4 METODE PENELITIAN. Jenis dan Sumber Data

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 METODE PENELITIAN. Jenis dan Sumber Data"

Transkripsi

1 15 4 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun meliputi berbagai sumber yang berasal antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan kode HS rumput laut yang terdiri dari , , , , , , , , , World Bank, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu, data juga dilengkapi dengan data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian No Jenis Data Sumber Data 1. Produksi rumput laut Indonesia KKP RI 2. Permintaan rumput laut domestik BPS RI 3. Pendapaatn nasional dan populasi Indonesia, Cina, World Bank Filipina dan Hongkong 4. Kurs Indonesia, Cina, Filipina, Hongkong dan Cili BPS dan OANDA 5. Tarif impor rumput laut Cina, Filipina, dan Kemendag RI Hongkong dari Indonesia 6. Anggaran KKP RI KKP RI dan BI 7. Harga rumput laut dunia BPS RI 8. Harga rumput laut di Cina, Filipina, Hongkong dan BPS RI Cili 9. Luas areal budidaya KKP RI 10. Jumlah pembudidaya KKP RI 11. Harga karageenan dan harga rumput laut domestik BPS RI 12. Jumlah ekspor rumput laut ke Cina, Filipina dan BPS RI Hongkong Alat Analisis Data Penelitian ini mengunakan metode deskriftif dan kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Two-Stage Least Square (2SLS). Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, ketika mengestimasi satu atau lebih persamaan dari sistem persamaan, biasanya digunakan strategi untuk menghindarkan simultaneos estimation bias yang dapat dilakukan dengan mengestimasi seluruh persamaan secara simultan dengan metode sistem yang salah satu diantara dengan 2SLS. Program yang digunakan adalah program Statistical Analysis System (SAS) dan Microsoft Excel 2007.

2 16 Spesifikasi Model Model merupakan abstraksi/penyederhanaan/representasi dari dunia nyata. Suatu model digunakan untuk mendekati fenomena yang pada umumnya bersifat kompleks sehingga replika dari dunia nyata perlu dibuat agar fenomena dapat menjadi sederhana dan memudahkan orang mempelajarinya (Setiawan dan Kusrini 2010). Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk suatusistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam persamaan tersebut. Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel. Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan struktural. Menurut Setiawan dan Kusrini 2010, variabel yang digunakan dalam persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam persamaan struktural dan 2) Variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua, yaitu a) variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang telah lalu. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model yang digunakan pada penelitian Apsari 2011 yaitu fungsi permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia di pasar internasional melalui penyesuaian model dengan melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang menjadi keterbatasan penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan

3 suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan tujuan penelitian. Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut Indonesia yang merupakan persamaan struktural diduga juga dipengaruhi oleh jumlah pembudidaya yang terlibat pada proses budidaya rumput laut Indonesia, dan produksi rumput laut tahun lalu yang diduga memengaruhi keputusan pihak yang melakukan budidaya. Harga rumput laut dalam negeri juga diduga berpengaruh pada produksi budidaya rumput laut, dimana semakin besar harga rumput laut maka pembudidaya akan merespon positif untuk lebih meningkatkan produksi budidayanya. Kebijakan pemerintah diduga memengaruhi produksi rumput laut Indonesia, kebijakan pemerintah tersebut berupa pengalokasian anggaran program pengembangan rumput laut. Oleh karena itu persamaan produksi rumput laut dapat dirumuskan sebagai berikut. QR t =a 0 +a 1 TK t-1 +a 2 PRLD t +a 3 APP t +a 4 QR t-1 +a 5 Tren+a 6 PX +U 1...(1) dimana: QR t = Produksi rumput laut Indonesia (kg) a 0 = Intersept a 1 - a 7 = Koefisien parameter TK t-1 = Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya (orang) QR t-1 = Produksi rumput laut tahun sebelumnya (kg) PRLD t = Harga rumput laut domestik (USD/kg) APP t = Anggaran program pengembangan rumput laut (Rp) Tren = Tren waktu PX = Harga rumput laut dunia (USD) U 1 = Error term persamaan pertama Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a 1, a 2,a 3, a 4,a 5, a 6 >0. Jadi hipotesa sementara untuk persamaan produksi rumput laut Indonesia adalah bahwa variabel jumlah pembudidaya tahun sebelumnya, produksi rumput laut tahun sebelumnya, harga rumput laut domestik, anggaran program pengembangan rumput laut, tren waktu dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut Indonesia Permintaan Rumput Laut Domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga dipengaruhi oleh: (1) harga rumput laut domestik diduga berpengaruh negatif terhadap permintaan domestik rumput laut, naiknya harga rumput laut akan menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga rumput laut akan meningkatkan permintaan domestik; (2) GDP riil Indonesia diduga berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik, kenaikan GDP ini diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik; (3) Populasi nasional diduga meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik. Persamaan permintaan rumput laut domestik dirumuskan sebagai berikut: Q D =b 0 +b 1 PRLD t-1 + b 2 GDPID t +b 3 POPID t +b 4 Q Dt-1 +b 5 PATC t +U 2...(2) 17

4 18 dimana: Q Dt = Permintaan rumput laut domestik (kg) b 0 = Intersept b 1 - b 4 = Koefisien parameter PRLD t -1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya (USD/kg) GDPID t = Pendapatan domestik riil Indonesia (trilyun USD) POPID t = Jumlah penduduk Indonesia (jiwa) Q Dt-1 = Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya (kg) PATCt = Harga karageenan (USD/kg) U 2 = Error term persamaan kedua Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b 1 <0, b 2, b 3, b 4, b 5 >0 Jadi hipotesa sementara untuk persamaan permintaan rumput laut domestik adalah bahwa variabel harga rumput laut domestik tahun sebelumnya berpengaruh negatif terhadap permintaan rumput laut domestik sedangkan variabel pendapatan nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya dan harga karageenan berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik. Fungsi Ekspor Maka untuk fungsi permintaan rumput laut Indonesia dalam penelitian ini merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis persamaan ekspor rumput laut Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan identitas sebagai berikut: XR t = QR t -Q Dt...(3) dimana: XR t = Ekspor rumput laut Indonesia (kg) QR t = Produksi rumput laut (kg) Q D R t = Permintaan rumput laut domestik (kg) Ekspor rumput laut Indonesia merupakan total ekspor rumput laut Indonesia ketiga negara tujuan ekspor dengan ekspor terbesar yaitu Cina, Filipina, dan Hongkong serta sisanya yang dirangkum menjadi ekspor negara-negara lain (rest of the world). Persamaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang dirumuskan sebagai berikut: XR t = XRFil t +XRHK t +XRC t +XROW t...(4) dimana: XR t = Ekspor rumput laut total (kg) XRFil t = Ekspor rumput laut Filipina (kg) XRHK t = Ekspor rumput laut Hongkong (kg) XRC t = Ekspor rumput laut Cina (kg) XROW t = Ekspor rumput laut di rest of the world (kg) Ekspor masing-masing negara Hongkong, Filipina, dan Cina akan saling bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural yang saling memengaruhi, yaitu ekspor dari Hongkong, ekspor dari Filipina, dan ekspor rumput laut dari Cina. Ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh harga rumput laut di negara tersebut. Harga dari negara eksportir kompetitor yang diwakili oleh Cili, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP negara importir, populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut, serta ekspor ke negara-negara tersebut tahun sebelumnya.

5 Persamaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan sebagai berikut: XRFil t =c 0 +c 1 PRFil t +c 2 PCil t +c 3 ErriilFil t +c 4 GDPFil t +c 5 POPFil t +c 6 TRFFil t +c 7 XRFil t-1 +c 8 PX t +c 9 PRLD t-1 +U 3...(5) XRC t =d 0 +d 1 PRC t +d 2 PCil t +d 3 ErriilC t +d 4 GDPC t +d 5 POPC t +d 6 TRFC t +d 7 XRC t-1 +d 8 POPC t-1 +d 9 PX t +d 10 PRLD t +U 4... (6) XHK t =e 0 +e 1 PRHK t +e 2 PCil t +e 3 ErriilHk t +e 4 GDPHK t +e 5 POPHK t +e 6 TRFHK t +e 7 XHK t-1 + e 8 GDPHK t-1 +e 9 PX t +e 10 PRLD t +U 5... (7) dimana, c 0, d 0, e 0 = Intersept c 1 -c 9, d 1 -d 10, e 1 -e 10 = Koefisien parameter XRFil t = Ekspor rumput laut Filipina (kg) XRC t = Ekspor rumput laut Cina (kg) XRHK t = Ekspor rumput laut Hongkong (kg) PRFil t = Harga rumput laut Filipina(USD/kg) PRC t = Harga rumput laut Cina(USD kg) PRHK t = Harga rumput laut Hongkong(USD kg) PCil t = Harga eksportir kompetitor yaitu harga Cili(USD /kg) PRLD t = Harga rumput laut domestik (Rp/kg) PX t = Harga rumput laut dunia (USD kg) ErriilFil t = Nilai tukar riil rupiah terhadap peso Filipina (Rp/PHP) ErriilC t = Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan Cina (Rp/CNY) ErriilHK t =Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Hongkong (Rp/HKD) GDPFilt = Pendapatan domestik riil Filipina (trilyun USD) GDPC t = Pendapatan domestik riil Cina (trilyun USD) GDPHK t = Pendapatan domestik riil Filipina(trilyun USD) POPFil t = Jumlah penduduk Filipina (jiwa) POPC t = Jumlah penduduk Cina (jiwa) POPHK t = Jumlah penduduk Hongkong (jiwa) TRFFil t = Tarif yang berlaku di negara Filipina(%) TRFC t = Tarif yang berlaku di negara Cina(%) TRFHK t = Tarif yang berlaku di negara Hongkong(%) XRPFil t-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Filipina(kg) XRC t-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Cina (kg) XRHK t-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Hongkong (kg) U 5,6,7 = Error term persamaan 5, 6 dan 7 Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: c 3, c 6, c 9, d 3, d 6, d 10, e 3, e 6, e 10 <0; c 1, c 2, c 4, d 4, e 4, c 5, d 1, d 2, d 5, e 1, e 2, e 5, c 7, d 7, e 7, c 8, d 8, e 8, d 9, e 9 >0 Jadi hipotesa sementara untuk persamaan ekspor rumput laut ke Filipina, Cina dan Hongkong adalah bahwa variabel kurs rupiah terhadap peso Filipina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Filipina dan harga rumput laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Filipina, begitu pula variabel variabel kurs rupiah terhadap yuan Cina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Cina, dan harga rumput laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Cina, dan juga variabel kurs rupiah terhadap dolar Hongkong, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Hongkong, dan harga rumput laut 19

6 20 domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong. Sedangkan variabel harga rumput laut Filipina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Filipina, jumlah penduduk Filipina, ekspor rumput laut ke Filipina tahun sebelumnya, dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Filipina. Begitu pula variabel harga rumput laut Cina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Cina, jumlah penduduk Cina, ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya, jumlah penduduk Cina tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Cina. Serta variabel harga rumput laut Hingkong, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Hingkong, jumlah penduduk Hongkong, ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya, pendapatan nasional Hongkong tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Ke Hongkong. Harga Rumput Laut Domestik Harga rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh penawaran rumput laut domestik dan permintaan rumput laut domestik dari sisi dalam negeri. Variabel lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi rumput laut, harga rumput laut adalah ATC (Alkali Treated Cotonii) chips. Persamaan harga domestik dapat dirumuskan sebagai berikut: PRLD=f 0 +f 1 QR t +f 2 PX (weightd)t +f 3 ErriilIDt+f 4 Q Dt +f 5 PC t +f 6 PRLD t-1 +f 7 Tren+U 6..(8) dimana: f 0 = Intersept f 1, f 2, f 3,f 4,f 5,f 6,f 7 = Koefisien parameter PRLD t = Harga rumput laut domestik QR t = Produksi rumput laut Indonesia (ton) PX (weightd)t = Harga rumput laut dunia (merupakan harga ekspor weighted by volume impor) Q D R t = Permintaan rumput laut domestik ErriilID t = Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika (Rp/USD) PC t = Harga karageenan (USD) PRLD t-1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya U 6 = Error term persamaan ke-8 Tanda dugaan parameter yang diharapkan : f 2, f 5, f 6, f 7 >0 f 3, f 4 <0 Identifikasi Model Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, sistem persamaan simultan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat

7 dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik pula. Suatu persamaan dapat dikatakan teridentifikasi apabila memenuhi order condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan mengelompokkan terlebih dahulu persamaan-persamaan tersebut ke dalam jumlah total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined) dan jumlah variabel dalam persamaan yang diidentifikasi. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G-1) dimana: K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined M = Total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi: (K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified (K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified (K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini tidak teridentifikasi. Karena itu dalam proses identikfikasi diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaandisebut teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satudeterminan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol. Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka dari model perdagangan rumput laut di Indonesia ini dapat diketahui bahwa jumlah predetermined variables adalah 33, sedangkan jumlah persamaan (G) adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas sehingga K=37,M=10 dan G=8, maka K-M=37-10=27 dan G-1=8-1=7, maka (K- M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga parameter - parameternya. Pendugaan terhadap model yang over identified tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS karena lebih efisien. Hal tersebut disebabkan metode 2SLS dapat menghindarkan simultaneous estimation bias. 21

8 22 Validasi Model Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya. Dalam penelitian ini, menurut Sitepu dan Sinaga 2006, kriteria statistik untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2) U-Theil s Inequality Coefficient, dan (3) Root Mean Squares Percent Error(RMSPE).Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai berikut: RMSPE = Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik Koefisien Determinasi (R 2 ) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1. Statistik U-Theil s dirumuskan sebagai berikut: Dimana : = Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = Nilai aktual variabel observasi N = Jumlah periode observasi Nilai U-Theil s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil nilaiu-theil s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut. Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U=0maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif. Untukmelihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi dilihat dari koefisien determinasinya (R 2 ). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE dan U-Theil s dan makin besar nilai R 2 maka pendugaan model makin baik. Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah: 1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara keseluruhan; 2. Adanya autokorelasi Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel independen. Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,25 dan diatas 2, Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis dan logika.

9 23 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau diharapkan di masa yang akan datang. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, simulasi adalah bagian integral dari pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap perilaku suatu data historis. Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam pengembangan komoditas dan produk unggulan berrorientasi pasar yang dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program pengembangan rumput laut nasional. 2. Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk mematok 50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang. 5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT Dalam pengembangan agribisnis rumput laut, perlu dibentuk suatu sistem penyerasian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan, hukum, kelembagaan dan sistem pemasaran. Potensi produksi dan potensi pengembangan rumput laut dari subsistem hilir sampai dengan subsistem hulu perlu untuk diberdayakan. Pelaku-pelaku dibidang agribisnis rumput laut sangat beragam, dimulai dari pembudidaya rumput laut, pedagang, pengumpul, pengolah serta pemerintah. Pada sistem agribisnis rumput laut yang dibudidayakan di Indonesia ini ada beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain antara lain yaitu subsistem budidaya, subsistem pengolahan serta subsistem pemasaran. Indonesia memiliki 5 provinsi penghasil rumput laut, yaitu provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, NTB dan Bali (Tabel 3).

10 24 Tabel 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia (ton) Tahun Sulsel Sulteng NTT NTB Bali Lainnya Jumlah Rata-rata per tahun (ton) Rata-rata peningkatan (%) Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (data diolah) Dalam periode 5 tahun ( ), produksi rata-rata tahunan tertinggi dicapai oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan produksi ton, kemudian Sulawesi Tengah dengan produksi ton dan NTT dengan produksi ton. Selama kurun waktu tersebut, produksi rumput laut di kelima provinsi utama cenderung meningkat yaitu persen kecuali NTT dan Bali yang mengalami penurunan dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan gelombang yang merusak proses budidaya. Kelima provinsi utama budidaya rumput laut tersebut rata-rata mengalami fluktuasi produksi yang disebabkan oleh dominannya faktor alam pada budidaya yang bersifat water-based aquaculture sehingga memerlukan campur tangan pemerintah yang relatif tinggi. Budidaya Rumput Laut Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) diawali dengan pemilihan lokasi lahan budidaya. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Secara umum persyaratn pemilihan lokasi budidaya tersebut yaitu: 1. Perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang kuat. Ombak dan angin yang kuat akan menghalangi penanganan tanaman. Arus air yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan. Tumbuhan akan bersih, karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus. Dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik karena ada kesempatan menyerap nutrisi (makanan) dari air dan proses fotosintesis tidak terganggu. 2. Kedalaman perairan sekitar 60 cm pada saat surut terendah dan sekitar 210 cm saat pasang tertinggi. Hal tersebut untuk memberikan cahaya matahari yang cukup selama proses fotosintesis. 3. Memiliki kualitas air peairan yang ideal yaitu dengan suhu berkisar 27-30º C, salinitas antara permil dengan kondisi optimum pada permil dan ph yang cenderung basa. 4. Tipe dasar perairan dengan substrat daerah terumbu karang yang dasarnya terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Hal ini dimaksudkan agar rumput laut dapat terhindar dari hempasan ombak besar. 5. Tersedianya sediaan rumput laut alami di sekitar lokasi budidaya. Adanya sediaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa perairan tersebut cocok untuk membudidayakan rumput laut secara massal selain itu sediaan rumput laut

11 tersebut juga dapat digunakan sebagai cadangan sediaan bibit, sehingga dapat mengurangi biaya produksi (Aslan 1995). Menurut Indriyani dan Suminarsih 2005, setelah pemilihan lokasi dilakukan dan ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah pemilihan bibit rumput laut yang baik. Bibit yang baik harus muda, bersih dan segar agar memberikan pertumbuhan yang optimum. Cara pemetikannya yaitu dengan mengambil ujung-ujungnya dan dipotong kira-kira sepanjang cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena bagian ini dari sel jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang optimal. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu setelah pengikatan bibit pada tali ris selesai. Setelah pengambilan bibit selanjutnya dilakukan penanaman yaitu dengan memasukan bibit rumput laut ke dalam air di lokasi budidaya. Penanaman rumput laut Eucheuma sp ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yaitu seperti metode lepas dasar, rakit apung maupun tali gantung serta metode tebar untuk rumput laut Gracilaria sp. 1. Metode lepas dasar. Metode ini cocok untuk lokasi dengan kedalaman perairan saat surut antara cm. Luas penggunaan metode lepas dasar ialah 10 x 10 m² untuk satu unit. Sebelum dilakukan penanaman, lebih dahulu disiapkan bahan-bahannya seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang satu meter, tali ris bergaris tengah 4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm, tali rafia serta alat bantu lain seperti pisau, palu dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang terbuat dari bahan polietilen. Setelah persiapan tersebut selesai maka dimulai penanaman dengan memotong batang-batang muda rumput laut seberat kirakira 100 gr lalu diikatkan pada tali ris sepanjang 3 m dengan tali rafia. Jarak masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris pada tali ris utama. Pengikatan atau penanaman batang-batang rumput laut muda ini dilakukan di darat pada saat air sedang surut. Sementara itu di lokasi budidaya, ditancapakan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kirakira 0.5 m. Jarak tiap patok dalam barisan antara m dan jarak setiap baris adalah 2.5 m. Patok-patok yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan dengan tali ris utama. Sedangkan tali ris yang berisi tanaman, masing-masing direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mendapat kandungan karaginan yang lebih baik serta tingkat pertumbuhan 3-6 persen/ hari. 2. Metode rakit apung. Metode ini cocok dengan kedalaman perairan saat surut lebih dari 60 cm. Satu unit rakit apung ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang disusun dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah pengikatan bibit selesai dan pada saat laut tidak berombak besar serta dilakukan di darat. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah bibit rumput laut, potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiamter 4 mm dan 12 mm serta jangkar dari besi, bongkah batu atau adukan semen pasir. Proses penanamannya dimulai dengan memotong kayu dan bambu serta dirangkai dan diikatkan persegi panjang. Setiap sudut dan tengahnya diikatkan bambu yang memalang untuk meperkokoh bentuk rakit serta di setiap tengah persegi panjang tersebut, lalu rakit tersebut diberi pemberat. Sementara itu bibit rumput laut masing-masing dengan berat sekitar 100 gr. Diikatkan pada tali ris dengan jarak 20 cm. 3. Metode tali gantung. Metode ini diterapkan pada kedalaman perairan 5 m. Bahan-bahan yang diperlukan berupa bibit rumput laut, bambu berdiameter 5 25

12 26 cm, tali ris, tali pengikat dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tali ris yang panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan pada dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakan di atas konstruksi yang telah di buat sebelumnya. Sedangkan bambu kedua menggantung di dalam air hampir menyentuh dasar perairan. Dalam kerangka potongan bambu yang menggantung terdapat bentangan tali ris sebanyak 15 utas tali. Sebelum kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris dipenuhi beberapa batang rumput laut muda yang masing-masing seberat kira-kira 100 gr. Potongan tersebut diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm. Kerangka yang telah berisi bibit digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat. 4. Metode tebar. Penanaman rumput laut jenis Gracilaria di tambak dilakukan dengan metode tebar. Tambak yang telah dilengkapi pintu masuk dan keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering, ditaburkan kapur pertanian agar ph menjadi antara Tujuh hari setelah pengapuran, tambak digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari. Kemudian bibit rumput laut ditebarkan secara merata di permukaan air tambak dengan padat penebaran antara gr /m 2 atau kg/ha. Bila dasar tambak cukup keras, bibit dapat ditancapkan seperti seperti penanaman padi. Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan pada cuaca yang teduh. Selanjutnya setelah dilakukan penanaman maka rumput laut tersebut perlu diawasi dan dipelihara sebaik mungkin agar pertumbuhannya terkendali. Kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar atau daya tahannya menurus maka harus segera diperbaiki. Begitu pula dengan kotoran atau debu air yang sering melekat pada rumput laut yaitu pada saat musim laut tenang. Pada saat seperti itu tanaman harus sering digoyanggoyangkan di dalam air agar rumput laut selalu bersih dari kotoran yang menempel seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha dan Enteromorpha. Hama yang sering memangsa rumput lau seperti bulu babi dan penyu perlu dihindari dengan cara mengusirnya dari lokasi budidaya. Begitu pula dengan penyakit yang biasa menyerang rumput laut yaitu penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi hancur atau rontok. Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih dan membusuk. Stres yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit iceice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Santoso dan Nugraha 2008).

13 Rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6-8 minggu dengan bobot rata-rata 600 gr. Cara pemananan rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh rumput laut ke darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen tersebut dilakukan saat air laut pasang. Pengolahan Rumput Laut Rumput Laut Kering Langkah-langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku atau rumput laut kering adalah sebagai berikut. 1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan yang kemudian dipisahkan. 2. Setelah bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam. 3. Pencucian dilakukan, setelah rumput laut kering. Sebagaian bahan baku agaragar rumput laut dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil karaginannya dicuci dengan dengan air laut. Setelah bersih rumput dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 persen. Bila dalam proses pengeringan hujan turun maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karaginannya tidak boleh terkena air tawar karena dapat melarutkan karaginan. 4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. Rumput laut yang bersih dan kering dimasukan dalam karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan diekspor di bagian luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan dalam pengiriman. Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan oleh petani. Hasil yang diperoleh sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila diawasi oleh suatu perusahaan (Indriyani dan Suminarsih 2005). Alkali Treated Cottonii Chip (ATC) Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH pada suhu 85 o C selama 27

14 jam. Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60 kg : 60 kg. Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2-3 cm. Rumput laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan. Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1-2 hari. Pengeringan dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air persen. Semi Refined Carrageenan (SRC) Proses SRC merupakan kelanjutan produk ATC chips. Caranya dengan menghancurkan/ menepung produk chips menjadi tepung dengan ukuran mesh, sesuai dengan permintan pasar. Produk SRC dapat digunakan dalam industri makanan, minuman (food grade) maupun industri lainnya (non food grade). Khusus untuk SRC flour food grade proses pengeringan diharuskan menggunakan mesin pengering untuk mencegah kontaminasi dengan udara terbuka. Refine Carrageenan (RC) Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan (pressing method). Biaya produksi pada proses pengolahan karaginan dengan metode alkohol tinggi sehingga saat ini jarang digunakan dalam industri, kecuali untuk produksi iota-karaginan. Pada saat ini, metode proses yang digunakan untuk produksi kappa-karaginan yaitu metode tekan (pressing method), baik dengan atau tanpa penambahan KCl. Metode ini hanya digunakan untuk produksi kappa-karaginan dengan bahan baku Eucheuma cottonii. Pemasaran Rumput Laut Mulai tahun 2007, Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut kering terbesar di dunia (37 persen), disusul oleh Cili (21 persen), Cina (13 persen), Peru (8 persen), Irlandia (6 persen), Filipina (5 persen), dan Islandia (2 persen). Dari , ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan 14 persen per tahun (BPPT et al 2011). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

15 29 Irlandia, Filipina, 6% Islandia, Peru, 8% 5% 2% Lainnya, 8% China; 13% Chili; 21% INDONESIA 37% Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia Sumber: Kemperin 2011 Perkembangan impor rumput laut kering dunia yang meningkat menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor rumput laut Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya, sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar AS dan Uni Eropa karena rumput laut Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas mutu yang ditetapkan di Uni Eropa dan AS. Dengan demikian Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negaranegara lain akan rumput laut membuat Indonesia yang mempunyai produksi rumput laut yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar negeri. Namun ekspor DES Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang dimilikinya jika melihat data yang ada. Besarnya jumlah ekspor serta pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di dunia diduga dapat mempengaruhi harga rumput laut kering dunia. Negara utama yang mengimpor DES adalah Cina. Dengan jumlah impor rumput laut sebesar ton pada tahun 2007 dan meningkat ton pada tahun Selanjutnya negara lain yang mengimpor DES adalah Hongkong, Filipina, USA, Spanyol, Republik Korea, Denmark serta Malaysia. Negara utama pengimpor rumput laut seperti pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun (satuan Ton) Negara Tujuan Tahun Cina Filipina Hongkong USA Spanyol Korea Denmark Prancis Negara lainnya Total Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2012 (diolah)

16 30 Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ada tiga negara utama pengimpor DES dengan permintaan terbesar selain negara lainnya yaitu Cina dengan jumlah impor terbesar yaitu ton pada tahun 2011 serta Hongkong dan Filipina dengan masing-masing jumlah impor pada tahun 2011 yaitu ton dan ton, sedangkan sisanya yaitu ton adalah negara-negara lainnya. Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauh mana kebijakan pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut. Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut, ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil. Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor alam, di mana rumput laut dibudidayakan. Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengefisiensikan perekonomian, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani serta keberlanjutan usaha. Instrumen-instrumen kebijakan dapat dikategorikan dalam berbagai kebijakan seperti kebijakan harga, produk, produksi, teknologi, kelembagaan, fiskal, moneter, pemasaran serta keuangan. Dalam merealisasikan tujuan-tujuan tersebut maka pemerintah telah membentuk banyak peraturan yang terkait dengan pangan, perikanan bahkan rumput laut secara langsung. Ada beberapa peraturan pemerintah dengan instrumen kebijakan kelembagaan seperti pada UU No 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, PP No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Keppres No 165 tahun 2000 tentang tugas, fungsi dan wewenang Departemen Perikanan Dan Kelautan, Keppres No 21 tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, Permen KP No 39 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja loka penelitian dan pengembangan budidaya rumput laut, serta PP No 9 tahun 2013 tentang perusahan umum (Perum) perikanan Indonesia. Sebagian besar tujuan dari instrumen kebijakan kelembagaan tersebut adalah dalam upaya untuk efisiensi kerja dalam tugas dan wewenang lembaga tersebut masing-masing. Instrumen kebijakan dalam kategori kebijakan produksi yaitu seperti UU No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan UU No 31 tahun 2004, UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, PP No 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan, serta PP No 60 tahun 2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Instrumen kebijakan produksi ini bertujuan agar keadaan lingkungan usaha perikanan dapat terjaga secara lestari sehingga dalam pengusahaan perikanan dapat menjadi berkelanjutan secara terus menerus. Kebijakan keuangan merupakan modal dasar untuk menstimulus usaha produksi maupun pemasaran perikanan menjadi lebih meningkat. Kebijakan ini

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT 23 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang didapatkan digunakan untuk mensimulasikan

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun 1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia

Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia 46 Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut No Kebijakan Tentang Tujuan Objek i ii iii iv v 1 UU No 31 tahun. Mengatur pengelolaan Pembudidaya 2004 perikanan UU No 45 Tahun 2009

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Pendugaan Model Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ikan tuna Indonesia di pasar internasional terdiri dari enam persamaan

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki luas daerah perairan seluas 5.800.000 km2, dimana angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah perairan tersebut wajar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pool data 13 kabupaten dan satu kota di Kalimantan Tengah selama periode 1995-2005. Data sekunder yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER

DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER P R O S I D I N G 186 DAMPAK PENINGKATAN HARGA PUPUK UREA TERHADAP KERAGAAN PASAR TEMBAKAU BESUKI NA OOGST DI KABUPATEN JEMBER Novi Haryati, Soetriono, Anik Suwandari Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas

Lebih terperinci

31 Universitas Indonesia

31 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Setelah memperhatikan karakteristik permintaan kedelai di Indonesia pada bab terdahulu maka sekarang tiba saatnya untuk memodelkan faktor faktor yang mempengaruhi permintaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan dengan rentang waktu penelitian dari tahun 1980 sampai 2008. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 104.000 km serta memiliki 17.504 pulau. Wilayah laut Indonesia membentang luas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di wilayah Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan Kementrian Keuangan. Data yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

Oleh : ONNY C

Oleh : ONNY C JENIS, KELIMPAHAN DAN PATOGENISITAS BAKTERI PADA THALLUS RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG TERSERANG ICE-ICE DI PERAIRAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh : ONNY C14103066 SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia 41 V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT 5.1. Perkembangan Produksi dan Ekspor Rumput Laut Dunia 5.1.1. Produksi Rumput Laut Dunia Indonesia dengan potensi rumput laut yang sangat besar berpeluang menjadi salah

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 81.000 km merupakan kawasan pesisir dan lautan yang memiliki berbagai sumberdaya hayati yang sangat besar

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 yang diperoleh dari Dirjen Perimbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan panen

Rencana Kegiatan panen 2015/06/01 19:37 WIB - Kategori : Pakan CARA PRAKTIS MEMANENAN RUMPUT LAUT YANG MEMENUHI STANDAR KUALITAS Peningkatan produksi rumput laut indonesia saat ini pada kenyataannya belum diimbangi dengan peningkatan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang paling potensial dikembangkan di Indonesia dan juga merupakan salah satu produk unggulan pemerintah dalam mencapai visi pembangunan

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB),

Lebih terperinci

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA Abdul Qadir Jailani, Indah Wahyuni Abida, Haryo Triajie Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan Model dan Data yang Digunakan Model yang digunakan dalam studi penelitian ini mengacu pada sejumlah literatur dan sebuah penelitian yang dilakukan sebelumnya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya hasil alam terlebih hasil perairan. Salah satunya rumput laut yang merupakan komoditas potensial dengan nilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series

IV. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series 35 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk time series tahunan dengan rentang waktu dari tahun 1990 sampai 2010. Data dalam penelitian

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 PENETAPAN HARGA DASAR RUMPUT LAUT NASIONAL

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series

III. METODE PENELITIAN. berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun Data time series III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa time series dari tahun 1995 sampai tahun 2011. Data time series merupakan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan

Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Executive Summary Model Makro APBN: Dampak Kebijakan APBN terhadap Beberapa Indikator utama Pembangunan Sebagai negara yang menganut sisitem perekonomian terbuka maka sudah barang tentu pertumbuhan ekonominya

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua analisis untuk membuat penilaian mengenai pengaruh ukuran negara dan trade facilitation terhadap neraca perdagangan, yaitu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Perumusan Model Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam Ras di Indonesia Model merupakan abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang terjadi. Dengan penyederhanaan itu,

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu ingin menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui usahausahanya dalam membangun perekonomian.

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil Regresi dengan OLS 6.1.1. Uji Ekonometrika Sebuah model regresi dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik jika memenuhi kebaikan uji ekonometrika dimana uji ini merupakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan

Lebih terperinci

Pendahuluan Budidaya Rumput Laut A. Pemilihan lokasi

Pendahuluan Budidaya Rumput Laut A. Pemilihan lokasi Pendahuluan Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, umunya tumbuh melekat pada substrat tertentu tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai batang thallus. Rumput laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber

Lebih terperinci

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Menurut Rahardja (2006) dalam aktivitas produksinya, produsen mengubah berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan hubungannya dengan tingkat produksi,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

Bab IV. Metode dan Model Penelitian

Bab IV. Metode dan Model Penelitian Bab IV Metode dan Model Penelitian 4.1 Spesifikasi Model Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti adalah pengaruh real exchange rate, pertumbuhan ekonomi domestik, pertumbuhan ekonomi Jepang,

Lebih terperinci

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis

percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit,

Lebih terperinci

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN P R O S I D I N G 113 DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT Erlangga Esa Buana 1 1 Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya E-mail: erlanggaesa@gmail.com PENDAHULUAN Indonesia

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat

Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Rezky Fatma Dewi Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) Standar Nasional Indonesia Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii ) ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan statistik sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan yang lebih baik telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan. Setiap orang, baik sadar maupun

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN

ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN ANALISA PERSAMAAN SIMULTAN 1. PEMBUATAN MODEL Persamaan simultan merupakan persamaan yang terdiri dari lebih dari satu persamaan, dimana salah satunya merupakann persamaan identitas, sedangkan persamaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur

Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011 Teknik Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Metode Rakit Apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan berklorofil. Dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut Rumput laut atau sea weeds secara ilmiah dikenal dengan istilah alga atau ganggang. Rumput laut termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU

OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU OPTIMALISASI PRODUKSI SEMI-REFINED CARRAGEENAN DARI RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DENGAN VARIASI TEKNIK PENGERINGAN DAN KADAR AIR BAHAN BAKU Made Vivi Oviantari dan I Putu Parwata Jurusan Analisis Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci