V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 63 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterkaitan Sektor Pariwisata dengan Sektor Lainnya Keterkaitan masing-masing sektor dalam perekonomian Kabupaten Gianyar bisa diketahui dari analisis Input-Output (I-O), disamping itu peranannya akan dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor-sektor yang akan ditinjau disini adalah sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata (industri tanpa migas; perdagangan besar dan eceran; restoran; hotel; jasa hiburan dan rekreasi) dan sektor-sektor pertanian (tanaman bahan makanan; tanaman perkebunan; peternakan dan hasil-hasilnya; kehutanan; perikanan) Struktur Perekonomian Kabupaten Gianyar Struktur perekonomian Kabupaten Gianyar bila dilihat dari PDRB akan didapat gambaran awal perkembangan pembangunan dalam suatu periode tertentu. PDRB merupakan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan di suatu daerah tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi (BPS Kab. Gianyar 2010b). PDRB Kabupaten Gianyar atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2009 ditampilkan dalam Tabel 27. Lapangan usaha atau sektor-sektor perekonomian dalam PDRB dimaksud, sebelumnya telah diagregasi menyesuaikan Tabel I-O. Berdasarkan tabel tersebut, laju pertumbuhan total PDRB dalam periode tahun mencapai 5,93%. Lapangan usaha yang mencapai laju pertumbuhan diatas 10% ada lima, bila diurutkan dari yang terbesar yaitu: jasa penunjang keuangan (14,36%), jasa perorangan dan rumah tangga (11,06%), jasa sosial kemasyarakatan (11,00%), bangunan (10,62%), dan lembaga keuangan tanpa bank (10,25%). Jasa penunjang keuangan yang mengalami laju pertumbuhan paling besar hanya mampu berkontribusi terhadap PDRB sebesar 0,59% dan berada di peringkat ke-16. Tanaman bahan makanan yang laju pertumbuhannya paling kecil (0,98%) justru kontribusinya terhadap PDRB mencapai peringkat ke-3 yaitu sebesar 11,99%.

2 64 Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Gianyar dalam membentuk PDRB, menunjukkan besaran yang bervariasi. Gambaran secara makro dari laju pertumbuhan PDRB terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gianyar, merupakan dampak nyata dari berhasilnya penerapan berbagai kebijakan ekonomi pada waktu sebelumnya yang dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah disamping keterlibatan semua sektor pembangunan (BPS Kab. Gianyar 2010b). Tabel 27 PDRB Kabupaten Gianyar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 No Lapangan Usaha Nilai (Juta Rupiah) Laju Pertumbuhan (%) Kontribusi Peringkat 1. Tanaman Bahan Makanan ,08 0,98 11, Tanaman Perkebunan ,94 2,07 0, Peternakan dan Hasil-hasilnya ,10 3,27 4, Kehutanan 88,67 3,16 0, Perikanan ,02 6,07 0, Penggalian ,17 4,99 0, Industri Tanpa Migas ,56 7,33 18, Listrik, gas dan air bersih ,01 6,85 0, Bangunan ,37 10,62 4, Perdagangan Besar dan Eceran ,97 6,47 14, Restoran ,23 2,14 6, Hotel ,44 4,37 8, Angkutan Jalan Raya ,67 3,47 1, Jasa Penunjang Angkutan ,65 2,77 1, Komunikasi ,32 8,81 1, Bank ,55 5,63 1, Jasa Penunjang Keuangan ,08 14,36 0, Sewa Bangunan ,87 8,17 2, Lembaga Keuangan tanpa Bank ,04 10,25 0, Jasa Perusahaan ,92 9,43 0, Pemerintahan Umum ,57 7,82 9, Jasa Sosial Kemasyarakatan ,80 11,00 0, Jasa Hiburan dan Rekreasi ,77 7,69 0, Jasa Perorangan dan Rumah Tangga ,10 11,06 6,85 6 Total ,90 5,93 100,00 Sumber : BPS dan Bappeda Kabupaten Gianyar (2010b) Bila diperhatikan sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata, memiliki kecenderungan mampu berkontribusi cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Gianyar, seperti industri tanpa migas (18,97%) berada di

3 65 peringkat ke-1, perdagangan besar dan eceran (14,94%) di peringkat ke-2, restoran (6,68%) di peringkat ke-7, hotel (8,74%) peringkat ke-5, kecuali hiburan dan rekreasi (0,49%) baru mampu mencapai peringkat ke-18 sumbangannya terhadap PDRB. Kontribusi terbesar mampu diberikan sektor industri tanpa migas, karena salah satu komponennya adalah industri kerajinan cendramata dan industri patung kayu yang banyak ada di Kabupaten Gianyar. Untuk sektor-sektor pertanian, seperti: tanaman bahan makanan (11,99%) berada di peringkat ke-3, peternakan dan hasil-hasilnya (4,71%) peringkat ke-8, perikanan (0,58%) peringkat ke-17, tanaman perkebunan (0,33%) peringkat ke-22, dan kontribusi terkecil adalah kehutanan (0,003%) peringkat ke-24. Lebih jauh, peranan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Gianyar bisa dilihat dari Tabel I-O. Struktur dalam Tabel I-O disini terdiri dari 24 sektor perekonomian, yaitu: (1) tanaman bahan makanan; (2) tanaman perkebunan; (3) peternakan dan hasil-hasilnya; (4) kehutanan; (5) perikanan; (6) penggalian; (7) industri tanpa migas; (8) listrik, gas dan air bersih; (9) bangunan; (10) perdagangan besar dan eceran; (11) restoran; (12) hotel; (13) angkutan jalan raya; (14) jasa penunjang angkutan; (15) komunikasi; (16) bank; (17) jasa penunjang keuangan; (18) sewa bangunan; (19) lembaga keuangan tanpa bank; (20) jasa perusahaan; (21) pemerintahan umum; (22) jasa sosial kemasyarakatan; (23) jasa hiburan dan rekreasi; dan (24) jasa perorangan dan rumah tangga. Garis besar struktur Tabel I-O Kabupaten Gianyar tahun 2009 ditunjukkan dalam Tabel 28, untuk lebih terinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Input antara sebesar Rp ,59 juta, yaitu merupakan input barang dan jasa yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan atau proses produksi oleh sektor-sektor usaha dalam kegiatan ekonomi, sedangkan input primer atau disebut juga Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi. Input primer yang merupakan selisih antara total input dengan input antara, terdiri dari: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung. Jumlah NTB Kabupaten Gianyar sebesar Rp ,90 juta, dimana 34,73% dari keseluruhan nilai tambah merupakan kontribusi dari upah dan gaji (Rp ,35 juta) yang diciptakan kegiatan ekonomi di Kabupaten Gianyar. Selanjutnya mencapai 55,70% dari komponen surplus usaha (Rp ,14

4 66 juta), sedangkan sebanyak 7,19% dan 2,38% merupakan komponen penyusutan (Rp ,52 juta) dan dari pajak tidak langsung (Rp ,88 juta). Upah dan gaji dalam struktur nilai tambah, merupakan komponen nilai tambah yang langsung bisa diterima oleh pekerja. Namun, bila diperhatikan porsinya, masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan surplus usaha. Kondisi ini menggambarkan, bahwa surplus usaha sebagai keuntungan dari pengusaha belum tentu dapat dinikmati langsung oleh masyarakat sebagai pekerja. Proporsi yang demikian masih bisa dibilang baik apabila keuntungan pengusaha tersebut diinvestasikan kembali di daerah dimana keuntungan tersebut diperoleh, sehingga secara lebih luas akan berdampak terhadap meningkatnya perekonomian daerah serta mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah. Pemilik modal atau investor yang baik adalah investor yang mampu memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Disamping itu mampu bermitra dan memberikan kesempatan kepada masyarakat dan pengusaha lokal untuk ikut berperan serta. Tabel 28 Struktur Perekonomian Kabupaten Gianyar Berdasarkan Tabel I-O Tahun 2009 (24 x 24 sektor) No Uraian Jumlah (Juta Rupiah) Persentase (%) Struktur Input 1. Jumlah Input Antara ,59 2. Jumlah Input Primer (Nilai Tambah Bruto) ,90 100,00 - Upah dan gaji ,35 34,73 - Surplus usaha ,14 55,70 - Penyusutan ,52 7,19 - Pajak tidak langsung ,88 2,38 Struktur Output 3. Jumlah Permintaan Antara ,59 38,12 4. Jumlah Permintaan Akhir ,46 61,88 5. Total Output ,05 100,00 Sumber : Hasil Analisis (2011) Ditinjau dari struktur output table I-O Kabupaten Gianyar, menunjukkan total output sebesar Rp ,05 juta, sebanyak Rp ,59 juta merupakan komponen permintaan antara (38,12%) bagi sektor usaha yang digunakan untuk proses produksi, sedangkan sisanya Rp ,46 juta untuk memenuhi permintaan akhir (61,88%). Semakin kecil permintaan antara

5 67 dibandingkan permintaan akhir menunjukkan semakin kecil keterkaitan antar sektor ekonomi domestik dalam melakukan kegiatan usaha atau proses produksi. Disini juga menunjukkan bahwa output yang ada, lebih sedikit digunakan dalam proses produksi daripada untuk konsumsi akhir dari rumah tangga maupun pemerintah. Peranan suatu sektor dalam membentuk output Kabupaten Gianyar secara keseluruhan (total output), ditunjukkan melalui besarnya output nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan sektor bersangkutan. Peranan masing-masing sektor tersebut bisa dilihat dalam struktur output tabel I-O Kabupaten Gianyar tahun 2009 yang ditunjukkan dalam Tabel 29. Tabel 29 Struktur Total Output Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Gianyar Tahun 2009 No Sektor Perekonomian Total Output Kontribusi (Juta Rupiah) (%) Peringkat 1. Tanaman Bahan Makanan ,73 2, Tanaman Perkebunan ,86 0, Peternakan dan Hasil-hasilnya ,09 2, Kehutanan ,21 0, Perikanan ,01 0, Penggalian ,42 0, Industri Tanpa Migas ,46 16, Listrik, gas dan air bersih ,98 0, Bangunan ,62 4, Perdagangan Besar dan Eceran ,54 26, Restoran ,40 3, Hotel ,00 8, Angkutan Jalan Raya ,98 10, Jasa Penunjang Angkutan ,01 0, Komunikasi ,16 3, Bank ,11 5, Jasa Penunjang Keuangan ,15 0, Sewa Bangunan ,20 1, Lembaga Keuangan tanpa Bank ,41 1, Jasa Perusahaan ,28 0, Pemerintahan Umum ,51 2, Jasa Sosial Kemasyarakatan ,80 0, Jasa Hiburan dan Rekreasi ,06 2, Jasa Perorangan dan Rumah Tangga ,06 3,62 7 Total ,05 100,00 Sumber : Hasil Analisis (2011)

6 68 Pembentukan output di Kabupaten Gianyar didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran, selanjutnya diikuti sektor, industri tanpa migas, angkutan jalan raya, hotel, bank, bangunan, jasa perorangan dan rumah tangga, restoran, komunikasi, peternakan dan hasil-hasilnya merupakan sepuluh sektor terbesar yang menyumbangkan pembentukan output di Kabupaten Gianyar. Dilihat dari peranan sektor-sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata. Pembentukan output Kabupaten Gianyar secara keseluruhan, sektor perdagangan besar dan eceran sebagai penyumbang terbesar yaitu sebanyak Rp ,54 juta atau mencakai 26,57% dari total output, selanjutnya sektor industri tanpa migas sebesar Rp ,46 Juta (16,02%) berada di peringkat ke-2, sektor hotel sebesar Rp ,00 juta (8,68%) dan restoran sebesar Rp ,40 juta (3,26%) masing-masing berada diperingkat ke-4 dan ke-8, sedangkan untuk jasa hiburan dan rekreasi mencapai Rp ,06 juta (2,84%) baru mampu berada di peringkat ke-11. Untuk sektor-sektor pertanian, seperti peternakan dan hasil-hasilnya menyumbangkan output sebanyak Rp ,09 juta (2,86%) berada di peringkat ke-10, tanaman bahan makanan Rp ,73 juta (2,81%) peringkat ke-13, tanaman perkebunan Rp ,86 juta (0,89%) peringkat ke-17, dan perikanan Rp ,01 juta (0,83%) peringkat ke-18, sedangkan sektor kehutanan hanya menyumbangkan Rp ,21 juta (0,09%) berada di peringkat terakhir. Secara umum, sektor-sektor pariwisata masih mendominasi dalam pembentukan output Kabupaten Gianyar dibandingkan sektor-sektor pertanian. Peranan suatu sektor dalam perekonomian di Kabupaten Gianyar telah dilihat dari sisi pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan dari pembentukan total output. Bila dibandingkan keduanya berdasarkan sepuluh besar sektor penyumbang PDRB terbanyak, memperlihatkan ada tujuh sektor diantaranya merupakan pembentuk total output dalam sepuluh besar. Terdapat tiga sektor tidak termasuk yaitu tanaman bahan makanan, pemerintahan umum, dan, sewa bangunan walaupun dalam pembentukan PDRB berada di peringkat ke- 3, ke-4, dan ke-10, tetapi dalam pembentukan total output tidak termasuk sepuluh besar.

7 69 Kondisi ini dapat dicermati, bahwa nilai tambah yang dihasilkan suatu sektor dalam struktur perekonomian tidak hanya dipengaruhi kemampuannya dalam membentuk output, tetapi juga dipengaruhi oleh biaya yang keluarkan dalam pembentukan output tersebut. Output suatu sektor yang terbentuk membutuhkan input primer berupa nilai tambah, sehingga suatu sektor yang mempunyai sumbangan besar terhadap pembentukan output akan berkurang kontribusinya terhadap nilai tambah karena dalam proses produksinya membutuhkan lebih banyak input antara Keterkaitan antar Sektor Keterkaitan Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung ke Depan Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) menunjukkan total input antara yang dibutuhkan secara langsung suatu sektor untuk menghasilkan output sebesar satu satuan. Sedangkan keterkaitan langsung kedepan atau Direct Forward Linkage (DFL) menunjukkan total output antara suatu sektor yg digunakan secara langsung untuk memenuhi seluruh permintaan. Keterkaitan langsung ke belakang maupun keterkaitan langsung ke depan dianalisis menggunakan matriks koefisien teknologi. Nilai keterkaitan ini ditunjukkan pada Gambar 9. Ditinjau dari sepuluh besar nilai DBL dan DFL sektor-sektor di Kabupaten Gianyar tahun 2009, untuk sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata, sektor industri tanpa migas memiliki nilai DBL sebesar 0,5934 menempati urutan ke-4, sedangkan nilai DFL-nya sebesar 2,2936 berada di urutan ke-1. Ini berarti sektor industri tanpa migas mampunyai peran lebih penting dalam memenuhi permintaan sektor-sektor lainnya atau mempunyai kemampuan yang kuat mendorong sektor-sektor hilirnya, dibandingkan menyerap input dari sektor lainnya. Lima sektor yang berperanan penting dalam menyediakan input bagi sektor industri tanpa migas adalah: industri tanpa migas, tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, perdagangan besar dan eceran, dan angkutan jalan raya. Lima sektor yang terbanyak menggunakan output sektor industri tanpa migas

8 70 adalah: bangunan; listrik, gas dan air bersih; perdagangan besar dan eceran; industri tanpa migas; dan restoran. Sektor perdagangan besar dan eceran mempunyai nilai DBL sebesar 0,8794 berada pada urutan ke-1, sedangkan nilai DFL mencapai 0,4244 (urutan ke-8). Berarti sektor ini mempunyai kemampuan paling besar dalam menyerap produksi sektor-sektor lainnya atau menarik sektor-sektor dibelakangnya (hulu), dibandingkan untuk memenuhi permintaan sektor lainnya. Lima sektor penting penyedia input bagi sektor pedagang besar dan eceran meliputi: industri tanpa migas, bank, komunikasi, jasa perorangan dan rumah tangga, dan bangunan. Lima sektor terbanyak memakai output sektor pedagang besar dan eceran adalah: peternakan dan hasil-hasilnya, restoran, bangunan, industri tanpa migas, dan hotel. Sektor restoran mempunyai nilai DBL sebesar 0,5358 (urutan ke-5) dan nilai DFL-nya mencapai 0,2723 (urutan ke-10). Lima sektor utama sebagai penyedia input untuk sektor restoran yaitu: industri tanpa migas; peternakan dan hasil-hasilnya; perdagangan besar dan eceran; perikanan; listrik, gas dan air bersih. Lima sektor utama pemakai output sektor restoran adalah: angkutan jalan raya, jasa hiburan dan rekreasi, perdagangan besar dan eceran, hotel, dan jasa penunjang keuangan. Sektor hotel mempunyai nilai DBL dan DFL masing-masing sebesar 0,3741 (urutan ke-11) dan 1,0943 (urutan ke-2). Kondisi ini menunjukkan sektor hotel memiliki peranan hampir sama dalam struktur perekonomian di Kabupaten Gianyar tahun 2009 dengan sektor industri tanpa migas. Sektor industri tanpa migas, peternakan dan hasil-hasilnya, perdagangan besar dan eceran, perikanan, dan tanaman bahan makanan merupakan lima sektor-sektor utama penyedia input untuk sektor hotel. Sektor jasa sosial kemasyarakatan, jasa perusahaan, bank, pemerintahan umum, dan jasa penunjang angkutan merupakan lima besar sektorsektor pemakai output-nya. Kemudian untuk sektor-sektor pertanian, hanya sektor peternakan dan hasilhasilnya yang mampu mencapai sepuluh besar. Dimana nilai DBL-nya 0,6029 berada diurutan ke-3 dan nilai DFL-nya 0,5373 berada diurutan ke-4. Dilihat keterkaitannya dengan sektor lainnya, sektor peternakan dan hasil-hasilnya, perdagangan besar dan eceran, industri tanpa migas, angkutan jalan raya, jasa

9 71 perorangan dan rumah tangga, sebagai lima sektor utama penyedia input untuk sektor peternakan dan hasil-hasilnya, sedangkan lima sektor utama pemakai output-nya adalah sektor peternakan dan hasil-hasilnya, restoran, hotel, industri tanpa migas, dan tanaman bahan makanan. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga DBL DFL Gambar 9 Keterkaitan Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009 Kekuatan keterkaitan langsung antar sektor baik ke belakang maupun ke depan sangat bervariasi. Semakin besar keterkaitan antar sektor dan semakin banyak sektor-sektor perekonomian saling berkaitan, menunjukkan semakin kuat struktur perekonomian yang dibangun. Sehingga dalam konteks

10 72 pengembangan wilayah, keterpaduan antar sektor-sektor perekonomian menjadi suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan, yaitu melakui peningkatan keterkaitan yang ada. Perekonomian Kabupaten Gianyar yang dibangun pada tiga sektor unggulan yaitu pertanian, industri kerajinan, dan pariwisata (Bappeda Kab. Gianyar 2008a). Dilihat dari angka keterkaitan langsung antar sektor-sektor perekonomiannya, mempunyai potensi yang sangat besar berkembang lebih baik, bila mampu membangun keterpaduan dan mensinergikan antar sektor-sektor perekonomian yang dimiliki. Hal ini bisa dilakukan melalui jalinan kerjasama (kemitraan) dan koordinasi antar komponen masyarakat maupun antar stakeholders (masyarakat, pemerintah, dan swasta) Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang atau Direct Indirect Backward Linkage (DIBL) adalah pengaruh yang disebabkan oleh kenaikan per unit permintaan akhir satu unit sektor tertentu terhadap sektor lain yang menyediakan input untuk sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan atau Direct Indirect Forward Linkage (DIFL) adalah pengaruh yang disebabkan oleh kenaikan per unit permintaan akhir suatu sektor terhadap sektor yang menggunakan output sektor tersebut secara langsung dan tidak langsung. Keterkaitan langsung dan tidak langsung dianalisis menggunakan kebalikan matriks Leontif. Nilai keterkaitan ini bisa dilihat dalam Gambar 10. Dilihat dari sepuluh besar nilai DIBL maupun DIFL, sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata di Kabupaten Gianyar tahun Sektor industri tanpa migas mempunyai nilai IDBL sebesar 2,0388 menempati urutan ke-5. Lima besar sektor yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor industri tanpa migas adalah: industri tanpa migas, tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, perdagangan besar dan eceran, dan angkutan jalan raya. Sedangkan nilai DIFL-nya menempati urutan ke-1

11 73 dengan nilai 5,5492. Lima sektor utama yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor industri tanpa migas yaitu: industri tanpa migas; bangunan; perdagangan besar dan eceran; listrik, gas dan air bersih; dan restoran. Sektor perdagangan besar dan eceran memiliki nilai DIBL sebesar 2,5560 menduduki urutan pertama, dimana ada lima sektor terbesar yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor perdagangan besar dan eceran adalah: perdagangan besar dan eceran, industri tanpa migas, bank, komunikasi, dan hotel. Nilai DIFL sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 1,9283 yang berada pada urutan ke-4. Lima sektor penting yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor perdagangan besar dan eceran adalah: perdagangan besar dan eceran, peternakan dan hasil-hasilnya, restoran, bangunan, dan industri tanpa migas. Sektor restoran menduduki urutan ke-4 dengan nilai DIBL sebesar 2,0759. Lima sektor utama yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor restoran adalah: restoran, industri tanpa migas, peternakan dan hasilhasilnya, perdagangan besar dan eceran, dan perikanan. Nilai DIFL-nya mencapai 1,4674 (urutan ke-11), dengan lima sektor penting yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor restoran adalah: restoran, angkutan jalan raya, perdagangan besar dan eceran, jasa hiburan dan rekreasi, dan hotel. Sektor hotel mencapai nilai DIBL sebesar 1,7154 (urutan ke-9), dimana lima sektor yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor hotel adalah: hotel, industri tanpa migas, peternakan dan hasil-hasilnya, perdagangan besar dan eceran, dan tanaman bahan makanan. Nilai DIFL-nya sebesar 2,5164 dan berada pada urutan ke-2, dengan lima sektor utama yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor hotel yaitu: hotel, jasa sosial kemasyarakatan, jasa perusahaan, bank, dan pemerintahan umum. Untuk sektor-sektor pertanian yang mencapai sepuluh besar nilai DIBL maupun DIFL, sektor tanaman bahan makanan dengan nilai DIBL terkecil (1,1535) berada pada urutan ke-24 dari 24 sektor yang ada. Lima sektor yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor tanaman bahan makanan adalah: tanaman bahan makanan, industri tanpa migas, angkutan jalan

12 74 raya, perdagangan besar dan eceran, jasa perorangan dan rumah tangga. Dilihat dari nilai DIFL, sektor tanaman bahan makanan berada pada urutan ke-7 (1,7714), dengan lima sektor utama yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor tanaman bahan makanan, yaitu: sektor tanaman bahan makanan, industri tanpa migas, jasa hiburan dan rekreasi, bangunan, dan restoran. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga DIBL DIFL Gambar 10 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang dan Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009 Sektor peternakan dan hasil-hasilnya dengan nilai DIBL 2,3597 berada pada urutan ke-2, dimana sektor: peternakan dan hasil-hasilnya, industri tanpa

13 75 migas, perdagangan besar dan eceran, angkutan jalan raya, dan bank, merupakan lima sektor yang sangat dipengaruhi oleh kenaikan per unit permintaan akhir sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Untuk nilai DIFL-nya mencapai 2,0659 (urutan ke-3) dengan lima sektor utama yang mempengaruhi terjadinya kenaikan per unit permintaan akhir sektor peternakan dan hasil-hasilnya, yaitu sektor: peternakan dan hasil-hasilnya, restoran, hotel, angkutan jalan raya, dan jasa sosial kemasyarakatan. Berdasarkan nilai DIBL dan nilai DIFL sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata dan sektor-sektor pertanian di Kabupaten Gianyar tahun 2009, menunjukkan bahwa kenaikan permintaan akhir sektor pariwisata lebih dominan dibandingkan sektor pertanian dalam memberikan dampak kenaikan total output pada masing-masing sektor perekonomian di Kabupaten Gianyar. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa peranan sektor pariwisata lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Gianyar Indeks Daya Penyebaran dan Indek Daya Kepekaan Untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang mempunyai kemampuan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor hulu dan/atau hilirnya, baik melalui keterkaitan input (mekanisme pasar input) maupun melalui keterkaitan output (mekanisme pasar output) dapat dianalisis menggunakan daya penyebaran dan derajat kepekaan. Daya penyebaran merupakan jumlah dampak yang ditimbulkan akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi, sedangkan derajat kepekaan merupakan jumlah dampak yang menimbulkan perubahan permintaan akhir suatu sektor akibat perubahan seluruh sektor ekonomi. Daya penyebaran dan derajat kepekaan belum dapat dipakai untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor, karena adanya perbedaan sifat dari permintaan akhir masing-masing sektor. Untuk itu perlu dilakukan normalisasi, yaitu dengan cara membagi rata-rata dampak pada suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Sehingga diperoleh Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK).

14 76 Nilai IDP lebih besar dari satu menunjukkan bahwa daya penyebaran suatu sektor berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi, dengan kata lain sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pertumbuhan sektor-sektor hulunya. Sebaliknya, nilai IDP kurang dari satu menunjukkan sektor tersebut kurang mampu menarik sektor-sektor penyedia input untuk sektor tersebut. Demikian juga untuk IDK, nilai lebih besar dari satu menunjukkan bahwa derajat kepekaan suatu sektor lebih tinggi dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dimana sektor tersebut mempunyai kemampuan mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya sebagai pemakai output sektor tersebut. Sedangkan untuk nilai IDK kurang dari satu berlaku sebaliknya. Dari Gambar 11, bisa dilihat nilai IDP dan IDK dari masing-masing sektor perekonomian di Kabupaten Gianyar tahun Untuk sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata, seperti industri tanpa migas, nilai IDP dan IDK-nya masing-masing 1,2287 dan 3,3444. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri tanpa migas memiliki daya penyebaran dan daya kepekaan di atas rata-rata seluruh sektor ekonomi. Dengan kata lain sektor industri tanpa migas mempunyai kemampuan relatif permintaan akhir dalam merangsang pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian, maupun dalam memenuhi permintaan akhir keseluruhan sektor perekonomian. Demikian halnya dengan sektor perdagangan besar dan eceran dengan nilai IDP sebesar 1,5405 dan nilai IDK sebesar 1,1622, serta sektor hotel dengan nilai IDP dan IDK masing-masing sebesar 1,0338 dan 1,5166. Dimana sektor perdagangan besar dan eceran maupun sektor hotel, memiliki kemampuan yang hampir sama dengan sektor industri tanpa migas, memiliki daya penyebaran dan daya kepekaan di atas rata-rata seluruh sektor ekonomi. Untuk sektor restoran, dengan nilai IDP lebih dari satu (1,2511) atau di atas rata-rata, mengindikasikan sektor ini mampu dalam meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor hulunya. Namun kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya, karena mempunyai nilai IDK di bawah ratarata yaitu sebesar 0,8844.

15 77 Berbeda halnya dengan sektor jasa hiburan dan rekreasi, nilai IDP (0,8914) maupun IDK (0,6029) sektor ini masih dibawah rata-rata yaitu kurang dari satu. Berdasarkan nilai IDP dan IDK yang dimilikinya sektor jasa hiburan dan rekreasi dikelompokkan sebagai sektor yang kurang mampu memacu pertumbuhan sektor-sektor hulu maupun hilirnya. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga IDP IDK Gambar 11 Nilai Indeks Daya Penyebaran dan Nilai Indeks Daya Kepekaan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009 Untuk sektor-sektor pertanian, hanya sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang mempunyai nilai IDP (1,4221) dan IDK (1,2451) di atas rata-rata seluruh sektor ekonomi. Sektor tanaman bahan makanan, dengan nilai IDP kurang dari

16 78 satu (0,6952) atau di bawah rata-rata, mengindikasikan sektor ini kurang mampu dalam meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor hulunya. Namun mampu mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya, karena mempunyai nilai IDK di atas rata-rata yaitu sebesar 1,0676. Sedangkan sektor tanaman perkebunan (IDP 0,7755; IDK 0,8298), kehutanan(idp 0,7591; IDK 0,6411), dan perikanan(idp 0,9315; IDK 0,7872) adalah sektor-sektor sektor yang kurang mampu memacu pertumbuhan sektor-sektor hulu maupun hilirnya. Secara garis besar, sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Gianyar tahun 2009 dapat dikelompokkan berdasarkan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan, seperti ditunjukkan dalam Tabel 30. Tabel 30 Pengelompokan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009 Berdasarkan Nilai IDP dan IDK IDP > 1 IDP < 1 3. Peternakan dan Hasil-hasilnya 1. Tanaman Bahan Makanan 7. Industri Tanpa Migas 16. Bank 9. Bangunan IDK > Perdagangan Besar dan Eceran 12. Hotel 13. Angkutan Jalan Raya 15. Komunikasi 8. Listrik, gas dan air bersih 2. Tanaman Perkebunan 11. Restoran 4. Kehutanan IDK < Jasa Penunjang Angkutan 5. Perikanan 17. Jasa Penunjang Keuangan 6. Penggalian 19. Lembaga Keuangan tanpa Bank 18. Sewa Bangunan 20. Jasa Perusahaan 21. Pemerintahan Umum 22. Jasa Sosial Kemasyarakatan 23. Jasa Hiburan dan Rekreasi 24. Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Sumber : Hasil Analisis (2011) Empat Kuadran Pengelompokan sektor-sektor ekonomi berdasarkan nilai IDP dan IDK (Daryanto dan Hafizrianda 2010; Woroutami 2010) : Kuadran I adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di atas rata-rata

17 79 Kuadran II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di bawah rata-rata, tetapi IDK di atas rata-rata Kuadran III adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di atas rata-rata, tetapi IDK di bawah rata-rata Kuadran IV adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di bawah rata-rata Multiplier Effect Berdasarkan perlakuan terhadap sektor rumah tangga, multiplier atau angka pengganda dibagi menjadi dua jenis yaitu multiplier Tipe I dan multiplier Tipe II. Multiplier Tipe I dihitung berdasarkan inverse matriks Leontief atau matriks (I-A) -1, dimana sektor rumah tangga diperlakukan secara exogenous. Pada multiplier Tipe II sektor rumah tangga dimasukkan dalam matriks saling ketergantungan (endogeneous) atau disebut model tertutup (close model), sehingga multiplier Tipe II, tidak hanya menghitung dampak langsung dan tidak langsung, tetapi termasuk juga dampak dari induksi, yaitu dampak dari perubahan pola konsumsi rumah tangga akibat peningkatan pendapatan terhadap kinerja sistem perekonomian wilayah. Multiplier effect menyatakan kelipatan dampak secara langsung dan tidak langsung peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap total kegiatan ekonomi wilayah. Berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Gianyar tahun 2009, dilakukan analisis multiplier effect Type I, yang meliputi: output multiplier, total value added multiplier, dan income multiplier Output multiplier Nilai output multiplier seperti ditunjukkan pada Gambar 12, sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata, seperti: perdagangan besar dan eceran, restoran, industri tanpa migas, hotel, serta jasa hiburan dan rekreasi, masing-masing secara berurutan menduduki peringkat ke: 1, 4, 5, 9, dan 15. Sektor perdagangan besar dan eceran memiliki nilai output multiplier tertinggi (2,5560). Artinya, bila permintaan akhir sektor perdagangan besar dan eceran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak pada total output seluruh sektor

18 80 perekonomian wilayah Kabupaten Gianyar akan meningkat sebesar 2,5560 milyar rupiah. Pada sektor-sektor pertanian, hanya sektor peternakan dan hasil-hasilnya bisa mencapai sepuluh besar nilai output multiplier yaitu berada pada peringkat ke-2. Selanjutnya, sektor perikanan (peringkat ke-13), tanaman perkebunan (peringkat ke-21), kehutanan (peringkat ke-22), dan sektor tanaman bahan makanan berada pada posisi terakhir (peringkat ke-24) dengan nilai output multiplier sebesar 1,1535 setelah sektor penggalian. Untuk mampu meningkatkan posisi tawar, sektor-sektor pertanian harus mampu mengimbanginya dengan dilakukannya peningkatan kuantitas, mutu produksi dan tata kelola yang baik melalui peningkatan keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Gambar 12 Nilai Output multiplier Tipe I Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009

19 81 Tercapainya keterpaduan antar sektor perekonomian diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap pembentukan total output. Melalui skenario peningkatan final demand pada tabel Input-Output Kabupaten Gianyar tahun 2009 terhadap konsumsi rumah tangga sebesar 10%, meningkatkan total output sebesar 1,79% atau sebesar Rp ,91 juta. Lima besar sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi, adalah: peternakan dan hasil-hasilnya (4,11%); perikanan (3,81%); listrik, gas, dan air bersih (3,07%); tanaman bahan makanan (3,05%); dan sewa bangunan (2,94%). Skenario peningkatan final demand melalui belanja pemerintah sebesar 10%, mampu meningkatkan total output sebesar Rp ,95 juta (0,34%). Sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah pemerintahan umum (9,44%), selanjutnya sektor jasa perorangan dan rumah tangga (0,56%), jasa sosial kemasyarakatan (0,54%), hotel (0,41%), dan bangunan (0,19%). Skenario peningkatan final demand melalui pembentukan modal tetap bruto (investasi) sebesar 10%, meningkatkan total output sebesar Rp ,10 juta (0,74%). Lima besar sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi, adalah: bangunan (4,80%), penggalian (3,61%), kehutanan (1,84%), industri tanpa migas (1,38%), dan jasa penunjang keuangan (1,27%). Skenario peningkatan final demand melalui ekspor barang dan jasa sebesar 10%, mampu meningkatkan total output sebesar Rp ,26 juta (7,01%). Lima besar sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi, adalah: jasa hiburan dan rekreasi (9,99%), hotel (8,70%), angkutan jalan raya (8,13%), perdagangan besar dan eceran (8,09%), dan jasa perusahaan (7,86%). Skenario yang dilakukan menunjukkan, bahwa kenaikan ekspor memberikan peningkatan tertinggi terhadap pembentukan total output. Bila dicermati, tingginya kenaikan ekspor masih didominasi oleh sektor-sektor sekunder dan tersier, sedangkan sektor-sektor primer sebagai tumpuan perekonomian masyarakat, seperti pertanian dan industri kerajinan (industri tanpa migas) peningkatannya masih cukup rendah. Kondisi ini juga memberikan gambaran, bahwa kegiatan ekspor secara langsung oleh pihak produsen masih tergolong rendah. Kenaikan terhadap konsumsi rumah tangga (posisi kedua), memberikan pembentukan total output cukup besar pada sektor-sektor primer.

20 82 Kenaikan investasi pada posisi ketiga sebelum kenaikan konsumsi pemerintah. Kenaikan investasi yang dilakukan ternyata memberikan pengaruh cukup kecil terhadap pembentukan total output perekonomian di Kabupaten Gianyar Total value added multiplier Berdasarkan nilai total value added multiplier yang ditampilkan pada Gambar 13. Sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan industri pariwisata memiliki nilai dampak terhadap nilai tambah bruto (NTB) cukup bervariasi. Untuk sektor-sektor pertanian, secara umum masih relatif rendah memberikan dampak terhadap nilai tambah bruto (NTB). Sektor perdagangan besar dan eceran mencapai nilai tertinggi yaitu sebesar 8,2933, yang menunjukkan bahwa apabila permintaan akhir sektor ini meningkat 1 milyar rupiah, akan memberikan dampak pada peningkatan NTB sebesar 8,2933 milyar rupiah. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Gambar 13 Nilai Total value added multiplier Tipe I Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009

21 83 Sektor-sektor berikutnya yang termasuk sepuluh besar pemberi dampak terhadap NTB, yaitu sektor bangunan (2,8234) peringkat ke-2; peternakan dan hasil-hasilnya (2,5185) peringkat ke-3; industri tanpa migas (2,4595) peringkat ke-4; restoran (2,1543) peringkat ke-5; jasa penunjang keuangan (1,8000) peringkat ke-6; lembaga keuangan tanpa bank (1,8000) peringkat ke-7; listrik, gas dan air bersih (1,6277) peringkat ke-8; angkutan jalan raya (1,6261) peringkat ke- 9; jasa penunjang angkutan (1,6200) peringkat ke-10. Sebagai sektor pemberi dampak terkecil terhadap NTB adalah sektor tanaman bahan makanan (1,0935) berada pada peringkat ke Income multiplier Analisis terhadap income multiplier, seperti ditunjukkan pada Gambar 14, sektor perdagangan besar dan eceran yang paling tinggi memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 4,7240. Sebagai salah satu sektor yang bersentuhan langsung dengan pariwisata, sektor ini mampu memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 4,7240 milyar tiap kenaikan 1 milyar permintaan akhirnya. Sektor peternakan dan hasil-hasilnya menduduki posisi ke-2 dengan nilai dampak terhadap pendapatan mencapai 3,2512. Sektor angkutan jalan raya (2,8213) berada pada posisi ke-3, ini menunjukkan sektor angkutan memegang peranan penting dalam pergerakan perekonomian, yaitu melalui mobilisasi barang maupun orang dalam memperlancar proses produksi. Sektor listrik, gas dan air bersih; jasa penunjang keuangan; industri tanpa migas; bangunan; restoran; sewa bangunan; dan penggalian, masing-masing menduduki posisi ke-4 sampai ke-10 dalam sepuluh besar sektor pemberi dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan, di Kabupaten Gianyar telah mengupayakan menekan sektor penggalian. Namun fenomena yang terjadi, justru sektor ini memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga cukup besar (posisi ke- 10) dalam perekonomian di wilayah Kabupaten Gianyar. Ini menunjukkan sektor penggalian masih menjadi mata mencaharian yang menguntungkan bagi sebagian

22 84 masyarakat, karena untuk mendapatkannya tidak membutuhkan skill yang tinggi, cukup bermodalkan tenaga dan peralatan seadanya. Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil hasilnya Kehutanan Perikanan Penggalian Industri Tanpa Migas Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Besar dan Eceran Restoran Hotel Angkutan Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank Jasa Penunjang Keuangan Sewa Bangunan Lembaga Keuangan tanpa Bank Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa Hiburan dan Rekreasi Jasa Perorangan dan Rumah Tangga Gambar 14 Nilai Total Income multiplier Tipe I Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Gianyar Tahun 2009 Sektor-sektor lain yang bersentuhan dengan industri pariwisata dan sektorsektor pertanian, seperti: tanaman perkebunan (1,5732) di posisi ke-12, hotel (1,5639) pada posisi ke-13, perikanan (1,3838) di posisi ke-17, jasa hiburan dan rekreasi (1,3638) pada posisi ke-18, tanaman bahan makanan (1,2107) di posisi ke-21, serta kehutanan (1,0888) di posisi terakhir. Kenaikan permintaan akhir dari sektor-sektor tersebut masih menduduki posisi dibawah sepuluh besar pemberi dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Berdasarkan analisis I-O Kabupaten Gianyar tahun 2009, baik menyangkut keterkaitan antar sektor maupun multiplier, menunjukkan pariwisata adalah sektor yang cukup strategis, terutama sektor pedagang besar dan eceran.

23 85 Sektor ini adalah salah satu sektor penyangga perekonomian Kabupaten Gianyar karena dijadikan sebagai sumber-sumber pertumbuhan. Kondisi ini sangat memungkinkan, terutama dengan keberadaan art shop maupun perdagangan lainnya sebagai penunjang industri kepariwisataan. Sektor penyangga lainnya adalah: sektor pertanian, sektor industri pengolahan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa (BPS & Bappeda Kab. Gianyar 2010b). Dari sektor-sektor ini, jasa hiburan dan rekreasi sebagai bagian dari jasajasa dan terutama sektor pertanian pada komponen tanaman bahan makanan, memiliki dampak multiplier yang cukup rendah. Disamping itu nilai keterkaitannya juga rendah dan sektor yang berkaitan juga sedikit. Kebelakang sektor tanaman bahan makanan berkaitan dengan 14 sektor, yaitu: (7) industri tanpa migas, (1) tanaman bahan makanan, (13) angkutan jalan raya, (10) perdagangan besar dan eceran, (24) jasa perorangan dan rumah tangga, (3) peternakan dan hasil-hasilnya, (19) lembaga keuangan tanpa bank, (9) bangunan, (11) restoran, (22) jasa sosial kemasyarakatan, (14) jasa penunjang angkutan, (18) sewa bangunan, (16) bank, dan (4) kehutanan. Kedepan sektor tanaman bahan makanan berkaitan dengan 8 sektor, yaitu: (7) industri tanpa migas, (23) jasa hiburan dan rekreasi, (12) hotel, (11) restoran, (1) tanaman bahan makanan, (3) peternakan dan hasil-hasilnya, (22) jasa sosial kemasyarakatan, dan (5) perikanan. Sebagai sektor riil, pertanian telah terdesak oleh perkembangan sektorsektor lainnya, dimana salah satunya adalah akibat perkembangan sektor pariwisata. Faktor lain yang terjadi adalah menurunnya produktivitas pertanian akibat tingginya biaya produksi pertanian dibandingkan harga jualnya. Banyak para petani beralih pada usaha lain yang lebih menguntungkan dan karena adanya desakan ekonomi, memicu terjadi alih funsi lahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Gianyar. Semakin kuat keterkaitan antar sektor dan semakin banyak sektor-sektor yang terkait, maka akan berdampak pada meningkatnya perekonomian wilayah, baik menyangkut total output, nilai tambah, maupun pendapatan masyarakat.

24 Obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan di Kawasan Agropolitan Payangan Kecamatan Payangan sebagai pengembangan Kawasan Agropolitan, yang juga telah berkembang sebagai daerah tujuan wisata, memiliki obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan. Dari hasil pengamatan (observasi) yang dilakukan, terdapat beberapa obyek wisata potensial, antara lain: Desa Pakraman Pausan (di Desa Buahan Kaja); Nyepi Kasa (di Desa Buahan); Agrowisata (di Desa Kerta dan Desa Buahan Kaja); Sarkofagus (di Desa Bukian dan Desa Kerta); Pemandangan Alam dan Persawahan (di Desa Puhu, Desa Kelusa, Desa Bresela); Aci Keburan (di Desa Kelusa); Gua Alam (Taman Magenda), Alas/Hutan Tiyingan (di Desa Bukian); Sungai Ayung (di Desa Melinggih Kelod, Desa Melinggih). Aksesibilitas menuju obyek-obyek tersebut telah tersedia dan sebagian besar terletak dekat dengan jalan. Keberadaan obyek-obyek wisata di Kecamatan Payangan cukup beragam. Berdasarkan keunikan, kekhasan, dan pertimbangan dengan tokoh masyarakat setempat, ditentukan 6 (enam) obyek wisata yang berpotensi dikembangkan di Kecamatan Payangan antara lain : 1. Agrowisata Payangan Agrowisata Payangan dikembangkan di dua desa yaitu Desa Kerta dan Desa Buahan Kaja. Kedua desa ini merupakan penghujung Utara dari Kecamatan Payangan dengan wisata alamnya. Wisatawan bisa melintas ditengah-tengah persawahan melalui jalur tracking yang ada, di Desa Buahan Kaja ada dua buah trowongan air yang bisa dilintasi sebagai wisata tracking yaitu Terowongan Sidodadi Singoperang dan Dwi Eka Bhuwana (Pemkab Gianyar 2010). Didukung dengan berkembangnya model pertanian organik dan pertanian terintegrasi, yang menyajikan daya tarik tersendiri sebagai wisata edukatif. Daya tarik lainnya untuk Desa Kerta berupa hamparan perkebunan kopi, perkebunan jeruk, dan kawasan perkebunan bunga. Disini sudah sering dikunjungi sebagai media pengenalan alam terutama dari rombongan sekolah-sekolah. Dibalik pemandangan alam Desa Kerta yang masih alami, kawasan berhutan dan suasana kental bernuansa sosial budaya masyarakat pedesaan,

25 87 disajikan suatu atraksi yang menarik dan cukup menantang yang bisa dicoba yaitu atraksi out bond dan buggy/quad semacam kendaraan ATV (all-terrain vehicle). Kendaraan ini biasanya diberangkatkan dalam suatu grup untuk menjelajahi kawasan pertanian, perkebunan, dan melintasi perkampungan. Gambar 15 View Kawasan Perkebunan Bunga di Agrowisata Payangan 2. Sungai Ayung Sungai Ayung merupakan sungai bersejarah yang memiliki pemandangan alam yang memikat. Dharma (2007) mengemukakan, Sungai Ayung terbentuk dari pertemuan tiga anak sungai yang cukup besar yaitu Tukad Bangkung yang berhulu di daerah Plaga, Tukad Mengani yang berhulu di daerah Catur dan Tukad Siap yang berhulu di daerah Kintamani. Mengalir sepanjang kurang lebih 68,5 km diantara Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung serta bermuara di pantai Padang Galak (Sanur). Sebagai sungai terpanjang di Bali, Sungai Ayung banyak dimanfaatkan untuk keperluan irigasi dan sumber air bersih. Keindahan lembah Sungai Ayung dengan variasi alirannya menimbulkan daya tarik tersendiri dalam pengembangan wisata, dimana sungai ini telah lama menjadi tempat rafting terbaik dan terfavorit di Bali. Banyak operator rafting

26 88 yang berkembang sepanjang aliran Sungai Ayung, baik di Kabupaten Badung maupun di Kabupaten Gianyar. Pelaksanaan rafting di Kabupaten Gianyar, start point di lakukan di Desa Melinggih dan Desa Melinggih Kelod dan finish point di daerah Ubud. Gambar 16 Kegiatan Rafting di Sungai Ayung 3. Nyepi Kasa Perayaan Hari Raya Nyepi di Bali dilaksanakan oleh umat Hindu setiap satu tahun sekali. Perayaan ini jatuh pada penanggal pisan (tanggal satu) sasih kedasa (bulan ke-sepuluh dalam penanggalan Hindu) atau tepatnya sehari sesudah tilem kesanga sebagai hari pergantian tahun baru Caka. Tradisi yang cukup berbeda dilaksanakan di Desa Pakraman Buahan, yaitu adanya perayaan Nyepi Kasa. Perayaan Nyepi Kasa merupakan tradisi khas yang hanya dilaksanakan masyarakat di Desa Pakraman Buahan secara turun temurun. Pelaksanaan Nyepi Kasa hampir sama dengan pelaksanaan Nyepi Kesanga yang dilakukan masyarakat Bali pada umumnya. Sehari sebelum pelaksanaan Nyepi Kasa yaitu pada pelaksanaan tawur agung, menggunakan anak sapi sebagai hewan korban

27 89 dan pada malam harinya diadakan pawai ogoh-ogoh. Jadi masyarakat di Desa Pakraman Buahan dua kali melaksanakan Hari Raya Nyepi dalam setahun. Pada hari saat penyepian suasana menjadi sepi (nyepi) selama 24 jam dari pagi sampai pagi berikutnya, dimana masyarakat melakukan Catur Brata Penyepian yaitu : 1) Amati Geni, tidak menyalakan api; 2) Amati Karya, tidak bekerja; 3) Amati Lelungaan, tidak bepergian; dan 4) Amat Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan (Yayasan Bali Galang 2000). Suasana khas dan unik ini menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Gambar 17 Suasana Nyepi Kasa di Desa Pakraman Buahan 4. Aci Keburan Aci Keburan merupakan ritual unik dan khas yang dilaksanakan di Pura Hyang Api, di Desa Kelusa dengan jarak kurang lebih 100 meter sebelah Utara Kantor Desa Kelusa. Pelaksanaan ritual ini melalui adu ayam yang dilakukan secara massal untuk nawur sesangi (membayar kaul) atas permohonan kesembuhan dan keberhasilan dalam beternak. Tradisi ini dilaksanakan setiap enam bulan wuku (setiap 210 hari sekali), selama 42 hari yang dimulai pada Hari

28 90 Raya Kuningan Umat Hindu. Masyarakat yang memedek (hadir) untuk nawur sesangi hampir dari seluruh Bali (Supartha 1996). Gambar 18 Suasana Pura Hyang Api di Desa Kelusa Saat Tidak Ada Perayaan 5. Desa Pakraman Pausan Desa Pakraman Pausan merupakan salah satu banjar yang terletak paling Utara dari Desa Buahan Kaja yang memiliki kekhasan adat dan budaya yang berbeda dari masyarakat Bali pada umumnya. Struktur pemerintahan desa adatnya merupakan desa adat pegunungan (Bali Age) yang terbentuk sebelum kedatangan Majapahit (Reuter 2002). Dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan terdapat setruktur kepemimpinan yang disebut dengan Ulu Apad (tetua adat) dengan bidang tugasnya masing-masing, yang terdiri dari Jero Bayan (Kiwa dan Tengen), Jero Bau (Kiwa dan Tengen), Jero Bendesa Adat, Jero Singgukan dan Jero Malungan. Setiap sepuluh tahun sekali diadakan Upacara Nyelung di Pura Pucak Pausan, sebuah ritual persembahan segala macam hasil bumi yang dilaksanakan oleh semua krama subak di Buahan Kaja dan Buahan Kelod.

29 91 Gambar 19 Kegiatan Upacara Keagamaan di Pura Pucak Pausan 6. Sarkofagus Sarkofagus merupakan tempat penyimpanan jenasah yang umumnya terbuat dari batu dan merupakan peninggalan sejarah dari jaman megalitikum. Salah satu sarkofagus yang ada ditemukan di Desa Bukian, tepatnya di sebelah Selatan Kantor Desa Bukian. Gambar 20 Sarkofagus yang Ada di Desa Bukian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ini dibagi menjadi 7 bagian, yaitu: (1) struktur perekonomian, (2) identifikasi sektor unggulan dalam perspektif internal Kabupaten Bandung Barat (sector-based inward

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

POTENSI OBYEK WISATA DAN KETERPADUANNYA DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI

POTENSI OBYEK WISATA DAN KETERPADUANNYA DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI POTENSI OBYEK WISATA DAN KETERPADUANNYA DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN PAYANGAN, KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI The Tourism Potential and Its Integration in Area Development of Payangan Agropolitan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

DAMPAK SEKTOR PERTAMBANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN LUWU TIMUR

DAMPAK SEKTOR PERTAMBANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN LUWU TIMUR DAMPAK SEKTOR PERTAMBANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN LUWU TIMUR Wahyu Hidayat, Ernan Rustiadi, & Hariadi Kartodihardjo Institut Pertanian Bogor, Indonesia wahyuhidayat211@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun.

permintaan antara di Kota Bogor pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 4.49 triliun. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Tanaman Bahan Makanan Terhadap Perekonomian di Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU

VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 110 VI SEKTOR UNGGULAN DAN LEADING SECTOR DI KABUPATEN TTU 6.1. Sektor Unggulan Hasil analisis terhadap persepsi stakeholder menyatakan bahwa sektor pertanian menjadi prioritas pengembangan dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri yang besar di dunia dan salah satu sektor yang tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ABSTRAK Ida Bagus Surya Mahayana.NIM.1417151017. Perencanaan Jalur Sepeda Sebagai Tujuan Wisata Desa di Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Pembimbing I: Ir. Ida Ayu Mayun, M.P. Pembimbing II: Ir. Anak

Lebih terperinci

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) 10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha memberikan gambaran tentang nilai tambah yang dibentuk dalam suatu daerah sebagai akibat dari adanya

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian dari suatu perwujudan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan menciptakan kemandirian suatu daerah dalam mengurus rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2009

PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2009 No. 20/05/51/Th. III, 15 Mei PDRB/PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I Pertumbuhan ekonomi Bali yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan I dibanding triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat terutama masyarakat kecil dan masyarakat yang masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhannya

Lebih terperinci

Pengertian Produk Domestik Bruto

Pengertian Produk Domestik Bruto KONTRIBUSI KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO 1 Dodik Ridho Nurrochmat 2 Pengertian Produk Domestik Bruto Neraca pendapatan nasional (national income accounting) merupakan salah satu inovasi penting

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin banyaknya jumlah angkatan kerja yang siap kerja tidak mampu

I. PENDAHULUAN. semakin banyaknya jumlah angkatan kerja yang siap kerja tidak mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lapangan pekerjaan merupakan wahana yang sangat penting bagi para tenaga kerja untuk mengeksplorasi kemampuan diri dalam bidang tertentu. Fenomena semakin banyaknya jumlah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 No. 24/05/51/Th. V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011 Pada Triwulan I 2011, PDRB Bali tumbuh sebesar 0,75 persen dibanding Triwulan IV - 2010 (quarter to quarter/q-to-q). Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN

ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN ANALISIS KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PDRB KOTA MEDAN JASMAN SARIPUDDIN HASIBUAN Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara email : jasmansyaripuddin@yahoo.co.id ABSTRAK Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian dewasa ini masih sering dianggap sebagai penunjang sektor industri semata. Meskipun sesungguhnya sektoral pertanian bisa berkembang lebih dari hanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci