BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah"

Transkripsi

1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pantai barat pulau Sumatera merupakan pertemuan lempeng Indo-ustralia dengan lempeng Eurasia. Hingga saat ini, lempeng Indo-ustralia masih terus bersubduksi di bawah lempeng Eurasia yang mengakibatkan Pulau Sumatera menjadi salah satu pulau di Indonesia dengan aktivitas tektonik yang cukup tinggi dan rawan bencana (McCaughey, 2012). Salah satu bentuk mitigasi bencana yang dapat dilakukan adalah studi deformasi dengan menghitung besar dan pola pergeseran lempeng serta regangan yang terjadi di daerah pantai barat Pulau Sumatera. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan studi deformasi adalah metode GPS. Saat ini di pantai barat Pulau Sumetera telah didirikan Sumatran GPS rray (SuGr) yang merupakan stasiun CORS yang tersebar sepanjang 1300 km di pantai barat pulau Sumatera. Sumatran GPS rray (SuGr) ini setiap harinya merekam data GPS dengan akurasi tinggi secara kontinyu dan dapat dimanfaatkan untuk studi deformasi. Perhitungan kecepatan dan pola pergeseran dengan menggunakan metode GPS sangat tergantung pada strategi pengolahan data sehingga diperlukan perangkat lunak yang mampu memberikan hasil dengan ketelitian yang tinggi, salah satunya adalah perangkat lunak GMIT/GLOBK. GMIT (GPS nalysis at Massachusetts Institute Of Technology) merupakan perangkat lunak ilmiah untuk mengolah data survei GPS yang dikembangkan oleh MIT (Massachusetts Institute Of Technology) dan SIO (Scripps Institution of Oceanography. GLOBK (Global Kalman Filter VLBI and GPS nalysis Program) adalah Kalman filter yang berfungsi untuk mengkombinasikan solusi dari hasil pemrosesan data GPS serta menghitung kecepatan dan pola pergeserannya. Keduanya merupakan perangkat lunak yang sangat komprehensif dalam pengolahan data GPS. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian kondisi yang telah dijelaskan pada latar belakang, maka permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah: 1

2 2 1. Berapakah vektor kecepatan pergeseran horizontal sebaran stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d 2013? 2. Berapakah besar regangan stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d 2013? 3. Bagaimana pola regangan stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d 2013? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan vektor kecepatan pergeseran sebaran stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d Perhitungan besar regangan stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d Penentuan pola regangan stasiun SuGr pada rentang tahun 2011 s.d I.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk keperluan mitigasi bencana akibat aktivitas pergerakan lempeng di daerah pantai barat Pulau Sumatera. I.5. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. ITRF yang digunakan adalah ITRF Titik ikat yang digunakan adalah 15 stasiun IGS, yaitu BKO, COCO, CUSV, DGR, DGV, GUM, GUUG, HYDE, KRR, LHZ, NTUS, PIMO, TNML, TOW2, dan XMIS. 3. Data pengamatan yang digunakan adalah 10 stasiun SuGR, yaitu BGS, BST, BTHL, KTET, MKMK, MSI, PRY, PBLI, PSKI, PSMK pada doy 101 s.d 107 pada tahun 2011 s.d Perangkat lunak yang digunakan adalah GMIT/GLOBK 10.5 dan grid_strain 2D untuk perhitungan besar dan pola regangan. I.6. Tinjauan Pustaka Pada tahun 2008, Prawirodirdjo dkk melakukan penelitian dengan judul Geodetic observations of an earthquake cycle at the Sumatra subduction zone: Role of interseismic strain segmentation. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis segmentasi patahan pada siklus gempa bumi pada megathrust Sumatera, yang terjadi

3 3 pada 26 Desember 2004 Mw 9.1 Sumatra ndaman, 28 Maret 2005 Mw 8.7 Nias Simeulue, dan 12 September 2007 Mw 8.4 gempa Mentawai. Data yang digunakan adalah data pengamatan GPS tahun 1989 s.d2001 milik BKOSURTNL dan Sumatran GPS rray (SuGr) tahun 2002 s.d Penelitian ini dilakukan dengan menghitung vektor kecepatan pergeseran dan kemudian menganalisis karakteristik patahan yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan bahwa megathrust Sumatra mengalami segmentasi, sebuah karakteristik yang mungkin akan terus bertahan selama beberapa siklus gempa. Hasil pemodelan deformasi postseismic dari Sumatra ndaman dan Nias Simeulue menunjukkan bahwa afterslip yang terjadi terkonsentrasi pada updip dan downdip, masing-masing berasal dari guncangan utama. Berdasarkan perbandingan medan kecepatan sebelum dan sesudah tahun 2001, zona subduksi di bawah Kepulauan Batu dan Enggano yang sebelumnya terkunci, setelah tahun 2001 mengalami pergeseran bebas. Hal ini menyebabkan interseismic coupling pada patahan subduksi akan bervariasi dari waktu ke waktu meski segmentasi pada zona subduksi tetap bertahan. Penelitian mengenai deformasi di Pulau Sumatera juga dilakukan oleh Sugiyanto dkk pada tahun Peneliti melakukan penelitian dengan judul nalisa Deformasi Permukaan Patahan ktif Segmen Seulimum dan Segmen ceh. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemutakhiran data perubahan koordinat pada jaringan pengamatan GPS untuk analisa deformasi permukaan daratan ceh, mempelajari karakteristik patahan aktif segmen ceh dan segmen Seulimum dengan melakukan pengukuran lanjutan pada jaringan pengamatan GPS pada segmen utara dari sistem patahan Sumatera, menghitung besar pergeseran post-seismic yang terjadi setelah gempa ceh 2004 dengan menganalisa interaksi dari segmen utara dengan segmen segmen lainnya dan implikasi dari pergeseran koseimik dan post-seismic gempa ceh, dikaitkan dengan transfer dari stress terhadap segmen utara patahan Sumatra. Perangkat lunak yang digunakan adalah Bernesse 5.0. Dari penelitian ini diketahui bahwa daratan ceh masih dipengaruhi oleh aktivitas post-seismic, dengan rata besaran pergeserannya adalah 10 mm/tahun. Deformasi post-seismic yang masih terus berlangsung akibat gempa ceh 2004 akan berimplikasi pada potensi kegempaan pada patahan aktif yang ada di daratan ceh. nalisis bahaya kegempaan

4 4 dengan metode PSH didapat bahwa PG untuk kota Banda ceh adalah sekitar 0,3 0,4 g. Pada tahun 2012 penelitian mengenai deformasi di Pulau Sumatera dilakukan oleh Permana dengan judul nalisis Deformasi Gempa Padang Tahun 2009 Berdasarkan Data Pengamatan GPS Kontinu Tahun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti besarnya dampak gempa Padang tahun 2009 dengan menghitung 28 stasiun SuGr sebelum dan sesudah gempa dengan menggunakan perangkat lunak GMIT/GLOBK 10.4 dan menghitung besarnya regangan dengan perangkat lunak grid_strain. Hasil pengolahan data menunjukkan vektor pergeseran titik-titik pengamatan GPS di Sumatera cenderung bergerak ke arah timur laut (NE) yang mengindikasikan adanya akumulasi energi, sedangkan vektor pergeseran yang mengarah ke barat daya (SW) mengindikasikan adanya pelepasan energi. Gempa 30 September 2009 mengakibatkan pergeseran maksimum dari titik-titik pengamatan GPS sebesar 0,055 m ke arah barat daya. Kecepatan vektor pergeseran rata-rata dari titik-titik pengamatan GPS sebelum gempa adalah sebesar 0,033 m/tahun dan setelah gempa sebesar 0,031 m/tahun dengan pergerakan mengarah ke timur laut. Regangan di sekitar daerah kajian menunjukkan adanya pola kompresi dengan nilai maksimum sebesar 1,226 x 10-7 strain yang mengindikasikan potensi terjadinya gempa bumi. Gempa 30 September 2009 tidak menunjukkan deformasi setelah gempa dari hasil yang teramati dan vektor kecepatan pergeseran serta tidak menghilangkan distribusi regangan pola kompresi di sekitar daerah pusat gempa setelah gempa terjadi. Meskipun demikian, gempa ini berdampak cukup besar, khususnya untuk daerah di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera. Pada tahun 2012 penelitian mengenai deformasi di Pulau Sumatera juga dilakukan oleh Rusmen dengan judul nalisis Deformasi Gempa Mentawai Tahun 2010 Berdasarkan Data Pengamatan GPS Kontinu Tahun Penelitian ini bertujuan untuk meneliti besarnya dampak gempa Mentawai tahun 2010 dengan menghitung vektor pergeseran 31 stasiun SuGr sebelum dan sesudah gempa dengan menggunakan perangkat lunak GMIT/GLOBK 10.4 dan menghitung besarnya regangan dengan perangkat lunak grid_strain. Hasil dari penelitian ini adalah gempa Mentawai memberikan pengaruh pergeseran horizontal dan vertikal. Pergeseran yang cukup besar teramati 10 s.d 30 cm untuk horizontal dan 1 s.d 6 cm

5 5 untuk vertikal yang berada di sekitar pusat gempa, Gempa Mentawai masih memiliki pengaruh post-seismic dilihat dari data vektor pergeseran setelah terjadi Gempa Mentawai, yaitu terdapat beberapa stasiun pengamatan yang berlawanan arah dengan vektor interseismic. Hasil distribusi regangan berupa ekstensi mengindikasikan adanya post-seismic. Gempa Mentawai mengakibatkan terjadinya pelepasan energi sekitar 74% pada tahap co-seismic. Nilai ini diperoleh dari perbandingan pergeseran yang terjadi akibat gempa dengan akumulasi pergeseran sampai tahun Penelitian menggunakan data Sumatran GPS rray (SuGr) juga dilakukan oleh Pratama dengan judul Pengolahan Data GPS Kontinyu Jaringan SuGr (Sumatran GPS rray) Untuk Mengamati Deformasi kibat Gempa Cekungan Wharton Sumatera pada tahun Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung vektor pergeseran dari plot time series data pengamatan stasiun GPS SuGr sebelum dan sesudah terjadi gempa di laut disekitar zona subduksi Sumatera. Data yang digunakan yaitu stasiun UMLH (Ujung Muloh). Data yang tersedia berupa data rinex yang kemudian diolah dan dianalisis dengan perangkat lunak GMIT. Hasil pengolahan data GPS Sugar pada stasiun UMLH (Ujung Muloh) Provinsi ceh menunjukkan bahwa pengaruh gempa Mw 8,7 dan Mw 8,2 menyebabkan pergeseran kearah utara (X) sebesar 9,8 cm, pergeseran kearah timur (Y) sebesar 16,7 cm, untuk koordinat Z sumbu Pergeseran pengukuran tinggi alat mempengaruhi ketelitian dengan nilai pergeseran sebesar 4,3 cm. Perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini bertujuan untuk menghitung vektor kecepatan pergeseran horizontal dan regangan beserta pola yang terjadi di Pulau Sumatera menggunakan sepuluh stasiun Sumatran GPS rray (SuGr) dari tahun 2011 s.d 2013 yang tersebar dari utara smpai selatan pantai barat Pulau Sumatera dengan menggunakan 15 stasiun aktif IGS sebagai titik ikat. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah GMIT/GLOBK 10.5 dan perangkat grid_strain 2D. nalisis penelitian ini tidak dihubungkan dengan terjadinya segmentasi pada lempeng di daerah Pulau Sumatera.

6 6 I.7. Landasan Teori I.7.1. GPS GPS (Global Positioning System) GPS atau NVSTR GPS (Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System), merupakan sebuah sistem yang dapat menginformasikan posisi secara global kepada penggunanya. Pada prinsipnya, penentuan posisi dengan GPS dilakukan dengan mengamati satelit-satelit GPS yang memancarkan sinyal-sinyal yang memiliki informasi tentang posisi satelit yang bersangkutan serta jaraknya dari pengamat. Dengan mengamati satelit dalam jumlah yang cukup, si pengamat dapat menentukan posisi dan kecepatannya. Sinyal GPS dibagi dalam tiga komponen, yaitu penginformasi jarak (kode), penginformasi posisi satelit (navigation message), dan gelombang pembawa (carrier wave). Terdapat dua kode pseudo-random nosie (PRN) yang digunakan sebagai penginformasi jarak. Kode yang pertama adalah kode P (Precise atau private) yang digunakan untuk kepentingan militer merika Serikat dan pihak berwenang lainnya. Kode P didesain untuk precise positioning service (PPS), memiliki panjnag gelombang sekitar 30 m. Kode P terdapat pada gelombang pembawa L1, L2, dan L5. Kode yang kedua adalah kode C/ (Coarse cquisition atau Clear ccess) yang tersedia untuk kepentingan sipil. Kode C/ didesain untuk standard positioning service (SPS), memiliki panjang gelombang sekitar 300 m. Kode C/ hanya terdapat pada gelombang L1. Setiap satelit GPS memiliki struktur kode yang unik sehingga memungkinkan receiver GPS untuk mengenali dan membedakan sinyal yang datang dari satelit yang berbeda. Disamping kode-kode, sinyal GPS juga membawa pesan navigasi yang berisi informasi tentang koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, UTC, parameter koreksi ionosfer, informasi mengenai konstelasi dan kesehatan satelit, serta broadcast ephemeris (orbit satelit). Kode-kode dan pesan navigasi tersebut dibawa ke pengamat dari satelit oleh gelombang pembawa. Terdapat tiga gelombang pembawa yang digunakan oleh masyarakat sipil, yaitu L1 dengan frekuensi 1,57542 GHz, L2 dengan frekuensi MHz, dan yang terbaru adalah

7 7 gelombang L5 dengan frekuensi 1,17645 GHz (Hofmann-Wellenhof, 2008). danya pengukuran dual frekuensi dengan L1 dan L2 memiliki keuntungan untuk mengeliminasi bias ionosfer dan meningkatkan ambiguitas resolusi terutama untuk pengukuran dengan tingkat presisi tinggi. Gelombang L5 memiliki kemampuan ranging memiliki kode pengukuran yang lebih baik daripada kode L1 C/ (Kornhauser, 2006). Dewasa ini, kegunaan GPS sebagai metode penentuan posisi sudah dimanfaatkan secara luas, salah satunya digunakan untuk pengamatan pergeseran tanah. Pada dasarnya, penggunaan GPS untuk pergeseran tanah dilakukan dengan menentukan koordinat titik-titik pantau secara teliti dan berkala. Dengan mempelajari perubahan koordinat titik-titik pantau tersebut secara kontinyu dari waktu ke waktu, maka besarnya kecepatan dan arah pergeseran dapat diketahui. Dengan diketahuinya besar kecepatan dan arah pergeseran, analisis dan estimasi mengenai regangan yang terjadi dapat dilakukan. I.7.2. Penentuan Posisi Metode Relatif (Differential Positioning). Penentuan posisi dengan GPS dapat dilakukan dengan menggunakan metode relatif atau diferensial. Penentuan posisi dengan metode ini dilakukan dengan mengamati beberapa satelit secara simultan dengan menggunakan dua atau lebih receiver GPS. Penentuan posisi relatif adalah penentuan vektor jarak antara dua stasiun pengamatan, yang dikenal sebagai jarak basis (baseline). Pada survei GPS, terdapat dua jenis data pengukuran jarak satelit ke receiver, yaitu pengukuran jarak fase dan pseudorange. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Kornhauser, 2006) :...(1.1)...(1.2) Dalam hal ini : = jarak pseudorange satelit (1) dan receiver () pada epok = jarak fase (carrier phase) satelit (1) dan receiver () pada epok = jarak geometris antara receiver () dengan satelit (1) pada epok = kesalahan jarak akibat kesalahan ephemeris (orbit) pada satelit (1) dan receiver ()

8 8 = ambiguitas fase dari pengamatan fase sinyal-sinyal L1 dan L2dari satelit (1) dan receiver () c = kecepatan cahaya dalam ruang vakum (m/s) λ = panjang gelombang dari sinyal (m) ϕ = fase gelombang yang terukur = bias yang disebabkan oleh refraksi troposfer pada receiver () = bias yang disebabkan oleh refraksi ionosfer pada receiver () = kesalahan dan offset dari jam satelit(1) pada epok = kesalahan dan offset dari jam receiver () pada epok = gangguan (noise) yang disebabkan oleh multipath Pada penentuan posisi metode relatif, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station). Penentuan posisi dengan metode ini memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode absolut. Metode ini dilakukan dengan mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver pada waktu yang bersamaan dan beberapa jenis kesalahan dan bias dapat dieliminasi atau direduksi. Terdapat tiga metode pengurangan (differencing), yaitu Single Difference, Double Difference, dan Triple Difference. Pengamatan Single Difference (SD) dapat dilakukan dengan menggunakan dua receiver,b dan satu satelit dimana kesalahan ephemeris (orbit) dan kesalahan jam satelit dapat dieliminasi. Pengamatan Double Difference (DD) dapat dilakukan dengan menggunakan dua receiver dan dua satelit dimana kesalahan jam receiver dapat dieliminasi. Pengamatan Triple Difference (TD) dapat dilakukan dengan menggunakan dua receiver, dua satelit, dan dua epoch pengamatan dimana ambiguitas fase dapat dieliminasi. Secara matematis metode differencing dirumuskan sebagai berikut (Kornhauser, 2006): - SD =...(1.3) - DD =...(1.4) - TD =...(1.5) I.7.3. Bias dan Sumber Kesalahan Dalam perjalanannya dari satelit ke pengamat di permukaan bumi, sinyal GPS harus melalui medium propagasi, yaitu ionosfer dan troposfer dimana sinyal GPS

9 9 akan mengalami refraksi di dalamnya. Selain itu, sinyal GPS juga dapat dipantulkan oleh benda-benda di sekitar pengamat dan menyebabkan efek multipath. Kesalahan dan bias juga dapat disebabkan oleh kesalahan orbit satelit, jam satelit, kesalahan jam satelit dan receiver, kesalahan antena, ambiguitas fase, dan cycle slips (bidin, 2007). I Kesalahan Orbit Satelit. Kesalahan ini disebut juga dengan kesalahan ephemeris dimana orbit satelit yang terdapat dalam broadcast ephemeris tidak sama dengan orbit satelit yang sebenarnya, sehingga posisi satelit yang dilaporkan tidak sama dengan posisi satelit yang sebenarnya dan nantinya akan mempengaruhi ketelitian posisi titik-titik yang diamat. Besarnya efek kesalahan orbit satelit dapat dihitung dengan rumus (bidin, 2007):... (1.6) Keterangan: db = besarnya efek kesalahan orbit pada panjang baseline dr = besarnya kesalahan orbit b = panjang baseline r = jarak rata-rata pengamat ke satelit I Cycle Slips. Cycle Slips adalah ketidak-kontinyuan dalam jumlah gelombang penuh dari fase gelombang pembawa yang diamati, pengamatan sinyal oleh receiver terputus oleh satu dan lain hal (bidin, 2007). I Multipath. Multipath adalah fenomena dimana sinyal yang ditransmisikan oleh satelit GNSS ditermia oleh receiver melalui dua atau lebih lintasan berbeda karena efek pantulan benda-benda di sekitar pengamat seperti bangunan, jalan, permukaan air. Perbedaan jarak tempuh dapat menyebabkan sinyalsinyal tersebut berinterferensi ketika diterima oleh antena sehingga menyebabkan kesalahan hasil pengamatan (bidin, 2007). I mbiguitas fase. mbiguitas fase adalah jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. mbiguitas fase berupa bilangan bulat kelipatan panjang gelombang. Ketidaktepatan dalam mendefinisikan besarnya ambiguitas fase akan menyebabkan kesalahan dalam penentuan jarak dari satelit ke pengamat (bidin, 2007).

10 10 I Kesalahan Jam Satelit dan Receiver. Setiap satelit GPS membawa beberapa buah jam atom yang digunakan untuk mendefinisikan sistem waktu satelit. Seiring dengan berjalannya waktu, jam-jam atom tersebut akan mengalami penyimpangan (offset, drift, dan drift-rate). Pada umumnya receiver GPS dilengkapi dengan jam kristal quartz yang relatif lebih kecil, lebih murah, dan relatif memerlukan daya yang relatif lebih kecil dibandingkan jam atom yang digunakan di satelit (bidin, 2007). Ketidaksinkronan antara jam satelit dengan jam receiver akan memberikan informasi mengenai waktu yang berbeda dan dapat menjadi sumber kesalahan. I Kesalahan ntena. Pada pengukuran jarak dari satelit ke antena receiver GPS, jarak ukuran diasumsikan mengacu ke pusat geometris dari antena yang lokasinya tetap. kan tetapi, sebenarnya secara elektronik pengukuran jarak tersebut mengacu ke pusat fase antena, bukan ke pusat geometris antena. danya perbedaan lokasi antara pusat fase dan pusat geometris antena akan menyebabkan terjadinya kesalahan pada jarak ukuran (bidin, 2007). I Refraksi Troposfer. Troposfer merupakan lapisan dari atmosfer yang berbatasan dengan permukaan bumi dan mempunyai ketebalan setinggi 9 s.d 16 km, tergantung pada tempat dan waktu. Ketika melalui troposfer, sinyal GPS akan mengalami refraksi yang menyebabkan perubahan pada kecepatan dan arah dari sinyal GPS. Efek utama dari refraksi troposfer adalah kesalahan terhadap hasil ukuran jarak (bidin, 2007). I Refraksi Ionosfer. Ionosfer merupakan lapisan atas dari atmosfer. Elektron-elektron bebas yang terdapat dalam lapisan ionosfer akan mempengaruhi propagasi sinyal GPS yang kemudian turut mempengaruhi kecepatan, arah, polarisasi, dan kekuatan dari sinyal GPS yang melaluinya. Efek terbesar dari refraksi ionosfer terletak pada kecepatan sinyal dimana ionosfer akan memperlambat pseudorange dan memperlambat fase dari sinyal GPS yang akan mempengaruhi ukuran jarak dari pengamat ke satelit (bidin, 2007). I.7.4. TEQC TEQC adalah program komprehensif yang digunakan sebelum pemrosesan data GPS untuk melakukan hal-hal berikut:

11 11 1. Translation : Membaca raw data GPS dari receiver dan menerjemahkan data tersebut ke format yang lain, 2. Editing : ekstraksi metadata, editing, dan/atau koreksi header metadata RINEX atau BINEX, 3. Quality checking data GPS dan/atau GLONSS (file observasi biner, BINEX atau RINEX, dengan atau tanpa file navigasi dengan ephemeris. Ketiga fungsi diatas dapat dilakukan secara terpisah, berpasangan, atau sekaligus dalam sekali running program (Estey, 2013). I.7.5. Perangkat Lunak GMIT/GLOBK GMIT merupakan salah satu perangkat lunak ilmiah pengolah data GNSS yang menggunakan platform sistem operasi Unix. Perangkat lunak ini dapat menghasilkan posisi relatif tiga dimensi dengan tingkat ketelitian tinggi karena data yang digunakan selain data broadcast ephemeris, juga digunakan data precise ephemeris. GMIT memerlukan sembilan macam input dalam proses pengolahannya (Herring, 2010) : 1. Raw data dari data pengamatan GPS, 2. File navigasi, berupa file navigasi global yang diunduh melalui situs IGS, 3. File GPS Ephemeris yang didapat dari IGS dalam format SP3. 4. lfile yang berisi koordinat geosentrik dari semua stasiun pengamatan IGS atau titik ikat yang digunakan, 5. File station.info yang berisi data informasi tentang stasiun yang mencakup stasiun-stasiun pengamatan yang digunakan, tempat/lokasi stasiun, tinggi antena, model antena, model receiver, waktu pengamatan (tahun, doy = day of year), start (waktu mulai) dan stop (waktu berhenti) tiap sesi pengamatan, serta firmware yang digunakan oleh receiver, 6. sittbl. File ini berisi nilai constraint yang diberikan kepada setiap stasiun stasiun pengamatan maupun titik ikat, 7. File sestbl yang berfungsi sebagai input control table untuk fixdrv, berisi spesifikasi tipe analisis dan apriori kesalahan pengukuran serta constraint satelit, 8. process.default. File ini berfungsi sebagai kontrol dalam pengolahan data.

12 12 9. sites.default. File berisi daftar stasiun yang digunakan dalam proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak GMIT. Selain menggunakan GMIT untuk pengolaahan data, diperlukan juga perangkat lunak GLOBK (Global Kalman Filter VLBI and GPS nalysis Program) untuk proses lanjutan. GLOBK adalah satu paket program yang dapat mengkombinasikan hasil pemrosesan data survei terestris ataupun data survei ekstraterestris. Data input yang dijadikan kunci utama pada GLOBK adalah matrik kovarian dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring, dkk., 2010). Hfile hasil pengolahan GMIT dijadikan sebagai data input dalam program GLOBK. plikasi yang dapat dijalankan oleh GLOBK antara lain : 1. mengombinasikan hasil pengolahan individu (misal: harian) untuk menghasilkan koordinat stasiun rata-rata dari pengamatan yang dilakukan lebih dari satu hari, 2. mengombinasikan hasil pengamatan multiple year untuk menghasilkan koordinat stasiun serta vektor kecepatan pergeseran, 3. melakukan estimasi koordinat stasiun dari pengamatan individu, yang digunakan untuk menyederhanakan data runut waktu (time series) dari pengamatan teliti harian atau tahunan, sedangkan yang tidak dapat dilakukan oleh GLOBK adalah antara lain : 1. membuat sebuah model linier, karena terdapat banyak proses perataan yang dijalankan pada koordinat stasiun dan parameter orbit, 2. mengoreksi cycle slips, data yang buruk dan atmospheric delay modelling errors, 3. melakukan resolving ambiguitas fase. I.7.6. Perataan Jaring Pada GMIT Perangkat lunak GMIT menggunakan data pseudorange dan carrier phase. Metode diferensial yang digunakan adalah double differencing. Prinsip perataan yang dipakai adalah metode parameter berbobot. Berikut ini persamaan observasi dengan menggunakan data fase (Taftazani, 2013): L a = F(X a )...(I.7)

13 13 Sebagai contoh apabila terdapat dua receiver yang berada pada stasiun dan B yang mempunyai vektor koordinat X, Y, Z pada stasiun dan X B, Y B, Z B pada stasiun B dan melakukan pengamatan terhadap dua satelit yaitu i dan j maka persamaan double difference menjadi (Taftazani, 2013): i i i X t X Y t 2 i Y Z t Z (I.8) j B j j X t X Y t 2 j Y Z t Z 2 2 B B B... (I.9) Dengan koordinat stasiun dianggap memiliki suatu nilai pendekatan yaitu 0 0 0, Y, Z X sehingga persamaannya menjadi: X = X 0 + dx Y = Y 0 + dy... (I.10) Z = Z 0 + dz Kemudian persamaan (I.8) dan (I.9) dilinearisasi menjadi : i j B i i i i t cx t. dx cy t. dy cz t. dz j j j j t B cx t. dx B cy t. dyb cz t. dz B...(I.11)...(I.12) Selanjutnya dilakukan substitusi persamaan di atas ke dalam persamaan (I.13), sehingga menghasilkan penyelesaian double difference sebagai berikut: (I.14) Kemudian diperoleh solusi dari double diffrence seperti yang ditunjukkan pada persamaan I.15 berikut: L ij B ij ij0 ij ij ij ij t rc t t cx t. dx cy t. dy cz t. dz. N B B B...(I.15) Selanjutnya dilakukan penerapan metode parameter berbobot pada persamaan (I.7) sehingga menjadi : L a = X a... (I.16) Matrik bobot ditunjukkan pada persamaan (I.17) dan persamaan matrik residu pada (I.18) sebagai berikut : [ ]...(I.17)

14 14 V = X + L...(I.18) Dimana : ij ij ij cx B t cy B t cz B t...(i.19) L t t ij ij L...(I.20) B B X dx dy dz N B......(I.21) Maka hasil persamaan observasi yang telah dilinierisasi menjadi : X 0 X b L' Y0 Yb...(I.22) Z Z 0 b Keterangan: L = matrik observasi = matrik desain X = matrik parameter ρ = jarak geometri antara satelit dengan titik pengamatan N = ambiguitas fase i,j = satelit yang teramat, B = stasiun pengamatan (x 0,y 0,z 0 ) = koordinat pendekatan titik Setelah melakukan perataan jaring dengan menggunakan GMIT, proses selanjutnya yaitu melakukan pengikatan ke kerangka referensi ITRF dari loosely constrained network dengan menggunakan GLOBK. I.7.7. Evaluasi Hasil Pengolahan GMIT Evaluasi hasil pengolahan dengan menggunakan perangkat lunak GMIT dapat dilakukan dengan memperhatikan dua parameter evaluasi GMIT, yaitu nilai postfit nrms dan nilai fract (Herring, 2010).

15 15 Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varians aposteriori dan varians apriori untuk unit bobot. Standar kualitas postfit nrms adalah ± 0,25. pabila nilai postfit nrms lebih besar dari 0,5 maka mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip yang belum dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat kesalahan dalam pemodelan (Herring, 2010). Nilai postfit nrms dirumuskan seperti pada persamaan I.23 (Taftazani, 2013):...(I.23) Dengan nilai... (I.24) Keterangan : = varian apriori untuk bobot = varian aposteriori untuk bobot n = jumlah ukuran u = ukuran minimum Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust dan nilai formal, yang digunakan untuk menganalisis perlu tidaknya dilakukan iterasi. Iterasi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai adjust yang bebas dari efek non-linear. Nilai adjust menunjukkan besarnya koreksi yang diberikan terhadap nilai pendekatan yang digunakan dalam perhitungan. Nilai formal disebut juga nilai formal error. Nilai formal menunjukkan ketidakpastian pada pemberian data bobot untuk perhitungan kuadrat terkecil. Besar nilai fract tidak boleh lebih dari 10 (fract< 10) (Herring, 2010). fract =....(I.25) I.7.8. Perataan Jaring Pada GLOBK. Proses hitungan pada GLOBK merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil pengolahan data pengamatan. da tiga program utama dalam perangkat lunak GLOBK, yaitu GLOBK, GLRED, dan GLORG. GLOBK merupakan proses Kalman Filtering untuk mengkombinasikan data pengolahan harian GMIT dan untuk mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik pengamatan. GLORG adalah program yang berfungsi mengoreksi origin (translasi

16 16 dan rotasi) untuk analisis data. Program ini melakukan pengikatan ke kerangka referensi setelah data dikombinasikan oleh GLOBK dengan loose constraints dan menerapkan nilai constraint pada solusi yang telah dikombinasikan. GLRED melakukan perhitungan posisi harian, sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per-waktu tertentu. Pada pengolahan lanjutan menggunakan GLOBK, hasil pengolahan perataan jaring bebas pada GMIT kemudian diikatkan ke kerangka referensi ITRF. Perataan yang dilakukan melibatkan titik ikat (titik yang dianggap fixed) dalam menentukan posisi. I.7.9. Evaluasi Hasil Pengolahan GLOBK. Hasil pengolahan pada GLOBK dapat dievaluasi melalui log file yang berisi nilai simpangan baku yang dapat digunakan untuk menganalisis koordinat stasiun observasi dan nilai chi-square per degree of freedom. Selain itu, dilakukan pula analisis pada plot time series untuk mengetahui outliers yang terjadi dan konsistensi data harian. Nilai wrms juga digunakan untuk mengevaluasi hasil dari pengolahan GLOBK. Menurut Lestari 2006, nilai wrms yang baik adalah di bawah 10 mm. I Perhitungan Kecepatan Besar kecepatan pergeseran stasiun GPS dihitung menggunakan rumus:...(1.26) Keterangan: X t = koordinat stasiun pengamatan pada epok t, = koordinat stasiun pengamatan pada epok t 0, V = kecepatan pergeseran. Resultan vektor pergesersan kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:...(1.27) Keterangan: V R V n V e = resultan kecepatan pergeseran, = kecepatan pergeseran pada komponen northing, = kecepatan pergeseran pada komponen easting. rah vektor pergeseran dihitung dengan menggunakan rumus :...(1.28)

17 17 Keterangan: α = arah vektor pergeseran horizontal. I Regangan Regangan atau strain didefinisikan sebagai perubahan relatif dari posisi parikel-partikel suatu benda yang ditimbulkan karena adanya stress terhadap posisi asalnya. Terdapat dua jenis regangan, yaitu : I Regangan Normal atau Normal Strain. Regangan ini merupakan perubahan panjang suatu benda. Regangan normal dibagi dalam dua kategori : 1. Kompresi atau pemendekan suatu benda akibat gaya tertentu Gambar I. 1. Kompresi (Sumber 2. Ekstensi atau pemanjangan suatu benda akibat gaya tertentu Gambar I. 2. Ekstensi (Sumber I Regangan Geser atau Shear Strain. Regangan ini merupakan perubahan wujud suatu benda yang meliputi perubahan sudut (Davis, 1996). Gambar I. 3. Regangan sudut (Davis, 1996)

18 18 I Perangkat grid_strain 2D Perangkat grid_strain 2D merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung nilai regangan dan melakukan plotting regangan pada perpotongan grid dalam 2D. Perangkat lunak ini berbasis Matlab yang dibuat dan dikembangkan oleh Giordano Tezaa, rianna Pesci, dan ntonio Galgaro dari Universitas Padova, Italia. Perhitungan regangan dilakukan menggunakan pendekatan Modified Least Square (MLS). Diberikan sebuah kerangka referensi, dimana adalah posisi titik P yang dikelilingi oleh N experimental point (EP) yang memiliki posisi dan pergeseran ( ) dan ( ) dengan nilai n=1,2,,n. Pada pendekatan linear, pergeseran kecil disekitar titik P dapat dimodelkan oleh persamaan (1.29) berikut (Tezaa,2008): (i, j = 1,2)...(I.29) Dimana = posisi relatif dari EP dan P ke-n, = elemen dari gradient pergeseran L U i = konstanta. Kondisi bidang regangan diasumsikan sama, sehingga komponen gradien pergeseran dan kesalahannya dapat diestimasi dengan metode pendekatan least square. Model fungsional dari least square adalah:...(i.30) u = [u (1) u (2) u (n) ] T...(I.31) Dimana matrik =...(I.32) I = [U 1 U 2 L 11 L 12 L 21 L 22 ] T...(I.33) Keterangan: u = pseudo-observable vector,

19 19 = matrik berisi informasi mengenai posisi dari EP, I = parameter vektor yang berisi komponen gradient pergeseran yang akan diestimasi. Matrik diasumsikan memiliki nilai kesalahan yang dapat diabaikan, dengan kata lain hanya kesalahan pada pseudo-observable vector. Dalam pendekatan Least Square, vektor residual turut dipertimbangkan, sehingga persamaan (I.35) menjadi...(i.34) Vektor parameter I dihitung dengan minimalisasi vektor residual. Diberikan W adalah matrik kovarian dari data. sumsikan bahwa data yang digunakan tidak berkolerasi, W adalah 2N x 2N matrik diagonal....(i.35) =....(I.36) Dalam hal ini : = varian dari komponen ke-j dari vektor pergeseran ke-n Residual minimum didapatkan dari meminimalkan bentuk kuadrat, sehingga didapat persamaan :...(I.37) Dalam hal ini :...(I.38) ( )...(I.39)...(I.40) Keterangan: r = redundansi dari least square Dari persamaan (I.35) sampai (I.40) terbukti bahwa data yang dipengaruhi oleh ketidakpastian yang besar memiliki efek yang kecil terhadap proses perhitungan, sehingga kontribusi dari satu atau lebih EP dapat direduksi dan dibuang dengan mempertimbangkan faktor pembobotan yang baik dapat meningkatkan corresponding errors. Titik-titik grid ke-ij didefinisikan dengan rumus : ( )...(I.41) dengan i = 1,,N x, j =1,.,N y

20 20 Keterangan : ( = koordinat dari starting point = grid sides N x,n y = titik perpotongan grid sepanjang sumbu X dan Y Nilai faktor skala atau smoothing parameter yang digunakan secara default adalah tiga kali grid spacing. Faktor skala menentukan perhitungan regangan. Secara umum, jika titik-titik yang digunakan tersebar secara merata, regangan lokal dapat diestimasi di tiap titik perpotongan grid menggunakan strategi pembobotan untuk mengurangi kontribusi dari stasiun yang jauh dari perpotongan grid. Fungsi pembobotan yang digunakan adalah dimana adalah jarak antara titik perpotongan grid dengan grid stasiun dan adalah smoothing parameter. Seperti yang telah disebutkan, besarnya regangan seharusnya didistribusikan secara merata, namun dalam kasus nyata asumsi ini tidak dapat dipenuhi. Jika digunakan pendekatan MLS, distribusi merata regangan hanya dilakukan di area sekitar titik yang dihitung dengan metode yang sering digunakan dalam geostatistik (kriging dan simulasi sequensial). Perhitungan gradien pergeseran L dengan menggunakan Modified Least Square (MLS) untuk setiap titik perpotongan grid dirumuskan sebagai berikut :...(I.42)...(I.43)...(I.44) Keterangan : E = regangan tensor = elemen rotasi L = pergeseran untuk i =1 (i=2) = operator derivative parsial / x ( / y ) untuk i =1 (i=2) Regangan tensor (E) bersifat simetris dan merepresentasikan deformasi internal, sedangkan bersifat antisimetris dan merepresentasikan pergerakan yang kaku atau kecil. Matrik L, E dan dirumuskan sebagai berikut : [ ]... (I.50)

21 21 [ [ ( ) ( ) ( ) ] * +...(I.51) ( ) ] * +... (I.52) Regangan yang dihitung direpresentasikan dalam principal strain (ekstensi dan kompresi) dalam grid regular. Ekstensi bernilai positif dan kompresi bernilai negatif. Pada kerangka referensi yang memiliki origin pada titik perpotongan grid dan unit vektornya merupakan orthonormal eigenvectors, tidak terdapat shear deformation dan variasi hanya terjadi sepanjang sumbu utama. Regangan tensor E bersifat real, simetris dan bisa didiagonalkan, sehingga akan terdapat invertible matrik V didalam, dimana adalah matrik diagonal. Eigenvalue adalah nilai maksimum dan minimum dari principal strain dan. Regangan maksimum dan minimum ( dan ) adalah perubahan panjang per unit panjang dalam arah regangan maksimum dan minimum. I Sumatran GPS rray Sumatran GPS rray (SuGr) merupakan stasiun CORS yang tersebar sepanjang 1300 km di pantai barat Pulau Sumatera. Sumatran GPS rray (SuGr) diinisiasi oleh Professor Kerry Sieh, dkk., dari the California Institute of Technology (CalTech) Tectonics Observatory (TO) bekerjasama dengan LIPI pada tahun Saat ini terdapat 55 stasiun yang setiap harinya merekam data GPS dengan akurasi tinggi secara kontinyu, dan mengirimkan data ke server pusat untuk postprocessing di Singapura. Solusi dari data SuGR digunakan untuk mendukung pengukuran deformasi bumi seperti mendeteksi pergerakan tektonik dan membantu dalam memahami peristiwa seismik pada area dengan tingkat atifitas tektonik yang tinggi ini. Data SuGr dapat diunduh pada situs transfer ftp://eos.ntu.edu.sg/sugardata/ (McCaughey, 2012).

22 22 Gambar I. 4. Persebaran stasiun SuGr ( McCaughey, 2012) I.8. Hipotesis Seperti yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka, stasiun Sumatran GPS rray (SuGr) diperkirakan akan bergeser ke arah timur laut. Regangan yang terjadi akan terdiri dari kompresi dan ekstensi. Kompresi terbesar akan terjadi di sekitar kepulauan Mentawai (stasiun BGS, MSI, PRY, dan PSKI), sedangkan ekstensi terbesar akan terjadi di daerah selatan pantai barat Pulau Sumatera (stasiun KTET, MKMK, BST).

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang mempunyai aktifitas geodinamika yang cukup tinggi di Indonesia. Aktifitas geodinamika yang tinggi di Indonesia disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era yang semakin modern ini mengakibatkan pesatnya perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi untuk penentuan posisi, yaitu seperti Global Navigation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu lempeng Eurasia, Indo-ustralia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan dinamika bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan di wilayah ini terdapat pertemuan dua lempeng tektonik yaitu Lempeng

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, tak terkecuali teknologi dalam bidang survei dan pemetaan. Salah satu teknologi yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber energi minyak bumi dan gas alam mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlangsungan berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Seiring perkembangan

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan pulau yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Philippine sea plate, Carolin plate dan Pacific plate. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF 2008 Sri Rezki Artini Staf pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Sriwijaya Jalan.

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gempa bumi pada tahun 2006 yang terjadi di Yogyakarta mengindikasikan keberadaan Sesar Opak. Sesar Opak adalah sesar yang terletak di sekitar sebelah barat Sungai

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array) Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (n GPS Array) Bima Pramudya Khawiendratama 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pengukuran geodesi dilakukan di atas bumi fisis yang bentuknya tidak beraturan. Untuk memudahkan dalam perhitungan data hasil pengukuran, bumi dimodelkan dalam suatu

Lebih terperinci

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 A389 Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 Joko Purnomo, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengecekan dengan TEQC Data pengamatan GPS terlebih dahulu dilakukan pengecekan untuk mengetahui kualitas data dari masing-masing titik pengamatan dengan menggunakan program

Lebih terperinci

Penentuan Posisi dengan GPS

Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Posisi dengan GPS Dadan Ramdani Penggunaan GPS sekarang ini semaikin meluas. GPS di disain untuk menghasilkan posisi tiga dimensi secara cepat dan akurat tanpa tergantung waktu dan cuaca. Beberapa

Lebih terperinci

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6 A432 Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah /GLOBK 10.6 Andri Arie Rahmad, Mokhamad Nur Cahyadi, Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr C93 Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr I Dewa Made Amertha Sanjiwani 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu yang Digunakan Dalam mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu pengujian terhadap perangkat lunak RTKLIB yang nantinya

Lebih terperinci

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 4.1 Analisis Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007 Dari hasil plotting vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur merupakan salah warisan dunia yang dimiliki oleh Indonesia. Tidak sedikit wisatawan mancanegara maupun wisatawan dalam negeri yang sengaja mengunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan kabupaten pemekaran yang berada di 244 km utara Manado ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Kepuluan Sangihe berada di antara dua

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan metode terestris dan ekstra-terestris. Penentuan posisi dengan metode terestris dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 PERHITUNGAN DEFORMASI GEMPA KEBUMEN 2014 DENGAN DATA CORS GNSS DI WILAYAH PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Budi Prayitno, Moehammad Awaluddin, Bambang Sudarsono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS III.1. Pengamatan Deformasi Akibat Gempabumi dengan GPS Deformasi akibat gempabumi nampak jelas mengubah bentuk suatu daerah yang

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Ungaran Jembatan Penggaron (470 m) Semarang BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN III.1 PERSIAPAN III.1.1 Lokasi Penelitian Dalam penelitian kali ini dilakukan pengamatan di titik ikat pengamatan deformasi Jembatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY 3.1 Akuisisi Data Data yang dibutuhkan dalam pengolahan data dikategorikan menjadi data observasi dan data meteorologi. Setiap data yang diambil berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR 7 BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR Bagian pertama dari sistem LIDAR adalah Global Positioning System (GPS). Fungsi dari GPS adalah untuk menentukan posisi (X,Y,Z atau L,B,h) wahana

Lebih terperinci

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR Meiriska Yusfania 1, Ira Mutiara AnjasmaraI Dewa 1,Amertha Sanjiwani 1 1 Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Pulau Sumatra merupakan pulau yang terletak pada zona subduksi lempeng Eurasia dengan Indo-Australia di wilayah barat Indonesia. Zona subduksi ini merupakan zona yang

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PILAR Jurnal Teknik Sipil, Volume 10, No. 1, Maret 2014 PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri (gambar 1.1) merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB II GPS DAN ATMOSFER

BAB II GPS DAN ATMOSFER BAB II GPS DAN ATMOSFER 2.1 Sistem Global Positioning System (GPS) NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Postioning System) atau yang lebih dikenal dengan nama GPS adalah suatu sistem

Lebih terperinci

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL Sri Rezki Artini Staf pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Sriwijaya, Jalan Srijaya Negara

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi dengan magnitude besar yang berpusat di lepas pantai barat propinsi Nangroe Aceh Darussalam kemudian disusul dengan bencana tsunami dahsyat, telah menyadarkan

Lebih terperinci

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup STUDI POST-SISMIC SISMIC GMPA ACH 2004 MGGUAKA DATA GPS KOTIYU Ole : Imron Malra Setyawan 15103027 Latar Belakang Interseismik Gempa Bumi artquake Cycle Pre-seismik Co-seismik Post-seismik Pemantauan Potensi

Lebih terperinci

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun 2013-2015 Avrilina Luthfil Hadi 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

Analisis Vektor Pergeseran Postseismic Stasiun GPS SuGAr Akibat Gempa Mentawai 2008

Analisis Vektor Pergeseran Postseismic Stasiun GPS SuGAr Akibat Gempa Mentawai 2008 Analisis Vektor Pergeseran Postseismic Stasiun GPS SuGAr Akibat Gempa Mentawai 2008 Postseismic Displacement Vector Analysis of SuGAR GPS Station on Mentawai s Earthquake 2008 Ihsan Naufal Muafiry 1, Muhammad

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 Pada subbab ini akan dibahas mengenai analisis terhadap hasil pengolahan data yang didapatkan. Dari koordinat hasil pengolahan kedua

Lebih terperinci

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER 3.1 Pengembangan Sistem GPS Realtime Karakteristik dari lapisan troposfer dan ionosfer bervariasi secara spasial dan temporal, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan rute transportasi melintasi sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api dan lainlain.jembatan merupakan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017 ANALISIS DEFORMASI DI WILAYAH JAWA TIMUR DENGAN MENGGUNKAN CORS BIG Renaud Saputra, M. Awaluddin, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jalan layang Jombor terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta merupakan simpang empat dengan kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, karena merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa bumi, baik yang ringan

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 HITUNGAN KECEPATAN PERGERAKAN STASIUN SUGAR AKIBAT PROSES INTERSEISMIK GEMPA MENTAWAI 2007 Much Jibriel Sajagat, Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 Analisis Ketelitian Pengukuran Baseline Panjang GNSS Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Gamit 10.4 dan Topcon Tools V.7 Maulana Eras Rahadi 1) Moehammad Awaluddin, ST., MT 2) L. M Sabri, ST., MT 3) 1)

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI MOCHAMMAD RIZAL 3504 100 045 PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT PENDAHULUAN Ionosfer adalah bagian dari lapisan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Secara Keseluruhan Antara Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Dengan RTKLIB dan TTC 4.1.1 Kualitas Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penetuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini lahan untuk pembangunan gedung yang tersedia semakin lama semakin sedikit sejalan dengan bertambahnya waktu. Untuk itu, pembangunan gedung berlantai banyak

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK Oleh : Lysa Dora Ayu Nugraini 3507 100 012 Dosen Pembimbing : Eko Yuli Handoko, ST, MT DEFORMASI Deformasi

Lebih terperinci

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Tugas Akhir Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Oleh : Henri Kuncoro NIM 151 08 030 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Indonesian Journal Of Geospatial Vol. 3 No. 1, 2012 10 Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Henri Kuncoro, Irwan Meilano, Dina Anggreni Sarsito Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa,

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE DISPLACEMENT ANALYSIS OF APRIL 11 TH 2012 SUMATERA EARTHQUAKE BY USING GPS CONTINUE METHODE (Case Study : Indian

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017 PERHITUNGAN VELOCITY RATE CORS GNSS DI PULAU SULAWESI Haris Yusron, Bambang Darmo Yuwono, Moehammad Awaluddin *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH,

Lebih terperinci

B A B II ATMOSFER DAN GPS

B A B II ATMOSFER DAN GPS B A B II ATMOSFER DAN GPS 2.1 Lapisan Atmosfer Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Diagram Alir Pengolahan Data Pengolahan data dimulai dari pengolahan data citra ALOS-PALSAR level 1.0 yaitu data mentah (RAW) hingga menjadi peta deformasi. Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK Lysa Dora Ayu Nugraini, Eko Yuli Handoko, ST, MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya

Lebih terperinci

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI 2.1 Seismisitas Wilayah Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan seismisitas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995] BAB II DASAR TEORI II. 1. Gempabumi II. 1.1. Proses Terjadinya Gempabumi Dinamika bumi memungkinkan terjadinya Gempabumi. Di seluruh dunia tidak kurang dari 8000 kejadian Gempabumi terjadi tiap hari, dengan

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 F318 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP

ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP Analisis Kecepatan Pergerakan Station Gnss Cors Udip... (Yuwono dan Awaluddin) ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP (Velocity Rate Analysis GNSS Station CORS UDIP) Bambang D. Yuwono dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan data sebagai input untuk dianalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh penulis adalah data sekunder

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Struktur Bumi Bumi yang kita tinggali ini memiliki jari-jari yang dihitung dari inti bumi ke permukaan terluarnya yaitu sekitar 6.357 km [NASA]. Dengan jari-jari sebesar itu, bumi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci