BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia dengan dinamika bumi yang tinggi. Hal ini disebabkan di wilayah ini terdapat pertemuan dua lempeng tektonik yaitu Lempeng Indo-ustralia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng ini membentuk zona subduksi yang memiliki arah dan jenis penunjaman yang tidak seragam (Prawirodirdjo, 2000). Zona subduksi di Sumatera merupakan wilayah yang paling sering melepaskan energi gempabumi (Setyonegoro, dkk., 2012). Kepulauan Mentawai terletak di bagian paling barat Sumatera dan termasuk wilayah zona subduksi Segmen Mentawai. Kepulauan ini terdiri atas tiga pulau utama yang berpenghuni yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, dan Pulau Pagai. Gempa tektonik sering terjadi di ketiga pulau ini. Pada tanggal 10 Juli 2013 Kepulauan Mentawai kembali diguncang gempa tektonik. Gempa tektonik ini terjadi secara berturut dengan kekuatan 5,2 SR dan 5,3 SR. Kedua gempa tektonik ini terjadi sebagai akibat adanya aktivitas sesar naik di zona subduksi Segmen Mentawai. Meskipun tidak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa, namun gempa tektonik yang terjadi menimbulkan trauma masyarakat di Kepulauan Mentawai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bock dan Prawirodirdjo (2003) menunjukkan bahwa total energi yang dilepaskan di sepanjang Segmen Mentawai sampai tahun 2007 tidak lebih dari sepertiga energi yang terlepas dari total energi yang sudah terkumpul lagi sejak gempabumi tahun 1797 dan Sementara itu, gempabumi memiliki sifat berulang. Hal ini menunjukkan bahwa gempabumi akan terjadi lagi di masa yang akan datang dalam periode tertentu. Perulangan gempa tersebut dinamakan earthquake cycle (Sarsito, dkk., 2005). Oleh karena itu, gempa tektonik Mentawai masih memiliki resiko perulangan gempa yang tinggi. Satu earthquake cycle memiliki beberapa fase gempabumi yaitu interseismic, pre-seismic, coseismic, dan post-seismic. Satu cycle gempabumi ini dapat berlangsung dalam kurun waktu seratus tahun (Sarsito, dkk., 2005). Data 1

2 pengamatan geodetik seperti data pengamatan stasiun GPS kontinyu dapat mendokumentasikan dengan baik fase-fase gempabumi. Data pengamatan geodetik ini juga dapat memberikan besar deformasi dari suatu blok kerak bumi pada saat fase coseismic maupun post-seismic. Pulau Sumatera terdapat stasiun-stasiun GPS yang melakukan pengukuran geodetik secara kontinyu. Stasiun ini dikenal dengan stasiun SuGr (Sumatran GPS Data rray). Data pengamatan stasiun ini dapat digunakan untuk memantau deformasi di sekitar Pulau Sumatera. Gempabumi tektonik yang sering terjadi di Kepulauan Mentawai menunjukkan adanya dinamika bumi yang tinggi di wilayah Segmen Mentawai, sehingga diperlukan pengkajian objek alam dan buatan manusia dalam ukuran, dimensi, dan posisi yang berubah dalam ruang dan waktu. Pengkajian ini dapat didekati dengan konsep yang menyatakan bahwa pergerakan masa bumi dapat menyebabkan perubahan orientasi sistem referensi geodetik, sehingga posisi titik di permukaan bumi dan kecepatannya mengalami perubahan. Kedua perubahan ini digunakan untuk mengetahui pergerakan lempeng tektonik (Grafarend dalam Widjajanti, 1997). nalisis perubahan posisi dan kecepatan titik pantau merupakan bagian dari analisis deformasi. Meskipun deformasi merupakan dinamika bumi skala lokal, namun deformasi dapat ditafsirkan sebagai pergerakan suatu titik pada suatu benda yang bersifat absolut atau relatif (Widjajanti, 1997). Terdapat dua metode untuk menganalisis deformasi yaitu analisis geometrik dan interpretasi fisik. nalisis geometrik dilakukan dengan menggunakan data pengamatan geodetik, sedangkan interpretasi fisik dilakukan dengan menggunakan status fisik dari materi yang terdeformasi. Penelitian ini menggunakan metode analisis geometrik karena proses analisis deformasi menggunakan data pengamatan geodetik stasiun SuGr. Berdasarkan perhitungan total energi yang dilepaskan di sepanjang Segmen Mentawai sampai tahun 2007 dan adanya kemungkinan terjadinya perulangan gempa tektonik (Bock dan Prawirodirdjo, 2003), maka diperlukan pemantauan pergerakan lempeng tektonik di Kepulauan Mentawai. Pemantauan pergerakan lempeng tektonik ini dapat dilakukan dengan melakukan analisis deformasi geometrik di Segmen Mentawai. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis besar dan arah deformasi geometrik Segmen Mentawai pada fase interseismic, coseismic dan post-seismic gempa tektonik 10 Juli

3 I.2. Rumusan Masalah danya aktivitas dua lempeng tektonik di zona subduksi Segmen Mentawai telah menimbulkan gampa tektonik di Kepulauan Mentawai. Tercatat pada tanggal 10 Juli 2013 gempa tektonik kembali terjadi secara berturut-turut dengan kekuatan 5,2 dan 5,3 SR. Gempa tektonik ini menunjukkan adanya aktivitas tektonik yang tinggi di wilayah tersebut. Selain itu, berdasarkan perhitungan total energi yang dilepaskan di sepanjang Segmen Mentawai, mengakibatkan masih tingginya potensi perulangan gempa tektonik besar di wilayah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan aktivitas tektonik di zona subduksi Segmen Mentawai, salah satunya dengan pemantauan deformasi aspek geometrik di wilayah tersebut. Namun saat ini belum ada pemantauan deformasi akibat gempa tektonik 10 Juli 2013 di Segmen Mentawai, baik deformasi pada fase interseismic, coseismic maupun post-seismic. I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berapa besar dan arah deformasi Segmen Mentawai pada fase interseismic, coseismic dan post-seismic gempa tektonik 10 Juli 2013? 2. Bagaimana perubahan koordinat stasiun pemantau di Segmen Mentawai akibat gempa tektonik 10 Juli 2013? I.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini adalah : 1. Menentukan besar dan arah deformasi stasiun pemantau di Segmen Mentawai pada fase interseismic, coseismic dan post-seismic gempa tektonik 10 Juli Mengevaluasi perubahan koordinat stasiun pemantau di Segmen Mentawai akibat gempa tektonik 10 Juli

4 I.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini adalah informasi besar dan arah deformasi aspek geometrik tiga pulau utama Kepulauan Mentawai yang berada di Segmen Mentawai, serta perubahan koordinat stasiun pemantau selama fase-fase gempa tektonik Juli Penelitian ini menggunakan data pengamatan GPS kontinyu selama 1 tahun yaitu pada tahun 2013, sehingga informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk memantau aktivitas tektonik yang terjadi di wilayah Segmen Mentawai pada tahun I.6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Penelitian ini menggunakan 10 stasiun SuGr dengan lima stasiun terletak di tiga pulau utama Kepulauan Mentawai, yaitu BST, SMGY, PKRT, TLLU, TNTI, TIKU, PRY, PSKI, TRTK, dan MKMK. 2. Data pengamatan 10 stasiun SuGr diolah dengan menggunakan perangkat lunak GMIT/GLOBK nalisis deformasi geometrik menggunakan analisis pergeseran posisi titik pantau dengan uji kesebangunan jaring dan uji pergeseran titik pantau pada fase interseismic, coseismic, dan post-seismic gempa tektonik 10 Juli Evaluasi perubahan koordinat stasiun pemantau Segmen Mentawai dilakukan dengan uji statistik dan evaluasi hasil plotting koordinat selama tahun I.7. Tinjauan Pustaka Pulau Sumatera merupakan pulau di Indonesia yang memiliki dinamika bumi yang tinggi karena adanya pertemuan Lempeng Indo-ustralia dan Eurasia dengan kecepatan 5 s.d 6 cm/tahun (Prawirodirdjo, 2000). ktivitas tektonik ini merupakan aktivitas sesar naik di zona subduksi Pulau Sumatera. Tingginya aktivitas tektonik di wilayah ini mengakibatkan gempa bumi yang sering terjadi di sekitar wilayah pertemuan Lempeng dan zona subduksi. ktivitas tektonik ini sering menimbulkan gempabumi di sekitar zona subduksi. 4

5 Beberapa gempa besar yang terjadi di Pulau Sumetera adalah gempa pada tahun 1833 dengan kekuatan 8,9 SR dan pada tahun 1797 dengan kekuatan 8,3 s.d 8,7 SR (Setyonegoro,dkk., 2012). Kedua gempa tektonik tersebut membangkitkan tsunami besar yang menyapu perairan Sumatra barat dan Bengkulu. Selain itu, pada tanggal 25 Oktober 2010 terjadi gempa Mentawai dengan magnitude 7,2 SR di kedalaman 10 km, tepatnya pada posisi 3,61 LS s.d 99,93 BT (kurang lebih 78 km baratdaya Pagai Selatan). Gempa Mentawai pada tahun 2010 ini mengakibatkan pengaruh pergerakan horisontal dan vertikal di Segmen Mentawai. Pergerakan yang cukup besar teramati 10 s.d 30 cm untuk horisontal dan 1 s.d 6 cm untuk vertikal yang berada di sekitar pusat gempa. Hasil yang diperoleh menunjukkan gempa Mentawai masih memiliki pengaruh post-seismic (Rusmen, 2012). Hasil pemodelan run-up tsunami akibat gempa mentawai ini memiliki distribusi 6 s.d 8 m dan relatif tinggi di Pulau Pagai Selatan serta menurun di Pulau Pagai Utara (Setyonegoro, dkk., 2012). Perulangan gempa dapat terjadi dalam kurun waktu tertentu. Fase-fase perulangan gempabumi dapat menghasilkan deformasi permanen. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sarsito dkk (2005). Pada penelitian tersebut membahas mengenai implikasi coseismic dan post-seismic horisontal displacement gempa ceh 2004 terhadap status geometrik data spasial wilayah ceh dan sekitarnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fase coseismic gempa ceh 2004 menghasilkan deformasi yang bervariasi sampai mencapai nilai 2,7 m. Fase post-seismic gempa ceh 2004 menghasilkan deformasi sebesar 15 cm setelah 90 hari pasca gempa tektonik. Selain itu, vektor pergerakan pada fase coseismic berlawanan arah dengan vektor pergeseran pada fase interseismic. Meskipun deformasi akibat gempa tektonik ceh 2004 mencapai fraksi meter, namun pengaruhnya terhadap status geometrik data spasial wilayah ceh masih tergantung pada kebutuhan atau spesifikasi teknis kegiatan survei dan pemetaan yang dilakukan. Pulau Sumatera memiliki persebaran stasiun kontrol untuk memantau aktivitas tektonik di pulau ini, yaitu stasiun SuGr. Stasiun-stasiun ini diukur secara kontinyu dengan teknologi GPS. Kualitas data stasiun SuGr dapat dilihat dari data time series masing-masing stasiun. Data stasiun SuGr ini dapat digunakan dalam pemantauan deformasi wilayah Sumatera. Salah satu penggunaannya adalah untuk 5

6 pemantauan deformasi Sumatera akibat gempa cekungan wharton (Pratama,dkk., 2013). Penelitian tersebut bertujuan untuk menghitung vektor pergeseran dari plot time series data pengamatan stasiun GPS SuGr sebelum dan sesudah terjadi gempa di laut sekitar zona subduksi Sumatera. Pengolahan data SuGr (stasiun UMLH) Provinsi ceh selama bulan pril dalam penelitian deformasi ini menunjukkan bahwa stasiun UMLH mengalami pergeseran ke arah utara (X) sebesar 9,8 cm dan pergeseran ke arah timur (Y) sebesar 16,7 cm. Selain penelitian yang dilakukan oleh Pratama dkk (2013), beberapa penelitian deformasi Pulau Sumatera juga dilakukan oleh beberapa peneliti untuk memantau pergerakan lempeng tektonik. Beberapa penelitian yang telah berhasil dilakukan diantaranya adalah penelitian Prawirodirdjo (2010), Sugiyanto dkk (2011) dan Permana (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Prawirodirdjo (2010) bertujuan untuk menganalisis segmentasi patahan siklus gempa bumi pada megathrust Sumatera, yang terjadi pada 26 Desember 2004 Mw 9.1 ndaman, 28 Maret 2005 Mw 8.7 Nias, dan 12 September 2007 Mw 8.4 gempa Mentawai menggunakan data pengamatan stasiun SuGr (Sumatran GPS Data rray). Hasil penelitian Prawirodijdjo (2010) adalah megathrust Sumatra atau Sesar Sumatera mengalami segmentasi, sebuah karakteristik yang dapat terus bertahan selama beberapa siklus gempa. Berdasarkan perbandingan medan kecepatan sampai tahun 2011, zona subduksi Kepulauan Batu dan Enggano telah mengalami pergeseran bebas setelah tahun 2011, sehingga fase interseismic gempa tektonik di zona subduksi ini dapat bervariasi setiap waktu. Penelitian deformasi permukaan patahan aktif Seulimum dan Segmen ceh yang dilakukan oleh Sugiyanto dkk (2010) menggunakan data pengamatan GPS yang diikatkan ke stasiun CORS yang berada di Sampali dan ceh. Tujuan dari penelitian tersebut adalah melakukan pemutakhiran data perubahan koordinat pada jaringan pengamatan GPS wilayah ceh, mempelajari karakteristik patahan aktif segmen ceh dan segmen Seulimum, serta menghitung besar pergeseran post-seismic yang terjadi setelah gempa ceh Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa wilayah ceh masih dipengaruhi oleh aktivitas post-seismic gempa ceh 2004 dengan rata-rata besar pergeserannya adalah 10 mm/tahun. Deformasi post-seismic 6

7 yang masih terus berlangsung akibat gempa ceh 2004 dapat berimplikasi pada potensi kegempaan pada patahan aktif yang ada di daratan ceh. nalisis deformasi Pulau Sumatera juga dilakukan oleh Permana (2012). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dampak gempa Padang 2009 terhadap 28 stasiun SuGr dan mengitung besar regangan yang ditimbulkan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa vektor pergeseran titik-titik pengamatan GPS di Sumatera cenderung bergerak ke arah timurlaut yang mengindikasikan adanya akumulasi energi, sedangkan vektor pergeseran yang mengarah ke baratdaya mengindikasikan adanya pelepasan energi. Kecepatan vektor pergeseran rata-rata dari titik-titik pengamatan GPS sebelum gempa adalah sebesar 0,033 m/tahun dan setelah gempa sebesar 0,031 m/tahun dengan pergerakan mengarah ke timurlaut. Regangan di sekitar daerah kajian menunjukkan adanya pola kompresi dengan nilai maksimum sebesar 1,226 x 10-7 strain yang mengindikasikan potensi terjadinya gempa bumi. Penelitian Permana (2012) ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Mubyarto (2008) yang bertujuan untuk menganalisis pola deformasi interseismic gempa Bengkulu 2007 dari data GPS kontinyu SuGr. Hasil dari penelitian Mubyarto adalah berdasarkan hasil analisis pola deformasi interseismic sebelum gempa Bengkulu 2007 dengan menggunakan data GPS kontinyu SuGr (The Sumatran GPS rray), velocity rate titik-titik yang berada di sepanjang kepulauan Mentawai adalah 2 cm/tahun, dan 1 cm/tahun untuk titik-titik yang berada di sepanjang pantai barat Pulau Sumatra. rah pergerakan pada fase interseismic gempa Bengkulu 2007 ini bergerak ke arah timur atau searah dengan pergerakan lempeng Indo-ustralia. Penelitian deformasi pada fase-fase gempa tektonik juga telah banyak dilakukan di negara lain yang memiliki tingkat potensi gempabumi tinggi, seperti China. Salah satu penelitian yang telah dilakukan di China adalah penelitian Hongbo dkk (2013). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui besar deformasi gempabumi Lushan yang memiliki kekuatan 7,0 SR. Gempabumi ini terjadi setelah gempa 3,0 SR, 5 SR, dan 5,4 SR. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fase coseismic gempabumi Lushan mengakibatkan deformasi horisontal kurang dari 10 mm dan deformasi vertikal kurang dari 5 mm. 7

8 Beberapa penelitian deformasi yang telah disebutkan memerlukan perhitungan data dengan ketelitian yang tinggi. Penelitian yang menggunakan data pengamatan GPS untuk keperluan deformasi, juga memerlukan perangkat lunak dengan ketelitian tinggi atau disebut juga dengan perangkat lunak scientific, salah satunya adalah GMIT/GLOBK. Pengolahan data pengamatan GPS dengan GMIT/GLOBK menghasilkan ketelitan yang tinggi karena memperhitungkan berberapa macam koreksi. Terdapat tiga file koreksi yang harus ada dalam setiap pengolahan, yaitu koreksi pasut, koreksi atmosfer, dan pemodelan cuaca. Pengolahan data pengamatan menggunakan perangkat lunak GMIT/GLOBK untuk keperluan deformasi pulau di wilayah Sumatera dapat menghasilkan ketelitian dalam fraksi milimeter (Rusmen, 2012). Hasil penelitian tersebut juga didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Panuntun (2012). Hasil penelitiannya menunjukkan ketelitian hasil pengolahan GMIT/ GLOBK untuk penentuan posisi anjungan minyak lepas pantai mencapai fraksi milimeter. Keunggulan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis deformasi geometrik Segmen Mentawai akibat gempa tektonik 10 Juli 2013 dengan menggunakan 10 stasiun SuGr. nalisis deformasi geometrik dilakukan pada fase interseismic, fase coseismic, dan fase post-seismic. Selain itu, penelitian ini juga mengevaluasi perubahan koordinat stasiun SuGr akibat gempa tektonik 10 Juli 2013 dengan mengolah data pengamatan 10 stasiun SuGr selama tahun 2013, termasuk pengolahan data pengamatan stasiun SuGr selama satu jam pengamatan untuk mengetahui pergeseran koordinat yang signifikan secara statistik. I.8. Landasan Teori I.8.1. Tektonik Lempeng Lempeng merupakan bagian materi penyusun bumi yang paling atas. Lempeng ini memiliki ketebalan hingga 100 km (Stein, 2003). Bagian-bagian dari bumi ditunjukkan pada Gambar I.1. 8

9 Gambar I. 1. Bagian Bumi (USGS, 2015) Gambar I.1 menunjukkan bagian dalam bumi. Bagian atas bumi terdapat lapisan lithosphere yang terdiri atas kerak bumi dan mantel bumi yang bersifat kaku dan padat. Bagian lithosphere ini terbagi menjadi lempeng-lempeng tektonik. Lempeng tektonik terdiri atas lempeng benua dan lempeng samudera. Teori lempeng tektonik erat kaitannya dengan teori pergerakan benua. Sekitar 250 juta tahun yang lalu, lempeng-lempeng tektonik tergabung dalam satu benua besar yaitu Pangea. Menurut teori pergerakan lempeng benua, satu benua besar tersebut pecah menjadi dua benua besar yaitu Laurasia dan Gondwana. Kemudian kedua benua besar tersebut terus mengalami perpecahan hingga membentuk daratan dan samudera seperti sekarang. Gambar I.2 menunjukkan proses pecahnya lempeng benua pertama yaitu Pangea menurut teori pergerakan lempeng benua. Proses perpecahan lempeng benua ini membentuk membentuk daratan dan samudera seperti sekarang, sehingga daratan yang terbentuk sekarang dapat digabungkan kembali seperti puzzle. 9

10 Gambar I. 2. Teori pergerakan lempeng benua (USGS, 2015) Proses terbentuknya dua lempeng tektonik, yaitu lempeng benua dan lempeng samudera dimulai dari adanya gaya konveksi mantel pada lempeng benua. Gaya konveksi mantel ini merupakan gaya yang ditimbulkan karena adanya tekanan panas bumi. Selama berjuta-juta tahun, adanya gaya konveksi mantel ini mengakibatkan timbulnya suatu celah dan memisahkan satu lempeng benua menjadi dua bagian. Seiring bertambahnya waktu celah antar lempeng benua tersebut menjadi semakin lebar dan membentuk lempeng samudera. Terdapat tujuh lempeng utama penyusun permukaan bumi yaitu lempeng frika, lempeng ntartika, lempeng Indo-ustralia, lempeng Eurasia, lempeng merika Utara (North-merica), lempeng merika Selatan, dan lempeng Pasifik (Kious dan Tilling, 1996). 10

11 Lempeng benua dan lempeng samudera yang terbentuk di lapisan atas bumi terus mengalami pergerakan hingga membentuk suatu zona batas antar lempeng dan sistem sesar. Zona batas antar lempeng dibagi menjadi tiga macam, yaitu zona batas divergent, zona batas convergent, dan zona batas transform. Gambar I. 3. Zona batas lempeng tektonik (Kious dan Tilling, 1996) Gambar I.3 menunjukkan zona-zona batas antar lempeng tektonik. Zona batas divergent merupakan zona batas pertemuan antara dua lempeng tektonik dengan pergerakan saling menjauhi. Zona batas convergent merupakan zona batas pertemuan antara dua lempeng tektonik dengan pergerakan saling bertumbukan. Tumbukan antar lempeng ini bisa terjadi antara lempeng benua dengan lempeng benua, lempeng benua dengan lempeng samudera, dan lempeng samudera dengan lempeng samudera. Sedangkan zona batas transform merupakan zona batas pertemuan lempeng tektonik yang bergerak saling berpapasan. Gambar I.4. merupakan zona batas pertemuan dua lempeng tektonik, yaitu lempeng Eurasia dan lempeng North-merica. Zona batas pertemuan antara kedua lempeng ini termasuk kedalam zona batas divergent. Hal ini ditunjukkan dengan adanya arah pergeseran kedua lempeng tektonik yang saling menjauhi. 11

12 Gambar I.4. Zona batas divergent (USGS, 2015) Gambar I.5 memberikan gambaran zona convergent yang dibentuk oleh lempeng samudera dan lempeng benua. Karena lempeng samudera memiliki rapat massa yang lebih besar dari pada lempeng benua, maka lempeng samudera menyusup ke bawah. Pergerakan tersebut mengindikasikan adanya akumulasi energi hingga pada suatu saat dapat dilepaskan secara tiba-tiba. Pelepasan energi secara tiba-tiba ini menimbulkan gempa tektonik. Oleh karena itu, zona batas convergent berpotensi dapat menimbulkan gempa tektonik. Selain itu, zona batas convergent biasanya juga diikuti dengan terbentuknya gunung api di sekitar zona tersebut. Gambar I.5. Zona batas convergent (USGS, 2015) 12

13 I.8.2. Zona Subduksi Lempeng Tektonik Pulau Sumatera Zona subduksi Pulau Sumatera terbentuk karena adanya tumbukan Lempeng Indo-ustralia dan Eurasia. Lempeng Indo-ustralia bergerak ke utara-timurlaut, sedangkan lempeng Eurasia yang relatif bergerakan ke arah baratdaya. Kedua aktivitas Lempeng tektonik ini ditunjukkan pada Gambar I.6. Gambar I.6. Zona subduksi Pulau Sumatera (modifikasi dari EOS, 2012) Gambar I.6 menunjukkan aktivitas tumbukan lempeng antara lempeng Indo- ustralia dan Eurasia. Lempeng Indo-ustralia yang rapat massanya lebih besar ketika bertumbukan dengan lempeng Eurasia di zona subduksi menyusup ke bawah. Gerakan tektonik tersebut menyebabkan adanya gesekan di selubung bumi. Pergerakan tersebut juga mengakibatkan adanya penumpukan energi di zona subduksi sehingga terjadi tarikan, tekanan, dan pergeseran di wilayah tersebut. Pada saat batas elastisitas lempeng terlampaui, maka terjadi patahan batuan yang diikuti lepasnya energi secara tiba-tiba. ktivitas tektonik ini menimbulan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempa tektonik (Pratama, dkk., 2013). Pulau Sumatera terdapat tiga zona subduksi yaitu Sesar Sumatera (Sumatran Fault), Segmen Mentawai, dan Sunda Megathrust. Ketiga zona subduksi ini terbentuk karena aktivitas lempeng Indo-ustralia dan Eurasia. Zona subduksi Segmen Mentawai di Kepulauan Mentawai dapat dilihat pada Gambar I.7. 13

14 TNTI BTET TIKU PRY TLLU PSKI TRTK Gambar I. 7. Zona subduksi Segmen Mentawai (modifikasi dari EOS, 2012) Gambar I.7 menunjukkan zona subduksi Segmen Mentawai karena aktivitas tumbukan lempeng tektonik Indo-ustralia dan Eurasia. Pada Gambar I.7 dapat dilihat bahwa Segmen Mentawai meliputi daerah tiga pulau utama Kepulauan Mentawai yaitu Pulau Siberut, Pulau Sipora, dan Pulau Pagai. Lokasi tiga pulau utama berpenghuni Kepulauan Mentawai inilah yang sering terguncang gempa tektonik. I.8.3. Pergerakan Blok Sunda Pergerakan lempeng tektonik erat kaitannya dengan teorema euler fixed point atau yang dikenal dengan nama euler pole. Teorema euler fixed point menjelaskan bahwa setiap pergerakan lempeng tektonik di permukaan bumi berotasi mengelilingi suatu sumbu atau pole (Rusmen, 2012). Stasiun SuGr yang digunakan dalam penelitian ini terdapat di suatu blok lempeng yang dikenal dengan Blok Sunda. Teorema euler menjelaskan bahwa perubahan kecil dari suatu posisi yang terdefinisi di suatu lempeng dapat diuraikan berdasarkan sumbu rotasinya (Kuncoro, 2013). Parameter rotasi euler terdiri atas kutub euler (lintang dan bujur) serta kecepatan sudut rotasi. Ilustrasi parameter rotasi euler ditunjukkan Gambar I.8. 14

15 Z (+) ω V Y (+) X (+) Bumi Gambar I. 8. Parameter rotasi euler (modifikasi dari Kuncoro, 2013) Gambar I.8 menunjukkan parameter rotasi euler. Kutub euler ditunjukkan oleh lingkaran kuning, sedangkan blok lempeng ditunjukkan oleh kotak warna biru. Kecepatan sudut rotasi blok dinyatakan sebagai ω, dan kecepatan blok dinyatakan sebagai V. Dalam model parameter rotasi euler ini bumi dimodelkan dalam bentuk bulat atau bola. Berdasarkan penelitian Kuncoro (2013), solusi parameter rotasi Blok Sunda adalah 46,202 ± 0,620 o N untuk lintang kutub euler, dan -85,899 ± 0,256 o E untuk bujur kutub euler. Sedangkan kecepatan sudut rotasi Blok Sunda adalah 0,370 ± 0,004 derajat/juta-tahun. Estimasi parameter Blok Sunda tersebut menunjukkan bahwa blok sunda bergerak berlawanan arah jarum jam dengan kecepatan 25 s.d 35 mm/tahun. rah kecepatan pergerakan Blok Sunda cenderung ke arah timur (Permana, 2012). rah pergerakan lempeng tektonik di Pulau Sumatera menjadi lebih jelas apabila efek pergerakan Blok Sunda dihilangkan dalam pengolahan data pengamatan GPS. I.8.4. Fase Gempabumi Gempabumi memiliki sifat berulang. Siklus perulangan ini sering disebut dengan earthquake cycle. Terdapat beberapa fase dalam satu siklus perulangan gempa, yaitu interseismic, pre-seismic, coseismic, dan post-seismic. Satu siklus 15

16 Pre-seismic gempabumi ini biasanya berlangsung selama kurun waktu 100 tahun (Sarsito, dkk., 2005). Fase interseismic merupakan fase awal dari suatu siklus gempabumi. Pada fase ini, energi dari dalam bumi menggerakkan lempeng dan energi mulai terakumulasi di bagian batas antar lempeng dan patahan. Fase pre-seismic merupakan fase yang terjadi sesaat sebelum gempabumi terjadi (Sarsito, dkk., 2005). Fase coseismic merupakan fase ketika gempa utama terjadi. Pada fase ini getaran pada bumi dirasakan paling kuat seiring terjadinya pelepasan energi secara tiba-tiba. Ketika fase coseismic terjadi, maka kerak bumi dapat terdeformasi secara permanen sampai orde meter. Fase post-seismic terjadi ketika sisa-sisa energi gempa terlepaskan dan kondisi kembali pada tahap kesetimbangan awal. Fase ini masih dapat menghasilkan deformasi secara permanen mencapai orde sub-meter (Sarsito, dkk., 2005). Post-Seismic New Interseismic Co-seismic Interseismic Gambar I. 9. Grafik satu earthquake cycle (modifikasi dari Sarsito, dkk., 2005) Gambar I.9. menunjukkan fase-fase gempabumi dalam satu earthquake cycle yaitu fase interseismic, pre-seismic, co-seismic, dan post-seismic. Ketika fase postseismic berakhir dan kerak bumi kembali dalam kondisi kesetimbangan awal, maka satu siklus gempabumi telah berakhir dan fase interseismic baru dimulai kembali. Hasil pengamatan stasiun GPS dapat digunakan untuk pemantauan aktivitas tektonik. Dari hasil perhitungan data pengamatan GPS, fenomena fase interseismic ditunjukkan dengan vektor pergeseran titik pantau GPS selama selang waktu tertentu. 16

17 rah pergerakan pada fase interseismic cenderung searah dengan arah pergerakan lempeng samudera terhadap lempeng benua (Sarsito, dkk., 2005). Pada fase coseismic, hasil pengataman data GPS berlawanan dengan fase interseismic (Permana, 2012). Sedangkan pada fase post-sesismic, hasil pengamatan data GPS juga menunjukkan hasil yang berlawanan dengan fase interseismic (Mubyarto, 2008). I.8.5. Gempa Tektonik 10 Juli 2013 Gempa tektonik diakibatkan karena adanya pelepasan energi secara tiba-tiba pada zona batas pertemuan lempeng tektonik. Gempa tektonik dengan kekuatan 5,2 dan 5,3 SR terjadi di Kepulauan Mentawai pada tanggal 10 Juli Gempa tektonik tersebut terjadi secara berturut-turut pada dini hari pukul 00:04:16 WIB dan 00:14:23 WIB (BMKG, 2013). Gempa pertama dengan kekuatan 5,3 SR berpusat di 3,41 LS dan 100,21 BT dengan kedalaman 32 km. Gempa tektonik ini berpusat di sekitar kawasan Segmen Mentawai, tepatnya di kawasan Pulau Pagai. Diperkirakan energi yang tersimpan pada zona batas lempeng ini sudah mengecil karena telah dilepaskan pada gempa tektonik tahun Namun, di sekitar kawasan Pulau Siberut masih menyimpan energi yang besar sehingga masih berpotensi timbulnya gempa tektonik (BMKG, 2013). Pusat gempa tektonik 10 Juli 2013 yang pertama ditunjukkan Gambar I.10. Pusat Gempa Gambar I. 10. Pusat gempa tektonik (5,3 SR) 10 Juli 2013 (BMKG, 2013) 17

18 Gempa tektonik 10 Juli 2013 kedua dengan kekuatan 5,2 SR berpusat di 3,34 LS dan 100,33 BT dengan kedalaman 22 km. Pusat gempa ini berjarak ± 1 km dari pusat gempa yang pertama. Pusat gempa kedua ini ditunjukkan pada Gambar I.11. Pusat Gempa Gambar I. 11. Pusat gempa tektonik (5,2 SR) 10 Juli 2013 (BMKG, 2013) Meskipun tidak menimbulkan potensi tsunami dan tidak menimbulkan kerusakan serta korban jiwa, namun kedua gempa tektonik yang terjadi menimbulkan trauma masyarakat di Kepulauan Mentawai. Selain itu, masih adanya potensi terjadinya pelepasan energi yang dapat menimbulkan gempa di sekitar Kepulauan Mentawai, terutama Pulau Siberut, menjadi suatu hal yang harus diperhatikan dan diwaspadai oleh masyarakat maupun pemerintah. I.8.6. Global Positioning System (GPS) GPS (Global Positioning System) merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang didesain untuk untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Teknologi GPS ini terdiri atas tiga segmen, yaitu segmen kontrol, segmen angkasa, dan segmen pengguna. 18

19 Gambar I. 12. Tiga segmen teknologi GPS (El-Rabbany, 2002) Gambar I.12 menunjukkan tiga segmen yang ada dalam teknologi GPS. Segmen satelit terdiri atas satelit-satelit GPS yang beredar pada orbitnya masingmasing. Orbit satelit GPS memiliki inklinasi 55 o dengan ketinggian rata-rata adalah km. Satu lintasan orbit satelit terdapat empat satelit GPS. Masing-masing satelit GPS dilengkapi dengan jam atom yang digunakan untuk perhitungan jarak satelit ke receiver GPS. Segmen kontrol terdiri atas stasiun-stasiun pemantau orbit satelit GPS. Segmen kontrol ini menentukan informasi broadcast ephemeris yang digunakan dalam perhitungan koordinat. Secara spesifik segmen kontrol terdiri atas Ground Control Stations (GCS), Monitor Stations (MS), Prelaunch Compatibility Stations (PCS), dan Master Control Stations (MCS) (bidin, 1995). Segmen pengguna atau dalam Gambar I.12 dikenal dengan user segment merupakan pihak pengguna dari teknologi GPS. Dalam segmen pengguna, diperlukan suatu receiver GPS untuk menangkap sinyal satelit GPS, sehingga didapatkan posisi dari segmen pengguna. Receiver GPS ini juga dilengkapi dengan jam untuk mengukur waktu tempuh sinyal GPS, namun jam receiver ini tidak lebih teliti dari jam satelit. Global Navigation Sattelite System atau yang dikenal dengan GNSS merupakan perkembangan dari teknologi GPS. GNSS merupakan gabungan dari beberapa satelit pengamatan posisi seperti GPS milik merika Serikat, GLONSS 19

20 milik Eropa, dan COMPSS milik China (Panuntun, 2012). Masing-masing satelit tersebut memiliki tiga segmen yang telah diuraikan sebelumnya. Dengan adanya teknologi GNSS ini, pengukuran posisi suatu titik di permukaan bumi menjadi lebih teliti karena jumlah satelit yang terekam oleh receiver lebih banyak. Namun, dalam pengolahan data pengamatan dibutuhkan suatu transformasi datum untuk mengintegrasikan hasil pengamatan dari beberapa satelit. I.8.7. Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan posisi dengan GPS pada dasarnya dilakukan dengan prinsip pengikatan ke belakang yaitu dengan mengukur jarak dari beberapa satelit yang diketahui posisinya sehingga posisi pengamat dapat dihitung. Pengamatan dengan teknologi GPS menghasilkan koordinat dalam sistem koordinat geodetik (φ, λ, h), koordinat kartesi tiga dimensi (X,Y,Z) dan parameter waktu. Pengukuran jarak pada saat pengamatan dan pengukuran menggunakan teknologi GPS dibagi menjadi dua jenis (Rizos, 1999) yaitu pengukuran pseudorange dan carrier phase. Pengukuran pseudorange merupakan jarak yang diukur dari waktu perambatan sinyal satelit dari satelit ke receiver. Pengukuran dilakukan oleh receiver dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit dan replika kode yang diformulasikan dalam receiver. Sedangkan untuk pengukuran dengan carrier phase merupakan pengukuran yang dilakukan dengan mengukur beda fase sinyal GPS. Proses hitungan dilakukan dengan mengurangkan fase sinyal pembawa dari satelit dengan sinyal yang dibangkitkan dalam receiver. Penetuan posisi dengan teknologi GPS dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode absolut dan metode relatif. Metode absolut atau point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik yang dapat ditentukan dengan menggunakan sebuah receiver GPS. Karakteristik dari metode absolut adalah pengukuran yang dilakukan pada satu titik pengamatan, dan pengukuran jarak yang hanya dilakukan dari satelit GNSS ke titik pengamatan berdasarkan jumlah ranging yang terekam oleh antena. Penentuan posisi GPS dengan metode relatif adalah penentuan suatu titik pengamatan yang ditentukan relatif terhadap posisi titik yang lain yang diketahui koordinatnya. Pengukuran dengan metode ini minimal membutuhkan dua receiver 20

21 GPS atau lebih. Pengukuran antar dua titik pengamatan menghasilkan suatu jarak yang dikenal sebagai jarak basis (baseline). Karakteristik dari metode relatif adalah pengukuran yang dilakukan minimal dua titik pengamatan, dan terdapat data pengamatan yang saling overlaping. Penentuan posisi metode relatif ini telah dikembangkan menjadi beberapa sistem pengukuran, salah satunya adalah metode relatif kinematik. Pengukuran GNSS metode relatif kinematik merupakan metode pengukuran dengan melakukan pengamatan di dua titik atau lebih dalam waktu bersamaan, dengan salah satu titik sebagai base station dan titik yang lain sebagai rover yang bergerak. Base station berfungsi sebagai titik yang memberikan koreksi pengukuran terhadap posisi rover. Pemberian koreksi ini dapat dilakukan dengan post processing maupun secara real time pada waktu pengukuran. Dalam pemberian koreksi secara real time dilakukan menggunakan gelombang radio, bluetooth, dan via internet. I.8.8. International GNSS Service (IGS) IGS merupakan badan multi nasional yang menyediakan data GPS, informasi ephemeris satelit GPS, serta informasi pendukung keperluan geodetik lainnya. IGS ini didirikan oleh International ssociation of Geodesy (IG) pada tahun 1993, dan mulai beroperasi pada tahun Saat ini, IGS memiliki stasiun pengamat yang berjumlah sekitar 200 stasiun yang tersebar di permukaan bumi. Persebaran stasiun IGS ditunjukkan pada Gambar I.13. Gambar I. 13. Persebaran IGS (NS, 2015) 21

22 Gambar I.13 menujukkan persebaran IGS di permukaan bumi. Data pengamatan IGS biasanya digunakan sebagai titik ikat dalam pengolahan data pengamatan menggunakan teknologi GPS. Data pengamatan IGS dapat diunduh secara gratis di situs I.8.9. Sumatran GPS Data rray (SuGr) Sumatran GPS Data rray (SuGr) merupakan stasiun-stasiun GPS yang terdistribusi di Pulau Sumatera. Stasiun-stasiun ini melakukan pengamatan geodetik secara kontinyu selama 24 jam per hari. Stasiun SuGr dikembangkan oleh Earth Observatory of Singapore (EOS) dan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI). Sejak tahun 2002, stasiun SuGr digunakan untuk memantau aktivitas tektonik di Pulau Sumatera. Stasiun-stasiun SuGr dapat merekam data pengukuran 100 KBytes sampai 1 MBytes per hari dengan sampling rate yang digunakan adalah 15 detik (McLoughlin, dkk., 2003). Persebaran stasiun SuGr dapat dilihat pada Gambar Gambar I. 14. Persebaran stasiun SuGr (modifikasi dari EOS, 2012) 22

23 Gambar I.14 menunjukkan persebaran stasiun SuGr di Pulau Sumatera. Terdapat 11 stasiun SuGr di tiga pulau utama Kepulauan Mentawai. Stasiun BST, SMGY, PKRT, TLLU, dan TNTI terletak di tiga pulau utama Kepulauan Mentawai yang merupakan wilayah zona subduksi Segmen mentawai atau pada Gambar I.13 dikenal dengan Mentawai Backthrust. Stasiun BST dan SMGY terletak di Pulau Pagai, stasiun PKRT terdapat di Pulau Sipora, sedangkan stasiun TLLU dan TNTI terdapat di Pulau Siberut. Kelima stasiun ini terletak di barat Segmen Mentawai. Stasiun TIKU, PRY, PSKI, TRTK, dan MKMK terletak di timur Segmen Mentawai. I Pengolahan Data Pengamatan GPS Data pengamatan GPS tidak lepas dari adanya kesalahan. Kesalahan dan bias yang sering terjadi pada pengukuran adalah kesalahan karena efek ionosphere, troposphere, kesalahan jam satelit, kesalahan jam receiver, kesalahan ambiguitas fase, kesalahan cycle slip, dan kesalahan efek multipath. Kesalahan ini dapat dihilangkan atau direduksi dengan teknik pengolahan diferensial. Dalam pengolahan data GPS dikenal tiga teknik differencing, yaitu single differencing, double differencing, dan triple differencing (bidin, 1995). I Single difference. Teknik diferensial ini dilakukan dengan menggunakan dua data pengamatan one-way menjadi satu hasil pengamatan single difference. Satu pengamatan one-way dirumuskan sebagai persamaan I.1 dan I.2 (bidin, 1995) : P = ρ + dρ + d trop + d ion + (dt dt) + MP + vp...(i.1) L = ρ + dρ + d trop + d ion + (dt dt) + λ.n + MC + vc...(i.2) Dalam hal ini, P : data ukuran pseudorange ρ : jarak geometrik satelit ke pengamat dρ : efek kesalahan orbit satelit d trop : kesalahan troposphere d ion : kesalahan ionosphere dt : kesalahan jam receiver dt : kesalahan jam satelit 23

24 MP : efek multipath pseudorange vp : noise pada pseudorange λ : panjang gelombang sinyal GPS N : ambiguitas fase MC : efek multipath fase gelombang GPS vc : noise pada fase gelombang GPS Persamaan I.1 merupakan persamaan one-way yang menggunakan beda waktu, sedangkan persamaan I.2 merupakan persamaan one-way yang menggunakan beda fase. Teknik single difference dapat dilakukan pada pengukuran antar pengamat, antar satelit, dan antar kala. Teknik single difference antar pengamat dilakukan pada kondisi pengukuran dengan dua pengamat, satu satelit, dan satu kala. Hasil single difference antar pengamat ditunjukkan pada persamaan I.3 dan I.4. P = ρ + dρ + d trop + d ion + dt + MP + vp...(i.3) L = ρ + dρ + d trop d ion + dt + λ. N + MC + vc...(i.4) Berdasarkan persamaan I.3 dan I.4, teknik single difference dapat menghilangkan kesalahan jam satelit dan mereduksi kesalahan troposphere dan ionosphere. Teknik single difference antar satelit dilakukan pada pengukuran dengan dua satelit, satu pengamat, dan satu kala. Hasil single difference antar satelit ditunjukkan pada persamaan I.5 dan I.6. P = ρ + dρ + d trop + d ion dt + MP + vp...(i.5) L = ρ + dρ + d trop d ion dt + λ. N + MC + vc...(i.6) Berdasarkan persamaan I.5 dan I.6, teknik single difference dapat menghilangkan kesalahan jam receiver dan mereduksi kesalahan troposphere dan ionosphere. Teknik single difference antar kala dilakukan pada pengukuran dengan dua kala, satu pengamat, dan satu satelit. Hasil single difference antar satelit ditunjukkan pada persamaan I.7 dan I.8. P = ρ + dρ + d trop + d ion + dt dt + MP + vp...(i.7) L = ρ + dρ + d trop d ion + dt dt + MC + vc...(i.8) Berdasarkan persamaan I.7 dan I.8, teknik single difference dapat menghilangkan kesalahan ambiguitas fase pada pengolahan data menggunakan beda fase. 24

25 I Double difference. Teknik differensial ini dilakukan dengan menggunakan empat data pengamatan one-way atau dua data pengamatan single difference menjadi satu hasil pengamatan double difference. Teknik ini dapat dilakukan pada pengukuran antara pengamat-satelit, pengamat-kala, dan satelit-kala. Pengamatan double difference antara pengamat-satelit dilakukan pada dua pengamat, dua satelit, dan satu kala. Hasil teknik double difference ditunjukkan pada persamaan I.9 dan I.10. P = ρ + dρ + d trop + d ion + MP + vp...(i.9) L = ρ + dρ + d trop d ion + λ. N + MC + vc...(i.10) Berdasarkan persamaan I.9 dan I.10, teknik double difference dapat menghilangkan kesalahan jam satelit dan receiver, serta meminimalkan kesalahan troposphere dan ionosphere. Pengamatan double difference antara pengamat dan kala dilakukan pada dua pengamat, satu satelit, dan dua kala. Hasil teknik double difference ditunjukkan pada persamaan I.11 dan I.12. P = ρ + dρ + d trop + d ion + dt + MP + vp...(i.11) L = ρ + dρ + d trop d ion + dt + MC + vc...(i.12) Berdasarkan persamaan I.11 dan I.12, teknik double difference dapat menghilangkan kesalahan jam satelit dan kesalahan ambiguitas fase, serta meminimalkan kesalahan troposphere dan ionosphere. Pengamatan double difference antara satelit dan kala dilakukan pada dua satelit, satu pengamat, dan dua kala. Hasil teknik double difference ditunjukkan pada persamaan I.13 dan I.14. P = ρ + dρ + d trop + d ion + dt + MP + vp...(i.13) L = ρ + dρ + d trop d ion + dt + MC + vc...(i.14) Berdasarkan persamaan I.13 dan I.14, teknik double difference dapat menghilangkan kesalahan jam receiver dan kesalahan ambiguitas fase, serta meminimalkan kesalahan troposphere dan ionosphere. I Triple difference. Teknik differensial ini dilakukan dengan menggunakan delapan data pengamatan one-way atau dua data pengamatan double difference menjadi satu hasil pengamatan triple difference. Teknik ini dapat 25

26 dilakukan pada pengukuran dengan dua titik pengamat, dua satelit, dan dua kala. Hasil teknik triple difference ditunjukkan pada persamaan I.15 dan I.16. δp = δρ + δdρ + δd trop + δd ion + δmp + δvp...(i.15) δl = δρ + δdρ + δd trop δd ion + δmc + δvc...(i.16) Berdasarkan persamaan I.15 dan I.16, teknik double difference dapat menghilangkan kesalahan jam satelit dan receiver, menghilangkan kesalahan ambiguitas fase, serta meminimalkan kesalahan troposphere dan ionosphere. I Pengolahan Data Pengamatan Menggunakan GMIT/GLOBK Perangkat lunak GMIT/GLOBK terdiri atas dua perangkat yaitu perangkat lunak GMIT dan perangkat lunak GLOBK. GMIT merupakan perangkat lunak ilmiah fully automatic processing untuk menganalisis data GPS yang komprehensif dan dikembangkan oleh Massachusetts Institute of Technology. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk melakukan perhitungan posisi tiga dimensi dan satelit orbit. International GNSS Service (IGS) berdiri pada tahun Perkembangan IGS memungkinkan adanya perkembangan pengolahan data GPS secara otomatis. Dalam proses perhitungan posisi tiga dimensi, GMIT melibatkan data pengamatan stasiunstasiun kontinyu di seluruh dunia termasuk IGS. GLOBK merupakan suatu paket program yang dapat mengkombinasikan data survei teristris dan ekstrateristris. File input pada pengolahan GLOBK adalah matriks kovarian dari data koordinat stasiun, parameter rotasi bumi, parameter orbit, dan koordinat hasil pengamatan lapangan (Herring,dkk., 2006). File yang digunakan untuk pengolahan GLOBK adalah h-file yang merupakan hasil pengolahan GMIT. GLOBK dapat mengkombinasikan hasil pengolahan data pengamatan harian untuk menghasilkan koordinat stasiun rata-rata dari pengamatan multidays, mengkombinasikan hasil pengamatan selama bertahun-tahun untuk menghasilkan koordinat stasiun, dan melakukan estimasi koordinat stasiun dari pengamatan individual yang digunakan untuk menghasilkan time series koordinat. I Perataan jaring pada GMIT. Perataan jaring menggunakan perangkat lunak GMIT menggunakan teknik double difference. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan prinsip hitung kuadrat terkecil parameter berbobot (nonim, 2000). Sebagai contoh, dilakukan hitungan dengan menggunakan data pengukuran dua titik 26

27 pengamatan () dan (B) serta dua satelit (i) dan (j). Jarak yang terbentuk dari dua titik pengamatan tersebut ditunjukkan pada persamaan I.17 dan I.18. i i i X t X Y t 2 i Y Z t Z 2 2 j j X t X Y t 2 j Y Z t Z 2 2 B B B... (I.17) j B...(I.18) Dengan koordinat pendekatan titik pengamatan () adalah X Y, Z maka koordinat stasiun pengamatan () ditentukan dengan persamaan I.19. X Y Z X Y 0 Z 0 0 dx dy dz,... (I.19) Selanjutnya dilakukan proses linearisasi persamaan I.17 dan persamaan I.18, hasilnya seperti persamaan I.20. i j B Dalam hal ini, cx cy cz i0 i i i t cx t. dx cy t. dy cz t. dz j0 j j j t B cx t. dx B cy t. dyb cz t. dzb : turunan persamaan terhadap dx : turunan persamaan terhadap dy : turunan persamaan terhadap dz... (I.20) Dengan melakukan subtitusi persamaan I.20 ke persamaan double difference antara pengamat dan satelit, didapatkan solusi persamaan double difference seperti yang ditunjukkan persamaan I.21. ij ij0 ij ij ij ij ij t t cx t. dx cy t. dy cz t. dz N vc t LB B. B B...(I.21) Persamaan double difference ini menggunakan data beda fase. Selanjutnya, dilakukan hitung kuadrat terkecil parameter berbobot untuk mendapatkan koordinat pengamat (). V = X + L... (I.22) P = [ P P 2 ]... (I.23) = [ L = [ cx ij t cy ij t cz ij t L ij ij 0 t t B B λ]... (I.24) ]... (I.25) 27

28 dx dy X = [ ]... (I.26) dz N Dalam hal ini, V P ij ρl B X ij ρ B : matriks residu : matriks bobot : matriks desain : matriks ukuran : matriks parameter : jarak satelit-pengamat pendekatan Hasil pengolahan data pengamatan menggunakan GMIT berupa solusi bias fixed dan solusi bias free. Solusi ini didapatkan dari perhitungan double difference data beda fase yang dilakukan dua kali, yaitu dengan ambiguity-fixed dan ambiguityfloat. mbiguitas fase disebabkan oleh adanya ambiguitas jumlah gelombang penuh dan tidak penuh yang terekam oleh receiver GPS. I Evaluasi hasil pengolahan GMIT. Untuk mengevaluasi hasil pengolahan GMIT dapat dilakukan dengan menganalisis nilai fract dan postfit nrms sebagai output dari pengolahan GMIT. Nilai postfit nrms dihitung dengan persamaan I.27 dan I.28 (Herring, dkk., 2006). Postfit nrms = x2 (n u)... (I.27) x 2 = σ 2 σ 2 Dalam hal ini, σ 2 σ 2 n u...(i.28) : varian aposteriori untuk unit bobot : varian apriori untuk unit bobot : jumlah ukuran : ukuran minimum 28

29 Postfit nrms merupakan perbandingan nilai varian aposteriori dan varian apriori untuk unit bobot. Standar kualitas postfit nrms adalah ± 0,25. pabila nilai postfit nrms lebih besar dari 0,25 maka mengindikasikan masih terdapat efek cycle slip yang belum dihilangkan berkaitan dengan parameter bias ekstra atau terdapat kesalahan dalam pemodelan (Herring, dkk., 2006). Nilai fract merupakan perbandingan antara nilai adjust dan nilai formal. Nilai fract digunakan untuk menganalisis apakah terdapat nilai adjust yang janggal dan perlu tidaknya iterasi untuk mendapatkan nilai adjust yang bebas dari efek nonlinear. Nilai adjust menunjukkan besarnya perataan yang diberikan pada parameter hitungan. Sedangkan nilai formal menunjukkan ketidakpastian pada pemberian bobot untuk perhitungan kuadrat terkecil. Kontrol kualitas nilai fract adalah nilai fract tidak boleh lebih dari 10 (Herring, dkk., 2006). I Perataan koordinat pada GLOBK. Proses hitungan pada GLOBK merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan solusi-solusi hasil pengolahan data pengamatan. da tiga program utama dalam GLOBK, yaitu GLOBK, GLRED, dan GLORG. GLOBK merupakan proses Kalman Filter untuk mengkombinasikan data pengolahan harian GMIT dan untuk mendapatkan estimasi posisi rata-rata titik pengamatan. GLORG melakukan pengikatan titik-titik pengamatan terhadap titik-titik referensi yang diberikan. Sedangkan GLRED melakukan perhitungan posisi pada masing-masing hari, sehingga ketelitian posisi yang diperoleh dapat dibandingkan per waktu tertentu. I Evaluasi hasil pengolahan GLOBK. Untuk mengevaluasi hasil pengolahan GLOBK dapat dilihat pada log file dan plot time series. Log file menunjukkan konsistensi data harian secara internal dan plot time series digunakan untuk melihat data outliers. Log file berisi nilai stastistik termasuk simpangan baku yang digunakan untuk analisis terhadap nilai koordinat hasil olahan. Sedangkan plot time series menampilkan nilai weighted root mean square (wrms) dan normal root mean square (nrms). Nilai wrms yang baik dan tidak menunjukkan adanya data outliers adalah di bawah 10 mm (Herring, dkk., 2006). Selain itu, evaluasi juga bisa dilakukan dengan melihat nilai stastistik chi-squared increament per degree of freedom x 2 /f dimana nilai x 2 /f tidak boleh lebih dari 10 dan limit maksimal adalah 30 (Lestari, 2006). 29

30 I Sistem Koordinat Toposentrik Pengolahan data pengamatan GPS yang diolah menggunakan GMIT/GLOBK menghasilkan koordinat stasiun pengamatan dalam sistem koordinat kartesi 3D dan koordinat toposentrik. Hubungan sistem koordinat kartesi 3D dan toposentrik ditunjukkan Gambar I.15. U (+) Z(+) N(+) Horison Pengamat h E (+) O X(+) λ N λ Y(+) Gambar I.15. Hubungan sistem koordinat kartesi 3D dan sistem koordinat toposentrik (modifikasi dari Fahrurrazi, 2011) Gambar I.15. menunjukkan hubungan antara posisi dalam sistem koordinat kartesi 3D dan sistem koordinat toposentrik. Dalam penelitian ini posisi dalam koordinat kartesi 3D memiliki komponen (X, Y, Z) dan posisi dalam koordinat toposentrik memiliki komponen East (E), North (N), dan Up (U). Sistem koordinat kartesi 3D memiliki origin salib sumbu yang berimpit dengan pusat massa bumi (Fahrurrazi, 2011). Sedangkan sistem koordinat toposentrik memiliki origin salib sumbu di titik pengamatan GPS. Sumbu E (+) menunjukkan arah timur. Sumbu N (+) menunjukkan arah utara. Sedangkan sumbu U merupakan komponen vertikal. Sumbu U terbentuk dari garis perpanjangan jari-jari kelengkungan normal titik pengamat. Pada Gambar I.15 jarijari kelengkungan normal titik pengamat () ditunjukkan sebagai N. 30

31 I Datum Bumi yang memiliki dinamika tinggi, dalam keilmuan geodesi dapat dimodelkan menjadi dua macam, yaitu model bumi fisis dan model bumi matematis. Model bumi matematis digunakan untuk mempermudah proses hitungan geodetik misalnya untuk penentuan posisi. Model bumi matematis terdiri atas model bumi elipsoid dan model bumi bola. Model bumi elipsoid ini menggunakan datum untuk mendefinisikan bentuknya. Datum merupakan parameter yang digunakan sebagai acuan untuk mendefinisikan geometri elipsoid bumi (Fahrurrazi, 2011). Parameter datum terdiri atas dua parameter yang mendefinisikan elipsoid yaitu sumbu panjang dan penggepengan, tiga parameter translasi yang mendefinisikan origin elipsoid, dan tiga parameter rotasi yang mendefinisikan arah sumbu-sumbu (X,Y, dan Z) elipsoid. Dalam pengukuran dan penentuan posisi menggunakan teknologi GPS, didapatkan posisi pengamat di atas suatu datum referensi, yaitu WGS 84. Posisi di atas datum WGS 84 ini dapat digambarkan dalam sistem koordinat kartesi 3D maupun sistem koordinat geodetik. Gambaran datum WGS 84 ditunjukkan pada Gambar I.16. Meridian Greenwhich ZP Z h Meridian Pengamat P Ekuator a XP O λ φ YP Y X b Gambar I. 16. Koordinat kartesi 3D dan geodetik (modifikasi dari Fahrurrazi, 2011) 31

32 Gambar I.16 menunjukkan koordinat kartesi 3D yang dinyatakan dalam (X, Y, Z) dan koordinat geodetik yang dinyatakan dalam (φ, λ, h). Kedua sistem ini menggunakan elipsoid WGS 84, dengan setengah sumbu panjang sebesar m dan penggepengan (1/f) sebesar 298, (Jekeli, 2006). I Deformasi Deformasi merupakan perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang, 1996). Deformasi juga diartikan sebagai perubahan kedudukan atau pergerakan suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif, dan lebih disebabkan oleh adanya pergerakan lempeng (Widjajanti, 1997). Pergerakan secara absolut adalah gerakan pada suatu sistem referensi tertentu yang dilihat dari titik itu sendiri, sedangkan pergerakan secara relatif adalah gerakan pada suatu sistem referensi tertentu yang dilihat dari titik lain. Efek-efek dari penyebab deformasi atau pergeseran pada suatu materi menciptakan reaksi yang sebanding dengan sifat geometrik dan jenis material dari materi yang terdeformasi tersebut. Beban atau gaya berat materi merupakan gaya penyebab deformasi. Bekerjanya gaya berat pada suatu materi yang disertai pengaruh gaya berat dari materi di sekitarnya dalam suatu selang waktu mempengaruhi bentuk geometri materi tersebut. Reaksi yang terjadi mempengaruhi posisi, bentuk, dan dimensi materi yang terdeformasi. nalisis deformasi dari aspek geometrik, perlu menerapkan kerangka dasar. nalisis deformasi bertujuan untuk menentukan kuantifikasi pergeseran dan parameter-parameter deformasi, yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan waktu. Penyelidikan deformasi pada suatu objek pengamatan biasanya dilakukan berulang pada kala yang berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran berulang tersebut, didapatkan perbedaan koordinat titik-titik pantau sehingga besar dan parameterparameter deformasi dapat ditentukan. I Jenis-jenis Deformasi Deformasi pada suatu materi dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu translasi, rotasi, dan regangan. Translasi merupakan perpindahan posisi materi sesuai dengan sumbu koordinat acuan tanpa mengalami perubahan bentuk (Widjajanti, 1997). Rotasi merupakan perubahan posisi suatu materi yang membenuk perubahan sudut terhadap koordinat acuan tanpa mengalami perubahan bentuk. Sedangkan regangan 32

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengecekan Kualitas Data Observasi Dengan TEQC Kualitas dari data observasi dapat ditunjukkan dengan melihat besar kecilnya nilai moving average dari multipath untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Cuplikan data kegempaan wilayah Sumatera bagian utara tahun 2011 (BMKG, 2015) 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang mempunyai aktifitas geodinamika yang cukup tinggi di Indonesia. Aktifitas geodinamika yang tinggi di Indonesia disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Grafik One Earthquake cycle fase interseismic postseismic[andreas, 2005] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat, gempa sendiri terjadi akibat pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran ini terjadi karena adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Rumusan Masalah BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pantai barat pulau Sumatera merupakan pertemuan lempeng Indo-ustralia dengan lempeng Eurasia. Hingga saat ini, lempeng Indo-ustralia masih terus bersubduksi di bawah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Subduksi antara Lempeng Samudera dan Lempeng Benua [Katili, 1995] BAB II DASAR TEORI II. 1. Gempabumi II. 1.1. Proses Terjadinya Gempabumi Dinamika bumi memungkinkan terjadinya Gempabumi. Di seluruh dunia tidak kurang dari 8000 kejadian Gempabumi terjadi tiap hari, dengan

Lebih terperinci

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra

BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra BAB III Deformasi Interseismic di Zona Subduksi Sumatra 3.1 Data Catatan Sejarah Gempa Besar di Zona Subduksi Sumatra Data catatan sejarah gempa besar pada masa lalu yang pernah terjadi di suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pengukuran geodesi dilakukan di atas bumi fisis yang bentuknya tidak beraturan. Untuk memudahkan dalam perhitungan data hasil pengukuran, bumi dimodelkan dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur merupakan salah warisan dunia yang dimiliki oleh Indonesia. Tidak sedikit wisatawan mancanegara maupun wisatawan dalam negeri yang sengaja mengunjungi

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array)

Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (Sumatran GPS Array) Analisa Perubahan Kecepatan Pergeseran Titik Akibat Gempa Menggunakan Data SuGar (n GPS Array) Bima Pramudya Khawiendratama 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), dan Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika,

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Pulau Sumatra merupakan pulau yang terletak pada zona subduksi lempeng Eurasia dengan Indo-Australia di wilayah barat Indonesia. Zona subduksi ini merupakan zona yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu karakteristik bumi adalah bumi merupakan salah satu bentuk alam yang bersifat dinamis yang disebabkan oleh tenaga-tenaga yang bekerja di dalam bumi itu sendiri

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK

PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF Sri Rezki Artini ABSTRAK PENGGUNAAN TITIK IKAT GPS REGIONAL DALAM PENDEFINISIAN STASIUN AKTIF GMU1 YANG DIIKATKAN PADA ITRF 2008 Sri Rezki Artini Staf pengajar Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Politeknik Negeri Sriwijaya Jalan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan pulau yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar yaitu Philippine sea plate, Carolin plate dan Pacific plate. Pertemuan tiga lempeng

Lebih terperinci

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn

Trench. Indo- Australia. 5 cm/thn. 2 cm/thn Setelah mengekstrak efek pergerakan Sunda block, dengan cara mereduksi velocity rate dengan velocity rate Sunda block-nya, maka dihasilkan vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr seperti pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang subduksi Gempabumi Bengkulu 12 September 2007 magnitud gempa utama 8.5 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Australia dan lempeng Pasifik merupakan jenis lempeng samudera dan bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Pada zaman sekarang teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat, tak terkecuali teknologi dalam bidang survei dan pemetaan. Salah satu teknologi yang sedang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BB I PENDHULUN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng benua, yaitu lempeng Eurasia, Indo-ustralia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada era yang semakin modern ini mengakibatkan pesatnya perkembangan teknologi. Salah satunya adalah teknologi untuk penentuan posisi, yaitu seperti Global Navigation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kepulauan Sangihe merupakan kabupaten pemekaran yang berada di 244 km utara Manado ibukota Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Kepuluan Sangihe berada di antara dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar belakang. tatanan tektonik yang kompleks. Pada bagian barat Indonesia terdapat subduksi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar yakni lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang menjadikan Indonesia memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumber energi minyak bumi dan gas alam mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlangsungan berbagai aktifitas yang dilakukan manusia. Seiring perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesar Cimandiri (gambar 1.1) merupakan sesar aktif yang berada di wilayah selatan Jawa Barat, tepatnya berada di Sukabumi selatan. Sesar Cimandiri memanjang dari Pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan terjadi gempabumi karena berada pada pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Aktivitas kegempaan

Lebih terperinci

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr

Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr C93 Estimasi Nilai Pergeseran Gempa Bumi Padang Tahun 2009 Menggunakan Data GPS SuGAr I Dewa Made Amertha Sanjiwani 1), Ira Mutiara Anjasmara 2), Meiriska Yusfania 3) Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015

Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 A389 Analisa Pergeseran Titik Pengamatan GPS pada Gunung Merapi Periode Januari-Juli 2015 Joko Purnomo, Ira Mutiara Anjasmara, dan Sulistiyani Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 SOFTWARE BERNESE 5.0 Pengolahan data GPS High Rate dilakukan dengan menggunakan software ilmiah Bernese 5.0. Software Bernese dikembangkan oleh Astronomical Institute University

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007

BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 BAB IV Analisis Pola Deformasi Interseismic Gempa Bengkulu 2007 4.1 Analisis Vektor Pergeseran Sebelum Gempa Bengkulu 2007 Dari hasil plotting vektor pergeseran titik-titik GPS kontinyu SuGAr yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi dengan magnitude besar yang berpusat di lepas pantai barat propinsi Nangroe Aceh Darussalam kemudian disusul dengan bencana tsunami dahsyat, telah menyadarkan

Lebih terperinci

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PENGAMATAN GPS EPISODIK DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengamatan Data Salah satu cara dalam memahami gempa bumi Pangandaran 2006 adalah dengan mempelajari deformasi yang mengiringi terjadinya gempa bumi

Lebih terperinci

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik.

batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi merupakan peristiwa bergetarnya bumi karena pergeseran batuan pada kulit bumi secara tiba-tiba akibat pergerakaan lempeng tektonik. Pergerakan tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara dimana terdapat pertemuan 3 lempeng tektonik utama bumi. Lempeng tersebut meliputi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai salah satu situs warisan budaya dunia, Candi Borobudur senantiasa dilakukan pengawasan serta pemantauan baik secara strukural candi, arkeologi batuan candi,

Lebih terperinci

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS

BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS BAB III DEFORMASI BERDASARKAN MODEL DISLOKASI DAN VEKTOR PERGESERAN GPS III.1. Pengamatan Deformasi Akibat Gempabumi dengan GPS Deformasi akibat gempabumi nampak jelas mengubah bentuk suatu daerah yang

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016 HITUNGAN KECEPATAN PERGERAKAN STASIUN SUGAR AKIBAT PROSES INTERSEISMIK GEMPA MENTAWAI 2007 Much Jibriel Sajagat, Moehammad Awaluddin, Bambang Darmo Yuwono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penentuan posisi/kedudukan di permukaan bumi dapat dilakukan dengan metode terestris dan ekstra-terestris. Penentuan posisi dengan metode terestris dilakukan dengan

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Verifikasi TDT Orde 2 BPN dengan Stasiun CORS BPN-RI Kabupaten Grobogan Rizna Trinayana, Bambang Darmo Yuwono, L. M. Sabri *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penetuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini didesain untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI

BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI BAB II SEISMISITAS WILAYAH INDONESIA KHUSUSNYA PANGANDARAN DAN SURVEI GPS SEBAGAI METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BUMI 2.1 Seismisitas Wilayah Indonesia Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan seismisitas

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi BAB II DASAR TEORI 2.1 Gunungapi Gunungapi terbentuk sejak jutaan tahun lalu hingga sekarang. Pengetahuan tentang gunungapi berawal dari perilaku manusia dan manusia purba yang mempunyai hubungan dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup

Latar Belakang STUDI POST-SEISMIC SEISMIC GEMPA ACEH 2004 MENGGUNAKAN DATA GPS KONTINYU. Maksud & Tujuan. Ruang Lingkup STUDI POST-SISMIC SISMIC GMPA ACH 2004 MGGUAKA DATA GPS KOTIYU Ole : Imron Malra Setyawan 15103027 Latar Belakang Interseismik Gempa Bumi artquake Cycle Pre-seismik Co-seismik Post-seismik Pemantauan Potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN

Laporan Tugas Akhir Pemodelan Numerik Respons Benturan Tiga Struktur Akibat Gempa BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini lahan untuk pembangunan gedung yang tersedia semakin lama semakin sedikit sejalan dengan bertambahnya waktu. Untuk itu, pembangunan gedung berlantai banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gempa bumi pada tahun 2006 yang terjadi di Yogyakarta mengindikasikan keberadaan Sesar Opak. Sesar Opak adalah sesar yang terletak di sekitar sebelah barat Sungai

Lebih terperinci

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu

Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu 364 Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu Rahmad Aperus 1,*, Dwi Pujiastuti 1, Rachmad Billyanto 2 Jurusan

Lebih terperinci

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami

Gb 2.5. Mekanisme Tsunami TSUNAMI Karakteristik Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu dari kata tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sudah tidak asing lagi bagi kita semua, karena seringkali diberitakan adanya suatu wilayah dilanda gempa bumi, baik yang ringan

Lebih terperinci

RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2

RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2 RELOKASI SUMBER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE MARET 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1, TATOK YATIMANTORO 2 1 Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh 2 Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Pendahuluan

Lebih terperinci

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun

Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun Sebaran Jenis Patahan Di Sekitar Gunungapi Merapi Berdasarkan Data Gempabumi Tektonik Tahun 1977 2010 Fitri Puspasari 1, Wahyudi 2 1 Metrologi dan Instrumentasi Departemen Teknik Elektro dan Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Hubungan Persebaran Episenter Gempa Dangkal dan Kelurusan Berdasarkan Digital Elevation Model di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta I.2.

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH

MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH MELIHAT POTENSI SUMBER GEMPABUMI DAN TSUNAMI ACEH Oleh Abdi Jihad dan Vrieslend Haris Banyunegoro PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh disampaikan dalam Workshop II Tsunami Drill Aceh 2017 Ditinjau

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

TEORI TEKTONIK LEMPENG

TEORI TEKTONIK LEMPENG Pengenalan Gempabumi BUMI BENTUK DAN UKURAN Bumi berbentuk bulat seperti bola, namun rata di kutub-kutubnya. jari-jari Khatulistiwa = 6.378 km, jari-jari kutub=6.356 km. Lebih dari 70 % permukaan bumi

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2015 PERHITUNGAN DEFORMASI GEMPA KEBUMEN 2014 DENGAN DATA CORS GNSS DI WILAYAH PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Budi Prayitno, Moehammad Awaluddin, Bambang Sudarsono *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng

BAB II DASAR TEORI Tektonik Lempeng BAB II DASAR TEORI 2.1. Tektonik Lempeng Bumi berbentuk ellipsoid. Bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Lapisan-lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan suatu Lembaga Pemerintah yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional

Lebih terperinci

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara

PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS. Bayu Baskara PEMETAAN BAHAYA GEMPA BUMI DAN POTENSI TSUNAMI DI BALI BERDASARKAN NILAI SESMISITAS Bayu Baskara ABSTRAK Bali merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami karena berada di wilayah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis BAB I KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 1.1. Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya

Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya Implikasi Co-Seismic dan Post-Seismic Horizontal Displacement Gempa Aceh 2004 Terhadap Status Geometrik Data Spasial Wilayah Aceh dan Sekitarnya Andreas H., D.A. Sarsito, M.Irwan, H.Z.Abidin, D. Darmawan,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) Pembahasan dasar teori GPS pada subbab ini merupakan intisari dari buku Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya oleh [Abidin, 2007] dan SURVEI

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016

Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 F318 Analisa Perubahan Ionosfer Akibat Gempa Bumi Sumatra Barat Tanggal 2 Maret 2016 Febrian Adi Saputra dan Mokhamad Nur Cahyadi Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1

PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI Oleh ZULHAM SUGITO 1 PENENTUAN HIPOSENTER GEMPABUMI DI WILAYAH PROVINSI ACEH PERIODE JANUARI 2018 Oleh ZULHAM SUGITO 1 1 PMG Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh Pendahuluan Aktifitas tektonik di Provinsi Aceh dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... iii KATA PENGANTAR.... iv ABSTRAK.... v ABSTRACT.... vi DAFTAR ISI.... vii DAFTAR GAMBAR.... ix DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Supriyanto Rohadi, Bambang Sunardi, Rasmid Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tektonik, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng mikro Filipina. Interaksi antar lempeng mengakibatkan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API

PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API PERBANDINGAN PERUBAHAN TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) IONOSFER AKIBAT GEMPA BUMI DAN LETUSAN GUNUNG API Mokhamad Nur Cahyadi 1, Febrian Adi Saputra 1 Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon

Puslit Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang Bandung Telepon Tim Peneliti Gempa, tergabung dalam LabEarth bagian dari Poklit Gempa dan Geodinamika, telah berhasil memetakan besar dan lokasi gempa-gempa yang terjadi di masa lalu serta karakteristik siklus gempanya,

Lebih terperinci

LOKASI POTENSI SUMBER TSUNAMI DI SUMATERA BARAT

LOKASI POTENSI SUMBER TSUNAMI DI SUMATERA BARAT LOKASI POTENSI SUMBER TSUNAMI DI SUMATERA BARAT Badrul Mustafa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas Email: rulmustafa@yahoo.com ABSTRAK Akibat tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia dimana

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN GPS KINEMATIK Oleh : Lysa Dora Ayu Nugraini 3507 100 012 Dosen Pembimbing : Eko Yuli Handoko, ST, MT DEFORMASI Deformasi

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK Lysa Dora Ayu Nugraini, Eko Yuli Handoko, ST, MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya

Lebih terperinci

S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!!

S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!! S e l a m a t m e m p e r h a t i k a n!!! 14 Mei 2011 1. Jawa Rawan Gempa: Dalam lima tahun terakhir IRIS mencatat lebih dari 300 gempa besar di Indonesia, 30 di antaranya terjadi di Jawa. Gempa Sukabumi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa,

Lebih terperinci

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pengembangan Program Analisis Seismic Hazard dengan Teorema Probabilitas Total Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Gempa bumi adalah peristiwa bergeraknya permukaan bumi atau permukaan tanah secara tiba-tiba yang diakibatkan oleh pergerakan dari lempenglempeng bumi. Menurut M.T. Zein gempa

Lebih terperinci

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.

Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. 1.1 Apakah Gempa Itu? Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran tersebut disebabkan oleh pergerakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA

ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA ULASAN GUNCANGAN TANAH AKIBAT GEMPA BUMI BARAT LAUT KEP. SANGIHE SULAWESI UTARA Oleh Artadi Pria Sakti*, Robby Wallansha*, Ariska

Lebih terperinci

Penentuan Posisi dengan GPS

Penentuan Posisi dengan GPS Penentuan Posisi dengan GPS Dadan Ramdani Penggunaan GPS sekarang ini semaikin meluas. GPS di disain untuk menghasilkan posisi tiga dimensi secara cepat dan akurat tanpa tergantung waktu dan cuaca. Beberapa

Lebih terperinci