BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Selain memiliki efek sebagai anti-inflamasi, ketoprofen juga diketahui memiliki efek analgesik dan antipiretik (Rençber dkk., 2009). Kelemahan yang dimiliki ketoprofen adalah adanya potensi mengiritasi lambung, sehingga dalam penelitian ini ketoprofen diformulasikan dalam bentuk SNEDDS. SNEDDS adalah sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan. Hasil pencampuran sediaan SNEDDS dalam cairan lambung setelah dikonsumsi oleh pasien akan membentuk nanoemulsi. Bentuk nanoemulsi dipilih karena dalam nanoemulsi terdapat kandungan minyak yang dapat membawa ketoprofen yang sukar larut dalam air. Keunggulan sediaan SNEDDS adalah kemampuan membentuk nanoemulsi secara spontan di dalam saluran cerna dan ukuran tetesan yang dihasilkan berukuran nanometer (Han dkk., 2011; Makadia dkk., 2013). SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat, surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga 1

2 2 stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator (Date dkk., 2010). Di samping keunggulan yang dimiliki, SNEDDS memiliki aspek yang perlu ditingkatkan, yaitu terkait dengan metode manufakturnya yang sulit. Pengembangan solid SNEDDS menjadi salah satu alternatif yang sangat menjanjikan untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS, karena fasilitas manufakturnya yang lebih mudah. Pembuatan liquid SNEDDS menjadi solid SNEDDS menggabungkan keunggulan sistem penghantaran basis lipid (lipid based drug delivery system) dan bentuk sediaan solid (solid dosage form) (Chavda dkk., 2013). Pada penelitian ini, dilakukan optimasi formula ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan pembuatan solid SNEDDS dengan menggunakan asam oleat sebagai fase minyak, tween 20 sebagai surfaktan, propilen glikol sebagai ko-surfaktan, dan aerosil sebagai solidifying agent. Asam oleat memiliki kemampuan self-emulsifying yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar, tween 20 merupakan surfaktan non-ionik yang memiliki HLB tinggi (16,7), propilen glikol dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga aman digunakan, dan aerosil merupakan salah satu solidifying agent yang sering digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS. Formula hasil optimasi tersebut diuji kejernihan, emulsification time, kestabilan dalam AGF dan AIF, ukuran dan distribusi ukuran tetesan, serta drug loading maksimum. Formula SNEDDS yang optimum dibuat menjadi bentuk solid, kemudian diuji kejernihan, drug content yang terkandung, dan morfologi kristalnya.

3 3 B. Rumusan Masalah 1. Apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen? 2. Apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF? 3. Apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen? 4. Bagaimanakah morfologi serbuk solid SNEDDS ketoprofen? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui apakah campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen. 2. Mengetahui apakah formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF. 3. Mengetahui apakah penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen. 4. Mengetahui bagaimana morfologi serbuk solid SNEDDS ketoprofen.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai formulasi ketoprofen dalam bentuk SNEDDS dan solid SNEDDS sehingga dapat menjadi alternatif baru dalam memformulasikan ketoprofen terutama untuk penggunaan secara oral. 1. Ketoprofen E. Tinjauan Pustaka CH 3 H Gambar 1. Struktur Kimia Ketoprofen Nama kimia ketoprofen adalah asam 2-(3-benzoilfenil) propionat dengan bobot molekul 254,3. Ketoprofen mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter, praktis tidak larut dalam air (Depkes RI, 1995). Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit muskuloskeletal kronis (Purwantiningsih dkk., 2010). Ketoprofen memiliki efek penghambatan terhadap produksi prostaglandin dan menghambat munculnya inflamasi (Lahiri dan Palit, 2012). Dosis pemakaian ketoprofen adalah 50 mg empat kali sehari atau 75 mg tiga

5 5 kali sehari (Parfitt, 1999). Dosis tertinggi ketoprofen yang direkomendasikan untuk penggunaan oral immediate release adalah 100 mg dan 200 mg untuk sediaan lepas lambat (FDA, 2010). Selain memberikan banyak aktivitas terapeutik, ketoprofen juga memberikan efek samping yang tidak diinginkan, seperti kehilangan darah, luka pada usus atau lambung dan anemia (Gabriel dkk., 1991). Ketoprofen merupakan senyawa asam lemah dengan nilai pka sekitar 4,6. Permeabilitas ketoprofen pada usus manusia cukup tinggi sekitar 8,7 x 10-6 cm/s (Sheng dkk., 2006). Ketoprofen memiliki kelarutan dalam air yang rendah (0,13 mg ml -1 pada 25 C), sehingga menjadi masalah pada formulasi dan membatasi aplikasi terapeutiknya (Kantor, 1986). Kelarutan ketoprofen yang rendah dalam cairan lambung menyebabkan waktu tinggal ketoprofen semakin lama dalam lambung, sehingga akan memperparah efek samping yang timbul. Menurut Pol dkk. (2013), kristal NSAID yang sukar larut dalam cairan lambung akan kontak dengan dinding lambung dalam waktu yang lama sehingga meningkatkan potensi iritasi lambung. Patil dkk. (2004) pernah memformulasikan gelled SEDDS ketoprofen dengan menggunakan Capmul dan aerosil, menghasilkan emulsification time detik dan ukuran tetesan nm. 2. SNEDDS Beberapa tahun terakhir, perkembangan formulasi telah terfokus pada sistem mikroemulsi berbasis lipid (lipid-microemulsion) terutama pada SEDDS, SMEDDS,

6 6 dan SNEDDS untuk meningkatkan bioavailabilitas oral obat-obat yang sukar larut air (Balakrishnan dkk., 2009 b ; Cui dkk., 2009; Woo dkk., 2008). SNEDDS merupakan sistem penghantaran obat yang mengandung campuran isotropik minyak, surfaktan, ko-surfaktan, dan obat yang membentuk nanoemulsi o/w secara spontan (self-emulsifying) saat dimasukkan ke dalam fase air dengan agitasi yang ringan (Nazzal dkk., 2002). Di dalam tubuh, SNEDDS akan membentuk nanoemulsi saat kontak dengan cairan dalam saluran cerna, dan agitasi untuk proses self-emulsifying dalam GIT dibantu oleh gerakan pada lambung dan usus (Itoh dkk., 2002; Nazzal dkk., 2002). Nanoemulsi yang terbentuk memiliki ukuran tetesan kurang dari 100 nm dan meningkatkan kelarutan obat yang tidak larut air sehingga dapat membantu absorpsi obat pada saluran cerna (Han dkk., 2011). Ukuran nanoemulsi yang sangat kecil memungkinkan obat dapat melewati membran sepanjang GIT dengan cepat dan meminimalisir iritasi akibat adanya kontak antara kristal obat dengan dinding GIT (Makadia dkk., 2013). Selain itu, dengan diformulasikan dalam bentuk SNEDDS, tidak ada kontak langsung antara obat dengan dinding lambung sehingga iritasi dapat dikurangi (Pol dkk., 2013). Dengan meningkatnya kelarutan obat dalam saluran cerna, terutama lambung, maka diperkirakan waktu untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam darah dapat dipersingkat, dengan kata lain sediaan SNEDDS diperkirakan akan dapat mempercepat t max. SNEDDS memiliki komponen utama berupa minyak sebagai pembawa obat,

7 7 surfaktan sebagai emulgator minyak ke dalam air melalui pembentukan dan penjaga stabilitas lapisan film antar muka, dan ko-surfaktan untuk membantu surfaktan sebagai emulgator. Syarat formulasi SNEDDS adalah harus kompatibel, aman, memiliki kapasitas pelarutan yang baik dan memiliki kemampuan self emulsifying yang baik (Han dkk., 2011). Formula SNEDDS yang optimal dipengaruhi oleh sifat fisikokimia dan konsentrasi minyak, surfaktan dan ko-surfaktan, rasio masing-masing komponen, ph dan suhu saat emulsifikasi terjadi, serta sifat fisikokimia obat (Date dkk., 2010). Komponen utama SNEDDS adalah : a. Minyak Fase minyak memiliki peran penting dalam formulasi SNEDDS, karena sifat fisikokimia minyak (berat molekul, polaritas dan viskositas) secara signifikan mempengaruhi spontanitas proses nanoemulsifikasi, ukuran tetesan nanoemulsi, dan kelarutan obat. Minyak yang dipilih untuk formulasi SNEDDS adalah minyak yang mampu melarutkan obat secara maksimal dan juga mampu menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang diharapkan (Makadia dkk., 2013). Pada penelitian ini fase minyak yang dipakai adalah asam oleat. Asam oleat (nama IUPAC : cis-9-octadecenoic acid, singkatan lipid 18:1 cis-9) adalah asam lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid) yang dapat diperoleh dari sumber nabati atau hewani, memiliki bobot molekul 282,47 g/mol dan berwarna kuning pucat atau kuning-kecoklatan (NIST, 2014). Asam oleat memiliki titik leleh

8 8 13 C dan titik didih 300 C (Sciencelab, 2014). Asam oleat merupakan penyusun lipid bilayer stratum korneum pada kulit manusia (Williams, 2003). Asam oleat dapat bertindak sebagai agen pengemulsi, sehingga dapat memperbaiki bioavailabilitas obat-obat yang sukar larut dalam air pada formulasi tablet (Kibbe, 2000). Asam oleat banyak dipilih sebagai fase minyak dalam formulasi SNEDDS karena kemampuan self-emulsifying-nya yang tinggi dan kapasitas drug loading yang besar (Kurakula dan Miryala, 2013). Kurakula dan Miryala (2013) menggunakan asam oleat, tween 80 dan Brij 30 untuk memformulasikan SNEDDS atorvastatin, dengan hasil emulsification time detik dan rerata ukuran tetesan nm. H Gambar 2. Struktur Kimia Asam leat b. Surfaktan Pemilihan surfaktan juga merupakan faktor kritis pada formulasi SNEDDS. Karakteristik surfaktan seperti HLB (dalam minyak), viskositas dan afinitas terhadap fase minyak memiliki pengaruh yang besar pada proses nanoemulsifikasi, tempat terjadinya self-emulsification dan ukuran tetesan nanoemulsi. Surfaktan terpilih harus acceptable pada rute administrasi yang ditentukan dan juga harus sesuai dengan regulasi yang berlaku (Makadia dkk., 2013). Penambahan surfaktan dapat mengurangi tegangan antar muka sehingga dapat menghasilkan tetesan nanoemulsi

9 9 yang stabil (Costa dkk., 2012). Surfaktan yang digunakan untuk formulasi SEDDS adalah surfaktan non ionik dengan nilai HLB tinggi yang dapat membantu pembentukan tetesan emulsi o/w dengan cepat dalam media berair (Bharathi dkk., 2013). Pada penelitian ini surfaktan yang dipakai adalah tween 20. Tween 20 atau Polyoxyethylene (20) sorbitan monolaurate adalah ester dari polioksietilen sorbitan yang memiliki HLB 16,7 dan bobot molekul sekitar 1225 g/mol (Sigma, 2014). Tween 20 memiliki LD 50 untuk tikus sebesar 36,7 ml/kg dan untuk mencit lebih dari 33 g/kg (Cayman, 2012). Kassem dkk. (2010) pernah memformulasikan SNEDDS clotrimazole dengan komposisi 10% asam oleat sebagai fase minyak, 60% tween 20 sebagai surfaktan, serta 15% PEG 200 dan 15% n-butanol sebagai ko-surfaktan menghasilkan ukuran tetesan sebesar 81 nm. w x H H z y H w+x+y+z=20 Gambar 3. Struktur Kimia Tween 20 c. Ko-surfaktan Ko-surfaktan ditambahkan pada formula SNEDDS untuk meningkatkan drug loading, mempercepat self-emulsification time, dan mengatur ukuran tetesan pada nanoemulsi (Biradar dkk., 2009; Makadia dkk., 2013). Penambahan ko-surfaktan pada formula yang mengandung surfaktan dapat meningkatkan disolusi dan absorpsi

10 10 obat pada formula yang dibuat (Han dkk., 2011). Pada penelitian ini ko-surfaktan yang dipakai adalah propilen glikol. Propilen glikol merupakan cairan kental tidak berwarna dan transparan yang umum digunakan sebagai ko-solven (Rowe dkk., 2009). Propilen glikol memiliki HLB 3,4 dan diklasifikasikan sebagai GRAS oleh FDA Amerika Serikat sehingga dapat digunakan untuk bahan tambahan makanan, obat-obatan, dan juga kosmetik (FDA, 2014; Ansel, 2011). LD 50 akut propilen glikol pada mencit adalah mg/kg dan mg/kg pada tikus (Sciencelab, 2014). Menurut WH, asupan propilen glikol yang aman adalah sebesar 25 mg/kg BB (U.S HHS, 1997). Elnaggar dkk. (2009) memformulasikan SNEDDS tamoksifen dengan komposisi tamoksifen sitrat (1,6%), Maisine 35-1 (16,4%), Caproyl 90 (32,8%), Cremophor RH40 (32,8%) dan propilen glikol (16,4%), menghasilkan ukuran tetesan sebesar 150 nm. H CH 3 H Gambar 4. Struktur Kimia Propilen glikol 3. Solid SNEDDS Sistem SNEDDS yang berupa cairan (liquid SNEDDS) memiliki keterbatasan, yaitu metode manufaktur yang sulit (Nazzal dkk., 2002). leh karena itu, sediaan solid SNEDDS sedang dipelajari dan dipertimbangkan lebih lanjut untuk mengatasi keterbatasan liquid SNEDDS tersebut (Kang dkk., 2011). Solid SNEDDS, salah satu

11 11 bentuk sistem penghantaran obat berbasis lipid yang dibuat dengan proses pemadatan (solidification), merupakan sistem penghantaran baru yang menjanjikan bagi obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS (meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas obat) dan keunggulan bentuk sediaan padat (stabilitas yang tinggi dan manufaktur yang lebih mudah) (Nazzal dkk., 2006; Wang dkk., 2008). Solid SNEDDS akan menghasilkan nanoemulsi minyak dalam air (o/w nanoemulsion) dengan ukuran tetesan di bawah 200 nm dengan agitasi ringan dalam media berair (seperti di dalam cairan gastrointestinal) (Wang dkk., 2008; Tang dkk., 2008). Tetesan nanoemulsi yang berukuran nanometer ini membantu dalam proses disolusi dan absorpsi obat sehingga dapat meningkatkan keseragaman dan reprodusibilitas bioavailabilitas obat (Rao dkk., 2008). Solid SNEDDS dapat dihasilkan dengan penambahan solidifying agent. Pada penelitian ini, solidifying agent yang digunakan untuk pembuatan solid SNEDDS adalah Aerosil. Aerosil merupakan koloidal silikon dioksida amorf anhidrat dengan tingkat kemurnian tinggi yang digunakan pada produk farmasi untuk meningkatkan karakter serbuk sebagai free-flow dan anti-caking agent (Evonik, 2014). Aerosil berupa serbuk putih tidak berbau yang memiliki titik leleh sekitar 1700 C. LD 50 Aerosil pada tikus untuk penggunaan oral adalah mg/kg (Caelo, 2013). Penggunaan silikon dioksida pada makanan secara langsung atau tidak langsung dikategorikan sebagai GRAS oleh FDA (FDA, 2014). Silikon dioksida adalah salah satu carrier yang dapat

12 12 memperbaiki disolusi dengan meningkatkan pembasahan (wettability) partikel obat (Balakrishnan, 2009 a ). Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein dengan menggunakan 500 mg aerosil dalam 100 ml etanol menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan sekitar 90 nm. Seo dkk. (2013) juga pernah membuat solid SNEDDS docetaxel dengan metode spray drying menggunakan 3 gram aerosil dalam 500 ml etanol, menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm. F. Landasan Teori Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi golongan non-steroidal yang biasa digunakan untuk pengobatan osteoartritis dan rematoid artritis. Namun karena ketoprofen memiliki kelarutan yang sangat rendah dalam air, sehingga hal ini menjadi masalah dalam memformulasikan ketoprofen untuk aplikasi per oral. Selain itu, ketoprofen juga memiliki kelemahan yaitu adanya potensi mengiritasi lambung. Untuk itu sebagai alternatif mengatasi permasalahan tersebut, ketoprofen diformulasi menjadi bentuk SNEDDS. SNEDDS adalah bentuk sediaan yang mengandung minyak, surfaktan, dan ko-surfaktan yang dapat menghasilkan nanoemulsi secara spontan di dalam cairan gastrointestinal. Nanoemulsi yang dihasilkan memiliki tetesan berukuran sangat kecil (di bawah 100 nm), sehingga dapat membantu disolusi ketoprofen dalam lambung dan mempercepat absorpsi obat. Di dalam lambung, sistem akan melingkupi obat dan akan meminimalkan potensi iritasi lambung ketoprofen. Liquid SNEDDS memiliki keterbatasan yang perlu ditingkatkan, yaitu

13 13 terkait dengan manufakturnya yang sulit, sehingga bentuk solid SNEDDS dikembangkan sebagai salah satu alternatif. Solid SNEDDS menjadi sediaan yang menjanjikan untuk obat-obat yang sukar larut dalam air karena menggabungkan keunggulan liquid SNEDDS dan bentuk sediaan padat. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjadi dasar penelitian ini adalah penelitian Patil dkk. (2004) yang berhasil memformulasikan ketoprofen menjadi gelled SEDDS yang memiliki emulsification time kurang dari 1 menit dan ukuran tetesan yang kurang dari 100 nm. Campuran asam oleat dan tween 20 pernah digunakan oleh Kassem dkk. (2010) untuk membuat SNEDDS clotrimazole menghasilkan ukuran tetesan 81 nm. Propilen glikol digunakan Elnaggar dkk. (2009) untuk membuat SNEDDS tamoksifen menghasilkan ukuran tetesan 150 nm dan aerosil digunakan oleh Seo dkk. (2013) untuk membuat solid SNEDDS docetaxel menghasilkan nanoemulsi dengan ukuran tetesan 190 nm. Shanmugam dkk. (2011) membuat solid SNEDDS lutein yang memiliki morfologi partikel halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi yang sempurna SNEDDS lutein di dalam pori aerosil. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu tersebut, diperkirakan penggunaan asam oleat, tween 20 dan propilen glikol dapat digunakan untuk formulasi SNEDDS ketoprofen dan menghasilkan nanoemulsi yang baik. Penggunaan aerosil sebagai solidifying agent juga diperkirakan dapat menghasilkan solid SNEDDS ketoprofen.

14 14 G. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Campuran asam oleat, tween 20, dan propilen glikol dapat membentuk sistem SNEDDS yang homogen. 2. Formula SNEDDS ketoprofen dapat membentuk nanoemulsi dengan ukuran tetesan kurang dari 100 nm, kemampuan self-emulsifying yang baik dan stabil dalam AGF dan AIF. 3. Penggunaan Aerosil dalam pembuatan solid SNEDDS ketoprofen dapat menghasilkan nanoemulsi ketoprofen. 4. Serbuk solid SNEDDS memiliki morfologi yang halus tanpa bentuk kristal yang mengindikasikan adsorpsi sempurna ketoprofen di dalam pori aerosil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflamasi adalah suatu respon biologi reaksi - reaksi kimiawi secara berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang rusak akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat antiinflamasi, NSAIDs (Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs), memiliki mekanisme kerja menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2) sehingga tidak terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-peradangan kelompok nonsteroidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan rematoid artritis, osteoartritis, dan berbagai penyakit

Lebih terperinci

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin

A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tetrahidrokurkumin Kurkumin merupakan senyawa polifenol yang diekstrak dari rimpang kunyit (Curcuma longa Linn.). Kurkumin dilaporkan memiliki efek farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen menjadi pilihan dalam terapi inflamasi sendi, seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis karena lebih efektif dibandingkan dengan aspirin, indometasin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. iridoid, lignan, dan polisakarida (Chan-Blan-co et al., 2006). Senyawa flavon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengkudu banyak dimanfaatkan sebagai agen hipotensif, antibakteri, antituberkulosis, antiinflamasi, dan antioksidan. Mengkudu mengandung berbagai komponen antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen (asam 2-(3-benzoilfenil) propanoat) merupakan obat anti inflamasi NSAID (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs) golongan propanoat yang biasa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelarutan Ibuprofen dalam Minyak, Surfaktan, dan Kosurfaktan Formulasi Self-nanoemulsifying Drug Delivery System (SNEDDS) terdiri dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pterostilben (3,5-dimetoksi-4 -hidroksistilben) adalah komponen stilben yang secara alami terdapat dalam buah blueberries, kulit buah berbagai varietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau dikenal dengan Noni merupakan buah yang sering digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya untuk terapi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jinten hitam (Nigella sativa) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional. Jinten hitam umum digunakan sebagai antihipertensi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia dengan kekayaan alamnya memiliki berbagai jenis tumbuhan, di antaranya tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat. Penggunaan tumbuhan untuk mengobati berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat anti-inflamasi kelompok nonstreoid yang banyak digunakan untuk terapi arthritis rheumatoid dan osteoarthritis kronis (Główka dkk., 2011). Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. diambil akarnya dan kebanyakan hanya dibudidayakan di Pegunungan Dieng BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Purwoceng merupakan tumbuhan yang sudah banyak dikenal masyarakat karena dipercaya memiliki khasiat sebagai afrodisiak. Purwoceng termasuk ke dalam kategori tumbuhan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi yang stabil secara termodinamika dengan ukuran globul pada rentang 10 nm 200 nm (Prince, 1977). Mikroemulsi dapat dibedakan dari emulsi biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiinflamasi kelompok nonstreoidal. Ketoprofen biasa digunakan untuk pengobatan arthritis rheumatoid, osteoarthritis, dan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beta karoten merupakan salah satu bentuk karotenoid yaitu zat yang disintesis oleh tanaman, alga, dan bakteri fotosintesis sebagai sumber warna kuning, oranye, dan merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan penduduk yang memiliki gaya hidup beragam dan cenderung kurang memperhatikan pola makan dan aktivitas yang sehat. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen atau asam 2-(3-benzoilfenil) propionat merupakan obat antiinflamasi non steroid yang digunakan secara luas untuk pengobatan rheumatoid arthritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. SNEDDS Self-nanoemulsifying Drug Delivery Systems atau SNEDDS dapat didefinisikan sebagai campuran isotropik dari minyak, surfaktan, kosurfaktan, dan zat

Lebih terperinci

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dekade terakhir, bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam sirkulasi sistemik (Tymes et al., 1990).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Ekstrak Buah Tomat (Solanum lycopersicum L.) Ekstark buah tomat memiliki organoleptis dengan warna kuning kecoklatan, bau khas tomat, rasa manis agak asam, dan bentuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN ARTI SINGKATAN. RINGKASAN... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN... A. Latar Belakang Penelitian.. B. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen merupakan obat OAINS dari turunan asam propionat yang memiliki khasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi dan analgesik pada terapi rheumatoid arthritis

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id xvi DAFTAR SINGKATAN A/M ANOVA BHA BHT CMC CoCl 2 HIV HLB M/A O/W ph SPSS t-lsd UV W/O : Air dalam Minyak : Analysis of Variance : Butylated Hydroxyanisole : Butylated Hydroxytoluen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan derivat sederhana fenilasetat yang menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan jaman yang semakin modern menuntut semua hal yang serba cepat dan praktis, termasuk perkembangan sediaan obat. Bentuk sediaan obat padat berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dunia kesehatan, obat dengan berbagai sediaan sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Obat-obatan bentuk padat dapat diberikan

Lebih terperinci

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets I. Formula Asli R/ Krim Kosmetik II. Rancangan Formula Nama Produk : Jumlah Produk : 2 @ 40 g Tanggal Pembuatan : 16 Januari 2013 No. Reg : No. Bets : Komposisi : Tiap 40 g mengandung VCO 15% TEA 2% Asam

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi BAB 1 PENDAHULUAN Sampai saat ini, sediaan farmasi yang paling banyak digunakan adalah sediaan tablet, yang merupakan sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkular,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pentagamavunon-0 (PGV-0) atau 2,5-bis-(4ʹ hidroksi-3ʹ metoksibenzilidin) siklopentanon adalah salah satu senyawa analog kurkumin yang telah dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelarutan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia yang penting untuk diperhatikan pada

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rute oral telah menjadi rute utama penghantaran obat untuk pengobatan berbagai macam penyakit dan 50% pemberian obat secara oral mengalami hambatan karena lipofilisitas

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA @Dhadhang_WK Laboratorium Farmasetika Unsoed 1 Pendahuluan Sediaan farmasi semisolid merupakan produk topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM.

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi. Oleh : MEYLANA INTAN WARDHANI NIM. OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF-NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) DENGAN OLEIC ACID SEBAGAI MINYAK PEMBAWA TUGAS AKHIR Diajukan

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan perkembangan dunia dewasa ini, industri farmasi mengalami kemajuan yang pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan obat antiperadangan kelompok nonsteroidal atau nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) yang tidak selektif. Ketoprofen bekerja dengan

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL

OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL OPTIMASI FORMULA SEDIAAN SNEDDS (SELF- NANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM ) DARI EKSTRAK KLOROFORM DAUN SALAM DENGAN PEMBAWA OLIVE OIL Disusun Oleh : SITI FATIMAH MEIRANI M0613038 SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hiperkolesterolemia merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup seperti diet tinggi kolesterol atau asam lemak jenuh tinggi dan kurangnya olahraga.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Hasil Evaluasi Sediaan a. Hasil pengamatan organoleptis Hasil pengamatan organoleptis menunjukkan krim berwarna putih dan berbau khas, gel tidak berwarna atau transparan

Lebih terperinci

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD

EMULSI FARMASI. PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD EMULSI FARMASI PHARM.DR. JOSHITA DJAJADISASTRA, MS, PhD KEUNTUNGAN Meningkatkan bioavailibilitas obat Controlled rate drug release Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, semakin banyak bentuk sediaan obat yang beredar di pasaran, salah satunya adalah sediaan tablet. Tablet merupakan sediaan yang paling umum digunakan oleh

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan farmasi memiliki berbagai macam bentuk dengan cara pemberiannya yang berbeda-beda. Salah satu sediaan yang paling umum digunakan oleh masyarakat yaitu tablet,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C 29 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku vitamin C meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan penetapan kadar. Uji kelarutan dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengumpulan Getah Jarak Pengumpulan getah jarak (Jatropha curcas) berada di Bandarjaya, Lampung Tengah yang berusia 6 tahun. Pohon jarak biasanya dapat disadap sesudah berumur

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit yang sering terjadi dikalangan masyarakat adalah jerawat. Jerawat atau Acne vulgaris adalah suatu prosen peradangan kronik kelenjar polisebasea yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka digilib.uns.ac.id 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Salam (Syzygium polyanthum (Wight)Walp.) a. Klasifikasi dan deskripsi salam Klasifikasi tumbuhan salam menurut Van Steenis (2003) adalah

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Melibatkan berbagai investigasi bahan obat mendapatkan informasi yang berguna Data preformulasi formulasi sediaan yang secara fisikokimia stabil dan secara biofarmasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Orientasi formula mikroemulsi dilakukan untuk mendapatkan formula yang dapat membentuk mikroemulsi dan juga baik dilihat dari stabilitasnya. Pemilihan emulgator utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ultra Violet/UV (λ nm), sinar tampak (λ nm) dan sinar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Radiasi sinar matahari yang mengenai permukaan bumi merupakan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi sinar matahari yang sampai ke permukaan bumi dan

Lebih terperinci

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2

Media Farmasi Indonesia Vol 10 No 2 PENGARUH PENINGKATAN TWEEN 20 SEBAGAISURFAKTAN TERHADAPKARAKTERISTIK DAN KESTABILAN FISIK SEDIAANSELFNANOEMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SNEDDS) SIMVASTATIN THE EFFECT OF INCREASING TWEEN 20 AS SURFACTANTS

Lebih terperinci

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik, antipiretik, anti inflamasi, dan dalam dosis rendah dapat menghambat

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I EMULSI FINLAX Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. Mahasiswa : 09.0064 Hari : Jumat Tanggal Praktikum : 5 Maret 2010 Dosen Pengampu : Anasthasia Pujiastuti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, Tablet merupakan sediaan obat yang paling banyak digunakan di masyarakat. Sediaan Tablet merupakan bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tablet Dari jenis sedian obat yang ada, tablet (komprimat) dan jenis-jenis modifikasinya tidak pelak lagi merupakan sediaan yang paling popular (Voight, 1995). Tablet adalah

Lebih terperinci

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi BAB 1 PENDAHULUAN Pada saat ini, semakin banyak manusia yang terkena penyakit reumatik, baik orang dewasa maupun anak muda. Upaya manusia untuk mengatasi hal tersebut dengan cara farmakoterapi, fisioterapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surfaktan Surfaktan (surface active agent) adalah senyawa amphiphilic, yang merupakan molekul heterogendan berantai panjangyang memiliki bagian kepala yang suka air (hidrofilik)

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2.

PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. PERCOBAAN II PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat 2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 4 HSIL PERCON DN HSN Parameter dalam proses emulsifikasi penguapan pelarut yang mempengaruhi ukuran partikel, potensial zeta, sifat hidrofil dan pengisian obat meliputi: (i) Intensitas dan durasi homogenisasi;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA I PEMBUATAN DAN CARA EVALUASI CREAM ZETACORT Disusun oleh : Nama : Linus Seta Adi Nugraha No. mahasiswa : 09.0064 Tgl. Praktikum : 30 April 2010 Hari : Jumat Dosen pengampu

Lebih terperinci

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI

FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI FORMULASI GLIBENKLAMID DENGAN METODE SELF EMULSIFYING DRUG DELIVERY SYSTEM (SEDDS) DAN UJI IN- VITRO DISOLUSI Michrun Nisa 1), Abdul Halim Umar 1), Aisyah Fatmawati 2) 1) Akademi Farmasi Kebangsaan Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinea atau dermatofitosis adalah nama sekelompok penyakit kulit yang disebabkan oleh dermatofit, yaitu sekelompok infeksi jamur superfisial yang tumbuh di lapisan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Evaluasi Krim Hasil evaluasi krim diperoleh sifat krim yang lembut, mudah menyebar, membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat dioleskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk daerah beriklim tropis yang merupakan tempat endemik penyebaran nyamuk. Dari penelitiannya Islamiyah et al., (2013) mengatakan bahwa penyebaran nyamuk

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet merupakan salah satu sediaan farmasi yang sangat digemari, karena bentuknya yang padat, mudah di bawa dan dapat menghasilkan efek yang cepat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci