BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS"

Transkripsi

1 BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa, dan Matlab untuk perhitungan modelnya. GMT adalah suatu paket software untuk membuat peta kualitas tinggi melalui postscript dalam berbagai jenis proyeksi. Software ini di kembangkan oleh Paul Wessel (Universitas Manoa, Hawaii) dan Walter H.F. Smith (NOAA) tahun Data yang digunakan adalah data kejadian gempabumi selama 8 bulan di sekitar pantai barat daya dari Bengkulu (Sumatera Bagian Selatan). Pada tabel 4.1 disajikan data gempa utama dan beberapa gempa susulannya (tanggal 12 Sepetember 2007), sementara untuk keseluruhan data sebaran gempa dapat dilihat pada lampiran (tabel 2b). Tabel 4.1. Mainshock dan Aftershock Earthquake Bengkulu (12 September 2007). Waktu Kejadian (jam Lintang Bujur Kedalaman Skala No Tahun Bulan Tanggal menit detik) (derajat) (derajat) (km) (magnitud)

2 Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengamati sebaran kejadian gempa. Agar lebih mudah melihat sebarannya, maka dibuatlah visualisasi gambar sebaran gempa yang terjadi di sebelah barat daya Bengkulu. Beberapa stasiun pengamatan SUGAR dan sebaran Gempa (Mainshock dan Aftershock) di tunjukkan di bawah (gambar 4.1) : Stasiun SUGAR Aftershock Mainshock Gambar 4.1. Stasiun SUGAR dan Sebaran Gempabumi September 2007 (Barat Daya Bengkulu) Pengolahan data dilakukan untuk mencari parameter-parameter dislokasi yang diperlukan dalam penentuan model dislokasi, antara lain : panjang bidang gempa (P), lebar bidang gempa (W), sudut patahan yang terbentuk (dipping), dan slip yang terjadi di bidang gempa. Dalam perhitungan menggunakan model dislokasi, nilai parameter yang sudah diperoleh di atas dimasukkan ke persamaan dislokasi untuk menentukan lebar bidang gempa dan slip yang terjadi. Selanjutnya akan diperoleh beberapa model dislokasi dengan nilai lebar dan slip tertentu. Kemudian dari standar deviasi (residu) setiap model, dipilihlah model yang memiliki nilai residu paling kecil mendekati nol, untuk ditentukan sebagai model yang paling mendekati keadaan sebenarnya. Data vektor pergeseran GPS dengan model yang sudah dipilih dibandingkan, untuk memperoleh kesimpulan akhir. (Gambar 4.2) 30

3 Data Sebaran Gempa Plot Sebaran Gempa (Bidang Gempa/Rupture Area) Panjang Bidang Gempa (p) & Sudut pada Bidang Gempa (Dipping/ θ) Rumus Model Dislokasi Lebar (w) = km Slip (s) = 3-7 m (dalam negatif) d(gempa) = Ax d(gempa) = f(p, θ, w, s) Data GPS : Jarak dan Vektor Pergeseran (Horizontal & Vertikal) Standar Deviasi: (d(gps) d(gempa)) 2 yang paling minimum No Yes Model Optimal dengan w, s optimal Gambar 4.2. Diagram Alir Langkah-langkah Pengolahan Data. 31

4 IV.I.1 Perhitungan Jarak SUGAR & Pengolahan Data Bidang Gempa IV.I.1.1. Perhitungan Jarak SUGAR Jarak (X 2 ) merupakan parameter pertama yang ditentukan untuk penyelesain rumus model dislokasi. Maka didapatkan jarak untuk stasiun-stasiun yang diamati adalah sebagai berikut (tabel 4.1), letak stasiun SUGAR berada pada jarak <200 km dari trench (zona subduksi) ke arah pantai : Tabel 4.2. Jarak SUGAR terhadap Trench Stasiun GPS Jarak (m) MKMK ,186 LAIS ,5116 PRKB 97674,4186 LNNG ,8372 IV.I.1.2. Pengolahan Data Bidang Gempa Secara teoritis sebaran gempa susulan menggambarkan cakupan dari gempa utama (bidang tempat terjadinya gempa). Dari visualisasi dapat diketahui : 1. Sejauh mana jarak sebaran gempa yang terjadi terhadap trench, dan 2. Panjang bidang gempanya. Langkah selanjutnya adalah menentukan bidang gempa dari data hasil plot sebaran gempa di GMT, pengolahan data dijelaskan pada gambar 4.3. Input : Bujur dan Lintang Gempa & SUGAR Pengolahan Output : Peta Bidang Sebaran Gempa Gambar 4.3. Diagram Pengolahan Data Sebaran Gempa Untuk lebih jelasnya sebaran gempa dan stasiun SUGAR hasil plot di GMT ditampilkan pada gambar 4.4 di bawah ini, stasiun SUGAR yang diamati adalah yang 32

5 terletak di dalam zona studi bidang gempa dan memiliki nilai pergeseran paling signifikan yaitu PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG sedangkan untuk stasiun BTET, JMBI, PPNJ, MNNA, dan MLKN nilai pergeserannya tidak signifikan dan tidak masuk dalam zona studi bidang gempa. C Stasiun SUGAR B Aftershock Jarak A D Panjang Trench Gambar 4.4. Bidang Gempa dan Sebaran Stasiun SUGAR IV.I.2. Pengolahan Nilai Dipping (α) Pengolahan dilakukan dengan mengamati jarak bidang sebaran gempa dari trench (subduksi) terhadap kedalaman masing-masing pengamatan sebaran gempa (gambar 4.5). Jarak didapat dari perhitungan dengan rumus : Jarak = Keterangan : Xi = koordinat easting toposentrik trench Xn = koordinat easting toposentrik gempa Yi = koordinat northing toposentrik trench Yn = koordinat northing toposentrik 33

6 Gambar 4.5. Sebaran Gempa (Jarak terhadap Kedalaman) Dari sebaran gempa dan melalui proses fitting trend-linear diperoleh nilai dipping (α) = 10,65 0. Nilai α yang sudah diketahui ini adalah parameter kedua yang didapat (fix) dan digunakan dalam penyelesaian model dislokasi sederhana ini. IV.I.3. Penentuan Width dan Slip IV.I.3.1. Pengolahan Model Pengolahan model dipakai sebagai pembanding terhadap data pergeseran hasil pengolahan GPS, dengan syarat semakin kecil selisih hasil pengamatan terhadap model, maka data pergeseran hasil pengolahan GPS makin baik dan makin fit (cocok) dengan model, pada kedalaman dan slip tertentu. Pergeseran Observasi = Obs Pergeseran Model Kalkulasi = Mod (Obs-Mod) 2 mendekati 0 (nol) atau nilai terkecil. Trend model dislokasi sederhana (half-space) ini meliputi pergerakan horizontal dan pergerakan vertikal. Untuk pergerakan horizontal, nilai (-) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah barat, dan nilai (+) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah timur. Sedangkan untuk pergerakan vertikal, nilai (-) 34

7 diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah utara, dan nilai (+) diartikan bahwa pergeseran akibat gempa terjadi ke arah selatan. IV.I.3.2 Penentuan Data Pergeseran pada SUGAR Pengolahan data SUGAR dilakukan untuk memperoleh nilai parameter lebar (width) dan besar slip yang terjadi pada saat gempa dari data vektor pergeseran GPS yang disesuaikan dengan model. Nilai yang dipilih adalah nilai dengan standar deviasi lebih kecil dari nilai standar deviasi pada model. Di bawah ini, disajikan informasi pergeseran horizontal stasiun SUGAR (PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG). Tabel 4.3. Tabel 4.3. Posisi dan Besar Pergeseran Horizontal Stasiun SUGAR [Meilano, 2008] Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) de (m) (pergeseran easting) dn (m) (pergeseran northing) LAIS 102,0458-3, , , LNNG 101,1565-2, , , MKMK 101,0914-2, , , PRKB 100,3996-2,9666-0, , Pada gambar 4.6a di bawah, ditampilkan visualisasi vektor pergeseran dari data GPS terhadap arah horizontal. Dari gambar 4.6a ini dapat diamati bahwa pergerakan horizontal stasiun SUGAR menuju arah barat daya. 35

8 3 Gambar 4.6a. Pergerakan Horizontal Stasiun GPS Pergeseran yang diamati juga dalam lingkup vertikal (naik atau turun). Di bawah ini, disajikan informasi pergeseran vertikal stasiun SUGAR (PRKB, MKMK, LAIS, dan LNNG). Tabel 4.4. Tabel 4.4. Posisi dan Besar Pergeseran Vertikal Stasiun SUGAR [Meilano, 2008] du (m) Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) (pergeseran vertikal) LAIS 102,0458-3, ,09827 LNNG 101,1565-2, ,0217 MKMK 101,0914-2, ,09562 PRKB 100,3996-2,9666-0,08509 Untuk lebih jelasnya arah pergerakan vertikal ditampilkan dalam visualisasi vektor pergeseran dari data SUGAR terhadap arah vertikal (gambar 4.6b), dari gambar dapat dilihat bawah pergerakan stasiun SUGAR menunjukkan ke arah bawah/turun (bernilai negatif). 36

9 9 Gambar 4.6b. Pergerakan Vertikal Stasiun SUGAR Perhitungan pergeseran yang terjadi pada stasiun SUGAR selanjutnya dibandingkan dengan penyelesaian rumus dari model dislokasi menggunakan parameter-parameter yang telah diperoleh pada pengolahan data di atas. Dari tabel 4.3 dan tabel 4.4 diperoleh nilai vektor pergeseran. Nilai vektor pergeseran horizontal (tabel 4.5a) dan vertikal (tabel 4.5b) ini merupakan pergeseran observasi SUGAR, koordinat setelah pergeseran akibat gempa dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.5a. Posisi dan Pergeseran Horizontal Observasi Stasiun SUGAR setelah Gempa R Stasiun GPS de (m) dn (m) (de 2 +dn 2 ) 1/2 (m) Α* (derajat) Pergeseran Horizontal R. -cos α (m) PRKB -0, , , , MKMK -0, , , , LAIS -0, , , , LNNG -0, , , , (Α* adalah sudut yang dibentuk oleh R dan garis yang tegak lurus terhadap trench) 37

10 Tabel 4.5b. Posisi dan Pergeseran Vertikal Observasi Stasiun SUGAR setelah Gempa Nama Stasiun Bujur (derajat) Lintang (derajat) Pergeseran Vertikal (m) LAIS 102,0458-3, ,09827 LNNG 101,1565-2, ,0217 MKMK 101,0914-2, ,09562 PRKB 100,3996-2,9666-0,08509 Untuk menghitung pergeseran pada model (arah horizontal dan vertikal) menggunakan rumus model dislokasi maka ditentukan variasi lebar (60-70 km dengan interval 10 km) dan variasi slip (3-7 meter, dalam negatif, dengan interval 0,5 meter). Penentuan variasi lebar (width) bidang gempa berdasarkan pada plot sebaran gempa (gambar 4.4) yang terkonsentrasi dalam jarak km, maka jaraknya diperkirakan antara km. Variasi slip ditentukan berdasarkan besar kekuatan gempa coseismic nya (skala magnitud 8.5), diasumsikan bahwa slip yang terjadi untuk kekuatan gempa dengan skala tersebut antara 3-7 meter. Perhitungan model dislokasi dengan cara ini dilakukan untuk mencari lebar dan slip mana yang paling mendekati nilai vektor pergeseran dari SUGAR. Metode yang dipakai ini dikenal dengan sebutan Metode Grid Search. (tabel 4.6) Tabel 4.6. Nilai Pergeseran Stasiun GPS berdasarkan Metode Grid Search Parameterparameter yang Ditentukan V (m) (pergeseran horizontal) di masingmasing stasiun SUGAR W (m) (pergeseran vertikal) di masing-masing stasiun SUGAR Width (km) Slip (m) PRKB MKMK LAIS LNNG PRKB MKMK LAIS LNNG 60-5,5-0,3894-0,7623-0,7097-0,7131-0,1594-1,1761-0,6752-0, ,354-0,693-0,6451-0,6482-0,1449-1,0692-0,6138-0, ,5-0,3462-0,7724-0,7417-0,7377-0,1396-1,0982-0,737-0,

11 Proses pencocokan (fitting) beberapa model dan data pengamatan untuk mencari model yang paling sesuai (mendekati) dapat dilihat pada langkah-langkah berikut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada plotting. Semua model dengan parameter kedalaman (D) = 30 km, jarak SUGAR, dan dipping = 10, Model pertama dengan width = 60, slip = -5. Nilai yang diamati untuk pergeseran horizontal memiliki Standar Deviasi pergeseran horizontal (x) sebesar 0,195 (gambar 4.8a). Pada gambar 4.8a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1, tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,354 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu 0, Dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini, pemodelan bidang gempa dari model (1) : w = 60 km p = 162,5 km s = -5 m α = 10,65 Gambar 4.7. Pemodelan Bidang Gempa (1) SUGAR Model Gambar 4.8a. Fitting Model (1) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 39

12 Nilai yang diamati untuk pergeseran Standar Deviasi pergeseran vertikal (y) sebesar 0,308 (gambar 4.8b). Pada gambar 4.8b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1449 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0, * SUGAR Model Gambar 4.8b. Fitting Model (1) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 40

13 Pada gambar 4.8c di plot titik-titik model (1) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.8a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.8b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (1) di atas dapat dilihat di bawah ini : 35 cm 61 cm Gambar 4.8c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (1) 41

14 2. Model pertama dengan width = 60, slip = -5,5. Pada model ini diperoleh standar deviasi antara pergeseran observasi dengan pergeseran model : untuk pergeseran horizontal Standar Deviasi (x) nya sebesar 0,196 (gambar 4.10a). Pada gambar 4.10a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1, tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,3894 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu -0,1594. Dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini, pemodelan bidang gempa dari model (2) : w = 60 km p = 162,5 km s = -5,5 m α = 10,65 Gambar 4.9. Pemodelan Bidang Gempa (2) SUGAR Model Gambar 4.10a. Fitting Model (2) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 42

15 Nilai yang diamati untuk pergeseran vertikal Standar Deviasi (y) nya sebesar 0,380 (gambar 4.10b). Pada gambar 4.10b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1594 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0, * SUGAR Model Gambar 4.10b. Fitting Model (2) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 43

16 Pada gambar 4.10c di plot titik-titik model (2) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.10a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.10b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (2) di atas dapat dilihat di bawah ini : 39 cm 68 cm Gambar 4.10c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (2) 44

17 3. Model ketiga dengan width = 70, slip = -4,5. Pada model ini diperoleh standar deviasi antara pergeseran observasi dengan pergeseran model : untuk pergeseran horizontal Standar Deviasi (x) nya sebesar 0,219 (gambar 4.11a). Pada gambar 4.11a dijelaskan bahwa pengamatan horizontal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan horizontal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -1, tidak mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,3462 dengan standar deviasi yang cukup besar yaitu 0, Dapat dilihat dari gambar di bawah ini, realisasi paramter-parameter berdasarkan pemodelan bidang gempa dari model (3) : w = 70 km p = 162,5 km s = -4,5 m α = 10,65 Gambar Pemodelan Bidang Gempa (3) SUGAR Model Gambar 4.12a. Fitting Model (3) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran horizontal) 45

18 Nilai untuk pergeseran vertikal Standar Deviasi (y) nya sebesar 0,382 (gambar 4.12b). Pada gambar 4.12b dijelaskan bahwa pengamatan vertikal SUGAR dibandingkan terhadap model dislokasi untuk pergerakan vertikal. Hasilnya cukup menjelaskan sebagai contoh : bahwa fitting pergeseran SUGAR di PRKB yang nilainya -0,08509 mengikuti trend pergeseran pada model dislokasi yang nilainya -0,1396 dengan standar deviasi yang kecil yaitu 0, * SUGAR Model Gambar 4.12b. Fitting Model (3) dan Data Pengamatan SUGAR (pergeseran vertikal) 46

19 Pada gambar 4.12c di plot titik-titik model (3) yang sama dengan jarak stasiun SUGAR, untuk mengamati selisih nilai pergeseran observasi dengan pergeseran model baik pergeseran horizontal (gambar 4.12a) maupun pergeseran vertikal (gambar 4.12b). Visualisasi vektor pergeseran dari model (3) di atas dapat dilihat di bawah ini : 35 cm 14 cm Gambar 4.12c. Visualisasi Pergeseran Horizontal (atas) dan Vertikal (bawah) Hasil Fitting Model (3) Nilai perhitungan masing-masing pergeseran dan standar deviasi dari ketiga model secara lebih lengkap dapat dibaca dalam lampiran (tabel 4.7) beserta koordinat sesudah gempa. 47

20 IV.2. ANALISIS Dari pengolahan data menggunakan model dislokasi, maka dapat dianalisis beberapa hal sebagai berikut : 1. Plot data gempa yang didapat dari USGS sejak gempa pada tanggal 12 September 2007sampai 20 Mei 2008 di Bengkulu menunjukkan sebaran gempa terkonsentrasi (bidang Gempa) di sebelah selatan Pulau Sumatera, barat daya Bengkulu. 2. Nilai Dipping yang diperoleh dari hasil pengamatan bidang gempa adalah 10, Berdasarkan pengamatan sebaran gempa yang terjadi, dari penentuan bidang gempa maka diperoleh panjang bidang gempa adalah ±162,5 kilometer (km). 4. Dari model dislokasi diperoleh Lebar bidang gempa adalah 60 kilometer (km) dengan nilai slip -5 meter (m), pemilihan berdasarkan pada nilai standar deviasi terkecil dari ketiga model, yaitu memiliki Standar Deviasi pergeseran horizontal (x) sebesar 0,195 dan Standar Deviasi pergeseran vertikal (y) sebesar 0,308. w = 60 km p = 162,5 km s = -5 m α = 10,65 5. Model dislokasi yang dipakai memiliki sensitivitas tehadap fungsi jarak. Bahwa jarak pengamatan mempengaruhi arah pergerakan horizontal (barat atau timur) maupun vertikal (naik atau turun) yang diakibatkan oleh gempabumi. 6. Data hasil pengamatan vektor pergeseran SUGAR (Jaringan GPS Sumatera) menunjukkan adanya pergerakan ke arah barat daya pada permukaan bidang gempa, pergerakan turun di daerah sekitar rupture area (dekat pantai, pusat terjadinya Gempabumi), namun terjadi kenaikan di wilayah Sumatera (>200km dari pusat gempa). 48

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah

Lebih terperinci

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 4.1 Analisis Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007 Dari hasil plotting vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr yang telah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... iii KATA PENGANTAR.... iv ABSTRAK.... v ABSTRACT.... vi DAFTAR ISI.... vii DAFTAR GAMBAR.... ix DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab IV ini akan dibahas mengenai analisis pelaksanaan penelitian sarta hasil yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan pada bab III. Analisis dilakukan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan

BAB IV ANALISIS 4.1 Vektor Pergeseran Titik Pengamatan Gunungapi Papandayan BAB IV ANALISIS Koordinat yang dihasilkan dari pengolahan data GPS menggunakan software Bernese dapat digunakan untuk menganalisis deformasi yang terjadi pada Gunungapi Papandayan. Berikut adalah beberapa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan

Lebih terperinci

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu 364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi dengan magnitude besar yang berpusat di lepas pantai barat propinsi Nangroe Aceh Darussalam kemudian disusul dengan bencana tsunami dahsyat, telah menyadarkan

Lebih terperinci

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR PEMODELAN MEKANISME GEMPA BUMI PADANG 2009 BERDASARKAN DATA SUGAR Meiriska Yusfania 1, Ira Mutiara AnjasmaraI Dewa 1,Amertha Sanjiwani 1 1 Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995] BAB II DASAR TEORI II. 1. Gempabumi II. 1.1. Proses Terjadinya Gempabumi Dinamika bumi memungkinkan terjadinya Gempabumi. Di seluruh dunia tidak kurang dari 8000 kejadian Gempabumi terjadi tiap hari, dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS Seismisitas sesar Cimandiri Ada beberapa definisi seismisitas, sebagai berikut : BAB IV ANALISIS Analisis yang dilakukan untuk dapat melihat karakteristik deformasi sesar cimandiri berdasarkan dua kala pengamatan pada tugas akhir ini meliputi seismisitas, analisis terhadap standar

Lebih terperinci

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS III.1. Pengamatan Deformasi Akibat Gempabumi dengan GPS Deformasi akibat gempabumi nampak jelas mengubah bentuk suatu daerah yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMODELAN DEFORMASI CO-SEISMIC Berikut ini akan di jelaskan pengukuran GPS di segmen Aceh, strategi pengolahan data dan pemodelan deformasi dengan menggunakan program RNGCHN,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada BAB III ini akan dibahas mengenai pengukuran kombinasi metode GPS dan Total Station beserta data yang dihasilkan dari pengukuran GPS dan pengukuran Total Station pada

Lebih terperinci

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.

Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4. Besarnya pergeseran pada masing masing titik pengamatan setelah dikurangi vektor pergeseran titik BAKO dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Nilai pergeseran kala I kala II setelah sunda block

Lebih terperinci

Analisis Mekanisme Gempabumi Sorong 25 September 2015 (WIT) (Preliminary Scientific Report)

Analisis Mekanisme Gempabumi Sorong 25 September 2015 (WIT) (Preliminary Scientific Report) Analisis Mekanisme Gempabumi Sorong 25 September 2015 (WIT) (Preliminary Scientific Report) Oleh: Dr. Muzli Email : muzli@bmkg.go.id (updated 07 Oktober 2015) Gempabumi Sorong terjadi pada tanggal 25 September

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr C93 Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr I Dewa Made Amertha Sanjiwani 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 dari Data GPS Kontinyu SuGAr

Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 dari Data GPS Kontinyu SuGAr Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 dari Data GPS Kontinyu SuGAr Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Oleh : Fery Mubyarto NIM 151 01 021 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BENGKULU M8,5 TAHUN 2007 BERDASARKAN DATA GPS

PEMODELAN MEKANISME GEMPA BENGKULU M8,5 TAHUN 2007 BERDASARKAN DATA GPS PEMODELAN MEKANISME GEMPA BENGKULU M8,5 TAHUN 2007 BERDASARKAN DATA GPS TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh Meiriska Yusfania NIM 151 04 072 Program Studi

Lebih terperinci

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun 1977 2010 Fitri Puspasari 1, Wahyudi 2 1 Metrologi dan Instrumentasi Departemen Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS

BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS BAB 4 HASIL PENGOLAHAN DATA & ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Secara Keseluruhan Antara Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Dengan RTKLIB dan TTC 4.1.1 Kualitas Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA

BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA BAB V ANALISIS IMPLIKASI DEFORMASI CO-SEISMIC TERHADAP BATAS DAERAH DAN NEGARA 1. Pergeseran titik-titik pada garis batas yang berada di sekitar Aceh akibat deformasi co-seimic memberikan dampak beragam,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur geologi Dasar Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta

Peta Topografi. Legenda peta antara lain berisi tentang : a. Judul Peta Pendahuluan Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya mutlak dan harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR

BAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR BAB 4 ANALISIS DATA TIME SERIES GPS KONTINU SUGAR 2004-2007 4.1 Analisis Komponen Periodik pada Setiap Data Time Series per Stasiun Analisis untuk mendeteksi periodisitas suatu data time series dilakukan

Lebih terperinci

Soal No. 1 Perhatikan gambar berikut, PQ adalah sebuah vektor dengan titik pangkal P dan titik ujung Q

Soal No. 1 Perhatikan gambar berikut, PQ adalah sebuah vektor dengan titik pangkal P dan titik ujung Q Soal No. 1 Perhatikan gambar berikut, PQ adalah sebuah vektor dengan titik pangkal P dan titik ujung Q a) Nyatakan PQ dalam bentuk vektor kolom b) Nyatakan PQ dalam bentuk i, j (vektor satuan) c) Tentukan

Lebih terperinci

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1

a menunjukkan jumlah satuan skala relatif terhadap nol pada sumbu X Gambar 1 1. Koordinat Cartesius Sistem koordinat Cartesius terdiri dari dua garis yang saling tegak lurus yang disebut sumbu Sumbu horizontal disebut sumbu X dan sumbu vertikal disebut sumbu Y Tiap sumbu mempunyai

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Anomali TEC saat gempabumi tanggal 26 Desember 2004 bumi tanggal 26 Desember dengan kekuatan 9,0 SR, kedalaman 30 km, episenter pada 3,29 LU 95,98 BT merupakan gempabumi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita. 2. Abidin, Hasanuddin Z.(2002). Survey Dengan GPS. Cetakan Kedua. Jakarta : Pradnya Paramita. 3. Krakiwsky, E.J.

Lebih terperinci

Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004

Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004 Pemodelan Perubahan Jaring Titik Kontrol Nasional Wilayah Provinsi Aceh Akibat Efek Coseismic Gempa Aceh Andaman 2004 Heri Andreas, H.Z. Abidin, M.Irwan, Irwan G, D.A. Sarsito, M. Gamal Kelompok Keilmuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini:

BAB III METODOLOGI. Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini: BAB III METODOLOGI Pada bab ini membahas metodologi yang secara garis besar digambarkan pada bagan di bawah ini: Gambar 3. 1 Metodologi Tugas Akhir 3.1 PENENTUAN LOKASI STUDI Lokasi studi ditentukan pada

Lebih terperinci

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Sudut terjadinya jarak terdekat dan terjauh pada berbagai kombinasi pemilihan arah acuan 0 o dan arah rotasi HASIL DAN PEMBAHASAN sudut pada langkah sehingga diperoleh (α i, x i ).. Mentransformasi x i ke jarak sebenarnya melalui informasi jarak pada peta.. Melakukan analisis korelasi linier sirkular antara x dan α untuk masingmasing

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 2008, 2009, 2013, DAN 2015

ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 2008, 2009, 2013, DAN 2015 ANALISIS DEFORMASI GUNUNG API BATUR BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS BERKALA TAHUN 008, 009, 013, DAN 015 DEFORMATION ANALYSIS OF BATUR VOLCANO BASED ON PERIODIC GPS OBSERVATIONS DATA IN 008, 009, 013,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik. Selain itu akan

Lebih terperinci

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE LAPORAN PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID SYUHADA PERUMAHAN BEJI PERMAI, DEPOK PT. Mahakarya Geo Survey DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 2 DAFTAR TABEL... 2 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

1. Jika f ( x ) = sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ) =. a. 2 b. 2 c. 2. Diketahui f(x) = sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x) =.

1. Jika f ( x ) = sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ) =. a. 2 b. 2 c. 2. Diketahui f(x) = sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x) =. 1. Jika f ( x ) sin² ( 2x + ), maka nilai f ( 0 ). a. 2 b. 2 c. d. e. 2. Diketahui f(x) sin³ (3 2x). Turunan pertama fungsi f adalah f (x). a. 6 sin² (3 2x) cos (3 2x) b. 3 sin² (3 2x) cos (3 2x) c. 2

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (Anomali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT)

PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) PENERAPAN METODE DINSAR UNTUK ANALISA DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN VALIDASI DATA GPS SUGAR (STUDI KASUS: KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATERA BARAT) Ana Rizka Sari 1, Hepi Hapsari H 1, Agustan 2 1 Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD

BAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD BAB IV ANALISIS SEISMIC HAZARD Analisis Seismic Hazard dilakukan pada wilayah Indonesia bagian timur yang meliputi: Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku Papua dan pulau-pulau kecil lainnya. Di bawah akan dijelasakan

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 FISIKA

K13 Revisi Antiremed Kelas 10 FISIKA K13 Revisi Antiremed Kelas 10 FISIKA Gerak Parabola - Latihan Soal 01 Doc. Name: RK13AR10FIS0401 Version : 2016-10 halaman 1 01. No Gerak I Gerak II 1 Gerak lurus Gerak lurus Beraturan 2 Gerak lurus 3

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian dan analisis dari setiap modul yang mendukung sistem secara keseluruhan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar

BAB I PENDAHULUAN. komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki tatanan geologi yang cukup komplek yang terletak pada lempeng benua Eurasia bagian tenggara (Gambar I.1). Indonesia dibatasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA

INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG. Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA INTERPRETASI EPISENTER DAN HIPOSENTER SESAR LEMBANG Rasmid 1, Muhamad Imam Ramdhan 2 1 Stasiun Geofisika klas I BMKG Bandung, INDONESIA 2 Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN SGD Bandung, INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Pengecekan dengan TEQC Data pengamatan GPS terlebih dahulu dilakukan pengecekan untuk mengetahui kualitas data dari masing-masing titik pengamatan dengan menggunakan program

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 DESKRIPSI UMUM Dalam bagian bab 4 (empat) ini akan dilakukan analisis dan pembahasan terhadap permasalahan yang telah dibahas pada bab 3 (tiga) di atas. Analisis akan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini lahan untuk pembangunan gedung yang tersedia semakin lama semakin sedikit sejalan dengan bertambahnya waktu. Untuk itu, pembangunan gedung berlantai banyak

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membutuhkan data sebagai input untuk dianalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh penulis adalah data sekunder

Lebih terperinci

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break

Hasil dan Analisis. Simulasi Banjir Akibat Dam Break Bab IV Hasil dan Analisis IV. Simulasi Banjir Akibat Dam Break IV.. Skenario Model yang dikembangkan dikalibrasikan dengan model yang ada pada jurnal Computation of The Isolated Building Test Case and

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengumpulan Data Sebagaimana tercantum dalam diagram alir penelitian (Gambar 1.4), penelitian ini menggunakan data waveform Jason-2 sebagai data pokok dan citra Google Earth Pulau

Lebih terperinci

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017

KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI DESEMBER 2017 KAJIAN TREND GEMPABUMI DIRASAKAN WILAYAH PROVINSI ACEH BERDASARKAN ZONA SEISMOTEKTONIK PERIODE 01 JANUARI 2016 15 DESEMBER 2017 Oleh ZULHAM. S, S.Tr 1, RILZA NUR AKBAR, ST 1, LORI AGUNG SATRIA, A.Md 1

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

Kuswondo ( )

Kuswondo ( ) Kuswondo ( 3508100013 ) Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu terdiri dari 3.257.357 km 2 luas wilayah laut dan 1.919.440 km² wilayah darat dengan total luas wilayah Indonesia

Lebih terperinci

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1 PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1 1 PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh Pendahuluan Aktifitas tektonik di Provinsi Aceh dipengaruhi

Lebih terperinci

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut :

Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut : GEOMAGNET AKUSISI DATA Secara umum teknik pengukuran magnetik ini pada setiap stasiun dapat dijelaskan sebagai berikut : Menentukan posisi setiap lokasi pengukuran (lintang dan bujur), dan diplotkan pada

Lebih terperinci

19. VEKTOR. 2. Sudut antara dua vektor adalah θ. = a 1 i + a 2 j + a 3 k; a. a =

19. VEKTOR. 2. Sudut antara dua vektor adalah θ. = a 1 i + a 2 j + a 3 k; a. a = 19. VEKTOR A. Vektor Secara Geometri 1. Ruas garis berarah AB = b a. Sudut antara dua vektor adalah θ 3. Bila AP : PB = m : n, maka: B. Vektor Secara Aljabar a1 1. Komponen dan panjang vektor: a = a =

Lebih terperinci

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun

Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun Analisa Kecepatan Pergeseran di Wilayah Jawa Tengah Bagian Selatan Menggunakan GPS- CORS Tahun 2013-2015 Avrilina Luthfil Hadi 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 HITUNGAN KECEPATAN PERGERAKAN STASIUN SUGAR AKIBAT PROSES INTERSEISMIK GEMPA MENTAWAI 2007 Much Jibriel Sajagat, Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE

ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE ANALISIS PERGESERAN AKIBAT GEMPA BUMI SUMATERA 11 APRIL 2012 MENGGUNAKAN METODE GPS CONTINUE DISPLACEMENT ANALYSIS OF APRIL 11 TH 2012 SUMATERA EARTHQUAKE BY USING GPS CONTINUE METHODE (Case Study : Indian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua 38 BAB III METODE PENELITIAN Tahapan pengolahan data gempa mikro dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat tiga alur pengolahan data. Alur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 11 FISIKA

Antiremed Kelas 11 FISIKA Antiremed Kelas 11 FISIKA Kinematika dengan Analisis Vektor - 03 - Gerak Parabola - Latihan Soal Doc. Name: AR11FIS0103 Version : 2012-07 halaman 1 01. N Gerak I o Gerak II 1 Gerak lurus Gerak lurus Beraturan

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!!

S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!! S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!! 14 Mei 2011 1. Jawa Rawan Gempa: Dalam lima tahun terakhir IRIS mencatat lebih dari 300 gempa besar di Indonesia, 30 di antaranya terjadi di Jawa. Gempa Sukabumi

Lebih terperinci

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER

PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER PERANGKAT LUNAK UNTUK PERHITUNGAN SUDUT ELEVASI DAN AZIMUTH ANTENA STASIUN BUMI BERGERAK DALAM SISTEM KOMUNIKASI SATELIT GEOSTASIONER Veni Prasetiati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Sistematika Penulisan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PERSEMBAHAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rekayasa gempa berhubungan dengan pengaruh gempa bumi terhadap manusia, lingkungan dan metode yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruhnya. Gempa bumi merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018)

ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018) ANALISIS RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUBLE DIFFERENCE WILAYAH SULAWESI TENGAH (Periode Januari-April 2018) Oleh Mariska N. Rande 1, Emi Ulfiana 2 1 Stasiun Geofisika Kelas I Palu

Lebih terperinci

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017

Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai November 2017 Analisis Kejadian Rangkaian Gempa Bumi Morotai 18 27 November 2017 Sesar Prabu Dwi Sriyanto Stasiun Geofisika Kelas I Winangun, Manado Pada hari Sabtu, 18 November 2017 pukul 23:07:02 WIB telah terjadi

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20

Pemodelan Aliran Permukaan 2 D Pada Suatu Lahan Akibat Rambatan Tsunami. Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-20 Gambar IV-18. Hasil Pemodelan (Kasus 4) IV-2 IV.7 Gelombang Menabrak Suatu Struktur Vertikal Pemodelan dilakukan untuk melihat perilaku gelombang ketika menabrak suatu struktur vertikal. Suatu saluran

Lebih terperinci

REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS

REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS REGANGAN TEKTONIK DAN ESTIMASI POTENSI BAHAYA GEMPA DI SELAT SUNDA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN GPS TECTONIC STRAIN AND SEISMIC HAZARD ESTIMATION IN SUNDA STRAIT BASED ON GPS OBSERVATION DATA Marta Nugraha

Lebih terperinci

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010

LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010 LAPORAN GEMPABUMI Mentawai, 25 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA JAKARTA 2010 1 OUTLINE I. LOKASI GEMPABUMI MENTAWAI SUMATERA BARAT II. 1. TIME LINE GEMPABUMI MENTAWAI SUMATERA BARAT.

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN : POSITRON, Vol. V, No. (5), Hal. - 5 ISSN : -97 Prediksi Ketinggian Gelombang Laut Perairan Laut Jawa Bagian Barat Sebelah Utara Jakarta dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Prada Wellyantama

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari katalog gempa BMKG Bandung, tetapi dikarenakan data gempa yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskripsi analitik dari data gempa yang diperoleh. Pada awalnya data gempa yang akan digunakan berasal dari katalog

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Data Koordinat Definitif Titik Dasar Teknik Orde 3 BPN Titik Dasar Teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1

ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1 ANALISIS HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE FEBRUARI 2018 (GEMPABUMI PIDIE 08 FEBRUARI 2018) Oleh ZULHAM SUGITO 1 1 PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh Pendahuluan Aceh merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan tentang perancangan, gambaran sistem serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan pada tongkat tunanetra. 3.1. Gambaran Alat Alat

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA ANTIREMED KELAS 11 FISIKA Antiremed Kelas 11 FISIKA Kinematika dengan Analisis Vektor - 03 - Gerak Parabola - Latihan Soal Version : 2012-07 halaman 1 01. N Gerak I o Gerak II 1 Beraturan 2 beraturan

Lebih terperinci

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut :

Kelandaian maksimum untuk berbagai V R ditetapkan dapat dilihat dalam tabel berikut : ALINYEMEN VERTIKAL 4.1 Pengertian Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam

Lebih terperinci