HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keragaman Protein Plasma Darah"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Protein Plasma Darah Hasil analisis plasma darah dari lokus Alb, PAlb, Tf, PTf-1, dan PTf-2 yang dilakukan pada itik lokal petelur Pegagan, Alabio, dan Mojosari divisualisasikan pada Gambar 6. Adapun rekonstruksi pola pita protein plasma darah disajikan pada Gambar 7. Gambar 6. Visualisasi Pola pita Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf Post- Transferrin 2 Post-Transferrin 1 Transferrin Post-Albumin Albumin Gambar 7.Rekonstruksi Pola Pita Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2 32

2 Hasil dari contoh rekonstruksi pola pita yang telah divisualisasikan dapat dilihat dengan jelas perbedaan genotipe pada masing-masing lokus yang diamati. Polimorfisme yaitu suatu keadaan yang terdapat beberapa bentuk fenotipe yang berbeda yang berhubungan satu sama lainnya. Polimorfisme suatu protein darah dapat dipelajari melalui struktur protein karena perbedaan basa dalam DNA dianggap sebagai sifat biokimia untuk membedakan jenis organisme. Pita-pita yang muncul dapat digunakan untuk menduga protein atau enzim yang dibawa oleh alel dalam lok us yang sama atau lok us yang berbeda (non alel) (Selander, 1976; Nicholas,1987). Hasil dari frekuensi genotipe lokus Alb, PAlb, TF, PTf-1, dan PTf-2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabe l 1.Frekuensi Genotipe Lok us Alb, P Alb, TF, PTf-1, dan PTf-2 Lokus Populasi Itik Petelur Genotipe Pegagan Mojosari Alabio Rataan Albumin AB 0,50 0,90 0,80 0,73 BB 0,10 0,10 0,20 0,13 BC 0,40 0,00 0,00 0,13 Post Albumin AA 0,00 0,90 1,00 0,6 AB 0,40 0,10 0,00 0,17 BB 0,60 0,00 0,00 0,20 Transferrin AC 0,80 1,00 1,00 0,93 BC 0,20 0,00 0,00 0,07 Post transferrin-1 AA 0,90 1,00 1,00 0,97 AB 0,10 0,00 0,00 0,03 Post transferrin-2 AA 0,30 1,00 0,50 0,60 AB 0,70 0,00 0,00 0,23 BB 0,00 0,00 0,50 0,17 Lokus Albumin (Alb) Dilihat dari Tabel 1 pita protein pada lokus Alb diperoleh tiga genot ipe, yaitu AB, BB, dan BC, dengan total frekuensi genotipe masing-masing adalah 0,73; 0,13 ; dan0,13. Dari hasil analisis pada lokus albumin untuk itik Pegagan, Alabio dan Mojosari ditemukan frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe AB dengan nilai sebesar 0,73 dan genotipe terendah adalah genotipe BB dan BC dengan nilai masingmasing 0,13. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan genotipe BC. 33

3 Frekuensi gen yang diperoleh padakelompok itik Pegagan adalah tipe A (Alb A ) de ngan frekuensi gen 0,25 tipe B (Alb B ) de ngan frekuensi gen sebesar 0,55 da n tipe C (Alb C ) dengan frekuensi sebesar 0,20. Berarti lokus Albumin pada semua plasma darah itik yang dianalisis adalah polimorfik.hal ini menunjukkan adanya variasi genotipe pada lokus PAlb pada Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio. Hasil penelitian lain pada itik Talang Benih dan itik Cihateup menurut Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga ditemukantiga alel yaitu Alb A, Alb B, da n Alb C. Selanjutnya Suryana (2011) juga menemukan Alb A, Alb B, dan Alb C pada itik Alabio. Lokus Post Albumin (PAlb) Berdasarkan Tabel 1 hasil pola migrasi pita protein, pada lokus PAlb ditemukan tiga genotipe yaitu AA, AB da n BB, de ngan frekuensi genotipe masingmasing berur utan ada lah 0,63 ; 0,17 ; da n 0,20. Frekuensi genotipe yang tertinggi ditemukan pada kelompok itik lok al petelur Pegagan, Alabio dan Mojosari adalah frekuensi genot ipe AA sebesar 0,63 dan frekuensi genot ipe yang t erendah adalah AB sebesar 0,17. Alel yang ditemukan padalokus postalbumin (PAlb) adalah alel A dan B.Hal ini menunjukkan adanya variasi alel pada lok us post albumin (PAlb) pada kelompok Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti. Pada itik Mojosari tidak ditemukan genotipe BB dan pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post albumin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Lokus Transferrin (Tf) Berdasarkan 1 hasil pola migrasi pita protein pada lokus Transferrin (Tabel 1) ditemukan dua macam genotipe dengan variasi polimer heterozigot yaitu AC dan BC, dengan frekuensi genotipe masing-masing adalah 0,93 dan 0,07. Diantara ketiga jenis itik yang diteliti, frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AC dan frekuensi genot ipe terenda h adalah genotipe BC, dan adapun pada itik Mojosari dan itik Alabio tidak ditemukan genotipe BC, de ngan de mikian genotipe BC hanya ditemukan pada itik Pegagan. Lok us transferrin yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokustransferrin (Tf) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan 34

4 Alabio yang diteliti sampel darahnya.hasil analisis elektroforesis mendapatkan adanya tiga pita alel yaitu A (Tf A ). B (Tf B ) dan C (Tf C ) dengan nilai frekuensi alel masing-masing adalah 0,40 ; 0,10 ; dan 0,50. Hasil penelitian ini berbeda denganazmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemuka n dua pita alel yaitu Tf B da n Tf C. Lokus Post Transferrin-1(PTf-1) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokuspost transferrin-1 (Tabel 1) ditemukan dua genot ipe yaitu AA da n AB, de ngan frekuensi genotipe berturut-tur ut adalah 0,97 dan 0,03. Frekuensi genotipe tertinggi ditemukan pada genotipe AA dan frekuensi genotipe terendah ditemukan pada genotipe AB. Pada post transferrin-1 itik Mojosari dan Itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-1(ptf-1) pada populasi Itik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya. Lokus Post Transferrin-2(PTf-2) Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada lokus post transferrin-2 (Tabe l 1) ditemukan tiga genotipe ya itu AA, AB da n BB, dengan frekuens i genotipe berturuttur ut ada lah 0,60; 0,23; da n 0,17. Frekuensi genotipe terbesar terdapat pada genotipe AA da n yang terenda h pada genot ipe BB. Genotipe AB dan BB untuk lok us post transferrin-2 (PTf-2) tidak ditemukan pada itik Mojosari. Pada itik Alabio tidak ditemukan genotipe AB dan pada itik Pegagan tidak ditemuka n genotipe BB, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada lokus post transferrin-1 pada semua plasma darah yang dianalisis ada lah polimorfik. Hal ini menunjukkan adanya variasi pada lok us post transferrin-2(ptf-2) pada kelompokitik Pegagan, Mojosari dan Alabio yang diteliti sampel darahnya. 35

5 Frekuensi Alel Frekuensi alel tertinggi ditemukan pada lokus post albumin yaitu alel A dengan nilai sebesar 1 pada itik Alabio, pada lokus post transferrin-1 Alel A pada itik Mojosari dan Alabio. Pada lokus post transferrin-2 Alel A sebesar 1 pada itik Mojosari. Adapun frekuensi alel merupakan parameter dasar dalam mempelajari proses terjadinya evolusi, karena peruba han genetik pada sebuah populasi biasanya digambarkan dengan adanya perubahan pada frekuensi alel (Nei dan Kumar, 2000). Hasil analisis frekuensi alel pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio berdasarkan lokus Alb, Palb, Tf, PTf-1 da n PTf-2 disajikan pada Tabel 2. Tabe l 2.F rekuensialel Itik Petelur Lokal Lokus Populasi Itik Lokal Petelur Total Alel Pegagan Mojosari Alabio Albumin A 0,25 0,45 0,40 0,37 B 0,55 0,50 0,60 0,57 C 0,20 0,00 0,00 0,07 Post Albumin A 0,20 0,95 1,00 0,72 B 0,80 0,05 0,00 0,28 Transferrin A 0,40 0,50 0,50 0,47 B 0,10 0,00 0,00 0,03 C 0,50 0,50 0,50 0,50 Post Transferrin-1 A 0,95 1,00 1,00 0,98 B 0,05 0,00 0,00 0,02 Post Transferrin-2 A 0,65 1,00 0,50 0,72 B 0,35 0,00 0,50 0,28 Berdasarkan pola migrasi pita proteinlokus albumin, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti ditemukan tiga macam alel yaitu Alel A, B dan C, dengan nilai berur utan sebesar 0,37;0,57; da n 0,07.Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan pada alel B pada itik Alabio sebesar 0,60 dan yang terendah alel C sebesar 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Rataan frekuensi alel yang nilainya terbesar yaitu alel A pada post transferrin-1 dan yang terenda h yaitu alel B pada lokus transferrin. Pada itik Mojosari dan Alabio tidak ditemukan adanya alel C.Hal ini menunjukkan adanya 16

6 variasi pada lokus albumin.hasil yang sama diperoleh oleh Suryana (2011) pada itik Alabio. Selanjut nya pada itik Talang Benih dan itik Cihateup Azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) juga menemukan tiga pita protein. Frekuensi alel pada lokus post albumin juga terdapat variasi, terdapat dua macam alel pada lokus ini yaitu alel A dan B, alel A dengan nilai rataan sebesar 0,72 dan alel B dengan nilai sebesar 0,28. Nilai frekuensi alel yang terbesar ditemukan yaitu alel A pada itik Alabio sebesar 1,00 dan yang terendah alel B pada itik Alabio dengan nilai yaitu 0,00 atau pada itik Alabio t idak d itemuka n alel B. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus tansferrin terdapat alel A, B da n C, dengan nilai total masing-masing berurutan sebesar 0,47, 0,03 dan 0,50. Nilai frekuensi alel terbesar ditemukan pada alel A pada itik Mojosari dan Alabio sebesar 0,50 dan alel C pada itik Pegagan, Alabio dan Mojosari. Rataan frekuensialel yang tertinggi adalah alel C dan yang terenda h adalah alel B. Tidak ditemukan alel B pada jenis itik Mojosari dan Alabio.Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus transferrin, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada lokus transferrin pada semua plasma darah yang dianalisis adalah polimorfik.azmi et al. (2006) dan Wulandari (2005) yang hanya menemukan dua pita alel yaitu Tf B da n Tf C. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti pada lok us post tansferrin-1 ditemukan alel A dan B, dengan nilai total masing-masing alel berurutan adalah 0,98 dan 0,02. Hasil yang didapatkan bahwa nilai rataan frekuensi alel yang tertinggiyaitu alel A dan yang terendah yaitu alel B. Nilai frekuensi alel terbesar adalah alel A pada itik Mojosari dan Alabio dengan nilai 1,00 dan yang terenda h alel B dengan nilai 0,00 pada itik Mojosari dan Alabio. Beragamnya hasil alel yang ditemuka n, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-1. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006). Adapun pada itik Talang Benih tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-1. Berdasarkan pola migrasi pita protein, pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti dilokus post tansferrin-2 ditemukan alel A dan B. Nilai frekuensi alel yang tertinggi ditemukan yaitu alel A pada itik Mojosari dan yang terendah ditemukan yaitu alel B pada itik Mojosari. Nilai total dari kedua alel secara berurutan adalah 17

7 0,72 dan 0,28. Nilai rataan frekuensi alel yang tertinggi adalah alel A dan yang terendah adalah alel B. Beragamnya hasil alel yang ditemukan, hal ini menunjukkan adanya variasi pada lokus post transferrin-2. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Azmi et al. (2006) pada itik Talang Benih yaitu tidak ditemukan alel A pada lokus post transferrin-2. Keseimbanga n Hardy-Weinberg Hasil pengujian keseimbangan populasi menggunakan uji 2 terhadap lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 pada itik pe telur lokal disajikan pada Tabel 3. Tabel 5. Hasil uji 2 lokus Albumin, Post Albumin, Transferrin, Post Transferrin-1 dan Post Transferrin-2 Populasi Lokus Alb PAlb Tf Ptf-1 PTf-2 * Pegagan ,20 Mojosari 0,03 Alabio Keterangan : (*) ( tn ) n = = = = nyata tidak nyata pada tarafα = 0.05 tidak didefinisikan banyaknya sampel Tabe l 3 memperlihatkan hasil dari perhitungan * * 10,00 8,62 2 pada itik Pegagan adalah berada pada keadaan tidak seimbang pada lokus albumin, transferrin dan post transferrin-1. Hal ini berarti bahwa keragaman genotipnya rendah dan tidak memenuhi hukum Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor, 2010) sehingga diduga sudah terjadi seleksi, sedangkan lokus post albumindalam keadaan seimbangdan lokus post transferrin 2 tidak dapat didefinisikan karena memiliki nilai hitung tak hinggga. Frekuensi gen pada kelompok itik Mojosari seimbang pada lokus post albumin, namun pada lokus albumin, transferrin, post transferrin-1 dan post transferrin-2 tidak dapat dianalisis lebih jauh karena nilai hitung hitungnya tak hingga.begitu juga dengan semua lokus yang diteliti pada itik Alabio menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan karena adanya suatu nilai tak hingga pada lokus

8 sehingga tidak dapat dianalisis lebih jauh. Begitu juga pada lok us post transferrin- 2pada ketiga jenis itik petelur yang diteliti menunjukkan keadaan tidak dapat didefinisikan. Hal ini tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinbergbahwa frekue nsi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, mutasi, migrasi dan genetic drift (Noor,2010). Heterozigositas Hasil analisis heterozigositas tiga kelompok itik petelur lokalya itu Pegagan, Mojosari dan Alabio disajikan pada Tabel 4. Tabe l 4. N ilai Heterozigositas pada Tiga Populasi Itik Pegagan, Mojosari da n Alabio Itik Lok us Albumin Palb Tf PTf-1 PTf-2 Total Pegagan 0,90 0,40 1,00 1,00 1,00 0,80 Mojosari 0,90 0,10 1,00 1,00 0,00 0,60 Alabio 0,80 0,00 1,00 0,00 1,00 0,56 Rataan 0,87 0,17 1,00 1,00 0,23 0,65 Tabe l 4 menunjukka n bahwa nilai heterozigositas itik Pegagan sebesar 0,80. Nilai heterozigositas pada itik Alabio sebesar 0,56. Nilai heterozigositas pada itik Mojosari adalah 0,60.Hal ini menunjukkan bahwa variasi genetik pada itik Pegagan tinggi sehingga sangat bermanfaat untuk program seleksi perbaikan genetik itik Pegagan, hal ini juga sesuai de ngan ya ng dilapo rka n Marson et al. (2005) bahwa pendugaan nilai heterozigositasuntuk mendapatkan keragaman genetik dalam populasi yang dapat digunakan untuk membantu program seleksi pada ternak yang akan digunakan sebagai sumber genetik pada generasi berikutnya. Nilai heterozgositas itik Alabio paling rendah jika dibandingka n dengan itik Pegagan dan itik Mojosari. Rendahnya nilai heterozigositas pada itik Alabio diduga akibat seleksi yang dilakukan oleh para peternak untuk menghasilkan itik petelur. Nilai heterozigositas pada ketiga jenis itik diurutkan dari mulai yang tertinggi adalah lokus transferrin (1,00), post transferrin-1 (1,00), albumin (0,87), post transferrin-2 (0,23), dan lok us post albumin (0,17). Hal ini menunjukkan bahwa pada lokus transferrin bervariasi, sehingga untuk melakukan program seleksi pada 19

9 ketiga jenis itik ini, maka lokus transferrin dapat digunakan sebagai acuan seleksi. Sebaliknya pada lokus post albumin dan post transferrin-2 yang memiliki nilai keragaman genetik rendah. Nilai rataan heterozigositas keseluruhan pada itik lokal petelur Pegagan, Mojosari dan Alabio adalah 0,65. Ferguson (1980) menyatakan bahwa heterozigot menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi.semakin tinggi nilai heterozigositas pada suatu populasi maka tinggi pula variasi genetik pada populasi tersebut. Jarak Genetik dan Pohon Filoge nik Berdasarkan hasil dari analisis jarak genetik dan pohon kekerabatan diperoleh jarak genetik dan dendogram yang ditampilkan pada Tabel 5 dan Gambar 8. Tabe l 5.Jarak Genetik Itik P egagan, Mojosari da n Alabio Populasi Pegagan Mojosari Alabio Pegagan Mojosari 1, Alabio 1,47 1,48 - Jarak genetik ketiga itik pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang paling dekat antara populasi itik Alabio dengan Pegagan sebesar 1,47. Adapun hubungan kekerabatan terjauh adalah antara itik Mojosari dengan Pegagan sebe sar 1,58. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Brahmantiyo et al. (2003), yang memperoleh hasil bahwa itik Alabio memiliki hubungan kekerabatan dengan itik Mojosari. Selanjutnya pada penelitian Brahmantiyo et al. (2005), juga menemukan bahwa itik Mojosari memiliki hubungan kekerabatan dengan itik Cirebon dan itik Cihateup. Semakin dekat hubungan kekerabatan megidentifikasikan adanya kesamaan yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati, dan sebaliknya.semakin jauh hubungan kekerabatan mengidentifikasikan adanya keragaman atau variasi yang tinggi pada lokus-lokus protein darah yang diamati (Nei dan Kumar, 2000), dari hasil jarak genetik yang diperoleh digunakan untuk membuat pohon kekerabatan diantara ketiga jenis itik petelur yang diteliti, seperti yang disajikan pada Gambar 8. 20

10 0,76 Mojosari 0,74 Alabio 0,02 0,74 Pegagan Gambar 8. Dendo gram Pohon FilogenikItik Petelur Lokal Gambar 8 memperlihatkan kesamaan pada masing-masing populasi berdasarkan lokus-lok us ya ng diamati. Populasi itik Pegagan memiliki kesamaan yang dekat dengan itik Alabio. Adapun dengan itik Mojosari keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan namun kesamaan diantara ketiganya yang palingdekat adalah itik Alabio dan Pegagan,hal ini memungkinka n ketiga jenis itik ini dapat dikawinkan, sehingga bisa memperoleh galur itik petelur lokal yang unggul. 21

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY

ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY ANALISIS KERAGAMAN PROTEIN DARAH ITIK PEGAGAN, ALABIO DAN MOJOSARI DENGAN METODE POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRI MENIX DEY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Alel Protein Darah Hasil penelitian terhadap protein plasma darah didapatkan hasil elektroforesis pita protein muncul ada lima lokus, yaitu Albumin (Alb), Post albumin (Pa),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal TINJAUAN PUSTAKA Itik Lokal Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica.proses domestikasi membentuk beberapa variasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. murni yang masih sedikit dan wawasan peternak masih sangat minim dalam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Ayam lokal di Indonesia telah lama dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan biasanya sering disebut dengan ayam buras. Ayam buras di Indonesia memiliki perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

Polimorfisme Protein Darah Itik Pegagan dengan Metode PAGE

Polimorfisme Protein Darah Itik Pegagan dengan Metode PAGE Polimorfisme Protein Darah Itik Pegagan dengan Metode PAGE (polymorphism of blood protein pegagan duck by PAGE method) Meisji Liana Sari 1, Ronny Rachman Noor 2, Peni S. Hardjosworo 2, dan Chairun Nisa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH

KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH 45 KERAGAMAN DAN JARAK GENETIK KUDA BERDASARKAN ANALISIS ELEKTROFORESIS POLIMORFISME PROTEIN DARAH Pendahuluan Pemanfaatan teknologi molekuler berdasarkan penanda immunogenetik dan biokimia, pada saat

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

Analisis Keragaman Genetik Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) dan Prospek Pengembangannya di Kalimantan Selatan

Analisis Keragaman Genetik Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) dan Prospek Pengembangannya di Kalimantan Selatan Analisis Keragaman Genetik Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) dan Prospek Pengembangannya di Kalimantan Selatan Suryana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jalan Panglima Batur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

METODE. Bahan IID : Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml.

METODE. Bahan IID : Temet 0,2 ml dan ditambah aquadestilata 100 ml. METODE Waktu da Tempat Idetifikasi keragama geetik protei darah itik Pegaga, Alabio da Mojosari dilaksaaka pertegaha September sampai dega Desember 2011. Peelitia dilakuka di Laboratorium Geetika Molekuler

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU

STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU STUDI KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK KERBAU BENUANG DI BENGKULU AZMI 1), GUNAWAN 1) dan EDWARD SUHARNAS 3) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu 2) Universitas Bengkulu ABSTRAK Kerbau

Lebih terperinci

Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam di Satuan Kerja Non Ruminansia Temanggung

Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger Hitam di Satuan Kerja Non Ruminansia Temanggung Jurnal Ilmu dan Teknologi Jurnal Ilmu Peternakan dan Teknologi Indonesia Peternakan Volume Indonesia 2 (1): 159-165; Juni 2016 ISSN: 2460-6669 Polimorfisme Protein Darah Ayam Kedu Jengger Merah dan Jengger

Lebih terperinci

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle]

KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] KERAGAMAN PROTEIN DARAH SEBAGAI PARAMETER BIOGENETIK PADA SAPI JAWA [Blood Protein Variability as Biogenetic Parameter of Java Cattle] S. Johari, E. Kurnianto, Sutopo, dan S. Aminah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE)

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) ANALISIS KERAGAMAN GENETIK PROTEIN DARAH KUDA LOKAL SULAWESI UTARA DENGAN MENGGUNAKAN POLYACRYLAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (PAGE) SKRIPSI PRISKILA LISNAWATI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java)

KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein Variability of Jawarandu Goat in Pemalang, Central Java) Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 136 142 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN PEMALANG (Blood Plasm Protein

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU

KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN GENETIK ITIK TALANG BENIH DI BENGKULU (Characteristic of Morphologic an Genetic on Talang Benih Duck in Bengkulu) AZMI 1, GUNAWAN 1 dan EDWAR SUHARNAS 2 1 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml.

20,0 ml, dan H 2 O sampai 100ml. : Tris 9,15 gram; HCl 3ml, dan H 2 O sampai 100ml. : ammonium persulfat dan 0,2 gram H 2 O sampai 100ml. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Contoh darah diambil dari koleksi contoh yang tersedia di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Ternak Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

ALEL OLEH : GIRI WIARTO ALEL OLEH : GIRI WIARTO Sejarah Singkat Dengan adanya Mutasi,sering dijumpai bahwa pada suatu lokus didapatkan lebih dari satu macam gen. Mendel tidak dapat mengetahui adanya lebih dari satu alel yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen.

PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG. Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENGUJIAN KESETIMBANGAN HARDY-WEINBERG Tujuan : Mempelajari kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan frekuensi alel dan gen. PENDAHULUAN Pada tahun 1908, ahli Matematika Inggris G.H. Hardy dan seorang ahli

Lebih terperinci

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken]

POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU [Blood Protein Polymorphism of Kedu Chicken] S. Johari, Sutopo, E. Kurnianto dan E. Hasviara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Kampus drh. Soejono Koesoemowardojo-Tembalang,

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM DI SATUAN KERJA NON RUMINANSIA TEMANGGUNG SKRIPSI

KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM DI SATUAN KERJA NON RUMINANSIA TEMANGGUNG SKRIPSI i KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH AYAM KEDU JENGGER MERAH DAN JENGGER HITAM DI SATUAN KERJA NON RUMINANSIA TEMANGGUNG SKRIPSI Oleh : BAGUS PRADITYA SN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Keragaman Genetik Itik Magelang Berdasarkan Lebar Kalung Leher Melalui Analisis Protein Plasma Darah di Satuan Kerja Itik Unit Banyubiru Ambarawa

Keragaman Genetik Itik Magelang Berdasarkan Lebar Kalung Leher Melalui Analisis Protein Plasma Darah di Satuan Kerja Itik Unit Banyubiru Ambarawa Keragaman Genetik Itik Magelang Berdasarkan Lebar Kalung Leher Melalui Analisis Protein Plasma Darah di Satuan Kerja Itik Unit Banyubiru Ambarawa Genetics Diversity Based on White Feather Width of Neck

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Berbagai alasan muncul berkaitan dengan asal-usul penamaan ayam Arab. Beberapa sumber mengatakan bahwa asal mula disebut ayam Arab karena awalnya dibawa dari kepulangan ibadah

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK

ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK ANALISIS PROTEIN DARAH KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DI WILAYAH MALANG DAN BANGKALAN SEBAGAI STUDI AWAL PENINGKATAN MUTU GENETIK Dian Sofi Anisa, Moh. Amin, Umie Lestari Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o o 17 bujur IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Terisi secara geografis terletak pada 108 o 04-108 o 17 bujur timur dan 6 o 36-6 o 48 lintang selatan memiliki luas wilayah 174,22

Lebih terperinci

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS.

STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS. STUDI TENTANG KERAGAMAN GENETIK MELALUI POLIMORFISME PROTEIN DARAH DAN PUTIH TELUR PADA TIGA JENIS AYAM KEDU PERIODE LAYER TESIS Oleh ANI RETNO WULANDARI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAK PROGRAM PASCASARJANA-FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kuda Kuda digolongkan ke dalam hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang bertulang belakang, kelas Mammalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, ordo Perissodactyla yaitu hewan

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

MINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D.

MINGGU VI UJI CHI SQUARE. Dyah Maharani, Ph.D. MINGGU VI UJI CHI SQUARE Dyah Maharani, Ph.D. PENGERTIAN CHI-SQUARE Chi square adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi dengan frekuensi

Lebih terperinci

Matakuliah Evolusi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung

Matakuliah Evolusi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung Matakuliah Evolusi Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung OVERVIEW Populasi Gene Pool Variasi Frekuensi Alel dan Frekuensi Genotipe Kesetimbangan Genetik Perubahan Frekuensi Alel dan Genotipe

Lebih terperinci

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI

KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI KERAGAMAN MOLEKULER DALAM SUATU POPULASI EKO HANDIWIRAWAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jalan Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor 16151 ABSTRAK Variasi di dalam populasi terjadi sebagai akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi

Lebih terperinci

Polimorfisme Protein Darah Domba di Kabupaten Batanghari

Polimorfisme Protein Darah Domba di Kabupaten Batanghari Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. XV No. 1 Mei 212 Polimorfisme Protein Darah Domba di Kabupaten Batanghari Silvia Erina 1 dan Helmi Ediyanto 1 1 Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

Analisis Pola Pita Protein Albumin...Abdur Rokhim A.

Analisis Pola Pita Protein Albumin...Abdur Rokhim A. ANALISIS POLA PITA PROTEIN ALBUMIN DARAH SAPI PASUNDAN DI VILLAGE BREEDING CENTER KECAMATAN TERISI KABUPATEN INDRAMAYU ANALYSIS BAND PATTERN BLOOD ALBUMIN PROTEIN OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE BREEDING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Ayam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ayam Klasifikasi bangsa ayam menurut Myers (2001) yaitu kingdom Animalia (hewan); filum Chordata (hewan bertulang belakang); kelas Aves (burung); ordo Galliformes; famili Phasianidae;

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Asal Usul Beberapa ayam lokal petelur unggul Eropa, antara lain Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels adalah jenis ayam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

Problems of Hardy-Weinberg Principle

Problems of Hardy-Weinberg Principle Problems of Hardy-Weinberg Principle Priyambodo, M.Sc. staff.unila.ac.id/priyambodo staff.unila.ac.id/priyambodo Soal 1 Populasi di Kelurahan Gedung Meneng terdiri atas 2000 penduduk, yang terdiri atas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam

Gambar 1.1. Variasi pada jengger ayam Uraian Materi Variasi Genetik Terdapat variasi di antara individu-individu di dalam suatu populasi. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan genetis. Mutasi dapat meningkatkan frekuensi alel pada individu

Lebih terperinci

Dudung Mulliadi dan Johar Arifin Laboratorium Pemuliaan Ternak dan Biometrika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Dudung Mulliadi dan Johar Arifin Laboratorium Pemuliaan Ternak dan Biometrika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 2010, VOL. 10 NO. 2, 65-72 Pendugaan Keseimbangan Populasi dan Heterozigositas Menggunakan Pola Protein Albumin Darah pada Populasi Domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

PERUBAHAN FREQUENSI GEN - AKIBAT SELEKSI. Kasus I Dominan Sempurna. Kuswanto, 2012 FP UB Malang

PERUBAHAN FREQUENSI GEN - AKIBAT SELEKSI. Kasus I Dominan Sempurna. Kuswanto, 2012 FP UB Malang PERUBAHAN FREQUENSI GEN - AKIBAT SELEKSI Kasus I Dominan Sempurna Kuswanto, 2012 FP UB Malang 1.Kasus I dominan sempurna Dengan memperhitungkan gen-gen yang mengalami seleksi/tersingkir. Seleksi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udang merupakan komoditas unggul Indonesia. Udang windu (Penaeus monodon Fabricius,1798) merupakan komoditas primadona dan termasuk jenis udang lokal yang berasal

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fenotipe morfometrik Karakteristik morfometrik ikan nilem meliputi 21 fenotipe yang diukur pada populasi ikan nilem hijau (tetua) dan keturunannya dari hasil perkawinan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : kambing, frekuensi gen, heterosigositas ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci : kambing, frekuensi gen, heterosigositas ABSTRACT Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 269 276 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj KERAGAMAN PROTEIN PLASMA DARAH PADA KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA (Variation

Lebih terperinci

Luisa Diana Handoyo, M.Si.

Luisa Diana Handoyo, M.Si. Luisa Diana Handoyo, M.Si. Cabang ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikan secara matematik akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Populasi adalah suatu kelompok individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

STRUKTUR GENETIK POPULASI

STRUKTUR GENETIK POPULASI STRUKTUR GENETIK POPULASI Genetika Populasi Secara umum keprihatinan genetik tersebut konstitusi genetik organisme dan hukum yang mengatur transmisi turun-temurun ini informasi dari satu generasi ke generasi

Lebih terperinci

POPULASI TANAMAN ALLOGAM

POPULASI TANAMAN ALLOGAM POPULASI TANAMAN ALLOGAM TUJUAN PRAKTIKUM 1. Untuk mengetahui komposisi genetik dari tanaman allogame dan segregasidari keturunannya 2. Untuk mengetahui pengaruh seleksi terhadap perubahan komposisi genetik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH) Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2009) TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) menduduki populasi terbesar hampir di seluruh dunia. Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang

Lebih terperinci

BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG

BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG BAB III: PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG A. PENGERTIAN-2 PADA TAN.MENYERBUK SILANG B. STRUKTUR GENETIK POP. TAN. MENEYRBUK SILANG C. MACAM VARIETAS TANAMAN MENYERBUK SILANG D. PERBAIKAN POPULASI MELALUI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,

Lebih terperinci

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN

ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN ISTILAH-ISTILAH DALAM PEMULIAAN OLEH ADI RINALDI FIRMAN 1. ANALISIS KORELASI Mempelajari hubungan antara dua sifat yang diamati atau mengukur keeratan (derajat)hubungan antara dua peubah. 2. ANALISIS REGRESI

Lebih terperinci

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects

Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Deskripsi Mata KuliahCourse Subjects Sebagai seorang dosen, Prof. Cece mengajar beberapa mata kuliah yang terkait dengan bidang keahliannya yaitu di bidang pemuliaan dan genetika ternak. Untuk program

Lebih terperinci

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo

Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Polymorphism of GH, GHRH and Pit-1 Genes of Buffalo Nama : Rohmat Diyono D151070051 Pembimbing : Cece Sumantri Achmad Farajallah Tanggal Lulus : 2009 Judul : Karakteristik Ukuran Tubuh dan Polimorfisme

Lebih terperinci

Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta

Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta Bab 7 EVOLUSI SMA Labschool Jakarta ASAL USUL KEHIDUPAN Teori Abiogenesis Teori Biogenesis Teori Kosmozoa Percobaan Redi Percobaan Spallanzani Percobaan Pasteur Evolusi Kimia Evolusi Biologi Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keragaman Gen FSH Sub-unit Beta Sapi Bali Metode PCR-RFLP Amplifikasi Ruas Gen FSH sub-unit beta Pada penelitian ini kondisi PCR yang digunakan adalah denaturasi awal 94 o C

Lebih terperinci

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL

GENETIKA DAN HUKUM MENDEL GENETIKA DAN HUKUM MENDEL Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan

Lebih terperinci

6 Pengkajian Polimorfisme..(Rike Oktarianti)

6 Pengkajian Polimorfisme..(Rike Oktarianti) 6 Pengkajian Polimorfisme..(Rike Oktarianti) Pengkajian Polimorfisme Protein Plasma Darah pada Ikan Gurami (Osphronemus Gouramy Lac) di Kabupaten Jember (Studies Polymorphism of Blood Plasm Protein in

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen BMPR-1B dan BMP-15 Amplifikasi fragmen gen BMPR-1B dan BMP-15 pada DEG-Lombok menghasilkan DNA target dengan masing-masing panjang produk 140 bp (base pair/pasangan

Lebih terperinci

Gambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5%

Gambar 4. Visualisasi Hasil Amplifikasi Gen Pit1 Sapi FH dan Sapi Pedaging pada Gel Agarose 1,5% HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pit1 Gen Pit1 ekson 6 pada sapi Friesian Holstein (FH) dari lokasi BIB Lembang, BBIB singosari dan BET Cipelang; sapi pedaging (Simmental, Limousin, Angus, dan Brahman)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan itik Cihateup yang terjadi akibat perubahan bentuk dan komposisi tubuh dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA 35 KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA Pendahuluan Populasi kuda lokal di Sulawesi Utara memiliki karakteristik baik morfologi maupun pola warna tubuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60 BAB 1 PENDAHULUAN Di wilayah Indonesia, sejauh ini,ditemukan keturunan tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu bangsa sapi Ongole, bangsa sapi Bali dan bangsa sapi Madura serta peranakan beberapa bangsa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN FRM/FMIPA/062-01 18 Februari 2011 1. Fakulltas/Program Studi : MIPA / Prodi Pendidikan Biologi dan Prodi Biologi 2. Mata Kuliah/Kode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),

I. PENDAHULUAN. hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah. kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumberdaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Ciamis, Jawa Barat Kabupaten Ciamis merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki luasan sekitar 244.479 Ha. Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak

Lebih terperinci

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA- PT) BIDANG BIOLOGI (TES I) 22 MARET 2017 WAKTU 120 MENIT KIMIA KEHIDUPAN, BIOLOGI SEL, GENETIKA, DAN BIOLOGI MOLEKULAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci