BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan dan pengolahan data GPS beserta hasilnya. Selain itu dilakukan juga analisis terhadap besar dan vektor pergeseran (komponen horisontal dan vertikal) dalam dua kala dan implikasi dari pergeseran tersebut. Data pengamatan GPS Pangandaran baik kala ke-1 maupun kala ke-2 memiliki lama pengamatan berkisar antara 1-2 jam. Pada umumnya dari lama pengamatan ini sudah cukup untuk mendapatkan posisi dengan ketelitian hingga level milimeter sehingga diharapkan dapat melihat sinyal deformasi postseismik pasca Gempa Pangandaran 26. Jumlah titik pengamatan pada kala ke-1 adalah 28 titik, sedangkan pada kala ke-2 berjumlah 3 titik. Dari jumlah tersebut terdapat 26 titik yang diamati dalam dua kala maka didapat 25 titik (1 titik lainnya merupakan titik pengamat) dalam sistem koordinat toposentrik yang dapat membantu penulis dalam melihat pola deformasi postseismik di Pangandaran. Lama pengamatan survei GPS ditunjukkan pada gambar 4.1 di bawah ini: 3 Lama Pengamatan GPS Episodik 1 Episodik Jam Pengamatan GP1 KRTW LGJW Titik Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala

2 Pengolahan data GPS Pangandaran ini menggunakan software ilmiah Bernese 5.. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam pengolahan data ini penulis menggunakan tool BPE sehingga pemrosesan jaring pengamatan GPS dilakukan secara otomatis. Dalam pengolahan data ini setiap sesinya dihasilkan solusi jaring yang berbeda berdasarkan kriteria-krteria tertentu antara lain panjang baseline dan jenis receiver yang digunakan sehingga membuat jaring tersebut memiliki nilai optimum (OBS-MAX). Baseline jaring yang terbentuk berkisar antara 1 sampai 15 baseline dalam setiap sesinya dengan panjang baseline terpendek 45 km dan baseline terpanjang 19 km. Salah satu hal terpenting dalam pengolahan data GPS adalah bagaimana dalam memecahkan ambiguitas fase sehingga ketelitian data fase menjadi lebih baik. Dari hasil pengolahan data tersebut, terdapat beberapa baseline dengan pemecahan ambiguitas fase yang kurang baik antara lain 9 baseline pada kala 1 dan 1 baseline pada kala 2. Resolusi dari pemecahan ambiguitas fase dari baseline yang kurang baik tersebut berkisar di bawah 6 %. Kondisi resolusi ambiguitas fase yang kurang baik tersebut menyebabkan ketelitian koordinat yang dihasilkan menjadi kurang baik. Kondisi dari resolusi pemecahan ambiguitas yang kurang baik dapat dilihat pada gambar 4.2 dan gambar 4.3 di bawah ini: Baseline 26 dengan Resolusi Ambiguitas Fase yang kurang baik % GP1 464-BAKO 1321-GP1 461-BAKO COCO-LGJW 455-GP1 456-BAKO 457-BAKO Baseline Gambar 4.2 Baseline pengamatan GPS 26 dengan resolusi ambigutas fase yang kurang baik 57

3 Baseline 27 dengan Resolusi Ambiguitas Fase yang kurang baik % GP1 464-BAKO 1275-BAKO 461-GP1 GP1-LGJW 466-GP1 Baseline 455-GP1 437-BAKO 457-GP1 Gambar 4.3 Baseline pengamatan GPS 27 dengan resolusi ambigutas fase yang kurang baik Hasil dari pengolahan data GPS ditampilkan dalam sistem koordinat toposentrik beserta standar deviasinya. Dari 28 titik pada kala ke-1 dan 3 titik pengamatan pada kala ke-2, semua titik menghasilkan standar deviasi dalam fraksi milimeter dengan ketelitian komponen utara lebih baik dari komponen timur dan komponen tinggi. Hal tersebut dikarenakan lama pengamatan yang cukup lama dan penggunaan software ilmiah sehingga dapat mereduksi atau mengeliminasi efek dari kesalahan dan bias dalam pengamatan data. Namun dari pola standar deviasi tersebut, terdapat beberapa titik yang memiliki nilai standar deviasi yang cukup besar yaitu 5 titk pada kala ke-1 dan 4 titik pada kala ke-2. Titik-titik tersebut antara lain titik 462, titik 1321, titik 461, titik LGJW, titik 466, titik 132 dan titik 455. Ketelitian yang kurang baik tersebut bisa dilihat dari persentase resolusi ambiguitas keenam titik yang rendah jika dibandingkan dengan titik-titik lainnya. Selain itu, ketelitian yang lebih rendah tersebut juga bisa dilihat dari lama pengamatannya, misal titik LGJW dan 466 hanya diamati dalam waktu 9 jam pengamatan. Analisis ketelitian hasil juga dapat dilihat dari obstruksi pengamatan misal pada titk 462, titik LGJW, titik 455 dan titik 461 dikelilingi pepohonan sehingga dapat terjadi multipath dan sedikitnya satelit yang bisa ditangkap oleh receiver GPS. Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil pengolahan adalah jenis receiver. Idealnya jenis receiver yang digunakan dalam 2 kala pengamatan adalah sama agar kesalahan karena pusat fase antena juga sama. 58

4 Hal tersebut dapat dilihat pada titik LGJW, jika pada kala pertama titik ini menggunakan receiver tipe ASHTECH Z-XII3, maka pada kala ke-2 receiver yang digunakan adalah tipe TRIMBLE 4SSI. Hasil ketelitian pengolahan data dapat dilihat dari grafik standar deviasi sistem koordinat toposentrik pada gambar 4.4 dan gambar 4.5 sebagai berikut : Ketelitian Hasil Pengolahan Data Kala 26 Standar Deviasi (mm) komponen utara komponen timur komponen tinggi GP1 KRTW LGJW Tahun Gambar 4.4 Standar deviasi koordinat Pangandaran 26 Ketelitian Hasil Pengolahan Data Kala GP1 KRTW LGJW Standar Deviasi (mm) komponen utara komponen timur komponen tinggi Tahun Gambar 4.5 Standar deviasi koordinat Pangandaran 27 Setelah membahas data pengamatan dan hasil pengolahannya, maka tahapan selanjutnya adalah membahas vektor pergeseran titik dari dua kala, baik komponen pergeseran horisontalnya maupun komponen pergeseran vertikalnya. Dalam menentukan vektor pergeseran ini, terlebih dahulu koordinat hasil pengolahan beserta standar deviasinya ditransformasi ke dalam sistem koordinat toposentrik. Dari hasil plotting data menggunakan GMT, semua vektor pergeseran titik menuju arah tenggara dengan besar pergeseran horisontal berkisar antara 3-5 cm kecuali titik 462 yang bergeser lebih dari 1 cm dan titik

5 yang bergeser sejauh 7 cm. Sedangkan untuk komponen vertikalnya, titik-titik pengamatan mengalami pergeseran baik naik maupun turun. Dari 25 vektor pergeseran, terdapat empat titik yang mengalami penurunan yaitu titik 471, titik 1272, titik 1321 dan titik LGJW, sedangkan 21 titik lainnya mengalami pengangkatan. Perbedaan komponen vertikal ini bisa disebabkan oleh hasil pengolahan yang kurang baik (ditunjukkan oleh standar deviasi) atau faktor-faktor lain seperti sifat fisis batuan yang dapat mempengaruhi pergeseran. Walaupun vektor pergeseran Pangandaran ini memiliki trend naik, namun mengacu kepada dasar teori bahwa pada tahapan postseismik seharusnya daerah pengamatan mengalami penurunan karena pengangkatan terjadi pada tahapan interseismik. Oleh karena itu dapat sangat sulit untuk menyatakan bahwa titik-titik pengamatan mengalami pengangkatan. Titik-titik pengamatan GPS terletak pada salah satu lempeng yang mengalami pergerakan setiap tahunnya yaitu lempeng eurasia dan pulau jawa merupakan bagian dari Sunda block yang memiliki pergerakan ke arah timur dengan kecepatan 2 cm/tahun (komponen northing sebesar -,2 cm/tahun dan komponen easting sebesar 2 cm/tahun). Pergerakan sunda block tersebut ditentukan menggunakan model Euler Pole (Bock et al, 23) dengan lintang Euler pole =38,9 dan bujur euler pole =-86,9 (mekanisme perhitungan sunda block dapat dilihat pada lampiran). Oleh karena itu, vektor pergeseran toposentrik di atas masih dipengaruhi oleh pergerakan sunda block tersebut. Dengan demikian, vektor pergeseran di atas harus dikurangi dengan vektor pergeseran dari sunda block di setiap titik pengamatan sehingga dihasilkan vektor pergeseran postseismik akibat gempa Pangandaran 26. Dari hasil pengurangan sunda block tersebut, komponen utara menjadi sedikit lebih pendek dan komponen timur menjadi lebih ke selatan sehingga vektor pergeseran menjadi berubah arahnya lebih ke selatan. Sedangkan komponen tinggi tetap karena pergerakan sunda block ini hanya berpengaruh kepada komponen horisontal. 6

6 Adapun pergeseran postseismik tersebut ditampilkan pada tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Vektor Pergeseran Postseismik Gempa Pangandaran 26 No. Titik Pergeseran Utara ΔN-Sb (cm) Pergeseran Timur ΔE-Sb (cm) Pergeseran Tinggi ΔU (cm) GP KRTW LGJW

7 Pergeseran Postseismik Pangandaran 26 (efek dari pergerakan Sunda Block telah dihilangkan) ditunjukkan pada gambar 4.6 di bawah ini : Gambar 4.6 Plotting Vektor Pergeseran Postseismik Gempa Pangandaran 26 62

8 Dari hasil plotting vektor pergeseran postseismik akibat gempa Pangandaran 26, terlihat ada 2 titik yang berbeda sekali dengan pola pergeseran yang terjadi yaitu titik 462 dan titik Kemungkinan pertama bahwa pengamatan dan pengolahan datanya mengalami error atau kesalahan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kemungkinan lainnya adalah bahwa di daerah kedua titik tersebut, mugkin saja terdapat patahan-patahan lokal sehingga dapat diindikasikan bahwa pergerakan yang terjadi pada kedua titik tersebut adalah benar-benar deformasi. Oleh karenanya diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan bahwa pergeseran yang terjadi di kedua titik tersebut adalah deformasi atau hanya error. Hasil vektor pergeseran dalam dua kala tersebut dilakukan uji statistik agar secara kualitatif vektor pergeseran tersebut mengindikasikan baik tidaknya hasil pengolahan vektor pergeseran titik-titik di sekitar Pangandaran. Uji statistik ini dilakukan dengan cara menguji variabel pergeseran titik (Pij) dari pengamatan kala i ke kala j yang nilainya dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Pij = ( dnij 2 + deij 2 + duij 2 ) Hipotesa nol yang digunakan pada uji statistik ini adalah titik tidak bergeser dalam selang i ke j sehingga : Hipotesa nol Ho : Pij = Hipotesa alternatif Ha : Pij Statistik yang digunakan dalam menguji pergeseran titik-titik pengamatan di Pangandaran adalah : T = Pij / SPij Dimana Spij adalah standar deviasi dari Pij dan T adalah besaran yang menunjukkan signifikan tidaknya pergeseran yang terjadi. Pergeseran dinyatakan signifikan atau hipotesa nol ditolak adalah (Wolf and Ghilani, 1997) : T > t df,α/2 Dimana df adalah derajat kebebasan dan α adalah level signifikan yang digunakan untuk uji statistik. Dalam kasus penentuan vektor pergeseran menggunakan GPS, data yang teramati sangatlah banyak. Oleh karena itu df diasumsikan tidak terhingga. Dengan level kepercayaan 99 %, maka nilai t df,α/2 adalah 2,576 (Wolf and Ghilani, 1997). Hasil vektor 63

9 pergeseran Pangandaran diuji dengan menggunakan formula ini dan hasil uji statistik menyatakan bahwa 25 vektor pergeseran titik pengamatan di Pangandaran kala 26 dan 27 mengalami pergeseran yang signifikan (hasil perhitungan uji statistik ini dapat dilihat pada lampiran). Analisis di atas baik dari segi data, pengolahan data hingga vektor pergeseran yang didapat menunjukkan terjadinya pergeseran pada titik-titik di sekitar Pangandaran selama selang waktu Hal tersebut memiliki implikasi ke beberapa hal. Pertama, titik-titik yang diukur merupakan titik-titik BPN dan BAKOSURTANAL yang merupakan titik-titik ikat dan digunakan sebagai referensi dalam berbagai keperluan. Karena titik-titik ikat tersebut mengalami pergeseran sekitar 2-4 cm akibat deformasi postseismik gempa Pangandaran 26. Perubahan koordinat tersebut akan berpengaruh dalam keperluan-keperluan yang menuntut ketelitian tinggi. Oleh karena itu titik-titik pengamatan tersebut perlu direvisi kembali sehingga didapat koordinat-koordinat baru. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk melihat mekanisme dari gempa bumi dan tsunami di Pangandaran adalah dengan cara melihat deformasi yang mengeringi tahapan mekanisme setelah terjadinya gempa bumi yaitu coseismik dan postseismik. Pergerakan coseismik yang terjadi akibat gempa Pangandaran 26 adalah 2 cm dengan arah menuju pusat gempa di selatan pantai Pangandaran ( Sedangkan pada tahapan postseismik dari hasil pengolahan data GPS ini, penulis dapat mengetahui besaran dan pola deformasi postseismik akibat gempa Pangandaran 26 sebesar 2-4 cm. Pola deformasi postseismik yang terjadi merupakan titik-titik yang merepresentasikan pergeseran menunjukkan sinyal deformasi postseismik dengan arah selatan atau dengan kata lain pola postseismik yang terjadi memiliki arah yang sama dengan pergeseran kerak bumi akibat deformasi coseismik. 64

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karakteristik bumi adalah bumi merupakan salah satu bentuk alam yang bersifat dinamis yang disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam bumi itu sendiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut : BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan untuk dapat melihat karakteristik deformasi sesar cimandiri berdasarkan dua kala pengamatan pada tugas akhir ini meliputi seismisitas, analisis terhadap standar

Lebih terperinci

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 Pada subbab ini akan dibahas mengenai analisis terhadap hasil pengolahan data yang didapatkan. Dari koordinat hasil pengolahan kedua

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa,

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengecekan dengan TEQC Data pengamatan GPS terlebih dahulu dilakukan pengecekan untuk mengetahui kualitas data dari masing-masing titik pengamatan dengan menggunakan program

Lebih terperinci

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI 2.1 Seismisitas Wilayah Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan seismisitas

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup STUDI POST-SISMIC SISMIC GMPA ACH 2004 MGGUAKA DATA GPS KOTIYU Ole : Imron Malra Setyawan 15103027 Latar Belakang Interseismik Gempa Bumi artquake Cycle Pre-seismik Co-seismik Post-seismik Pemantauan Potensi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Secara Keseluruhan Antara Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Dengan RTKLIB dan TTC 4.1.1 Kualitas Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB

Lebih terperinci

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 4.1 Analisis Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007 Dari hasil plotting vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr yang telah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab IV ini akan dibahas mengenai analisis pelaksanaan penelitian sarta hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada bab III. Analisis dilakukan terhadap

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titik kontrol pada proses pembuatan peta selalu dibutuhkan sebagai acuan referensi, tujuannya agar seluruh objek yang dipetakan tersebut dapat direpresentasikan sesuai

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS

PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS BAB III PENENTUAN MODEL GEOID LOKAL DELTA MAHAKAM BESERTA ANALISIS 3.1 Penentuan Model Geoid Lokal Delta Mahakam Untuk wilayah Delta Mahakam metode penentuan undulasi geoid yang sesuai adalah metode kombinasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GPS CORS DALAM RANGKA PENGUKURAN BIDANG TANAH

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GPS CORS DALAM RANGKA PENGUKURAN BIDANG TANAH BAB III PEMANFAATAN SISTEM GPS CORS DALAM RANGKA PENGUKURAN BIDANG TANAH Keberadaan sistem GPS CORS memberikan banyak manfaat dalam rangka pengukuran bidang tanah terkait dengan pengadaan titik-titik dasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan BAB IV ANALISIS Koordinat yang dihasilkan dari pengolahan data GPS menggunakan software Bernese dapat digunakan untuk menganalisis deformasi yang terjadi pada Gunungapi Papandayan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi dengan magnitude besar yang berpusat di lepas pantai barat propinsi Nangroe Aceh Darussalam kemudian disusul dengan bencana tsunami dahsyat, telah menyadarkan

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC Berikut ini akan di jelaskan pengukuran GPS di segmen Aceh, strategi pengolahan data dan pemodelan deformasi dengan menggunakan program RNGCHN,

Lebih terperinci

Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015

Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015 A427 Analisis Deformasi Gunung Merapi Berdasarkan Data Pengamatan GPS Februari- Juli 2015 Yuandhika Galih Wismaya, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Data Koordinat Definitif Titik Dasar Teknik Orde 3 BPN Titik Dasar Teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK Oleh : Lysa Dora Ayu Nugraini 3507 100 012 Dosen Pembimbing : Eko Yuli Handoko, ST, MT DEFORMASI Deformasi

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014 PENGAMATAN GPS UNTUK MONITORING DEFORMASI BENDUNGAN JATIBARANG MENGGUNAKAN SOFTWARE GAMIT 10.5 Ali Amirrudin Ahmad, Bambang Darmo Yuwono, M. Awaluddin *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri (gambar 1.1) merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE DISPLACEMENT ANALYSIS OF APRIL 11 TH 2012 SUMATERA EARTHQUAKE BY USING GPS CONTINUE METHODE (Case Study : Indian

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada BAB III ini akan dibahas mengenai pengukuran kombinasi metode GPS dan Total Station beserta data yang dihasilkan dari pengukuran GPS dan pengukuran Total Station pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan GPS di lapangan Untuk memantau karakteristik sesar Cimandiri, digunakan 17 titik pengamatan yang diukur koordinatnya secara periodik. Pada tugas akhir

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 2008, 2009, 2013, DAN 2015

ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 2008, 2009, 2013, DAN 2015 ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 008, 009, 013, DAN 015 DEFORMATION ANALYSIS OF BATUR VOLCANO BASED ON PERIODIC GPS OBSERVATIONS DATA IN 008, 009, 013,

Lebih terperinci

Kuswondo ( )

Kuswondo ( ) Kuswondo ( 3508100013 ) Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu terdiri dari 3.257.357 km 2 luas wilayah laut dan 1.919.440 km² wilayah darat dengan total luas wilayah Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ BAB IV ANALISIS Pada kajian ini dilakukan analisis terhadap kondisi dan konfigurasi dasar laut, desain dan perencanaan jalur pipa, peletakan pipa, distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS

REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS TECTONIC STRAIN AND SEISMIC HAZARD ESTIMATION IN SUNDA STRAIT BASED ON GPS OBSERVATION DATA Marta Nugraha

Lebih terperinci

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6 A432 Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah /GLOBK 10.6 Andri Arie Rahmad, Mokhamad Nur Cahyadi, Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN

PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN PEMODELAN TINGKAT AKTIVITAS SESAR CIMANDIRI BERDASARKAN DATA DEFORMASI PERMUKAAN TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh : Aris Phyrus Honggorahardjo 15105069

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu yang Digunakan Dalam mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu pengujian terhadap perangkat lunak RTKLIB yang nantinya

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua.

DAFTAR PUSTAKA. Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z. (2000). Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT Pradnya Pramita, Jakarta. Cetakan kedua. Abidin, H.Z., A. Jones, J. Kahar (2002). Survei Dengan GPS. PT Pradnya Pramita,

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Cakupan BAB IV ANALISIS Meskipun belum dimanfaatkan di Indonesia, tetapi di masa mendatang kerangka CORS dapat menjadi suatu teknologi baru yang secara konsep mampu memenuhi kriteria teknologi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r) BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Kalibrasi Kamera Analisis kalibrasi kamera didasarkan dari hasil percobaan di laboratorium dan hasil percobaan di lapangan. 4.1.1. Laboratorium Dalam penelitian ini telah

Lebih terperinci

KAJIAN REGANGAN SELAT BALI BERDASARKAN DATA GNSS KONTINU TAHUN ABSTRAK

KAJIAN REGANGAN SELAT BALI BERDASARKAN DATA GNSS KONTINU TAHUN ABSTRAK KAJIAN REGANGAN SELAT BALI BERDASARKAN DATA GNSS KONTINU TAHUN 2009-2011 Gina Andriyani 1), Sutomo Kahar 2), Moehammad Awaluddin 3), Irwan Meilano 4) 1) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng BAB II DASAR TEORI 2.1. Tektonik Lempeng Bumi berbentuk ellipsoid. Bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Lapisan-lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dzikri Wahdan Hakiki, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari 3 lempeng tektonik yang bergerak aktif, yaitu lempeng Eurasia diutara, lempeng Indo-Australia yang menujam dibawah lempeng Eurasia dari selatan,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 PERHITUNGAN DEFORMASI GEMPA KEBUMEN 2014 DENGAN DATA CORS GNSS DI WILAYAH PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Budi Prayitno, Moehammad Awaluddin, Bambang Sudarsono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004

Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004 Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004 Heri Andreas, H.Z. Abidin, M.Irwan, Irwan G, D.A. Sarsito, M. Gamal Kelompok Keilmuan

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

Bab IV Analisis dan Pembahasan

Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab IV Analisis dan Pembahasan IV.1 Analisis Ketelitian Citra IV.1.1 Titik Sekutu Berdasarkan hasil titik sekutu yang diperoleh dari dua variasi titik sekutu yang berbeda diperoleh nilai untuk 10 titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Padang adalah salah satu Ibukota provinsi di Indonesia yaitu Sumatera Barat, yang paling rawan akan terjadinya gempa bumi, karena terdapatnya patahan Semangko

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [http://pubs.usgs.gov/publications/text/historical.html]

Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [http://pubs.usgs.gov/publications/text/historical.html] BAB II DASAR TEORI 2.1 Dinamika Struktur Bumi Berdasarkan sifat fisisnya, interior bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Lapisan lapisan tersebut memiliki sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian Utara, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa bumi, baik yang ringan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK Lysa Dora Ayu Nugraini, Eko Yuli Handoko, ST, MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya

Lebih terperinci

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI Oleh: Nanin Trianawati Sugito*) Abstrak Daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) mempunyai wewenang yang relatif

Lebih terperinci

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB

Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Analisis Metode GPS Kinematik Menggunakan Perangkat Lunak RTKLIB Tugas Akhir Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Oleh : Henri Kuncoro NIM 151 08 030 PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia Merupakan negara yang terletak di pertemuan tiga lempeng dunia (Ring Of Fire) yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik

Lebih terperinci

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS (Sigit Irfantono*, L. M. Sabri, ST., MT.**, M. Awaluddin, ST., MT.***) *Mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro. **Dosen Pembimbing I Teknik Geodesi Universitas

Lebih terperinci

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 A389 Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 Joko Purnomo, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap

Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap Perbandingan Hasil Pengolahan Data GPS Menggunakan Hitung Perataan Secara Simultan dan Secara Bertahap BAMBANG RUDIANTO, RINALDY, M ROBBY AFANDI Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr C93 Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr I Dewa Made Amertha Sanjiwani 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; - Hal. 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; a. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik b.

Lebih terperinci

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4. Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Nilai pergeseran kala I kala II setelah sunda block

Lebih terperinci

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS

Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS Jurnal Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 1 Vol. 1 ISSN 2338-350X Juni 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Pengaruh Waktu Pengamatan Terhadap Ketelitian Posisi dalam Survei GPS RINA ROSTIKA

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA 1. Pergeseran titik-titik pada garis batas yang berada di sekitar Aceh akibat deformasi co-seimic memberikan dampak beragam,

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISTIK DAN PENGOLAHAN DATA GPS GUNUNGAPI PAPANDAYAN

BAB III KARAKTERISTIK DAN PENGOLAHAN DATA GPS GUNUNGAPI PAPANDAYAN BAB III KARAKTERISTIK DAN PENGOLAHAN DATA GPS GUNUNGAPI PAPANDAYAN 3.1 Karakteristik Gunungapi Papandayan Gunungapi Papandayan terletak di sebelah selatan kota Garut, sekitar 70 km dari kota Bandung, Jawa

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No.2 Vol. 01 ISSN 2338-350x Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-titik

Lebih terperinci

STUDI DEFORMASI POSTSEISMIK GEMPA PANGANDARAN 2006 DENGAN MENGGUNAKAN METODE SURVEI GPS

STUDI DEFORMASI POSTSEISMIK GEMPA PANGANDARAN 2006 DENGAN MENGGUNAKAN METODE SURVEI GPS STUDI DEFORMASI POSTSEISMIK GEMPA PANGANDARAN 2006 DENGAN MENGGUNAKAN METODE SURVEI GPS TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik Oleh Teuku Mochamad Nawaksara

Lebih terperinci

MONITORING AKTIVITAS DEFORMASI GUNUN API MENGGUNAKAN GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM)

MONITORING AKTIVITAS DEFORMASI GUNUN API MENGGUNAKAN GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) MONITORING AKTIVITAS DEFORMASI GUNUN API MENGGUNAKAN GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) 1. Pendahuluan Gunungapi merupakan salah satu bukti bahwa bumi kita hidup. Pertemuan antar lempeng tektonik merupakan

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat

Lebih terperinci

GPS vs Terestris (1)

GPS vs Terestris (1) untuk KADASTER Dr. Hasanuddin Z. Abidin Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id vs Terestris (1) Pada survai dengan tidak diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS

Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.4 Desember 2009: 275-284 Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS Hasanuddin Z. Abidin 1, H. Andreas 1, I. Meilano 1, M. Gamal

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 ANALISIS GEOMETRI JARING PADA PENGUKURAN GPS UNTUK PENGADAAN TITIK KONTROL ORDE-2 Fuad Hari Aditya, Bambang Darmo Yuwono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY 3.1 Akuisisi Data Data yang dibutuhkan dalam pengolahan data dikategorikan menjadi data observasi dan data meteorologi. Setiap data yang diambil berpengaruh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. i ii iii iv

DAFTAR ISI. i ii iii iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI Abstract Intisari i ii iii iv vi ix x xii xiii xiv BAB I. PENDAHULUAN 1.

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) Ana Rizka Sari 1, Hepi Hapsari H 1, Agustan 2 1 Teknik

Lebih terperinci

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya Andreas H., D.A. Sarsito, M.Irwan, H.Z.Abidin, D. Darmawan,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit-satelit GPS beredar mengelilingi bumi jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km dimana satelit tersebut berputar mengelilingi bumi

Lebih terperinci