IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 7 kemudian akan digunakan untuk menduga sebaran keuntungan/kerugian kotor (gross margin) pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Indikator ENSO yang digunakan dalam analisis ini adalah fase SOI. Keuntungan/kerugian kotor tiga bulanan yang dihitung dari anomali produksi dikorelasikan dengan fase SOI pada periode yang sama. Kemudian disusun sebaran peluang untuk masing-masing kondisi (El Niño, dan ). Fase SOI tiga bulanan ditentukan dari nilai rata-rata SOI tiga bulanan periode tertentu dengan nilai rata-rata SOI tiga bulanan periode sebelumnya. Dengan menggunakan Gambar 3, fase SOI pada periode tiga bulanan dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan nilai fase SOI tiga bulan sebelumnya. Sebagai contoh apabila SOI tiga bulan tertentu bernilai -1, dan pada tiga bulan sebelumnya bernilai 1, maka titik pertemuan berada pada fase SOI rapidly falling atau menurun cepat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kegiatan Usaha Tambak Udang Kecamatan Cantigi yang merupakan salah satu sentra produksi udang terletak di pesisir Laut Jawa, dengan luas wilayah 5.96 Ha dan Ha diantaranya adalah tambak dan jumlah penduduk jiwa. Mayoritas penduduk di kecamatan tersebut bermatapencaharian sebagai petani tambak dan nelayan. Benih yang digunakan petani di wilayah tersebut adalah benur yang telah diadaptasi atau biasa disebut oslah. Beberapa pengusaha benih mengambil benur dari berbagai daerah seperti Tasikmalaya, Pati, dan beberapa daerah lain untuk kemudian diadaptasi selama beberapa hari untuk menyesuaikan dengan kondisi di wilayah Indramayu baru kemudian dijual sebagai benih oslah. Sebagian besar petani memilih teknik tradisional untuk budidaya tambaknya karena modal yang diperlukan untuk teknik lain seperti intensif dan semi intensif sangatlah tinggi. Kepadatan rata-rata penanaman pada teknik budidaya tradisional adalah 2 3 ekor/m². Udang biasanya dipanen dalam usia 3 4 bulan, ukuran rata-rata 3 ekor/kg (33 gram per ekor) dengan harga jual per kilogramnya mencapai RP. 55.,-. Variasi harga jual udang sangat dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika karena udang merupakan salah satu komoditas ekspor. Variasi harga udang dalam sepuluh tahun terakhir sekitar 1%, kecuali pada tahun 1998 saat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terpuruk. Harga jual udang melonjak hingga Rp. 125.,-/kg pada tahun tersebut. Hasil analisis menunjukkan usaha tambak udang memiliki Benefit Cost ratio (B/C) 1,2, Perhitungan tersebut menggunakan harga jual Rp. 55.,- per kilogram. Biaya tetap meliputi sewa tanah, pembuatan kolam dan instalasi saluran air, sebesar Rp.7.4.,-, penyusutan biaya tetap diasumsikan sebesar Rp.74.,-, serta biaya operasional yang meliputi pemakaian benur, pakan, tenaga kerja, obat-obatan dan pupuk sebesar Rp ,- produksi udang sebanyak 175 kg. Nilai B/C tersebut menunjukkan bahwa usaha tambak udang masih menguntungkan, tetapi resiko mengalami kerugiannya cukup tinggi jika dilihat dari kemungkinan perolehan keuntungan yang hanya 2,45% dari biaya produksi. Resiko kerugian bisa lebih tinggi lagi mengingat usaha udang sangat rentan terhadap penyakit dan perubahan kualitas air. Apabila harga jual udang hanya Rp.49.5,- per kilogram maka titik impas (Break Event Point) usaha budidaya tambak udang akan tercapai bila produksi per hektar paling tidak mencapai 189,8 Kg (rasio hidup 35% apabila penebaran benih 2 ekor/m²). Rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran Kalender Aktifitas Petani Udang Berdasarkan hasil survey, dalam setahun petani biasanya melakukan hingga tiga kali penanaman benih udang yaitu pada bulan Maret, Juli dan November (Tabel 2). Produksi cenderung tinggi pada musim pertama yaitu tebar bulan Februari dan panen bulan Juni serta musim ketiga yaitu tebar bulan Oktober dan panen bulan Februari, sedangkan pada musim kedua yaitu tebar bulan Juni produksi cenderung menurun karena pada bulan-bulan tersebut bertepatan dengan musim kemarau. Curah hujan yang sedikit dan evaporasi yang tinggi di musim kemarau menyebabkan tingginya salinitas tambak. Di samping itu tidak ada cadangan air tawar yang dapat digunakan untuk mengurangi tingginya salinitas.

2 8 Tabel 2 Kalender aktifitas petani udang di kabupaten Indramayu Sumber: Hasil Survey Kesibukan petani udang tinggi di bulan Februari, Juni dan Oktober. Pada bulan tersebut pemanenan berlangsung dan sekaligus mulai melakukan persiapan untuk musim tanam berikutnya. Hingga tiga bulan selanjutnya kegiatan petani hanya mengelola pakan, pemantauan terhadap hama penyakit serta pemantauan kualitas udang. Pada bulan lain petani melakukan usaha sampingan. Diantaranya banyak yang melaut, berdagang dan lain-lain. Hasil survey menunjukkan sebagian besar petani mengeluhkan kesulitan membudidayakan udang di musim kemarau. Akan tetapi setiap tahunnya petani selalu memaksakan diri untuk tanam udang sebanyak tiga kali karena merasa tidak punya pilihan lain. Selain itu respon terhadap informasi iklim cukup baik. Selama ini iklim dirasakan besar pengaruhnya, akan tetapi mereka tidak mengetahui akses untuk memperoleh informasi tersebut dan bagaimana mengaplikasikan informasi iklim pada usaha mereka. Ini menunjukkan masih rendahnya tingkat adopsi petani terhadap informasi iklim Kegiatan Usaha Tani Garam Daerah yang dikenal sebagai sentra produksi garam di wilayah Indramayu adalah kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Krangkeng. Luas penggaraman di tiga kecamatan tersebut menurut data Departemen Perindustrian dan Perdagangan tahun 24 berturut-turut adalah 488 Ha, 923 Ha dan 165 Ha. Dipilih kecamatan Losarang sebagai lokasi survey karena memiliki wilayah penggaraman paling luas dari ketiga sentra produksi garam di Indramayu tersebut. Luas wilayah Losarang adalah Ha dengan penduduk sebanyak jiwa (BAPEDA, 24). Usaha tani garam di Losarang cenderung hanya merupakan usaha sampingan selama musim kemarau, sementara usaha utamanya adalah pertanian tanaman pangan (padi). Karena lokasinya yang sering tidak terjangkau air irigasi, maka di musim kemarau mereka menyewa lahan untuk digarap menjadi ladang garam. Sehingga usaha tani garam ini hanya berlangsung sekitar 4 5 bulan dalam setahun. Garam yang dihasilkan setiap hari disetorkan kepada tengkulak untuk kemudian tengkulak tersebut yang akan menjualnya ke pabrik-pabrik atau menimbun di gudang untuk persediaan musim hujan. Tidak seperti garam Madura yang banyak digunakan untuk konsumsi, garam yang dihasilkan dari Indramayu sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri seperti tekstil, baja, sepatu, termasuk industri strategis seperti kilang minyak. Usaha garam merupakan usaha yang memiliki resiko kerugian relatif kecil karena tidak banyak faktor yang mengganggu produksi garam. Selain itu variasi harga jual setiap tahunnya juga kecil. Biaya operasional yang dikeluarkan juga hanya ongkos angkut saja. Hasil analisis menunjukkan B/C ratio untuk bertani garam mencapai Perhitungan tersebut menggunakan harga jual garam sesuai bulan berjalan yang kisarannya antara Rp. 9,- dan Rp. 3,- per kg. Biaya

3 9 tetap yang meliputi sewa lahan dan pembelian alat-alat menggaram ialah sebesar Rp ,-, dengan penyusutan modal investasi Rp ,-, sedangkan biaya tidak tetap atau operasional sekitar Rp.3..,-. Ini menunjukkan bahwa usaha tani garam menguntungkan, dengan kemungkinan perolehan keuntungan adalah 65% dari biaya total yang dikeluarkan untuk produksi. Angka tersebut cukup tinggi dan mengindikasikan bahwa resiko kerugian usaha tani garam kecil. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6. Harga garam biasanya terus menurun sepanjang musim menggaram. Penurunan harga jual petani ke tengkulak setiap harinya sekitar Rp. 2.1,-/Kg dalam satu musim menggaram (kurang lebih 4 bulan). Berdasarkan hasil survey, untuk tahun 26, harga di awal musim adalah Rp. 3,-/kg dan berangsur turun seiring dengan bertambah banyaknya produksi hingga mencapai Rp. 9,- /kg di akhir musim). Apabila harga jual rata-rata selama penambangan garam hanya Rp.9,- per kg maka titik impas (Break Event Point) usaha tani garam akan tercapai apabila produksi per hektar minimal 124 ton/ha per musim Kalender Aktifitas Petani Garam Aktifitas menggaram hanya dilakukan selama 4-5 bulan saja dalam setahun (Tabel 3). Sejak masuk musim kemarau hingga masuk musim hujan. Kegiatannya meliputi penandatanganan kontrak dengan pemilik modal atau pemilik lahan, persiapan ladang garam dan drainase air asin untuk pendulangan garam. Karena hampir seluruh petani menjadikan aktifitas menggaram hanya sebagai usaha sampingan, maka biasanya lahan penggaraman yang mereka garap adalah lahan sewaan. Besarnya biaya sewa bervariasi sesuai kesepakatan. Pada lahan milik pemerintah biasanya lahan sewa sudah memiliki harga sewa tertentu, sedangkan lahan milik pemodal biasanya disewakan dengan sistem bagi hasil. Besarnya nilai sewa untuk sistem bagi hasil adalah 1/3 dari produksi garam yang dihasilkan. Pada musim hujan petani biasanya kembali ke aktifitas utamanya. Sebagian besar mereka adalah petani tanaman pangan (padi) sehingga ketika musim hujan tiba mereka mulai mempersiapkan sawahnya dan meninggalkan garam. Sementara itu ladang garam yang mereka tinggalkan umumnya pada musim hujan dijadikan tambak baik untuk bandeng maupun udang oleh pemilik lahan. Terkecuali untuk lahan milik pemerintah yang tetap dibiarkan kosong selama musim hujan. Sebagian petani lain yang bukan petani tanaman pangan seperti pedagang, kuli angkut, dan lain-lain juga kembali pada aktifitas utamanya. Beberapa petani yang mempunyai modal untuk membangun gudang akan menyimpan sebagian produksi garamnya untuk dijual di musim hujan supaya bisa mendapat harga tinggi. Tabel 3 Kalender aktifitas petani garam di Indramayu Sumber: Hasil survey

4 1 Hasil survey menunjukkan sebagian petani berpendapat aktifitas bertani garam sesungguhnya menjanjikan hasil yang lebih pasti daripada bertani tanaman pangan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi produksi pertanian tanaman pangan. Respon petani terhadap informasi iklim cukup baik. Petani mengakui usaha tani garam hampir sepenuhnya tergantung pada kondisi iklim. Bila musim kemarau cukup panjang dalam satu tahun produksi garam bisa sangat tinggi terlebih lagi bila curah hujan di musim kemarau tidak banyak dan evaporasi tinggi Keragaman Iklim dan Produksi Tambak Udang serta Tani Garam Produksi udang kabupaten Indramayu mengikuti pola peningkatan dari tahun ke tahun (Gambar 5). Ini bisa disebabkan oleh perluasan areal tambak, perkembangan teknologi yang diaplikasikan dalam budidaya udang atau bertambahnya tingkat pengetahuan petani. Produksi Udang (ton) y = x R 2 = Triwulan ke-i Gambar 5 Produksi udang kabupaten Indramayu tahun Awal tahun 199-an teknik budidaya intensif yang bermodal besar dan berteknologi tinggi sempat diterapkan. Pada awalnya produksi memang sangat tinggi tapi 1-2 tahun berikutnya malah merosot tajam karena tingkat pengetahuan petani yang tidak sama serta masalah permodalan. Selain itu muncul permasalahan endapan pakan dan obat-obatan kimia yang banyak digunakan pada teknik budidaya intensif di lahan tambak mereka. Hal ini juga banyak memicu kecaman dari pihak pemerhati lingkungan, usaha tambak udang dianggap membawa resiko ekologis, merusak keanekaragaman hayati dan sebagainya. Hingga kemudian teknik tersebut ditinggalkan dan petani kembali ke teknik tradisional. Selain teknologi, iklim merupakan faktor lain yang cukup mempengaruhi produksi udang. Tambak udang merupakan jenis usaha perikanan yang sangat peka terhadap perubahan kualitas air, terutama perubahan salinitas. Perubahan salinitas tambak udang sangat dipengaruhi oleh kontinuitas, pola dan durasi curah hujan serta evaporasi di kawasan tambak. Pada saat survey (Agustus 26) usia udang masih muda sekitar 1-2 bulan dan dari pengukuran di enam lokasi berbeda diketahui salinitasnya rata-rata sudah mencapai 4-5 ppt, sangat jauh dari kondisi ideal yang dibutuhkan udang muda yaitu pada kisaran ppt (Suyanto dan Mujiman, 24). Diakui petani, kondisi ini sering terjadi hampir disetiap musim kemarau. Air tambak menjadi hipersalin karena sedikit atau bahkan tidak adanya curah hujan serta tingginya evaporasi, sementara itu lokasi tambak di Indramayu kesulitan memperoleh pasokan air tawar. Setelah dilakukan analisis, data anomali produksi tiga bulanan diketahui menunjukkan trend hubungan dengan curah hujan-evaporasi tiga bulan sebelumnya. Gambar 6 menunjukkan apabila evaporasi lebih tinggi dari curah hujan (CH-E negatif) maka anomali produksi semakin negatif atau produksi udang cenderung lebih rendah dari rata-rata. Demikian pula sebaliknya, jika selisih curah hujan dan evaporasi positif maka anomali produksi udang positif atau produksi udang lebih tinggi dari rata-rata. Persamaan regresi yang mewakili hubungan anomali produksi dengan CH dan evaporasi adalah: y =.5759x dimana y : Anomali produksi pada triwulan ke-i (ton) x : Nilai CH dikurangi evaporasi pada triwulan ke i-1 (mm) Anomali Produksi Udang (ton) Lag-1 CH-Evaporasi (mm) Gambar 6 Hubungan anomali produksi udang dengan CH-Evaporasi tiga bulan sebelumnya

5 11 Selisih curah hujan dan evaporasi wilayah Indramayu pada bulan Oktober-November- Desember berkorelasi positif dengan nilai rata-rata SOI Juli-Agustus-September atau rata-rata SOI tiga bulan sebelumnya (Gambar 7). Dari analisis tersebut dapat dis usun peluang memperoleh selisih curah hujan dan evaporasi pada tiga kondisi (El Niño, dan ). Sebaran peluang memperoleh selisih curah hujan dan evaporasi pada triwulan pertama atau periode Januari-Februari-Maret dalam tiga kondisi (El Niño, dan ) dapat dilihat pada gambar 8. Peluang selisih curah hujan dan evaporasi pada triwulan pertama dalam kondisi El Niño selalu lebih rendah dari peluang dalam kondisi La Nina dan, selain itu nilainya juga selalu positif atau dengan kata lain curah hujan selalu lebih tinggi dari evaporasi. CH-Evap OND (mm) SOI JAS Gambar 7 Korelasi nilai rata-rata indeks osilasi Selatan dengan selisih curah hujan dan evaporasi Peluang Terlampaui(%) CH - Evaporasi (mm) Gambar 8 Sebaran peluang selisih curah hujan dan evaporasi triwulan pertama (Januari-Februari- Maret) pada tiga kondisi (El Niño, dan ) CH - Evaporasi (mm) Gambar 9 Sebaran peluang selisih curah hujan dan evaporasi triwulan kedua (April-Mei-Juni) pada tiga kondisi (El Niño, dan ) Peluang memperoleh selisih curah hujan dengan evaporasi lebih dari 2 mm pada triwulan pertama atau periode Januari- Februari-Maret dalam kondisi El Niño hanya 4%, sedangkan dalam kondisi peluangnya hingga 8% (Gambar 8). Berbeda dengan triwulan pertama, peluang (CH-E) triwulan kedua atau periode April-Mei-Juni dalam kondisi El Niño justru lebih tinggi dari pada kondisi. Seperti pada gambar 9, peluang mendapatkan (CH-E) kurang dari -2 mm dalam kondisi El Niño 9% sedangkan pada kondisi hanya 8%. Sementara itu selisih curah hujan dan evaporasi pada triwulan ketiga atau periode Juli-Agustus-September selalu bernilai negatif atau dengan kata lain evaporasi cenderung lebih tinggi dari curah hujan pada bulan-bulan tersebut. Sebaran peluang pada tiga kondisi terlihat paling rendah pada kondisi El Niño, lebih tinggi pada kondisi normal dan paling tinggi pada kondisi, seperti ditunjukkan pada gambar 1. Peluang Terlampaui(%) CH - Evaporasi (mm) Gambar 1 Sebaran peluang selisih curah hujan dan evaporasi triwulan ketiga (Juli-Agustus- September) pada tiga kondisi (El Niño, La Nina dan )

6 12 Peluang Terlampaui(%) CH - Evaporasi (mm) Gambar 11 Sebaran peluang selisih curah hujan dan evaporasi triwulan keempat (Oktober- November-Desember) pada tiga kondisi (El Niño, dan ) Peluang memperoleh selisih curah hujan pada triwulan keempat atau periode Oktober- November-Desember paling rendah dalam kondisi El Niño, lebih tinggi pada kondisi normal dan paling tinggi pada kondisi bila curah hujan lebih kecil dari evaporasi, sedangkan jika curah hujan lebih besar dari evaporasi peluang paling rendah adalah pada kondisi normal. Sebarannya dapat dilihat pada Gambar 11. Menurut Biro Meteorologi Australia, kemampuan prediksi dengan menggunakan indikator ENSO untuk periode Februari hingga April kurang akurat. Hal ini disebabkan karena adanya predictability barrier seperti yang dijelaskan oleh Battisti (1995). Hal ini sejalan dengan Gambar 8-11 dimana pengaruh ENSO dominan hanya pada periode musim kemarau (bulan Juli- September). Menurut Boer (23), fenomena ENSO tidak hanya mempengaruhi tinggi hujan tetapi juga me mpengaruhi masuknya awal musim kemarau atau akhir musim hujan dan panjang musim kemarau tergantung pada waktu pembentukan, lama dan intensitasnya. Pada umumnya pada saat terjadi El-Niño, awal musim hujan di wilayah bertipe iklim monsoon mengalami keterlamb atan antara satu sampai dua bulan, sebaliknya pada saat berlangsungnya fenomena La-Nina, akhir musim hujan mengalami keterlambatan atau awal masuknya musim kemarau mundur sekitar satu bulan (Gambar 12 dan 13). Hubungan SOI terhadap awal masuk dan panjang musim kemarau memungkinkan kita menyusun peluang awal masuk musim kemarau (Gambar 14). Peluang masuk musim kemarau mulai dasarian ke-1 pada kondisi El Niño paling kecil yaitu hanya sekitar 4%, pada kondisi normal sekitar 5% dan peluang paling besar adalah pada kondisi yaitu 6%. Untuk panjang musim kemarau, peluang memperoleh panjang musim kemarau lebih dari 2 dasarian paling tinggi adalah saat El Niño yaitu kemungkinannya hingga 8% sedangkan pada saat normal peluangnya hanya 7% dan peluang terkecil adalah saat terjadi yaitu hanya 4%. Hubungan SOI terhadap awal masuk dan panjang musim kemarau memungkinkan kita menyusun peluang awal masuk musim kemarau (Gambar 14). Peluang masuk musim kemarau mulai dasarian ke-12 pada kondisi El Niño paling kecil yaitu hanya sekitar 2%, pada kondisi normal sekitar 25% dan peluang paling besar adalah pada kondisi yaitu 5%. Untuk panjang musim kemarau, peluang memperoleh panjang musim kemarau lebih dari 2 dasarian paling tinggi adalah saat El Niño yaitu kemungkinannya hingga 8% sedangkan pada saat normal peluangnya hanya 7% dan peluang terkecil adalah saat terjadi yaitu hanya 4%. Awal MK (dasarian ke) y = -.271x R 2 = Gambar 12 Panjang MK (dasarian) SOI April Pengaruh ENSO terhadap awal masuk musim kemarau y =.193x R 2 = SOI April Gambar 13 Pengaruh ENSO terhadap panjang musim kemarau

7 Awal MK (dasarian ke) Gambar 14 Peluang masuk musim kemarau pada tiga kondisi (El-Niño, dan ) Gambar 15 menunjukkan bahwa pada kondisi El Niño peluang untuk mendapatkan panjang musim kemarau lebih dari normal meningkat. Berdasarkan data seri produksi, total produksi garam di Indramayu cenderung meningkat dengan semakin panjang musim kemarau. Total produksi garam dipengaruhi oleh panjang musim kemarau secara eksponensial (Gambar 16) Panjang Musim Kemarau (dasarian) EL Nino Gambar 15 Peluang memperoleh panjang musim kemarau pada tiga kondisi (El Niño, dan ) Total Produksi Garam (ton) y = e.5433x R 2 = Panjang Musim Kemarau (dasarian) Gambar 16 Total Produksi garam berkorelasi dengan panjang musim kemarau secara eksponensial 4.6. Potensi Pemanfaatan Informasi Prakiraan Iklim Kejadian kekeringan yang berasosiasi dengan ENSO telah menimbulkan kerugian yang sangat besar tidak hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat global. Kerugian paling besar dialami sektor kehutanan berikutnya sektor pertanian dan sisanya dari sektor lainnya seperti perikanan, perhubungan dan lain-lain (Boer, 23). Apabila kejadian iklim ekstrim ini dapat diprediksi lebih awal, maka kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian ini akan dapat ditekan. Budidaya tambak dan usaha tani garam telah diketahui berkorelasi dengan keragaman iklim seperti dalam penjelasan pada bagian sebelumnya, apabila kejadian iklim ekstrim sudah dapat diprediksi dengan baik maka petani dapat melakukan antisipasi dengan untuk menghindari kerugian yang ditimbulkan. Lebih spesifik lagi, dari hasil analisis sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang untuk tiap triwulan menunjukkan hasil berbeda. Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan pertama paling rendah dalam kondisi El Niño, lebih tinggi dalam kondisi normal dan paling tinggi dalam kondisi La Nina. Peluang usaha tambak udang mengalami impas pada kondisi El Niño adalah 3%, kondisi normal 5% dan kondisi La Nina 6% (Gambar 17). Hasil analisa data seri menunjukkan kerugian yang mungkin diderita usaha tambak udang pada triwulan pertama sejumlah Rp. 5 miliar (peluang terjadi kerugian sejumlah tersebut dalam kondisi El Niño 5%, dan normal diatas 8%) Keuntungan/Kerugian (juta) Gambar 17 Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan pertama (Januari-Februari-Maret) Pada triwulan kedua dan ketiga, karena pengaruh ENSO tidak jelas pada bulan Januari hingga April maka sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang justru menjadi paling tinggi pada kondisi El Niño (Gambar 18 dan 19). Menurut hasil analisis data seri, kemungkinan usaha tambak udang mengalami kerugian pada triwulan kedua adalah nol persen dan keuntungan maksimum yang dapat diperoleh bisa lebih dari Rp. 3 miliar. Sedangkan untuk triwulan ketiga,

8 14 kerugian maksimum yang mungkin dialami mencapai lebih dari Rp. 4 miliar, keuntungan maksimum yang mungkin dicapai juga Rp. 4 miliar Keuntungan/Kerugian (juta) Gambar 18 Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan ke-2 (April-Mei-Juni) Keuntungan/Kerugian(juta) Gambar 19 Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan ke-3 (Juli-Agustus-Septemberr) Peluang Terlampaui(%) Keuntungan/Kerugian (juta) Gambar 2 Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan ke-4 (Oktober-November-Desember) Sebaran peluang perolehan gross margin usaha tambak udang pada triwulan ke-4 (Gambar 2) menunjukkan paling rendah dalam kondisi El Niño, lebih tinggi dalam kondisi normal dan paling tinggi pada kondisi. Nilai gross margin pada triwulan ke - 4 selalu negatif sehingga usaha tambak udang selalu merugi pada periode ini. Hal ini karena evaporasi periode tiga bulanan sebelumnya (Juli-Agustus-September) selalu lebih tinggi dari curah hujan (Gambar 1), sehingga mempengaruhi kualitas air tambak dan mengakibatkan produksi di bawah rata-rata. Sebagai contoh, peluang kerugian bisa kurang dari Rp. 13 miliar dalam kondisi El Niño hanya 4%, dalam kondisi normal 6% dan kondisi hingga 8%. Hasil analisis data seri menunjukkan usaha tambak udang pada triwulan keempat selalu merugi (gross margin negatif). Kerugian maksimum yang mungkin dialami usaha tambak udang pada triwulan keempat mencapai Rp. 15 miliar (peluang terjadinya pada kondisi El Niño hingga 9%). Bagi petani tambak udang, prediksi awal masuk musim kemarau dan panjang musim kemarau menentukan pengambilan keputusan untuk waktu tebar benih. Jika diketahui musim kemarau akan panjang maka petani dapat mengganti komoditas yang ditanam dengan jenis lain yang lebih tahan terhadap kondisi salinitas tinggi, atau petani dapat tetap menanam udang tetapi dikombinasikan dengan komoditas lain yang lebih tahan dengan kondisi salinitas tinggi sehingga kerugian dapat diminimalisir tetapi juga mempunyai kemungkinan mendapat keuntungan jika ternyata harga udang melonjak naik, atau bahkan membatalkan rencana tanam, jadi dalam setahun hanya melakukan dua kali tanam saja. Petani garam yang umumnya usaha utamanya adalah petani tanaman pangan (padi), jika dapat diprediksi musim kemarau akan panjang maka mereka akan segera memutuskan untuk tidak tanam gadu (tanam musim kedua) tapi langsung mempersiapkan lahan untuk menggaram pada awal masuk musim kemarau. Dengan demikian kerugian akibat tanam gadu yang gagal dapat dihindari sekaligus keuntungan bertambah dengan memulai penggaraman pada waktu yang tepat serta mendapatkan produksi dan harga (pendapatan) optimum sepanjang musim kemarau. V. KESIMPULAN Hasil survey menunjukkan kegiatan tambak udang di Indramayu berlangsung sepanjang tahun hingga tiga kali tebar benih. Sebagian besar petani mengaku kesulitan membudidayakan tambaknya di musim kemarau. Sementara itu kegiatan usaha tani garam hanya berlangsung selama musim kemarau sebagai usaha sampingan. Respon petani tambak udang dan garam di Indramayu cukup baik akan tetapi tingkat adopsi terhadap informasi iklim masih rendah.

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah?

Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Intensitas Lemah? Benarkah Tahun 2002 akan Terjadi El-Niño dengan Lemah? Oleh : Gatot Irianto Detail pertanyaan itu antara lain meliputi (1) bagaimana perkembangan indikator anomali iklim lebih lanjut dihubungkan dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasokan ikan nasional saat ini sebagian besar berasal dari hasil penangkapan ikan di laut, namun pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap disejumlah negara dan perairan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 1 Abstrak ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 Zainal Abidin 2 Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. EEesimpulan Iidanya gangguan pada luas panen maupun produksi padi di Indonesia maupun di Jawa Barat pada setiap tahun El-Nino menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi

BAB I PENDAHULUAN. tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu tanaman keras perkebunan. Kopi adalah jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh dimana saja, terkecuali pada tempat tempat yang terlalu tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : VIII. SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kejadian kekeringan di Kabupaten Indramayu merupakan penyebab utama (79.8%)

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI 7.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Marketed Surplus Model regresi linear disajikan pada Tabel 39 adalah model terbaik yang dapat dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADAPTASI KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO IOD BERBASIS KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Mengetahui waktu dan pola tanam di daerah tertentu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung

Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Bab IV Deskripsi Tambak Silvofishery di Desa Dabung Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hanya ada 3 tambak yang menerapkan system silvofishery yang dilaksanakan di Desa Dabung, yaitu 2 tambak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu paling penting dalam kebijakan pembangunan dan global governance pada abad ke 21, dampaknya terhadap pengelolaan sektor pertanian dan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang terbentang luas, area pertanian di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia sebagian besar berprofesi

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan

I. PENDAHULUAN. Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perairan pantai Indonesia yang cukup luas adalah merupakan salah satu peluang untuk kegiatan budidaya tambak baik yang dilakukan secara tradisional maupun intensif.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM

V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM V. PENYUSUNAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BERDASARKAN FENOMENA ENSO DAN IOD UNTUK MENENTUKAN RENCANA TANAM 5.1. Pendahuluan Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mempunyai variabilitas dan fluktuasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sejarah Kelompok Budi Daya Mitra Gemah Ripah merupakan salah satu kelompok usaha kecil menengah bidang perikanan darat yaitu budi daya udang galah. Kelompok usaha tersebut

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 76/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Bandung Secara astronomi Kabupaten Bandung terletak pada 107 22-108 50 Bujur Timur dan 6 41-7 19 Lintang Selatan. Berdasarkan tofografi, wilayah

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci