri Andini (100603) 3. (100603) 4. (100603) 5. (100603) 6. (100603) Hari/Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia

Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia Lampiran 1. Tumbuhan dandang gendis dan simplisia Gambar 1. Tumbuhan dandang gendis Gambar 2. Simplisia daun dandang gendis Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan lampiran. Bagan Pembuatan Nata de coco

Lebih terperinci