HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Ari Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran. Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Eritrosit ( 10 6 /mm 3 ) 1,24 ± 0,21 1,46 ± 0,42 Hematokrit (%) 38,00 ± 4,57 39,40 ± 5,00 Hemoglobin (g/dl) 13,33 ± 1,59 13,80 ± 1,90 MCV (fl) 311,43 ± 49,88 290,10 ± 135,70 MCH (pg) 109,37 ± 18,74 128,00 ± 30,70 MCHC (g/dl) 35,09 ± 1,22 37,50 ± 7,90 Leukosit ( 10 3 /mm 3 ) 6,53 ± 9,47 7,23 ± 5,24 Heterofil ( 10 3 /mm 3 ) 3,48 ± 4,97 3,19 ± 2,73 Limfosit ( 10 3 /mm 3 ) 2,96 ± 4,69 2,82 ± 2,65 Monosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,10 ± 0,19 0,42 ± 0,52 Eosinofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00 ± 0,00 0,01 ± 0,10 Basofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00 ± 0,00 0,09 ± 0,07 Trombosit ( 10 3 /mm 3 ) 3,11 ± 1,60 - LED (mm/jam) 3,94 ± 1,70 1,00 ± 0,00 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002). Hasil pemeriksaan total eritrosit menunjukkan nilai rataan 1,24±0, /mm 3. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 1,46±0, /mm 3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,85-1, /mm 3 dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 0,42-2, /mm 3 (Teare 2002). Hal ini menandakan tidak ada kelainan jumlah eritrosit. Kelainan jumlah eritrosit yang paling sering terjadi adalah penurunan
2 18 jumlah eritosit (anemia). Anemia pada reptil dapat disebabkan hemoragi, hemolisis, dan depresi. Anemia hemoragik dapat disebabkan oleh trauma, parasit penghisap darah, koagulopati, dan lesi ulseratif. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh septisemia, parasitemia, dan toksemia. Anemia depresi dapat disebabkan oleh agen infeksius, penyakit hati dan ginjal kronis, zat kimia, dan hipotiroidismus (Campbell 2006). Anemia pada reptil juga dapat disebabkan infeksi kronis dan malnutrisi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Kelainan jumlah eritrosit juga dapat berupa peningkatan (eritrositosis/polisitemia) yang dapat disebabkan dehidrasi, kontraksi limpa, hipertiroidismus, dan neoplasia (Stockham & Scott 2008). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan hematokrit adalah 38,00±4,57 %, nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 39,40±5,00 %. Kisaran nilai yang didapat dari seluruh komodo adalah 28,50-48,20 %, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 25,00-50,00 % (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 29,00-45,00 %, terdapat 1 ekor dengan nilai diatas kisaran yaitu 48,20 %. Komodo ini (nomor 8) diduga mengalami sedikit kekurangan cairan tubuh. Nilai hematokrit dapat menentukan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Nilai hematokrit yang tinggi dapat menandakan polisitemia atau dehidrasi sedangkan nilai yang rendah menandakan anemia atau overhidrasi (Rastogi 2007). Kadar hemoglobin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 13,33±1,59 g/dl.nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 13,80±1,90 g/dl. Kisaran nilai hemoglobin dari 16 ekor komodo adalah 11,70-16,20 g/dl, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 11,00-17,40 g/dl (Teare 2002). Dua ekor (nomor 1 dan 16) menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah dari kisaran yaitu sebesar 10,90 dan 10,10 g/dl. Penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 9,70-12,50 g/dl, hanya 5 ekor (nomor 1, 3, 7, 15, dan 16) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu antara 10,10-12,40 g/dl sedangkan 13 ekor lainnya menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu antara 12,60-16,20 g/dl. Hal ini menandakan kondisi kadar hemoglobin
3 19 yang cukup baik. Kelainan Hb yang mungkin terjadi adalah penurunan kadar Hb. Nilai Hb yang rendah dapat menandakan anemia (Rastogi 2007). Hasil pemeriksaan MCV menunjukkan nilai rataan 311,43±49,88 fl. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 290,00±135,70 fl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 233,12-443,53 fl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 134,10-952,40 fl (Teare 2002). Hal ini berarti tidak ada kelainan ukuran sel eritrosit. Kelainan nilai MCV dapat berupa penurunan ataupun peningkatan. Nilai MCV yang rendah menandakan ukuran eritrosit kecil (mikrositik), kelainan ini biasanya disebabkan defisiensi zat besi. Nilai MCV yang tinggi menandakan ukuran eritrosit besar (makrositik), kelainan ini dapat disebabkan defisiensi vitamin B12 atau asam folat (Rastogi 2007). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan MCH adalah 109,37±18,74 pg. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 128,00±30,70 pg. Sebanyak 14 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 98,6-158,8 pg, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 94,0-174,4 pg (Teare 2002). Empat ekor (nomor 6, 7, 8, dan 16) menunjukkan nilai lebih rendah dari kisaran yaitu antara 83,44-93,52 pg, namun penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Hal ini menandakan kondisi jumlah hemoglobin yang cukup baik pada setiap eritrosit. Nilai MCH sangat dipengaruhi kadar hemoglobin dan total eritrosit. Hasil pemeriksaan MCHC menunjukkan nilai rataan 35,09±1,22 g/dl. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 37,50±7,90 g/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 33,01-37,72 g/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 26,90-52,70 g/dl (Teare 2002). Hal ini menandakan kondisi konsentrasi Hb yang cukup baik dalam eritrosit. Kelainan yang sering terjadi adalah penurunan nilai MCHC. Nilai MCHC yang rendah menandakan eritrosit hipokromik (Rastogi 2007) yang biasanya disebabkan status nutrisi buruk (Reavill 2005). Total leukosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 6,53±9, /mm 3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 7,23±5, /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo
4 20 menunjukkan kisaran nilai antara 1,60-6, /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 1,00-24, /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 3,00-10, /mm 3, sebanyak 3 ekor (nomor 2, 7, dan 12) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 1,60-2, /mm 3. Nilai ini diduga normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia) ringan. Leukopenia dapat disebabkan stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 44, /mm 3, nilai ini jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) yang dipengaruhi oleh peningkatan heterofil (heterofilia) dan limfosit (limfositosis). Dengan demikian, komodo diduga kuat mengalami infeksi akut. Menurut Mitchell & Tully (2009), leukositosis dapat disebabkan infeksi akut, neoplasia, penyakit imun, trauma, dan gangguan endokrin. Rataan nilai dari hasil pemeriksaan jumlah heterofil adalah 3,48±4, /mm 3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,19±2, /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,25-4, /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,06-17, /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 0,70-5, /mm 3, sebanyak 1 ekor (nomor 3) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu 0, /mm 3. Namun nilai ini diduga normal atau mungkin komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah heterofil (heteropenia) ringan. Penyebab heteropenia cenderung sama dengan penyebab leukopenia antara lain stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 22, /mm 3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah heterofil (heterofilia) yang dapat disebabkan infeksi, peradangan, dan stres (Irizarry-Rovira 2010).
5 21 Hasil pemeriksaan jumlah limfosit menunjukkan nilai rataan 2,96±4, /mm 3. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,82±2, /mm 3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,42-5, /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,13-16, /mm 3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 1,10-6, /mm 3, sebanyak 4 ekor (nomor 7, 10, 12, dan 16) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 0,42-0, /mm 3. Namun, nilai ini masih dianggap normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah limfosit (limfopenia) ringan. Limfopenia dapat disebabkan peradangan akut, endotoksinemia, gangguan limfoid, atau obat imunosupresif (Stockham & Scott 2008). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 21, /mm 3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang dapat disebabkan adanya penyembuhan luka, infeksi virus, dan infestasi parasit tertentu (Irizarry-Rovira 2010). Jumlah monosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 0,01±0, /mm 3. Rataan jumlah monosit menurut Teare (2002) adalah 0,42±0, /mm 3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,00-0, /mm 3. Hanya 6 ekor dari keseluruhan komodo yang menunjukkan adanya monosit dengan kisaran antara 0,05-0, /mm 3, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 0,02-2, /mm 3 (Teare 2002). Namun, tidak ditemukannya monosit pada 12 ekor komodo lainnya dapat dikatakan normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah monosit menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah monosit adalah 0,00-1, /mm 3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah monosit (monositosis) yang dapat disebabkan infeksi akut maupun kronis, hemolisis, trauma, dan stres (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya eosinofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah eosinofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,01±0, /mm 3 dan 0,04-0, /mm 3. Selain itu, Gillespie et al. (2000)
6 22 juga melaporkan tidak ditemukan eosinofil dalam pemeriksaan darah komodo. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) yang biasanya disebabkan reaksi hipersensitifitas terhadap parasit (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya basofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah basofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,09±0, /mm 3 dan 0,01-0, /mm 3. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah basofil hanya 0,00-0, /mm 3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah basofil (basofilia) yang dapat disebabkan reaksi alergi dan infestasi parasit (Stockham & Scott 2008). Hasil pemeriksaan jumlah trombosit menunjukkan nilai rataaan 3,11±1, /mm 3. Nilai yang didapat dari seluruh komodo berkisar antara 1,00-6, /mm 3. Tidak ada nilai referensi yang didapat sebagai perbandingan untuk parameter ini sehingga nilai yang didapat dianggap normal. Kelainan yang mungkin terjadi pada trombosit adalah penurunan jumlah (trombositopenia). Trombositopenia pada dapat disebabkan penggunaan yang berlebih pada darah perifer, penurunan produksi (Campbell 2006), dan hemoragi (Redrobe dan MacDonald 1999), splenomegali, dan endotoksemia (Stockham & Scott 2008). Rataan nilai dari hasil pemeriksaan LED adalah 3,94±1,70 mm/jam dengan kisaran 2,00-8,00 mm/jam. Nilai LED dari seluruh komodo berada jauh diatas nilai normal LED menurut Teare (2002) yaitu 1,00 mm/jam. Namun nilai LED ini diduga normal karena tidak ada peningkatan jumlah sel darah yang sangat tinggi pada kebanyakan komodo. Peningkatan nilai LED dapat saja disebabkan infeksi akut maupun kronis atau kondisi rheumatoid (Rastogi 2007). Biokimia darah Hasil pemeriksaan biokimia darah disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 2). Hasil pemeriksaan biokimia darah individual (Tabel 6) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.
7 23 Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo Parameter Rataan±Simpangan Baku Rataan±Simpangan Baku Referensi* Total Protein (g/dl) 10,19 ± 3,39 8,10 ± 1,20 Albumin (g/dl) 2,51 ± 0,39 2,90 ± 0,60 Globulin (g/dl) 7,68 ± 3,07 5,10 ± 1,00 AST/SGOT (IU/L) 49,39 ± 20,71 16,00 ± 18,00 ALT/SGPT (IU/L) 45,39 ± 27,88 18,00 ± 14,00 Urea (mg/dl) 13,53 ± 5,88 3,00 ± 1,00 Kreatinin (mg/dl) 0,29 ± 0,11 0,30 ± 0,10 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002). Hasil pemeriksaan total protein menunjukkan nilai rataan 10,19±3,39 g/dl. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 8,10±1,20 g/dl. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 7,06-10,82 g/dl, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 5,30-11,40 g/dl (Teare 2002). Empat ekor (nomor 10, 12, 15, dan 17) menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 11,60-12,06, namun nilai ini masih dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti dan nilai parameter lainnya dari keempat komodo tersebut tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan peningkatan total protein yang jauh lebih tinggi diatas kisaran (hiperproteinemia) yaitu 22,05 g/dl. Hiperproteinemia pada reptil dapat disebabkan dehidrasi, hiperglobulinemia, atau hiperalbuminemia (Campbell 2006). Hiperproteinemia pada komodo ini dipengaruhi oleh peningkatan globulin (hiperglobulinemia). Nilai kadar albumin pada komodo ini normal sehingga penyebab hiperproteinemia diyakini tidak dipengaruhi oleh hiperalbuminemia. Selain itu, dapat juga terjadi hipoproteinemia yang disebabkan malnutrisi kronis, malabsorbsi, maldigesti, penyakit usus (enteropati), parasitisme, kehilangan darah berlebih, dan penyakit hati atau ginjal kronis (Campbell 2006). Total albumin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 2,51±0,39 g/dl. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,90±0,60 g/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 1,93-3,40 g/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,90-4,80 g/dl (Teare 2002). Kelainan jumlah albumin dapat berupa peningkatan (hiperalbuminemia) ataupun
8 24 penurunan (hipoalbuminemia). Hiperalbuminemia dapat disebabkan dehidrasi atau folikulogenesis pada reptil betina karena kebutuhan protein yang tinggi untuk pembentukan telur. Kadar total proteinnya akan kembali normal setelah ovulasi (Campbell 2006). Hipoalbuminemia dapat disebabkan penurunan sintesis, kehilangan darah, penyakit hati dan ginjal, malabsorbsi, dan maldigesti (Stockham & Scott 2008). Hasil pemeriksaan total globulin menunjukkan nilai rataan 7,68±3,07 g/dl. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 5,10±1,00 g/dl. Sebanyak 11 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 5,13-7,26 g/dl, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 3,40-7,40 g/dl (Teare 2002). Enam ekor menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 7,47-9,47 g/dl. Namun nilai ini dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai kadar globulin jauh diatas kisaran (hiperglobulinemia) yaitu 18,65 g/dl. Komodo ini adalah betina sehingga diduga hiperglobulinemia yang terjadi disebabkan aktifnya siklus reproduksinya. Menurut Campbell (2006), hiperglobulinemia pada reptil betina dapat disebabkan folikulogenesis karena peningkatan kebutuhan globulin untuk produksi kuning telur. Selain itu, hiperglobulinemia dapat juga disebabkan oleh peradangan kronis oleh agen infeksius. Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh parameter leukosit yang cenderung normal pada komodo ini. Rataan nilai dari hasil pemeriksaan AST adalah 49,39±20,71 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 16,00±18,00 IU/L. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 16,00-108,00 IU/L dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,00-112,00 IU/L (Teare 2002). Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 7,00-30,00 IU/L, hanya 1 ekor (nomor 14) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu 16,00 IU/L. Empat ekor (nomor 2, 10, 15, dan 16) menunjukkan nilai yang jauh diatas kisaran yaitu 55,00-76,00 IU/L. Hal ini kemungkinan besar disebabkan penyakit hati karena keempat komodo ini juga menunjukkan nilai ALT yang relatif tinggi. Dua ekor (nomor 8 dan 17) menunjukkan nilai 108,00 dan 75,00 IU/L dengan nilai ALT normal sehingga diduga komodo ini mengalami kerusakan otot. Menurut Campbell (2006), peningkatan AST dapat menandakan
9 25 penyakit hati atau otot. Selain itu kerusakan eritrosit juga dapat meningkatkan kadar AST (Rosenfeld & Dial 2010). Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh eritrosit yang cenderung normal dari seluruh parameter maupun komodo yang diperiksa. Nilai AST dari 11 ekor lainnya juga menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu 32,00-47,00, namun nilai ini diduga masih normal karena rataan yang didapat pada komodo yang diperiksa cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Hasil pemeriksaan ALT menunjukkan nilai rataan 45,39±27,88 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 18,00±14,00 IU/L. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 18,00-44,00 IU/L, nilai ini berada dalam kisaran normal 2,00-62,00 IU/L (Teare 2002). Lima ekor (nomor 2, 10, 15, 16, dan 18) menunjukkan nilai diatas dari kisaran yaitu 73,00-102,00 IU/L. Komodo ini diduga mengalami penyakit hati seperti yang telah dijelaskan di atas karena peningkatan ALT pada kelima komodo ini juga disertai nilai AST yang cenderung tinggi. Menurut Rosenfeld & Dial (2010), peningkatan nilai ALT dapat menandakan penyakit hati. Hasil pemeriksaan urea menunjukkan nilai rataan 13,53±5,88 mg/dl. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,00±1,00 mg/dl. Kisaran normal blood urea nitrogen (BUN) adalah 1,00-9,00 mg/dl (Teare 2002). Hanya sebanyak 4 ekor komodo (nomor 4, 5, 7, dan 8) menunjukkan nilai dalam kisaran normal 7,60-8,90 mg/dl. Sebanyak 13 ekor menunjukkan nilai lebih tinggi dari kisaran yaitu 9,40-18,70 mg/dl. Tingginya nilai urea ini kemungkinan besar karena pemeriksaan urea pada penelitian ini dilakukan pada serum sehingga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan BUN pada darah utuh. Oleh karena itu, nilai ini diduga masih normal. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai yang sangat tinggi dibandingkan rataan yaitu 32,80 mg/dl. Tingginya kadar urea (azotemia) pada komodo ini kemungkinan besar dipengaruhi tingginya kadar protein dan globulin (hiperproteinemia dan hiperglobulinemia). Kemungkinan lain adalah adanya dapat disebabkan penyakit ginjal, pakan tinggi protein (Campbell 2006), peningkatan metabolisme protein (Stockham & Scott 2008), dehidrasi, dan puasa (Reavill
10 ). Penurunan kadar urea juga dapat terjadi karena penyakit hati dan pakan rendah protein (Rosenfeld & Dial 2010). Kadar kreatinin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataaan 0,29±0,11 mg/dl. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 0,30±0,10 mg/dl. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,17-0,60 mg/dl dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 0,10-0,60 mg/dl (Teare 2002). Peningkatan kreatinin dapat terjadi saat dehidrasi (Reavill 2005). Sebagai inisiasi untuk data dasar komodo, data yang diperoleh dari penelitian ini ditentukan kisaran normalnya yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo Hematologi Biokimia Darah Eritrosit ( 10 6 /mm 3 ) 0,85-1,77 Total Protein (g/dl) 7,06-12,06 Hematokrit (%) 28,50-42,50 Albumin (g/dl) 1,93-3,40 Hemoglobin (g/dl) 10,10-16,20 Globulin (g/dl) 5,13-9,47 MCV (fl) 233,12-443,53 AST/SGOT (IU/L) 16,00-47,00 MCH (pg) 83,44-158,82 ALT/SGPT (IU/L) 18,00-44,00 MCHC (g/dl) 33,01-37,72 Urea (mg/dl) 7,60-18,70 Leukosit ( 10 3 /mm 3 ) 2,60-6,60 Kreatinin (mg/dl) 0,17-0,60 Heterofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,94-3,96 Limfosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,42-5,52 Monosit ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,50 Eosinofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,00 Basofil ( 10 3 /mm 3 ) 0,00-0,00 Trombosit ( 10 3 /mm 3 ) 1,00-6,00 LED (mm/jam) 2,00-8,00 Morfologi Sel Darah Pemeriksaan terhadap ulas darah dan hematologi reptil cukup sulit. Hal ini karena perbedaan morfologi sel darah reptil dengan mamalia maupun antar spesies reptil, kurangnya teknologi penghitungan sel otomatis yang baik untuk reptil, dan pemahaman yang masih kurang baik terhadap fisiologi darah dan hematologi reptil. Pemeriksaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik (Calle et al. 1994; Gillespie et al. 2000). Oleh karena itu, morfologi
11 27 sel-sel darah dari hasil penelitian ini ditampilkan pada Gambar Seluruh gambar yang ditampilkan difoto dari sediaan ulas darah komodo yang diwarnai Giemsa dan diamati dengan perbesaran mikroskop Gambar 5 Eritrosit Gambar 6 Heterofil Gambar 7 Limfosit kecil Gambar 8 Limfosit besar Gambar 9 Monosit Gambar 10 Trombosit
GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YENSEN
GAMBARAN DARAH KOMODO (Varanus komodoensis) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YENSEN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Naga komodo Varanus komodoensis (Anonim 2012).
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Komodo Naga komodo (bahasa Inggris : Komodo dragon) secara fisik tampak seperti hewan naga dalam berbagai mitologi bangsa seperti Cina dan Barat. Masih banyak nama lain yang dimiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Parasitemia Menurut Ndungu et al. (2005), tingkat parasitemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat ringan (mild reaction), tingkat sedang (severe reaction),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia adalah penurunan jumlah normal eritrosit, konsentrasi hemoglobin, atau hematokrit. Anemia merupakan kondisi yang sangat umum dan sering merupakan komplikasi dari
Lebih terperinciIndek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)
Indek (MCV, MCH, & MCHC) Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan
Lebih terperinciHEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung
16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,
Lebih terperinciINTERPRETASI HASIL LABORATORIUM DISTEMPER ANJING
PATOLOGI KLINIK VETERINER INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM DISTEMPER ANJING OLEH: Drh. Anak Agung Sagung Kendran, M.Kes. LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang digunakan secara luas pada praktek klinis sehari-hari. Rentang referensi hematologi yang sesuai sangatlah diperlukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciBAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI
1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. makhluk hidup. Sel eritrosit termasuk sel yang terbanyak di dalam tubuh manusia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sel-sel darah 1. Sel darah merah (eritrosit) Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang sangat penting untuk makhluk hidup. Sel eritrosit termasuk sel yang terbanyak di dalam
Lebih terperinciKompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya
SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui vena atau arteri yang mengangkat oksigen dan bahan makanan ke seluruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia 2.1.1 Pengertian Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O 2 ) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan organ khusus yang berbentuk cair yang berbeda dengan organ lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Identifikasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. dilakukan melalui pembuatan preparat ulas darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
Lebih terperinciSISTEM PEREDARAN DARAH
SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber
Lebih terperinciPemeriksaan hematologi (Darah Perifer Lengkap/DPL) Dr. Fatma C. Wijaya, Sp.PK Bagian Patologi Klinik FK-UR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru
Pemeriksaan hematologi (Darah Perifer Lengkap/DPL) Dr. Fatma C. Wijaya, Sp.PK Bagian Patologi Klinik FK-UR/RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru Pemeriksaan Hematologi Bahan pemeriksaan darah vena atau darah kapiler
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik adalah sindoma klinik karena penurunan fungsi ginjal menetap karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh populasi. 1 Wanita hamil merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN
RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 14 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 14. Kasus Penyakit di Klinik (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Penyakit Anemia hemolitik intravaskuler (keracunan
Lebih terperinciGDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :
Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk satu tahun. Pada tahun 2013, secara nasional terdapat kekurangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk dalam lingkup penelitian bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciLAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI
Lebih terperinciKelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik
Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik Amaylia Oehadian Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Kelainan darah pada lupus Komponen darah Kelainan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah
Lebih terperinciILMU PATOLOGI KLINIK. Dr. BURHANUDDIN NST, SpPK-KN,FISH
ILMU PATOLOGI KLINIK Dr. BURHANUDDIN NST, SpPK-KN,FISH ILMU PATOLOGI KLINIK Cabang ilmu kedokteran yang: 1. Memeriksa dan mempelajari contoh bahan yang berasal dari manusia : * Darah * Urine * Tinja *
Lebih terperinciPRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.
PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel
Lebih terperinciIlmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah
Lebih terperinciSISTEM PENENTU DERAJAT ETIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY BERBASIS WEB DAN SMS
SISTEM PENENTU DERAJAT ETIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIS MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY BERBASIS WEB DAN SMS Sri Kusumadewi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensio Plasenta 1. Definisi Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir 30 menit setelah bayi lahir pada manajemen aktif kala tiga. 1 2. Patologi Penyebab retensio plasenta
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,
B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini terus melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik, peningkatan taraf hidup setiap
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:
Lebih terperinciANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE
ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia maupun di indonesia. Menurut WHO pada tahun 2011 insiden kasus
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN
RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 3 Waktu : 50 menit Pokok Bahasan : 1. Evaluasi Eritrosit dan Interpretasinya (Lanjutan) Subpokok Bahasan : a. Fase fase proses pembentukan eritrosit.
Lebih terperinciCurriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan
Curriculum vitae Nama : AA G Sudewa Djelantik Tempat/tgl lahir : Karangasem/ 24 Juli 1944 Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jln Natuna 9 Denpasar Bali Istri : Dewi Indrawati Anak : AAAyu Dewindra Djelantik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing
3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Kucing kampung (Felis domestica) termasuk dalam ordo karnivora (pemakan daging). Fowler (1993) mengklasifikasikan kucing kampung (Felis domestica) sebagai berikut: kingdom
Lebih terperinciGAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU
GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada R. Suhartati, Yusrizal Alwi Email : rsuhartati@yahoo.com Prodi DIII Analis Kesehatan, STIKes Bakti Tunas Husada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
Lebih terperinciMakalah Sistem Hematologi
Makalah Sistem Hematologi TUGAS I untuk menyelesaikan tugas browsing informasi ilmiah Disusun Oleh: IBNU NAJIB NIM. G1C015004 PROGRAM DIPLOMA IV ANALISI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cacing Tambang Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar 30 50 % di perbagai daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa plasma
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian darah Dalam system sirkulasi darah merupakan bagian penting yaitu dalam transport oksigen. Darah terdiri dari bagian cair dan padat, bagian cair yaitu berupa
Lebih terperinciMata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Hematologi; Anemia
Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Medikal Bedah Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperinciLaporan Praktikum V Darah dan Peredaran
Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel darah merah atau eritrosit merupakan sel yang paling sederhana yang ada di dalam tubuh. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan merupakan sel terbanyak dalam darah.
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : kambing kacang, eritrosit, Denpasar Barat
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian pada 40 ekor kambing kacang betina. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sitologi sel darah abnormal pada kambing kacang yang berada di Rumah Potong Kambing
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diet paska bedah merupakan makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kegiatan penelitian dilakukan oleh
Lebih terperinciSistem Transportasi Manusia L/O/G/O
Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O Apersepsi 1. Pernahkan bagian tubuhmu terluka, misalnya karena terjatuh atau terkena bagian tajam seperti pisau dan paku? 2. Apakah bagian tubuh yang terluka tersebut
Lebih terperinciSTORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH
STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH Mata Kuliah : Pengembangan Media Pembelajaran Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah Sasaran : Pemahaman siswa akan materi sistem peredaran darah menjadi lebih baik. Kompetensi
Lebih terperinciBila sumsum tulang muzik merespon keradangan atau jangkitan, sebahagian besar sel leukosit PMN.
Leukositosis Leukositosis, ditakrifkan sebagai jumlah sel darah putih lebih besar dari 11.000 pada MM3 (11 X 109 pada L), sering dijumpai dalam proses ujian makmal rutin. Sebuah jumlah sel darah putih
Lebih terperinciApa itu Darah? Plasma Vs. serum
Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Plasma darah, merupakan bagian yang cair dan bagian korpuskuli yakni
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Pengertian Darah Darah merupakan bagian penting dari system transport. Darah merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu: Plasma
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin tingginya tingkat pendidikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di era globalisasi menuntut penyedia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
11 Adaptasi (kelompok AP,AIS,AIP) H H + 2 H - 14 Pengambilan darah simpan (kelompok AP) pre post Perdarahan 30% via splenektomi + autotransfusi (kelompok AP,AIS,AIP) H + 7 Panen (kelompok AP,AIS,AIP) Gambar
Lebih terperincidr. Agustyas Tjiptaningrum, SpPK
dr. Agustyas Tjiptaningrum, SpPK TUJUAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium pada infeksi bertujuan: 1. Menegakkan diagnosis penyakit 2. Dasar pengobatan penyakit 3. Pemantauan perjalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dan cairan tubuh lain. Disamping itu pemeriksaan laboratorium juga berperan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fungsi pemeriksaan laboratorium adalah menganalisis secara kuantitatif atau kualitatif beberapa bahan, seperti darah, sumsum tulang, serum, tinja, air kemih
Lebih terperinciGAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI
GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN GITA WIDARTI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerbau Lumpur Kerbau domestik di Asia memiliki nama ilmiah Bubalus bubalis. Menurut Roth (2004) susunan taksonomi kerbau domestik adalah kerajaan animalia, filum chordata, kelas
Lebih terperinciRuswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes
ABSTRAK GAMBARAN LABORA TORIUM ANEMIA DEFISIENSI NUTRISI (STUDI PUST AKA) Ruswantriani, 2005. Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes Anemia merupakan masalah kesehatan dunia dan cenderung meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang bervariasi menurut
Lebih terperinciPEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol
30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam
Lebih terperinciAnemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya
Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat
Lebih terperinci