Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang NBA dengan Teknik Ozonisasi dan Modifikasinya dengan Ligan Etilendiamin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang NBA dengan Teknik Ozonisasi dan Modifikasinya dengan Ligan Etilendiamin"

Transkripsi

1 Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang NBA dengan Teknik zonisasi dan Modifikasinya dengan Ligan Etilendiamin Dwi Endah Rachmawati, Prof. Endang Asijati, W., M.Sc dan Dr. Helmiyati, M.Si Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok Abstrak Modifikasi serat rayon dengan etilendiamin (EDA) tidak dapat dilakukan secara langsung. Pada penelitian ini, dilakukan pencangkokan glisidil metakrilat (GMA) sebagai perantara serat rayon dengan ligan etilendiamin. Sebelumnya serat rayon diikat silang dengan N,N -metilenbisakrilamida (NBA) untuk meningkatkan ketahanan fisik maupun kimia. Proses ikat silang maupun pencangkokan diinisiasi dengan pretreatment teknik ozonisasi. Kinetika pencangkokan dipelajari untuk mengetahui hubungan laju pencangkokan dengan konsentrasi GMA/ozon. Serat tercangkok kemudian dimodifikasi dengan EDA pada kondisi optimum. Kondisi optimum pencangkokan GMA pada serat rayon terikat silang melalui teknik ozonisasi yaitu pada suhu 70 o C, waktu reaksi 150 menit, dan konsentrasi GMA 5% menghasilkan persen pencangkokan 202,76%. Pada proses modifikasi, reaksi pembukaan cincin gugus epoksi oleh amina memiliki kondisi optimum yaitu pada suhu 80 C, waktu reaksi 4 jam, dan konsentrasi EDA 30%. Persen konversi gugus epoksi yang dihasilkan yaitu sebesar 67,72% mol dan diperoleh kapasitas pertukaran ion sebesar 4,88 mek/gram. Proses ikat silang, pencangkokan, dan modifikasi dikarakterisasi dengan FTIR. Dilakukan pula uji derajat pengembangan serat dan ketahanan terhadap asam dan basa untuk mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia serat. Keywords: rayon, glycidil methacrylate (GMA), N,N -methylenebisacrylamide (NBA), ozonation, ethylenediamine (EDA) 1. PENDAHULUAN Studi mengenai kopolimerisasi cangkok monomer vinil pada serat selulosa telah banyak dilakukan. Pemilihan selulosa sebagai rantai utama (backbone) polimer didasarkan pada ketersediaannya yang mudah, biaya yang relatif murah, kapasitas adsorpsi yang baik, dan sebagainya [1]. Salah satu jenis selulosa yang dapat digunakan sebagai rantai utama yaitu serat rayon. Serat rayon merupakan serat semi sintesis yang dibuat dari serat alami selulosa dan memiliki unit berulang lebih panjang daripada selulosa alami. Serat rayon disenangi karena bentuknya yang memudahkan membandingkan polimerisasi pencangkokan asam akrilat pada serat rayon dengan inisiator radiasi-γ dan bahan kimia ceric ammonium nitrate (CAN). Hasilnya, diperoleh bahwa metoda radiasi-γ menghasilkan persen pencangkokan yang lebih besar serta lebih baik ketahanan termalnya dibandingkan dengan menggunakan CAN [4]. Pencangkokan asam akrilat pada serat rayon terikat silang N,N -Metilenbisakrilamida (NBA) dengan teknik ozonisasi telah dilakukan. Teknik ozonisasi ini memberikan hasil keberulangan yang baik, lebih sederhana pengerjaannya dibandingkan teknik radiasi, dan dapat diatur persen pencangkokan yang diinginkan [5]. Selain itu, ozonisasi merupakan metode inisiasi termal yang memiliki banyak kelebihan yaitu membentuk peroksida yang terdistribusi seragam pada permukaan polimer, memiliki keberulangan yang baik, relatif murah, kondisi pencangkokan dapat dikontrol, serta dapat pemisahan kembali adsorben dari matriks sampel yang berupa cairan. Selain itu, adanya gugus hidroksi menyebabkan serat rayon memberikan respon yang baik dalam interaksinya dengan cairan maupun gas [2]. Akan tetapi, serat rayon kurang baik ketahanannya terhadap asam maupun basa sehingga perlu dilakukan proses ikat silang (crosslink). Proses ikat silang maupun kopolimerisasi biasanya didahului oleh tahap inisiasi. Tahap inisiasi dapat dilakukan dengan menggunakan fotokatalis UV [3], reaksi kimia reduksi-oksidasi (redoks), radiasi [4], maupun inisiator termal [5]. Kaur et al. telah diaplikasikan pada permukaan polimer yang memiliki geometri rumit [6]. Pada proses ikat silang, N,N - metilenbisakrilamida (NBA) digunakan sebagai agen pengikat silang. NBA memiliki dua gugus ikatan rangkap sehingga dapat mengikat silang polimer rayon yang menyebabkan naiknya tingkat kekakuan. Ikat silang bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik maupun sifat kimia serat rayon. Dengan demikian, serat rayon yang akan dicangkok dengan monomer fungsional memiliki ketahanan yang lebih baik. Glisidil metakrilat (GMA) merupakan monomer yang memiliki dua gugus fungsi, yaitu vinil dan epoksida. Dengan adanya kedua gugus fungsi tersebut, GMA banyak digunakan pada modifikasi polimer sebagai penghubung antara rantai utama polimer dengan gugus kelat. GMA telah berhasil dicangkokkan pada kanji maupun turunan selulosa seperti carboxy methyl cellulose (CMC) dengan

2 -( )- -( )- fotoinisiator UV. Agar diperoleh pencangkokan yang optimum, perlu diteliti kondisi optimum yang meliputi suhu, waktu, dan konsentrasi GMA. Serat rayon terikat silang NBA yang telah dicangkok GMA (serat rayon-g-gma) kemudian dimodifikasi dengan cara direaksikan dengan ligan etilendiamin. Gugus epoksi pada GMA akan mengalami reaksi pembukaan cincin karena bereaksi dengan gugus amina pada etilendiamin. Hasil sintesis dari serat termodifikasi ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai resin penukar ion. Kapasitas pertukaran ion serat termodifikasi diukur untuk mengetahui jumlah gugus aktif yang terdapat pada permukaan serat. Gambaran umum reaksi keseluruhan tercantum pada Gbr 1. Serat rayon awal maupun yang telah dimodifikasi dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR. Selain itu, serat rayon awal, serat rayon terikat silang, dan serat rayon setelah pencangkokan diamati perubahan sifat fisika maupun sifat kimianya. Parameter yang diuji yaitu derajat pengembangan (swelling) serta ketahanan terhadap asam dan basa. 3 H zonisasi H H 3 N N H H NBA Proses Ikat Silang H GMA Pencangkokan GMA H 2 N NH -()- n H 2 N EDA -( )- n H n Reaksi Aminasi Gbr 1. Skema reaksi modifikasi serat rayon H HN n 2. METDE PENELITIAN 2.1. Persiapan Serat Rayon Serat rayon (PT Indho-Barat Rayon) diekstrak dalam soxlet dengan pelarut n-heksana selama 3 jam. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C selama 4 jam Proses Pembentukan Serat Rayon Terikat Silang Sebanyak 4,00 gram serat rayon dimasukkan ke dalam tabung impinger untuk diozonisasi selama 90 menit dengan laju alir 1L/menit. Serat yang telah diozonisasi kemudian ditambahkan larutan monomer NBA 5% (w/v) dalam pelarut metanol:air (1:9) [7]. Lalu tabung dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 C selama 3,5 jam sambil dialiri gas N2.

3 Serat rayon terikat silang yang terbentuk kemudian dicuci dengan aquades panas dan dingin sampai larutan pencuci jernih. Kemudian diekstraksi dengan soxlet dengan pelarut monomer selama 2 jam. Terakhir, produk yang dihasilkan tersebut dikeringkan dalam oven sampai massa konstan. Persen pencangkokan dihitung dengan menggunakan rumus umum sebagai berikut. W = massa serat rayon terikat silang W 0 = massa serat awal 2.3. ptimasi Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Sebanyak 0,50 gram serat terikat silang diozonisasi kembali pada laju alir 1 L/menit selama 60 menit. Konsentrasi monomer GMA yang divariasikan sejumlah 3%, 4%, 5%, dan 6% (v/v) dilarutkan dalam pelarut metanol:air (4:6) [8] hingga volumenya 25 ml. Reaksi dilakukan pada variasi suhu 50 C, 60 C, 70 C, dan 80 C selama variasi waktu 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit, dan 180 menit. Produk yang terbentuk untuk selanjutnya disebut serat rayon-g-gma Modifikasi Serat Rayon-g-GMA oleh Etilendiamin [9] Sebanyak 0,40 gram serat rayon-g-gma direndam dalam etilendiamin 30% (v/v) dalam pelarut aquades. Kemudian dipanaskan sambil terus diaduk pada suhu 80 C selama 4 jam. Serat termodifikasi lalu dicuci dengan aquades hingga netral dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C hingga bobot konstan Penentuan Kapasitas Pertukaran Ion Sebanyak 0,1 gram serat rayon termodifikasi etilendiamin direndam dalam 25 ml HCl 1 N selama 2 jam. Setelah penyaringan, diambil 5 ml filtrat dan diencerkan hingga kira-kira 50 ml. Kadar asam yang tersisa dalam larutan tersebut diukur melalui titrasi dengan larutan NaH 0,1 N yang telah distandardisasi dengan menggunakan indikator phenol phtalein (PP). Kadar amina total pada polimer dihitung dari selisih asam total dikurangi asam sisa reaksi dengan serat termodifikasi. Kadar amina total inilah yang diukur sebagai kapasitas pertukaran ion Penentuan Derajat Pengembangan Serat Derajat pengembangan serat ditentukan dengan merendam sejumlah tertentu serat termodifikasi ke dalam air demineral selama 1 jam. Kemudian disaring dan didiamkan selama 30 menit sampai tidak ada air yang menetes, lalu ditimbang. Derajat pengembangan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: W 2 = massa serat setelah direndam W 1 = massa serat sebelum direndam 2.7. Uji Ketahanan terhadap Asam dan Basa Serat termodifikasi diuji ketahanannya terhadap kondisi asam dan basa dengan cara merendam serat dalam larutan HCl 2 N dan NaH 2 N selama 1 jam pada suhu ruang. Kemudian dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan. Selanjutnya perubahan berat antara berat awal dan berat akhir serat diamati Karakterisasi dengan FTIR Serat rayon awal, serat rayon terikat silang, serat rayon-g-gma, dan serat rayon termodifikasi EDA diencerkan dengan pelet KBr, lalu dikarakterisasi dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengaruh Variasi Suhu terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang ptimasi suhu pencangkokan dilakukan untuk memperoleh persen pencangkokan GMA yang paling besar berdasarkan variasi suhu. Pengaruh suhu pencangkokan terhadap persen pencangkokan dapat dilihat pada Gbr 2. Suhu optimum pencangkokan GMA pada serat rayon yaitu pada 70 C. Semakin tinggi suhu, maka persen pencangkokan semakin besar hingga titik tertentu. Hal ini dapat disebabkan karena semakin banyak jumlah gugus peroksida dan hidroperoksida yang berubah menjadi radikal sehingga semakin banyak pula gugus vinil pada monomer GMA yang diserang. Akibatnya, kopolimer semakin banyak yang terbentuk Pengaruh Variasi Waktu terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Pengaruh variasi waktu terhadap persen pencangkokan tercantum pada Gbr 3. Persen pencangkokan meningkat seiring bertambahnya waktu reaksi hingga menit ke-150, kemudian menurun kembali pada waktu reaksi yag lebih lama. Hal ini dapat disebabkan karena semakin lama waktu

4 reaksi, maka interaksi monomer radikal dengan situs aktif pada serat rayon terikat silang semakin besar. Menurunnya kembali persen pencangkokan pada waktu reaksi yang lebih lama dapat disebabkan karena terminasi tidak dapat balik dari reaksi kopling radikal. Kemungkinan lainnya yaitu karena rantai polimer yang sedang tumbuh saling menghancurkan satu sama lain yang menyebabkan homopolimerisasi reaksi radikal monomer dan backbiting radikal aktif [10]. meningkatnya konsentrasi GMA hingga konsentrasi GMA 5%. Semakin banyak monomer yang tersedia, semakin besar peluang reaksi monomer tersebut dengan gugus aktif pada serat rayon terikat silang. Sebaliknya, semakin sedikit monomer, maka proses pencangkokan akan berjalan lebih lambat. Menurunnya persen pencangkokan pada konsentrasi 6% dapat disebabkan menurunnya kemampuan monomer untuk berdifusi. Hal ini dapat disebabkan karena sebagian besar permukaan rayon telah tertutup oleh monomer tercangkok. selain itu, struktur GMA yang sterik dapat juga mengakibatkan semakin sulitnya proses difusi tersebut. persen pencangkokan yang diperoleh yaitu sebesar 202, Modifikasi Serat Rayon-g-GMA oleh Etilendiamin Gbr 2. Pengaruh suhu pencangkokan Pada reaksi pembukaan cincin epoksi oleh etilendiamin, diperoleh persen konversi gugus epoksi sebesar 67,72%. Hal ini menandakan bahwa terdapat gugus epoksi pada GMA yang tidak bereaksi. Reaksi yang terjadi terdapat pada Gbr 5. + H 2 N Gbr 3. Pengaruh waktu pencangkokan H NH Gbr 5. Reaksi pembukaan cincin epoksi GMA oleh EDA Gbr 4. Pengaruh konsentrasi monomer GMA 3.3. Pengaruh Variasi Konsentrasi terhadap Pencangkokan GMA pada Serat Rayon Terikat Silang Pengaruh variasi konsentrasi GMA dapat dilihat pada Gbr 4. Diperoleh informasi bahwa persen pencangkokan meningkat seiring dengan Reaksi yang belum sempurna dapat disebabkan karena kemampuan EDA untuk berdifusi belum cukup untuk dapat berinteraksi dengan seluruh gugus epoksi pada GMA. Selain itu, dapat disebabkan karena faktor sterik GMA yang menghalangi EDA untuk berdifusi ke molekul GMA yang posisinya lebih dalam Kapasitas Pertukaran Ion Kapasitas pertukaran ion berhubungan dengan jumlah gugus-gugus aktif yang ada pada permukaan zat penukar ion. Semakin banyak jumlah gugus aktifnya maka kapasitas pertukarannya juga bertambah. Kapasitas pertukaran ion juga berhubungan dengan kemudahan proses transfer ion, dari larutan bulk ke permukaan serat rayon dan sebaliknya. Raksi yang terjadi yaitu sebagai berikut.

5 Tabel 1. Derajat pengembangan Kapasitas pertukaran ion yang diperoleh yaitu sebesar 4,88 mek/gram Derajat Pengembangan Serat Derajat pengembangan serat dalam air dapat didefinisikan sebagai banyaknya molekul air yang dapat masuk ke dalam matriks serat rayon per gram serat. Derajat pengembangan serat perlu diperhatikan terkait dengan aplikasinya sebagai penukar ion. Jika derajat pengembangan serat terlalu besar, akan menimbulkan efek blocking pada kolom, sehingga dapat mengganggu mekanisme pertukaran ionnya. Derajat pengembangan serat dipengaruhi oleh pelarut, suhu, dan gugus fungsional yang tercangkok [4]. Derajat pengembangan serat ditentukan oleh sejauh mana interaksi yang terjadi antara pelarut dengan gugus hidroksil pada serat. Derajat pengembangan serat rayon yang besar diperkirakan karena air masuk melalui ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pada serat rayon. Selain itu, nilai konstanta dielektrik pelarut juga memiliki efek yang besar terhadap kemampuan swelling pada serat [10]. Derajat Jenis Serat Pengembangan (%) Serat rayon 113,25 Serat rayon terikat silang 63,64 Serat rayon-g-gma 50,61 Pada Tabel 1, terlihat bahwa serat rayon terikat silang NBA memiliki derajat pengembangan yang lebih kecil daripada serat rayon asli. Hal ini dapat disebabkan karena berkurangnya gugus hidroksil pada serat. Selain itu, adanya ikat silang membuat serat rayon semakin rapat sehingga jumlah air yang masuk semakin kecil. Adapun menurunnya derajat pengembangan serat rayon tercangkok GMA dapat disebabkan karena struktur GMA yang sterik Karakterisasi Spektrofotometer Fourier Transform Inframerah (FTIR) Karakterisasi dengan menggunakan FTIR bertujuan untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat pada serat. Selain itu, juga untuk memastikan terjadinya reaksi pembentukan ikat silang, pencangkokkan GMA, dan reaksi pembukaan cincin epoksi oleh EDA. Gbr 6. Spektrum FTIR untuk serat rayon awal

6 Gbr 7. Spektrum FTIR untuk serat rayon terikat silang Gbr 8. Spektrum FTIR untuk serat rayon-g-gma (hitam) dan serat rayon-g-gma-eda (abu-abu) Gbr 6 menunjukkan spektrum dari serat rayon awal. Pita serapan yang melebar pada daerah bilangan gelombang cm -1 merupakan serapan vibrasi rentangan gugus H. Serapan pada bilangan gelombang 2918 cm cm -1 merupakan serapan vibrasi rentangan dan tekuk gugus C-H. Serapan pada bilangan gelombang 1274 cm -1 merupakan vibrasi rentangan dari C-. Serapan pada bilangan gelombang 1058 cm -1 merupakan serapan vibrasi rentangan asimetri dari gugus C--C. Serapan pada bilangan gelombang 897 cm -1 merupakan serapan vibrasi rentangan dari gugus C-C. Perbedaan mencolok antara spektrum serat rayon asli dengan serat rayon terikat silang terdapat pada bilangan gelombang 1544 cm -1 yang tidak terdapat pada serat rayon asli yang ditunjukkan oleh Gbr 7. Spektrum ini menunjukkan adanya gugus amida sekunder pada NBA yang biasanya terdapat pada panjang gelombang cm -1. Hal ini membuktikan bahwa telah terbentuk ikat silang oleh NBA. Pencangkokan monomer GMA pada serat rayon terikat silang NBA terlihat pada Gbr 8. Serapan pada bilangan gelombang 1725 cm -1 menunjukkan adanya gugus fungsi ester, dan serapan pada bilangan gelombang 840 cm -1 dan 755 cm -1 menunjukkan gugus eter epoksi, yang menunjukkan keberhasilan pencangkokan monomer GMA, yang tidak ditemukan pada rayon terikat silang NBA. Selain itu, ditunjukkan pula keberhasilan reaksi aminasi, yaitu menghilangnya gugus epoksi yang menunjukkan terbukanya cincin epoksi. Bilangan gelombang 1550 cm -1 menunjukkan adanya N-H tekuk dari etilendiamin. 4. KESIMPULAN Pencangkokan GMA pada serat rayon terikat silang telah berhasil dilakukan dan diperoleh persen

7 pencangkokan sebesar 202,76%. Modifikasi serat rayon oleh ligan etilendiamin menghasilkan persen konversi gugus epoksi yang bereaksi dengan EDA sebesar 67,72%. Kapasitas penukar ion yang diperoleh yaitu 4,88 mek/gram. Perubahan sifat fisik dan kimia antara serat awal dan serat termodifikasi diamati melalui uji derajat pengembangan dan uji ketahanan terhadap asam dan basa. Hasilnya diperoleh bahwa serat termodifikasi memiliki derajat pengembangan yang lebih kecil serta ketahanan terhadap asam dan basa yang lebih baik dibandingkan dengan serat awal. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada PT Indho-Barat Rayon atas pemberian serat rayon sebagai bahan baku penelitian ini. DAFTAR ACUAN [1] R.C. Sun, Cereal straw as a resource for sustainable biomaterials and biofuels chemistry, extractives, lignins, hemicelluloses and cellulose, Elsevier, xford (2010). [2] W. Li, et al., Esterification crosslinking structures of rayon fibers with 1,2,3,4- butanetetracarboxylic acid and their waterresponsive properties, Carbohydrate Polymers 71 (2008) [3] Y. Yuan, et al., Grafting sulfobetaine monomer onto the segmented poly(ether-urethane) surface to improve hemocompatibility, J. Biomater. Sci. Polym. Ed. 13 (2002) [4] I. Kaur, R. K., Neelam, A comparative study on the graft copolymerization of acrilic acid onto rayon fiber by a ceric ion redox system and a γ- radiation method, Carbohydrate Research 345 (2010) p [5] R. A. Nastiti, Pembuatan serat rayon terikat silang N,N -Metilendiakrilamida (NBA) sebagai matriks pencangkokan asam akrilat (AA) dengan metode ozonasi, Departemen Kimia FMIPA UI, Depok (2011). [6] Y. Yuan, et. al., Surface modification of SPEU films by ozone induced graft copolymerization to improve hemocompatibility, Colloids and Surfaces. B: Biointerfaces 29 (2003) [7] A. Jyo, et al., Preparation of phosphoric acid resin with large cation exchange capacities from macroreticular poly(glycidyl methacrylate-codivinylbenzene) beads and their behaviour in uptake of metal ion, J. Appl. Polym. Sci. 63 (1997) [8] L. Mubarokah, Variasi pelarut pada pencangkokan glisidil metakrilat (GMA) pada serat terikat silang N,N -metilendiakrilamida (NBA) dan modifikasinya dengan asam iminodiasetat (IDA) serta karakterisasinya sebagai penukar ion, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Indonesia, Depok (2009). [9] G. Bayramoğlu, M. Y. Arica, Ethylenediamine grafted poly(glycidylmethacrylate-comethylmethacrylate) adsorbent for removal of chromate anions, Separation and Purification Technology 45 (2005) [10] A. S. Singha dan A. K.Rana, Kinetics of graft copolymerization of acrylic acid onto Cannabis indica fibre, Iranian Polymer Journal 20(2011)

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini modifikasi sifat polimer telah banyak dikembangkan dalam

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini modifikasi sifat polimer telah banyak dikembangkan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini modifikasi sifat polimer telah banyak dikembangkan dalam berbagai industri maupun lembaga penelitian. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mencari alternatif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset, dan Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material dan Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia ITB, serta di Laboratorium Polimer Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada beberapa tahun belakangan ini penelitian mengenai polimer penyimpan air yang biasa disebut superabsorbent polymer (SAP) banyak dilakukan dan dikembangkan oleh

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 19 Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Biodiesel Minyak jelantah semula bewarna coklat pekat, berbau amis dan bercampur dengan partikel sisa penggorengan. Sebanyak empat liter minyak jelantah mula-mula

Lebih terperinci

Dina Auliya Husni

Dina Auliya Husni IKAT SILANG SELULOSA DENGAN N,N -METILENDIAKRILAMIDA (NBA) SEBAGAI MATRIKS PENCANGKOKKAN MONOMER AKRILAMIDA (AAm) DAN GLISIDIL METAKRILAT-ASAM IMINODIASETAT (GMA-IDA) DENGAN TEKNIK OZONASI Dina Auliya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak Charles Goodyear menemukan karet yang tervulkanisasi dengan menggunakan sulfur, sudah timbul keinginan peneliti untuk proses ban karet bekas agar dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Ilmiah Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari pengujian karakteristik

Lebih terperinci

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) PADA ZEOLIT ALAM TERDEALUMINASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGADSORPSI FENOL Sriatun, Dimas Buntarto dan Adi Darmawan Laboratorium Kimia Anorganik

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Posiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013 PENGARUH PENAMBAHAN JUMLAH INISIATOR AMONIUM PERSULFAT (APS) TERHADAP KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tahap Persiapan Tahap persiapan yang dilakukan meliputi tahap studi literatur, persiapan alat dan bahan baku. Bahan baku yang digunakan adalah nata de banana. 3.1. Persiapan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah seperti tumpahan minyak merupakan salah satu bentuk polusi yang dapat merusak lingkungan. Dampak dari tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superabsorbent polymer (SAP) merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang ringan yang membawa disosiasi gugus fungsi ionik seperti asam karboksilat,

Lebih terperinci

Universitas Jember Oktober 2013

Universitas Jember Oktober 2013 ABSTRACT and EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI OPTIMALISASI PREPARASI SUPERABSORBENT DARI UMBI ILES-ILES UNTUK PEMBENAH TANAH DAN PEMBAWA PUPUK LEPAS KENDALI Tahun ke 1 dari rencana

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat 1. Pada tahap sintesis, pemurnian, dan sulfonasi polistiren digunakan peralatan gelas, alat polimerisasi, neraca analitis, reaktor polimerisasi, oil

Lebih terperinci

Oktaviani, Ambyah Suliwarno dan Tita Puspitasari

Oktaviani, Ambyah Suliwarno dan Tita Puspitasari Pembuatan dan Karakterisasi Kopolimer c-ptfe-g-stirena (Oktaviani, dkk.) Pembuatan dan Karakterisasi Kopolimer c-ptfe-g-stirena Synthesis and Characterization of c-ptfe-g-styrene Copolymer by Preirradiation

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Sintesis dan Karakterisasi Resin Pengkhelat Sintesis resin pengkhelat dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari karakteristik retensi ion logam Cu 2+ pada resin PSDVB-NN. Untuk

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April 2010 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April 2010 di 847 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan April 2010 di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) Badan Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia FT Unnes yang meliputi pembuatan adsorben dari Abu sekam padi (rice husk), penentuan kondisi optimum

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. PERNYATAAN... i. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING Oleh: Tyas Auruma Pembimbing I : Drs. Djoko Hartanto, M.Si. Pembimbing II : Dr. Didik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory), Karakterisasi FTIR dan Karakterisasi UV-Vis dilakukan di laboratorium Kimia Instrumen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D ) 5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh R(-C-CH 3 ) x xnah R(H) x Na -C-CH 3 Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap pertama sintesis kitosan yang terdiri dari isolasi kitin dari kulit udang, konversi kitin menjadi kitosan. Tahap ke dua

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 1.1 BILANGAN IODIN ADSORBEN BIJI ASAM JAWA Dari modifikasi adsorben biji asam jawa yang dilakukan dengan memvariasikan rasio adsorben : asam nitrat (b/v) sebesar 1:1, 1:2, dan

Lebih terperinci

Resin sebagai media penukar ion mempunyai beberapa sifat dan keunggulan tertentu. Sifat-sifat resin yang baik adalah sebagai berikut:

Resin sebagai media penukar ion mempunyai beberapa sifat dan keunggulan tertentu. Sifat-sifat resin yang baik adalah sebagai berikut: DASAR TEORI Resin penukar ion ( ion exchange) yang merupakan media penukar ion sintetis pertama kali dikembangkan oleh Adam dan Holmes. Penemuan ini membuka jalan pembuatan resin hasil polimerisasi styrene

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di alam terdapat ribuan jenis bakteri dan setiap jenis mempunyai sifat-sifat

I. PENDAHULUAN. Di alam terdapat ribuan jenis bakteri dan setiap jenis mempunyai sifat-sifat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di alam terdapat ribuan jenis bakteri dan setiap jenis mempunyai sifat-sifat sendiri. Sebagian besar dari jenis bakteri tersebut tidak berbahaya bagi manusia, bahkan

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Material, Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia ITB dari bulan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

UJI PENGARUH PENGIKAT-SILANG METILENBISAKRILAMIDA (MBA) TERHADAP KARAKTERISTIK POLIMER SUPERABSORBEN KITOSAN TERCANGKOK ASAM AKRILAT (AA)

UJI PENGARUH PENGIKAT-SILANG METILENBISAKRILAMIDA (MBA) TERHADAP KARAKTERISTIK POLIMER SUPERABSORBEN KITOSAN TERCANGKOK ASAM AKRILAT (AA) 37 UJI PENGARUH PENGIKAT-SILANG METILENBISAKRILAMIDA (MBA) TERHADAP KARAKTERISTIK POLIMER SUPERABSORBEN KITOSAN TERCANGKOK ASAM AKRILAT (AA) The Effect of Methylenbisacrylamide (MBA) As A Crosslinker Agent

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Kopolimer Akrilonitril-Glisidil metakrilat (PAN-GMA) Pembuatan kopolimer PAN-GMA oleh peneliti sebelumnya (Godjevargova, 1999) telah dilakukan melalui polimerisasi radikal

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis melalui polimerisasi dari monomer (stiren). Polimerisasi ini merupakan polimerisasi radikal, dengan pusat aktif berupa radikal bebas.

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis PSDVB-PAR Senyawa 4-(2 Piridilazo) Resorsinol merupakan senyawa yang telah lazim digunakan sebagai indikator logam pada analisis kimia karena kemampuannya membentuk

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet siklo (CNR) merupakan material turunan dari karet alam yang menjadi produk unggulan industri hilir karet. Karet siklo merupakan salah satu hasil modifikasi karet

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia FMIPA Unila. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1. Tahapan Penelitian Secara Umum Secara umum, diagram kerja penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : Monomer Inisiator Limbah Pulp POLIMERISASI Polistiren ISOLASI

Lebih terperinci

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Bahan katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam yang berasal dari Tasikmalaya Jawa Barat dan phospotungstic acid (HPW, H 3 PW 12 O 40 )

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap: 1. Pembuatan (sintesis) material. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan.

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Onggok Singkong Sifat-Sifat Pati

TINJAUAN PUSTAKA Onggok Singkong Sifat-Sifat Pati TINJAUAN PUSTAKA nggok Singkong Ubi kayu merupakan tanaman penghasil pangan kedua terbesar setelah padi di Indonesia, sehingga mempunyai prospek yang besar sebagai sumber karbohidrat untuk bahan pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN BERBASIS SELULOSA DARI ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA) TERCANGKOK ASAM AKRILAT

SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN BERBASIS SELULOSA DARI ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA) TERCANGKOK ASAM AKRILAT SINTESIS POLIMER SUPERABSORBEN BERBASIS SELULOSA DARI ALANG-ALANG (IMPERATA CYLINDRICA) TERCANGKOK ASAM AKRILAT Sunardi 1), Azidi Irwan 1), Wiwin Tyas Istikowati 2) 1 Prodi Kimia, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dihasilkan homopolimer emulsi polistirena yang berwarna putih susu atau milky seperti terlihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 Hasil polimer emulsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana 34 BAB III METODE PENELITIAN Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana reaktor diisi dengan seed stirena berupa campuran air, stirena, dan surfaktan dengan jumlah stirena yang

Lebih terperinci

Pembuatan selulosa dari kulit singkong termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol untuk pengendalian pencemaran logam kadmium (II)

Pembuatan selulosa dari kulit singkong termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol untuk pengendalian pencemaran logam kadmium (II) J. Sains Dasar 2014 3 (2) 169-173 Pembuatan selulosa dari kulit singkong termodifikasi 2-merkaptobenzotiazol untuk pengendalian pencemaran logam kadmium (II) [Cellulose production from modified cassava

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O Garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O telah diperoleh dari reaksi larutan kalsium asetat dengan

Lebih terperinci

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER (Agus Rahmad H) 45 APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : 3 Percobaan 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut : Gambar 3. 1 Diagram alir tahapan penelitian secara umum 17 Penelitian ini dibagi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorim Fisika Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Laboratorium Metalurgi ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan Bahan Peralatan yang diperlukan pada penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium kimia (botol semprot, gelas kimia, labu takar, erlenmeyer, corong

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Kitosan 4.1.1 Penyiapan Perlakuan Sampel Langkah awal yang dilakukan dalam proses isolasi kitin adalah dengan membersikan cangkang kepiting yang masih mentah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi

Ion Exchange. Shinta Rosalia Dewi Ion Exchange Shinta Rosalia Dewi RESIN PARTICLE AND BEADS Pertukaran ion Adsorpsi, dan pertukaran ion adalah proses sorpsi, dimana komponen tertentu dari fase cairan, yang disebut zat terlarut, ditransfer

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Desain dan Sintesis Amina Sekunder BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Sintesis amina sekunder rantai karbon genap dan intermediat-intermediat sebelumnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Sedangkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B

PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS (ANANAS COSMOSUS) SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA TEKSTIL RHODAMIN B SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 13

Lebih terperinci

STUDI KOPOLIMERISASI GRAFTING ASAM AKRILAT (AA) PADA POLIETILEN (PE) DENGAN INISIATOR H 2 O 2 /Fe 2+ : SEBAGAI PENUKAR KATION

STUDI KOPOLIMERISASI GRAFTING ASAM AKRILAT (AA) PADA POLIETILEN (PE) DENGAN INISIATOR H 2 O 2 /Fe 2+ : SEBAGAI PENUKAR KATION ISSN 1907-9850 STUDI KOPOLIMERISASI GRAFTING ASAM AKRILAT (AA) PADA POLIETILEN (PE) DENGAN INISIATOR H 2 O 2 /Fe 2+ : SEBAGAI PENUKAR KATION I Gede D. Yudha Partama, Ida Ayu Raka Astiti Asih, dan James

Lebih terperinci

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk Mengasah Keterampilan Abad 21 (Creativity and Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 217 ADSORPSI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung. Jalan Ganesha no.10 Bandung. 3.2.Alat Pada penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat yang berasal dari Laboratorium Tugas Akhir dan Laboratorium Kimia Analitik di Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci