METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan fenomena universal yang terjadi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hanya saja yang terjadi di negara maju tidak begitu mengkhawatirkan, karena tingkat disparitas pembangunannya tidak terlalu lebar. Berbeda dengan negara berkembang, disparitas pembangunan antar wilayah cukup nyata dan kompleks. Kondisi disparitas tersebut diperparah dengan adanya kebijakan sentralistik sektoral dan lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi semata. Proses pembangunan yang dilakukan dengan pendekatan sektoral secara tersentralisasi dari pemerintah pusat dalam berbagai kebijakan investasi serta pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya bagi pencapaian sasaran utama pertumbuhan ekonomi makro yang tinggi, tanpa diimbangi dengan distribusi secara proporsional, telah memicu disparitas pertumbuhan yang amat lebar antar wilayah di Indonesia. Daerah-daerah di Pulau Jawa relatif mengalami perkembangan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah diluar Pulau Jawa. Kawasan Barat Indonesia (KBI) relatif lebih maju dibandingkan dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Daerah kota lebih cepat berkembang dibandingkan dengan daerah perdesaan. Kesenjangan tersebut apabila tidak dieleminir secara hati-hati dalam kebijaksanaan proses pembangunan saat ini dan ke depan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks (seperti masalah kependudukan, sosial, ekonomi, politik dan lingkungan) dan dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai suatu bangsa yang utuh. Oleh sebab itu diperlukan adanya suatu pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi faktor biofisik/karakteristik wilayah (sumberdaya alam), sumberdaya buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial-ekonomi), sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, karakteristik struktur ekonomi wilayah, dan kebijakan pemerintah daerah.

2 41 Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah tersebut, maka akan dapat membantu dalam proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah khususnya dalam mengurangi tingkat disparitas serta dalam rangka mewujudkan pembangunan wilayah yang merata dan berimbang. Atas dasar pemahaman tersebut dibangun kerangka pikir penelitian seperti terlihat pada Gambar 4. Kondisi Eksisting Kab. Sambas : Biofisik wilayah beragam. PDRB per kapita tidak merata. Kebijakan pembangunan daerah. Sarana dan prasarana sosialekonomi tidak merata. Paradigma pembangunan masa lalu: Mengutamakan pertumbuhan ekonomi tinggi. Sentralistik. Sektoral. Terjadinya Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Implikasi: Masalah sosial politik. Masalah Kependudukan (migrasi/urbanisasi). Menimbulkan potensi konflik. Struktur hubungan antar wilayah yang saling memperlemah. Disintegrasi bangsa dan stabilitas nasional. Diperlukan Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Disparitas Faktor Biofisik Wilayah Sektor Unggulan Wilayah Tingkat Perkembangan / Hirarki Wilayah Karakteristik / Tipologi Wilayah Tingkat Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Faktor Kebijakan Pembangunan Faktor Penyebab Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Gambar 4 Kerangka pikir penelitian

3 42 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sambas dengan letak geografis diantara 2 08'-0 33' Lintang Utara dan ' ' Bujur Timur. Kabupaten Sambas memiliki luas wilayah 6.395,70 km 2 dan terletak di bagian paling Utara Propinsi Kalimantan Barat yang terbagi atas 17 kecamatan dan 183 desa serta merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia (Sarawak). Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, mulai bulan Juni hingga September Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS, dokumen perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Sambas dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Selain itu juga digunakan peta administrasi wilayah Kabupaten Sambas, peta kelas kemiringan lereng, peta penggunaan lahan tahun 2002, peta jaringan jalan dari Bappeda Kabupaten Sambas, citra landsat 5 TM path/row 121/059 dan 122/059 tahun 2006 dari BTIC-Biotrop, Bogor. Adapun rincian dari tujuan, metode, data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

4 43 Tabel 3 Matrik tujuan, metode, data dan sumber data dalam penelitian Tujuan Metode Analisis Variabel/ Parameter Data dan Sumber Data Menentukan karakteristik biofisik wilayah. Analisis Peta Citra Landsat dengan Metode Terbimbing dan Tumpang Susun (Overlay). Pengunaan Lahan (hutan dan non hutan), Kelas Kemiringan lereng. Citra Landsat ETM 5 path/row 121/059 dan 122/059 tahun 2006 (BIOTROP), Peta Kelas Kemiringan lereng, Peta Administrasi(Bappeda Kab.Sambas). Menentukan sektor unggulan LQ dan Shift- Share Analysis (SSA) PDRB per sektor PDRB Kecamatan, Kabupaten Dalam Angka Tahun 2006 (BPS Kab. Sambas) Menentukan tingkat hirarki dan perkembangan wilayah Analisis Skalogram, Indeks Entropi, dan Tipologi Klassen Jumlah sarana dan prasarana wilayah, PDRB Kecamatan, PDRB per kapita kecamatan, laju pertumbuhan ekonomi kecamatan. PODES Tahun 2000, 2003 dan 2006 (Lab. Bangwil Dept. ITSL IPB Bogor), PDRB Kecamatan, Kabupaten Sambas Dalam Angka Tahun 2006 (BPS Kab.Sambas) Membuat tipologi wilayah berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan fisik wilayah. Principal Components Analisis (PCA), Cluster dan Discriminat Analysis. Indikator Pembangunan dan Potensi Fisik Wilayah per Kecamatan PODES 2006 (Lab. Bangwil Dept. ITSL IPB Bogor), Hasil Analisis Citra dan Kelas Kemiringan lereng, (Bapeda Kab.Sambas) Menghitung tingkat disparitas pembangunan antar wilayah Indeks Williamson dan Theil Indeks PDRB Kecamatan, Jumlah Penduduk per Kecamatan PDRB Kecamatan, Kabupaten Sambas Dalam Angka Tahun 2006 (BPS Kab.Sambas) Menentukan faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah Analisis Regresi Berganda dan Deskriptif Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), PDRB per kapita, Produktivitas lahan, Factor Score. Hasil Analisis Skalogram, PCA, Produktivitas lahan, dan PDRB per kapita (BPS Kab. Sambas). Metode Analisis Analisis Biofisik Wilayah Analisis faktor fisik wilayah bertujuan untuk mengetahui luas tutupan lahan (hutan dan non-hutan) dan kelas kemiringan lereng pada suatu wilayah yang selanjutnya akan digunakan sebagai variabel dalam analisis PCA. Data yang digunakan untuk analisis tutupan lahan adalah Citra Landsat 5 TM path/row 121/059 dan 122/059 tahun 2006 (lampiran 3), sedangkan untuk koreksi hasil analisis digunakan peta penggunaan lahan tahun Selanjutnya hasil analisis

5 44 ditumpang susun (overlay) dengan peta administrasi untuk mengetahui luas hutan di tiap wilayah kecamatan. Alur Analisis tutupan lahan (hutan dan non-hutan) adalah sebagai berikut: Citra Landsat 5 TM Tahun 2006 Persiapan Citra: 1. Komposit Citra dengan Band Koreksi Geometrik. 3. Mosaic Citra. 4. Mengcroping Citra dengan peta Administrasi Klasifikasi Citra (Metode Terbimbing): 1. Membuat training area. 2. Melakukan Pre-klasifikasi dengan metode maximum likelihood. 3. Melakukan Klasifikasi penggunaan lahan. 4. Melakukan Recoding-clump-eleminite dengan minimum pixel 444 (skala1: ) dan filtering (majority). Menghitung akurasi pengklasifikasian. Peta Tutupan Lahan Per Wilayah Kecamatan Peta Tutupan Hutan Peta Administrasi Tidak Sesuai (Kappa > 80%) Ya Konversi Raster ke Vektor dan Menghitung luas area (hutan dan nonhutan). Gambar 5 Alur analisis tutupan lahan Pada penentuan luas kelas kemiringan lereng tiap wilayah kecamatan, digunakan peta kelas kemiringan lereng yang ditumpang susun (overlay) dengan peta administrasi seperti terlihat pada Gambar 6. Peta Kelas Kemiringan Lereng Peta Administrasi Peta Kelas Kemiringan lereng per Wilayah Kecamatan Gambar 6 Tumpang susun peta kelas kemiringan lereng dan peta administrasi

6 45 Hasil analisis luas hutan dan non-hutan serta kelas kemiringan lereng tiap wilayah selanjutnya digunakan sebagai variabel dalam penentuan tipologi wilayah dengan principal component analysis (PCA). Analisis Perkembangan Wilayah Metode Skalogram Analisis perkembangan wilayah dengan metode Skalogram digunakan untuk menentukan hirarki relatif tiap wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas. Data yang digunakan adalah data Potensi Desa tahun 2000, 2003 dan 2006, dengan parameter yang diukur meliputi jumlah dan jenis sarana dan prasarana bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan aksesibilitas. Secara rinci, jenis data yang dipergunakan dalam analisis skalogram terlihat pada lampiran 1. Selanjutnya hasil analisis dipetakan pada peta administrasi untuk dianalisis secara spasial. Dalam penelitian ini digunakan metode skalogram berbobot. Prosedur kerja penyusunan hirarki relatif suatu wilayah menggunakan Skalogram berbobot adalah sebagai berikut: a. Dilakukan pemilihan terhadap data Podes sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif; b. Dilakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan; c. Dipisahkan antara data aksesibilitas dengan data fasilitas. d. Rasionalisasi data dilakukan terhadap data aksesibilitas dan fasilitas. Data aksesibilitas diinverskan dengan rumus: dimana y adalah variabel baru dan adalah data aksesibilitas j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan ( = 0), maka nilai y dicari dengan persamaan:. Selanjutnya Data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah i. e. Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j.

7 46 f. Dilakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh variabel untuk analisis skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Sambas; g. Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data aksesibilitas dan fasilitas (berbobot) dengan menggunakan rumus: dimana: y ij adalah variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau aksesibilitas ke-j. x ij adalah jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana atau aksesibilitas ke-j. Min(x j ) adalah nilai minimum untuk jenis sarana atau aksesibilitas ke-j. s j adalah simpangan baku untuk jenis sarana atau aksesibilitas ke-j. h. Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) untuk tingkat wilayah kecamatan dan Indeks Perkembangan Desa (IPD) untuk tingkat wilayah desa ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Kemudian nilai IPK atau IPD diurutkan nilainya dari yang terbesar sampai terkecil untuk ditentukan kelas hirarkinya. Pada penelitian ini, IPK dan IPD dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPK atau IPD dan nilai rataannya, seperti terlihat pada tabel berikut ini : Hirarki Tabel 4 Nilai selang hirarki IPK dan IPD Nilai Selang (X) Tingkat Perkembangan I X > [rataan +(1,5*St Dev IPK)] Tinggi II rataan X (1,5*St Dev) Sedang III X < rataan Rendah Indeks Entropi Indeks Entropi juga digunakan untuk melihat hirarki wilayah yaitu mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor yang

8 47 dominan (yang berkembang) pada wilayah tersebut. Data yang dianalisis adalah Data PDRB Per Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Tahun Analisis entropy model merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim 2006). Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti wilayah tersebut semakin berkembang (S = tingkat perkembangan ). Persamaan umum entropi ini adalah sebagai berikut: S n n P ij i 1 j 1 LogP ij Dimana: S adalah Tingkat Perkembangan Pij adalah proporsi kegiatan i (sektor, komoditas) di wilayah j, yang dihitung dari persamaan: P ij = X ij / X ij Sedangkan Indeks Entropi (IE) diperoleh dengan membagi nilai entropi (S) dengan nilai entropi maksimumnya, yang dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut: IE, dimana S adalah nilai entropi dan S max adalah nilai entropi maksimum, dengan nilai IE antara 0 dan 1. Jika IE = 1, berarti tingkat keragaman (diversifikasi) suatu komponen aktivitas merata/berkembang, begitu pula sebaliknya. Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar kecamatan di Kabupaten Sambas, sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar kecamatan tersebut. Jika IE semakin tinggi maka tingkat perkembangan wilayah semakin meningkat. Tipologi Klassen Alat analisis Tipologi Klassen (Klassen Typology) dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-

9 48 masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah seperti yang diutarakan oleh Sjafrizal (2008). Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kecamatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran daerah kecamatan dengan laju pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah kabupaten (g) dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi>g dan gki>gk. 2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah kecamatan yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB daerah kabupaten (g), tetapi memiliki pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi<g dan gki>gk. 3. Daerah berkembang cepat (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran untuk daerah kecamatan yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB daerah kabupaten (g), tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah kecamatan tersebut (gki) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi>g dan gki<gk. 4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah kecamatan yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB (gi) dan pertumbuhan PDRB per kapita (gki) yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB (g) dan pertumbuhan PDRB per kapita daerah kabupaten (gk).

10 49 Klasifikasi ini dilambangkan dengan gi<g dan gki<gk. Keempat klasifikasi daerah kuadran tersebut ditunjukkan pada Gambar 7. Di atas Rata-Rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Di bawah rata-rata PDRB Per Kapita Di Atas Rata- Rata Di bawah rata-rata Kuadran I Daerah Maju gi>g, gki>gk Kuadran III Daerah Berkembang Cepat gi>g, gki<gk Kuandra II Daerah Maju Tapi Tertekan gi<g, gki>gk Kuadran IV Daerah Relatif Terbelakang gi<g, gki<gk Gambar 7 Klasifikasi tipologi Klassen pendekatan daerah Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun dan rata-rata PDRB per kapita tahun 2006 tiap kecamatan di Kabupaten Sambas. Identifikasi Sektor Unggulan Untuk mengetahui sektor unggulan masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas dilakukan analisis Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Location Quotion (LQ) Analisis dengan model LQ ini digunakan untuk melihat sektor basis atau non basis pada suatu wilayah perencanaan dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Metode analisis LQ pada penelitian ini menggunakan data PDRB kecamatan dengan 9 sektor (pertanian; pertambangan & penggalian; industri pengolahan; listrik & air bersih; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; pengangkutan & komunikasi; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; dan Jasa-jasa) di Kabupaten Sambas. Data yang digunakan bersumber dari BPS Kabupaten Sambas tahun Metode LQ dirumuskan sebagai berikut:

11 50 Dimana: LQij : Indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk sektor j. X ij : PDRB masing-masing sektor j di kecamatan i. X i. : PDRB total di kecamatan i. X.j : PDRB total sektor j di Kabupaten Sambas. : PDRB total seluruh sektor di Kabupaten Sambas. X.. Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ<1), berarti sektor yang dimaksud termasuk ke dalam sektor non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Kabupaten Sambas. Shift Share Analysis (SSA) Shift Share Analysis merupakan salah satu dari sekian banyak teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Dari hasil analisis SSA akan diperoleh gambaran kinerja aktivitas di suatu wilayah. Gambaran kinerja ini dapat dijelaskan dari 3 komponen hasil analisis, yaitu (Panuju dan Rustiadi 2005): 1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktivitas total dalam wilayah. 3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas

12 51 tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktivitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ ketakunggulan) suatu sektor/aktivitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktivitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis SSA adalah sebagai berikut : a b c dimana : a = komponen share b = komponen proportional shift c = komponen differential shift, dan X.. = Nilai total aktivitas dalam total wilayah X.i = Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah Xij = Nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu t1 = titik tahun akhir t0 = titik tahun awal Metode analisis SSA pada penelitian ini menggunakan data PDRB Kecamatan atas dasar harga konstan tahun 2000 dengan sembilan sektor di semua kecamatan Kabupaten Sambas. Data yang digunakan bersumber dari BPS Kabupaten Sambas tahun dan Berdasarkan hasil kedua analisis tersebut, sektor yang memiliki nilai LQ>1 (sektor yang memiliki keunggulan komparatif) dan sektor yang memiliki nilai differential shift lebih besar dari 0 (sektor yang memiliki keunggulan kompetitif) ditetapkan sebagai sektor unggulan. Analisis Tipologi Wilayah Analisis Tipologi Wilayah dimaksudkan untuk mengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan karakteristiknya. Analisis ini didasarkan pada indikatorindikator yang terkait dengan perkembangan suatu wilayah, meliputi: karakteristik sosial ekonomi dan potensi fisik wilayah. Dalam penelitian ini tipologi wilayah Kabupaten Sambas dianalisis dengan metode: Principal Components Analysis (PCA), Cluster Analysis dan Discriminant Analysis.

13 52 Principal Components Analysis (PCA) Analisis PCA digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel penentu tingkat perkembangan wilayah menjadi beberapa faktor-faktor utama yang lebih sedikit dari jumlah variabel awalnya, namun masih memuat sebagian besar varian/informasi dari data aslinya. Data yang digunakan dalam analisis adalah data Podes tahun 2006 yang bersifat kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas, diantaranya: varibel-variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas serta faktor-faktor fisik wilayah. Secara rinci, variabel yang dipergunakan dalam analisis PCA, terlihat pada lampiran 2. Untuk melakukan perhitungan metode PCA ini digunakan aplikasi statistica. Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan beberapa variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga dimungkinkan dari beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel dapat diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit (Suliyanto 2005). Menurut Saefulhakim (2006) ada dua tujuan dasar dari PC, yaitu: Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi. Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah. Teknik ekstraksi data dengan PCA pada dasarnya adalah dengan memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini adalah : 1. Ortogonalisasi Variabel

14 53 Tujuannya adalah membuat variabel baru Z ( =1,2,...,q p) yang memiliki karakteristik: (1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: r = 0, (2) nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan (3) nilai ragam masing-masing Z sama dengan 0, dimana = p. 2. Penyederhanaan jumlah variabel Mengurutkan masing-masing faktor/komponen utama (F ) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalue ( ) tertinggi hingga terendah, yakni : a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki 1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal, b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika ( - ( - 1) )<1, sebagai alternatif lain digunakan juga metode The Scree Test yang diperkenalkan oleh Catell dimana dari hasil scree plot yang dipilih adalah yang paling curam, c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah r j 0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya. Hasil PCA antara lain: Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru. Component/factor score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA. PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable awal dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (L ) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (C ) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya ( ).

15 54 Cluster Analysis Analisis klaster (gerombol) pada prinsipnya digunakan untuk mengelompokkan objek atau merupakan proses untuk meringkas sejumlah objek menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai klaster (Supranto 2004). Dalam analisis klaster tidak ada variabel bebas maupun variabel tergantung. Dasar pengelompokan yang digunakan dalam analisi klaster adalah kesamaan (similarity) atau jarak (distance) ketidaksamaan (dissimilarity). Objek yang berada dalam satu klaster relatif memiliki kemiripan dibandingkan dengan objek yang berada pada klaster yang lain. Analisis klaster juga sering disebut analisis klasifikasi (classification analysis) (Supranto 2004; Suliyanto 2005). Hasil analisis klaster yang diharapkan adalah adanya perbedaan yang tinggi antara satu klaster dengan klaster yang lain, sehingga jelas adanya perbedaan karakteristik antar klaster yang terbentuk, dan memiliki kesamaan yang tinggi antar anggota dalam satu klaster, sehingga dalam satu klaster akan berisi objek yang sama. Secara umum terdapat dua metode pengelompokan dalam analisis klaster (gerombol) yaitu : (1) metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan (2) metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method) (Supranto 2004; Suliyanto 2005; Saefulhakim 2006). Metode tak berhirarki merupakan metode pengelompokan dimana jumlah kelompok yang terbentuk sudah diketahui sebelumnya. Misalnya orde pembangunan wilayah secara umum diketahui berjumlah 5 (lima), yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, atau 3 (tiga) yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan karakteristiknya masing-masing. Salah satu metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method) yang sering digunakan adalah K-Mean Cluster. Sedangkan pada hierarchical cluster jumlah kelompok yang terbentuk belum diketahui. Pengelompokan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan kenampakan hasil pengklasteran/penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak klaster yang akan digunakan.

16 55 Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak antara dua data atau jarak antara dua klaster data dengan ciri yang serupa. Untuk dapat dilakukan penggerombolan diperlukan suatu skala pengukuran yang sama. Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu bentuk skor tertentu yang disebut jarak baku. Dalam analisis klaster terdapat beberapa ukuran jarak antara lain : jarak mahalanobis, jarak eucledian, jarak kuadrat eucledian, jarak manhattan (city-block), jarak chebycev, power distance, dan percent disagreement. Ukuran jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian (eucledian distance). Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik atau dua klaster atau gerombol adalah : D = i p 1 X i Y j 2 1/ 2 Nilai D merupakan jarak antara titik data/ gerombol X dan Y. Makin kecil nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Asumsi yang harus dipenuhi dalam penggunaan jarak eucledian ini adalah bahwa antar variabel tidak terjadi multicollinearity atau variabel-variabel yang ada saling tegak lurus (ortogonal). Karena pada umumnya pengkelasan suatu wilayah didasarkan pada karakteristik (variabel) dalam jumlah cukup besar, maka kemungkinan terjadinya multicollinearity cukup besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik antara dengan menghilangkan kondisi tersebut melalui transformasi analisis komponen utama (Principal Components Analysis). Dengan transformasi PCA tersebut variabel-variabel yang digunakan akan saling ortogonal satu dengan yang lain. Pada tahap selanjutnya, dalam teknik penggerombolan, dilakukan amalgamasi antar gerombol sesuai dengan kedekatan jaraknya. Terdapat banyak teknik amalgamasi diantaranya: single linkage, complete linkage, unweighted pair group-average, weighted pair-group average, unweighted pair-group centroid, weighted pair-group centroid, dan ward s. Dalam penelitian ini digunakan metode Ward s. Penggabungan antara dua klaster atau gerombol data berdasarkan Metode Ward s dilakukan berdasarkan penghitungan jumlah kuadrat jarak dari kedua klaster hipotetis tersebut. Metode ini sangat efisien, namun demikian, umumnya metode ini cenderung membentuk ukuran gerombol yang kecil.

17 56 Dalam penelitian ini, analisis klaster bertujuan mengelompokan wilayah berdasarkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Pengelompokan wilayah-wilayah menjadi beberapa kelompok didasarkan pada pengukuran variabel-variabel yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan wilayah dalam kelompok yang sama dibandingkan antara wilayah dari kelompok yang berbeda. Sedangkan metode yang digunakan adalah K-Mean cluster (Non-hierarchical cluster) dengan jumlah pengelompokan sebanyak 4 klaster menggunakan data factor score dari hasil analisis PCA. Discriminant Analysis Analisis diskriminan (discriminant analysis) merupakan salah satu analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata dengan kelompok-kelompok yang telah ada secara alami, sehingga digunakan untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompok-kelompok yang ada. Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan dengan metode analisis klaster. Jika analisis klaster (khususnya klaster unit) menentukan klaster dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan kelompok-kelompok tersebut. Selain itu analisis diskriminan juga dapat dilakukan untuk menguji ketepatan pengelompokan wilayah hasil analisis pengelompokan yang lain, yaitu pengelompokan berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen dan pengelompokan berdasarkan wilayah pengembangan (WP) yang dibentuk Bappeda Kabupaten Sambas. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ini antara lain (Saefulhakim 2006): a. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal. Walaupun demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi, perbedaan hasil pengujian tidak fatal. Artinya hasil pengujian masih layak untuk dipercaya; b. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa diterima. Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan hasil pengujian

18 57 terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam variabel dalam setiap kelompoknya; c. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok dengan nilai ragam atau standar deviasinya; d. Variabel yang digunakan tidak bersifat redundant. Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka matrik tersebut disebut ill-condition. Matriks yang illconditioned tidak dapat diinverskan; e. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Di dalam analisis diskriminan akan dilakukan pengujian terhadap keadaan redundant yang diharapkan tidak terjadi. Pengujian ini disebut dengan pengujian nilai toleransi. Nilai toleransi ini dihitung dengan persaman 1-R 2. Jika kondisi redundant terjadi, maka nilai toleransi akan mendekati nol. Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Sedangkan variabel tak bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga. Skor = a +b 1 X 1 + b 2 X b n X n Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada. Hasil pengolahan statistik ini (hasil analisis multivariat yang meliputi analisis PCA, klaster dan diskriminan) akan menghasilkan tipologi wilayah yang kemudian dibuat peta tipologinya. Analisis Tingkat Disparitas Untuk melihat tingkat disparitas wilayah digunakan indeks Williamson, sedangkan untuk mendekomposisi disparitas wilayah digunakan Theil indeks. Indeks Williamson Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1975 mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai berikut (Rustiadi et al. 2007):

19 58 dimana: = Indeks kesenjangan Williamson = PDRB per kapita kecamatan ke i = Rata-rata PDRB per kapita kecamatan = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kecamatan ke i dan n adalah total penduduk kabupaten. Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar kecamatan di suatu kabupaten. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB perkapita dan jumlah penduduk tiap kecamatan Tahun 2000 s.d 2006, sehingga dihasilkan perkembangan indeks kesenjangan Williamson dari tahun 2000 s.d Indeks Theil Indeks Theil (Theil 1967, dalam Fujita dan Hu 2001) berguna untuk mendekomposisi total disparitas menjadi disparitas antar wilayah dan dalam wilayah. Persamaan Indeks Theil dituliskan sebagai berikut (Fujita dan Hu 2001): Dimana: I = Total disparitas (Indeks Theil). = PDRB kecamatan i / PDRB kabupaten. = Penduduk kecamatan i / penduduk kabupaten. Karena wilayah Kabupaten Sambas dibagi dalam empat wilayah pengembangan (WP), maka total disparitas wilayah dapat didekomposisi menjadi disparitas antar wilayah pengembangan dan disparitas dalam wilayah pengembangan, dengan persamaan berikut:

20 59 Dimana : = disparitas antar wilayah pengembangan. Dari hasil dekomposisi Indeks Theil tersebut dapat diperoleh prosentase disparitas antar wilayah pengembangan dan disparitas dalam wilayah pengembangan. Dengan demikian dapat diketahui sumber utama disparitas, apakah berasal dari disparitas antar wilayah pengembangan atau dalam wilayah pengembangan. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 dan jumlah penduduk tiap kecamatan tahun 2000 sampai dengan tahun 2006, sehingga dihasilkan kecenderungan sumber disparitas dari tahun 2000 sampai dengan tahun Analisis Faktor-Faktor Penyebab Disparitas Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah. Karena disparitas antar wilayah dapat dilihat dari indeks perkembangan, tingkat perkembangan ekonomi dan produktivitas suatu wilayah, maka uji regresi dilakukan antara indeks perkembangan kecamatan (IPK), PDRB per kapita dan produktivitas lahan/ wilayah sebagai variabel tujuan (dependent) terhadap variabel (independent), yaitu: sarana dan prasarana sosial-ekonomi, aksesibilitas dan kondisi biofisik fisik wilayah. Adapun persamaan umumnya adalah sebagai berikut: Y= f (X 1, X 2, X 3... X k. ) dimana: = variabel tujuan (dependent) = Variabel bebas Sedangkan model regresi berganda dapat diturunkan menjadi:

21 60 dimana: = IPK / PDRB per kapita Kecamatan / produktivitas wilayah Kecamatan = Variabel bebas = Koefisien fungsi regresi = variabel pengganggu (residual) Y adalah variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k variabel bebas x 1,...,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai,..., belum diketahui. Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu: (1) residual ( ) berdistribusi normal dengan rata-rata mendekati 0 (E ( i ) = 0); (2) tidak ada korelasi antar variabel; (3) varian dari variabel pengganggu i adalah sama (E ( 2 )= σ 2 ) (Nachrowi & Usman 2006; Widarjono 2007). Variabel (yang sudah distandarisasi) dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Variabel yang dipergunakan untuk pengolahan data analisis regresi merupakan factor score dari hasil analisis PCA. Sehingga variabel bebas dalam persamaan regresi berganda di atas adalah =, dimana adalah factor score atau faktor utama ke-i. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif ini merupakan salah satu bentuk analisis yang bertujuan memberikan deskripsi data yang meliputi tabulasi, peringkasan dan penyajian dalam bentuk grafis dan gambar-gambar serta menghitung ukuran-ukuran deskripsinya. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan, menguraikan, menggambarkan, menganalisis, mensintesis dan menjabarkan fenomenafenomena yang diperoleh dari hasil analisis lainnya, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang sebenarnya. Dalam tulisan ini, analisis deskriptif dilakukan terhadap kebijakan pembangunan pemerintah daerah dan hasil-hasil analisis untuk mengambarkan faktor-faktor penyebab disparitas antar wilayah dan memberikan alternatif rekomendasi untuk mereduksi disparitas tersebut. Secara garis besar, alur penelitian dapat dijelaskan dalam kerangka penelitian seperti terlihat pada Gambar 8.

22 Wilayah Kabupaten sambas Kondisi / Potensi Wilayah: SDA, SDM, SD Buatan, Sosial-Ekonomi Wilayah Kebijakan Pembangunan Pemerintah Daerah Data Spasial (Citra landsat, Peta Adm, Lereng) Data-Data Statistik (PODES, Sambas Dlm Angka, PDRB Kecamatan) Dokumen Rencana dan Kebijakan Pembangunan Analisis Citra dan Peta Kemiringan Lereng Penentuan Tipologi Wilayah (PCA), Cluster dan Discriminant Analysis Identifikasi Sektor Unggulan (LQ, Shift-Share Analysis) Analisis Tingkat Disparitas (Indeks Williamson, Indeks Theil) Analisis Tingkat Perkembangan/ Hirarki Wilayah (Skalogram, Indeks Entropi, Tipologi Klassen) Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah Peta Penggunaan Lahan dan Kelas Kemiringan lereng Karakteristik / Tipologi Wilayah Tingkat Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Tingkat Perkembangan /Hirarki Wilayah Deskripsi Kebijakan Analisis Penyebab Disparitas (Regresi dan Deskriptif) Gambar 8 Kerangka analisis penelitian 61

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang meliputi 15 kecamatan dengan 73 nagari. Pelaksanaaan penelitian lapangan dilaksanakan bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 17 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (UU No. 26 tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah Melalui analisis skalogram akan diperoleh gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah, yaitu dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. 3.2 Jenis, Sumber dan Metode Analisis Data 13 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi wilayah Kabupaten yang mencakup 10 kecamatan. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Oktober

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Jenis Data dan Alat 3.3 Metode Analisis Data 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Blitar yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak di sebelah Selatan Jawa Timur.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan Septembe 2008 sampai Januari 2009 yang bertempat di Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Cakupan wilayah penelitian adalah seluruh Kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meliputi 20 wilayah Kabupaten dan 3 kotamadya. Penelitian

Lebih terperinci

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster

Analisis Cluster, Analisis Diskriminan & Analisis Komponen Utama. Analisis Cluster Analisis Cluster Analisis Cluster adalah suatu analisis statistik yang bertujuan memisahkan kasus/obyek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian Pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi (production centered development) ke arah pembangunan yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sektor-sektor

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah

METODOLOGI. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian identifikasi dan penentuan faktor-faktor utama penyebab tanah longsor merupakan suatu studi kasus terhadap berbagai kasus longsor yang terjadi di Kabupaten

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah Beberapa faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah sebagaimana yang dikemukakan Murty (2000), diantaranya adalah : 1. Faktor Geografis,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya di Kabupaten Boyolali saja, akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu perbandingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2009 sampai bulan November 2009. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kota Jakarta Timur.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota (Gambar 3.1) dengan menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 51 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1.Pengertian Metodelogi Penelitian Secara umum, metodologi penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu atau studi mengenai sistem atau tata cara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menganalisis pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal sebagai upaya mengatasi disparitas pendapatan di Provinsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di provinsi Kalimantan Barat yang berjumlah 14 kabupaten/kota. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si

KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si KARAKTERISTIK DAN POTENSI EKONOMI DAERAH Oleh: Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si A. Analisis Shift-Share Untuk mengetahui tingkat perkembangan perekonomian wilayah digunakan metode shift share. Peubah utama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Okto Dasa Matra Suharjo NRP 3610 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg BAB I - Pendahuluan Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Permasalahan Perekonomian Timur di Jawa 1. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek/Subjek Penelitian Objek penelitian ini adalah sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Magelang yang ditentukan berdasarkan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada daerah Kabupaten Kubu Raya, yang merupakan satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada penilaian kualtias pertumbuhan ekonomi kawasan Subosukowonosraten. Data diambil secara tahunan pada setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metoda-metoda yang digunakan dalam penelitiannya (Muhadjir,1998). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui sektor unggulan dan struktur ekonomi yang ada pada seluruh provinsi di Pulau Jawa, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT Berdasarkan data yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Bogor, terdapat 80 desa yang tergolong pada desa tertinggal berdasarkan kriteria indeks desa tertinggal (IDT)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG IVAN AGUSTA FARIZKHA (3609100035) TUGAS AKHIR PW09-1328 PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer.Reg.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai kartanegara yang merupakan salah satu dari 10 Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Kutai kartanegara

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Jurnal Serambi Ekonomi & Bisnis Vol. 1 No. 1 (2014): 35 40 ISSN 2354-970X KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Khairul Aswadi Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator untuk menentukan atau menilai apakah suatu negara pembangunannya berhasil atau tidak. Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007. 31 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang BAB III PEMBAHASAN Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Asumsi-asumsi dalam analisis cluster yaitu sampel

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari yang diperoleh dari website BPS Provinsi Lampung dan Bank Indonesia Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 12 TOPSIS pertama kali diperkenalkan oleh oleh Hwang dan Yoon (1981) sebagai metode pengambilan keputusan multi-kriteria (MCDM), yang mengidentifikasi solusi dari pemilihan sejumlah alternatif. TOPSIS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. komoditas tanaman pangan pada 21 kecamatan di wilayah Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas unggulan, keragaman (diversitas), tingkat konsentrasi, dan tingkat spesialisasi komoditas tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Keadaan geografis yang berada dibawah gunung Lawu membuat kabupaten ini memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Analisis statistik multivariat adalah metode statistik di mana masalah yang diteliti bersifat multidimensional dengan menggunakan tiga atau lebih variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Ketimpangan pembangunan merupakan kenyataan yang terjadi di semua negara, maju maupun berkembang sehingga wajar dalam suatu negara terdapat daerah yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS REGIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS DI KOTA BATU TAHUN ) Alfiana Mauliddiyah. Abstract

ANALISIS DISPARITAS REGIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS DI KOTA BATU TAHUN ) Alfiana Mauliddiyah. Abstract ANALISIS DISPARITAS REGIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS DI KOTA BATU TAHUN 22-212) Alfiana Mauliddiyah Abstract The Purpose of economic development in Batu city basically are to realize the prosperous

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Sektor-Sektor Basis di Provinsi Kepulauan Riau Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi

Lebih terperinci

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN P R O S I D I N G 118 ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL Oki Wijaya 1 1 Program Studi Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: okiwijaya.umy@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Provinsi Riau Tabel 1 Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* Rerata Keterangan 1. Pertanian 1,19 1,24 1,24 1,26 1,30 1,25 Basis 2. Penggalian 5,96 6,00 6,22 6,04

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekenomian masyarakat selalu mengalami pasang-surut sehingga berpengaruh pada tingkat kesejahteraan wilayahnya. Hal tersebut karena perekonomian masyarakat yang masih

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1,no 7 April 2013 Analisis Tipologi Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Propinsi Jambi Emilia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pemerintah dapat diambil secara tepat apabila berdasar pada informasi statistik yang akurat dan tepat waktu. Informasi tersebut selain menunjukkan perkembangan

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis peubah ganda dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari variabel-variabel yang saling berkorelasi. Analisis peubah ganda dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Peubah Ganda Analisis peubah ganda merupakan metode statistika yang menganalisis secara bersama-sama variabel yang cukup banyak yang diamati pada setiap individu atau

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar

Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar Reza Fauzi Bakri, Mukti Ali, Venny Veronica Natalia Program Studi Pengembangan Wilay ah Kota, F akultas Teknik,

Lebih terperinci