HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menganalisis pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang ekonomi dan sosial serta bidang-bidang lain dengan menggunakan berbagai metode analisis. Dalam penelitian ini, perkembangan wilayah dianalisis dengan tiga metode, yaitu metode skalogram untuk melihat perkembangan wilayah berdasarkan tingkat hirarkinya (ketersediaan sarana dan prasarna wilayah), indeks entropi untuk melihat perkembangan atau keberagaman sektor-sektor perekonomiannya dan tipologi Klassen (matriks Klassen) untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah dari aspek ekonomi (rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita). Hirarki Wilayah di Kabupaten Sambas Tingkat perkembangan suatu wilayah pada analisis skalogram dicerminkan oleh nilai indeks perkembangan wilayah (desa/ipd atau kecamatan/ipk), semakin tinggi IPD/IPK maka semakin berkembang atau maju desa atau kecamatan tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya atau bagi wilayah yang memiliki nilai IPD/IPK yang lebih rendah. Analisis skalogram dalam penentuan indeks perkembangan desa (IPD) maupun kecamatan (IPK) di Kabupaten Sambas dilakukan dalam tiga titik tahun yaitu tahun 2000, 2003 dan 2006 dengan menggunakan jenis data yang sama dari data Podes pada ketiga tahun tersebut seperti terlihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2000, diperoleh IPD antara 14,16 (di Desa Keraban Kecamatan Subah) sampai dengan 117,18 (Desa Tumuk Manggis Kecamatan Sambas), sedangkan nilai IPK pada tahun yang sama diperoleh antara 30,76 (Kecamatan Sajad) sampai dengan 135,64 (Kecamatan Sambas). Di tahun 2003 diperoleh IPD antara 17,66 (Desa Twi Mentibar Kecamatan Selakau) sampai dengan 88,00 (Desa Pemangkat Kota Kecamatan Pemangkat) dan IPK antara 23,40 (Kecamatan Sajad) sampai

2 94 dengan 128,04 (Kecamatan Sambas), sedangkan pada tahun 2006 diperoleh IPD antara 16,28 (Desa Cepala Kecamatan Tekarang) sampai dengan 167,85 (Desa Pasar Melayu Kecamatan Sambas) dan IPK antara 35,41 (Kecamatan Sajad) sampai dengan 134,54 (Kecamatan Sambas). Secara rinci nilai IPD dan IPK pada ketiga tahun tersebut di Kabupaten Sambas serta sebarannya pada wilayah pengembangan (WP) dan kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 5 dan 6. Hirarki wilayah pada tahun 2006 menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum berdasarkan perhitungan skalogram diperoleh hasil sebagai berikut: a. Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan desa-desa atau kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi/maju dibandingkan desa atau kecamatan lainnya di Kabupaten Sambas. Desa-desa yang termasuk pada hirarki ini memiliki IPD antara 76,14 sampai dengan 167,85, yaitu sebanyak 14 desa dari 184 desa yang ada di Kabupaten Sambas (7,61% dari total desa yang ada di Kabupaten Sambas). Desa hirarki I ini terdapat di 8 Kecamatan, yaitu: 6 desa di Kecamatan Sambas, 2 desa di Kecamatan Pemangkat dan 1 desa masing-masing di Kecamatan Tebas, Teluk Keramat Subah, Jawai, Jawai Selatan dan Paloh. Desa-desa tersebut umumnya merupakan ibu kota kecamatan yang merupakan pusat pelayanan lokal kecamatan, seperti Desa Pemangkat Kota (Kec. Pemangkat), Tebas Kuala (Kec. Tebas), Sentebang (Kec.Jawai), Matang Terap (Kec. Jawai Selatan), Tumuk Manggis (Kec. Sambas), Balai Gemuruh (Kec. Subah) dan Nibung (Kec.Paloh). Sedangkan wilayah kecamatan yang termasuk pada hirarki ini sebanyak satu kecamatan, yaitu Kecamatan Sambas (5,88% dari total kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas) dengan nilai IPK 134,54 yang merupakan pusat pelayanan kabupaten. Desa-desa atau kecamatan tersebut memiliki tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih memadai, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Desa-desa atau kecamatan ini memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap pusat pemerintahan dan empat puluh persen desa tersebut berada di pusat ibu kota kabupaten yang merupakan wilayah perkotaan. b. Wilayah yang termasuk pada hirarki II merupakan desa-desa atau kecamatan

3 95 yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sedang, memiliki nilai IPD antara 45,95 sampai dengan 74,76 atau 58,33 sampai 73,47 untuk nilai IPK. Desa-desa yang termasuk pada hirarki ini sebanyak 43 desa (23,37%) dari total desa yang ada di Kabupaten Sambas) yang tersebar pada semua kecamatan kecuali di Kecamatan Sajad seperti terlihat pada Lampiran 6. Kecamatan yang didominasi desa hirarki ini terdapat di kecamatan Tekarang (57,14%) dan Subah (63,64%). Di Kabupaten Sambas, kecamatan yang termasuk pada hirarki ini sebanyak 4 kecamatan (23,53%), yaitu Kecamatan Pemangkat, Semparuk, Tebas, dan Jawai Selatan. Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa atau kecamatan ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana dan fasilitas pelayanan umum relatif lebih rendah dibandingkan desadesa/kecamatan pada hirarki I. Kecuali Kecamatan Sajad, beberapa dari desa berhirarki II ini merupakan ibu kota kecamatan pada kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sedang (hirarki II) atau lebih rendah (Lampiran 5), seperti Desa Sei Nyirih (Kec. Selakau), Semparuk (Kec. Semparuk), Tekarang (Kec. Tekarang), Sebawi (Kec.Sebawi), Parit Raja (Kec. Sejangkung), Simpang Empat (Kec. Tangaran), Galing (Kec. Galing) dan Kaliau (Kec. Sajingan Besar). c. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan desa-desa atau kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah paling rendah, memiliki nilai IPD antara 16,28 sampai dengan 45,68 atau nilai IPK antara 35,41 sampai 57,64. Di Kabupaten Sambas, desa-desa pada hirarki III paling banyak jumlahnya, yaitu sebanyak 127 desa (69,02% dari total desa yang ada di Kabupaten Sambas) yang tersebar pada semua kecamatan. Seperti terlihat pada Lampiran 6, hampir semua kecamatan di Kabupaten Sambas didominasi oleh desa-desa pada hirarki ini, yaitu dari 17 kecamatan yang ada, 14 kecamatan diantaranya didominasi oleh desa-desa hirarki III (82,35%). Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Sajad (100%), Sejangkung (91,67%), Tangaran (85,71%), Selakau (84,62%), Teluk Keramat (83,33%), Jawai (81,82%), Galing (80,00%), Paloh (75%), Sebawi (71,43%), Pemangkat (70,00%), Jawai Selatan (66,67%), Tebas (60,87%), Semparuk (60,00%) dan Sajingan Besar (60,00%). Sedangkan wilayah

4 96 kecamatan yang termasuk dalam hirarki ini ada sebanyak 12 Kecamatan (70,59%), yaitu Kecamatan Sajad, Sajingan Besar, Selakau, Tangaran, Galing, Paloh, Sejangkung, Subah, Tekarang, Sebawi, Jawai dan Teluk Keramat. Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa atau kecamatan ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana wilayah yang relatif kurang dibandingkan desa-desa atau kecamatan pada hirarki yang lebih tinggi, mempunyai akses terhadap pusat pemerintahan yang relatif lebih sulit dan masih mengandalkan sektor pertanian. Penyebaran desa-desa dan kecamatan menurut hirarki pada tahun 2006 di Kabupaten Sambas secara spasial ditunjukkan pada Gambar 16 dan 17. Gambar 16 Peta penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Sambas Pada Gambar 16 tersebut, tampak bahwa desa-desa yang berhirarki I terdapat di delapan kecamatan yaitu Kecamatan Sambas (42,86%), Kecamatan Pemangkat (14,29%) dan 7,14% masing-masing terdapat di Kecamatan Tebas, Jawai, Jawai Selatan, Subah, Teluk Keramat dan Paloh yang sebagian besar berdasarkan RTRW Kabupaten Sambas merupakan pusat dari wilayah pengembangan yang melayani daerah hinterland di sekitarnya. Pada desa-desa yang berhirarki II dan III pada umumnya relatif menyebar pada seluruh wilayah

5 97 Kabupaten Sambas, tetapi desa-desa yang berhirarki II relatif lebih dekat dengan desa-desa hirarki I, sedangkan desa-desa yang berhirarki III berada dekat pada wilayah perbatasan negara. Gambar 16 juga menunjukkan bahwa desa-desa pada hirarki I dan II berada pada jalur transportasi utama (jalan provinsi dan kabupaten). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan umum di Kabupaten Sambas relatif masih terpusat pada pusat kota pelayanan dan menyebar di sepanjang jalur transportasi utama. Secara rekapitulasi jumlah desa-desa di wilayah kecamatan berdasarkan hirarkinya di Kabupaten Sambas tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel 23. Tabel 23 Jumlah desa-desa di wilayah kecamatan berdasarkan hirarkinya di Kabupaten Sambas tahun 2006 WP Kecamatan Jumlah Desa Persentase Desa*** I II III Total I II III I Pemangkat* ,09 0,54 3,80 Selakau ,00 1,09 5,98 Semparuk ,00 1,09 1,63 Tebas ,54 4,35 7,61 Tekarang ,00 2,17 1,63 Jawai ,54 0,54 4,89 Jawai Selatan ,54 1,09 3, ,72 10,87 28,80 II Sambas** ,26 2,17 4,35 Subah ,54 3,80 1,63 Sebawi ,00 1,09 2,72 Sajad ,00 0,00 2,17 Sejangkung ,00 0,54 5, ,80 7,61 16,85 III Teluk Keramat* ,54 1,63 10,87 Tangaran ,00 0,54 3,26 Paloh ,54 0,54 3, ,09 2,72 17,39 IV Galing* ,00 1,09 4,35 Sajingan Besar ,00 1,09 1, ,00 2,17 5,98 Jumlah Total ,61 23,37 69,02 Sumber : Hasil analisis Keterangan: * = pusat pengembangan; ** = pusat pengembangan dan ibu kota kabupaten; *** = persen terhadap seluruh desa di Kabupaten Sambas. Seperti ditunjukkan Tabel 23 bahwa seluruh wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas di dominasi oleh desa-desa berhirarki III. WP yang memiliki persentase desa hirarki III tertinggi hingga terendah dari total desa yang

6 98 ada di Kabupaten Sambas secara berturut-turut adalah WP I (28,80%), WP III (17,39%), WP II (16,85%) dan WP IV (5,98%). Pada hirarki II, WP yang memiliki persentase desa hirarki II tertinggi adalah WP I yaitu sebesar 10,87%, disusul WP II sebesar 7,61%, sedangkan WP III dan IV berturut-turut hanya sebesar 2,72% dan 2,17%. Tabel 23 juga menunjukkan bahwa dari empat WP yang ada, ternyata WP IV tidak memiliki desa hirarki I. WP yang memiliki desa berhirarki I tertinggi dalam wilayah pengembangannya adalah WP II, yaitu sebesar 3,80%, kemudian diikuti WP III dan I, yaitu sebesar 2,72% dan 1,09% dari jumlah seluruh desa yang ada di Kabupaten Sambas. Desa-desa tersebut sebagian besar berada pada pusat-pusat pengembangan pada tiap WP, yaitu pada Kecamatan Sambas, Pemangkat dan Teluk Keramat. Hal ini menunjukan bahwa struktur pusat pelayanan masih memusat di pusat pertumbuhan yang ada di wilayah Pengembangan. Kondisi tersebut sesuai dengan rencana strategi pengembangan struktur tata ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Sambas yang berupaya memantapkan Kota Sambas dan Pemangkat sebagai pusat pengembangan utama dengan fungsi sebagai simpul utama transportasi regional, pusat kegiatan ekonomi regional, pusat permukiman utama, pusat pelayanan fasilitas sosial skala regional, dan pusat kegiatan pemerintahan kabupaten khususnya untuk Kota Sambas. Selain itu, rencana strategi tersbut juga bertujuan memantapkan Kota Tebas, Sekura (ibu kota Kec. Teluk Keramat), dan Galing sebagai pusat pengembangan subregional dengan fungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan kecamatan, pusat kegiatan ekonomi dan pelayanan sosial tingkat kecamatan dan sekitarnya. Namun kenyataannya untuk Kecamatan Galing kurang berkembang (tidak memiliki desa berhirarki I). Struktur yang memusat tersebut juga diperkuat dengan hasil perhitungan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) pada tahun 2006 di Kabupaten Sambas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 24 dan Gambar 17, bahwa wilayah yang berada pada hirarki I hanya Kecamatan Sambas dengan IPK 134,54. Nilai IPK ini sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai IPK yang dimiliki kecamatan lainnya, termasuk IPK rata-rata kabupaten yang hanya mencapai 58,09. Sedangkan IPK hirarki II memiliki selang nilai antara 58,33 sampai dengan 73,47 yang terdapat di 4 kecamatan yaitu:

7 99 Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Tebas dan Semparuk. Pada hirarki III, IPKnya memiliki selang nilai antara 35,41 sampai dengan 57,64 meliputi 12 Kecamatan yaitu Kecamatan Jawai, Sebawi, Teluk Keramat, Tekarang, Subah, Sejangkung, Paloh, Galing, Tangaran, Selakau, Sajingan Besar dan Sajad. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa di Kabupaten Sambas pada tahun 2006 masih terjadi pemusatan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum. Hal ini juga menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang dibangun masih belum merata dinikmati oleh seluruh masyarakat Kabupaten Sambas. Gambar 17 Peta penyebaran kecamatan menurut hirarki di Kabupaten Sambas Dilihat dari hirarki wilayah seperti terlihat pada Tabel 24, bahwa selama kurun waktu tahun , wilayah-wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas sebagian besar (64,71% atau 11 dari 17 kecamatan yang ada) memiliki struktur hirarki yang tidak berubah, sedangkan IPK tertinggi tetap terdapat di Kecamatan Sambas dan IPK terendah masih terdapat di Kecamatan Sajad. Sebagian yang lain (35,29%) kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas relatif mengalami perubahan baik peningkatan maupun penurunan tingkat hirarki, seperti Kecamatan

8 100 Selakau, Semparuk, Sebawi dan Sejangkung yang mengalami penurunan dari hirarki II pada tahun 2000 menjadi hirarki III pada tahun 2003, sedangkan Kecamatan Subah dan Teluk Keramat mengalami kenaikan dari hirarki III menjadi hirarki II. Akan tetapi pada kurun waktu , Kecamatan Subah dan Teluk Keramat malah mengalami penurunan hirarki dari hirarki II menjadi hirarki III kembali, sedangkan Kecamatan Semparuk mengalami kenaikan dari hirarki III menjadi hirarki II. Tabel 24 Indek perkembangan kecamatan (IPK) di Kabupaten Sambas Tahun 2000, 2003, dan 2006 WP Kecamatan Tahun 2000 Tahun 2003 Tahun 2006 IPK Hirarki IPK Hirarki IPK Hirarki I Pemangkat 67,67 II 82,64 II 70,29 II Selakau 58,72 II 45,69 III 48,18 III Semparuk 64,67 II 59,72 III 58,33 II Tebas 63,02 II 67,56 II 66,40 II Tekarang 44,84 III 46,43 III 53,26 III Jawai 55,89 III 57,15 III 57,15 III Jawai Selatan 66,75 II 82,77 II 73,47 II II Sambas 135,64 I 128,04 I 134,54 I Subah 46,91 III 65,80 II 57,64 III Sebawi 60,08 II 59,94 III 56,97 III Sajad 30,76 III 23,40 III 35,41 III Sejangkung 58,48 II 48,22 III 48,45 III III Teluk Keramat 51,23 III 64,88 II 54,49 III Tangaran 48,64 III 33,19 III 38,28 III Paloh 51,97 III 49,66 III 43,34 III IV Galing 45,00 III 46,58 III 45,52 III Sajingan Besar 41,95 III 59,24 III 45,80 III Rataan 58,37 60,05 58,09 Standar Deviasi (ST Dev) 22,23 23,26 22,31 Sumber: Hasil analisis data PODES tahun 2000, 2003 dan Keterangan: Angka yang dicetak tebal menunjukkan kenaikkan IPK dari tahun sebelumnya. Selain perkembangan hirarki wilayah, perkembangan IPK juga dapat dibandingkan dari tahun 2000, 2003 dan 2006, karena variabel yang digunakan dalam menentukan IPK pada tiga titik tahun tersebut sama. Seperti terlihat pada Tabel 24, bahwa dalam kurun waktu dan , perkembangan IPK wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas menunjukkan hal yang sama dengan perkembangan hirarkinya, yaitu ada yang mengalami peningkatan dan ada

9 101 pula yang mengalami kenaikan. Beberapa kecamatan yang mengalami kenaikan IPK dari tahun 2000 ke 2003 adalah Kecamatan Pemangkat, Tebas, Tekarang, Jawai, Jawai Selatan, Subah, Teluk Keramat Galing dan Sajingan Besar, sedangkan kecamatan lainnya mengalami penurunan. Pada perkembangan IPK dari tahun 2003 ke 2006 menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan yang mengalami peningkatan IPK adalah Kecamatan Selakau, Tekarang, Sambas, Sajad, Sejangkung dan Tangaran. Hal menarik dari perkembangan IPK tersebut kecuali pada Kecamatan Tekarang adalah kecamatankecamatan yang mengalami kenaikan IPK pada kurun waktu merupakan kecamatan yang mengalami penurunan indeks pada kurun waktu sebelumnya ( ). Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana wilayah di Kabupaten Sambas dalam kurun waktu sudah mengupayakan pemerataan pembangunan fisik, karena kenaikan IPK menggambarkan penambahan baik jumlah maupun jumlah jenis fasilitas serta meningkatkan pendekatan jarak pelayanan fasilitas di suatu wilayah, meskipun upaya pemerataan tersebut belum menunjukkan hasil yang nyata. Tabel 24 juga menunjukkan bahwa walaupun terjadi perubahan (kenaikan atau penurunan) indeks perkembangan wilayah, akan tetapi perubahan tersebut tidak selalu diikuti dengan perubahan hirarki wilayahnya. Dari beberapa kecamatan yang mengalami kenaikan IPK, hanya Kecamatan Subah yang diikuti dengan kenaikan Hirarki dari hirarki III pada tahun 2000 menjadi hirarki II pada tahun 2003, sedangkan kecamatan lainnya tetap. Hal ini dikarenakan perubahan tersebut umumnya tidak terlalu tinggi sehingga belum melebihi batas kriteria tingkat hirarkinya. Selain itu, adanya perubahan kenaikan baik pada nilai IPK maupun tingkat hirarki pada beberapa kecamatan, diakibatkan oleh terjadinya penambahan jumlah dan jenis fasilitas pada kecamatan tersebut sehingga indeks perkembangannya menjadi meningkat dan pada tingkat yang tinggi dapat disertai dengan peningkatan hirarkinya. Sedangkan pada wilayah kecamatan yang mengalami penurunan IPK atau hirarki diakibatkan oleh tidak terjadinya penambahan jumlah maupun jenis fasilitas di wilayah tersebut atau walaupun terjadi penambahan akan tetapi penambahan tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penambahan jumlah maupun jenis fasilitas di kecamatan lain.

10 102 Dalam wilayah pengembangan (WP), perkembangan hirarki wilayah pada tingkat desa di Kabupaten Sambas pada tahun 2000, 2003 dan 2006 menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta aksesibilitas ke fasilitas/pelayanan umum berdasarkan hasil analisis dengan metode skalogram ditunjukkan pada Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase tingkat hirarki desa dalam wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas tahun 2000, 2003 dan 2006 Hirarki WP Jlh Desa % Jlh Desa % Jlh Desa % I I 5 2,82 6 3,30 5 2,72 II 7 3,95 5 2,75 7 3,80 III 3 1,69 2 1,10 2 1,09 IV 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Jumlah 15 8, , ,61 II I 16 9, , ,87 II 16 9, , ,61 III 5 2, ,49 5 2,72 IV 4 2,26 5 2,75 4 2,17 Jumlah 41 23, , ,37 III I 57 32, , ,80 II 28 15, , ,85 III 29 16, , ,39 IV 7 3, , ,98 Jumlah , , ,02 Total , , ,00 Sumber: Hasil analisis Keterangan: % = Persentase terhadap total jumlah desa di Kabupaten Sambas. Pada wilayah pengembangan (WP) I seperti ditunjukkan Tabel 25, jumlah desa-desa hirarki I mengalami peningkatan, yaitu dari 2,82% pada tahun 2000, menjadi 3,30% pada tahun 2003 dan pada tahun 2006 turun menjadi 2,72% dari jumlah total desa yang ada di Kabupaten Sambas. Berbeda dengan WP I, pada WP II setelah mengalami penurunan dari 3,95% pada tahun 2000 menjadi 2,75% pada tahun 2003 kemudian bertambah menjadi 3,80% pada tahun Di WP III, jumlah desa-desa hirarki I mengalami penurunan dari 1,69% pada tahun 2000 menjadi 1,10% pada tahun 2003 dan pada tahun 2006 menjadi 1,09%, sedangkan pada WP IV tidak memiliki desa yang berhirarki I. Pada tingkat kabupaten, perkembangan desa-desa hirarki I mengikuti kecenderungan seperti pada WP II, yaitu dari 8,47% pada tahun 2000 turun menjadi 7,14% pada tahun 2003, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 7,61%. Perkembangan desa-desa hirarki I dalam empat wilayah pengembangan (WP) dan Kabupaten Sambas seperti terlihat pada Gambar 18.

11 103 Jmlah Desa Hirarki I (%) 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 8,47 3,95 2,82 1,69 7,14 7,61 3,30 3,80 2,75 2,72 1,10 1,09 WP I WP II WP III WP IV Kab. Sambas Tahun Gambar 18 Perkembangan desa-desa hirarki I pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas Perkembangan desa-desa hirarki II pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas dari tahun menunjukkan kencederungan yang sama, kecuali pada WP I (Gambar 19). Pada WP II, III dan IV berturut-turut setelah mengalami kenaikan dari 9,04%; 2,82% dan 2,26% pada tahun 2000, menjadi 10,99%; 5,49% dan 2,75% pada tahun 2003, kemudian turun menjadi 7,61% ; 2,72% dan 2,17 pada tahun Pada WP I, setelah mengalami penurunan dari 9,04% pada tahun 2000 menjadi 6,59% pada tahun 2003, kemudian meningkat tajam menjadi 10,87% di tahun Pada tingkat kabupaten, perkembangan desa-desa hirarki II memiliki kecenderungan yang sama denga WP II, III dan IV, yaitu mengalami kenaikan dari 23,16% pada tahun 2000, menjadi 25,82% pada tahun 2003, dan mengalami penurunan pada tahun 2006 menjadi 23,37%. Jmlah Desa Hirarki II (%) 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 23,16 9,04 25,82 10,99 23,37 10,87 6,59 7,61 2,82 5,49 2,72 2,26 2,75 2,17 WP I WP II WP III WP IV Kab. Sambas Tahun Gambar 19 Perkembangan desa-desa hirarki II pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas Pada tahun , perkembangan desa-desa hirarki III di Kabupaten

12 104 Sambas menunjukkan kecenderungan yang menurun, yaitu dari 68,36% pada tahun 2000, turun menjadi 67,03% di tahun 2003, sedangkan pada kurun waktu meningkat menjadi 69,02% (Gambar 20). Di empat wilayah pengembangan (WP), perkembangan desa-desa hirarki III menunjukkan kecenderungan yang berbeda-beda. Pada WP IV, perkembangan desa-desa hirarki III menunjukkan kecenderungan yang meningkat, dari 3,95% pada tahun 2000, meningkat menjadi 5,49% di tahun 2003, dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 5,98%. Pada WP II dan III, perkembangan desa-desa hirarki III menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu diawali dengan penurunan dari 15,82% dan 16,38% pada tahun 2000, keduanya menjadi 14,29% di tahun 2003, dan kemudian meningkat masing-masing menjadi 16,85% dan 17,39% pada tahun Sedangkan pada WP I, perkembangan desa-desa hirarki III menunjukkan kecenderungan yang relatif menurun, walaupun pada tiga tahun pertama menunjukkan kenaikan yang relatif sedikit dari 32,20% pada tahun 2000 menjadi 32,97% pada tahun 2003, akan tetapi pada tahun 2006 turun menjadi 28,80%. 70,00 68,36 67,03 69,02 Jmlah Desa Hirarki III (%) 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 32,20 32,97 28,80 16,38 14,29 17,39 15,82 16,85 3,95 5,49 5,98 WP I WP II WP III WP IV Kab. Sambas Tahun Gambar 20 Perkembangan desa-desa hirarki III pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas Perkembangan hirarki I, II dan III pada tingkat desa di Kabupaten Sambas tersebut menunjukkan dinamika pembangunan sarana dan prasarana wilayah baik dari aspek jumlah maupun jenisnya di tingkat perdesaan. Dari gambaran tersebut di atas, baik pada hirarki I, II maupun III, terlihat bahwa perkembangan tingkat hirarki desa-desa secara keseluruhan di Kabupaten Sambas sangat dipengaruhi oleh perkembangan tingkat hirarki desa-desa pada wilayah pengembangan (WP) II, dimana kecenderungan perkembangan desa-desa hirarki I, II dan III di tingkat kabupaten, hampir selalu mengikuti kecenderungan yang terjadi pada WP II, baik

13 105 penurunan maupun kenaikannya. Hal ini disebabkan karena pada WP II terdapat ibu kota kabupaten yang selalu mengalami peningkatan jumlah dan jenis berbagai fasilitas atau sarana dan prasarana wilayah dalam rangka peningkatan pelayanan regional kabupaten. Perkembangan hirarki wilayah pada tingkat kecamatan dalam wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas pada tahun 2000, 2003 dan 2006 menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta aksesibilitas ke fasilitas/ pelayanan umum berdasarkan hasil analisis dengan metode skalogram ditunjukkan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan persentase tingkat hirarki kecamatan dalam wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas tahun 2000, 2003 dan 2006 Hirarki WP Jlh Kec % Jlh Kec % Jlh Kec % I I 0 0,00 0 0,00 0 0,00 II 1 5,88 1 5,88 1 5,88 III 0 0,00 0 0,00 0 0,00 IV 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Jumlah 1 5,88 1 5,88 1 5,88 II I 5 29, , ,53 II 2 11,76 1 5,88 0 0,00 III 0 0,00 1 5,88 0 0,00 IV 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Jumlah 7 41, , ,53 III I 2 11, , ,65 II 2 11, , ,53 III 3 17, , ,65 IV 2 11, , ,76 Jumlah 9 52, , ,59 Total , , ,00 Sumber: Hasil analisis Keterangan: % = Persentase terhadap jumlah total kecamatan di Kabupaten Sambas. Tabel 26 menunjukkan bahwa kecamatan yang berhirarki I hanya terdapat di WP II dengan perkembangan dari tahun 2000 sampai 2006 tidak berubah (tetap), yaitu 5,88% dari total kecamatan. Hal ini dikarenakan pada WP II terdapat kecamatan yang merupakan ibu kota Kabupaten Sambas, yaitu Kecamatan Sambas yang merupakan pusat pelayanan pemerintahan tingkat kabupaten. Karena kecamatan berhirarki I hanya satu kecamatan, maka perkembangan kecamatan yang berhirarki I pada WP II tersebut sama dengan perkembangan kecamatan hirarki I pada wilayah Kabupaten Sambas.

14 106 Jumlah Kecamatan Hirarki II (%) 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 41,18 29,41 11,76 0,00 Gambar 21 Perkembangan kecamatan hirarki II pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas Perkembangan kecamatan hirarki II pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas dari tahun seperti terlihat pada Gambar 21 menunjukkan kencederungan yang berbeda. Pada WP I, perkembangan kecamatan hirarki II menurun dari 29,41% pada tahun 2000 menjadi 17,65% di tahun 2003, dan naik menjadi 23,53% pada tahun Perkembangan kecamatan hirarki II pada WP II menunjukkan kecenderungan yang selalu menurun, yaitu dari 11,76% pada tahun 2000 menjadi 5,88% di tahun 2003, kemudian turun kembali menjadi 0% pada tahun Pada WP III, perkembangan kecamatan hirarki II naik dari 0% pada tahun 2000 menjadi 5,88% di tahun 2003, dan turun menjadi 0% pada tahun Sedangkan pada WP IV dari tahun 2000 hingga 2006 tidak memiliki kecamatan berhirarki II. Secara keseluruhan pada wilayah Kabupaten Sambas, jumlah kecamatan berhirarki II memiliki kecenderungan menurun, dari 41,18% pada tahun 2000,turun menjadi 29,41% pada tahun 2003, dan terus menurun menjadi 23,53% pada tahun ,41 17,65 5, Tahun 23,53 Pada tahun , perkembangan kecamatan hirarki III pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas juga menunjukkan kecenderungan yang berbeda (Gambar 22). Pada tahun 2000 di WP I, jumlah kecamatan hirarki III sebesar 11,76%, kemudian meningkat menjadi 23,53% pada tahun 2003 dan turun menjadi 17,65% dari jumlah total kecamatan pada tahun Di WP II jumlah kecamatan hirarki III memiliki kecenderungan yang selalu meningkat, yaitu dari 11,76% pada tahun 2000, menjadi 17,65% pada tahun 2003 dan terus meningkat menjadi 23,53% pada tahun Perkembangan kecamatan hirarki III di WP III pada kurun waktu mengalami penurunan dari 0,00 WP I WP II WP III WP IV Kab. Sambas

15 107 17,65% menjadi 11,76%, akan tetapi padakurun waktu mengalami kenaikan menjadi 17,65%. Sedangkan di WP IV, jumlah kecamatan hirarki III selama kurun waktu enam tahun ( ) tidak berubah, yaitu sebesar 11,76%. Secara keseluruhan, perkembangan jumlah kecamatan hirarki III di Kabupaten Sambas menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat, yaitu dari 52,94% pada tahun 2000 naik menjadi 64,71% pada tahun 2003 dan pada tahun tahun 2006 naik menjadi 70,59%, seperti terlihat pada Gambar 22. Jumlah Kecamatan Hirarki III (%) 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 64,71 70,59 52,94 17,65 23,53 23,53 17,65 17,65 11,76 11,76 11, Tahun WP I WP II WP III WP IV Kab. Sambas Gambar 22 Perkembangan kecamatan hirarki III pada empat wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas Perkembangan hirarki I, II dan III pada tingkat kecamatan di Kabupaten Sambas tersebut juga menunjukkan dinamika pembangunan sarana dan prasarana wilayah baik dari aspek jumlah maupun jenisnya di wilayah kecamatan. Sama seperti perkembangan tingkat hirarki desa, dari gambaran tersebut di atas, baik pada hirarki I, II maupun III, terlihat bahwa perkembangan tingkat hirarki pada wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas sangat dipengaruhi oleh perkembangan tingkat hirarki kecamatan pada wilayah pengembangan (WP) II, dimana kecenderungan perkembangan kecamatan pada hirarki I, II dan III di tingkat kabupaten, selalu mengikuti kecenderungan yang terjadi pada WP II, baik penurunan maupun kenaikannya. Hal ini disebabkan karena pada WP II terdapat ibu kota kabupaten yang selalu mengalami peningkatan jumlah dan jenis berbagai fasilitas atau sarana dan prasarana wilayah dalam rangka peningkatan pelayanan regional kabupaten. Selain itu, pada WP II juga terdapat IPK tertinggi (Kecamatan Sambas) dan IPK terendah (Kecamatan Sajad) pada kurun waktu , sehingga perkembangan /perubahan IPK atau hirarki yang terjadi di WP II sangat mempengaruhi perkembangan IPK atau hirarki secara keseluruhan.

16 108 Perkembangan Aktivitas Perekonomian Wilayah Perkembangan aktivitas perekonomian pada suatu wilayah dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Prinsip indeks entropi ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin berkembang. Aktivitas suatu wilayah dapat dicerminkan dari perkembangan sektor-sektor perekonomian dalam PDRB. Semakin besar indeks entropinya maka dapat diperkirakan semakin berkembang dan proporsional komposisi antar sektor-sektor perekonomian, dan sebaliknya semakin kecil indeksnya maka dapat diperkirakan terdapat sektor perekonomian yang dominan di wilayah tersebut. Analisis indeks entropi untuk kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun ditunjukkan pada Lampiran 7 s.d 13, sedangkan hasilnya terlihat pada Tabel 27. Tabel 27 Indeks entropi kecamatan berdasarkan PDRB sektoral atas dasar harga konstan di Kabupaten Sambas tahun WP Kecamatan Indeks Entropi I Pemangkat 0,7000 0,6954 0,7110 0,7056 0,7020 0,6722 0,6983 Selakau 0,5120 0,5101 0,5123 0,5108 0,5091 0,5038 0,4998 Semparuk 0,5570 0,5533 0,5607 0,5579 0,5547 0,6681 0,5421 Tebas 0,6625 0,6555 0,6564 0,6497 0,6439 0,6359 0,6444 Tekarang 0,6466 0,6425 0,6450 0,6382 0,6344 0,6373 0,6356 Jawai 0,5306 0,5288 0,5361 0,5318 0,5263 0,5198 0,5208 Jawai Selatan 0,7420 0,7348 0,7308 0,7246 0,7174 0,7091 0,7099 0,6344 0,6300 0,6380 0,6330 0,6289 0,6649 0,6330 II Sambas 0,8317 0,8319 0,8317 0,8303 0,8309 0,8297 0,8293 Subah 0,5378 0,5289 0,5141 0,5207 0,5143 0,5083 0,5037 Sebawi 0,7104 0,7081 0,7061 0,7019 0,7008 0,6980 0,6957 Sajad 0,6272 0,6274 0,6279 0,6259 0,6247 0,6244 0,6240 Sejangkung 0,6335 0,6321 0,6246 0,6111 0,6006 0,5907 0,5887 0,7850 0,7833 0,7801 0,7762 0,7738 0,7694 0,7691 III Teluk Keramat 0,6532 0,6480 0,6463 0,6406 0,6314 0,6232 0,6305 Tangaran 0,5457 0,5414 0,5368 0,5284 0,5276 0,5231 0,5282 Paloh 0,5968 0,5942 0,5909 0,5816 0,5732 0,5638 0,5609 0,6266 0,6221 0,6194 0,6119 0,6045 0,5964 0,6006 IV Galing 0,3323 0,3245 0,3128 0,2992 0,2974 0,2909 0,3035 Sajingan Besar 0,6726 0,6577 0,6471 0,6244 0,6214 0,6119 0,6087 0,4002 0,3914 0,3796 0,3640 0,3621 0,3545 0,3670 Kabupaten Sambas 0,6799 0,6753 0,6780 0,6719 0,6672 0,6781 0,6630 Sumber: Hasil analisis

17 109 Perkembangan indeks entropi dari tahun 2000 hingga 2006 seperti yang terlihat pada Tabel 27, menunjukkan bahwa baik pada tingkat kecamatan, maupun pada tingkat kabupaten memiliki nilai yang relatif tetap. Kondisi ini menggambarkan bahwa selama kurun waktu tersebut ( ) proporsi atau keragaman sektor-sektor perekonomian wilayah, baik pada tingkat kecamatan, wilayah pengembangan maupun di Kabupaten Sambas relatif tetap. Pada tahun 2006 indeks entropi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas berkisar antara 0,3035 (terendah) terdapat di Kecamatan Galing sampai 0,8293 (tertinggi) terdapat di Kecamatan Sambas. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Sambas merupakan kecamatan yang paling berkembang dari wilayah lainnya dari aspek perekonomian dan tiap sektor perekonomiannya berkembang dengan baik (relatif merata) sehingga tidak didominansi oleh sektor tertentu saja, sedangkan Kecamatan Galing merupakan kecamatan yang kurang berkembang sektor-sektor perekonomiannya, dan cenderung didominasi oleh sektor tertentu saja, yaitu sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 83,98% dari total PDRB wilayahnya. Kecamatan lain yang juga memiliki indeks entropi yang tinggi (lebih tinggi dari indeks entropi kabupaten) adalah Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan dan Sebawi, sedangkan kecamatan lainnya yang memiliki indeks entropi rendah (jauh di bawah indeks entropi kabupaten) adalah Kecamatan Selakau, Subah, Tangaran, Jawai, Semparuk dan Sejangkung. Kecamatan tersebut jika dilihat dari hirarkinya menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki indeks entropi yang relatif tinggi juga memiliki hirarki yang tinggi pula (hirarki I dan II), sedangkan kecamatan yang memiliki indeks entropi relatif rendah juga memiliki indeks entropi yang rendah. Selain itu, kecamatan lain yang memiliki indeks entropi relatif sedang adalah Kecamatan Tebas, Tekarang, Sajad, Teluk Keramat, Paloh dan Sajingan Besar. Pada kecamatan ini, perkembangan sektor-sektor perekonomiannya walaupun masih agak didominasi sektor tertentu, tetapi sektorsektor lainnya relatif agak berkembang, sehingga dominasi sektor tertentu tidak terlalu tinggi. Dalam wilayah pengembangan (WP), proporsi keragaman sektor-sektor perekonomian antar kecamatan relatif beragam atau mengindikasikan adanya disparitas perkembangan wilayah dalam WP. Pada WP I, nilai indeks entropinya

18 110 berkisar antara 0,4998-0,7099, dalam WP II, nilai indeks entropi tertinggi sebesar 0,8293 dan terendah 0,5037, sedangkan dalam WP III dan WP IV, berturut-turut nilai indeks entropi tertingginya sebesar 0,6305 dan 0,6087 dan nilai indeks entropi terendah sebesar 0,5282 dan 0,3035. Dilihat dari selisih nilai indeks entropi tertinggi dengan nilai indeks entropi terendah dalam WP, diperoleh selisih indeks tertinggi terdapat dalam WP II, yaitu sebesar 0,3256, diikuti WP IV dengan selisih sebesar 0,3052. Sedangkan dalam WP I dan III masing-masing sebesar 0,2101 dan 0,1023. Hal ini mengindikasikan adanya disparitas pembangunan sektoral yang tinggi di WP II, walaupun secara agregat dalam WP II memiliki perkembangan sektor yang relatif merata atau berkembang dari WP lainnya. Sedangkan WP yang memiliki indeks entropi paling rendah adalah WP IV (0,3670) diikuti WP III (0,6006), yang menunjukkan bahwa perkembangan aktivitas atau sektor-sektor perekonomian terutama di WP IV relatif kurang berkembang dan cenderung didominasi oleh sektor tertentu saja, yaitu sektor pertanian. Secara keseluruhan pada tahun 2006, nilai indeks entropi Kabupaten Sambas cukup tinggi, yaitu sebesar 0,6630. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum perkembangan proporsi keragaman sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Sambas cukup baik atau relatif agak merata. 0,800 0,785 0,783 0,780 0,776 0,774 0,769 0,769 0,750 0,700 0,680 0,675 0,678 0,672 0,667 0,678 0,663 Indeks Entropi 0,650 0,600 0,550 0,500 0,450 0,400 0,350 0,634 0,630 0,638 0,633 0,629 0,665 0,633 0,627 0,622 0,619 0,612 0,604 0,596 0,601 0,400 0,391 0,380 0,364 0,362 0,355 0,367 WP 1 WP 2 WP 3 WP 4 Kab. Sambas 0, Tahun Gambar 23 Perkembangan nilai indeks entropi wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas tahun Dilihat dari perkembangan nilai indeks entropi pada wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas seperti terlihat pada Gambar 23 menunjukkan bahwa semua WP memiliki kecenderungan yang relatif sama, yaitu sedikit mengalami

19 111 penurunan dari tahun 2000 hingga 2004 baru kemudian sedikit mengalami kenaikan pada tahun Dilihat dari besarnya nilai indeks entropi yang ada (Tabel 27) dalam kurun waktu , WP IV memiliki indeks entropi yang paling rendah, WP II memiliki indeks entropi yang paling tinggi, sedangkan WP I dan III memiliki indeks yang relatif tinggi. Perkembangan besarnya selisih indeks entropi tertinggi dengan terendah seperti Gambar 23 adalah sebesar 0,385 pada tahun 2000 dan 0,412 pada tahun 2003 serta 0,402 pada tahun Hal tersebut mengindikasikan terjadinya disparitas antar WP, karena besarnya nilai indeks entropi menggambarkan tingkat perkembangan wilayah. Selain itu, Gambar 23 juga menunjukkan bahwa WP IV merupakan wilayah dengan tingkat perkembangan yang paling rendah diantara keempat WP yang ada di Kabupaten Sambas. Tipologi Klassen di Kabupaten Sambas Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau mengelompokan daerah berdasarkan struktur pertumbuhannya. Pada penelitian ini, pengelompokkan wilayah kecamatan dengan analisis tipologi Klassen dilakukan dengan menggunakan indikator laju pertumbuhan ekonomi (Lampiran 15) dan pendapatan PDRB per kapita kecamatan (Lampiran 14) yang dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita kabupaten (Tabel 28) seperti yang dilakukan oleh Sjafrizal (2008). Dengan menggunakan matriks Klassen, dapat dilakukan 4 pengelompokan daerah dengan dua indikator tersebut, yaitu daerah maju, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang dan daerah relatif terbelakang. Pengelompokan ini bersifat dinamis, karena sangat tergantung pada perkembangan kegiatan pembangunan di kecamatan yang bersangkutan. Ini berarti bahwa dalam beberapa tahun ke depan, pengelompokan akan dapat berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan dan tingkat PDRB per kapita kecamatan yang bersangkutan. Perubahan tersebut mudah terjadi pada daerah-daerah yang kondisinya telah berada dekat dengan batas rata-rata dari tingkat pertumbuhan dan PDRB per kapita.

20 112 Tabel 28 Rata-rata laju pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita kecamatan di Kabupaten Sambas tahun WP Kecamatan Rata-Rata LPE (%) Rata-Rata PDRB per Kapita (ribu rupiah) I Pemangkat 4, ,81 Selakau 4, ,39 Semparuk 3, ,84 Tebas 4, ,55 Tekarang 3, ,31 Jawai 4, ,97 Jawai Selatan 4, ,64 II Sambas 4, ,46 Subah 5, ,98 Sebawi 4, ,04 Sajad 4, ,80 Sejangkung 5, ,69 III Teluk Keramat 5, ,12 Tangaran 3, ,72 Paloh 5, ,08 IV Galing 5, ,08 Sajingan Besar 7, ,74 Kabupaten Sambas 4, ,92 Sumber: BPS Kab. Sambas (2007b) diolah. Keterangan: LPE = Laju Pertumbuhan Ekonomi Hasil analisis tipologi Klassen di Kabupaten Sambas dengan menggunakan indikator laju pertumbuhan ekonomi (PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000) dan PDRB perkapita kecamatan seperti terlihat pada Gambar 24 menunjukkan bahwa Kecamatan Sambas, Tebas, Galing, Sejangkung dan Paloh merupakan kecamatan yang dapat dikelompokkan sebagai daerah maju karena mempunyai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita berada di atas rata-rata kabupaten. Daerah maju ini relatif menyebar di empat wilayah pengembangan, yaitu 2 kecamatan di WP II (Kec. Sambas dan Sejangkung) dan masing-masing 1 kecamatan di WP I (Kec. Tebas), WP III (Kec. Paloh) dan WP IV (Kec. Galing). Sedangkan Kecamatan Pemangkat, Selakau dan Jawai termasuk ke dalam daerah yang relatif maju tapi tertekan, karena walaupun PDRB per kapitanya relatif tinggi, tetapi laju pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten Sambas. Seluruh daerah ini berada pada wilayah pengembangan (WP) I.

21 113 PDRB Per Kapita Di Atas Rata-Rata Di bawah rata-rata Di atas Rata-Rata Daerah Maju: Kecamatan Sambas, Tebas, Galing, Sejangkung dan Paloh Daerah Berkembang: Kecamatan Subah, Jawai Selatan, Teluk Keramat, dan Sajingan Besar. Laju Pertumbuhan Ekonomi Di bawah rata-rata Daerah Maju Tapi Tertekan: Kecamatan Pemangkat, Selakau dan Jawai. Daerah Relatif Terbelakang: Kecamatan Semparuk, Tekarang, Sebawi, Sajad, dan Tangaran. Gambar 24 Pengelompokan pertumbuhan ekonomi kecamatan berdasarkan tipologi Klassen Gambar 25 Peta perkembangan wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas berdasarkan klasifikasi tipologi Klassen Kecamatan Jawai Selatan, Subah, Teluk Keramat, dan Sajingan Besar yang masing-masing berada di WP I, II, III dan IV, dikelompokkan sebagai daerah yang sedang berkembang, karena mempunyai laju pertumbuhan ekonomi relatif lebih tinggi, walaupun PDRB per kapitanya masih lebih rendah dibandingkan rata-rata keseluruhan kecamatan atau Kabupaten Sambas. Sedangkan kecamatankecamatan yang dapat dikelompokkan sebagai daerah yang kurang maju adalah Kecamatan Semparuk, Tekarang, Sebawi, Sajad, dan Tangaran. Kecamatan ini

22 114 mempunyai tingkat PDRB per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari rata-rata seluruh kecamatan di Kabupaten Sambas dan tersebar di tiga WP, yaitu WP I dan II masing-masing 2 kecamatan, dan 1 kecamatan di WP III. Secara spasial pengelompokan perkembangan wilayah tersebut berdasarkan analisis tipologi Klassen ditunjukkan pada Gambar 25. Identifikasi Sektor Unggulan Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya (Rustiadi et al. 2007). Di Indonesia, sektor-sektor ekonomi tersebut secara umum dibagi ke dalam sembilan sektor, dan setiap sektor dibagi lagi menjadi beberapa subsektor. Untuk mengembangkan semua sektor tersebut secara serentak diperlukan investasi yang sangat besar. Di era otonomi daerah, terbatasnya dana pembangunan mengharuskan adanya penetapan prioritas pengembangan dan biasanya sektor yang menjadi prioritas tersebut adalah sektor unggulan (Suripto 2003). Oleh sebab itu penentuan atau identifikasi sektor-sektor unggulan daerah dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah menjadi sangat penting, karena sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi penggerak utama (prime mover) perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan bagi suatu daerah atau tidaknya, dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis analisis Location Quotient (LQ ) dan Shift Share Analysis (SSA). Sektor Basis di Kabupaten Sambas Analisis sektor basis dengan metode Location Quotient (LQ) menggunakan data PDRB harga konstan tahun 2000 per kecamatan berdasarkan sektor-sektor perekonomian tahun 2006 ditunjukkan pada Lampiran 16, sedangkan hasil perhitungannya ditunjukkan pada Tabel 29. Berdasarkan hasil analisis tersebut (Tabel 29), terlihat bahwa hampir semua sektor, kecuali sektor pertanian dan perdagangan di wilayah pengembangan (WP) II berpotensi menjadi sektor

23 115 unggulan atau merupakan sektor basis. Pada WP I, sektor yang berpotensi menjadi sektor unggulan sebanyak empat sektor, yaitu sektor pertanian; listrik dan air bersih; perdagangan dan angkutan. Sedangkan pada WP III dan IV hanya satu sektor saja yang berpotensi menjadi sektor unggulan, yaitu sektor pertanian. Tabel 29 Nilai LQ per sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Sambas Tahun 2006 WP Kecamatan SEKTOR Tani Tbm Ind Ligas Bang Dag Angkt Keu Jasa I Pemangkat 0,85 1,11 1,21 1,99 1,07 1,14 1,08 0,99 1,10 Selakau 1,30 0,14 0,36 0,01 0,46 0,95 0,39 0,80 0,57 Semparuk 1,23-0,10-0,63 0,81 3,40 0,52 0,46 Tebas 1,01 0,23 0,50 0,91 1,17 1,09 1,01 1,37 0,98 Tekarang 1,10 0,14 0,50-0,88 0,88 2,25 1,13 0,80 Jawai 1,18 0,77 0,65 1,06 0,16 1,13 0,32 0,49 0,57 Jawai Selatan 1,00 6,97 0,47-1,09 0,80 2,16 1,55 1,61 1,04 0,82 0,73 1,07 0,82 1,06 1,03 0,96 0,88 II Sambas 0,36 0,82 2,46 1,68 2,97 1,01 1,94 1,57 2,06 Subah 1,31 0,47 0,64 0,41 0,49 0,92 0,37 0,55 0,38 Sebawi 0,64 18,89 1,49-1,67 1,47 0,25 1,03 0,55 Sajad 0,59-1,96-0,95 1,60 0,18 0,87 0,53 Sejangkung 1,16 0,99 2,15 0,81 0,26 0,57 0,52 0,84 0,51 0,69 2,01 2,05 1,14 1,89 0,96 1,25 1,21 1,34 III Teluk Keramat 1,08 0,13 0,73 1,09 0,66 0,96 0,74 1,21 1,16 Tangaran 1,13-0,83-0,37 1,16 0,09 0,60 0,60 Paloh 1,20 1,47 0,42 0,67 0,42 1,00 0,95 0,64 0,88 1,12 0,50 0,66 0,81 0,55 1,00 0,71 0,96 1,00 IV Galing 1,78-0,28-0,27 0,30 0,27 0,33 0,39 Sajingan Besar 1,24-0,34 0,20 0,49 0,54 1,60 1,31 2,21 1,69 0,00 0,29 0,03 0,31 0,34 0,49 0,49 0,69 Sumber: Hasil analisis Seperti terlihat pada Tabel 29, sektor pertanian pada sebagian besar kecamatan (76,47%) di Kabupaten Sambas memiliki nilai LQ>1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dapat menjadi sektor unggulan pada sebagian besar wilayah kecamatan dan bahkan dapat menjadi sektor unggulan Kabupaten Sambas. Sektor perekonomian lainnya yang memiliki nilai LQ>1 di Kabupaten Sambas, relatif menyebar pada beberapa kecamatan tertentu saja. Pada sektor pertambangan, nilai LQ>1 hanya terdapat di 4 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Sebawi dan Paloh. Sedangkan di sektor industri, nilai LQ>1 hanya terdapat di kecamatan Pemangkat, Sambas, Sebawi, Sajad dan sejangkung. Nilai LQ>1 pada sektor listrik dan air minum terdapat di Kecamatan Pemangkat, Jawai, Sambas dan Teluk Keramat sedangkan di sektor

24 116 bangunan terdapat di Kecamatan Pemangkat,Tebas, Jawai Selatan, Sambas dan Sebawi. Di sektor perdagangan, nilai LQ>1 terdapat di Kecamatan Pemangkat, Tebas, Jawai, Sambas, Sebawi, Sajad, Tangaran dan Paloh, sedangkan pada sektor angkutan, nilai LQ>1 terdapat di Pemangkat, Semparuk, Tebas, Tekarang, Jawai Selatan, Sambas dan Sajingan Besar. Di Sektor keuangan, nilai LQ>1 terdapat di Keamatan Tebas, Tekarang, Jawai Selatan, Sambas, Sebawi,Teluk Keramat dan Sajingan Besar, sedangkan LQ>1 pada sektor jasa, terdapat di Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Sambas, Teluk Keramat dan Sajingan Besar. Tabel 29 juga menunjukkan bahwa hampir semua kecamatan di Kabupaten Sambas memiliki sektor unggulan (nilai LQ>1) lebih dari satu sektor, yang mengindikasikan adanya aktivitas yang beragam, kecuali di Kecamatan Galing Selakau dan Subah yang memiliki indeks entropi rendah, hanya memiliki satu sektor unggulan, yaitu sektor pertanian. Kecamatan yang memiliki sektor unggulan paling banyak adalah Kecamatan Pemangkat dan Sambas. Di kedua kecamatan tersebut 7 dari 9 sektor perekonomian (77,77%) memiliki nilai LQ>1, yang mengindikasikan bahwa kedua kecamatan tersebut sangat berkembang. Kecamatan lainnya yang memiliki sektor unggulan relatif banyak adalah Kecamatan Jawai Selatan (66,66%), Tebas dan Sebawi yang masing-masing memiliki nilai LQ>1 sebanyak 5 sektor dari 9 sektor perekonomian (55,55%). Secara rinci, indikasi sektor unggulan atau beberapa sektor perekonomian yang potensial menjadi sektor unggulan bagi masing-masing wilayah kecamatan berdasarkan analisis LQ ditunjukkan pada Tabel 30. Tabel 30 Identifikasi sektor unggulan berdasarkan PDRB harga konstan per kecamatan dengan menggunakan analisis LQ di Kabupaten Sambas tahun 2006 WP Kecamatan Identifikasi Sektor Unggulan I Pemangkat Sektor Pertambangan & Pengalian; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Selakau Semparuk Tebas Tekarang Jawai Jawai Selatan Sektor Pertanian. Sektor Pertanian; dan Angkutan dan Komunikasi. Sektor Pertanian; Bangunan; Perdagangan, Hotel & Restoran; Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan. Sektor Pertanian; Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan. Sektor Pertanian; Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran. Sektor Pertanian; Pertambangan & bahan Galian; Bangunan; Angkutan dan Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Sektor Pertanian; Listrik, Gas dan Air Bersih; Perdagangan;dan Angkutan.

25 117 Tabel 30 Lanjutan WP Kecamatan Identifikasi Sektor Unggulan II Sambas Sektor Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Angkutan & Komunikasi; Keuangan Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Subah Sebawi Sajad Sejangkung Sektor Pertanian; Sektor Pertambangan dan Pengalian; Industri Pengolahan; Bangunan; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Sektor Industri Pengolahan; dan Perdagangan, Hotel & Restoran. Sektor Pertanian; dan Industri Pengolahan. Sektor Pertambangan; Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan; Angkutan; Keuangan dan Jasa-jasa. III Teluk Keramat Sektor Pertanian ; Listrik, Gas dan Air Bersih; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Tangaran Paloh Sektor Pertanian; dan Perdagangan, Hotel & Restoran. Sektor Pertanian;dan Pertambangan dan Pengalian. Sektor Pertanian; IV Galing Sektor Pertanian. Sajingan Besar Sumber: Hasil analisis Sektor Pertanian; Angkutan & Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Sektor Pertanian; Identifikasi sektor-sektor unggulan yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara bersamaan di beberapa kecamatan adalah sebagai berikut: 1. Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kecamatan Selakau, Semparuk, Tebas, Tekarang, Jawai, Jawai Selatan, Subah, Sejangkung, Teluk Keramat, Tangaran, Paloh, Galing dan Sajingan Besar. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Sebawi dan Paloh. 3. Sektor Industri Pengolahan dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Sambas, Sebawi, Sajad dan Sejangkung. 4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dapat dikembangkan di Kecamatan Pamangkat, Jawai, Sambas dan Teluk Keramat. 5. Sektor Bangunan dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Tebas, Jawai Selatan, Sambas dan Sebawi. 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Tebas, Jawai, Sambas, Sebawi, Sajad, Tangaran dan Paloh. 7. Sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Semparuk, Tebas, Tekarang, Jawai Selatan, Sambas dan Sajingan Besar.

26 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dapat dikembangkan di Kecamatan Tebas, Tekarang, Jawai Selatan, Sambas, Sebawi, Teluk Keramat dan Sajingan Besar. 9. Sektor Jasa-jasa dapat dikembangkan di Kecamatan Pemangkat, Jawai Selatan, Sambas,Teluk Keramat dan Sajingan Besar. Jika dihubungkan antara struktur hirarki wilayah, perkembangan wilayah (yang diindikasikan dengan indeks entropi), dan indikasi sektor unggulan (LQ>1) seperti ditunjukkan pada Tabel 31, terlihat bahwa semakin banyak sektor yang berkembang, maka semakin banyak pula potensi sektor yang dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan dan hirarki wilayahnya (IPK) memiliki kecenderungan yang relatif tinggi. Tabel 31 Nilai IPK, Indeks Entropi dan indikasi sektor unggulan per kecamatan di Kabupaten Sambas WP Kecamatan IPK Indeks Entropi Indikasi Sektor Unggulan I Pemangkat 104,83 0,6983 Pertambangan, Industri, Listrik & Air Bersih, Bangunan, Angkutan, Keuangan dan Jasa Selakau 52,03 0,4998 Pertanian Semparuk 84,41 0,5421 Pertanian dan Angkutan Tebas 89,10 0,6444 Pertanian, Bangunan, Perdagangan, Angkutan dan Keuangan Tekarang 66,05 0,6356 Pertanian, Angkutan dan Keuangan Jawai 72,53 0,5208 Pertanian, Listrik &Air Bersih, dan Perdagangan Jawai Selatan 100,80 0,7099 Pertanian, Pertambangan, Bangunan, Angkutan, Keuangan dan Jasa II Sambas 177,06 0,8293 Industri, Listrik & Air Bersih, Bangunan, Angkutan, Keuangan, dan Jasa Subah 66,00 0,5037 Pertanian Sebawi 70,02 0,6957 Pertambangan, Industri, Bangunan, Keuangan dan Jasa Sajad 37,98 0,6240 Industri, dan Perdagangan Sejangkung 60,50 0,5887 Pertanian dan Industri III Teluk Keramat 76,18 0,6305 Pertanian, Listrik & Air Minum, Keuangan, dan Jasa Tangaran 55,39 0,5282 Pertanian dan Perdagangan Paloh 57,82 0,5609 Pertanian dan Pertambangan IV Galing 55,54 0,3035 Pertanian Sajingan Besar 50,38 0,6087 Pertanian, Angkutan, Keuangan dan Jasa Sumber: Hasil Analisis

27 119 Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Wilayah Menurut Budiharsono (2005), analisis shift share berguna untuk mengidentifikasi sumber atau komponen pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah dan mampu menunjukkan perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi pada dua titik waktu di wilayah tersebut. Dari hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah tumbuh lebih cepat atau lambat. Sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat di wilayah/kecamatan yang bersangkutan dari pada pertumbuhan tingkat wilayah yang lebih luas/kabupaten, mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor unggulan atau sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. Analisis ini dapat memperkuat indikasi sektor unggulan dari hasil analisis LQ yang menunjukkan keunggulan komparatif. Dalam penelitian ini, analisis shift share dilakukan terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas pada tiga titik tahun, yaitu pada tahun 2000, 2003 dan 2006 (Lampiran 17). Hal ini bertujuan melihat konsistensi keunggulan kompetitif suatu sektor selama kurun waktu tersebut dalam suatu wilayah kecamatan, yang kemudian dipadukan dengan keunggulan komparatifnya pada wilayah kecamatan bersangkutan. Hasil analisis shift share terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun ditunjukkan pada Tabel 32. Hasil tersebut menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas dalam kurun waktu sebesar 0,135 atau 13,5%. Sektor-sektor yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total Kabupaten Sambas adalah sektor pertanian; listrik & air bersih; perdagangan dan jasa, sedangkan sektor-sektor lainnya memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah. Pada wilayah pengembangan (WP) I dalam kurun waktu tersebut, sektorsektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor bangunan, perdagangan dan angkutan. Pada WP II, hampir semua sektor (7 dari 9 sektor) mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, kecuali sektor industri dan bangunan. Sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang

28 120 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya pada WP III ada sebanyak dua sektor, yaitu sektor pertanian dan industri, sedangkan pada WP IV, selain kedua sektor tersebut, sektor listrik dan air bersih serta angkutan juga mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi. Tabel 32 Hasil analisis shift share terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun Differential shift sektor WP Kecamatan Tani Tbm Ind Ligas Bang Dag Angkt Keu Jasa I Pemangkat -0,117-0, ,034 0,022 0,026 0,018 0,016-0,002 Selakau -0,052-0,322-0,003-0,085-0,022-0,015-0,022-0,017-0,012 Semparuk -0, , ,029-0,067-0,03-0,015-0,027 Tebas 0,035-0,051-0,001 0,022-0,009 0,006 0,012 0,001-0,012 Tekarang -0,015-0,059-0, ,029-0,057 0,017-0,036-0,045 Jawai -0,064-0, ,066 0,002-0,018-0,009-0,018 0,030 Jawai Selatan 0,060 0, ,020-0,015-0,019-0,025 0,056-0,052-0,035 0,000-0,029 0,002 0,001 0,001-0,001-0,001 II Sambas 0,113 0, ,075 0,005 0,057 0,011 0,018 0,007 Subah 0,052-0,214-0,003 0,473-0,017-0,051 0,012-0,024-0,025 Sebawi 0,152 0,098 0, ,032-0,035-0,012-0,003 0,010 Sajad 0, , ,026-0,054 0,007-0,030 0,038 Sejangkung 0,134-0,029 0,001 0,008-0,018-0,050 0,010-0,013 0,008 0,104 0,051 0,000 0,080 0,000 0,009 0,011 0,008 0,007 III Teluk Keramat 0,040-0,058 0,032 0,029-0,004 0,001-0,026-0,005-0,008 Tangaran 0, , ,003-0,044 0,227-0,053-0,033 Paloh 0,029-0,060 0,003-0,090-0,020 0,001-0,066-0,004-0,002 0,039-0,060 0,001-0,004-0,007-0,007-0,039-0,009-0,009 IV Galing 0, , ,020-0,078 0,067-0,011-0,014 Sajingan Besar 0, ,003 0,577-0,016-0,029 0,108 0,008 0,012 0,167 0,000 0,004 0,577-0,019-0,066 0,089-0,003-0,001 Proportional Shift 0,013-0,138-0,074 0,016-0,054 0,023-0,059-0,056 0,064 Regional Share 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 Sumber: Hasil analisis. Dalam kurun waktu yang sama, dalam wilayah pengembangan (WP) I, sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor pertanian yang terdapat di Kecamatan Tebas dan Jawai Selatan; sektor pertambangan di Kecamatan Jawai Selatan; sektor Industri di Kecamatan Semparuk; sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Tebas; sektor bangunan di Kecamatan Pemangkat dan Jawai; sektor perdagangan di Kecamatan Pemangkat dan Tebas; sektor angkutan di Kecamatan Pemangkat,

29 121 Tebas dan Tekarang; sektor keuangan di Kecamatan Pemangkat dan Tebas; serta sektor jasa di Kecamatan Jawai dan Jawai Selatan. Dalam WP II, sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor pertanian yang terdapat di semua wilayah pengembangan II; sektor pertambangan di Kecamatan Sambas dan Sebawi; sektor industri di Kecamatan Sebawi dan Sejangkung; sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Sambas, Subah dan Sejangkung; sektor bangunan, perdagangan dan keuangan di Kecamatan Sambas; sektor angkutan di Kecamatan Sambas, Subah, Sajad dan Sejangkung; serta sektor jasa di Kecamatan Sambas, Sebawai, Sajad dan Sejangkung. Sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di WP III dan IV adalah sektor pertanian yang terdapat di semua wilayah pengembangan. Sektor lainnya yang mempunyai tingkat kompetitif di WP III adalah sektor industri yang terdapat di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh; sektor sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Teluk Keramat; sektor bangunan di Kecamatan Tangaran; sektor perdagangan di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh; serta sektor angkutan di Kecamatan Tangaran. Sedangkan di WP IV sektor lainnya yang mempunyai tingkat kompetitif adalah sektor industri di Kecamatan Galing; sektor angkutan di Kecamatan Galing dan Sajingan Besar; serta sektor listrik dan air bersih; keuangan; dan jasa hanya terdapat di Kecamatan Sajingan Besar. Sektor-sektor tersebut di atas, baik pada WP I, II, III dan IV mempunyai tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat laju pertumbuhan sektor yang sama secara umum (kabupaten) dan pengembangannya akan menguntungkan wilayah kecamatan bersangkutan. Dengan demikian sektorsektor yang mempunyai tingkat kompetitif lebih tinggi tersebut dapat menjadi sektor unggulan di kecamatan masing-masing. Pada tahun , hasil analisis shift share terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas ditunjukkan pada Tabel 33.

30 122 Tabel 33 Hasil analisis shift share terhadap sektor-sektor PDRB kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun WP Kecamatan Differential shift sektor Tani Tbm Ind Ligas Bang Dag Angkt Keu Jasa I Pemangkat -0,088 0,038-0,002-0,088 0,028 0,031 0,005 0,018 0,01 Selakau -0,089-0, ,666-0,01-0,021-0,007-0,023-0,043 Semparuk -0, , ,017-0,053 0,061-0,019-0,064 Tebas -0,121-0,082-0,002 0,03-0,015 0,008-0,001 0,007-0,031 Tekarang -0,149-0,094 0, ,02-0,047 0,025-0,043-0,074 Jawai -0,059 0,001-0,001 0,082-0,002-0,032-0,024-0,003-0,03 Jawai Selatan -0,073 0,021-0, ,017-0,013-0,02-0,039-0,032-0,089 0,006-0,001 1,000 0,004 0,001 0,010 0,002-0,017 II Sambas -0,046-0,025-0,002 0,08 0 0,038-0,006 0,021 0,069 Subah -0,061-0,206-0,003 0,139-0,019-0,04-0,027-0,051-0,056 Sebawi -0,057 0,034 0, ,017-0,037-0,024-0,039-0,037 Sajad -0, , ,022-0,046 0,004-0,058-0,007 Sejangkung 0,009-0,038-0,002 0,174-0,025-0,001-0,037-0,022-0,044-0,033 0,003-0,001 0,096-0,003 0,009-0,010 0,004 0,050 III Teluk Keramat -0,076-0,041 0,021 0,05-0,01-0,004-0,022-0,005-0,014 Tangaran -0, , ,001-0,071 0,111-0,044-0,074 Paloh 1,398-0,048 0,012-0,058-0,008 0,006-0,077-0,015-0,043 0,343-0,047 0,004 0,023-0,009-0,013-0,042-0,010-0,027 IV Galing -0, , ,003-0,03 0,186-0,009-0,051 Sajingan Besar -0, ,076-0,289 0,002 0,012 0,109-0,032-0,04-0,145 0,000 0,026-0,289 0,003-0,019 0,144-0,019-0,045 Proportional Shift 0,07-0,12-0,096 0,038-0,096-0,04-0,092-0,1-0,011 Regional Share 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 Sumber: Hasil analisis. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas dalam kurun waktu seperti ditunjukkan pada Tabel 33 adalah sebesar 0,19 atau 19,0%. Dibandingkan dengan periode kurun waktu sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sambas mengalami kenaikan sebesar 5,5%. Sektor-sektor yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total Kabupaten Sambas hanya sebanyak 2 sektor, yaitu sektor pertanian; dan listrik & air bersih, sedangkan sektor-sektor lainnya memiliki laju pertumbuhan yang lebih rendah. Bila dibandingkan dengan periode kurun waktu sebelumnya ( ), jumlah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi tersebut mengalami penurunan sebesar 50%. Sektor yang tetap mengalami laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi adalah sektor pertanian.

31 123 Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Sambas sangat berpotensi menjadi sektor unggulan. Pada wilayah pengembangan (WP) I dalam kurun waktu tersebut, hampir semua sektor mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, kecuali sektor pertanian, industri dan jasa. Pada WP II, sebagian besar sektor perekonomian (5 dari 9 sektor) mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan; listrikdan air bersih; perdagangan; keuangan dan jasa. Sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya pada WP III ada sebanyak tiga sektor, yaitu sektor pertanian, industri; dan listrik dan air bersih. Sedangkan pada WP IV, sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang relatif lebih tinggi adalah sektor industri bangunan dan perdagangan. Dalam kurun waktu yang sama dalam wilayah pengembangan (WP) I, sektorsektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor pertambangan yang terdapat di Kecamatan Pemangkat, Jawai dan Jawai Selatan; sektor Industri di Kecamatan Semparuk dan Tekarang; sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Tebas dan Jawai; sektor bangunan dan jasa di Kecamatan Pemangkat; sektor perdagangan di Kecamatan Pemangkat dan Tebas; sektor angkutan di Kecamatan Pemangkat, Semparuk dan Tekarang; serta sektor keuangan di Kecamatan Pemangkat dan Tebas. Dalam WP II, sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor pertanian yang hanya terdapat di Sejangkung; sektor pertambangan di Kecamatan Sebawi; sektor industri di Kecamatan Sebawi dan Sajad; sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Sambas, Subah dan Sejangkung; sektor perdagangan, keuangan dan jasa di Kecamatan Sambas; serta sektor angkutan di Kecamatan Sajad. Sektor-sektor yang mempunyai tingkat kompetitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya di WP III adalah sektor industri yang terdapat di Kecamatan Teluk Keramat dan Paloh; sektor listrik dan air bersih di Kecamatan Teluk Keramat; sektor perdagangan di Kecamatan Paloh; dan sektor angkutan di Kecamatan Tangaran. Sedangkan di WP IV, sektor yang mempunyai

32 124 tingkat kompetitif yang lebih tinggi adalah sektor industri; bangunan; dan angkutan, yang terdapat di semua kecamatan (Galing dan Sajingan Besar), sedangkan sektor perdagangan hanya terdapat di Kecamatan Sajingan Besar. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sektor-sektor yang mempunyai tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat laju pertumbuhan sektor yang sama secara umum (kabupaten) tersebut, baik pada WP I, II, III maupun WP IV sangat berpotensi menjadi sektor unggulan di kecamatan masing-masing. Tabel 34 Sektor-sektor kompetitif pada setiap kecamatan di Kabupaten Sambas tahun dan WP Kecamatan I Pemangkat Sektor Bangunan, Perdagangan, Angkutan, dan Keuangan Selakau - - Sektor Pertambangan, Bangunan, Perdagangan, Angkutan, Keuangan dan Jasa Semparuk Sektor Industri Sektor Industri dan Angkutan Tebas Sektor Pertanian, Listrik & Air Bersih, Perdagangan, Angkutan dan Keuangan Sektor Listrik & Air Bersih, Perdagangan dan Keuangan Tekarang - Sektor Industri dan Angkutan Jawai Sektor Bangunan dan Jasa Sektor Pertambangan dan Listrik & Air Bersih Jawai Selatan Sektor Pertanian, Pertambangan dan Jasa Sektor Pertambangan Sektor sektor bangunan, perdagangan dan angkutan II Sambas Sektor Pertanian, Pertambangan, Listrik & Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Angkutan, Keuangan dan Jasa Subah Sebawi Sektor Pertanian, Listrik & Air Bersih dan Angkutan Sektor Pertanian, Pertambangan, Industri dan Jasa Sektor pertambangan; Listrik dan Air Bersih; Bangunan; perdagangan; Angkutan dan keuangan Sektor Listrik & Air Bersih, Perdagangan, Keuangan dan Jasa Sektor Listrik & Air Bersih Sektor Pertambangan dan Industri Sajad Sektor Pertanian, Angkutan dan Jasa Sektor Industri dan Angkutan Sejangkung Sektor Pertanian, Industri, Listrik & Air Bersih, Angkutan dan Jasa Sektor Pertanian, Pertambangan, Listrik & Air Bersih, Perdagangan, Angkutan, Keuangan dan Jasa III Teluk Keramat Sektor Pertanian, Industri, Listrik & Air Bersih dan Perdagangan Tangaran Sektor Pertanian, Bangunan dan Angkutan Sektor Angkutan Paloh Sektor Pertanian, Industri dan Perdagangan Sektor Pertanian dan Industri Sektor Pertanian dan Listrik & Air Bersih Sektor Pertambangan; Listrik dan Air Bersih; Perdagangan; Keuangan dan Jasa Sektor Industri, Listrik & Air Bersih Sektor Pertanian, Industri dan Perdagangan Sektor pertanian, industri; dan Listrik dan Air Bersih IV Galing Sektor Pertanian, Industri dan Angkutan Sektor Industri, Bangunan dan Angkutan Sajingan Besar Sumber: Hasil analisis Sektor Pertanian, Listrik & Air Bersih, Angkutan, Keuangan dan Jasa Sektor Pertanian, Industri, listrik dan air bersih; dan angkutan Sektor Industri, Bangunan, Perdagangan dan Angkutan Sektor Industri Bangunan dan Perdagangan

33 125 Secara rinci, sektor-sektor yang berpotensi menjadi sektor unggulan (mempunyai tingkat kompetitif lebih tinggi) pada setiap kecamatan di Kabupaten dari tahun dan terlihat pada Tabel 34. Tabel 35 Identifikasi sektor unggulan berdasarkan kombinasi hasil analisis LQ (2006) dan SSA ( & ) pada setiap kecamatan di Kabupaten Sambas ) Hasil analisis SSA Hasil analisis SSA WP Kecamatan Hasil analisis LQ* ** ) ) Sektor Unggulan*) ** I Pemangkat Tbm, Ind, Ligas, Bang, Angkt, Keu dan Jasa Bang, Dag, Angkt, dan Keu Tamb, Bang, Dag, Angkt, Keu dan Jasa 1. Bang, Angkt, dan Keu. 2. Tamb dan Jasa. Selakau Tani Semparuk Tani dan Angkt Ind Ind dan Angkt Angkt Tebas Tani, Bang, Dag, Angkt dan Keu Tani, Ligas, Dag, Angktan dan Keu Ligas, Dag, dan Keu 1. Dag dan Keu.. 2. Angkt. Tekarang Tani, Angkt dan Keu - Ind dan Angkt Angkt. Jawai Tani, Ligas dan Dag Bang dan Jasa Tbm dan Liga Ligas. Jawai Selatan Tani, Tbm, Bang, Angkt, Keu dan Jasa Tani, Tbm dan Jasa Tbm 1. Tbm. 2. Tani dan Jasa. Tani, Ligas, Dag dan Angkt Bang, Dag dan Angkt Tbm, Ligas, Bang, Dag, Angkt dan Keu 1. Dag dan Angkt. 2. Ligas II Sambas Ind, Ligas, Bang, Angkt, Keu dan Jasa Tani, Tmb, Ligas, Bang, Dag, Angkt, Keu dan Jasa Ligas, Dag, Keu dan Jasa 1. Ligas, Keu dan Jasa. 2. Bang dan Angkt. Subah Tani Tani, Ligas dan Angkt Ligas Tani. Sebawi Tbm, Ind, Bang, Keu dan Jasa Tani, Tbm, Ind dan Jasa Tbm dan Ind 1. Tbm dan Ind. 2. Jasa. Sajad Ind, dan Dag Tani, Angkt dan Jasa Sejangkung Tani dan Ind Tani, Ind, Ligas, Angkt dan Jasa Ind dan Angkt Ind. Tani dan Ligas 1. Tani. 2. Ind. Tbm, Ind, Ligas, Bang, Angkt, Keu dan Jasa Tani, Tamb, Ligas, Dag, Angk, Keu dan Jasa Tbm, Ligas, Dag, Keu dan Jasa 1. Tmb, Ligas, Keu & Jasa. 2. Angkt. III Teluk Keramat Tani, Ligas, Keu, dan Jasa Tani, Ind, Ligas dan Dag Ind, Ligas 1. Ligas. 2. Tani. Tangaran Tani dan Dag Tani, Bang dan Angkt Angkt Tani. Paloh Tani dan Tbm Tani, Ind dan Dag Tani, Ind dan Dag Tani Tani dan Ind Tani, Ind dan Ligas 1. Tani Tani. 2. -

34 126 Tabel 35 lanjutan. WP Kecamatan Hasil analisis LQ*) Hasil analisis SSA **) Hasil analisis SSA **) IV Galing Tani Tani, Ind dan Angkt Ind, Bang dan Angkt Sektor Unggulan*) Tani. Sajingan Besar Tani, Angk, Keu dan Jasa Tani, Ligas, Angkt, Keu dan Jasa Ind, Bang, Dag dan Angkt 1. Angkt 2. Tani, Keu dan Jasa. Tani Tani, Ligas, Dag dan Jasa Ind, Bang dan Angkt 1. Tani 2. - Sumber: Hasil analisis Keterangan: Tani : Pertanian Dag : Perdagangan, Hotel dan Restoran Tmb : Pertambangan dan Penggalian Akt : Pengangkutan dan Komunikasi Ind : Industri Pengolahan Keu : Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Ligas : Listrik, Gas dan Air Bersih Jasa : Jasa-Jasa Bang : Bangunan * ) : Sektor yang memiliki keunggulan komparatif. ** ) : Sektor yang memiliki keunggulan kompetitif. *** ) : 1 = Sektor yang memiliki keunggulan komparatif & kompetitif dalam 3 titik tahun ( & ); 2 = Sektor yang memiliki keunggulan komparatif & kompetitif dalam 2 titik tahun ( , atau ); Sektor-sektor yang tidak tercantum dalam ketiga kolom pada tabel tersebut diatas (hasil analisis LQ dan SSA) dalam suatu wilayah kecamatan merupakan sektor-sektor yang tidak memiliki keunggulan komparatif & kompetitif. Dari hasil analisis LQ dan SSA di atas, dapat diperoleh sektor-sektor unggulan yang memiliki tingkat kompetitif dan komparatif tinggi dan tidak berubah dalam kurun waktu 6 tahun ( dan ) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 35. Dalam WP I, hasil kombinasi tersebut memperlihatkan bahwa Kecamatan Pemangkat memiliki lebih banyak sektorsektor unggulan (5 sektor dari 9 sektor yang ada), sedangkan Kecamatan Selakau tidak memiliki sektor unggulan yang kuat (sektor yang memiliki keunggulan komparatif & kompetitif). Kecamatan lain yang juga memiliki sektor unggulan adalah Kecamatan Tebas dan Jawai Selatan. Kedua kecamatan tersebut memiliki 3 sektor unggulan dari 9 sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Sambas, sedangkan kecamatan lainnya hanya memiliki satu sektor unggulan. Dalam WP II, Kecamatan Sambas memiliki lebih banyak sektor-sektor unggulan (5 sektor dari 9 sektor yang ada), sedangkan Kecamatan Subah dan Sajad hanya memiliki satu sektor unggulan yang kuat. Kecamatan lain yang juga memiliki sektor unggulan adalah Kecamatan Sebawi (3 sektor) dan Sejangkung (2 Sektor). Berbeda dengan WP I dan WP II yang memiliki sektor-sektor unggulan yang beragam, dalam WP III, sektor unggulan hanya didominasi oleh sektor

35 127 pertanian, kecuali pada Kecamatan Teluk Keramat yang juga memiliki sektor listrik, gas dan air bersih sebagai sektor unggulannya. Hal yang sama juga terjadi dalam WP IV yang terdiri dari 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Galing dan Sajingan Besar, sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang ada di kedua kecamatan tersebut. Hanya saja pada Kecamatan Sajingan Besar, sektor angkutan, keuangan dan jasa-jasa juga merupakan sektor unggulan. Karena pendekatan penentuan sektor unggulan tersebut juga didasarkan pada basis ekonomi atau sektor basis (sektor yang berorientasi ekspor), maka tidak semua sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dimasukkan dalam sektor unggulan. Hasil identifikasi sektor-sektor unggulan tersebut dari tiap kecamatan ditunjukkan pada Tabel 36. Tabel 36 Identifikasi sektor-sektor unggulan pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Sambas WP Kecamatan Sektor Unggulan I Pemangkat Sektor Angkutan, Keuangan dan Pertambangan Selakau - Semparuk Tebas Tekarang Jawai Jawai Selatan Sektor Angkutan Sektor Angkutan dan Keuangan Sektor Angkutan Sektor Listrik, Gas & Air Bersih Sektor Pertanian dan Pertambangan Sektor Angkutan; dan Listrik, Gas & Air Bersih II Sambas Sektor Listrik, Gas & Air Bersih, Angkutan dan Keuangan Subah Sebawi Sajad Sejangkung Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Industri Sektor Industri Sektor Pertanian dan Industri Sektor Pertambangan; Listrik, Gas & Air Bersih; Angkutan, dan Keuangan III Teluk Keramat Sektor Pertanian, dan; Listrik, Gas & Air Bersih Tangaran Paloh Sektor Pertanian Sektor Pertanian Sektor Pertanian IV Galing Sektor Pertanian Sajingan Besar Sumber: Hasil analisis Sektor Pertanian Sektor Pertanian

36 128 Tipologi Wilayah Kabupaten Sambas Penentuan tipologi suatu wilayah dapat dilakukan berdasarkan analisis multivariat melalui metode analisis komponen utama atau Principal Components Analysis (PCA), analisis klaster/gerombol (cluster analysis) dan analisis diskriminan (discriminant analysis). Hasil Analisis Komponen Utama (PCA) Dalam analisis multivariat, analisis komponen utama dapat digunakan untuk mendapatkan variabel baru dalam jumlah yang lebih kecil. Apabila sebagian besar total variasi populasi (sekitar 80-90%) untuk jumlah yang besar dapat diterangkan oleh 2 atau 3 komponen utama (principal components, PC), maka kedua atau ketiga komponen tersebut dapat menggantikan variabel semula tanpa menghilangkan banyak variasi/keragamannya (Iriawan dan Astuti 2006). Proses analisis multivariat dengan metode analisis komponen utama untuk Kabupaten Sambas didasarkan pada faktor-faktor yang menggambarkan perkembangan suatu wilayah, antara lain diperoleh dari data Podes 2006 dan faktor fisik wilayah yang dikelompokkan ke dalam 24 variabel yaitu variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik wilayah seperti terlihat pada lampiran 2. Variabel bidang kependudukan terdiri atas kepadatan penduduk dan persentase keluarga pertanian. Variabel keuangan kecamatan diwakili oleh variabel pendapatan asli tiap kecamatan per jumlah penduduknya. Variabel sarana komunikasi dan informasi terdiri atas rasio sarana komunikasi (wartel, warnet, kantor pos) terhadap 1000 penduduk, persentase keluarga yang berlangganan PLN dan telepon. Variabel kesehatan terdiri atas rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi), rasio tempat pelayanan kesehatan (RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu) dan rasio tempat penjualan obat terhadap 1000 penduduk. Variabel pendidikan terdiri atas rasio sarana pendidikan dasar dan menengah, rasio murid, rasio guru, rasio tempat ibadah terhadap 1000 penduduk. Variabel ekonomi terdiri atas rasio lembaga keuangan (bank, BPR, KUD, koperasi) dan rasio toko dan tempat

37 129 perbelanjaan (toko, kios, supermarket, restoran/kedai makan) terhadap 1000 penduduk. Variabel aksesibilitas terdiri atas jarak kecamatan terhadap ibukota Kabupaten Sambas, jarak kecamatan terhadap ibukota kabupaten lain dan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah. Variabel faktor fisik terdiri atas persentase luas hutan, luas non hutan, luas areal dengan lereng 0-8%, 8-15%, 15-45% dan >45%. Hasil analisis dengan analisis komponen utama terhadap semua variabel tersebut di atas, seperti ditunjukkan pada Gambar 26 dan Tabel 37. Berdasarkan scree plot pada Gambar 26 dan eigenvalue (nilai varian komponen utama, PC) Tabel 37 diperoleh hasil bahwa dari 24 variabel yang diamati, dapat disederhanakan menjadi 5 (lima) variabel baru yang memiliki eigenvalue lebih dari 1 yakni faktor 1 sampai dengan faktor 5. Dari kelima faktor tersebut, faktor 1 (PC1) memiliki eigenvalue sebesar 9,12; faktor 2 (PC2) memiliki eigenvalue sebesar 4,84; sedangkan faktor 3 (PC3), faktor 4 (PC4) dan faktor 5 (PC5) masing-masing memiliki eigenvalue sebesar 2,71; 2,41 dan 1, Plot of Eigenvalues , Value 6 5 4, ,71 2, ,34 0,94 0,83 0,51 0,37 0,23 0,21 0,17 0,12 0,09 0,05 0,04 0,00 0,00 0,00 0, Number of Eigenvalues Gambar 26 Plot of eigenvalue Tabel 37 Eigenvalues. Extraction : principal components Value Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative % 1 9,13 38,03 9,13 38,03 2 4,84 20,17 13,97 58,20 3 2,71 11,29 16,68 69,49 4 2,41 10,05 19,09 79,54 5 1,34 5,58 20,43 85,12 Sumber: Hasil analisis

38 130 Kelima faktor tersebut berturut-turut mewakili 38,03%; 20,17%; 11,29%; 10,05%; dan 5,58% dari total variabilitas. Apabila diakumulasikan, kelima faktor tersebut menyatakan 85,12% dari total variabilitas. Ini berarti apabila 24 variabel disederhanakan menjadi 5 variabel baru, maka kelima variabel tersebut (faktor 1 sampai dengan 5) dapat menjelaskan 85,12% dari total variabilitas ke 24 variabel. Adapun penciri dari masing-masing faktor tersebut ditunjukkan oleh faktor loading sebagaimana terlihat pada Tabel 38. Tabel 38 Factor loadings (varimax normalized) extraction: Principal components (marked loadings are >,700000) Variabel* ) Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Kpdtn -0, , , , , KP 0, , , , , Pak -0, , , , , Sarkom -0, , , , , PLN -0, , , , , Telp -0, , , , , Tenkes 0, , , , , Temkes 0, , , , , Obat -0, , , , , Dikdas 0, , , , , Murid 0, , , , , Guru 0, , , , , Sarib 0, , , , , Lkeu 0, , , , , Toko -0, , , , , Jsbs 0, , , , , Jkbl -0, , , , , Jln -0, , , , , Hutan 0, , , , , Nonhtn -0, , , , , Ler0-0, , , , , Ler8 0, , , , , Ler15 0, , , , , Ler45 0, , , , , Expl.Var 6, , , , , Prp.Totl 0, , , , , Sumber: Hasil analisis Keterangan: * ) = penjelasan tiap variabel seperti ditunjukkan pada Lampiran 2 Factor loading tersebut di atas (Tabel 38) menunjukkan tingkat keeratan suatu variabel terhadap variabel yang terbentuk. Semakin besar nilai factor loading-nya, maka semakin nyata variabel tersebut dapat dimasukkan dalam salah satu faktornya, begitu pula sebaliknya. Suatu factor loading disebut nyata apabila

39 131 angka mutlaknya minimal sama dengan 0,70 (StatSoft 2001, dalam Saefulhakim 2008a), yang ditunjukkan dengan huruf tebal pada tabel di atas. Berdasarkan hasil factor loading seperti ditunjukkan pada Tabel 38 dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor utama wilayah Kabupaten Sambas adalah sebagai berikut : - Faktor 1 (F1) dapat dikelompokkan sebagai faktor kemiringan lereng dan luas hutan, terdiri dari 6 variabel asal yaitu persentase luas wilayah dengan kemiringan lereng 0-8%, 8-15%, 15-45%, dan luas wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 45%, serta jarak kecamatan dengan ibu kota Kabupaten Sambas dan rasio jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah (TK, SD, SLTP, SLTA/SMK negeri dan swasta) terhadap 1000 penduduk. Variabel lain yang juga dapat menjadi penciri faktor ini, walaupun tidak nyata (nilai mutlak factor loading < 0,70) adalah persentase luas hutan dan nonhutan suatu wilayah yang memiliki nilai mutlak factor loading sebesar 0,64. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin besar pula persentase luas wilayah dengan kemiringan lereng lebih besar dari 8% atau semakin bergelombang atau berbukit sampai curam pada wilayah tersebut; semakin besar persentase luas hutannya; dan semakin jauh jaraknya dengan ibu kota Kabupaten Sambas, serta semakin besar pula rasio ketersediaan sarana pendidikan dasar dan menengah (diakibatkan penduduk yang jarang). Semakin kecil skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi persentase luas wilayahnya dengan kemiringan lereng yang datar sampai landai (kemiringan lereng 0-8%), semakin kecil persentase luas hutannya dan semakin dekat dengan ibu kota Kabupaten Sambas, serta semakin kecil daya tampung sarana pendidikannya (berpenduduk padat). Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 1 ini adalah sebesar 38,03%. - Faktor 2 (F2) sebagai faktor sarana dan penciri perkotaan, yang berkorelasi positif dengan pendapatan asli kecamatan per kapita, rasio sarana komunikasi, persentase keluarga yang berlangganan telepon, rasio murid dan berkorelasi negatif dengan persentase keluarga petani. Walaupun tidak nyata, faktor ini juga berkorelasi potif dengan kepadatan penduduk, persentase keluarga yang berlangganan PLN dan rasio lembaga keuangan. Semakin besar skor suatu

40 132 daerah pada faktor ini, semakin lengkap sarana perkotaannya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 2 ini adalah sebesar 20,17%. - Faktor 3 (F3) sebagai faktor pelayanan sosial, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan, dukun bayi), rasio tempat kesehatan (rumah sakit, poliklinik, puskesmas, polindes), dan rasio tempat ibadah (mesjid, surau, geraja, pura,vihara). Faktor ini juga berkorelasi positif dengan rasio tempat penjulan obat (apotik, toko obat) dan rasio sarana pendidikan. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi tingkat pelayanan sosialnya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 3 ini adalah sebesar 11,29%. - Faktor 4 (F4) sebagai faktor aksesibilitas, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah atau kerapatan jalan dan secara nyata berkorelasi negatif dengan jarak dari ibu kota kabupaten lain. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi tingkat aksesibilitasnya. Meskipun tidak nyata, kepadatan penduduk dan luas non hutan berkorelasi positif dengan faktor ini, sedangkan persentase luas hutan berkorelasi negatif. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan jalan suatu wilayah, semakin padat jumlah penduduknya dan semakin kecil pula luas hutannya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 4 ini adalah sebesar 9.82%. - Faktor 5 (F5) sebagai faktor pelayanan ekonomi, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio toko atau tempat perbelanjaan. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi tingkat pelayanan ekonominya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh faktor 5 ini adalah sebesar 5,58%. Hasil Analisis Klaster Analisis klaster (cluster analysis) dalam penentuan tipologi wilayah (kecamatan) di Kabupaten Sambas bertujuan mengelompokkan wilayah-wilayah ke dalam beberapa kelompok (wilayah/kawasan) tertentu yang memiliki kemiripan ciri sifat fisik dan sosial-ekonomi antar wilayah. Dasar pengelompokan yang digunakan dalam analisis klaster adalah kemiripan (similarity) atau ketakmiripan (dissimilarity) antara wilayah satu dengan wilayah lainnya dalam

41 133 beberapa dimensi (variabel). Wilayah yang ada dalam satu klaster relatif memiliki kemiripan dibandingkan dengan wilayah yang berada dalam klaster yang lain. Dengan demikian hasil yang diharapkan dari analisis klaster adalah adanya perbedaan yang tinggi antara klaster satu dengan klaster lain, sehingga jelas adanya perbedaan karakteristik antar klaster yang terbentuk, dan memiliki kesamaan yang tinggi antar anggota klaster dalam satu klaster, sehingga dalam satu klaster akan berisi wilayah yang memiliki karakteristik yang sama. Variabel yang digunakan dalam analisis klaster adalah factor score pada faktor utama tiap kecamatan yang diperoleh dari hasil analisis PCA, seperti terlihat pada Tabel 39. Tabel 39 Factor scores (Rotation : varimax normalized) Extraction: Principal Components Kecamatan Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Selakau 0,6571-0,5990-1,4924 1,2538-0,0621 Pemangkat 0,6185 1,9358-0,4410 1,5653 0,2972 Semparuk -0,5124 0,0868-0,7802 0,8230-1,4168 Tebas 0,5860 0,9061-0,5770-0,0964-0,6752 Tekarang -0,7715-0,4055 1,5795 0,8592-2,1783 Sambas -1,0846 2,6515 0,7195-1,0194 0,0705 Subah 1,2387-0,6805 2,4452 0,5817 0,2549 Sebawi -0,4160 0,0352 0,2893-0,3828 0,3067 Sajad -1,2869-1,2750-0,4594-0,2559 0,3139 Jawai -0,0872-0,4473-0,5012 1,1583 0,7785 Jawai Selatan -0,2253 0,0262 0,1973 1,0979 1,6635 Teluk Keramat -0,8400 0,0911-0,2881-0,9654 1,1140 Tangaran -0,6281-0,9691-0,6214-0,1200-0,0945 Galing -0,2386-0,5235 0,1207-1,0817 1,2369 Sejangkung -0,5463-0,5679 0,8731-0,7495-0,4578 Sajingan Besar 2,6840-0,1554 0,2581-1,0355 0,2644 Paloh 0,8527-0,1097-1,3221-1,6327-1,4157 Sumber: Hasil analisis Analisis klaster terhadap data factor score tersebut dilakukan dengan teknik K-Mean clustering (Non-hierarchical) untuk mengelompokan wilayah kecamatan menjadi 4 klaster sesuai dengan pengelompokkan wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas. Hasil dari analisis klaster terhadap data factor score (Tabel 39) dengan menggunakan teknik K-Mean cluster ditunjukkan pada Tabel 40.

42 134 Tabel 40 Hasil analisis klaster dengan teknik K-Mean Kecamatan Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Cluster Tekarang -0,7715-0,4055 1,5795 0,8592-2, Subah 1,2387-0,6805 2,4452 0,5817 0, Sejangkung -0,5463-0,5679 0,8731-0,7495-0, Pemangkat 0,6185 1,9358-0,4410 1,5653 0, Semparuk -0,5124 0,0868-0,7802 0,8230-1, Tebas 0,5860 0,9061-0,5770-0,0964-0, Sambas -1,0846 2,6515 0,7195-1,0194 0, Selakau 0,6571-0,5990-1,4924 1,2538-0, Sebawi -0,4160 0,0352 0,2893-0,3828 0, Sajad -1,2869-1,2750-0,4594-0,2559 0, Jawai -0,0872-0,4473-0,5012 1,1583 0, Jawai Selatan -0,2253 0,0262 0,1973 1,0979 1, Teluk Keramat -0,8400 0,0911-0,2881-0,9654 1, Tangaran -0,6281-0,9691-0,6214-0,1200-0, Galing -0,2386-0,5235 0,1207-1,0817 1, Sajingan Besar 2,6840-0,1554 0,2581-1,0355 0, Paloh 0,8527-0,1097-1,3221-1,6327-1, Mean cluster 1-0,0264-0,5513 1,6326 0,2305-0,7937 Mean cluster 2-0,0981 1,3950-0,2697 0,3181-0,4311 Mean cluster 3-0,3831-0,4577-0,3444 0,0880 0,6571 Mean cluster 4 1,7683-0,1325-0,5320-1,3341-0,5757 Sumber: Hasil analisis Berdasarkan analisis klaster terhadap lima faktor di atas, diperoleh hasil pengelompokan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas, yaitu: (1) klaster 1 meliputi: Kecamatan Tekarang, Subah dan Sejangkung; (2) klaster 2 meliputi: Kecamatan Pemangkat, Semparuk, Tebas dan Sambas; (3) klaster 3 meliputi: Kecamatan Selakau, Sebawi, Sajad, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat,Tangaran, Galing, dan; (4) klaster 4 meliputi: Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar. Sedangkan perbedaan karakteristik setiap klaster hasil pengelompokan terhadap faktor utama tiap kecamatan tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar 27, yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap faktor untuk masing-masing klaster.

43 135 3,0 Plot of Means f or Each Cluster 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0-0,5-1,0-1,5-2,0-2,5 Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 Factor 5 Variables Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 4 Gambar 27 Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap klaster Berdasarkan grafik nilai tengah dari faktor utama (Gambar 27) maka dapat diidentifikasi karakteristik atau penciri pada setiap klaster dengan mean di atas 0,5 (tinggi) atau di bawah -0,5 (rendah). Pada klaster 1 penciri utamanya adalah faktor 2 dan faktor 5 yang rendah serta faktor 3 yang tinggi, sedangkan pada klaster 2 penciri utamanya adalah faktor 2 yang tinggi. Penciri utama pada klaster 3 adalah faktor 5 yang tinggi, sedangkan faktor 1 yang tinggi serta faktor 3, 4 dan 5 yang rendah merupakan penciri utama klaster 4. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada klaster 1 yang meliputi Kecamatan Tekarang, Subah dan Sejangkung memiliki tipologi wilayah dengan tingkat pelayanan sosial yang tinggi, sedangkan sarana perkotaan dan tingkat pelayanan ekonominya rendah. Kecamatan yang termasuk dalam klaster ini memiliki ketersediaan tenaga kesehatan (dokter, bidan, dukun bayi), tempat kesehatan (rumah sakit, poliklinik, puskesmas, polindes), tempat ibadah (mesjid, surau, geraja, pura,vihara) dan jumlah keluarga petani yang tinggi, serta memiliki ketersediaan tempat penjulan obat (apotik, toko obat), sarana pendidikan dan aksesibilitas yang cukup memadai, sedangkan pendapatan asli kecamatan, sarana komunikasi, keluarga yang berlangganan telepon, ketersediaan toko atau tempat perbelanjaannya rendah. Karena wilayah kecamatan pada kawasan ini relatif jauh dari pusat ibu kota kabupaten, maka klaster ini mencirikan kawasan perdesaan pedalaman.

44 136 Tipologi pada klaster 2 yang terdiri dari Kecamatan Pemangkat, Semparuk, Tebas dan Sambas, memiliki sarana perkotaan yang tinggi. Klaster ini dicirikan dengan pendapatan asli kecamatan per kapita, ketersediaan sarana komunikasi (telepon, wartel, kiospon, kantor pos), anak usia sekolah yang tinggi dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan (aksesibilitas) cukup tinggi, ketersediaan listrik dan lembaga keuangan yang memadai, serta jumlah keluarga pertanian yang sedikit, wilayah yang relatif datar (kemiringan lereng 0-8%) dan luas hutan yang cukup rendah. Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam klaster ini merupakan kecamatan yang relatif maju. Dengan demikian, klaster ini mencirikan tipologi kawasan perkotaan. Pada klaster 3 yang meliputi Kecamatan Selakau, Sebawi, Sajad, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat,Tangaran, Galing, tipologi wilayahnya dicirikan dengan tingkat pelayanan ekonomi (rasio pertokoan terhadap jumlah penduduk) yang tinggi, sedangkan sarana perkotaan, tingkat pelayanan sosial dan aksesibilitasnya cukup memadai (sedang). Selain itu, wilayah kecamatan pada klaster ini umumnya relatif datar dan sebagian besar berbatasan dengan laut, sehingga klaster ini mencirikan kawasan perdesaan pesisir. Berbeda dengan ketiga klaster di atas, pada klaster 4 yang teridiri dari Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar, tipologi wilayahnya dicirikan dengan faktor kemiringan lereng dan hutan (biofisik wilayah) yang tinggi, sedangkan tingkat pelayanan sosial, aksesibilitas (tingkat kerapatan jalan) dan tingkat pelayanan ekonomi yang rendah. Wilayah pada klaster ini memiliki kemiringan lereng lebih besar dari 8% yang tinggi atau memiliki topografi wilayah yang bergelombang atau berbukit sampai curam yang luas, memiliki hutan yang luas, agak terpencil atau sangat jauh dari ibu kota Kabupaten Sambas, kepadatan penduduk dan sarana perkotaan yang agak rendah, tetapi tingkat ketersediaan sarana pendidikan dasar dan menengahnya tinggi. Kecamatan-kecamatan dalam klaster ini relatif kurang berkembang dan ternyata berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Dengan demikian, klaster ini mencirikan tipologi kawasan perbatasan.

45 137 Hasil Analisis Diskriminan Analisis diskriminan berguna untuk menentukan faktor-faktor yang paling mencirikan tipologi wilayah hasil analisis klaster, atau faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap masing-masing tipologi wilayah tersebut. Selain itu analisis diskriminan juga dilakukan terhadap kelompok wilayah hasil pengelompokan yang lain, yaitu pengelompokan berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen dan pengelompokan berdasarkan wilayah pengembangan (WP) yang dibentuk Bappeda Kabupaten Sambas. Hal ini untuk mengetahui ketepatan pengelompokan dari masing-masing metode tersebut. Pada pengelompokan berdasarkan hirarki yang diperoleh dari analisis skalogram tidak dilakukan analisis diskriminan, karena kecamatan yang memiliki hirarki I pada hasil analisis skalogram hanya satu kecamatan. Persentase ketepatan hasil pengelompokan ketiga analisis tersebut (klaster, tipologi Klassen dan WP) ditunjukkan pada Tabel 41. Tabel 41 Persentase ketepatan hasil pengelompokan analisis klaster, tipologi Klassen dan WP di Kabupaten Sambas Cluster Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 G_4:4 Hasil Klasifikasi p=,17647 p=,23529 p=,47059 p=,11765 G_1:1 100, G_2:2 100, G_3:3 100, G_4:4 100, Total 100, T-Klassen Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 G_4:4 Hasil Klasifikasi p=,29412 p=,17647 p=,23529 p=,29412 G_1:1 100, G_2:2 100, G_3:3 50, G_4:4 80, Total 82, WP Persentase Ketepatan G_1:1 G_2:2 G_3:3 G_4:4 Hasil Klasifikasi p=,41176 p=,29412 p=,17647 p=,11765 G_1:1 100, G_2:2 100, G_3:3 100, G_4:4 100, Total 100, Sumber : Hasil Analisis Hasil analisis diskriminan di atas memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan berbagai kelompok menghasilkan ketepatan klasifikasi yang berbeda. Ketepatan pengelompokan pada hasil analisis klaster dan WP mencapai

46 %. Ini menunjukkan bahwa hasil pengelompokan wilayah Kabupaten Sambas berdasarkan analisis klaster dan wilayah pengembangan (WP) yang disusun oleh Bappeda Kabupaten Sambas menjadi empat klaster atau empat wilayah pengembangan sudah tepat (100%), sesuai dengan tipologi wilayahnya masingmasing. Tabel 42 Uji ketepatan hasil pengelompokan tipologi Klassen di wilayah Kabupaten Sambas dengan analisis diskriminan Hasil Kecamatan Klasifikasi T-Klassen p=,29412 p=,17647 p=,23529 p=,29412 Selakau G_2:2 G_2:2 G_4:4 G_3:3 G_1:1 Pemangkat G_2:2 G_2:2 G_3:3 G_4:4 G_1:1 Semparuk G_4:4 G_4:4 G_1:1 G_2:2 G_3:3 Tebas G_1:1 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Tekarang G_4:4 G_4:4 G_1:1 G_3:3 G_2:2 Sambas G_1:1 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Subah G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_4:4 G_2:2 Sebawi* ) G_4:4 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Sajad G_4:4 G_4:4 G_1:1 G_3:3 G_2:2 Jawai G_2:2 G_2:2 G_3:3 G_4:4 G_1:1 Jawai Selatan* ) G_3:3 G_2:2 G_3:3 G_4:4 G_1:1 Teluk Keramat* ) G_3:3 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Tangaran G_4:4 G_4:4 G_1:1 G_3:3 G_2:2 Galing G_1:1 G_1:1 G_3:3 G_4:4 G_2:2 Sejangkung G_1:1 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Sajingan Besar G_3:3 G_3:3 G_1:1 G_2:2 G_4:4 Paloh G_1:1 G_1:1 G_4:4 G_3:3 G_2:2 Sumber: Hasil analsis Keterangan : * ) = Klasifikasi yang tidak tepat Pada pengelompokan dengan analisis tipologi Klassen yang membagi wilayah Kabupaten Sambas menjadi empat kelompok, ternyata ketepatannya hanya mencapai 82,35%. Kelompok daerah maju (G1) dan daerah maju tapi tertekan (G2) terklasifikasi dengan tepat (100%), sedangkan pada kelompok daerah berkembang (G3) dan daerah relatif terbelakang (G4), masing-masing hanya terklasifikasi dengan ketepatan 50,00% dan 80,00% (Tabel 41). Dari 4 kecamatan yang masuk kelompok daerah berkembang, ternyata hanya dua kecamatan yang tepat, yaitu Kecamatan Subah dan Sajingan Besar, sedangkan Kecamatan Jawai Selatan dan Teluk Keramat masing-masing seharusnya masuk pada kelompok daerah maju tapi tertekan (G2) dan kelompok daerah maju (G1) seperti ditunjukkan pada Tabel 42. Pada kelompok daerah relatif terbelakang (G5), dari lima kecamatan

47 139 yang ada, ternyata hanya satu kecamatan yang tidak tepat, yaitu Kecamatan Sebawi yang seharusnya masuk pada kelompok daerah maju (G1). Ketidaktepatan dari analisis tipologi Klassen tersebut disebabkan pengelompokannya hanya mempertimbangkan aspek rata-rata laju pertumbuhan dan PDRB per kapita saja dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek ketersediaan sarana dan prasarana serta faktor kemiringan lereng dan luas hutan (biofisik wilayah). Meskipun ketepatan pengelompokan wilayah Kabupaten Sambas menjadi empat kelompok pada hasil analisis klaster dan WP mencapai 100%, akan tetapi penciri utama dan anggota dari masing-masing kelompok berbeda. Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap kedua pengelompokan tersebut, diperoleh koefisien fungsi klasifikasi seperti terlihat pada Tabel 43. Tabel 43 Fungsi klasifikasi pengelompokan hasil analisis klaster (metode K Mean) dan wilayah pengembangan (WP) pada analisis diskriminan Faktor K-Mean G1 G2 G3 G4 G1 G2 G3 G4 F1 0,5987 1,3788-3,0664 8,6101-0,6453-0,2195 0,3001 2,3572 F2-2,4066 5,5356-2,5575 2,7688 1,3775-0,4456-1,1354-2,0040 F3 7,9094-1,4184-1,9015-1,4213-1,3841 1,4250-0,2085 1,5944 F4 0,6834-0,0048 1,1225-5,5055 5,6569-2,4202-4,0493-7,6748 F5-4,3765-2,4695 4,1738-5,1911-1,6309 0,7159 0,7722 2,7599 Konstanta -10,6621-5,9632-3, ,1139-4,0994-2,2905-3,7517-9,1704 Sumber: Hasil analisis Dari Tabel 43 tersebut dapat ditulis persamaan fungsi diskriminan untuk tiap-tiap Klaster adalah sebagai berikut: Klaster I = -10, ,5987 F1 2,4066 F2 + 7,9094 F3 + 0,6834 F4-4,3765 F5 Klaster II = -5, ,3788 F1 + 5,5356 F2-1,4184 F3 0,0048 F4-2,4695 F5 Klaster III = -3,6746-3,0664 F1 2,5575 F2-1,9015 F3 + 1,1225 F4 + 4,1738 F5 Klaster IV = -15, ,6101 F1 + 2,7688 F2-1,4213 F3 5,5055 F4-5,1911 F5 Sedangkan persamaan fungsi diskriminan untuk tiap-tiap WP adalah sebagai berikut: WP

48 140 WP I = -4,0994-0,6453 F1 + 1,3775 F2-1,3841 F3 + 5,6569 F4-1,6309 F5 WP II = -2,2905-0,2195 F1-0,4456 F2 + 1,4250 F3 2, 4202 F4 + 0,7159 F5 WP III = -3, ,3001 F1 1,1354 F2-0,2085 F3-4,0493 F4 + 0,772 F5 WP IV = -9, ,3572 F1-2,0040 F2 + 1,5944 F3 7,6748 F4 + 2,7599 F5 Dari persamaan tersebut, variabel dengan nilai koefisien terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam kelompok tersebut atau merupakan penciri utamanya. Dengan demikian bahwa pada klaster 1 dicirikan oleh faktor F3 atau tingkat pelayanan sosial (sekolah, puskesmas, rumah sakit, dokter/tenaga kesehatan, tempat ibadah) yang tinggi dan faktor F5 (tingkat pelayanan ekonomi/ketersediaan toko atau tempat perbelanjaan) yang rendah; klaster 2 dicirikan dengan faktor F2 atau ketersediaan sarana perkotaan (listrik, telepon, PAD kecamatan) yang tinggi; klaster 3 dicirikan oleh faktor F5 atau tingkat pelayanan ekonomi (ketersediaan toko atau tempat perbelanjaan) yang tinggi dan F1 (kemiringan lereng dan luas hutan) yang rendah; sedangkan klaster 4 dicirikan oleh faktor F1 atau faktor kemiringan lereng dan luas hutan yang tinggi (lereng bergelombang-berbukit, hutan masih sangat luas, jauh dari ibu kota kabupaten), serta faktor F4 (aksesibilitas atau kerapatan jalan) dan faktor F5 (pelayanan ekonomi) yang rendah. Hasil analisis ini memperkuat ciri utama tiap klaster dari hasil analisis K-Mean klaster. Pada wilayah pengembangan, WP I dicirikan oleh faktor F2 (sarana dan penciri perkotaan) dan faktor F4 (aksesibilitas atau kerapatan jalan) yang tinggi dan faktor F1 (kemiringan lereng dan luas hutan), F3 (pelayanan sosial) dan F5 (pelayanan ekonomi) yang rendah; WP 2 dicirikan oleh faktor F1 yang rendah dan faktor F3 yang tinggi; WP 3 dicirikan oleh faktor F2 dan F4 yang rendah; sedangkan WP 4 dicirikan oleh faktor F1, F3 dan F5 yang tinggi serta faktor F2 dan F4 yang rendah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi wilayah kecamatan di Kabupaten Sambas dengan ketiga metode tersebut (analisis

49 141 PCA, Klaster dan Diskriminan), diperoleh karakteristik tiap klaster seperti terlihat pada Tabel 44, sedangkan secara spasial, keempat klaster tersebut ditunjukkan pada Gambar 28. Tabel 44 Karakteristik tipologi wilayah di Kabupaten Sambas Faktor Utama Karakteritik Wilayah Kawasan Perdesaan Pedalaman (Klaster 1) Tipologi Wilayah Kawasan Perkotaan (Klaster 2) Kawasan Perdesaan Pesisir (Klaster 3) Kawasan Perbatasan (Klaster 4) F1 Jarak ke ibu kota Kabupaten Sambas Sedang Sedang Rendah Tinggi F2 F3 F4 F5 Luas wilayah dengan kemiringan lereng < 8% (datar landai) Luas wilayah dengan kemiringan lereng > 8% (bergelombang, berbukit-curam) Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Luas tutupan hutan Sedang Sedang Rendah Tinggi Rasio sarana pendidikan dasar dan menengah (TK, SD, SLTP, SLTA/SMK) terhadap 1000 penduduk Jumlah sarana komunikasi, keluarga yang berlangganan PLN, rasio jumlah murid terhadap 1000 penduduk Sedang Sedang Rendah Tinggi Rendah Tinggi Sedang Sedang Pendapatan asli kecamatan perkapita Rendah Tinggi Sedang Sedang Jumlah keluarga petani Rendah Tinggi Sedang Sedang Rasio Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dukun bayi), rasio tempat kesehatan (pustu, puskesmas, rumah sakit), rasio tempat ibadah terhadap 1000 penduduk Aksesibilitas (kerapatan jalan), Jarak ke ibu kota kabupaten lain, kepadatan penduduk Rasio sarana perekonomian (super market, swalayan, pertokoan,warung) Sumber: Hasil analisis Tinggi Sedang Sedang Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Sedang Tinggi Rendah Gambar 28 Peta tipologi wilayah Kabupaten Sambas hasil analisis multivariat

50 142 Disparitas Pembangunan antar Wilayah di Kabupaten Sambas Analisis disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Sambas dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode indeks Williamson untuk melihat tingkat disparitas antar wilayah secara keseluruhan dan indeks Theil untuk mendekomposisi disparitas wilayah menjadi disparitas dalam wilayah pengembangan (WP) dan antar wilayah dalam wilayah pengembangan (WP) seperti yang dilakukan Fujita dan Hu (2001). Tingkat Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk mengukur disparitas antar wilayah (Rustiadi et al. 2007; Susanti et al. 2007) dan lebih sensitif terhadap perubahan ketimpangan serta lebih dapat dipercaya (Portov dan Felsenstein 2005). Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika dihasilkan nilai indeks sama dengan nol, berarti tidak adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar wilayah, sedangkan indeks lebih besar dari nol menunjukkan adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar daerah. Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah di suatu wilayah yang lebih luas. Analisis indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per kapita dan jumlah penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Sambas pada tahun terlihat pada Lampiran 19 s.d 32, sedangkan hasil analisisnya seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Berdasarkan hasil analisis tersebut (Gambar 29) dalam kurun waktu , tingkat disparitas di Kabupaten Sambas mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan indeks Williamson sebesar 0,464 pada tahun 2000 menjadi 0,391 pada tahun Namun setelah tahun 2002, tingkat disparitasnya mengalami kecenderungan meningkat atau semakin melebar, yaitu dari 0,391 pada tahun 2002 menjadi 0,532 pada tahun Bila dilihat dalam wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Sambas dalam kurun waktu yang sama, terlihat bahwa tingkat disparitas tertinggi terdapat pada WP II, diikuti kemudian WP IV dan WP I, sedangkan tingkat disparitas terendah terdapat di WP III. Hal ini sesuai dengan hasil analisis entropi, dimana dalam WP II memiliki

51 143 selisih indeks entropi antar kecamatan yang terbesar dibanding WP lainnya, kemudian diikuti oleh WP IV, WP I dan yang terkecil adalah WP III. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perkembangan wilayah, terutama dari aspek perkembangan keberagaman aktivitas sektor-sektor perekonomian sangat nyata mempengaruhi tingkat disparitas. Indeks Williamson 0,600 0,550 0,525 0,518 0,532 0,501 0,495 0,487 0,500 0,482 0,464 0,457 0,473 0,457 0,453 0,450 0,459 0,450 0,448 0,451 0,423 0,394 0,397 0,422 0,418 0,400 0,411 0,414 0,350 0,391 0,395 0,396 0,392 0,393 0,300 0,250 0,200 0,160 0,158 0,156 0,182 0,154 0,160 0,166 0,150 0, Tahun Kab. Sambas WP I WP II WP III WP IV Gambar 29 Perkembangan indeks Williamson pada wilayah pengembangan (WP) dan Kabupaten Sambas tahun Berbeda dengan wilayah pengembangan lainnya di Kabupaten Sambas, walaupun memiliki tingkat disparitas yang terendah, pada WP III kecenderungan tingkat disparitasnya semakin tinggi/melebar dari tahun ke tahun terutama setelah tahun 2003, padahal pada tahun sebelumnya memiliki kecenderungan yang menurun, meskipun relatif kecil. Dalam pengembangan (WP) I, WP II dan WP IV pada kurun waktu yang sama seperti ditunjukkan Gambar 28, kecenderungan tingkat disparitasnya semakin menurun. Pada tahun 2000 tingkat disparitas dalam WP I, II dan IV masing-masing sebesar 0,411; 0,525 dan 0,464; turun menjadi 0,393; 0,475 dan 0,422 pada tahun Secara rinci, perkembangan tingkat disparitas dalam wilayah pengembangan (WP) dan Kabupaten Sambas atas dasar PDRB per kapita dari tahun 2000, 2003 dan 2006 ditunjukkan pada Tabel 45 (rincian dari tahun terdapat pada lampiran 19-32).

52 144 Tabel 45 Indeks Williamson PDRB per kapita atas dasar harga konstan dalam wilayah pembangunan (WP) di Kabupaten Sambas tahun 2000, 2003 dan 2006 WP Kecamatan PDRB per kapita Vw PDRB per kapita Vw PDRB per kapita I Pemangkat 4.304,14 0, ,97 0, ,15 0,3929 Selakau 6.287, , ,77 Semparuk 2.667, , ,61 Tebas 3.979, , ,95 Tekarang 2.131, , ,76 Jawai 4.876, , ,77 Jawai Selatan 1.807, , ,07 II Sambas 6.070,48 0, ,38 0, ,53 0,4728 Subah 3.255, , ,67 Sebawi 2.050, , ,11 Sajad 1.656, , ,17 Sejangkung 4.448, , ,14 III Teluk Keramat 2.994,28 0, ,00 0, ,35 0,1816 Tangaran 2.484, , ,43 Paloh 3.989, , ,80 IV Galing 3.716,77 0, ,57 0, ,95 0,4217 Sajingan Besar 1.359, , ,75 Kabupaten Sambas 3.977,88 0, ,11 0, ,12 0,4749 Sumber : Hasil analisis Keterangan : Vw = Indeks Williamson Selain PDRB per kapita, aspek aloksi dana pembangunan yang dapat mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah juga dianalisis dengan indeks williamson. Karena terbatasnya ketersediaan data, maka dalam penelitian ini hanya menggunakan data alokasi anggaran fisik yang bersumber pada APBD Kabupaten Sambas dari tahun untuk tiap kecamatan seperti ditunjukkan pada Tabel 46. Hasil analisis indeks Williamson terhadap alokasi anggaran fisik Vw pada wilayah pengembangan dan Kabupaten Sambas terlihat Gambar 30. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam kurun waktu dua tahun, yaitu tahun , disparitas alokasi anggaran fisik pemerintah daerah kabupaten mengalami penurunan dari 0,69 pada tahun 2005 menjadi 0,55 pada tahun Kecuali pada wilayah pengembangan (WP) IV, penurunan indeks Williamson juga terjadi pada semua WP. Pada WP I, II dan III di tahun 2005 masing-masing memiliki indeks Williamson sebesar 0,40; 0,77; dan 0,27,sedangkan di tahun 2006 berturut-turut

53 145 turun menjadi 0,29; 0,62 dan 0,27. Sedangkan pada WP IV memiliki indeks Willamson sebesar 0,34 di tahun 2005 naik menjadi 0,44 di tahun Tabel 46 Alokasi anggaran fisik per kapita pada tiap kecamatan di Kabupaten Sambas tahun WP Kecamatan Anggaran per kapita (rupiah) I Pemangkat Selakau Semparuk Tebas Tekarang Jawai Jawai Selatan II Sambas Subah Sebawi Sajad Sejangkung III Teluk Keramat* Paloh IV Galing Sajingan Besar Kabupaten Sambas Sumber: Setda Kab.Sambas (2008) diolah Keterangan: * = masih bergabung dengan Kec. Tangaran Tingkat ketimpangan tertinggi seperti yang ditunjukkan Gambar 30 baik pada tahun 2005 maupun 2006 terdapat di WP II, hal ini disebabkan dalam WP II terdapat ibu kota kabupaten yang merupakan pusat pelayanan wilayah yang lebih luas yaitu seluruh kabupaten, tentunya memerlukan biaya fisik yang besar pula, sedangkan kecamatan lain dalam WP tersebut hanya merupakan pusat pelayanan wilayah kecamatan itu sendiri. Dilihat dari alokasi anggaran pembangunan fisik per kapita seperti ditunjukkan Tabel 46, tidak semua wilayah yang berkembang mendapat alokasi anggaran fisik yang lebih besar dari wilayah lainnya.

54 146 Indeks Willamson 0, , , , , , , ,69 0,55 0,40 0,29 0,77 0,62 0,44 0,44 0,34 0, , ,00000 Kab. Sambas WP I WP II WP III WP IV Gambar 30 Indeks Williamson alokasi anggaran fisik pada wilayah pengembangan (WP) dan Kabupaten Sambas tahun Pada WP III dan IV, Kecamatan Paloh dan Sajingan Besar yang merupakan kawasan perbatasan dengan tingkat perkembangan wilayah yang rendah justru mendapat alokasi yang lebih besar dari kecamatan lain dalam wilayah pengembangannya. Walaupun besarnya alokasi anggaran fisik pada kawasan perbatasan masih belum menunjukkan hasil yang nyata seperti ditunjukkan pada hasil analisis skalogram tahun 2006, yang diduga akibat penggunaan anggaran fisik tidak hanya digunakan untuk membangun prasarana baru, tetapi juga digunakan untuk biaya pemeliharaan, sehingga penambahan jumlah maupun jenis prasarana wilayahnya tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas dalam mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah pada kurun waktu tersebut sudah dilakukan dengan baik. Selain itu, besarnya alokasi anggaran fisik pada kawasan perbatasan, juga terkait dengan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas untuk memajukan kawasan tersebut beberapa tahun ke depan menjadi kawasan indutri dan jasa yang lebih dikenal dengan kawasan Palsa (Paloh dan Sajingan Besar), serta rencana pembukaan pelayanan pos lintas batas antar negara di kecamatan tersebut. Dekomposisi Sumber Disparitas Pembangunan Untuk mendekomposisi sumber disparitas di Kabupaten Sambas menjadi disparitas antar wilayah pengembangan (WP) dan antar wilayah dalam wilayah pengembangan (WP) digunakan indeks Theil. Data yang digunakan adalah data PDRB atas dasar harga konstan dan jumlah penduduk per kecamatan di

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Sambas Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 terletak di bagian paling Utara Propinsi Kalimantan Barat atau diantara 2 08'-0 33' Lintang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Perkembangan Wilayah Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan, yang bertujuan untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km 2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah

HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah Melalui analisis skalogram akan diperoleh gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah, yaitu dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN SAMBAS ALI RAHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Sektor-Sektor Basis di Provinsi Kepulauan Riau Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. Dalam hal ini pembangunan wilayah menjadi sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 HALAMAN SAMPUL DEPAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat merasakan kesejahteraan dengan cara mengelola potensi-potensi ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Potensi ekonomi merupakan sesuatu yang dimiliki daerah yang layak untuk dikembangkan. Dengan potensi ekonomi yang dimiliki suatu daerah, rakyat dapat merasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten Bolaang Mongondow dan waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 2. Perhitungan Tipologi Klasen Pendekatan Sektoral Kabupaten Karo Tahun 2006 ADHK 2000 No Lapangan Usaha / Sektor Laju Pertumbuhan S 2006 2007

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto Tabel 9.1 : PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2007 2010 (Rp. 000) 1. PERTANIAN 193.934.273 226.878.977 250.222.051 272176842 a. Tanaman bahan makanan 104.047.799 121.733.346 134.387.261

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini bertujuan untuk melihat pola atau klasifikasi perkembangan keterkaitan antara tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1,no 7 April 2013 Analisis Tipologi Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Propinsi Jambi Emilia,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014

No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 No. 64/11/13/Th.XVII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT TRIWULAN III 2014 Perekonomian Sumatera Barat yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 05, No. 1 (2016), hal 19 24. ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI Evi Julianti,

Lebih terperinci

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah)

Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) 118 Lampiran 1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ATAS DASAR HARGA KONSTAN 2000 (Jutaan Rupiah) a. Propinsi Lampung Sektor Provinsi Lampung (Vi) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertanian 10871433 11318866

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tolok ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan

Lebih terperinci

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali 9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali A nalisis LQ menunjukkan potensi dari tempat terkait dengan kondisi kekayaan yang ada di wilayah tersebut. LQ berguna untuk melihat spesialisasi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau Dalam mencari sektor ekonomi unggulan di Kabupaten Malinau akan digunakan indeks komposit dari nilai indeks hasil analisis-analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini sebagian telah menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2 Jurnal Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume II No 3, Desember 2015 ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA Aurelianus Jehanu 1 rulijehanu@gmail.com Ida Ayu Purba Riani 2 purbariani@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita, dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan juga

BAB I PENDAHULUAN. perkapita, dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi nasional pada dasarnya merupakan satu kesatuan dengan pembangunan ekonomi ragional. Pembangunan ekonomi nasional yaitu untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Model Rasio Pertumbuhan Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) adalah salah satu alat yang digunakan untuk melakukan analisis alternatif guna mengetahui potensi kegiatan

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007. 31 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada daerah Kabupaten Kubu Raya, yang merupakan satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

1) Struktur Ekonomi Daerah. terbesar dalam penyusunan PDRB.

1) Struktur Ekonomi Daerah. terbesar dalam penyusunan PDRB. dibandingkan dengan garis kemiskinan yang merupakan rupiah yang diperlukan agar penduduk dapat hidup layak secara minimum pangan dan non pangan esensial, nilainya lebih tinggi sehingga dapat asumsikan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 22/09/1216/Th. IX, 22 September 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,86 persen dimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil analisis LQ dan DLQ dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 No. 09/02/91/Th. VII, 05 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TAHUN 2012 Ekonomi Papua Barat tahun 2012 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat sebesar 15,84

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Okto Dasa Matra Suharjo NRP 3610 100 050 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg BAB I - Pendahuluan Kondisi Perekonomian Provinsi Jawa Timur Permasalahan Perekonomian Timur di Jawa 1. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci