ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)"

Transkripsi

1 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRISKILA LISNAWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN PRISKILA LISNAWATI. D Analisis Keragaman Genetik Protein Darah Kuda Lokal Sulawesi Utara dengan Menggunakan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R.Noor, M.Rur.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si. Penelitian tentang kuda lokal berdasarkan analisis keragaman protein darah masih jarang dilakukan dan baru pernah satu kali dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengamati morfologi dan genetik kuda lokal Indonesia yang dibandingkan dengan kuda lokal Jepang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaman protein darah lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2, dan Hb pada kuda lokal yang terdapat di Sulawesi Utara. Sampel darah kuda lokal yang digunakan sebanyak 74 sampel yang berasal dari Kota Manado (28 sampel), Kota Tomohon (10 sampel), Kabupaten Minahasa (23 sampel), dan Kabupaten Minahasa Selatan (13 sampel). Identifikasi keragaman genetik protein darah dilakukan menggunakan pendekatan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) yang diwarnai dengan Coomassie Brilliant Blue (CBB). Data dianalisis dengan menggunakan pendekatan frekuensi genotipe, frekuensi alel, keseimbangan Hardy-Weinberg, heterozigositas, jarak genetik dan pohon genetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada populasi kuda di Sulawesi Utara berdasarkan lokus Albumin (Alb), Post Albumin (PAlb), Transferrin (Tf), dan Hemoglobin (Hb), sedangkan pada lokus Post Transferrin-1 (PTf-1) dan Post Transferrin-2 (PTf-2) bersifat monomorfik. Pada lokus Alb ditemukan tiga genotipe, yaitu AA (0,57), AB (0,33), dan BB (0,10) yang menghasilkan dua alel, yaitu alel A (0,74) dan alel B (0,26). Lokus PAlb ditemukan empat genotipe, yaitu AA (0,01), AB (0,84), BB (0,14), dan AC (0,01) yang menghasilkan tiga alel, yaitu alel A (0,44), alel B (0,55), dan alel C (0,01). Lokus Transferrin terdiri dari tiga genotipe, yaitu genotipe AB (0,49), BB (0,31), dan BC (0,20) yang menghasilkan tiga alel, yaitu alel A (0,24), alel B (0,66), dan alel C (0,1). Lokus Hemoglobin beta hanya ditemukan satu pita dan selalu dimiliki oleh semua individu yang mengindikasikan bahwa pada lokus tersebut bersifat monomorfik. Hal serupa ditemui pada lokus Hemoglobin alpha. Lain halnya dengan lokus Hemoglobin tipe ά, ditemukan dua genotipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2 dengan frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,51 dan 0,49. Berdasarkan pengujian keseimbangan populasi, lokus Albumin pada keempat populasi kuda lokal di Sulawesi Utara berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg, sedangkan lokus Post Albumin tidak berada dalam keseimbangan. Nilai rataan heterozigositas kuda lokal di Sulawesi Utara pada empat populasi sebesar 0,63. Hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi kuda di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan (0,0019). Hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara populasi kuda di Kota Tomohon dan populasi kuda di Kota Manado (0,0138). Kata-kata kunci: kuda, protein darah, PAGE, polimorfisme

3 ABSTRACT Study on Genetic Polymorphisms of North Sulawesi s Native Horse Blood Protein by using Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) Lisnawati, P., R.R. Noor, Jakaria The objective of this study was to estimate the polymorphisms of the Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1, Post Transferrin-2, and Hemoglobin in North Sulawesi's native horses. This study used PAGE method to identify protein. Genotyping was performed on 74 samples of horse blood, which include 28 samples from Manado, 10 samples from Tomohon, 13 samples from South Minahasa, and 23 samples from Minahasa. Genotype and allele frequency, Hardy-Weinberg equilibrium, heterozigosity, genetic distance, and phylogenetic tree were performed in order to describe the polymorphisms of blood protein. The result showed that the highest allele frequency was found in locus for PTf-1 allele A was equal to 1,00 and the lowest allele frequency was found in locus for PTf-1 allele B. Albumin locus were in Hardy-Weinberg equilibrium. Hemoglobin type ά was found in two types, namely type 1 and 2 with consecutive genotype frequencies were 0.51 and 0.49 respectively. The mean heterozygosity in all population was equal to The population of horses in Tomohon have a far relationship with the horses population in the area of Amurang, Minahasa, and Manado. Horse blood protein polymorphisms were found for Albumin, Post Albumin, Transferrin and Hemoglobin. Keywords: horse, blood protein, PAGE, polymorphisms

4 ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) PRISKILA LISNAWATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul : Analisis Keragaman Genetik Protein Darah Kuda Lokal Sulawesi Utara dengan Menggunakan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) Nama : Priskila Lisnawati NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Prof. Dr. Ir. Ronny R.Noor, M.Rur.Sc.) (Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.) NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP Tanggal Ujian: 23 Maret 2011 Tanggal Lulus:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Philipus dan Ibu Lina. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Kristen Tunas Harapan Bogor dan diselesaikan pada tahun Pendidikan menengah tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Menengah Pertama Kesatuan Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Kesatuan Bogor pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Penulis pernah menjadi anggota dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER) periode Selain itu, Penulis juga pernah menjadi anggota Animal Breeding and Genetic Student Community (ABGSCi) periode Penulis pernah mengikuti magang di PT Elders Indonesia pada tahun 2009 dan Nusantara Polo Club pada tahun Penulis juga berkesempatan menjadi penerima beasiswa Tanoto Foundation tahun 2008 hingga saat ini.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas anugerahnya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Analisis Keragaman Genetik Protein Darah Kuda Lokal Sulawesi Utara dengan Menggunakan Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Ternak kuda merupakan salah satu komoditi peternakan yang memiliki beragam fungsi. Namun, hingga saat ini informasi genetik kuda lokal di Indonesia secara umum masih sangat terbatas. Informasi genetik sangat menunjang untuk program pemuliaan ternak kuda. Perlu dilakukan penelitian-penelitian di bidang ini yaitu dengan melakukan studi keragaman genetik kuda lokal menggunakan metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pedoman dasar untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang. Amin. Bogor, 23 Maret 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Klasifikasi Kuda... 3 Bangsa Kuda di Indonesia... 5 Kuda Sulawesi... 5 Kota Manado... 6 Kota Tomohon... 6 Kabupaten Minahasa... 6 Kabupaten Minahasa Selatan... 6 Protein Darah... 7 Polimorfisme Protein Darah... 8 Analisis Keragaman Genetik Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Materi Prosedur Pengambilan Sampel Darah Preparasi Sampel Elektroforesis Protein Darah Visualisasi dan Genotyping Analisis Data Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg Heterozigositas ii iii iv v vi vii viii x xi

9 Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Lokus Albumin (Alb) Lokus Post Albumin (PAlb) Lokus Transferrin (Tf) Lokus Post Transferrin-1 (PTf-1) Lokus Post Transferrin-2 (PTf-2) Keragaman Protein Sel Darah Merah Lokus Hemoglobin (Hb) Frekuensi Alel Keseimbangan Hardy-Weinberg Heterozigositas Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda 4 2. Karakteristik Kuda Lokal Indonesia Jumlah Alel pada Lokus Kuda Frekuensi Genotipe Lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 Kuda Lokal Sulawesi Utara Frekuensi Tipe Lokus Hb Kuda Lokal Sulawesi Utara Frekuensi Alel Kuda Lokal Sulawesi Utara Hasil Uji χ 2 pada Populasi Kuda Lokal Sulawesi Utara Nilai Heterozigositas pada Kuda Lokal Sulawesi Utara Jarak Genetik Kuda Lokal Sulawesi Utara... 29

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Prinsip Dasar Disc-electrophoresis (Omstein, 1964) Contoh Pita Protein Darah dengan Pewarnaan Coomassie Brilliant Blue (Westermier, 2005) Kurva Berat Molekul Protein (Westermier, 2005) Peta Provinsi Sulawesi Utara Preparasi Sampel Darah Kuda Pola Pita Protein Darah (Nozawa et al., 1981) Visualisasi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf Rekonstruksi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf Pola Pita Hemoglobin Kuda Lokal Rekonstruksi Pola Pita Hemoglobin Dendogram Pohon Filogenetik Kuda Lokal Sulawesi Utara... 29

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Kuda merupakan salah satu hewan ternak yang memiliki banyak kegunaan, di antaranya sebagai ternak tunggangan, mengangkut beban, menarik kereta, sumber protein pangan dan untuk pacuan kuda. Populasi kuda di Indonesia berkisar ekor yang tersebar di beberapa daerah (BPS, 2005). Indonesia memiliki agroklimat yang beragam sehingga sistem budi daya dan adaptasi ternak kuda berbeda pada masing-masing daerah. Hal ini menyebabkan perbedaan fungsi kuda di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia yang menggunakan kuda sebagai alat transportasi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Pemanfaatan kuda untuk produksi susu, kulit, dan daging hanya terdapat di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur, sedangkan di daerah lain kuda umumnya dimanfaatkan sebagai simbol budaya yang melambangkan status sosial kemasyarakatan mereka. Sulawesi Utara merupakan salah satu wilayah yang memiliki populasi kuda dengan berbagai macam pemanfaatan, diantaranya sebagai kuda pacu. Sulawesi Utara juga merupakan salah satu sentra perdagangan kuda sehingga dapat diindikasikan bahwa kuda Sulawesi Utara memiliki keragaman genetik yang tinggi. Keragaman genetik merupakan sebuah parameter untuk mempelajari genetika populasi dan genetika evolusi. Identifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi. Salah satu indikator yang menentukan tingkat keragaman genetik adalah protein darah. Protein darah merupakan salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, biokatalisator, hormon reseptor, tempat penyimpanan informasi genetic serta merupakan produk langsung gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Protein darah dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik dengan menggunakan metode Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE). Pengetahuan tentang keragaman genetik kuda lokal Sulawesi Utara masih terbatas bahkan belum pernah dilakukan penelitian. Penelitian sebelumnya hanya sebatas pada kuda Padang, Batak, Lombok, dan Flores (Nozawa et al., 1981). Oleh

13 karena itu, penelitian ini sangat dibutuhkan dalam menambah informasi dasar khususnya protein darah untuk menunjang perkembangan kuda di Sulawesi Utara. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari keragaman protein darah lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2, dan Hb pada kuda lokal yang terdapat di Sulawesi Utara. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui jarak genetik dan pohon filogenetik kuda lokal Sulawesi Utara. 2

14 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda Kuda digolongkan ke dalam hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang bertulang belakang, kelas Mammalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, ordo Perissodactyla yaitu hewan berteracak tak memamahbiak, famili Equidae, dan spesies Equus caballus. Para pakar percaya bahwa dahulu kala terdapat hewan prakuda dengan jari teracak jari kaki sebanyak lima buah disebut Paleohippus. Hewan tersebut kemudian berkembang dengan empat jari teracak dan satu penunjang (split), sedangkan kaki belakangnya terdiri atas tiga jari teracak dan satu split (Ehippus). Evolusi berlanjut dengan terbentuknya Mesohippus dan Meryhippus yang memiliki teracak kaki depan dan belakang sebanyak tiga buah. Pliohippus menjadi hewan teracak tunggal pertama yang selanjutnya berkembang menjadi kuda saat ini (Equus caballus) (Blakely dan Blade, 1991). Populasi kuda di seluruh dunia mencapai 62 juta ekor, yang terdiri dari 500 ratus bangsa, tipe dan varietas. Bangsa kuda pada awalnya dianggap sebagai hewan yang berkaitan dengan lokasi geografis tempatnya dikembangbiakkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara spesifik. Kini bangsa kuda seringkali ditentukan oleh komunitas atau lembaga yang melakukan pencatatan keturunan dan membuat buku silsilah kuda hasil seleksi berdasar pada daerah asal, fungsi dan ciri fenotipik (Bowling dan Ruvinsky, 2004). Kuda dapat diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni sesuai dengan ukuran bentuk tubuh dan kegunaannya. Kuda tipe ringan mempunyai tinggi 1,45-1,7 m saat berdiri, bobot badan kg dan sering digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda tipe berat mempunyai tinggi 1,45-1,75 m saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 kg dan biasa digunakan untuk kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari 1,45 m jika berdiri dan bobot badan kg, beberapa kuda berukuran kecil biasanya juga berbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962). Pada Tabel 1 dapat dilihat tipe, kegunaan, jenis, tinggi, bobot badan dan habitat asli kuda dari yang ada di dunia.

15 Tabel 1. Tipe, Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda Tipe Kegunaan Jenis Kuda Tunggang Tinggi (m) Bobot Badan (kg) Habitat Asli Kuda tunggang Kuda Albino Amerika 1,45-1, Amerika Serikat berlari cepat Tiga Kuda Sadel Amerika Amerika Serikat Kuda Arab Arab Saudi Kuda Appalossa Amerika Serikat Kuda Morgan Amerika Serikat Kuda Spotted Maroko Amerika Serikat Kuda Palomino Amerika Serikat Kuda Thoroughbred Inggris Kuda tunggang Kuda Sadel Amerika 1,45-1, Amerika Serikat berlari cepat Lima Kuda untuk Kuda Tennese Walking 1,5-1, Amerika Serikat berjalan Stock horse Tingkatan pesilangan atau hasil biak dalam dari: Kuda Appalossa 1,55-1, Amerika Serikat Kuda Arab Arab Saudi Kuda Morgan Amerika Serikat Kuda Spotted Maroko Amerika Serikat Kuda Palomino Amerika Serikat Kuda Quarter Amerika Serikat Kuda Thoroughbred Inggris Pendaki Tingkatan, persilangan 1,45-1, Pemburu dan atau hasil biak dalam dari 1,55-1, Pelompat semua jenis juda tetapi dominasi oleh keturunan Thoroughbred Kuda Poni Kuda Shetland dan Welsh 0,9-1, Shertlond Isles untuk Inggris ditunggangi Kuda Pacu kuda Thoroughbred 1,55-1, Inggris Pelari Kuda Pacu Kuda Standardbred 1,45-1, Amerika Serikat berpakaian Kuda Quarter Kuda Quarter 1,45-1, Amerika Serikat Kuda Tarik Kuda Berpakaian Tipe Berat Kuda Berpakaian Tipe Sedang Kuda Transportasi Kuda Poni untuk menarik Sumber: Ensminger (1962) Kuda Cleveland Bay 1,45-1, Inggris Kuda Frech Coach Kuda Jerman Coach Kuda Hackney Kuda Yorkshire Coach Didominasi oleh Kuda Sadel Amerika Kuda Morgan & Kuda Standardbred Kuda Hackney, Kuda Shetland dan Ewish Perancis Jerman Inggris Inggris 1,45-1, Amerika Serikat 1,45-1, Amerika Serikat 0,9-1, Inggris Shertland Isles 4

16 Bangsa Kuda di Indonesia Indonesia memiliki beberapa kelompok populasi kuda yang berasal dari kuda jenis Thoroughbred untuk digunakan sebagai pacuan atau disilangkan dengan kuda lokal. Populasi kuda lokal silangan dan kuda asli Sumba dikenal dengan sebutan kuda Sandel. Karakteristik masing-masing kuda lokal di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Kuda Lokal Indonesia Jenis Kuda Tinggi Badan Karakteristik (m) Kuda Sumba 1,27 Bentuk kepala terlihat lebih besar dibanding kaki. Sifatnya jinak dan cerdas, punggung kuat, namun konformasi badan kurang sempurna. Kuda Timor 1,22 Bentuk badan dan punggung lurus, leher pendek, bahu dan ekor yang tinggi, bagian tengkuk dan ekor penuh bulu. Kuda Sandel 1,35 Ukuran tubuh kecil, bentuk kepala kecil, mata besar, bulu lembut dan berkilauan dan mempunyai kecepatan yang baik dan sangat efektif dengan kuku kaki yang keras dan kuat. Kuda Batak 1,32 Bentuk kepala bagus dengan bagian muka yang lurus, leher pendek dan lemah. Memiliki bagian punggung yang panjang dan sempit dengan kaki belakang ramping. Kuda Jawa 1,27 Memiliki stamina yang baik dan tahan terhadap panas, ukuran tubuh relatif lebih besar. Kuda Padang 1,27 Kuku kaki keras dan bentuknya bagus, bagian tumit lemah, konformasi baik tetapi pertulangannya kecil. Kuda Sulawesi 1,25 Daya tahan tubuh kuat, kaki tegap dan kuat, dan bertempramen stabil. Kuda Flores 1,24 Bentuk badan kecil dan jinak. Kuda Bima - Bentuk badan kecil, memiliki pinggang yang pendek dengan daya tahan tubuh baik dan memiliki langkah yang cepat. Sumber : Edward (1994); Soehardjono (1990) Kuda Sulawesi Kuda Sulawesi mirip dengan kuda Makassar. Kuda ini berasal dari pulau Jawa, bertempramen stabil serta berdaya tahan kenyal. Hewan ini bisa digunakan sebagai kuda tunggang atau kuda beban. Perangkat tubuhnya sempurna, berkaki tegap, dan kuat. Jenis kuda ini berukuran tinggi 1,25 m, berotot kaki kuat, persendian kuku jarang sakit (Soehardjono, 1990). Populasi kuda di Sulawesi Utara sebanyak ekor (BPS, 2005). 5

17 Kota Manado Kota Manado terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi, pada posisi geografis ' ' Bujur Timur (BT) dan 1 30'-1 40' Lintang Utara (LU). Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan rataan suhu 29,4-32,2 C pada siang hari sedangkan suhu pada malam hari berkisar antara 21,6-23,2 o C (Hardjono, 2004). Rataan curah hujan mm/tahun dengan iklim terkering disekitar bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan kelembaban ±84%. Jumlah populasi kuda di Kota Manado sebanyak 163 ekor (manadokota.go.id). Kota Tomohon Kota Tomohon berada pada 1 15' LU dan ' BT. Luas Kota Tomohon berdasarkan keputusan UU RI Nomor 10 Tahun 2003 sekitar ha dengan jumlah penduduk mencapai jiwa. Wilayah Kota Tomohon memiliki karakteristik topografi yang bergunung dan berbukit yang membentang dari utara ke selatan. Akibat kondisi topografi tersebut maka pengembangan wilayah kota menjadi terbatas. Rataan curah hujan mm (Hardjono, 2004). Rataan suhu hanya berfluktuasi antara 22,02 C sampai 22,8 C dengan kelembaban berkisar antara 85%-91%. Jumlah populasi kuda di Kota Tomohon sebanyak 267 ekor (tomohonkota.go.id). Kabupaten Minahasa Kabupaten Minahasa adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini adalah Tondano. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 872,32 km² (Hardjono, 2004). Minahasa dahulu disebut Tanah Malesung adalah kawasan didalam provinsi di semenanjung Sulawesi Utara di Indonesia. Jumlah populasi kuda di Kabupaten Minahasa sebanyak ekor. Kabupaten ini memiliki rataan suhu 21,9-22,6 o C (minahasa.go.id). Kabupaten Minahasa Selatan Kabupaten Minahasa Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Minahasa Selatan adalah Amurang, berjarak sekitar 64 km dari Manado. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.429,7 km 2. Rataan kelembaban berkisar antara 60%-90% sedangkan rataan suhu bulanan adalah 6

18 23,5 o C. Rataan curah hujan per tahun adalah mm (Hardjono, 2004). Jumlah populasi kuda di Kabupaten Minahasa Selatan sebanyak 170 ekor (minsel.go.id). Protein Darah Protein merupakan kompleks makromolekul yang terdiri dari asam amino dan tersusun dengan adanya ikatan peptida dalam bentuk linear dan tidak bercabang. Stuktur protein terbagi menjadi empat bentuk, yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener (Rosenberg, 2005). Persentase protein dalam tubuh berkisar antara 15%-18% dari bobot tubuh, sedangkan kandungan protein dalam plasma berkisar antara 2%-3% dari bobot tubuh (Riis, 1983). Protein darah merupakan salah satu bentuk makromolekul disamping asam nukleat dan polisakarida, biokatalisator, hormon reseptor, dan tempat penyimpanan informasi genetik. Makro molekul tersebut adalah biopolimer yang dibentuk dari unit monomer. Unit monomer untuk asam nukleat adalah nukleotida, sedangkan monomer untuk kompleks polisakarida adalah devirat gula dan monomer untuk protein adalah asam amino (Rodwell, 1983). Darah adalah jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari unsur-unsur sel darah merah/putih dan trombosit yang terdapat dalam medium cair yang disebut plasma, campuran yang sangat kompleks tidak hanya terdiri dari protein sederhana tetapi juga protein campuran seperti glikoprotein dan berbagai jenis lipo-protein. Protein plasma dibagi dalam tiga bagian, yakni fibrinogen, albumin, dan globulin, dimana albumin merupakan bahan yang paling tinggi konsentrasinya dan mempunyai berat molekul paling rendah dibandingkan molekul protein utama plasma. Perbedaan bentuk setiap protein darah menurut Nicholas (1987) dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan geraknya dalam sel elektroforesis. Individu homozigot menampilkan pita pada gel elektroforesis berbeda dibandingkan dengan individu heterozigot. Cara ini sering dipakai pula untuk menelusuri hubungan kekerabatan antara individu dengan melihat persamaan dan perbedaan protein darah yang dimilikinya (Tabel 3). 7

19 Tabel 3. Jumlah Alel pada Lokus Kuda Nama Lokus Simbol Lokus Jumlah Alel Biasa Jarang A1B-Glycoprotein A1B 3 (4) Aspartate aminotransferase AAT 2 Albumin ALB 3 Acid phosphatase AP 2 Complement component 3 C3 4 Carbonic anhydrase CA 6 Catalase CAT 2 (+) Ceruloplasmin CP 2 NADH diaphorase DIA 2 Serum carboxylesterase ES 10 (+) Fucosidase alpha FUCA 3 Vitamin D-binding protein GC 2 (2) Glucosephosphate isomerase GPI 4 Haptoglobin HP 2 Haemoglobin alpha HBA 4 Malic enzyme 1 MET 2 Mannosephosphate isomerase MPI 3 Peptidase A PEPA 2 Plasminogen PLG 2 Phosphoglucomutase PGM 3 6-Phosphogluconate dehydrogenase 6-PGD 3 (2) Protease inhibitor PI 25 (+) Red cell protein RCP 2 Serum protein 3 SP3 5 Transferrin TF 15 (+) Lactoglobulin beta II BLG-II 5 Sumber: Sandberg dan Cothran (2000) Polimorfisme Protein Darah Polimorfisme adalah suatu keadaan dimana terdapat beberapa bentuk fenotipe yang berbeda yang berhubungan satu sama lainnya. Studi polimorfisme adalah studi tentang karakteristik dari berbagai protein. Polimorfisme suatu protein darah dapat dipelajari melalui struktur protein atau enzim karena perbedaan basa dalam DNA dapat dianggap sebagai sifat biokimia untuk membedakan jenis organisme. Enzim 8

20 dan protein terdiri dari satu atau lebih rangkaian polipeptida yang dibawa oleh gen pada lokus yang sama atau berbeda sehingga dengan adanya pola pita polimorfisme protein dan enzim dapat dianggap sebagai ciri fenotipe dari suatu individu. Pita-pita yang terbentuk dapat diduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel gen dalam lokus yang sama atau lokus yang berbeda (non alel gen) (Selander, 1976; Nicholas, 1987). Beberapa polimorfisme protein dapat dipelajari dalam darah, telur dan organ tubuh burung puyuh (Maeda et al., 1972). Kimura et al. (1980) menyatakan bahwa protein darah merupakan produk langsung dari gen yang relatif tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan, selain itu pula protein ini terdiri dari satu atau lebih rangkaian polipeptida yang dibawa oleh gen pada lokus yang sama atau lokus yang berbeda, sehingga dengan adanya pola pita yang memiliki karakterisitik tertentu pada polimorfisme protein, dapat dianggap sebagai fenotip dari suatu individu. Lebih lanjut Maeda et al. (1980) menyatakan bahwa untuk melakukan studi polimorfisme dapat digunakan teknik elektroforesis sebagai proses analisisnya, dan eletroforesis tidak hanya digunakan untuk mendeteksi variasi alel dan gen dari suatu individu tetapi dapat juga digunakan untuk menduga variasi genetik dalam populasi. Nicholas (1987) menyatakan perbedaan bentuk setiap protein darah dapat dideteksi dengan membedakan kecepatan gerakannya dalam elektroforesis gel. Selanjutnya dinyatakan bahwa molekul yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat dan lebih jauh dalam satuan waktu yang sama. Banyaknya kelompok keragaman bentuk protein darah menunjukkan karakteristik protein darah tertentu. Setiap kelompok protein darah akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Protein tersebut merupakan penampilan bentuk alel pada lokusnya. Harper et al. (1980) menyatakan bahwa jika arus listrik dialirkan pada suatu media penyangga yang telah berisi protein plasma, maka proses migrasi terhadap komponen-komponen protein tersebut dimulai. Protein albumin mengalami proses migrasi yang lebih cepat dibandingkan dengan protein lainnya (protein globulin). Warwick et al. (1990) menyatakan bahwa sejumlah besar perbedaanperbedaan yang diatur secara genetis telah ditemukan dalam globulin (Transferrin), Albumin, enzim-enzim darah dan Hemoglobin. Perbedaan-perbedaan tersebut ditentukan dengan prosedur biokimia, antara lain dengan elektroforesis. Lebih lanjut 9

21 dikemukakan bahwa polimorfisme biokimia yang diatur secara genetis sangat berguna untuk membantu penentuan asal-usul, menyusun hubungan filogenetis antara spesies, bangsa dan atau kelompok-kelompok dalam spesies yang merupakan hasil utama dari produk gen. Nozawa et al. (1981) menyatakan bahwa studi keragaman genetik 26 lokus protein darah pada kuda lokal Indonesia memiliki proporsi keragaman 23%-24% dengan rataan nilai heterozigositasnya sebesar 8%-11%. Analisis Keragaman Genetik Keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan penciri suatu sifat khusus. Pengetahuan akan keragaman genetik suatu bangsa akan sangat bermanfaat bagi keamanan dan ketersediaan bahan pangan yang berkesinambungan (Blott et al., 2003). Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, migrasi, mutasi dan genetic drift (Noor, 2008). Hal tersebut menunjukkan bahwa suatu populasi jika berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg maka genotipe pengamatan dalam populasi tersebut mendekati atau hampir sama dengan nilai harapannya atau sebaliknya. Ada atau tidaknya polimorfime pada gen atau lokus yang diamati dapat diketahui dari nilai frekuensi alel. Gen dikatakan bersifat polimorfik yaitu apabila salah satu alelnya mempunyai frekuensi kurang dari 99% (Nei & Kumar, 2000) atau 95% (Hartl, 1988). Sebaliknya, gen dikatakan monomorfik apabila tidak memenuhi kriteria polimorfik diatas. Keragaman genetik digunakan untuk menginvestigasi hubungan genetik suatu spesies antar subpopulasi. Prinsipnya adalah kemungkinan adanya alel bersama yang dimiliki antar subpopulasi yang disebabkan oleh migrasi. Alel bersama ini juga mengindikasikan adanya asal-usul atau tetua yang sama (Hartl, 1988). Keragaman genetik dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan nilai frekuensi alel. Frekuensi alel adalah proporsi jumlah suatu alel terhadap jumlah total alel dalam suatu populasi pada lokus yang sama (Nei dan Kumar 2000). Berdasarkan nilai frekuensi alel, maka selanjutnya dapat dibandingkan perbedaan antar gen, baik didalam maupun antar populasi. 10

22 Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi. Semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut (Ferguson, 1980). Pendugaan nilai heterozigositas dihitung untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) antara dua populasi, yang biasa dihitung berdasarkan fungsi dari frekuensi alel. Jarak genetik dapat digunakan dalam memperkirakan waktu terjadinya pemisahan antar populasi dan dapat juga digunakan dalam membangun pohon filogenetik (Nei and Kumar, 2000). Semakin kecil nilai jarak genetik yang diperoleh menunjukkan adanya hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang yang sama. Dalam sebuah pohon filogenetik, setiap node dengan keturunan merupakan nenek moyang terbaru dari keturunan, dan panjang tepi dalam beberapa pohon sesuai dengan perkiraan waktu (Miller, 2009). Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) Polyacrylamide Gel Electrophoresis merupakan salah satu cara teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi enzim atau protein, yaitu teknik untuk memisahkan molekul kimia menggunakan arus listrik. Pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran, berat molekul, dan muatan listrik yang dikandung oleh makromolekul tersebut (Stenesh, 1984). Westermeier (2005) menyatakan bahwa teknik elektroforesis dapat dibagi dalam dua kategori yaitu elektroforesis tabung (cylindrical gels) dan elektroforesis lembaran (layer gels). Elektroforesis dengan layer gel memiliki keunggulan yaitu proses separasi yang lebih cepat, pita protein yang lebih tegas terlihat, pewarnaan yang singkat, efisien, dan lebih sensitif. Omstein (1964) menyatakan bahwa disc-gel electrophoresis merupakan perbaikan dari elektroforesis layer dimana protein akan dipisahkan menjadi pita-pita yang memiliki resolusi tinggi. Teknik ini dinamakan disc-gel electroforesis karena menggunakan perbedaan ph, kekuatan ionik, komposisi buffer dan komposisi gelnya (Gambar 1). Teknik ini mampu memecahkan dua masalah dalam elektroforesis protein darah yaitu mencegah agregasi dan 11

23 presipitasi protein selama sampel dimasukkan kedalam gel dan meningkatkan bentuk yang tegas pada pita protein. Gambar 1. Prinsip Dasar Disc-electrophoresis (Omstein, 1964) Harper et al. (1980) menyatakan bahwa elektroforesis adalah suatu cara analisis kimia yang didasarkan kepada gerakan molekul bermuatan didalam medan listrik. Pergerakan molekul didalam medan listrik dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, besar muatan dan sifat kimia dari molekul. Berbagai komponen protein serum pada ph diatas dan dibawah titik isoelektriknya akan bergerak turun dengan kecepatan yang berbeda karena muatan permukaannya berbeda. Contoh pola pita protein untuk beberapa interval berat molekul dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Gambar 2. Contoh Pita Protein Darah dengan Pewarnaan Coomassie Brilliant Blue (Westermier, 2005) 12

24 Gambar 3. Kurva Berat Molekul Protein (Westermier, 2005) 13

25 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah kuda dilakukan di Sulawesi Utara pada empat Kabupaten/Kota yaitu Kota Manado, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Minahasa Selatan yang dilaksanakan pada Juni Identifikasi keragaman protein darah dilaksanakan awal Juli sampai dengan Oktober 2010 di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sampel Darah Materi Materi darah kuda lokal yang digunakan dalam penelitian sebanyak 74 sampel yang terdiri dari 28 sampel dari Kota Manado, 10 sampel dari Kota Tomohon, 23 sampel dari Kabupaten Minahasa, dan 13 sampel dari Kabupaten Minahasa Selatan (Gambar 4). Gambar 4. Peta Provinsi Sulawesi Utara

26 Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) Gel elektroforesis terdiri dari gel pemisah dan gel penggertak. Gel pemisah merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan di antaranya bahan IA, IB, IC, dan ID. Masing-masing bahan terdiri dari: Bahan IA : 39,0 g Acrylamide; 1,0 g Bis Acrylamide; 20,0 ml Glycerol, dan aquadestilata sampai 100 ml. Bahan IB : 9,15 g Tris; 3 ml HCl, dan aquadestilata sampai 100 ml. Bahan IC : 0,2 g Ammonium persulfat dan aquadestilata sampai 100 ml. Bahan ID : TEMED 400 µl/100 ml aquadestilata Gel penggertak merupakan gel yang dicampurkan dari beberapa bahan di antaranya bahan IIA, IIB, IIC, dan IID. Masing-masing bahan terdiri dari: Bahan IIA : 38,0 g Acrylamide; 2,0 g Bis Acrylamide; 20,0 ml Glycerol ; dan aquadestilata sampai 100 ml. Bahan IIB : 1,5 g Tris, 1 ml HCl, dan aquadestilata hingga 100 ml. Bahan IIC : 0,4 g Ammonium persulfat dan aquadestilata sampai 100 ml. Bahan IID : TEMED 200 µl/100 ml aquadestilata Buffer Elektroda Buffer elektroda yang digunakan terdiri dari 1,5 g Tris, 7,2 g Glycine dan ditambahkan aquadestilata hingga 1 liter. Pewarnaan Protein Bahan-bahan untuk pewarnaan protein terdiri dari bahan pewarna plasma, bahan pewarna sel darah merah, dan bahan pencuci. Bahan larutan pewarna Coomassie Brilliant Blue 250 R (untuk plasma) terdiri dari 1,25 g Coomassie Brilliant Blue; 225 ml methanol; 50 ml asam asetat, dan 225 ml aquadestilata. Bahan larutan pewarna Ponceau-S (untuk sel darah merah) terdiri dari 5 g TCA; 100 ml aquadestilata dan 0,5 g Ponceau-S dalam aquadestilata. Bahan untuk larutan pencuci terdiri dari 800 ml aquadestilata; 150 ml methanol; dan 50 ml asam asetat. 15

27 Prosedur Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah kuda sebanyak ±3 ml melalui vena jugularis dengan menggunakan venojact lalu segera dimasukkan kedalam tabung vaccutainer yang dimasukkan kedalam termos es dan disimpan dalam suhu 4 ºC. Preparasi Sampel Darah yang didapatkan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 30 menit. Plasma yang terbentuk kemudian dipindahkan ke tabung 1,5 ml dan disimpan pada suhu 4 o C sampai dilakukan pemisahan protein menggunakan metode elektroforesis. Proses preparasi sampel ditampilkan pada Gambar 5. Gambar 5. Preparasi Sampel Darah Kuda Elektroforesis Protein Darah Elektroforesis protein plasma darah dilakukan menggunakan perangkat elektroforesis EP-155 (Advantec) pada arus ma dengan tegangan 150 V selama 1 jam 45 menit (PS300, Advantec). Gel yang digunakan merupakan stacking PAGE dengan konsentrasi 5% dan 3%. Elektroforesis protein sel darah merah dilakukan pada arus ma dengan tegangan 150 V selama 1 jam 30 menit. Gel yang digunakan merupakan stacking PAGE dengan konsentrasi 8% dan 4%. Visualisasi dan Genotyping Visualisasi pita protein pada stacking PAGE dilakukan dengan menggunakan pewarnaan Coomassie Brilliant Blue 2,5%. Selanjutnya, gel dicuci menggunakan methanol sampai muncul pita. Genotyping dilakukan dengan mensejajarkan pita-pita protein pada gel. Protein yang diamati meliputi Albumin (Alb), Post Albumin (PAlb), 16

28 Transferrin (Tf), Post Transferrin-1 (PTf-1), Post Transferrin-2 (PTf-2), dan Hemoglobin (Hb). Genotyping yang dilakukan mengikuti Nozawa et al. (1981) (Gambar 6). Gambar 6. Pola Pita Protein Darah (Nozawa et al., 1981) Analisis Data Frekuensi Genotipe Frekuensi genotipe merupakan rasio dari jumlah suatu genotipe terhadap jumlah populasi. Model matematika frekuensi genotipe (Nei dan Kumar, 2000): Keterangan: = frekuensi genotipe ke ii = jumlah sampel bergenotipe ii N = jumlah seluruh sampel 17

29 Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan rasio relatif suatu alel terhadap keseluruhan alel pada suatu lokus dalam populasi. Model matematika frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000): Keterangan: X i = frekuensi alel ke i n ii = jumlah sampel yang bergenotipe ii n ij = jumlah sampel yang bergenotipe ij N = jumlah seluruh sampel Hukum Keseimbangan Hardy-Weinberg Pengujian nilai genotipe antara hasil pengamatan dan nilai harapan dapat diukur dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat (Nei dan Kumar, 2000): Keterangan: χ 2 = Chi-Kuadrat O = nilai pengamatan E = nilai harapan = sigma (jumlah dari nilai-nilai) Suatu popluasi dikatakan seimbang jika nilai χ 2 yang didapatkan lebih kecil daripada χ 2 tabel pada selang kepercayaan 5% dan derajat bebas tertentu. Heterozigositas Ketika frekuensi alel dipelajari di banyak lokus, tingkat keragaman genetik dalam sebuah populasi biasanya diukur dengan rataan keanekaragaman gen, yang sering disebut rataan heterozigositas (Weir, 1996). Keragaman gen pada lokus dapat dilambangkan sebagai berikut: Keterangan: H = nilai heterozigositas N 1ij = jumlah individu heterozigot pada lokus ke-1 N = jumlah individu yang diamati 18

30 Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik Jarak genetik dan pohon kekerabatan dibuat dengan menggunakan software komputer program TFPGA (Tools for Population Genetics Analyses) (Miller, 1997). 19

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis dari plasma darah lokus PAlb, Alb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada kuda lokal Sulawesi Utara di dua kota dan dua kabupaten divisualisasikan pada Gambar 7, sedangkan rekonstruksi pola pita protein plasma darah disajikan pada Gambar 8. Hasil frekuensi genotipe lokus PAlb, Alb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 disajikan pada Tabel 4. Gambar 7. Visualisasi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 Gambar 8. Rekonstruksi Pola Pita Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2

32 Tabel 4. Frekuensi Genotipe Lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1 dan PTf-2 Kuda Lokal Sulawesi Utara Lokus Albumin (Alb) Post Albumin (PAlb) Transferrin (Tf) Populasi Kuda Rataan Genotipe Minahasa Tomohon Manado Minahasa Total Selatan AA 0,80 0,43 0,62 0,61 0,57 AB 0,10 0,50 0,23 0,30 0,33 BB 0,10 0,07 0,15 0,09 0,10 AA 0,00 0,00 0,00 0,04 0,01 AB 1,00 0,75 1,00 0,78 0,84 BB 0,00 0,25 0,00 0,13 0,14 AC 0,00 0,00 0,00 0,04 0,01 AB 0,50 0,46 0,46 0,52 0,49 BB 0,10 0,32 0,46 0,30 0,31 BC 0,40 0,21 0,08 0,17 0,20 Post Transferrin- 1 (PTf-1) AA 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Post Transferrin- 2 (PTf-2) AA 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Lokus Albumin (Alb) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Alb ditemukan tiga genotipe, yaitu AA, AB, dan BB, dengan total frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,57; 0,33; dan 0,10. Genotipe tertinggi ditemukan pada semua populasi kuda lokal di Sulawesi Utara adalah genotipe AA sebesar 0,57 dan genotipe terendah adalah genotipe BB sebesar 0,10. Nozawa et al. (1981) menyatakan bahwa pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba ditemukan dua alel yaitu alel A dan B. Jiskrova et al. (2002) dan Rodriquez-Gallardo et al. (1992) juga menemukan alel A dan B pada kuda Trakehner, kuda Moravian dan Czesh warmblooded serta kuda Andalusian. Hal serupa juga ditemukan pada kuda Iranian Kurd, Turkoman, dan kuda Brazillian dimana alel yang muncul pada lokus Alb adalah alel A dan B (Afraz et al., 2006; Lippi dan Mortari, 2003). Penelitian yang dilakukan Zaabal dan Ahmed (2010) pada kuda Arab ditemukan dua alel, yaitu alel D dan alel O. 21

33 Lokus Post Albumin (PAlb) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus PAlb ditemukan empat genotipe, yaitu AA, AB, BB, dan AC, dengan frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,01; 0,84; 0,14; dan 0,01. Genotipe tertinggi ditemukan pada semua populasi kuda lokal Sulawesi Utara adalah genotipe AB sebesar 0,84 dan genotipe terendah adalah genotipe AA dan AC masing-masing sebesar 0,01. Alel yang ditemukan pada lokus ini adalah alel A, B, dan C. Afraz et al. (2006) menyatakan bahwa pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman hanya ditemukan satu alel, yaitu alel F. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokus PAlb pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara. Lokus Transferrin (Tf) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Transferrin ditemukan tiga macam genotipe yaitu, genotipe AB, BB, dan BC, dengan frekuensi genotipe berturut-turut adalah 0,49; 0,31; dan 0,20. Genotipe tertinggi yang ditemukan pada semua populasi kuda lokal Sulawesi Utara adalah genotipe AB sebesar 0,49 dan genotipe terendah adalah genotipe BC sebesar 0,20. Nozawa et al. (1981) menemukan lima alel pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba yaitu alel A, B, B*, C, D, dan E. Zaabal dan Ahmed (2010) menyatakan bahwa pada kuda Arab hanya ditemukan dua macam alel, yaitu alel D dan O, sedangkan pada kuda Trakehner, Moravian dan Ceko ditemukan alel D, D 2, F 1, F 2, H, O, dan R (Jiskrova et al., 2002). Rodriquez-Gallardo et al. (1992) pada kuda Andalusian melaporkan bahwa ditemukan alel D, F1, F2, H1, H2, J, M, O, dan R pada lokus Tf. Lippi dan Mortari (2003) menemukan alel D, F1,F2, H, J, M, O, dan R pada lokus Tf pada kuda Brazillian. Hal ini menunjukkan adanya variasi lokus Transferrin pada populasi kuda lokal di Sulawesi Utara. Lokus Post Transferrin-1 (PTf-1) Jumlah pita yang ditampilkan diantara masing-masing individu dalam satu populasi tidak bervariasi. Seluruh individu yang dianalisis menampilkan satu pita Post Transferrin-1 dengan fenotipe AA. Dengan demikian tidak ditemukan adanya variasi/keragaman antar individu dalam satu populasi maupun individu dalam populasi yang berbeda. Hal ini menunjukkan tidak adanya polimorfisme pada lokus Post Transferrin-1 atau dengan kata lain lokus PTf-1 adalah seragam. 22

34 Lokus Post Transferrin-2 (PTf-2) Jumlah pita yang ditampilkan diantara masing-masing individu dalam satu populasi adalah sama, yaitu sebanyak satu pita. Pita protein yang muncul tersebut memiliki fenotipik AA. Dengan demikian tidak ditemukan adanya variasi/keragaman antar individu dalam satu populasi maupun individu dalam populasi yang berbeda. Hal ini menunjukkan tidak adanya polimorfisme pada lokus Post Transferrin-2 atau dengan kata lain lokus PTf-2 adalah seragam. Keragaman Protein Sel Darah Merah Hasil analisis dari sel darah merah lokus Hemoglobin yang dilakukan pada kuda lokal Sulawesi Utara di dua kota dan dua kabupaten divisualisasikan pada Gambar 9, sedangkan rekonstruksi pola pita Hemoglobin disajikan pada Gambar 10. Hasil frekuensi tipe lokus Hb disajikan pada Tabel 5. Gambar 9. Pola Pita Hemoglobin Kuda Lokal Gambar 10. Rekonstruksi Pola Pita Hemoglobin 23

35 Tabel 5. Frekuensi Tipe Lokus Hb Kuda Lokal Sulawesi Utara Populasi Kuda Lokus Tipe Total Tomohon Manado Minahasa Minahasa Selatan Tipe 1 0,80 0,39 0,31 0,70 0,51 Hemoglobin Tipe 2 0,20 0,61 0,69 0,30 0,49 Lokus Hemoglobin (Hb) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus Hemoglobin beta hanya ditemukan satu pita dan selalu dimiliki oleh semua individu yang mengindikasikan bahwa pada lokus tersebut bersifat monomorfik. Hal serupa ditemui pada lokus Hemoglobin alpha, yang mana hanya ditemukan satu pita dan selalu dimiliki pada semua individu. Lain halnya dengan lokus Hemoglobin tipe ά, ditemukan dua macam tipe, yaitu tipe 1 dan 2 dengan frekuensi tipe berturut-turut adalah 0,51 dan 0,49. Tipe 1 ditandai dengan terlihatnya pita Hb ά, sedangkan tipe 2 ditandai dengan tidak terlihatnya pita Hb ά. Penelitian yang dilakukan oleh Nozawa et al. (1981) pada kuda Lombok, kuda Batak, kuda Padang, dan kuda Sumba juga menemukan adanya polimorfisme pada lokus Hemoglobin tipe ά, yaitu tipe 1 dan 2. Jiskrova et al. (2002); Lippi dan Mortari (2003) menemukan alel AI, AII, BI, dan BII pada lokus Hemoglobin alpha pada kuda Trakehner, kuda Moravian dan Czesh warm-blooded serta kuda Brazillian. Rodriquez-Gallardo et al. (1992) menemukan alel A dan AII pada lokus Hemoglobin alpha dan alel BI dan BII pada lokus Hemoglobin beta. Namun, penelitian Afraz et al. (2006) tidak menemukan adanya variasi alel lokus Hemoglobin pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman. Frekuensi Alel Frekuensi alel merupakan parameter dasar dalam mempelajari proses terjadinya evolusi, karena perubahan genetik pada sebuah populasi biasanya digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi alel pada kuda lokal Sulawesi Utara berdasarkan lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, PTf-2 disajikan pada Tabel 6. 24

36 Tabel 6. Frekuensi Alel Kuda Lokal Sulawesi Utara Lokus Albumin (Alb) Post Albumin (PAlb) Transferrin (Tf) PTf-1 PTf-2 Populasi Kuda Alel Total Minahasa Tomohon Manado Minahasa Selatan A 0,85 0,68 0,73 0,76 0,74 B 0,15 0,32 0,27 0,24 0,26 A 0,50 0,38 0,50 0,46 0,44 B 0,50 0,62 0,50 0,52 0,55 C 0,00 0,00 0,00 0,02 0,01 A 0,25 0,23 0,23 0,26 0,24 B 0,55 0,66 0,73 0,65 0,66 C 0,20 0,11 0,04 0,09 0,10 A 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 B 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 A 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 B 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada lokus Alb alel A sebesar 0,85 dan terendah pada alel B sebesar 0,15 di populasi Tomohon. Rataan total frekuensi alel A dan B pada lokus Alb yaitu 0,74 dan 0,26. Nilai hasil frekuensi alel A lokus Alb yang diperoleh lebih tinggi dari nilai frekuensi alel A pada lokus Alb pada kuda Lombok yaitu sebesar 0,625 (Nozawa et al., 1981). Akan tetapi nilai frekuensi alel tertinggi pada kuda Czesh, Trakehner, Moravian, dan Turkoman berturut-turut adalah alel B sebesar 0,68; 0,81; 0,66; dan 0,52 (Jiskrova et al,. 2002; Afraz et al., 2006). Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus Albumin. Frekuensi alel tertinggi pada lokus PAlb alel B sebesar 0,62 ditemukan di daerah Manado dan terendah pada alel C sebesar 0,00. Rataan total frekuensi alel A, B, dan C pada lokus PAlb berturut-turut yaitu 0,44, 0,55 dan 0,01. Nilai rataan total frekuensi alel tertinggi adalah alel B sebesar 0,55. Sedangkan nilai frekuensi alel B pada lokus PAlb yang diperoleh kuda Batak, Lombok, dan Flores berturut-turut yaitu sebesar 0,84; 0,70; dan 0,71 (Nozawa et al.,1981). Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus Post Albumin. Frekuensi alel tertinggi pada lokus Tf yaitu alel B sebesar 0.73 dan terendah pada alel C sebesar 0,04 di Kabupaten Minahasa Selatan. Rataan total frekuensi alel 25

37 A, B, dan C pada lokus Tf berturut-turut yaitu 0,24, 0,66 dan 0,10. Nilai rataan total frekuensi alel tertinggi adalah alel B sebesar 0,66. Penelitian yang dilakukan Nozawa et al. (1981) pada kuda Batak, Lombok, Padang, dan Flores juga menunjukkan frekuensi alel tertinggi adalah alel B yaitu sebesar 0,84; 0,77; 0,70; dan 0,77 (berturut-turut). Penelitian Zaabal dan Ahmed (2010) pada kuda Arab menunjukkan frekuensi alel tertinggi pada lokus Tf adalah alel D sebesar 0,78. Penelitian yang dilakukan Afraz et al. (2006) pada kuda Iranian Kurd dan Turkoman menunjukkan bahwa alel D pada lokus Tf bersifat aditif dan dapat mengontrol tingkat fertilitas. Sedangkan frekuensi alel tertinggi pada lokus PTf-1 dan PTf-2 masing-masing pada alel A sebesar 1,00 dan terendah pada alel B sebesar 0,00 untuk semua populasi. Keseimbangan Hardy-Weinberg Hukum Hardy-Weinberg menggambarkan keseimbangan suatu lokus dalam populasi diploid yang mengalami perkawinan secara acak yang bebas dari faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya proses evolusi seperti mutasi, migrasi, dan pergeseran genetik (Gillespie, 1998). Hasil pengujian keseimbangan populasi terhadap lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1, dan Post Transferrin-2 pada kuda lokal Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji χ 2 pada Populasi Kuda Lokal Sulawesi Utara Populasi (n) Lokus Alb PAlb Tf PTf-1 PTf-2 Tomohon (10) tn 10,000* td td td Manado (28) tn * td td td Minahasa Selatan (13) tn 13,000* td td td Minahasa (23) tn 9.875* td td td Keterangan: (*) = nyata ( tn ) = tidak nyata pada taraf α=0,05 td = tidak dianalisis n = banyaknya sampel Tabel 7 memperlihatkan bahwa lokus Albumin pada keempat populasi kuda lokal Sulawesi Utara berada dalam keseimbangan, sedangkan lokus Post Albumin tidak berada dalam keseimbangan. Lokus Tranferrin tidak dapat dianalisis karena 26

38 memiliki derajat bebas χ 2 adalah nol disebabkan pada lokus Transferrin hanya terdapat tiga macam genotipe dan tiga macam alel. Derajat bebas χ 2 merupakan hasil pengurangan antara jumlah genotipe dengan jumlah alel (Allendorf dan Luikart, 2007). Lokus Post Transferrin 1 dan 2 tidak dapat dianalisis karena bersifat monomorfik. Suatu populasi dinyatakan dalam keseimbangan Hardy-Weinberg, jika frekuensi genotipe (p 2, 2pq, dan q 2 ) dan frekuensi alel (p dan q) konstan dari generasi ke generasi akibat penggabungan gamet yang terjadi secara acak. Populasi yang cukup besar tidak akan berubah dari satu generasi ke generasi lainnya jika tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift (Noor, 2008). Heterozigositas Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi. Semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut (Ferguson, 1980). Pendugaan nilai heterozigositas dihitung untuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya (Marson et al., 2005). Pada penelitian ini, lokus PTf-1 dan PTf-2 tidak dilakukan penghitungan heterozigositasnya karena bersifat monomorfik. Hasil analisis heterozigositas empat populasi kuda di Sulawesi Utara disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai Heterozigositas pada Kuda Lokal Sulawesi Utara Populasi Kuda Lokus Alb PAlb Tf Total Tomohon 0,10 1,00 0,90 0,67 Manado 0,50 0,75 0,68 0,64 Minahasa Selatan 0,23 1,00 0,54 0,59 Minahasa 0,30 0,83 0,69 0,61 Rataan 0,34 0,85 0,69 0,63 Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai heterozigositas tertinggi berturut-turut terdapat pada lokus PAlb (0,85), Tf (0,69), dan Alb (0,34). Nilai heterozigositas kuda di Kota Tomohon lebih tinggi dibandingkan dengan kuda di daerah lainnya. Hal ini 27

39 dikarenakan kuda yang ada di Kota Tomohon lebih banyak disilangkan dengan kuda Thoroughbred sehingga memiliki ukuran tubuh (tinggi pundak) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kuda di daerah lainnya. Rataan tinggi pundak kuda di Kota Tomohon, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Minahasa berturut-turut adalah 134,22; 117,00; 115,91; dan 122,33 cm. Nilai rataan heterozigositas total pada kuda Sulawesi Utara yang meliputi empat populasi adalah sebesar 0,63. Hasil penelitian Nozawa et al. (1981) pada kuda lokal di Indonesia menyatakan bahwa nilai heterozigositas kuda Lombok, Batak, Padang dan Flores berturut-turut adalah 0,091; 0,087; 0,093; 0,100. Jiskrova et al. (1992) menyatakan bahwa nilai heterozigositas kuda Czesh, kuda Trakhner, dan kuda Moravian berturut-turut adalah 0,367; 0,319; dan 0,353. Rataan nilai heterozigositas kuda Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan dengan kuda lokal lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kuda lokal Sulawesi Utara lebih bervariasi dibandingkan dengan kuda lokal lainnya. Hal ini kemungkinan dikarenakan kuda lokal di Sulawesi Utara belum dilakukan seleksi secara sistematis sehingga nilai heterozigositasnya masih tinggi. Jarak Genetik dan Pohon Filogenetik Jarak genetik merupakan tingkat perbedaan gen (perbedaan genom) antara dua populasi, yang biasa dihitung berdasarkan fungsi dari frekuensi alel. Jarak genetik dapat digunakan dalam memperkirakan waktu terjadinya pemisahan antar populasi dan dapat juga digunakan dalam membangun pohon filogenetik (Nei and Kumar, 2000). Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang yang sama. Dalam sebuah pohon filogenetik, setiap node dengan keturunan merupakan nenek moyang terbaru dari keturunan, dan panjang tepi dalam beberapa pohon sesuai dengan perkiraan waktu (Miller, 2009). Berdasarkan hasil analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh bentuk pohon kekerabatan yang disajikan pada Tabel 9 dan Gambar

40 Tabel 9. Jarak Genetik Kuda Lokal Sulawesi Utara Populasi Tomohon Manado Tomohon - Manado 0, Minahasa Selatan Minahasa Selatan 0,0120 0, Minahasa Minahasa 0,0058 0,0038 0, Gambar 11. Dendogram Pohon Filogenetik Kuda Lokal Sulawesi Utara Gambar 11 memperlihatkan perbedaan atau keragaman pada masing-masing populasi berdasarkan lokus-lokus yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa kuda pada masing-masing populasi berbeda berdasarkan lokus-lokus protein darahnya. Berdasarkan hasil perhitungan jarak genetik, hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi kuda di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan, sebesar 0,0019. Hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara populasi kuda di Kota Tomohon dan populasi kuda di Kota Manado, yaitu sebesar 0,0138. Semakin dekat hubungan kekerabatan mengindikasikan adanya kesamaan yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati, dan sebaliknya. Semakin jauh hubungan kekerabatan mengindikasikan adanya keragaman atau variasi yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati (Nei dan Kumar, 2000). Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keragaman genetik dalam suatu populasi, diantaranya topografi, ketinggian lokasi, dan distribusi geografis (Eo et al., 2002; Ohsawa et al., 2008). Berdasarkan pengelompokan, kuda lokal di Sulawesi Utara dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yang mana 29

41 Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Manado termasuk kelompok pertama, sedangkan Kota Tomohon termasuk dalam kelompok lainnya. Hal tersebut dikarenakan Kota Tomohon memiliki karakteristik topografi yang bergunung dan berbukit yang membentang dari utara ke selatan. Pohon filogenetik yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk pengembangan galur murni kuda di masing-masing populasi. Pengembangan populasi kuda di Minahasa dapat dilakukan dengan melakukan persilangan dengan kuda di Minahasa Selatan, sebab kuda di Minahasa dan Minahasa Selatan berkerabat dekat. 30

42 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, dan Hemoglobin protein darah kuda lokal Sulawesi Utara bersifat polimorfik sedangkan pada lokus Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 bersifat monomorfik. Subpopulasi yang terdapat di Tomohon, Manado, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Minahasa Selatan berbeda berdasarkan hasil analisis protein darah. Hubungan kekerabatan yang paling dekat terdapat antara populasi kuda di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Minahasa Selatan sedangkan hubungan kekerabatan terjauh terdapat antara populasi kuda di Kota Tomohon dan populasi kuda di Kota Manado. Saran Penelitian lebih lanjut, diperlukan ukuran populasi yang lebih besar dan lokus yang lebih banyak agar lebih menggambarkan keragaman genetik kuda lokal. Selain itu, analisis protein darah selanjutnya tidak perlu mengamati lokus PTf-1 dan PTf-2. Penelitian tahap lanjut menggunakan analisis DNA akan sangat bermanfaat dalam menunjang perkembangan kuda di Sulawesi Utara.

43 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan anugerahnya sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kepada Papa dan Mama tersayang, Bapak Philipus dan Ibu Lina yang senantiasa memberikan kasih sayang dan memberikan dukungan serta selalu berdoa untuk kesuksesan penulis. Kepada adik-adik Penulis tersayang, Japeth dan Cheren yang telah memberikan senyuman, motivasi, dan doanya. Terima kasih atas semuanya, atas keceriaan dan kebersamaannya. Kepada Ibu Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan nasehat dan motivasi kepada Penulis. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur,Sc. dan Bapak Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si atas segala perhatian, bimbingan, motivasi, dan arahannya. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Juvarda B. Takaendengan, M.Si atas materi penelitian yang diberikan kepada Penulis. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc selaku dosen pembahas pada seminar. Terima kasih Penulis ucapkan kepada Pror. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS dan Prof.Dr.Ir. Nahrowi, M.Sc atas masukan terhadap skripsi Penulis.Terima kasih kepada Dr. Drh. Amrozi, M.Sc dan Dr. Dra. R.Iis Arifiantini, M.Si yang membantu penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kak Eryk yang memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada teman-teman tim penelitian (Vania, Cintya, Justian, dan Fuad). Terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium (Kak Ires, Kak Surya, Pak Andi, Pak Ihsan, Desi, Gina, Ferdy, Paulina, Lenny, Irine, Wike, Icha, Diny, Gabby, dan Tifanny) serta teman seperjuangan Kang Asep. Terima kasih kepada teman-teman IPTP 44 dan teman-teman GWerz atas kerjasama, keceriaan, dan kekeluargaannya selama ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada teman-teman kelompok kecil, Kak Desra, Marika Veraria, dan Fanny Aprilta atas dukungan doa yang telah diberikan. Bogor, 23 Maret 2011 Penulis

44 DAFTAR PUSTAKA Afraz F., R. Hemmaty, & S. Shamsa Genetic polymorphism of blood proteins in Iranian Kurd and Turkoman horse populations. J. Bio Sci 9 (1): Allendorf, F.W. & G. Luikart Conservation and the Genetics of Populations. Blackwell Publishing. USA. Badan Pusat Statistik Statistik Peternakan. BPS. Jakarta. Blakely, J. & D.H. Blade The Science of Animal Husbandry. Prentice-Hall Inc, New Jersey. Blott, S., J.J. Kim, S. Moisio, A.S. Kuntzel, A. Cornet, P. Berzi, N. Cambiaso, C. Ford, B. Grisart, D. Johnson, L. Karim, P. Simon, R. Snell, R. Spelman, J. Wong, J. Vilkki, M. Georges, F. Farnir, & W. Coppeters Molecular dissection of a quantitative trait locus: a phenylalanine-to-tyrosine substitution in the transmembrane domain of the bovine growth hormone receptor is associated with a major effect on milk yield and composition. Genet. 163: Bowling, A.T & A. Ruvinsky The Genetics of the Horse. CAB International Publishing. London. Edward, E.H The Encyclopedia of Horse. London. Dorling Kindersley Limited. Ensminger, M.E Animal Science. Animal Agriculture Series. 5 th Ed. Printers & Publisher, Inc. Danville, Illinois. Eo, S., J. Hyun, W.S. Lee, T. Choi, S.J. Rhim & K. Eguchi Effects of topography on dispersal of black-billed magpie Pica pica sericea revealed by population genetic analysis. J. Ethology. 20 (1): Ferguson, A Biochemical Systematics and Evolution Lecturer in Zoology. The Queens University of Belfast. London. Gillespie, J. H Population Genetics, A Concies Guide. The Johns Hopkins University Press. London. Hardjono, G. D Data Spasial Lahan Kritis Kota Tomohon Provinsi Sulawesi Utara. tomohon/bab_ii.pdf [4 Maret 2011]. Hardjono, G. D Data Spasial Lahan Kritis Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. manado/bab_ii.pdf [4 Maret 2011]. Hardjono, G. D Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. lahankritis/minahasa/bab_ii.pdf [4 Maret 2011]. Hardjono, G. D Data Spasial Lahan Kritis Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. sulut/lahankritis/minahasaselatan/bab_ii.pdf [4 Maret 2011].

45 Harper, H., A.W. Rodwel & P.A. Mayes Biokimia. Edisi ke 17. Lange EGC. Hartl, D.L A Primer of Population Genetics. 2 nd Ed. Sinauer Associates, Inc.USA. Jiskrova, J., V. Glasnak, & D. Misar The use of blood protein polymorphism for determining the genetic distance between the Moravian warm-blooded horse and the Czech warm-blooded and Trakehner horses. J. Anim. Sci. 47 (3): Kimura, M., M.Ishi Puro, S.Ito & I. Isogai Protein polymorphism and genetic variation in a population of the Japanese quail. Japan. Poul. Sci. 17: Lippi, A.S & N. Mortari Studies of bloods group and protein polymorphism in the Brazilian horse breeds Mangalarga Marchador and Mangalarga (Equus caballus). Genetics and Molecular Biology 26 (4): Brazilian Society of Genetics. Brazil. Maeda, Y., T. Hashiguchi & M. Taketomi Genetical studies on serum alkaline phosphatase isozyme in the Japanese quail. Japan. J. Genet. 47: Maeda, Y., K.W. Hasburn & H.L. Marks Protein polimorphisms in quail population selected for large body size. Anim. Blood Grps. Blochen. Genet. 11: Marson, E.P., J.B.S. Ferraz, F.V. Meirelles, J.C.C. Balieiro, J.P. Eler, L.G.G. Figuerido, & G.B. Mourao Genetic characterization of European-Zebu composite bovine using RFLP markers. Genet. Mol. Res. 4: Miller, F. P Molecular Phylogenetics. VDM Publishing House Ltd. Nei, M. & Kumar S Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford University Press. New York. Nicholas, F.W Veterinary Genetics. Clarendon Press. Oxford. Noor, R.R Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. Nozawa, K., T. Amano, M. Katsumata, S. Suzuki, T. Nishida, T. Namikawa, Harimurti M., Bambang P., & Harun N Morphology and gene of the Indonesian horses. The Research group of Overseas Scientific Survey. Ohsawa, T., Y. Saito, H. Sawada, & Y. Ide Impact of altitude and topography on the genetic diversity of Quercus serrata populations in the Chichibu Mountain central Japan. 203(3): Omstein L Disc Electrophoresis I. Background and Theory. Ann New York Acad Sci. 121 (1964) Riis, P.M Dynamic Biochemistry of Animal Production. Elsevier Science Publishing Company Inc. New York. Rodriquez-Gallardo, P. P., P.Aguilar Sanchez, J.L. vega Pla, & D.F. de Andres Cara Blood group and protein polymorphism gene frequencies for the Andalusian horse breed. A comparison with four American horse breeds. Arch. Zootec. 41 (extra): Instituto de Zootecnia. Espana. 34

46 Rodwell, V.W Protein Biokimia (Review of Biochemistry). Edisi 19. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Rosenberg, I. M Protein Analysis and Purification Benchtop Technigues. 2 nd Ed. Birkhauser. USA. Sandberg, K. & E.G. Cothran Blood Groups and Biochemical Polymorphisms. In: The Genetics of The Horse. Eds. A.T. Bowling and A.Ruvinsky. CAB International. UK. Selander, R.K Genetic Variation in Natural Populations. Dalam: Molecular Evolution. Sinauer Associates Inc. Sunderland. Soehardjono, O Kuda. Jakarta: Yayasan Pamulang Equstrian Centre. Stenesh, J Experimental Biochemistry. Western Michigan University. Allyn and Bacon Inc. Boston. Warwick, E.J., J.M. Astuti, & W. Hardjosubroto Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Weir, B.S Genetic Data Analysis: Method for Discrete Population Genetic Data. Second ed. Sinauer Associates. Sunderland. MA, USA. Westermeier, R Electrophoresis in Practice. Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaA. Weinheim, Germany. Zaabal, M.M. & W. M. Ahmed Monitoring of gene markers associated with fertility in purebred Arabian stallions. J.Repro and Ferti. 1(2):

47 LAMPIRAN

48 Lampiran 1. Foto Kuda di Sulawesi Utara (Koleksi Juvarda B. Takaendengan) Tomohon Minahasa Selatan Minahasa Manado 37

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda Kuda digolongkan ke dalam hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang bertulang belakang, kelas Mammalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, ordo Perissodactyla yaitu hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica.proses domestikasi membentuk beberapa variasi

Lebih terperinci

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH 45 KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH Pendahuluan Pemanfaatan teknologi molekuler berdasarkan penanda immunogenetik dan biokimia, pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda Tarik

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kegunaan, Jenis, Tinggi, Bobot Badan dan Habitat Asli Kuda Tarik TINJAUAN PUSTAKA diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas mammalia (menyusui anak), ordo Perissodactyla yakni (tidak memamah biak) dan famili Equidae serta spesies Equus cabalus

Lebih terperinci

METODE. Bahan IID : Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml.

METODE. Bahan IID : Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml. METODE Waktu da Tempat Idetifikasi keragama geetik protei darah itik Pegaga, Alabio da Mojosari dilaksaaka pertegaha September sampai dega Desember 2011. Peelitia dilakuka di Laboratorium Geetika Molekuler

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Lokasi Pengamatan di Provinsi Sulawesi Utara

Gambar 10. Peta Lokasi Pengamatan di Provinsi Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan Lokasi pengamatan penelitian meliputi empat lokasi, yaitu Tomohon, Manado, Kabupaten Minahasa dan Amurang. Penentuan lokasi pengamatan penelitian dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Alel Protein Darah Hasil penelitian terhadap protein plasma darah didapatkan hasil elektroforesis pita protein muncul ada lima lokus, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK Dian Sofi Anisa, Moh. Amin, Umie Lestari Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak

TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda digolongkan kedalam filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui anaknya), ordo Perssodactyla (berteracak tidak bermamahbiak), famili Equidae, dan spesies Equus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah sejak lama kuda dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, zaman dahulu kuda digunakan untuk alat transportasi karena kuda mempunyai tenaga yang cukup besar dan memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA 35 KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA Pendahuluan Populasi kuda lokal di Sulawesi Utara memiliki karakteristik baik morfologi maupun pola warna tubuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle]

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] S. Johari, E. Kurnianto, Sutopo, dan S. Aminah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o 04-108 o 17 bujur timur dan 6 o 36-6 o 48 lintang selatan memiliki luas wilayah 174,22

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Seiring

I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Seiring 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda Equus caballus telah dikenal banyak orang sebagai hewan yang memiliki banyak fungsi. Hubungan kuda dengan manusia sangat erat kaitannya seperti peranan kuda sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... iii Halaman Pernyataan... iv Halaman Persembahan... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... viii Daftar Tabel... x Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java)

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java) Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 136 142 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara

Gambar 3. Peta Sulawesi Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Propinsi Sulawesi Utara mencakup luas 15.272,44 km 2, berbentuk jazirah yang memanjang dari arah Barat ke Timur pada 121-127 BT dan 0 3-4 0 LU. Kedudukan

Lebih terperinci

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken]

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] S. Johari, Sutopo, E. Kurnianto dan E. Hasviara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemowardojo-Tembalang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta

Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta ASAL USUL KEHIDUPAN Teori Abiogenesis Teori Biogenesis Teori Kosmozoa Percobaan Redi Percobaan Spallanzani Percobaan Pasteur Evolusi Kimia Evolusi Biologi Percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam di Satuan Kerja Non Ruminansia Temanggung

Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam di Satuan Kerja Non Ruminansia Temanggung Jurnal Ilmu dan Teknologi Jurnal Ilmu Peternakan dan Teknologi Indonesia Peternakan Volume Indonesia 2 (1): 159-165; Juni 2016 ISSN: 2460-6669 Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar I. Tujuan II. Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar Penamabahan garam pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan kelarutan protein (salting in). tetapi protein akan

Lebih terperinci

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra

PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR. SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PEWARISAN POLA WARNA MUKA PADA DOMBA GARUT DI PETERNAKAN TERNAK DOMBA SEHAT (TDS) KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Ardhana Surya Saputra PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Fenotipe

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penentuan Fenotipe MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder dan dilakukan selama satu bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorim Komputasi Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Asam Amino dan Protein

Asam Amino dan Protein Modul 1 Asam Amino dan Protein Dra. Susi Sulistiana, M.Si. M PENDAHULUAN odul 1 ini membahas 2 unit kegiatan praktikum, yaitu pemisahan asam amino dengan elektroforesis kertas dan uji kualitatif Buret

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

ALEL OLEH : GIRI WIARTO ALEL OLEH : GIRI WIARTO Sejarah Singkat Dengan adanya Mutasi,sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. Mendel tidak dapat mengetahui adanya lebih dari satu alel yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah Perkembangan Kuda

TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah Perkembangan Kuda 7 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Kuda Kuda (Equus caballus) termasuk dalam famili Equidae yang berkerabat erat dengan keledai (Equus asinus), zebra (Equus zebra) dan hemione (Equus heminus). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO BAB 10 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul Kuda Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil, oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn horse yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

Luisa Diana Handoyo, M.Si.

Luisa Diana Handoyo, M.Si. Luisa Diana Handoyo, M.Si. Cabang ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikan secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Populasi adalah suatu kelompok individu

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH LUMAJANG DAN BANGKALAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis) SEBAGAI PENDEKATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Tujuan Pembelajaran : Menjelaskan... Teori asal-usul kehidupan Teori Lamarck Teori Darwin Mekanisme Evolusi Frekuensi Gen

Tujuan Pembelajaran : Menjelaskan... Teori asal-usul kehidupan Teori Lamarck Teori Darwin Mekanisme Evolusi Frekuensi Gen Tujuan Pembelajaran : Menjelaskan... Teori asal-usul kehidupan Teori Lamarck Teori Darwin Mekanisme Evolusi Frekuensi Gen TEORI ASAL KEHIDUPAN Abiogenesis Biogenesis Evolusi KIMIA Evolusi Biologi ABIOGENESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda telah didomestikasi lebih daripada 6.000 tahun yang lalu di daerah stepa yang sekarang dikenal dengan daerah Rusia Selatan dan Ukraina. Sejak itu kuda mempunyai banyak manfaat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS.

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS. STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS Oleh ANI RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK PROGRAM PASCASARJANA-FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

POPULASI TANAMAN ALLOGAM

POPULASI TANAMAN ALLOGAM POPULASI TANAMAN ALLOGAM TUJUAN PRAKTIKUM 1. Untuk mengetahui komposisi genetik dari tanaman allogame dan segregasidari keturunannya 2. Untuk mengetahui pengaruh seleksi terhadap perubahan komposisi genetik

Lebih terperinci