BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber energi minyak bumi dan gas alam mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlangsungan berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Seiring perkembangan zaman dan era teknologi modern, kebutuhan terhadap sumber energi seperti minyak bumi dan gas alam semakin meningkat. Berbagai upaya dilakukan oleh sektor industri yang bergerak di bidang ekplorasi dan ekploitasi minyak bumi dan gas alam guna meningkatkan produksi dari minyak bumi dan gas alam. Salah satu bentuk upaya peningkatan adalah ekspansi atau perluasan area ekplorasi. Cadangan minyak bumi bukan hanya terdapat di darat melainkan juga di laut lepas. Perluasan area ekplorasi dilakukan di area laut lepas dikarenakan cadangan minyak di darat semakin menipis. Kegiatan ekplorasi sumber energi baik di darat maupun di laut lepas diperlukan adanya sebuah struktur anjungan (platform). Anjungan minyak di laut lepas mempunyai desain dan struktur yang berbeda dengan anjungan minyak yang berada di daratan. Anjungan di laut lepas berfungsi sebagai bangunan untuk menampung semua kegiatan operasional di tengah laut. Anjungan tersebut untuk selanjutnya disebut anjungan minyak lepas pantai (offshore platform). Anjungan minyak lepas pantai adalah sebuah struktur bangunan besar beserta perangkatnya di lepas pantai yang digunakan sebagai sumur pengeboran dan digunakan untuk memproses minyak dan gas alam. Selain itu anjungan tersebut juga digunakan untuk tempat penyimpanan sementara sebelum dibawa ke pantai untuk penyulingan dan pemasaran (Widjajanti, 2010). Anjungan minyak lepas pantai mempunyai peranan yang sangat penting pada setiap operasi pengeboran di laut lepas. Sekarang ini berbagai macam tipe dari anjungan telah didesain dan dibuat menyesuaikan dengan area operasinya yaitu berdasarkan tingkat kedalaman air sehingga dapat ditentukan struktur konstruksi yang sesuai dari anjungan tersebut. Berbagai perusahaan yang bergerak di industri migas khususnya di laut lepas memiliki anjungan minyak lepas pantai di wilayah operasinya.

2 2 Total sebagai salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia yang beroperasi di lebih dari 130 negara. Di Indonesia Total Group diwakili oleh Total E&P Indonesie (TEPI) yang sudah beroperasi di Blok Mahakam Kalimantan Timur sejak tahun 1968 ( Sebagai salah satu perusahaan minyak terbesar di dunia dan sudah beroperasi cukup lama, Total E&P Indonesie mempunyai kompleksitas yang tinggi secara teknik dalam setiap kegiatannya untuk menunjang kebutuhan eksplorasi. Salah satu area yang berada di Blok Mahakam dan dikelola oleh Total E&P Indonesie adalah area Bekapai. Operasi dan aktivitas eksplorasi sudah dimulai sejak tahun 1974 di area Bekapai. Sampai saat ini TEPI memiliki sembilan anjungan minyak lepas pantai di area Bekapai dan masih digunakan untuk menunjang kegiatan produksi minyak mentah. Fasilitas anjungan minyak lepas pantai yang beroperasi cukup lama memerlukan pemantauan berkala. Pemantauan dilakukan untuk menyelidiki dan memastikan kelayakan pemanfaatan fasilitas anjungan minyak lepas pantai dengan meneliti besar nilai pergerakan dari anjungan tersebut. Pergerakan anjungan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang cenderung tidak stabil. Penyebabnya adalah banyaknya beban gaya yang bekerja pada anjungan lepas pantai seperti arus laut, gelombang, angin, badai dan objek lain yang mendekat atau bersentuhan keras dengan anjungan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis besar nilai pergerakan dari salah satu anjungan minyak di area Bekapai. Salah satu aspek yang dapat dianalisis secara teliti pada anjungan minyak lepas pantai adalah posisi dari anjungan tersebut. Dalam hal ini posisi anjungan yang dimaksud merupakan posisi titik pantau yang berada di anjungan tersebut. Pendekatan untuk penentuan posisi menggunakan teknologi GPS yang mampu menghasilkan posisi dengan ketelitian tinggi. Untuk memperoleh posisi dan ketelitian dari titik pantau yang berada di anjungan minyak lepas pantai, maka diterapkan strategi pengamatan dan strategi pengolahan yang tepat. Strategi pengamatan berdasarkan pada metode pengamatan, waktu pengamatan, lama pengamatan dan pengikatan ke titik tetap yang digunakan. Strategi pengolahan data berdasarkan pada proses perataan jaring dengan menggunakan perangkat lunak ilmiah (Abidin, 2004).

3 3 Strategi pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan GPS secara kontinyu selama 30 hari dengan mode baseline menggunakan dua stasiun pengamatan. Salah satu stasiun pengamatan berada di darat dan satunya lagi berada di anjungan yaitu titik pantau anjungan. Strategi pengolahan menggunakan perangkat lunak ilmiah untuk mendapatkan posisi secara teliti dari titik pantau anjungan. I.2. Identifikasi Masalah Pemantauan anjungan minyak lepas pantai dapat dilakukan dengan pemantauan posisi titik pantau yang berada di anjungan. Posisi titik pantau anjungan harus ditentukan secara teliti agar variasi posisi signifikan terhadap ketelitian posisi. Variasi posisi dalam interval waktu harian dapat menentukan besar pergerakan titik pantau anjungan. Belum diketahuinya nilai dan pola variasi posisi dalam interval waktu harian yang merupakan masalah dalam penelitian ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dibuktikan apakah nilai variasi tersebut berbeda secara siginifikan. I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan peneltian ini adalah : 1. Berapa nilai dan ketelitian koordinat titik pantau anjungan dalam selang waktu harian selama 30 hari pengamatan? 2. Berapa besar nilai pergerakan titik pantau anjungan dalam selang waktu harian selama 30 hari pengamatan? 3. Bagaimana pola pergerakan titik pantau anjungan dalam selang waktu harian selama 30 hari pengamatan? I.4. Cakupan Penelitian Penelitian ini membahas tentang perhitungan nilai koordinat dari stasiun pengamatan di anjungan minyak lepas pantai untuk mendapatkan variasi koordinat. Nilai variasi koordinat selanjutnya digunakan untuk memperkirakan pergerakan titik pantau anjungan, namun demikian dalam penelitian ini dibatasi beberapa hal sebagai berikut : 1. Data pengamatan GPS secara kontinyu selama 30 hari pada stasiun pengamatan BKBL di anjungan minyak lepas pantai, Blok Mahakam, Kalimantan Timur dan stasiun pengamatan MESS di Handil, Kalimantan

4 4 Timur mulai tanggal 25 Juli 2014 s.d 23 Agustus 2014 (doy 206 s.d doy 235) dengan sampling rate 0,5 detik. 2. Panjang baseline dari stasiun BKBL s.d stasiun MESS ± 34 km. 3. Struktur anjungan minyak lepas pantai Bekapai-LQ adalah fixed platform dengan tipe jacket. Lokasi anjungan terletak di area Bekapai Total E&P Indonesie, di kawasan Blok Mahakam, Kalimantan Timur. 4. Titik pantau anjungan adalah stasiun BKBL yang berada di deck atas anjungan Bekapai-LQ. 5. Titik ikat IGS yang digunakan berjumlah 12 titik, yaitu BAKO, COCO, CUSV, CNMR, DARW, DGAR, IISC, KARR, PBRI, PIMO, TOW2, dan XMIS. Sampling rate dari titik ikat IGS adalah 30 detik. 6. International Terrestrial Reference Frame (ITRF) yang digunakan adalah ITRF Perhitungan koordinat dan ketelitian menggunakan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK versi Uji statistik yang digunakan adalah uji signifikansi beda dua parameter, nilai kritis dilihat dari tabel t-student dengan level kepercayaan (α = 95 %) dan nilai derajat kebebasan (f = ). Kenampakan struktur dari anjungan minyak lepas pantai Bekapai-LQ seperti ditunjukkan pada Gambar I.1. Gambar I.1. Struktur anjungan minyak lepas pantai Bekapai-LQ

5 5 Gambar I.1 menunjukan kenampakan struktur dari anjungan minyak lepas pantai Bekapai-LQ. Adapun detail lokasi secara umum dari anjungan minyak lepas pantai tersebut dapat dilihat pada Gambar I.2. Gambar I.2. Lokasi anjungan minyak lepas pantai Bekapai-LQ I.5. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Diperoleh nilai koordinat dan ketelitian dari stasiun BKBL dan stasiun MESS dalam selang waktu harian selama 30 hari pengamatan. 2. Diperoleh besar nilai pergerakan harian dari stasiun BKBL yang berada di anjungan minyak lepas pantai selama 30 hari pengamatan. 3. Diperoleh pola perubahan koordinat harian dari stasiun BKBL yang berada di anjungan minyak lepas pantai selama 30 hari pengamatan. I.6. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terdapat pada hasil perhitungan besar nilai pergerakan titik pantau anjungan minyak lepas pantai. Perolehan hasil perhitungan koordinat dan ketelitian posisi titik pantau anjungan digunakan untuk mendapatkan nilai variasi koordinat yang dapat menunjukkan berapa besar nilai pergerakan dari titik pantau anjungan tersebut. Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemantauan anjungan terkait dengan uji kelayakan anjungan tersebut.

6 6 I.7. Tinjauan Pustaka Widjajanti (2010) melakukan penelitian untuk analisis deformasi anjungan minyak lepas pantai menggunakan data pengamatan GPS. Studi kasus pada penelitian ini mengacu pada sebuah anjungan lepas pantai dengan tipe jacket menggunakan data sekunder dari hasil pengamatan GPS selama tiga epoch. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai deformasi dalam bentuk perpindahan tiga dimensi, dx, dy dan dz yang kemudian digunakan untuk menilai integritas struktural anjungan. Analisis deformasi yang dilakukan menunjukkan perbedaan koordinat dari pengamatan tiga epoch, namun berdasarkan hasil tes signifikansi secara statistik, perbedaan tersebut tidak dikategorikan sebagai pergerakan yang signifikan. Panuntun (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan perangkat lunak ilmiah GAMIT/GLOBK untuk menentukan posisi anjungan lepas pantai dengan titik ikat GPS regional dan global. Data penelitian merupakan data pengamatan GPS mulai tanggal 13 Juni s.d 16 Juni 2011 selama 12 jam dengan sampling rate 30 detik. Pengolahan data dibagi dalam 4 project yaitu project global, project regional, project kombinasi, dan project per-doy. Project global menggunakan 7 titik ikat global yaitu COCO, KUNM, BAN2, PIMO, TOW2, DARW, dan DGAR. Project regional menggunakan 6 titik ikat regional Mass/MyRTK Malaysia yaitu GETI, KUAL, CENE, BIN1, MIRI, dan LAB1. Project kombinasi menggunakan 13 titik ikat yaitu gabungan dari titik global dan titik ikat regional. Project per-doy menggunakan 7 titik ikat global. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan titik ikat global menghasilkan koordinat dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengolahan titik ikat regional, titik ikat kombinasi (global dan regional), dan pengolahan per-doy. Berikutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan uji-t disimpulkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan signifikan dari koordinat hasil pengolahan project global-kombinasi, dan global-per-doy. Perbedaan signifikan hanya terjadi pada hasil project global-regional dan kombinasi-regional. Andreas dkk (2010) melakukan kajian tentang kemampuan perangkat lunak untuk pengolahan data GPS baseline panjang. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat lunak komersial dan ilmiah. Analisis yang dilakukan adalah analisis tingkat

7 7 keteltian posisi menggunakan perangkat lunak komersial (SKI PRO v2.1) dan ilmiah (BERNESE 5.0) dengan panjang baseline ~100 km, ~200 km, ~500 km, dan ~1000 km. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa penggunaan perangkat lunak ilmiah memberikan range sebaran posisi yang lebih kecil (lebih teliti) dari pada penggunaan perangkat lunak komersial. Pengolahan baseline data per 24 jam menggunakan perangkat lunak komersial (SKI PRO v2.1) dengan strategi solusi fix ambiguity menghasilkan sebaran posisi 2 m pada panjang baseline 117 km, 3,1 m pada panjang baseline 249 km, dan 9,5 m pada panjang baseline 450 km, sedangkan pengolahan baseline data per 24 jam menggunakan perangkat lunak ilmiah (BERNESE 5.0) dengan solusi Quasi Ionosphere Free (QIF) menghasilkan sebaran posisi 1 cm pada panjang baseline 117 km, 1,5 cm pada panjang baseline 557 km, dan 2 cm pada panjang baseline 1003 km. Rahadi dkk (2013) melakukan kajian tentang analisis ketelitian pengukuran baseline panjang GNSS dengan menggunakan perangkat lunak ilmiah (GAMIT 10.4) dan komersial (Topcon Tools V.7). Data yang digunakan adalah data pengamatan GPS metode statik dengan panjang baseline yang bervariasi. Titik kontrol yang digunakan adalah CORS BIG dan CORS UNDIP. Masing-masing titik kontrol dilakukan pengukuran baseline pada beberapa lokasi dengan jarak yang berbeda. Untuk CORS BIG sebagai titik kontrol dilakukan pengamatan di beberapa kota, yaitu Bogor (25 km), Ciburuy (78 km), Majalaya (118 km), Kuningan (185 km), Palembang (474 km), dan Medan (1343 km). Berikutnya CORS UNDIP sebagai titik kontrol pengamatan dilakukan pengamatan di Purwodadi (21 km), Surakarta (70 km), Wonogiri (100 km), Pacitan (141 km), Palembang (845 km), dan Medan (1669 km). Analisis hasil pengolahan data pengukuran baseline panjang menunjukkan bahwa rata-rata nilai simpangan baku hasil pengolahan dengan perangkat lunak GAMIT 10.4 adalah 0,020 m sedangkan nilai simpangan baku hasil pengolahan dengan perangkat lunak Topcon Tools V.7 adalah 0,028 m.

8 8 I.8. Landasan Teori I.8.1. Anjungan Lepas Pantai Anjungan minyak lepas pantai adalah sebuah struktur bangunan besar beserta perangkatnya di lepas pantai yang digunakan sebagai sumur pengeboran dan digunakan untuk memproses minyak dan gas alam. Selain itu anjungan tersebut juga digunakan untuk tempat penyimpanan sementara sebelum dibawa ke pantai untuk penyulingan dan pemasaran (Widjajanti, 2010). Ciri-ciri anjungan lepas pantai adalah (Amri, 2008) : 1. Beroperasi di daerah sekitar sumur minyak atau daerah pertambangan yang terbatas, tidak dapat beroperasi di daratan dan tidak dapat berpindah-pindah. 2. Struktur tidak dibangun langsung di lapangan tetapi komponenkomponennya dibuat di darat lalu kemudian diangkut dan dirakit langsung di lapangan. 3. Beroperasi di laut untuk periode waktu yang lama sehingga bangunan harus mampu bertahan dalam kondisi cuaca baik maupun kondisi cuaca buruk yang mungkin terjadi selama beroperasi. Struktur bangunan lepas pantai memiliki banyak tipe, salah satu faktor yang membedakannya adalah daerah operasi anjungan. Terdapat beberapa jenis tipe anjungan berdasarkan daerah operasinya. Gambar I.3 di bawah ini menunjukkan tipetipe pembagian anjungan berdasarkan daerah pengoperasiannya. Gambar I.3. Tipe anjungan minyak berdasarkan daerah pengoperasiannya (Sumber :

9 9 I.8.2. Global Positioning System (GPS) GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Nama formalnya adalah Navigation Satellite Timing and Ranging Global Positioning System (NAVSTAR GPS). Sistem ini didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Sistem ini direncanakan dan dikembangkan pertama kali pada tahun 1973 oleh Angkatan Udara Amerika Serikat (Abidin, 2000). Pada dasarnya GPS terdiri atas tiga segmen utama (El-Rabbany, 2002), yaitu segmen angkasa (space segment) yang terdiri atas satelit-satelit GPS, segmen kontrol (control segment) yang terdiri atas stasiun-stasiun pemonitor dan pengotrol satelit, dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri atas pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah sinyal data GPS. Ketiga segmen GPS digambarkan secara skematik pada Gambar I.4. Gambar I.4. Segmen utama GPS (El-Rabbany, 2002) I.8.3. Pengamatan Dasar GPS Pengamatan dasar GPS adalah penentuan jarak dari satelit ke receiver. Konsep penentuan jarak pada GPS dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penentuan jarak dengan data kode (pseudorange) dan penentuan jarak dengan carrier phase (Rizos, 1999). I Pseudorange. Pseudorange adalah jarak hasil hitungan oleh receiver GPS dari data ukuran waktu perambatan sinyal satelit. Prinsip pengukurannya adalah receiver GPS membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan replika kode yang

10 10 diformulasikan di dalam receiver. Waktu yang diperlukan untuk mengimpitkan kedua kode tersebut adalah waktu yang diperlukan oleh kedua kode tersebut untuk menempuh jarak dari satelit ke pengamat. Jarak yang terukur masih terkontaminasi oleh kesalahan waktu karena ketelitian jam receiver berbeda dengan ketelitian jam pada satelit sehingga mengakibatkan ketidaksinkronan waktu antara kedua jam tersebut (Abidin, 2000). I Carrier phase. Carrier phase adalah beda fase yang diukur oleh receiver GPS dengan cara mengurangkan fase sinyal pembawa yang datang dari satelit dengan sinyal serupa yang dibangkitkan dalam receiver. Data fase pengamatan satelit GPS adalah jumlah gelombang penuh yang terhitung sejak saat pengamatan dimulai. Hanya fase pembawa yang tidak penuh yang dapat diukur ketika sinyal satelit diterima, jumlah integer gelombang penuh N tidak diketahui dimana N adalah ambiguitas fase. Dengan menggunakan algoritma ditentukan nilai ambiguitas fase sehingga dapat diketahui jarak antara receiver dengan satelit (Sunantyo, 2000). I.8.4. Penentuan Posisi dengan GPS Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z atau λ, φ, h) yang dinyatakan dalam datum World Geodetic System 1984 (WGS84). Posisi suatu titik di permukaan bumi dapat ditentukan menggunakan receiver GPS dengan metode penentuan posisi absolute (point positioning), maupun terhadap titik lain yang diketahui koordinatnya dengan metode penentuan posisi relatif (differential positioning) yang minimal membutuhkan dua receiver GPS (Abidin, 2007). I Metode absolut. Metode ini juga dikenal sebagai point positioning, yaitu penentuan posisi koordinat di suatu titik dengan menggunakan satu receiver, koordinat yang diperoleh ditentukan terhadap suatu sistem koordinat yang telah terdefinisikan. Ketelitian posisi yang diperoleh biasanya dalam level meter dan umumnya hanya diperuntukkan bagi keperluan navigasi.

11 11 I Metode relatif. Metode ini juga disebut sebagai differential positioning yaitu posisi suatu titik ditentukan terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya dan dianggap sebagai titik acuan dengan menggunakan minimal dua receiver GNSS. Penentuan posisi secara differential dapat memberikan ketelitian posisi yang relatif tinggi dengan level sentimeter sampai dengan milimeter. Metode ini diperlukan dalam pekerjaan Geodesi dengan pemetaan yang membutuhkan ketelitian tinggi. I.8.5. Differencing Data GPS Teknik yang digunakan pada penentuan posisi secara differential adalah teknik differencing, yakni dengan mengurangkan data pengamatan GPS untuk mengeliminasi dan mereduksi efek dari sebagian kesalahan dan bias yang terjadi pada saat melakukan pengamatan GPS. Data pengamatan hasil pengurangan tersebut menjadi relatif lebih teliti. Pengolahan data pengamatan GPS secara differencing, dikenal beberapa teknik, yaitu single difference, double difference dan triple difference. I Single difference, merupakan penentuan posisi dengan cara mengurangkan (differencing) dua persamaan pengamatan penentuan posisi one way (OW). Jika terdapat dua receiver (A dan B) yang mengamati satu satelit (satelit i), dapat dituliskan dengan persamaan I.1. i φ AB = 1 d λ AB i i - N AB + c t λ AB i + φ ion + φ trop + multipath + + noise (I.1) Teknik single differencing ini dapat mengeliminasi efek dari bias jam satelit dan juga mereduksi efek dari bias troposfer dan ionosfer. I Double difference, merupakan teknik penentuan posisi dengan cara mengurangkan (differencing) dua persamaan pengamatan penentuan posisi relative single difference (SD), pada dua receiver (di titik A dan B) yang mengamati dua satelit (satelit i dan satelit j), dapat dituliskan dengan persamaan I.2. φ ij AB = 1 d ij λ AB - N ij AB + φ ion + φ trop + multipath + + noise (I.2) Proses differencing tersebut meliputi pengeliminasian kesalahan jam satelit dan receiver, mereduksi efek kesalahan orbit, bias ionosfer dan bias troposfer pada data pengamatan, pengestimasian ambiguitas fase.

12 12 I Triple difference, merupakan suatu teknik penentuan posisi dengan cara mengurangkan dua data pengamatan double difference dengan epoch yang berbeda, misalnya dua receiver (di titik A dan B) yang mengamati dua satelit (i dan j) secara simultan sebanyak dua epoch (t1 dan t2). Proses pengurangan data dapat dituliskan dengan persamaan I.3. ij φ AB(t1 t2) = 1 d ij λ AB(t1 t2) + φ ion + φ trop + multipath + + noise (I.3) Hasil akhir dari triple difference dari persamaan I.3 masih menyisakan efek ionosfer, bias troposfer, multipath. Bias dan kesalahan tersebut tidak dapat dieliminasi dengan menggunakan teknik differencing tetapi hanya dapat direduksi. I.8.6. Kesalahan dan Bias pada Pengukuran GPS Sinyal GPS dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antena di permukaan bumi dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Bias didefiniskan sebagai efek-efek pada pengukuran yang menyebabkan jarak sesungguhnya berbeda dengan jarak terukur dengan jumlah perbedaan yang sistematis dan harus dimodelkan pada pengukuran dan pengolahan data (Sunantyo, 2003). Ada beberapa jenis kesalahan dan bias yang mempengaruhi data pengamatan GPS seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.5. Bias dan kesalahan tersebut bisa berasal dari satelit, receiver, ataupun berasal dari perambatan sinyal (El-Rabbany, 2002). Gambar I.5. Bias dan kesalahan pada pengukuran GPS (El-Rabbany, 2002)

13 13 I Kesalahan orbit satelit. Kesalahan ini disebut juga dengan kesalahan ephemeris. Kesalahan ephemeris adalah kesalahan dimana posisi satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama dengan posisi satelit yang sebenarnya. Kesalahan orbit mempengaruhi ketelitian dari koordinat titik-titik yang ditentukan baik secara absolut maupun relatif. Kesalahan ephemeris dapat direduksi dengan menggunakan metode differential pada pengukurannya (Rizos, 1999) I Bias ionosfer. Lapisan ionosfer terdapat pada lapisan atmosfer bumi dengan ketinggian 50 km sampai dengan 1000 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini dikarakteristikan dengan adanya elektron bebas, molekul, dan atom positif yang disebut ion. Elektron-elektron bebas yang terdapat dalam lapisan ionosfer dapat memperlambat pseudorange dan mempercepat carrier phase. Densitas dari elektron ini tidak bersifat konstan dan berubah menyesuaikan dengan posisi bujur dari pengamat (El-Rabbany, 2002). I Bias troposfer. Troposfer merupakan lapisan dari atmosfer yang berbatasan dengan permukaan bumi dan mempunyai ketebalan setinggi 9 km sampai dengan 16 km. Sinyal GPS mengalami refraksi ketika melalui troposfer yang menyebabkan perubahan pada kecepatan dan arah dari sinyal GPS. Efek utama dari refraksi troposfer adalah kesalahan terhadap hasil ukuran jarak (Abidin, 2007). Bias troposfer dapat dieliminasi dengan cara meminimalkan zenith pengguna dan memperbesar horizon pengamatan, pengaruh bias troposfer dapat diabaikan jika sudut satelit di bawah 20º (El-Rabbany, 2022). I Multipath. Multipath adalah fenomena dimana sinyal yang ditransmisikan oleh satelit diterima oleh receiver melalui dua atau lebih lintasan berbeda karena efek pantulan benda-benda di sekitar pengamat seperti bangunan, jalan, permukaan air. Perbedaan jarak tempuh dapat menyebabkan sinyal berinterferensi ketika diterima oleh antena sehingga menyebabkan kesalahan hasil pengamatan (Abidin, 2007). I Ambiguitas fase. Ambiguitas fase adalah jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. Ambiguitas fase berupa bilangan bulat kelipatan panjang gelombang. Ketidaktepatan dalam mendefinisikan besarnya ambiguitas fase menyebabkan kesalahan penentuan jarak dari satelit ke pengamat (Abidin, 2007).

14 14 I Cycle slips. Cycle slips menyebabkan ketidak-kontinyuan dalam jumlah gelombang penuh dari fase gelombang pembawa yang diamati. Cycle slips merupakan fenomena dimana receiver GPS karena sesuatu hal terputus dalam pengamatan sinyal GPS. Terputusnya sinyal GPS ini bisa disebabkan karena obstruksi yang menghalangi sinyal untuk sampai ke receiver pengukuran atau juga bisa disebabkan karena receiver yang digunakan tidak bekerja dengan baik (Kaplan, 2006) I Kesalahan jam satelit. Setiap satelit GPS membawa beberapa buah jam atom yang digunakan untuk mendefinisikan sistem waktu satelit. Seiring dengan berjalannya waktu, jam-jam atom tersebut mengalami penyimpangan (offset, drift, dan drift-rate) dari sistem waktu GPS (Abidin, 2007). I Kesalahan sam receiver. Receiver GPS umumnya dilengkapi dengan jam kristal quartz yang relatif lebih kecil, lebih murah, dan relatif memerlukan daya yang relatif lebih kecil dibandingkan jam atom yang digunakan pada satelit (Abidin, 2007). Ketidaksinkronan antara jam satelit dengan jam receiver memberikan informasi mengenai waktu yang berbeda dan dapat menjadi sumber kesalahan. I Kesalahan antena. Jarak ukuran pada pengukuran jarak dari satelit ke antena receiver GPS diasumsikan mengacu ke pusat geometris dari antena yang lokasinya tetap. Sebenarnya secara elektronik pengukuran jarak tersebut mengacu ke pusat fase antena, bukan ke pusat geometris antena. Adanya perbedaan lokasi antara pusat fase dan pusat geometris antena menyebabkan terjadinya kesalahan pada jarak ukuran (Abidin, 2007). I.8.7. Datum Geodetik Datum geodetik merupakan sejumlah parameter yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid referensi yang digunakan untuk pendefinisian koordinat geodetik, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang terhadap fisik bumi yang direpresentasikan oleh sistem Conventional Terrestrial System (CTS). Datum geodetik didefinisikan dengan menentukan delapan parameter, yaitu (Abidin, 2001) : 1. Dua parameter yang mendefinisikan bentuk dan ukuran elipsoid yaitu sumbu panjang (a) dan penggepengan (f).

15 15 2. Tiga parameter translasi, yaitu (X0, Y0, Z0) yang mendefinisikan koordinat titik pusat elipsoid terhadap pusat bumi. 3. Tiga parameter rotasi, yaitu (εx, εy,εz) yang mendefinisikan orientasi sumbu X, Y, dan Z elipsoid dalam ruang terhadap sumbu-sumbu Bumi yang diwakili oleh sumbu X, Y, dan Z dari sistem CST. I.8.8. International Terrestrial Reference Frame (ITRF) International Terrestrial Reference Frame (ITRF) adalah realisasi dari International Terrestrial Reference System (ITRS). ITRS pada prinsipnya adalah Conventional Terrestrial System (CST) yang dikembangkan dan dipelihara oleh International Earth Orientation System (IERS). ITRS meliputi seperangkat preskripsi dan konvensi serta model yang digunakan untuk menentukan kedudukan sumbu koordinat terestris (Fahrurrazi, 2011). ITRS direalisasikan dengan koordinat dan kecepatan pergeseran sejumlah titik stasiun pengamatan ekstra terestris di permukaan bumi yang tergabung dalam International Terrestrial Reference Frame (ITRF). Koordinat stasiun ITRF merealisasikan origin dan orientasi salib sumbu koordinat geodetik. Stasiun ITRF bergerak karena gerak lempeng tektonik sehingga koordinatnya senantiasa berubah secara dinamis dengan pola yang bervariasi. Stasiun ITRF diamati secara kontinyu dengan teknik-teknik Very Long Baseline Interferometry (VLBI), Lunar Laser Ranging (LLR), Solar Laser Ranging) (SLR), GNSS, dan DORIS. Dari data pengamatan ini kemudian diturunkan solusi parameter posisi dan kecepatan pergeseran titik-titik stasiun ITRF dan besaran lainnya misalnya parameter Earth Orientation Parameters (EOP). ITRF dapat diperbaharui secara terus-menerus. Sebelas realisasi dari ITRF Product (ITRS) yang mulai didirikan sejak tahun 1988 (ITRF1988) sampai yang terbaru adalah ITRF2008. I ITRF ITRF2008 adalah realisasi baru dari ITRS yang dikembangkan dengan mengikuti prosedur yang sudah digunakan pada pembentukan ITRF2005. ITRF2008 menggunakan input data time series dari posisi stasiun dan parameter orientasi bumi (EOPs) yang disediakan oleh Teknik Pusat dari empat teknik pengamatan geodesy space (GPS, VLBI, SLR, Doris). Solusi ITRF2008 sepenuhnya

16 16 didasarkan pada solusi hasil olahan kembali dari empat teknik tersebut. ITRF2008 diharapkan menjadi peningkatan solusi dibandingkan dengan ITRF sebelumnya yaitu ITRF2005 ( Jaring ITRF2008 terdiri atas 934 stasiun yang terletak di 580 situs, dengan 463 situs di belahan Bumi utara dan 117 di belahan Bumi selatan. Kombinasi ITRF2008 melibatkan 84 situs co-location yang menggunakan dua atau lebih teknik pengamatan yang sedang beroperasi dan ikatan lokal yang tersedia. Gambar I.6 menunjukkan jaring ITRF2008 penuh dimana terdapat pertampalan dari stasiun VLBI, SLR dan Doris situs co-location dengan stasiun GPS. Gambar I.6. ITRF2008 network (Altamimi, 2011) Salah satu tahapan dalam analisis ITRF2008 yaitu menggabungkan solusi jangka panjang dari solusi menggunakan empat teknik, bersama-sama dengan ikatan lokal di situs co-location. ITRF2008 ditentukan berdasarkan parameter berikut (Altamimi, dkk, 2011) : 1. Origin, origin ITRF2008 didefinisikan sedemikian rupa bahwa ada parameter null translation pada epoch 2005 dan rate translation sehubungan dengan time series ILRS SLR. 2. Skala, skala ITRF2008 didefinisikan sedemikian rupa bahwa ada faktor null scale pada epoch 2005 dan rate scale sehubungan dengan skala rata-rata VLBI dan SLR solusi jangka panjang.

17 17 3. Orientasi, orientasi ITRF2008 didefinisikan sedemikian rupa bahwa ada parameter null rotation pada epoch 2005 dan rate rotation antara ITRF2008 dan ITRF2005. Kedua kondisi diterapkan melalui serangkaian 179 stasiun referensi yang terletak di 131 situs referensi termasuk 107 GPS, 27 VLBI, 15 SLR dan 12 Doris I.8.9. International GNSS Service (IGS) IGS didirikan oleh International Association of Geodesy (IAG) pada tahun 1993, dan secara formal beroperasi mulai tahun IGS beranggotakan organisasi dan badan multi nasional yang menyediakan data GPS, informasi orbit GPS, serta data informasi pendukung penelitian geodetik dan geofisik lainnya. Saat ini IGS mempunyai sekitar 200 stasiun penjejak satelit yang tersebar di seluruh dunia yang mengamati satelit-satelit GPS secara kontinyu (Gambar I.7). Data pengamatan stasiun IGS diolah dan dikelola oleh 16 Operational Data Centers, 5 Regional Data Centers dan 3 Global Data Centers. Data ini selanjutnya diolah oleh 7 Analysis Center yang kemudian hasilnya disebarluaskan secara global melalui situsnya Gambar I.7. IGS tracking network (Sumber :

18 18 I Sistem Koordinat Geodetik Sistem koordinat geodetik merupakan sistem koordinat terestris dengan model bumi elipsoid (Fahrurrazi, 2011). Sistem koordinat geodetik seperti yang ditunjukkan pada Gambar I.8. Gambar I.8. Sistem koordinat geodetik (Fahrurrazi, 2011) Pada Gambar I.8, origin O sistem koordinat geodetik didefiniskan berimpit dengan pusat massa bumi. Sembarang titik A yang terletak pada permukaan elipsoid acuan ataupun A di atas permukaan bumi dapat dinyatakan posisinya dalam koordinat kartesian 3D (X, Y, Z). Titik A juga dapat dinyatakan dalam sistem koordinat geodetik dengan komponen lintang geodetik (φ), bujur geodetik (λ), dan tinggi geodetik (h). I Sistem Koordinat UTM Sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan rangkaian proyeksi Transverse Mercator untuk global. Bumi dibagi menjadi 60 bagian zona. Setiap zona mencangkup 6 bujur dan memiliki meridian tengah tersendiri. Koordinat UTM menggunakan satuan unit meter, hal ini berbeda dengan koordinat geografis yang satuan unitnya adalah derajat. Setiap zona pada sistem koordinat UTM memiliki panjang x sebesar m dan panjang y sebesar m. Ciri-ciri sistem koordinat UTM adalah (Prihandito, 2010) : 1. Silinder, transversal, secant, conform. Silinder : semua titik di permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder kemudian didatarkan.

19 19 Transversal : bidang silinder menyinggung bumi. Secant : bidang silinder memotong bumi. Conform : mempertahankan bentuk permukaan bumi. 2. Memotong bola bumi di dua meridian standar, k = Lebar tiap zona 6, sehingga bumi dibagi menjadi 60 zona. 4. Meridian tengah tiap zona k = 0, Absis semu (T/E): m ± X. 6. Ordinat semu (U/N) = Y. I Perangkat Lunak TEQC TEQC merupakan peralatan yang komprehensif untuk menyelesaikan berbagai masalah pada saat sebelum pengolahan data GNSS. TEQC mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (Estey dkk, 2014) : 1. Translation. TEQC dapat membaca raw data asli dari receiver dan mengkonversi menjadi format RINEX atau yang lainnya. 2. Editing. TEQC dapat melalukan editing sepeti ekstraksi metadata, memotong atau menyambung data RINEX, dan mengoreksi header data RINEX. 3. Quality Checking. TEQC dapat melakukan cek kualitas raw data atau file RINEX dengan atau tanpa file ephemeris. I Perangkat Lunak GAMIT GAMIT adalah paket analisis data GNSS yang komprehensif yang dikembangkan oleh MIT untuk melakukan perhitungan posisi tiga dimensi dan satelit orbit. Perangkat lunak GAMIT dikembangkan mulai tahun 1970-an ketika Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengembangkan receiver GNSS. Setelah pengembangannya, GAMIT bermigrasi dengan platform sistem operasi Unix pada tahun Berdirinya IGS pada tahun 1992 semakin memungkinkan pengembangan skema pengolahan data GNSS secara otomatis. GAMIT menjadi perangkat lunak ilmiah fully automatic processing pada pertengahan tahun 1990 dengan menyertakan data stasiun-stasiun kontinyu di seluruh dunia diantaranya IGS (Anonim, 2000). GAMIT membutuhkan delapan macam input data dalam proses pengolahannya, diantaranya (Herring, 2010):

20 20 1. Raw data dari data pengamatan GPS. 2. l-file, yang berisi koordinat dari semua stasiun pengamatan atau titik ikat yang digunakan. Koordinat yang digunakan menggunakan koordinat geosentrik. 3. File station.info, berisi informasi stasiun-stasiun yang digunakan, seperti tempat/lokasi stasiun, tinggi antena, model antena, model receiver, waktu pengamatan (tahun, doy/day of year, start dan stop pengamatan), serta firmware yang digunakan oleh receiver. 4. File session.info, yang berisi sesi dari data yang diolah. Informasi yang tercantum antara lain tahun, doy, sesi pengamatan, sampling rate, banyak epoch, dan nomor-nomor satelit. 5. File navigasi, bisa berupa RINEX (Receiver INdependent EXchange Format), Navigation Messages maupun ephemeris yang disediakan IGS. 6. File sestbl memuat control table mengenai karakteristik proses yang dieksekusi oleh GAMIT. 7. File sittbl digunakan untuk memberikan konstrain pada setiap stasiun pengamatan yang digunakan. 8. File GPS ephemeris yang didapat dari IGS dalam format *.sp3. Hasil akhir dari proses pengolahan data pengamatan GPS dengan perangkat lunak GAMIT sebagai berikut : 1. q-file, memuat semua informasi hasil pengolahan data pengamatan GPS dengan GAMIT, yang disajikan dalam dua versi Biasses-free Solution dan Biases-fixed Solution. 2. h-file, berisi hasil pengolahan dengan Lossely Constraint Solutions yang berupa parameter-parameter yang digunakan serta matriks varian kovarian pada pengolahan lanjutan dengan Global Kalman Filter VLBI and GPS Analysis Program (GLOBK). Input yang digunakan adalah h-file yang berisi parameter-parameter hasil pengolahan dengan perataan Lossely Constraint serta matriks varian kovarian. 3. autcln.summary-file, terdiri atas file autcln.prefit.sum dan autcln.post.sum. Kedua file tersebut berisi data statistik hasil editing dengan autcln.

21 21 I Perangkat Lunak GLOBK GLOBK adalah satu paket program yang dapat mengkombinasikan hasil pemrosesan data survei terestris ataupun data survei ekstra terestris. Kunci dari data input pada GLOBK adalah matriks varian kovarian dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring dkk, 2006). File input yang digunakan adalah h-file hasil pengolahan dengan GAMIT. Selain hasil pengolahan GAMIT, GLOBK juga dapat menerima input file hasil pengolahan dari perangkat lunak ilmiah lain, misal: GIPSY dan Bernesse (Herring, 2010). Terdapat tiga moda aplikasi yang dapat dijalankan dengan menggunakan GLOBK, yaitu : 1. Mengkombinasikan hasil pengolahan individu (misal: harian) untuk menghasilkan koordinat stasiun rata-rata dari pengamatan yang dilakukan lebih dari satu hari. 2. Mengkombinasikan hasil pengamatan selama bertahun-tahun untuk menghasilkan koordinat stasiun. 3. Mengestimasi koordinat stasiun dari pengamatan individu, yang digunakan untuk menggeneralisasikan data runut waktu (time series) dari pengamatan teliti harian atau tahunan. Hal yang tidak dapat dijalankan oleh GLOBK antara lain (Herring, 2010) : 1. Membuat sebuah model linier, karena terdapat banyak proses perataan yang dijalankan (adjustment) pada koordinat stasiun dan parameter orbit. 2. GLOBK tidak dapat menghilangkan cycle slips, data yang buruk dan atmospheric delay modelling errors. 3. GLOBK tidak dapat melakukan resolving ambiguitas fase. I Perataan Jaring GAMIT/GLOBK I Perataan jaring pada GAMIT. Perangkat lunak GAMIT menggunakan hitungan kuadrat terkecil parameter berbobot dengan menggunakan teknik double difference dari pengamatan data fase untuk melakukan estimasi posisi dan orbit dari titik pengamatan. Pengolahannya berprinsip kepada koordinat stasiun observasi, koordinat stasiun titik ikat dan parameter orbit (King dan Bock, 2002). Hasil perataan pada jaring GPS menggunakan perangkat lunak GAMIT adalah loosely constrained

22 22 network dengan menggunakan free-network quasi-observation. Matriks varian kovarian dilibatkan sebagai persamaan hitungan kuadrat terkecil parameter berbobot, pendekatan ini menggunakan perataan baseline (King dan Bock, 2002). Persamaan I.4 berikut merupakan model matematis yang belum diiterasi. L Ia = F I (x a ) (I.4) Apabila ada dua receiver yang berada pada dua titik stasiun A dan B, dengan vektor koordinat stasiun A dan B dinyatakan sebagai (XA, YA, ZA) dan (XB, YB, ZB), maka titik A dapat ditentukan koordinatnya. Persamaan double difference, pengamatan dilakukan terhadap dua satelit yaitu i dan j, sehingga besarnya ρ A i dan ρ B i ditunjukkan pada persamaan I.5 dan I.6. ρ A i = [X i (t) X A ] 2 + [Y i (t) Y A ] 2 + [Z i (t) Z A ] 2 (I.5) ρ B j = [X j (t) X B ] 2 + [Y j (t) Y B ] 2 + [Z j (t) Z B ] 2 (I.6) Koordinat pendekatan titik A adalah (X A 0, Y A 0, Z A 0 ), maka koordinat titik A yang dihitung diperoleh dengan menggunakan persamaan I.7, I.8 dan I.9. X A = X A 0 + dx A (I.7) Y A = Y A 0 + dy A (I.8) Z A = Z A 0 + dz A (I.9) Kemudian dilakukan linearisasi terhadap persamaan I.5 dan persamaan I.6, diperoleh persamaan I.10 dan I.11. ρ A i (t) = ρ A i0 + cx i (t). dx A + cy i (t). dy A +cz i (t). dz A (I.10) ρ B j (t) = ρ B j0 + cx j (t). dx B + cy j (t). dy B +cz j (t). dz B (I.11) Selanjutnya dilakukan substitusi terhadap persamaan I.10 dan I.11, diperoleh persamaan I.12. L ij AB (t) + rc ij AB (t) = ρ j B (t) - ρ j A (t) i - ρ B (t) i + ρ A (t) - λ. N ij AB (t) (I.12) Solusi double difference yang diperoleh seperti pada persamaan I.13. L ij AB (t) + rc ij AB (t) = ρ Ij AB (t)+ cx ij (t). dx A + cy ij (t). dy A + cz ij (t). dz A - λ. N ij AB (t) (I.13)

23 23 Selanjutnya penerapan metode parameter berbobot pada persamaan I.4 sehingga menjadi persamaan I.14. L Ia = F I (x a ) (I.14) Persamaan matriks bobot ditunjukkan pada persamaan I.15 dan matriks residu pada persamaan I.16. P = [ P P 2 ] (I.15) V = AX + L (I.16) Sedangkan matriks A, X, dan L dapat dilihat pada persamaan I.17, I.18, dan I.19. A = [ cx ij (t) cy ij (t) cz ij (t) λ ] (I.17) L = [ L ij AB (t) ρ Ij AB (t)] (I.18) dx A dy A X = dz (I.19) A ij [ N AB] Hasil persamaan observasi I.14 setelah dilinierisasi menjadi persamaan I.20. X 0 X b L = [ Y 0 Y b ] (I.20) Z 0 Z b Keterangan : L A X ρ N : matriks observasi : matriks desain : matriks parameter : jarak geometri antara satelit dengan titik pengamatan : ambiguitas fase i, j : satelit yang teramat

24 24 A, B : stasiun pengamatan X0, Y0, Z0 : koordinat pendekatan titik Setelah dilakukan perataan jaring dengan menggunakan GAMIT, proses selanjutnya adalah pendefinisian kerangka referensi dari loosely constrained network, kemudian dilakukan pengolahan lanjutan dengan GLOBK apabila telah memenuhi hasil evaluasi pengolahan GAMIT. I Evaluasi hasil pengolahan GAMIT. Evaluasi hasil pengolahan GAMIT dapat dilakukan dengan memperhatikan dua parameter evaluasi (postfit nmrs dan fract) pada output file GAMIT. 1. Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varian aposteriori dan varian apriori untuk unit bobot. Standar kualitas postfit nrms adalah ± 0,25. Apabila nilai postfit nrms lebih besar dari 0,5 maka mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip yang belum dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat kesalahan dalam pemodelan (Anonim, 2000). Perhitungan nilai postfit nrms menggunakan persamaan I.21. postfit nrms = x2 (n u) dimana x2 = σ 2 (I.21) σ2 Keterangan : σ 2 σ 2 n u : varians aposteriori untuk unit bobot : varians apriori untuk unit bobot : jumlah ukuran : ukuran minimum 2. Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust dan nilai formal. Nilai fract digunakan untuk menganalisis apakah terdapat nilai adjust yang janggal dan perlu tidaknya iterasi untuk mendapatkan nilai adjust yang bebas dari efek nonlinier. Nilai adjust menunjukkan besarnya perataan yang diberikan pada parameter hitungan, sedangkan nilai formal menunjukkan ketidakpastian pada pemberian bobot untuk perhitungan kuadrat terkecil. Kontrol kualitas dari nilai fract adalah tidak melebihi 10 (Herring, dkk., 2006). Rumusan dari perhtiungan nilai fract seperti pada persamaan I.22.

25 25 fract = adjust (I.22) formal I Perataan jaring pada GLOBK. Proses hitungan pada GLOBK merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil pengolahan data pengamatan. Terdapat tiga program utama dalam perangkat lunak GLOBK, yaitu GLOBK, GLRED, dan GLORG. GLOBK merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan data pengolahan harian GAMIT dan untuk mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik pengamatan. GLORG melakukan pengikatan titik-titik pengamatan terhadap titik-titik referensi yang diberikan. GLRED melakukan perhitungan posisi pada masing-masing hari, sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per waktu tertentu. I Evaluasi hasil pengolahan GLOBK. Evaluasi hasil pengolahan GLOBK dapat dilihat pada log file dan plot time series. Log file menunjukkan konsistensi data harian secara internal dan plot time series digunakan untuk melihat data outliers. Log file berisi nilai stastistik termasuk simpangan baku yang digunakan untuk analisis terhadap nilai koordinat hasil olahan. Plot time series menampilkan nilai wrms (weighted root mean square) dan nrms (normal root mean square). Nilai wrms yang baik adalah dibawah 10 milimeter (Panuntun, 2012). Evaluasi juga bisa dilakukan dengan melihat nilai 12 stastistik chi-squared increament per degree of freedom x 2 /f dimana nilai x 2 /f tidak melebihi 10 dan limit maksimal adalah 30 (Lestari, 2006). I Model Persamaan Pergerakan Analisis pergerakan titik pantau anjungan menggunakan model persamaan pergerakan. Posisi (X, Y, Z) dan ketelitian (σx, σy, σz) dari titik pantau anjungan hasil pengolahan GAMIT/GLOBK dijadikan data masukan untuk analisis pergerakan. Masing-masing perolehan koordinat mempunyai nilai simpangan baku dan varian koordinat yang dirumuskan dalam matrik kovarian seperti pada persamaan I σ X σ XY σ XZ Σx,y,z = [ σ XY 2 σ Y σ YZ ] (I.23) σ xz σ YZ 2 σ Z

26 26 Berdasarkan data koodinat harian selama 30 hari pengamatan dihitung perubahan posisi menggunakan persamaan I.24. dx X X [ dy] = [ Y] - [ Y] dz Z Z 2 1 X 2 X 1 = [ Y 2 Y 2 ] (I.24) Z 2 Z 2 Perubahan posisi yang dihitung menggunakan persamaan I.24, masing-masing baris merupakan selisih absis, selisih ordinat, dan selisih tinggi. Setelah didapat perubahan posisi dari ketiga komponen, selanjutnya dihitung besar nilai pergerakan dari titik pantau anjungan. Ilustrasi dari perhitungan nilai pergerakan (d) dapat dilihat pada Gambar I.9. Gambar 1.9. Ilustrasi perhitungan pergerakan dari titik (1) ke titik (2) Nilai pergerakan (d) diperoleh menggunakan rumus phythagoras dengan melibatkan ketiga selisih tersebut seperti pada persamaan I.25. d = d 2 X + d 2 2 Y + d Z (I.25) Perhitungan nilai pergerakan (d) secara horizontal hanya melibatkan selisih absis dan selisih ordinat. Perhitungan nilai pergerakan (d) secara horizontal dihitung menggunakan persamaan I.27. dhz(i) = d 2 2 X + d Y (I.26) dhz(i) = (X 2 X 1 ) 2 + (Y 2 Y 1 ) 2 (I.27)

27 27 Nilai pergerakan (dhz) memiliki nilai simpangan baku pergerakan horizontal (σdhz) yang menunjukkan ketelitian pergerakan horizontal. Adapun proses perhitungan nilai simpangan baku pergerakan horizontal menggunakan prinsip hitungan perambatan kesalahan acak seperti pada persamaan I.28. Σy = G Σx G T (I.28) Rumusan matriks Σy, G, dan Σx masing-masing dapat dilihat pada persamaan I.29, 1.30 dan I.31. Σy = [σd 2 hz ] (I.29) G = [ d X 1 d Y 1 d X 2 d Y 2 ] (I.30) σ x1y1 Σx = σ x1y1 2 σy 1 σ y1x2 σ y1y2 σ x1x2 σ y1x2 2 σx 2 σ x2y2 (I.31) [ σ x1y2 σ y1y2 σ x2y2 σy 2 2 ] σx 1 2 Keterangan : σ x1x2 σ x1y2 dhz σdhz : nilai pergerakan horizontal : simpangan baku gerakan horizontal X1, Y1, Z1 : koordinat stasiun pengamatan ke-1 X2, Y2, Z2 : koordinat stasiun pengamatan ke-2 dx dy dz σx σy σz : selisih koordinat komponen X : selisih koordinat komponen Y : selisih koordinat komponen Z : simpangan baku komponen X : simpangan baku komponen Y : simpangan baku komponen Z

28 28 I Uji Statistik Uji statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji signifikansi beda dua parameter. Uji tersebut digunakan untuk mengetahui nilai perbedaan yang signifikan antara dua parameter. Pengujian ini melakukan analisis dengan cara menghitung beda dua parameter dibagi dengan akar kuadrat masing-masing simpangan bakunya. Apabila dituliskan dalam suatu model matematis menjadi persamaan I.32 (Widjajanti, 2010). T = X 1 X 2 σ 2 X1 + σ2 X2 (I.32) Penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < tf,α/2. Keterangan : T : nilai t hitungan tf,α/2 : distribusi t pada tabel t (student) dengan tingkat kepercayaan sebesar α X 1 X 2 : koordinat stasiun pengamatan ke-1 : koordinat stasiun pengamatan ke-2 2 σ X1 : varian koordinat stasiun pengamatan ke-1 2 σ X2 : varian koordinat stasiun pengamatan ke-2 Pengujian tersebut mengidentifikasikan bahwa nilai koordinat untuk kedua pengamatan besarnya sama sehingga : H0 : X 1 X 2 = 0, atau Ha : X 1 X 2 0. Daerah penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < tf,α/2. Nilai kritis dari t dapat dilihat dari tabel-t yang terdapat pada Lampiran A.1. Nilai itu ditentukan dengan melihat tingkat kepercayaan (α) dan nilai derajat kebebasan (f). I.9. Hipotesis Hasil perhitungan nilai koordinat stasiun pengamatan pada anjungan minyak lepas pantai yang diikatkan pada titik ikat IGS terdapat variasi posisi dalam selang waktu harian. Variasi posisi titik pantau anjungan diduga berbeda secara signifikan berdasarkan uji statistik. Hal ini berarti titik pantau anjungan mengalami pergerakan dalam selang waktu harian dengan asumsi titik ikat IGS yang digunakan tidak mengalami pergerakan selama 30 hari pengamatan.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan pulau yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Philippine sea plate, Carolin plate dan Pacific plate. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan metode terestris dan ekstra-terestris. Penentuan posisi dengan metode terestris dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur merupakan salah warisan dunia yang dimiliki oleh Indonesia. Tidak sedikit wisatawan mancanegara maupun wisatawan dalam negeri yang sengaja mengunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gempa bumi pada tahun 2006 yang terjadi di Yogyakarta mengindikasikan keberadaan Sesar Opak. Sesar Opak adalah sesar yang terletak di sekitar sebelah barat Sungai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF 2008 Sri Rezki Artini Staf pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Sriwijaya Jalan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era yang semakin modern ini mengakibatkan pesatnya perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi untuk penentuan posisi, yaitu seperti Global Navigation

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pengukuran geodesi dilakukan di atas bumi fisis yang bentuknya tidak beraturan. Untuk memudahkan dalam perhitungan data hasil pengukuran, bumi dimodelkan dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu lempeng Eurasia, Indo-ustralia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 A389 Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 Joko Purnomo, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengecekan dengan TEQC Data pengamatan GPS terlebih dahulu dilakukan pengecekan untuk mengetahui kualitas data dari masing-masing titik pengamatan dengan menggunakan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, tak terkecuali teknologi dalam bidang survei dan pemetaan. Salah satu teknologi yang sedang

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 Analisis Ketelitian Pengukuran Baseline Panjang GNSS Dengan Menggunakan Perangkat Lunak Gamit 10.4 dan Topcon Tools V.7 Maulana Eras Rahadi 1) Moehammad Awaluddin, ST., MT 2) L. M Sabri, ST., MT 3) 1)

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan kabupaten pemekaran yang berada di 244 km utara Manado ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Kepuluan Sangihe berada di antara dua

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang mempunyai aktifitas geodinamika yang cukup tinggi di Indonesia. Aktifitas geodinamika yang tinggi di Indonesia disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang memungkinkan rute transportasi melintasi sungai, danau, jalan raya, jalan kereta api dan lainlain.jembatan merupakan

Lebih terperinci

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PILAR Jurnal Teknik Sipil, Volume 10, No. 1, Maret 2014 PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jalan layang Jombor terletak di Kabupaten Sleman, Yogyakarta merupakan simpang empat dengan kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi, karena merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL

PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL PENENTUAN KOORDINAT STASIUN GNSS CORS GMU1 DENGAN KOMBINASI TITIK IKAT GPS GLOBAL DAN REGIONAL Sri Rezki Artini Staf pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Sriwijaya, Jalan Srijaya Negara

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

Datum dan Ellipsoida Referensi

Datum dan Ellipsoida Referensi Datum dan Ellipsoida Referensi RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi Semester Gasal 2016/2017 Ira M Anjasmara PhD Jurusan Teknik Geomatika Datum Geodetik Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan

Lebih terperinci

ANALISA PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL NASIONAL ORDO 1 DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Purnama, H. Rorim Panday, Joni Efendi

ANALISA PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL NASIONAL ORDO 1 DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Oleh : Eko Purnama, H. Rorim Panday, Joni Efendi ANALISA PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL NASIONAL ORDO 1 DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : Eko Purnama, H. Rorim Panday, Joni Efendi Untuk keperluan titik control orde-1 telah dilakukan pengukuran

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP Oleh A. Suradji, GH Anto, Gunawan Jaya, Enda Latersia Br Pinem, dan Wulansih 1 INTISARI Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6

Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah GAMIT/GLOBK 10.6 A432 Analisa Pengolahan Data Stasiun GPS CORS Gunung Merapi Menggunakan Perangkat Lunak Ilmiah /GLOBK 10.6 Andri Arie Rahmad, Mokhamad Nur Cahyadi, Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merujuk ke beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai deformasi jembatan dan beberapa aplikasi penggunaan GPS (Global Positioning

Lebih terperinci

ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP

ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP Analisis Kecepatan Pergerakan Station Gnss Cors Udip... (Yuwono dan Awaluddin) ANALISIS KECEPATAN PERGERAKAN STATION GNSS CORS UDIP (Velocity Rate Analysis GNSS Station CORS UDIP) Bambang D. Yuwono dan

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY 3.1 Akuisisi Data Data yang dibutuhkan dalam pengolahan data dikategorikan menjadi data observasi dan data meteorologi. Setiap data yang diambil berpengaruh

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Continuously Operating Reference Station (CORS) adalah sistem jaringan kontrol yang beroperasi secara berkelanjutan untuk acuan penentuan posisi Global Navigation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pantai barat pulau Sumatera merupakan pertemuan lempeng Indo-ustralia dengan lempeng Eurasia. Hingga saat ini, lempeng Indo-ustralia masih terus bersubduksi di bawah

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan wahana satelit. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini,

Lebih terperinci

Penentuan Posisi dengan GPS

Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Posisi dengan GPS Dadan Ramdani Penggunaan GPS sekarang ini semaikin meluas. GPS di disain untuk menghasilkan posisi tiga dimensi secara cepat dan akurat tanpa tergantung waktu dan cuaca. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI Muh. Altin Massinai Lab. Fisika Bumi dan Lautan Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar Abstract A research have been done about topography

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017 ANALISIS STRATEGI PENGOLAHAN BASELINE GPS BERDASARKAN JUMLAH TITIK IKAT DAN VARIASI WAKTU PENGAMATAN Muhammad Chairul Ikbal, Bambang Darmo Yuwono, Fauzi Janu Amarrohman *) Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

PENENTUAN KOORDINAT GEODETIK TITIK BM PASUT JAWA DARI DATA PENGAMATAN GPS

PENENTUAN KOORDINAT GEODETIK TITIK BM PASUT JAWA DARI DATA PENGAMATAN GPS PENENTUAN KOORDINAT GEODETIK TITIK BM PASUT JAWA DARI DATA PENGAMATAN GPS Jurusan Teknik Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Email: harun_raster@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan dari

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 PENENTUAN POSISI STASIUN GNSS CORS UNDIP EPOCH 2015 DAN EPOCH 2016 BERDASARKAN STASIUN IGS DAN SRGI MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK GAMIT 10.6 Widi Hapsari, Bambang Darmo Yuwono, Fauzi Janu Amarrohman *) Program

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Ungaran Jembatan Penggaron (470 m) Semarang BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN III.1 PERSIAPAN III.1.1 Lokasi Penelitian Dalam penelitian kali ini dilakukan pengamatan di titik ikat pengamatan deformasi Jembatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan dinamika bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan di wilayah ini terdapat pertemuan dua lempeng tektonik yaitu Lempeng

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 PENENTUAN KOORDINAT DEFINITIF EPOCH 2013 STASIUN CORS GEODESI UNDIP DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK GAMIT 10.04 Edy Saputera Purba 1), Bambang Darmo Y., ST., MT 2), L.M. Sabri, ST., MT 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017 KAJIAN PENENTUAN POSISI JARING KONTROL HORIZONTAL DARI SISTEM TETAP (DGN-95) KE SRGI (Studi Kasus : Sulawesi Barat) Amirul Hajri, Bambang Darmo Yuwono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS (Sigit Irfantono*, L. M. Sabri, ST., MT.**, M. Awaluddin, ST., MT.***) *Mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro. **Dosen Pembimbing I Teknik Geodesi Universitas

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian :

I.3. Pertanyaan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga pertanyaan penelitian : BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai beraneka ragam budaya. Hal ini nampak dari adanya berbagai macam suku, bahasa, rumah adat, dan tarian daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Digital earth surface mapping dapat dilakukan dengan teknologi yang beragam, diantaranya metode terestris, ekstra terestris, pemetaan fotogrametri, citra satelit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu tahapan dalam pengadaan jaring kontrol GPS adalah desain jaring. Desain jaring digunakan untuk mendapatkan jaring yang optimal. Terdapat empat tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan suatu Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 PERHITUNGAN DEFORMASI GEMPA KEBUMEN 2014 DENGAN DATA CORS GNSS DI WILAYAH PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Budi Prayitno, Moehammad Awaluddin, Bambang Sudarsono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Pulau Sumatra merupakan pulau yang terletak pada zona subduksi lempeng Eurasia dengan Indo-Australia di wilayah barat Indonesia. Zona subduksi ini merupakan zona yang

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK Oleh : Lysa Dora Ayu Nugraini 3507 100 012 Dosen Pembimbing : Eko Yuli Handoko, ST, MT DEFORMASI Deformasi

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array) Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (n GPS Array) Bima Pramudya Khawiendratama 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System

Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Studi Penurunan Tanah Kota Surabaya Menggunakan Global Positioning System Akbar.K 1 *, M.Taufik 1 *, E.Y.Handoko 1 * Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesi Email : akbar@geodesy.its.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR 7 BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR Bagian pertama dari sistem LIDAR adalah Global Positioning System (GPS). Fungsi dari GPS adalah untuk menentukan posisi (X,Y,Z atau L,B,h) wahana

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem satelit navigasi adalah sistem yang digunakan untuk menentukan posisi di bumi dengan menggunakan teknologi satelit. Sistem ini memungkinkan sebuah alat elektronik

Lebih terperinci

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER 3.1 Pengembangan Sistem GPS Realtime Karakteristik dari lapisan troposfer dan ionosfer bervariasi secara spasial dan temporal, oleh karena

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 Pada subbab ini akan dibahas mengenai analisis terhadap hasil pengolahan data yang didapatkan. Dari koordinat hasil pengolahan kedua

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip April 2016

Jurnal Geodesi Undip April 2016 ANALISIS PENGOLAHAN DATA GPS MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK RTKLIB Desvandri Gunawan, Bambang Darmo Yuwono, Bandi Sasmito *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Candi Borobudur adalah bangunan yang memiliki nilai historis tinggi. Bangunan ini menjadi warisan budaya bangsa Indonesia maupun warisan dunia. Candi yang didirikan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017

Jurnal Geodesi Undip Januari 2017 PERHITUNGAN VELOCITY RATE CORS GNSS DI PULAU SULAWESI Haris Yusron, Bambang Darmo Yuwono, Moehammad Awaluddin *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS(Global Positioning System) adalah sebuah sistem navigasi berbasiskan radio yang menyediakan informasi koordinat posisi, kecepatan, dan waktu kepada pengguna di

Lebih terperinci

By. Y. Morsa Said RAMBE

By. Y. Morsa Said RAMBE By. Y. Morsa Said RAMBE Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah sekumpulan aturan yang menentukan bagaimana koordinatkoordinat yang bersangkutan merepresentasikan titik-titik. Jenis sistem koordinat:

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014 PENGAMATAN GPS UNTUK MONITORING DEFORMASI BENDUNGAN JATIBARANG MENGGUNAKAN SOFTWARE GAMIT 10.5 Ali Amirrudin Ahmad, Bambang Darmo Yuwono, M. Awaluddin *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bendungan Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER Veni Prasetiati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Faqih Rizki Ramadiansyah 1, Rustandi Poerawiardi 2, Dadan Ramdani 3 ABSTRAK Perambatan sinyal satelit

Lebih terperinci