BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM"

Transkripsi

1 BAB V BENTUK DAN SISTEM KELEMBAGAAN PERTANIAN PASCA RECLAIM Menduduki obyek reclaiming merupakan cara yang paling lazim dilakukan oleh rakyat untuk merebut kembali akses sumberdaya alam, baik menggarap atau mengerjakan lahan, mengganti tanaman yang ditanam pihak lawan menjadi tanaman rakyat, menanam tanaman di sela-sela tanaman pokok, mendirikan bangunan rumah atau fasilitas umum di lahan sengketa, dan lain sebagainya. Ada beberapa tindakan yang dilakukan oleh petani setelah berhasil merebut sumberdaya agraria, seperti penataan penguasaan obyek reclaiming, pengembangan penataan produksi, dan legalisasi (Wijardjo dan Perdana, 2001). Ketiga tindakan tersebut merupakan agenda utama perjuangan bagi kelompok tani yang ada di Pasawahan khususnya Organisasi Tani Lokal (OTL) Pasawahan II yang diatur berdasarkan bentuk dan sistem kelembagaan masyarakat setempat. 5.1 Distribusi Penguasaan Tanah Hasil Perjuangan OTL Pasawahan II Mengacu pada bentuk penguasaan tanah yang dikemukakan oleh Wiradi dan Makali (2009), tanah garapan yang dibuka oleh masyarakat Pasawahan yang tergabung dalam OTL Pasawahan II dapat dikategorikan sebagai tanah Yasan, yaitu lahan garapan yang diperoleh dengan usaha membuka lahan yang awalnya merupakan hutan karet dan merupakan lahan eks PT. Cipicung. Masyarakat menggarap lahan dengan ditanami tanaman-tanaman jangka pendek, menengah, dan panjang, seperti pohon albasia, mahoni, kelapa, pete, jengkol, pisang, singkong, cabe, kunyit, dan tanaman palawija lainnya. Hasil dari lahan garapan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan keluarga serta mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Kasus yang terjadi di Pasawahan khususnya OTL Pasawahan II sudah terjadi sejak tahun Masyarakat mengetahui bahwa HGU PT. Cipicung sudah habis sejak tahun Setelah mengetahui lahan tersebut diterlantarkan, sekelompok masyarakat langsung membentuk kelompok dan mengumpulkan warga yang benar-benar membutuhkan tanah. Awalnya, proses reclaiming yang

2 46 dilakukan oleh kelompok petani diawali dengan adanya pendidikan kesadaran politik dan hukum pada petani yang dilakukan oleh organisasi tani Serikat Petani Pasundan (SPP). SPP memberikan pendidikan kritis mengenai hak-hak petani terhadap tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya atau diterlantarkan oleh pemiliknya. Dalam pendidikan tersebut petani mendapatkan pemahaman bahwa tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya dan atau diterlantarkan dapat diambil alih haknya oleh petani. Hal ini lah yang menggagas ide para tokoh petani untuk mengambil kembali hak atas tanah mereka yang selama ini diduduki oleh pihak swasta (PT. Cipicung) untuk kembali digarap oleh masyarakat. Pada tahun 2001, perjuangan masyarakat berhasil me-reclaim tanah seluas 200 hektar. Menurut Wijardjo dan Perdana (2001) mengatakan bahwa pembagian dan penguasaan obyek reclaiming merupakan bentuk penataan dalam penguasaan obyek reclaiming dimana pilihan penataan penguasaan tersebut diserahkan pada mekanisme lokal, dan bukan ditentukan oleh sekelompok orang atau bahkan pihak luar. Pada kasus yang terjadi di OTL Pasawahan II, mekanisme pendistribusian lahan garapan diserahkan pada keputusan bersama melalui forum musyawarah anggota yang diadakan oleh pengurus OTL. Seluruh petani yang terdaftar dalam pengajuan lahan garapan, dikumpulkan dalam satu musyawarah. Posisi pengurus sama sekali tidak memiliki peran untuk memberikan keputusan tentang berapa jumlah dan siapa yang mendapat bagian, namun hanya berperan sebagai pihak yang memfasilitasi jalannya musyawarah. Pencapaian mufakat melalui musyawarah anggota dianggap sebagai jalan yang lebih baik dan masih sering dilakukan oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan. Pada saat awal pembukaan lahan, setiap masyarakat yang membutuhkan lahan diberikan kebebasan untuk membuka lahan sesuai dengan kemampuan mereka dalam menggarapnya. Belum ada batasan yang menentukan berapa luas lahan yang boleh digarap. Namun jika hal itu tetap dibiarkan terjadi, maka akan terjadi pengumpulan aset tanah di satu pihak. Oleh sebab itu, diadakanlah musyawarah seluruh masyarakat untuk merundingkan tentang pembagian lahan. Melalui musyawarah anggota, bersama-sama disepakati adanya pembedaan luas kapling bagi tanah yang berada di pinggir jalan dan di pedalaman.

3 47 Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh OYN (Bendahara OTL Pasawahan II): Berdasarkan kesepakatan anggota, dalam pembagian lahan kita membedakan luas kapling bagi tanah yang ada di luar dan di dalam, jadi aya istilah bagian dalam jeung bagian luar Maksud dari pernyataan di atas, tanah bagian luar adalah tanah yang lebih dekat ke jalan atau mudah dijangkau, sedangkan tanah bagian dalam adalah tanah yang lokasinya jauh dari jalur jalan, 1000 meter kedalam sudah termasuk tanah bagian dalam. Luas kapling antara tanah bagian luar dan bagian dalam berbeda. Untuk tanah bagian luar luas satu kaplingnya adalah 1050 m 2, dan untuk tanah bagian dalam luas satu kaplingnya adalah 2500 m 2. Besarnya nilai luas antara kapling luar dan kapling dalam ditentukan berdasarkan kesepakatan oleh seluruh anggota OTL dalam musyawarah dan didasarkan pada beberapa pertimbangan di bawah ini: Tabel 9. Dasar Pembedaan Adanya Pembagian Tanah Bagian Luar dan Bagian Dalam Perbedaan Tanah Bagian Luar Tanah Bagian Dalam Nilai Jual Tanah Harga tanah lebih mahal Harga tanah lebih murah karena aksesnya lebih mudah. Nilai Jual Hasil Produksi Faktor Kemudahan Hasil dari produksi tanah jika dijual harganya lebih mahal. Misalnya, harga pohon albasia jika dijual harganya lebih mahal dibandingkan dengan pohon albasia yang ditanam di tanah bagian dalam. Jika ingin membangun rumah, pemesanan bahan baku akan lebih mudah, seperti pasir, batu bata, semen, sehingga tidak memerlukan biaya dan tenaga lebih Harga dari hasil produksinya lebih murah, karena: 1. Faktor jauhnya akses terhadap lokasi. 2. Pembeli harus mengeluarkan biaya dan tenaga lebih untuk membawa hasil produksi. Memerlukan biaya dan tenaga lebih untuk membawa bahan bangunan, karena jauhnya akses terhadap lokasi sehingga sulit ditempuh oleh kendaraan. Berikut tabel distribusi penguasaan lahan kapling luar dan kapling dalam berdasarkan data nominatif lahan OTL Pasawahan II:

4 48 Tabel 10. Ditribusi Penguasaan Lahan Kapling Luar dan Kapling Dalam di OTL Pasawahan II. Luas (m 2 ) Jumlah (n) Persentase (%) Kapling luar (1050) 78 14,5 Kapling dalam (2500) ,5 Jumlah Berdasarkan Tabel 10 di atas, 85,5 persen dari pemohon yang mengajukan lahan garapan, mereka menggarap lahan yang berada di kapling dalam atau 1000 meter kedalam dari jalan utama. Sedangkan 14,5 persen pemohon menggarap lahan yang lokasinya berada di luar atau lebih dekat dengan jalan utama. Pada dasarnya tanah yang digarap oleh petani merupakan tanah yang subur, artinya bisa ditanami oleh tanaman apapun. Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua OTL Pasawahan II, abah sa ud bersama jajarannya, bersama-sama dengan seluruh anggota membicarakan teknis pendistribusian lahan yang telah berhasil di reclaim. Melalui musyawarah tersebut diperoleh keputusan bahwa seluruh anggota OTL akan memperoleh lahan dengan bagian yang sama, tanpa adanya perbedaan atau memandang jabatan apapun. Pengambilan keputusan pun diserahkan berdasarkan kesepakatan seluruh anggota musyawarah sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama untuk menyampaikan idenya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh SAU (ketua OTL Pasawahan II): Semua anggota OTL sama-sama memperoleh satu kapling. Baik pengurus maupun anggota semuanya memperoleh bagian yang sama. Lahan yang satu hektar dibagi menjadi empat kapling. Kesepakatan ini berdasarkan musyawarah seluruh anggota 11 Kutipan di atas menunjukkan bahwa dalam pendistribusian lahan hasil reclaim semua anggota OTL memperoleh bagian yang sama. Tidak ada perbedaan dalam pembagiannya. Pemilihan lokasi lahan garapan ditentukan sendiri oleh anggota. Bahkan pada saat dilakukan pendistribusian lahan, ada beberapa dari masyarakat sudah menandai lahan yang akan digarapnya nanti. Biasanya ditandai dengan kain putih, pohon hanjuang, cakra-cikri, pohon dadap, dan lainnya. Masyarakat Pasawahan boleh mengajukan permohonan garapan kepada OTL, 11 1 Hektar = m 2

5 49 dengan syarat harus sudah berumur 17 tahun dan sudah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), selain itu juga bagi masyarakat yang memohon adalah masyarakat yang benar-benar sangat memerlukan lahan untuk digarap. Selain masyarakat yang benar-benar tidak memiliki tanah, ada juga masyarakat pemohon yaitu mereka yang hanya memiliki tanah sempit, yang hasil panennya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut pernyataan EN (warga Karanganyar): selain tanah perjuangan, ibu juga punya tanah 100 bata. Tapi tanah tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makanya ibu mengajukan permohonan ke OTL. Lumayan lah, buat nambah-nambah. Sistem pembagian seperti di atas masih disepakati dan dihormati sampai sekarang dan sudah menjadi hal yang wajar di masyarakat. Untuk menertibkan data penguasaan lahan garapan, pada tahun 2009 disusun data nominatif. Tim dari pengurus OTL, pada saat itu langsung terjun ke lapang untuk melakukan pengukuran dan pencatatan luas lahan garapan yang dimiliki oleh masing-masing anggota yang nantinya akan dibukukan dan diserahkan kepada BPN. Peralatan yang digunakan masih menggunakan peralatan sederhana seperti meteran dan alat tulis. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan SNR (Sekertaris OTL Pasawahan II sekaligus ketua tim rombongan pengukuran lahan): Bapa dan rombongan langsung terjun ke lokasi untuk melakukan pengukuran. Waktu itu, tim dibagi menjadi 4 blok. Kami hanya bawa meteran dan alat tulis saja, peralatan yang sangat sederhana Bapa Sunarya menjadi ketua tim pengukuran pada saat itu sekaligus beliau adalah sekretaris OTL. Tim pengukur dibagi menjadi empat blok, biar lebih efektif. Keempat blok tersebut adalah blok Munggang Wareng, blok Ciawitali, blok Karang Tengah, dan blok Desa. Proses penyusunan data nominatif ini hanya untuk lahan hasil perjuangan yang diperoleh dari SPP saja, tidak untuk lahan milik. Penyusunan data nominatif dimaksudkan untuk mengumpulkan data mengenai berapa luas lahan yang dimiliki (dalam hitungan kapling dan bata), batas-batas kapling, peningkatan pendapatan, dan dimana letak lahan garapan tersebut berada.

6 50 Pembentukan data nominatif ini merupakan salah satu upaya pengawasan atau pengontrolan yang dilakukan oleh OTL terhadap aset sumberdaya agraria yang telah diperjuangkan bersama-sama. Hal ini untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Sesuai dengan tujuan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ini merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai bersama-sama oleh seluruh anggota OTL, selain ingin memberantas kebodohan, juga ingin memberantas kemiskinan. Berikut ungkapan OYN (Bendahara OTL Pasawahan II): Setelah dapat lahan, kita ingin masyarakat menggarapnya dengan baik. Sekarang alhamdulillah sudah banyak yang memetik hasil dan keuntungan dari lahan garapan perjuangan. Cita cita leuweung hejo rakyat ngejo sudah mulai terasa. Jangan sampai cita-cita tersebut terbalik jadi leuweung hejo rakyat kokoro. Alhamdulillah, sekarang mau nanam apa saja jadi. Dulu mah boro-boro jadi, tanahna masih jelek karena bekas perkebunan karet. Pernyataan di atas diungkapkan oleh salah satu pengurus OTL, bahwa citacita leuweung hejo rakyat ngejo menjadi harapan bersama masyarakat. Maksudnya, hutan yang sekarang digarap oleh masyarakat ditanami oleh tanaman yang produktif. Dari hasil hutan tersebut, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya minimal buat kebutuhan hidup sehari-hari. Jangan sampai cita-cita di atas terbalik menjadi leuweung hejo rakyat kokoro. Maksudnya, meskipun hutan ditumbuhi oleh tanaman-tanaman yang hijau namun nasib masyarakatnya sendiri masih menghawatirkan. Seperti keadaan pada saat perkebunan, masyarakat hanya dapat makan dengan numpang di tanah perkebunan. Sekarang masyarakat sudah memiliki lahan garapan masing-masing. Lahan tersebut memiliki nilai perjuangan, karena diperoleh dengan tidak mudah. Oleh karena itu perlu kesadaran yang tinggi bagi anggota dalam menggarap dan memeliharanya. Fakta dilapangan ditunjukkan adanya oper alih garapan. Maskud oper alih garapan ini yaitu adanya tukar menukar lahan garapan antar anggota. Oper alih garapan terjadi sekitar tahun 2007, karena dengan alasan jauhnya akses terhadap lokasi lahan garapan. Pada saat pendistribusian lahan di awal, masyarakat tidak terlalu mementingkan jauh dekatnya akses terhadap lahan,

7 51 tetapi yang menjadi fokus utama pada saat itu adalah bagaimana masyarakat memperoleh lahan garapan. Tanggapan dari pihak pengurus terhadap oper alih garapan ini diperbolehkan, namun si aktor yang melakukan oper alih garapan tersebut harus melaporkannya kepada ketua kelompok dan pengurus OTL. Jika pada saat dilakukan tukar menukar lahan ini sudah ada yang menggarap lahannya sampai tahap pembenihan atau penanaman, maka salah satu pihak yang melakukan oper alih tersebut menggantinya dengan uang berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Berikut pernyataan bapak AMD (ketua kelompok Karang Anyar): Anggota yang mau melakukan oper alih garapan harus melapor terlebih dahulu pada ketua kelompok. Kami salaku pengurus, tidak melarang. Asal kedua belah pihak yang mau oper garapan, kudu sama-sama setuju. Ini juga membantu kami dalam penertiban data nominatif. Berikut kepemilikan luas lahan anggota OTL Pasawahan II berdasarkan data nominatif tahun Tabel 11. Data Kepemilikan Tanah Anggota OTL Pasawahan II Luas Lahan (m 2 ) Jumlah (n) Persentase (%) , , ,19 Jumlah Sumber: Data nominatif lahan OTL Pasawahan II tahun 2009, diolah Masyarakat yang awalnya tidak memiliki pekerjaan sama sekali untuk memperoleh penghasilan, kini setelah memiliki lahan garapan menjadi berbeda. Penghasilan masing-masing anggota berbeda, tergantung pada hasil panen yang diperoleh. Namun setidaknya untuk pemenuhan kebutuhan rumahtangga menjadi tercukupi. Masyarakat yang serius dalam mengelola lahan garapannya tentu akan mendapatkan hasil yang maksimal dibandingkan dengan masyarakat yang menggarap lahannya secara asal-asalan. Masyarakat yang serius tentu akan memelihara lahan garapannya dengan ditanami tanaman yang produktif, namun masyarakat yang malas-malasan akan terlihat dengan tidak terpeliharanya lahan seperti banyaknya rerumputan liar yang dapat mengganggu tanaman utama.

8 52 Tabel 11 menunjukkan bahwa kepemilikan tanah oleh anggota OTL mulai menunjukkan perubahan. Pada awal pendistribusian, semua anggota sama-sama mendapatkan bagian satu kapling tanah. Adanya anggota yang memiliki lahan lebih dari tujuh kapling menunjukkan adanya pemusatan penguasaan aset tanah di pihak yang bermodal. Namun perubahan tersebut belum terlihat secara jelas. Anggota yang menjual atau menggadaikan lahan garapannya secara terpaksa karena kebutuhan rumahtangganya yang sangat mendesak. Hasil dari lahan garapan selama digarap belum menunjukkan hasil yang maksimal, sehingga lahan garapan tersebut dijual atau digadaikan untuk memperoleh sejumlah modal atau uang. Namun karena tidak mampu mengembalikan modalnya, terpaksa mereka menjualnya. Kebutuhan yang sangat mendesak sebelum masa panen tiba atau kurangnya pendapatan dari hasil panen merupakan salah satu penyebab utama adanya oper alih garapan atau jual beli garapan. Keberadaan OTL belum dapat membantu anggotanya terutama dalam peminjaman modal. Petani yang membutuhkan modal terpaksa meminjam kepada kerabat atau anggota lain yang memiliki modal lebih. Pada tahun 2010, perubahan kepemilikan tanah terlihat sangat jelas. Anggota yang benar-benar membutuhkan modal, terpaksa harus menjual tanahnya kepada anggota yang sanggup membeli tanahnya, tentunya anggota yang memiliki modal lebih. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12. Distribusi Penguasaan Lahan di OTL Pasawahan II pada tahun 2010 Luas Lahan (m 2 ) Jumlah (n) Persentase (%) , ,5 Jumlah Sumber: OTL Pasawahan II Selain oper alih garapan, juga ditemui adanya jual beli lahan garapan, namun masih kepada sesama anggota OTL. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan, seperti kebutuhan biaya untuk berobat, biaya menyekolahkan anak, biaya pernikahan, biaya selametan, dan untuk biaya kebutuhan lainnya. Hal ini harus diketahui oleh pengurus atau ketua kelompok. Berdasarkan Tabel 12 di

9 53 atas, 60 persen anggota OTL Pasawahan II memiliki lahan garapan rata-rata dibawah empat kapling. Adapun yang memiliki lahan garapan lebih dari empat kapling (27,5 persen) diperoleh dari hasil oper alih garapan atau dari hasil beli lahan garapan orang lain. Begitupun dengan anggota OTL yang memiliki lahan garapan lebih dari tujuh kapling (12,5 persen). Bagi anggota OTL yang sudah tidak memiliki lagi lahan garapan, secara otomatis dia bukan lagi anggota OTL atau secara tidak langsung dia telah mengundurkan diri dari keanggotaan OTL Pasawahan II. 5.2 Hubungan Kerja Antar Petani Menurut Wiradi dan Makali (1984), hubungan kerja antar petani dapat dilihat dari sistem upah yang dipakai, besar dan bentuk upah, jam kerja, satuan kegiatan, upah per hari kerja, dan upah per satuan kegiatan. Bentuk dan sistem upah yang selama ini berkembang di masyarakat adalah sistem upah harian, sistem upah borongan, ceblokan, sambatan, tukar tenaga, dan gotong royong. Pada saat perkebunan masih ada atau sebelum reclaiming, sistem upah yang berkembang dimasyarakat Pasawahan yaitu sistem upah harian, borongan, maro, ceblokan, dan mertelu. Bagi masyarakat yang bekerja di perkebunan mereka bekerja dengan sistem upah. Besarnya upah didasarkan pada banyak tidaknya hasil sadapan. Ada juga masyarakat yang diperbolehkan menanam tanaman di lahan perkebunan. Mereka dikenakan sistem bagi hasil 80:20. Hasil produksi yang 20 dihitung sebagai biaya sewa atau upeti atas tanah yang digunakan dan diserahkan melalui mandor. Sistem mertelu mulai ditinggalkan masyarakat karena dianggap terlalu memberatkan penggarap. Semua biaya pengolahan mulai dari pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, penyiangan, dan mengairi sawah, semuanya menjadi tanggungan penggarap. Pemilik lahan hanya berperan dalam menentukan waktu penanaman dan waktu panen, jenis tanam, dan menyediakan uang untuk pembelian pupuk dan bibit. Penggarap hanya memperoleh sepertiga dari hasil panen, dan dua pertiganya hak pemilik.

10 54 Kini setelah perkebunan tidak ada atau disebut pasca reclaim, bentuk dan sistem upah yang berkembang di masyarakat Pasawahan khususnya OTL Pasawahan II adalah sistem upah harian, borongan, gotong royong, dan ceblokan. Sistem upah harian banyak dilakukan dalam pekerjaan sektor pertanian. Buruh tani yang bekerja dengan upah harian, selain menerima upah berupa uang juga mendapat jaminan makan. Bagi hasil seperti ini mengandung pengertian pelaksanaan pola hubungan buruh dan majikan yang unsur-unsurnya tidak tertulis, tetapi berjalan seperti bagaimana mestinya. Sehingga sistem bagi hasil seperti ini menjadi hubungan kerja yang berlanjut dalam waktu lama. Berikut ungkapan menurut MMN (warga yang bekerja sebagai buruh tani): Disini bekerja dari jam , dikasih makan 2 kali, dan rokok Upah antara buruh laki-laki dan perempuan berbeda. Bagi laki-laki upahnya Rp ,- per hari, sedangkan bagi perempuan Rp ,- per hari. Selain mendapat upah, pekerja juga mendapat makan sebanyak dua kali, rokok, dan makanan ringan. Kegiatan pertanian yang biasanya diburuhkan adalah kegiatan mengolah tanah (mencangkul) dan tanam. Lebih dari 50 persen anggota OTL memiliki lahan kurang dari tiga kapling. Bagi petani yang memiliki lahan satu kapling, pendapatan dari hasil lahan garapan belum cukup. Apalagi jika lahan yang dimiliki adalah lahan kering dan tanaman yang ditanam adalah tanaman musiman. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari perlu adanya penghasilan tambahan. Tidak cukup hanya dengan mengandalkan hasil dari garapan sendiri. Selain tanah dari hasil perjuangan, ada juga anggota OTL yang memiliki tanah milik atau warisan. Jika kepemilikan tanah digabungkan antara tanah perjuangan dan tanah milik maka kepemilikan tanah seseorang akan semakin luas. Berdasarkan data nominatif lahan garapan OTL Pasawahan II, ± 80 persen masyarakat yang mengajukan permohonan tanah garapan adalah masyarakat yang memiliki tanah sempit atau tidak memiliki tanah sama sekali. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bapak WWN (Pengurus OTL): Warga nu ngamohon tanah teh mayoritas warga miskin, nu teu gaduh tanah samasekali. Dina gaduh na oge, paling ngan 10 bata wungkul. Eta oge warisan ti orang tuana, kanggo bumi wungkul tanah sakitu mah.

11 55 Terjemahan dalam Indonesia: Warga yang mengajukan permohonan tanah mayoritas merupakan warga miskin, yang tidak punya tanah sama sekali. Meskipun punya, hanya 10 bata saja. Itu juga warisan dari orang tua, dan hanya untuk membangun rumah saja Hal ini lah yang menyebabkan masih adanya buruh tani. Sebelum terjadinya pemusatan aset garapan tanah, petani menggarap lahannya masingmasing tanpa melibatkan tenaga kerja dari luar karena masing-masing petani memiliki lahan garapannya sendiri. Namun setelah adanya jual beli lahan garapan, maka petani yang memiliki lahan luas meminta bantuan dari orang lain untuk bekerja dilahannya terutama dari petani yang memiliki lahan sempit, karena tidak mampu menggarap lahannya sendirian. Bagi petani kecil, kesempatan ini digunakan untuk menambah penghasilannya selain penghasilan dari lahan garapan sendiri. Para buruh tani yang dipekerjakan adalah dari tetangga atau saudara dekat yang lokasinya tidak jauh. Tidak ada yang mendatangkan buruh tani dari luar. Selain atas dasar gotong royong, dalam hal ini juga ada nilai sosialnya. Pemilik tanah dengan memberi pekerjaan, berarti telah memberikan tambahan penghasilan bagi pekerja/buruh. Sistem upah borongan, pekerja diberikan batas waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya dan pekerjaan akan cepat selesai. Dengan sistem upah borongan, biaya yang dikeluarkannya pun cukup mahal. Misalnya, pekerjaan yang diborong adalah pekerjaan membajak sawah pakai traktor. Biaya yang dikeluarkan mencapai Rp ,-. Itu sudah termasuk uang untuk membeli solar. Pekerjanya pun dikasih makan dan rokok, namun dengan borongan pekerjaan akan cepat selesai. Selain sektor pertanian, pekerjaan yang memakai sistem upah borongan adalah pekerja bangunan dan tukang kayu. Sistem ceblokan, sudah umum dilakukan oleh masyarakat Pasawahan. Mayoritas masyarakat di Pasawahan adalah sebagai penceblok. Kewajiban penceblok yaitu babut (pembenihan), tandur (nanam benih), ngarambet (membersihkan rumput/tanaman liar/menyiangi), dan panen. Berikut pernyataan JMN (petani penceblok) mengenai sistem ceblokan. Sistem anu masih bertahan didieu nyaeta sistem nyeblok, hampir sadayana ayeuna mah. Biasana anu diceblokeun dina pas babut, tandur, ngarambet jeung panen

12 56 Terjemahan dalam Indonesia: Sistem yang masih bertahan sampai saat ini yaitu sistem ceblokan, hampir semuanya. Biasanya yang di ceblokin yaitu ketika tabur benih, tanam benih, membersihkan tanaman/rumput, dan panen Bagi hasil antara pemilik dan penggarap yang diterapkan dalam sistem ceblokan yaitu sistem 5:1. Misalnya diperoleh hasil panen enam kwintal. Hasil panen yang lima kwintal menjadi milik pemilik lahan, sedangkan hasil panen yang satu kwintal diberikan kepada penggarap atau penceblok. Sistem ini sudah umum digunakan oleh masyarakat Pasawahan. Dengan sistem ini, berarti menjamin kebutuhannya akan tenaga kerja pada waktu mengolah tanah dan tanam tanpa mengeluarkan biaya uang tunai. Bagi masyarakat yang tidak memiliki sawah, pekerjaan dengan sistem upah harian, borongan, dan ceblokan menjadi alternatif usaha untuk memenuhi atau menambah penghasilan guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan bagi masyarakat yang memiliki lahan pertanian yang luas, mempekerjakan seseorang sebagai bentuk kepedulian antar masyarakat dan saling membantu. Sistem borongan, harian, dan ceblokan sudah berlaku di masyarakat sejak lama. Sebelumnya pernah ada sistem mertelu, dan maro atau nyakap. Namun sekarang sistem mertelu dan maro tersebut sudah jarang diterapkan. Sistem yang digunakan oleh masyarakat sampai saat ini adalah sistem ceblokan, upah harian, dan borongan. Berikut pernyataan NNT (seorang petani perempuan yang melaksanakan sistem nyeblok): Sistem mertelu, maro, jeung bagi hasil mah tos jarang (tos teu usum). Ayeuna mah didaerah pasawahan hampir seluruhna nganggo sistem ceblokan. Tapi masih aya keneh hiji dua mah nu sok maro atawa bagi hasil Terjemahan dalam Indonesia: Sistem mertelu, maro, dan bagi hasil sudah jarang (sudah tidak musim). Sekarang yang ada di daerah Pasawahan hampir semuanya menggunakan sistem ceblokan. Tapi masih ada satu, dua yang masih menggunakan sistem maro atau bagi hasil Tidak semua pemilik tanah bergantung pada pekerja upahan. Umumnya yang banyak menggunakan tenaga pekerja ada dalam sektor pertanian. Namun luas lahan pertanian itu sendiri hanya 10 persennya saja. Bagi para petani kecil, mereka lebih

13 57 memilih mengerjakan sendiri tanahnya yang tidak luas itu dengan bantuan dari keluarga atau tetangga. Hanya dalam pekerjaan membajak dan meratakan tanah lah mereka menggunakan tenaga pekerja upahan karena tidak memiliki kerbau atau tidak sanggup menyewa kerbau. 5.3 Pengorganisasian Produksi Sebagaimana diketahui diawal, keadaan daerah Pasawahan pada awalnya adalah perkebunan milik Perusahaan PT. Cipicung. Mayoritas tanamannya adalah monokultur, yaitu tanaman karet. Tanaman semusim hanya ditanam oleh petani disela-sela pohon karet saja, seperti padi, ubi, dan singkong. Tanaman ini diperbolehkan ditanam oleh perkebunan di kawasan HGU PT. Cipicung karena dinilai tidak mengganggu tanaman karet. Hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga. Pengelolaan produksi di dalam kawasan HGU perkebunan terdiri dari dua jenis pengelolaan, yaitu pengelolaan perkebunan karet oleh perusahaan perkebunan yang relatif intensif dengan mempergunakan sarana produksi yang sudah baik. Sementara di sisi lain, pengelolaan yang dilakukan oleh petani terhadap jenis tanaman yang dibagihasilkan dengan perkebunan sebagian besar dilakukan secara tradisional, memanfaatkan peralatan dan sarana produksi yang sederhana. Pasca reclaim, kelembagaan produksi dan distribusi di daerah Pasawahan mengalami perubahan yang signifikan. Tanaman karet yang sebelumnya mendominasi digantikan dengan tanaman perkebunan dan pertanian ala petani. Tanaman karet dianggap sebagai tanaman yang haram dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena tanaman karet dianggap sebagai simbolisasi tanaman perkebunan, bukan tanaman petani. Gambar 4. Pohon Albasia (tanaman jangka panjang) Kelembagaan produksi pasca reclaim diarahkan pada pemenuhan kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang rumahtangga petani. Kebutuhan jangka pendek rumahtangga petani direpresentasikan oleh penanaman tanaman semusim seperti jagung, kacang-kacangan, singkong, dan

14 58 padi. Representasi tanaman jangka menengah adalah tanaman buah seperti pisang, jengkol dan petai dan beberapa tanaman perkebunan seperti cokelat. Adapun tanaman jangka panjang adalah jenis tanaman kayu-kayuan seperti albasia dan kelapa. Tanaman jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang hasilnya lebih cepat didapat. Tanaman jangka menengah juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun hasilnya hanya dapat diambil pada musim tertentu. Jika ada hasil lebih, hasilnya dijual ke pasar sebagai penghasilan tambahan. Sedangkan tanaman jangka panjang lebih untuk investasi masa depan. Pada masa perkebunan, petani hanya dapat menanam tanaman singkong, pisang, kacang-kacangan, ubi, dan tanaman semusim lainnya yang tidak mengganggu tanaman utama perkebunan. Itu pun harus sesuai izin dari perkebunan, karena tanaman tersebut ditanam di lokasi perkebunan dengan sistem bagi hasil. Kini setelah berhasil mereclaim lahan, masyarakat lebih bebas dalam menggarap lahan mereka. Tanaman yang ditanam lebih beragam dan menjadi sumber utama penghasilan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Berikut adalah tabel yang merangkum perbedaan kelembagaan produksi pertanian pra dan pasca reclaim lahan di OTL Pasawahan, Desa Pasawahan. Tabel 13. Perbandingan Kelembagaan Produksi Pertanian Pra & Pasca Reclaim Lahan di OTL Pasawahan, Desa Pasawahan, tahun 2009 Organisasi Produksi Pola Tanam Jenis tanaman Pra-Reclaim Dominan tanaman karet perkebunan (monokultur). Tanaman semusim hanya ditanam petani penggarap pda sela-sela tanaman karet. Tanaman monokultur karet Tanaman semusim yang biasa dibudidayakan oleh petani antara lain: padi, ubi dan pisang Sumber: Hasil Riset Sistematis SAINS-STPN, Pasca Reclaim Polikultur, yaitu mengkombinasikan tanaman semusim dengan tanaman tahunan/keras dan tanaman buah. Tanaman padi sawah Tanaman semusim: singkong, ubi, jagung. Tanaman buah: mangga, pisang, kedondong, durian, Tanaman tahunan/keras: albasia (sengon), petai, kelapa, mahoni. Tanaman perkebunan: cokelat, kopi. 12 Dinamika Tata Kuasa, Tata Kelola, dan Tata Produksi di DAS Citanduy: Inisiatif Rakyat Dalam Pembangunan Sumber-sumber Penghidupan Berkelanjutan. Sajogjo Institute dan Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. 2009

15 59 Menurut hasil riset sistematis SAINS-STPN (2009), kelembagaan produksi pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sudah mengarahkan mengenai perlunya tanaman yang bersifat konservatif terhadap tanah reclaim. Hal ini dilakukan dalam bentuk melakukan penanaman tanaman kayu pada kawasan yang memiliki kemiringan relatif curam. Tujuan penanaman kayu adalah untuk membentuk daerah tangkapan air di tanah-tanah yang memiliki kemiringan curam. Konseptualisasi mengenai kelembagaan produksi yang bersifat konservasi hingga saat ini masih belum banyak terealisasi dengan baik. Orientasi penataan kelembagaan produksi pasca reclaim lebih banyak diarahkan pada pemenuhan kebutuhan ekonomi rumahtangga petani. Bagi petani yang menggarap sawah, untuk bibit padi yang digunakan merupakan bibit padi lokal. Pernah ada bantuan bibit padi dari dinas pertanian, namun ada yang cocok dan ada yang tidak. Untuk penggunaan pupuk, sebagian besar petani sudah menggunakan pupuk kimia. Bagi petani yang kekurangan modal, biasanya menghutang pupuk terlebih dahulu ke toko kemudian dibayar setelah panen. Atau meminjam modal terlebih dahulu kepada tetangga yang punya modal, kemudian dibayar setelah panen. Keadaan pasca reclaim telah menunjukkan perubahan yang signifikan. Lahan perkebunan yang digarap oleh para petani mulai ditanami tanaman-tanaman jangka pendek, menengah, dan jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga. Tidak semua rumahtangga yang melakukan reclaiming memiliki sawah, karena tidak semua lahan yang diredistribusikan cocok digunakan untuk sawah. Bagi rumahtangga yang memiliki sawah (hasil perjuangan), mayoritas kegiatan pertanian khususnya menanam padi hanya dapat dilakukan dua kali dalam setahun. Meskipun ada yang menanam tiga kali setahun, semua bergantung pada ketersediaan air. Berikut ditampilkan kalender musim dari OTL Pasawahan II terkait dengan kegiatan produksi pertanian berdasarkan riset sistematis yang dilakukan oleh SAINS-STPN (2009). Gambar 5. lahan yang digarap oleh petani

16 60 Jenis tanaman pertanian yang ditampilkan dalam kalender musim dibawah ini antara lain tanaman musiman yaitu padi, kacang panjang, jagung, ubi jalar, cengek, dan genjer. Tabel 14. Kalender Musim di OTL Pasawahan II, Desa Pasawahan, tahun 2010 Bulan Padi Kacang panjang Januari Tanam kacang panjang, Macul (2 bersamaan Minggu), dengan tandur Tandur Februari Maret April Mei Juni 2 minggu setelah tandur disiangi (2 kali), Pemupukan (2 kali), penyemprot an Mei Panen Tebar benih Juli Macul (2 Minggu), tandur Agustus 2 minggu setelah tandur disiangi (2 kali), September pemupukan (2 kali), penyemprot an Oktober November Desember Panen Tebar benih Panen kacang panjang Tanam kacang panjang Panen kacang panjang Tanam kacang panjang Panen kacang panjang Tanam kacang panjang Panen kacang panjang Sumber: Hasil Riset Sistematis SAINS-STPPN, 2009 (diolah) Jagung Cengek Ubi jalar Genjer Ditanam bersamaan dengan tandur padi Panen bersamaan dengan padi Ditanam bersamaan dengan tandur padi Panen bersamaan dengan padi Tanam (Januari akhir) Mulai panen Dilanjutkan dengan panen setiap 3-4 hari Tanam Mulai panen Panen setiap 3-4 hari Tanam ubi jalar Panen ubi jalar Tanam ubi jalar Panen ubi jalar Tanam ubi jalar Panen ubi jalar Ditanam bersamaan dengan tandur padi (januari akhir) Panen setelah 2 minggu, lalu dijual setiap 3 hari Ditanam bersamaan dengan tandur padi Panen setelah 2 minggu, dijual setiap 3 hari Tanaman yang ditanam oleh petani yang menggarap lahan kering lebih beragam macamnya, yaitu tanaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Bibit tanaman-tanaman jangka pendek dapat diperoleh dari kerabat atau meminta ke tetangga. Ada juga petani yang melakukan pembibitan dengan

17 61 sendiri. Namun untuk bibit tanaman jangka menengah dan jangka panjang umumnya harus beli. Biasanya beli dari tukang bibit yang keliling, namun kalau untuk jumlah besar harus beli dari penjual bibit di luar desa. Umumnya petani menanam lahan mereka dengan tanaman tumpang sari. Misalnya, selain ditanamai pohon albasia, juga ditanami pohon pisang, pohon singkong, dan kacangkacangan. Tanaman yang ditanam di kebun biasanya jarang di pupuk, asalkan harus rajin dibersihkan sehingga tanaman liar tidak menganggu proses pertumbuhan tanaman utama. Meskipun ada, hanya menggunakan pupuk kandang. Alat pertanian yang digunakan mayoritas petani masih menggunakan peralatan tradisional. Misalnya cangkul, sabit, garpu, dan bedok (bahasa lokal). Namun untuk membajak sawah, sebagian petani sudah ada yang menggunakan mesin traktor, hal ini untuk mempermudah pekerjaan agar cepat selesai. Ada juga petani yang masih menggunakan jasa tenaga kerbau. Hasil panen umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga masing-masing, tapi jika ada hasil lebih, padi tersebut disimpan atau dijual untuk membayar hutang yang dijadikan modal awal tadi. Untuk menjual hasil panen, umumnya petani menjual hasil panennya melalui tengkulak, walaupun petani menyadari bahwa melalui tengkulak harga jual menjadi lebih rendah. Karena jika tidak melalui tengkulak, petani harus membawa hasil panennya tersebut ke pasar yang lokasinya sangat jauh dan mengeluarkan biaya lebih besar untuk proses transportasi. Sehingga tingkat ketergantungan petani terhadap tengkulak masih cukup besar. Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari AMD (seorang petani): Untuk menjual hasil panen biasanya tengkulak yang datang sendiri kepada kita. Bahkan untuk tanaman seperti petai atau kopi, sebelum matang pun mereka sudah datang untuk membelinya (ijon) Hal ini menunjukkan bahwa posisi rakyat dalam membangun dan mengembangkan penataan produksi masih lemah. Oleh karena itu perlu dibangun dengan cara membentuk jaringan komunikasi yang efektif dan pengorganisasian yang baik. Ketergantungan rakyat terhadap pemodal dan tengkulak harus dihapus, dan diganti dengan memberdayakan kekuatan-kekuatan lokal yang terorganisir

18 62 serta membangun komunikasi antar organisasi rakyat. Inilah yang menjadi kelemahan petani OTL Pasawahan, belum mampu menata produksi dengan baik. Mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh petani di atas, pihak OTL memiliki inisiaif yang cukup baik. Sehingga petani tidak bergantung pada tengkulak dan pemodal. Pada tahun 2010, tepatnya bulan Maret, OTL Pasawahan II berhasil mendirikan sebuah Koperasi Tani yang bernama Mukti Pasundan yang diketuai oleh Pak Wawan. Keberadaan koperasi tani ini diharapkan dapat memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan oleh petani. Menurut pernyataan salah seorang pengurus koperasi, koperasi ini diharapkan mampu menampung hasil produksi pertanian dari para petani, tanpa petani harus menjualnya langsung ke tengkulak. Koperasi tani yang sudah berdiri kurang lebih tiga bulan ini, baru memiliki anggota sebanyak 40 orang. Dengan uang sebesar Rp ,- sudah dapat masuk menjadi anggota koperasi. Sekretariat koperasi sementara sekarang masih menggunakan rumah salah satu pengurus, sambil menunggu sekretariat koperasi dibangun. Fasilitas koperasi belum sepenuhnya lengkap, masih dalam tahap pembenahan. 5.4 Sertifikasi Lahan (Legalisasi) Menurut Wijardjo dan Perdana (2001), pengakuan secara hukum atau dikenal pula dengan legalisasi, tidak sekedar berharap atas sertifikat hak atas tanah. Namun lebih dari itu, yakni pengakuan terhadap segala proses penguasaan dan pemilikan lokal, termasuk pengetahuan dan kearifan lokal, dan sistem sosial yang berkembang di komunitas tersebut. Mengupayakan pengakuan secara hukum, dengan konsekuensi yang harus dihadapi, merupakan bagian dari tindakan yang dilakukan pasca reclaiming. Dua kemungkinan yang mungkin bisa terjadi dan merupakan bentuk konsekuensi yang harus disikapi sebagai perjuangan reclaiming yaitu, berhasil atau gagal merebut kembali hak-hak rakyat secara legal. Sesungguhnya pengakuan hukum pemerintah, dalam penerbitan sertifikat, tidak sepenuhnya

19 63 dapat menjamin kelanggengan kepemilikan yang telah berhasil diperoleh melalui perjuangan reclaiming. Secara defacto, masyarakat sudah menduduki dan menggarap lahan perkebunan sejak tahun Namun secara dejure, masyarakat belum memiliki hak yang sah untuk menduduki lahan perkebunan. Dalam diri masyarakat masih ada rasa was-was karena lahan yang mereka garap belum dimiliki secara sah sepenuhnya. Berikut ungkapan DD (anggota OTL Kelompok Munggang Wareng) ketika ditanya masalah sertifikat tanah: Bapa mah belum tenang kalau belum ada sertifikat teh, suatu hari takut ada pihak yang mengambil kembali tanah perjuangan. Mau ngegadein tanah aja susah karena belum ada sertifikat tanahnya Rasa was-was yang muncul dalam diri masyarakat tersebut merupakan hal yang wajar. Karena tanah yang sekarang digarap oleh masyarakat belum legal secara hukum. Oleh karena itu, upaya pengakuan secara hukum menjadi bagian dari agenda perjuangan pasca reclaim. Bersama dengan pendamping yang selama ini terus mendampingi masyarakat SPP Pasawahan dalam perjuangan tanah yaitu FARMACI, mengajukan permohonan tanah kepada pejabat pemerintah yang membidangi hak atas tanah (Kantor Kementrian, Badan Pertanahan Nasional/ BPN, Pemerintah Daerah/ Pemda). Menurut Wijardjo dan Perdana (2001) menjelaskan bahwa pengakuan legal tidak identik dengan perolehan sertifikat hak atas tanah, namun memiliki pengertian yang lebih luas, yakni kebijakan pemerintah yang mengakui penguasaan dan pemilikan sumberdaya alam, yang tidak hanya tanah dan objek reclaiming lainnya. Di luar sertifikat, dapat berupa surat keputusan (SK), rekomendasi, surat keterangan, dapat pula dikeluarkan kebijakan peraturan perundang-undangan. Masyarakat Pasawahan menganggap bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan yang paling kuat kekuatan hukumnya dan sangat penting. Selain itu sertifikat sudah umum digunakan oleh masyarakat sebagai bukti kepemilikan tanah. Pendirian koperasi menjadi salah satu syarat dalam pengajuan sertifikat. Menurut pendapat informan, bahwa untuk diperoleh sertifikat perlu adanya lembaga yang berbadan hukum (bagi pengajuan sertifikat kolektif). Akhirnya,

20 64 selain berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan petani, juga untuk syarat diajukannya sertifikat. Sampai tahun 2010, pengajuan sertifikat atas tanah sengketa yang berada di daerah Pasawahan masih dalam proses. Di masyarakat sendiri wacana sertifikasi ini menjadi isu yang hangat untuk diperbicangkan. Pada awalnya, pengajuan sertifikat yang diajukan kepada pemerintah adalah sertifikat kolektif. Namun, pengajuan sertifikat kolektif yang semula disetujui bersama, kini terpecah dengan adanya masyarakat yang ingin sertifikat tersebut untuk di individu kan. Adanya kedua perbedaan pendapat ini sedikit menghambat terhadap jalannya pengajuan sertifikat. Wacana sertifikat kolektif semula diusulkan oleh pendamping dalam acara musyawarah, namun kelirunya pendamping tidak menjelaskan kepada masyarakat akan kelebihan dan kekurangan dari sertifikat kolektif tersebut. Menurut ungkapan EPL (pendamping OTL dari FARMACI), alasan pengajuan sertifikat secara kolektif ini yaitu: Kita bercermin pada kasus yang terjadi di Desa Banjaranyar, OTL Banjaranyar II. Di Banjaranyar II, sertifikat atas tanah di individu kan. Jadi semua anggota OTL memperoleh sertifikat pribadi masing-masing. Namun apa yang terjadi?... Sekarang banyak anggota OTL yang menjual, menggadaikan tanah perjuangannya ke orang luar/ pemilik modal. Kita tidak mau hal serupa terjadi di Pasawahan Namun masyarakat memiliki alasan lain. Masyarakat menganggap jika sertifikat tersebut dikolektifkan, ruang gerak masyarakat akan terbatas. Selain itu, sertifikat tersebut memiliki masa berlakunya, sehingga itu sama saja dengan HGU. Jika sudah habis masa berlakunya harus diperpanjang kembali. Bagaimanapun juga masyarakat lambat laun akan bertanya-tanya. Berikut kutipan wawancara antara peneliti dengan SPN (ketua kelompok OTL) ketika ditanya tentang sertifikat: Peneliti: Untuk sertifikat, bapa lebih memilih yang kolektif atau individu? Jawab (Responden): Bapa lebih memilih yang individu lah. Kan kalau individu bisa jadi lebih leluasa. Selain itu juga dimiliki seumur hidup. Bapa ingin anak cucu bapa dapat merasakan hasil perjuangannya. Bapa tidak mau anak cucu bapa mengalami hal yang sama seperti bapa. Peneliti: Bagaimana dengan kasus tanah yang dijual atau disewakan?, apakah bapak tidak khawatir?

21 65 Jawab (Responden): Jika sistem yang kita buat lebih kuat, insyaallah hal itu tidak akan terjadi. Pengawasan harus lebih ditingkatkan, dan koordinasi dengan ketua kelompok harus lebih sering. Penyadaran kepada anggota juga harus tetap diungkapkan, bahwa tanah perjuangan yang kita peroleh tidaklah mudah. Kedua alasan yang diungkapkan di atas sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing serta sama-sama memiliki alasan yang kuat. Sehingga pengkutuban diantara anggota OTL dan pendamping pun tidak dapat dihindarkan. Salah seorang tokoh OTL menjawab kekhawatiran yang di ungkapkan oleh pendamping, Jika kelembagaan yang dibangun oleh masyarakat benar-benar kuat, insyaallah tidak akan terjadi yang namanya jual, gadai, dan penyewaan tanah. Justru itu menjadi tantangan kita kedepannya. Sampai saat ini, keputusan untuk sertifikat kolektif atau individu belum selesai. Pembicaraan diantara anggota OTL belum memenuhi kata sepakat. Hal ini menjadi PR bagi pengurus dan pendamping untuk dimusyawarahkan lebih lanjut lagi bersama anggota OTL lainnya sehingga diperoleh mufakat. Jika tidak, hal ini akan menimbulkan perpecahan diantara sesama anggota OTL bahkan bisa terjadi antara anggota dan pengurus atau pendamping. Berikut merupakan kelebihan dan kekurangan dari sertifikasi kolektif dan individu berdasarkan pernyataan beberapa informan: Tabel 15. Kelebihan dan Kekurangan Sertifikat Kolektif dan Individu Sertifikat Kelebihan Kekurangan Kolektif Aset perjuangan lebih terjaga/ mudah pengawasannya Menghindari penjualan, penggadaian, dan penyewaan tanah Individu Kepemilikan atas nama pribadi Kepemilikan hak atas tanah seumur hidup Anggota OTL leluasa untuk bergerak, tanpa harus terbatas oleh kelompok. Sumber: Informan dan Responden OTL Pasawahan II, 2010 Ruang gerak anggota OTL terbatas Memiliki kurun waktu tertentu Sama dengan HGU Lebih mudah terjadinya jual beli tanah/ gadai

22 Ikhtisar Secara defacto lahan seluas 200 hektar yang saat ini dikelola oleh OTL Pasawahan II sudah digarap sejak tahun Secara dejure, lahan tersebut belum sah. Proses pengajuan hak secara sah sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang hangat karena adanya keinginan yang berbeda antar sesama anggota. Aspek penataan produksi menunjukkan bahwa ketergantungan petani terhadap tengkulak terlihat masih sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan karena petani harus menjual hasil panennya ke pasar yang lokasinya sangat jauh dari desa. Hal ini mengakibatkan penataan produksi rakyat menjadi terganggu. Informasi mengenai lokasi dan struktur agraria Desa Pasawahan dapat di lihat pada Tabel 16: Tabel 16. Gambaran Profil Desa Pasawahan dan Arena Perjuangan Agraria No Uraian Informasi Spesifik Keterangan 1 Kondisi Geografis Desa Pasawahan terletak pada ketinggian 750 meter dari permukaan laut, berbukit-bukit, dan suhu rata-rata 24ºC 2 Kondisi Demografis Penduduk Pendidikan Sebanyak 31,5 persen keluarga yang tidak memiliki lahan, 52,29 persen lahan sempit, dan sisanya memiliki lahan luas Mayoritas pendidikan SD dan SMP Ketenagakerjaan Mayoritas adalah petani dan buruh tani 3 Organisasi Kemasyarakatan Kelompok Tani Koperasi Terdapat 2 OTL, Pasawahan I dan II Di Pasawahan II baru berdiri pada Mei 2010 Tidak berlahan maksudnya mereka yang tidak memiliki lahan untuk digarap dan dijadikan tempat untuk memperoleh pendapatan, lahan sempit yaitu kurang dari 1 hektar. Hanya ada 1 SMP (baru berdiri tahun 2004) dan 1 SMK (baru berdiri tahun 2008) Meskipun semuanya telah memiliki lahan garapan, pekerjaan sebagai buruh tani untuk menambah penghasilan. Kasus yang dihadapi berbeda. Belum memiliki sekretariat, masih menggunakan rumah salah seorang anggota OTL. Adanya Koperasi ini diharapkan dapat menghapuskan ketergantungan petani terhadap tengkulak dan pemodal.

23 67 4 Struktur Agraria Lokal dan Praktek Pemanfaatan Lahan Sistem Kepemilikan Pemanfaatan Kelembagaan pemilikan dan penguasaan tanah Sejarah Lokal Agraria Belum bersertifikat Lahan yang berhasil di reclaim yaitu 200 Ha. Sawah 12 hektar, dan kebun 180 hektar. Semua anggota yang mengajukan dapat 1 kapling dengan syarat berumur 17 tahun, KTP, dan benar-benar membutuhkan tanah untuk digarap. Bagi hasil yang dominan dilakukan di Pasawahan yaitu sistem ceblokan (sistem 5:1). Lahan yang direclaim awalnya merupakan lahan yang ditanami karet, kemudian pada tahun 2001 rakyat membuka lahan tersebut dengan mengganti tanaman karet dengan tanaman rakyat. Rakyat mulai menanam tanaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Sumber: Gabungan dari Data Primer dan Data Sekunder, tahun 2010 Masih dalam tahap pengajuan, namun muncul dua kubu yaitu anggota yang ingin sertifikat kolektif dan sertifikat individu. Sisanya digunakan untuk kolam dan fasilitas umum dan sosial Ada kapling luar dan kapling dalam yang luasnya berbeda. (kapling luar = 1050 m 2 ; kapling dalam =2500 m 2 ). Sistem upah antara buruh dan majikan selain ceblokan, ada juga sistem upah harian dan borongan. Tujuan utama mereclaim lahan dari perkebunan adalah untuk kesejahteraan rakyat. Setelah bergabung dalam OTL Pasawahan II, petani yang awalnya tidak memiliki lahan garapan, kini sudah memiliki lahan garapan sendiri. Petani yang membutuhkan modal, terpaksa harus menggadaikan atau mengoper lahan garapannya kepada pihak yang memiliki modal. Hal tersebut yang menyebabkan munculnya polarisasi kepemilikan tanah. Adanya anggota yang melakukan jual beli lahan tanpa sepengetahuan pengurus menunjukkan bahwa mekanisme kelembagaan dalam OTL belum kuat dan menguntungkan pemilik modal. Tidak adanya aturan yang mengatur tentang kepemilikan lahan, mengakibatkan anggota leluasa dalam menggunakan hak kepemilikan lahan. Mekanisme kelompok yang ada hanya sebatas wadah untuk mengontrol anggota dan untuk menampung berbagai jenis pendapat dan memberikan informasi seputar isu-isu yang berkembang khususnya terkait dengan sertifikasi lahan.

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING

BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING BAB VI TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT YANG TERGABUNG DALAM OTL PASAWAHAN II PASCA RECLAIMING Menurut Sadiwak (1985) dalam Munir (2008) bahwa kesejahteraan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian

Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Representasi Sosial Pertanian 87 Lampiran 1. Tabulasi Silang Karakteristik Individu dengan Sosial Karakteristik Individu Jenis Kelamin Teknologi Komoditi Sumberdaya Hambatan Alam Perempuan 88 (73,3) 5 (4,2) 5 (4,2) 17 (14,2) 4 (3,3)

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN

BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN BAB V STRUKTUR AGRARIA DAN STATUS PENGUASAAN LAHAN 29 Bab perubahan struktur agraria ini berisi tentang penjelasan mengenai rezim pengelolaan TNGHS, sistem zonasi hutan konservasi TNGHS, serta kaitan antara

Lebih terperinci

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY

BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY 117 BAB VII STRUKTUR AGRARIA DESA CIPEUTEUY Desa Cipeuteuy merupakan desa baru pengembangan dari Desa Kabandungan tahun 1985 yang pada awalnya adalah komunitas pendatang yang berasal dari beberapa daerah,

Lebih terperinci

BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE)

BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) 58 BAB V SEJARAH PENGUASAAN TANAH DAN PELAKSANAAN LANDREFOM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) 5.1. Sejarah Penguasaan Tanah di OTL Banjaranyar II Berbicara soal pola penguasaan tanah yang terjadi di Desa Banjaranyar

Lebih terperinci

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS LAMPIRAN 89 TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS Tabel Frekuensi Distribusi Penguasaan Lahan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Rendah 24 60.0 60.0 60.0 Sedang 11 27.5 27.5 87.5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi

Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi 1 Lampiran 1 Konsep Awal Pembangunan Ekonomi Pertanian Secara Kolektif melalui Organisasi Untuk dapat membayangkan sebuah model pembangunan ekonomi pertanian secara kolektif, maka mestilah dilihat dan

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL. A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal BAB III PRAKTEK PENGUPAHAN SISTEM ROYONGAN DI DESA KLIRIS KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL A. Demografi Desa Kliris Kecamatan Boja Kabupaten Kendal Letak geografis yang penulis ambil sebagai obyek pembahasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI

BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI 55 BAB VI REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI Representasi sosial pemuda tani dilihat melalui dua dimensi yakni (1) dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan (2) dimensi lahan. Dimensi pola pekerjaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani responden pada penelitian ini adalah petani yang berjumlah 71 orang yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dari segi model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep yaitu pelaksanaan bagi hasil pertanian di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan Kabupaten

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis 27 BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis Desa Pasawahan merupakan salah satu dari tiga belas desa yang ada di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Bagian Utara berbatasan dengan Desa Kutajaya, bagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO A. Gambaran Umum Objek Penelitian Pada bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian dengan maksud untuk menggambarkan objek

Lebih terperinci

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5

ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO. Kelompok 5 ASPEK SOSIOLOGIS DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT DI DUSUN KREWE DESA GUNUNGREJO Kelompok 5 1. AMUL HEKSA BAJAFITRI 125040201111131 2. ANISA SILVIA 125020201111152 3. AMANU BUDI SETYO U 125040201111208 4.

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN PENELITIAN

BAB III LAPORAN PENELITIAN BAB III LAPORAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya Gapoktan Kelompok Tani Bangkit Jaya adalah kelompok tani yang berada di Desa Subik Kecamatan Abung Tengah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri

BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI. A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri 48 BAB III PELAKSANAAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA ULU LOR KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI A. Tinjauan Umum tentang Kabupaten Wonogiri 1. Letak Geografis Kabupaten Wonogiri terletak pada posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perlu ditetapkan luas maksimum

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bojonegoro. Desa Tlogoagung ini desa yang berada ditengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Bojonegoro. Desa Tlogoagung ini desa yang berada ditengah-tengah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tlogoagung merupakan desa yang terletak di Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Desa Tlogoagung ini desa yang berada ditengah-tengah sawah, di lereng pegunungan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 43 BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KONVERSI LAHAN PERTANIAN 5.1 Fenomena Konversi Lahan Kecamatan Bogor Selatan adalah wilayah yang lahannya tergolong subur. Salah satu bagian dari Kota Bogor

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK

BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK BAB III PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Kelurahan Kelurahan Kebomas terletak di Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Penduduk Kelurahan Kebomas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bagi Rakyat, Bangsa dan Negara Indonesia Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

Disusun oleh FLipMAS BADUY Wilayah Banten

Disusun oleh FLipMAS BADUY Wilayah Banten LAPORAN KINERJA INVESTASI KEM.PERTAMINAFLip DESA TEGAL WANGI KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG (Minggu, 17 Mei 2015) KAMPUNG KORANJI DESA TEGAL WANGI KECAMATAN MENES KAB. PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 49 BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo.

BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK. sebagaimana tertera dalam Tabel Desa Bolo. BAB III PRAKTIK AKAD MUKHA>BARAH DI DESA BOLO KECAMATAN UJUNGPANGKAH KABUPATEN GRESIK A. Gambaran Umum Desa Bolo Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik 1. Demografi Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN 43 BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam pembahasan bab ini, penulis akan memaparkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris. Hal itu didasarkan pada luasnya wilayah Indonesia dan sebagian besar warganya yang bermatapencaharian di bidang pertanian.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR .36 POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR (HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013) BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Sembunglor merupakan sebuah desa yang terletak dalam cakupan wilayah Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Desa Sembunglor itu desa yang amat kecil dan terpencil

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup. Upaya pemenuhan kebutuhan ini, pada dasarnya tak pernah berakhir, karena sifat kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penyuluhan Kelompok Tani merupakan proses perubahan dan pembelajaran. Melalui perannya, petani mandiri di Desa Karangmojo belajar dan hasil dari pembelajaran tersebut membawa

Lebih terperinci