MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI"

Transkripsi

1 MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Model Matematik Demam Berdarah Dengue dengan Nyamuk Aedes albopictus sebagai Vektor adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 James U.L. Mangobi NIM G

3 ii

4 iii ABSTRACT JAMES URIEL LIVINGSTONE MANGOBI. Mathematical Model of Dengue Hemorrhagic Fever with Aedes albopictus Mosquitos as Vector. Supervised by PAIAN SIANTURI and N.K. KUTHA ARDANA. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile illness caused by a dengue virus. This virus has four serotypes, i.e. Dengue I - IV. The dengue virus is transmitted by various species of Aedes mosquitoes. Mathematical model can be used to study the spread of the disease. The mathematical model discussed in this paper is SEIR model. The main vector of the disease is mosquito of the Aedes albopictus type. In the SEIR model, an analysis is performed to assess the stability of the equilibrium point and numerical simulations. There are two equilibrium points obtained. The first equilibrium point is a disease-free equilibrium (DFE), which is stable, given the basic reproductive number R <1. The second equilibrium point is called an endemic point, which stability is guaranteed if the value R >1. The numerical simulations show that increasing mosquitoes mortality rate makes the number of exposed susceptible humans decrease. Furthermore, increase in the average bite of infected mosquito will increase the number of exposed susceptible humans. For the mosquito population, increasing mosquitoes mortality rate will decrease the number of exposed susceptible mosquitoes. Finally, increase in the average bite of infected mosquito will increase the number of exposed susceptible mosquitoes. Keywords: dengue hemorrhagic fever, Aedes albopictus, SEIR model, equilibrium point, stability analysis

5 iv

6 v RINGKASAN JAMES U.L. MANGOBI. Model Matematik Demam Berdarah Dengue dengan Nyamuk Aedes albopictus sebagai Vektor. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan N.K. KUTHA ARDANA. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus ini memiliki empat serotype virus, yaitu Dengue I IV (Gubler 1998). Virus ini ditularkan oleh berbagai nyamuk spesies Aedes. Nyamuk ini merupakan vektor yang sangat efisien, sehingga penyakit ini menjadi wabah (epidemi). Berbagai program pengendalian epidemi DBD menjadi prioritas utama WHO dan departemen kesehatan di banyak negara selama ini. Di Indonesia, upaya ini terbilang belum berhasil karena adanya berbagai kendala baik secara teknis maupun non-teknis. Sehubungan dengan banyaknya kendala tersebut, perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang dilakukan. Pemodelan Matematika dapat membantu memahami dan mengidentifikasi hubungan penyebaran penyakit DBD dengan berbagai parameter epidemiologi. Model matematik yang dimaksud diantaranya ialah model Susceptible, Infected, Recovered (SIR) dan model Susceptible, Exposed, Infected, Recovered (SEIR). Dalam tesis ini dibahas model SEIR yang dikenalkan oleh Erickson et al. (2010). Vektor utama dalam model ini adalah nyamuk Aedes albopictus, sehubungan dengan banyaknya kasus DBD yang disebabkan oleh nyamuk ini dan juga, mempunyai cakupan yang lebih besar dan lebih sulit dikendalikan. Pada model SEIR dilakukan analisis kestabilan dan simulasi numerik dengan pemrograman berbasis fungsional menggunakan software Mathematica 8.0 (Wolfram Research, Inc, Champaign, IL). Dalam proses analisis kestabilan, ditentukan titik-titik tetap, bilangan reproduksi dasar dan kestabilan dari titik-titik tetap tersebut. Simulasi dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan laju kematian nyamuk dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi terhadap populasi manusia dan nyamuk. Bilangan reproduksi dasar (R ) merupakan suatu ukuran potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai nilai harapan banyaknya populasi rentan yang menjadi terinfeksi selama masa infeksi berlangsung. Jika R <1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu nyamuk rentan, sehingga lambat laun penyakit DBD akan hilang dari populasi. Jika R >1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu nyamuk rentan, sehingga penyakit DBD akan bertahan di dalam populasi. Nilai R ini dapat ditentukan antara lain dari the next generation matrix, yaitu matriks yang dibentuk hanya pada sub-subpopulasi yang menyebabkan infeksi saja (,,, dan ).

7 vi Analisis kestabilan menghasilkan dua titik tetap. Pertama, titik tetap tanpa penyakit, yang selalu ada dan merupakan titik yang stabil jika R <1. Kedua, titik tetap endemik. Kestabilan titik ini dijamin apabila nilai R >1. Simulasi menunjukkan bahwa jumlah tiap subpopulasi pada populasi manusia dan nyamuk akan stabil ke titik tetap tanpa penyakit ketika R <1 dan stabil ke titik tetap endemik ketika R >1. Pada populasi manusia, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah manusia rentan yang menjadi terpapar semakin sedikit. Sedangkan semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah manusia rentan yang menjadi terpapar semakin banyak. Pada populasi nyamuk, semakin besar laju kematian nyamuk maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terpapar semakin sedikit. Sedangkan semakin besar rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terpapar semakin banyak. Kata kunci: demam berdarah dengue, Aedes albopictus, model SEIR, titik tetap, analisis kestabilan

8 vii Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 viii

10 ix MODEL MATEMATIK DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN NYAMUK Aedes albopictus SEBAGAI VEKTOR JAMES U. L. MANGOBI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

11 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. x

12 xi Judul Tesis : Model Matematik Demam Berdarah Dengue dengan Nyamuk Aedes albopictus sebagai Vektor Nama : James U.L. Mangobi NIM : G Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Paian Sianturi Ketua Ir. N.K. Kutha Ardana, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Matematika Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:...

13 xii

14 xiii I can do all things through Christ Who strengthens me (Philippians 4 : 13) ku persembahkan tesis ini untuk orang tuaku, isteri tercinta dan keluargaku

15 xiv

16 xv PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan pertolongan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penulisan tesis ini dengan judul Model Matematik Demam Berdarah Dengue dengan Nyamuk Aedes albopictus sebagai Vektor. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan dari kedua pembimbing sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini. Penulis sangat berterima kasih kepada Dr. Paian Sianturi selaku pembimbing I dan Ir. N.K. Kutha Ardana, M.Sc. selaku pembimbing II. Penulis menyampaikan terima kasih juga kepada: 1. Prof. Dr. Ph.E.A. Tuerah, M.Si. DEA selaku Rektor Universitas Negeri Manado. 2. Prof.Dr.Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc. selaku Rektor Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 4. Dr. S.M. Salajang, M.Si. selaku Direktur Eksekutif Proyek I-MHERE Batch IV Universitas Negeri Manado yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. 5. Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. selaku Ketua Program Studi Matematika Terapan merangkap penguji dari Departemen Matematika. 6. Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. selaku penguji luar komisi pembimbing. 7. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika. 8. Papa (alm.) dan Mama yang dengan tabah mendidik, membesarkan dan memberikan doa restu. 9. Isteriku tercinta dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan dorongan dan mendoakan keberhasilan studiku. 10. Teman-teman penghuni Asrama Mahasiswa Sulawesi Utara Sam Ratulangi di Sempur, Bogor Baru I dan Bogor Baru II. 11. Seluruh mahasiswa Departemen Matematika khususnya teman-teman angkatan tahun 2009 di program studi Matematika Terapan. 12. Sahabat-sahabatku yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Dengan harapan disertai dengan keyakinan kiranya Tuhan Yang Maha Esa akan membalas segala kebaikan dan bantuan dari bapak, ibu, saudara sekalian. Semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar serta wawasan kita semua. Bogor, Agustus 2011 James U.L. Mangobi NIM G

17 xvi

18 xvii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Desa Dagho Kecamatan Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 15 Juli 1977 sebagai anak bungsu dari pasangan Bapak Franssiscus Mangobi (alm) dan Ibu Martha Pereman. Penulis mempunyai isteri bernama Meyni E. Lepa. Penulis menamatkan SD, SMP dan SMA di Tamako. Setelah lulus dari SMA Negeri Tamako, penulis melanjutkan studi S1 di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Manado dan lulus pada tahun Setelah memperoleh gelar sarjana, penulis menjadi Dosen Luar Biasa di Jurusan Matematika dan Statistika FMIPA Universitas Sam Ratulangi Manado hingga akhir tahun Tahun 2005, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dan menjadi staf pengajar di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Manado hingga sekarang. Pada tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Program Magister pada Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor.

19 xviii

20 xix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. LANDASAN TEORI Sistem Persamaan Diferensial (SPD) Titik Tetap Nilai Eigen dan Vektor Eigen Pelinearan Kestabilan Titik Tetap Kriteria Routh-Hurwitz Bilangan Reproduksi Dasar... 6 III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD Model SIR Model SEIR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Titik Tetap Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar Analisis Kestabilan Titik Tetap Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit Kestabilan Titik Tetap Endemik Simulasi Dinamika Populasi Penularan Virus Dengue Nilai Parameter Dinamika Populasi untuk Kondisi R < Dinamika Populasi untuk Kondisi R > V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 35

21 xx

22 xxi DAFTAR TABEL Halaman 1. Kondisi Kestabilan Titik Tetap Definisi dan Nilai Parameter Model SEIR dalam Simulasi Numerik Simulasi untuk Kondisi R < Simulasi untuk Kondisi R >

23 xxii

24 xxiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema penyebaran penyakit DBD model SIR Skema penyebaran penyakit DBD model SEIR Dinamika populasi manusia (a) dan populasi nyamuk (b) terhadap waktu untuk kondisi R < Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R <1 dan nilai parameter diubah Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R <1 dan nilai parameter diubah Dinamika populasi manusia (a) dan populasi nyamuk (b) terhadap waktu untuk kondisi R > Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R >1 dan nilai parameter diubah Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R >1 dan nilai parameter diubah... 29

25 xxiv

26 xxv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Penentuan Titik Tetap Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar (R ) Analisis Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit Analisis Kestabilan Titik Tetap Endemik Simulasi untuk Kondisi R < Simulasi untuk Kondisi R >

27 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus ini memiliki empat serotype virus, yaitu Dengue I IV (Gubler 1998). Virus Dengue ditularkan oleh berbagai nyamuk spesies Aedes. Nyamuk ini merupakan vektor yang sangat efisien karena adanya asosiasi nyamuk dengan kehidupan manusia. Juga, perilaku menggigit dan menghisap darah pada beberapa orang oleh satu nyamuk betina dewasa. Dengan demikian, begitu mudah penyakit ini menjadi wabah (epidemi) di dalam populasi manusia. Penyakit DBD ini banyak ditemukan di Indonesia. Tercatat telah empat kali Kejadian Luar Biasa (KLB) yakni tahun 1988, 1998, 2004 dan WHO memperkirakan sekitar 2,5 miliar penduduk dunia menghadapi risiko penyakit DBD (Anonym 2009). Dengan fakta tersebut, program pengendalian epidemi DBD menjadi prioritas utama WHO dan Departemen Kesehatan RI. Sejak tahun 1962, pencegahan epidemi DBD telah difokuskan pada pemberantasan nyamuk pembawa virus Dengue. Namun demikian kita pahami, upaya penanggulangan epidemi DBD di Indonesia masih jauh dari memuaskan. Berbagai kendala seperti sedikitnya anggaran pemerintah untuk penanggulangan epidemi, keterbatasan infrastruktur, dan kurangnya data dan informasi menjadi penyebab utama keterbelakangan kita dalam pencegahan dan penanggulangan epidemi ini. Pemodelan matematika dapat membantu memahami dan mengidentifikasi hubungan penyebaran penyakit DBD dengan berbagai parameter epidemiologi. Model matematik di antaranya ialah model Susceptible-Infected-Recovered (SIR) dan model Susceptible-Exposed-Infected-Recovered (SEIR). Dalam tesis ini dibahas model SEIR yang mengacu pada kajian Erickson et al. (2010). Vektor utama dalam model ini adalah nyamuk Aedes albopictus, sehubungan dengan banyaknya kasus DBD yang disebabkan oleh nyamuk

28 2 ini (Gratz 2004). Juga, nyamuk Aedes albopictus mempunyai cakupan yang lebih besar dan lebih sulit dikendalikan (Estrada-Franco and Craig 1995). Pada model SEIR dilakukan analisis kestabilan dan simulasi numerik dengan pemrograman berbasis fungsional menggunakan software Mathematica 8.0 (Wolfram Research, Inc, Champaign, IL). 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji model-model matematik penyebaran penyakit DBD. 2. Melakukan analisis kestabilan titik tetap model SEIR. 3. Melakukan simulasi numerik terhadap model SEIR untuk melihat pengaruh perubahan laju kematian nyamuk dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi terhadap populasi manusia dan nyamuk.

29 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan adalah matriks koefisien konstan berukuran dan adalah vektor konstan. Sistem persamaan (1) dinamakan Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear Orde Satu dengan kondisi awal =. Jika =, maka sistem dikatakan homogen dan jika, maka sistem dikatakan takhomogen. (Tu 1994) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) dengan Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai =, (2),,,, = dan, =,,,,,,,, adalah fungsi taklinear dalam,,,. Sistem persamaan (2) disebut Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear. (Braun 1983) Definisi 3 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Mandiri) Misalkan suatu Sistem Persamaan Diferensial Biasa dinyatakan sebagai =, R (3) dengan merupakan fungsi kontinu bernilai real dari dan mempunyai turunan parsial kontinu. Sistem persamaan (3) disebut Sistem Persamaan Diferensial Biasa Mandiri (autonomous) karena tidak memuat t secara eksplisit di dalamnya. (Tu 1994)

30 4 2.2 Titik Tetap Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagaimana pada sistem (3). Titik disebut titik tetap, jika =. Titik tetap disebut juga titik kritis atau titik kesetimbangan. Untuk selanjutnya digunakan istilah titik tetap. (Tu 1994) 2.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Diberikan matriks koefisien konstan berukuran dan sistem persamaan diferensial biasa homogen =, =, R. Suatu vektor taknol di dalam R disebut vektor eigen dari jika untuk suatu skalar berlaku: =. (4) Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari. Untuk mencari nilai dari, maka sistem persamaan (4) dapat ditulis =. (5) dengan adalah matriks identitas. Sistem persamaan (5) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika = = 0. (6) Persamaan (6) merupakan persamaan karakteristik matriks. (Anton 1995) 2.4 Pelinearan Analisis kestabilan sistem persamaan diferensial taklinear dapat dilakukan melalui pelinearan. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa taklinear =, R (7) dengan R adalah suatu fungsi bernilai vektor dalam (waktu) dan : R adalah suatu fungsi mulus yang terdefinisi pada subhimpunan R.

31 5 Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap, maka sistem persamaan (7) dapat ditulis sebagai = +. (8) dengan adalah matriks Jacobi = = dan adalah suku berorde tinggi yang bersifat lim = 0, dengan =. pada sistem persamaan (8) disebut pelinearan sistem persamaan (7). (Tu 1994) 2.5 Kestabilan Titik Tetap Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang =, R dengan sebagai titik tetap. Kestabilan titik tetap dapat ditentukan dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu, = 1, 2,,, yang diperoleh dari persamaan karakteristik. Secara umum, kestabilan titik tetap mempunyai perilaku: 1. Stabil, jika: a. Re < 0, untuk setiap, atau b. Terdapat Re = 0 untuk sebarang dan Re < 0 untuk setiap. 2. Tidak stabil, jika terdapat paling sedikit satu sehingga Re > 0. (Tu 1994) 2.6 Kriteria Routh-Hurwitz Kriteria Routh-Hurwitz ini digunakan ketika nilai eigen persamaan karakteristik tidak dapat ditentukan dengan mudah. Jika diberikan persamaan karakteristik = = 0, maka didefinisikan matriks sebagai berikut:

32 =, = ,..., = 0,..., = dengan syarat setiap unsur, pada matriks adalah h = 1 0, untuk 0 < 2, untuk 2 =, untuk 2 < atau 2 > +. Dengan demikian, titik tetap stabil jika dan hanya jika det > 0, untuk setiap = 1, 2,,. Untuk = 4 dan = 5, kriteria Routh-Hurwitz diberikan berikut ini. = 4: > 0, > 0, > 0, > +. = 5: > 0; = 1,, 5, > +, dan > +. 6 (Edelstein-Keshet 1988) 2.7 Bilangan Reproduksi Dasar Bilangan reproduksi dasar, dinotasikan dengan R, merupakan suatu ukuran potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi. Bilangan reproduksi dasar didefinisikan sebagai nilai harapan banyaknya populasi rentan yang menjadi terinfeksi selama masa infeksi berlangsung (van den Driessche dan Watmough 2008). Kondisi yang timbul adalah: 1. Jika R < 1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu nyamuk rentan, sehingga penyakit DBD akan hilang dari populasi.

33 7 2. Jika R > 1, maka satu nyamuk terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu manusia rentan atau satu manusia terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu nyamuk rentan, sehingga penyakit DBD akan bertahan di dalam populasi. R dalam penelitian ini ditentukan dari nilai eigen taknegatif dengan modulus terbesar the next generation matrix. Matriks ini merupakan suatu matriks yang dikonstruksi dari sub-subpopulasi yang menyebabkan infeksi saja. Untuk model umum dengan kompartemen penyakit dan kompartemen tanpa penyakit, nilai R dapat dihitung untuk setiap kompartemen. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial taklinear =, R dan misalkan R dan R adalah sub-subpopulasi pada setiap kompartemen. Selanjutnya, dinotasikan sebagai laju kenaikan infeksi pada kompartemen penyakit ke- dan sebagai laju pergerakan penyakit, kematian dan penurunan kesembuhan dari kompartemen ke-. Model kompartemen dapat ditulis sebagai =,, =,, = 1,2,,, = 1,2,, maka sistem persamaan diferensial taklinear =, R dapat ditulis sebagai = dengan dan adalah matriks-matriks berukuran serta 0, adalah titik tetap tanpa penyakit. = 0, dan = 0, ; The next generation matrix untuk suatu sistem persamaan diferensial pada titik tetap tanpa penyakit berbentuk =. Nilai eigen taknegatif dengan modulus terbesar matriks, yaitu, yang nantinya digunakan sebagai nilai R, sehingga dapat ditulis = R. (van den Driessche dan Watmough 2008)

34 III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi manusia adalah konstan. 2. Populasi manusia dan nyamuk adalah populasi yang tertutup. Dari asumsi di atas, misalkan adalah populasi manusia dan adalah populasi nyamuk. Populasi manusia dibagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu manusia rentan (susceptible), manusia terinfeksi (infected), dan manusia sembuh (recovered). Populasi nyamuk dibagi menjadi dua subpopulasi, yaitu nyamuk rentan (susceptible) dan nyamuk terinfeksi (infected). Manusia rentan adalah manusia yang bukan imun dan belum tertular virus dengue. Manusia terinfeksi adalah manusia yang telah tertular virus dan dapat menularkan virus tersebut. Manusia sembuh dianggap tidak dapat tertular lagi. Nyamuk rentan adalah nyamuk yang belum tertular virus. Nyamuk terinfeksi adalah nyamuk yang telah tertular virus dan dapat menularkan virus tersebut. Secara skematis, pola penyebaran penyakit DBD dapat digambarkan dalam diagram kompartemen berikut: S v I v / / S h I h R h Keterangan : Perpindahan Individu Pengaruh Gambar 1 Skema penyebaran penyakit DBD model SIR.

35 9 Arti diagram kompartemen di atas adalah: 1. Laju pertumbuhan manusia rentan mempertimbangkan faktor kelahiran, kematian, fraksi acak manusia rentan yang terimunisasi dan proporsi perpindahan dari manusia rentan ke manusia terinfeksi, ditulis: = + + = + +, dimana diambil =. Proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terinfeksi dipengaruhi oleh peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan ( ). Nilai peluang ini ialah perkalian antara peluang transmisi virus dari nyamuk terinfeksi ke manusia rentan ( ) dengan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ). Jadi, =. 2. Laju pertumbuhan manusia terinfeksi mempertimbangkan faktor kematian, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terinfeksi dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh, ditulis: = Laju pertumbuhan manusia sembuh mempertimbangkan faktor kematian, fraksi acak manusia rentan yang terimunisasi dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh, ditulis: = Laju pertumbuhan nyamuk rentan mempertimbangkan faktor kelahiran, kematian dan proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terinfeksi, ditulis: = + = +, dimana diambil =. Proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terinfeksi dipengaruhi oleh peluang kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi ( ). Nilai peluang ini ialah perkalian antara peluang transmisi virus dari manusia terinfeksi ke nyamuk rentan ( ) dengan rata-rata gigitan nyamuk rentan ( ). Jadi, =. 5. Laju pertumbuhan nyamuk terinfeksi mempertimbangkan faktor kematian dan proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terinfeksi, ditulis: =.

36 10 Berdasarkan uraian di atas, model SIR dinyatakan sebagai berikut: Populasi Manusia Populasi Nyamuk = + + = + = + (9) dengan kondisi serta = + (10) + + = dan + = (11) : total populasi manusia. : total populasi nyamuk. : laju kelahiran manusia. : laju kelahiran nyamuk. : laju kematian manusia. : laju kematian nyamuk. : fraksi acak manusia rentan yang terimunisasi. : proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh. : peluang terjadinya kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi. : peluang terjadinya kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan. Selanjutnya, sistem-sistem (9) dan (10) serta kondisi (11) dapat disederhanakan dengan pemisalan =, =, =, =, dan =, sehingga sistem tersebut dapat ditulis: = + + = + = 1 (12) dengan =, serta kondisi + + = 1 dan + = 1 (13)

37 11 Karena virus dengue membutuhkan masa inkubasi intrinsik dan ekstrinsik sebelum menyebar (Heymann 2008), maka model SIR ini dimodifikasi menjadi model SEIR. Modifikasi dilakukan dengan menambahkan tahap exposed. Pada tahap ini, manusia atau nyamuk rentan yang telah tertular virus menyelesaikan masa inkubasi intrinsik atau ekstrinsik sebelum terinfeksi. 3.2 Model SEIR Pada model ini, populasi manusia dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu manusia rentan (susceptible), manusia terpapar (exposed), manusia terinfeksi (infected), dan manusia sembuh (recovered) sedangkan populasi nyamuk dibagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu nyamuk rentan (susceptible), nyamuk terpapar (exposed), dan nyamuk terinfeksi (infected). Asumsi yang digunakan ialah: 1. Total populasi nyamuk adalah konstan sedangkan total populasi manusia tidak konstan. 2. Populasi manusia dan nyamuk adalah populasi yang tertutup. Penularan virus dari nyamuk ke manusia terjadi melalui gigitan pada saat virus tersebut berada di kelenjar ludah nyamuk. Setelah itu, virus memerlukan 4-6 hari yang menunjukkan masa inkubasi intrinsik sebelum menimbulkan penyakit. Dalam masa inkubasi ini, manusia rentan dianggap telah terbuka untuk diinfeksi virus. Dengan demikian, manusia rentan tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam subpopulasi manusia terpapar. Penularan virus dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi jika nyamuk rentan menggigit manusia terinfeksi yang sedang mengalami viremia, yaitu suatu kondisi medis dimana virus Dengue berada di dalam darah manusia. Kondisi ini berlangsung selama 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam. Selanjutnya, virus memerlukan 8-10 hari yang menunjukkan masa inkubasi ekstrinsik sebelum menimbulkan penyakit. Ketika masa inkubasi ini, nyamuk rentan dianggap telah terbuka untuk diinfeksi oleh virus. Nyamuk-nyamuk tersebut selanjutnya dikelompokkan ke dalam suatu subpopulasi nyamuk terpapar.

38 12 Secara skematis, pola penyebaran penyakit DBD dapat digambarkan dalam diagram kompartemen berikut: λ S v E v I v / / λ S h E h I h R h Keterangan : Perpindahan Individu Pengaruh Gambar 2 Skema penyebaran penyakit DBD model SEIR. Arti diagram kompartemen di atas adalah: 1. Laju pertumbuhan manusia rentan mempertimbangkan faktor kelahiran, kematian dan proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar, ditulis: = + = +, dimana diambil =. Proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar dipengaruhi oleh peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan ( ). Nilai peluang ini ialah perkalian antara peluang transmisi virus dari nyamuk terinfeksi ke manusia rentan ( ) dengan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ). Jadi, =. 2. Laju pertumbuhan manusia terpapar mempertimbangkan faktor kematian, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar dan proporsi perpindahan manusia terpapar ke manusia terinfeksi, ditulis: = Laju pertumbuhan manusia terinfeksi mempertimbangkan faktor kematian baik kematian secara alami maupun kematian karena DBD, proporsi perpindahan manusia terpapar ke manusia terinfeksi dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh, ditulis: = + +.

39 13 4. Laju pertumbuhan manusia sembuh mempertimbangkan faktor kematian dan proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh, ditulis: =. 5. Laju pertumbuhan nyamuk rentan mempertimbangkan faktor kelahiran, kematian dan proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar, ditulis: = + = +, dimana diambil =. Proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar dipengaruhi oleh peluang kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi ( ). Nilai peluang ini ialah perkalian antara peluang transmisi virus dari manusia terinfeksi ke nyamuk rentan ( ) dengan rata-rata gigitan nyamuk rentan ( ). Jadi, =. 6. Laju pertumbuhan nyamuk terpapar mempertimbangkan faktor kematian, proporsi perpindahan adalah proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar dan proporsi perpindahan nyamuk terpapar ke nyamuk nyamuk terinfeksi, ditulis: = Laju pertumbuhan nyamuk terinfeksi mempertimbangkan faktor kematian dan proporsi perpindahan nyamuk terpapar ke nyamuk nyamuk terinfeksi, ditulis: = Berdasarkan uraian di atas, model SEIR dapat dinyatakan sebagai berikut: Populasi Manusia Populasi Nyamuk = + = + = + + = = + = + = (14) (15)

40 14 dengan kondisi serta = dan + + = (16) : total populasi manusia. : total populasi nyamuk. : laju kelahiran manusia : laju kematian nyamuk. : laju kematian manusia secara alami. : laju kematian manusia karena DBD. : proporsi perpindahan manusia terpapar ke manusia terinfeksi. : proporsi perpindahan nyamuk terpapar ke nyamuk terinfeksi. : proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh. : peluang terjadinya kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi. : peluang terjadinya kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan. Selanjutnya, sistem-sistem (14) dan (15) serta kondisi (16) dapat disederhanakan dengan pemisalan =, =, =, =, =, = dan =, dan juga dalam model ini dianggap bahwa nilai = =, maka sistem tersebut dapat ditulis: = + = + = + + = 1 + = (17) dengan = serta kondisi = 1 dan + + = 1 (18) Sistem (17) dan kondisi (18) ini yang dibahas lebih lanjut pada bab berikut. Pembahasannya meliputi analisis kestabilan dan simulasi numerik untuk melihat dinamika populasinya.

41 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Pada sub-bab ini dicari titik tetap sistem (17) pada daerah yang memiliki makna secara biologi, disebut Ω, dengan Ω =,,,, R + + 1, + 1. Titik tetap ini diperoleh dengan menyelesaikan sistem (17) tersebut. Solusinya merupakan suatu solusi yang diperoleh pada saat = = 0, sehingga sistem tersebut dapat ditulis = = = + = 0 + = = = 0 = 0 (19) Sistem (19) di atas memiliki dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit (disease-free equilibrium/dfe) dan titik tetap endemik. Titik tetap tanpa penyakit merupakan titik yang memuat nilai = 0 dan = 0, sedangkan titik tetap endemik merupakan titik yang memuat nilai 0 atau 0. penyakit Dengan menggunakan software Mathematica, diperoleh titik tetap tanpa dan titik tetap endemik dengan,,,, =, 0, 0, 0, 0 (20),,,, (21) = / + + = / + + +

42 16 = / + + = / , = 1/ / / Penentuan titik-titik tetap di atas dapat dilihat pada Lampiran Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar Dengan menentukan the next generation matrix untuk sistem (17) pada titik tetap tanpa penyakit, 0 = diperoleh bilangan reproduksi dasar R = Selanjutnya, dari hasil (22) di atas diperoleh juga = R = Penentuan R dan dapat dilihat pada Lampiran 2.. (22). (23) 4.3 Analisis Kestabilan Titik Tetap Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit Misalkan sistem (22) ditulis sebagai,,,, = +,,,, = +,,,, = + +,,,, = 1 +,,,, =. (24)

43 17 Untuk menentukan kestabilan titik tetap tanpa penyakit,,,, = /, 0, 0, 0, 0, digunakan pelinearan pada sistem (24) di sekitar, diperoleh matriks Jacobi / / = Dari matriks di atas diperoleh lima nilai eigen. Nilai eigen yang pertama adalah dan empat nilai eigen lainnya merupakan akar-akar persamaan karakteristik dengan = = 0 = = = ; ada pada persamaan (23). Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz untuk persamaan karakteristik berderajat 4, kondisi kestabilan sistem (17) pada titik tetap adalah > 0, > 0, > 0 dan > +. (26) Karena semua parameter bernilai positif, maka, dan pada (25) bernilai positif. Koefisien dan akan bernilai positif, nol atau negatif bergantung pada nilai. Jika < 1 maka > 0 dan > 0. Jika = 1 maka = 0 dan = 0. Jika > 1 maka < 0 dan < 0. Jadi, kondisi (26) terpenuhi ketika < 1. (25) Dengan demikian, karena nilai eigen yang pertama < 0 dan kriteria Routh-Hurwitz telah ditunjukkan terpenuhi, maka stabil ketika < 1. Dari

44 18 persamaan (23), didapat hubungan R =, maka nilai dibatasi pada interval 0, 1 sehingga, jika R = < 1 untuk 0 < 1 maka titik tetap tanpa penyakit adalah stabil. Sebaliknya, jika R = > 1 maka titik tetap tanpa penyakit menjadi tidak stabil. Dalam model ini, R = adalah bilangan reproduksi dasar sebagaimana yang diperlihatkan pada persamaan (22). Pelinearan, penentuan nilai eigen dan persamaan karakteristik serta bukti di atas dapat diperhatikan pada Lampiran Kestabilan Titik Tetap Endemik Untuk menentukan kestabilan titik tetap endemik,,,,, digunakan pelinearan pada sistem (24) di sekitar, diperoleh matriks = dengan,,, dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai eigen matriks merupakan akar-akar persamaan karakteristik = 0 dengan,,,, dan dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz untuk persamaan karakteristik berderajat 5, kondisi kestabilan sistem (17) pada titik tetap adalah > 0, > 0, > 0, > 0, > 0, > +, dan > +. (27) Karena semua parameter bernilai positif, maka bernilai positif. Koefisien,,,, dan akan bernilai positif, nol atau negatif bergantung pada nilai. Jika < 1 maka < 0, < 0, < 0, < 0 dan < 0. Jika = 1 maka = 0, = 0,

45 19 = 0, = 0 dan = 0. Jika > 1 maka > 0, > 0, > 0, > 0 dan + +2 > 0. Jadi, kondisi (27) terpenuhi ketika > 1. Dengan demikian, karena kriteria Routh-Hurwitz telah ditunjukkan terpenuhi, maka stabil ketika R = > 1. Sebaliknya, jika R = < 1 untuk 0 < 1 maka titik tetap endemik menjadi tidak stabil. Pelinearan, penentuan persamaan karakteristik dan bukti di atas dapat diperhatikan pada Lampiran 4. Berikut ini adalah tabel kondisi kestabilan kedua titik tetap yang diperoleh. Tabel 1 Kondisi Kestabilan Titik Tetap Kondisi Titik Tetap Tanpa Penyakit Titik Tetap Endemik R < 1 Stabil Tidak Stabil R > 1 Tidak Stabil Stabil Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi kestabilan dari titik tetap yang diperoleh saling bertentangan. Ketika titik tetap pertama stabil, titik tetap kedua tidak stabil dan ketika titik tetap pertama tidak stabil, titik tetap kedua stabil. 4.4 Simulasi Dinamika Populasi Penularan Virus Dengue Nilai Parameter Dinamika populasi yang dianalisis adalah untuk kondisi R < 1 dan R > 1. Dalam hal ini, R adalah bilangan reproduksi dasar (persamaan 22). Untuk menganalisis dinamika populasi, dilakukan perubahan laju kematian nyamuk ( ) dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ). Dua parameter ini dipilih karena dianggap berpengaruh dalam penanggulangan wabah. Nilai yang diambil berada pada [0.01, 0.09] dengan langkah 0.01, sedangkan nilai yang diambil pada [0.25, 0.60] dengan langkah 0.01 (Hawley 1988; Vazeille et al dan Richards et al. 2006). Nilai-nilai parameter lain dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

46 20 Tabel 2 Definisi dan Nilai Parameter Model SEIR dalam Simulasi Numerik Parameter Notasi Nilai Laju kelahiran manusia per hari 2, Peluang transmisi virus dari nyamuk terinfeksi ke manusia per hari 0,4 Laju kematian manusia karena DBD per hari 0,003 Laju kematian manusia secara alami per hari 1/ Proporsi perpindahan manusia terpapar ke manusia terinfeksi per hari 1/10 Proporsi perpindahan nyamuk terpapar ke nyamuk terinfeksi per hari 1/9 Proporsi perpindahan manusia terinfeksi ke manusia sembuh per hari 1/4 Sumber: Erickson et al. (2010) dan Derouich et al. (2003) Nilai awal total populasi manusia yang seluruhnya rentan adalah 1. Nilai awal total populasi nyamuk adalah 1 dengan jumlah nyamuk terinfeksi adalah 20%. Berikut adalah simulasi untuk melihat dinamika populasi manusia dan nyamuk yang dilakukan dengan mengubah nilai laju kematian nyamuk ( ) dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ) pada kondisi R < 1 dan kondisi R > Dinamika Populasi untuk Kondisi < 1 Gambar 3 berikut menunjukkan kestabilan tiap subpopulasi, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk, untuk kondisi R < 1. Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai dan pada interval yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi di bawah ini untuk nilai = 0,07 dan = 0,3 dengan nilai R = 0, S h HtL E h HtL I h HtL R h HtL S v HtL E v HtL I v HtL 0.0 Hari t (a) 0.0 Hari t Gambar 3 Dinamika populasi manusia (a) dan populasi nyamuk (b) terhadap waktu untuk kondisi R < 1. (b)

47 21 Gambar 3a menunjukkan bahwa jumlah subpopulasi manusia rentan ( ) setelah tertular virus, dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke = 0,63. Lain halnya yang terjadi pada subpopulasi manusia terpapar ( ) dan terinfeksi ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke = 0 dan = 0. Pada subpopulasi manusia sembuh ( ), dari awal simulasi mengalami peningkatan hingga stabil ke = = 0,37. Pada Gambar 3b, jumlah subpopulasi nyamuk terpapar ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke = 0. Lain halnya yang terjadi pada subpopulasi nyamuk terinfeksi ( ), dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke = 0. Pada subpopulasi nyamuk rentan ( ), mengalami peningkatan hingga stabil ke = 1 + = 1. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi stabil ke titik tetap tanpa penyakit,,,, = /, 0, 0, 0, 0 dengan / = 0,63. Ini menunjukkan bahwa sub-subpopulasi manusia terpapar dan terinfeksi serta nyamuk terpapar dan terinfeksi menuju nol. Selanjutnya dilakukan simulasi pada populasi manusia dan nyamuk dengan mengubah nilai parameter dan. Pengambilan nilai kedua parameter ini memenuhi kondisi R < 1, sehingga dapat disimulasikan untuk beberapa kondisi berbeda sebagaimana yang tertera pada Tabel 3 serta Gambar 4 dan 5 berikut. Tabel 3 Simulasi untuk Kondisi R < 1 Parameter Model Bilangan Reproduksi Dasar ( ) = 0,03 = 0,30 0,97 = 0,05 = 0,30 0,70 = 0,07 = 0,30 0,56 = 0,09 = 0,30 0,47 = 0,05 = 0,25 0,59 = 0,05 = 0,30 0,70 = 0,05 = 0,35 0,82 = 0,05 = 0,40 0,94

48 22 Gambar 4 di bawah ini menunjukkan perubahan jumlah tiap subpopulasi ketika nilai laju kematian nyamuk ( ) diubah. S h HtL E h HtL 0.8 m v = m v = m v = 0.05 m v = 0.07 m v = m v = 0.05 m v = 0.07 m v = Hari t Hari t (a) (b) I h HtL 0.05 R h HtL m v = 0.03 m v = 0.05 m v = 0.07 m v = m v = 0.03 m v = 0.05 m v = 0.07 m v = Hari t Hari t (c) (d) S v HtL 1.00 E v HtL m v = 0.03 m v = 0.05 m v = 0.07 m v = m v = 0.03 m v = 0.05 m v = 0.07 m v = Hari t Hari t (e) (f) I v HtL m v = m v = 0.05 m v = m v = Hari t (g) Gambar 4 Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R < 1 dan nilai parameter diubah.

49 23 Pada populasi manusia sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4a 4d, jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi manusia lainnya semakin berkurang. Hal ini dikarenakan peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar semakin berkurang sehingga jumlah manusia rentan semakin bertambah. Pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4e 4g, jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi nyamuk lainnya semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang. Akibatnya, proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar semakin berkurang sehingga jumlah nyamuk rentan semakin bertambah. Bertambah atau berkurangnya jumlah tiap subpopulasi cenderung tidak sama untuk setiap kenaikan laju kematian nyamuk, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk. Maksimum jumlah subpopulasi manusia terpapar terjadi pada hari ke-15 dengan proporsi 12% dan laju kematian nyamuk sebesar 0,03. Pada subpopulasi manusia terinfeksi, maksimum terjadi pada hari ke-21 dengan proporsi 5% dan laju kematian nyamuk sebesar 0,03. Gambar 5 berikut ini menunjukkan perubahan jumlah tiap subpopulasi ketika nilai rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ) diubah.

50 24 S h HtL E h HtL 0.8 b i = b i = b i = 0.30 b i = 0.35 b i = b i = 0.30 b i = 0.35 b i = Hari t Hari t (a) (b) I h HtL 0.06 R h HtL b i = b i = b i = 0.30 b i = 0.35 b i = b i = 0.30 b i = 0.35 b i = Hari t Hari t (c) (d) S v HtL 1.00 E v HtL b i = 0.25 b i = b i = 0.25 b i = b i = b i = b i = b i = Hari t Hari t (e) (f) I v HtL b i = 0.25 b i = b i = 0.35 b i = 0.40 Gambar Hari t (g) Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R < 1 dan nilai parameter diubah. Pada populasi manusia sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5a 5d, jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin berkurang sedangkan jumlah

51 25 subpopulasi manusia lainnya semakin bertambah. Peningkatan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi dapat meningkatkan nilai peluang kontak antara nyamuk terinfeksi dengan manusia rentan. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar semakin bertambah. Pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5e 5g, jika rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin berkurang sedangkan jumlah subpopulasi nyamuk lainnya semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai peluang kontak antara nyamuk rentan dengan manusia terinfeksi sehingga proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar semakin bertambah. Bertambah atau berkurangnya jumlah tiap subpopulasi cenderung tidak sama untuk setiap kenaikan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk. Maksimum jumlah subpopulasi manusia terpapar terjadi pada hari ke-13 dengan proporsi 14% dan rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi sebesar 0,4. Pada subpopulasi manusia terinfeksi, maksimum terjadi pada hari ke-18 dengan proporsi 5% dan laju kematian nyamuk sebesar 0, Dinamika Populasi untuk Kondisi > 1 Gambar 6 berikut menunjukkan kestabilan tiap subpopulasi, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk, untuk kondisi R > 1. Berdasarkan nilai-nilai parameter yang ada pada Tabel 2 dan dengan mengambil nilai dan pada interval yang sudah ditetapkan, diperoleh gambar dinamika populasi berikut ini untuk nilai = 0,01 dan = 0,41 dengan R = 2, S h HtL E h HtL I h HtL R h HtL S v HtL E v HtL I v HtL 0.0 Hari t (a) 0.0 Hari t Gambar 6 Dinamika populasi manusia (a) dan populasi nyamuk (b) terhadap waktu untuk kondisi R > 1. (b)

52 26 Gambar 6a menunjukkan bahwa jumlah subpopulasi manusia rentan ( ) setelah tertular virus, dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke = 0, Lain halnya yang terjadi pada subpopulasi manusia terpapar ( ) dan terinfeksi ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke = 0,00010 dan = 0, Pada subpopulasi manusia sembuh ( ), di awal simulasi mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke = = 0, Pada Gambar 6b, jumlah subpopulasi nyamuk terpapar ( ), awalnya mengalami peningkatan kemudian menurun hingga stabil ke = 0, Lain halnya yang terjadi pada subpopulasi nyamuk terinfeksi ( ), dari awal simulasi mengalami penurunan hingga stabil ke = 0, Pada subpopulasi nyamuk rentan ( ), mengalami peningkatan hingga stabil ke = 1 + = 0, Jadi, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi stabil ke titik tetap endemik,,,,. Ini menunjukkan bahwa sub-subpopulasi manusia terpapar dan terinfeksi serta nyamuk terpapar dan terinfeksi menuju ke nilai yang tidak nol. Selanjutnya dilakukan simulasi pada tiap subpopulasi manusia dan nyamuk terhadap waktu dengan mengubah nilai parameter dan. Pengambilan nilai kedua parameter ini disesuaikan dengan nilai R yang memenuhi kondisi R > 1, sehingga dapat disimulasikan untuk tiga kondisi berbeda sebagaimana yang tertera pada Tabel 4 serta Gambar 7 dan 8 berikut. Tabel 4 Simulasi untuk Kondisi R > 1 Parameter Model Bilangan Reproduksi Dasar ( ) = 0,01 = 0,60 3,62 = 0,03 = 0,60 1,94 = 0,05 = 0,60 1,40 = 0,07 = 0,60 1,12 = 0,03 = 0,40 1,29 = 0,03 = 0,45 1,45 = 0,03 = 0,50 1,61 = 0,03 = 0,55 1,78

53 27 S h HtL 1.0 E h HtL m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = m v = Hari t Hari t (a) (b) I h HtL 0.08 R h HtL m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = m v = Hari t Hari t (c) (d) S v HtL 1.0 E v HtL m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = 0.01 m v = 0.03 m v = m v = m v = Hari t Hari t (e) (f) I v HtL m v = 0.01 m v = m v = m v = (g) Hari t Gambar 7 Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R > 1 dan nilai parameter diubah Perubahan (bertambah atau berkurang) jumlah tiap subpopulasi, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk, karena naiknya laju kematian nyamuk sebagaimana yang ditunjukkan dalam Gambar 7 di atas memiliki pola

54 28 yang sama dengan perubahan jumlah tiap subpopulasi untuk kondisi R < 1 sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4. Perbedaan kedua gambar hanya pada jumlah maksimum atau minimum tiap subpopulasi, tetapi dalam simulasi ini lebih difokuskan pada jumlah maksimum subpopulasi manusia terpapar dan manusia terinfeksi. Pada populasi manusia sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 7a 7d, jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi manusia lainnya semakin berkurang. Hal ini dikarenakan peningkatan laju kematian nyamuk menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk termasuk nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia terpapar semakin berkurang. Pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 7e 7g, jika laju kematian nyamuk naik dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi nyamuk lainnya semakin berkurang. Peningkatan laju kematian nyamuk ini menyebabkan penurunan pada jumlah nyamuk terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang. Berkurangnya manusia terinfeksi menyebabkan proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar semakin berkurang sehingga jumlah nyamuk rentan semakin bertambah. Bertambah atau berkurangnya jumlah tiap subpopulasi cenderung tidak sama untuk setiap kenaikan laju kematian nyamuk, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk. Maksimum jumlah subpopulasi manusia terpapar terjadi pada hari ke-19 dengan proporsi 18% dan laju kematian nyamuk sebesar 0,01. Pada subpopulasi manusia terinfeksi, maksimum terjadi pada hari ke-24 dengan proporsi 7% dan laju kematian nyamuk sebesar 0,01. Gambar 8 berikut ini menunjukkan perubahan jumlah tiap subpopulasi ketika nilai rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi ( ) diubah.

55 29 S h HtL 1.0 E h HtL b i = 0.40 b i = b i = 0.40 b i = b i = b i = b i = b i = Hari t Hari t (a) (b) I h HtL 0.08 R h HtL b i = 0.40 b i = 0.45 b i = b i = 0.40 b i = 0.45 b i = b i = b i = Hari t Hari t (c) (d) S v HtL 0.85 E v HtL b i = 0.40 b i = 0.45 b i = b i = 0.40 b i = 0.45 b i = b i = b i = Hari t Hari t (e) (f) I v HtL b i = b i = 0.45 b i = b i = (g) Hari t Gambar 8 Dinamika populasi manusia (a) rentan, (b) terpapar, (c) terinfeksi, dan (d) sembuh, serta populasi nyamuk (e) rentan, (f) terpapar dan (g) terinfeksi terhadap waktu pada kondisi R > 1 dan nilai parameter diubah Seperti uraian pada Gambar 7 sebelumnya, perubahan (bertambah atau berkurang) jumlah tiap subpopulasi, baik pada populasi manusia maupun populasi nyamuk, karena naiknya rata-rata gigitan nyamuk terinfeksi (Gambar 8), memiliki

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD

III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD III. MODEL MATEMATIK PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 3.1 Model SIR Model SIR pada uraian berikut mengacu pada kajian Derouich et al. (2003). Asumsi yang digunakan adalah: 1. Total populasi nyamuk dan total populasi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)

II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear) 3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN :

Prosiding Seminar Hasil-Hasil PPM IPB 2015 Vol. I : ISBN : Vol. I : 214 228 ISBN : 978-602-8853-27-9 MODEL EPIDEMIK STOKASTIK PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI JAWA BARAT (Stochastic Epidemic Model of Dengue Fever Spread in West Java Province) Paian

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR

ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF

ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT

ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT i ANALISIS MODEL SPASIAL TEMPORAL PADA DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT MALARIA RAHMAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY TESIS Oleh FERDINAND SINUHAJI 127021034/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 MODEL EPIDEMI SIRS DENGAN TIME DELAY

Lebih terperinci

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)

DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK TRANSMISI PENYAKIT MALARIA RESMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH

MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH MODEL SEIRS-LSEI PADA PENYAKIT CHIKUNGUNYA SUAEDAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM

ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh Andy Setyawan NIM ANALISIS STABILITAS PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING

MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan

Lebih terperinci

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS

PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,

Lebih terperinci

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku

Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Analisis Stabilitas Model SIR (Susceptibles, Infected, Recovered) Pada Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Provinsi Maluku Zeth Arthur Leleury Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Pattimura

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE

PERBANDINGAN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE PERBANDINGANN METODE INTERPOLASI ABRIDGED LIFE TABLE DAN APLIKASINYA PADA DATAA KEMATIAN INDONESIA VANI RIALITA SUPONO SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5

III PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5 III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan

BAB II KAJIAN TEORI. digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Teori-teori ini digunakan sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: SEIS, masa inkubasi, titik kesetimbangan, pertussis, simulasi. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: SEIS, masa inkubasi, titik kesetimbangan, pertussis, simulasi. iii ABSTRAK Wahyu Setyawan. 2015. MODEL SUSCEPTIBLE EXPOSED INFECTED SUSCEPTIBLE (SEIS). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Model matematika yang menggambarkan pola penyebaran

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan

Lebih terperinci

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si

Oleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI RADIFA AFIDAH SYAHLANI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

Lebih terperinci

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE

ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 3 (2014), hal 153 162. ANALISIS DAN SIMULASI MODEL MATEMATIKA PENYAKIT DEMAM DENGUE DENGAN SATU SEROTIF VIRUS DENGUE Hendri Purwanto,

Lebih terperinci

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA

PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA PENETAPAN HARGA JAMINAN POLIS ASURANSI JIWA DENGAN PREMI TAHUNAN DAN OPSI SURRENDER WELLI SYAHRIZA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang)

KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) KESTABILAN MODEL SUSCEPTIBLE VACCINATED INFECTED RECOVERED (SVIR) PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK (MEASLES) (Studi Kasus di Kota Semarang) Melita Haryati 1, Kartono 2, Sunarsih 3 1,2,3 Jurusan Matematika

Lebih terperinci

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG

MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MODEL SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG MANSYUR A. R.1 TOAHA S.2 KHAERUDDIN3 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan Km.

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H

KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H KAJIAN MODEL HIDDEN MARKOV KONTINU DENGAN PROSES OBSERVASI ZERO DELAY DAN APLIKASINYA PADA HARGA GABAH KERING PANEN T A M U R I H SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA

ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA ANALISIS STABILITAS PENYEBARAN VIRUS EBOLA PADA MANUSIA Mutholafatul Alim 1), Ari Kusumastuti 2) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang 1) mutholafatul@rocketmail.com

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir yang berjudul Analisis Kestabilan

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya

Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya LAPORAN EKSEKUTIF HASILPENELITIAN HIBAH PENELITIAN PASCASARJANA HPTP (HIBAH PASCA) Pemodelan dan Simulasi Matematika Pengendalian Epidemi DBD di Wilayah Bandung dan Sekitarnya Oleh: Prof. Dr. Edy Soewono

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL

PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL PERAN TRANSFORMASI TUSTIN PADA RUANG KONTINU DAN RUANG DISKRET SAMSURIZAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate

Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate I Suryani 1 Mela_YuenitaE 2 12 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau Jl

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka

Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka M Soleh 1, D Fatmasari 2, M N Muhaijir 3 1, 2, 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI

SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT RO FAH NUR RACHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada

BAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN MODEL SEIR DENGAN VAKSINASI PADA PENYEBARAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DIY TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis

Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Analisa Kualitatif pada Model Penyakit Parasitosis Nara Riatul Kasanah dan Sri Suprapti H Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl.

Lebih terperinci

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.

Oleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si. PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI

KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI KESTABILAN TITIK EQUILIBRIUM MODEL SIR (SUSPECTIBLE, INFECTED, RECOVERED) PENYAKIT FATAL DENGAN MIGRASI Mohammad soleh 1, Leni Darlina 2 1,2 Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam

Lebih terperinci

DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI

DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI DINAMIKA PENYEBARAN PENYAKIT KOLERA OLEH BAKTERI VIBRIO CHOLERAE BERTIPE HYPERINFECTIOUS NUR RAHMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL EPIDEMIK SEIRS PADA PENYEBARAN PENYAKIT ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh

ANALISIS MODEL EPIDEMIK SEIRS PADA PENYEBARAN PENYAKIT ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh ANALISIS MODEL EPIDEMIK SEIRS PADA PENYEBARAN PENYAKIT ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Rupi Mitayani NIM 091810101023 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28

Lebih terperinci

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM

PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM PREDIKSI KECEPATAN PHASE GELOMBANG SOLITER TERGANGGU AHMAD HAKIM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI

ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI DWI VENI YUNITA SARI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH

RISIKO GEMUK (FAT-TAILED ADRINA LONY SEKOLAH PENENTUAN BESARNYA PREMI UNTUK SEBARAN RISIKO YANG BEREKOR GEMUK (FAT-TAILED RISK DISTRIBUTION) ADRINA LONY SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia.

Jalan Soekarno-Hatta Km. 09 Tondo, Palu 94118, Indonesia. JIMT Vol. 13 No. 1 Juni 2016 (Hal. 1 13) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X ANALISIS KESTABILAN MODEL HOST VEKTOR PENYEBARAN DEMAM KUNING PADA POPULASI KONSTAN A.N. Kenden 1, R.Ratianingsih

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI

MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI MODEL SEIR PENYAKIT CAMPAK DENGAN VAKSINASI DAN MIGRASI Mohammmad Soleh 1, Siti Rahma 2 Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl HR Soebrantas No 155 KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru muhammadsoleh@uin-suskaacid

Lebih terperinci

Bab II Teori Pendukung

Bab II Teori Pendukung Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS

ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS ANALISIS PENYEBARAN PENYAKIT DIARE SEBAGAI SALAH SATU PENYEBAB KEMATIAN PADA BALITA MENGGUNAKAN MODEL MATEMATIKA SIS (SUSCEPTIBLE-INFECTED-SUSCEPTIBLE) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS

MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS e-jurnal Matematika Vol 1 No 1 Agustus 2012, 52-58 MODEL SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS, RECOVERED) UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS K QUEENA FREDLINA 1, TJOKORDA BAGUS OKA 2, I MADE EKA DWIPAYANA

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH

ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH ANALISIS MODEL PELUANG BERTAHAN HIDUP DAN APLIKASINYA SUNARTI FAJARIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan

BAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,

Lebih terperinci

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc

OLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc OLEH : IKHTISHOLIYAH 1207 100 702 DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Pemodelan matematika

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi

Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi Analisis Kestabilan Pada Model Transmisi Virus Hepatitis B yang Dipengaruhi Oleh Migrasi 1 Firdha Dwishafarina Zainal, Setijo Winarko, dan Lukman Hanafi Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam

Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245

APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS. 10 Makassar, kode Pos 90245 APLIKASI METODE MATRIKS GENERASI DALAM MENENTUKAN NILAI MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS HIV/AIDS MODEL Septiangga Van Nyek Perdana Putra 1), Kasbawati 2), Syamsuddin Toaha 3) 1) Mahasiswa Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di

BAB I PENDAHULUAN. ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maternal antibody merupakan kekebalan tubuh pasif yang ditransfer oleh ibu kepada anaknya melalui plasenta pada saat usia kandungan 1 2 bulan di akhir masa kehamilan.

Lebih terperinci

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD

MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD MODEL MATEMATIKA PERPINDAHAN KELOMPOK BELALANG DENGAN METODE GELOMBANG BERJALAN NURUDIN MAHMUD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tuberkulosis adalah penyakit yang penularannya langsung dari penderita TB yang terinfeksi oleh strain TB yaitu Microbacterium tuberculosis. Menurut

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih

KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT. Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih KAJIAN MODEL EPIDEMIK SIR DETERMINISTIK DAN STOKASTIK PADA WAKTU DISKRIT Oleh: Arisma Yuni Hardiningsih 126 1 5 Dosen Pembimbing: Dra. Laksmi Prita Wardhani, M.Si Jurusan Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)

ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI

ANALISIS REGRESI TERPOTONG BEBERAPA NILAI AMATAN NURHAFNI ANALISIS REGRESI TERPOTONG DENGAN BEBERAPA NILAI AMATAN NOL NURHAFNI SEKOLAH PASCASARJANAA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU

PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU v PERBANDINGAN METODE PENDUGAAN PARAMETER DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL LA MBAU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci