III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA"

Transkripsi

1 33 III. EVALUASI DAMPAK KERAGAMAN IKLIM TERHADAP KERAGAMAN HASIL TANAMAN PADA BERBAGAI TEKNOLOGI BUDIDAYA 3.1. Pendahuluan Keragaman iklim terutama curah hujan sangat besar variasinya, sesuai dengan ruang dan waktu. Ada beberapa hal yang menyebabkan keragaman iklim di Indonesia, seperti letak Indonesia yang berada di antara dua samudera (Pasifik dan Hindia), posisinya diantara pulau-pulau, kondisi kontur dan pegunungan yang mempengaruhi kondisi lokal, dipengaruhi oleh dua sirkulasi besar dunia yaitu sirkulasi zonal (Walker) dan meridional (Hadley), pengaruh angin monsoon, Indonesia juga dilalui garis khatulistiwa yang menyebabkan variasinya hujannya semakin tinggi. Faktor-faktor di atas mempengaruhi kondisi curah hujan di Indonesia, meskipun besar pengaruhnya bervariasi antara satu dengan yang lain, tergantung pada ruang dan waktu. Variasi iklim yang cukup besar pengaruhnya adalah kondisi perubahan suhu muka laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan terjadinya banjir dan kekeringan di Indonesia. Naylor et al. (27) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat. Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan frekuensi banjir dan kekeringan. Mundurnya awal musim hujan 1 bulan akan berdampak pada penurunan produksi padi di Jawa/Bali antara 7-18% (Naylor et al. 27). Selain curah hujan keragaman iklim dapat juga diakibatkan karena kondisi lain. Penelitian terbaru KP3I (Boer et al. ) menggambarkan bahwa peningkatan suhu akibat naiknya konsentrasi CO2 akan menurunkan rata-rata hasil tanaman dan secara langsung juga akan menurunkan tingkat produksi. Dengan menggunakan asumsi bahwa tidak ada konversi sawah dan indeks penanaman tidak mengalami peningkatan (Skenario 1), diperkirakan pada tahun 225 produksi padi pada tingkat kabupaten akan mengalami penurunan antara 12.5 ton hingga 72.5 ton. Dengan menggunakan asumsi laju konversi lahan

2 34 sawah.77% per tahun dan tidak ada perubahan indeks penanaman (Skenario 2), maka penurunan produksi padi per kabupaten pada tahun 225 dibanding produksi saat ini berkisar antara 42.5 ton sampai ton. Apabila diasumsikan tidak terjadi konversi sawah di Jawa (Skenario 3), pengaruh negatif dari kenaikan suhu terhadap produksi padi dapat dihilangkan dengan meningkatkan indeks penanaman padi. Dengan asumsi indeks penanaman padi dapat ditingkatkan mengikuti skenario 3, tingkat produksi padi tahun 225 di sebagian besar Kabupaten di Jawa dapat dipertahankan atau bahkan meningkat dibanding tingkat produksi saat ini kecuali di beberapa kabupaten seperti Tulungagung, Kediri, Purworedjo, Wonosobo, Magelang, Sleman, Klaten dan Sukohardjo. Selanjutnya apabila konversi sawah tetap terjadi dengan laju.77% per tahun, peningkatan indeks penanaman (Skenario 4) dalam mengurangi dampak negatif kenaikan suhu pada tahun 225 tidak lagi efektif terutama di kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah. Upaya peningkatan IP dapat mempertahankan atau meningkatkan tingkat produksi tahun 225 dari tingkat produksi saat ini pada sebagian kabupaten-kabupaten di Jawa Barat dan Jawa Timur. Kejadian kekeringan di Indonesia pada umumnya berkaitan dengan fenomena El-Nino. Namun demikian, apabila dikaitkan dengan produksi, berlangsungnya El-Nino tidak selalu menyebabkan terjadinya penurunan produksi yang mencolok. Misalnya produksi beras tidak mengalami penurunan yang drastis akibat kejadian tersebut kecuali tahun 1991, 1994 dan Ada beberapa faktor yang diperkirakan menyebabkan terjadinya kondisi tersebut yaitu (Boer dan Meinke 22; Malingreau 1987; Bottema 1997): (a) Perhitungan produksi didasarkan pada tahun kalender, sementara kejadian iklim ekstrim (El- Nino) tidak mengikuti tahun kalendar, (b) Pengaruh El-Nino kuat hanya pada beberapa daerah pusat produksi saja. (c) Adanya perubahan keputusan petani, misalnya dari menanam padi menjadi menanam kedelai akibat kurangnya ketersediaan air pada waktu kejadian El-Nino (d) Terjadinya peningkatan hasil per satuan luas pada lahan beririgasi pada tahun El-Nino karena adanya peningkatan intensitas penurunan produksi juga terjadi setelah tahun El-Nino akibat menurunnya jumlah input (pupuk, pestisida dll) yang diberikan oleh petani sebagai akibat dari menurunnya daya beli.

3 35 Penurunan dampak negatif keragaman iklim, dilakukan melalui langkahlangkah berupa teknologi antisipasi yang dapat dilakukan. Dalam Sektoral Road Map yang sudah dikeluarkan pemerintah, dibahas mengenai teknologi-teknologi yang dapat diaplikasikan. Di samping itu, teknologi antisipasi dapat digali dari kebiasaan petani setempat yang merupakan indigenous knowledge. Di daerah tertentu, petani mempunyai langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko kehilangan hasil panen, yang sifatnya sudah menjadi kebiasaan setempat. Di Indramayu Provinsi Jawa Barat dikenal beberapa teknologi sederhana sebagai teknologi antisipasi, salah satunya adalah sistem culik. Sistem culik adalah suatu teknologi untuk percepatan tanam pada musim kemarau, sehingga kemunduran waktu tanam apabila awal musim hujan mundur, tidak berpengaruh terhadap penanaman musim kemarau. Sisitem ini terkenal dengan memanen sebagian kecil lahan lebih cepat, supaya dapat dilakukan pembibitan, dan begitu panen musim hujan, tidak begitu lama untuk transplanting tanaman musim kemarau, supaya tanaman pada musim kemarau tidak mengalami kekeringan, sehingga kegagalan panen dapat ditekan. Evaluasi teknologi adaptasi mengamati teknologi apa yang dilakukan petani, bagaimana variasi sarana produksi yang digunakan petani, misalnya bagaimana pupuknya, berapa takaran yang digunakan, varietas apa yang digunakan, bagaimana sistem irigasinya. Salah satu hal yang dilakukan petani untuk mempercepat panen diantaranya adalah dengan menggunakan varietas genjah. Meskipun pada dasarnya, hal tersebut sesuai dengan kebiasaan petani setempat. Sedangkan teknologi dari sisi irigasi biasanya yang dilakukan petani adalah dengan membuat sumur bor, sehingga mempunyai cukup persediaan air untuk waktu tanam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman produksi tanaman terutama padi yang dapat meminimumkan dampak negatif keragaman iklim. Dengan menggunakan data-data yang kemudian disimulasikan dalam DSSAT, akan diperoleh keragaman hasil (yield) tanaman berdasarkan skenario atau alternatif teknologi budidaya yang bervariasi. Teknologi budidaya yang menjadi input merupakan teknologi budidaya existing dan skenario.

4 Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Pacitan. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang cukup kering di Provinsi Jawa Timur. Menurut Wahab et al. (27) bahwa pada pada Musim Tanam 22/23, terjadi musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan puso dan terjadi kehilangan hasil produksi padi sekitar 67.56% Bahan, Alat dan Perangkat Lunak Bahan yang dibutuhkan dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini, yaitu: 1. Data hujan harian pada beberapa stasiun di Kabupaten Pacitan 2. Data suhu harian dan bulanan dan data suhu maksimum dan minimum harian 3. Data intensitas radiasi 4. Naskah Roadmap Sektor Pertanian Data sawah Kabupaten Pacitan 6. Data produksi dan produktivitas padi 7. Data luas tanam dan panen 8. Data fisik dan kimia tanah 9. Data penggunaan pupuk existing 1. Data irigasi 11. Data varietas existing 12. Data pola tanam existing 13. Data tanah, meliputi fisik dan kimia tanah Metodologi Penelitian Survai Teknologi Budidaya untuk mengetahui karakteristik sistem usaha tani padi di Pacitan Data yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui teknik wawancara (survai) dan dipandu dengan kuisioner. Survai sistem usaha tani dimaksudkan untuk memahami model pola tanam, varietas yang digunakan, pemupukan, irigasi dan kejadian kekeringan yang dihadapi oleh petani di lokasi penelitian. Survai dilakukan di beberapa desa

5 37 terpilih yang didasarkan kepada kerentanannya terhadap kondisi kekeringan, namun demikian didominasi oleh sistem usaha tani berbasis padi. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling. Stratifikasi sampel berdasarkan golongan sistem pengairan yaitu irigasi teknis, setengah teknis dan non-teknis (tadah hujan). Survai dilaksanakan di Kecamatan Pringkuku, yang meliputi dua desa, yaitu Desa Pringkuku dan Desa Candi. Desa Pringkuku mewakili wilayah penelitian yang respondennya bervariasi. Ada petani yang menggunakan cara irigasi penuh, semi serta tadah hujan. Luas lahan kering di lokasi ini sangatlah besar persentasenya dari luas tanam tanaman pangan keseluruhan. Desa Candi mewakili lokasi yang menggunakan irigasi penuh. Informasi yang dikumpulkan melalui survai meliputi: - Sumberdaya Pertanian. Bentuk informasi ini antara lain meliputi status kepemilikan lahan, jadwal pergiliran tanaman per tahun (pola tanam), produksi, sumber air di musim kemarau dan musim hujan, varietas, penggunaan pupuk dan informasi penunjang lainnya. - Masalah Iklim. Kejadian bencana iklim yang diidentifikasi adalah kekeringan. Informasi yang diperlukan antara lain frekuensi dan distribusi waktu kejadian. Data sekunder diperoleh dari Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Pacitan, Dinas Binamarga dan BMKG daerah. Data yang dikumpulkan meliputi; data penggunaan lahan, varietas, kebiasaan budidaya petani, status irigasi lahan pertanian, luas tanam dan panen, data iklim terutama curah hujan harian dan bulanan, data kondisi pola tanam di sentra produksi tanaman pangan, data harga komoditas pertanian, bencana iklim (banjir, kekeringan, angin kencang). Pengumpulan data kondisi pola tanam di sentra produksi tanaman pangan serta data iklim dari instansi terkait untuk mengetahui potensi curah hujan dalam kondisi iklim normal, basah, dan kering. Pola tanam mencakup waktu tanam, intensitas tanam, dan rotasi tanaman yang biasa dilakukan petani selama satu tahun di masing-masing wilayah (desa). Selain itu, untuk mengetahui perubahan kondisi ENSO, dikumpulkan data ENSO. Hasil survai kemudian ditabulasi sesuai kebutuhan untuk pengolahan data. Sebagian satuan data yang tidak sama dilakukan konversi. Pengolahan data umumnya ditujukan untuk melihat persentase responden terhadap kondisi atau permasalahan tertentu. Selanjutnya persentase responden ini digunakan sebagai

6 38 acuan pengambilan kesimpulan untuk permasalahan tertentu, terutama ditujukan untuk melengkapi mengenai informasi karakteristik usaha tani padi di Pacitan Analisis karakteristik ENSO dan hubungannya dengan sifat hujan Analisis ini didasarkan kepada karakteristik ENSO pada tahun-tahun El- Nino, Normal dan La-Nina yang dihubungkan dengan sifat curah hujan jangka panjang. Karakteristik ENSO diperoleh berdasarkan indikator suhu permukaan laut (SST pada NINO 4). Adapun tahapan analisis adalah sebagai berikut : a. Data mengenai keterkaitan antara fenomena ENSO dengan kejadian iklim ekstrim dan bentuk informasi iklim yang diperlukan untuk penyusunan pola tanam direkapitulasi dan diolah secara statistik deskriptif dan disajikan hasilnya dalam bentuk tabulasi atau grafik sesuai kebutuhan. b. Data ENSO yang digunakan menyangkut data SST terutama pada NINO 4. Data yang diperoleh kemudian dihubungkan dengan kondisi curah hujan menyangkut lama musim hujan dan sifat musim Analisis dampak ENSO terhadap kekeringan Berdasarkan karakteristik ENSO, dilihat bagaimana hubungannya terhadap bencana kekeringan dengan menggunakan analisis statistik, menyangkut luas maupun bentuk bencana yang terjadi Analisis hubungan keragaman iklim dan kinerja SUT Padi Dampak keragaman iklim jangka panjang kaitannya dengan produksi, dikaji melalui tahapan sebagai berikut: a. Data iklim menyangkut data curah hujan, suhu udara rata-rata, suhu udara maksimum dan suhu udara minimum harian digunakan sebagai input untuk menghitung file.wth, yaitu salah satu file yang dibutuhkan dalam proses simulasi DSSAT. File.wth diperoleh dengan memasukkan data-data tersebut dalam format excel, dan dipanggil di software Math lab. Data terlebih dahulu disusun berdasarkan urutan tahun, sesuai dengan ketersediaannya. DSSAT (Decision Support System for Agrotechnology

7 39 Transfer) adalah paket perangkat lunak yang mengintegrasikan pengaruh tanah, fenotipe tanaman, cuaca dan pilihan manajemen (Jones et al. 23). Gambar. 3.1 Diagram database, aplikasi, dan komponen perangkat lunak pendukung dan penggunaan model tanaman untuk aplikasi dalam DSSAT v3.5 (Jones et al. 23) b. Sebagai input untuk simulasi DSSAT, selain data iklim adalah data fisik dan kimia tanah menyangkut penggunaan pupuk tertentu, data varietas, irigasi, dan skenario penggunaan alternatif-alternatif teknologi. Data tanah diperoleh melalui pengambilan sampel tanah. Dengan menggunakan peta land system sebagai acuan, diperoleh beberapa lokasi pertanian yang mempunyai karakteristik tanah yang berbeda. Berdasarkan penentuan ini dilakukan pengambilan sampel tanah, dengan membedakan lahan sawah dan lahan kering pada beberapa kecamatan. Kecamatan yang diambil sampel tanahnya meliputi, Kecamatan Pacitan, Arjosari, Kebon Agung, Ngadirojo dan Pringkuku. Di Kecamatan Pacitan, sampel diambil dari Desa Kayen, Mentoro dan Arjowinangun, dengan kategori tanah sawah. Di Kecamatan Arjosari diambil dari Desa Burang dengan kategori tanah sawah. Di Kecamatan Kebon Agung diambil dari Desa Kebon Agung dengan kategori sawah. Di Kecamatan Ngadirojo, pengambilan sampel untuk kategori tanah sawah irigasi diambil dari Desa Ngadirojo, Cokro Kembang, dan Desa Tanjungpuro, sedangkan untuk kategori lahan kering

8 4 diambil dari Desa Hadiwarno dan Sidomulyo. Di Kecamatan Pringkuku, sampel di ambil dari Desa Candi dan Pringkuku yang mewakili tanah sawah, serta Desa Pringkuku yang mewakili kategori lahan kering. Sampel tanah untuk analisis fisik diambil dari dua kedalaman dengan menggunakan ring sampel, sedangkan untuk analisis kimia diambil secara komposit. Adapun analisis yang dilakukan adalah tekstur 3 fraksi (pasir, debu dan liat), ph, C-, N-Kjedahl, P tersedia, K tersedia, K-dd, Al-dd, NH4, NO3, Ca tersedia, bulk density, dan lain-lain. c. Penelaahan teknologi adaptasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelaahan teknologi adaptasi yang dilakukan secara global dan penelaahan teknologi adaptasi yang dilakukan oleh petani setempat. Penelaahan teknologi didasarkan pada komponen teknologi apa yang digunakan oleh petani, seperti pupuk, varietas, irigasi dan juga terhadap teknologi-teknologi yang sudah dilakukan petani dalam waktu lama yang mungkin saja merupakan kearifan lokal. d. Proses berikutnya adalah pemilihan perlakuan yang digunakan, banyaknya tahun untuk evaluasi dan running simulasi. e. Output dari hasil simulasi DSSAT adalah diantaranya hasil dalam kg, yang menyatakan hasil pada tahun tertentu sesuai perlakuan yang digunakan. f. Masukan teknologi yang bervariasi akan memberikan keragaman hasil yang cukup menyebar. Berdasarkan hasil yang tertinggi, dengan menelaah teknologi yang digunakan, kemudian dilakukan pemilihan teknologi-teknologi budidaya. Proses tersebut disajikan pada Gambar 3.2. g. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari output DSSAT, maka dapat dilihat teknologi mana yang memberikan hasil terbaik pada tanggal-tanggal tanam tertentu. Hal tersebut ditunjukkan oleh persamaan-persamaan yang diproses dengan regresi menggunakan minitab ver. 14. Persamaan tersebut berasal dari prediktor yang beberapa diantaranya dibuat variabel dummy (Tabel. 3.1). Untuk prediktor yang memberikan pengaruh yang signifikan, diberi garis bawah pada persamaan, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada taraf α=.5.

9 41 Tabel 3.1 Prediktor untuk membentuk persamaan hasil tanaman No. Prediktor Keterangan 1. V menunjukkan varietas, =IR 64, 1=IR 8 Variabel dummy 2. AnoSSTNino4 adalah anomali SST Nino 4 bulan Agustus 3. CHfase1 adalah curah hujan fase 1 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman 1-55 hari) 4. CHfase2 adalah curah hujan fase 2 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari) 5. CHfase3 adalah curah hujan fase 3 (merupakan Keluaran DSSAT akumulasi curah hujan pada umur tanaman hari) 6. Irigasi, =tanpa irigasi, 1=pemberian Irigasi pada Variabel dummy fase 1 sebesar mm, pada fase 2 sebesar 189 mm dan pada fase 3 sebesar mm 7. Pupuk, terdiri dari 3 paket: -1, dan 1. Variabel dummy -1 = Urea 25 kg-sp 36 1 kg- KCl 1 kg = Urea 23 kg-sp 36 1 kg-kcl 5 kg 1 = Urea 2 kg-sp 36 5 kg-kcl 8 kg. (komposisi anjuran untuk Kecamatan Pacitan) 8., terdiri dari 3 paket:, -1 dan 1. Variabel dummy = tanpa BO, -1 = diberi BO sebesar 5 ton jerami /ha, 1 = diberi BO sebesar 2 ton pukan /ha Keterangan : CH fase berdasarkan data curah hujan hasil keluaran simulasi DSSAT

10 42 Data iklim, sifat genetis, tanah, dan alternatif teknologi Data irigasi dan SST Nino 4 bulan Agustus DSSAT Curah hujan fase1, 2 dan 3 (output DSSAT) Hasil prediksi keluaran model simulasi Opsi teknologi Persamaan hasil Pilihan teknologi TEKNOLOGI REKOMENDASI berdasarkan Persamaan hasil terbaik Gambar 3.2 Diagram alir evaluasi dampak keragaman iklim terhadap keragaman hasil tanaman 3.3. Hasil dan Pembahasan Karakteristik Sistem Usaha Tani di Pacitan Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan (29) menyatakan bahwa dari 12 Kecamatan di Kabupaten Pacitan, semua kecamatan melakukan pertanian tanaman pangan dengan persentase terbesar di Kecamatan Nawangan (15%), Kebon Agung dan Tulakan (14%). Persentase tersebut didasarkan kepada luas sawah yang diusahakan pada setiap kecamatan (Gambar 3.3).

11 43 Gambar 3.3 Persentase luas sawah setiap kecamatan di Kabupaten Pacitan Gambar 3.4 Hamparan lahan sawah dan lahan kering di Kabupaten Pacitan Secara umum Kabupaten Pacitan memiliki empat tipe irigasi, yaitu sawah dengan irigasi teknis seluas 264,17 Ha (,19%), irigasi semi teknis sekitar 2.13,1 Ha (1,54%), irigasi sederhana sekitar 3.313,99 Ha (2,39%) dan sawah tadah hujan sekitar 6.77,9 Ha (4,85%). Irigasi teknis terluas dapat ditemukan di Kecamatan Ngadirojo, sedangkan irigasi semi teknis terluas di Kecamatan Bandar. Lahan tadah hujan terluas di Kecamatan Nawangan, yang merupakan sentra tanaman pangan terbesar di Pacitan. Di samping lahan tadah hujan yang cukup luas, Kabupaten Pacitan juga memiliki lahan kering (tegalan) yang cukup luas, yaitu sekitar ,9 Ha (Anonimus 26). Dari total luasan untuk lahan sawah dan lahan kering sekitar ha, maka ha merupakan lahan kering dengan hanya ditanami palawija satu kali setahun (sumber Dinas Pertanian

12 44 dan Peternakan Kabupaten Pacitan 21). Gambaran pertanaman pada kedua tipe lahan tersebut disajikan pada Gambar 3.4. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Wahab et al. 27), bahwa wilayah Pacitan yang cukup kritis terhadap bencana adalah wilayah sebelah barat meliputi Kecamatan Punung, Donorojo dan Pringkuku. Maka lokasi survai kemudian terpilih di Kecamatan Pringkuku, yang ditinjau dari segi pengairan maupun pola tanamnya relatif tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Donorojo maupun Punung. Untuk Kecamatan Pringkuku sendiri, lokasi diutamakan di Desa Pringkuku, yang dianggap sudah mewakili dari beberapa tipe irigasi. Ada 4 tipe irigasi di Pacitan, yaitu; irigasi teknis, irigasi semi teknis, irigasi swadaya dan lahan kering. Ketiga sistem irigasi sudah terwakili di Desa Pringkuku, kecuali irigasi teknis, yang banyak dilakukan di Desa Candi. Sehingga pengambilan sampel berikutnya ke Desa Candi. Survai ke petani dilakukan melalui wawancara mendalam. Diambil 75 sampel dari Desa Pringkuku dan 25 sampel dari Desa Candi. Pengambilan sampel di wilayah ini dianggap sudah mewakili kondisi Pacitan secara keseluruhan. Responden di Pacitan sebagian besar mengusahakan sendiri pertanaman tanaman pangannya, hanya sebagian kecil yang sewa atau maro. Luas lahan yang diupayakan Responden sebagian besar berada pada luas < 1 ha. Hanya sekitar 1% yang > 1 ha. ND >1 ha ha ha ha <=.25 ha Persentase Responden Gambar 3.5 Luas lahan yang diusahakan Responden Pola budidaya pertanian dalam penelitian dimaksudkan sebagai kombinasi dari Varietas, Pengolahan tanah, dan jarak tanam, pemupukan dan awal penanaman. Pola tanam pada sawah dengan irigasi teknis secara umum

13 45 mencakup padi-padi-padi yang dimulai umumnya pada bulan Oktober, November atau Desember dan berakhir pada bulan tember. Pertanaman MT II, dominan dilakukan Responden pada bulan Maret. Sebagian Responden ada juga yang melakukan penanaman MT II pada bulan Februari dan April. Penanaman MT III semakin berkurang dan dilakukan Responden pada bulan Juni dan Juli. Pertanaman padi musim tanam pertama (MT I) menggunakan varietas dengan umur sekitar 1-11 hari, sedangkan untuk MT II dan MT III menggunakan varietas yang lebih genjah. Varietas-varietas genjah (yang berumur pendek) tersebut diantaranya adalah : Situ Bagendit, Situ Patenggang, dan Batu Tegi. Namun demikian, pola tanam seperti ini hanya digunakan oleh sebagian kecil petani yaitu mencakup sekitar 434 ha. Selain pola tanam padi-padi-padi, pada lahan sawah irigasi teknis juga terdapat pola tanam padi-padi-palawija. Pola tanam ini cukup luas digunakan oleh Petani Pacitan yaitu sekitar ha. Keserempakan waktu tanam, mempunyai toleransi lebih kurang 2 minggu. Jika hujan 3 kali berturut-turut dalam jumlah yang cukup, petani sudah melakukan penanaman. Tetapi jika hujan kurang lebat, petani ragu untuk mulai melakukan penanaman, sehingga waktu bertanam menjadi tidak seragam. Persentase Responden MT1 MT2 MT3 5 Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Gambar 3.6 Waktu tanam pada MT I, MT II, MT III menurut Responden

14 46 1% 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% % MT-3 MT-2 MT-1 Gambar 3.7 Tanaman yang diusahakan Responden pada setiap musim tanam Berdasarkan catatan dari Responden diketahui bahwa pada umumnya penanaman pada MT-1 adalah >9% padi monokultur, dan hanya sebagian kecil yang menanam padi ditumpangsarikan dengan palawija. Tanaman pada MT II, lebih bervariasi, karena pada umumnya petani sudah memahami kesulitan pengairan untuk pertanaman padi, meskipun untuk sebagian kecil wilayah ada yang mengusahakan padi bahkan hingga pertanaman ke 3, seperti di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Varietas yang banyak digunakan di Pringkuku adalah Ciherang (11 hari) dengan produksi 4-6 ton/ha (di lahan sawah) dan 2-4 ton/ha (di lahan kering). Varietas lain yang cukup bagus di Pringkuku adalah Situ Bagendit, tetapi karena adanya serangan hama, petani kurang berminat untuk menanam kembali. Sedangkan di Kecamatan Ngadirojo, yaitu salah satu sentra padi di Pacitan, produksi padi sawah mencapai 5-8 ton/ha, dan kalau menggunakan Hibrida, produksi rata-rata 8-11 ton/ha. Varietas yang digunakan di Ngadirojo : Ciherang, IR 64, Cibogo, Situ Bagendit. Terdapat variasi pola ketatalaksanaan usaha tani dikaitkan dengan kondisi iklim dan produktivitas lahan di wilayah kajian. Pola tanam existing petani di Kecamatan Pringkuku dan Ngadirojo disajikan pada Tabel 3.2.

15 47 Tabel 3.2 Pola tanam existing petani Kecamatan Pola tanam Karakteristik wilayah Pringkuku Padi-padi-bera Dominasi lahan kering Padi-padi-padi Padi-kedelai-bera Padi-kacang tanah-bera Padi-kedelai-sayuran Padi-kedelai-kacang hijau Padi-kacang tanah-sayuran Padi gogo/jagung/ketela pohon-kacang tanah Ngadirojo Padi-padi Dominasi lahan sawah Padi-padi-padi Padi-padi-palawija Padi-palawija-palawija Palawija (kedelai, jagung, kacang tanah) Pola tanam pada lahan sawah tadah hujan, umumnya adalah padipalawija/sayuran dan padi-bera. Pola tanam padi-palawija mencakup 1691 ha, dengan penanaman dimulai bulan Desember atau uari. Sedangkan pola tanam padi-bera, mencakup luasan sekitar 5.27 ha. Di lahan kering penanaman lebih cepat, umumnya sekitar pertengahan bulan November dengan pola tanamnya adalah 1. padi gogo+palawija palawija, 2. padi gogo+palawija-bera, 3. palawija-palawija-bera dan 4. palawija saja. Luasan yang menanam palawija saja di lahan kering merupakan luasan terbesar. Lahan kering ditanami padi gogo, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi jalar dan sorgum. Untuk lahan kering selain padi gogo, ubi kayu mendominasi penanaman. Ubi kayu ditanam pada musim tanam kedua setelah padi. Ubi kayu dipanen pada saat menjelang musim hujan, dimana penanaman padi pada musim hujan akan dimulai. Produktivitas ubi kayu dari tahun 199 hingga 21 memperlihatkan tren kenaikan (Gambar 3.8). Tren produktivitas ubi kayu tersebut terlihat lebih dipengaruhi oleh penambahan luas tanam dibanding kondisi curah hujan. Hal ini dapat dilihat dari pola curah hujan dari tahun ke tahun sebagaimana yang disajikan pada gambar 3.8.

16 48 ku/ha mm CH tahunan (mm) Produktivitas (ku/ha) Gambar 3.8 Tren produktivitas ubi kayu di Kabupaten Pacitan Tata cara pengolahan tanah secara umum ada dua, yaitu pengolahan tanah dengan traktor dan pengolahan tanah dengan bajak. Pada umumnya, petani di wilayah kajian melakukan pemupukan dengan komposisi Urea (8 kg/ha) + TSP ( 4 kg/ha)+ pupuk kandang. Dalam hal penanaman awal, terlihat bahwa petani melakukan penanaman secara normal pada kisaran bulan Oktober-November, yaitu dalam hal ini tanam setelah 3 kali hujan dengan intensitas cukup tinggi. Rata-rata petani masih menggunakan pranatamangsa, adanya tolu (Guntur) yang menggelegar sebagai tanda akan mulai musim hujan. Jika ada hujan awal den-gan hitungan satu pacul tanah basah, sekitar 2 cm, petani sudah berani memulai pertanaman. Pada musim rendeng, pembenihan dilakukan dengan sistem nyegat (sebar benih pada saat belum ada hujan di lahan langsung, kira-kira 1 bulan sebelum hujan, pada saat hujan benih langsung tumbuh). Hal ini merupakan salah satu teknik adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Salah satu hal yang mungkin terjadi akibat terjadinya perubahan iklim adalah terjadinya pergeseran musim, yang menyebabkan musim menjadi tidak menentu. Salah satu kejadian yang mungkin terjadi di areal penanaman adalah adanya hujan tipuan atau false rain. Apabila terjadi hujan tipuan, biasanya benih akan rusak, sedangkan apabila tidak ada hujan selama 1 bulan dan untuk selanjutnya hujan turun dengan intensitas yang mencukupi untuk dilakukan penanaman, maka benih dapat berhasil tumbuh dengan baik. Menurut beberapa orang petani, lebih baik menanam segera, karena tanah masih hangat, hal ini dikaitkan dengan keaktifan

17 49 mikroorganisma di dalam tanah, yang dapat membantu kesuburan tanah, sehingga hasil panen lebih baik. Pengolahan tanah dilakukan dengan traktor dan pada sebagian petani dengan menggunakan bajak. Penanaman benih di lahan kering dilakukan dengan cara menugal. Bencana iklim yang kerap terjadi di Pacitan adalah kekeringan, apalagi pada topografi pengunungan karst. Namun demikian, banjir juga terjadi karena adanya luapan Sungai Grindulu sebagai pusat pengairan pada irigasi usahatani dan kondisi saluran yang belum berfungsi sebagaimana mestinya. Produksi pertanaman ditentukan oleh banyak hal, diantaranya adanya OPT (organisma pengganggu tanaman). OPT utama yang berkembang pada tanaman padi dan palawija di Kabupaten Pacitan meliputi : belalang kumbara, tikus, wereng batang cokelat, penggerek batang, ulat grayak, keong mas, uret, Phyricularia oryzae, Xanthomonas oryzae dan cercosphora oryzae. Berdasarkan hasil survai pada petani megenai tingkat serangan OPT ternyata tingkat serangan OPT dirasakan petani lebih berat pada musim hujan. ND >5 kg 41-5 kg 31-4 kg 21-3 kg 11-2 kg <=1 kg Persentase Responden Gambar 3.9 Pemakaian benih Responden pada MT-1 Pada usaha tani padi di Pacitan, petani rata-rata menggunakan benih 1-2 kg/ha (Gambar 3.9). Harga benih di pasar sekitar Rp.7 hingga Rp. 8, untuk IR-64 dan Ciherang. Banyak Responden mengusahakan benih sendiri dari pertanamannya. Benih ditanam ke lapang, setelah 2-25 hari di persemaian. Jarak tanam yang digunakan Responden bervariasi antara 1x25 hingga 4x8 cm. Namun umumnya Responden menggunakan jarak tanam 15x3 cm (Gambar 3.1). Pengeluaran untuk tenaga kerja berkisar antara Rp. 2. hingga Rp Hal itu karena banyak Responden melaksanakan sendiri sebagian

18 5 penyelenggaraan bertaninya, sehingga biaya tenaga kerja tidak dihitung. Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan bersama dengan yang lain adalah tanam, penyiangan dan panen. Untuk kegiatan panen dan tanam, mereka melakukan secara bergotong royong. Sedangkan untuk pengolahan tanah, sebagian memakai cangkul, dan sebagian lain menggunakan traktor dengan cara menyewa. Untuk penggunaan pupuk, Responden kebanyakan menggunakan urea, ponska, NPK, dan TSP. Sedangkan pemakaian KCl hanya ditemukan pada satu responden. Gambar 3.1 Jarak tanam yang digunakan Karakteristik ENSO dan hubungannya dengan curah hujan Berdasarkan gambaran pola hujan setiap kecamatan di Pacitan, terlihat bahwa Pacitan seperti halnya wilayah Pulau Jawa lainnya, termasuk dalam pola monsunal dengan satu puncak hujan. Aldrian dan Susanto (23) memaparkan bahwa El-Nino dan La-Nina di daerah dengan pola hujan monsun kuat pengaruhnya, pada daerah berpola equatorial pengaruhnya lemah, sedangkan pada daerah berpola lokal tidak jelas. Curah hujan setiap kecamatan bervariasi pada jeluk hujannya, dengan bulan kering antara 2 hingga 5 bulan, dengan ratarata bulan kering 4 bulan (Gambar 3.11). Sedangkan bulan basah antara 4 hingga 6 bulan dan puncak hujan umumnya terjadi pada bulan uari. Hal itu sejalan dengan data yang diperoleh dari sebagian besar Responden di Pringkuku yang menyatakan bahwa puncak hujan umumnya terjadi pada bulan uari. Curah hujan rata-rata tahunan bervariasi di atas 2 mm yaitu antara 212 (Kecamatan Tegalombo) hingga 37 mm (Kecamatan Kebonagung) (Gambar 3.12). Awal

19 51 musim hujan menurut sebagian besar responden umumnya terjadi pada bulan Oktober, sedangkan akhir musim hujan berakhir pada bulan Maret dan sebagian responden lain menyatakan musim hujan berakhir bulan Mei. 6 CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des bulan Arjosari Bandar Donorojo Kebonagung Nawangan Ngadirojo Pacitan Pringkuku Punung Sudimoro Tegalombo Tulakan Gambar 3.11 Rata-rata CH bulanan setiap kecamatan 3 CH rata-rata tahunan (cm) kecamatan Gambar 3.12 Rata-rata CH tahunan (bawah) setiap kecamatan Kecamatan Kebonagung merupakan kecamatan yang paling basah dengan hanya memiliki rata-rata dua bulan kering per tahunnya. Sedangkan wilayah yang paling kering di Pacitan, dengan 5 bulan kering terjadi di Kecamatan Arjosari, Pacitan, Pringkuku, Punung dan Tegalombo. Gambaran curah hujan setiap kecamatan yang diwakili dengan rata-rata curah hujan dan simpang bakunya disajikan pada Gambar Pola curah hujan pada hampir seluruh kecamatan memperlihatkan gambaran bahwa bulan Agustus merupakan bulan terkering di Pacitan. Sedangkan bulan terbasah umumnya terjadi pada bulan uari, kecuali di Kecamatan Pacitan, Kebonagung, Sudimoro dan Tulakan.

20 52 Arjosari Bandar Donorojo CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Kebonagung Nawangan Ngadirojo CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Pacitan Pringkuku Punung CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Sudimoro Tegalombo Tulakan CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Rata-rata Simpangan baku Gambar 3.13 Rata-rata curah hujan bulanan dan simpangan baku setiap kecamatan Karakteristik ENSO diwakili oleh kondisi curah hujan pada tahun-tahun El- Nino dan La-Nina, yaitu pada saat kondisi curah hujan menyimpang dari kondisi normalnya. Pada saat terjadi El-Nino, curah hujan di wilayah Indonesia umumnya

21 53 akan berada di bawah normal (di bawah rata-rata jangka panjangnya). Sebaliknya pada saat terjadi La-Nina, curah hujan akan berada di atas normalnya (di atas rata-rata jangka panjangnya). Hadi et al. (23) memaparkan bahwa dampak El- Nino di wlayah Indonesia yang utama adalah memperparah atau memperpanjang musim kering, sedangkan dampak La-Nina adalah memungkinkan lebih banyaknya pertumbuhan awan di musim hujan. Fenomena ENSO terjadi karena adanya perubahan tekanan antara Darwin dan Tahiti, yang menyebabkan berpindahnya massa udara panas, yang berakibat terhadap lebih banyak atau berkurangnya awan-awan hujan. Tabel 3.3a Pengelompokan tahun-tahun Normal, El-Nino dan la-nina berdasarkan indeks ONI (Sumber : Normal El-Nino La-Nina Lemah Sedang Kuat Lemah Sedang Kuat Tabel 3.3b Pengelompokan tahun-tahun Normal, El-Nino dan la-nina berdasarkan indeks ONI yang diperbaharui tanggal 5 April 212 (Sumber : Normal El-Nino La-Nina Lemah Sedang Kuat Lemah Sedang Kuat

22 54 Berbeda dengan kejadian El-Nino, pada saat terjadi La-Nina, curah hujan turun lebih awal dan dalam selang waktu yang lebih lama sehingga waktu tanam padi bisa lebih awal bahkan dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk pertanaman padi, kondisi La-Nina dianggap cukup menguntungkan. Pengelompokan tahuntahun Normal, El-Nino dan La-Nina berdasarkan indeks ONI (Oceanic Nino Index), seperti yang disajikan pada Tabel 3.3a. Tabel ini selanjutnya diacu dalam analisis penentuan El-Nino maupun La-Nina. Untuk mengetahui sejauhmana respon atau hubungan antara curah hujan di Kabupaten Pacitan dengan ENSO, maka dilihat pola hujan berdasarkan tahuntahun Normal, El-Nino serta La-Nina. Pada tahun Normal, curah hujan >2 mm terjadi pada bulan November hingga bulan Maret (Gambar 3.14). Sedangkan pada tahun-tahun La-Nina, curah hujan maksimum pada bulan November, Desember, Februari dan Maret. Pada tahun-tahun El-Nino kuat, curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember hingga Februari. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin kuat terjadi peristiwa El-Nino, maka curah hujan maksimum menjadi mundur waktunya dibandingkan dengan pada kondisi normal. El-Nino dapat menyebabkan lambatnya onset dan mundurnya awal musim hujan (Lansigan et al. 2). Hal lain yang harus diwaspadai adalah terjadinya penurunan curah hujan yang cukup signifikan pada kejadian El-Nino kuat terutama pada bulan-bulan di musim hujan (mulai bulan Oktober) CH (mm) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des CH tahun Normal CH tahun El-Nino CH tahun La-Nina Gambar 3.14 Pola CH Pacitan tahun Normal dan tahun-tahun terjadinya ENSO

23 55 4 Arjosari 36 Bandar 4 Donorojo Dasarian 32 Y= X R² =.2113 p=.5** Y= X R² =.1441 p=.39* Y = X R² =.2537 p=.2** Dasarian Kebonagung Y = X R² =.229 p=.12* Nawangan Y = X R² =.45 p=.2** Ngadirojo Y= X R² =.23 p=.3** Dasarian Dasarian Pacitan Y = 3.73X R² =.312 p=.2** Sudimoro Y = 3.69X+.591 R² =.3571 p=.1** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Pringkuku Y= X R² =.1862 p=.11* Tegalombo Y=.7991X R² =.211 p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Punung Y = X R² =.221 p=.6** Tulakan Y = X R² =.425 p=.1** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Gambar 3.15 Awal Musim Hujan vs anomali SST Nino 4 bulan Agustus

24 56 Dasarian Dasarian Dasarian Arjosari Y= X R² =.2237 p =.4** Kebonagung Y = X R² =.212 p=.14* Pacitan Y = X R² =.16 p=.35* Bandar Y = X R² =.691 p= Nawangan Y = X R² =.1267 p=.5** Pringkuku Y= X R² =.975 p= Ngadirojo Y = X R² =.2175 p=.46* Donorojo 8 4 Y = X R² =.1453 p=.26* Punung Y = X R² =.2397 p=.6** Dasarian Sudimoro 12 8 Y= -3.95X R² =.19 4 p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Gambar Tegalombo 8 4 Y= -1.57X R² =.387 p= Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Tulakan Y = X R² =.365 p=.2** Anomali SST Nino 4 bulan Agustus Panjang Musim Hujan vs anomali SST Nino 4 bulan Agustus Hubungan antara anomali SST Nino 4 dengan curah hujan yang diwakili dengan awal musim hujan dan panjang musim hujan diperlihatkan pada Gambar 3.15 dan Penetapan SST Nino 4 dilakukan karena wilayah ini yang paling dekat dengan Indonesia dan masih agak jarang penelitian di wilayah ini, juga

25 57 terbukti memiliki pengaruh yang nyata terhadap kondisi curah hujan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan tingkat keterkaitan awal musim hujan yang nyata terpengaruh SST Nino4 pada hampir seluruh kecamatan. Data SST Nino 4 yang digunakan adalah data SST bulan Agustus. Hal ini diacu dari hasil penelitian Boer et al. (21) yang menyatakan bahwa indeks SOI bulan Agustus tahun berjalan dapat digunakan untuk memperkirakan besar kerugian ekonomi MK tahun depan di Kabupaten Indramayu. Selain itu Boer et al. (21) juga menyatakan bahwa fenomena ENSO sangat kuat pengaruhnya terhadap keragaman hujan musim transisi, maka kemampuan untuk memprakirakan (forecast skill) masuknya awal musim hujan dengan menggunakan indeks ENSO bulan-bulan awal pembentukannya (Juni hingga tember) cukup tinggi. Mengingat antara SOI dengan SST, keduanya merupakan indikator ENSO, maka penetapan SST bulan Agustus tahun berjalan sebagai acuan dirasakan cukup tepat. Tingkat keragaman data awal musim hujan dalam kaitannya dengan SST Nino 4 diperlihatkan dengan cukup besarnya kisaran koefisien determinasi terkoreksi untuk kecamatan-kecamatan di Pacitan dari.211 (Kecamatan Tegalombo) hingga.425 (Kecamatan Tulakan) (Gambar 3.15). Demikian juga untuk panjang musim hujan koefisien determinasi terkoreksi sebesar.387 (Kecamatan Tegalombo) hingga.365 (Kecamatan Tulakan) (Gambar 3.16). Berdasarkan nilai p-value yang diperoleh awal musim hujan pada sebagian besar kecamatan nyata dan sangat nyata dipengaruhi oleh SST Nino 4. Hanya satu kecamatan yang memperlihatkan nilai yang berbeda. Panjang musim hujan juga nyata dipengaruhi oleh SST Nino 4, namun hanya terjadi pada delapan kecamatan Dampak ENSO terhadap kekeringan Secara umum, masalah dalam pertanian di Pacitan adalah terjadinya kegagalan panen, puso, salah prediksi iklim dan penanaman berulang kali. Masalah-masalah tersebut muncul karena terjadinya bencana iklim yang akhirnya menyebabkan produksi pertanaman menurun. Hasil survai menyatakan bahwa kegagalan panen akibat kekeringan menempati urutan pertama (sekitar 6% responden) di Pacitan (Gambar 3.17) dan tahun 1997 merupakan tahun yang kering menurut responden (Gambar 3.18).

26 58 Pada saat kejadian El-Nino berlangsung, Indonesia mengalami masa kekeringan, yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian, karena turunnya pasokan air hujan. Kerap kali musim hujan mundur dari waktu normalnya, dan curah hujan turun dalam selang yang lebih singkat dibanding pada kondisi normalnya, yang implikasinya terhadap sektor pertanian terutama tanaman pangan menyebabkan kerugian pertanaman. Kekeringan yang terjadi di Desa Pringkuku terutama terjadi pada MT 25/6 yang menyerang tanaman kedelai dan jagung. Luasan lahan usahatani yang mengalami kekeringan pada MT 25/6 hanya terjadi pada MT-3. Kerugian yang ditimbulkannya berupa penurunan produksi sebesar 58,7% (Wahab et al. 27). Berdasarkan data dari Direktorat Perlindungan Tanaman untuk luas terkena di Kabupaten Pacitan periode tahun 1995 hingga 21, terlihat bahwa Kabupaten Pacitan mengalami kekeringan yang cukup luas pada tahun 1997, 1999, 27 dan 29. Dari luasan tersebut yang mengalami puso terbanyak tahun 1997 dan 1999 (Gambar 3.19). Sedangkan tahun 27, meskipun mengalami luas terkena yang sangat luas tetapi tidak sampai puso, hal itu dikarenakan terdapat cukup pasokan air pada kondisi-kondisi kritis tanaman. Gambar 3.17 Penyebab gagal panen menurut Responden Gambar 3.18 Tahun terjadinya kekeringan menurut Responden

27 59 luas kekeringan (ha) Terkena Puso Gambar 3.19 Luas terkena dan puso areal padi tahun Gambar 3.2 Luas areal padi yang mengalami puso tahun 26- di Pacitan Berdasarkan data tahun 26 hingga, luas puso paling besar terjadi pada bulan Agustus pada penanaman padi sawah. Dibanding padi sawah, puso padi gogo tidak terlalu signifikan, kecuali pada uari. Untuk padi sawah, puso terjadi mulai Juni hingga uari dengan puncaknya terjadi pada bulan Agustus (Gambar 3.2). Hasil penelitian sebelumnya (Wahab et al., 27), bahwa wilayah Pacitan yang cukup kritis terhadap bencana kekeringan adalah wilayah sebelah barat meliputi Kecamatan Punung, Donorejo dan Pringkuku. Gambar 3.21 menunjukkan luas terjadi kekeringan setiap tahun di setiap kecamatan. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa kecamatan di Pacitan berdasarkan data tahun 1989-, umumnya mengalami kekeringan mulai dari tahun 1991 dan meningkat pada tahun

28 6 1994, mencapai kekeringan yang cukup luas pada tahun 1997 dan puncaknya terjadi pada tahun 27. Kecamatan Tulakan merupakan kecamatan yang paling rentan terhadap bencana kekeringan, hal itu terlihat dari besarnya luasan yang terkena pada tahun-tahun yang disebutkan di atas. luas kekeringan (ha) Arjosari Donorojo Kebonagung Nawangan Pacitan Pringkuku Punung Tegalombo Tulakan Gambar 3.21 Luas terkena kekeringan kecamatan pada 1991, 1994, 1997, 23 dan Analisis hubungan keragaman iklim dengan sistem usaha tani padi Berdasarkan data luas panen bulanan Pacitan tahun 26 hingga 21 (sumber data dari Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan tahun 27 hingga 211) terlihat bahwa untuk padi sawah, persentase terbesar pada bulan Februari hingga Mei, untuk penanaman musim hujan, dan kemudian mengalami penurunan pada bulan-bulan berikutnya. Umumnya penanaman 2 kali setahun, kecuali pada tahun 21, karena curah hujan cukup tinggi sepanjang tahun (Gambar 3.22). Sedangkan untuk padi gogo, penanaman dilakukan sekali setahun, dan panen dari bulan uari hingga Mei. Pada tahun 27 terjadi pergeseran puncak tanam yaitu pada bulan April, namun demikian luas panen lebih tinggi dibanding bulan lainnya, karena pada tahun tersebut terjadi La-Nina. Ilustrasi mengenai luas tambah tanam setiap kecamatan dari tahun 26 hingga 29 disajikan pada Gambar 3.23.

29 luas panen (ha) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Okt Nov Des bulan Gambar 3.22 Luas panen padi bulanan dari tahun 26 hingga 21 di Kabupaten Pacitan Dari informasi luas panen dan luas tanam terlihat bahwa sentra produksi padi untuk Kabupaten Pacitan adalah Kecamatan Pringkuku, Punung dan Donorojo. Namun demikian, padi yang dihasilkan dominannya merupakan padi lahan kering. Karena memiliki lahan kering yang luas, maka selain mengusahakan padi, Kabupaten Pacitan juga mengusahakan tanaman pangan lain, seperti jagung, kacang tanah, kedelai, ubi kayu dan lain-lain. Dari beberapa tanaman pangan non padi tersebut, ubi kayu ditanam paling luas, terutama pada tiga kecamatan penghasil padi gogo, yaitu Donorojo, Punung dan Pringkuku. Mengingat ketiga lokasi yang berada di sebelah Barat Pacitan ini memiliki kondisi iklim yang relatif mirip. Ubi kayu biasa dipanen puncaknya pada bulan Agustus hingga tember. Luas panen dan produksi ubi kayu mengalami kenaikan cukup signifikan mulai tahun 23 (Gambar 3.), kecuali pada tahun mengalami penurunan, hal tersebut terjadi karena lahan yang biasa ditanami ubi kayu, beralih ditanami padi, mengingat hujan berlangsung terus hingga penanaman musim tanam ketiga.

30 62 Arjosari Bandar Donorojo Luas tambah tanam (ha) CH (mm) Kebonagung Nawangan Ngadirojo luas tambah tanam (ha) CH (mm) Pacitan Pringkuku Punung luas tambah tanam (ha) CH (mm) Sudimoro Tegalombo Tulakan luas tambah tanam (ha) CH (mm) CH (mm) luas tambah tanam (ha) CH (mm) luas tambah tanam (ha) CH (mm) luas tambah tanam (ha) Gambar 3.23 Luas tambah tanam bulanan (ha) dan curah hujan tahun 26 hingga 29

31 63 Gambar 3. Luas panen dan produksi ubi kayu di Kabupaten Pacitan dari tahun 199 hingga 21 Gambar 3.25 Anomali luas panen padi per tahun di Kabupaten Pacitan Dalam kaitannya dengan produksi, tahun-tahun ENSO memperlihatkan perbedaan. Sebagai contoh, berdasarkan data luas panen padi, diperoleh bahwa pada tahun 1998 dan 1999 terdapat peningkatan luas panen (Gambar 3.25). Meskipun demikian pada tahun 23, yang menurut indeks ONI termasuk pada tahun Normal, luas panen padi pada tahun tersebut mengalami penurunan luas panen yang sangat signifikan, bahkan hingga hampir mencapai 4 ha. Kejadian

32 64 El-Nino tahun 1991 terlihat cukup signifikan mempengaruhi luas panen padi di Pacitan, terjadi anomali luas panen negatif hingga mencapai 2 ha. Hal tersebut sejalan dengan Boer dan Setyadipratikto (23) yang menyatakan bahwa anomali produksi padi yang negatif umumnya terjadi pada tahun-tahun El-Nino sedangkan yang positif terjadi pada tahun-tahun bukan El-Nino. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, penyebab penurunan produksi tersebut adalah; 1). El-Nino berpengaruh terhadap masuknya awal musim hujan sehingga penanaman padi pada MH, menjadi mundur dari biasanya. Akibatnya tanaman padi kedua mengalami keterlambatan sehingga risiko terkena kekeringan menjadi tinggi karena hujan sudah mengalami penurunan yang besar. 2). El-Nino menyebabkan hujan pada musim kemarau turun jauh dari normal sehingga air yang tersedia tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman. 3). El-Nino menyebabkan awal musim kemarau terjadi lebih awal dari biasanya sehingga tanaman padi kedua mengalami cekaman kekeringan. Alternatif pola tanam bila terjadi kejadian El-Nino kuat adalah dengan waktu tanam padi mundur hingga beberapa dasarian atau mengganti dengan tanaman palawija. Sedangkan pada kondisi La-Nina, waktu tanam padi dapat dimajukan beberapa dasarian, atau dapat pula dilakukan penanaman palawija yang berumur pendek sebelum menanam padi. Untuk menjelaskan perbedaan perlakuan irigasi, dilakukan penghitungan hasil simulasi pada perlakuan irigasi yang dibandingkan dengan hasil pada perlakuan non irigasi. Untuk menghitung perbedaan hasil digunakan rumus yang mengacu pada Soler et al. (27), Dimana, = pengurangan hasil (yield) = hasil (yield) pada kondisi tanpa irigasi = hasil (yield) pada kondisi irigasi Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa perbedaan hasil yang cukup signifikan akan diperoleh apabila penanaman dilakukan pada 1 Maret hingga 15 Juni untuk Kecamatan Pacitan. Diperlukan input irigasi yang cukup banyak, apabila penanaman akan dilakukan pada Bulan ini. Sedangkan pada awal uari, November dan Desember perbedaan hasil tidak begitu tinggi karena pada bulan tersebut curah hujan tinggi.

33 65 Tabel 3.4 Pengurangan hasil antara perlakuan Irigasi dengan tanpa Irigasi di Kecamatan Pacitan Tanggal tanam Tanpa Irigasi (kg/ha) Dengan Irigasi (kg/ha) Yr (%) (pengurangan hasil) Feb Feb Mar Mar Apr Apr Mei Mei Jun Jun Jul Jul Agu Agu Okt Okt Nov Nov Des Des Ilustrasi mengenai hasil yang diperoleh pada perlakuan irigasi-tanpa irigasi, varietas genjah-varietas dalam dan pemupukan di Kecamatan Pacitan disajikan pada Gambar 3.26 dan Penggunaan pupuk yang ditambah bahan organik, sedikit meningkatkan hasil dari bulan Februari hingga Agustus, pada kondisi tanpa Irigasi. Namun demikian, pada kondisi adanya penambahan Irigasi, perlakuan pupuk tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa adanya irigasi, merupakan pelarut yang baik untuk pupuk yang diberikan, sehingga menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Hasil pada varietas dipengaruhi oleh kondisi endogen dan eksogen. Pada lingkungan eksogen yang sama, varietas yang berbeda menampakkan hasil yang berbeda. Gambar 3.27 memperlihatkan

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis pengaruh ENSO dan IOD terhadap curah hujan Pola hujan di Jawa Barat adalah Monsunal dimana memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi

Arti Penting Kalender Tanam (Katam) Padi PENGEMBANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADAPTASI KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO IOD BERBASIS KALENDER TANAM PADI TERHADAP ENSO SUMBERDAYA IKLIM DAN AIR Mengetahui waktu dan pola tanam di daerah tertentu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. Wonogiri (Jawa Tengah) : Kabupaten Trenggalek (Jawa Timur) III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis 1. Batas Administrasi Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari koridor tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang Pantai Selatan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan

Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan LAMPIRAN 167 Tabel Lampiran 1. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu Tahun Normal. Tabel Lampiran 2. Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air dengan Kecamatan

Lebih terperinci

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 113 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.1. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah

Lebih terperinci

Dicetak : 19-Sep-2013

Dicetak : 19-Sep-2013 0 Dicetak : 19-Sep-2013 1 Dicetak : 19-Sep-2013 2 Dicetak : 19-Sep-2013 3 Dicetak : 19-Sep-2013 4 Dicetak: 19-Sep-2013 5 Dicetak: 19-Sep-2013 6 Dicetak : 19-Sep-2013 7 PROVINSI : DKI JAKARTA (31) KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

Dihasilkan : 23-Feb-2013

Dihasilkan : 23-Feb-2013 0 Dihasilkan : 23-Feb-2013 1 Dihasilkan : 23-Feb-2013 2 Dihasilkan : 23-Feb-2013 3 Dihasilkan : 23-Feb-2013 4 Dihasilkan : 23-Feb-2013 5 Dihasilkan : 23-Feb-2013 6 PROVINSI : DKI JAKART (31) KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

Dihasilkan : 23-Feb

Dihasilkan : 23-Feb 0 Dihasilkan : 23-Feb-2013 1 Dihasilkan : 23-Feb-2013 2 Dihasilkan : 23-Feb-2013 3 Dihasilkan : 23-Feb-2013 4 Dihasilkan : 23-Feb-2013 5 Dihasilkan : 23-Feb-2013 6 PROVINSI : DKI JAKARTA (31) KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

Dihasilkan : 23-Feb-2013

Dihasilkan : 23-Feb-2013 0 Dihasilkan : 23-Feb-2013 1 Dihasilkan : 23-Feb-2013 2 Dihasilkan : 23-Feb-2013 3 Dihasilkan : 23-Feb-2013 4 Dihasilkan : 23-Feb-2013 5 Dihasilkan : 23-Feb-2013 6 PROVINSI : DKI JAKARTA (31) KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 5 6 7 AGROEKOSISTEM : LAHAN SAWAH KOMODITAS : PADI SAWAH REKAPITULASI KALENDER TANAM PROVINSI : DKI JAKARTA (31) No Kabupaten Indek Adm Luas Baku Sawah (ha) Potensi Tanam MT I/ MH MT II/ MK I

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan populasi ke-empat terbesar dan penghasil beras ke-tiga terbesar di dunia (World Bank, 2000). Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : LONG HUBUNG KAB/KOTA : MAHAKAM HULU, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : LONG HUBUNG KAB/KOTA : MAHAKAM HULU, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR KECAMATAN : LONG HUBUNG KOMODITAS : PADI SAWAH DAN PALAWIJA Luas Baku Sawah (ha) Prediksi Sifat Hujan Prakiraan Luas dan Awal Musim Tanam I INFORMASI UTAMA : 32 : NORMAL : *) *) Musim Tanam II Musim Tanam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lokasi penelitian

Lampiran 1 Lokasi penelitian LAMPRAN Lampiran 1 Lokasi penelitian Lampiran 1 lanjut Lampiran 2 Bentuk Kuesioner bagi pemangku kebijakan nstansi : Kabupaten : Kecamatan : NFORMAS DAR PEMANGKU KEBJAKAN No Daftar Pertanyaan Jawaban A

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang 50 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT

Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT Impact of Climate Variability on Agriculture at NTT PEMDA Propinsi NTT, Kupang CARE International Centre for Climate Risk and Opportunity Management, Bogor Agricultural University (IPB) International Rice

Lebih terperinci

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 (1) Berdasarkan prakiraan BMKG dan beberapa lembaga penelitian lain mengindikasikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM

VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM VI. ANALISIS HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN PRODUKSI PADI SERTA PENYUSUNAN INDEKS IKLIM 6.1. Pendahuluan Asuransi indeks iklim merupakan salah satu bentuk pendanaan yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.

Lebih terperinci

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II 2013 TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung LATAR BELAKANG Keniscayaan perubahan dan dinamika iklim global serta lokal. Pilihan pola tanam bersifat spesifik lokasi dan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

SOSIALISASI REKOMENDASI TEKNOLOGI PTT BERDASARKAN KALENDER TANAM TERPADU MT II TAHUN 2014 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU

SOSIALISASI REKOMENDASI TEKNOLOGI PTT BERDASARKAN KALENDER TANAM TERPADU MT II TAHUN 2014 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU SOSIALISASI REKOMENDASI TEKNOLOGI PTT BERDASARKAN KALENDER TANAM TERPADU MT II TAHUN 2014 BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU KERJASAMA KEMENTAN DENGAN BMKG KALENDER TANAM TERPADU Pedoman atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . PENDAHULUAN. Latar Belakang Kesejahteraan dapat dilihat dari tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila tidak tercukupinya ketersediaan pangan maka akan berdampak krisis pangan. Tanaman pangan

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto

Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto KAJIAN VARIETAS PADI TOLERAN KEKERINGAN DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DATARAN RENDAH KABUPATEN REMBANG Meinarti Norma Setiapermas, Widarto, Intan Gilang Cempaka dan Muryanto PENDAHULUAN Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 10/25/2009 STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN Tim BBSDLP BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 Latar Belakang Ancaman Bagi Revitalisasi Pertanian

Lebih terperinci

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : BALIKPAPAN UTARA KAB/KOTA : BALIKPAPAN, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : BALIKPAPAN UTARA KAB/KOTA : BALIKPAPAN, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR KECAMATAN : BALIKPAPAN UTARA KAB/KOTA : BALIKPAPAN, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR KOMODITAS : PADI SAWAH DAN PALAWIJA Luas Baku Sawah (ha) Prediksi Sifat Hujan Prakiraan Luas dan Awal Musim Tanam I INFORMASI

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap Tahun 2012 dan Angka Ramalan I Tahun 2013) A. PADI No. 45/07/35/Th.XI,1 Juli 2013 Angka Tetap (ATAP) tahun 2012 produksi Padi Provinsi Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC)

Kontribusi Parameter Iklim Untuk Peringatan Dini Serangan Wereng Batang Coklat (WBC) 1234567 89111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112123456789111121234567891111212345678911112

Lebih terperinci

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG PRESS RELEASE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG OUTLINE I. GEMPABUMI TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI (25 - oktober 2010); Komponen Tsunami Warning System (TWS) : Komponen Structure : oleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan

VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan VII. PEMBAHASAN UMUM PENGEMBANGAN ASURANSI INDEKS IKLIM PADA SISTIM USAHATANI BERBASIS PADI : Potensi dan Tantangan 7.1. Pendahuluan Perubahan iklim dan dampaknya pada berbagai sektor telah menggungah

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : BATU SOPANG KAB/KOTA : PASER, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR

KALENDER TANAM TERPADU MUSIM TANAM : MT III 2014 KECAMATAN : BATU SOPANG KAB/KOTA : PASER, PROVINSI : KALIMANTAN TIMUR KECAMATAN : BATU SOPANG KOMODITAS : PADI SAWAH DAN PALAWIJA Luas Baku Sawah (ha) Prediksi Sifat Hujan Prakiraan Luas dan Awal Musim Tanam I INFORMASI UTAMA : 10 : ATAS NORMAL : *) *) Musim Tanam II Musim

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) No. 22/03/51/Th. IX, 2 Maret 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014) PRODUKSI PADI TAHUN 2014 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 2,74 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI 8.1 Pendahuluan Padi merupakan makanan utama sekaligus mempunyai nilai politis yang tinggi bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No.19/03/35/Th XIV,1 Maret 2016 PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) A. PADI Angka Sementara () produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 13,15 juta ton Gabah Kering

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2013) BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th XI.,1 November PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun ) A. PADI B. JAGUNG Angka Ramalan (ARAM) II produksi Padi Provinsi Jawa Timur tahun sebesar

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan 1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Pilih kondisi lahan sawah Anda: O Irigasi O Tadah hujan O Rawa pasang surut Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu

Lebih terperinci