SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK"

Transkripsi

1 11 II. SINTESIS PERMASALAHAN PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK 2.1. Kabupaten Pacitan Kabupaten Pacitan yang terletak di bagian paling barat daya Propinsi Jawa Timur dan berada di kawasan pantai selatan Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah, memiliki luas wilayah daratan 1.419, 44 Km2. Secara administratif terbagi dalam 12 kecamatan, 5 kelurahan, 159 desa dan dusun. Letak geografis berada antara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Sekitar 21% dari luas Kabupaten Pacitan adalah kawasan pegunungan kapur (kars) dengan topografi: 85% wilayah berbukit sampai bergunung, 10% bergelombang, dan 5% wilayah datar. Kabupaten Pacitan merupakan salah satu kabupaten yang cukup kering di Provinsi Jawa Timur. Hal itu sejalan dengan Wahab et al. (2007) menyatakan bahwa pada pada Musim Tanam 2002/2003, luas tanam Kab. Pacitan seluas Ha, sedangkan pada MK 2003 seluas Ha. Terjadi musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan dan puso. Luas areal yang terkena bencana alam kekeringan pada MK-2003 adalah 2.074,67 Ha. Dari jumlah tersebut 1.570,67 Ha mengalami puso. Bila rata-rata produktivitas padi di Kabupaten Pacitan adalah 38,5 kw/ha GKG, maka terjadi kehilangan hasil produksi padi sebesar 79,87 ton GKG atau sekitar 67.56%. Dari hasil survei yang dilaksanakan pada 2(dua) desa menunjukkan bahwa semua petani mengalami kekeringan dalam berusahatani terutama untuk tanaman pangan (padi + palawija). Walaupun kekeringan yang melanda hampir terjadi setiap tahun, tetapi kekeringan paling serius yang dialami petani pada 5 (lima) tahun terakhir adalah terjadi pada tahun 2003 (Wahab et al 2007). Akibat kekeringan tahun 2003, luas panen tanaman padi mengalami penurunan sebesar 12,2 % dibanding luas tanam tahun 1999, sedangkan produksi terjadi penurunan lebih besar yaitu mencapai 15,2 %. Bahkan untuk tanaman kedelai telah terjadi penurunan lebih besar yaitu pada luas panen sebesar 28,5 %, sedangkan untuk produksi mencapai penurunan sebesar 23,8 % (Wahab et al. 2007).

2 12 Gambar 2.1 Peta administratif Kabupaten Pacitan 2.2. Road Map sektor Pertanian Dalam hubungannya dengan pengelolaan risiko iklim terhadap pertanian, diperlukan suatu acuan, yang tertuang dalam Road Map. Road Map disusun berdasarkan analisis dan kajian secara komprehensif terhadap dinamika dan skenario perubahan iklim, kerentanan sektor pertanian dan berbagai kebijakan pemerintah terkait. Road map dipilah berdasarkan tahapan dan waktu pelaksanaan kegiatan sejak 2012 sampai Program dan kegiatan tersebut dikelompokkan ke dalam lima bagian utama: (1) penelitian dan pengembangan, (2) diseminasi dan advokasi, (3) antisipasi perubahan iklim, (4) adaptasi dan mitigasi, dan (5) manajemen adaptasi dan mitigasi (Tim Road Map Sektor Pertanian 2011). 1. Penelitian dan Pengembangan Kegiatan penelitian dan pengembangan untuk mendukung rencana aksi sektor pertanian secara umum bertujuan untuk melakukan inventarisasi emisi GRK dan penyerapan karbon sektor pertanian, analis dampak perubahan iklim, mencari teknologi mitigasi dan adaptasi, dan menetapkan strategi dan kebijakan.

3 13 Penelitian adaptasi perubahan iklim sektor pertanian difokuskan pada tanaman pangan dan hortikultura untuk RPJM Ruang lingkup penelitian adaptasi mencakup pengembangan varietas tanaman yang adaptif, teknik pengelolaan tanah dan air, dan teknik budidaya tanaman. Penelitian mitigasi perubahan iklim difokuskan pada subsektor perkebunan dan pertanian di lahan gambut. Hasil penelitian akan disintesis untuk menghasilkan usulan kebijakan dalam pembangunan pertanian, terutama yang berkaitan dengan antisipasi, adaptasi, dan mitigasi perubahan iklim. 2. Advokasi dan Diseminasi Penelitian advokasi kebijakan dan diseminasi teknologi diarahkan bagi upaya peningkatan pemahaman petani dan masyarakat luas tentang pemanfaatan informasi iklim dan UU/peraturan terkait. Tindakan advokasi diarahkan pada sosialisasi advokasi peraturan perundangan yang menyangkut ketentuan pelestarian lingkungan dan pengembangan dan replikasi SLPTT. 3. Antisipasi Perubahan Iklim Kegiatan antisipasi bertujuan untuk menetapkan arah dan strategi kebijakan secara dini, serta menyiapkan program, teknologi, tool, pengembangan kapasitas (capacity building), roadmap dan pedoman umum dalam rangka menghadapi dampak perubahan iklim. Kegiatan antisipasi perubahan iklim tahun diarahkan pada 1) pengembangan infrasruktur, terutama jaringan irigasi, 2) Pengembangan sistem prediksi hujan dan awal musim, peringatan dini banjir dan kekeringan, 3) penyusunan roadmap, pedoman umum mitigasi dan adaptasi, kalender tanam dinamik, 4) Peningkatan kapasitas SDM dalam pemahaman perubahan iklim dan penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan 5) Penyusunan dan penerapan (enforcement) peraturan perundangan mengenai lahan pertanian. 4. Adaptasi dan Mitigasi Program adaptasi iklim mencakup fasilitasi pemerintah untuk aplikasi teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitasi penerapan teknik pengelolaan lahan dan air), peningkatan indeks panen, penurunan risiko gagal panen, peningkatan produktivitas dan kapasitas irigasi. Mitigasi GRK mencakup ekstensifikasi perkebunan pada lahan terlantar, pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan, dan aplikasi teknologi rendah emisi seperti penyiapan lahan tanpa bakar,

4 14 pengembangan biofuel, penggunaan bahan organik dan pakan ternak rendah emisi. 5. Manajemen Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Untuk dapat mengukur kerberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim diperlukan manajemen mitigasi dan adaptasi perubahan iklim mencakup aspek perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, monitoring, evaluasi dan pelaporan Keragaman dan perubahan iklim dan efeknya terhadap produksi padi Perubahan iklim mempengaruhi sektor pertanian baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya melalui efeknya terhadap suhu dan perubahan curah hujan dalam biologi dan fisik lingkungan (Brown dan Rosenberg 1997 yang diacu dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Ketersediaan air merupakan salah satu konsekuensi paling dramatis perubahan iklim untuk sektor pertanian (Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Penurunan kelembaban tanah menyiratkan pengurangan yang signifikan pada produktivitas tanaman lahan kering potensial. Di sisi lain, peningkatan hujan lebat berdampak pada erosi dan tanah. Ketika terjadi perubahan iklim, produksi tanaman terpengaruh. Ada banyak studi yang mempertimbangkan jenis dan jumlah produksi untuk perubahan tanaman tertentu, tempat dan skenario. Lainnya mencoba memperluas pengetahuan tentang perubahan produksi dan dampak ekonomi serta kesejahteraan daerah mereka (Adams et al. 1990; Brown dan Rosenberg 1997; Brown et al. 2000; Easterling et al dalam Mestre-Sanchís dan Feijóo-Bello 2009). Pendekatan yang digunakan untuk menilai respon tanaman untuk perubahan iklim bervariasi dari model regresi sederhana hingga model yang kompleks. Dalam lima tahun terakhir, petani di Jawa dan Sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca yang tidak normal yaitu permulaan musim hujan bergeser hari lebih lambat dan musim kemarau sekitar hari lebih cepat (Handoko et al. 2008). Perubahan iklim yang terjadi telah mengubah pola tanam yang dilakukan oleh petani. Secara umum Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur yang pasokan airnya lebih tersedia, memiliki intensitas tanam yang lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di luar Jawa. Namun, di kedua

5 15 provinsi tersebut telah terjadi perubahan pola tanam, yang sebelumnya padi-padipadi menjadi padi-padi-palawija. Hal ini mengindikasikan bahwa petani telah menyesuaikan terhadap adanya perubahan iklim (utamanya berupa penurunan curah hujan dan jumlah bulan hujan) dengan menyesuaikan jenis tanaman yang diusahakan, yaitu dari padi yang memerlukan pasokan air yang banyak ke palawija yang memerlukan lebih sedikit air (Handoko et al. 2008) Naylor et al. (2007) memproyeksikan bahwa wilayah-wilayah sebelah selatan garis ekuator seperti Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian wilayah Timur Indonesia akan mengalami keterlambatan awal musim hujan dengan periode musim hujan yang lebih singkat dan intensitas hujan yang lebih tinggi. Pada musim kemarau, curah hujan lebih rendah dengan awal musim yang lebih cepat (Gambar 2.2). Perubahan pola curah hujan tersebut akan meningkatkan frekuensi banjir dan kekeringan. Mundurnya awal musim hujan 1 bulan akan berdampak pada penurunan produksi padi di Jawa/Bali antara 7-18% (Naylor et al. 2007). rainfall Pola hujan sekarang Pola hujan mendatang Frekuensi banjir meningkat Frekuensi kekeringan meningkat Gambar 2.2 Aug Dec May Kemungkinan pergeseran curah hujan di Jawa dan Bali (Naylor et al. 2007) 2.4. ENSO dan kaitannya dengan musim hujan dan kekeringan Musim hujan di Indonesia dipengaruh oleh El Niño - Southern Oscillation (ENSO) yang sangat kuat pengaruhnya pada bulan September-Desember (Hamada et al. 2002). Pengaruh ENSO semakin berkurang selama bulan Desember Februari (Giannini et al. 2007) sehingga waktu masuknya musim hujan dan kemarau dapat diramalkan dengan memperhatikan kekuatan pengaruh

6 16 ENSO. Mengingat prediktabilitas variabilitas iklim musiman terkait dengan ENSO, dapat digunakan untuk mengurangi resiko pertanian. Haryanto (1998) menyatakan bahwa curah hujan DAS Citarum terkait erat dengan fase SOI. Baik El-Nino maupun La-Nina hanya berkaitan erat dengan anomali curah hujan pada musim kemarau, sedangkan dengan anomali curah hujan musim penghujan keterkaitan fase SOI dengan curah hujan DAS Citarum menjadi lemah. Bila pada musim kemarau terjadi El-Nino maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -84% atau rata-ratanya -36%. Sedangkan bila terjadi La-Nina, anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +65% atau rata-ratanya +39%. Bila pada musim penghujan terjadi El-Nino, maka anomali terbesar yang pernah terjadi pada curah hujan DAS Citarum adalah -31% atau rata-ratanya -5%, sedangkan bila terjadi La-Nina anomali terbesar yang pernah terjadi adalah +8% atau rata-ratanya +5%. Falcon et al. (2006) melakukan pengamatan pengaruh ENSO terhadap keragaman hujan di seluruh Provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa keragaman curah hujan seluruh Provinsi di Pulau Jawa-Madura, dan Bali secara signifikan dipengaruhi oleh fenomena ENSO. Lebih lanjut Battisti et al. (2007) menganalisis korelasi ENSO terhadap curah hujan bulanan di Indonesia. Untuk Pulau Jawa, keragaman curah hujannya pada bulan Januari-April tidak berkorelasi dengan fenomena ENSO, curah hujan bulan Mei-Agustus berkorelasi dengan ENSO sebesar 40-60%, sedangkan curah hujan pada bulan September-Desember sangat berkorelasi (Nilai korelasi %). Sejak tahun 1844, Indonesia telah mengalami kejadian kekeringan tidak kurang dari 43 kali. Dari 43 kejadian tersebut, hanya 6 kali yang kejadiannya tidak bersamaan kejadian fenomena ENSO (Boer dan Subbiah 2005). Hal ini menunjukkan, bahwa keragaman hujan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh fenomena ini. Pada saat fenomena El-Nino berlangsung, hujan pada sebagian besar wilayah Indonesia umumnya di bawah normal. Pengamatan terhadap tahun-tahun El-Nino yang terjadi dalam periode 1896 sampai 1987, diperoleh bahwa untuk setiap 1 o C peningkatan anomali suhu muka laut di daerah Nino 3 rata-rata curah hujan wilayah di Indonesia pada musim kering turun sekitar 60 mm. Penurunan curah hujan wilayah dapat mencapai 80 mm dari normal apabila suhu muka laut di Nino-3 naik sampai 1.8 o C di atas normal (Boer dan Subbiah 2005).

7 17 Salah satu penyebab terjadinya kekeringan adalah musim hujan berakhir lebih awal dari biasanya atau dari normalnya. Menurut Boer et al. (2009), pada saat fenomena El-Nino berlangsung, pada banyak daerah musim hujan dapat berakhir lebih cepat dari biasanya atau hujan mendadak hilang pada bulan-bulan berikutnya, sehingga tanaman kedua terkena kekeringan. Masalah ini muncul karena pada waktu musim tanam pertama berakhir, hujan biasanya masih banyak dan petani biasanya akan melanjutkannya dengan penanaman kedua. Setelah penanaman dilakukan, musim hujan berakhir lebih cepat sehingga tanaman terkena kekeringan. Lebih lanjut Boer et al. (2009) menjelaskan bahwa dampak dari kekeringan yang terjadi adalah kegagalan panen pada tanaman musim kemarau. Gagal panen tidak hanya dapat terjadi pada lahan tadah hujan, tetapi juga pada lahan beririgasi. Hal ini terjadi karena sumber air utama musim kemarau adalah air irigasi, tetapi karena hujan turun di bawah normal, maka jumlah air irigasi menjadi berkurang sehingga tidak cukup untuk bisa mengairi semua pertanaman yang ada dan akhirnya menimbulkan masalah kekeringan Model Simulasi DSSAT The decision support system for agrotechnology transfer (DSSAT) awalnya dikembangkan oleh ilmuwan jaringan internasional, yang bekerja sama dalam proyek Benchmark Sites Network for Agrotechnology Transfer (Jones et al. 2003), untuk memfasilitasi penerapan model tanaman dalam pendekatan sistem penelitian agronomi. Penyusunan awalnya didorong oleh kebutuhan untuk mengintegrasikan pengetahuan tentang tanah, iklim, tanaman, dan manajemen untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam mentransfer teknologi produksi dari satu lokasi ke lokasi lain di mana tanah dan iklim berbeda (Jones et al. 2003). DSSAT adalah kumpulan program-program independen yang beroperasi bersama-sama. Database menggambarkan cuaca, tanah, kondisi percobaan dan pengukuran, dan informasi genotipe untuk menerapkan model pada situasi yang berbeda. Perangkat lunak membantu pengguna mempersiapkan database tersebut dan membandingkan hasil simulasi dengan pengamatan untuk memberi mereka keyakinan terhadap model atau untuk menentukan apakah modifikasimodifikasi diperlukan untuk meningkatkan akurasi (Jones et al. 2003). Selain itu, program yang terdapat dalam DSSAT memungkinkan pengguna untuk

8 18 mensimulasikan opsi untuk pengelolaan tanaman selama beberapa tahun untuk menilai risiko yang terkait dengan opsi masing-masing. DSSAT pertama kali dirilis (v2.1) pada tahun 1989; rilis tambahan dibuat pada tahun 1994 (V3.0) (Tsuji et al dalam Jones et al. 2003) Dan 1998 (v3.5) (Hoogenboom et al dalam Jones et al. 2003). Dalam perkembangannya DSSAT direvisi kembali dengan intinya adalah menyusun cropping system model yang baru (DSSAT-CSM). Tujuan dari DSSAT- CSM (Jones et al. 2003) adalah: 1. Untuk simulasi sistem produksi tanaman monokultur dengan mempertimbangkan cuaca, genetika, tanah air, karbon tanah dan nitrogen, dan manajemen dalam satu atau beberapa musim serta rotasi tanaman pada setiap lokasi dimana input minimum disediakan. 2. menyediakan sebuah platform untuk menggabungkan modul faktor abiotik dan biotik lainnya secara lebih mudah, seperti fosfor tanah dan penyakit tanaman. 3. untuk menyediakan platform yang memungkinkan seseorang untuk dengan mudah membandingkan modul alternatif untuk komponen tertentu dalam memfasilitasi perbaikan model, evolusi, dan dokumentasi, dan 4. untuk menyediakan kemudahan dalam memperkenalkan CSM ke aplikasi tambahan program dalam suatu modul. DSSAT-CSM memiliki driver program utama, sebuah unit modul lahan, dan modul untuk komponen-komponen utama yang membentuk unit lahan dalam sistem tanaman (Gambar 2.3). Modul Primer adalah cuaca, tanah, tanaman, penghubung tanah-tanaman-atmosfer dan komponen-komponen pengelolaannya. Secara keseluruhan, komponen ini menggambarkan perubahan-perubahan waktu dalam tanah dan tanaman yang terjadi pada satu unit lahan sebagai respons terhadap cuaca dan manajemen. Untuk berjalannya model, DSSAT memerlukan data minimum, mencakup data di wilayah mana model akan dioperasikan, pada cuaca harian selama siklus pertumbuhan, karakteristik tanah pada awal siklus atau urutan tumbuh tanaman, dan pada pengelolaan tanaman (misalnya tingkat pembibitan, aplikasi pupuk, irigasi) (Jones et al ; Thorp et al. 2008). Data cuaca yang diperlukan mencakup data harian intensitas radiasi matahari total pada bagian atas kanopi tanaman, suhu udara maksimum dan minimum di atas tanaman, dan curah hujan. Namun, diakui bahwa semua data cuaca yang diperlukan untuk wilayah tertentu

9 19 dan periode waktu tertentu sering tidak tersedia. Dalam kasus tersebut, untuk memenuhi data minimum diupayakan dengan menghitung nilai pengganti atau menggunakan data dari site di dekatnya. Untuk menghitung nilai pengganti, statistik iklim di site tertentu adalah penting dan sangat mungkin diperlukan (Jones et al. 2003). Gambar 2.3 Sekilas komponen dan struktur modular dari DSSAT-CSM Model tanaman DSSAT telah banyak digunakan selama 15 tahun terakhir oleh banyak peneliti pada aplikasi yang berbeda. Banyak dari aplikasi ini telah dilakukan untuk mempelajari manajemen pilihan pada lokasi penelitian, termasuk pupuk, irigasi, hama, dan pertanian spesifik lokasi. Aplikasi ini telah dilakukan oleh peneliti pertanian dari berbagai disiplin ilmu, sering bekerja dalam tim untuk mengintegrasikan sistem analisis tanaman dengan menggunakan model bidang penelitian agronomi dan informasi sosial ekonomi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang kompleks tentang produksi, ekonomi, dan lingkungan. Sebuah aspek penting dari banyak studi ini adalah pertimbangan bahwa cuaca mempengaruhi kinerja tanaman, berinteraksi dengan cara yang rumit dengan tanah dan tanaman. Peneliti telah menerapkan model-model untuk mempelajari ketidakpastian produksi tanaman terkait dengan variabilitas cuaca dan risiko ekonomi terkait dengan variabilitas iklim (Jones et al. 2003).

10 20 Pada DSSAT versi 4.0, tersedia EasyGrapher (Yang dan Huffman 2004) yaitu tampilan grafis dan program validasi statistik yang dirancang untuk model DSSAT. EasyGrapher dapat mempercepat validasi DSSAT output, yang biasanya membutuhkan waktu dan usaha untuk mengekspor output data ke dalam paket statistik eksternal. Hal ini memungkinkan pengguna untuk membuat grafik validasi, menampilkan simulasi data terhadap kebenaran data tanah dan menghitung statistik validasi seperti root mean square error, mean error, efisiensi peramalan dan t-tes berpasangan. Selanjutnya Thorp et al. (2008) memperkenalkan sebuah prototipe sistem pendukung keputusan (DSS) yang disebut Apollo yang dikembangkan untuk membantu peneliti dalam menggunakan DSSAT model pertumbuhan tanaman untuk menganalisis set data pertanian secara presisi. Karena model DSSAT ditulis untuk mensimulasikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam unit tanah homogen, Apollo DSS memiliki fungsi khusus untuk menjalankan model DSSAT untuk mensimulasikan dan menganalisis variabel dan pengelolaan tanah secara spasial. DSS memiliki modul yang memungkinkan pengguna untuk membangun file input untuk model simulasi spasial di zona standar manajemen, mengkalibrasi model untuk mensimulasikan hasil variabilitas spasial secara history, validasi model untuk musim tidak digunakan untuk kalibrasi, dan memperkirakan respon tanaman dan dampak lingkungan dari nitrogen, populasi tanaman, kultivar, dan dosis irigasi Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System) Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lofti A. Zadeh pada tahun Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy, peranan derajat keanggotaan sebagai penentu keberadaan elemen dalam suatu himpunan sangatlah penting. Nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari penalaran logika fuzzy tersebut (Kusumadewi dan Purnomo 2010). Dalam banyak hal, logika fuzzy digunakan sebagai suatu cara untuk memetakan permasalahan dari input menuju output yang diharapkan. Logika fuzzy dapat dianggap sebagai kotak hitam yang menghubungkan antara ruang input menuju ke ruang output.

11 21 Beberapa keunggulan logika fuzzy (Kusumadewi dan Purnomo 2010), diantaranya adalah : 1. Konsep logika fuzzy yang menggunakan dasar teori himpunan, mudah dimengerti. 2. Sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan. 3. Memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, sehingga jika ada data yang tidak homogen, logika fuzzy memiliki kemampuan untuk menangani data tersebut. 4. Mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. 6. Dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami, sehingga mudah dimengerti. Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan hanya ada dua kemungkinan, yaitu 0 atau 1. Pada himpunan fuzzy, nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan, karena keduanya memiliki nilai interval [0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda, antara fuzzy dan probablitas. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang (Kusumadewi dan Purnomo 2010). Ada tiga operator dasar untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy, yang diciptakan Zadeh, yaitu operator AND, OR dan NOT (Kusumadewi dan Purnomo 2010). Tiap-tiap aturan (proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah : IF x is A THEN y is B Dengan x dan y adalah skalar, dan A dan B adalah himpunan fuzzy. Proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen. Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System atau FIS) merupakan suatu kerangka komputasi yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, aturan fuzzy berbentuk IF-THEN, dan penalaran fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2010).

12 22 Sistem inferensi fuzzy menerima input crisp. Input ini kemudian dikirim ke basis pengetahuan yang berisi n aturan fuzzy dalam bentuk IF-THEN. Fire strength akan dicari pada setiap aturan. Apabila jumlah aturan lebih dari satu, maka akan dilakukan agregasi dari semua aturan. Selanjutnya, pada hasil agregasi akan dilakukan defuzzy untuk mendapatkan nilai crisp sebagai output system (Gambar 2.4). Aturan-1 IF-THEN fuzzy INPUT crips AGREGASI Aturan-n fuzzy IF-THEN fuzzy DEFUZZY crisp OUTPUT Gambar 2.4 Diagram blok Sistem Inferensi Fuzzy (Kusumadewi dan Hartati 2010) Ada beberapa metode Fuzzy Inference System (FIS) (Kusumadewi dan Purnomo 2010), yaitu : 1. Metode Tsukamoto Metode Tsukamoto merupakan perluasan dari penalaran monoton, pada metode ini, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi

13 23 keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot. 2. Metode Mamdani Metode Mamdani dikenal sebagai metode max-min yang diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun Untuk mendapatkan output pada metode Mamdani, diperlukan 4 tahapan, yaitu: a. Pembentukan himpunan fuzzy Pada Metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. b. Aplikasi fungsi implikasi Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min. c. Komposisi aturan Ada 3 metode komposisi aturan yang digunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu: max, additive dan probabilistik OR (probor). Pada Metode Max, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap preposisi. Pada metode Additive (sum), solusi himpunan fuzzy diperoleh denagn cara melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy. Sedangkan metode probabilistik OR (probor), solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. d. Penegasan (defuzzy) Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output.

14 24 3. Metode Sugeno Penalaran menggunakan metode Sugeno hampir sama dengan penalaran pada metode Mamdani, hanya saja output system tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini diperkenalkan tahun 1985 oleh Takagi-Sugeno Kang, sehingga metode ini sering juga dinamakan dengan metode TSK (Kusumadewi dan Purnomo 2010) 2.7. Bayesian dan Decision Network Dalam dekade terakhir, Bayesian Network semakin banyak diterapkan dalam berbagai bidang ilmu. Barton et al. (2008) melaporkan bahwa Bayesian Network juga diterapkan di bawah ketidakpastian pengelolaan lingkungan dan juga untuk pengelolaan air terpadu. Bayesian Network terdiri dari struktur grafis dan deskripsi hubungan probabilistik antara variabel dalam sistem (Borsuk et al. 2004). Oleh karena itu, maka pada Bayesian Network, peluang dari suatu peubah tertentu dapat diketahui kalau diketahui nilai peubah lain. Lebih jauh Borsuk et al. (2004) menyatakan bahwa struktur grafis secara eksplisit merupakan asumsi sebab akibat yang memungkinkan suatu rantai sebab akibat terhubung secara kompleks yang memungkinkan adanya hubungan bersyarat. Setiap hubungan ini kemudian dapat secara independen diukur menggunakan sub model yang sesuai untuk jenis dan skala informasi yang tersedia. Pendekatan ini sangat berguna untuk pemodelan ekologis karena pola diprediksi dapat muncul pada berbagai skala, sehingga dibutuhkan bermacam-macam bentuk model. Sedangkan pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network (DN) atau sering disebut juga sebagai Influenced Network merupakan pengembangan dari Bayesian Network (BN). Ada tiga hal yang merupakan hal penting dalam suatu Bayesian Network yaitu : Himpunan node (setiap peubah diwakili satu node) Link antar dua node (merepresentasikan keterkaitan sebab-akibat dari node sumber ke node terminal)

15 25 Tabel peluang bersyarat pada stiap node dengan syarat parent dari node tersebut. Pada Decision Network, kita dapat mengetahui bagaimana kaitan dari tiga hal, yaitu keputusan yang diambil, resiko yang terjadi, serta ketidakpastian dari peubah-peubah dalam Bayesian Network. Decision Network merupakan hasil integrasi antara Bayesian Network dengan keputusan yang diambil dan fungsi utility (fungsi keuntungan/risiko). Decision Network (DN) terdiri dari tiga jenis node, yaitu : a. Chance node : node yang merepresentasikan peubah-peubah dalam BN. Node ini dilambangkan dengan simbol Chance node : b. Decision node : node yang merepresentasikan peubah keputusan, sehingga nilai dari node ini adalah semua kemungkinan keputusan yang bisa diambil. Decision node dilambangkan dengan : Decision node : c. Utility node : node yang merepresentasikan nilai resiko yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, nilai dari node ini adalah semua kemungkinan resiko yang bisa terjadi akibat dari keputusan yang diambil dan ketakpastian yang ada pada BN. Utility node dilambangkan dengan : Utility node : 2.8. Kalender Tanam Sebuah studi mengenai kalender tanam dilakukan di Malaysia oleh Lee et al. (2005). Studi ini membahas cara-cara dan sarana untuk mengatasi masalah kelangkaan air dengan menetapkan kalender untuk jadwal tanam dengan mempertimbangkan curah hujan, sungai yang tersedia dan kebutuhan air irigasi di aliran sebagai acuan. Sebuah pendekatan neraca air dengan menggunakan data cuaca dan curah hujan selama 48 tahun digunakan dalam penelitian ini.

16 26 Pola tanam existing adalah padi-padi (Gambar 2.5). Kalender tanam dicirikan oleh dua musim: main season dan off season. Dalam jadwal kalender ini, off season berlangsung dari Mei sampai Oktober sedangkan main season dari November sampai April. Pada off season, kalender tanam existing menghadapi kelangkaan air. Varietas yang ditanam merupakan varietas dengan produksi tinggi dan pematangan cepat, dengan durasi pertumbuhan hari. Jadwal tanam secara tradisional mengikuti pola curah hujan di Malaysia (Hill, 1977 dalam Lee et al. 2005). Gambar 2.5 Kalender tanam existing (Lee et al. 2005) Jadwal penanaman tanaman yang telah disesuaikan untuk menghasilkan manfaat maksimal dari aliran sungai maupun dari distribusi curah hujan ditunjukkan pada Gambar 2.6. Jadwal tanam yang diusulkan memperhitungkan fitur penting sebagai berikut: (1) periode persiapan lahan bertepatan dengan curah hujan, (2) target panen dari tanaman dalam periode kering; dan (3) menghindari penanaman pada bulan November / Desember dimana intensitas angin musim timur laut pada puncaknya. Dengan demikian, tanaman main-season kemudian harus dijadwalkan antara bulan September dan Februari, sedangkan

17 27 panen off season ditetapkan antara bulan Maret dan Agustus. Jadwal tanam telah diatur sebagai berikut; tanaman main-season dimulai sebelum dimulainya musim timur laut, dan berakhir dengan panen pada bulan Februari, saat kering. Untuk tanaman off season, ditargetkan untuk panen pada bulan Agustus, menghindari datangnya monsun timur laut pada bulan September. Kalender tanam yang diusulkan dapat mengurangi kebutuhan air irigasi sebesar 30% dan 19% masingmasing pada saat main-season dan off season, sehingga jadwal tanam menjadi lebih baik (Lee et al. 2005). Gambar 2.6 Kalender tanam usulan (Lee et al. 2005)

18 28 Gambar 2.7 Peta kalender tanam level kabupaten untuk skenario tahun basah Pulau Jawa (Las et al. 2007a) Penyusunan mengenai kalender tanam telah dilakukan mulai TA 2007 (Pulau Jawa), tahun 2008 (Pulau Sumatera) di Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dan telah menyusun Peta Kalender Tanam Pulau Jawa dan Sumatera berbasis kabupaten dengan skala 1: (Gambar 2.7) dan berbasis kecamatan dengan skala 1: (Gambar 2.8). Peta ini menggambarkan waktu tanam dan pola tanam tanaman semusim, terutama padi, berdasarkan potensi dan dinamika sumber daya iklim dan air (Las et al. 2007a dan Las et al. 2007b). Sedangkan pada tahun 2009, sudah disusun Peta Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi 1: dan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi 1: (Runtunuwu et al. 2009). Peta kalender tanam tersebut disusun berdasarkan kondisi periode tanam yang dilakukan oleh petani saat ini, dan berdasarkan tiga kejadian iklim yaitu tahun basah (TB), tahun normal (TN), dan tahun kering (TK). Dengan demikian kalender dan pola tanam yang akan diterapkan dapat disesuaikan dengan masing-masing kondisi iklim tersebut. Peta kalender tanam dalam atlas ini disusun sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh para penyuluh, petugas dinas pertanian, kelompok tani dan petani dalam mengatur kalender tanam dan pola tanam, sesuai dengan dinamika iklim. Atlas ini juga memiliki keunggulan, yaitu dinamis, karena

19 29 disusun berdasarkan beberapa kondisi iklim, operasional pada skala kecamatan, spesifik lokasi, karena mempertimbangkan kondisi sumberdaya iklim dan air setempat, mudah diperbaharui), dan mudah dipahami oleh pengguna karena disusun secara spasial dan tabular dengan uraian yang jelas. Gambar 2.8 Peta Kalender Tanam level kabupaten untuk tahun basah di Pulau Jawa (Las et al. 2007a). Luas Tanam (ha) TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Kalimantan Barat Luas Tanam (ha) Kalimantan Timur 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Luas Tanam (ha) J F M A M J J A S O N D Bulan Kalimantan Tengah 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN Luas Tanam (ha) J F M A M J J A S O N D Bulan Kalimantan Selatan 2007 TN 2006 TN 2005 TK 2004 TB 2003 TN 2002 TN 2001 TK 2000 TN J F M A M J J A S O N D Bulan 0 J F M A M J J A S O N D Bulan Gambar 2.9 Distribusi kalender tanam rata-rata propinsi Kalimantan: (a) Kalimantan Barat, (b) Kalimantan Tengah, (c) Kalimantan Timur, dan (d) Kalimantan Selatan (Runtunuwu et al. 2009).

20 30 Jika diperhatikan kalender tanam per propinsi pada Gambar 2.10, waktu tanam di Kalimantan Barat relatif seragam antar tahun. Tidak terlihat perubahan luas tanam yang signifikan pada tahun normal, tahun basah dan tahun kering. Selain itu juga luas penanaman pada MT2 sangat kecil dibanding dengan luas taman pada waktu MT1. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan kalender tanam Departemen Pertanian juga mulai melakukan sosialisasi kalender tanam. Pada tahun 2007 selain telah dihasilkan Atlas Kalender Tanam Tanaman Pangan Pulau Jawa yang berisikan saran informasi tanggal tanam untuk setiap kecamatan di Pulau Jawa dengan output yang dihasilkan, selain Atlas juga Buku, CD dan WEB. Kegiatan ini dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pertanian d seluruh Pulau Jawa. Pada bulan Desember 2007, kegiatan sosialisasi telah dlakukan oleh Litbang Pertanian melalui Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) yang diikuti oleh Dinas Pertanian di Pulau Jawa. Pada tahun 2008, Litbang Pertanian bekerjasama dengan Direktorat Pengelolaan Lahan dan Air juga melakukan kegiatan sosialisasi Kalender Tanam di seluruh Indonesia secara bertahap (Runtunuwu et al. 2009). Materi utama yang disampaikan pada setiap kegiatan sosialisasi ada tiga hal, yaitu (1) Kalender Tanam Untuk Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pertanian, (2) Dasar Penyusunan Kalender Tanam, dan (3) Cara membaca Atlas dan Buku Kalender Tanam. Sejak tahun 2010 dirintis pengembangan model kalender tanam dinamik, yang mengakomodasi sifat dinamik perubahan variabel lain penentu sifat iklim, seperti fase SOI dan SST. Model kalender tanam dinamik diharapkan dapat mudah digunakan oleh pengambil kebijakan sebagai alat bantu pengambil keputusan untuk menyusun strategi pertanaman pada musim tanam tertentu yang menyesuaikan dengan kondisi iklim. Pengembangan alat bantu pengambilan keputusan tersebut diharapkan juga dapat membantu otoritas lokal untuk mengevaluasi dan menilai tingkat risiko pengambilan keputusan tertentu pada musim tertentu berdasarkan prakiraan iklim yang diberikan, sehingga dapat meminimalkan risiko iklim tetapi di sisi lain dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan di proyek I-MHERE IPB 2-C (Boer et al. 2010), dan pada saat yang sama risetnya dikembangkan lebih jauh lagi

21 31 dengan kegiatan KKP3T dengan menggunakan metode yang lebih diperluas cakupannya (Buono et al. 2010). Salah satu pendekatan model kalender tanam dinamik adalah jejaring pengambilan keputusan (Decision Network). Dalam Decision Network (DN), keputusan pemilihan pola ditetapkan berdasarkan informasi iklim dan informasi lainnya yang diperoleh sebelum keputusan dibuat (Buono et al. 2010). Informasi dimaksud diantaranya anomali SST yang dapat digunakan sebagai indikator tentang kemungkinan perubahan awal masuk musim hujan, prakiraan panjang musim hujan atau sifat hujan pada musim tanam. Hal itu sejalan dengan pendapat Lo et al. (2007) dan Robertson et al. (2009) yang menyatakan bahwa awal musim serta kekuatan dan durasi dari musim hujan merupakan karakteristik kunci dari keragaman hujan dan berkaitan dengan kuat pada keragaman pola ENSO. Gambar 2.10 Tampilan untuk masuk ke aplikasi web Kalender Tanam Terpadu Gambar 2.11 Tampilan peta tematik kekeringan skala nasional pada Kalender Tanam Terpadu

22 32 Pada akhir tahun 2011, Badan Litbang Pertanian yang dimotori oleh Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian meluncurkan Soft Launching Kalender Tanam Terpadu. Pada kalender tanam terpadu sudah menggabungkan teknologi-teknologi yang mendukung untuk tercapainya produksi yang optimal, diantaranya varietas, pemupukan, metodologi identifikasi bencana banjir, kekeringan dan OPT serta menggunakan prediksi musim. Kalender tanam tepadu ditunjang dengan basisdata yang terorganisir dengan baik. Kalender tanam terpadu dapat diakses pengguna dan bersifat user friendly. Pengguna dapat mengakses dan juga menambahkan data pada feature yang sudah disediakan, sesuai lokasi yang ingin diketahui. Akses tersedia di situs Badan litbang Pertanian, klik Kalender Tanam Terpadu. Contoh tampilan dari Kalender Tanam Terpadu disajikan pada Gambar 2.10 dan 2.11.

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI

PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 125 VII. PENGEMBANGAN MODEL KALENDER TANAM DINAMIK SEBAGAI TEKNOLOGI ADAPTASI 7.1. Pendahuluan Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar yang artinya suatu nilai dapat bernilai benar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK

VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 113 VI. PENGEMBANGAN DECISION NETWORK YANG DIOPTIMASI DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PENYUSUNAN KALENDER TANAM DINAMIK 6.1. Pendahuluan Secara umum, prinsip utama dalam pemodelan optimisasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO

PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO PENDAPATAN MASYARAKAT DENGAN ADANYA KAMPUS MENGGUNAKAN FUZZY TSUKAMOTO Asrianda 1 asrianda@unimal.ac.id Abstrak Bertambahnya permintaan mahasiswa atas kebutuhan makan seharihari, berkembangnya usaha warung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kompetensi Pedagogik Menurut Mahmudin (2008) Kompetensi Guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Pendahuluan Alasan digunakannya Logika Fuzzy Aplikasi Himpunan Fuzzy Fungsi keanggotaan Operator Dasar Zadeh Penalaran Monoton Fungsi Impilkasi Sistem Inferensi Fuzzy Basis Data Fuzzy Referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

Pendapatan Masyarakat Disekitar Kampus dengan Adanya Mahasiswa Menggunakan Fuzzy

Pendapatan Masyarakat Disekitar Kampus dengan Adanya Mahasiswa Menggunakan Fuzzy Pendapatan Masyarakat Disekitar Kampus dengan Adanya Mahasiswa Menggunakan Fuzzy Asrianda 1 Teknik Informatika Kampus Bukit Indah Lhokseumawe email : asrianda@unimal.ac.id ABSTRAK Bertambahnya permintaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai landasan teori yang digunakan pada penelitian ini. Penjabaran ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada penulis

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memberikan penjelasan awal mengenai konsep logika fuzzy beserta pengenalan sistem inferensi fuzzy secara umum. 2.1 LOGIKA FUZZY Konsep mengenai logika fuzzy diawali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjurusan di SMA Sepanjang perkembangan Pendidikan formal di Indonesia teramati bahwa penjurusan di SMA telah dilaksanakan sejak awal kemerdekaan yaitu tahun 1945 sampai sekarang,

Lebih terperinci

DENIA FADILA RUSMAN

DENIA FADILA RUSMAN Sidang Tugas Akhir INVENTORY CONTROL SYSTEM UNTUK MENENTUKAN ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT BAHAN BAKU POKOK TRANSFORMER MENGGUNAKAN METODE FUZZY (STUDI KASUS : PT BAMBANG DJAJA SURABAYA) DENIA FADILA

Lebih terperinci

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA Rima Liana Gema, Devia Kartika, Mutiana Pratiwi Universitas Putra Indonesia YPTK Padang email: rimalianagema@upiyptk.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Masalah

1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu aplikasi sistem cerdas yang paling sukses dan masih berkembang saat ini yaitu peramalan beban listrik. Peramalan beban listrik adalah suatu ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

Penerapan Logika Fuzzy

Penerapan Logika Fuzzy 1 Penerapan Logika Fuzzy M. Faisal Baehaki - 13506108 1 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia 1 m_faisal_b@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim membawa dampak pada hampir semua aspek kehidupan dan aktivitas ekonomi. Dampak yang dirasakan ada yang bersifat langsung seperti pada sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Model keseimbangan air pada waduk (Sumber : Noor jannah,2004)

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Model keseimbangan air pada waduk (Sumber : Noor jannah,2004) BAB IV METODOLOGI 4.1 Sistem Pengoperasian Waduk. Tujuan di bangun suatu sistem waduk sangat mempengaruhi strategi pengoperasian sistem waduk yang bersangkutan. Dalam mengembangkan model optimasi pengoperasian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permintaan, Persediaan dan Produksi 2.1.1 Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima Sistem Berbasis Pengetahuan LOGIKA FUZZY Kelompok Rhio Bagus P 1308010 Ishak Yusuf 1308011 Martinus N 1308012 Cendra Rossa 1308013 Rahmat Adhi 1308014 Chipty Zaimima 1308069 Sekolah Tinggi Manajemen Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

Implementasi Logika Fuzzy Mamdani untuk Mendeteksi Kerentanan Daerah Banjir di Semarang Utara

Implementasi Logika Fuzzy Mamdani untuk Mendeteksi Kerentanan Daerah Banjir di Semarang Utara Scientific Journal of Informatics Vol. 2, No. 2, November 2015 p-issn 2407-7658 http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/sji e-issn 2460-0040 Implementasi Logika Fuzzy Mamdani untuk Mendeteksi Kerentanan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI

PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI PENGELOLAAN RISIKO IKLIM UNTUK SISTEM USAHA TANI BERBASIS PADI MELALUI PEMANFAATAN KALENDER TANAM DINAMIK SUCIANTINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 22 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI BAB 2 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan mengenai logika fuzzy yang digunakan, himpunan fuzzy, penalaran fuzzy dengan metode Sugeno, dan stereo vision. 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

REVIEW PENERAPAN FUZZY LOGIC SUGENO DAN MAMDANI PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA DI INDONESIA

REVIEW PENERAPAN FUZZY LOGIC SUGENO DAN MAMDANI PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA DI INDONESIA Seminar Nasional Sistem Informasi Indonesia, 6 November 2017 REVIEW PENERAPAN FUZZY LOGIC SUGENO DAN MAMDANI PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA DI INDONESIA Anisa Citra Mutia, Aria Fajar Sundoro,

Lebih terperinci

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas Zulfikar Sembiring Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area zoelsembiring@gmail.com Abstrak Logika Fuzzy telah banyak

Lebih terperinci

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 Oleh: ABDUL AZIS 1209 100 073 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 Sektor pertanian merupakan salah satu penopang perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Studi tentang iklim mencakup kajian tentang fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FUZZY TSUKAMOTO UNTUK MEMPREDIKSI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT (STUDI KASUS : PT. AMAL TANI PERKEBUNAN TANJUNG PUTRI BAHOROK)

PENERAPAN METODE FUZZY TSUKAMOTO UNTUK MEMPREDIKSI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT (STUDI KASUS : PT. AMAL TANI PERKEBUNAN TANJUNG PUTRI BAHOROK) PENERAPAN METODE FUZZY TSUKAMOTO UNTUK MEMPREDIKSI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT (STUDI KASUS : PT. AMAL TANI PERKEBUNAN TANJUNG PUTRI BAHOROK) Andrian Juliansyah ( 1011287) Mahasiswa Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Press Release PREDIKSI DAMPAK DINAMIKA IKLIM DAN EL-NINO 2014-2015 TERHADAP PRODUKSI PANGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN I. Prediksi Iklim hingga Akhir 2014/Awal 2015 1. Prediksi berbagai

Lebih terperinci

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN METODE SUGENO DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEPRIBADIAN SISWA BERDASARKAN PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MI MIFTAHUL ULUM GONDANGLEGI MALANG) Wildan Hakim, 2 Turmudi, 3 Wahyu H. Irawan

Lebih terperinci

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM

VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM 141 VIII. POTENSI DAN KENDALA PENERAPAN KALENDER TANAM DALAM MENGANTISIPASI KEJADIAN IKLIM EKSTRIM Persoalan mendasar sektor pertanian menurut Tim Penyusun Road Map (2010) diantaranya adalah meningkatnya

Lebih terperinci

Metode Fuzzy Inference System untuk Penilaian Kinerja Pegawai Perpustakaan dan Pustakawan

Metode Fuzzy Inference System untuk Penilaian Kinerja Pegawai Perpustakaan dan Pustakawan Scientific Journal of Informatics Vol., No. 1, Mei 2016 p-issn 2407-7658 http://journal.unnes.ac.id/nju/inde.php/sji e-issn 2460-0040 Metode Fuzzy Inference System untuk Penilaian Kinerja Pegawai Perpustakaan

Lebih terperinci

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim

Pengantar. Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Pengantar Kalender Tanam Terpadu: Generasi Baru Perencanaan Tanam Menghadapi Perubahan Iklim Dr. Ir. Haryono, M.Sc. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sudah sering kita dengar, rasakan,

Lebih terperinci

Penerapan Logika Fuzzy Metode Sugeno Untuk Memprediksi Jumlah Penumpang Di Terminal Ronggo Sukowati Pamekasan

Penerapan Logika Fuzzy Metode Sugeno Untuk Memprediksi Jumlah Penumpang Di Terminal Ronggo Sukowati Pamekasan Penerapan Logika Fuzzy Metode Sugeno Untuk Memprediksi Jumlah Penumpang Di Terminal Ronggo Sukowati Pamekasan Tony Yulianto 1, Sugiono 2, M. Fariz Fadillah Mardianto 3 1,2,3) Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan, yang menghasilkan minyak nabati paling efisien yang produknya dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR

FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR Seminar Nasional Informatika 23 (semnasif 23) ISSN: 979-2328 UPN Veteran Yogyakarta, 8 Mei 23 FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR Sundari Retno Andani ) ) AMIK Tunas Bangsa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Himpunan adalah kata benda yang berasal dari kata himpun. Kata kerjanya adalah menghimpun. Menghimpun adalah kegiatan yang berhubungan dengan berbagai objek apa saja.

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang amat subur sehingga sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Indonesia memiliki iklim tropis basah, dimana iklim

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang pemahaman dari logika fuzzy dan data mining. Pada bab ini juga akan dijelaskan bagian-bagian yang perlu diketahui dalam logika fuzzy dan data mining, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi Berdasarkan Data Persediaan dan Jumlah Permintaan Ria Rahmadita Surbakti 1), Marlina Setia Sinaga 2) Jurusan Matematika FMIPA UNIMED riarahmadita@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu rangkaian penelitian yang mencakup analisis pewilayahan hujan, penyusunan model prediksi curah hujan, serta pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 LOGIKA FUZZY Titik awal dari konsep modern mengenai ketidakpastian adalah paper yang dibuat oleh Lofti A Zadeh, dimana Zadeh memperkenalkan teori yang memiliki obyek-obyek dari

Lebih terperinci

Sistem Inferensi Fuzzy

Sistem Inferensi Fuzzy Sistem Inferensi Fuzzy METODE SUGENO 27 Sistem Inferensi Fuzzy Metode Tsukamoto Metode Sugeno! Diperkenalkan oleh Takagi-Sugeno-Kang, tahun 1985.! Bagian output (konsekuen) sistem tidak berupa himpunan

Lebih terperinci

STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU)

STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU) STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU) Desi Vinsensia Program Studi Teknik Informatika STMIK Pelita Nusantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy merupakan suatu metode pengambilan keputusan berbasis aturan yang digunakan untuk memecahkan keabu-abuan masalah pada sistem yang sulit dimodelkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi setiap harinya. Beras memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertiaan Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk digunakan memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Permintaan 2.1.1 Pengertian Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo)

PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo) PREDIKSI CURAH HUJAN TAHUNAN MENGGUNAKAN ANFIS DENGAN PENGELOMPOKAN DATA (Studi Kasus Pada Stasiun Meteorologi Bandara Jalaluddin Gorontalo) Ifan Wiranto, Wahab Musa, Wrastawa Ridwan Jurusan Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun nongelar (D-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengikuti sertifikasi, baik pendidikan gelar (S-1, S-2, atau S-3) maupun nongelar (D- BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kualifikasi Akademik Ditjendikti - kemendiknas, (2010) menyatakan bahwa kualifikasi akademik adalah ijazah pendidikan tinggi yang dimiliki oleh guru pada saat yang bersangkutan

Lebih terperinci

4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS

4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS 4-5-FUZZY INFERENCE SYSTEMS Shofwatul Uyun Mekanisme FIS Fuzzy Inference Systems (FIS) INPUT (CRISP) FUZZYFIKASI RULES AGREGASI DEFUZZY OUTPUT (CRISP) 2 Metode Inferensi Fuzzy Metode Tsukamoto Metode Mamdani

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Aplikasi Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno dalam Memperkirakan Produksi Air Mineral dalam Kemasan Oleh Suwandi NRP 1209201724 Dosen Pembimbing 1. Prof. Dr M. Isa Irawan, MT 2. Dr Imam Mukhlash, MT Institut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dalam kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan beras, setiap manusia mempunyai cara-cara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN

STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 10/25/2009 STRATEGY DAN INOVASI IPTEK MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM DAN LINGKUNGAN SEKTOR PERTANIAN Tim BBSDLP BADAN LITBANG PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009 Latar Belakang Ancaman Bagi Revitalisasi Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY MAMDANI

BAB III METODE FUZZY MAMDANI 29 BAB III METODE FUZZY MAMDANI Fuzzy Inference System merupakan sebuah kerangka kerja perhitungan berdasarkan konsep teori himpunan fuzzy dan pemikiran fuzzy yang digunakan dalam penarikan kesimpulan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE TSUKAMOTO, METODE MAMDANI DAN METODE SUGENO UNTUK MENENTUKAN PRODUKSI DUPA (Studi Kasus : CV. Dewi Bulan)

PERBANDINGAN METODE TSUKAMOTO, METODE MAMDANI DAN METODE SUGENO UNTUK MENENTUKAN PRODUKSI DUPA (Studi Kasus : CV. Dewi Bulan) PERBANDINGAN METODE TSUKAMOTO, METODE MAMDANI DAN METODE SUGENO UNTUK MENENTUKAN PRODUKSI DUPA (Studi Kasus : CV. Dewi Bulan) Komang Wahyudi Suardika 1, G.K. Gandhiadi 2, Luh Putu Ida Harini 3 1 Program

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Kejadian El Nino Tahun 2015

Lebih terperinci

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II 2013 TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung LATAR BELAKANG Keniscayaan perubahan dan dinamika iklim global serta lokal. Pilihan pola tanam bersifat spesifik lokasi dan

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pemilihan Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic

Analisis Pengaruh Pemilihan Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic Analisis Pengaruh Pemilihan Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic Luh Kesuma Wardhani, Elin Haerani Jurusan Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi UIN SUSKA Riau

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA LOGO PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA Oleh: DYNES RIZKY NAVIANTI (1208100017) JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. ditujukan untuk menangani pencarian spesifikasi komputer yang sesuai dengan

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM. ditujukan untuk menangani pencarian spesifikasi komputer yang sesuai dengan BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM III. Analisis Masalah Sistem yang dibuat pada studi kasus pemilihan spesifikasi komputer ini, ditujukan untuk menangani pencarian spesifikasi komputer yang sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia

I. PENDAHULUAN. terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1  ( ) 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi ramalan curah hujan sangat berguna bagi petani dalam mengantisipasi kemungkinan kejadian-kejadian ekstrim (kekeringan akibat El- Nino dan kebanjiran akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri dihadapkan pada suatu masalah yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin kompetitif. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah khatulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti perubahan pola curah hujan,

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

Simulasi Pengaturan Lalu Lintas Menggunakan Logika Fuzzy

Simulasi Pengaturan Lalu Lintas Menggunakan Logika Fuzzy Simulasi Pengaturan Lalu Lintas Menggunakan Logika Fuzzy Raka Yusuf 1, Andi Andriansyah 2, Febi Pratiwi 3 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Mercu Buana 1,3 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air SUBSTANSI I. PENDAHULUAN II. DAMPAK KENAIKAN PARAS MUKA AIR

Lebih terperinci

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0.

persamaan regresi. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan kritis adalah sebagai berikut: CH kritis = ( 0. 9 a : intersep (perubahan salinitas jika tidak hujan) b : slope (kemiringan garis regresi). Koefisien determinasi (r 2 ) masing-masing kelompok berdasarkan klaster, tahun, dan lahan peminihan (A dan B)

Lebih terperinci

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Himpunan Fuzzy Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Outline Himpunan CRISP Himpunan Fuzzy Himpunan CRISP Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan A, yang

Lebih terperinci

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU

RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU RENCANA OPERASIONAL DISEMINASI HASIL PENELITIAN (RODHP) GUGUS TUGAS KALENDER TANAM TERPADU DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian berjudul Pemodelan dan Peramalan Angka Curah Hujan Bulanan Menggunakan Analisis Runtun Waktu (Kasus Pada Daerah Sekitar Bandara Ngurah Rai), menjelaskan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB

SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB JURNAL MATRIX VOL. 3, NO. 1, MARET 2013 39 SISTEM INFERENSI FUZZY MAMDANI BERBASIS WEB I Ketut Suwintana Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bali Kampus Bukit Jimbaran Bali Telp. +62 361 701981 Abstrak:.Logika

Lebih terperinci

Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen

Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen Penggunaan Mamdani Fuzzy Expert System untuk Mengevaluasi Kinerja Dosen Dwi Rolliawati Fakultas Ilmu Komputer, Sistem Komputer, Universitas Narotama dwi.roliawati@narotama.ac.id Abstrak Dosen sebagai pendidik

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci