MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH"

Transkripsi

1 MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul model SEIRS-LSEI pada penyakit chikungunya adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2012 Suaedah NRP G

3 ABSTRACT SUAEDAH. On the SEIRS-LSEI Model of Chikungunya. Under supervision of TONI BAKHTIAR and ALI KUSNANTO. Chikungunya is a disease caused by the chikungunya virus. It is spread to human through the bites of Aedes aegypti and Aedes albopictus mosquitoes. A SEIRS-LSEI model is proposed to formulate the dynamic of chikungunya disease from mosquito to human. SEIRS-LSEI model of chikungunya has four equilibrium points, i.e. two disease free and two endemic points. The stability of those points are determined according to the eigen values of Jacobi matrix. The existence of the disease are controlled by the basic reproduction number. If the number is less than one, then the disease can be removed from the population. On the other hand, if the number is greater than one, then the disease remains in the population. In this thesis, the dynamical analysis of interaction between human and mosquito is given by some illustrative examples. We consider two policies in controlling mosquito population, i.e. spraying and using antimosquito lotion. Mosquito spraying will increase the parameter of mosquito mortality, while spraying antimosquito lotion will decrease the parameter of average daily biting. The dynamics of the disease is mainly determined by the intensity of interaction of human susceptible with infected mosquito. Simulation results confirm that, if the rate of mosquito mortality increases by spraying, then the population of infected human decreases, such that the population of suscepted human increases. The same situation happens when the average daily biting of infected mosquito decreases by lotion usage. Keywords: Chikungunya, SEIRS-LSEI Model, human-mosquito interaction, basic reproduction number.

4 RINGKASAN SUAEDAH. Model SEIRS-LSEI pada Penyakit Chikungunya. Di bawah bimbingan TONI BAKHTIAR dan ALI KUSNANTO. Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (Pialoux et al., 2007). Model matematika penyebaran penyakit chikungunya yang diperkenalkan oleh Dumont et al., 2008, dengan mengklasifikasikan menjadi dua populasi yaitu populasi manusia berbentuk SEIR (Susceptible-Exposed-Infected-Resistant) dan populasi nyamuk berbentuk LSEI (Larvae-Susceptible-Exposed-Infected). Dalam tulisan ini dikembangkan model SEIR (Dumont et al., 2008) pada penyakit chikungunya dengan menambahkan asumsi bahwa individu yang mempunyai kekebalan tubuh setelah terserang penyakit menjadi rentan kembali walaupun peluangnya sangat kecil, sehingga model ini disebut model SEIRS (Susceptible-Exposed-Infected-Resistant- Susceptible). Tujuan utama dalam penulisan ini adalah (1) Mengkonstruksi model penyebaran penyakit chikungunya model SEIRS-LSEI, (2) Melakukan analisis kestabilan model penyebaran penyakit chikungunya, (3) Melakukan simulasi numerik terhadap model SEIRS untuk melihat pengaruh perubahan nilai parameter, yakni laju kematian nyamuk dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi terhadap dinamika populasi manusia rentan per hari. Dari model SEIRS-LSEI pada penyakit chikungunya yang dilakukan secara simultan maka didapat 4 (empat) titik tetap yaitu: dua titik tetap tanpa penyakit dan dua titik tetap endemik di mana kestabilannya dipengaruhi oleh nilai eigen dan bilangan reproduksi dasar (R 0 ). Jika R 0 1, maka penyakit chikungunya akan menghilang dari populasi dan jika R 0 1, maka penyakit chikungunya akan menetap di dalam populasi. Simulasi yang dilakukan yaitu melalui penyemprotan dan penggunaan obat anti nyamuk, dengan mengubah-ubah laju kematian nyamuk (µ m) dan rata-rata gigitan nyamuk (B). Dari hasil kajian analitik dan simulasi numerik dapat disimpulkan, bahwa titik tetap tanpa penyakit berada dalam kestabilan ketika bilangan reproduksi dasar kurang dari satu dan titik tetap endemik berada dalam kestabilan ketika bilangan reproduksi dasar lebih dari satu. Dinamika populasi ketika bilangan reproduksi dasar kurang dari satu lebih cepat menuju kestabilan dibandingkan ketika bilangan reproduksi dasar lebih besar dari satu. Semakin kecil bilangan reproduksi dasar maka populasi semakin cepat menuju kestabilan.

5 Pada populasi manusia, jika laju kematian nyamuk naik, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin bertambah sedangkan subpopulasi lainnya semakin berkurang. Artinya, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah manusia rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin sedikit. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan subpopulasi lainnya semakin bertambah. Artinya, semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah manusia rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin banyak. Pada populasi nyamuk, jika laju kematian nyamuk naik, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan subpopulasi lainnya semakin berkurang. Artinya, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin sedikit. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin berkurang sedangkan subpopulasi lainnya semakin bertambah. Artinya, semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin banyak. Kata kunci: Chikungunya, model SEIRS-LSEI, bilangan reproduksi, interaksi populasi manusia dengan populasi nyamuk.

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.

7 MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hadi Sumarno, M.S.

9 Judul Tesis : Model SEIRS pada Penyakit Chikungunya Nama : Suaedah NIM : G Program Studi : Matematika Terapan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ketua Drs. Ali Kusnanto, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Stuti Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 7 Juli 2012 Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat dilaksanakan dan diselesaikan dengan baik. Penelitian ini diberi judul Model SEIRS-LSEI pada Penyakit Chikungunya. Karya ilmiah ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dorongan, bantuan dan kritikan membangun dari berbagai pihak. Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku pembimbing serta Dr. Ir. Hadi Sumarno, M.S. selaku penguji yang banyak memberikan saran. Demikian pula, penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, suami dan anakku, serta rekan-rekan seperjuangan di S2 angkatan 2009, Keluarga besar MTsN Kandanghaur, Indramayu serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terima kasih, dan semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan serta kemanfaatan atas keberhasilan ini. Amien. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi pada bidang matematika dan bidang-bidang lainnya. Bogor, Juli 2012 Suaedah

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 07 Maret 1972 dari Bapak Sokhibi dan Ibu Daerih. Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara. Tahun 1991 penulis lulus dari SMAN Kandanghaur Indramayu. Pada Tahun 1997 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Cirebon, mengambil program studi Matematika dan lulus pada tahun Tahun 2005 mendapat SK CPNS sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Kandanghaur, Indramayu. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Program Magister pada Program Studi Matematika Terapan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementerian Agama Republik Indonesia.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii xiii I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II LANDASAN TEORI Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) Sistem Persamaan Diferensial Taklinear (SPDTL) Sistem Persamaan Diferensial Mandiri Titik Tetap Titik Tetap Stabil Titik Tetap Takstabil Pelinearan Nilai Eigen dan Vektor Eigen Analisis Kestabilan Titik Tetap Bilangan Reproduksi Dasar... 6 III MODEL PENYEBARAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA Model SEIRS Kerangka Analisis IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Titik Tetap Analisis Kestabilan Titik Tetap Kestabilan Titik Tetap T Kestabilan Titik Tetap T V SIMULASI Parameter Yang Ditetapkan Simulasi Analisis Kestabilan Populasi untuk kondisi R

13 Populasi manusia Populasi nyamuk Populasi untuk kondisi R Populasi manusia Populasi nyamuk 30 VI SIMPULAN DAN SARAN 34 DAFTAR PUSTAKA 36

14 DAFTAR GAMBAR 1 Model kompartemen penyakit chikungunya 8 2 Bagan kerangka analisis Dinamika populasi manusia rentan terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terekspos terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terinfeksi terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia sembuh terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi nyamuk berupa larva terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi nyamuk rentan terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi nyamuk terekspos terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terinfeksi terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia rentan terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terekspos terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terinfeksi terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia sembuh terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi nyamuk berupa larva terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi nyamuk rentan terhadap waktu t untuk kondisi R Dinamika populasi manusia terekspos terhadap waktu t untuk kondisi

15 R Dinamika populasi nyamuk terinfeksi terhadap waktu t untuk kondisi R DAFTAR TABEL 1 Kondisi kestabilan titik tetap Parameter model.. 21

16 DAFTAR LAMPIRAN 1 Menentukan titik tetap 37 2 Penentuan bilangan reproduksi dasar Bukti Teorema Membuat program simulasi untuk kondisi R Membuat program simulasi untuk kondisi R

17

18 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya yang disebarkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (Pialouk et al., 2007). Nyamuk yang menggigit manusia penderita chikungunya akan terinfeksi oleh virus chikungunya dan setelah sekitar seminggu, nyamuk tersebut dapat menularkan virus pada manusia lain yang sehat. Kondisi iklim dari satu tempat ke tempat lain bisa berubah cepat. Ini merupakan fakta penting karena hidup nyamuk ini sangat terkait dengan suhu dan kelembaban (Dumont et al., 2008). Pada musim hujan, tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi, mulai terisi oleh air. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat-tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan yang dapat digunakan sebagai tempat perkembangan nyamuk ini. Karena itu, pada musim penghujan populasi nyamuk Aedes aegypti meningkat, sehingga bertambahnya populasi nyamuk menyebabkan faktor peningkatan penyakit chikungunya jika dalam daerah tersebut ada penderitanya. Gejala chikungunya muncul antara 2 sampai 4 hari setelah gigitan dan ditandai oleh demam tinggi, sakit kepala, dan arthritis pada beberapa sendi (seperti pergelangan kaki dan pergelangan tangan). Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai sepuluh hari. Virus ini bersifat self limiting disease, yaitu hilang dengan sendirinya. Namun, rasa nyeri masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tidak ada vaksin maupun obat, penderita biasanya cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit. Yang penting penderita cukup istirahat, minum, dan makan makanan bergizi (Pialouk et al., 2007). Satusatunya cara mencegah penularan penyakit ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan cara memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue, yaitu dengan cara menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga, dan sebagainya (Chandra, 2006). Dalam penelitian ini akan dibahas sebuah model matematika penyebaran penyakit chikungunya yang diperkenalkan oleh Dumont et al., Model ini

19 2 merupakan modifikasi dari Model SEIR. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan asumsi bahwa individu yang memunyai kekebalan tubuh setelah terserang penyakit dapat menjadi rentan kembali walaupun peluangnya sangat kecil (Labadie et al., 2010), sehingga model ini disebut model SEIRS (Susceptible- Exposed-Infected-Resistant-Susceptible). Selanjutnya, dilakukan analisis kestabilan dan simulasi numerik pada model-model tersebut. Perhitungan dalam analisis kestabilan dan simulasi numerik dilakukan dengan pemrograman berbasis fungsional. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkonstruksi model penyebaran penyakit chikungunya pada model SEIRS-LSEI, 2. Melakukan analisis kestabilan model penyebaran penyakit Chikungunya, 3. Melakukan simulasi numerik untuk melihat seberapa besar pengaruh parameter tertentu yaitu laju kematian nyamuk, dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi pada manusia rentan per hari.

20 3 II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial) Sistem persamaan diferensial (SPD) adalah suatu persamaan yang dinyatakan sebagai: (1) dengan, dan Jika taklinear terhadap sistem (1) disebut SPD taklinear dan jika linear maka SPD (1) disebut linear. (Braun, 1983) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Linear Orde Satu) SPD linear dapat dinyatakan sebagai: (2) dengan adalah matriks koefisien konstan berukuran dan adalah vektor konstan. Sistem tersebut dinamakan SPD linear orde satu dengan kondisi awal. Jika, maka sistem dikatakan homogen dan jika, maka sistem dikatakan takhomogen. (Tu, 1994)

21 4 Definisi 3 (Sistem Persamaan Diferensial Mandiri) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: (3) dengan merupakan fungsi kontinu bernilai real dari dan memunyai turunan parsial kontinu. Sistem (3) disebut sistem persamaan diferensial mandiri (autonomous) karena tidak memuat t secara eksplisit didalamnya. (Tu, 1994) 2.2 Titik Tetap Definisi 4 (Titik Tetap) Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial mandiri (3). Titik disebut titik tetap atau titik kritis atau titik kesetimbangan jika. (Tu, 1994) Definisi 5 (Titik Tetap Stabil) Misalkan adalah titik tetap sebuah SPD dan x(t) adalah solusi yang memenuhi kondisi awal x(0) = dengan. Titik dikatakan titik tetap stabil jika untuk sembarang terdapat r sedemikian sehingga jika posisi awal memenuhi maka solusi x(t) memenuhi, untuk t. Definisi 6 (Titik Tetap Takstabil) (Verhulst, 1990) Misalkan dan x(t) adalah sebuah solusi SPD dengan nilai awal x(0) = dengan Titik dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat > 0 dan untuk sebarang r > 0 terdapat nilai awal yang memenuhi sehingga solusi x(t) memenuhi, untuk t > 0. (Verhulst, 1990)

22 5 Untuk menganalisis kestabilan titik tetap dari suatu SPD taklinear dapat dilakukan dengan pelinearan pada sistem persamaan diferensialnya. 2.3 Pelinearan Analisis kestabilan sistem persamaan diferensial taklinear dapat dilakukan melalui analisis sistem linear padanannya. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial taklinear sebagai berikut:. (4) Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap, maka sistem persamaan (4) dapat ditulis: (5) dengan adalah matriks Jacobi, yaitu A, (6) dan adalah suku berorde tinggi yang bersifat. Selanjutnya, pada persamaan (5) disebut pelinearan dari sistem persamaan diferensial taklinear pada persamaan (4) dan ditulis dalam bentuk (Tu, 1994). 2.4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen berikut: Diberikan matriks koefisien konstan, berukuran n n, dan SPD homogen (7) Suatu vektor taknol x dalam ruang disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar λ berlaku:

23 6 Nilai skalar λ dinamakan nilai eigen dari. Untuk mencari nilai λ dari matriks, maka persamaan (8) dapat ditulis kembali sebagai berikut: (9) dengan I matriks identitas. Persamaan (9) memunyai solusi taknol jika dan hanya jika Persamaan (10) disebut persamaan karakteristik dari matriks. Analisis Kestabilan Titik Tetap (Anton, 1997) Kestabilan titik tetap dari sistem eigen matriks A sebagai berikut: ditentukan berdasarkan tanda nilai 1. Sistem adalah stabil jika dan hanya jika setiap nilai eigen adalah bernilai negatif. 2. Sistem adalah takstabil jika dan hanya jika minimal satu nilai eigen dari bernilai taknegatif. (Borrelli dan Coleman 1998) 2.5 Bilangan Reproduksi Dasar Bilangan reproduksi dasar, dinotasikan dengan R0 ialah nilai harapan terjadinya infeksi per satuan waktu. Infeksi ini terjadi pada suatu populasi yang seluruhnya rentan yang dihasilkan oleh satu jenis individu yang sudah terinfeksi. Kondisi yang akan timbul adalah: 1 Jika R 0 1, penyakit chikungunya akan hilang dari populasi. 2 Jika R 0 1, penyakit chikungunya akan menetap di dalam populasi. R 0 dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode yang dikenalkan oleh Watmough (2008) dan van den Driessche dan Watmough (2005) yaitu mengkonstruksi suatu matriks yang berasal dari subpopulasi-subpopulasi

24 7 yang menyebabkan infeksi saja. Matriks tersebut dinamakan dengan the next generation matrix. Nilai eigen taknegatif dengan modulus terbesar matriks ini yang nantinya digunakan sebagai nilai R 0.

25 8 III MODEL PENYEBARAN PENYAKIT CHIKUNGUNYA 3.1 Model SEIRS-LSEI Model SEIR (Susceptible-Eexposed-Infected-Resistant) pada penyakit chikungunya dikenalkan oleh Dumont et al., (2008) dengan mengklasifikasikan total populasi manusia sebagai host ke dalam empat kelas, yaitu manusia yang rentan (susceptible), manusia yang terekspos (exposed), manusia yang terinfeksi (infected), dan manusia yang sembuh (resistant). Manusia yang rentan adalah manusia yang tidak terkena infeksi dan bukan imun. Manusia yang terekspos adalah manusia yang telah diinfeksi oleh virus ketika masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia sedang berlangsung. Manusia yang terinfeksi adalah manusia yang tertular virus chikungunya dan dapat menularkan virus tersebut kepada individu lain dengan perantara nyamuk. Manusia sembuh adalah manusia yang telah sembuh dari penyakit chikungunya. Dapat juga ditulis: Sedangkan total populasi nyamuk sebagai vektor dibagi menjadi empat kelas, yaitu larva (larvae), nyamuk yang rentan (susceptible), nyamuk yang terekspos (exposed), dan nyamuk yang terinfeksi (infected). Larva adalah jentik-jentik nyamuk atau anak nyamuk yang baru lahir. Nyamuk yang rentan adalah nyamuk yang belum tertular virus. Nyamuk yang terekspos adalah nyamuk yang diinfeksi oleh virus ketika masa inkubasi ekstrinsik dalam tubuh nyamuk sedang berlangsung. Sedangkan nyamuk yang terinfeksi adalah nyamuk yang tertular virus dan dapat menularkan virus tersebut kepada individu lain. Dapat juga ditulis: +

26 9 µ 0 N h Susceptible S h Larvae L m µ h B mh η L µ L Exposed E h Susceptible S m µ b µ h v h C hm µ m Infected I h Exposed E m µ b µ h η h η m µ m Resistant R h Infected I m µ b µ h µ m Manusia Nyamuk Gambar 1 Model kompartemen penyakit chikungunya. Model SEIR ini selanjutnya dimodifikasi dengan menambahkan asumsi bahwa individu yang mempunyai kekebalan tubuh setelah terserang penyakit menjadi rentan kembali walaupun peluangnya sangat kecil (Labadie et al., 2010), sehingga model ini disebut model SEIRS (Susceptible-Exposed-Infected-Resistant- Susceptible). Secara skematis, pola penyebaran penyakit chikungunya dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Model SEIRS pada Gambar 1 menjelaskan laju perpindahan individu antara kelas S, E, I, R dan S. Diasumsikan bahwa laju kelahiran (µ 0 ) dan laju kematian (µ h ) di setiap kelas adalah sama, yaitu µ 0 = µ h. Model penyebaran virus chikungunya sebelumnya menggunakan asumsi semua telur nyamuk sehat. Individu lahir di kelas rentan (S h ) dengan laju kelahiran sebesar µ 0. Manusia yang berada di kelas rentan akan mati dengan laju kematian sebesar µ h, atau masuk ke kelas terekspos (E h ) karena terjangkit penyakit dengan laju penularan sebesar β mh Jadi β mh merupakan tingkat interaksi antara nyamuk yang terinfeksi dengan manusia yang rentan sehingga menjadi manusia yang terekspos artinya tidak ada kontak

27 10 langsung dari kelas rentan (S h ) ke kelas terekspos (E h ). Selanjutnya manusia yang berada di kelas terekspos akan mati dengan laju kematian sebesar µ h, atau masuk ke kelas terinfeksi (I h ) dengan laju perubahan sebesar ν h. Selanjutnya manusia yang berada di kelas terinfeksi akan mati dengan laju kematian sebesar µ h, atau sembuh dengan laju penyembuhan sebesar η h sehingga dimasukkan ke kelas sembuh (R h ). Kemudian manusia di kelas sembuh akan mati dengan laju kematian sebesar µ h, atau menjadi rentan kembali karena sistem kekebalan tubuh dapat hilang sehingga kembali masuk ke kelas rentan dengan laju hilangnya kekebalan sebesar θ. Dari penjelasan di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan-persamaan berikut: Persamaan untuk populasi manusia (1) (2) (3) (4) dengan adalah total populasi manusia, B adalah rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi pada manusia terekspos (per hari), adalah peluang transmisi dari nyamuk yang terinfeksi ke manusia (per gigitan), adalah laju kematian manusia secara alami (per hari), adalah rata-rata rentang hidup manusia, adalah rata-rata periode viremic di mana seekor nyamuk rentan saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia maka nyamuk rentan

28 11 tersebut akan tertular (per hari), adalah periode inkubasi intrinsik (proses masuknya virus dalam tubuh manusia) per hari, adalah laju hilangnya kekebalan tubuh, adalah merupakan laju terjadinya interaksi antara nyamuk yang terinfeksi dengan manusia rentan, adalah laju kelahiran manusia secara alami (per hari), dengan µ 0 = µ h. Model LSEI pada Gambar 1 menjelaskan laju perpindahan nyamuk antara kelas L, S, E, dan I. Nyamuk berupa larva ( mati dengan laju kematian sebesar atau tumbuh menjadi nyamuk dewasa dengan laju sebesar Nyamuk dewasa di kelas SEI di asumsikan dapat menghasilkan larva dengan laju mati dengan laju, atau terjangkit penyakit dengan laju penularan sebesar Jadi atau merupakan tingkat interaksi antara manusia yang terinfeksi dengan nyamuk yang rentan, artinya nyamuk yang rentan menjadi terekspos karena pengaruh gigitan dari manusia yang terinfeksi dalam arti tidak ada kontak langsung antara kelas nyamuk yang rentan ( ) dan kelas terekspos ( ). Nyamuk yang baru lahir digolongkan ke kelas terekspos ( ) dengan laju kelahiran sebesar, selanjutnya laju perubahan dari nyamuk yang terekspos menjadi terinfeksi sebesar. Nyamuk di kelas terinfeksi ( ) akan mati dengan laju kematian sebesar. Keadaan populasi nyamuk mengalami perubahan karena asumsi sebagian telur nyamuk terinfeksi. Jumlah nyamuk yang rentan ( ) akan meningkat karena bertambahnya kelahiran nyamuk sehat dan akan berkurang karena gigitan nyamuk kepada populasi manusia terinfeksi serta karena kematian alami. Populasi nyamuk yang terkena infeksi ( ) akan meningkat karena kelahiran nyamuk terinfeksi, gigitan nyamuk kepada populasi manusia terinfeksi dan berkurang karena kematian alami. Perubahan musim membuat perubahan suhu, sehingga pola musiman mempengaruhi di dalam penyebaran penyakit chikungunya. Variasi di dalam masa inkubasi ekstrinsik disebabkan oleh perubaha-perubahan suhu, semakin rendah suhu masa inkubasi semakin lama. Garis yang menghubungkan model SEIRS dan LSEI pada gambar menjelaskan bahwa hubungan efektif (langsung atau tidak langsung) antara nyamuk

29 12 yang terinfeksi dengan manusia yang terekspos adalah awal penyebaran penyakit chikungunya dari dunia nyamuk ke dunia manusia. Dari penjelasan di atas dapat dituliskan dalam bentuk persamaan-persamaan berikut: Persamaan untuk populasi nyamuk dengan kondisi dan + = di mana N m C adalah total populasi nyamuk (ekor), adalah rata-rata gigitan individu nyamuk pada manusia (per hari), adalah peluang transmisi dari manusia yang terinfeksi ke nyamuk (per gigitan), adalah laju kelahiran nyamuk secara alami (per hari), adalah laju kematian tahap larva (per hari), adalah rata-rata rentang hidup nyamuk dewasa, adalah laju kematian alami larva (per hari), adalah tingkat transisi (pematangan) dari larva menjadi dewasa (per hari), adalah masa inkubasi ekstrinsik (proses masuknya virus ketubuh nyamuk) per hari, adalah kapasitas maksimal larva yang hidup, C adalah merupakan laju terjadinya interaksi antara manusia yang terinfeksi dengan nyamuk yang rentan.

30 13 Jika faktor lingkungan (musim) dipertimbangkan maka dapat dilakukan penyesuaian terhadap total populasi nyamuk dan laju kelahiran nyamuk. Misalnya dengan menjadikan kedua parameter tersebut sebagai fungsi dari waktu, yaitu dan Nilai parameter-parameter yang lain pun dapat disesuaikan dengan lokasi di mana model akan diterapkan. Model ini menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1 Total populasi adalah konstan, 2 manusia dan nyamuk diasumsikan lahir rentan, 3 nyamuk tidak pernah sembuh setelah terinfeksi virus, 4 larva diasumsikan sehat. Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan model penularan penyakit chikungunya yang menghasilkan beberapa titik tetap. Analisis titik tetap tersebut nantinya akan dihasilkan syarat kestabilan untuk masing-masing titik tetap. 3.2 Kerangka Analisis Adapun kerangka analisis yang akan dikaji dan diterapkan pada model adalah sebagai berikut: 1 Menentukan titik tetap dari persamaan (1) (8), 2 melakukan pelinearan di sekitar titik tetap terhadap model taklinear (1)-(8), 3 menentukan nilai eigen, 4 menentukan bilangan reproduksi dasar (R 0 ), 5 menganalisis kestabilan dengan simulasi. Secara skematis, kerangka analisis dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.

31 14 Model SEIRS-LSEI Menentukan titik tetap Subpopulasi terinfeksi Model terlinearkan The next generation matrix Nilai Eigen Menentukan bilangan reproduksi Kestabilan Gambar 2 Bagan kerangka analisis.

32 15 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Dalam menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu sering digunakan analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial. Untuk sistem persamaan (1) (8), titik tetap diperoleh pada saat,,,,,,, dan sehingga sistem persamaan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: = 0. (4.1) Sistem persamaan (4.1) di atas memiliki empat titik tetap, yaitu: 1 Titik tetap T 1 (, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0), 2 Titik tetap T 2 (, 0, 0, 0,, 3 Titik tetap T 3 (,,,,,,, ) dengan,,

33 4 Titik tetap T 4 (,,,,,,, ) dengan, 16

34 17 Penentuan titik tetap ini dapat dilihat pada Lampiran Analisis Kestabilan Titik Tetap Misalkan dari model (4.1) didefinisikan fungsi-fungsi sebagai berikut: ff 5 [SS h, EE h, II h, RR h, LL mm, SS mm, EE mm, II mm ] = μμ bb 1 ll mm KK (SS mm + EE mm + II mm ) ηη LL LL mm μμ LL LL mm

35 18 berikut: (4.3) Dengan menggunakan (6) terhadap (4.3) diperoleh matriks Jacobi sebagai Penentuan matriks Jacobi ini dapat dilihat pada Lampiran 2. (4.4) Kestabilan titik tetap T 1 Untuk menentukan kestabilan titik tetap T 1 (, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0) yaitu dengan melakukan pelinearan pada (4.1) di atas. Titik T 1 (, 0, 0, 0, 0, 0, 0) disubstitusi ke matriks Jacobi (4.4), sehingga diperoleh: (4.5) Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik nilai-nilai eigen berikut: diperoleh

36 19. Karena semua parameter yang terlibat bernilai positif, maka,,,,, dan. Untuk akan bernilai negatif jika. Untuk akan bernilai negatif jika maka jadi titik tetap T 1 stabil. Tetapi untuk akan bernilai positif jika, maka stabil dan juga T 1 dapat dikatan sadel. jadi titik tetap T 1 sadel. Jadi T 1 dapat dikatakan Kestabilan titik tetap T 2 Kestabilan titik tetap tanpa penyakit ini diberikan oleh teorema berikut. Teorema 1. Jika, maka (N h, 0, 0, 0, L m0, S m0, 0, 0) adalah titik tetap bebas penyakit sistem (1) (2), yang stabil asimtotik lokal jika R 0 < 1 dan tidak stabil asimtotik lokal jika R 0 > 1. Bukti : Dari persamaan (4.1) titik tetap diperoleh pada pada saat,,,,,,, dan dengan:

37 20,, Dengan pemrograman berbasis fungsional diperoleh titik tetap = (, 0, 0, 0,,. Menyimpulkan bahwa atau, Kemudian dan ini bahwa dan Karena, maka akibatnya adalah equilibrium bebas penyakit. (lihat lampiran 3) Dengan mengambil sistem persamaan (4.1) dan menyusunnya kembali dalam urutan subpopuasi-subpopulasi yang menyebabkan infeksi saja, yaitu,,, dan diperoleh sistem persamaan sebagai berikut :

38 21 Dari sistem di atas, diperoleh matriks-matriks Φ =, ς = 0 sehingga, 0 F =, V =. Selanjutnya, dihitung matriks K = FV -1 sebagai berikut: K =. Berdasarkan Van den Driessche dan Watmough 2005, bilangan reproduksi dasar R 0 merupakan nilai eigen dengan modulus terbesar matriks K, ditulis: ) = R 0 Selanjutnya diperoleh :

39 22 R 0 =. Terlihat bahwa R0 dipengaruhi oleh banyak parameter. Sebagai contoh jika rata-rata gigitan nyamuk (B) diperbesar, maka R 0 akan membesar. Artinya, peluang penyakit akan menetap di dalam populasi juga semakin besar. Untuk meperkecil R 0, maka laju kematian nyamuk diperbesar. Akibatnya, penyakit akan menghilang dari populasi. Berikut adalah tabel kondisi kestabilan dari kedua titik tetap yang diperoleh. Tabel 1 Kondisi kestabilan titik tetap Kondisi T T 1 2 dan Sadel Stabil dan Sadel Tidak Stabil Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi kestabilan dari titik tetap yang diperoleh saling bertentangan. Ketika titik tetap pertama stabil, titik tetap yang kedua tidak stabil dan ketika titik tetap yang pertama sadel, titik tetap dua stabil. Titik tetap T 3 dan titik tetap T 4 akan di cari dengan melakukan simulasi. Hal ini dilakukan karena kedua titik tetap tersebut sulit ditentukan secara analitik. V SIMULASI

40 Parameter yang Ditetapkan Misalkan dalam suatu pengamatan diperoleh parameter-parameter seperti dalam Tabel 2. Tabel 2 Parameter model Var/pa r Keterangan Simulasi B C Rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi pada manusia terekspos (per hari) Tingkat interaksi manusia yang terinfeksi dengan nyamuk yang rentan (per hari) Peluang transmisi dari nyamuk yang terinfeksi ke manusia (per gigitan) Peluang transmisi dari manusia yang terinfeksi ke nyamuk (per gigitan) 0, K Kapasitas maksimal larva yang hidup 3 Laju kematian manusia (per hari) θ Rata-rata periode viremik (per hari) 1/30 1/30 Laju kelahiran nyamuk (per hari) 1/6 20 Laju kematian nyamuk (per hari) 2/7 1/7 Masa inkubasi ekstrinsik (proses 1/3 1/3 masuknya virus ke tubuh nyamuk) Tingkat transmisi (pematangan) dari larva menjadi dewasa Periode inkubasi intrinsik (proses masuknya virus dalam tubuh manusia) 1/30 20 Laju konstan hilangnya kekebalan tubuh Laju kematian larva (per hari) 1/3 1/3 Laju kelahiran manusia secara alami (per hari). 5.2 Simulasi Analisis Kestabilan

41 Populasi untuk Kondisi Populasi Manusia Kondisi adalah kondisi di mana populasi akan stabil menuju musnahnya virus dari populasi. Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai dan B yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi di bawah ini untuk nilai dan B dengan nilai. Nilai awal total populasi manusia yang seluruhnya rentan adalah Nilai awal total populasi nyamuk yang berupa larva adalah 3000 dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi 20%. sh m 1 7 m t Gambar 3 Dinamika populasi manusia rentan terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 3 menunjukkan bahwa jika laju kematian nyamuk bertambah besar dua kali lipat dari laju kematian nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin bertambah. Peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekspos semakin berkurang. Sebaliknya, jika laju kematian nyamuk turun dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan jumlah sub populasi lainnya semakin bertambah. Penurunan laju kematian nyamuk menyebabkan peningkatan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk

42 25 terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekspos semakin bertambah. Gambar 3 menunjukkan bahwa pada subpopulasi manusia rentan ( ), di awal simulasi mengalami penurunan kemudian meningkat hingga stabil ke. eh t m 1 7 m 2 7 Gambar 4 Dinamika populasi manusia terekspos terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 4 menunjukkan bahwa jika laju kematian nyamuk bertambah besar dua kali lipat dari laju kematian nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia terekspos mengalami penurunan karena virus tidak dapat bertahan dalam populasi. Peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekpos semakin berkurang. Sebaliknya, jika laju kematian nyamuk turun dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi manusia terekspos semakin bertambah. Penurunan laju kematian nyamuk menyebabkan peningkatan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekspos semakin berkurang. Pada subpopulasi manusia terekspos ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke

43 26 ih m 1 7 m t Gambar 5 Dinamika populasi manusia terinfeksi terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 5 menunjukkan bahwa jika laju kematian nyamuk bertambah besar dua kali lipat dari laju kematian nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia terinfeksi semakin menurun. Peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang. Berkurangnya manusia terinfeksi menyebabkan proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terekpos semakin berkurang sehingga jumlah nyamuk rentan semakin bertambah. Berlaku juga sebaliknya. Pada subpopulasi manusia terinfeksi ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke 4 3 rh 2 1 m 1 7 m t Gambar 6 Dinamika populasi sembuh terhadap waktu untuk kondisi.

44 27 Gambar 6 menunjukkan bahwa jika laju kematian nyamuk bertambah besar dua kali lipat dari laju kematian nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia sembuh semakin menurun. Peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Pada subpopulasi manusia sembuh ( kemudian menurun hingga stabil ke ), di awal simulasi mengalami peningkatan kemungkinan terkena kembali Populasi Nyamuk Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai dan B yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi nyamuk di bawah ini. lm m 1 7 m t Gambar 7 Dinamika populasi nyamuk berupa larva waktu untuk kondisi. Pada Gambar 7, jumlah subpopulasi nyamuk yang berupa larva ( simulasi mengalami penurunan hingga menuju kepunahan. ), awal

45 28 sm t m 1 7 m 2 7 Gambar 8 Dinamika populasi nyamuk rentan waktu untuk kondisi. Pada Gambar 8, subpopulasi nyamuk yang rentan ( awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga menuju kepunahan Jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi em m 1 7 m t Gambar 9 Dinamika populasi nyamuk terekspos waktu untuk kondisi. Pada Gambar 9, sub populasi nyamuk yang terekspos ( mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke ) awalnya Jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk terekspos semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi.

46 29 im m 1 7 m t Gambar 10 Dinamika populasi nyamuk terinfeksi waktu untuk kondisi. Pada Gambar 10, subpopulasi nyamuk yang terinfeksi ( ), dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke. Jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk terinfeksi semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi stabil ke titik tetap tanpa penyakit Ini menunjuk-kan bahwa sub-sub populasi manusia terekpos dan terinfeksi serta nyamuk terekpos dan terinfeksi menuju nol. Dari gambar 3-6 dapat disimpulkan bahwa jika laju kematian nyamuk bertambah besar dua kali lipat dari laju kematian nyamuk semula, maka jumlah sub populasi manusia rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekpos semakin berkurang. Pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 7-10 jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan

47 30 penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang Populasi untuk Kondisi Populasi Manusia Kondisi akan dianalisis untuk satu kondisi yaitu. Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai-nilai parameter dan B pada interval yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi di bawah ini untuk nilai dan B. Nilai awal total populasi manusia yang seluruhnya rentan adalah Nilai awal total populasi nyamuk yang berupa larva adalah 3000 dengan jumlah nyamuk yang terinfeksi 20%. sh B 0.05 B t Gambar 11 Dinamika populasi manusia rentan terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 11 menunjukkan bahwa jumlah subpopulasi manusia rentan ( ) setelah tertular virus, dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke. Jika rata-rata gigitan nyamuk bertambah besar dari rata-rata gigitan nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan jumlah sub populasi lainnya semakin bertambah. Peningkatan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi dapat meningkatkan nilai peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekspos semakin bertambah.

48 eh t B 0.05 B 0.5 Gambar 12 Dinamika populasi manusia terekspos terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 12 menunjukkan bahwa pada subpopulasi manusia terekpos ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke. Jika ratarata gigitan nyamuk bertambah besar dari rata-rata gigitan nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia terekspos semakin berkurang. ih t B 0.05 B 0.5 Gambar 13 Dinamika populasi manusia terinfeksi terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 13 menunjukkan bahwa jumlah subpopulasi manusia terinfeksi ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke. Jika ratarata gigitan nyamuk bertambah besar dari rata-rata gigitan nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia terinfeksi semakin berkurang.

49 rh B 0.05 B t Gambar 14 Dinamika populasi manusia sembuh terhadap waktu untuk kondisi. Gambar 14 menunjukkan bahwa jumlah subpopulasi manusia sembuh ( ), di awal simulasi mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke. Jika rata-rata gigitan nyamuk bertambah besar dari rata-rata gigitan nyamuk semula, maka jumlah subpopulasi manusia sembuh semakin berkurang Populasi Nyamuk Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai dan B yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi nyamuk di bawah ini. lm B 0.05 B t Gambar 15 Dinamika populasi nyamuk yang berupa larva terhadap waktu untuk kondisi. Pada Gambar 15, jumlah subpopulasi nyamuk yang berupa larva, awalnya mengalami peningkatan hingga stabil ke.

50 33 sm t B 0.05 B 0.5 Gambar 16 Dinamika populasi nyamuk yang rentan terhadap waktu untuk kondisi. Pada Gambar 16, Pada subpopulasi nyamuk rentan ( ), mengalami peningkatan hingga stabil ke. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin berkurang sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai peluang kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi, sehingga proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terekspos semakin bertambah. em B 0.05 B t Gambar 17 Dinamika populasi nyamuk yang terekspos terhadap waktu untuk kondisi. Pada Gambar 17, jumlah subpopulasi nyamuk terekspos ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk terekspos semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai peluang kontak antara nyamuk rentan dengan manusia

51 34 terinfeksi, sehingga proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terekspos semakin bertambah. im t B 0.05 B 0.5 Gambar 18 Dinamika populasi nyamuk yang terinfeksi terhadap waktu untuk kondisi. Pada Gambar 18, Jumlah subpopulasi nyamuk terinfeksi ( ), dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke. Jadi, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi stabil ke titik tetap endemik,,,,,,,. Ini menunjukkan bahwa sub-sub populasi manusia terekspos dan terinfeksi serta nyamuk terekspos dan terinfeksi menuju ke nilai yang tidak nol. Dari Gambar di atas dapat disimpulkan bahwa jika rata-rata gigitan nyamuk bertambah besar dari rata-rata gigitan nyamuk semula, maka jumlah sub populasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin bertambah. Peningkatan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi dapat meningkatkan nilai peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terekspos semakin bertambah. Sedangkan pada populasi nyamuk, jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin berkurang sedangkan jumlah subpopulasi lainnya semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai peluang kontak antara nyamuk

52 35 rentan dengan manusia terinfeksi, sehingga proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terekspos semakin bertambah.

53 36 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dalam tulisan ini telah diberikan model SEIRS-LSEI pada penyakit chikungunya. Dari model tersebut dihasilkan empat titik tetap, yaitu dua titik tetap tanpa penyakit dan dua titik tetap endemik. Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemi di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Secara simulasi numerik dari grafik bidang solusi dapat dilihat, bahwa: a. Jika laju kematian nyamuk naik, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin bertambah sedangkan subpopulasi lainnya semakin berkurang. Artinya, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah manusia rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin sedikit. b. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan subpopulasi lainnya semakin bertambah. Artinya, semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah manusia rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin banyak. c. Jika laju kematian nyamuk naik, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan subpopulasi lainnya semakin berkurang. Artinya, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin sedikit. d. Jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin berkurang sedangkan subpopulasi lainnya semakin bertambah. Artinya, semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terekspos dan selanjutnya terinfeksi semakin banyak.

54 Saran Dalam upaya penanggulangan wabah penyakit chikungunya, disarankan untuk meningkatkan laju kematian nyamuk ( ) dan menurunkan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi (B). Peningkatan laju kematian nyamuk dapat dilakukan antara lain dengan cara pemberantasan sarang nyamuk melalui penyemprotan dan pemakaian obat anti nyamuk. Untuk menurunkan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi dapat dilakukan dengan menggunakan lotion dan memasang kelambu (jaring nyamuk) di dalam rumah.

55 38

56 38 DAFTAR PUSTAKA Anderson, May R. M. (1991), Infectiaus Diseases of Humans: Dynamics and Control, Oxford University Press, Oxpord. Anton Howard Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Penerbit Erlangga. Braun, M Differential Equations and Their Applications. New York : Springer-Verlag Borelli RL, Coleman CS Differential Equations. USA: John Wiley and Sons, INC. Chandra B Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Dumont Y, Chiroleu F, Domerg C (2008). On a temporal model for the Chikungunya disease: Modelling, theory and numerics. Mathematical Biosciences, 213: Edelstein-Keshe L Mathematical Models in Biology. New York : Random House. Labadie et al (2010). Chikungunya disease in nonhuman primates involves longterm viral persistence in macrophages. The Journal of Clinikal Investigation, 120(3): Pialoux G, Gauzere B. A, Jaureguiberry S, Strobel M (2007). Chikungunya, an epidemic arbovirosis. Lancet Infect. Dis. 7:319. Szidarovszky F. dan AT.Bahill Linear System Theory. CRC Press. Florida. Tu PNV Dinamical System, An Introduction with Applications in Economics and Biology. New York : Springer-Verlag. van den Driessche, P., Watmough, J., Reproduction numbers and subthreshold endemic equilibria for compartmental models of disease transmission. Mathematical Biosciences. 180 (2002) 29. van den Driessche, P., Watmough, J., Chapter 5: Further Notes on the Basic Reproduction Number. In: Brauer, F., van den Driessche, P., Wu, J. (Eds.),

57 39 Mathematical Epidemiology, Vol Lecture Notes in Mathematics, Springer, pp Verhulst F Nonlinear Differential Equation and Dynamical System. Springer-Verlag. Heidelberg, Germany.

58 40 Lampiran 1. Penentuan Titik Tetap Clear[f1,f2,f3,f4,f5,f6,f7,sh,eh,ih,rh,lm,sm,em,im,µh,b,βmh,θ,νh,ηh,µb,k,ηl,µl,c, βhm,µm,ηm,sol] f1[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=µh nh-b βmh im/nh sh-µh sh+θ rh; f2[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=b βmh im/nh sh-νh eh-µh eh; f3[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=νh eh-ηh ih-µh ih; f4[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=ηh ih-µh rh-(θ+µh)rh; f5[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=µb (1-lm/k)(sm+em+im)-ηl lm-µl lm; f6[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=-c βhm ih/nh sm-µm sm+ηl lm; f7[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=c βhm ih/nh sm-µm em-ηm em; f8[sh_,eh_,ih_,rh_,lm_,sm_,em_,im_]:=ηm em-µm im;

59 41 Lampiran 2. Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar (R 0 ) Dengan mengambil sistem persamaan (4.1) dan menyusunnya kembali dalam urutan sub-sub populasi yang menyebabkan infeksi saja, yaitu,,, dan diperoleh sistem persamaan sebagai berikut: Dari sistem di atas, diperoleh matriks-matriks Φ = dan ς = Sehingga, F = dan V = Selanjutnya, dihitung matriks K = FV -1 sebagai berikut:

60 42 sehingga bilangan reproduksi dasar adalah = Lampiran 3 Bukti teorema I

61 43 Populasi manusia (1) (2) ( ( )

62 44 (1) (3) (2) = (6) x

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN : Vol. I : 214 228 ISBN : 978-602-8853-27-9 MODEL EPIDEMIK STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI JAWA BARAT (Stochastic Epidemic Model of Dengue Fever Spread in West Java Province) Paian

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI

MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA Mutholafatul Alim 1), Ari Kusumastuti 2) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 1) mutholafatul@rocketmail.com

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka M Soleh 1, D Fatmasari 2, M N Muhaijir 3 1, 2, 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 153 162. ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Hendri Purwanto,

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit yang dapat menimbulkan epidemik dan membahayakan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT i ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA

ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami

Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI Mohammmad Soleh 1, Siti Rahma 2 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl HR Soebrantas No 155 KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru muhammadsoleh@uin-suskaacid

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate

Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate I Suryani 1 Mela_YuenitaE 2 12 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau Jl

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Buletin Ilmiah Math. Stat. Dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 235-244 ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Hidayu Sulisti, Evi Noviani, Nilamsari Kusumastuti

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS

KAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 26 32 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KAJIAN PERILAKU MODEL MATEMATIKA PENULARAN PENYAKIT TUBERCULOSIS FAIZAL HAFIZ FADILAH, ZULAKMAL Program

Lebih terperinci

UNNES Journal of Mathematics

UNNES Journal of Mathematics Info Artikel UJM 5 (2) (2016) UNNES Journal of Mathematics http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm ANALISIS KESTABILAN TITIK KESETIMBANGAN MODEL MATEMATIKA PROSES TRANSMISI VIRUS DENGUE DI DALAM TUBUH

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI

PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

PENENTUAN BILANGAN REPRODUKSI DASAR DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS NEXT GENERATION PADA MODEL WEST NILE VIRUS LINA DWI OKTAFIANI

PENENTUAN BILANGAN REPRODUKSI DASAR DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS NEXT GENERATION PADA MODEL WEST NILE VIRUS LINA DWI OKTAFIANI PENENTUAN BILANGAN REPRODUKSI DASAR DENGAN MENGGUNAKAN MATRIKS NEXT GENERATION PADA MODEL WEST NILE VIRUS LINA DWI OKTAFIANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA

ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika

Lebih terperinci

DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI

DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran

Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengkaji model SIR dari penyebaran ANALISIS KESTABILAN PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) DENGAN VAKSINASI MENGGUNAKAN MODEL ENDEMI SIR Marhendra Ali Kurniawan Fitriana Yuli S, M.Si Jurdik Matematika FMIPA UNY Abstrak: Makalah ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( )

KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH. Oleh: Khoiril Hidayati ( ) KESTABILAN DAN BIFURKASI MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN LAJU KESEMBUHAN TIPE JENUH Oleh: Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Latar

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR

TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR TUGAS AKHIR KAJIAN SKEMA BEDA HINGGA TAK-STANDAR DARI TIPE PREDICTOR-CORRECTOR UNTUK MODEL EPIDEMIK SIR STUDY OF A NONSTANDARD SCHEME OF PREDICTORCORRECTOR TYPE FOR EPIDEMIC MODELS SIR Oleh:Anisa Febriana

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY TESIS Oleh FERDINAND SINUHAJI 127021034/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

Lebih terperinci

KAJIAN MATEMATIS PENGARUH IMIGRAN TERINFEKSI DAN VAKSINASI DALAM MODEL EPIDEMIK SIS DAN SIR

KAJIAN MATEMATIS PENGARUH IMIGRAN TERINFEKSI DAN VAKSINASI DALAM MODEL EPIDEMIK SIS DAN SIR LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL KAJIAN MATEMATIS PENGARUH IMIGRAN TERINFEKSI DAN VAKSINASI DALAM MODEL EPIDEMIK SIS DAN SIR Oleh: Drs. Marsudi, MS. Dra. Trisilowati, MSc. Dibiayai Oleh Direktorat

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik dan Migrasi

Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik dan Migrasi Kestabilan Titik Ekuilibrium Model SIS dengan Pertumbuhan Logistik Migrasi Mohammad soleh 1, Parubahan Siregar 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI RADIFA AFIDAH SYAHLANI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI

ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL TRANSMISI VIRUS HEPATITIS B YANG DIPENGARUHI OLEH MIGRASI STABILITY ANALYSIS OF THE HEPATITIS B VIRUS TRANSMISSION MODELS ARE AFFECTED BY MIGRATION Oleh : Firdha Dwishafarina

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

Pengembangan Model Matematika SIRD (Susceptibles- Infected-Recovery-Deaths) Pada Penyebaran Virus Ebola

Pengembangan Model Matematika SIRD (Susceptibles- Infected-Recovery-Deaths) Pada Penyebaran Virus Ebola JURNAL FOURIER April 2016, Vol. 5, No. 1, 23-34 ISSN 2252-763X Pengembangan Model Matematika SIRD (Susceptibles- Infected-Recovery-Deaths) Pada Penyebaran Virus Ebola Endah Purwati dan Sugiyanto Program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI TUGAS AKHIR. Oleh : SITI RAHMA

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI TUGAS AKHIR. Oleh : SITI RAHMA MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Jurusan Matematika Oleh : SITI RAHMA 18544452 FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Zeth Arthur Leleury Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny

PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG. Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny JMP : Volume 3 Nomor 1, Juni 11 PENGARUH PARAMETER PENGONTROL DALAM MENEKAN PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Rina Reorita, Niken Larasati, dan Renny Program Studi Matematika, Jurusan MIPA, Fakultas Sains

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus)

Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes Aegepty dan Aedes Albopictus) JURNAL FOURIER Oktober 217, Vol. 6, No. 2, 45-54 ISSN 2252-763X DOI: 1.14421/fourier.217.62.45-54 E-ISSN 2541-5239 Model Matematika Penyebaran Penyakit Demam Chikungunya Dengan Dua Jenis Nyamuk Ades (Aedes

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SEIR (SUSCEPTIBLE, EXPOSED, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS MODEL SEIR (SUSCEPTIBLE, EXPOSED, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BOGOR ANALII MODEL EIR (UCEPTIBLE, EXPOED, INFECTIOU, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOI DI KABUPATEN BOGOR, Rahayu Cipta Lestari Embay Rohaeti Ani Andriyati Program tudi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI

SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI SIMULASI MODEL EPIDEMIK TIPE SIR DENGAN STRATEGI VAKSINASI DAN TANPA VAKSINASI Siti Komsiyah Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

DINAMIKA MODEL EPIDEMIK SVIR

DINAMIKA MODEL EPIDEMIK SVIR DNAMKA MODEL EPDEMK R TERHADAP PENYEBARAN PENYAKT CAMPAK DENGAN TRATEG AKNA KONTNU Anis ahni *), Tonaas Kabul Wangkok Yohanis Marentek 1), uwandi, pd 2) 1&2) Program tudi Pendidikan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS

ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS Nur Hamidah 1), Fatmawati 2), Utami Dyah Purwati 3) 1)2)3) Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Kampus

Lebih terperinci

MODEL SIRS-SI PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN PENGOBATAN, VAKSINASI, DAN PENYEMPROTAN RANDITA GUSTIAN PUTRI

MODEL SIRS-SI PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN PENGOBATAN, VAKSINASI, DAN PENYEMPROTAN RANDITA GUSTIAN PUTRI MODEL SIRS-SI PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA DENGAN PENGOBATAN, VAKSINASI, DAN PENYEMPROTAN RANDITA GUSTIAN PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic

T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN

ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN ANALISIS DINAMIK MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN MODIFIKASI TINGKAT KEJADIAN INFEKSI NONMONOTON DAN PENGOBATAN Suryani, Agus Suryanto, Ratno Bagus E.W Pelaksana Akademik Mata Kuliah Universitas, Universitas

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI

FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI FORMULASI HAMILTONIAN UNTUK MENGGAMBARKAN GERAK GELOMBANG INTERNAL PADA LAUT DALAM RINA PRASTIWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI. RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, 13 23 MODEL PENYEBARAN PENYAKIT POLIO DENGAN PENGARUH VAKSINASI RR Laila Ma rifatun 1, Sugiyanto 2 1, 2 Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245 APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS MODEL Septiangga Van Nyek Perdana Putra 1), Kasbawati 2), Syamsuddin Toaha 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

Kestabilan Model SIRS dengan Pertumbuhan Logistik dan Non-monotone Incidence Rate

Kestabilan Model SIRS dengan Pertumbuhan Logistik dan Non-monotone Incidence Rate Kestabilan Model SIRS dengan Pertumbuhan Logistik dan Non-monotone Incidence Rate Mohammad soleh 1, Syamsuri 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau Jln. HR. Soebrantas Km

Lebih terperinci

KONTROL PENGOBATAN OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN TUBERKULOSIS TIPE SEIT

KONTROL PENGOBATAN OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN TUBERKULOSIS TIPE SEIT E-Jurnal Matematika Vol. 6 (2), Mei 2017, pp. 137-142 ISSN: 2303-1751 KONTROL PENGOBATAN OPTIMAL PADA MODEL PENYEBARAN TUBERKULOSIS TIPE SEIT Jonner Nainggolan Jurusan Matematika - Universitas Cenderawasih

Lebih terperinci

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN

PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN Oleh: Labibah Rochmatika (12 09 100 088) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko M.Si Drs. Lukman

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL

KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 3 Hal. 58 65 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KESTABILAN TITIK TETAP MODEL PENULARAN PENYAKIT TIDAK FATAL AKHIRUDDIN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR

METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR METODE PEMOTONGAN DERET FOURIER UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN GERAK GELOMBANG INTERNAL YANG PERIODIK PADA FLUIDA DUA LAPISAN MUHBAHIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci