BAB II GPS DAN ATMOSFER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GPS DAN ATMOSFER"

Transkripsi

1 BAB II GPS DAN ATMOSFER 2.1 Sistem Global Positioning System (GPS) NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite Timing and Ranging Global Postioning System) atau yang lebih dikenal dengan nama GPS adalah suatu sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca dan didesain untuk memberikan informasi mengenai posisi, kecepatan tiga dimensi, dan waktu secara kontinyu ke seluruh dunia. Sistem GPS dibangun oleh 3 segmen utama, yaitu [Abidin, 2006] : Segmen ruang angkasa. Segmen ruang angkasa adalah satelit-satelit GPS yang mengorbit bumi. Segmen sistem kontrol. Segmen sistem kontrol merupakan sistem pengontrol dan pemantau satelit secara terus-menerus. Segmen ini mempunyai kedudukan di bumi, terdiri dari master control station, ground control station, monitor station. Segmen penerima. Segmen penerima merupakan segmen yang dipakai dalam mengamati data yang diberikan satelit, terdiri dari : receiver, antena, pengolah data, dan penyimpanan data. Segmen ini menghasilkan posisi 3 dimensi dan kecepatan serta informasi waktu yang teliti. Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya adalah reseksi (ikatan ke belakang) jarak (ρ) dari titik yang akan ditentukan posisinya ke beberapa satelit yang koordinatnya telah diketahui. Vektor posisi (r) letaknya diketahui relatif terhadap pusat bumi dan vektor posisi titik yang dicari (R) akan diperoleh juga relatif terhadap pusat bumi. Penentuan posisi dengan GPS secara vektor dapat dilihat pada gambar 2.1 [Abidin, 2006] berikut ini, Halaman 7

2 Satelit GPS R(dicari) ρ(diperlukan) r(diketahui) R = r - ρ Pusat Bumi Gambar 2.1 Penentuan posisi GPS Pada pengamatan dengan GPS, yang diukur hanya jarak dari satelit ke pengamat dan bukan vektor arah dari pengamat ke satelit, maka besaran yang akan diproses adalah jarak geometrik antara pengamat dengan satelit. Sedangkan parameter yang harus ditentukan pada pengamatan suatu titik dengan GPS adalah 3 parameter koordinat yang dinyatakan dalam datum WGS 1984 (X, Y, Z atau L, B, h) dan satu parameter kesalahan waktu akibat tidak sesuainya waktu antara jam di satelit (dt) dan di receiver (dt), sehingga minimal diperlukan 4 persamaan untuk menghitung parameter tersebut. Dalam penentuan posisi menggunakan GPS, strategi pengukuran yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas posisi. Strategi pengamatan tersebut mencakup metode pengamatan, waktu pengamatan, serta pengikatan ke titik ikat. Berdasarkan metode pengaplikasiannya, GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu : absolute, differential, static, rapid static, pseudo-kinematik, dan stop and go [Abidin, 2006]. Penentuan posisi secara diferensial dapat meningkatkan ketelitian posisi lebih baik daripada metode absolut. Metode diferensial kadangkala dinamakan metode penentuan posisi relatif. Dengan mengurangkan data yang diamati oleh 2 receiver GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari data dapat dieliminasi atau direduksi. Pengeliminasian dan pereduksian kesalahan dan bias akan meningkatkan akurasi dan presisi data, sehingga meningkatkan akurasi dan presisi posisi Halaman 8

3 yang diperoleh. Ketelitian posisi yang dapat diberikan oleh metode penentuan posisi secara diferensial berkisar dari level mm (dengan data fase) sampai level 1-3 m (data kode) Karakteristik sinyal GPS Sinyal GPS terdiri dari frekuensi kerja L-Band (L1 = GHz, L2 = GHz, L5 = GHz) yang dipancarkan secara kontinyu. Pada dasarnya sinyal GPS terdiri 3 komponen yaitu informasi yang telah diacak dengan kode tertentu (information code), pesan navigasi (navigation code), dan gelombang pembawa (carrier wave). Informasi ini berbentuk kode biner (0 dan 1) dengan kode acak yang disebut Pseudorandom Noise (PRN). Sinyal L1 membawa 2 kode biner yang dinamakan kode P (P-code, Precise or Private Code) dan C/A (Clear Access or Coarse Acqusition) dan sinyal L2 hanya membawa kode P. Dengan mengamati sinyal-sinyal dari satelit dalam jumlah dan waktu yang cukup, kita dapat memproses data tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai posisi, kecepatan, dan waktu, ataupun parameter-parameter turunannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 [Abidin, 2006] yaitu : Frekuensi Dasar (Oscilator Atom) MHz : 10 sama X154 X120 L MHz λ = 19.0 cm L MHz λ = 24.4 cm Kode C/A MHz λ = m Kode P MHz λ = 30.0 m Kode - P MHz λ = 30.0 m Navigation Message 50 Hz Navigation Message 50 Hz Kode C/A : Periode = 1 msec panjang = 1023 chips Kode P : Periode = 267 hari panjang = x chips Navigation Message, panjang = 1500 bits Gambar 2.2 Struktur frekuensi dan karakteristik komponen Sinyal GPS Halaman 9

4 2.1.2 Orbit Satelit GPS Pada sistem GPS, konstelasi 24 satelit yang menempati 6 orbit memungkinkan setiap orbit ditempati oleh 4 satelit dengan interval diantaranya tidak sama. Jarak antar orbit diatur sehingga dapat memaksimalkan kenampakan setidaknya 4 satelit yang bergeometri baik dari setiap tempat di permukaan bumi dari setiap tempat di permukaan bumi pada setiap saat [Abidin, 2006]. Pergerakan satelit mengelilingi bumi dapat dijelaskan secara umum menggunakan hukum-hukum Kepler. Berdasarkan hukum Kepler I, orbit satelit atau orbit berbentuk elips dengan pusat bumi sebagai salah satu fokusnya. Kecepatan maksimum di perigee (titik terdekat dengan bumi) dan minimum di apogee (titik terjauh dengan bumi). Secara geometris elemen keplerian dapat ditunjukkan pada gambar 2.3, yaitu: Sumbu Z CEP Perigee f a e Ω ω i Sumbu Y Titik Semi Sumbu X Bidang Ekuator Titik Nodal Ascending node Gambar 2.3 Geometris elemen Keplerian Halaman 10

5 Dalam Penentuan Posisi pengamatan satelit GPS, ada 2 sistem koordinat referensi yang penting dicatat, yaitu CIS (Conventional Inertial System) dan CTS (Conventional Terestrial System). Pada sistem CIS, kutub yang digunakan untuk pendefinisian sumbu Z pada dasarnya merupakan sumbu momentum sudut CEP (Convential Ephemeris Pole) pada epok standar J (1.5 d Januari 2000), sedangkan pada sistem CTP, pendefinisian sumbu Z menggunakan CIO (Convential International Origin) yang merupakan posisi rata-rata sumbu rotasi bumi dari tahun Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4 [Abidin, 2000], yaitu : Keplerian CIS CTS 6 komponen keplerian X, Y, Z Velocity (x,y,z) X, Y, Z WGS 1984 Deskripsi posisi dan pergerakan satelit Deskripsi posisi titik di permukaan bumi Gambar 2.4 Penentuan posisi dengan satelit GPS Perlu diketahui bahwa pergerakan satelit yang sebenarnya dalam orbit mengelilingi bumi umumnya tidak akan mengikuti sepenuhnya pergerakan keplerian. Satelit umumnya akan mengalami pertubasi dari kondisi idealnya sehingga kesalahan informasi orbit yang diberikan dapat mempengaruhi posisi yang diukur. Ketersediaan informasi (tambahan) yang sangat teliti seperti informasi pergerakan kutub dan koefisien penyimpangan satelit (termasuk informasi bagaimana sifat satelit ketika mendekati dan menjauhi bayangan bumi) menjadi penting untuk menghasilkan koordinat titik yang relatif baik [Permana, 2002]. 2.2 Jenis Informasi Orbit Satelit Dalam Bidang geodesi satelit informasi satelit akan berguna untuk beberapa hal berikut ini [Abidin, 2006] : Halaman 11

6 Untuk menghitung koordinat satelit yang akan diperlukan sebagai titik tetap dalam perhitungan titik lainnya di atau dekat permukaan bumi beserta prameter-parameter turunannya seperti kecepatan dan percepatan. Untuk merencanakan pengamatan satelit, yaitu perencanaan waktu dan pengamatan yang optimal. Untuk membantu mempercepat receiver sinyal satelit dalam menemukan satelit yang bersangkutan. Untuk memilih jika diperlukan satelit-satelit yang secara geometrik lebih baik untuk digunakan. Berdasarkan waktu ketersediaannya, informasi orbit terbagi menjadi 2 jenis yaitu yang bersifat real time dan post process. Bersifat real time dalam artian informasi orbit secara langsung diberikan satelit ke receiver, sedangkan post process artinya informasi orbit diberikan dari data eksternal, tidak termasuk dalam data pengamatan, dan telah mengalami proses hitungan dalam penentuan posisi satelit. Informasi yang bersifat real time datanya dimodulasi oleh gelombang pembawa sinyal GPS sebagai bagian dari pesan navigasi (navigation message). Informasi orbit ini dikenal sebagai broadcast ephemeris. Informasi Orbit yang bersifat post process dikenal sebagai precise ephemeris. Broadcast Ephemeris Data broadcast ephemeris berdasar kepada pengamatan satelit di 5 monitor stasiun [Hoffman-Wellenhoff et al., 1992]. MS (Monitor Stations) mengamati satelit secara kontinyu kemudian mengirimkan data pseudorange dan pesan navigasi dari satelit ke Master Control Segment (MCS). MS ini berada di Pulau Ascension (samudera Atlantik), Diego Garcia (Samudera Hindia), Kwajalein (Samudera Pasifik), Hawaii, dan Colorado Springs. Broadcast ephemeris ditentukan dalam 2 tahapan [Seeber, 1993 dikutip Abidin, 2006]. Tahapan pertama menentukan ephemeris referensi berdasarkan data pengamatan GPS secara offline dengan program perhitungan orbit. Tahapan kedua adalah proses online dengan membandingkan dengan ephemeris referensi, perbedaannya diturunkan untuk kemudian dihitung menggunakan metode Kalman Halaman 12

7 Filtering. Hasilnya berupa prediksi besar koreksi bagi ephemeris referensi dan update setiap satu jam [Shrestha, 2003]. Pada dasarnya broadcast ephemeris ini berisi parameter waktu, parameter orbit satelit, dan parameter pertubasi dari orbit satelit. Tingkat presisi penentuan posisi menggunakan broadcast ephemeris berkisar 2 3 meter. Precise Ephemeris Informasi Orbit pada precise ephemeris berdasarkan kepada data pengamatan satelit GPS yang diambil oleh tracking station (jaringan penjejak satelit) secara kontinyu dengan referensi ITRF (berbeda dengan broadcast yang menggunakan referensi WGS 1984) yang tersebar merata diseluruh dunia. Semua tracking station telah memiliki koordinat dalam sistem koordinat geosentrik yang terikat bumi, sehingga koordinat satelit dapat dihitung dari berapa banyak tracking station yang melihat satelit. Data ini kemudian dihitung lalu disajikan dalam format SP3 dimana interval epok dalam file tersebut setiap 15 menit dengan informasi berupa posisi satelit dalam sistem koordinat geosentrik serta terikat bumi dengan kecepatannya dan koreksi jam satelit. Precise ephemeris ini menggunakan sistem referensi ITRF (International Terrestrial Reference Frame). Perbedaan precise dan broadcast terutama efek pada kesalahan orbit yang mempengaruhi ketelitian posisi yang dilakukan (updating ketelitian posisi satelit). Tingkat presisi penentuan posisi menggunakan precise ephemeris berkisar dari level cm hingga mm. Berdasarkan waktu ketersediaan data, precise ephemeris dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Produk Final, yang tersedia selambat-lambatnya selama 13 hari. 2. Produk Rapid, yang tersedia selambat-lambatnya kira-kira 17 jam. 3. Produk Ultra Rapid, yang tersedia yang tersedia 4 kali dalam sehari. Ketiga jenis produk ini dibedakan berdasarkan keakuratannya yang didasarkan pada waktu produk tersebut dapat tersedia. Halaman 13

8 2.3 Metode Diferensial GPS Ketelitian penentuan posisi menggunakan metode diferensial secara teori lebih baik daripada menggunakan metode absolut karena beberapa kesalahan seperti kesalahan jam receiver dan jam satelit dapat dihilangkan. Efektivitas dari proses ini sangat dipengaruhi pada jarak antar titik kontrol dengan titik yang akan ditentukan koordinatnya, semakin pendek jarak tersebut maka akan semakin efektif dampak dari proses pengurangan data secara diferensial. Metode Diferensial secara sederhana dapat dilihat pada gambar 2.5 yaitu, Gambar 2.5 Diferensial GPS dan beberapa masalah pada penentuan posisi Metode diferensial memiliki kelebihan yang dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut, Tabel 2.1 Dampak dari proses pengurangan data secara diferensial [Abidin, 2006] DAMPAK DARI PENGURANGAN DATA Kesalahan dan Bias Dapat Dieliminasi Dapat Direduksi Tidak dapat dieliminasi /direduksi Jam Satelit - - Jam Receiver - - Orbit (Ephemeris) - - Ionosfer - - Troposfer - - Multipath - - Noise - - Halaman 14

9 Konsekuensi dari pengurangan data akibat metode diferensial akan menguntungkan karena dapat mengeliminasi dan mereduksi sebagian dari sumber kesalahan, sehingga akan menghasilkan data pengamatan yang relatif teliti, kemudian kuantitas data yang digunakan semakin sedikit sehingga pengolahan data semakin ringan. Pengaruh lainnya adalah hasil pengamatan berkorelasi matematis sehingga berguna dalam penyusunan matrik varian kovarian pengamatan untuk proses hitung perataan, walaupun di lain sisi level noise yang dihasilkan semakin tinggi. 2.4 Atmosfer Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan padat dan cair pada bumi. Selubung itu membentang ke atas sampai pada ketinggian yang tak dapat ditentukan. Ketinggian/ketebalan atmosfer sangat sulit ditentukan secara teliti. Namun, kadang-kadang besarnya ketebalan rata-rata dari atmosfer ditentukan sebesar 500 km atau 300 mil [Permana, 2002]. Menurut suhu atau temperatur atmosfer terbagi, Troposfer Stratosfer Mesosfer Thermosfer Menurut muatan dan susunan listriknya terbagi [Riyadh, 2006] : Ozonosfer Homosfer Ionosfer Heterosfer Magnetosfer Perjalanan sinyal satelit yang melalui atmosfer berpengaruh terhadap keadaan sinyal. Besarnya pengaruh terhadap sinyal sangat berhubungan dengan ketinggian dan Halaman 15

10 proses ionisasi di dalam atmosfer itu sendiri [Riyadh, 2006]. Tranmisi sinyal GPS akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh faktor ilmiah, propagasi, pembiasan atmosfer, redaman, multipath, dan panjang lintasan. Proses hilangnya daya tranmisi mengakibatkan hal yang beragam, tidak hanya sebagai fungsi dari panjang lintasan, tetapi sebagai fungsi cuaca dan kondisi medan. Masing masing efek tersebut mempengaruhi sinyal satelit secara berbeda. Efek ionosfer merupakan fungsi dari frekuensi gelombang pembawa. Diharapkan dengan menggunakan pengamatan dual frekuensi pengaruh ionosfer hilang. Troposfer Troposfer berada pada bagian paling bawah dari atmosfer bumi dan merupakan lapisan cuaca bumi. Ketebalan bervariasi antara 8 16 km dari kutub ke ekuator. Perubahan temperatur pada lapisan troposfer umumnya berbanding terbalik dengan ketinggian, kira kira -6.5 o C setiap kenaikan 1 km. Berkurangnya temperatur terhadap ketinggian pada troposfer dapat disebabkan oleh [Permana, 2002] : Pemanasan Udara yang berasal dari bumi. Uap air dan debu yang menyerap panas semakin ke atas semakin berkurang. Udara pada lapisan bawah lebih mudah ke atas karena udara pada lapisan udara di bawah lebih panas. Troposfer merupakan 75% dari massa atmosfer dan mayoritas terdiri dari uap air yang ada pada atmosfer. Konsentrasi uap air yang tinggi berkisar antara 4% di daerah tropis dengan kelembaban sekitar % atau lebih dan jumlah ini makin menyusut pada daerah kutub. Tekanan atmosfer rata-rata adalah 1.03 kg/cm 3. Atmosfer terdiri atas 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% gas-gas lainnya misalnya argon, hidrogen, ozon, metan, disamping itu terdapat sejumlah kecil karbondioksida. Berbagai jenis kejadian cuaca yang terjadi akan tergantung pada ukuran dan temperatur partikel air, akibatnya troposfer berubah berdasarkan variasi temporal dan variasi spasial. Halaman 16

11 Tabel 2.2 Temperatur dan tekanan udara hingga ketinggian 50 km [Permana, 2002] Ketinggian (km) Temperatur ( o K) Tekanan (mb) Kesalahan dan Bias Kesalahan dan bias sinyal GPS harus dipertimbangkan secara benar dan baik, karena besar dan karakteristik dari kesalahan dan bias tersebut akan mempengaruhi ketelitian informasi (posisi, kecepatan, percepatan, dan waktu). Strategi yang digunakan untuk pengamatan dan pengolahan data akan mempengaruhi hasil sehingga berdampak pada minimalisasi efek kesalahan dan bias. Halaman 17

12 Dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antena receiver di permukaan bumi, sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias seperti pada gambar 2.6 (Abidin, 2006) yaitu : Gambar 2.6 Kesalahan dan bias pada GPS Kesalahan dan bias yang terjadi pada sinyal GPS adalah, 1. Satelit (kesalahan ephemeris, jam satelit). 2. Medium propagasi (bias ionosfer dan bias troposfer). 3. Receiver GPS (kesalahan jam receiver, noise, antena receiver). 4. Data Pengamatan (ambiguitas fase dan cycle slips). 5. Lingkungan Sekitar GPS dan receiver (Multipath dan imaging). Secara umum ada beberapa cara dan strategi yang digunakan untuk menangani kesalahan dan bias sinyal GPS [Abidin, 2006] yaitu : Estimasi parameter kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan. Mekanisme differencing antar data. Hitungan kesalahan bias berdasar data ukuran langsung. Hitungan kesalahan bias berdasarkan model. Strategi pengamatan yang sesuai. Strategi pengolahan data yang tepat. Kesalahan dan bias dianggap diabaikan. Halaman 18

13 2.5.1 Kesalahan Ephemeris Kesalahan ephemeris adalah kesalahan dimana orbit satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama dengan orbit satelit dengan posisi satelit yang sebenarnya. Dijelaskan pada gambar 2.7 [Abidin, 2006] sebagai berikut, Gambar 2.7 Kesalahan ephemeris Kesalahan ephemeris akan mempengaruhi ketelitian dan koordinat titik-titik (absolut maupun relatif) yang ditentukan. Kesalahan orbit satelit GPS pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor, Kekurangtelitian pada proses perhitungan orbit satelit oleh stasiun-stasiun pengontrol satelit. Kesalahan dalam prediksi orbit untuk periode waktu setelah uploading ke satelit. Besarnya efek kesalahan orbit pada panjang baseline dapat dihitung dan ditunjukkan pada gambar 2.8 [Abidin, 2006] sebagai berikut, Halaman 19

14 Gambar 2.8 Pengaruh efek kesalahan ephemeris terhadap baseline Nilai besaran kesalahan orbit akan tergantung pada jenis ephemeris yang digunakan. Beberapa jenis informasi orbit satelit GPS dan tingkat akurasinya dapat dilihat pada tabel 2.3 [Abidin, 2006] adalah, Tabel 2.3 Tipikal kesalahan orbit ephemeris GPS (IGS, 2005) Ephemeris Akurasi Latency Update Almanak Beberapa km Real time - Broadcast 160 cm Real time - Ultra Rapid (predicted half) 10 cm Real time 4 kali sehari Ultra Rapid < 5 cm 3 jam 4 kali sehari (Observed half) Rapid < 5 cm 17 jam Harian Precise < 5 cm 13 hari Mingguan Ultra rapid ephemeris (predicted half) adalah informasi orbit yang memiliki data pengamatan posisi orbit satelit selama 2 hari dengan 1 hari sebelumnya adalah data observasi dan 1 hari setelahnya adalah prediksi. Ultra rapid ephemeris (observed half) adalah informasi orbit yang memiliki data observasi yang tersedia dalam 3 jam setelah pengamatan, informasi ini menggantikan informasi Ultra rapid ephemeris (predicted half). Halaman 20

15 Ada beberapa cara yang dapat diaplikasikan untuk mereduksi kesalahan orbit [Abidin, 2006] yaitu : 1. Metode differential position. 2. Memperpendek baseline. 3. Memperpanjang waktu interval pengamatan. 4. tentukan parameter kesalahan orbit dalam proses estimasi. 5. Gunakan informasi orbit lebih teliti yang bisa diperoleh dari beberapa sumber eksternal Efek Multipath Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal merupakan sinyal langsung dari satelit ke antena, sedangkan yang lainnya merupakan sinyal tidak langsung yang dipantulkan oleh benda disekitar antena receiver GPS. Bidang pantulan bisa berupa bidang horizontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan panjang lintasan menyebabkan kesalahan pada hasil jarak ukuran. Multipath mempengaruhi hasil ukuran pseudorange dan phase [Abidin, 2006]. Bagaimana efek Multipath terjadi dapat dilihat pada gambar 2.9 berikut ini, Gambar 2.9 Efek multipath [Shrestha, 2003] Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mereduksi kesalahan multipath [Abidin, 2006], yaitu : Halaman 21

16 Hindari lingkungan pengamatan yang reflektif. Gunakan antena GPS yang baik dan tepat. Gunakan bidang dasar antena pengabsorbsi sinyal yang berguna untuk menahan sinyal pantulan yang datang dari bawah horizon antena. Jangan mengamati satelit yang berelevasi rendah. Lakukan pengamatan yang relatif panjang dan kemudian reratakan data pengamatan Bias Ionosfer Ionosfer adalah lapisan atmosfer dimana terdapat sejumlah elektron dan ion bebas yang mempengaruhi perambatan gelombang radio. Lapisan ionosfer terletak kirakira km di atas permukaan bumi. Jumlah elektron dan ion bebas tergantung pada besarnya intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan tersebut [Permana, 2002]. Lapisan ionosfer mempengaruhi kecepatan sinyal baik itu fase maupun kode. Pada sinyal fase, ionosfer akan meningkatkan kecepatan sinyal fase sehingga waktu tempuh sinyal menjadi lebih pendek dan sebaliknya pada kode, ionosfer akan menurunkan kecepatan sinyal sehingga waktu yang ditempuh sinyal menjadi lebih panjang. Secara teori, untuk menghilangkan bias ionosfer cukup sulit mengingat tidak adanya model yang memuaskan karena bias ini terpengaruh secara spasial dan temporal. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mereduksi efek bias ionosfer yaitu [Abidin, 2006] : Gunakan data GPS dari dua frekuensi (L1 dan L2). Lakukan Pengurangan (differencing) data pengamatan. Perpendek baseline. Gunakan model prediksi global ionosfer (untuk data GPS satu frekuensi) seperti model Bent dan Klobuchar. Gunakan parameter koreksi yang dikirimkan oleh sistem Wide Area differensial GPS (WADGPS). Halaman 22

17 2.5.4 Bias Troposfer Sinyal dari satelit GPS untuk sampai ke antena harus melalui lapisan troposfer, yaitu lapisan atmosfer netral yang berbatasan dengan permukaan bumi dimana temperatur menurun dengan membesarnya ketinggian. Lapisan ini umumnya disebut lapisan troposfer. Lapisan troposfer mempunyai ketebalan sampai 40 km [Hoffman- Wellenhoff et al., 1992] dan tergantung spasial dan temporal. Sinyal GPS saat melalui lapisan troposfer akan mengalami refraksi. Efek utama dari troposfer akan berpengaruh pada kecepatan dan arah sinyal GPS atau dengan kata lain terhadap hasil ukuran jarak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.10 [Abidin, 2006] berikut ini, Gambar 2.10 Efek troposfer terhadap sinyal GPS Pada frekuensi sinyal GPS (hingga 15 GHz), magnitude dari bias troposfer tidak tergantung pada frekuensi sinyal, oleh sebab itu besarnya tidak dapat diestimasi menggunakan pengamatan pada 2 frekuensi, perlu dicatat bahwa pseudorange dan fase keduanya diperlambat oleh lapisan troposfer dan besarnya magnitude bias troposfer pada 2 data pengamatan tersebut dapat dikatakan sama. Magnitude bias troposfer berkisar sekitar 2.3 m di arah zenith sampai 20 m pada 10 o di atas horizon. Bias troposfer biasanya dipisah menjadi komponen kering (dry component 90% dari bias total) dan komponen basah (wet component 10% dari bias total). Dengan menggunakan model troposfer (model Hopfield, Saastamoinen, dll) serta data ukuran meteorologi (temperatur, kelembaban, dan tekanan) di permukaan bumi, magnitude komponen kering dari bias troposfer biasanya dapat diestimasi sampai ketelitian 1%. Halaman 23

18 Sedangkan magnitude komponen basah yang tergantung pada kandungan uap air sepanjang lintasan sinyal, biasanya lebih sulit diestimasi secara teliti dari data pengamatan meteorologi di permukaan bumi. Magnitude komponen basah hanya bisa diprediksi sampai dengan ketelitian 3-4 cm akibat pengaruh uap air secara spasial dan temporal [Shrestha, 2003]. Dalam penentuan posisi menggunakan GPS ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mereduksi efek troposfer [Abidin, 2006], yaitu : Differencing hasil pengamatan. Perpendek baseline. Kedua stasiun pengamat berada pada ketinggian dan kondisi meteorologi relatif sama. Penggunaan model koreksi standar troposfer seperti model Hopfield dan Saastamoinen. Model koreksi lokal troposfer. Penggunaan Water Vapour Radiometer untuk estimasi besar komponen basah. Estimasi besar bias troposfer. Penggunaan parameter koreksi dari sistem Wide Area Differential GPS (WADGPS). Untuk penggunaan model koreksi troposfer yang umum digunakan diantaranya sebagai berikut [Permana, 2002], MODEL SAASTAMOINEN d trop = cos z. p T e tan 2 z (2.1) MODIFIED MODEL (adanya faktor ketinggian lokasi titik pengamatan dan ketinggian serta sudut zenith satelit) dengan formulasi sebagai berikut, d trop = cos z. p T e tan 2 z + δr (2.2) Pada modified model saastamoinen, nilai faktor koreksi δr dapat menggunakan informasi pada tabel 2.4 sebagai beikut, Halaman 24

19 Tabel 2.4 Nilai faktor koreksi δr model Saastamoinen [Hoffman-Wellenhof et al., 1992] 2.6 Metode dan Strategi Sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Salah satu bias yang mempengaruhi data pengamatan satelit GPS adalah yang berkaitan dengan medium propagasinya [Abidin, 2006]. Secara elektrik lapisan troposfer adalah netral yaitu medium non-dispersif untuk gelombang radio pada frekuensi sampai 15 GHz. Pengaruh refraksi troposfer pada modulasi fase dan kode adalah sama. Namun sebagian dari energi sinyal terserap oleh gas-gas yang tidak terionisasi seperti karbondioksida dan molekul air, akibatnya menimbulkan delay atau jeda sinyal sekitar m pada arah zenith dan 30 m pada arah horizon. Delay ini bervariasi terhadap temperatur, tekanan, kelembaban, dan berdasarkan lokasi spasial dan temporal dari receiver. Besarnya penyimpangan jarak yang disebabkan oleh perlambatan waktu tempuh pada troposfer disebut dengan Zenith Tropospheric Delay (ZTD). ZTD dapat dibagi dalam 2 komponen yaitu hidrostatik dan basah. Komponen hidrostatik terdiri dari gas-gas kering dan komponen basah merupakan hasil dari uap air. Kontribusi fraksi hidrostatik sekitar 90% dari total refraksi troposfer. Nilai komponen hidrostatik berubah secara smooth dan dipengaruhi oleh tekanan, sehingga nilainya bias ini dianggap stabil. Komponen basah bernilai 10% dari total delay troposfer dan dipengaruhi oleh uap air yang bervariasi secara spasial dan temporal sehingga Halaman 25

20 komponen basah sulit untuk diestimasi. Dalam penentuan posisi teliti, koreksi delay diperlukan terutama dalam penentuan komponen tinggi. Delay troposfer pada saat sinyal melalui troposfer didefinisikan sebagai [Wedyanto, 2007] : Δ trop = n 1 ds (2.3) n (indeks refraksi) berhubungan dengan refraktivitas troposfer N trop, yaitu : N trop = n (2.4) Sehingga untuk delay troposfer pada sinyal satelit didapatkan persamaan : T k p = 10 6 pat h N trop ds (2.5) Hopfield membagi refraktivitas menjadi 2 komponen, komponen kering dan komponen basah, persamaannya adalah : N tro p = N d trop + Nr trop (2.6) Dengan memperhitungkan komponen hidrostatik dan komponen basah, delay troposfer untuk sinyal satelit adalah : T k p = 10 6 N d trop + Nw trop ds pat h (2.7) T k p = 10 6 pat h N d trop ds N w trop ds pat h (2.8) Perlu diperhatikan disini bahwa faktor pembelokan (bending) tidak diperhitungkan Pengamatan Carrier Phase Hasil ukuran fase sinyal dalam unit jarak dari pengamat ke satelit bukanlah merupakan jarak absolut, tetapi merupakan jarak yang ambigu. Untuk mengubah data fase menjadi data jarak, maka ambiguitas fase atau cycle ambiguity (N) harus ditentukan terlebih dahulu. Seandainya nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar, maka jarak fase tersebut akan menjadi ukuran jarak yang sangat teliti dengan tingkat Halaman 26

21 presisinya dalam orde mm dan dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian posisi yang tinggi dalam orde mm-cm [Abidin, 2000]. Dalam pengamatan carrier phase, jarak antara receiver dan satelit diperoleh dengan cara mengamati selisih fase antara fase sinyal pembawa (L1/L2) yang datang dari satelit dan fase yang dibangkitkan oleh receiver. Pada pengamatan ini, karena dilakukan pengukuran dengan cara diferensial maka ada sejumlah N cycle gelombang yang tidak teramati yang dikenal sebagai cycle ambiguity. Besaran N yang ada akan selalu tetap jumlahnya selama sinyal yang diterima oleh receiver tidak terhalang. Apabila sinyal terhalang maka terjadilah cycle slip dan besaran N harus ditentukan lagi. Persamaan jaraknya dengan memperhitungkan pengaruh bias ionosfer, bias toposfer, noise (υ p ), dan multipath (m p ) : L i = ρ + dρ + dtrop dion i dt + dt + MC i λ i N i + θc i (2.9) Dimana : L i ρ dρ dtrop dion dt dt λ N MC i θc i = pengukuran fase dalam satuan jarak = jarak geometrik antara pengamat dan satelit = efek dari bias di ephemeris satelit = bias jarak disebabkan oleh troposfer = bias jarak disebabkan oleh ionosfer = bias jarak karena kesalahan waktu di satelit = bias jarak karena kesalahan waktu di receiver = panjang gelombang sinyal = ambiguitas fase = efek dari multipath fase = noise dari fase subkrip i menunjukan frekuensi sinyal (L1 / L2). Kemudian dari persamaan tersebut, nilai delay troposfer dapat diketahui melalui persamaan secara diferensial, kl l k A 12 = A 12 A 12 (2.10) Halaman 27

22 kl A 12 = ρ kl 12 + dρ kl l k 12 + dtrop 12 dtrop 12 ) (dion i dion i dt kl dt kl + dt ij dt ij + MC ij kl λ i N i λ i N i + (θc i θc i ) (2.11) Dimana : l A 12 k A 12 = jarak fase antara satelit dan titik pengamatan = jarak fase antara satelit dan titik kontrol Persamaan diferensial dapat dilihat pada gambar sebagai berikut, Satelit l Satelit k A 1 l A 1 k A 2 l A 2 k Titik 1 (Bako) Gambar 2.11 Pengamatan diferensial Titik 2 (ITB) Dengan asumsi komponen kesalahan telah diketahui dan terkoreksi, maka nilai kesalahan jam satelit dan jam receiver dt kl dt kl dan dt 12 dt 12 terkoreksi akibat proses diferensial. Delay ionosfer (dion i ) pada kedua ukuran jarak fase dapat direduksi dengan menggunakan persamaan kombinasi linier (L 3 ). Kesalahan multipath kl MC ij pada kedua persamaan jarak fase diasumsikan hilang akibat penggunaan cut- kl off angle. Kesalahan ephemeris dρ 12 tereduksi dengan penggunaan informasi orbit yang teliti, dan nilai noise (Δθc i ) pada kedua persamaan tersebut disimpan, maka dapat ditentukan nilai delay troposfer, kl A 12 = ρ kl l k 12 + dtrop 12 dtrop 12 + error ( sisa kesalahan) (2.12) Apabila diketahui koordinat titik ikat (ρ 1 ), koordinat fix titik pengamatan (ρ 2 ), dan koreksi troposfer titik ikat (dtrop 1 ), maka didapatkan delay troposfer pada titik pengamatan, l k kl dtrop 12 = ρ 1 + dtrop 12 ρ 2 A 12 (2.13) Halaman 28

23 2.6.2 Penentuan Komponen ZTD menggunakan GPS dan Model Hopfield Secara umum prinsip penentuan kandungan uap air di atmosfer menggunakan GPS didasarkan pada bias yang dihasilkan oleh lapisan troposfer. Bias troposfer dipisahkan menjadi bias yang dihasilkan oleh komponen hidrostatik dan komponen basah. Besarnya delay yang dihasilkan oleh komponen kering dapat di estimasi dengan baik menggunakan data ukuran tekanan udara permukaan sampai ketelitian pada level milimeter [Victoria, 2005]. Delay pada komponen kering memberikan kontribusi terbesar pada delay troposfer. Dengan menggunakan model troposfer (Hopfield, Saastamoinen, dll) di permukaan bumi, magnitude komponen kering dari delay tropofer biasanya dapat diestimasi dengan kesalahan 0.1%, sedangkan magnitude dari komponen basah yang bergantung pada kandungan uap air sepanjang lintasan sinyal, biasanya lebih sulit untuk diestimasi secara teliti menggunakan data pengamatan meteorologi. Pada arah zenith, bias troposfer yang dipengaruhi perambatan (delay) sinyal GPS dikenal sebagai ZTD. Sedangkan bias yang dihasilkan dari komponen kering dan basah pada arah zenith dikenal dengan Zenith Hydrostatic Delay (ZHD) dan Zenith Wet Delay (ZWD) [Permana, 2002]. Harga ZTD sebenarnya merupakan faktor koreksi untuk menentukan jarak satelit GPS ke antena receiver GPS. Karena itu harga ZTD dapat digunakan untuk mengarakterisasi kondisi troposfer disekitar daerah pengamatan GPS dengan cara mengetahui perbedaan jarak yang diinformasikan GPS yang telah dikoreksi GPS tanpa koreksi troposfer. Cara lain mengestimasikan ZTD adalah dengan menghitung besarnya kesalahan posisi yang diberikan dari proses pengolahan data GPS dengan tidak memasukkan bias troposfer dalam hitungan terhadap posisi sebenarnya dari titik yang bersangkutan (yang telah diketahui koordinatnya) pada selang waktu tertentu. Saat semua kesalahan dieleminir dalam proses pengolahan data, maka sisa kesalahan yang muncul dianggap kesalahan akibat adanya bias yang dihasilkan troposfer. Cara yang digunakan adalah Invers problem dari penentuan posisi dengan menggunakan GPS yang akan dijelaskan lebih lanjut. Halaman 29

24 Persamaan dasar data fase untuk menghitung jarak satelit GPS ke antena receiver adalah sebagai berikut [Wedyanto, 2007] : ij L kl ij ij = ρ kl + ZTD + Nkl (2.14) Dimana L adalah jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang dianggap benar, ρ merupakan jarak satelit GPS ke antena receiver GPS yang terukur, N merupakan bias ambiguitas dan error lainnya, ZTD merupakan delay troposfer. ZTD = dh trop dh non trop (2.15) Dengan mengestimasi besar nilai ZTD dan menghitung besarnya pada permukaan, maka nilai ZWD dapat diperoleh dengan cara mengurangkan ZTD dengan ZHD (ZHD dihasilkan dari model dan data pengamatan meteorologis). ZWD GPS = ZTD ZHD Model (2.16) Untuk menentukan komponen kering atau ZHD dapat dilakukan dengan menggunakan pemodelan hidrostatik yang berkorelasi terbalik dengan faktor ketinggian titik atau tempat saat pengamatan. Pemodelan dari delay yang dihasilkan dilakukan dengan asumsi bahwa atmosfer berada pada kesetimbangan hidrostatik (Hydrostatic Equillibrum). Model Zenith Hydrostatic Delay Saastamoinen merupakan model yang sering digunakan. Model saastamoinen diekspresikan melalui persamaan [Shrestha, 2003) : ZHD Model = mm.ps cos 2φ km.h (2.17) Dimana Ps adalah tekanan total pada permukaan (hektopascal = milibar), φ merupakan posisi lintang receiver GPS, dan h adalah tinggi ellipsoid dalam satuan km. Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa penentuan ZHD akan sangat tergantung pada tekanan permukaan, komponen lintang, dan tinggi suatu posisi. Untuk mendapatkan komponen ZHD Model dan ZWD Model salah satunya dengan persamaan berikut ini [Wedyanto, 2007], Halaman 30

25 Untuk formulasi matematis Model Hopfield d trop = d dry + d wet (2.18) Komponen Kering (ZHD) z d dry = mf d. d dry (2.19) z d dry = N dry,0. h d (2.20) N dry,0 = p T (2.21) h d = T (2.22) mf d = 1 sin E (2.23) Komponen Basah (ZWD) z d wet = mf d. d wet (2.24) z d wet = N wet,0. h w (2.25) N wet,0 = e T e T 2 (2.26) h w = m (2.27) mf w = 1 sin E (2.28) Keterangan, P e = tekanan atmosfer (mbar) = tekanan parsial dari uap air (mbar) T = temperatur ( o K) E mf h N = sudut elevasi (derajat) = mapping function untuk komponen = ketinggian lapisan komponen = refraktivitas komponen di permukaan bumi Halaman 31

26 2.6.3 Kandungan uap air dalam troposfer Uap air adalah air yang berada dalam fase dan bentuk gas. Jumlahnya bervariasi dari waktu ke waktu dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun secara umum diperkirakan jumlah atau konsentrasi uap air di atmosfer berkisar antara hampir 0% sampai dengan 4%. Perubahan yang ekstrim dari jumlah uap air disebabkan karena kemampuan uap air yang unik untuk berada pada tiga fase atau bentuk pada temperatur yang umum ada di bumi [Riyadh, 2006]. Kandungan uap air dalam troposfer menurun drastis sesuai dengan kenaikan ketinggian. Dari jumlah yang berkisar antara 0% sampai dengan 4% tersebut, hampir seluruhnya (99%) berada pada lapisan troposfer. Untuk mendapatkan kandungan uap air, jumlah tersebut didapatkan melalui PWV (Precipitable Water Vapour) yaitu jumlah uap air di arah zenith receiver bila berbentuk cairan [Shrestha, 2003]. Nilai PWV didapatkan dari persamaan 2.29 [Wedyanto, 2007] sebagai berikut, PWV = Π ZWD (2.29) Nilai Π (dipengaruhi massa jenis air, bobot temperatur rata-rata atmosfer, dll) adalah konstanta tanpa dimensi yang memiliki nilai Nilai ZWD didapatkan dari persamaan 2.16 (Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bab 2.6.2). Halaman 32

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit GPS beredar mengelilingi bumi pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit GPS tersebut berada di atas atmosfer bumi yang terdiri dari beberapa lapisan dan ditandai

Lebih terperinci

B A B II ATMOSFER DAN GPS

B A B II ATMOSFER DAN GPS B A B II ATMOSFER DAN GPS 2.1 Lapisan Atmosfer Atmosfer adalah campuran gas yang menyelubungi permukaan bumi. Campuran gas ini mengitari bumi karena ditarik oleh gaya gravitasi yang ada pada bumi, campuran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY

BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY BAB III PENENTUAN ZENITH TROPOSPHERIC DELAY 3.1 Akuisisi Data Data yang dibutuhkan dalam pengolahan data dikategorikan menjadi data observasi dan data meteorologi. Setiap data yang diambil berpengaruh

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007) BAB 2 DASAR TEORI Bab ini berisi rangkuman referensi dari studi literatur untuk pengerjaan penelitian ini. Menjelaskan tentang GPS, metode penetuan posisi, Precise Point Positioning, koreksi-koreksi yang

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satelit-satelit GPS beredar mengelilingi bumi jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km dimana satelit tersebut berputar mengelilingi bumi

Lebih terperinci

Penentuan Posisi dengan GPS

Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Posisi dengan GPS Dadan Ramdani Penggunaan GPS sekarang ini semaikin meluas. GPS di disain untuk menghasilkan posisi tiga dimensi secara cepat dan akurat tanpa tergantung waktu dan cuaca. Beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR 7 BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR Bagian pertama dari sistem LIDAR adalah Global Positioning System (GPS). Fungsi dari GPS adalah untuk menentukan posisi (X,Y,Z atau L,B,h) wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era yang semakin modern ini mengakibatkan pesatnya perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi untuk penentuan posisi, yaitu seperti Global Navigation

Lebih terperinci

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia)

Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia) Indonesian Journal of Geospatial Vol. 1, No. 5, 2012, 54-70 54 Temporal Variation Analysis From Troposphere Delay Using GPS (Study: Bandung, Indonesia) Dhota Pradipta, Wedyanto Kuntjoro, Kosasih Prijatna

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER 3.1 Pengembangan Sistem GPS Realtime Karakteristik dari lapisan troposfer dan ionosfer bervariasi secara spasial dan temporal, oleh karena

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Atmosfer Bumi Meteorologi Pendahuluan Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi BAB 1 ATMOSFER BUMI A tmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni. Dengan keberadaan atmosfer, suhu Bumi tidak turun secara drastis di malam hari dan tidak memanas dengan cepat di siang

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, tak terkecuali teknologi dalam bidang survei dan pemetaan. Salah satu teknologi yang sedang

Lebih terperinci

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI Muh. Altin Massinai Lab. Fisika Bumi dan Lautan Program Studi Geofisika FMIPA Universitas Hasanuddin Makassar Abstract A research have been done about topography

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) PENGARUH DATA METEOROLOGI TERHADAP NILAI KOORDINAT HASIL PENGAMATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Faqih Rizki Ramadiansyah 1, Rustandi Poerawiardi 2, Dadan Ramdani 3 ABSTRAK Perambatan sinyal satelit

Lebih terperinci

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg

6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6. Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi) : kg Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg 6massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan bumi)

Lebih terperinci

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI

TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI TUGAS PRESENTASI ILMU PENGETAHUAN BUMI & ANTARIKSA ATMOSFER BUMI ATMOSFER BUMI 6.1. Awal Evolusi Atmosfer Menurut ahli geologi, pada mulanya atmosfer bumi mengandung CO 2 (karbon dioksida) berkadar tinggi

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Struktur Bumi BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Struktur Bumi Bumi yang kita tinggali ini memiliki jari-jari yang dihitung dari inti bumi ke permukaan terluarnya yaitu sekitar 6.357 km [NASA]. Dengan jari-jari sebesar itu, bumi

Lebih terperinci

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas

Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas ATMOSFER ATMOSFER Seputar ATMOSFER Asal katanya dari atmos dan shaira (bahasa Yunani), yang artinya atmos : uap, shaira : bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelimuti bulatan bumi. Atmosfir

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1 BAB I PENDAHULUAN Klimatologi berasal dari bahasa Yunani di mana klima dan logos. Klima berarti kemiringan (slope) yang diarahkan ke lintang tempat, sedangkan logos berarti ilmu. Jadi definisi klimatologi

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq Kelompok Keahlian Geodesi, Institut Teknologi Bandung Labtek IX-C, Jalan Ganeca 10,

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen 1. Komposisi gas terbesar di atmosfer adalah gas. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1 argon oksigen nitrogen hidrogen karbon dioksida Komposisi gas-gas di udara

Lebih terperinci

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS

STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS STUDI KONDISI UDARA DI ATAS GUNUNGAPI BATUR DENGAN MENGGUNAKAN GPS Wedyanto Kuntjoro 1), Dudy Darmawan 1), Hasanuddin Z. Abidin 1), F. Kimata 2) Mipi A. Kusuma 1), M. Hendrasto 3), Oni K. Suganda 3) 1)

Lebih terperinci

Atmosf s e f r e B umi

Atmosf s e f r e B umi Atmosfer Bumi Massa Atmosfer Tekanan di permukaan laut seluas 1 cm 2, dihasilkan oleh berat udara 1,02 kg massa udara yg terdapat pd seluas 1 cm 2 : 1,02 kg6 Massa total atmosfer : 1,02 kg x ( luas permukaan

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI MOCHAMMAD RIZAL 3504 100 045 PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT PENDAHULUAN Ionosfer adalah bagian dari lapisan

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian dan kandungan gas atmosfer. 2. Memahami fungsi

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian ini merujuk ke beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai deformasi jembatan dan beberapa aplikasi penggunaan GPS (Global Positioning

Lebih terperinci

MODUL 3 GEODESI SATELIT

MODUL 3 GEODESI SATELIT MODUL 3 GEODESI SATELIT A. Deskripsi Singkat Geodesi Satelit merupakan cabang ilmu Geodesi yang dengan bantuan teknologi Satelite dapat menjawab persoalan-persoalan Geodesi seperti Penentuan Posisi, Jarak

Lebih terperinci

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT KELAS A Sistem Koordinat CIS dan CTS Oleh : Enira Suryaningsih (3513100036) Dosen : JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Bab 10 Global Positioning System (GPS)

Bab 10 Global Positioning System (GPS) Bab 10 Global Positioning System (GPS) 10.1 Metode Penentuan Posisi Dengan GPS sistem navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dikelola oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. GPS dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER) 1. Pengertian Atmosfer Planet bumi dapat dibagi menjadi 4 bagian : (lithosfer) Bagian padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

EFEK SINTILASI IONOSFER TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI SATELIT

EFEK SINTILASI IONOSFER TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI SATELIT EFEK SINTILASI IONOSFER TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI SATELIT Sri Ekawati Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusfatsainsa, LAPAN e-mail: ekawa_srie@bdg.lapan.go.id, cie_demes@yahoo.com RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang dapat kita sebut canggih adalah GPS, yaitu Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berkembang pula alat-alat canggih yang dapat membantu kita dalam mengerti perkembangan tersebut. Sebagai

Lebih terperinci

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah.

Atmosfer Bumi. Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. 800 km. 700 km. 600 km. 500 km. 400 km. Aurora bagian. atas Meteor 300 km. Aurora bagian. bawah. Atmosfer Bumi 800 km 700 km 600 km 500 km 400 km Aurora bagian atas Meteor 300 km Aurora bagian bawah 200 km Sinar ultraviolet Gelombang radio menumbuk ionosfer 100 km 80 km Mesopause Stratopause 50 km

Lebih terperinci

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS

PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS PENGARUH GEOMETRI SATELIT DAN IONOSFER DALAM KESALAHAN PENENTUAN POSISI GPS Sri Ekawati Peneliti Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusfatsainsa, LAPAN ekawa_srie@bdg.lapan.go.id, cie_demes@yahoo.com

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

Jaman dahulu Sekarang

Jaman dahulu Sekarang PENGANTAR Meteorologi meteoros: benda yang ada di dalam udara logos: ilmu/kajian ilmu yang mempelajari proses fisis dan gejala cuaca yang terjadi di lapisan atmosfer (troposfer) Klimatologi klima: kemiringan

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA 1. SISTIM GPS 2. PENGANTAR TANTANG PETA 3. PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang boleh dimanfaatkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGOLAHAN DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN TANAH : STUDI PEREDUKSIAN BIAS ATMOSFIR

STRATEGI PENGOLAHAN DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN TANAH : STUDI PEREDUKSIAN BIAS ATMOSFIR STRATEGI PENGOLAHAN DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN TANAH : STUDI PEREDUKSIAN BIAS ATMOSFIR Dudy Darmawan 1, Hasanuddin Z. Abidin 1, Rochman Djaja 2, Mipi A. Kusuma 1,Irwan Meilano 1, M.Gamal 1 1)

Lebih terperinci

PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Kelompok Kepakaran Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung Penentuan Posisi Dengan GPS Posisi yang diberikan adalah posisi 3-D, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinar matahari yang sampai di bumi merupakan sumber utama energi yang menimbulkan segala macam kegiatan atmosfer seperti hujan, angin, siklon tropis, musim panas, musim

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN

ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN ANALISA PERBANDINGAN ORBIT SATELIT GPS YANG DIPENGARUHI OLEH SPHERICALLY SYMMETRIC ELEMENT KEPLERIAN DAN OSCULATING ELEMENT KEPLERIAN (STUDY KASUS SURABAYA) Abdur Rozaq ), Mokhamad Nur Cahyadi ), Eko Yuli

Lebih terperinci

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS

Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Komputasi TEC Ionosfer Mendekati Real Time Dari Data GPS Buldan Muslim dan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu yang Digunakan Dalam mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu pengujian terhadap perangkat lunak RTKLIB yang nantinya

Lebih terperinci

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira

Udara & Atmosfir. Angga Yuhistira Udara & Atmosfir Angga Yuhistira Udara Manusia dapat bertahan sampai satu hari tanpa air di daerah gurun yang paling panas, tetapi tanpa udara manusia hanya bertahan beberapa menit saja. Betapa pentingnya

Lebih terperinci

Penerapan Aljabar Vektor pada GPS (Global Positioning System)

Penerapan Aljabar Vektor pada GPS (Global Positioning System) Penerapan Aljabar Vektor pada GPS (Global Positioning System) Kharis Isriyanto54064 Program StudiInformatika SekolahTeknikElektrodanInformatika InstitutTeknologiBandung, Jl. Ganesha 0 Bandung402, Indonesia

Lebih terperinci

PEMROGRAMAN PERANGKAT LUNAK APLIKASI SISTEM PENJEJAKAN POSISI DENGAN GPS MELALUI JARINGAN GSM-CSD BERBASIS VISUAL BASIC TUGAS AKHIR

PEMROGRAMAN PERANGKAT LUNAK APLIKASI SISTEM PENJEJAKAN POSISI DENGAN GPS MELALUI JARINGAN GSM-CSD BERBASIS VISUAL BASIC TUGAS AKHIR PEMROGRAMAN PERANGKAT LUNAK APLIKASI SISTEM PENJEJAKAN POSISI DENGAN GPS MELALUI JARINGAN GSM-CSD BERBASIS VISUAL BASIC TUGAS AKHIR Oleh YULIANTO SETIAWAN 0405230515 TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Perubahan vertikal muka air laut secara periodik pada sembarang tempat di pesisir atau di lautan merupakan fenomena alam yang dapat dikuantifikasi. Fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

Memantau apa saja dengan GPS

Memantau apa saja dengan GPS Memantau apa saja dengan GPS (Global Positioning System) Dalam film Enemy of The State, tokoh pengacara Robert Clayton Dean (diperankan oleh Will Smith) tiba-tiba saja hidupnya jadi kacau-balau. Ke mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; - Hal. 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; a. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik b.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]: BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasang Surut Laut Pasut laut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa dan luar

Lebih terperinci

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-712 Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer Mohammad Hadi Kunnuha dan Akbar Kurniawan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM

AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM AKUISISI DATA GPS UNTUK PEMANTAUAN JARINGAN GSM Dandy Firdaus 1, Damar Widjaja 2 1,2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Depok,

Lebih terperinci

Kita awali fenomena geosfer dari yang pertama: Atmosfer

Kita awali fenomena geosfer dari yang pertama: Atmosfer Geosfer merupakan satu istilah yang tidak pernah lepas dari ilmu geografi, karena pada dasarnya geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya gejala-gejala maupun fenomena geosfer berdasarkan

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) TUGAS AKHIR - RG141536 ANALISIS PERUBAHAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN PRECIPITABLE WATER VAPOR DARI GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) VIRDONIO FILA SETIAWAN NRP 3513 100 032 Dosen Pembimbing M. Nur Cahyadi,

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM

PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM PENENTUAN KANDUNGAN UAP AIR DI ATMOSFIR DENGAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM Agustan Staf Dit. TISDA-BPPT Abstrak Selama teknologi Global Positioning System (GPS) identik dengan penentuan posisi di permukaan

Lebih terperinci