METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian"

Transkripsi

1 METODE PENELITIAN Kerangka Umum Penelitian Pergeseran paradigma pembangunan dari pembangunan yang bertujuan mencapai pertumbuhan ekonomi (production centered development) ke arah pembangunan yang tidak hanya mementingkan pertumbuhan tetapi juga mengarah kepada pemerataan dan keberlanjutan (people centered development), telah membawa implikasi pada bergesernya paradigma pembangunan wilayah yang semula cenderung bersifat top down dan sektoral menjadi pembangunan wilayah yang selain bersifat bottom up juga berdasarkan pada potensi sumber daya yang dimiliki suatu wilayah dengan mempertimbangkan asas pemerataan serta keberkelanjutan. Pembangunan wilayah merupakan upaya untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup di wilayah tertentu, memperkecil kesenjangan kesejahteraan pertumbuhan, dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Konsep pembangunan wilayah setidaknya didasarkan pada prinsip (1) Berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Upaya untuk mendorong tercapainya pembangunan wilayah seperti prinsipprinsip di atas, maka diperlukan keterpaduan perencanaan baik intra daerah maupun inter daerah. Salah satu bentuk keterpaduan perencanaan pembangunan adalah membentuk sinergi antar daerah dalam bentuk pengembangan kawasan strategis yang mencakup beberapa kabupaten dan kota dengan keberagaman potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sangat diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman dari pelaku perekonomian (stakeholder), dalam hal ini pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan serta masyarakat, terhadap potensi sumber daya yang dimiliki serta harus didukung dengan kemampuan daerah dalam menganalisis potensi dan menentukan sektor prioritas sehingga akan sangat membantu dalam proses pengembangan wilayah.

2 35 Keterpaduan perencanaan wilayah baik intra daerah maupun inter daerah perlu dilakukan karena setiap wilayah memiliki karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan dan sumberdaya sosial yang berbedabeda dan memiliki terbatas. Sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatannya perlu dilakukan secara berimbang dan berkelanjutan demi keberlangsungan pembangunan untuk generasi berikutnya. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki setiap wilayah perlu diidentifikasi dengan mengetahui potensi sumberdaya wilayah dan sektor unggulan wilayah. Kedua hal tersebut menjadi penting untuk bahan informasi bagi suatu wilayah untuk melakukan perencanaan secara terpadu dengan wilayah lain, sehingga keterkaitan spasial inter-regional akan terwujud sebagai upaya untuk mewujudkan strategi pengembangan inter-regional yang berimbang seperti yang terlihat pada Gambar 5. Gambar 5. Diagram Kerangka Pikir Penelitian

3 36 Kerangka Metode Penelitian Pada Gambar 6 secara ringkas dijelaskan proses penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Secara detail tahapan proses ini disampaikan pada bagian Metode Analisis. TUJUAN ANALISIS MENENTUKAN BATASAN KAASAN JOGLOSEMAR DATA ALIRAN BARANG ANTAR KABUPATEN/KOTA DI JATENG & DIY PANGSA ALIRAN BARANG ANALISIS FAKTOR ANALISIS KLUSTER BATASAN KAASAN JOGLOSEMAR MENGANALISIS HIRARKI PEMUSATAN AKTIVITAS SEKTOR EKONOMI DATA PDRB KABUPATEN/KOTA DI KAASAN JOGLOSEMAR LOCATION QUOTIENT (LQ) ANALISIS FAKTOR ANALISIS KLASTER HIRARKI PUSAT-PUSAT AKTIVITAS EKONOMI MENGANALISIS TIPOLOGI DAN PEMETAAN KONFIGURASI SPASIAL DATA PODES ST 2003, PODES SE 2006 KABUPATEN/KOTA DALAM ANGKA TAHUN 2006 PENYUSUNAN VARIABEL INDIKATOR ANALISIS PCA INDEKS-INDEKS KOMPOSIT TIPOLOGI ILAYAH MENGANALISIS INTERAKSI SPASIAL ANTAR DAERAH PEMETAAN KONFIGURASI SPASIAL KARAKTERISTIK ILAYAH SPASIAL DURBIN MODEL STRUKTUR KETERKAITAN ANTAR ILAYAH KETERKAITAN ANTAR ILAYAH ELASTISITAS MEMBERI ARAHAN PENENTUAN STRATEGI & IMPLIKASI KEBIJAKAN ARAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN Gambar 6. Diagram Alir Proses Penelitian

4 37 Lokasi dan aktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dimana Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang sebagai kota utama atau simpul kawasan. Peta wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan Juni-Nopember Gambar 7. Peta ilayah Penelitian Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder antara lain : PDRB Provinsi Jawa Tengah, PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Data statistik ekonomi, penduduk, infrastruktur atau sarana prasarana wilayah, data potensi desa (Podes ST 2003 dan Podes SE 2006), dan peta administrasi Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Instansi atau pihak-pihak yang menjadi sumber pengambilan data dalam penelitian ini antara lain : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta, Bappeda Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta,serta instansi maupun dinas terkait lainnya.

5 38 Berikut ini pada Tabel 2 dapat dilihat secara ringkas matriks tujuan, metode analisis dan data yang dibutuhkan serta hasil yang diharapkan dari penelitian ini. Tabel 2. Matriks Tujuan, Metode Analisis dan Data yang digunakan. NO TUJUAN METODE ANALISIS 1. Menentukan Analisis Faktor, kawasan Analisis Klaster Joglosemar 2 Menganalisis hirarki pusat-pusat aktivitas 3. Menganalisis tipologi dan memetakan konfigurasi spasial 4. Menganalisis interaksi spasial antar daerah 5. Memberi arahan dan strategis pengembangan kawasan kerjasama Analisis LQ, Analisis Faktor Analisis Faktor dan Analisis Klaster Analisis Ekonometrika Spasial Elastisitas DATA YANG DIGUNAKAN Data aliran barang antar kabupaten/kota di Jateng & DIY tahun 2001 PDRB Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar Tahun 2005 Podes ST 2003 Podes SE 2006 Kab/Kota dalam angka Data Podes ST 2003,Podes SE 2006, Data tipologi wilayah Hasil Spatial Durbin Model Metode Analisis Metode analisis serta parameter yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Metode Penentuan Kawasan Penentuan batasan kawasan Joglosemar digunakan data aliran barang antar kabupaten/kota di Jawa Tengah dan DIY dengan cara menyusun pangsa aliran baik inflow maupun outflow. Proses penentuan Kawasan Joglosemar dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Data Aliran Barang antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY disusun pangsa inflow ke masing-masing kota, yaitu Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta (3 variabel). Disusun juga pangsa outflow dari masing-masing kota yaitu Kota

6 39 Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta (3 variabel). Kedua data pangsa inflow ke dan outflow dari dilakukan Analisis Faktor (Factor Analysis) yang bertujuan untuk menentukan indeks kekuatan intensitas aliran barang antar Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dengan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY lainnya. 2. Analisis klaster (Cluster Analysis) dilakukan dengan mengunakan data pangsa inflow ke dan outflow dari masing-masing Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta. 3. ilayah yang memiliki kluster yang sama digabung menjadi satu kawasan dengan penciri utama kekuatan aliran barang dari dan ke Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY diluar ketiga kota tersebut. Secara ringkas metode penentuan batasan kawasan ini dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 8. Diagram Analisis Penentuan Kawasan Joglosemar

7 40 Analisis Pembagian Lokasi (Location Quotient Analysis) Location Quotient merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Menurut Blakely (1994) menyatakan bahwa LQ ini merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menunjukan lokasi pemusatan/basis (aktivitas). Selain itu LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produk lokal suatu wilayah. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap presentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Analisis LQ dilakukan di Kawasan Joglosemar yang telah ditetapkan pada metode penetapan kawasan sebelumnya. Data yang digunakan untuk melakukan analisis LQ adalah data PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha di Kawasan Jglosemar pada tahun Persamaan dari LQ ini adalah : X / ij LQ X i....(1) ij X /. j X.. Dimana: X ij X i. X.j X.. : aktivitas sektor ke-j di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Joglosemar. : total PDRB di kabupaten atau kota ke-i dalam Kawasan Joglosemar. : total sektor ke-j di Kawasan Joglosemar. : total PDRB kabupaten atau kota di Kawasan Joglosemar.

8 41 Untuk dapat menginterprestasikan hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQ ij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di kabupaten atau kota ke-i secara relatif dibandingkan dengan total Kawasan Joglosemar atau terjadi pemusatan aktifitas di kabupaten atau kota ke-i. - Jika nilai LQ ij = 1, maka kabupaten atau kota ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total atau konsentrasi aktifitas di kabupaten atau kota ke-i sama dengan rata-rata total Kawasan Joglosemar. - Jika nilai LQ ij < 1, maka kabupaten atau kota ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah di Kawasan Joglosemar. Analisis Indikator Karakteristik ilayah Analisis indikator karakteristik wilayah di lakukan dengan menyusun variabel indikator yang dilakukan dengan menggunakan data Podes ST 2003 dan Podes SE 2006, Kabupaten dan Kota dalam angka 2006 yang terdiri dari 83 variabel secara rinci dapat di lihat pada Lampiran 1. Setelah diperoleh varibel indikator maka ditentukan indeks-indeks komposit yang terdiri dari 44 variabel indeks komposit dengan analisis komponen utama (PCA) yang dikelompokkan menjadi : Indeks Komposit Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Alam, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Manusia dan Sosial, Indeks Komposit Tipologi Aktivitas Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Pengendalian Ruang, Indeks Komposit Tipologi Penyediaan Infastruktur dan Fasilitas Publik dan Indeks Komposit Tipologi Pengganggaran Belanja. Penentuan variabel untuk menyusun indeks komposit diidentifikasi dengan rasio, pangsa, indeks diversitas entropy, LQ, dan intensitas. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil survey (data sekunder), maka dalam data tersebut sangat potensial terjadi multicollinearity, sehingga struktur data yang dihasilkan akan menjadi bias. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut, maka dilakukan Principal Components Analysis (PCA).

9 42 Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis / PCA) dilakukan terhadap seluruh variabel indikator (83 variabel) yang telah ditentukan dan mempengaruhi kinerja pembangunan ekonomi daerah, yang meliputi (1) potensi sumberdaya alam, (2) sumberdaya manusia dan sosial, (3) aktivitas ekonomi, (4) pengendalian ruang, (5) infrastruktur dan fasilitas publik, dan (6) penganggaran belanja sehingga dihasilkan 44 variabel indeks komposit. Dari hasil analisis komponen utama akan diketahui korelasi antara beberapa variabel yang digunakan dari seluruh variabel sumberdaya wilayah dan variabel yang dominan atau mencirikan potensi suatu wilayah. Analisis komponen utama merupakan salah satu bentuk analisis variabel ganda. Analisis ini digunakan untuk menentukan variabel baru yang dapat mewakili variabel-variabel pembangunan yang merupakan variabel asal. Variabel baru yang dapat mewakili variabel-variabel pembangunan tersebut disebut sebagai komponen utama. Karena sebenarnya komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel pembangunan asal maka ia akan dapat menggambarkan sebagian atau semua variabel asal tersebut. Variabel baru yang terbentuk saling ortogonal satu sama lain, tidak ada korelasi seperti pada variabel asal. Hasil analisis komponen utama akan dihasilkan factor loading dan factor score. Factor loading merupakan bobot masing-masing variabel. Semakin tinggi bobot suatu variabel maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut mewakili variabel-variabel yang berbobot tinggi ( 0,7). Factor score merupakan skor dari setiap kecamatan atau wilayah yang memiliki variabel-variabel asal. Factor score ini dapat dijadikan dasar untuk menyusun hirarki wilayah berdasarkan indikator dan variabel yang digunakan. Dasar yang dipakai untuk menentukan jumlah factor score yang muncul adalah bahwa nilai eigenvalue lebih dari 1 dengan keragaman 70%. Secara ringkas proses pembentukan indeks-indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambar 9 dan untuk masing-masing variabel indeks komposit dapat di lihat pada Lampiran 1.

10 43 Gambar 9. Proses Pembentukan Indeks-indeks Komposit Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah. Indeks komposit kinerja pembangunan daerah yang dihasilkan selanjutnya dilakukan Analisis Klaster (Cluster Analysis) yang digunakan untuk mengelompokan wilayah-wilayah berdasarkan seluruh variabel-variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah. Sebelum dilakukan analisis klaster (cluster analisis), dilakukan standarisasi (nilai 1 9) terhadap faktor skor dari hasil PCA (Saefulhakim, 2007), dengan rumus : N N a Min X 8 1 Max Min a Max X 8 1 Min Max untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai positif untuk faktor yang diwakili variabel yang bernilai negatif

11 44 Keterangan : N = Nilai hasil standarisasi a = Nilai masing-masing faktor skor di setiap kecamatan Analisis Klaster (Cluster analysis) ini merupakan analisis variabel ganda yang dipergunakan untuk mengelompokkan n objek (dalam hal ini adalah kecamatan) menjadi m gerombol (sehingga m < n). Kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang sama akan memiliki keragaman yang lebih homogen apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan dalam gerombol yang berlainan. Analisis gerombol yang dilakukan sebenarnya didasarkan kepada jarak antar variabel, sehingga kecamatan-kecamatan yang berada dalam klaster yang memiliki karakteristik yang berdekatan (untuk semua variabel). Dari hasil analisis ini, seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Disamping itu anggota masing-masing klaster tersebut juga akan diketahui. Apabila nilai tengah klaster kemudian diplotkan dalam bentuk grafik akan diketahui pula keunggulan (faktor penciri) masing-masing klaster dari seluruh variabel yang digunakan dalam analisis. Selanjutnya dapat disimpulkan klaster mana yang terbaik berdasarkan seluruh variabel tersebut. Hasil analisis inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan strategi pengembangan kawasan Joglosemar untuk mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah di kawasan tersebut berdasarkan karakteristik wilayah sebagai penciri utama. Berdasarkan kebijakan strategi pengembangan maka dapat disusun instrumeninstrumen yang digunakan untuk mencapai kinerja pembangunan daerah yang optimal. Secara ringkas proses penentuan pewilayahan dan tipologi wilayah kinerja pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat pada Gambar 10 berikut :

12 45 Gambar 10. Proses Pewilayahan dan Tipologi ilayah Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik ilayah Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik ilayah dilakukan dengan menggunakan Indeks Komposit Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Alam, Indeks Komposit Tipologi Sumber Daya Manusia dan Sosial, Indeks Komposit Tipologi Aktivitas Ekonomi, Indeks Komposit Tipologi Pengendalian Ruang, Indeks Komposit Tipologi Penyediaan Infastruktur dan Fasilitas Publik serta Indeks Komposit Tipologi Pengganggaran Belanja yang di peroleh dari hasil faktor score dan telah distandardisasi dalam Analisis Komponen Utama, kemudian dipetakan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2 (ESRI, 1999)

13 46 Analisis Struktur Keterkaitan Antar ilayah Analisis struktur keterkaitan antar wilayah dilakukan dengan metode Spatial Durbin Model, dimana Prinsip dasar Spatial Durbin Model hampir sama dengan regresi berbobot (weighted regression), dengan variabel yang menjadi pembobot adalah interaksi spasial (spatial interaction). Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini menyebabkan munculnya fenomena autokorelasi spasial. Spatial Durbin Model merupakan pengembangan dari regresi sederhana, yang digunakan untuk data spasial. Misalnya untuk mengetahui tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi variabel bebas (hasil olah PCA) juga dipengaruhi oleh variabel lain, yaitu hubungan spasial. Data yang digunakan untuk variabel bebas (x) berasal dari komponen utama hasil pengolahan PCA. Representasi faktor lokasi pada Spasial Durbin Model dalam bentuk matriks kedekatan yang disebut dengan Contiguity Matrix. Adapun perhitungan Contiguity Matrix untuk mengetahui hubungan perkembangan wilayah dengan konfigurasi ruang prasarana dasar kota dan karakteristik fisik wilayah dalam penelitian ini didasarkan pada 2 (dua) aspek, yaitu: Ketetanggaan (batas wilayah). Jika kedua wilayah berdekatan/bertetanggaan, maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilitas tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misalnya penggunaan SLTP. Dengan kata lain bahwa /peristiwa di suatu tempat akan dipengaruhi oleh kejadian di tempat lain. Kebalikan jarak antar centroid wilayah. Semakin besar nilai jarak antara kedua wilayah, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang. Untuk karakteristik fisik wilayah, wilayah yang bertetanggaan akan memiliki karakteristik fisik alamiah hampir sama yang dimungkinkan karena adanya kemiripan prose alamiah.

14 47 Karakteristik daerah Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar baik dari segi fisik, ekonomi, sosial dan budaya membentuk wilayah yang homogen, jika daerah kabupaten/kota tersebut berbatasan maka keterkaitan antar kedua wilayah tersebut relatif tinggi. Untuk suatu fasilitas tertentu, kedua wilayah dapat memanfaatkan secara bersama-sama, misal fasilitas pendidikan, kesehatan, jasa dan perdagangan. Jika jarak antara kedua wilayah semakin besar, maka semakin kecil keterkaitan antar wilayah (berbanding terbalik), sehingga interaksi antar wilayah relatif berkurang. Untuk mengakomodasikan pengaruh keterkaitan antar daerah maka di gunakan matriks keterkaitan antar daerah ( k ). Ada dua tipe matriks keterkaitan antar daerah yaitu matriks keterkaitan berdasarkan jarak dan matriks keterkaitan berdasarkan daerah bertetangga/berbatasan langsung. Sementara yang digunakan dalam penelitian ini hanya matriks keterkaitan berdasarkan jarak (jarak centroid) yang merupakan penyesuaian dari metode Studi Pemetaan Potensi Ekonomi Daerah (Saefulhakim, 2007), yaitu : Matriks keterkaitan berdasarkan jarak antar daerah ( 1 ) yang disusun dengan cara : 1 1,1 2,1 320,1 1,2 2,2 320,2 ij 1,320 2, ,320 a / a...(2) ij ij j ij Analisis spasial berfokus pada kegiatan investigasi pola-pola keterkaitan dari berbagai atribut atau gambaran di dalam studi kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Interaksi spasial antar daerah di Kawasan Joglosemar dilakukan dangan menganalisis keterkaitan antar daerah yang dipengaruhi oleh jarak antar daerah dalam mendorong kinerja pembangunan daerah Kabupaten/Kota di Kawasan

15 48 Joglosemar, Interaksi spasial ini dianalisis dengan menggunakan Model Durbin Spasial (Spatial Durbin Model), bentuk model disusun sebagai berikut : D id = d dd ' Did dn N m dh H ih da Aia d ' d n h a r dmm im dbbib kd kdid kn k Nim m b d k n k kh khih ka k Aia kr krir h k a k r k km km im kb kbib...(3) m k b k Peubah tujuan dan peubah-peubah penjelas Model adalah sebagai berikut : D id : Indeks Komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d dimana d terdiri dari tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtera 1 (F 1 Kpe) dan pangsa PAD dalam total pendapatan daerah (F 2 Kpe) di daerah ke-i N in : Indeks Komposit tipologi sumberdaya alam ke-n dimana n terdiri dari pangsa areal daerah datar dengan ketinggian sampai 500 m dpl (F 1 Sda), pangsa areal daerah yang berbukit dengan indeks diversitas entropy jenis tanaman pangan dan hias (F 2 Sda), pangsa areal daerah dengan ketinggian antara m dpl (F 3 Sda) di daerah ke-i H ih A ia : Indeks Komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h dimana h terdiri dari dinamika sosial masyarakat yang berupa keragaman institusi sosial (F 1 Sdm), mata pencaharian penduduk dari sektor perkebunan dan kehutanan (F 2 Sdm), mata pencaharian penduduk dari sektor peternakan besar dan kecil (F 3 Sdm), dan mata pencaharian penduduk dari sektor peternakan unggas (F 4 Sdm) di daerah ke-i : Indeks Komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a dimana a terdiri dari intensitas populasi ternak besar kecil dan indeks diversitas entropy pencaharian penduduk dari sektor pertanian (F 1 Aek), jumlah KK pertanian terhadap luas lahan dan intensitas pertanian tanaman pangan dan hias (F 2 Aek), dan jumlah KK peternakan besar kecil terhadah jumlah populasi ternak (F 3 Aek) di daerah ke-i. id dr R ir

16 49 R ir : Indeks Komposit tipologi pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari rataan skala penguasaan lahan tanaman pangan dan pola penggunaan lahan pertanian (F 1 Pru), persentase lahan pertanian dikuasai pemilik dan dikuasai pemilik serta penggarap (F 2 Pru), konversi ladang ke lahan terbangun dan persentase lahan pertanian dikuasai penggarap (F 3 Pru), dan rataan skala pengusaaan lahan kehutanan (F 4 Pru) di daerah ke-i. M im : Indeks Komposit penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m B ib k D id N k in H k ih dimana m terdiri dari rasio universitas, dokter, toko per 1000 penduduk serta rasio KUD dan non KUD terhadap luas wilayah (F 1 Ifb), rasio hotel terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah (F 2 Ifb), dan rasio SLTP per 1000 penduduk (F 3 Ifb) di daerah ke-i : Indeks Komposit tipologi penganggaran belanja ke-b dimana b terdiri rasio dana perimbangan terhadap total pendapatan kecamatan dan rasio dana bantuan pemerintah kabupaten terhadap total bantuan (F 1 Pbe), Rataan perkapita anggaran belanja kecamatan (F 2 Pbe), rasio pengeluaran anggaran rutin dan lain-lain terhadap total realisasi anggaran kecamatan (F 3 Pbe), dan rasio pengeluaran anggaran pembangunan terhadap total realisasi anggaran kecamatan dan rasio dana bantuan pemerintah pusat terhadap total bantuan (F 4 Pbe) di daerah ke-i. : rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d dimana d terdiri dari F 1 Kpe dan F 2 Kpe, di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i : rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n dimana n terdiri dari F 1 Sda, F 2 Sda dan F 3 Sda di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i : rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h dimana h terdiri dari F 1 Sdm, F 2 Sdm, F 3 Sdm dan F 4 Sdm di daerahdaerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i

17 50 A k ia k R ir k M im B k ib : rataan indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a dimana a terdiri dari F 1 Aek, F 2 Aek dan F 3 Aek di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i : rataan indeks komposit pengendalian ruang ke-r dimana r terdiri dari F 1 Pru, F 2 Pru, F 3 Pru dan (k=1), daerah ke-i F 4 Pru di daerah-daerah dengan jarak ke k : rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m dimana m terdiri dari F 1 Ifb, F 2 Ifb dan F 3 Ifb di daerahdaerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i : rataan indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b dimana b terdiri dari F 1 Pbe, F 2 Pbe, F 3 Pbe dan F 4 Pbe di daerah-daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i Parameter-parameter model yang menunjukkan pengaruh masing-masing peubah penjelas terhadap indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke- di daerah ke-i, adalah sebagai berikut : α d β dd θ dn η dh λ da μ dr ω dm γ db : nilai tengah umum indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d : pengaruh indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ke-d di daerah ke-d : pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah ke-i : pengaruh indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah ke-i : pengaruh indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a di daerah ke-i : pengaruh indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah ke-i : pengaruh indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah ke-i : pengaruh indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b di daerah ke-i

18 51 ρ kd ρ kn ρ kh ρ ku ρ kr ρ km ρ kb ε rd : pengaruh rataan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya alam ke-n di daerah dengan jarak ke k (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi sumberdaya manusia dan sosial ke-h di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi aktifitas ekonomi ke-a di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi pengendalian ruang ke-r di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik ke-m di daerah daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : pengaruh rataan indeks komposit tipologi penganggaran belanja ke-b di daerah yang berjarak (k=1), daerah ke-i : galat pendugaan indeks komposit tipologi kinerja pembangunan ekonomi ke-d di daerah ke-i Analisis Strategi Pengembangan Kerjasama Antar Daerah di Kawasan Joglosemar Analisis strategi pengembangan kerjasama antar daerah di Kawasan Joglosemar di peroleh dengan menggabungkan hasil yang diperoleh dari Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik ilayah dan Analisis Struktur Keterkaitan antar Konfigurasi Spasial Indikator Karakteristik ilayah dengan melihat elastisitas koefisien Spatial Durbin Model sehingga dapat ditentukan arahan dan strategi pengembangan wilayah Kawasan Joglosemar untuk menciptakan keberimbangan interaksi spasial antara daerah Kabupaten/Kota di Kawasan Joglosemar melalui implikasi kebijakan.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari bulan Septembe 2008 sampai Januari 2009 yang bertempat di Gugus Pulau Kaledupa Kabupaten Wakatobi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Serawak-Malaysia yaitu Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sanggau,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH BERBASIS KAWASAN KERJASAMA STRATEGIS JOGLOSEMAR (JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG) ANTONIUS ADHIE WIBOWO

MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH BERBASIS KAWASAN KERJASAMA STRATEGIS JOGLOSEMAR (JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG) ANTONIUS ADHIE WIBOWO MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH BERBASIS KAWASAN KERJASAMA STRATEGIS JOGLOSEMAR (JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG) ANTONIUS ADHIE WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah 70 HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah Proses analisis komponen utama terhadap kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Banyumas yang didasarkan pada data Potensi Desa (PODES)

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras

METODE PENELITIAN. Perumusan Indikator Wilayah yang Layak Dicadangkan untuk Kawasan Produksi Beras METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang meliputi 15 kecamatan dengan 73 nagari. Pelaksanaaan penelitian lapangan dilaksanakan bulan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 32 METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Berpikir Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Konsep pembangunan nasional secara komprehensip meliputi pembangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahan

Lebih terperinci

Diskribsi Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kinerja Sistim Agropolitan Diskribsi Variabel Keterangan

Diskribsi Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kinerja Sistim Agropolitan Diskribsi Variabel Keterangan Lampiran 1 A. Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah Diskribsi Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kinerja Sistim Agropolitan 1. Laju pertumbuhan PDRB / kapita atas

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam pada sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN

PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN PERAN PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN INTERAKSI SPASIAL DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN : KASUS KABUPATEN BOGOR ARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 RIWAYAT HIDUP

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Ekonomi Sumbawa Barat Sebelum Transformasi Sektor pertambangan memiliki peran yang sangat signifikan bagi pembentukan nilai output Kabupaten Sumbawa Barat dengan nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Perencanaan dan pembangunan suatu daerah haruslah disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah bersangkutan dan inilah kunci keberhasilan program pengembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar belakang Rumusan Masalah... 6

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR Latar belakang Rumusan Masalah... 6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iv vii viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang... 1 1.2.

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO

MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO MODEL PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN (STUDI KASUS KABUPATEN BANYUMAS ) SULISTIONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder tersebut merupakan data cross section dari data sembilan indikator

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Hasil studi menunjukkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kontribusi Sektor Pertanian bagi PDRB di Kabupaten Simeulue Kabupaten Simeulue mempunyai sembilan sektor yang memiliki peranan besar dalam kontribusi terhadap PDRB. Indikator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : rural development, agropolitan, spatial interaction and difference between region

ABSTRACT. Keywords : rural development, agropolitan, spatial interaction and difference between region ABSTRACT SULISTIONO. Regional Development Model Through Agropolitan Approach (Case Study Kabupaten Banyumas). Under the direction of H.R. SUNSUN SAEFULHAKIM and DIDIT OKTA PRIBADI. For the agenda of reaching

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Instrumen spasial menjadi tema baru pendekatan pembangunan dalam rangka mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Analisis spasial yang menekankan keterkaitan dan interaksi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan.

pendekatan dalam penelitian ini dinilai cukup beralasan. Tabel Hasil pendugaan model pengaruh tetap dengan Y sebagai peubah respon dan X, X dan X sebagai C -. 00 X -5 0.50 X.05 00 X 00 R 0.6 Adjusted R 0.6 Hasil pendugaan model data panel dengan Y sebagai peubah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015

PROSIDING ISSN: M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 M-23 POLA KETERKAITAN SPASIAL BERDASARKAN PRODUKSI PAJALE (PADI JAGUNG KEDELAI) DI KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2015 Rukini Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan email:rukini@bps.go.id Abstrak Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya sektor produksi primer seperti kegiatan sektor pertanian di negara negara yang sedang berkembang merupakan sektor yang masih cukup dominan. Secara logis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Cakupan wilayah penelitian adalah seluruh Kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Selatan. Meliputi 20 wilayah Kabupaten dan 3 kotamadya. Penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Variabel Penelitian Statistika deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan objek penelitian yang diambil dari sampel atau populasi sehingga

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang

BAB I PENDAHULUAN. baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun Pokok- pokok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem desentralisasi, ternyata telah dikenal sejak pemerintahan orde baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun 1974. Pokok- pokok yang terkandung dalam Undang-

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan fenomena universal yang terjadi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Hanya saja yang terjadi di

Lebih terperinci

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi (transfer)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi (transfer) RUMUS PERHITUNGAN DANA ALOKASI ASI UMUM I. PRINSIP DASAR Dana Alokasi Umum (DAU) adalah alokasi (transfer) pusat kepada daerah otonom dalam bentuk blok. Artinya, penggunaan dari DAU ditetapkan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lakukan di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan data tahun 2005 sampai dengan data tahun 2009. Pemilihan dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

BAB IV METODE PENELITIAN. dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam lingkup wilayah Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) melihat bahwa propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar

BAB III METODOLOGI. (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar BAB III METODOLOGI 3.1 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan instansi terkait lainnya. Data yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air Tanah Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data 19 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan sub sistem dari pembangunan nasional, sehingga adanya keterikatan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional yang tidak

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk. daerah, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi beorientasi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses perubahan struktural di Indonesia dapat ditandai dengan: (1) menurunnya pangsa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi Indonesia telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berlangsung secara terus

Lebih terperinci

Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat di DAS Asahan, Sumatera Utara (The Study on Socio - Economic of Communities in Asahan Watershed, North Sumatra)

Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat di DAS Asahan, Sumatera Utara (The Study on Socio - Economic of Communities in Asahan Watershed, North Sumatra) Kajian Sosial Ekonomi Masyarakat di DAS, Sumatera Utara (The Study on Socio - Economic of Communities in Watershed, North Sumatra) Oleh / by: Sanudin dan/and Bambang S. Antoko ABSTRACT This study discusses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota (Gambar 3.1) dengan menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA 13 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Cendawasari yang terletak di, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Sedangkan, analisis spasial

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN x DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN x xii xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Penelitian 1 Rumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN

ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL PENDAHULUAN P R O S I D I N G 118 ANALISIS TIPOLOGI WILAYAH DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERDESAAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL Oki Wijaya 1 1 Program Studi Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: okiwijaya.umy@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN 147 IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN Beberapa permasalahan yang terjadai dalam proses pembangunan wilayah di Kabupaten Cianjur diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah penduduk yang besar, dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tentunya untuk memajukan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci